• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Pendugaan Proporsi Rumah Tangga Miskin Melalui Metode Pendugaan Area Kecil (Studi Kasus : Proporsi Rumah Tangga Miskin Di Jawa Barat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Pendugaan Proporsi Rumah Tangga Miskin Melalui Metode Pendugaan Area Kecil (Studi Kasus : Proporsi Rumah Tangga Miskin Di Jawa Barat)"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PENDUGAAN PROPORSI RUMAH TANGGA MISKIN

MELALUI METODE PENDUGAAN AREA KECIL

(STUDI KASUS : PROPORSI RUMAH TANGGA MISKIN DI JAWA BARAT)

TITIN SUHARTINI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Kajian Pendugaan Proporsi Rumah Tangga Miskin melalui Metode Pendugaan Area Kecil (Studi Kasus : Proporsi Rumah Tangga Miskin di Jawa Barat)” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2015

(4)

RINGKASAN

TITIN SUHARTINI. Kajian Pendugaan Proporsi Rumah Tangga Miskin melalui Metode Pendugaan Area Kecil (Studi Kasus : Proporsi Rumah Tangga Miskin di Jawa Barat). Dibimbing oleh KUSMAN SADIK dan INDAHWATI.

Pendekatan klasik untuk menduga parameter area kecil yaitu berdasarkan metode pendugaan langsung (Rao 2003). Namun, metode pendugaan langsung pada area kecil relatif tidak memiliki presisi yang memadai (Kurnia & Notodiputro 2006, Sadik 2009). Salah satu upaya untuk mengoptimalkan penggunaan ketersediaan contoh berukuran kecil dan memperoleh pendugaan untuk area kecil adalah menerapkan metode pendugaan area kecil.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pendugaan proporsi rumah tangga miskin usaha pertanian dan pertanian di Provinsi Jawa Barat melalui metode pendugaan area kecil. Pendugaan langsung proporsi rumah tangga miskin usaha pertanian dan pertanian level area diasumsikan berdasarkan penarikan contoh acak sederhana/PCAS. Untuk pendugaan tidak langsung terhadap proporsi tersebut akan mengikutsertakan informasi tambahan berupa peubah penyerta dengan pendekatan metode penduga takbias linier terbaik empirik/PTLTE level area. Selanjutnya membandingkan akar kuadrat tengah galat relatif/AKTGR kedua penduga untuk menentukan penduga mana yang lebih baik.

Data sekunder yang digunakan pada penelitian ini berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) berupa data survei sosial ekonomi nasional dan hasil sensus pertanian tahun 2013. Peubah penyerta yang digunakan adalah kepemilikan lahan, rasio rumah tangga pengolah, rasio jenis usaha utama, rasio sumber penghasilan utama, rasio rumah tangga pengguna lahan, rasio sapi dan kerbau, rasio rumah tangga usaha pertanian dari setiap Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penduga langsung proporsi rumah tangga miskin usaha pertanian/RTMUP di Provinsi Jawa Barat adalah 19.22% dan untuk level Kabupaten/Kota berkisar antara 0% s.d 33.33%. Untuk Kota Bogor, Kota Bandung dan Kota Cimahi menghasilkan penduga 0% akibat ketidakcukupan ukuran contoh. Hasil penduga langsung proporsi rumah tangga miskin pertanian/RTMP di Provinsi Jawa Barat adalah 46.79% dan untuk level Kabupaten/Kota berkisar antara 2.06% s.d 66.67%. Hasil penduga tidak langsung proporsi RTMUP level Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat berkisar antara 2% s.d 28%, selanjutnya hasil penduga tidak langsung proporsi RTMP level Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat berkisar antara 2% s.d 61%. Berdasarkan AKTGR dari kedua penduga, diperoleh penduga tidak langsung proporsi RTMUP dan RTMP menunjukkan nilai AKTGR yang lebih kecil/lebih baik dibandingkan dengan penduga langsung. Solusi untuk mengatasi contoh berukuran kecil dan memperoleh pendugaan untuk area kecil adalah menerapkan metode pendugaan area kecil yang terbukti memiliki ketelitian lebih tinggi dan presisi lebih baik sehingga memperbaiki hasil penduga langsungnya.

(5)

SUMMARY

TITIN SUHARTINI. The Study of Proportion Estimation of Poor Households using Small Area Estimation Method (Case Study : Proportion of Poor Households in West Java). Supervised by KUSMAN SADIK and INDAHWATI.

The classical approach to estimate parameters of local area based on direct estimation method (Rao 2003). However, direct estimation method in small domain relative had not adequate precision (Kurnia & Notodiputro 2006, Sadik 2009). One of the efforts to optimize used small size data availability and obtain estimation for small area with applied small area estimation.

The aim of this study assessed the proportion estimator of poor households derived from agricultural venture and agricultural in West Java Province by small area estimation method. The proportion direct estimation of agricultural venture poor households and agricultural poor households area level assumed based on simple random sampling (SRS). To estimate proportion indirect estimator include additional information such as auxiliary variables using empirical best linear unbiased prediction (EBLUP) method by area level. Furthermore, compared relative root mean square error/RRMSE of two estimators to obtain better estimator.

Secondary data used in this study from BPS-Statistics Indonesia such as National Socioeconomic Survey and Agricultural Census in 2013. The auxiliary variables used land ownership, processors households ratio, primary venture type ratio, main income source ratio, land user households ratio, cattle and buffalo ratio, agricultural venture households ratio from each district in West Java Province.

The results showed the proportion direct estimator agricultural venture poor households/AVPH in West Java Province consist of 19.22% and for area level 0% to 33.33%. For Bogor City, Bandung City and Cimahi City obtained estimator 0% because insufficient of sample size. The results of the proportion direct estimator agricultural poor households/APH in West Java Province showed 46.79% and for area level 2.06% to 66.67%. The results of the proportion indirect estimator agricultural venture poor households area level in West Java Province showed 2% to 28%, furthermore the results of the proportion indirect estimator agricultural poor households area level in West Java Province showed 2% to 61%. Based on RRMSE both of two estimator, the proportion indirect estimator agricultural venture poor households and agricultural poor households showed RRMSE lower then RRMSE of direct estimator. The solution overcame small size sample and obtained estimation for small area was implemented small area estimation method for evidence higher accuracy and better precision improved direct estimator. Keywords : proportion, direct, small area estimation, poor households,

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

TITIN SUHARTINI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Statistika Terapan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

KAJIAN PENDUGAAN PROPORSI RUMAH TANGGA MISKIN

MELALUI METODE PENDUGAAN AREA KECIL

(8)
(9)

