• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Daya Terima Makanan Diet pada Pasien Rawat Inap di RSUD Raden Mattaher Jambi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Daya Terima Makanan Diet pada Pasien Rawat Inap di RSUD Raden Mattaher Jambi"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DAYA

TERIMA MAKANAN DIET PADA PASIEN RAWAT INAP DI

RSUD RADEN MATTAHER JAMBI

Risda Sari1* dan Pitri Balgis2

1Mahasiswa Pascasarjana prodi Ilmu Gizi UNS, 2 Instalasi Gizi RSUD Raden Mattaher Jambi

*Korespondensi: Jl. Mendung 1 no.2 rt 01 rw 15 Gendingan Surakarta, email risdasari74@gmail.com

Abstract

Background . From several research results revealed that many patients while hospitalized have hospital malnutrition. Food produced and served for patients in the hospital serves as an effort to maintain endurance and speed up the healing process. The food served for the

patient should be accordance with the disease and condition of the patient. Food dishes that it

the patient’s disease diet if consumed runs out will speed healing and shorten the day of care. Assesment of acceptance patient of food is one indicator of hospital nutrition service success. The factors of acceptance of diet foods are intrinsic factor and eksterinsic factor. Intrinsic factor is patient disase type, eating habit, patient appetite, environment, while eksterinsik

factor is food lavor, presenter attitude and presentation time. Aim. Knowing and analyzing the relationship between the acceptance of diet foods with food lavors, presentation time of

food, presenter of food attitudes and hospital area. Method. The desaign of this study was cross sectional with the sampel choosen by consecutive sampling. The sample size is 83people. The research was conducted at Raden Mattaher General Hospital at Jambi in August 2012. To know the relationship between variables used Chi square test.

Result. Acceptance of diet food 43,37% good, and 51,81% less good, and 4,89% bad. 51,81 of

sample stated like the taste of diet food and 48,19% did not like the lavor. 68,70% of sample

stated food was served on time and 31,30% stated food wasserved not on time. 61,45% sample

stated the attitude of the friendly oficer and 38,55% are not friendly, 55,40% stated good for

hospital area and 44,60% stated hospital area not good.

Conclusion. There is a signiicant relationship between food lavor, the attitude of the the food presenter with acceptance. But there was no signiicant relationship between presentation time

of , hospital area with acceptance.

Key words : Acceptance, taste, presenter of food attitude, hospital area

A. Pendahuluan

Pelayanan gizi di rumah sakit adalah pelayanan gizi yang disesuaikan dengan keadaan pasien berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status metabolisme tubuhnya. Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses penyembuhan penyakit. Sering terjadi kondisi pasien dirawat di rumah sakit semakin memburuk karena tidak diperhatikan keadaan gizinya (Almatsier, 2009).

(2)

1992).

Makanan yang dihasilkan dan disajikan di rumah sakit berfungsi sebagai salah satu komponen kegiatan dalam upaya penyembuhan pasien. Makanan yang disajikan harus sesuai dengan kebutuhan gizi pasien karena keadaan gizi yang adekuat memegang peranan penting dalam proses penyembuhan dan memperpendek masa rawat (Barker, Gout, & Crowe, 2011). Pemberian diet harus dievaluasi dan diperbaiki sesuai dengan perubahan keadaan klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium (Depkes RI, 2006).

Pada penelitian di RSUD Kertosono Nganjuk Jawa Timur menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara penampilan lauk hewani, rasa lauk nabati, variasi sayur, nafsu makan pasien, kesukaan pasien, kebersihan ruang rawat dan waktu penyajian dengan sisa makanan (Adi, 2003). Ketepatan jam distribusi makanan dan sikap penyaji makananan sangat penting dalam memberikan kepuasaan dalam meningkatkan mutu pelayanan gizi. Hal ini terungkap dari kuisioner yang dibagikan untuk penilaian pelayanan gizi di RSUPN Cipto, semua responden mengharapkan untuk memperbaiki ketepatan jam distribusi makanan dan sikap penyaji makanan (Karimah, 2009).

