• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keteladanan Orang Tua dalam Mendidik Anak Menurut Abdullah Nasih 'Ulwan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keteladanan Orang Tua dalam Mendidik Anak Menurut Abdullah Nasih 'Ulwan"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

MENURUT ABDULLAH NASIH ‘ULWAN

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I)

Jenjang Pendidikan Strata Satu (S-1)

Oleh

Ina Siti Julaeha

109011000143

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

ii

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat-syarat “Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam”

(S. Pd. I)

Oleh:

INA SITI JULAEHA NIM: 109011000143

Di bawah bimbingan

A. Irfan Mufid M.A

NIP: 1958070719877031005

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(3)

iii

Skripsi berjudul Keteladanan Orang Tua dalam Mendidik Anak menurut

Abdullah Nasih ‘Ulwan disusun oleh Ina Siti Julaeha, Nim 109011000143,

Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, 5 Mei 2014

Yang mengesahkan,

Dosen Pembimbing

(4)

iv

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Ina Siti Julaeha

NIM : 109011000143

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Alamat : Jl. raya ketimpal, RT/RW 03/09 Kp.Bunut, desa. Cilamaya Wetan, kec-Cilamaya, Kab. Karawang.

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul “KETELADANAN ORANG TUA DALAM

MENDIDIK ANAK MENURUT ABDULLAH NASIH ‘ULWAN” adalah benar

hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

Nama Pembimbing : A. Irfan Mufid M.A

NIP : 195807071987031005

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan karya sendiri.

Jakarta, 25 April 2013

Yang Menyatakan

(5)
(6)

vi

Pendidikan Islam dalam keluarga merupakan proses pembentukan kepribadian Islam pada anak. Diperlukan peran dan tanggung jawab orang tua sebagai pendidik utama dalam mendidik anak dengan baik. Selain itu, adanya keteladanan pendidik merupakan salah satu cara berpengaruh dalam pada diri anak.

Orang tua adalah sebagai pendidik pertama generasi, namun belum dirasakan sepenuhnya bagi mayoritas keluarga muslim saat ini. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengoptimalkan kembali peran orang tua dalam keluarga agar tidak terjadi krisis keteldanan. Skripsi ini mengupas gagasan Abdullah Nashih ‘Ulwan mengenai peran penting keteladanan orang tua dalam mendidik anak. Penulis menjadikan rujukan

pemikiran terhadap Abdullah Nashih ‘Ulwan, Penelitian ini menjawab permasalahan,

bagaimana konsep keteladanan orang tua dalam mendidik anak muenurut Abdullah

Nashih ‘Ulwan?

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengggunakan pendekatan Analysis Content (isi), sehingga hasil penelitiannya tidak berupa angka-angka melainkan berupa interpretasi dan kata-kata. Pengumpulan datanya dilakukan dengan menggunakan teknik kajian litelatur dengan menjadikan kitab Tarbiyatul Aulad Fil Islam karya Dr.

Abdulullah Nashih ‘Ulwan sebagai data primer, dan literalut-litelatur yang berkaitan dengan obyek penelitian ini sebagai data sekundernya. Kemudian data-data yang terkumpul dianalisa dengan menggunakan content analysis yakni, dengan cara memilah-milah data yang terkumpul untuk dianalisa isinya sesuai dengan yang dibutuhkan sehingga dapat diambil suatu kesimpulan.

Penelitian ini membuktikan sebagai berikut: 1). Keteladanan dalam pendidikan adalah metode/cara yang efektif dalam mempersiapkan anak dari segi Akhlak, mental dan sosial. Keteladanan yang diajarkan meliputi aspek ibadah, syariat dan akhlak.

Abdullah Nashih ‘Ulwan mengingatkan para pendidik beberapa contoh Nabi

(7)

vii

Puji syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga dan sahabatnya.

Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat-syarat “Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I). Dalam penyusunan, penulis menggunakan

judul “Keteladanan Orang Tua dalam Mendidik Anak menurut Abdullah Nashih

‘Ulwan. Skripsi ini mendeskripsikan urgensi keteladanan orang tua sebagai

metode efektif dalam mendidikan anak di lingkungan keluarga.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini. adapun ucapan terima kasih, penulis sampaikan kepada yang terhormat:

1. Nurlena Rifa’i, Pd. D, selaku dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Jakarta.

2. Dr.Abdul Majid Khon, M. Ag, selaku ketua jurusan PAI Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Jakarta.

3. Marhamah Saleh, MA, selaku sekretaris jurusan PAI Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Jakarta.

4. Ahmad Irfan Mufid MA, selaku dosen pembimbing penulis, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Jakarta.

5. Drs. Ghufron Ihsan MA, selaku dosen penguji I skripsi penulis Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Jakarta.

6. Drs. Djunaidatul Munnawaroh MA, selaku dosen penguji II skripsi penulis Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Jakarta. 7. Yang tercinta kedua orang tua yang melalui doa dan keridhoan merekalah

(8)

viii

10.Seluruh sahabat dakwah MHTI chapter kampus Ciputat, Ukhti Sari Yulianti S.Pd. I, ukhti Wini Mulyani S. Kom, ukhti Hanfah dan Ukhti Wiwi. Dan seluruh sahabat satu almamater jurusan PAI yakni ukhti Siti Aminah S.Pd. I dan Ukhti Zakiyah S.Pd.I. Terima kasih atas segala dukungan dan saran serta hangatnya ukhuwah yang terjalin dalam kebersamaan menapaki indahnya perjuangan. Semoga Allah meridhoi dan selalu dalam keistiqomahan di jalan-Nya.

Dengan segala kebaikan ini, penyusun berharap cukuplah Allah SWT, yang akan membalas segala kebaikan yang telah tercurahkan. Sebab, Allah sajalah sebagai pemberi balasan terbaik. Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

Mudah-mudahan makalah yang sederhana ini bermanfaat bagi penyusun sendiri dan pembaca pada umumnya. Segala kekhilafan, kekurangan dan kekeliruan semata-mata hanya keterbatasan penyusun selaku manusia dan hanya Allah yang Maha Mengetahui segala sesuatu.

Jakarta, 5 Mei 2014

Penyusun

(9)

x

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... ii

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH ... iv

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQOSAH ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN... 1

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 9

C.Pembatasan Masalah ... 9

D.Rumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN TEORI ... 11

A.Keteladanan Orang Tua dalam Pendidikan Anak ... 12

1. Pengertian Keteladanan ... 12

2. Dasar Keteladanan ... 17

3. Macam-macam Keteladanan ... 20

4. Pengertian Orang Tua ... 23

5. Peran Orang Tua dalam Mendidik anak ... 23

6. Tanggung Jawab Orang Tua dalam Keluarga ... 28

7. Urgensi Keletadanan Orang Tua ... 31

8. Tujuan Keluarga Muslim ... 35

9. Nilai Edukatif Keteladanan dalam Pendidikan Islam ... 36

(10)

x

2. Pendekatan Peneiltian ... 42

3. Sumber Data ... 42

4. Teknik Analisa ... 43

C. Prosedur Penelitian... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 45

A.Deskripsi Data ... 45

1. Biografi Penulis ... 45

2. Latar Belakang Pendidikan Abdullah Nashih ‘Ulwan ... 46

3. Karya-karya Abdullha Nashih ‘Ulwan ... 47

4. Pengalaman Abdullha Nashih ‘Ulwan ... 48

B.Keteladanan orang tua dalam mendidik anak menurut Adullah Nashih ‘Ulwan ... 50

1. Macam-macam Keteladanan ... 52

a. Keteladanan dalam Beribadah ... 52

b. Keteladanan dalam Berakhlak ... 54

c. Keteladanan dalam Bersiasat ... 56

d. Keteladanan Memegang Prinsip ... 57

2. Bahaya tidak adanya keteladanan orang tua dalam pendidikan anak meurut Abdullah Nashih ‘Ulwan ... 63

BAB V PENUTUP ... 67

A.Kesimpulan ... 67

B.Implikasi Penelitian ... 68

C.Saran ... 69

(11)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini pendidikan Islam mengalami permasalahan besar, yakni tujuan pembentukam kepribadian muslim belum tercapai optimall. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya adalah minimnya pelaksanaan pendidikan Islam dalam keluarga, terutama dalam menampilkan teladan yang baik dari orang tua terhadap anaknya. Pada akhirmya keluarga muslim saat ini kehilangan gambaran ideal dari proses pendidikan di rumah.