Judul Tesis : Kajian Pendugaan Proporsi Rumah Tangga Miskin melalui Metode Pendugaan Area Kecil

(Studi Kasus : Proporsi Rumah Tangga Miskin di Jawa Barat) Nama : Titin Suhartini

NIM : G152130021

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Kusman Sadik, SSi MSi Ketua

Dr Ir Indahwati, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Statistika Terapan

Dr Ir Indahwati, MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Alhamdulillahi robbil „alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, ridho dan karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul “Kajian Pendugaan Proporsi Rumah Tangga Miskin melalui Metode Pendugaan Area Kecil (Studi Kasus : Proporsi Rumah Tangga Miskin di Jawa Barat)” ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada suri tauladan kita, Rasulullah Muhammad SAW, keluarga serta para sahabat beliau. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Kusman Sadik, S.Si, M.Si dan Ibu Dr. Ir. Indahwati, M.Si selaku komisi pembimbing yang sabar mengarahkan, menasehati dan memberikan ilmu serta masukan yang sangat bermanfaat bagi penulis.

2. Dr. Anang Kurnia, S.Si, M.Si selaku Ketua Departemen Statistika IPB dan penguji luar komisi pada ujian tesis yang memberikan ilmu dan masukan untuk menyempurnakan karya tulis ini.

3. Kedua orang tua, adik, kakak, suami, anak dan ponakan yang tulus mendoakan dan memberi dukungan semangat untuk dapat menyelesaikan studi di IPB. 4. Sahabat seperjuangan angkatan 2013/2014 dan 2012/2013 atas dukungan dan

kerjasama yang baik.

5. Seluruh Dosen Departemen Statistika IPB yang telah mendidik penulis selama di perkuliahan hingga berhasil menyelesaikan studi.

6. Seluruh staf administrasi Departemen Statistika IPB atas bantuan, pelayanan dan kerjasamanya selama ini, khususnya Bapak Heriawan.

7. Keluarga Besar Lembaga Sandi Negara atas segala kesempatan, dukungan moril dan materil bagi penulis untuk menyelesaikan studi di IPB.

8. Keluarga Besar Badan Pusat Statistika atas segala bantuannya.

9. Keluarga Besar Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Statistika dan Statistika Terapan IPB.

Sebagian hasil penelitian telah dipublikasikan pada Jurnal Sosio Informa Volume 1 Nomor 2 edisi Mei-Agustus 2015 dengan ISSN : 2442 8094 yang berjudul “Proporsi Kemiskinan di Kabupaten Bogor”. Pada tahun yang sama, penulis telah mempresentasikan sebagian hasil penelitian dengan artikel yang berjudul “Small Area Estimation (SAE) Model : Case Study of Poverty in West Java Province” pada The 7th SEAMS-UGM International Conference on Mathematics and Its Applications tanggal 18-21 Agustus 2015 dan akan dipublikasikan pada American Institute of Physics (AIP) Proceedings serta “The Analysis of Poverty Status and Objectives of Poverty Reduction Programs in Bogor District” pada The 1st UMM International Conference on Pure and Applied Research tanggal 21-22 Agustus 2015.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan penulisan selanjutnya. Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2015

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

TINJAUAN PUSTAKA 4

Kemiskinan 4

Rumah Tangga Miskin Usaha Pertanian dan Pertanian 5

Pendugaan Area Kecil 6

Pendugaan Langsung 7

Model Dasar SAE 11

Penduga Takbias Linier Terbaik Empirik (PTLTE) 12

Sifat-sifat Penduga Parameter 14

METODE PENELITIAN 15

Data 15

Metode Analisis Data 16

HASIL DAN PEMBAHASAN 18

Pendugaan Langsung Berdasarkan Asumsi PCAS 18

Pemilihan Peubah Penyerta pada Model PTLTE 21

Pendugaan Tidak Langsung Menggunakan PTLTE 25

Perbandingan Model dan Penduga Terbaik 29

SIMPULAN DAN SARAN 30

Simpulan 30

Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 31

LAMPIRAN 32

(12)

DAFTAR TABEL

1 Rincian populasi dan contoh Susenas 2013 di Provinsi Jawa Barat 8

2 Rincian peubah penyerta 16

3 Penduga langsung proporsi RTMUP dan RTMP setiap Kabupaten/Kota di

Provinsi Jawa Barat 20

4 Hasil uji korelasi antar peubah penyerta 22

5 Hasil pengecekan multikolinier 23

6 Akar ciri dan proporsi keragaman komponen utama 23

7 Hasil analisis komponen utama 25

8 Penduga parameter β dan penduga ragam pengaruh acak area A 26

DAFTAR GAMBAR

1 Desain penarikan contoh Susenas mulai tahun 2011 8

2 Diagram kotak penduga langsung proporsi RTMUP dan RTMP di

Provinsi Jawa Barat 21

3 Grafik pemilihan komponen utama 24

4 Diagram kotak penduga proporsi RTMUP dan RTMP setiap

Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat 26

5 Grafik penduga proporsi RTMUP setiap Kabupaten/Kota di Provinsi

Jawa Barat 27

6 Grafik penduga proporsi RTMP setiap Kabupaten/Kota di Provinsi

Jawa Barat 27

7 Diagram kotak AKTGR penduga proporsi RTMUP dan RTMP setiap

Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat 28

8 Grafik AKTGR penduga proporsi RTMUP setiap Kabupaten/Kota di

Provinsi Jawa Barat 28

9 Grafik AKTGR penduga proporsi RTMP setiap Kabupaten/Kota di

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Nilai peubah penyerta 33

2 Diagram alir penelitian 34

3 Diagram pencar peubah respon penduga langsung proporsi RTMUP

dan peubah penyerta 35

4 Diagram pencar peubah respon penduga langsung proporsi RTMP dan

peubah penyerta 36

5 Skor komponen utama 37

6 Penduga langsung dan PTLTE proporsi RTMUP dan RTMP setiap

Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat 38

7 R2 model PTLTE proporsi RTMUP dan RTMP setiap Kabupaten/Kota

di Provinsi Jawa Barat 38

8 AKTGR penduga langsung dan PTLTE proporsi RTMUP dan RTMP

setiap Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat 39

(14)
(15)

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Menurut Rao (2003), survei digunakan untuk pendugaan total, rata-rata dan parameter lainnya bagi subpopulasi/domain seperti area geografis dan demografi-sosial. Domain/area dianggap kecil jika contoh khusus domain sangat kecil dan bahkan dapat nol disebut subdomain/area kecil. Permasalahannya adalah sasaran survei masih dalam lingkup nasional seperti Susenas. Ketika survei lingkup nasional ingin diperoleh informasi untuk area yang lebih kecil mengakibatkan ketidakcukupan ukuran contoh. Statistik yang diperoleh dari survei nasional memiliki tingkat akurasi yang memadai, namun tidak bagi area kecil yang memiliki tingkat akurasi yang mungkin lebih rendah. Molina dan Rao (2013) menyatakan bahwa survei nasional tidak dirancang untuk memberikan gambaran kehandalan statistik pada level area kecil.

