• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi Emulsi Tipe M/A Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Formulasi Emulsi Tipe M/A Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.)"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FORMULASI EMULSI TIPE M/A

MINYAK BIJI JINTEN HITAM (Nigella sativa L.)

SKRIPSI

WARDA NABIELA

NIM. 109102000001

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FORMULASI EMULSI TIPE M/A

MINYAK BIJI JINTEN HITAM (Nigella sativa L.)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

WARDA NABIELA

NIM. 109102000001

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(3)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya sendiri,

dan semua sumber yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Warda Nabiela

NIM : 109102000001

Tanda Tangan :

(4)

Nama : Warda Nabiela

NIM : 109102000001

Program Studi : Farmasi

Judul : Formulasi Emulsi Tipe M/A Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.)

Menyetujui,

Pembimbing I

Yuni Anggraeni, M.Farm., Apt NIP : 19831028 200901 2 008

Pembimbing II

Ofa Suzanti Betha, M.Si., Apt NIP : 19750104 200912 2 001

Mengetahui,

Kepala Program Studi Farmasi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

(5)

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Warda Nabiela NIM : 109102000001 Program Studi : Farmasi

Judul : Formulasi Emulsi Tipe M/A Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.)

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I : Yuni Anggraeni,M.Farm.,Apt ( )

Pembimbing II : Ofa Suzanti Betha,M.Si.,Apt ( )

Penguji I : Sabrina,M.Farm.,Apt ( )

Penguji II : Nelly Suryani,P.hD.,Apt ( )

(6)

Nama : Warda Nabiela Program Studi : Farmasi

Judul : Formulasi Emulsi Tipe M/A Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.)

Minyak biji jinten hitam (Nigella sativa L.) merupakan salah satu herbal yang berpotensi memiliki sejumlah aktivitas farmakologis. Penelitian ini bertujuan untuk memformulasi minyak biji jinten hitam ke dalam bentuk sediaan emulsi tipe M/A dan mengkarakterisasi sifat fisika-kimianya. Emulsi dibuat dalam 3 formula yaitu F1, F2 dan F3 dengan memvariasikan konsentrasi tragakan sebanyak 1%, 1,5% dan 2%. Formula emulsi F1, F2 dan F3 setelah 21 hari penyimpanan memiliki karakteristik berwarna krem kekuningan, tidak terjadi creaming dan pemisahan fase setelah uji sentrifugasi. Hasil karakteristik lainnya yaitu ukuran diameter globul yang sedikit meningkat berturut-turut 15,32 μm, 14,74 μm dan

3,50 μm. pH sediaan berturut-turut 5,064, 4,455 dan 4,715. Viskositas berturut-turut 160 cps, 450 cps dan 930 cps. Ukuran diameter globul setelah cycling test yang sedikit meningkat berturut-turut 18,60 μm, 6,28 μm dan 3,67 μm.

(7)

Name : Warda Nabiela Program Study : Pharmacy

Title : Formulation of O/W Emulsion Black Cumin Seed Oil (Nigella sativa L.)

Black cumin seed oil (Nigella sativa L.) is one of herbal medicine that have great pharmacological activities. The objective of this research were to formulated black cumin seed oil as O/W emulsion and characterized their chemical-physic properties. Emulsions were formulated in three formulas termed F1, F2 dan F3 by varying the concentration of tragacanth as emulsifier as much as 1%, 1,5% and 2%. After 21 days of storage, emulsions F1, F2 dan F3 has characterization with yellowish-cream’s colour, no creaming occured and phase separation after centrifugation test. Other characterization respectively with globule’s diameter slightly increased were 15,32 μm, 14,74 μmdan 3,50 μm. pH were 5,064, 4,455 dan 4,715. Viscosity were 160 cps, 450 cps dan 930 cps. Globule’s diameter

slighlty increased were 18,60 μm, 6,28 μm dan 3,67 μm.

(8)

Bismillahirahmaanirrahiim

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas segala

rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan

penyusunan skripsi dengan judul “Formulasi Emulsi Tipe M/A Minyak Biji

Jinten Hitam (Nigella sativa L.)”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat

untuk menyelesaikan program pendidikan tingkat Strata 1 (S1) pada Program

Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatulah Jakarta.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Yuni Anggraeni, M.Farm., Apt dan Ibu Ofa Suzanti Betha, M.Si., Apt.

Selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, tenaga, pikiran,

bimbingan serta motivasi kepada penulis selama penelitian.

2. Prof.DR (hc). Dr. M. K Tadjudin, Sp. And. Selaku dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatulah Jakarta.

3. Drs. Umar Mansur, M.Sc. Selaku ketua Program Studi Farmasi Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatulah Jakarta.

4. Dosen-dosen, staff, karyawan Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatulah

Jakarta serta karyawan Perpustakaan Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatulah Jakarta.

5. Ka Eris, Ka Lisna, Ka Tiwi, Ka Rani, Ka Liken, Ka Yopi, Ka Rahmadi

yang telah memberi bantuan kepada penulis pada saat penelitian di

kampus.

6. Papa Drs. H. Zainal Arifin, dan Mama Dra. Hj. Abdatul Azizah. Selaku

orang tuaku dan adik-adikku tercinta Tara, Kevin, Beri, Intan dan Fella

(9)

7. Sahabat-sahabat tersayang. Fauziah Utami, Nadya Zahrayny, Indah Fadlul,

Qaffah Silma, Widya Larasati, Alfrida Tatsa, Muhammad Arif, Agung

Priyanto. Terima kasih untuk tambahan ilmu, semangat, motivasi, canda

tawa dan kasih sayang selama ini.

8. Sahabat-sahabatku tersayang juga, Hissi Fitriyah, Maulida Putri Ahdaini,

Chairunnisa, Mutia Sari Wardana, Dina Permata Wijaya, Nurul Fitrializa,

Risda Yulianti. Terima kasih juga atas tambahan ilmu, semangat, canda

tawa dan persahabatan dekat yang telah kita lewati.

9. Teman-teman seperjuangan jurusan Farmasi angkatan 2009 kelas A dan B.

Terima kasih atas kebersamaan kita dari awal masuk sampai akhir ini,

semoga silaturahmi kita bisa tetap terus terjaga, karena kita adalah

keluarga.

10.Adik-adik jurusan Farmasi angkatan 2010 dan 2012 (khusunya Meta,

Adina, Auva, Lele, Biella, Yeyet, Dwiki, Monic, Fio, Henni, Eko, Fattah,

Nita, Rika). Terima kasih juga untuk semangat dan do’a serta partisipasi kalian.

11.Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang turut

membantu menyelesaikan skripsi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak

kekurangan, oleh karena itu penulis dengan senang hati menerima segala saran

dan kritik.

Semoga kebaikan yang telah diberikan kepada penulis dicatat sebagai

amal ibadah dan dibalas oleh Allah SWT dan penulis berharap semoga

penelitian ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan dalam pengembangan

ilmu pengetahuan. Aamiin.

Ciputat, 30 Juli 2013

(10)

Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta, Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Warda Nabiela

NIM : 109102000001

Program studi : Farmasi

Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya

ilmiah saya dengan judul

FORMULASI EMULSI TIPE M/A MINYAK BIJI JINTEN HITAM

(Nigella sativa L.)

untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital

Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Dengan demikian persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan

sebenarnya.

Dibuat di : Ciputat

Pada Tanggal : 30 Juli 2013

Yang menyatakan,

(11)

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ...viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ...xiii

DAFTAR TABEL ...xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Batasan Masalah ... 2

1.3Identifikasi Masalah... 3

1.4Tujuan Penelitian ... 3

1.5Kegunaan Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1Tanaman Jinten Hitam (Nigella sativa L.) ... 4

2.2Emulsi ... 8

2.3Komponen Pembentuk Emulsi ... 12

2.4Evaluasi Sediaan Emulsi ... 13

2.5Stabilitas Sediaan Emulsi ... 13

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 15

3.1Waktu dan Tempat Penelitian ... 15

3.2Alat ... 15

3.3Bahan ... 15

3.4Prosedur Penelitian ... 15

3.4.1 Penyiapan Bahan ... 15

3.4.2 Uji Pendahuluan Formula Basis Emulsi ... 16

3.4.3 Formulasi Emulsi dengan Emulgator Tragakan ... 17

3.5Evaluasi Sediaan Emulsi ... 18

3.6Alur Penelitian ... 21

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

4.1Prosedur Pembuatan Emulsi ... 22

(12)
(13)

Gambar 1. Tanaman Jinten Hitam (Nigella sativa L.) ... 4

Gambar 2. Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.) ... 5

Gambar 2. Hubungan antara pH dengan waktu penyimpanan ... 26

Gambar 3. Hubungan antara viskositas dengan waktu penyimpanan ... 28

Gambar 4. Skema ilustrasi pembentukan koalesen dalam emulsi ... 29

Gambar 5. Hubungan antara uk.diameter globul dengan waktu penyimpanan... 30

(14)

