• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Personal Hygiene dan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Keluhan Gangguan Kulit pada Pasien di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Personal Hygiene dan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Keluhan Gangguan Kulit pada Pasien di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN KELUHAN GANGGUAN KULIT PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT JIWA PEMERINTAH PROVINSI

SUMATERA UTARA TAHUN 2016

Kota : Medan

Kecamatan : Medan Tuntungan

Alamat : Jl. Let. Jend. Jamin Ginting S Km. 10,5, Jl. Tali Air No. 21 Medan

Tanggal Pengamatan : / /2016

IDENTITAS RESPONDEN 1. No Responden :

2. Nama Pasien : 3. Jenis Kelamin : 4. Umur Pasien : 5. Lama Pasien dirawat :

6. Ruangan :

(2)

NO PERTANYAAN

a. Pasien mandi setiap hari

b. Pasien mandi dengan air lalu menggosok kulit kemudian seluruh tubuh disiram dengan air sampai bersih

c. Pasien menggunakan sabun sendiri

2

Kebersihan Tangan dan Kuku

a. Pasien mencuci tangan dengan air mengalir kemudian dikeringkan dengan lap

b.Pasien memotong kuku seminggu sekali c.Pada saat mandi pasien menyikat kuku

3

Kebersihan Pakaian

a. Pasien mengganti baju setiap hari

b. Pasien menjemur pakaian yang di cuci di bawah sinar matahari

c. Pasien mengganti baju setelah berkeringat

4

Kebersihan Handuk

a. Pasien menggunakan handuk sendiri b.Pasien menjemur handuk setelah dipakai

c.Keadaan handuk pasien kering pada saat digunakan

5

Kebersihan Tempat Tidur dan Sprei

a. Pasien mengganti sprei 2 minggu sekali

b. Sprei yang pasien gunakan sebelum tidur sudah dibersihkan terlebih dahulu

(3)

LEMBAR OBSERVASI KELUHAN GANGGUAN KULIT RUMAH SAKIT JIWA PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA

NO PERTANYAAN PILIHAN JAWABAN

YA TIDAK

1 Apakah dalam satu bulan ini pasien pernah mengalami:

a. kulit terasa gatal dengan frekuensi yang berulang-ulang

b. adanya bercak-bercak kemerahan pada kulit c. adanya bentol-bentol pada kulit

d. adanya ruam-ruam pada kulit e. adanya kulit bersisik

(4)

Menurut Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit

No SANITASI LINGKUNGAN

PENGAMATAN

YA TIDAK

1 Penyediaan Air Bersih

A. Tersedia air bersih dan tersedia air minum sesuai dengan kebutuhan

B. air tidak berasa, tidak berwarna, tidak berbau C. Sumber air tanah/PDAM

D. Penampungan air/bak dibersihkan sekali seminggu E. Penampungan air/bak tertutup dan tidak bocor 2 Jamban (Sarana Pembuangan Kotoran)

A. Menggunakan jamban leher angsa B. Toilet terpisah untuk pria/wanita

C. Toilet terpisah untuk karyawan/perawat/dokter dengan pasien

D. Tersedia pada setiap ruangan

E. Rasio toilet dengan tempat tidur pasien 1 : 10 3 Sarana Pembuangan air Limbah (SPAL)

(5)

B. Saluran tertutup dan kedap air C. Di alirkan ke saluran kota D. Saluran air limbah lancar

E. Dilakukan pengolahan melalui instalasi pengolahan air limbah (IPAL)

4 Sarana Pembuangan Sampah A. Tempat sampah tertutup

B. Tempat sampah kedap air dan tahan karat C. Sampah berserakan di depan ruangan

(6)

Ananto, Purnomo. 2006. UKS Usaha Kesehatan Sekolah di Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah. Bandung: Yrama Widya

Departemen Kesehatan RI. 1997. Petunjuk Pelaksanaan Gerakan Jumsih : Depkes RI. Jakarta

_____________________. 2000. Standar Pedoman Perawatan Jiwa dan tindakan Keperawatan. Jakarta.

_____________________. 2002. Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia. Jakarta.

Dingwall, Lindsay. 2010. Higiene Personal Keterampilan Klinis Perawat. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Djuanda, Adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Cetakan ke 5. Jakarta: FK UI.

Entjang, Indan. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Faridawati, Yeni. 2013. Hubungan Antara Personal Higiene dan Karakteristik Individu dengan Keluhan Gangguan Kulit pada Pemulung (Laskar Mandiri) di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang. 15-19.

Ganong, dkk. 2006. Fisiologi kedokteran. Jakarta: EGC.

Harahap, Marwali. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates.

Irianto, Koes. 2007. Menguak Dunia Mikroorganisme. CV. Bandung: Yrama Widya.

Kusnoputranto, Haryoto. 2000. Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Lemeshow, dkk. 1997. Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada Univerity Press.

(7)

Menteri Kesehatan RI. 2004. Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah sakit. Keputusan Menteri Kesehatan RI. No. 1204/Menkes/SK/X/2004.

Mubarak, W.I., dkk. 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat Teori dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.

Mulia, R.M., 2005. Kesehatan Lingkungan. Cetakan ke 1. Yogyakarta: Graha Ilmu. Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip Dasar.

Jakarta: PT Rineka Cipta.

__________________. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu & Seni. Jakarta: Rineka Cipta.

Potter, dkk. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses & Praktek. Edisi 4. Vol 1. Jakarta: EGC

Rani, Meisaroh. 2014. Personal Hygiene pada Penderita Gangguan Jiwa di Poli RSJ. Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang. Skripsi.

Sabarguna, dkk. 2011. Sanitasi Lingkungan dan Bangunan Pendukung Kepuasan Pasien Rumah Sakit. Jakarta: Salemba Medika.

Sajida, Agsa. 2012. Hubungan Personal Hygiene dan Sanitasi Lingkungan dengan Keluhan Penyakit Kulit di Kelurahan Denai Kecamatan Medan Denai Kota Medan. Skripsi.

Slamet, J.S., 2009. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: UGM Press.

Soetomo. 2008. Penyakit Kulit dan Kelamin. Surabaya: Airlangga University Press. Soewadji, J. 2012. Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta: Mitra Wacana Media. Sumantri, Arif. 2010. Kesehatan Lingkungan & Perspektif Islam. Jakarta: Kencana

Prenada Media Group.

Tarwoto, dkk. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia & Proses Keperawatan. Edisi ke 4. Jakarta: Salemba Medika.

Lampiran 1. Lembar Observasi

(8)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif dengan rancangan penelitian cross sectional study yang bertujuan untuk mengetahui gambaran personal hygiene dan sanitasi lingkungan dengan kejadian keluhan gangguan kulit pada pasien di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Prof. Dr. Muhammad Ildrem. Di Jalan Let. Jend. Jamin Ginting S Km. 10,5, Jl. Tali Air No. 21 Medan, Kecamatan Medan Tuntungan, Sumatera Utara. 3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2016 - Juni 2016 3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

(9)

Ruang Dolok Martimbang, dan Ruang Rehabilitasi Napza di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang berjumlah 404 pasien penyakit jiwa.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti dan dianggap dapat mewakili populasi. Sampel dari penelitian ini adalah pasien penyakit jiwa di ruang inap RSJ Pemprov Sumut. Besar sampel dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus Slovin, sebagai berikut:

n = N 1 + d2(N) Dimana :

n = besar sampel N = populasi

d = proporsi kejadian keluhan gangguan kulit 0,15 = 404

1 + (0,15)2 . 404 = 404 1 + 0,0225 . 404

= 404 40,15 ≈ 40 10,36

(10)

simple random sampling yaitu teknik sampling secara acak. Pengambilan sampel dengan

teknik simple random sampling dapat dilakukan dengan dua cara yaitu menggunakan tabel

angka random dan undian. Namun, pada peneltian ini cara yang digunakan adalah undian.

Selanjutnya teknik yang dilakukan adalah sampel fraction yaitu dengan membuat perbandingan antara jumlah sampel dengan populasi (Nazir, 2003).

(11)

14. Ruang Dolok Martimbang = 36 x 9,9 % = 3,56 ≈ 4 15. Ruang Rehabilitasi Napza = 13 x 9,9 % = 1,28 ≈ 1

Total 40

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer dari penelitian ini adalah personal hygiene dan sanitasi lingkungan pada pasien di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menggunakan observasi.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder di peroleh dari hasil penelusuran di dokumen dan laporan data di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang terkait dengan kejadian keluhan gangguan kulit.

3.5 Definisi Operasional

1. Personal hygiene adalah kebersihan pribadi diri seorang individu yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan tubuhnya.

2. Kebersihan kulit adalah usaha diri seorang individu untuk menjaga kebersihan kulit dengan cara mandi yang baik dan benar dengan menggunakan sabun agar terhindar dari penyakit kulit.