Pendekatan klasik untuk menduga parameter area kecil didasarkan pada metode pendugaan langsung (Rao 2003). Namun, metode pendugaan langsung pada subpopulasi area kecil relatif tidak memiliki presisi yang memadai (Kurnia & Notodiputro 2006, Sadik 2009). Salah satu upaya untuk mengoptimalkan penggunaan ketersediaan contoh berukuran kecil dan memperoleh pendugaan untuk area kecil adalah menerapkan metode pendugaan area kecil (small area estimation/SAE). Longford (2005) mendefinisikan pendugaan area kecil sebagai pendugaan suatu area yang ukuran contohnya relatif kecil dengan memanfaatkan informasi dari luar area, informasi dari dalam area itu sendiri dan dari luar survei.

Pemilihan model berperan penting pada pendugaan area kecil. Asumsi dasar dalam model linier adalah tidak terdapat multikolinier. Ketergantungan/hubungan antara peubah penyerta diketahui sebagai multikolinier, kondisi ini memiliki dampak yang serius pada pendugaan model (Montgomery & Runger 2002). Pada penelitian ini, pemilihan model memperhatikan penanganan masalah multikolinier untuk memperoleh model terbaik pada SAE. Cara mengatasi permasalahan multikolinier pada peubah penyerta diantaranya memilih hanya peubah yang tidak ada indikasi multikolinier dan menerapkan komponen utama sebagai peubah penyerta.

(16)

2

Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi penanggulangan kemiskinan tersebut adalah tersedianya data dan informasi yang akurat. Ketersediaan data dan informasi ini sangat diperlukan untuk menentukan arah kebijakan dan perencanaan pembangunan wilayah serta memastikan keberhasilan pelaksanaan dan pencapaian sasaran program penanggulangan kemiskinan pada level nasional maupun daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota).

Data kemiskinan berdasarkan hasil survei nasional telah dipublikasi oleh Badan Pusat Statistik/BPS setiap bulan Maret dan September setiap tahunnya. Berdasarkan hasil survei sosial ekonomi nasional/Susenas bulan September 2012 menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga miskin adalah rumah tangga pertanian yaitu sebesar 48.8% (KPPN 2014).

Pertanian memiliki arti penting dan strategis dalam pembangunan nasional. Sektor pertanian tidak hanya sebagai penyedia pangan tetapi juga berperan sebagai sumber penghidupan bagi penduduk Indonesia. Pertanian juga merupakan sumber pendapatan ekspor (devisa) negara serta pendorong dan penarik bagi tumbuhnya sektor-sektor ekonomi lainnya. KPPN (2014) mengungkapkan bahwa kinerja di sektor pertanian yang cukup baik, ternyata kurang sebanding dengan tingkat kesejahteraan petani dan buruh tani yang identik dengan kemiskinan.

Parameter yang menjadi perhatian adalah proporsi rumah tangga miskin usaha pertanian dan pertanian pada level Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat. Pada penelitian ini, proporsi rumah tangga miskin usaha pertanian didefinisikan sebagai pembagian rumah tangga miskin usaha pertanian terhadap seluruh rumah tangga miskin di Kabupaten/Kota. Demikian pula proporsi rumah tangga miskin pertanian didefinisikan sebagai pembagian rumah tangga miskin pertanian terhadap seluruh rumah tangga miskin di Kabupaten/Kota. Pemilihan Provinsi Jawa Barat didasarkan pada garis kemiskinan Provinsi Jawa Barat adalah Rp. 276 825 yang berada di bawah garis kemiskinan Indonesia Rp. 292 951 (BPS Prov. Jabar 2014).

Dalam penelitian ini, untuk memperoleh rumah tangga usaha pertanian dan pertanian sesuai dengan definisi diatas, maka dari rumah tangga yang menjadi contoh Susenas dilakukan penyaringan/filtering berdasarkan lapangan usaha atau bidang pekerjaan (utama) yaitu (1) pertanian tanaman padi dan palawija, (2) holtikultura, (3) perkebunan, (4) perikanan, (5) peternakan, (6) kehutanan dan pertanian lainnya. Selanjutnya penyaringan dilakukan terhadap status/kedudukan dalam pekerjaan utama untuk memperoleh rumah tangga usaha pertanian yaitu (1) berusaha sendiri, (2) berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar, dan (3) berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar.

(17)

3 Pada penelitian ini, pendugaan langsung proporsi rumah tangga miskin usaha pertanian dan pertanian level Kabupaten/Kota diasumsikan berdasarkan penarikan contoh acak sederhana/PCAS. Rao (2003) menyatakan bahwa untuk pendugaan tidak langsung terhadap proporsi dengan mengikutsertakan informasi tambahan berupa peubah penyerta berdasarkan asumsi pengaruh acak area menyebar normal menggunakan pendekatan metode penduga takbias linier terbaik empirik/PTLTE. Selanjutnya untuk memperoleh pendugaan yang lebih baik dari kedua penduga tersebut dilihat dari nilai akar kuadrat tengah galat relatif/AKTGR yang lebih kecil. Harapannya, dari hasil pendugaan yang lebih baik dalam penelitian ini dapat berguna bagi Pemerintah Daerah/pemangku kepentingan dalam memanfaatkan data proporsi rumah tangga miskin usaha pertanian dan pertanian level Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat.

Oleh karena itu, penelitian ini mengkaji pendugaan proporsi rumah tangga miskin usaha pertanian dan pertanian melalui metode pendugaan area kecil yaitu dengan membandingkan pendugaan langsung dengan asumsi PCAS dan pendugaan tidak langsung disertai peubah penyerta dengan pendekatan metode PTLTE.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Penduga langsung proporsi rumah tangga miskin yang berasal dari usaha pertanian dan pertanian level Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat dengan asumsi metode PCAS.

2. Penduga tidak langsung proporsi rumah tangga miskin yang berasal dari usaha pertanian dan pertanian level Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat disertai peubah penyerta menggunakan pendekatan metode PTLTE.