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Biji Jinten Hitam ... 6

Tabel 2.2 Komposisi Kimia Minyak Biji Jinten Hitam ... 6

Tabel 2.3 Sumber Hidrokoloid Penting ... 11

Tabel 3.1 Formulasi Basis Emulsi Tipe M/A Minyak Biji Jinten Hitam ... 16

Tabel 3.2 Formulasi Sediaan Emulsi Tipe M/A Minyak Biji Jinten Hitam... 18

Tabel 4.1 Hasil Formula Basis Emulsi ... 22

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran pH Emulsi ... 25

Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Viskositas Emulsi ... 26

Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Diameter Globul Rata-Rata ... 28

Tabel 4.5 Hasil Pengamatan Uji Volume Creaming Emulsi ... 30

Tabel 4.6 Hasil Pengamatan Cycling test Emulsi ... 31

(15)

Lampiran 1. Gambar minyak biji jinten hitam ... 42

Lampiran 2. Gambar alat yang digunakan dalam penelitian ... 42

Lampiran 3. Gambar hasil uji volume creaming selama 21 hari... 44

Lampiran 4. Gambar hasil uji pendahuluan formula basis emulsi hari ke-0 ... 45

Lampiran 5. Gambar hasil uji pendahuluan formula basis emulsi hari ke-3 ... 47

Lampiran 6. Gambar formula basis emulsi dengan emulgator tragakan ... 49

Lampiran 7. Gambar ukuran diameter globul formula emulsi ... 49

Lampiran 8. Gambar hasil uji sentrifugasi formula emulsi ... 50

Lampiran 9. Hasil reogram formula emulsi pada hari ke-0 ... 51

Lampiran 10. Hasil pengamatan organoleptis formula emulsi... 52

Lampiran 11. Hasil pengukuran pH formula emulsi ... 52

Lampiran 12. Hasil uji sentrifugasi formula emulsi ... 53

Lampiran 13. Hasil cycling test formula emulsi ... 53

Lampiran 14. Hasil pengukuran viskositas formula emulsi pada hari ke-0 ... 54

Lampiran 15. Hasil pengukuran viskositas formula emulsi pada hari ke-21 ... 55

Lampiran 16. Hasil uji volume creaming formula emulsi ... 56

Lampiran 17. Perhitungan diameter globul formula 1 selama 21 hari ... 57

Lampiran 18. Perhitungan diameter globul formula 2 selama 21 hari ... 59

Lampiran 19. Perhitungan diameter globul formula 3 selama 21 hari ... 61

Lampiran 20. Perhitungan diameter globul formula 1 hasil cycling test ... 63

Lampiran 21. Perhitungan diameter globul formula 2 hasil cycling test ... 64

Lampiran 22. Perhitungan diameter globul formula 3 hasil cycling test ... 65

Lampiran 23. Sertifikat analisis pengujian minyak biji jinten hitam ... 66

Lampiran 24. Sertifikat analisis tragakan... 67

(16)

1.1 Latar Belakang

Tumbuhan merupakan salah satu sumber bahan alam yang memproduksi

komponen kimia di dalamnya dan menurut 92% survey konsumen menyatakan

bahwa produk bahan alam tersebut dipercaya sebagai obat, aman, dan tidak

menimbulkan efek samping. Tanaman yang berfungsi sebagai pengobatan

tersebut dapat disebut juga dengan herbal medicine (Dubick, 1986). Biji jinten

hitam (Nigella sativa L.Seed) atau yang lebih dikenal dengan habbatussauda

merupakan salah satu herbal medicine yang sampai saat ini banyak dimanfaatkan

oleh masyarakat luas. Pada zaman dahulu, biji jinten hitam pun telah digunakan

sebagai pengobatan tradisional untuk sejumlah penyakit dan bumbu masakan

terutama oleh masyarakat di Timur Tengah dan Asia Barat (Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian, 2009; Paarakh, 2010).

Dalam hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Bukhori Muslim,

Rasulullah bersabda: “Hendaklah kalian mengkonsumsi jenis habbat al-sauda,

karena di dalamnya terkandung khasiat penyembuhan semua penyakit, kecuali

penyakit mati (al-sam)”. Penggunaan empiris dalam bidang farmasi yang

diketahui dari biji tanaman ini sangat banyak sekali ditunjang oleh adanya hadits

di atas. Salah satu komponen biji jinten jitam yang dapat digunakan sebagai bahan

aktif dalam sediaan adalah minyaknya. Adapun efek farmakologis dari minyak

biji jinten hitam antara lain sebagai antiinflamasi, analgesik, antioksidan,

antibakteri, hipertensi, diabetes, antikanker serta meningkatkan sistem kekebalan

tubuh (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2009; Gali, 2006; Sultan,

2009). Oleh karena itu, minyak biji jinten hitam memiliki potensi yang besar

sebagai salah satu sumber nutrasetika yang sangat bermanfaat bagi tubuh.

Pemanfaatan minyak biji jinten hitam dalam pengobatan pada umumnya

berupa sediaan minyak yang dikemas langsung dalam botol, minyak yang

dimasukan dalam soft kapsul, ataupun serbuk kering yang dicampur madu,

(17)

penelitian-penelitian yang membahas minyak biji jinten hitam dan manfaatnya bagi

kesehatan, maka semakin banyak pula masyarakat yang tertarik untuk mencoba

mengonsumsi minyak ini baik sebagai obat maupun sebagai suplemen untuk

menjaga ketahanan tubuh.

Rasa berminyak dari biji jinten hitam inilah yang merupakan salah satu

hambatan masyarakat dalam mengonsumsinya. Meskipun berkhasiat, banyak

orang yang enggan mengonsumsi minyak biji jinten hitam secara langsung. Salah

satu cara untuk mengatasi hal ini, minyak biji jinten hitam dibuat menjadi sediaan

emulsi. Emulsi merupakan suatu sistem sediaan heterogen yang terdiri atas dua

cairan yang tidak menyatu (dideskripsikan sebagai minyak dan air), di mana salah

satu fase terdispersinya (globul) sebagai tetesan seragam di dalam fase lainnya.

Terdapat dua tipe emulsi yaitu tipe minyak dalam air (M/A) dan air dalam minyak

(A/M) (Effionora, 2012). Untuk menstabilkan atau menyatukan emulsi tersebut

perlu ditambahkan emulgator. Emulgator tersebut mengelilingi tetesan fase dalam

sebagai suatu lapisan tipis yang diadsorpsi pada permukaan dari fase terdispersi.

Lapisan tersebut mencegah terjadinya kontak atau berkumpulnya kembali globul

atau fase terdispersi, sehingga kestabilan emulsi terjaga. Penggunaan emulsi tipe

M/A merupakan suatu cara pemberian sediaan oral yang dapat dengan mudah

diterima untuk zat dalam bentuk cairan-cairan yang tidak larut dalam air, seperti

minyak biji jinten hitam (Suryani, Sailah, dan Hambali, 2002).

Dalam penelitian ini digunakan tragakan sebagai bahan emulgator.

Tragakan biasanya berdampak pada stabilitas emulsi dengan meningkatkan sifat

fisik atau viskositas dari fase luar, memperpanjang shelf-life dan mencegah

terjadinya flokulasi, koalesen dan creaming (Samavati, et al., 2012). Dengan

demikian perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh penggunaan tragakan

dalam variasi konsentrasi yang dapat menghasilkan emulsi tipe M/A yang

memenuhi persyaratan.

1.2 Batasan Masalah

Dalam formulasi sediaan emulsi tipe M/A minyak biji jinten hitam ini,

masalah dibatasi pada formulasi dan evaluasi stabilitas fisik sediaan emulsi

(18)

1.3 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat

diidentifikasi masalah sebagai berikut:

a. Apakah minyak biji jinten hitam dapat dibuat menjadi sediaan emulsi tipe

M/A yang baik dan stabil?

b. Bagaimana karakteristik sediaan emulsi M/A tipe minyak biji jinten

hitam?

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memformulasi emulsi tipe M/A minyak biji

jinten hitam (Nigella sativa L.) dengan menggunakan emulgator yang sesuai

sehingga stabil secara fisik selama jangka waktu penyimpanan tertentu.

1.5 Kegunaan Penelitian

Penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pemanfaatan

potensi minyak biji jinten hitam yang dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif

usaha pengembangan produk yang praktis untuk dikonsumsi, yakni berupa emulsi

tipe M/A, serta diharapkan dapat memberikan informasi mengenai formulasi

emulsi tipe M/A minyak biji jinten hitam dengan menggunakan variasi

(19)

2.1 Tanaman Jinten Hitam (Nigella sativa L.)

2.1.1 Klasifikasi Tanaman Jinten Hitam (Nigella sativa L.)

Berdasarkan ilmu taksonomi, klasifikasi tanaman jinten hitam adalah

sebagai berikut (Hutapea, 1994):

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Class : Dicotyledoneae

Ordo : Ranunculales

Famili : Ranunculaceae

Genus : Nigella

Species : Nigella sativa Linn.