Pelayanan gizi merupakan salah satu pelayanan kesehatan rumah sakit yang saat ini mulai dijadikan tolak ukur kualitas pelayanan di rumah sakit, karena pelayanan gizi yang baik akan memenuhi kebutuhan kesehatan dan rasa kepuasan. Mutu pelayanan gizi dapat dilihat dari perubahan status gizi gizi pasien dan banyaknya sisa makanan. Penilaian hidangan merupakan salah satu cara untuk mengevaluasi mutu pelayanan gizi dengan cara mencatat banyaknya makanan yang tersisa, karena sisa makanan merupakan salah satu indikator keberhasilan pelayanan gizi di ruang rawat inap rumah sakit (Adi, 2003).

B. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada semua rawat inap dari kelas vip sampai kelas III, kecuali ruang rawatan khusus ICU/ICCU dan ruang Anak. Dilaksanakan bulan Agustus 2012. Desain penelitian ini dengan cross sectional. Populasi adalah semua pasien rawat inap dari kelas vip sampai kelas III yang mendapatkan makanan diet. Pemilihan sampel dipilih secara consecutive sampling yaitu pengambilan dengan pertimbangan peneliti dan memenuhi criteria inklusi dan eksklusi. Jumlah sampel 83 didapat menggunakan rumus Lemeshow, sampel dari masing-masing ruangan disesuaikan dengan metode proportional random sampling (jumlah pasien yang mendapatkan diet/jumlah pasien ruangan x total sampel ).

Kriteria inklusi :

1. Pasien bersedia mengikuti penelitian dan menanda tangani informed consent. 2. Usia diatas 18 tahun, kesadaran baik dan dapat berkomunikasi dengan baik 3. Mendapatkan diet dalam bentuk nasi atau bubur, seperti Nasi DM 1700 kalori 4. Pasien telah dirawat di rumah sakit lebih dari atau sama dengan 2 hari.

a. Variabel terikat, pada penelitian ini daya terima makanan diet. Makanan yang dimakan sampel menggunakan instrumen visual Comstock dengan membagi skala 0-5, skala 0 = tidak disentuh sama sekali, skala 1 = jika hanya ± 1 sendok makan dimakan atau 5% porsi, skala 2= jika 20% dari porsi dimakan (1/5 porsi), skala 3= jika 50% dimakan (½ porsi), skala 4= jika 80% dari porsi dimakan (80%), skala 5 = jika 100% dimakan (1 porsi).

b. Variabel bebas, cita rasa makanan (warna, tekstur, bentuk, besar porsi, aroma), sikap penyaji makanan, waktu penyajian dan lingkungan rawatan. Instrumen yang digunakan kuisioner. Hasil jawaban kuisioner dibuat dalam kategori.

(3)

C. Hasil dan Pembahasan a. Gambaran Umum

RSUD Raden Mattaher Jambi merupakan rumah sakit pendidikan tipe B. Kapasitas tempat tidur 321. Pelayanan makan pasien RSUD Raden Mattaher dibawah tanggung jawab Instalasi Gizi, yang melayani makan pasien terdiri dari makan pagi, selingan pagi, makan siang, selingan sore dan makan malam.

b. Karakteristik Responden

Tabel 1. Karateristik Responden pada Pasien Rawat Inap di RSUD Raden Mattaher Jambi Tahun 2012

No. Karateristik Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Jenis Kelamin

Analisis univariat bertujuan untuk mengetahui frekuensi masing-masing variabel yang diteliti. Variabel yang diteliti yaitu daya terima makanan diet, cita rasa makanan diet, waktu penyajian makanan, sikap petugas penyaji makanan dan lingkungan rawatan pada pasien rawat inap di RSUD Raden Mattaher Jambi tahun 2012.

1. Gambaran Daya Terima Makanan Diet Pasien di RSUD Raden Mattaher Jambi.

Berdasarkan tabel 2 diketahui daya terima makanan diet yang baik sebanyak 36 responden (43,37%) dan yang kurang baik sebanyak 47 responden (56,63%)

Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Daya Terima Makanan Diet pada Pasien Rawat Inap di RSUD Raden Mattaher Jambi Tahun 2012

No. Daya Terima Makanan Diet Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Baik 36 43,37

2. Kurang Baik 47 56,63

Total 83 100

Daya terima makanan adalah kesanggupan seseorang untuk menghabiskan makanan yang disajikan dan sesuai dengan kebutuhannya (Moehyi, 1992). Sisa makanan merupakan bagian yang tidak dimakan atau kebalikan dari daya terima. Berdasarkan Kepmenkes No. 129/Menkes/SK II/2008 mengenai standar pelayanan minimal rumah sakit umtuk pelayanan gizi. Indikatornya bahwa sisa makanan yang tidak termakan oleh pasien harus

(4)

keberhasilan pelayanan gizi di setiap rumah sakit Indonesia (Depkes, 2008).