3. Perbandingan penduga langsung dan penduga tidak langsung.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Menduga langsung proporsi rumah tangga miskin usaha pertanian dan pertanian level Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat dengan menerapkan asumsi metode PCAS.

2. Menduga tidak langsung proporsi rumah tangga miskin usaha pertanian dan pertanian level Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat disertai peubah penyerta dengan menerapkan pendekatan metode PTLTE.

3. Membandingkan kedua hasil penduga untuk memperoleh penduga yang lebih baik.

Manfaat Penelitian

(18)

4

kepentingan untuk memperoleh data dugaan dengan presisi yang lebih baik guna mendukung terlaksananya program penanggulangan kemiskinan dengan sasaran Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Kemiskinan

Bappeda dan BPS Kab. Bogor (2014) mengulas kemiskinan pada subbab ini secara umum didefinisikan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar antara lain: (1) terpenuhinya kebutuhan pangan, (2) kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, (3) rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik. Ciri-ciri penduduk/rumah tangga miskin diantaranya adalah keterbatasan penghasilan, keterbatasan pemilikan, keterbatasan tempat tinggal, keterbatasan keterampilan, keterbatasan pendidikan, tingkat kesehatan yang rendah, kehidupan normatif yang kurang dihargai, keterbatasan lingkungan sosial, dan keterbatasan dalam melaksanakan hubungan sosial dengan masyarakat disekitarnya.

Pendekatan yang dilakukan untuk mengukur kemiskinan adalah pendekatan moneter dan nonmoneter. Konsep kemiskinan yang digunakan oleh BPS adalah pendekatan moneter. BPS menerapkan kemiskinan yang diukur dengan menggunakan konsep pemenuhan kebutuhan dasar. Konsep ini memandang kemiskinan sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari pengeluaran.

Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan di bawah garis kemiskinan. Pengeluaran perkapita perbulan menunjukkan besarnya pengeluaran setiap angggota rumah tangga dalam kurun waktu satu bulan. Garis kemiskinan/GK merupakan besarnya nilai pengeluaran dalam rupiah untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum makanan dan bukan makanan. Pengukuran garis kemiskinan merupakan penjumlahan dari garis kemiskinan makanan/GKM dan garis kemiskinan non makanan/GKNM. GKM adalah nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2 100 kalori perkapita. GKNM adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan.

(19)

5 Rumah Tangga Miskin Usaha Pertanian dan Pertanian

Konsep rumah tangga usaha pertanian dan pertanian sangat penting untuk dipahami dalam penelitian ini. BPS (2014) membahas rumah tangga miskin usaha pertanian dan pertanian pada subbab ini didefinisikan terlebih dahulu rumah tangga sebagai sekelompok orang yang biasanya tinggal bersama dalam suatu bangunan serta pengelolaan makannya bersumber dari satu dapur. Satu rumah tangga dapat terdiri dari hanya satu anggota rumah tangga. Definisi berikutnya usaha pertanian merupakan kegiatan yang menghasilkan produk pertanian dengan tujuan sebagian/seluruh hasil produksi dijual/ditukar atas risiko usaha (bukan buruh tani atau pekerja keluarga). Usaha pertanian meliputi usaha tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan, termasuk jasa pertanian. Khusus tanaman pangan (padi dan palawija) meskipun tidak dijual/dikonsumsi sendiri tetap dicakup sebagai usaha. Lain halnya pertanian yang merupakan kegiatan diantaranya: budi daya tanaman: padi, palawija, hortikultura (sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan tanaman obat), perkebunan, kehutanan (antara lain kayu-kayuan), pemeliharaan ternak/unggas, budi daya dan penangkapan ikan, perburuan, penangkapan atau penangkaran satwa liar, pemungutan hasil hutan, dan jasa pertanian.

Berdasarkan definisi rumah tangga, usaha pertanian dan pertanian, maka rumah tangga usaha pertanian adalah rumah tangga yang salah satu atau lebih anggota rumah tangganya mengelola usaha pertanian dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual, baik usaha pertanian milik sendiri, secara bagi hasil, atau milik orang lain dengan menerima upah, dalam hal ini termasuk jasa pertanian. Jasa pertanian merupakan jasa pertanian tanaman pangan/hortikultura/ perkebunan, meliputi: jasa pengolahan lahan, penanaman, pemupukan, pengendalian jasad pengganggu, pemanenan, pasca panen, penyelenggaraan irigasi, penyewaan alat pertanian dengan operatornya, dan penyebaran bibit/benih. Lain halnya jasa peternakan yang meliputi jasa pelayanan kesehatan ternak, pemacekan ternak, penetasan telur, dan pelayanan peternakan lainnya. Jasa perikanan meliputi jasa pengolahan lahan, pengendalian jasad pengganggu, sortasi, gradasi, penyewaan sarana penangkapan ikan dengan operatornya, dan uji mutu. Selanjutnya jasa kehutanan meliputi: jasa penebangan, penanaman pohon, pemangkasan ranting, dan lain-lain.

Rumah tangga yang mengelola usaha pertanian adalah rumah tangga yang salah satu atau lebih anggota rumah tangganya melakukan dan bertanggungjawab dalam kegiatan pemeliharaan, pembudidayaan, pengembangbiakkan, pembesaran/ penggemukan, dan lain-lain. Dengan demikian, maka yang dimaksud dengan mengelola usaha pertanian dengan menerima upah adalah benar-benar mengelola usaha pertanian/semacam manajer, meskipun menerima upah. Adapun status pengelolaan usaha pertanian, terdiri atas: (1) mengelola usaha pertanian milik sendiri, (2) mengelola usaha pertanian dengan bagi hasil, (3) mengelola usaha pertanian dengan menerima upah, (4) memiliki usaha pertanian dikelola orang lain dengan memberi upah. Selanjutnya, rumah tangga pertanian adalah rumah tangga yang salah satu atau lebih anggota rumah tangganya mengelola pertanian baik usaha milik sendiri, bersama maupun milik pihak lain.

(20)

6

contoh Susenas dilakukan penyaringan/filtering untuk memperoleh rumah tangga usaha pertanian dan pertanian berdasarkan lapangan usaha atau bidang pekerjaan (utama) yaitu (1) pertanian tanaman padi dan palawija, (2) holtikultura, (3) perkebunan, (4) perikanan, (5) peternakan, (6) kehutanan dan pertanian lainnya. Selanjutnya penyaringan dilakukan terhadap status/kedudukan dalam pekerjaan utama untuk memperoleh rumah tangga usaha pertanian yaitu (1) berusaha sendiri, (2) berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar, dan (3) berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar. Hal ini bertujuan untuk menghindari penyaringan terhadap buruh tani, pekerja bebas dan pekerja keluarga yang termasuk rumah tangga pertanian.