(12)

4. Kebersihan pakaian adalah perilaku individu dalam mengganti pakaian serta mencuci pakaian dengan rutin agar tidak menimbulkan penyakit pada kulit. 5. Kebersihan handuk adalah perilaku diri seorang individu berdasarkan

frekuensi mencuci handuk dan menjemurnya dengan benar.

6. Kebersihan tempat tidur dan sprei adalah perilaku individu berdasarkan frekuensi menjemur kasur dan bantal, mengganti sprei dan sarung bantal.

7. Sanitasi lingkungan adalah pengawasan lingkungan fisik yaitu sarana air bersih, saluran pembuangan air limbah (SPAL), sarana pembuangan kotoran (jamban) dan sarana pembuangan sampah.

8. Keluhan gangguan kulit adalah adanya salah satu keluhan dari adanya rasa gatal-gatal pada kulit, bercak kemerahan, bentol-bentol dan kulit yang mengelupas seperti sisik.

3.6 Metode Pengukuran 1. Personal hygiene

A. Pengukuran kebersihan kulit a) Pasien mandi setiap hari

b) Pasien mandi dengan air lalu menggosok kulit kemudian seluruh tubuh disiram dengan air sampai bersih

c) Pasien menggunakan sabun sendiri

(13)

Baik, jika ≥ 75% atau nilai 2-3

Buruk, jika < 75% atau nilai < 2

B. Pengukuran kebersihan tangan dan kuku

a) Pasien mencuci tangan dengan air mengalir kemudian dikeringkan dengan lap b) Pasien memotong kuku seminggu sekali

c) Pada saat mandi pasien menyikat kuku

apabila jawaban "ya" diberi skor 1 dan apabila jawaban "tidak" diberi jawaban 0. Kemudian dikategorikan menjadi:

Baik, jika ≥ 75% atau nilai 2-3

Buruk, jika < 75% atau nilai < 2 C. Kebersihan Pakaian

a) Pasien mengganti baju setiap hari

b) Pasien menjemur pakaian yang di cuci di bawah sinar matahari c) Pasien mengganti baju setelah berkeringat

apabila jawaban "ya" diberi skor 1 dan apabila jawaban "tidak" diberi jawaban 0. Kemudian dikategorikan menjadi:

Baik, jika ≥ 75% atau nilai 2-3

Buruk, jika < 75% atau nilai < 2 D. Kebersihan Handuk

(14)

c) Keadaan handuk pasien kering pada saat digunakan

apabila jawaban "ya" diberi skor 1 dan apabila jawaban "tidak" diberi jawaban 0. Kemudian dikategorikan menjadi:

Baik, jika ≥ 75% atau nilai 2-3

Buruk, jika < 75% atau nilai < 2

E. Kebersihan Tempat Tidur dan Sprei a) Pasien mengganti sprei 2 minggu sekali

b) Sprei yang pasien gunakan sebelum tidur sudah dibersihkan terlebih dahulu c) Pasien menjemur kasur dan bantal 2 minggu sekali

apabila jawaban "ya" diberi skor 1 dan apabila jawaban "tidak" diberi jawaban 0. Kemudian dikategorikan menjadi:

Baik, jika ≥ 75% atau nilai 2-3

Buruk, jika < 75% atau nilai < 2

6. Penilaian sanitasi lingkungan mengacu pada Kepmenkes RI Nomor 1204/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit.

Terdiri dari 4 observasi sanitasi lingkungan, dimana masing-masing kategori dilakukan 5 pengamatan. Setiap pengamatan jika dijawab ya diberi nilai 1, jika tidak diberi nilai 0. Kemudian dikategorikan menjadi:

Baik, jika ≥ 75% atau nilai 3-5

(15)

7. Keluhan gangguan kulit

Pengukuran variabe l keluhan penyakit kulit didasarkan pada skala ordinal dari beberapa keluhan apabila memiliki salah satu keluhan dengan jawaban “ya” diberi skor 1 dan apabila semua jawaban “tidak” diberi skor 0.

Keluhan gangguan kulit yang menjadi pengukuran adalah :

a. Kulit yang terasal gatal dengan frekuensi yang berulang-ulang b. Adanya bercak-bercak kemerahan pada kulit

c. Adanya bentol-bentol pada kulit d. Adanya ruam-ruam pada kulit e. Adanya kulit bersisik

Kemudian dikategorikan menjadi :

a. Mengalami keluhan, jika responden mengalami salah satu keluhan gangguan kulit.

b. Tidak mengalami keluhan, jika responden tidak mengalami salah satu dari keluhan gangguan kulit.

3.7 Metode Analisa Data

3.7.1 Analisa Univariat

(16)

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian

4.1.1 Demografi

Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Prof. Dr. Muhammad Ildrem terletak di Jalan Lentjend Jamin Ginting, Km. 10,5 / Jl. Tali Air No. 21 Medan Kecamatan Medan Tuntungan. Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dengan luas tanah ±38.000 m2 dan luas bangunan 5.709 m2 dan memiliki 450 tempat tidur.

Rumah Sakit Pemerintah Provinsi Sumatera Utara terdiri dari 17 ruangan, yaitu Ruang Anggrek/Sibayak, GMO/FISIK, Melur, UGD, Sinabung, Gunung Sitoli, Sipiso-piso, Cempaka, Sorik Merapi, Sibual-buali, Kamboja, Mawar, Singgalang, Bukit Barisan, Pusuk Buhit, Rehabilitasi Napza, dan Dolok Martimbang.

Batas-batas wilayah Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara adalah sebagai berikut :

1. Bagian Utara dengan Jl. Tali Air

(17)

4.1.2 Gambaran Pasien Penyakit Jiwa

(18)

Tabel 4.1 Distribusi Pasien Penyakit Jiwa Menurut Jenis Kelamin, Umur, Suku Bangsa, Agama, Pekerjaan, Tingkat Pendidikan

Distribusi Pasien Penyakit Jiwa Jumlah Jenis Kelamin

(19)

4.2 Analisis Univariat

4.2.1 Karakteristik Responden

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis kelamin, Umur, dan Lama Perawatan

Karakteristik Responden n %

Jenis Kelamin

(20)

4.2.2 Personal Hygiene Responden

Tabel 4.3 Distribusi Personal Hygiene Responden

Personal Hygiene Ya Tidak

n % n %

Menjemur Kasur dan Bantal 2 Minggu Sekali

(21)

Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa jumlah responden yang mandi setiap hari adalah 33 pasien penyakit jiwa (82,5%) sedangkan yang tidak mandi setiap hari adalah 7 pasien penyakit jiwa (17,5%). Jumlah responden yang mandi dengan air lalu menggosok kulit adalah 4 pasien penyakit jiwa (10%) sedangkan yang tidak mandi dengan air lalu menggosok kulit adalah 36 pasien penyakit jiwa (90%). Dan jumlah responden yang tidak mandi dengan sabun sendiri adalah 40 pasien penyakit jiwa (100%).

Tidak ada responden yang mencuci tangan dengan sabun dan dikeringkan dengan lap. Jumlah responden yang memotong kuku seminggu sekali adalah 40 pasien penyakit jiwa (100%), sedangkan jumlah responden yang tidak menyikat kuku saat mandi adalah 40 pasien penyakit jiwa (100%).

Jumlah responden yang mengganti baju setiap hari adalah 33 pasien penyakit jiwa (82,5%) sedangkan responden yang tidak mengganti baju setiap hari adalah 7 pasien penyakit jiwa (17,5%). Jumlah responden yang menjemur pakaian dibawah sinar matahari adalah 40 pasien penyakit jiwa (100%). Dan jumlah responden yang menyimpan pakaian yang telah di cuci di tempat penyimpanan adalah 40 pasien penyakit jiwa (100%).

Semua responden tidak ada yang menggunakan handuk sendiri (100%), semua responden tidak ada yang menjemur handuk setelah dipakai (100%), dan juga semua responden tidak ada yang keadaan handuknya kering saat digunakan(100%).

(22)

Sumatera Utara termasuk kategori buruk yaitu tidak ada pasien penyakit jiwa yang menjaga kebersihan handuknya.

Jumlah responden yang mengganti sprei 2 minggu sekali adalah 40 pasien penyakit jiwa (100%). Jumlah responden yang spreinya sudah dibersihkan terlebih dahulu sebelum tidur adalah 6 pasien penyakit jiwa (15%) sedangkan jumlah responden yang spreinya tidak dibersihkan terlebih dahulu sebelum tidur adalah 34 pasien penyakit jiwa (85%). Dan tidak ada responden yang menjemur kasur dan bantal 2 minggu sekali.