Pada penelitian ini pengukuran daya terima menggunakan alat bantu formulir visual

Comstock, dimana mengamati secara visual sisa makanan masing-masing golongan makanan yaitu makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran, buah, dan selingan. Daya terima melihat dari sisa makanan yang tersisa di piring pada masing-masing golongan makanan dengan 5 skor (skor 0-5) (Febriani, 2007).

Pada penelitian daya terima makanan diet ini daya terima baik lebih rendah. Hasil wawancara dari responden yang daya terima kurang menyatakan bahwa rasa makanan diet itu tidak enak, tidak berasa garam, tidak pedas, kurang bumbu. Rasa makanan akan meningkatkan daya terima seseorang, karena rasa makanan ditentukan oleh sensori indera perasa dan penciuman. Rasa makanan ditimbulkan oleh terjadinya rangsangan terhadap sebagai indera dalam tubuh manusia, terutama indera penglihatan, indera penciuman dan indera pengecap (Moehyi, 1992).

2. Gambaran Cita Rasa Makanan Diet pada Pasien Rawat Inap di RSUD Raden Mattaher Jambi.

Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa 43 responden (51,81%) menyukai cita rasa makanan yang disajikan dan 40 responden (48,19%) tidak menyukai cita rasa makanan yang disajikan.

Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Cita Rasa Makanan Diet pada Pasien Rawat Inap di RSUD Raden Mattaher Jambi Tahun 2012

No. Cita Rasa Makanan Diet Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Suka 43 51,81

2. Tidak Suka 40 48,19

Total 83 100

Cita rasa makanan ditimbulkan oleh terjadinya rangsangan terhadap sebagai indera dalam tubuh manusia, terutama indera penglihatan, indera penciuman dan indera pengecap. Makanan yang memiliki cita rasa yang tinggi adalah makanan yang menarik, menyebarkan bau yang sedap dan memberikan rasa yang lezat (Moehyi, 1992).

3. Gambaran Waktu Penyajian Makanan Diet pada Pasien Rawat Inap di RSUD Raden Mattaher Jambi

Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa 57 responden (68,70%) menyatakan waktu penyajian makanan sudah tepat waktu dan 26 responden (31,30%) menyatakan waktu penyajian tidak tepat waktu.

Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Waktu Penyajian Makanan Diet pada Pasien Rawat Inap di RSUD Raden Mattaher Jambi Tahun 2012

No. Waktu Penyajian Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Tepat Waktu 57 68,70

2. Tidak Tepat Waktu 26 31,30

Total 83 100

(5)

merubah suhu makanan. Suhu makanan berubah dapat merubah tampilan makanan yang disajikan (Moehyi, 1992).

4. Gambaran Sikap Petugas Penyaji Makanan Diet pada Pasien Rawat Inap di RSUD Raden Mattaher Jambi

Berdasarkan tabel 5 diketahui bahwa 51 responden (61,45%) menyatakan sikap petugas penyaji ramah dan 32 responden menyatakan sikap petugas penyaji tidak ramah.

Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Petugas yang Menyajikan Makanan Diet pada Pasien Rawat Inap di RSUD Raden Mattaher Jambi Tahun 2012

No Petugas penyaji Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Ramah 51 61,45

2. Tidak ramah 32 38,55

Total 83 100

Salah satu faktor utama kepuasaan pasien terletak pada pramusaji atau petugas penyaji makanan. Pramusaji diharapkan dapat berkomunikasi, baik dalam bersikap, maupun dalam berekspresi. Wajah dan senyum akan mempengaruhi pasien untuk menikmati makanan dan akhirnya menimbulkan rasa puas (Mahaffey, 2006).