Pendugaan Area Kecil

Rao (2003) mendefinisikan area kecil sebagai himpunan bagian dari populasi dengan suatu peubah yang diamati. Jika ukuran contoh domain sangat kecil bahkan dapat nol dan tidak dapat dilakukan pendugaan secara langsung disebut subdomain atau area lokal. Ghosh dan Rao (1994) mengemukakan bahwa area kecil sering digunakan untuk menggambarkan sebuah area geografis kecil. Area kecil juga menggambarkan subpopulasi kecil untuk demografi tertentu maupun kelompok orang yang memiliki sosial ekonomi (umur, jenis kelamin, ras) tertentu yang berada dalam area geografis yang lebih luas.

Survei menyediakan penduga yang akurat untuk domain yang besar, sedangkan untuk memperoleh penduga bagi area kecil secara langsung berdasarkan anggota contoh pada area tersebut (pendugaan langsung) akan menghasilkan standar error yang besar karena ukuran contoh yang sangat kecil pada area tersebut (Ghosh & Rao 1994). Pendugaan area kecil menjadi sangat penting dalam analisis data yang berasal dari survei karena upaya memperoleh dugaan parameter yang akurat dengan kelemahan ukuran contoh yang kecil.

Pendugaan area kecil merupakan pendugaan suatu area yang ukuran contohnya relatif kecil dengan memanfaatkan informasi dari luar area, informasi dari dalam area itu sendiri dan dari luar survei (Longford 2005). Rao (2003) menyatakan bahwa prosedur pendugaan area kecil pada dasarnya memanfaatkan kekuatan area sekitarnya dan sumber data di luar area yang statistiknya ingin diperoleh.

Permasalahan dalam pendugaan area kecil adalah upaya menghasilkan suatu dugaan parameter yang cukup baik untuk ukuran contoh yang kecil pada suatu domain dan menduga kuadrat tengah galat/KTG dari dugaan parameter tersebut. Menurut Rao (2003), ukuran contoh pada subarea survei terkadang berukuran kecil sehingga statistik yang diperoleh akan memiliki ragam yang besar atau bahkan pendugaan mungkin tidak dapat dilakukan pada area tertentu karena area tersebut tidak terpilih sebagai contoh. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan cara meminjam informasi dari luar area, dalam area, dan dari luar survei. Oleh karena itu, metode SAE dikembangkan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

(21)

7 langsung berbasis desain. Lain halnya, penduga tidak langsung berdasarkan model area kecil disebut sebagai penduga berbasis model.

Proses pendugaan tidak langsung merupakan pendugaan pada suatu domain dengan cara menghubungkan informasi pada area tersebut dengan area lain melalui model yang tepat (Kurnia & Notodiputro 2006). Hal ini berarti bahwa dugaan tersebut mencakup data dari domain lain. Informasi tambahan tersebut dapat berupa nilai parameter dari area kecil lain yang memiliki karakteristik serupa dengan area kecil yang diamati, atau nilai pada waktu yang lalu, atau nilai dari peubah yang memiliki hubungan dengan peubah yang diamati. Metode dengan memanfaatkan informasi tambahan ini memiliki sifat meminjam kekuatan dari hubungan antara nilai peubah yang diamati dan informasi tambahan tersebut. Rao (2003) menyatakan bahwa pendugaan tidak langsung pada area kecil ini memiliki kelebihan yaitu nilai dugaan yang diperoleh dapat optimal, memperoleh model valid yang berasal dari data contoh, dan dapat menjelaskan berbagai macam model berdasarkan respon natural suatu peubah dan kompleksitas struktur data.

Pendugaan Langsung

Pendugaan Langsung Berdasarkan Desain Penarikan Contoh Susenas

BPS (2014) membahas metode penarikan contoh Susenas mulai tahun 2011 pada subbab ini yaitu menggunakan penarikan contoh berpeluang tiga tahap dengan ukuran contoh yang telah ditentukan yaitu 300 000 rumah tangga. Tahapan penarikan contoh yaitu: (1) tahap pertama memilih wilayah pencacahan/wilcah secara probability proportional to size with replacement/PPS-WR dengan ukuran banyaknya rumah tangga dari hasil sensus penduduk tahun 2010/SP2010. Banyaknya wilcah terpilih sebanyak 30 000 yang selanjutnya dijadikan sebagai master contoh atau unit contoh primer/UCP. Selanjutnya UCP terpilih sebanyak 30 000 dialokasikan kedalam empat triwulan masing-masing sebanyak 7 500 UCP, (2) tahap kedua memilih satu blok sensus/BS secara PPS-WR dari setiap UCP terpilih (3) tahap ketiga memilih 10 rumah tangga secara sistematik dari setiap BS terpilih setelah pemutakhiran rumah tangga SP2010. Peubah tingkat pendidikan kepala rumah tangga sebagai implicit stratification dalam penarikan contoh rumah tangga. Skema penarikan contoh Susenas disajikan pada Gambar 1.

(22)

8

tangga/RT biasa hasil pemutakhiran pada setiap menjelang pelaksanaan survei tidak termasuk institutional household (panti asuhan, barak polisi/militer, penjara, dan sebagainya).

Gambar 1 Desain penarikan contoh Susenas mulai tahun 2011

Penelitian ini menggunakan contoh Susenas tahun 2013. Namun, hanya Provinsi Jawa Barat yang digunakan untuk memperoleh informasi proporsi rumah tangga miskin usaha pertanian dan pertanian level Kabupaten/Kota. Ilustrasi penarikan contoh Susenas khusus Provinsi Jawa Barat tersaji pada Tabel 1. Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa contoh yang menjadi perhatian pada penelitian ini berukuran kecil sehingga diperlukan pendugaan area kecil.

Tabel 1 Rincian populasi dan contoh Susenas 2013 di Provinsi Jawa Barat

(23)

9 tangga miskin usaha pertanian, RTMP = rumah tangga miskin pertanian

BPS menerapkan perhitungan kemiskinan berdasarkan pengukuran jumlah/persentase penduduk miskin, indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan. Jumlah penduduk miskin (head count index-P0) adalah persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan/GK. Indeks kedalaman kemiskinan (poverty gap index-P1) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap GK. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari GK. Indeks keparahan kemiskinan (poverty severity index-P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin. Perhitungan persentase penduduk miskin, indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan yaitu:

� = 1 −

=1

dengan α = 0 untuk persentase penduduk miskin, α = 1 untuk indeks kedalaman kemiskinan, α = 2 untuk indeks keparahan kemiskinan, z = GK, yi = rata-rata pengeluaran perkapita perbulan penduduk ke-i yang berada di bawah GK (yi < z), i = indeks penduduk (1,2,3,....,q), q = banyaknya penduduk yang berada di bawah GK, n = jumlah penduduk (BPS Prov. Jabar 2014).