Berdasarkan perhitungan jumlah skor personal hygiene pada responden, maka dapat dikategorikan baik dan buruk. Hasil penelitian dapat dilihat dalam tabel 4.4. Tabel 4.4 Kategori Personal Hygiene Responden

(23)
(24)

4.2.3 Sanitasi Lingkungan Rumah Sakit Jiwa

Tabel 4.5 Observasi Sanitasi Lingkungan Rumah Sakit Jiwa

Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa dari hasil pengamatan penyediaan air bersih di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera, tersedia air bersih dan tersedia air minum sesuai dengan kebutuhan, air tidak berasa, tidak berwarna, dan tidak berbau. Sumber air bersih berasal dari air tanah dan PDAM serta penampung air/bak

Sanitasi Lingkungan Hasil Pengamatan

Penyediaan Air Bersih

Tersedia air bersih dan tersedia air minum sesuai dengan kebutuhan

Ya

Air tidak berasa, tidak berwarna, tidak berbau

Ya

Sumber air tanah/PDAM Ya

Penampungan air/bak dibersihkan sekali seminggu

ya

Penampungan air/bak tertutup dan tidak bocor

Tidak

Jamban (Sarana Pembuangan Kotoran)

Menggunakan jamban leher angsa Ya

Toilet terpisah untuk pria/wanita Ya

Toilet terpisah untuk

karyawan/perawat/dokter dengan pasien

ya

Tersedia pada setiap ruangan Ya

Rasio toilet dengan tempat tidur pasien 1 : 10 Tidak Sarana Pembuangan air Limbah (SPAL)

Terpisah saluran limbah dengan saluran air hujan

Ya

Saluran tertutup dan kedap air Tidak

Di alirkan ke saluran kota Ya

Saluran air limbah lancar Tidak

Dilakukan pengolahan melalui instalasi pengolahan air limbah (IPAL)

Tidak

Sarana Pembuangan Sampah

Tempat sampah tertutup Tidak

Tempat sampah kedap air dan tahan karat Tidak Sampah tidak berserakan di depan ruangan Tidak Diangkut ke TPS >2 kali/hari dan ke TPA 1

kali/hari

Ya

(25)

tidak bocor dan sudah dibersihkan sekali seminggu, namun keadaan penampung air/baknya belum memiliki tutup.

Sarana pembuangan kotoran (jamban) di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara sudah menggunakan jamban leher angsa, toilet untuk pria dan wanita sudah terpisah, toilet untuk karyawan/perwat/dokter dengan pasien juga sudah terpisah. Toilet juga sudah tersedia disetiap ruangan namun rasio toilet dengan tempat tidur 1 : 10 belum memenuhi syarat.

Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL) di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara sudah terpisah saluran limbah dengan saluran air hujannya dan juga sudah dialirkan ke saluran kota. Namun, saluran air limbah belum tertutup dan tidak lancar serta belum dilakukannya pengolahan melalui instalasi pengolahan air limbah (IPAL).

Sarana pembuangan sampah di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara sudah menyediakan tempat sampah di setiap ruangan, sampah tidak berserakan di depan ruangan dan sampah sudah diangkut ke TPS >2 kali/hari dan ke TPA 1 kali/hari. Namun keadaan tempat sampah masih belum memiliki tutup dan tidak kedap air.

(26)

Tabel 4.6 Kategori Sanitasi Lingkungan

Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa Penyediaan Air Bersih (PAB) di Rumah sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara termasuk kategori baik yaitu memenuhi 4 penilaian dari 5 penilaian yang dilakukan (80%). Sarana Pembuangan Kotoran (Jamban) di Rumah sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara termasuk kategori baik yaitu memenuhi 4 penilaian dari 5 penilaian yang dilakukan (80%). Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL) di Rumah sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara termasuk kategori buruk yaitu memenuhi 2 penilaian dari 5 penilaian yang dilakukan (40%). Dan Sarana Pembuangan Sampah di Rumah sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara termasuk kategori buruk yaitu memenuhi 2 penilaian dari 5 penilaian yang dilakukan (40%).

(27)

4.2.4 Keluhan Gangguan Kulit

Tabel 4.7 Distribusi Keluhan Gangguan Kulit Responden

Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat bahwa responden yang mengalami kulit gatal-gatal dengan frekuensi yang berulang-ulang adalah sebanyak 10 pasien penyakit jiwa (25%). Responden yang mengalami kulit bercak-bercak kemerahan adalah sebanyak 7 pasien penyakit jiwa (17,5%). Responden yang mengalami kulit bentol-bentol adalah sebanyak 1 pasien penyakit jiwa (2,5%). Responden yang mengalami kulit ruam-ruam adalah sebanyak 7 pasien penyakit jiwa (17,5%). Dan responden yang mengalami kulit bersisik adalah sebanyak 3 pasien penyakit jiwa (7,5%).

Berdasarkan hasil penelitian dalam tabel 4.7 dapat dilihat bahwa keluhan gangguan kulit pada responden dapat di kategorikan menjadi mengalami keluhan gangguan kulit jika memiliki salah satu keluhan dan tidak mengalami keluhan gangguan kulit jika tidak memiliki salah satu keluhan. Hasil penelitian dapat dilihat

(28)

pada tabel 4.8.

Tabel 4.8 Kategori Keluhan Gangguan Kulit Responden

Keluhan Gangguan Kulit n %

Mengalami Keluhan 10 25

Tidak Mengalami Keluhan 30 75

Berdasarkan tabel 4.8 dapat dilihat bahwa responden yang mengalami keluhan gangguan kulit adalah 10 pasien penyakit jiwa (25%).

4.2.5 Personal Hygiene dengan Kejadian Keluhan Gangguan Kulit Tabel 4.9 Personal Hygiene dengan Kejadian Keluhan Gangguan Kulit

Personal Hygiene

Kebersihan Tangan dan Kuku

(29)
(30)

BAB V

PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden

Jenis kelamin responden menunjukkan bahwa jenis kelamin responden perempuan lebih tinggi dibandingkan jenis kelamin responden laki-laki. Kelompok umur 20 - 29 merupakan kelompok umur paling tinggi pada responden dalam penelitian ini. Dan juga lama perawatan 1 - 5 bulan merupakan lama perawatan reponden yang paling tinggi dibandingkan lama perawatan lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian ini, lama perawatan responden mempengaruhi kebiasaan hidup bersih seseorang. Semakin sering pasien penyakit jiwa di rawat dengan benar maka kebiasaan hidup bersihnya juga akan semakin baik pula.

Hal ini dukung oleh penelitian Rani (2014) perawat dalam sebagai tenaga kesehatan terdidik mempunyai tanggung jawab untuk dapat memberikan health

education kepada keluarga pasien penyakit jiwamengenai pentingnya pelaksaan

personal hygiene pada pasien penyakit jiwa mengenai pentingnya pelaksaan dari gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik.

5.2 Personal Hygiene Responden

5.2.1 Kebersihan Kulit Responden

(31)

hari. Namun responden hanya sekedar mandi, sebagian besar responden tidak menggosok kulitnya pada saat mandi. Responden hanya sekedar membasuh tubuhnya dengan air namun tidak menggosok kulitnya dengan baik dan benar. Semua responden juga masih mandi dengan sabun yang sama. Penggunaan sabun batang secara bergantian dapat menularkan berbagai penyakit termasuk keluhan gangguan kulit. Perawatan pasien di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara mewajibkan seluruh pasiennya untuk mandi dan membersihkan diri setiap harinya, namun karena keterbatasan kejiwaan sebagian pasien ada yang tidak memungkinkan untuk mandi dan membersihkan diri seorang diri sehingga beberapa pasien tidak mandi dan membersihkan diri setiap harinya.

Seluruh responden yang mandi setiap harinya, hanya mandi sekali dalam sehari dan biasanya responden mandi di pagi hari menjelang siang setelah melaksanakan kegiatan senam bersama yang di atur oleh perawat rumah sakit jiwa. Namun ada beberapa dari responden yang mandi melebihi sekali dalam sehari karena kejiwaan responden yang tidak menentu.

Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Depkes RI dalam Mariance 2004 bahwa semakin sering seseorang mandi maka semakin banyak pula usahanya mencegah penyakit yang ditularkan melalui sentuhan kulit.