2.1.2 Deskripsi Tanaman Jinten Hitam (Nigella sativa L.)

Nama lain dari Nigella sativa L. ini adalah jinten hitam pahit (Indonesia),

black cumin (Inggris), kalvanji (Urdu) atau habbatussauda (Arab Saudi)

(Randhawa, 2008). Tumbuhan ini dapat tumbuh mencapai tinggi 20-30 cm

dengan daun hijau lonjong, ujung dan pangkal runcing, tepi beringgit dan

pertulangan menyirip. Bunganya majemuk, bentuk karang, kepala sari berwarna

biru sampai putih dengan 5-10 kelopak bunga dalam satu batang pohon (Hutapea,

1994).

[sumber:Balakrishnan, B. R dan Gupta, Paras, 2011, telah diolah kembali]

(20)

2.1.3 Deskripsi Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.)

Biji Jinten Hitam agak keras berbentuk limas ganda dengan kedua

ujungnya meruncing, limas yang satu lebih pendek dari yang lain, bersudut 3

sampai 4, panjang 1,5 mm sampai 2 mm. Lebar kurang lebih 1 mm. Permukaan

luar biji berwarna hitam kecokelatan, berbintik-bintik, kasar dan berkerut,

terkadang dengan beberapa rusuk membujur atau melintang. Pada penampang

melintang biji akan terlihat kulit biji berwarna cokelat kehitaman sampai hitam

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979).

[sumber:Balakrishnan, B. R dan Gupta, Paras, 2011, telah diolah kembali]

Gambar 2.2 Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.)

2.1.4 Cara Ekstraksi Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.)

Minyak biji jinten hitam (Nigella sativa L.) umumnya diekstraksi dengan

menggunakan teknik pelarut seperti yang digambarkan pada penelitian Nickavar,

et al., (2003), menggunakan pelarut petroleum eter selama 4 jam dalam sokhlet.

Ekstrak kemudian dikonsentrasikan di bawah tekanan yang rendah. Selanjutnya

dilarutkan kembali dalam petroleum eter dan ditambahkan larutan metanol-KOH

2M. Campuran dikocok selama 2 menit kemudian didiamkan selama 10 menit.

Lapisan paling atas merupakan minyak biji jinten sehingga dapat diambil dan

dicuci dengan air hingga bebas dari pelarut.

Kemudian metode ekstraksi yang dikemukakan oleh Ramadhan dan

Moersel (2002), biji jinten hitam diekstraksi dengan dua pelarut yang berbeda,

n-heksana dan campuran antara kloroform dan methanol (2:1,v/v).

Metode terbaru dalam mengekstraksi minyak biji jinten hitam dilakukan

(21)

perlakuan panas maupun penambahan pelarut. Sehingga minyak biji jinten hitam

hasil cold-pressing tidak memerlukan proses pemurnian dan juga memungkinkan

untuk memperoleh kandungan fitokimia lipofilik dalam kadar tinggi, termasuk di

dalamnya antioksidan alam dan turunan timoquinonnya (Lutterodt, et al., 2010).

2.1.5 Komponen Kimia Biji dan Minyak Jinten Hitam (Nigella sativa L.)

Komposisi senyawa biji jinten hitam akan bervariasi sesuai dengan

distribusi geografi, waktu pemanenan biji dan cara pemanenannya (Sultan, 2009).

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.) Secara Umum

Komposisi Rentang dalam % (w/w)

Minyak 31-35,5

Karbohidrat 16-19,9

Protein 33-34

Serat 4,5-6,5

Abu 3,7-7

Saponin 0,013

Air 5-7

[Sumber: El-Din, El-Tahir dan Bakeet, 2006, telah diolah kembali]

Tabel 2.2 Komposisi Kimia Minyak biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.) Secara Umum

Komposisi Rentang dalam % (w/w)

Asam Linoleat 55,6

Asam Oleat 23,4

Asam Palmitat 12,5

Asam Stearat 3,4

Asam Eikosadinat 3,1

Asam Laurat 0,6

Asam Miristat 0,5

Asam Linolenik 0,4

(22)

2.1.6 Aktifitas Farmakologi Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.)

a. Antibakteri

Minyak biji jinten hitam sangat banyak manfaatnya, di antaranya aktivitas

sebagai antibakteri yang telah berhasil dilakukan penelitiannya oleh Arici,

Muhammet, et al., (2005). Mereka menyimpulkan dari lima minyak jinten hitam

yang berbeda yang biasanya digunakan pada makanan terutama untuk tambahan

citarasa, pengawetan dan terapi alami, bisa digunakan sebagai antibakteri pada

konsentrasi 0,5%, 1,0% dan 2% menggunakan metode agar difusi yang

menyerang 24 bakteri patogenik dan bakteri asam laktat. Dan semua minyak yang

diuji menunjukkan aktivitas antibakteri pada konsentrasi 2% yang lebih efektif

dibandingkan konsentrasi lainnya.

b. Antidiabetik

Banyak penelitian yang membuktikan berbagai macam khasiat dari minyak

jinten hitam, di antaranya adalah kemampuannya memperpanjang waktu

protombin dari tikus untuk aktivitas antikoagulan. Pada pemberian minyak biji

jinten hitam jangka panjang yang dicampurkan pada makanan sehari-hari tikus

diabetes yang terinduksi streptozotocin (STZ) memperlihatkan bahwa terjadi

proses penyembuhan yang cukup signifikan dari hari ke hari (El-Din, El-Tahir dan

Bakeet, 2006). Begitupun dengan penelitian Al-Logmani (2011) yang

menyebutkan hal yang sama, bahwa dengan diberikannya minyak biji jinten hitam

pada tikus yang terinduksi streptozotocin (STZ) dapat menurunkan glukosa darah,

trigliserida, kolesterol, LDL, asam urat, urea, kadar kreatinin, ALT, AST dan total

protein secara signifikan jika dibandingkan dengan tikus normal.

c. Antioksidan

Untuk aktivitas sebagai antioksidan, minyak biji jinten hitam ini telah

dibuktikan dapat mencegah senyawa kimia carbon tetrachloride (CCl4) yang

menyebabkan kerusakan hati. Pemberian treatment 10 ml/kg/hari minyak biji

jinten hitam selama tujuh hari dapat menurunkan level serum enzim hati yang

(23)

d. Antikanker

Kemudian Salomi, et al., (1991) meneliti bahwa kandungan fatty acids

dalam minyak biji jinten hitam dapat menghambat dengan sempurna tumor

Ehrlich ascites carcinoma yang merupakan jenis sel kanker yang umum

ditemukan pada mencit dengan dosis 2 mg per hari selama 10 hari pemberian.

Serta pada dosis 100 mg/kg minyak biji jinten hitam ini menunda onset atau awal

mula pembentukan papilloma dan mengurangi angka papilloma pada tikus.

e. Antiinflamasi

Secara tradisional pun menurut penelitian Houghton (1995), minyak biji

jinten hitam dan thymoquinone dapat menghambat generasi eicosanoid dan

membran lipid peroksidasi, dengan melewati jalur penghambatan cyclooxigenase

dan 5-lipoxygenase dari metabolisme arakidonat yang bertanggung jawab sebagai

aktivitas antiinflamasinya.

f. Antihipertensi

Sedangkan untuk aktivitas hipertensinya, minyak biji jinten hitam dalam

beberapa penelitian dapat menurunkan tekanan darah secara spontan pada tikus

hipertensi yang hampir sama efeknya dengan nifedipin. Kemudian penelitian

menyebutkan bahwa secara tradisional penurunan tingkat kolesterol dengan

mengontrol keseimbangan darah dan berat badan yang merupakan efek dari

pemberian minyak biji jinten hitam (Gillani, et al., 2004).

g. Sistem Imunitas Tubuh

Selanjutnya menurut penelitian El-Kadi dan Kandil (1986) pun

menyebutkan bahwa efek dari 1 gram minyak biji jinten hitam selama dua hari

yang diberikan pada relawan, ternyata dapat memperbaiki aktivitas sel-T helper

dan sel natural killer dalam peningkatan sistem imunitas tubuh.

2.2 Emulsi

2.2.1 Pengertian Emulsi

Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispers dalam

cairan yang lain dalam bentuk tetesan kecil (droplet/globul) dengan diameter

biasanya lebih dari 0,1 µ m atau 0,1-50 µm (De Man, 1997). Jika minyak yang

(24)

sistem ini disebut emulsi minyak dalam air. Sebaliknya, jika air merupakan fase

terdispersi dan minyak merupakan fase pendispersi, maka sistem ini disebut

emulsi air dalam minyak.