Pendugaan Langsung Berdasarkan Asumsi Penarikan Contoh Acak Sederhana

(24)

10

merupakan penduga berbasis desain dan hanya dapat digunakan jika semua area dalam suatu populasi digunakan sebagai contoh. Nilai hasil pendugaan langsung pada suatu area kecil merupakan penduga tak bias meskipun memiliki ragam yang besar dikarenakan dugaannya diperoleh dari ukuran contoh yang kecil.

Suatu respon hanya bernilai salah satu dari dua kemungkinan nilai sukses (1) dan gagal (0) disebut data biner. Apabila adalah peluang sukses bagi peubah acak , maka didefinisikan �( = 1) = ; �( = 0) = 1− . Pada penelitian ini, kategori rumah tangga didefinisikan menjadi dua yaitu 1 = miskin dan 0 = tidak miskin berdasarkan pengeluaran perkapita perbulan rumah tangga. Jika pengeluaran perkapita perbulan rumah tangga berada di bawah garis kemiskinan masing-masing Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, maka rumah tangga tersebut dikategorikan miskin, selainnya tidak miskin. Jika peubah diasumsikan memiliki sebaran Bernoulli dengan parameter maka fungsi massa peluang dari adalah:

= (1− )1−

atau dapat ditulis | ~ ( ), untuk i = 1, 2, ..., m, = 0,1.

Jika banyaknya pengamatan n = 1, akan mengikuti sebaran Bernoulli. Sedangkan untuk ≥ 2 dan saling bebas, akan mengikuti pola sebaran Binomial( , ) yaitu:

~ 1− − (2.1)

atau dapat ditulis | ~ ( , ), untuk = 0, 1, 2, ...,

Parameter yang menjadi perhatian adalah proporsi rumah tangga miskin usaha pertanian dan pertanian pada level Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat. Proporsi rumah tangga miskin usaha pertanian dalam penelitian ini didefinisikan sebagai pembagian rumah tangga miskin usaha pertanian terhadap seluruh rumah tangga miskin di Kabupaten/Kota. Proporsi rumah tangga miskin pertanian dalam penelitian ini didefinisikan sebagai pembagian rumah tangga miskin pertanian terhadap seluruh rumah tangga miskin di Kabupaten/Kota. Penduga proporsi rumah tangga miskin yang berasal dari usaha pertanian dan pertanian untuk setiap area (Kabupaten/Kota) dalam penelitian ini diasumsikan menggunakan metode PCAS.

Scheaffer et al (2006) mengemukakan bahwa pendugaan langsung proporsi area kecil dan penduga ragam proporsi area kecil yang diasumsikan menggunakan PCAS adalah:

= = =1 (2.2)

= 1−

−1

(2.3)

(25)

11 Dikarenakan penduga ragam proporsi area kecil tersebut merupakan penduga takbias, sehingga kuadrat tengah galat/KTG sama dengan penduga ragam proporsi area kecil tersebut. Selanjutnya, akar kuadrat tengah galat relatif/AKTGR penduga langsung proporsi untuk area ke-i adalah:

AKTGR = KTG (2.4)

Model Dasar SAE

Model dasar dalam pengembangan SAE didasarkan pada bentuk model linier campuran sebagai berikut:

= ��+ ��+ � (2.5)

dengan y adalah vektor yang berisi pengamatan yang disurvei, X adalah matriks dari peubah penjelas sebagai pengaruh tetap berukuran nxp, β adalah vektor koefisien peubah penjelas pada matriks X, Z berukuran nxq matriks yang merepresentasikan struktur dari pengaruh acak v, dan v merupakan vektor pengaruh acak area, e adalah vektor sampling error dengan e~N(0, ) serta v~N(0, ) (Rao 2003).

Model SAE Level Area

Model level area ini didasarkan pada ketersediaan data pendukung yang hanya ada untuk level area tertentu. Model SAE yang didasarkan pada pendugaan tidak langsung dapat menggunakan pendekatan model secara umum. Diasumsikan bahwa � = ( ) untuk beberapa spesifikasi g(.) dihubungkan dengan data peubah penyerta area ke-i, = ( 1 , 2 ,…, ) melalui suatu model linier:

� = �+ , = 1,…,

dengan adalah konstanta positif yang diketahui dan � adalah vektor berukuran px1. adalah pengaruh acak area yang diasumsikan bebas dan menyebar identik dengan ( ) = 0 dan ( ) = atau atau ~ N(0, ). Pendugaan tidak langsung untuk rata-rata populasi area kecil ke-i, diperlukan informasi mengenai penduga langsungnya adalah � , sehingga akan diperoleh:

� = � +

dengan sampling error adalah bebas dengan ( |�) = 0 dan ( |�) =

atau ~ N(0, ). Model SAE untuk level area, dari kedua komponen model tersebut dikenal sebagai model campuran linier terampat/MCLT sebagai berikut:

(26)

12

Model (2.6) ini dikenal sebagai model Fay-Herriot, dengan keragaman peubah respon di dalam area kecil diasumsikan dapat dijelaskan oleh hubungan peubah respon dengan informasi tambahan � yang disebut sebagai model pengaruh tetap. Pengaruh tetap ini berupa peubah penyerta yang telah ditetapkan dan dapat dikendalikan oleh penulis. Selain itu, terdapat komponen keragaman spesifik area kecil yang tidak dapat dijelaskan oleh informasi tambahan dan disebut sebagai komponen pengaruh acak area kecil . Pengaruh acak pada penelitian ini berupa area kecil yang tidak dapat dikendalikan oleh penulis yang bersifat acak.

Model SAE Level Unit

Model level unit merupakan suatu model dengan data pendukung yang tersedia bersesuaian antara individu dengan data respon. Misal � = ( 1 , 2 ,…, ) tersedia pada elemen ke-j di area ke-i. Peubah yang

diperhatikan adalah yang diasumsikan memiliki hubungan dengan � melalui model:

=� �+ + , = 1,…, , = 1,…,

dengan pengaruh acak area yang diasumsikan bebas dan menyebar identik

~ N(0, ) dan ~ N(0, ) yang diasumsikan bebas dan menyebar identik pula dan bebas terhadap .