(32)

merangsang peredaran darah dan syaraf, serta mengembalikan kesegaran tubuh. 5.2.2 Kebersihan Tangan dan Kuku Responden

Kebersihan tangan dan kuku responden sebagian besar buruk dengan tidak ditemukannya responden yang mencuci tangan dengan sabun dan dikeringkan dengan lap. Setelah melakukan kegiatan, responden jarang untuk mencuci tangan dan kuku, karena keterbatasan mental para responden tersebut. Setelah melakukan kegiatan responden membiarkan saja tangannya dalam keadaan kotor dan tidak mencuci tangan dan kukunya dengan menggunakan sabun. Perawatan pasien di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara mengharuskan seluruh pasiennya memotong kuku seminggu sekali dengan dibantu oleh perawat karena keterbatasan pasien penyakit jiwa, hal ini bertujuan agar terhindarnya hal-hal yang tidak diinginkan seperti digunakannya kuku sebagai alat untuk saling mencakar pasien lain ataupun menyakiti dirinya sendiri karena gangguan kejiwaan pasien yang dapat berubah-ubah setiap waktunya. Setiap minggu perawat Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara mengontrol dan melakukan pemotongan kuku pada pasien penyakit jiwa.

(33)

tanpa mencuci tangan terlebih dahulu. Hal ini dapat menyebabkan penularan bakteri dan virus yang mengakibatkan terjadinya suatu penyakit. Maka dari itu penting sekali menjaga kebersihan tangan agar terhindar dari berbagai penyakit.

Menurut Wolf (2000), tangan harus dicuci sebelum dan sesudah melakukan kegiatan apapun seperti sebelum makan, sesudah makan, sesudah buang air besar ataupun buang air kecil ini dapat mencegah terjadinya perkembangan kuman penyakit dan mengurangi kesempatan infeksi.

Dalam hal pentingnya mencuci tangan dengan sabun ini mendukung penelitiannya Sajida (2012) yang mengutip dari National Compaign for Handwashing

with Soap, yaitu langkah-langkah yang tepat dalam mencuci tangan pakai sabun

adalah membasuh tangan dengan air mengalir dan gosokkan kedua permukaan tangan dengan sabun secara merata, dan jangan lupakan sela-sela jari, lalu bilas kedua tangan sampai bersih dengan air yang mengalir dan terakhir keringkan tangan dengan menggunakan kain lap yang bersih dan kering.

Hal ini didukung oleh penelitian Desi (2005) yang mengatakan kebersihan tangan dan kuku sangatlah penting karena apabila penderita memiliki kebersihan tangan yang buruk dan kuku yang panjang dapat menyebabkan perkembangan kuman penyakit kulit akibat garukan pada kulit yang infeksi.

5.2.3 Kebersihan Pakaian Responden

(34)

pagi hari responden mengganti pakaian mereka dengan pakaian yang bersih yang sudah disiapkan oleh perawat di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Namun ada beberapa responden yang tidak mandi baju setiap hari, dikarenakan gangguan mental yang tidak stabil dan dapat berubah-ubah membuat beberapa responden tersebut mengabaikan perawatan yang diberikan oleh perawat penyakit jiwa.

Seluruh pakaian responden juga sudah dijemur dibawah sinar matahari, hal ini dapat mengurangi bakteri-bakteri pada pakaian yang dapat mengakibatkan gangguan keluhan gangguan kulit pada responden. Pertumbuhan jamur yang dapat juga mengakibatkan keluhan gangguan kulit juga akan berkurang karena saat digunakan pakaian dalam keadaan kering. Penyimpanan pakaian bersih juga sudah baik karena perawat menyimpan pakaian yang bersih di tempat penyimpanan yang dapat menghindari pakaian dari tumbuhnya jamur dan bakteri lainnya. Penggantian pakaian responden dilakukan setelah mandi, namun bila ada aktivitas yang membuat responden berkeringat, pakaian tetap saja digunakan tanpa ada penggantian. Responden memiliki baju seragam dari rumah sakit jiwa, namun tidak digunakan setiap hari karena jumlahnya yang tidak mencukupi bila digunakan setiap harinya.

Depkes RI 1997 juga menyebutkan untuk mengganti dan mencuci pakaian setiap hari agar terhindar dari penyakit.

(35)

terlihat bersih walaupun sebenarnya seluruh tubuh sudah bersih. Perlu mengganti pakaian secara teratur karena pakaian menyerap keringat dan kotoran yang dapat meyebabkan bau tidak sedap dan timbulnya berbagai penyakit. Sebaiknya ketika hendak tidur pakailah pakaian khusus tidur dan tidak menggunakan pakaian yang digunakan sehari-hari untuk tidur. Selimut, sprei, dan sarung bantal sebaiknya di bersihkan dan diganti secara rutin. Kasur dan bantal dijemur secara rutin pula.

Hal ini juga di dukung penelitian Ananto (2006) pakaian berguna untuk melindungi kulit dari kotoran yang berasal dari luar, untuk membantu mengatur suhu tubuh, untuk mencegah bibit penyakit masuk ke dalam tubuh.

5.2.4 Kebersihan Handuk Responden

Kebersihan handuk yang buruk di Rumah sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera

Utara dengan ditemukannya semua responden menggunakan handuk secara bergantian,

semua responden juga tidak ada yang menjemur handuk setelah dipakai di bawah sinar

matahari dan tidak ada responden yang menggunakan handuk dalam keadaan kering.

Responden menggunakan handuk secara bergantian dengan keadaan handuk yang

lembab yang dapat mengakibatkan jamur bertumbuh sehingga memungkinkan terjadinya

keluhan gangguan kulit pada pasien penyakit jiwa.

Menurut Lita (2005), sebaiknya tidak boleh memakai handuk secara bersama-sama

karena mudah menularkan bakteri dari penderita ke orang lain. Apalagi bila handuk tidak

pernah dijemur dibawah terik matahari ataupun tidak dicuci dalam jangka waktu yang

lama maka kemungkinan jumlah bakteri yang ada pada handuk banyak sekali dan sangat

(36)

5.2.5 Kebersihan Tempat tidur dan Sprei Responden

Semua responden sudah mengganti sprei 2 minggu sekali. Namun sebagian besar

responden belum membersihkan tempat tidur dan spreinya ketika akan digunakan.

Sebagian besar responden tidak dapat mengontrol dirinya sendiri sehingga acuh dengan

keadaan tempat tidur dan sprei. Keadaan tempat tidur responden dilengkapi oleh sebuah sprei, bantal, dan selimut. Jumlah tempat tidur di ruang bangsal adalah 24 tempat tidur sedangkan jumlah tempat tidur di ruang yang bukan bangsal adalah 4 tempat tidur. Namun ada bebarapa ruangan yang pasien penyakit jiwanya melebihi kapasitas tempat tidur, maka dari itu terkadang sebagian pasien penyakit jiwa tidak tidur di atas tempat tidur.

Hal ini juga didukung oleh penelitian Handri (2010) yaitu kasur merupakan salah satu

faktor yang menentukan kualitas tidur. Agar kasur tetap bersih dan terhindar dari kuman

penyakit maka perlu menjemur kasur 1x seminggu karena tanpa disadari kasur juga bisa

menjadi lembab hal ini dikarenakan seringnya berbaring dan suhu kamar yang berubah

rubah .

5.3 Sanitasi Lingkungan Rumah Sakit 5.3.1 Sarana Air Bersih

(37)

memenuhi 4 penilaian (80%). Sedangkan 1 penilaian lainnya (20%) belum memenuhi penilaian. Dari 4 penilaian yang memenuhi ini yaitu, tersedianya air bersih dan tersedia air minum sesuai dengan kebutuhan, air tidak berasa, berwarna, dan tidak berbau, sumber air tanah/PDAM, dan penampungan air/bak dibersihkan seminggu sekali. Sedangkan 1 penilaian yang belum memenuhi adalah penampungan air/bak tertutup dan tidak bocor. Keadaan penampungan air/bak di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara masih belum memiliki tutup yang dapat mengakibatkan tempat berkembangbiaknya bibit vektor yang dapat menyebabkan penyakit.

(38)

lingkungan yang dapat di intervensi oleh manusia. 5.3.2 Sarana Pembuangan Kotoran (Jamban)

(39)

dibersihkan.

5.3.3. Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL)

Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL) di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara masih dikatakan kurang baik karena hanya memenuhi 2 penilaian dari 5 penilaian yang dilakukan yaitu terdapat pembuangan saluran air limbah yang terpisah antara saluran limbah dengan saluran air hujan. Namun saluran tersebut masih dalam keadaan terbuka yang dapat mencemari lingkungan dan lingkungan yang tercemar dapat menyebabkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat. Saluran air limbah sudah dialirkan ke saluran kota namun belum cukup lancar karena saluran air limbah masih sering terlihat tidak di aliri air.

Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) namun keadaannya sudah rusak dan belum diperbaiki sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Sehingga air limbah rumah sakit langsung dialirkan ke saluran kota tanpa diolah terlebih dahulu, yang dimana keadaan seperti ini dapat menularkan penyakit termasuk keluhan gangguan kulit karena air limbah dapat mencemari sumber air bersih.

