• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Efek Repellent Nabati Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum L.) Terhadap Tikus Putih Jantan Galur Wistar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Efek Repellent Nabati Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum L.) Terhadap Tikus Putih Jantan Galur Wistar"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN

(2)
(3)
(4)
(5)

Lampiran 5. Bagan penelitian

Bawang Putih

Dikupas

Ditimbang

Dicuci, ditiriskan

Dimasukkan ke dalam blender, ditambahkan aquades 1000 mL, kemudian di blender sampai halus dan tercampur seluruhnya

Masukkan ke dalam wadah tutup terlalu diamkan selama 24 jam

Dicukupkan dengan aquades hingga 1000 mL

Disaring dengan kain flanel Skrining Fitokimia

Ekstrak air bawang putih

Aktivitas sebagai repellent nabati terhadap tikus

Hasil

(6)

Lampiran 6. Data hasil pengujian ekstrak air bawang putih

Jumlah sisa makanan tikus pada saat pengujian ekstrak air bawang putih Perlakuan Hari Sisa makanan tikus (gram)

I II III

Perlakuan hari Sisa makanan tikus (gram)

I II III

Perlakuan Hari Sisa makanan tikus (gram)

(7)

Perlakuan Hari Sisa makanan tikus (gram)

Perlakuan Hari Sisa makanan tikus (gram)

(8)

Perlakuan Hari Ulangan

I II III

Kontrol Negatif 1 2

(9)
(10)

Lampiran 8. Hasil uji Tukey HSD

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

Hari2

(11)

Hari3

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

Hari4

(12)

Hari5

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

Hari6

(13)

Hari7

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

Hari8

(14)

Hari9

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

Hari10

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, D. (2014). Pengaruh Penyuluhan Terhadap Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Petani Paprika di Desa Kumbo-Pasuruan Terkait Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Dari Bahaya Pestisida Tahun 2014.Skripsi.Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Jakarta:UIN Syarif Hidayatullah. Halaman 28-33.

Alip. (2010). Makalah Farmasetika Nutrisi Allisin Pada Garlic. Jakarta: Universitas Indonesia. Halaman 7-8.

Budiyono.(2012). Kajian Sistematis Dampak Pestisida Diazinon Terhadap Manusia, Mamalia Lainnya Dan Lingkungan.Skripsi.Jurusan kesehatan Masyarakat. Depok: Universitas Indonesia. Halaman 12.

Darmawansyah, A. (2008). Rancang Bangun Perangkap Untuk Pengendalian Tikus Rumah (Rattus rattus diardii Linn.) Pada Habitat Permukiman.Skripsi. Fakultas Pertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Halaman 14-15.

Depkes, RI. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 299-306, 321-322, 325, 333-337.

Depkes, RI. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.Jakarta: Direktorat Jenderal POM-Departemen Kesehatan RI. Halaman 25-29. Djojosumarto, P. (2004). Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Yogyakarta:

Kanisius. Halaman 44-48.

Harbone, J.B. (1987). Metode Fitokima. Penerjemah: Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Edisi II. Bandung: Penerbit ITB. Halaman 152.

Hasnah.(2007). Efektivitas Ekstrak Umbi bawang Putih (Allium sativum L.) Untuk Mengendalikan hamaCrocidolomia pavonana F. Pada Tanaman Sawi. Banda Aceh.Jurnal Agrista. 11(2): 1-2.

Hutapea, J. (2006). Inventaris Tanaman Obat Indonesia (I).Jilid I. Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI.Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Halaman 15-16.

(16)

Kartasapoetra, G. (1992). Budidaya Tanaman Berkhasiat Obat. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Halaman 56-65.

Komariah, S. (2010). Pengendalian Vektor. Jurnal Kesehatan Bina Husada. 6(1): 38.

Marsh, R.E. (2003). Roof rats [On-line]. Diakses 3 Februari

Munaf, S. (1997).Keracunan Akut Pestisida Teknik Diagnosis, Pertolongan Pertama Pengobatan dan Pencegahannya. Jakarta: Widya Medika. Halaman 36.

Nurul, H. (2010). Isolasi Dan Identifikasi Jamur Endofit Pada Umbi Bawang Putih (Allium sativum) Sebagai Penghasil Senyawa Antibakteri Terhadap Bakteri Sreptococcus mutans Dan Escherichia coli.Skripsi. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi. Malang: Universitas Islam Negeri Malang (UIN). Halaman 14-19.

Oey, K. (1998). Daftar Analisis Bahan Makanan. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 23.

Priyambodo S. (1995). Pengendalian Hama Tikus Terpadu.Jakart: Penebar Swadaya. Halaman 45.

Priskila, M. (2008).Pengaruh Pemberian Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum, Linn.) Terhadap Penurunan Rasio Antara Kolesterol Total Dengan Kolesterol HDL Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Yang Hiperkolesterolemik.Skripsi. Fakultas Kedokteran. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Halaman 28-31.

Purwanto.(2009). Pengujian Tiga Jenis Rempah-Rempah Sebagai Repelen Terhadap Tikus Rumah (Rattus Rattus Diardii Linn.) dan Tikus Pohon (Rattus Tiomanicus Mill.).Skripsi. Jurusan HPT. Fakultas Pertanian. Bogor: Institut Pertanianbogor (IPB). Halaman 3.

Rochman.(1988). Dampak dan Bioekologi Tikus di Lahan Pasang Surut dalam Hubungan Pengendaliannya, Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 22.

Santoso. (1989). Bawang Putih. Yogyakarta: Kanisius. Halaman 45-47.

(17)

Sunarjo, P. (1992). Pengendalian Kimiawi Tikus Hama.Makalah Seminar. Bogor: Kerjasama Program Nasional Pengendalian hama Terpadu, Bappenas dan Fakultas Pertanian IPB. Halaman 3.

Sunarto, P., dan Susetyo, B. (1995).Pengaruh Garlic terhadap Penyakit Jantung Koroner.Cermin Dunia kedokteran. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 28-31.

Voight, R. (1995). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Alih Bahasa Drs. Soendani Noerono Soewandhi. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Halaman 577-578.

Wibowo, S. (2007). Budidaya Bawang Putih, Bawang Merah Dan Bawang Bombay. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 23.

Wudianto, R. (2005). Petunjuk Penggunaan Pestisida. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 27.

Yenie, E. (2013). Pembuatan Pestisida Organik Menggunakan Metode Ekstraksi Dari Sampah Daun Pepaya Dan Umbi Bawang Putih. Jurusan Teknik Lingkungan. Fakultas Teknik. Pekanbaru: Universitas Riau. Halaman 2-3; 7-9.

Yuantari, MG. (2011). Dampak pestisida Organoklorin Terhadap Kesehatan Manusia Dan Lingkungan Serta Penanggulangannya.Prosiding Seminar Nasional 2011. Semarang: Universitas Dian Nuswantoro. Halaman 1.

(18)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan tahapan penelitian meliputi penyiapan sampel,pembuatan ekstrak air bawang putih (EABP), penyiapan hewan percobaan, pengamatan perilaku penolakan tikus dan daya tahan efek repellent nabati. Data hasil penelitian dianalisis dengan ANOVA (analisis variansi) dan dilanjutkan dengan uji Post Hoc Tukey. Analisis statistik ini menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 18 dengan taraf kepercayaan 95%. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fitokimia dan Laboratorium Farmakologi, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara.

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kurungan uji, plastik transparan, wadah tempat ekstrak air bawang putih, blender, beaker glass 1000 mL, kertas label, lakban, plastik transparan.

3.1.2 Bahan

(19)

3.2 Pengumpulan Bahan Tumbuhan

3.2.1 Pengumpulan bahan tumbuhan

Pengambilan bahan tumbuhan (umbi) dilakukan secara purposive yaitu tanpa membandingkan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel yang diambil yaitu bawang putih dari Pasar Pringgan Medan Baru, Provinsi Sumatera Utara.

3.2.2 Identifikasi tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

3.3 Pembuatan Larutan Pereaksi

3.3.1 Pereaksi Mayer

Sebanyak 1,4 g raksa (II) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 60 mL, pada wadah lain ditimbang sebanyak 5 g kalium iodida lalu dilarutkan dalam 10 mL air suling, kedua larutan dicampurkan dan ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100 mL(Depkes RI., 1995).

3.3.2 Pereaksi Dragendorff

(20)

3.3.3 Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 g kalium iodida ditimbang, dilarutkan dalam air suling secukupnya, lalu ditambahkan 2 g iodium kemudian ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100 mL(Depkes RI., 1995).