(12)

2

Pendidikan pada hakekatnya adalah suatu perwujudan dari nilai-nilai ideal yang terbaik dalam pribadi yang diinginkan.1 Sehingga buah dari perolehan ilmu adalah pengamalan dalam kehidupan. Pendidikan Islam adalah usaha sadar manusia yang mempunyai pengetahuan lebih mengenai tuntutan yang diwahyukan oleh Allah SWT kepada orang yang di didik dalam rangka mengubahnya menjadi lebih baik, lebih bernilai dan meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.2 Diperkuat dengan pendapat Al-Attas tujuan pendidikan Islam adalah mengakui kekusaan Allah sehingga menjalankan ketaatan secara benar dalam kehidupannya.

Terjadi pengikisan tanggung jawab orang tua dalam mendidik anak. Kebanyakan orang tua yang terlalu sibuk dengan aktivitas di luar rumah sehingga mengabaikan tugas mendidik anak dengan baik dalam lingkungan keluarga. Orang tua merasa cukup memberikan tanggung jawab sepenuhnya kepada sekolah. Padahal waktu di sekolah hanya 7 jam. Sedangkan sisanya sekitar 17 jam dilakukan dilingkungan rumah. Hal ini berarti 75 % pendidikan dihabiskan di lingkungan rumah.3 Dalam hal ini, 75 % pendidikan adalah tanggung jawab orang tua. Tetapi orang tua belum sepenuhnya menyadari peran dan tanggung jawabnya sebagai pendidik. Sehingga jika anak terlibat dalam masalah kenakalan karena kurangnya perhatian orang tua dalam mendidiknya, maka yang sering disalahkan adalah pihak sekolah. Padahal guru di rumah yaitu orang tua adalah pendidik yang paling utama bagi anak.

Menjaga keluarga untuk taat pada Allah dan terhindar dari neraka merupakan peran dan tanggung jawab orang tua, sebagaimana firman Allah SWT:

1

M Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:Bumi Aksara, 1996), hal 113 2

Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta:Bumi Aksara, 1997), cet. Ke-5, h. 8

3

(13)

3

























….

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan

keluargamu dari api neraka. …(QS. At-Tahrim : 6)

Pendidikan dapat mengubah dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak baik menjadi baik. Begitu pentingnya pendidikan dalam Islam sehingga merupakan kewajiban perorangan.4

Dalam konsep pendidikan Islam proses pengembangan pemikiran, penataan perilaku, pengaturan emosi, hubungan peranan manusia dengan dunia ini, serta bagaimana manusia mampu memanfaatkan dunia sehingga mampu meraih kehidupan sekaligus mengupayakan perwujudannya. Seluruh aspek tersebut telah tergambar secara integrative dalam sebuah akidah Islam yang wajib diimani agar dalam diri manusia tertanam perasaan yang mendorong pada perilaku normative yang mangecu pada syariat Islam. Perilaku yang dimaksud adalah penghambaan manusia berdasarkan pemrhaman atas tujuan penciptaan manusia itu sendiri.5

Tidak ada perealisasian syariat Islam kecuali melalui penempatan diri, generasi muda, dan masyarakat dengan landasan iman dan tunduk kepada Allah. Untuk itu pendidikan Islam meruapakan amanat yang harus dikenalkan oleh suatu generasi berikutnya. Terutama dari orang tua atau pendidik kepada anak didik. Dan keburukanlah yang akan menimpa orang yang mengkhianati amanat itu. Dalam hal ini peran penting seorang pendiik adalah tidak hanya sebagai penyampai materi pelajaran (tranfer of knowledge), tetapi juga sebagai pembimbing dalam memberikan keteladan (uswah) yang baik (transfer of values). Atau dalam Islam dikenal dengan istilah “al-„ilmu lil „amal”. Tujuan

4

Heri Jauhari, Fikih Pendidikan, (Bandung:PT. Rosda Karya , 2008), cet ke -2, h.1

5

(14)

4

seseorang belajar dan berpendidikan adalah untuk direalisasikan dalam kehidupan.

Anak-anak, pada hakikatnya adalah generasi masa depan, pada pundaknyalah penentuan masa depan, dan di antara kewajiban bagi para pendidiknya saat ini, adalah menanamkan berbagai tanggung jawab dalam mengemban kepemimpinan secara sukses.6\

Tujuan pendidikan Islam menghantarkan manusia pada perilaku dan perbuatan manusia yang berpedoman pada syariat Allah. Artinya manusia tidak merasa keberatan atas ketetapan Allah dan rasul-Nya.7

Islam merupakan syariat Allah bagi manusia. Dengan bekal syariat itu manusia beribadah. Agar manusia mampu memikul dan merealisasikan amanah besar itu, syariat itu membutuhkan pengamalan, pengembangan, dan pembinaan. Pengembangan dan pembinaan itulah yang dimaksud dengan pendidikan Islam.8

Sebagaimana firman Allah swt dalam al-Qur‟an:

















Artinya . dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya

mereka mengabdi kepada-Ku.(Q.S. Ad-Dzariyat : 56)

Dalam menjalankan kewajiban pendidikan maka proses itu berisi tugas, dan setiap tugas harus dilaksanakan, suatu tugas selesai dilaksanakan setelah tujuan yang dituju telah tercapai. Agar tujuan itu dapat dicapai dengan,

6

Muhammad At-Thiyat Al-Abrasyi, Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1996). cet ke-1, h. 81

7

Ibid, h. 26 8

(15)

5

cepat, meyakinkan dan tepat, perlu ada suatu cara yang serasi. Cara itulah yang ditempuh untuk sampai pada tujuan. 9

Pada dasarnya suri teladan yang baik memiliki dampak yang besar pada kepribadian anak.10 Tidak mungkin anak belajar menahan emosi, jika ia melihat orang tuanya marah-marah dan emosional. Seperti halnya tidak mungkin pula anak belajar kasih sayang, kalau ia melihat orang tuanya bersikap keras. Anak akan tumbuh dnegn kebaikan, terdidik dalam akhlak terpuji, jika ia mendapatkan teladan dari kedua orang tuanya. Sebaliknya ia akan menyimpang dari kebaikan dan biasa berbuat dosa, jika sering melihat orang tuanya memberi contoh perbuatan dosa.11

Tidak dipungkiri peran orang tua sangat diperhatikan anak bahkan diikutinya sebagai sebuah percontohan nyata yang ada dihadapannya. Demikian besarnya kepercayaan anak, tentu kepercayaan yang demikian besar ini akan mempengaruhi pembentukan dan perkembangan kepribadian anak didik secara keseluruhan12

Pendidik tidak dapat bertindak secara alamiah saja agar tindakan pendidikan dapat dilakukan lebih efektif dan efesien, maka disinilah teladan merupakan salah satu pedoman bertindak. Pada dasarnya secara psikologis anak memang senang meniru, tidak saja yang baik, yang jelek pun ditirunya.13

Dari sinilah keteladanan menjadi faktor yang sangat berpengaruh pada baik buruknya anak. Jika pendidik adalah seorang yang jujur terpercaya, maka anak pun akan tumbuh dalam kejujuran dan sikap amanah. Namun jika

9

Zakiyah Darajat, dkk, Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), cet ke-5, h. 2

10

Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid. Prophetic Parenting Cara Nabi Mendidik Anak.

(Yogyakarta. Pro-U Media. 2010) . cetakan ke-5. hal. 139 11Abdullah Nasih „Ulwan,

Pendidikan Anak dalam Islam, (Solo:Insa Kamil, 2013), cet ke-2, h. 538

12

Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 1995), h. 109.