Dengan asumsi penarikan contoh dalam setiap area diambil secara acak sederhana, maka model dapat dinyatakan dalam bentuk matriks:

= ∗ = �

� ∗ �+ ��∗ � + ��∗

dengan adalah unit-unit yang tidak terambil sebagai contoh. Jika merupakan rata-rata populasi di area kecil ke-i, maka adalah:

= + 1− ∗

dengan = , adalah rata-rata dari seluruh contoh di area ke-i dan ∗ adalah rata-rata elemen populasi dari bagian yang tidak terambil sebagai contoh.

Model SAE yang digunakan dalam penelitian ini adalah model level area karena data pendukungnya hanya ada pada level area tertentu yaitu Kabupaten/Kota.

Penduga Takbias Linier Terbaik Empirik (PTLTE)

(27)

13 mengembangkan teknik penduga takbias linier terbaik/PTLT. Metode PTLT mengasumsikan ragam pengaruh acak dalam model campuran (komponen ragam) diketahui. Namun pada kenyataannya, komponen ragam tidak diketahui. Oleh karena itu, diperlukan pendugaan terhadap komponen ragam tersebut berdasarkan data contoh. Penduga PTLT yang diperoleh dengan cara menduga komponen ragam terlebih dahulu disebut penduga takbias linier terbaik empirik/PTLTE seperti yang dikembangkan Harville (1990) dan Robinson (1991) dalam Rao (2003). Metode PTLTE ini mengasumsikan bahwa pengaruh acak memiliki sebaran normal.

Nilai harapan y jika v diketahui adalah E(y|v) = Xβ + Zv, dengan ragam . Sebaran marginal bagi y adalah menyebar normal dengan nilai tengah Xβ dan ragam V = D + ��� , sehingga log-likelihood bagi ( ,�) untuk � = ( , )

adalah:

log ,� =−1

2log � − 1

2 − �� �

−1 − ��

Jika � tetap, penduga bagi adalah penyelesaian dari Generalized atau Weighted Least Square:

log ( ,�) =� �−1 − �� =� �−1 −(� �−1�)�

⇔(� �−1�)�= � �−1

⇔ �= (� �−1�)−1� �−1 (2.7)

Log-likelihood untuk seluruh parameter ( ,�,�) adalah:

,�,� = � �

Berdasarkan nilai harapan y jika v diketahui dan �~ 0, , maka

log ,�,� = −1

2log � − 1

2 − �� − ��

−1 − �� − ��

−1

2log � − 1 2� �

−1

Untuk ,� yang diketahui, turunan terhadap � adalah:

� =� �−1 − �� − �� − �−1�

dan penduga bagi � adalah penyelesaian dari:

(28)

14

Penduga yang dikenal sebagai metode PTLT mengasumsikan komponen ragam diketahui yaitu:

Ө PTLT = ( | )= β + (

+ )( − �)

KTG Ө PTLT = g1i( ) + g2i( )

dengan g1i = (Ө| , , ) = /( + ) dan g2i = ( )2/( +

)

Namun pada kenyataannya, komponen ragam tidak diketahui. Oleh karena itu, diperlukan pendugaan terhadap komponen ragam tersebut berdasarkan data contoh. Penduga PTLT yang diperoleh dengan cara menduga komponen ragam terlebih dahulu disebut penduga takbias linier terbaik empirik/PTLTE. Dengan mensubtitusi β oleh dan A oleh terhadap penduga PTLT (Ө PTLT ), akan diperoleh suatu penduga baru, yaitu:

Ө PTLTE = Ө = +

+ − � (2.9)

KTG Ө PTLTE = (Ө PTLTE − Ө )2 = Var Ө PTLTE + Bias Ө PTLTE 2 =

persamaan tersebut dapat diuraikan menjadi:

KTG Ө PTLTE = KTG(Ө PTLT) + (Ө PTLTE − Ө PTLT)2

Menurut Prasad dan Rao (1990), pendugaan KTG Ө PTLTE menggunakan ekspansi deret Taylor, sehingga diperoleh:

KTG Ө PTLTE = g1i + g2i + 2g3i (2.10)

dengan g1i =

+ , g2i =

2

+ , g3i =

2 2

2( + )3 =1( + )

2

AKTGR Ө PTLTE =

KTG Ө PTLTE

Ө PTLTE (2.11)

Sifat-sifat Penduga Parameter

(29)

15 nilai penduga parameter yang diharapkan sama dengan nilai parameter, dalam penelitian ini penduga mendekati tak bias untuk jika ( )− = 0, (2) ragam minimum dibandingkan dengan ragam dari penduga lain. Selain kedua sifat tersebut, sifat penduga parameter yang baik adalah konsisten. Konsisten berarti bahwa jika dilakukan penarikan contoh berulang-ulang diperoleh hasil penduga parameter yang mendekati nilai parameter yang diamati (Rao 2003, Scheaffer et al 2006).

3

METODE PENELITIAN

Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder hasil sensus pertanian tahun 2013/ST2013 dan data survei sosial ekonomi nasional/Susenas tahun 2013 (VSEN13.K dan VSEN13.M) yang diperoleh dari BPS. Menurut BPS (2014), hasil ST2013 adalah hasil pencacahan secara lengkap terhadap seluruh usaha pertanian dan pertanian yang berada di wilayah Indonesia. Sensus ini dilaksanakan setiap sepuluh tahun sekali. Data Susenas adalah data yang berisi tentang informasi demografi dan sosial ekonomi berbasis rumah tangga yang dilaksanakan setiap tahun. Data Susenas yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas dua jenis yaitu: (1) VSEN13.K adalah data Susenas mengenai keterangan pokok rumah tangga dan anggota rumah tangga; (2) VSEN13.M adalah data Susenas mengenai pengeluaran konsumsi makanan-bukan makanan dan pendapatan/penerimaan rumah tangga.