3.3.4 Pereaksi Molisch

Sebanyak 3 g α-naftol ditimbang, dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N

hingga diperoleh larutan 100 mL (Depkes RI.,1995).

3.3.5 Pereaksi Liebermann-Burchard

Sebanyak 5 bagian volume asam sulfat pekat dicampurkan dengan 50 bagian volume etanol 95%.Kemudian ditambahkan dengan hati-hati 5 bagian volume asam asetat anhidrida ke dalam campuran tersebut dan dinginkan (Depkes RI., 1995).

3.3.6 Pereaksi besi (III) klorida 1%

Sebanyak 1 g besi (III) klorida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air secukupnya hingga diperoleh larutan 100 mL(Depkes RI., 1995).

3.3.7 Pereaksi timbal (II) asetat

Sebanyak 15,17 g timbal (II) asetat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air suling bebas karbon dioksida sebanyak 100 mL(Depkes RI., 1995).

3.3.8 Pereaksi natrium hidroksida 2 N

Sebanyak 8 g kristal natrium hidroksida dilarutkan dengan air suling sebanyak 100 mL(Depkes RI., 1995).

3.3.9 Pereaksi asam klorida 2 N

(21)

3.3.10 Pereaksi asam sulfat 2 N

Sebanyak 5,5mL larutan asam sulfat pekat ditambahkan air suling sampai 100 mL(Depkes RI., 1995).

3.4 Pemeriksaan Karakteristik Umbi Bawang Putih

Pemeriksaan karakteristik umbi bawang putih meliputi pemeriksaan makroskopik. Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk luar dari umbi bawang putih.

3.5 Skrining Fitokimia

3.5.1 Pemeriksaan alkaloida

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditimbang, ditambahkan 1 mL asam klorida 2 N dan 9 mL air suling, dipanaskan diatas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring, filtrat dipakai untuk uji alkaloida. Diambil 3 tabung reaksi, lalu ke dalam masing-masing tabung reaksi dimasukkan 0,5mL filtrat.

Pada tabung I: ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer, akanterbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning

Pada tabung II :ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff, akan terbentuk endapan berwarna coklat atau jingga kecoklatan.

Pada tabung III: ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat, akan terbentuk endapan berwarna coklat sampai kehitaman.

(22)

3.5.2 Pemeriksaan flavonoida

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 10 g, ditambahkan 10 mL air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5 mL filtrat ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 mL asam klorida pekat dan 2 mL amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika terjadi warna merah atau kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol.

3.5.3 Pemeriksaan saponin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditimbang, dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 mL air suling panas, didinginkan, kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Saponin positif jika terbentuk busa yang stabil tidak kurang dari 10 menit setinggi 1 sampai 10 cm dan dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N buih tidak hilang (Depkes RI., 1995).

3.5.4 Pemeriksaan glikosida

(23)

cincin ungu pada batas kedua cairan, menunjukkan adanya ikatan gula (glikon) atau glikosida (Depkes RI., 1995).

3.5.5 Pemeriksaan glikosida antrakuinon

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,2 g, ditambahkan 5 mL asam sulfat 2 N, dipanaskan sebentar, setelah dingin ditambahkan 10 mL benzen, dikocok dan didiamkan. Lapisan benzen dipisahkan dan disaring.Di kocok lapisan benzen dengan 2 mL NaOH 2 N, didiamkan.Lapisan air berwarna merah dan lapisan benzen tidak berwarna menunjukkan adanya antrakuinon (Depkes RI., 1995).

3.5.6 Pemeriksaan tanin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditimbang, disari dengan 10 mL air suling lalu disaring, filtratnya diencerkan dengan air sampai tidak berwarna. Larutan diambil sebanyak 2 mL dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin.

3.5.7 Pemeriksaan steroida dan triterpenoida

Sebanyak 1 g sebuk simplisia ditimbang, dimaserasi dengan 20 mLn-heksan selama 2 jam, disaring, lalu filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan 20 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat pereaksi Lieberman-burchard), timbulnya warna biru atau biru hijau menunjukkan adanya steroida, sedangkan warna merah, merah muda atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid (Harborne, 1987).

3.6 Hewan Percobaan

(24)

3.7 Pembuatan Ekstrak Air Bawang Putih (Allium sativum L.)

Pembuatan ekstrak air bawang putih dilakukan secara maserasi. Maserasi merupakan teknik estraksi yang dilakukan untuk bahan yang tidak tahan pemanasan.Maserasi dilakukan pada suhu ruang untuk mencegah penguapan dan maserasi lebih baik dilakukan pada suhu 20-30oC (Yenie, 2013). Adapun cara pembuatan dari ekstrak air bawang putih yaitu dengan cara menimbang bawang putih yang sudah dikupas terlebih dahulu sesuai dengan dosis perlakuan sebanyak misalnya 100g, lalu diblender sampai halus dengan menambahkan 250 mL air (1/4 liter air), kemudian bawang putih yang sudah halus dimasukkan ke dalam wadah/beaker glass lalu masukkan sisa pelarut air yaitu 750 mL (3/4 liter air), setelah itu wadah ditutup dengan plastik.Rendam selama 6 jam pertama sambil sekali-sekali diaduk, kemudian didiamkan selama 18 jam agar zat-zat aktif yang terkandung di dalam bawang putih larut di dalam pelarut setelah itu diserkai dengan kain flannel, kemudian ampas diserkai kembali dengan pelarut air sampai didapatkan volume yang cukup yaitu 1000 mL (Istiqomah, 2013). Begitu seterusnya pembuatan ekstrak air bawang putih untuk semua dosis perlakuan.Setelah itu cairan bawang putih siap untuk diaplikasikan.

3.8 Uji Pendahuluan

(25)

plastik transparan agar tidak menghilangkan bau bawang putih yang diaplikasikan. Percobaan pada tahap ini dilakukan dengan 2 perlakuan, dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Ekstrak air bawang putih uji pendahuluan

Keterangan :

BP1 = Pemberian 200 g ekstrak air bawang putih/liter air BP2 = Pemberian 800 g ekstrak air bawang putih/liter air

Pengamatan dilakukan dengan mencatat jumlah makanan tikus yang berkurang setiap hari lalu dapat diketahui berapa lama ekstrak air bawang putih dapat memberikan efek repellent.

3.9 Pengujian Dosis Repellent Nabati

Setelah diketahui bahwa ekstrak air bawang putih memiliki efek repellent nabati maka pembagian kelompok uji menjadi 6 kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 5 ekor tikus putih yang sudah di adaptasikan dan dimasukkan ke dalam kurungan uji yang ditutup rapat dengan plastik transparan agar tidak menghilangkan bau bawang putih yang diaplikasikan. Adapun parameter untuk mengetahui efek repellent dari ekstrak bawang putih serta lama bertahannya memberikan efek adalah dengan melihat serta menimbang makanan tikus (pelet) yang tersisa. Pada setiap kelompok pelet diberikan sebanyak 100 g mulai dari jam 12 siang kemudian di keesokan harinya pada jam yang sama yaitu jam 12 siang ditimbang sisa makanan tikus. Pengamatan dilakukan sampai makanan tikus habis

Kelompok Jumlah Tikus

BP 1 5

(26)

seluruhnya, jumlah makanan yang setiap harinya sampai makanan tidak bersisa dicatat lalu dihitung secara kumulatif.Setiap perlakuan dilakukan tiga kali pengulangan dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Uji penentuan efek repellent nabati

Kelompok Jumlah Tikus Jumlah Makanan awal

Setelah diberikan bahan uji kemudian diamati dan dicatat jumlah sisa makanan tikus setiap hari.

3.10 Pengamatan

Setelah diberikan bahan uji kemudian diamati dan dicatat jumlah sisa makanan tikus setiap hari sampai tidak bersisa.

3.11 Analisis Data

(27)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan

Tumbuhan yang digunakan telah diidentifikasi di “Herbarium Bogoriense” Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi–LIPI Bogor.Hasil identifikasi tumbuhan yang diteliti adalah bawang putih (Allium sativum L.), suku Amaryllidaceae.

4.2 Hasil Karakterisasi Tumbuhan

Umbi lapisAllium sativum L. berupa umbi majemuk berbentuk hampir bundar, garis tengahnya 4 – 6 cm, tiap siung diselubungi oleh 2 selaput serupa kertas, selaput luar warna agak putih dan agak longgar, selaput dalam warna merah muda dan melekat pada bagian padat dari siung tetapi mudah dikupas, siung bentuknya membulat dibagian punggung, bidang samping rata atau agak bersudut. Bentuk agak silindris kecil memanjang antara 50 – 70 cm, berlubang

dan bagian ujungnya runcing.