13

(16)

6

pendidik adalah seorang yang pendusta dan khianat maka ana juga akan tumbuh dalam kebiasaan dusta dan tidak bisa dipercaya. 14

Memang anak memiliki potensi yang besar untuk menjadi baik, namun sebesar apapun potensi tersebut, anak tidak akan begitu saja mengikuti prinsip-prinsip kebaikan selama ia belum melihat pendidiknya berada di puncak ketinggian akhlak dan memberikan contoh yang baik. Mudah bagi pendidik untuk memberikkan satu pelajaran kepada anak, namun sangat sulit bagi anak untuk mengikutinya ketika ia melihat orang yang memberikan pelajaran tersebut tidak mempraktikkan apa yang diajarkannya.15

Potensi besar yang ada dalam diri anak, juga dipengaruhi dengan keberadaan pendidikan di sekitarnya jika ia berada dalam pembinaan oran tua dan lingkungan yang baik sesuai dengan dasar ajaran Islam maka ia akan tumbuh dan terbentuk dengan pribadi mulia. Terlebih jika orang dewasa yang berada di dekatnya dalam hal ini adalah orang tua menempatkan peran dan tugas pendidiknya dengan kesadaran penuh disertai dengan kasih sayang dan keikhlasan memberikan teladan terbaik bagi anak. Maka untuk mewujudkan kepribadian Islam bukanlah hanya sekedar angan-angan belaka. Oleh karena itu begitu pentingnya keteladanan orang tua sebagai figur utama yang menemani masa-masa perkembangan jiwa anak, maka dibutuhkan realisasi yang nyata dalam aktivitas sehari-hari.

Untuk menggambarkan begitu pentingnya peran pendidik dalam mengajarkan kebaikan dan membiasakan keteladanan yang kepada anak yang berada dalam pengawasannya. Maka Al-Ghazali, dalam kitab Ihya „Ulumuddin” sendiri telah menyejajarkan para pendidik dengan deretan para nabi, sebagaimana ditulis:

“Makhluk Allah yang paling utama di atas bumi adalah manusia yang paling utama adalah hatinya. Sedangkan seorang pendidik sibuk

14Abdullah Nasih „Ulwan,

Pendidikan Anak dalam Islam, (Solo: Insan Kamil, 2013), hal. 516

15Abdullah Nasih „Ulwan,

(17)

7

memperbaiki, membersihkan, menyempurnakan dan mengarahkan hati agar selalu dekat kepada Allah. Maka mengajarkan ilmu adalah ibadah dan pemenuhan khalifah Allah, bahkan merupakan tugas kekhilafahan Allah yang paling utama.”

Pendidikan di dalam keluarga pada hakikatnya merupakan proses pendidikan sepanjang hayat. Pembinaan dan pengembangan kepribadian penguasaan dasar-dasar tsaqofah Islam dilakukan melalui pengalaman hidup sehari-hari dan dipengaruhi oleh sumber belajar yang ada di keluarga terutama orang tua.16Oleh karena itu upaya mengoptimalkan pelaksanaan pendidikan dalam keluarga meruapakan bagian penting dari kesuksesan terwujudnya kepribadian Islam.

Dalam Islam meyakini bahwa sesungguhnya sunnah Rasulullah SAW merupakan hakim bagi setiap sesuatu.sehingga sebuah keharusan manusia untuk menjadi Rasulullah teladan dalam hidupnya. Megikuti sesuatu yang dibawa Nabi merupakan bukti kecintaan kepada Allah.17









Artinya : Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah,

ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah

Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(Q.S Ali Imran : 31).

Dengan latar belakang tersebut maka penulis merasa tertarik untuk membahas lebih jauh tentang " Keteladanan Orang Tua dalam Mendidik

Anak menurut Dr. Abdullah Nasih ‘Ulwan”

16

Ismail Yusanto, dkk. Menggagas Pendidikan Islami, (Bogor: Al-Azhar Press, 2011), h. 78

17

(18)

8

Penulis memilih judul ini karena terdorong oleh tanggung jawab sebagai bagian dari umat Rasulullah. Menjadikan metode yang digunakan beliau dalam mendidik generasi terbaik di masanya sebagai jalan untuk mewujudkan cita-cita pendidikan. Bukan hanya sekedar mengajarakan tetapi memberikan percontohan. Tidak sebatas mentransfer keilmuan yang luas, namun di sempurnakan dengan hadirnya uswah/teladan terbaik dari pendidik untuk dijadikan pemahaman kuat dan membekas bagi anak-anak didiknya.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Minimnya peran dan tangggung jawab orang tua dalam mendidik generasi.

2. Keteladanan orang tua dalam proses pendidikan anak belum terealisasi dengan baik.

3. Konsep keteladanan orang tua dalam mendidik anak menurut Abdullah Nashih Ulwan.

C. Pembatasan Masalah

Dari uraian identifikasi di atas, untuk memperjelas pembahasan skripsi ini, maka penulis fokus membahas mengenai keteladanan orang tua dalam mendidik anak menurut Abdullah Nashih Ulwan

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya maka rumusan masalah dalam skripsi ini adalah: Bagaimana konsep keteladanan orang tua dalam mendidik anak menurut Abdullah

Nasih „Ulwan ?

(19)

9

Secara sederhana, tujuan merupakan target yang diharapkan akan tercapai setelah melakukan pekerjaan. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini dilihat dari permasalahan yang ada adalah

- Untuk megetahui urgensi peran dan tanggung jawab orang tua dalam memberikan pendidikan anak di lingkungan keluarga.

- Untuk mengetahui keteladanan orang tua dalam mendidik anak menurut Abdullah Nashih „Ulwan

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik teoritis maupun praktis, antara lain:

a. Manfaat Teoritis:

1)Menjadikan rujukan bagi para pendidik sebuah konsep integral yaitu ilmu dan amal dalam mengajarkan kesempurnaan ilmu kepada anaknya

2)Menambah pengetahuan/wawasan bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya.

3)Untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya di bidang pendidikan Islam.

b. Manfaat praktis

1) Pertimbangan bagi orang tua, dan guru di sekolah. Sebagai upaya menanamkan keteladanan untuk membentuk pribadi yang ideal sesuai Islam, agar tidak rusak tergerus oleh arus globalisasi yang semakin pesat.

2) Memberikan masukan bagi pendidik, terutama orang tua dan lingkungan keluarga agar dapat memberikan keteladan kepada anak sesuai konsep Islam sehingga seorang anak tumbuh berkepribadian yang lurus

(20)

10

masyakat yang mencerminkan teladan baik akan menjaga diri anak setelah ia memperoleh teladan di rumahnya.

(21)

11

KAJIAN TEORI

A. Keteladanan Orang Tua dalam Mendidik Anak 1. Pengertian keteladanan

Dari segi bahasa, “keteladanan” kata dasarnya adalah “teladan” yang

artinya contoh, sesuatu yang patut ditiru karena baik, tentang kelakuan, perbuatan dan perkataan. Kemudian kata “teladan” diberi imbuhan dengan awalan “ke” dan akhiran “an”, sehingga menjadi kata “keteladanan” yang berarti hal-hal yang memberikan teladan atau contoh yang patut ditiru.1

Dalam bahasa Arab teladan berasal dari kata al- Qudwah. Menurut Yahya Jala, al-Qudwah berarti al-Uswah, yaitu ikutan, mengikuti seperti yang diikuti.2

Dalam Al-Quran kata teladan diibaratkan dengan kata-kata uswah yang kemudian dilekatkan dengan kata hasanah, sehingga menjadi padanan kata uswatun hasanah yang berarti teladan yang baik. Dalam Al-Quran kata uswah juga selain dilekatkan kepada Rasulullah SAW juga sering kali dilekatkan kepada Nabi Ibrahim a.s. Untuk mempertegas keteladanan Rasulullah SAW Al-Quran selanjutnya menjelaskan akhlak Rasulullah SAW yang tersebar dalam berbagai ayat dalam Al-Quran.