Suatu sistem emulsi pada dasarnya tidak stabil, karena masing-masing

partikel mempunyai kecenderungan untuk bergabung dengan partikel sesama

lainnya. Molekul fase A (air) ditarik ke dalam fase A dan ditolak oleh fase B

(minyak), membentuk suatu agregat yang akhirnya dapat mengakibatkan emulsi

tersebut pecah. Kekuatan dan kekompakan lapisan antarmuka adalah sifat yang

penting yang dapat membentuk stabilitas emulsi (Lachman, et al., 1994). Di

dalam proses pembuatan emulsi biasanya ditambahkan bahan ketiga untuk

menstabilkan emulsi. Bahan pengemulsi tersebut berguna untuk menurunkan

tegangan antarmuka antara fase air dan fase minyak serta mencegah koalesensi,

yaitu penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan besar dan akhirnya menjadi satu fase

tunggal yang memisah, dengan membentuk lapisan yang protektif di sekeliling

globul (Effionora, 2012; Lachman, et al., 1994). Bahan pengemulsi umumnya

dibedakan menjadi tiga golongan besar, yaitu surfaktan, hidrokoloid dan zat padat

terbagi halus. Golongan pengemulsi tertentu dipilih terutama berdasarkan

stabilitas shelf – life yang dikehendaki, tipe emulsi yang diinginkan dan biaya zat

pengemulsi (Lachman, et al., 1994). Suatu zat pengemulsi harus dapat

dicampurkan dengan bahan formulatif lainnya dan tidak boleh mengganggu

stabilitas atau efikasi dari zat terapeutik, serta tidak toksik pada penggunaan.

Kondisi lingkungan seperti adanya cahaya, udara, kontaminasi

mikroorganisme, dapat memberikan efek yang mengubah stabilitas emulsi. Oleh

karena itu dilakukan formulasi yang sesuai guna mengurangi kerusakan stabilitas

tersebut dengan cara penambahan bahan-bahan tambahan lain. Bahan tambahan

yang diperlukan dalam formulasi emulsi, di antaranya: bahan pengawet,

antioksidan dan penutup rasa. Penambahan bahan pengawet bertujuan untuk

mencegah kontaminasi mikroba. Suatu pengawet harus efektif terhadap

kontaminasi dari mikroorganisme patogen dan cukup dapat melindungi emulsi

selama digunakan pasien. Pengawet harus mempunyai toksisitas rendah, stabil

terhadap pemanasan dan selama penyimpanan, tercampurkan secara kimia,

(25)

digunakan di antaranya: asam benzoat dan turunannya, nipagin, nipasol,

benzalkonium klorida, klorbutanol, glutaraldehih, asam sorbat, fenol kresol, fenil

merkuri asetat, klorotimol fenil merkuri nitrat (Ansel, 2005; Lachman, et al.,

1994).

Banyak senyawa organik mudah mengalami autooksidasi bila dipaparkan

ke udara, dan lemak yang teremulsi terutama peka terhadap rangsangan. Pada

autooksidasi, minyak-minyak yang tidak jenuh seperti minyak nabati

menimbulkan ketengikan dengan bau, penampilan, dan rasa yang tidak

menyenangkan. Di pihak lain, minyak mineral dan hidrokarbon-hidrokarbon

jenuh yang berhubungan mudah mengalami degradasi oksidatif pada lingkungan

tidak sesuai. Penambahan antioksidan dapat mencegah oksidasi dari fase minyak

yang terdapat dalam suatu sediaan emulsi. Contoh antioksidan yang biasa

digunakan di antaranya: BHA (butylated hydroxyanisole), BHT (butylated

hydroxytoluene), asam galat, propil galat, asam askorbat, askorbil palmitat, sulfit

dan tokoferol (Lachman, et al., 1994).

Sedangkan penutup rasa ditujukan untuk mengurangi rasa tidak enak dan

secara ideal dilakukan dengan cara mengurangi rasa pahit, menggunakan

penghambat rasa khasiat, stabilitas, penampilan sediaan, serta memberi rasa

tertentu untuk mencirikan suatu produk (Effionora, 2012). Cara penutupan rasa

pahit sediaan oral secara umum dapat dilakukan dengan menggunakan pemanis

dan flavor. Pemanis dapat memainkan peranan penting dalam formulasi sediaan

yang digunakan melalui mulut seperti dengan cara menambah rasa, menutupi rasa

yang tidak dapat diterima oleh masyarakat umum. Contoh pemanis yang biasa

digunakan di antaranya: sukrosa, dekstrosa, fruktosa, gliserin, maltitol, manitol,

sorbitol dan xylitol (Effionora, 2012).

2.2.2 Tujuan Emulsi dan Emulsifikasi

Secara farmasetik, proses emulsifikasi memungkinkan seorang farmasis

dapat membuat suatu sediaan yang stabil dan rata dari dua cairan yang tidak dapat

bercampur, memecah fase dalam menjadi tetesan-tetesan dan menstabilkan

tetesan-tetesan tersebut dalam fase pendispersi dan ditujukan untuk pemberian

(26)

minyak yang tidak enak rasanya dengan penambahan pemanis dan pemberi rasa

pada pembawa airnya sehingga mudah dikonsumsi dan ditelan sampai ke

lambung. Ukuran partikel yang diperkecil dari bola-bola minyak dapat

mempertahankan minyak tersebut agar lebih dapat dicernakan dan memudahkan

absorpsi obat (Ansel, 2005; Lachman, et al., 1994).

2.2.3 Hidrokoloid

Hidrokoloid merupakan istilah umum yang menjelaskan mengenai

biopolimer hidrofilik dengan berat molekul besar dari polisakarida yang

diekstraksi dari tanaman, rumput laut, sumber mikroba dan protein yang saat ini

sedang ramai digunakan sektor industri sebagai larutan pengental dan gelling

agent, penstabil busa, dispersi dan emulsi, menghambat pembentukan es dan gula,

serta mengontrol pelepasan rasa dalam suatu produksi (Phillips and Williams,

2009). Di bawah ini merupakan sumber penting dari hidrokoloid.

Tabel 2.3 Sumber Hidrokoloid Penting yang Sering Digunakan

Botanical

Pohon Selulosa

Eksudat pohon Gom arab, gom karaya,

tragakan, gom ghatti

Tanaman Starch, pektin, selulosa

Biji gom locust bean, gom

tara, gom tamarind, gom

guar

Akar Konjac mannan

Algae

Rumput laut merah Agar, karageenan

Rumput laut coklat Alginate

Microbial Gom xanthan, curdlan, dextran, gom gellan, selulosa

Hewan Gelatin, kaseinat, whey protein, protein kedelai,

protein putih telur, kitosan

(27)

2.3 Komponen Pembentuk Emulsi

2.3.1 Biopolimer (Tragakan)

Tragakan tergolong dalam gum polisakarida dengan berat molekul yang

besar (840.000), terdiri dari 2 bagian yaitu tragacanthin yang merupakan

polisakarida larut air dan bassorin yang merupakan polisakarida yang tidak larut

air atau mengembang. Tragakan berwarna putih hingga kekuningan, translusen,

tidak berbau, berbentuk serbuk yang halus, serta rasa mucilago hambar (Rowey,

Sheskey dan Owen, 2006). Sifat aliran tragakan menunjukkan sifat pseudoplastis

pada konsentrasi 1% (Effionora, 2012). Tragakan tidak toksik karenanya sudah

bertahun-tahun digunakan dalam formulasi farmasetik oral dan produk makanan

sebagai stabilizer, emulgator dan pengental. Peningkatan viskositas dari tragakan

terjadi dengan peningkatan temperatur dan konsentrasi, lalu penurunan viskositas

terjadi dengan peningkatan pH. Penambahan mineral kuat dan asam organik dapat

mengurangi viskositas dipersi tragakan sehingga menurunkan stabilitasnya

(Rowey, Sheskey dan Owen, 2006).

2.3.2 Pemanis (Sukrosa)

Sukrosa merupakan pemanis alami yang paling umum digunakan dalam

formulasi sediaan secara oral yang dapat menutupi rasa sediaan yang kurang enak.

Sukrosa diproduksi dari tebu (Sachharum oficinarum) dan gula bit (Beta vulgaris)

serta dikenal nontoksik dan biodegradable. Sukrosa berwarna putih, berbentuk

serbuk kristal, tidak berbau dan memiliki rasa manis (Rowey, Sheskey dan Owen,

2006).

2.3.3 Pengawet (Na Benzoat)

Na Benzoat merupakan pengawet yang kompatibel dengan tragakan dalam

formulasi dengan konsentrasi 0,1%. Na Benzoat berwarna putih, berbentuk serbuk

hingga kristal, tidak berbau dan tidak berasa. Aktivitas Na benzoat sebagai

pengawet dapat berkurang dengan adanya interaksi dengan kaolin dan surfaktan

(28)

2.3.4 Pelarut (Aquademineralisata)

Aquademineralisata adalah air murni yang diperoleh dengan cara

penyulingan. Air murni dapat diperoleh dengan cara penyulingan, pertukaran ion,

osmosis terbalik, atau dengan cara yang sesuai. Karena akan digunakan untuk

sediaan oral, maka digunakan air yang bebas mineral, partikel dan mikroba

(Rowey, Sheskey dan Owen, 2006).

2.4 Evaluasi Sediaan Emulsi

Evaluasi sediaan emulsi dilakukan untuk mengetahui kestabilan dari suatu

sediaan emulsi selama waktu penyimpanan tertentu. Evaluasi ini dapat dilakukan

melalui pengamatan secara organoleptis (rasa, bau, warna, konsistensi),

pengamatan secara fisika (volume creaming, diameter globul rata-rata, viskositas,

sentrifugasi, cycling test) dan pengamatan secara kimia (pengukuran pH) (Martin,

et al., 1993; Ansel, 2005; Lachman, et al., 1994).