4.3 Hasil Skrining Fitokimia Bawang Putih

(28)

Tabel 4.1 Hasil skrining fitokimia bawang putih

(29)

berminyak yang berwarna kuning yang menyebabkan bau khas pada bawang putih (Yenie, 2013).

4.4 Hasil Uji Pendahuluan

Hasil uji pendahuluan pemberian ekstrak air bawang putih (EABP) dilakukan tanpa menetapkan batas waktu uji didapatkan bahwa daya tahan efek repellent pada setiap dosis EABP berbeda-beda. Hasil pendahuluan dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil data uji pendahuluan pemberian EABP pada tikus

Kelompok Efek Repellent

Kontrol (-)

(30)

kelompok IV efek repellent bertahan 7 hari dan kelompok V efek repellent bertahan 10 hari. Daya tahan dari efek repellent tergantung pada dosis yang diberikan, semakin tinggi dosis EABP maka semakin lama efek repellent dapat bertahan.

4.5 Hasil Pengujian Efek Repellent Nabati

Hasil pengujian efek repellent nabati ini menunjukkan bahwa waktu efek repellent dapat semakin lama bertahan selama pemberian sediaan uji sesuai dengan dosis yang ditentukan.Hasil pengujian efek repellent dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hasil pengujian efek repellent terhadap tikus

Pengulangan

(31)

kelompok VI dapat bertahan hampir 10 hari.Ketahanan efek repellent semakin lama seiring dengan tingginya dosis ekstrak air bawang putih (EABP).

4.6 Hasil Uji Efek Repellent Terhadap Jumlah Makanan Tikus

(32)

Tabel 4.4 Data efek repellent terhadap sisa makanan tikus

Hari Perlakuan

100g/L 200g/L 400g/L 800g/L 1600g/L

1 7,6 17,3 32 48,3 62

2 2,6 12,3 21,6 40 55,6

3 0 6,3 15 29 49

4 - 1 8,6 21 42,3

5 - 0 3 13 37,3

6 - - 0 6,3 30,6

7 - - - 1,3 24,6

8 - - - 0 17,6

9 - - - - 12

10 - - - - 3,3

11 - - - - 0

Efek Repellent 2 hari 4 hari 5 hari 7 hari 10 hari

(33)

4.7 Grafik Efek Repellent

Adapun grafik dari hasil data percobaan uji efek repellent pada sisa makanan tikus yang diperoleh adalah sebagai berikut:

Gambar 4.2 Grafik efek repellent dengan jumlah sisa makanan

Data efek repellent nabati pada tikus di setiap kelompok perlakuan dianalisis secara statitik dengan metode one wayANOVA lalu dilanjutkan dengan uji Post Hoc Tukey HSD untuk melihat perbedaan nyata dari setiap perlakuan dari tiap kelompok.Data hasil efek repellent EABP dapat dilihat pada Lampiran 6, halaman 50.

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan secara signifikan (p ≤ 0,05) terhadap jumlah makanan tikus (pelet) pada hari ke- 1 hingga hari ke- 11, hal ini menunjukkan bahwa sediaan EABP mempunyai efek repellent. Kemudian dilanjutkan dengan uji Post Hoc Tukey HSD untuk melihat perbedaan nyata dari setiap perlakuan pada tikus. Hasil dari pengujian Post Hoc Tukey HSD menunjukkan bahwa kelima sediaan EABP memiliki perbedaan yang

(34)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian pengujian efek repellent nabati bawang putih (Allium sativum L.) terhadap tikus putih jantan galur wistar yang telah dilaksanakan, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah:

a. Adapun golongan senyawa kimia yang dikandung bawang putih adalah alkaloida, flavonoida, tanin, saponin dan triterpenoida/steroida.

b. Ekstrak air bawang putih (EABP) dapat memberikan efek repellent pada tikus dan kemampuan efek repellent dapat bertahan sesuai dengan dosis yang diaplikasikan. Semakin tinggi dosis yang deberikan maka semakin lama efek repellent dapat bertahan.

c. Efek repellent EABP 100g/L hanya dapat bertahan 2 hari, EABP 200g/L efek repellentnya bertahan 4 hari, EABP 400g/L efek repellentnya dapat bertahan 5 hari, EABP 800g/L efek repellentnya dapat bertahan 7 hari dan EABP 1600g/L dapat memberikan efek repellent yang mampu bertahan sampai 10 hari. Semakin tinggi dosis yang diberikan maka semakin lama efek repellent bertahan.

5.2 Saran

Disarankan pada peneliti selanjutnya untuk memformulasikan ekstrak

(35)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bawang Putih

2.1.1 Taksonomi

Garlic atau bawang putih telah digunakan sebagai obat dalam herbal

medicine sejak ribuan tahun yang lalu.Pada tahun 2700–1900 sebelum Masehi bawang putih telah digunakan oleh pekerja-pekerja bangunan piramid sebagai obat penangkal penyakit dan rasa letih.Sekitar tahun 460 sebelum Masehi khasiatnya telah dipuji oleh Hippocrates dan pada tahun 384 sebelum Masehi oleh Aristotle.Saat Perang Dunia tahun 1914–1918 bawang putih digunakan oleh tentara Perancis untuk mengobati luka, dan pada serangan wabah penyakit mulut dan bawang putih dapat berkhasiat melindungi ternak mereka dari wabah penyakit tersebut (Sunarto dan Susetyo, 1995).

Kedudukan bawang putih secara botani (Hutapea, 2000) yaitu: Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Bangsa : Liliales

Suku : Liliaceae Marga : Allium

(36)

Uraian makrokopis bawang putih adalah sebagai berikut (Kartasapoetra, 1992) : a. Merupakan umbi majemuk dengan bentuk rata-rata hampir bulat, bergaris

tengah sekitar 4 sampai 6 cm.

bBerwarna putih, terdiri dari beberapa suing (8-20 siung), yang seluruhnya terbungkus oleh 3-5 selaput tipis berwarna putih.

c. Tiap siungnya diliputi atau terbungkus pula dalam selaput tipis, selaput luar berwarna mendekati putih dan agak longgar, sedangkan selaput dalam membungkus ketat-melekat pada bagian luar daging suing, berwarna merah jambu yang mudah lepas atau dikupas.

Akar bawang putih berbentuk serabut dengan panjang maksimum 1 cm. Akar yang tumbuh pada batang pokokredumenter (tidak sempurna) berfungsi sebagai alat pengisap makanan.Daunnya panjang, pipih dan tidak berlubang, dengan banyak daun 7-10 helai pertanaman.Pelepah daunnya yang memanjang merupakan batang semu.Bentuk bunga bawang putih adalah majemuk bulat dan dapat membentuk biji.Biji tersebut tidak bisa digunakan untuk pembiakan.Tidak semua jenis bawang putih dapat berbuga (Santoso, 1989).

2.1.2 Kandungan Kimia Bawang Putih

Dari umbi bawang putih per 100 gram mengandung (Oey, 1998) : a. Energi 112 kkal (477 KJ)

(37)

g. Kalsium 42 mg h. Fosfor 134 mg i. Besi 1 mg

j. Vitamin B1 0,22 mg k. Vitamin C 15 mg

Di samping itu dari beberapa penelitian umbi bawang putih mengandung zat aktif awcin, awn, enzim alinase, germanium, sativine, sinistrine, selenium, scordinin, nicotinic acid (Priskila, 2008).

Bawang putih memiliki dua komponen kimiawi yaitu komponen larut lemak dan komponen larut dalam air. Komponen larut lemak meliputi komponen gugus sulfide yang berbau dan kurang stabil dibanding komponen yang larut air antara lain dially sulfide, dially disulfide, dialy trisulfide dan allyl metal trisulfida, Komponen larut air meliputi derivate sistein, termasuk S-allyl sistein, S-allyl sistein, metal sistein serta gamma-glutamil sistein (Nurul, 2010).

Bau khas pada bawang akan timbul bila jaringan tanaman tersebut terluka, karena prekursor bau dan cita rasa terletak pada bagian sitoplasma. Umbi bawang putih jika dipotong memberikan bau yang tajam dan khas, karena mengandung minyak atsiri yang terdiri dari senyawa belerang.Hasil identifikasi menunjukkan bahwa seperlima kandungan minyaknya merupakan senyawa belerang (Priskila, 2008).

Bawang putih utuh mengandung γ-glutamil sistein dalam jumlah besar.