Keteladanan menurut Heri Jauhari Muchtar , “keteladanan adalah metode pendidikan dengan cara memberikan contoh yang baik kepada peserta didik. Baik dalam ucapan maupun dalam perbuatan 3

Adapun metode keteladanan menurut Abdullah Nashih „Ulwan merupakan metode efektif bagi pendidikan anak dan mengasah kreativitas diri seorang pendidik.4 Selain itu beliau memperkuat pendapatnya dengan argumentasi dari

1

S. Badudu, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996), h. 1456.

2

A. Zainal Abidin, Mepmeprkembangkan dan Mempertahankan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 96

3

Heri jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, (Bandung: PT. Rosdakarya, 2005), cet.1, h. 224

4

(22)

Charles Scaefer keteladanan terdapat isyarat-isyarat non-verbal yang berarti dan menyediakan suatu contoh yang jelas ditiru.

Menurut Nur Uhbiyanti dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam menuliskan bahwa metode yang cukup besar pengaruhnya dalam mendidik anak adalah metode pemberian contoh dan teladan.5

Jadi keteladanan adalah mendidik anak dengan cara memberikan contoh yang baik (uswah hasanah) agar dijadikan panutan baik dalam berkata, bersikap dan dalam semua hal yang mengandung kebaikan. Sehingga pendidikan Islam yang diajarkan mempengaruhi anak untuk meniru kebaikan yang diajarkan.

Selain itu, keteladan akan memunculkan kepribadian yang peka dalam menjalankan ketaatan. Hal ini disebabkan anak melihat orang-orang yang sekitarnya adalah pribadi yang dikagumi dan diidolakan. Anak tidak akan terpengaruh dengan tokoh fiktif yang dihadirkan oleh media televisi, karena ayah dan ibunyalah menjadi panutan anak dalam kesolehan. Dengan demikian proses pendidikan akan berjalan dengan penuh makna jika kedisiplinan dalam ibadah misalnya, akan terlihat dari orang tuanya yang bersegera salat saat mendengar adzan. Ayahnya segera bergegas pergi ke mesjid untuk melaksanakan solat berjamaah. Ibu segera menghentikan segala aktivitas untuk menunaikan kewajiban dengan penuh kerelaan. Hal ini akan menjadikan anak begitu antusias meniru kebiasaan tersebut, terlebih jika pendidikan keteladanan ini diberlakukan sejak anak usia dini. Sebab anak akan memiliki kemampuan untuk mencerap pemahaman lebih kuat dan membekas. Sehingga orang tua diharapkan untuk selalu memberikan apresiasi positif kepada anak, baik melalui pujian maupun melalui teladan yang baik.

Keteladanan dalam pendidikan adalah metode yang paling menyakinkan keberhasilannya dalam mempersiapkan dan membentuk akhlak pada diri anak. Hal ini dikarenakan pendidikan keteladanan merupakan metode mudah dalam pandangan anak, yang akan ditiru dalam tindakannya, bahkan akan terpatri dalam jiwa dan perasaannya dan tercermin dalam ucapan dan perbuatannya.6

5

Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung:Pustaka Setia, 1999), hal. 117 6

(23)

Pendidikan Islam memiliki metode yang khas dalam menerapkan konsep ideal yang diajarkan dalam proses pendidikannya. Ajarannya bersumber dari kekuatan dalil yakni al-Qur‟an dan as-Sunnah. Sebab proses pendidikan yang dilakukan bertujuan untuk terwujudnya suatu ketaatan dalam diri seorang muslim terhadap aturan Islam.

Melalui keteladanan anak akan belajar dari perbuatan yang berkesan di dalam diri anak. Sehingga ia akan cenderung mengingat sesuatu yang mempengaruhi jiwanya. Anak akan mudah melupakan yang didengarkannya dan dilihatnya. Namun tidak dengan sesuatu yang berkesan di hatinya. Oleh karena itu keteladanan adalah metode utama dalam pendidikan. Sehingga bagi orang tua yang menginginkan anaknya terbaik, maka ia harus menjadikan yang terbaik terlebih dahulu.7

Dalam pendidikan Islam, metode keteladan ini lebih banyak diberikan dalam berbagai bentuk tindakan. Alasannya, keimanan seseorang disebut berhasil

guna, jika diikuti dengan praktek (pengamalan) baik dalam kegiatan „ubudiyah’

maupun dalam muamalah diantara manusia.8 Sehingga buah dari ilmu adalah pengamalan keshalihan.

Anak-anak memiliki konsep tentang dunia di mana ia hidup dan bertumbuh terdiri dari ide-ide yang diasosiasikannnya dengan obyek orang dan kegiatan-kegiatan yang terdapat di sekitarnya.9Sehingga anak-anak cenderung menjadikan keadaan sekitar menjadi bahan belajar. Peristiwa yang dialami, perkataan yang didengar, dan sikap yang ia terima dari orang-orang yang ada di sekitarnya akan tercermin dalam kepribadiannya.

Dengan demikian, mendidik dengan memberikan contoh adalah salah satu cara yang paling banyak meninggalkan kesan.10 Karena teladan ini menjadi

7

Saiful falah, Parents Power “Membangun karakter Anak melalui Pendidikan Keluarga, (Jakarta: epublika, 2014), h. 246

8

Hamdani Ihsan dan Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung:CV Pustaka Setia, 2001), cet. II, h. 182

9

Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, ( Jakarta: BUmi Aksara, 2011), cet ke-5, h. 44

10

(24)

magnet yang menarik perhatian untuk diikuti oleh anak disebabkan ia melihat figur yang menjadi sumber utama yang mengajarkan kebaikan.

Keteladanan merupakan cara utama di samping cara yang lainnya dalam pendidikan Islam, yang dapat dijadikan sebagai media pendidikan, yang dapat secara efektif membentuk kepribadian anak didiknya menjadi manusia yang berakhlak mulia. Keteladanan sering juga disebut dengan suri teladan. Dalam Al-Qur‟an telah digambarkan dengan kata uswah yang diberi sifat di belakangnya, seperti hasanah yang berarti baik, sehingga terdapat ungkapan uswatun hasanah yang berarti suri teladan yang baik.11

Pendidikan Islam adalah pendidikan yang dipahami dan dikembangkan dari ajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya yaitu al-Qur‟an dan as-Sunnah. Karena itu pendidikan Islam berupa pemikiran dan teori pendidikan yang dibangun dari sumber-sumber tersebut.12Selain dengan dua sumber yakni al-Qur‟an dan as-Sunnah, juga mengikuti pendapat ulama, warisan sejarah Islam.13

Adanya keteladanan dalam pendidikan merupakan metode yang sangat berpengaruh dan terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spirit, dan etos sosial anak. Hal ini karena pendidik adalah figur terbaik dalam pandangan anak, yang tindak tanduk, sopan santunnya, disadari atau tidak akan ditiru anak.

Pendapat Al-Ghazali, dalam kitab Ihya „Ulumuddin” sendiri telah menyejajarkan para pendidik dengan deretan para nabi, sebagaimana ditulis:

“Makhluk Allah yang paling utama di atas bumi adalah manusia yang paling utama adalah hatinya. Sedangkan seorang pendidik sibuk memperbaiki, membersihkan, menyempurnakan dan mengarahkan hati agar selalu dekat kepada Allah. Maka mengajarkan ilmu adalah ibadah dan pemenuhan khalifah Allah, bahkan merupakan tugas kekhilafahan Allah yang paling utama.”

11

Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 95 12

Al-Maghribi bin as-Said al-Maghribi, Beginilah seharusnya Mendidik Anak, (Jakarta: Darul Haq, 2007), cet ke-5, h. 131

13

(25)

Dalam kaitannnya dengan metode keteladanan dalam mendidik, Abdurrahman An-Nahlawi menjelaskan macam-macam metode lain yang digunakan dalam pendidikan Islam sebagai berikut:

1) Metode dialog Qur‟ani dan Nabawi

Metode dialog adalah pembicaaran antara dua belah pihak atau lebih yang dilakukan melalui Tanya jawab dan di dalamnya terdapat kesatuan topik dan tujuan pembicaraan oleh pendidik kepada anak didik. Dialog merupakan jembatan yang menghubungkan pemikiran seseorang dengan orang lain. bentuk dialog yang terdapat dalam al-Qur‟an dan as-Sunnah sangat variatif. Namun, bentuk yang paling penting adalah dialog khitabi (seruan Allah) dan ta‟abbudi (penghambaan terhadap Allah), dialog deskriptif, dialog naratif, dialog argumentatif, serta dialog nabawiyah.