2.5 Stabilitas Sediaan Emulsi

Stabilitas diartikan bahwa sediaan obat yang disimpan dalam kondisi

penyimpanan tertentu di dalam kemasan penyimpanan dan pengangkutannya tidak

menunjukkan perubahan sama sekali atau berubah dalam batas-batas yang

diperbolehkan. Faktor yang menyebabkan ketidakstabilan sediaan obat dapat

dikelompokkan menjadi dua. Pertama adalah kecocokan bahan aktif dan bahan

pembantunya sendiri yang dihasilkan oleh bangun kimiawi dan kimia-fisikanya.

Kedua adalah faktor luar seperti suhu, kelembaban udara dan cahaya yang dapat

menginduksi atau mempercepat jalannya reaksi. Hal penting lainnya adalah

kemasan, khususnya jika digunakan wadah yang terbuat dari bahan sintetis

(Voight, 1995).

Stabilitas sebuah emulsi adalah sifat emulsi untuk mempertahankan

distribusi halus dan teratur dari fase terdispersi yang terjadi dalam jangka waktu

yang panjang (Voight, 1995). Begitupun tanpa adanya koalesen dari fase intern,

creaming, serta terjaganya rupa yang baik, bau dan warnanya (Anief, 1999).

Kehancuran sebuah emulsi ditunjukkan oleh penurunan stabilitasnya. Pada tahap

(29)

bobot jenis bahan pendispersi dan pengendapan atau sedimentasi karena bobot

jenis fase terdispersinya > bobot jenis bahan pendispersi. Peristiwa ini

mengakibatkan pemisahan dari kedua fase emulsi. Dalam keadaan akhirnya akan

terbentuk dua lapisan emulsi yang satu terletak di atas yang lain. Pada tahap kedua

terjadi penyatuan bola kecil yang tidak reversible yang dinamakan koalesensi,

yang dapat menyebabkan pecahnya emulsi (Voight, 1995). Peneliti lainpun

mendefinisikan bahwa ketidakstabilan fisik suatu emulsi adalah adanya

aglomerasi dari fase intern dan terjadi pemisahan produk (Anief, 1999). Oleh

karena itu cukupnya bahan yang membentuk lapisan antarmuka penting untuk

melindungi seluruh permukaan dari tiap tetesan (Ansel, 2005).

Emulsi tipe M/A dapat mengalami destabilisasi emulsi seperti beberapa

tipe perubahan fisik, berbeda dengan tipe A/M yang mungkin cenderung

mengalami sedimentasi daripada creaming. Destabilisasi emulsi ini di antaranya:

a. Creaming

Creaming adalah pertumbuhan dari droplet karena aktivitas gravitasi

sehingga droplet terpisah ketika disentuh. Creaming berada pada fase kontinyu

jika fase terdispersi tidak memiliki berat jenis yang sebanding. Kecepatan

creaming dapat dikontrol dengan memperkecil ukuran droplet, menyamakan berat

jenis dari kedua fase dan menambah viskositas dari fase kontinyu (Martin, et al.,

1993).

b. Flokulasi

Flokulasi adalah suatu bentuk pelekatan satu atau lebih droplet bersama

dan membentuk suatu agregasi. Hal ini merupakan proses dari droplet sebagai

hasil dari benturan kombinasi gaya antar droplet (Martin, et al., 1993).

c. Koalesen

Penyebab koalesen adalah rusaknya lapisan tipis antardroplet yang

berdekatan. Hal ini akan mengurangi tegangan antarmuka dan luas permukaan

droplet. Kemungkinan terjadinya koalesen sebanding dengan lama droplet itu

saling berdekatan. Koalesen jarang terjadi pada droplet yang kecil atau pada

lapisan yang tebal karena droplet ini memiliki luas lapisan yang lebih kecil atau

memiliki gaya tolak antardroplet. Koalesen menyebabkan droplet menjadi lebih

(30)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian 1, Laboratorium

Penelitian 2, Laboratorium Pharmacy Sterile Preparation Technology (PST)

Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dari bulan Februari hingga Juni

2013.

3.2 Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu alat-alat gelas yang

biasa dipergunakan di Laboratorium Pharmacy Bioavailability and

Bioequivalency (PBB), homogenizer (STIRER IKA®), timbangan analitik (AND

GH-202), viskometer (HAAKE viscoTester 6R), pH-meter digital (HORBA), hot

plate with magnetic stirer (WIGGEn HAUSER), oven, mikroskop optik

(Olympus DX 1x71), centrifuge (eppendorf Centrifuge 5417 R) dan refrigerator.

3.3 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu minyak biji jinten

hitam yang diperoleh dari (PT Prima Agritech Nusantara, Depok), gom arab (PT

Brataco, Jakarta), tragakan (PT Brataco, Jakarta), gelatin (PT Brataco, Jakarta),

Na alginat (PT Total Equipment Pharmacy, Semarang), Na benzoat, pemanis

sukrosa dan aquadest.

3.4 Prosedur Penelitian

3.4.1 Penyiapan Bahan

Bahan-bahan yang akan digunakan untuk membuat sediaan emulsi yang

(31)

3.4.2 Uji Pendahuluan Formula Basis Emulsi

Dilakukan untuk menentukan emulgator alam yang tepat dalam pembuatan

sediaan emulsi minyak biji jinten hitam dengan membuat suatu korpus emulsi

menggunakan beberapa emulgator alam yang biasa digunakan di antaranya go m

arab, tragakan, gelatin, Na alginat dan diamati kestabilannya selama tujuh hari.

Emulgator yang menghasilkan basis emulsi paling baik digunakan untuk membuat

formula selanjutnya.

Tabel 3.1 Formula Basis Emulsi Tipe M/A Minyak Biji Jinten Hitam

1. Gelatin

Bahan Konsentrasi Bahan Penyusun Basis Emulsi

F1 F2 F3

Minyak biji jinten hitam 500mg/5ml 500mg/5ml 500mg/5ml

Gelatin 0,5% 1% 1,5%

Aquadest sampai 100% 100% 100%

2. Gom arab

Bahan Konsentrasi Bahan Penyusun Basis Emulsi

F1 F2 F3

Minyak biji jinten hitam 500mg/5ml 500mg/5ml 500mg/5ml

Gom arab 10% 15%` 20%

Aquadest sampai 100% 100% 100%

3. Tragakan

Bahan Konsentrasi Bahan Penyusun Basis Emulsi

F1 F2 F3

Minyak biji jinten hitam 500mg/5ml 500mg/5ml 500mg/5ml

Tragakan 1% 1,5% 2%

(32)

4. Na alginat

Bahan Konsentrasi Bahan Penyusun Basis Emulsi

F1 F2 F3

Minyak biji jinten hitam 500mg/5ml 500mg/5ml 500mg/5ml

Na alginat 1% 2% 3%

Aquadest sampai 100% 100% 100%

Keterangan : Rentang konsentrasi dari masing-masing emulgator menurut : Handbook of Pharmaceutical Excipient Fifth Edition dan Martin’s Physical Pharmacy and Pharmaceutical Sciences

Cara Pembuatan:

Untuk dispersi gom arab, tragakan, dan Na alginat sama pengerjaannya.

Emulgator didispersikan dalam sejumlah aquadest selama 10 menit dengan stirer

homogenizer kecepatan 850 rpm dalam beacker glass, kemudian ditambahkan

minyak sedikit demi sedikit (terbentuk korpus emulsi). Lalu ditambahkan sisa

aquadest sambil tetap dihomogenkan (Ramin, et al., 2009; Vahid, et al., 2012)

Sedangkan untuk gelatin didispersikan dalam sejumlah aquadest dengan

stirer homogenizer kecepatan 850 rpm dalam beacker glass di atas hot plate

selama 20 menit kemudian dinaikkan suhu menjadi 98°C, kemudian ditambahkan

minyak sedikit demi sedikit (terbentuk korpus emulsi). Lalu ditambahkan sisa

aquadest sambil tetap dihomogenkan (Gennaro, et al., 1975).

3.4.3 Formulasi Emulsi dengan Emulgator Tragakan

Hasil pengamatan organoleptis selama tiga hari menunjukkan bahwa

formula basis emulsi dengan menggunakan emulgator tragakan merupakan basis

emulsi terbaik di antara ketiga basis emulsi yang lain. Oleh karena itu, emulgator

(33)

Tabel 3.2 Formula Sediaan Emulsi Tipe M/A Minyak Biji Jinten Hitam

Adapun pembuatan formula emulsi dengan cara sebagai berikut:

a) Semua alat dan bahan disiapkan, dan ditimbang bahan-bahan yang

diperlukan

b) Tragakan didispersikan lebih dulu dalam beacker glass yang berisi

aquadest sebanyak 100 ml dengan stirer homogenizer kecepatan

950 rpm selama 15 menit. Kemudian ditambahkan minyak sedikit

demi sedikit sambil tetap dihomogenkan (terbentuk korpus emulsi)

c) Lalu ditambahkan sukrosa dan Na benzoat yang sebelumnya telah

dilarutkan dalam sejumlah air serta sisa aquadest sambil tetap

dihomogenkan selama 35 menit dengan kecepatan 1517 rpm

d) Emulsi yang dihasilkan dipindahkan ke dalam wadah yang

digunakan untuk menyimpan sediaan, serta dilakukan evaluasi dan

uji stabilitas sediaan.