(38)

belerang yang aktif dengan struktur yang tidak jenuh (Nurul, 2010). Bila bawang putih diolah, enzim yang terdapat pada vakuola, yaitu aliinase, akan mengubah alliin menjadi allisin (Priskila, 2008).

Bawang putih (Allium sativum), seperti tanaman lain, memiliki sistem pertahanan yang baik dengan berbagai macam komponen seperti pada sistem imun manusia.Untuk melindungi dirinya dari serangga dan jamur, bawang putih secara enzimatik memproduksi allisin ketika terluka.Dengan begitu, allisin merupakan suatu repellent alami.Allisin ditemukan oleh Cavallito pada tahun 1944 yang pertama kali mencatat mengenai kemampuan antimikrobial bawang putih.Allisin dianggap sebagai suatu komponen yang jarang ditemukan dalam tubuh. Allisin dianggap hanya sebagai senyawa transisi yang secara tepat terdekomposisi menjadi senyawa lain. Allisin yang diekstrak dari bawang putih dapat kehilangan khasiatnya selama beberapa jam berubah menjadi senyawa yang mengandung sulfur yang lain. Allisin merupakan suatu bahan cair berminyak berwarna kuning, dimana gugus SO yang dimilikinya menyebabkan bau yang khas pada bawang putih (Alip, 2010).Alisin dapat membunuh kuman-kuman penyakit (bersifat antibakteri) (Nurul, 2010).

(39)

2.2 Tikus Rumah (Rattus rattus diardii)

2.2.1 Klasifikasi dan Morfologi

Menurut Darmawansyah (2008), tikus rumah dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Filum : Chordata Sub- filum : Vertebrata Kelas : Mammalia Ordo : Rodentia Famili : Muridae Genus : Rattus Spesies : Rattus rattus

Sub-spesies : Rattus rattus diardii

Tikus rumah (R. rattus diardii) memiliki panjang tubuh 100 – 190 mm, dan memiliki panjang ekor lebih panjang atau sama dengan panjang tubuh (Darmawansyah, 2008). R. rattus diardii memiliki ciri morfologi antara lain rambut bertekstur agak kasar berwarna coklat hitam. Bentuk hidung kerucut dan lebih besar dari ukuran mata, bentuk badan silindris, ekor tidak ditumbuhi rambut, serta memiliki bobot tubuh berkisar antara 40 – 300 gram (Marsh, 2003).

2.2.2 Biologi dan ekologi

(40)

keadaan kering, namun bila pakan dalam keadaan basah kebutuhan pakan dapat mencapai 15% dari bobot tubuhnya. Tikus rumah bisaanya akan mengenali dan mengambil pakan yang telah tersedia atau yang ditemukan dalam jumlah sedikit, untuk mencicipi atau mengetahui reaksi yang terjadi akibat mengonsumsi pakan yang ditemukan. Jika tidak terjadi reaksi yang membahayakan, maka tikus akan menghabiskan pakan yang tersedia atau yang ditemukan (Priyambodo 2003).

Indera penglihatan tikus rumah kurang berkembang dengan baik bila dibandingkan dengan kemampuan indera lainnya.Selain itu tikus rumah memiliki kemampuan memanjat dan mengerat yang sangat baik.Tikus mampu memanjat dinding dan batang tanaman, selain itu tikus memiliki kemampun untuk meloncat secara horizontal sejauh 3 meter dan meloncat dari ketinggian 4 meter (Darmawansyah, 2008).Tikus rumah merupakan hewan nokturnal, yaitu hewan yang aktif pada malam hari.Tikus rumah memiliki habitat di sekitar permukiman terutama, didaerah yang jarang dilalui oleh manusia. Tikus rumah bisaanya memiliki jalur yang tetap untuk berpindah tempat dari satu lokasi kelokasi lain. Tikus dapat masuk kedalam rumah melalui celah di sekitar lantai dan saluran air, serta mampu memanjat dinding untuk masuk ke dalam rumah melalui celah di sekitar atap (Marsh, 2003).

(41)

2.3 Pestisida

2.3.1. Pengertian pestisida dan repellent

Pestisida (Inggris :pesticide) berasal dari kata pest yang berarti hama dan cide yang berarti mematikan/racun. Jadi pestisida adalah racun hama. Secara

umumpestisida dapat didefenisikan sebagai bahan yang digunakan untuk mengendalikanpopulasi jasad yang dianggap sebagai pest (hama) yang secara langsung maupuntidak langsung merugikan kepentingan manusia.Salah satu golongan dari pestisida adalah repellent. Repellent merupakan zat atau bahan yang dapat digunakan sebagai penghalau serangga atau hama lainnya seperti tikus, kutu, tungau, siput, kecoa, dll (Budiyono, 2012).

Menurut Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973 tentang pengawasan atas peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida, pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk :

a. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yangmerusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian.

b. Memberantas rerumputan.

c. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan

d. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagiantanaman tidak termasuk pupuk.

e. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan atau ternak.

f. Memberantas atau mencegah hama-hama air.

(42)

h. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkanpenyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi denganpenggunaan pada tanaman, tanah atau air.

Menurut The United States Environmental Pesticide Control Act, pestisida adalah sebagai berikut:

a. Semua zat atau campuran zat yang khusus digunakan untuk mengendalikan,mencegah, atau menangkis gangguan serangga, binatang pengerat, nematoda,gulma, virus, bakteri, jasad renik yang dianggap hama, kecuali virus, bakteriatau jasad renik lainnya yang terdapat pada manusia dan binatang.

b. Semua zat atau campuran zat yang digunakan untuk mengatur pertumbuhantanaman atau pengering tanaman (Djojosumarto, 2004).

2.3.2. Penggolongan pestisida

Pestisida mempunyai sifat-sifat fisik, kimia dan daya kerja yang berbeda-beda, karena itu dikenal banyak macam pestisida. Pestisida dapat digolongkan menurut berbagai cara tergantung pada kepentingannya, antara lain: berdasarkan sasaran yang akan dikendalikan, berdasarkan cara kerja, berdasarkan struktur kimianya dan berdasarkan bentuknya (Afrianto, 2014).

Penggolongan pestisida berdasarkan sasaran yang akan dikendalikan yaitu: a. Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bisa

mematikan semua jenis serangga.

(43)

c. Bakterisida. Disebut bakterisida karena senyawa ini mengandung bahan aktifberacun yang bisa membunuh bakteri.

d. Nematisida, digunakan untuk mengendalikan nematoda/cacing.

e. Akarisida atau sering juga disebut dengan mitisida adalah bahan yangmengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk membunuhtungau, caplak, dan laba-laba.

f. Rodentisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yangdigunakan untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat, misalnya tikus.

g. Moluskisida adalah pestisida untuk membunuh moluska, yaitu siput telanjang,siput setengah telanjang, sumpil, bekicot, serta trisipan yang banyak terdapatdi tambak.

h. Herbisida adalah bahan senyawa beracun yang dapat dimanfaatkan untukmembunuh tumbuhan pengganggu yang disebut gulma.

i. Repellent adalah bahan yang dapat digunakan untuk menghalau atau mengusir serangga atau hama lainnya.

Sedangkan jika dilihat dari cara kerja pestisida tersebut dalam membunuh hama dapat dibedakan lagi menjadi tiga golongan, yaitu:

i. Racun perut

Pestisida yang termasuk golongan ini pada umumnya dipakai untuk membasmi serangga-serangga pengunyah, penjilat dan penggigit. Daya bunuhnya melalui perut.

(44)

Pestisida jenis racun kontak, membunuh hewan sasaran dengan masuk ke dalam tubuh melalui kulit, menembus saluran darah, atau dengan melalui saluran nafas.

iii. Racun gas

Jenis racun yang disebut juga fumigant ini digunakan terbatas pada ruangan tertutup.

2.3.4 Dampak Pestisida

Risiko bagi keselamatan pengguna adalah kontaminasi pestisida secara langsung, yang dapat mengakibatkan keracunan, baik akut maupun kronis.Keracunan akut dapat menimbulkan gejala sakit kepala, pusing, mual, muntah, dan sebagainya.Beberapa pestisida dapat menimbulkan iritasi kulit, bahkan dapat mengakibatkan kebutaan.

Keracunan pestisida yang akut berat dapat menyebabkan penderita tidak sadarkan diri, kejang-kejang, bahkan meninggal dunia.Keracunan kronis lebih sulit dideteksi karena tidak segera terasa, tetapi dalam jangka panjang dapat menimbulkan gangguan kesehatan (Djojosumarto, 2004).