5. Gambaran Lingkungan Rawatan pada Pasien Rawat Inap di RSUD Raden Mattaher Jambi Tahun 2012.

Berdasarkan tabel 6 diketahui bahwa 46 responden (55,4%) menyatakan bahwa lingkungan rawatan rumah sakit baik dan 37 responden (44,6%) menyatakan bahwa lingkungan rawatan rumah sakit kurang baik.

Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Lingkungan Rawatan pada Pasien Inap di RSUD Raden Mattaher Jambi Tahun 2012

No. Lingkungan Rawatan Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Baik 46 55,40

2. Kurang Baik 37 44,60

Total 83 100

Kenyamanan dan kebersihan lingkungan rumah sakit menunjang kesembuhan pasien. Lingkungan rumah sakit yang terpapar dengan bau-bau seperti bau obat-obatan, bau antiseptik, ataupun bau zat-zat kimia lainnya dapat menghilangkan selera makan pasien (Adisasmito, 2007).

d. Hasil Analisis Bivariat

Untuk mengetahui apakah variabel independen ada hubungan dengan variable dependen, maka dilakukan analisi bivariat dengan menggunakan uji statistik Chi-Square

(6)

1. Hubungan antara Cita Rasa Makanan dengan Daya Terima Makanan Diet pada Pasien Rawat Inap di RSUD Raden Mattaher Jambi

Hasil analisis hubungan antara cita rasa makanan dengan daya terima makanan diet pada pasien rawat inap di RSUD Raden Mattaher Jambi dapat dilihat pada table 7

Tabel 7. Hubungan Cita Rasa Makanan dengan Daya Terima Makanan Diet pada Pasien Rawat Inap di RSUD Raden Mattaher Jambi Tahun 2012

Cita Rasa Makanan

Daya Terima Makanan Diet Jumlah

p-value

Baik Kurang

Jml % Jml % Jml %

Suka 25 58,1 18 41,9 43 100

0,010

Tidak Suka 11 27,5 29 72,5 40 100

Total 36 43,4 47 56,6 83 100

Tabel 7 menunjukkan bahwa dari 43 responden yang menyukai cita rasa makanan ada 25 responden (58,1%) daya terima makanan dietnya baik dan 18 responden (41,9%) daya terima makanan dietnya kurang. Selanjutnya dari 40 responden yang tidak menyukai cita rasa makanan ada 11 responden (27,5%) daya terima makanan dietnya baik dan 29 responden (72,5%) daya terima makanan dietnya kurang.

Analisis Chi square menunjukkan nilai p-value = 0,010 (p<0,05) berarti ada hubungan yang bermakna antara cita rasa makanan yang disajikan dengan daya terima makanan diet. Dari hasil penelitian di Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta menunjukkan bahwa lauk nabati merupakan makanan yang paling banyak tidak dikonsumsi sama sekali (utuh) yaitu 42,3%, sedangkan sayur 34,6%, lauk hewani 11,5% dan makanan pokok 9,6% (Febriani, 2007).

Rasa makanan dipengaruhi beberapa faktor antara lain suhu makanan, bumbu, aroma dan tingkat kematangan (Moehyi, 1992). Cita rasa makanan tidak saja menampilkan rasa tetapi juga penampilan makanan secara bentuk, besar porsi dan kombinasi warna. Kombinasi warna, konsistensi dan bentuk porsi yang pas akan membangkitkan selera makan pasien (Febriani, 2007). Selain itu adanya interaksi antara obat dan makanan juga mempengaruhi indera pengecapan pasien, sehingga ketika pasien menerima makanan yang bumbu, aroma, suhu, dan tingkat kematangannya berubah maka pasien dapat mempengaruhi daya terima makanan pasien tersebut (Sahin, 2006). Pada orang sakit yang dirawat tentu akan mengalami tekanan psikologis, karena rasa takut akan penyakitnya dan sakit yang ditimbulkan karena penyakitnya. Manifestasinya sering berupa hilangnya nafsu makan dan rasa mual. Oleh karena itu penampilan warna makanan dan cita rasa harus menimbulkan kesan menarik dan senang pada orang sakit, yang tujuannya untuk meningkatkan daya terima diet dalam upaya penyembuhan mengingat di rumah sakit, makanan merupakan salah satu upaya penyembuhan (Soenardi, 2005).