2) Metode melalui kisah-kisah Qur‟ani dan Nabawi

Metode kisah adalah metode pendidikan Islam dengan cara menyampaikan kisah-kisah al-Qur‟an dan nabawi oleh pendidik dengan tujuan untuk membiaskan dampak psikologi dan edukasi yang baik, dan konstan, dan cenderung mendalam. Pendidikan dengan kisah dapat memggiring anak didik pada kehangatan perasaan, kehidupan, da kedinamisan jiwa yang mendorong manusia untuk mengubah perilaku dan mempernbaharui tekadnya selaras dengan tuntutan, pengarahan, penyimpulan, dan pelajaran yang dapat diambil dari kisah terssebut.

3) Mendidik melalui perumpamaan

Mendidik melalui perumpamaan adalah media pendidikan Islam yang mnjelaskan dan menhyikapkan hakikat sesuatu sifat sesuatu dan keadaan sesuatu yang tidak dijelaskan. Penyingkapan yang paling dalam ialah pendeskripsian makna-makna logis melalui gambar konkrit atau sebaliknya.

4) Mendidik melalui keteladanan

(26)

memerlukan pola pendidikan yang realististis yang dicontohkanoleh seornag pendidik melaui perilaku dan metode pendidikan yang diperlihatkan kepada anak didik dambil tetap berpegang pada landasa, metode, dan tujuan kurikulum pendidikan Islam.

5) Mendidik melalui Praktik dan perbuatan

Mendidik melalui Praktik dan perbuatan adalah metode pendidikan Islam yang dihadirkan melalui adanya tuntutan untuk mengarahkan segala perilaku, naluri, dan pola kehidupan menuju perwujudan etika dan syariat ilahiah secara nyata. Dalam hal ini pendidikan sebagai sarana untuk mewujudkan syariat ilahiah yang ideal ke dalam perilaku praktis yang memadukan perwujudan runtutan manusia.

6) Mendidik melalui pemberian Ibrah dan nasihat

Mendidik melalui pemberian Ibrah dan nasihat adalah pendidikan yang disampaikan dengan memberikan gambaran peristiwa dan kisah dalam al-Qur‟an dengan tujuan unyuk mengambill pelajaran dari suatu peristiwa yang dikabarkan dalam al-Qur‟an. Hal ini dimaksudkan agar manusia mengantarkan dirinya dari suatu pengetahuan yang terlihat menuju sesuatu yang tidak terlihat, atau jelas merenung da berpikir. Adapan melalui Penyampaian nasehat dalam proses pendidikan diakukan agar melembutkan hati dan mendorong untuk beramal. 7). 7). Mendidik melalui targhib dan tarhib

Mendidik melalui targhib dan tarhib adalah model mendidik dengan memberikan janji kesenangan dan ancaman bagi anak dalam menjalankan proses pendidikan. Targhib adalah janji yang dosertai bujukan dan rayuan untuk menunda kenikmatan, kelezatan dan kemaslahatan. Namun penundaan itu bersifat pasti, baik, dan murni serta dilakukan melalui amal saleh atau pencegahan diri dari yang membahayakan. Sedangkan tarhib adalah metode pendidikan Islam dilakukan dengan cara memberikan ancaman atau intimidasi melalui hukuman yang disebabkan oleh terlaksananya sebuah dosa, kesalahan atau perbuatan yang telah dilarang Allah.14

14

(27)

Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penerapan metode targhib dan tarhib adalah sebagai berikut :

a) Jangan menghukum ketika marah, karena pemberian hukuman ketika marah akan lebih bersifat emosional yang dipengaruhi nafsu shaithaniyah. Penyampaian nasehat dalam proses pendidikan diakukan agar melembutkan hati dan mendorong untuk beramal

b) Jangan sampai menyakiti perasaan dan harga diri anak atau orang yang kita hukum

c) Jangan sampai merendahkan derajat dan martabat orang yang bersangkutan, misalnya dengan menghina atau mencaci di depan orang lain. 15

2. Dasar keteladanan

Manusia pada dasarnya diberikan kemampuan untuk meniru dan mengikuti dalam bertingkahlaku. Terlebih bagi anak yang masih memerlukan arahan dan petunjuk dalam berbuat sesuatu. Anak akan melihat dan mengamati segala bentuk sikap yang dia temui.

Dalam ajaran Islam Allah swt, sebagai peletak manhaj langit sekaligus sebagai mukjizat bagi hamba-hamba piliahan-Nya. Seorang Rasul yang diutus untuk menyampaikan risalah langit kepada umay haruslah disifati dengan kesempurnaan jiwa, akhlak dan akal yang tinggi. Sehingga orang-orang dapat menjadikannya rujukan, mengikutinya, belajar, dan mencontohmya dalam kemuliaan dan ketinggian akhlak. Karenanya Allah mengutus Nabi Muhammad saw untuk menjadi teladan yang baik sepanjang sejarah untuk muslimin dan seluruh umat manusia.16Allah swt berfirman:

15

Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,, 2005), h. 21

16Abdullah Nashih „Ulwan,

(28)









































Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang

baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari

kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.(Q.S. al-Ahzab : 21)

Allah swt telah meletakkkan pada pribadi Muhammad saw gambaran sempurna tentang manhaj / metode Islam. Hal ini bertujuan agar beliau menjadi gambaran hidup yang kekal dengan keagungan dan kesempurnaan akhlak untuk generasi-generasi setelahnya.17

Penjelasan mengenai ayat di atas adalah bukti yang jelas bahwa Rasulullah Saw sebagai pendidik memberikan teladan yang nyata kepada sahabatnya pada perang Ahzab. Dalam perang Ahzab Rasulullah SAW, memberikan contoh keteguhan dan kekuatan dalam kebaikan. Rasul menggali parit dengan pacul lalu mengangkut debu dan tanah dengan alat pikul. 18

Demikian teladan yang diajarkan Rasulullah, maka dapat dipastikan adanya kekuatan yang muncul dalam jiwa para sahabat melihat kesungguhan rasul-Nya. Keadaan yang membawa semangat juang tinggi yang akan berpengaruh ke dalam jiwa-jiwa kaum muslimin. Kekuatan keimanan yang akan mewarnai jiwa umat Islam akan pentingnya menggelorakan semangat, rela berkorban, yakin dan memiliki jiwa perkasa.

Dalam hal ini Rasulullah sebagai pemimpin dan pendidik memberikan contoh dalam perbuatan nyata bukan hanya berbentuk perintah kepada para sahabatnya dalam bersungguh-sungguh menggali parit sebagai benteng pertahanan kaum muslimin. Oleh karena itu suah seharusnya pendidik mencontohkan ssikap nyata dalam menjalankan kebaikan. Bukan sebaliknya

17Abdullah Nashih „Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, …, h. 517 18

(29)

memberikan perintah dan intruksi belaka. Tidak diiringi dengan sikap langsung dan bersegera dalam menjalankannya. Sebab bisa beraujung pada kemalasan dan sikap acuh anak saat mendengar kebaikan. Dikarenakan orang tuanya sebagai pendidik tidak mengamalkan secara langsung dengan perbuatan.

Adanya pendidikan Islam yang bersumber dari al-Qur‟an dan Sunnah Rasulullah saw, metode keteladanan tentunya didasarkan kepada kedua sumber tersebut. Dalam al-Qur‟an keteladanan diistilahkan dengan kata “uswah”, kata ini terulang sebanyak tiga kali dalam dua surat, yaitu:









































Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik

bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat

dan Dia banyak menyebut Allah. (Q.S Al-Ahzab : 21)

























…..



Artinya: Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan

orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: ,,,.

(Q.S Al-Mumtahanah : 4)











































Artinya: Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik

(30)

pada) hari kemudian. dan Barangsiapa yang berpaling, Maka Sesungguhnya Allah

Dia-lah yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (Q.S al-Mumtahanah : 6)

Ketiga ayat tersebut memperlihatkan bahwa kata “uswah” selalu

digandengkan dengan sesuatu yang positif “hasanah” dan digambarkan mengenai

suasanan yang menyenangkan.