Menurut Kusnoputranto (2000) air buangan dapat menjadi tempat

berkembangbiaknya mikroorganisme patogen, larva nyamuk ataupun serangga lainnya

yang dapat menjadi media transmisi penyakit, terutama penyakit-penyakit yang

penularannya melalui air yang tercemar seperti kolera, tipus abdominalis, disentri dan

(40)

5.3.4. Sarana Pembuangan Sampah

Sarana Pembuangan Sampah di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara masih dikatakan kurang baik karena hanya memenuhi 2 penilaiann dari 5 penilaian yang dilakukan. Setiap ruangan sudah memiliki tempat sampah namun kondisi tempat sampah tidak bertutup, ini dapat menimbulkan bau yang tidak enak dari segi estetika. Tempat sampah diletakkan di depan setiap ruangan dengan diberi besi penyangga sehingga tempat sampah tidak langsung menyentuh permukaan tanah. Tempat sampah juga tidak kedap air karena masih banyaknya tempat sampah yang rusak dan belum diperbaiki. Namun keadaan rumah sakit cukup bersih karena tidak ditemukannya sampah berserakan di lingkungan rumah sakit. Dan keadaan tempat sampah juga tidak nampak penuh dan tidak menimbulkan bau yang tidak sedap dikarenakan sampah diangkut secara rutin >2 kali/hari ke TPS dan 1 kali/hari ke TPA. Pengelolaan sampah di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara sudah baik namun hanya saja keadaan fasilitas yang kurang memadai dengan ditemukan banyaknya tempat sampah yang rusak dan belum diperbaiki.

Secara umum pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat kesehatan lingkungan akan dapat mengakibatkan berkembang biaknya serangga dan tikus, dapat menjadi sumber pengotoran tanah, pencemaran air dalam tanah, dan pencemaran udara, serta dapat menjadi tempat berkembangbiaknya kuman penyakit yang membahayakan kesehatan.

(41)

sampah dianggap baik jika sampah tersebut tidak menjadi tempat berkembangbiaknya bibit penyakit, serta sampah tersebut tidak menjadi media perantara menyebarluasnya suatu penyakit. Syarat lain yang harus dipenuhi dalam pengelolaan sampah ialah tidak mencemari udara, air atau tanah, tidak menimbulka bau (segi estetis), tidak menimbulkan kebakaran dan lain sebagainya.

5.4 Keluhan Gangguan Kulit

Keluhan gangguan kulit yang paling banyak dialami oleh responden adalah gatal-gatal sehingga perawat pasien penyakit jiwa mengatakan para responden sering meminta bubuk belerang untuk mengobati keluhan gangguan kulit tersebut. Bagian kulit yang gatal digaruk oleh responden sehingga dapat menyebar ke kulit bagian lain.

Dari hasil observasi menunjukkan bahwa besarnya keluhan gangguan kulit berkaitan

dengan personal hygiene dari responden yang buruk serta sanitasi lingkungan yang tidak

sehat yang akan mempengaruhi kesehatan khususnya keluhan gangguan kulit.

Hal ini sejalan dengan yang dikatakan Soebono (2001) yaitu garukan dari kulit yang sudah terinfeksi parasit akan menular dan berpindah-pindah ke bagian kulit yang lain.

Sangat dianjurkan pada penderita untuk mencuci tangan memakai sabun apabila telah

menggaruk kulit yang terinfeksi dan tidak bertukaran pakaian dan handuk dengan orang

lain.

5.5 Personal Hygiene dengan Kejadian Keluhan Gangguan Kulit

Personal hygiene yang buruk pada responden yaitu kebersihan kulit, kebersihan

(42)

perbedaan yang mencolok antara kebersihan pakaian yang baik dan buruk terhadap keluhan gangguan kulit pada responden.

Menurut Wolf (2004) bagi kenyamanan tubuh kita sendiri, mandi 2 kali sehari seharusnya merupakan suatu keharusan. Disamping tujuan membersihkan mandi akan sangat menyegarkan dan melepaskan dari rasa gelisah, tidak enak dan bau badan yang kurang sedap. Selain kenyamanan fisik juga merupakan kebutuhan integritas kulit, maka perawatan lahiriah yang sesuai dengan apa yang dikehendaki sangat penting artinya dan juga tubuh akan terhindar dari penyakit infeksi.

Kebersihan tangan dan kuku sangatlah penting karena apabila penderita memiliki kebersihan tangan yang buruk dan kuku yang panjang dapat menyebabkan perkembangan kuman penyakit kulit akibat garukan pada kulit yang infeksi. Hal ini sejalan dengan penelitian Desi (2005) bahwa penyakit kulit bisa tejadi akibat kebersihan tangan dan kuku yang kurang baik.

Menurut Irianto (2007), pakaian banyak menyerap keringat dan kotoran yang di keluarkan oleh badan. Pakaian bersentuhan langsung dengan kulit sehingga apabila pakaian yang yang basah karena keringat dan kotor akan menjadi tempat berkembangnya bakteri di kulit. Pakaian yang basah oleh keringat akan menimbulkan bau.

Secara kontak tidak langsung keluhan gangguan kulit disebabkan karena sering

bertukaran handuk dengan orang lain dan setelah handuk digunakan tidak dijemur dibawah

terik matahari. Hal ini sejalan dengan penelitian Sidit (2004) bahwa sebagian besar orang

(43)

Menurut Lita (2005), kuman penyebab penyakit kulit paling senang hidup dan

berkembang biak di perlengkapan tidur. Dengan menjemur kasur sekali seminggu dan

mengganti sprei secara rutin bisa mengurangi perkembangbiakan kuman penyakit kulit.

(44)

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Kebersihan kulit pada responden di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara termasuk kategori buruk yaitu 36 pasien penyakit jiwa (90%)

2. Kebersihan tangan dan kuku pada responden di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara termasuk kategori buruk yaitu semua pasien penyakit jiwa tidak ada yang menjaga kebersihan tangan dan kukunya (100%)

3. Kebersihan pakaian pada responden di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utaratermasuk kategori baik yaitu 33 pasien penyakit jiwa (82,5%) 4. Kebersihan handuk pada responden di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi

Sumatera Utaratermasuk kategori buruk yaitu semua pasien penyakit jiwa tidak ada yang menjaga kebersihan handuknya (100%).

5. Kebersihan tempat tidur dan sprei pada responden di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara termasuk kategori buruk yaitu 34 pasien penyakit jiwa (85%)

6. Penyediaan Air Bersih (PAB) di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara termasuk kategori baik, sarana pembuangan kotoran (jamban) termasuk kategori baik, Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL) termasuk kategori buruk, dan sarana pembuangan sampah termasuk kategori buruk.

(45)

6.2 Saran

1. Bagi Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara diharapkan dapat

meningkatkan:

a. Perawatan personal hygiene pada pasien penyakit jiwa dengan cara meningkatkan intensitas mandi menjadi 2 kali sehari, mengganti penggunaan sabun batang menjadi sabun cair, menyikat kuku pada saat mandi, tidak menggunakan handuk secara bergantian, dan menjemur bantal dan sprei yang digunakan setiap 2 minggu sekali.

b. Kebersihan lingkungan rumah sakit jiwa dengan cara lebih memperbaiki fasilitas tempat sampah dan memperlancar serta menutup saluran pembuangan air limbah agar angka kejadian keluhan gangguan kulit dapat menurun.

2. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan melakukan pemeriksaan kualitas kimia air bersih yang dapat mempengaruhi keluhan gangguan kulit.

(46)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Personal Hygiene 2.1.1 Definisi

Menurut Tarwoto (2010), Personal hygiene berasal dari bahasa Yunani yang berarti personal yang artinya perorangan dan hygiene berarti sehat. Kebersihan perorangan adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis.

2.1.2 Tujuan Personal Hygiene

Menurut Tarwoto (2010), tujuan dari personal hygiene adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan seseorang, memelihara kebersihan diri seseorang, memperbaiki personal higiene yang kurang, pencegahan penyakit, meningkatkan percaya diri seseorang, dan menciptakan keindahan.

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Personal Hygiene

Menurut Tarwoto (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah:

1. Citra Tubuh

Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.

2. Praktik Sosial

(47)

terjadi perubahan pola personal hygiene sampai anak tersebut tumbuh dewasa. 2. Status Sosial Ekonomi

Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi,

shampoo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.

3. Pengetahuan

Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.

4. Budaya

Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan. Dan ini adalah persepsi yang salah.

5. Kebiasaan seseorang

Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, shampoo dan lain-lain.

6. Kondisi fisik

Pada keadaan tertentu/sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan orang lain untuk melakukannya.

2.1.4 Dampak yang Sering Timbul pada Masalah Personal Hygiene

Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene (Tarwoto, 2010) meliputi:

(48)

Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpelihara kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik yang sering terjadi adalah gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga, dan gangguan fisik pada kuku.

b. Dampak psikososial

Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri, dan gangguan interaksi sosial.