3.5 Evaluasi Sediaan Emulsi

Evaluasi sediaan emulsi dilakukan untuk mengetahui kestabilan dari

sediaan emulsi yang telah dibuat. Evaluasi ini meliputi pengamatan sediaan uji

(F1, F2, dan F3) selama 21 hari waktu penyimpanan, yaitu dimulai dari hari ke-0,

7, 14 dan 21. Pengamatan sediaan meliputi evaluasi secara umum, di antaranya:

Bahan

Konsentrasi Bahan Penyusun Sediaan

F1 F2 F3

Minyak biji Jinten

Hitam 500mg/5ml 500mg/5ml 500mg/5ml

Tragakan 1% 1,5% 2%

Sukrosa 25% 25% 25%

Na benzoat 0,1% 0,1% 0,1%

(34)

3.5.1 Pengamatan Organoleptis (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995)

Pengamatan sediaan emulsi dilakukan dengan mengamati dari segi

penampilan, rasa dan aroma dari sediaan uji (F1, F2, dan F3) pada hari ke-0 dan

21.

3.5.2 Pengukuran Viskositas (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995)

Pengukuran viskositas sediaan dilakukan dengan menggunakan viskometer

HAAKE ViscoTester 6R. Sediaan disimpan dalam beacker glass 100 ml. Power

alat ditekan dan alat akan mengkalibrasi terlebih dahulu kemudian spindel dipilih

nomor spindel 5 dengan kecepatan 100 rpm. Pengukuran viskositas dilakukan

pada hari ke-0 dan 21.

3.5.3 Uji Sifat Alir

Sediaan disimpan dalam wadah, lalu spindel diturunkan ke dalam sediaan

hingga batas yang ditentukan, kecepatan diatur mulai dari 10, 12, 20, 30, 50, 60,

100 rpm lalu dilanjutkan dari kecepatan sebaliknya 100, 60, 50, 30, 20, 12, 10

rpm. Uji sifat alir dilakukan pada hari ke-0.

3.5.4 Pengukuran Diameter Partikel Rata-rata (Martin, et al., 1993)

Diameter partikel rata-rata diukur dengan menggunakan mikroskop optik.

Dengan cara sediaan emulsi diletakkan pada kaca objek, diamati dengan

mikroskop perbesaran 10 x 10. Gambar yang diamati difoto dan diukur diameter

globulnya. Pengukuran diameter partikel rata-rata dilakukan pada hari ke-0 dan

21.

3.5.5 Uji Tipe Emulsi (Martin, et al., 1993)

Uji tipe emulsi dilakukan dengan menggunakan salah satu metode yaitu

metode pengenceran. Dilakukan dengan penambahan sejumlah air dalam emulsi.

Bila emulsi tersebut bercampur sempurna dengan air, maka emulsi termasuk tipe

M/A sedangkan bila emulsi tidak bercampur dengan sempurna maka tipe emulsi

(35)

tidaknya fenomena inversi fasa (pengubahan fasa) dari minyak dalam air menjadi

air dalam minyak.

3.5.6 Pengukuran pH (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995)

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Elekroda

sebelumnya telah dikalibrasi pada larutan buffer pH 4, pH 7 dan pH 9. Kemudian

elektroda dicelupkan ke dalam sediaan, pH yang muncul dilayar dan stabil lalu

dicatat. Pengukuran dilakukan terhadap masing-masing sediaan pada hari ke-0

dan 21 pada suhu ruang.

3.5.7 Uji Stabilitas

a. Uji Volume creaming (Martin, et al., 1993)

Sebanyak 70 ml emulsi dalam gelas ukur 100 ml disimpan dan dilihat

adanya perubahan tinggi globul akibat creaming atau terjadi pengendapan.

Pengamatan dilakukan selama penyimpanan emulsi dari hari ke-0 sampai 21.

Kemudian dilakukan pengukuran :

F : x 100

Keterangan: Dimana F=volume kriming; Vu = volume akhir dari terjadinya endapan/creaming; Vo= volume awal dari emulsi sebelum terjadi endapan/creaming

b. Cycling test (Huynh-BA, Kim, 2008)

Metode ini digunakan untuk melihat kestabilan suatu sediaan dengan

pengaruh variasi suhu selama waktu penyimpanan tertentu. Sediaan emulsi awal

yang telah dibuat, dilakukan evaluasi lebih dulu. Kemudian disimpan pada suhu

5°C selama 24 jam, lalu dikeluarkan dan ditempatkan pada suhu 40°C selama 24

jam, waktu selama penyimpanan dua suhu tersebut dianggap satu siklus.

Percobaan ini diulang sebanyak 3 siklus selama 12 hari dan dilihat apakah terjadi

pemisahan fase (creaming atau sedimentasi) dan pengukuran diameter globul

rata-rata.

c. Uji Sentrifugasi (Lachman, et al., 1994)

Sediaan emulsi dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi, kemudian

dilakukan sentrifugasi pada kecepatan 3800 rpm selama 5 jam. Hasil sentrifugasi

(36)

3.6 Alur Penelitian

Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella sativa Linn)

Uji pendahuluan formula basis emulsi yang dievaluasi selama 3 hari

Gom arab

10%, 15%, 20%

Tragakan

1%, 1,5%, 2%

Gelatin

0,5%, 1%, 1,5%

Na alginat

1%, 2%, 3%

Formulasi Emulsi dengan Emulgator terpilih : Tragakan 1%, 1,5%, 2%

Evaluasi Sediaan Emulsi

Analisis Data Pembuatan Sediaan

(37)

4.1 Prosedur Pembuatan Emulsi

Pengolahan minyak biji jinten hitam menjadi bentuk emulsi dilakukan

dengan tujuan bagaimana menghilangkan rasa berminyak dari minyak biji jinten

hitam sendiri agar menjadi produk yang lebih baik dengan mengurangi atau

menutupi rasa berminyak dari biji jinten hitam tersebut. Dasar pembuatan emulsi

minyak biji jinten hitam dengan menggunakan emulgator tragakan adalah hasil

dari uji pendahuluan formula basis emulsi yang telah dilakukan sebelumnya

menggunakan beberapa emulgator alam terpilih, seperti gom arab, tragakan,

gelatin dan Na alginat dan diamati secara organoleptis selama 3 hari.

Tabel 4.1 Hasil Formula Basis Emulsi Tipe M/A Minyak Biji Jinten Hitam

Bahan Konsentrasi Pengamatan selama 3 hari

Warna Konsistensi Bau

Gom arab

10% Cokelat tua Terpisah 2 lapisan Khas minyak

15% Cokelat muda Terpisah 2 lapisan Khas minyak

20% Cokelat muda Terpisah 2 lapisan Khas minyak

Gelatin

0,5% Krem susu Terpisah 2 lapisan Khas minyak

1% Krem susu Terpisah 2 lapisan Khas minyak

1,5% Krem susu Terpisah 2 lapisan Khas minyak

Tragakan

1% Krem kekuningan Homogen Khas minyak

1,5% Krem kekuningan Homogen Khas minyak

2% Krem kekuningan Homogen Khas minyak

Na alginat

1% Cokelat Terpisah 2 lapisan Khas minyak

2% Cokelat Terpisah 2 lapisan Khas minyak

(38)

Basis emulsi dengan emulgator tragakan merupakan basis yang lebih baik di

antara basis emulsi dengan emulgator lain dalam formula emulsi tipe M/A minyak

biji jinten hitam, dilihat dari konsistensinya yaitu berwarna krem kekuningan dan

tidak adanya lapisan terpisah yang menandakan terjadinya ketidakstabilan.

Dibandingkan dengan basis emulsi yang menggunakan emulgator gom arab,

gelatin dan Na alginat yang dari awal pembuatan sudah terlihat adanya pemisahan

fase (atas:fase minyak; bawah:fase air), emulgator tragakan mampu

mempertahankan viskositas fase pendispersi sehingga produk menjadi lebih stabil.

Oleh karena itu, berdasarkan hasil pengamatan uji pendahuluan di atas tragakan

dipilih untuk membuat formula emulsi minyak biji jinten hitam selanjutnya.

Pada penelitian ini dibuat tiga formula emulsi tipe M/A minyak biji jinten

hitam dengan variasi konsentrasi tragakan. Tujuan memvariasikan konsentrasi

tragakan yaitu untuk memperoleh formula minyak biji jinten hitam dengan

kualitas dan stabilitas fisik yang memenuhi persyaratan sebagai sediaan emulsi

setelah berada dalam sediaan.