(45)

Walaupun pestisida ini mempunyai manfaat yang cukup besar pada masyarakat namun dapat pula memberikan dampak negatif pada manusia dan lingkungan.Pada manusia pestisida dapat menimbulkan keracunan yang dapat mengancam jiwa manusia ataupun menimbulkan penyakit/cacat (Munaf, 1997).

Ada 2 tipe keracunan yang ditimbulkan pestisida, yaitu (Afrianto, 2014): a. Keracunan akut

Keracunan akut terjadi bila efek-efek keracunan pestisida dirasakan langsung pada saat itu.Beberapa efek kesehatan akut adalah sakit kepala, pusing, mual, sakit dada, muntah-muntah, kudis, sakit otot, keringat berlebih, kram.Diare, sulit bernafas, pandangan kabur, bahkan dapat menyebabkan kematian. Berdasarkan luas keracunan yang ditimbulkan keracunan akut dapat dibagi 2 efek, yaitu:

i. Efek lokal, terjadi bila efek hanya mempengaruhi bagian tubuh yang terkenakontak langsung dengan pestisida. Bisaanya berupa iritasi, seperti rasa kering,kemerahan dan gatal-gatal di mata, hidung, tenggorokan dan kulit, mataberair, batuk, dan sebagainya.

ii. Efek sistemik muncul bila pestisida masuk ke dalam tubuh manusia danmempengaruhi seluruh sistem tubuh. Darah akan membawa pestisida keseluruh bagian dari tubuh dan memengaruhi mata, jantung, paru-paru, perut,hati, lambung, otot, usus, otak, dan syaraf.

b. Keracunan kronis

(46)

ini dapat muncul setelah berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun setelah terkena pestisida.Pestisida memberikan dampak kronis pada sistem syaraf, hati, perut, system kekebalan tubuh, keseimbangan hormon, kanker.Bayi juga dapat terkena pestisida ketika diberi ASI, dapat terjadi jika ibunya terkena pestisida.Setiap golongan pestisida menimbulkan gejala keracunan yang berbeda-beda karena bahan aktif yang dikandung setiap golongan berberbeda-beda.Namun ada pula gejala yang ditimbulkan mirip (Wudianto, 2005).

i. Golongan organofosfat, gejala keracunannya adalah timbul gerakan otot-otot tertentu, penglihatan kabur, mata berair, mulut berbusa, banyak berkeringat, air liur banyak keluar, mual, pusing, kejang-kejang, muntah-muntah, detak jantung menjadi cepat, mencret, sesak nafas, otot tidak bisa digerakkan dan akhirnya pingsan. Organofosfat menghambat kerja enzim kholineterase, enzim ini secara normal menghidrolisis asetycholin menjadi asetat dan kholin.Pada saat enzim dihambat, mengakibatkan jumlah asetylkholin meningkat dan berikatan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada system syaraf yang menyebabkan gejala keracunan dan berpengaruh pada seluruh bagian tubuh.

ii. Golongan organoklor, jenis pestisida ini dapat menimbulkan keracunan dengan gejala sakit kepala, pusing, mual, muntah-muntah, mencret, badan lemah, gugup, gemetar, kejang-kejang, dan kehilangan kesadaran.

(47)

iv. Golongan bipiridilium, setelah 1-3 jam pestisida masuk dalam tubuh baru timbul sakit perut, mual, muntah-muntah, dan diare.

v. Gologan arsen, tingkat akut akan terasa nyeri pada perut, muntah, dan diare, sementara keracunan semi akut ditandai dengan sakit kepala dan banyak keluar air ludah.

Menurut WHO 1986, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keracunan pestisida antara lain :

a)Dosis.

Dosis pestisida berpengaruh langsung terhadap bahaya keracunan pestisida, karena itu dalam melakukan pencampuran pestisida untuk penyemprotan petani hendaknya memperhatikan takaran atau dosis yang tertera pada label. Dosis atau takaran yang melebihi aturan akan membahayakan penyemprot itu sendiri. Setiap zat kimia pada dasarnya bersifat racun dan terjadinya keracunan ditentukan oleh dosis dan cara pemberian.

b) Toksisitas senyawa pestisida.

Merupakan kesanggupan pestisida untuk membunuh sasarannya. Pestisida yang mempunyai daya bunuh tinggi dalam penggunaan dengan kadar yang rendah menimbulkan gangguan lebih sedikit bila dibandingkan dengan pestisida dengan daya bunuh rendah tetapi dengan kadar tinggi. Toksisitas pestisida dapat diketahui dari LD 50 oral dan dermal yaitu dosis yang diberikan dalam makanan hewan-hewan percobaan yang menyebabkan 50% dari hewan-hewan-hewan-hewan tersebut mati. c) Jangka waktu atau lamanya terpapar pestisida.

(48)

lewat perlu diperhatikan bila terjadi resiko pemaparan baru.Karena itu penyemprot yang terpapar berulang kali dan berlangsung lama dapat menimbulkan keracunan kronik.

d) Jalan masuk pestisida dalam tubuh.

Keracunan pestisida terjadi bila ada bahan pestisida yang mengenai dan/atau masuk ke dalam tubuh dalam jumlah tertentu.Keracunan akut atau kronik akibat kontak dengan pestisida dapat melalui mulut, penyerapan melalui kulit dan saluran pernafasan.Pada petani pengguna pestisida keracunan yang terjadi lebih banyak terpapar melalui kulit dibandingkan dengan paparan melalui saluran pencernaan dan pernafasan (Afrianto, 2014).

Pestisida dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui berbagai rute, yakni (Djojosumarto, 2004):

a. Penetrasi lewat kulit (dermal contamination)

Pestisida yang menempel di permukaan kulit dapat meresap ke dalam tubuh dan menimbulkan keracunan.Kejadian kontaminasi pestisida lewat kulit merupakan kontaminasi yang paling sering terjadi. Pekerjaan yang menimbulkan resiko tinggi kontaminasi lewat kulit adalah:

i. Penyemprotan dan aplikasi lainnya, termasuk pemaparan langsung oleh droplet atau drift pestisida dan menyeka wajah dengan tangan, lengan

baju, atau sarung tangan yang terkontaminsai pestisida. ii. Pencampuran pestisida.

(49)

b. Terhisap lewat saluran pernafasan (inhalation)

Keracunan pestisida karena partikel pestisida terhisap lewat hidung merupakan terbanyak kedua setelah kulit. Gas dan partikel semprotan yang sangat halus (kurang dari 10 mikron) dapat masuk ke paru-paru, sedangkan partikel yang lebih besar (lebih dari 50 mikron) akan menempel di selaput lendir atau kerongkongan.

Pekerjaan-pekerjaan yang menyebabkan terjadinya kontaminasi lewat saluran pernafasan adalah :

i. Bekerja dengan pestisida (menimbang, mencampur, dsb) di ruang tertutup atau yang ventilasinya buruk.

ii. Aplikasi pestisida berbentuk gas atau yang akan membentuk gas, aerosol, terutama aplikasi di dalam ruangan, aplikasi berbentuk tepungmempunyai resiko tinggi.

iii. Mencampur pestisida berbentuk tepung (debu terhisap pernafasan). c. Masuk ke dalam saluran pencernaan makanan lewat mulut (oral)

Pestisida keracunan lewat mulut sebenarnya tidak sering terjadi dibandingkan dengan kontaminasi lewat kulit. Keracunan lewat mulut dapat terjadi karena :

i. Kasus bunuh diri.

ii. Makan, minum, dan merokok ketika bekerja dengan pestisida.

iii.Menyeka keringat di wajah dengan tangan, lengan baju, atau sarungtangan yang terkontaminasi pestisida.

(50)

2.4 Metode Ekstraksi

Ekstraksi dengan menggunakan pelarut : a. Cara dingin

Ekstraksi cara dingin memiliki keuntungan dalam proses ekstraksi total, yaitu memperkecil kemungkinan terjadinya kerusakan pada senyawa termolabil yang terdapat pada sampel. Sebagian besar senyawa dapat terekstraksi dengan ekstraksi cara dingin, walaupun ada beberapa senyawa yang memiliki keterbatasan kelarutan terhadap pelarut pada suhu ruangan.

Terdapat sejumlah metode ekstraksi, yang paling sederhana adalah ekstraksi dingin, dengan cara ini bahan kering hasil gilingan diekstraksi pada suhu kamar secara bertutut-turut dengan pelarut yang kepolarannya makin tinggi. Keuntungan cara ini merupakan metode ekstraksi yang mudah karena ekstrak tidak dipanaskan sehingga kemungkinan kecil bahan alam menjadi terurai (Istiqomah, 2013).

Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Maserasi bertujuan untuk menarik zat-zat berkhasiat yang tahan pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan.Secara teknologi maserasi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan.Maserasi dilakukan dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan atau kamar (Depkes RI., 2000).

(51)

Dasar dari maserasi adalah melarutnya bahan kandungan simplisia dari sel yang rusak, yang terbentuk pada saat penghalusan, ekstraksi (difusi) bahan kandungan dari sel yang masih utuh. Setelah selesai waktu maserasi, artinya keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel dengan masuk ke dalam cairan, telah tercapai maka proses difusi segera berakhir. Selama maserasi atau proses perendaman dilakukan pengocokan berulang-ulang. Upaya ini menjamin keseimbangan konsentrasi bahan ekstraksi yang lebih cepat dalam cairan.Sedangkan dalam keadaan diam selama maserasi menyebabkan turunannya perpindahan bahan aktif (Voight, 1995).

Kerugiannya adalah pengerjaannya lama dan penyarian kurang sempurna.Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan.Maserasi kinetic berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya (Depkes RI., 2000).

Perkolasi

(52)

b. Cara panas (Depkes RI., 2000) Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan addanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut yang relatif konstaan dengan adanya pendingin balik. Biomasa ditempatkan dalam wadah soklet yang dibuat dengan kertas saring, melalui alat ini pelarut akan terus direfluks.

Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik pada temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC.

Infus

Adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus) tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98oC selama waktu tertentu (15-20 menit).

Dekok

(53)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pestisida berasal dari kata pest, yang berarti hama dan cida, yang berarti pembunuh, jadi pestisida adalah substansi kimia digunakan untuk membunuh atau mengendalikan berbagai hama. Secara luas pestisida diartikan sebagai suatu zat yang dapat bersifat racun, menghambat pertumbuhan/perkembangan, tingkah laku, perkembangbiakan, kesehatan, pengaruh hormon, penghambat makanan, sebagai pengikat, penolak dan aktivitas lainnya yang mempengaruhi organisme pengganggu tanaman (Yuantari, 2011).

Dahulunya, manusia menggunakan pestisida nabati dalam pembasmian hama, namun sejak ditemukannya diklorodifeniltrikloroetan (DDT) tahun 1939, penggunaan pestisida nabati sedikit demi sedikit ditinggalkan sehingga manusia beralih ke pestisida kimia (Yenie, 2013). Di Indonesia pemakaian pestisida rumah tangga mulai meningkat setelah tahun 1970-an. Sejak itu pestisida menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan rumah tangga masyarakat kota dan sebagian masyarakat desa. Pengendalian hama dengan pestisida yang dilakukan secara intensif ternyata menimbulkan dampak yang merugikan, antara lain terjadinya keracunan baik akut maupun kronis dan pencemaran lingkungan. Dalam aplikasi pestisida di rumah tangga, masyarakat berpotensi terpapar pestisida (Yuliani, 2011).

(54)

manusia. Dari segi kesehatan manusia pestisida kimia dapat meracuni manusia melalui mulut, kulit dan pernafasan yang dapat menyebabkan :

a. kecacatan janin (teratogenik) b. kanker (karsinogenik) c. asma

d. alergi (peka terhadap bahan-bahan kimia)

e. mempercepat pengapuran tulang (Yuliani, 2011).

Pestisida nabati diartikan sebagai pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan karena terbuat dari bahan-bahan alami maka jenis pestisida ini mudah terurai di alam sehingga relatif aman bagi manusia (Sitompul, 2014).Salah satu golongan dari pestisida yaitu repellent. Repellent adalah penolak atau penghalau serangga atau hama lainnya (Budiyono, 2012).

Umbi bawang putih (Allium sativum L.) mengandung zat-zat yang bersifat racun bagi serangga hama antara lain, alisin, aliin, minyak atsiri, saltivine, selenium, scordinin dan metilalin trisulfida. Ekstrak bawang putih dapat berfungsi sebagai penolak kehadiran serangga serta efektif untuk mengendalikan beberapa hama pada tanaman hortikultura. Minyak atsiri yang terkandung dalam bawang putih mengandung komponen aktif bersifat asam (Hasnah, 2007).

(55)

peneliti tertarik untuk menguji efektivitas bawang putih sebagai pestisida yaitu sebagai repellent pada tikus.

Tikus adalah satwa liar yang seringkali berasosiasi dengan kehidupan manusia.Kehidupan tikus sudah sangat tergantung pada kehidupan manusia.Tikus merupakan hewan vertebrata dengan sifat yang sangat cerdik, sangat merusak dan menghasilkan keturunan sangat cepat menyebabkan tikus sulit dikendalikan.Kerusakan yang ditimbulkan oleh tikus dalam satu koloni dengan jumlah 100 tikus mampu mengkonsumsi lebih dari 1 ton pakan dalan setahun.(Priyambodo, 2003).Daya adaptasi hama ini terhadap lingkungannya sangat baik karena dapat memanfaatkan sumber makanan dari berbagai jenis tumbuhan dan hewan kecil (Rochman, 1992). Berbagai upaya telah dilakukan untuk membasmi hama tikus tersebut, salah satunya dengan menggunakan rodentisida yaitu senyawa kimia beracun untuk membunuh hewan pengerat (Sunarjo, 1992).

(56)

Melalui penelitian ini, akan diteliti salah satu jenis tanaman yaitu bawang putih (Allium sativum) dengan menguji efek repellent dari ekstrak air bawang putih terhadap tikus yang menggunakan tikus putih jantan sebagai hewan uji. Namun penggunaan repellent nabati bawang putih pada tikus belum diketahui, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh ekstrak air bawang putih terhadap tikus jantan galur wistar.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah:

a. Apakah golongan senyawa kimia yang terdapat pada bawang putih dan ekstrak air bawang putih?

b. Apakah ekstrak air bawang putih berpengaruh sebagai repellent tikus? c. Berapa lama efek repellent ekstrak air bawang putih dapat bertahan?

1.3 Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah :

a. Golongan senyawa kimia yang terdapat pada bawang putih dan ekstrak air bawang putih adalah golongan alkaloida, flavonoid, tannin dan saponin.

b.Ekstrak air bawang putih memberikan efek repellent terhadap tikus.

(57)

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

a.Golongan senyawa kimia yang terdapat pada bawang putih dan ekstrak air bawang putih.

b. Efek ekstrak air bawang putih sebagai repellent.

c. Berapa lama efek repellent ekstrak air bawang putih dapat bertahan.

1.5 Manfaat Penelitian

Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa bawang putih dapat digunakan sebagai alternatif repellent yang aman dan dapat diupayakan dalam teknik pengendalian hama tikus.

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

(58)

Variabel bebas Variabel Terikat Parameter

Gambar 1.1Skema kerangka pikir penelitian

Bawang Putih

Ekstrak Air Bawang Putih (EABP)

- EABP 100g/L - EABP 200g/L - EABP 400g/L - EABP 800g/L

- EABP 1600g/L Berat (gram) Sisa

Makanan Tikus Jumlah Makanan

Tikus Berkurang

(59)

UJI EFEK REPELLENT NABATI EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) TERHADAP TIKUS PUTIH JANTAN

GALUR WISTAR

ABSTRAK

Repellent adalah zat yang digunakan sebagai penolak atau penghalau serangga atau hama lainnya. Repellent merupakan salah satu bagian dari pestisida.Pestisida adalah substansi kimia digunakan untuk membunuh atau mengendalikan berbagai hama. Pada kenyataannya penggunaan pestisida kimia yang tidak rasional dapat menimbulkan dampak buruk dari segi lingkungan terutama segi kesehatan manusia.Bawang putih (Allium sativum L.) merupakan bahan alam yang memiliki banyak khasiat dan manfaat.Umbi bawang putih (Allium sativum L.) mengandung zat-zat yang bersifat racun bagi serangga hama antara lain, alisin, aliin, minyak atsiri, saltivine, selenium, scordinin dan metilalin trisulfida. Ekstrak bawang putih dapat berfungsi sebagai penolak kehadiran serangga serta efektif untuk mengendalikan beberapa hama pada tanaman hortikultura. Tujuan dari penelitian ini adalah menguji efektivitas bawang putih sebagai repellent terhadap tikus.Repellent adalah zat yang berfungsi sebagai penolak atau penghalau serangga atau hama lainnya.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental. Ekstrak air bawang putih dibuat secara maserasi dengan dosis 100g/L; 200g/L; 400g/L; 800g/L dan 1600g/L. Ekstrak diaplikasikan pada tikus putih jantan dengan cara meletakkannya di dalam kandang lalu mengamati efek repellent ekstrak air bawang putih dengan menggunakan jumlah sisa makanan sebagai parameter uji.