2.1.5 Jenis-jenis Personal Hygiene

Kebersihan perorangan meliputi (Potter, 2005) : a. Kebersihan Kulit

Kebersihan Kulit merupakan cerminan kesehatan yang paling pertama memberi kesan, oleh karena itu perlu memelihara kulit sebaik-baiknya. Pemeliharaan kulit tidak terlepas dari makanan yang dimakan, kebersihan diri, kebersihan lingkungan serta kebiasaan hidup sehari-hari.

Untuk selalu memelihara kebersihan kulit kebiasaan yang sehat harus selalu diperhatikan, seperti:

(49)

5. Makan makanan yang bergizi 6. Menjaga kebersihan lingkungan

7. Menggunakan barang-barang keperluan sehari-hari milik sendiri b. Kebersihan rambut

Rambut yang terpelihara dengan baik akan membuat rambut tumbuh dengan subur dan indah sehingga akan menimbulkan kesan cantik dan tidak berbau yang tidak sedap. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan kebersihan rambut adalah:

1. Memperhatikan kebersihan rambut dengan mencuci rambut sekurang-kurangnya 2x seminggu

2. Mencuci rambut dengan shampoo atau bahan pencuci rambut lainnya 3. Sebaiknya menggunakan alat-alat pemeliharaan rambut sendiri c. Kebersihan gigi

Menggosok gigi dengan baik dan teratur akan membersihkan gigi dan menjaga gigi tetap sehat serta membuat gigi tidak mudah berlubang karena sisa-sisa makanan yang tersisa di sela-sela gigi. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menjaga kesehatan gigi, yaitu:

1. Menggosok gigi secara benar dan teratur setiap sehabis makan 2. Menghindari mengkonsumsi makanan yang dapat merusak gigi 3. Mamakai sikat gigi sendiri

(50)

5. Memeriksa gigi secara teratur d. Kebersihan mata

Mata adalah organ penglihatan yang lebih banyak memberikan informasi tentang dunia sekitar kepada kita dibandingkan keempat indera lainnya. Agar tetap berfungsi dengan baik dan tetap terjaga kebersihannya, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam kebersihan mata, yaitu :

1. Membaca dan menulis di tempat yang terang 2. Memakan makanan yang bergizi terutama vit A 3. Istirahat yang cukup dan teratur

4. Memakai peralatan sendiri (seperti handuk/sapu tangan) 5. Memelihara kebersihan lingkungan

e. Kebersihan Telinga

Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:

1. Membersihkan telinga dengan benar dan teratur 2. Jangan mengorek-ngorek telinga dengan benda tajam f. Kebersihan tangan, kaki dan kuku

(51)

1. Mecuci tangan sebelum dan sesudah makan dengan benar 2. Memotong kuku dengan benar dan teratur

3. Membersihkan lingkungan 4. Mencuci kaki sebelum tidur 2.1.6 Tanda dan Gejala

Menurut Departemen Kesehatan RI (2000), tanda dan gejala individu dengan kurang perawatan diri adalah:

1. Fisik

a. Badan bau dan pakaian kotor b. Rambut dan kulit kotor c. Kuku panjang dan kotor d. Gigi kotor disertai mulut bau e. Penampilan tidak rapi

2. Psikologis

a. Malas dan tidak ada inisiatif b. Menarik diri atau isolasi diri

c. Merasa tak berdaya , rendah diri dan merasa hina 3. Sosial

a. Interaksi kurang b. Kegiatan kurang

(52)

d. Cara makan tidak teratur, buang air besar dan buang air kecil di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri

2.1.7 Hal-hal yang Mencakup Personal Hygiene

Ada beberapa kegiatan yang mencakup personal hygiene, yaitu: a. Mandi

Mandi merupakan hal yang paling dasar dan paling penting dalam menjaga kebersihan diri. Mandi secara baik dan benar dapat menghilangkan bau di badan, menghilangkan kotoran, merangsang peredaran darah, serta memberikan kesegaran pada tubuh. Sebaiknya mandi secara teratur dua kali sehari, alasan utamanya ialah agar tubuh sehat dan segar bugar. Mandi membuat tubuh kita segar dengan membersihkan seluruh tubuh kita (Stassi, 2005).

Urutan mandi yang benar adalah seluruh tubuh di cuci dengan sabun mandi. Oleh buih sabun, semua kotoran dan kuman yang melekat mengotori kulit lepas dari permukaan kulit, kemudian tubuh disiram sampai bersih, seluruh tubuh digosok hingga keluar semua kotoran atau daki. Keluarkan daki dari wajah, kaki, dan lipatan-lipatan di tubuh lainnya. Gosok terus dengan tangan, kemudian seluruh tubuh disiram sampai bersih sampai di ujung kaki (Irianto, 2007).

b. Perawatan gigi dan mulut

(53)

gusi juga dapat distimulasi dan dapat mencegah halitosis (Stassi, 2005).

Sisa makanan juga dapat membuat gigi berlubang bila tidak langsung dibersihkan untuk itu penting menggosok gigi setidaknya dua kali sehari dan bila mungkin sangat dianjurkan menggosok gigi setiap kali selepas kita makan (Sharma, 2007).

Gosok gigi sebaiknya dengan lembut dan menggunakan sikat gigi yang baik yang sesuai standar yang ditentukan. Jangan terlalu menggosok gigi dengan kasar dan terlalu menekan gusi. Tujuan menggosok gigi adalah agar sisa-sisa makanan yang menempel dapat terangkat agar tidak ada suatu yang membusuk dan menjadi sarang bakteri dan untuk membersihkan seluruh rongga mulut agar mulut tetap segar dan bersih (Irianto, 2007).

c. Cuci Tangan

Anggota tubuh yang paling banyak menularkan penyakit adalah tangan karena tangan paling banyak bersentuhan dengan anggota tubuh serta lingkungan sekitar. Kita menggunakan tangan untuk menyentuh anggota tubuh yang lain, seperti mata, wajah, mulut, hidung tanpa sadar sebelumnya kita memegang sesuatu yang kotor dan mengandung kuman penyakit. Lalu menyentuh makanan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu. Hal ini dapat menyebabkan penularan bakteri dan virus yang mengakibatkan terjadinya suatu penyakit. Maka dari itu penting sekali menjaga kebersihan tangan agar terhindar dari berbagai penyakit (Irianto, 2007).

Menurut Sajida (2012) yang mengutip dari National Compaign for Handwashing

(54)

sebagai berikut:

1. Basuh tangan dengan air mengalir dan gosokkan kedua permukaan tangan dengan sabun secara merata, dan jangan lupakan sela-sela jari.

2. Bilas kedua tangan sampai bersih dengan air yang mengalir

3. Keringkan tangan dengan menggunakan kain lap yang bersih dan kering d. Membersihkan Pakaian

Seseorang terlihat sehat dan bersih dapat melalui kebersihan pakaiannya. Pakaian yang kotor akan menghalangi seseorang untuk terlihat bersih walaupun sebenarnya seluruh tubuh sudah bersih. Perlu mengganti pakaian secara teratur karena pakaian menyerap keringat dan kotoran yang dapat meyebabkan bau tidak sedap dan timbulnya berbagai penyakit. Sebaiknya ketika hendak tidur pakailah pakaian khusus tidur dan tidak menggunakan pakaian yang digunakan sehari-hari untuk tidur. Selimut, sprei, dan sarung bantal sebaiknya di bersihkan dan diganti secara rutin. Kasur dan bantal dijemur secara rutin pula (Irianto, 2007).

2.2 Sanitasi Lingkungan

Menurut Notoadmojo (2007), sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih, dan sebagainya.

2.2.1 Hygiene dan Sanitasi Lingkungan

(55)

lingkungan yang berguna ditingkatkan dan diperbanyak sedangkan yang merugikan diperbaiki atau dihilangkan. Usaha dalam hygiene dan sanitasi lingkungan di Indonesia terutama meliputi:

a. Menyediakan air rumah tangga yang baik, cukup kualitas maupun kuantitasnya

b. Mengatur pembuangan kotoran, sampah, dan air limbah

c. Mendirikan rumah-rumah sehat, menambah jumlah rumah agar rumah-rumah tersebut menjadi pusat kesenangan rumah tangga yang sehat

d. Pembasmian binatang-binatang penyebar penyakit seperti : lalat dan nyamuk Istilah hygiene dan sanitasi mempunyai tujuan yang sama pada dasarnya, yakni mengusahakan cara hidup yang sehat agar terhindar dari berbagai penyakit, namun dalam penerapannya memiliki arti yang sedikit berbeda. Usaha sanitasi lebih menitik beratkan pada faktor lingkungan hidup manusia, sedangkan hygiene lebih menitik beratkan pada usaha-usaha kebersihan perorangan (Kusnoputranto, 2000).