Rasulullah SAW, sebagai pembawa risalah Islam juga sebagai teladan yang baik bagi umatnya. Beliau dalam berbagai kesempatan selalu terlebih dahulu mempraktekkan semua ajaran yang disampaikan Allah SWT, sebelum menyampaikan kepada umatnya. Sehingga tidak ada celah bagi orang-orang yang tidak senang untuk membantah dan menuduh bahwa Rasulullah saw, hanya pandai bicara. Praktek “uswah” ternyata menjadi pemikat, umat yang menjauhi semua larangan yang disampaikan dan mengamalkan semua tuntutan yang diperintahkan oleh Rasulullah saw, seperti melaksanakan salat, puasa, nikah dan lain-lain.19

3. Macam-macam Pemberian Keteladanan

Abdurrahman an-Nahlawi telah mengemukakan bahwa pola pengaruh keteladanan berpindah kepada peniru melalui beberapa bentuk, dan yang paling penting ada dua hal, yaitu pemberian pengaruh keteladanan langsung yang tak disengaja, dan pemberian pengaruh keteladanan langsung yang disengaja.

a. Pemberian pengaruh secara spontan

Abdurrahman an-Nahlawi di sini menjelaskan bahwa pengaruh yang tersirat dari sebuah keteladanan akan menentukan sejauhmana seseorang memiliki sifat yang mampu mendorong orang lain untuk meniru dirinya, baik dalam keunggulan ilmu pengetahuan, kepemimpinan, atau ketulusan dan sebagainya.

Dalam kondisi yang demikian, terjadi secara langsung tanpa disengaja. Dan ini berarti bahwa setiap orang yang ingin dijadikan panutan oleh orang lain harus senantiasa mengontrol perilakunya, dan menyadari bahwa dia akan diminta

19

(31)

pertanggungjawaban di hadapan Allah atas segala tindak-tanduk yang diikuti atau ditiru oleh orang-orang yang mengaguminya.20.

b. Keteladanan secara sengaja

Pemberian Pengaruh Keteladanan langsung yang disengaja, Misalnya; seorang pendidik menyampaikan model bacaan yang diikuti oleh anak didiknya. Seorang imam membaguskan shalatnya untuk mengajarkan shalat yang sempurna. Ketika berjihad, seorang panglima tampil di depan barisan untuk menyebarkan ruh keberanian, pengorbananm dan tampil ke garis depan dalam diri para tentara21

Rasulullah telah menggunakan teknik keteladanan langsung ini dalam berbagai kesempatan. Ketika Rasulullah mengajarkan shalat kepada kaum Muslim, beliau naik ke tempat yang tinggi sehingga bisa terlihat oleh semua orang. Kemudian Rasulullah bersabda:

Artinya : Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku

Bahkan bisa dikatakan, seluruh kehidupan Rasulullah SAW adalah

penjelasan terhadap syariah Islam. Maka ketika Aisyah ra. Ingin menerangkan

akhlak Rasulullah SAW, dengan ungkapan terbaiknya“Akhlaknya adalah al

-Qur‟an”22

Berbagai contoh praktis keteladanan dalam perilaku-perilaku mulia yang diterapkan kepada anak-anak, dalam kehidupan dan pertumbuhannya diantaranya sebagai berikut:

a. Mendidiknya agar terbiasa berwudhu setiap kali bangun tidur, dan bukan hanya mencuci muka saja.

b. Mendidiknya agar terbiasa tidur segera setelah shalat isya. Tidak boleh dibiarkan terlambat tidur agar anak bisa bangun tepat waktu shalat shubuh. c. Mendidiknya agar terbiasa menerima tamu.

20

Abdurrahman an-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta: Gema Insanim 2004) , cet ke-4,h. 265

21

Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat ,…, h. 266 22M.Rawwas Qal‟ah ji,

(32)

d. Melatihnya agar bisa berbelanja berbagai kebutuhan rumahnya.

e. Membiasakannya untuk berjamaah shalat di mesjid tepat pada waktunya. f. Bila memiliki anak perempuan, maka harus dibiasakan untuk memakai

hijab.

g. Membiasakan untuk melakukan puasa sunnah.

h. Membiasakan untuk makan dan minum dengan tangan kanan.23

Dalam memberikan keteladanan dalam proses pendidikan anak, maka sepatutnya pendidik memperhatikan kelebihan dan kekarangan metode pendidikan ini. Agar dalam penerapannya dijalnkan dengan pertimbangan yang baik. Sehingga orang tua akan sangat berhati-hati dalam memberikan percontohan dala kehidupan sehari-hari. Karena tingkah lakunya dilihat dan diperhatikan anak.

Diantara kelebihan metode keteladanan, adalah:24

1) Akan memudahkan anak didik dalam menerapkan ilmu yang dipelajarinya.

2) Agar memudahkan pendidik dalam mengevaluasi hasil berlajarnya. 3) Agar tujuan pendidikan lebih terarah dan tercapai dengan baik. 4) Bila keteladanan dalam lingkungan sekolah, keluarga dan

masyarakat baik, maka akan tercipta situasi yang baik bagi anak. 5) Terciptanya hubungan harmonis antara pendidik dan peserta didik. 6) Secara tidak langsng pendidik dapat menerapkan ilmu yang

diajarkannya.

7) Mendorong pendidik untuk selalu berbuat baik karena akan dicontoh.

adapun kekurangan metode keteladanan adalah: Pertama, jika figur yang dicontoh tidak baik, akan cenderung untuk mengikuti tidak baik. Kedua, jika teori tanpa praktek akan menimbulkan verbalisme.

23Muhammad sa‟id Mursi,

Melahirkan Anak Masya Allah, ( Jakarta: Cendikia, 2001), cet ke-1, h. 142

24

(33)

4. Pengertian Orang Tua

Orang tua adalah ayah dan ibu kandung, atau orang yang dianggap tua atau dituakan (cerdik, pandai, ahli dan sebagainya), atau orang-orang yang dihormati dan disegani. Dalam Islam orang tua ditempatkan pada posisi tertinggi sehubungan dengan kasih sayang dan ketulusan oleh anak-anak mereka. Di beberapa ayat dalam al-Qur‟an menempatkan kasih sayang pada orang tua langsung setelah keimanan kepada Allah.25

Adapun fungsi orang tua dalam keluarga menurut Zakiyah Darajat diantaranya: 1. Pendidik yang harus memberikan pengetahuan, sikap dan keterampilan

terhdap anggota keluarga yang lain dalam kehidupannya. 2. Pemimpin keluarga yang harus mengatur kehidupan anggota. 3. Contoh yang merupakan tipe ideal di dalam kehidupan dunia.

4. Penanggung jawab di dalam kehidupan baik yang bersifat fisik dan material maupun mental spiritual keseluruhan anggota keluarga.26

Jadi keteladanan orang tua dalam mendidik anak adalah memberikan contoh yang baik (uswah hasanah) melalui peran orang tua sebagai pendidik utama dalam keluarga dalam mengajarkan kebaikan. Sehingga bisa dijadikan contoh yang akan ditiru dan diikuti anak sebagai cara yang efektif dalam membentuk kepribadian anak.

5. Peran orang tua dalam mendidik anak

Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama. Utama karena pengaruh mereka amat mendasar dalam perkembangan kepribadian anaknya. Pertama karena orang tua adalah orang pertama dan paling banyak melakukan kontak dengan anaknya. Jika dilihat dari ajaran Islam, anak adalah amanat dari Allah SWT yang akan dimintai pertanggungjawabannya. sebagaimana di dalam al-Qur‟an ialah ayat yang menjelaskan agar setiap orang menjaga dirinya dan anggota keluarganya dari siksa neraka.27

25

Abuddin Nata, Pendidikan dalam Perspektif Hadis, (Jakarta: UIN Press, 2005), cet ke-1, h.233

26

Zakiyah Darajat dkk, Islam untuk Disiplin Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1987), h.183

27

(34)







































































Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan

keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;

penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah

terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan

apa yang diperintahkan. (Q.S At-Tahrim : 6)

Oleh karena itu tugas mulia yang dijalankan oleh orang tua dalam upaya membentuk kerpribadian anak menuju kedewasaaan dengan bekal dasar yang kuat dalam diri anak merupakan hal terpenting. Sehingga dasar yang telah terbentuk yakni pendidikan Islam merupakan dasar utama yang menjadikan anak akan teguh dalam menjalani kehidupan serta menjaga diri dari kebinasaan dunia dan terhindar dari siksa neraka.