Hasil percobaan menunjukkan bahwa ekstrak air bawang putih memiliki efek repellent yang dapat menolak kehadiran tikus. Efek repellent bawang putih mempengaruhi indra penciuman dari tikus sehingga menurunkan daya nafsu makan tikus. Daya tahan efek repellent dapat dilihat dari jumlah sisa makanan tikus. Adapun efek repellent ekstrak air bawang putih 100g/L bertahan 2 hari ; 200g/L bertahan 4 hari ; 400g/L bertahan 5 hari ; 800g/L bertahan 7 hari ; 1600g/L bertahan 10 hari.

Ekstrak air bawang putih 100g/L memiliki efek repellent yang sangat lemah yaitu efek repellentnya hanya dapat bertahan selama 2 hari, dosis ekstrak air bawang putih200g/L efek repellent bertahan selama 4 hari, dosis 400g/L efek repellent bertahan selama 5 hari, dosis800g/L efek repellent bertahan selama 7 hari dan dosis1600g/L memiliki efek repellent yang dapat bertahan lebih lama sampai 10 hari. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi dosis ekstrak air bawang putih maka semakin lama efek repellent dapat bertahan.

(60)

TEST THE EFFECT OF REPELLENT EXTRACT OF GARLIC (Allium sativum L.) ON WHITE RATS WISTAR

ABSTRACT

Repellent is a substance used as a repellent or insect or other pest deterrent. Repellent is one part of the pesticide.Pesticides are chemical substances used to kill or control pests. In fact, the use of chemical pesticides that are not rational cause negative effects in terms of the environment, especially in terms of human health. Garlic (Allium sativum L.) is a natural substance that has many benefits and rewards. Bulb of garlic (Allium sativum L.) contain substances that are toxic to insect pests, among others, alisin, aliin, essential oils, saltivine, selenium, scordinin and metilalin trisulfida. Garlic extract can act as an insect repellent presence and effective for controlling some pests in horticultural crops. The purpose of this study was to test the effectiveness of garlic as a repellent against rats. Repellent is a substance that serves as a repellent or deterrent insects or other pests.

This research uses experimental methods. Water extract of garlic is made by maceration with a dose of 100g/L; 200g/L; 400g/L; 800g/L and 1600g/L. The extract was applied to male rats by putting it in a cage and observe the repellent effect of garlic extract water by using the remaining amount of food as test parameters.

The results showed that the water extract of garlic has a repellent effect which can reject the presence of rats. Repellent effect garlic affects the sense of smell of mice so that rats decreased the appetite. Durability repellent effect can be seen from the remaining amount of food rats. The repellent effect of garlic extracts water 100g/L last two days; 200g/L last 4 days; 400g/L last 5 days; 800g/L last 7 days; 1600g/L last 10 days.

Water extract of garlic 100 g/L has the effect of repellent very weak is the effect repellentnya can only last for two days, the dose of water extract of garlic 200g/L effect repellent lasts for four days, a dose of 400g/L effect repellent lasts for 5 days, dose of 800g/L repellent effect lasts for 7 days and a dose of 1600g/L has a repellent effect which can last longer up to 10 days. It can be concluded that the higher dose of garlic extract water the longer the repellent effect may persist.

(61)

UJI EFEK REPELLENT NABATI EKSTRAK BAWANG PUTIH

(Allium sativum L.) TERHADAP TIKUS PUTIH JANTAN

GALUR WISTAR

SKRIPSI

Universitas Sum

atera Utar

OLEH:

YANTI HUTAGAOL

NIM 131524073

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(62)

UJI EFEK REPELLENT NABATI EKSTRAK BAWANG PUTIH

(Allium sativum L.) TERHADAP TIKUS PUTIH JANTAN

GALUR WISTAR

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat memperoleh Gelar Sarjana Farmasi Pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

Universitas Suatera Utar

OLEH:

YANTI HUTAGAOL

NIM 131524073

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(63)

PENGESAHAN SKRIPSI

UJI EFEK REPELLENT NABATI EKSTRAK BAWANG PUTIH

(Allium sativum L.) TERHADAP TIKUS PUTIH JANTAN

GALUR WISTAR

OLEH:

YANTI HUTAGAOL

NIM 131524073

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera utara Pada Tanggal : 4 Maret 2016

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Dr. Edy Suwarso, S.U., Apt. NIP 195209271981031007

Pembimbing II,

Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. NIP 195807101986012001

Prof. Dr. Karsono, Apt. NIP 195409091982011001

Dr. Anayanti Arianto, M.Si., Apt. NIP 195306251986012001

Dr. Edy Suwarso, S.U., Apt. NIP 195209271981031007

(64)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan anugerahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Uji Efek Repellent Nabati Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum L.) Terhadap Tikus Putih Jantan Galur Wistar”. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah

satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, dengan segenap ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku PejabatDekan Fakultas Farmasi yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis selama perkuliahan di Fakultas Farmasi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Edy Suwarso, S.U., Apt., dan Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt.,yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran, memberikan petunjuk dan saran-saran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Karsono., Apt., selaku ketua penguji juga kepada Ibu Dr. Anayanti Arianto, M.Si., Apt., dan Ibu Aminah Dalimunthe,S.Si.,M.Si.,Apt., selaku anggota penguji yang telah memberikan saran untuk menyempurnakan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Nahitma Ginting, M.Si., Apt.,selaku dosen penasehat akademik yang telah banyak membimbing penulis selama masa perkuliahan hingga selesai.

(65)

angkatan 2013 yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang selalu mendoakan dan memberi semangat, motivasi dan inspirasi dalam menyelesaikan penelitian hingga penyusunan skripsi ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis memohon maaf atas segala keterbatasan dan kekurangan dalam penulisan skripsi ini.

Medan, 4 Maret 2016 Penulis,

(66)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Yanti Hutagaol

Nomor Induk Mahasiswa : 131524073 Program Studi : Ekstensi Farmasi

Judul Skripsi : Uji Efek Repellent Nabati Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum L.) Terhadap Tikus Putih Jantan Galur Wistar

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini ditulis berdasarkan data dari hasil pekerjaan yang saya lakukan sendiri, dan belum pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi lain, dan bukan plagiat karena kutipan yang ditulis telah disebutkan sumbernya di dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari ada pengaduan dari pihak lain karena didalam skripsi ini ditemukan plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia menerima sanksi apapun oleh Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dan bukan menjadi tanggung jawab pembimbing.

Demikianlah surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya untuk dapat digunakan jika diperlukan sebagaimana mestinya.

Medan, April 2016 Yang membuat pernyataan,

(67)

UJI EFEK REPELLENT NABATI EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) TERHADAP TIKUS PUTIH JANTAN

GALUR WISTAR

ABSTRAK

Repellent adalah zat yang digunakan sebagai penolak atau penghalau serangga atau hama lainnya. Repellent merupakan salah satu bagian dari pestisida.Pestisida adalah substansi kimia digunakan untuk membunuh atau mengendalikan berbagai hama. Pada kenyataannya penggunaan pestisida kimia yang tidak rasional dapat menimbulkan dampak buruk dari segi lingkungan terutama segi kesehatan manusia.Bawang putih (Allium sativum L.) merupakan bahan alam yang memiliki banyak khasiat dan manfaat.Umbi bawang putih (Allium sativum L.) mengandung zat-zat yang bersifat racun bagi serangga hama antara lain, alisin, aliin, minyak atsiri, saltivine, selenium, scordinin dan metilalin trisulfida. Ekstrak bawang putih dapat berfungsi sebagai penolak kehadiran serangga serta efektif untuk mengendalikan beberapa hama pada tanaman hortikultura. Tujuan dari penelitian ini adalah menguji efektivitas bawang putih sebagai repellent terhadap tikus.Repellent adalah zat yang berfungsi sebagai penolak atau penghalau serangga atau hama lainnya.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental. Ekstrak air bawang putih dibuat secara maserasi dengan dosis 100g/L; 200g/L; 400g/L; 800g/L dan 1600g/L. Ekstrak diaplikasikan pada tikus putih jantan dengan cara meletakkannya di dalam kandang lalu mengamati efek repellent ekstrak air bawang putih dengan menggunakan jumlah sisa makanan sebagai parameter uji.