2.2.2 Sanitasi Lingkungan Rumah Sakit

Menurut Sabarguna dan Rubaya (2011), persyaratan lingkungan rumah sakit adalah sebagai berikut:

1. Lingkungan bangunan rumah sakit harus mempunyai batas yang jelas, dilengkapi dengan pagar yang kuat, dan tidak memungkinkan orang atau binatang peliharaan keluar masuk dengan bebas.

(56)

keseluruhan sehingga tersedia tempat parkir yang memadai dan dilengkapi dengan rambu parkir.

3. Lingkungan bangunan rumah sakit harus bebas dari banjir. Jika berlokasi di daerah banjir harus menyediakan fasilitas/teknologi untuk mengatasinya.

4. Lingkungan rumah sakit harus merupakan kawasan bebas rokok.

5. Lingkungan bangunan rumah sakit harus dilengkapi penerangan dengan intensitas cahaya yang cukup.

6. Lingkungan rumah sakit harus tidak berdebu, tidak becek, atau tidak terdapat genangan air dan dibuat landai menuju ke saluran terbuka atau tertutup, tersedia lubang penerima air masuk dan disesuaikan dengan luas halaman.

7. Saluran air limbah domestik dan limbah medis harus tertutup dan terpisah, masing-masing dihubungkan langsung dengan instalasi pengolahan air limbah. 8. Di tempat parkir, halaman, ruang tunggu, dan tempat-tempat tertentu yang

menghasilkan sampah harus disediakan tempat smapah.

9. Lingkungan, ruang, dan bangunan rumah sakit harus selalu dalam keadaan bersih dan tersedia fasilitas sanitasi secara kualitas dan kuantitas yang memenuhi persyaratan kesehatan sehingga tidak memungkinkan sebagai tempat bersarang dan berkembangbiaknya serangga, binatang pengerat, serta binatang pengganggu lainnya.

(57)

Air merupakan suatu sarana untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan penyakit (Slamet, 2004).

Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Ditinjau dari ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang terbatas memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat. Volume rata-rata kebutuhan air setiap individu per hari berkisar antara 150-200 liter/35-40 galon (Mubarak, 2009).

Melalui Permenkes No. 416 tahun 1990, telah ditetapkan syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas di Indonesia, serta Keputusan Menkes No. 907 tahun 2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum. Secara umum, perkiraan kebutuhan air bersih di rumah sakit didasarkan pada jumlah tempat tidur. Kebutuhan minimal air bersih 500 liter per tempat tidur per hari (PPM & PL, 2002).

Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air dapat dibagi dalam kelompok-kelonpok berdasarkan cara penularannya. Mekanisme penularan penyakit terjadi menjadi 4 (chandra, 2006), yaitu:

1. Waterborne mechanism

(58)

2. Waterwashed mechanism

Mekanisme penularan berkaitan dengan kebersihan umum dan perorangan. Pada mekanisme ini terdapat 3 cara penularan, yaitu:

a. Infeksi melalui alat pencernaan, seperti diare pada anak-anak. b. Infeksi melalui kulit dan mata.

c. Penularan melalui binatang pengerat seperti pada penyakit leptospirosis.

3. Water-based mechanism

Penyakit ini ditularkan dengan mekanisme yang memiliki agent penyebab yang menjalani sebagian siklus hidupnya di dalam tubuh vektor atau sebagai intermediate

host yang hidup di dalam air. Contohnya: skistomiasis dan penyakit akibat

dracunculucmedinensis.

4. Water-related insect vector mechanism

Agent penyakit ditularkan melalui gigitan serangga yang berkembang biak di dalam air. Contoh penyakit dengan mekanisme penularan seperti ini adalah filariasis,

dengue, malaria, dan yellow fever.

Menurut Mubarak dan Chayatin (2009), syarat-syarat yang perlu diperhatikan dalam pengolahan air adalah:

a. Syarat fisik. Air tersebut bening (tidak berwarna), tak berasa, dan suhu berada di bawah suhu di luarnya.

(59)

jika dari hasil pemeriksaan 100 cc air terdapat < 4 bakteri E. Coli maka air tersebut sudah memenuhi syarat kesehatan.

c. Syarat kimia. Air minum harus mengandung zat-zat tertentu dalam jumlah tertentu. Kekurangan atau kelebihan salah satu zat kimia di dalam air akan menyebabkan gangguan fisiologis pada manusia.

Menurut Notoadmodjo (2007) sumber-sumber air minum adalah: 1. Air Hujan

Air hujan dapat ditampung kemudian dijadikan air minum. Tetapi air hujan ini tidak mengandung kalsium.

2 dan 3. Air Sungai dan Danau

Menurut asalnya sebagian dari air sungai dan air danau ini juga dari air hujan yang mengalir melalui saluran-saluran ke dalam sungai atau danau. Kedua sumber air ini sering disebut juga air permukaan. Untuk menjadikannya air minum harus diolah terlebih dahulu karena sudah terkontaminasi oleh berbagai macam kotoran.

4. Mata air

Air yang keluar dari mata air ini biasanya berasal dari air tanah yang muncul secara alamiah.

5. Air Sungai Dangkal

Air ini keluar dari dalam tanah, juga disebut air tanah. Air berasal dari lapisan air di dalam tanah yang dangkal.

(60)

Air ini berasal dari lapisan air kedua di dalam tanah. Dalamnya dari permukaan tanah biasanya diatas 15 meter.

2.2.4 Sarana Pembuangan Kotoran (Jamban)

Menurut Sajida (2012) yang mengutip pendapat Dirjen P2M & PL, jamban adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan mengumpukan kotoran manusia dalam suatu tempat tertentu, dan tidak menjadi penyebab atau penyebar penyakit dan mengotori lingkungan pemukiman. Pembuangan tinja yang tidak saniter akan menyebabkan terjadinya berbagai penyakit seperti diare, kolera, disentri, ascariasis, dan sebagainya. Kotoran manusia merupakan buangan padat, selain menimbulkan bau, mengotori lingkungan juga merupakan media penularan penyakit pada masyarakat. Perjalanan agent penyebab penyakit melalui cara transmisi seperti dari tangan, maupun dari peralatan yang terkontaminasi ataupun melalui mata rantai lainnya. Dimana memungkinkan tinja atau kotoran yang mengandung agent penyebab infeksi masuk melalui saluran pernafasan.

Kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh.zat-zat yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh ini berbentuk tinja (feces), air seni (urine) dan CO2 sebagai hasil dari proses pernapasan (Notoatmodjo, 2003).

(61)

1. Kakus Cemplung

Bentuk kakus ini pembuangan kotorannya langsung masuk jatuh ke dalam tempat penampungan. Kakus ini hanya terdiri atas sebuah galian yang diatasnya diberi lantai dan tempat jongkok. Lantainya terbuat dari bambu atau kayu tetapi dapat juga dari pasangan batu bata atau beton.

2. Kakus Plengsengan

Tempat jongkok dari kaskus ini tidak dibuat persis di atas tempat penampungan, tetapi agak jauh. Kakus semacam ini sedikit lebih baik dan menguntungkan daripada kaskus cemplung, karena baunya agak berkurang dan keamanan bagi pemakai lebih terjamin. Seperti halnya kakus cemplung, maka cemplung dari tempat jongkok harus dibuatkan tutup.

3. Kakus Bor

Tempat penampungan kotorannya dibuat dengan mempergunakan bor. Bor yang dipergunakan adalah bor tangan yang disebut Bor Auger dengan diameter antara 30-40 cm. Kakus bor mempunyai keuntungan bau yang ditimbulkan sangat berkurang. Akan tetapi, kerugian kakus bor adalah perembesan kotoran akan lebih jauh dan mengotori air tanah. Kakus bor tidak dapat dibuat di daerah atau tempat yang tanah banyak mengandung batu.

4. Angsatrine (water Seal Latrine)

(62)

timbulnya bau, karena terhalang oleh air yang selalu terdapat dalam bagian yang melengkung. Agar dapat terjaga kebersihannya, maka pada kakus semacam ini harus cukup tersedia air.

5. Kakus di atas Balong (Empang)

Membuat kakus di atas balong (yang kotorannya di alirkan ke balong) adalah cara pembuangan kotoran yang tidak dianjurkan, tetapi sulit untuk menghilangkannya, terutama di daerah yang terdapat banyak balong.

6. Kakus Septic tank

Terjadi proses pembusukan oleh kuman-kuman pembusuk yang sifatnya anaerob. Septictank bisa terjadi dari dua bak atau lebih serta dapat pula terdiri atas satu bak saja dengan mengatur sedemikian rupa sehingga dapat memperlambat pengaliran air kotor di dalam bak tersebut.