Sedangkan dalam ayat lain Allah SWT berfirman :













































Artinya : Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak

mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati,

agar kamu bersyukur.(Q.S Al-Nahl : 78)

(35)

ayat-ayat sebelumnya berkenaan mengenai bukti-bukti kekuasaan-Nya. Besarnya nikmat dan keluasan ilmu Allah SWT. Kemudian di ayat ini Allah SWT, memberikan berbagai nikmat yang diberikan kepada manusia, yang juga termasuk dari nuansa rahasia-rahasia Allah yang tersembunyi. Misalnya nikmat tempat tinggal, ketenangan dan keteduhan di rumah-rumah dan lain-lain.28

Atas dasar inilah maka orang tua merupakan pendidik pertama yang akan mengajarkan sekaligus memberikan pengarahan dan teladan baik. Agar anak memiliki lingkungan keluarga yang mendidiknya mengenal Islam. Meneladani keshalihan kepada anak akan memiliki pengaruh yang besar. Orang tua memiliki kewajiban mengajarkan keutamaan menjalankan syariat dan memupuk keimanannya agar terpancar kepribadian yang mulia dihadapan anak. Sebab keteladanan orang tuanya pengaruh yang dominan dalam jiwa anak.

Sebagaimana dalam hadis dapat kita cermati sabda nabi SAW, yang berbunyi

Artinya : “Tidak seorang pun dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah suci) maka

kedua orang tuanyalah yang menjadikan Yahudi, atau Nasrani, dan Majusi. (H.R Muslim)

Anak akan melihat, mendengar dan mengamati sikap orang tuanya. Sebab secara lansung anak sejak lahir berinteraksi dekat bersama ayat dan ibunya. Apapun sikap yang ditujukan orang tuanyalah yang akan menjadi gambaran anak dalam berbuat.

Secara umum orang tua mempunyai tiga peranan terhadap anak: 1. Merawat fisik anak, agar anak tumbuh kembang dengan baik.

2. Proses sosialisasi anak, agar anak belajar menyesuaikan diri terhadap lingkungan.

3. Kesejahteraan psikologis dan emosional anak.29

Dalam hal ini maka peran orang tua memberikan keteladanan merupakan sebuah bekal penting atas pendidikan anak. Sehingga pada saat anak tumbuh di

28

Sayyid Qutb, Tafsir Fi Zhiilalil Qur’an, (Jakarta: Gema Insani, 2003), jilid 7, h. 199

29

(36)

lingkungan masyarakat ia dapat beradaptasi dan diterima oleh lingkungan sekitarnya. Baik di lingkungan sekolah maupun di masyarakat.

Pada dasarnya, perilaku anak akan terlihat pada kelakuan orang tuanya. Jika orang tua memperlakukan anak-anak dengan baik dalam syariat Allah, mereka akan menjadi anak berbakti kepada orang tuanya. Sebaliknya jika orang tuanya salah dalam mendidik anak-anaknya, maka janganlah berharap anak-anak akan berbakti kepadanya.30

Misalnya anak yang diajarkan dengan kedisiplinan menjalankan syariat Allah seperti shalat, menutup aurat, sopan santun dalam ucapan maupun perbuatan dan menjaga pergaualannya secara Islami. Maka anak akan terbentuk menjadi pribadi yang takut menjalankan keburukan dan dekat pada ketaatan kepada Allah SWT. Sebaliknya jika orang tuanya mencontohkan kemalasan ibadah, sikap angkuh, perkataan yang buruk dan sikap yang melanggar syariat Islam. Maka anak secara langsung akan mengikuti keburukan yang diperlihatkan oleh pendidiknya dalam hal ini ayah dan ibunya.

Jika dalam menjalankan aktiviitas sehari-hari di dalam rumah sikap yang dicerminkan ayah dan ibunya adalah berkata kasar dan bersikap buruk. Hal demikian pula yang akan ditiru oleh anak-anaknya. Orang tua yang mampu mmberikan keteladanaan ketaatan dan kebaikan dalam perbuatan dan perkataan akan menjadi inspirasi kesolihan bagi anaknya. Meskipun tidak bisa dipungkiri, anak akan menemui tantangan lain yakni berupa media sosial dan lingkungan. Namun setidaknya anak sudah dibekali kebaikan sehingga akan menjadi modal awal ia bersosialisasi dengan lingkungannya. Idealnya seorang pendidik keluarga yakni dalam hal ini adalah orang tua, selain mampu memberikan keteladanan, juga tetap mengawasi dan memberikan pengarahan terhadap segala macam aktivitas anaknya. Tidak memberikan kebebasan sepenuhnya sebab bagaimana pun anak tetap membutuhkan bimbingan dari orang tuanya.

Banyak alasan mengapa pendidikan agama di rumah tangga adalah paling penting. Alasan pertama, pendidikan di tiga tempat pendidikan

30

(37)

lainnya(masyarakat, rumah ibadah, sekolah) frekuensinya rendah. Pendidikan di masyarakat hanya berlangsung beberapa jam saja setiap minggu, di rumah ibadah seperti di mesjid juga hanya sebentar, terlebih di sekolah hanya dua jam pelajaran setiap minggu. Alasan kedua, inti pendidikan Islam ialah penanaman iman. Penanaman iman itu hanya mungkin dilakukan secara maksimal dalam kehidupan sehari-hari dan hanya mungkin dilakukan di rumah.31

Orang tua yang saleh merupakan contoh suri teladan yang baik bagi perkembangan jiwa anak yang sedang tumbuh, karena pengaruh mereka sangat besar sekali dalam pendidikan anak. Apabila orang tua sudah berperilaku dan berakhlak baik, taat pada Allah, menjalankan syariat Islam, dan berjuang sepenuhnya di jalan Allah serta memiliki jiwa sosial, maka dalam diri anak pun akan mulai terbentuk dan tumbuh dalam ketaatan pula dan megikuti apa yang telah dicontohkan orang tuanya dalam perilaku sehari-hari. Seperti disebutkan dalam al-Qur‟an32



















Artinya :”(sebagai) satu keturunan yang sebagiannya (turunan) dari yang lain. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”( Q.S Ali-Imran ; 34)

Anak akan selalu melihat apa yang tengah dilakukan kedua orang tuanya. Dan secara perlahan mulai meniru dan berlaku seperti mereka. Hingga jika mereka mendapatkan kedua orang tuanya berlaku jujur, maka hal itu akan membentuk mereka untuk menjadi orang yang jujur pula. Rasulullah menganjurkan agar ornag tua hndaklah menjadi suri tauladan dalam berakhlak yang benar di tengah pergaulan mereka dengan anak-anak. Seorang anak akan memperhatikan sikap orang tuanya. Hal ini terjadi pada seorang anak sahabat Nabi Saw, yaitu Abdullah Ibnu Abi Bakrah. Ia senantiasa memperhatikan doa-doa

31

M.Thalib, 40 Tanggung Jawab Orang Tua terhadap Anak, …, h.134 32

(38)

ayahnya. Kemudian ia bertanya tentang doa itu, maka ayahnya pun menjawab dan memberikan penjelasan terhadap apa yang dia lakukan. Wahai ayah, aku

mendengar setiap pagi engkau berdoa: “Ya Allah, lindungilah aku dan

pendengaranku, ya Allah lindungilah aku dan penglihatanku dan tiada Tuhan

kecuali Engkau.”. Kemudian Ayah mengulanginya setiap pagi dan petang. Dalam hal ini maka orang tua ditutut untuk menerapkan segala perintah Allah dan sunnah Rasulullah, baik akhlak maupun perbuatannya.33