Hasil percobaan menunjukkan bahwa ekstrak air bawang putih memiliki efek repellent yang dapat menolak kehadiran tikus. Efek repellent bawang putih mempengaruhi indra penciuman dari tikus sehingga menurunkan daya nafsu makan tikus. Daya tahan efek repellent dapat dilihat dari jumlah sisa makanan tikus. Adapun efek repellent ekstrak air bawang putih 100g/L bertahan 2 hari ; 200g/L bertahan 4 hari ; 400g/L bertahan 5 hari ; 800g/L bertahan 7 hari ; 1600g/L bertahan 10 hari.

Ekstrak air bawang putih 100g/L memiliki efek repellent yang sangat lemah yaitu efek repellentnya hanya dapat bertahan selama 2 hari, dosis ekstrak air bawang putih200g/L efek repellent bertahan selama 4 hari, dosis 400g/L efek repellent bertahan selama 5 hari, dosis800g/L efek repellent bertahan selama 7 hari dan dosis1600g/L memiliki efek repellent yang dapat bertahan lebih lama sampai 10 hari. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi dosis ekstrak air bawang putih maka semakin lama efek repellent dapat bertahan.

(68)

TEST THE EFFECT OF REPELLENT EXTRACT OF GARLIC (Allium sativum L.) ON WHITE RATS WISTAR

ABSTRACT

Repellent is a substance used as a repellent or insect or other pest deterrent. Repellent is one part of the pesticide.Pesticides are chemical substances used to kill or control pests. In fact, the use of chemical pesticides that are not rational cause negative effects in terms of the environment, especially in terms of human health. Garlic (Allium sativum L.) is a natural substance that has many benefits and rewards. Bulb of garlic (Allium sativum L.) contain substances that are toxic to insect pests, among others, alisin, aliin, essential oils, saltivine, selenium, scordinin and metilalin trisulfida. Garlic extract can act as an insect repellent presence and effective for controlling some pests in horticultural crops. The purpose of this study was to test the effectiveness of garlic as a repellent against rats. Repellent is a substance that serves as a repellent or deterrent insects or other pests.

This research uses experimental methods. Water extract of garlic is made by maceration with a dose of 100g/L; 200g/L; 400g/L; 800g/L and 1600g/L. The extract was applied to male rats by putting it in a cage and observe the repellent effect of garlic extract water by using the remaining amount of food as test parameters.

The results showed that the water extract of garlic has a repellent effect which can reject the presence of rats. Repellent effect garlic affects the sense of smell of mice so that rats decreased the appetite. Durability repellent effect can be seen from the remaining amount of food rats. The repellent effect of garlic extracts water 100g/L last two days; 200g/L last 4 days; 400g/L last 5 days; 800g/L last 7 days; 1600g/L last 10 days.

Water extract of garlic 100 g/L has the effect of repellent very weak is the effect repellentnya can only last for two days, the dose of water extract of garlic 200g/L effect repellent lasts for four days, a dose of 400g/L effect repellent lasts for 5 days, dose of 800g/L repellent effect lasts for 7 days and a dose of 1600g/L has a repellent effect which can last longer up to 10 days. It can be concluded that the higher dose of garlic extract water the longer the repellent effect may persist.

(69)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

SURAT PERNYATAAN... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

1.6 Kerangka Penelitian ... 5

BAB IITINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Bawang Putih ... 7

2.1.1 Taksonomi ... 7

(70)

2.2 Tikus Rumah (Rattus rattus diardii) ... 11

2.2.1 Klasifikasi dan morfologi ... 11

2.2.2 Biologi dan ekologi ... 11

2.3 Pestisida ... 13

2.3.1 Pengertian pestisida dan repellent ... 13

2.3.2 Penggolongan pestisida ... 14

2.3.4 Dampak Pestisida ... 16

2.4 Metode Maserasi ... 22

BAB III METODE PENELITIAN... 25

3.1Alat dan Bahan ... 25

3.1.1 Alat-alat ... 25

3.1.2 Bahan-bahan ... 25

3.2 Bahan Tumbuhan ... 26

3.2.1 Pengumpulan bahan tumbuhan ... 26

3.2.2 Identifikasi tumbuhan... 26

3.3Pembuatan Larutan Pereaksi ... 26

3.3.1 Pereaksi Meyer ... 26

3.3.2 Pereaksi Dragendroff ... 26

3.3.3 Pereaksi Bouchardat... 27

3.3.4 Pereaksi Molisch ... 27

3.3.5 Pereaksi Liebermann-Burchard ... 27

3.3.6 Pereaksi besi (III) klorida 1% ... 27

3.3.7 Pereaksi timbal (II) asetat ... 27

(71)

3.3.9 Pereaksi asam klorida 2 N ... 28

3.3.10 Pereaksi asam sulfat 2 N ... 28

3.4Pemeriksaan Karakteristik Umbi Bawang Putih ... 28

3.5 Skrining Fitokimia Bawang Putih ... 28

3.5.1 Pemeriksaan alkaloida... 28

3.5.2 Pemeriksaan flavonoida ... 29

3.5.3 Pemeriksaan saponin ... 29

3.5.4 Pemeriksaan glikosida... 29

3.5.5 Pemeriksaan glikosida antrakuinon ... 30

3.5.6 Pemeriksaan tannin ... 30

3.5.7 Pemeriksaan steroida dan triterpenoida ... 30

3.6Hewan Percobaan ... 30

3.7Pembuatan Ekstrak Air Bawang Putih (Allium sativum L.) ... 31

3.8 Uji Pendahuluan ... 31

3.9Pengujian Dosis Repellent Nabati ... 32

3.10 Pengamatan ... 33

3.11 Analisis Data ... 33

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN ... .. 34

4.1Hasil Identifikasi Tumbuhan ...34

4.2 Hasil Karakterisasi Tumbuhan ... ... 34

4.3Hasil Skrining Fitokimia Bawang Putih ... 34

4.4 Hasil Uji Pendahuluan... 36

4.5 Hasil Pengujian Efek Repellent Nabati ... 37

(72)

4.7Grafik Efek Repellent ... 40

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

5.1 Kesimpulan ... 41

5.2 Saran... ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42

(73)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Ekstrak air bawang putih uji pendahuluan ... 32

3.2 Uji penentuan efek repellent nabati... 33

4.1 Hasil skrining fitokimia bawang putih ... 35

4.2 Hasil data uji pendahuluan pemberian EABP pada tikus ... 36

4.3 Hasil pengujian efek repellent terhadap tikus ... 37

(74)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

(75)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Surat hasil identifikasi tumbuhan ... 45

2 Gambar umbi bawang putih (Allium sativum L.) ... 46

3 Gambar hewan uji tikus putih jantan ... 47

4 Surat komisi etik ... 48

5 Bagan penelitian ... 49

6 Data hasil Pengujian ekstrak air bawang putih ... 50

7Hasil variansi anova ... 53

Gambar

Tabel 3.1 Ekstrak air bawang putih uji pendahuluan
Tabel 3.2 Uji penentuan efek repellent nabati
Tabel 4.1 Hasil skrining fitokimia bawang  putih
Tabel 4.2 Hasil data uji pendahuluan pemberian EABP  pada tikus
+5

Referensi

Dokumen terkait

PENGARUH EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum) TERHADAP PENCEGAHAN TERBENTUKNYA PLAQUE ATEROSKLEROSIS PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar)

Ekstrak bawang putih yang paling berpengaruh terhadap kematian hama kutu daun.. persik adalah ekstrak bawang putih dengan konsentrasi

dan Rosyid, 2015, Efek ekstrak kulit umbi bawang putih (Allim sativum L.) terhadap penurunan kadar glukosa darah pada tikus putih jantan galur wistar yang diinduksi aloksan,

Hasil Kruskal-wallis test kadar SGOT pada tikus DM .... Hasil Mann-Whitney Test kadar SGOT pada tikus DM

Marliana, S.D., Suryanti, V., dan Suyono, 2005, Skrining Fitokimia dan Analisis Kromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam (Sechium edule Jacq. Swartz.),

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa ekstrak bawang dayak dengan dosis 200mg/KgBB memiliki pengaruh terhadap penurunan kolesterol

Hasil uji aktivitas anti inflamasi ekstrak daun Binahong dan ekstrak bawang Putih dengan metode induksi udem pada telapak kaki tikus putih jantan oleh karagenin

Hasil Pemeriksaan Kadar Urea Serum Kelompok Perlakuan Nilai Rata-rata Kadar Urea ± SD mg/dl Signifkansi P < 0,05 Normal 9,62 ± 0,052 Negatif 33,13 ± 0,273 Dosis 1 33,08 ± 1,39 0,065