Menurut Notoatmodjo (2003), untuk mencegah sekurang-kurangnya mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik, maksudnya pembuangan kotoran harus di suatu tempat tertentu atau jamban yang sehat. Suatu jamban yang disebut sehat untuk daerah pedesaan apabila memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut:

1. Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban tersebut. 2. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya.

3. Tidak mengotori air tanah di sekitarnya.

(63)

binatang-bintang lainnya. 5. Tidak menimbulkan bau.

6. Mudah digunakan dan dipelihara (maintanance). 7. Sederhana desainnya.

8. Murah.

9. Dapat diterima oleh pemakainya.

2.2.5 Sarana Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL)

Salah satu penyebab terjadinya pencemaran air adalah air limbah yang dibuang tanpa pengolahan ke dalam suatu badan air. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001, air limbah adalah sisa dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang berwujud cair. Air limbah dapat berasal dari rumah tangga (domestic) maupun industri (industry) (Sumantri, 2010).

Adapun tujuan pengaturan pembuangan air limbah adalah sebagai berikut (Widyati dan Yuliarsih, 2002) :

1. Untuk mencegah pengotoran air permukaan, misalnya pencemaran sungai dan danau.

2. Perlindungan terhadap ikan-ikan dan tumbuh-tumbuhan yang hidup dan berada di dalam air.

3. Perlindungan air dalam tanah, yaitu mencegah perembesan limbah ke dalam tanah.

(64)

kecoa, dan lain-lain)

5. Menghilangkan dan menghindari terjadinya bau-bauan dan pemandangan yang tidak enak.

Air limbah berasal dari berbagai sumber, secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi (Notoadmodjo, 2007) :

1. Air buangan yang bersumber dari rumah tangga (domestic wastes water), yaitu air limbah yang berasal dari pemukiman penduduk.

2. Air buangan industri (industrial wates water), yang berasal dari berbagai jenis industri akibat proses produksi.

3. Air buangan kotapraja (municipal wastes water), yaitu air buangan yang berasal dari daerah: perkantoran, perdagangan, hotel, restoran, tempat-tempat umum, tempat-tempat ibadah, dan sebagainya.

Menurut Widyati dan Yuliarsih (2002), cara-cara pembuangan air limbah adalah sebagai berikut:

1. Dilution (dengan pengenceran)

Yang dimaksud dengan dilution adalah mengencerkan air limbah lebih dulu sebelum dibuang ke badan-badan air, misalnya sungai, danau, dan rawa.

2. Irigasi luas

Cara ini pada umumnya digunakan di pedesaan atau di luar kota karena memerlukan tanah yang luas.

(65)

Cara ini merupakan cara terbaik yang dianjurkan oleh WHO, tetapi biayanya mahal.

4. Sistem Riol

Yang dimaksud dengan sistem riol adalah cara pembuangan air limbah yang digunakan di kota-kota besar karena sudah direncanakan sesuai dengan pembangunan kota. Semua air buangan dari rumah tangga dan industri dialirkan ke riol.

Menurut Sumantri (2010), proses pengolahan air limbah dikelompokkan sebagai:

1. Primary Treatment

a. Penyaringan (Filtration)

Penyaringan bertujuan untuk mengurangi padatan maupun lumpur tercampur dan partikel koloid dari air limbah dengan melewatkan air limbah melalui media yang porous.

b. Pengendapan (Sedimentation)

Pengendapan dapat terjadi karena adanya kondisi yang snagat tenang.

2. Secondary Treatment

a. Proses Aerobik

Dalam proses aerobik, penguraian bahan organik oleh mikroorganisme dapat terjadi dengan kehadiran oksigen sebagai electron acceptor dari air limbah. b. Proses Anaerobik

Dalam proses anaerobik zat organik diuraikan tanpa kehadiran oksigen.

(66)

Pengolahan ketiga umumnya untuk menghilangkan nutrisi/unsur hara khususnya nitrat dan posfat. Pada tahap ini dapat juga dilakukan pemusnahan mikroorganisme patogen dengan penambahan Chlor pada air limbah.

2.2.6 Sarana Pembuangan Sampah

Menurut WHO (2003), sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya.

Sampah adalah suatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang. Para ahli kesehatan masyarakat Amerika membuat batasan, sampah adalah (waste) adalah suatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau suatu yang dibuang, yang berasal dari kegiatan manusia, dan tidak terjadi dengan sendirinya (Notoatmodjo, 2003)

(67)

makin berkembangnya kota, terbatasnya dana yang tersedia, dan beberapa masalah lain yang berkaitan (Mubarak dan Chayatin, 2009).

Menurut Notoadmodjo (2007), sumber-sumber sampah adalah sebagai berikut: a. Sampah yang berasal dari pemukiman (domestic wates)

Sampah ini terdiri dari bahan-bahan sebagai hasil kegiatan rumah tangga yang sudah dipakai dan dibuang, seperti sisa-sisa makanan yang sudah dimasak ataupun belum, plastik, pakaian-pakaian bekas, perabot rumah tangga dan sebagainya.

b. Sampah yang berasal dari tempat-tempat umum

Sampah ini berasal dari tempat-tempat umum, seperti pasar, tempat-tempat hiburan, terminal bus, stasiun kereta api, dan sebagainya. Sampah ini berupa kertas, plastik, botol, daun, dan sebagainya.

c. Sampah yang berasal dari perkantoran

Sampah dari perkantoran baik perkantoran pendidikan, perdagangan, departemen, perusahaan, daan sebagainya. Sampah ini berupa kertas-kertas, plastik, karbon, klip, dan sebagainya. Umumnya sampah ini bersifat kering, dan mudah dibakar (rabbish). d. Sampah yang berasal dari jalan raya

Sampah ini berasal dari pembersihan jalan yang umumnya terdiri dari: kertas-kertas, kardus-kardus, debu, batu-batuan, pasir, sobekan ban, onderdil-onderdil kendaraan yang jatuh, daun-daunan, plastik, dan sebagainya.

e. Sampah yang berasal dari industri

(68)

pembangunan industri, dan segala sampah yang berasal dari proses produksi, misalnya sampah-sampah pengepakan barang, logam, plastik, kayu, potongan tekstil, kaleng, dan sebagainya.

f. Sampah yang berasal dari pertanian/perkebunan

Sampah ini sebagai hasil dari perkebunan atau pertanian misalnya: jerami, sisa sayur-mayur, batang padi, batang jagung, ranting kayu yang patah, dan sebagainya. g. Sampah yang berasal dari pertambangan

Sampah ini berasal dari daerah pertambangan, dan jenisnya tergantungdari jenis usaha pertambangan itu sendiri, misalnya: batu-batuan, tanah, pasir, sisa-sisa pembakaran(arang), dan sebagainya.

h. Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan

Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan ini, berupa: kotor-kotoran ternak, sisa-sisa makanan, bangkai binatang, dan sebagainya.

Menurut Sumantri (2010), jenis sampah padat adalah: a) Berdasarkan zat kimia yang terkandung di dalamnya.

1) Organik, misal; sisa makanan, daun, sayur, dan buah. 2) Anorganik, misal; logam, pecah belah, abu, dan lain-lain. b) Berdasarkan dapat atau tidaknya dibakar.

Gambar

Tabel 4.1 Distribusi Pasien Penyakit Jiwa Menurut Jenis Kelamin, Umur, Suku Bangsa, Agama, Pekerjaan, Tingkat Pendidikan
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis kelamin, Umur, dan Lama Perawatan
Tabel 4.3 Distribusi Personal Hygiene Responden
Tabel 4.4 Kategori Personal Hygiene Responden
+7

Referensi

Dokumen terkait

Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional studi, dimana pengamatan dilakukan sesaat dalam satu waktu untuk mengetahui gambaran gangguan ansietas dan

Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional , yang bertujuan untuk mengetahui gambaran kadar Malondialdehid (MDA) dalam urin perokok dan

Jenis penelitian ini adalah bersifat deskriptif dengan studi cross-sectional untuk mengetahui gambaran mikroorganisme yang ditemukan di dalam cairan pembersih lensa kontak

Jenis penelitian ini adalah bersifat deskriptif dengan studi cross-sectional untuk mengetahui gambaran mikroorganisme yang ditemukan di dalam cairan pembersih lensa kontak

Jenis Penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan penelitian cross sectional. Rancangan penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan rancangan cross sectional yang mengukur variabel pada waktu bersamaan untuk mengetahui gambaran Status gizi pada balita

Jenis penelitian dilakukan secara deskriptif (descriptive cross sectional study) yang bertujuan untuk mengetahui angka kejadian depresi pada pasien penyakit ginjal

Jenis dan Desain Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional study yang bertujuan mengetahui gambaran tingkat