Dengan memberikan tampilan cara memuliakan anak, maka anak akan dapat memahami apa yang dimaksud orang tuanya. Tampilan dari orang tua tersebut akan menjadi sumber teladan. Sumber ini merupakan sumber utama bagi anak untuk mendapatkan keteladanan. Merekalah yang pertama kali menanmkan nilai-nilai pada sang anak. Apabila orang tua menginginkan sang anak tumbuh dalam kejujuran, amanah, menjauhi dari perbuatan yang tidak diridhoi agama, kasih sayang, maka hendaknya mereka memberikan teladan yang baik dari diri mereka sendiri.34

6. Tanggung Jawab orang tua dalam keluarga

Menurut Hasan Ayub keluarga ialah suatu kumpulan manusia dalam kelompok kecil yang terdiri atas suami, istri dan anak. Terwujudnya masyarakat Islam dimulai dari keberadaan keluarga yang menerapkan aturan Islam seutuhnya melalui pembinaan dan penataan keluarga melalui pendekatan nilai-nilai Islam secara terus-menerus dalam kehidupan keluarga.35

Proses pendidikan Islam merupakan proses membina generasi Islam agar dapat terikat dengan syariat Allah SWT dan rasul-Nya. Maka dibutuhkan langkah yang nyata dalam kehidupan sehari-hari dalam upata menginternailsasikan konsep Islam dalam tatanan praktek. Agar dapat diikuti dan dijadikan uswatun hasanan/ contoh yang baik bagi anak. Selain membutuhkan figur yang berperan melakukan

33

Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, (Malng: UIN Malang Press, 2008), h. 291

34

Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, ter. Saifullah Kamalie dan Hery Noer Ali (Bandung: As-syifa‟, 1988), h. 5

35

(39)

pengajaran dan pendidikan ini, maka sebuah kewajiban bagi seorang pendidik untuk mengemban tanggung jawabnya dengn baik.

Adanya peran keluarga adalah basis awal pengembangan pendidikan bagi anak. Islam memandang bahwa orang tua memiliki tanggung jawab dalam mengantarkan anak-anaknya untuk bekal kehidupan baik kehidupan duniawi maupun ukhrowi. Dalam keluarga anak adalah orang pertama yang masuk sebagai peserta didik. Oleh karena itu dalam berinteraksi orang tua harus mampu menampilkan pola perilaku yang positif, karena dapat menstimulus anak. Terutama dalam etika bicara, bertingkah laku dan sebagainya. Karena anak akan mensugesti, meniru dan mendemonstrasikan apa yang dilihat. Maka orang tua harus menjalankan ajaran agama dengan baik dan benar, yang dimulai dari kehidupn interaksional dalam keluarga.36

Keberadaan orang tua sangat mempengaruhi tumbuh kembang anak jiwa sosial dan mental anak. Perkataan dan kebiasaan orang tua akan mejadi bahan pembelajaran yang akan benar-benar diamati dan dititu

Seorang anak dilahirkan dalam keadaan berkekurangan dan kebergantungan di dalam segala hal. Karena itu apabila orang tua tidak melaksanakan tanggung jawabnya pasti anak tidak bisa hidup dengan arahan yang baik. Dengan demikian orang tua tidak bisa mengelak dari tanggung jawab ini. 37

Imam Al-Ghozali mengatakan, “Anak adalah amanat di tangan kedua orang tuanya. Hatinya yang suci adalah mutiara yang masih mentah. Mutiara ini dapat condong kepada segala sesuatu. Apabila dibiasakan dan diajarkan dengan kebaikan, maka dia akan tumbuh dalam kebaikan itu. Dampaknya kedua orang tuanya akan hidup berbahagia di dunia dan di akhirat.

Oleh karena itu Rasulullah SAW, melimpahkan tanggung jawab pendidikan

anak kepada kedua orang tua sebagai tanggung jawab yang sempurna. Dari Ibnu

Umar ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda :

36

Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, …, h. 220-221 37

(40)

"Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin yang akan diminta pertanggung jawaban atas rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban atas keluarganya. Seorang isteri adalah pemimpin di dalam urusan rumah tangga suaminya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rumah tangga tersebut. Seorang pembantu adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan tanggung jawabnya tersebut.\" Aku menduga Ibnu 'Umar menyebutkan: "Dan seorang laki-laki adalah pemimpin atas harta bapaknya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atasnya. Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya ."(HR. Bukhari)”.38

Menurut Jalaluddin Usman Said menyebutkan tanggung jawab keluarga terhadap anaknya adalah: Pertama, mencegah kemungkaran dan selalu mengkontruksikan hal-hal yang baik. Kedua, memberikan arahan dan binaan, untuk selalu berbuat baik. Ketiga, beriman dan bertakwa kepada Allah swt. 39

Tanggung jawab orang tua terhadap anaknya bukan hanya sebatas memenuhi kebutuhan secara materi, dengan memfasilitasi anak dengan segala kebutuhan makan, berpakaian dan memberikan saran dan prasarana pendidikan yang canggih. Namun hal yang terpenting adalah kesadaran orang tua dalam menunaikan amanah Allah SWT dengan sungguh-sungguh yakni mendidik anak sesuai konsep pendidikan Islam. Menjadikan akidah Islam sebagai sumber ajaran, dan prinsip dalam menentukan kebaikan dan keburukan. Serta memberikan pembiasaan sikap sesuai dengan ajaran Islam yang berlandaskan pada aturan Allah SWT dan teladan Rasulullah dalam kehidupan sehari-hari.

38

Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid, Prophetic Parenting Cara Nabi Mendidik Anak, (Yogyakarta:Pro-U Media, 2009), h. 46-47

39

(41)

7. Urgensi keteladanan orang tua dalam mendidik anak

Pentingnya penggunaan keteladanan (uswah) dalam pendidikan Islam pada prinsipnya didasarkan pada pendekatan normatif dan psikologi manusia yang sejak lahir memiliki fitrah ingin meniru (gharizah). Gharizh adalah hasrat yang mendorong anak, orang lemah dan orang yang dipimpin untuk meniru perilaku orang dewasa, orang kuat, dan pemimpin.40

Pengetahuan yang melekat pada jiwa manusia bila tidak deproleh melalui praktek, semakin lama semakin berkurang intensitasnya. Dalam penelitian dapat diketahui berbagai pengaruh cara belajar-mengajar sebagai berikut:

1). Belajar dengan mendengarkan hanya berhasil diserap oleh anak didik sebesar 15 % dari materi pelajaran.

2). Belajar dengan menggunakan mata (visualisasi) dapat menga

Referensi

Dokumen terkait

1. Rapat Evaluasi Kinerja Triwulan II Tahun 2020 dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 7 Juli 2020 di ruangan kerja Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu

Hasil pengamatan difraksi sinar X pada paduan TiAl yang diimplantasi ion Y pada energi 100 keV dan dosis ion 2,98×10 15 ion/cm 2 setelah proses oksidasi pada suhu 800 °C

Hasil analisis KE kemudian dapat digunakan sebagai acuan dalam mengembangkan sistem diskusi dan belajar bagi mahasiswa yang mengadopsi media sosial.. Hasil dari penelitian

1. Dien Noviyani R., S.E, M.M, Akt, CA, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pancasakti Tegal. Yuni Utami, SE, M.M, selaku Ketua Progdi Fakultas Ekonomi dan

Dari hasil analisa perbandingan karakteristik mekanik menggunakan retak lentur, kuat tarik dan kecepatan pantul untuk bahan baku limbah kulit udang, limbah kulit ari

The research is focused on the development a tool for converting IOTNE into IOTED and apply the tool to obtain EDM in the Indonesian industrial sector based on the 2008

the process of returning SAS transport files to their original form (SAS library, SAS catalog, or SAS data set) in the format that is appropriate to the target operating

konsep adaptasi mahluk hidup terhadap lingkungan. Kondisi ekosistem sungai Padang Guci, Air Nelenagau, dan Air Nipis sebagai habitat ikan Sicyopterus