2. Hubungan antara Waktu Penyajian Makanan dengan Daya Terima Makanan Diet pada Pasien Rawat Inap di RSUD Raden Mattaher Jambi

(7)

Tabel 8. Hubungan Waktu Penyajian Makanan dengan Daya Terima Makanan Diet pada Pasien Rawat Inap di RSUD Raden Mattaher Tahun 2012

Waktu Penyajian

Tepat Waktu 27 47,4 30 52,6 57 100

0,396

Tidak Tepat waktu 9 34,6 17 65,4 26 100

36 43,4 47 56,6 83 100

Tabel diatas menunjukkan bahwa dari 57 responden yang menyatakan waktu penyajian tepat waktu ada 27 responden (47,4%) daya terima makanan dietnya baik dan 30 responden (52,6%) daya terima makanan dietnya kurang. Selanjutnya dari 26 responden yang menyatakan waktu penyajian tidak tepat waktu ada 9 responden (34,6%) daya terima makanan dietnya baik dan 17 responden (65,4%) daya terima makanan dietnya kurang.

Analisis Chi-Square menunjukkan nilai p-value = 0,396 (p>0,05) berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara waktu penyajian dengan daya terima makanan diet.

Penyajian makanan di rumah sakit yang tidak tepat waktu akan membuat pasien akan melewati rasa laparnya sehingga makanan yang disajikan berkemungkinan akan bersisa lebih banyak. Keadaan lainnya yaitu jika penyajian makanan tidak tepat waktu maka akan membuat pasien membeli atau mengkonsumsi makanan lain dari luar rumah sakit (Soenardi, 2005). Pada penelitian ini mengungkapkan tidak ada hubungan antara waktu penyajian dengan daya terima makanan diet, tetapi pada penelitian di RSUD Kertosono Nganjuk menunjukkan adanya hubungan bermakna antara waktu penyajian dengan sisa makanan (Adi, 2003).

3. Hubungan antara Sikap Penyaji dengan Daya Terima Makanan Diet pada Pasien Rawat Inap di RSUD Raden Mattaher Jambi

Hasil analisis hubungan antara sikap penyaji makanan diet dengan daya terima makanan diet pada pasien rawat inap di RSUD Raden Mattaher dapat dilihat pada table 9

Tabel 9. Hubungan Sikap Penyaji Makanan dengan Daya Terima Makanan Diet pada pasien Rawat Inap di RSUD Raden Mattaher Jambi Tahun 2012

Sikap Penyaji

Ramah 27 52,9 24 47,1 51 100 0.046

Tidak Ramah 9 28,1 23 71.9 32 100

Total 36 43,4 47 56,6 83 100

Tabel diatas menunjukkan bahwa dari 51 responden yang menyatakan sikap petugas penyaji ramah ada 27 responden (52,9%) daya terima makanan dietnya baik dan 24 responden (47,1%) daya terima makanan dietnya kurang. Selanjutnya dari 32 responden yang menyatakan sikap petugas penyaji tidak ramah ada 9 responden (28,1%) daya terima makanan dietnya baik dan 23 responden (71,9%) daya terima makanan dietnya kurang.

(8)

Salah satu faktor utama kepuasaan pasien terletak pada pramusaji. Pramusaji di harapkan dapat berkomunikasi, baik dalam bersikap, maupun dalam berekspresi. Wajah dan senyum akan mempengaruhi pasien untuk menikmati makanan dan akhirnya dapat menimbulkan rasa puas. Sebaliknya pramusaji dapat tidak memuaskan pasien ketika pramusaji kurang perhatian dalam memberikan perlakuan pasien sebagaimana manusia yang selalu ingin diperhatikan dan dipenuhi kebutuhannya. Pramusaji sebagai pegawai sebaiknya menghindari pemaksaan pelayanan makanan kepada pasien akan tetapi harus berusaha untuk meningkatkan kesadaran pasien terhadap hidangan makanan (Sahin, 2006). Penelitian di RSUPN Cipto Mangunkusumo mengungkapkan bahwa semua responden menjawab kuisioner survey kepuasaan dengan menginginkan petugas penyaji makanan perlu lebih tanggap terhadap keluhan pasien dan meningkatkan keramahan penyaji (Karimah, 2009). Masalah penyajian makanan kepada pasien yang sakit akan lebih kompleks, karena selera makan dan kondisi mental pasien yang berubah akibat penyakit

yang diderita, aktiitasnya yang terbatas dan menurun serta adanya reaksi obat tertentu

yang semuanya berdampak terhadap penurunanselera makan (Moehyi, 1992).