Pembuatan emulsi diawali dengan mendispersikan tragakan dengan

aquadest dalam beacker glass, dihomogenkan dengan stirer homogenizer dengan

kecepatan 950 rpm. Kemudian ditambahkan minyak biji jinten hitam, sukrosa,

serta Na benzoat yang telah dilarutkan dalam sejumlah air sambil tetap

dihomogenkan dengan kecepatan tinggi yaitu 1517 rpm selama 30 menit agar

diperoleh ukuran globul yang kecil. Proses homogenisasi merupakan proses

emulsifikasi yang bertujuan memperkecil ukuran fase terdispersi (globul) agar

terdispersi dengan baik dalam medium pendispersinya. Oleh karena itu,

homogenisasi secara mekanis dapat menghasilkan pengurangan ukuran globul dan

penyebaran tragakan sebagai emulgator secara merata. Prinsip kerja dari

homogenisasi secara mekanis yaitu mengurangi ukuran globul dengan cara

menggerus partikel besar dengan rotor atau komponen yang bergerak sehingga

menghasilkan partikel berukuran lebih kecil dari sebelumnya. Energi besar dari

komponen bergerak atau rotor tadi terbukti mampu memperkecil ukuran globul

(39)

Peran tragakan dalam emulsi ini sebagai biopolimer hidrofilik yang mampu

meningkatkan stabilitas emulsi dengan teradsorpsi pada permukaan droplet fase

terdispersi dan mencegah penggabungannya dengan membentuk lapisan

pelindung serta meningkatkan viskositas fase pendispersi (Rezvani, et al., 2002).

Begitu pun menurut Vahid, et al., (2012) bahwa tragakan merupakan polisakarida

anionik yang sangat efektif sebagai emulgator alami yang dapat digunakan untuk

meningkatkan sifat fisik dan reologi dari suatu sediaan emulsi. Apabila viskositas

ditingkatkan maka dapat mengurangi kecepatan pemisahan emulsi. Dengan

demikian, penambahan bahan pengental seperti tragakan ini diperlukan untuk

mempertahankan stabilitas emulsi selama penyimpanan.

Secara teoritis pun disebutkan bahwa emulgator berupa hidrokoloid

membentuk lapisan ganda (multimolekular) yang mengelilingi tetesan minyak

yang terdispersi. Emulgator tipe ini tidak menyebabkan penurunan tegangan

permukaan yang cukup dalam, akan tetapi kemampuannya lebih efektif

membentuk suatu lapisan multimolekular pada antarmuka dalam melindungi

tetesan yang terdispersi serta meningkatkan viskositas fase pendispersinya

(Martin, et al., 1993; Gennaro, 1975). Oleh karena itu, tragakan dapat

memfasilitasi pembentukan tetesan minyak (oil-droplet), meningkatkan stabilitas

emulsi dan menghasilkan shelf-life yang diinginkan pada emulsi tipe M/A minyak

biji jinten hitam.

Setelah tercampur homogen, emulsi kemudian disimpan dalam wadah gelas

yang tertutup rapat untuk mencegah terjadinya kontaminasi mikroba.

4.2 Evaluasi Sediaan Emulsi

Evaluasi sediaan emulsi minyak biji jinten hitam dilakukan untuk

menggambarkan kestabilan sediaan secara subjektif atau dikenal dengan istilah

shelf-life. Shelf-life suatu sediaan bisa secara langsung dihubungkan dengan

kestabilan kinetik. Kestabilan kinetik berarti sifat-sifat kimia-fisika dari suatu

sediaan tersebut tidak berubah secara berarti selama suatu periode waktu tertentu

(40)

4.2.1 Hasil Evaluasi Organoleptis Emulsi tipe M/A Minyak Biji Jinten Hitam

Pengamatan organoleptis ketiga formula emulsi minyak biji jinten hitam

yang diperjelas pada lampiran 9, menunjukkan bahwa selama 21 hari

penyimpanan emulsi berwarna krem kekuningan sesuai dengan warna yang

diharapkan. Begitupun aroma khas minyak biji jinten hitam dalam sediaan masih

tercium karena minyak biji jinten hitam memiliki aroma yang sangat kuat.

Penyebab lainnya adalah karena tidak ditambahkannya penutup rasa dalam

formula untuk menutupi aroma minyak.

4.2.2 Hasil Evaluasi Pengukuran pH

Secara garis besar nilai pH seluruh formula emulsi selama 21 hari

penyimpanan mengalami penurunan. Nilai awal pH emulsi yang dihasilkan sekitar

5-6.

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran pH Emulsi Tipe M/A Minyak Biji Jinten Hitam

Nilai pH dari masing-masing formula menunjukkan terjadinya penurunan selama

21 hari penyimpanan sekitar 4-5 (dapat dilihat pada lampiran 10). Penurunan pH

pada sediaan oral biasanya disebabkan oleh penguraian lemak akibat hidrolisis;

oksidasi dengan adanya oksigen dari atmosfer dan cahaya; serta pertumbuhan

mikroorganisme (Martin, et al., 1993). Akan tetapi pada penelitian ini tidak

dilakukan pengujian lebih lanjut untuk mengetahui penyebab dari penurunan pH

pada sediaan emulsi.

Sediaan Hasil pH

Hari ke-0 Hari ke-3

Formula 1

(Tragakan 1%) 6,049 5,064

Formula 2

(Tragakan 1,5%) 5,950 4,455

Formula 3

(41)

Gambar 4.1 Hubungan antara pH dengan waktu penyimpanan emulsi minyak biji jinten hitam

4.2.3 Hasil Evaluasi Pengukuran Viskositas

Viskositas merupakan nilai yang menunjukkan satuan kekentalan medium

pendispersi dari suatu sistem emulsi. Semakin tinggi viskositas suatu emulsi,

semakin baik penghambatan agregasi atau penggabungan kembali globul (Intan,

K, et al., 2012). Pengukuran viskositas ketiga formula pada spindel 5 dengan

kecepatan 100 rpm menunjukkan bahwa formula 1, formula 2, dan formula 3

berturut-turut 570 cps, 1050 cps dan 2160 cps.

Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Viskositas Emulsi Tipe M/A Minyak Biji Jinten Hitam dengan spindel 5 dan kecepatan 100 rpm

Sediaan Hasil Viskositas (cPs) Hari ke-0 Hari ke-3

Formula 1

(Tragakan 1%) 570 160

Formula 2

(Tragakan 1,5%) 1050 450

Formula 3

(Tragakan 2%) 2160 930

Viskositas yang bermakna dari medium pendispersi ini akibat

pembentukan suatu lapisan ganda multimolekular dari sifat hidrofilik tragakan

dimana lapisan tersebut kuat dan menghambat terjadinya penggabungan dari

globul-globul minyak yang sudah terbentuk. Semakin tinggi konsentrasi zat

(42)

meningkatkan stabilitas emulsi (Martin, et al., 1993). Hal tersebut dapat diamati

secara nyata dari viskositas formula 1 (570 cps) yang mengandung tragakan 1%

lebih rendah dibandingkan viskositas formula 2 (1050 cps) yang mengandung

tragakan 1,5% serta viskositas formula 2 (1050 cps) yang mengandung tragakan

1,5% lebih rendah dibandingkan viskositas formula 3 (2160 cps) yang

mengandung tragakan 2%.

Secara teoritis seiring dengan lamanya penyimpanan, viskositas emulsi

akan semakin meningkat (Lachman, et al., 1994). Akan tetapi setelah dilakukan

pengukuran viskositas pada hari ke-21 sediaan pada penyimpanan suhu kamar

menunjukkan bahwa ketiga formula mengalami penurunan sehingga lebih encer

dibandingkan dengan minggu ke-0. Hal tersebut dapat diamati dari pengukuran

viskositas menggunakan spindel 5 dengan kecepatan 100 rpm formula 1, formula

2, dan formula 3 berturut-turut 160 cps, 450 cps, dan 930 cps. Penurunan

viskositas tersebut diikuti oleh penurunan stabilitas emulsi. Hal ini karena pada

viskositas yang rendah, fase terdispersi (globul) akan mudah bergerak dalam

medium pendispersinya sehingga peluang terjadinya tabrakan antara sesama

globul semakin tinggi dan globul cenderung bergabung menjadi partikel yang

lebih besar dan menggumpal. Pembahasan mengenai hubungan ukuran globul

akan diuraikan pada pembahasan selanjutnya.

Setelah dilakukan pengukuran viskositas sediaan dengan beragam

kecepatan geser, diperoleh reogram pada lampiran 8. Sifat aliran emulsi minyak

biji jinten hitam dengan emulgator tragakan seharusnya menunjukkan sifat aliran

pseudoplastis thiksotropi, dimana sifat aliran ini disebabkan oleh adanya dispersi

dari tragakan (Martin, et al., 1993). Sifat aliran emulsi pada umumnya berupa

pseudoplastis dimana viskositas akan berkurang seiring dengan naiknya kecepatan

geser. Akan tetapi bentuk reogram yang diperoleh dari ketiga formula tidak ada

yang sama dengan bentuk reogram dari aliran pseudoplastis yang representatif itu

(43)

Gambar 4.2 Hubungan antara viskositas dengan waktu penyimpanan emulsi minyak biji jinten hitam

4.2.4 Hasil Evaluasi Pengukuran Diameter Globul Rata-Rata

Pengukuran diameter globul rata-rata emulsi menggunakan mikroskop

Olympus DX 1x71 agar terlihat lebih jelas. Setelah dilakukan pengukuran

diameter globul rata-rata menunjukkan bahwa ukuran formula 1, formula 2, dan

formula 3 berturut-turut 14,13 μm, 4,065μm, dan 2,91μm.

Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Diameter Globul Emulsi Tipe M/A Minyak Biji Jinten Hitam

Secara teoritis semakin besar konsentrasi emulgator, semakin kecil

diameter globul sehingga dapat meningkatkan stabilitas emulsi yang dihasilkan.

Diameter globul yang kecil akan meningkatkan luas permukaan, meningkatkan

tahanan emulsi untuk mengalir serta meningkatkan viskositas (Koocheki dan

Kadkhodaee, 2011). Hal tersebut dapat diamati secara nyata dari ukuran diameter

formula 1 (14,13 μm) yang mengandung tragakan 1% lebih besar dibandingkan

ukuran diameter formula 2 (4,065 μm) yang mengandung tragakan 1,5% serta

Sediaan Hasil Pengukuran Diameter Globul (μm) Hari ke-0 Hari ke-3

Formula 1

(Tragakan 1%) 14,13 15,32

Formula 2

(Tragakan 1,5%) 4,065 14,74

Formula 3

(44)

ukuran diameter formula 2 (4,065 μm) yang mengandung tragakan 1,5% lebih

besar dibandingkan ukuran diameter formula 3 (2,91 μm) yang mengandung

tragakan 2%.

Setelah penyimpanan selama 21 hari, terjadi peningkatan ukuran globul.

Dari hasil pengamatan yang diperjelas pada lampiran 6, dapat disimpulkan bahwa

formula 1, formula 2 dan formula 3 memiliki ukuran diameter globul rata-rata

15,32 μm, 14,74 μm dan 3,50 μm. Peningkatan ukuran diameter ini terjadi

mungkin disebabkan oleh menyatunya kembali globul-globul minyak,

beraglomerasi selanjutnya membentuk satu globul yang besar (koalesen) karena

rusaknya lapisan pelindung dari emulgator tragakan yang terbentuk pada globul.

[Sumber : Dickinson, E dan Miller, Reinhard, 2001, telah diolah kembali]

Gambar 4.3 Skema ilustrasi pembentukan koalesen dalam emulsi

Emulgator yang tidak cukup kuat justru akan menyebabkan koalesen

besar-besaran dengan peningkatan ukuran diameter globul dan penurunan jumlah

globul yang terbentuk, hal ini juga yang menyebabkan viskositas sediaan

menurun. Akan tetapi peningkatan ukuran diameter globul rata-rata yang terjadi

pada ketiga formula emulsi tipe M/A minyak biji jinten hitam ini masih dalam

batas rentang ukuran diameter globul emulsi yang baik, yaitu 0,1-50 μm (De Man

(45)

Gambar 4.4 Hubungan antara ukuran diameter globul rata-rata dengan waktu penyimpanan emulsi minyak biji jinten hitam

4.2.5 Hasil Evaluasi Pengukuran Volume Creaming

Hasil pengamatan dari hari ke-0 sampai hari ke-21, ketiga formula tidak

menunjukkan adanya ketidakstabilan berupa fenomena creaming. Hal ini diduga

karena adanya penambahan tragakan yang sangat berperan sebagai agen peningkat

viskositas yang cukup dapat menghambat laju creaming.

Tabel 4.5 Hasil Pengamatan Volume Creaming Emulsi Tipe M/A Minyak Biji Jinten Hitam

Sediaan Awal Akhir

Formula 1

(Tragakan 1%)

Homogen, tidak terlihat adanya lapisan baru

Tidak terjadi creaming

Formula 2

(Tragakan 1,5%)

Homogen, tidak terlihat adanya lapisan baru

Tidak terjadi creaming

Formula 3

(Tragakan 2%)

Homogen, tidak terlihat adanya lapisan baru

Tidak terjadi creaming

4.2.6 Hasil Evaluasi Cycling Test

Cycling test merupakan kondisi percepatan dengan adanya fluktuasi suhu

untuk menentukan kestabilan produk selama penyimpanan. Tujuan dilakukannya

cycling test adalah untuk mengetahui terjadinya pemisahan fase, kehilangan

viskositas, presipitasi dan agregasi dari sediaan yang terjadi akibat siklus

(46)

Tabel 4.6 Hasil Cycling test Emulsi Tipe M/A Minyak Biji Jinten Hitam

Setelah cycling test, seluruh formula diduga mengalami ketidakstabilan

seperti terlihat keretakan dan adanya gelembung udara pada sediaan. Akan tetapi

sifatnya reversible, karena pada saat dilakukan pengocokan dapat kembali lagi

seperti sediaan awal yang homogen. Data tambahan terkait kestabilan sediaan

hasil cycling test berupa pengukuran diameter globul rata-rata. Setelah dilakukan

pengukuran diameter globul rata-rata menunjukkan bahwa ukuran formula 1,

formula 2 dan formula 3 hasil cycling test berturut-turut 18,60 μm, 6,28 μm dan

3,67 μm.

Tabel 4.7 Hasil Pengukuran Diameter Globul Emulsi Tipe M/A Minyak Biji Jinten Hitam Hasil Cycling test

Sediaan Awal Pengamatan

Hasil Pengamatan Setelah 3 Siklus Warna Uk.Diameter

globul (µm) fase yang retak dan gelembung

kekuningan 6,28

Terlihat adanya fase yang retak dan gelembung

kekuningan 3,67

Terlihat adanya fase yang retak dan gelembung

Sediaan Hasil Pengukuran Diameter Globul (μm) Sebelum cycling test Sesudah cycling test

(47)

Jika dibandingkan dengan ukuran diameter awal pada hari ke-0,

peningkatan ukuran diameter globul hasil cycling test kemungkinan terjadi karena

menyatunya kembali globul-globul minyak, beraglomerasi selanjutnya

membentuk satu globul yang besar (koalesen) karena rusaknya lapisan pelindung

dari emulgator tragakan yang terbentuk pada globul akibat pengaruh panas dan

dingin berulang dari cycling test. Apabila terjadi pembekuan kemudian mencair,

emulsi akan menjadi kasar dan kadang pecah (Ansel, 2005).

Gambar 4.5 Hubungan antara ukuran diameter globul rata-rata sebelum dan sesudah cycling test

4.2.7 Uji Mekanik (Sentrifugasi)

Uji sentrifugasi merupakan alat yang sangat berguna untuk mengevaluasi

dan meramalkan shelf-life suatu emulsi dengan mengamati pemisahan fase

terdispersi karena pembentukkan krim atau penggumpalan (Lachman, et al.,

1994). Hasil uji sentrifugasi berupa gambar dan deskripsi yang lebih jelas dapat

dilihat pada lampiran 7 dan 14. Ketiga formula terjadi pemisahan fase setelah

dilakukan uji sentrifugasi. Sampel terbagi menjadi dua bagian, dimana lapisan

teratas adalah fase minyak dan lapisan terbawah merupakan fase air. Pembentukan

suatu lapisan minyak secara cepat setelah sentrifugasi merupakan tanda pertama

untuk fenomena ketidakstabilan yang menyebabkan umur simpan sediaan tersebut

pun semakin cepat. Hal ini membuktikan bahwa ketiga formula masih kurang

stabil terhadap pengocokan yang sangat kuat akibat pemisahan gravitasional yang

Gambar

Gambar 6. Hubungan antara uk.diameter globul hasil cycling test .....................
Gambar 2.1 Tanaman Jinten Hitam (Nigella sativa L.)
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.)
Tabel 2.3  Sumber Hidrokoloid Penting yang Sering Digunakan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Biji jinten hitam (Nigella Sativa) yang digunakan pada penelitian ini adalah biji kering Indonesia yang didapat dari pasar Gede Solo, sedangkan biji kering Habasyah dan India

Apakah ekstrak kental biji jinten hitam ( Nigella sativa L.) dengan kombinasi bahan pengisi xilitol-laktosa dapat diformulasi menjadi sediaan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji stabilitas emulsi MBJH berdasarkan sifat fisik dan kimia emulsi melalui perubahan komponen senyawa penyusun minyak atsiri yang

Simpulan penelitian : Pemberian ekstrak biji jinten hitam ( Nigella sativa ) pada cawan petri memberikan efek antifungi terhadap pertumbuhan Microsporum gypseum

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak protein biji jinten hitam ( Nigella sativa L.), hewan uji mencit strain Deutschland, Danken and Yoken

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek antibakteri sediaan krim dari minyak jintan hitam ( Nigella sativa L.) terhadap bakteri Propionibacterium acnes..

Simpulan penelitian : Pemberian ekstrak biji jinten hitam ( Nigella sativa ) pada cawan petri memberikan efek antifungi terhadap pertumbuhan Microsporum gypseum

Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa ek- strak biji jinten hitam pahit ( Nigella sativa Linn. ) yang ber- wujud cair dapat dijadikan padat dengan mikroenkapsulasi