4. Hubungan antara Lingkungan Rawatan dengan Daya Terima Makanan Diet di RSUD Raden Mattaher Jambi

Hasil analisis hubungan antara lingkungan rawatan dengan daya terima makanan diet pada pasien rawat inap di RSUD Raden Mattaher jambi dapat dilihat pada tabel 12

Tabel 12. Hubungan Lingkungan Rawatan dengan Daya Terima Makanan Diet pada Pasien Rawat Inap di RSUD Raden Mattaher Jambi Tahun 2012

Lingkungan Rawatan

Daya Terima Makanan Diet Jumlah

p-value

Baik Kurang

Jml % Jml % Jml %

1,00

Baik 20 43,5 26 56,5 46 100

Kurang Baik 16 43,2 21 56,8 37 100

Total 36 43,4 47 56,6 83 100

Tabel diatas menunjukkan bahwa dari 46 responden yang menyatakan lingkungan rawatan rumah sakit baik ada 20 responden (43,5%) daya terima makanan dietnya baik dan 26 responden (56,5%) daya terima makanan dietnya kurang. Selanjutnya dari 37 responden yang menyatakan lingkungan rawatan rumah sakit kurang baik ada 16 responden (43,2%) daya terima makanan dietnya baik dan 21 responden (56,8%) daya terima makanan dietnya kurang.

(9)

nyaman demi menunjang kesembuhan pasien. Ruangan rawatan yang tidak membuat selera (misalnya satu ruangan dengan pasien yang kerap batuk berdahak, bau luka gangren akibat diabetes mellitus) sehingga porsi makan yang disediakan rumah sakit tidak habis dimakan oleh pasien (Mahaffey, 2006). Selain itu perubahan lingkungan yang drastis hadir disekitar pasien seperti pasien lain, perawat, dokter atau keluarga pasien lain akan membuat orang sakit mengalami tekanan secara psikologis. Tekanan psikologis ini akan membuat turunnya selera makanan dan rasa mual (Sahin, 2006). RSUD Raden Mattaher sendiri saat dilakukan

penelitian ini kondisi isiknya sedang dalam perbaikan dan pembangunan ulang, sehingga

ruangan menjadi tidak teratur, berpindah tempat. Akhirnya pasien memaklumi keadaan dan kondisi. Hal ini mungkin menyebabkan hasil pengukuran tidak bermakna.

e. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian dalam penelitian ini adalah :

Dalam penelitian ini belum mewakili siklus menu 10 hari yang digunakan di Instalasi Gizi RSUD Raden Mattaher karena keterbatasan waktu penelitian dan adanya sampel yang tidak dapat dilanjutkan karena pasien sudah pulang

D. Kesimpulan

1. Responden yang mempunyai daya terima baik terhadap makanan diet di RSUD Raden Mattaher Jambi sebesar 43,37%.

2. Responden yang menyatakan suka denga cita rasa makanan diet di RSUD Raden Mattaher Jambi sebanyak 43 responden (51,8%).

3. Responden yang menyatakan waktu penyajian makanan diet di RSUD Raden Mattaher Jambi tepat waktu sebanyak 57 responden (68,7%).

4. Responden yang menyatakan sikap petugas penyaji makanan diet di RSUD Raden Mattaher ramah sebanyak 51 responden (61,4%).

5. Responden yang menyatakan lingkungan rawatan baik di RSUD Raden Mattaher Jambi sebanyak 46 responden (55,4%).

6. Terdapat hubungan bermakna antara cita rasa makanan diet yang disajikan dengan daya terima makanan diet di RSUD Raden Mattaher Jambi

7. Tidak terdapat hubungan bermakna antara waktu penyajian makanan dengan daya terima makanan diet di RSUD Raden Mattaher Jambi

8. Terdapat hubungan bermakna antara sikap penyaji makanan dengan daya terima makanan diet di RSUD Raden Mattaher Jambi

9. Tidak terdapat hubungan bermakna antara lingkungan rawatan dengan daya terima makanan diet di RSUD Raden Mattaher Jambi.

E. Daftar Pustaka

Adi, A. catur. (2003). Hubungan Antara Faktor Menu, Pasien dan Lingkungan dengan Besarnya Sisa Makanan. In Pertemuan Ilmiah Nasional AsDi Yogyakarta. Yogyakarta.

Adisasmito. (2007). Sistem Manajemen Lingkungan Rumah Sakit. Jakarta: PT Raja Graindo

Persada.

Almatsier, S. (1992). Persepsi Terhadap Makanan di Rumah Sakit (Survey pada 10 Rumah Sakit di DKI Jakarta). Gizi Indonesia 17, 1(2), 87–96.

Almatsier, S. (2009). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. http:// doi.org/17383934

(10)

Inap Penyakit Dalam RSUD Tabanan Bali. In Prosiding Pertemuan Ilmiah Nasional AsDI. Yogyakarta.

Barker, L. A., Gout, B. S., & Crowe, T. C. (2011). Hospital Malnutrition : Prevalence ,

Identiication and Impact on Patients and the Healthcare System. Inyernational Journal of Enviroment Research Anh Public Health, 8, 514–527. http://doi.org/10.3390/ijerph8020514 Depkes. (2008). Pedoman Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit. In D. B. G. Masyarakat

(Ed.), Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Febriani, D. (2007). Daya Terima Makanan Menggunakan Metode Comstock di Bangsal Bedah RSUP Dr Sardjito Yogyakarta. In Prosiding Pertemuan Ilmiah Nasional AsDI. Semarang. Karimah, N. (2009). Penilaian Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Gizi di Ruang Rawat

Inap RSUPN Cipto Mangunkusumo Januari-Juli 2009. In Prosiding Kongres Persagi XIV Surabaya. Surabaya.

Mahaffey. (2006). Food Service Manual For Health Care Institution. Chicago: Hospital Association Chicago.

Moehyi, S. (1992). Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Sahin, B. (2006). Factors Affecting Satisfaction Level with The Food Services in A Military Hospital. Journal of Medical System, 1(3).

Soenardi, T. (2005). Meningkatkan Mutu Makanan Rumah Sakit. In Prosiding Pertemuan Ilmiah Nasional II AsDI. Bandung.

BIOGRAFI PENULIS

Gambar

Tabel 1. Karateristik Responden pada Pasien Rawat Inap di RSUD Raden Mattaher Jambi Tahun 2012
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Cita Rasa Makanan Diet pada Pasien Rawat Inap di RSUD Raden Mattaher Jambi Tahun 2012
Tabel  5. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Petugas yang Menyajikan Makanan Diet pada Pasien Rawat Inap di RSUD Raden Mattaher Jambi Tahun 2012
Tabel 7. Hubungan Cita Rasa Makanan dengan Daya Terima Makanan Diet pada Pasien Rawat Inap di RSUD Raden Mattaher Jambi Tahun 2012
+3

Referensi

Dokumen terkait

memilih bahan bacaan yang sesuai kemudian dibagikan kepada siswa. Dalam hal ini bacaan tidak harus difotokopi kemudian dibagi kepada siswa, akan tetapi dapat

Melihat banyaknya kegunaan hexamine dalam berbagai bidang dan perkembangan industri di Indonesia yang memanfaatkan produk ini sebagai bahan baku, maka pendirian

Pembinaan atau supervisi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Semarang juga dirasa masih belum bisa meningatkan. target cakupan

Usia lanjut yang mengalami kesulitan melakukan pergerakan fisik atau gangguan gerak, akan terjadi perbedaan dalam jumlah skor fungsi kognitifnya, sehingga

Berdasarkan hasil analisis dan evaluasi terhadap tindakan yang dilakukan dosen serta respons yang diberikan mahasiswa baik pada siklus I mapun siklus II ini disimpulkan

Adapun tujuan penyusunan Reviu Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Bandung Tahun 2005- 2025 adalah menyelaraskan pembangunan

PERANGKAT PENGOLAH DATA DAN KOMUNIKASI SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

dengan tingkat kepercayaan sebesar 95% dapat diputuskan untuk menolak Ho dan menerima Ha yang berarti profitabilitas memiliki pengaruh positif yang signifikan