Data yang digunakan untuk mengklasifikasikan status kemiskinan adalah peubah pengeluaran konsumsi perkapita perbulan rumah tangga yang tersedia dalam data VSEN13.M. Jika peubah tersebut berada di bawah garis kemiskinan masing-masing Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, maka rumah tangga dikategorikan miskin, selainnya tidak miskin. Data yang digunakan untuk mengklasifikasikan rumah tangga usaha pertanian dan pertanian adalah peubah lapangan usaha atau bidang pekerjaan (utama) dan status/kedudukan dalam pekerjaan utama pada setiap rumah tangga yang tersedia dalam data VSEN13.K. Dari rumah tangga yang menjadi contoh Susenas dilakukan penyaringan/filtering berdasarkan lapangan usaha atau bidang pekerjaan (utama) yaitu (1) pertanian tanaman padi dan palawija, (2) holtikultura, (3) perkebunan, (4) perikanan, (5) peternakan, (6) kehutanan dan pertanian lainnya. Selanjutnya untuk memperoleh rumah tangga usaha pertanian, penyaringan dilakukan terhadap status/kedudukan dalam pekerjaan utama yaitu (1) berusaha sendiri, 2) berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar, dan (3) berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar. Untuk (4) Buruh/karyawan/pegawai, (5) pekerja bebas dan (6) pekerja keluarga/tidak dibayar, tidak dimasukkan sebagai kategori rumah tangga usaha pertanian.

(30)

16

respon proporsi rumah tangga miskin pertanian dalam penelitian ini diperoleh dari pembagian rumah tangga miskin pertanian di setiap Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat terhadap seluruh rumah tangga miskin di setiap Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat. Data peubah penyerta mengenai peubah-peubah yang diasumsikan terkait dengan kemiskinan diperoleh dari hasil publikasi ST2013 Provinsi Jawa Barat. Peubah penyerta yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak tujuh peubah tersaji pada Tabel 2 dan Lampiran 1.

Tabel 2 Rincian peubah penyerta

No Nama Peubah Kode Status Penjelasan

Rata-rata luas lahan pertanian yang dikuasai rumah tangga (x 100 m2)

4 Rasio Rumah Tangga

Pengolah

X2 Peubah

Penyerta

Rasio jumlah rumah tangga yang melakukan pengolahan hasil

Rasio jumlah rumah tangga yang jenis usaha utama adalah tanaman pangan terhadap seluruh rumah

Rasio jumlah rumah tangga yang sumber penghasilan utama adalah

Rasio jumlah rumah tangga sebagai pengguna lahan terhadap seluruh rumah tangga di Kabupaten/Kota

8 Rasio Sapi dan Kerbau X6 Peubah

Penyerta

Rasio jumlah sapi dan kerbau terhadap seluruh rumah tangga di Kabupaten/Kota

9 Rasio RTUP X7 Peubah

Penyerta

Rasio jumlah rumah tangga usaha pertanian terhadap seluruh rumah tangga di Kabupaten/Kota

Unit observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumah tangga di 26 Kabupaten/Kota meliputi 17 Kabupaten dan 9 Kota di Provinsi Jawa Barat. Pemilihan peubah-peubah tersebut berdasarkan penelitian Adetayo (2014) dan ketersediaan data penelitian.

Metode Analisis Data

Berikut langkah-langkah yang dilakukan untuk melakukan penelitian ini: 1. Mengkategorikan rumah tangga menjadi dua yaitu 1 = miskin dan 0 = tidak

(31)

17 kemiskinan masing-masing Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, maka rumah tangga tersebut dikategorikan miskin, selainnya tidak miskin.

2. Menduga langsung proporsi area kecil dan penduga ragam proporsi yang diasumsikan menggunakan PCAS (Scheaffer et al 2006):

= = =1

= 1−

−1

dengan = penduga langsung proporsi area ke-i, = jumlah total elemen/unit/rumah tangga miskin yang diambil sebagai contoh pada area ke-i, = jumlah total populasi rumah tangga pada area ke-i. Dikarenakan penduga ragam proporsi area ke-i merupakan penduga takbias, sehingga kuadrat tengah galat/KTG sama dengan penduga ragam proporsi area ke-i. Selanjutnya akar kuadrat tengah galat relatif/AKTGR:

AKTGR = KTG

3. Membuat diagram pencar masing-masing peubah penyerta terhadap peubah respon. Dengan tujuan sebagai informasi awal untuk melihat pola data peubah respon dan peubah penyerta setiap Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat. 4. Menentukan peubah-peubah penyerta yang diasumsikan terkait dengan

kemiskinan. Dengan menggunakan uji korelasi yaitu hubungan dan besarnya hubungan antar peubah penyerta berdasarkan koefisien korelasi:

, =

=1 − =1 =1

2

=1 − =1 2 =1 2 − =1 2

(3.1)

dengan i = indeks area ke-1, 2, ..., m, k = indeks peubah penyerta ke-1, 2, ..., r, m = jumlah area, r = jumlah peubah penyerta, = peubah penyerta ke-k area ke-i.

5. Memilih alternatif model dengan dua kondisi penanganan multikolinier pada peubah penyerta yaitu hanya memilih peubah penyerta yang tidak multikolinier dan menerapkan komponen utama. Multikolinier diidentifikasi berdasarkan nilai koefisien korelasi antar peubah penyerta, jika koefisien korelasi bernilai besar antar peubah penyerta, maka dinyatakan bahwa terdapat indikasi multikolinier atau dengan nilai variance inflation factor/VIF

= 1

1− �2 (3.2)

(32)

18

penyusunan model.

6. Menduga β dan ν dengan kemungkinan maksimum terkendala (restricted maximum likelihood/REML) serta menduga A.

7. Menduga tidak langsung proporsi area kecil dan AKTGR menggunakan pendekatan PTLTE:

8. Mengukur dan membandingkan kebaikan model diantara beberapa alternatif model PTLTE yang dibentuk. Ukuran kebaikan model yang digunakan pada penelitian ini adalah R2

R2 yang lebih besar dipilih sebagai model yang lebih baik.

9. Membandingkan kebaikan penduga antara penduga langsung dan penduga tidak langsung. Ukuran kebaikan penduga yang digunakan pada penelitian ini adalah akar kuadrat tengah galat relatif/AKTGR yang lebih kecil dipilih sebagai penduga yang lebih baik.

10. Menginterpretasi hasil dan membuat simpulan.

Adapun diagran alir penelitian tersaji pada Lampiran 2.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pendugaan Langsung Berdasarkan Asumsi PCAS

(33)

19 0.0897 atau 8.97%. Hal ini menunjukkan bahwa proporsi rumah tangga miskin di Provinsi Jawa Barat adalah 8.97%.

Pendugaan proporsi rumah tangga miskin usaha pertanian di Provinsi Jawa Barat dengan asumsi PCAS diperoleh hasil 0.1922 atau 19.22%. Hal ini berarti bahwa diantara rumah tangga miskin yang berada di Provinsi Jawa Barat terdapat 19.22% rumah tangga miskin yang termasuk/berasal dari usaha pertanian. Usaha pertanian ini mengacu pada definisi dari BPS, sehingga penyaringan terhadap contoh Susenas berdasarkan lapangan usaha utama dan bidang pekerjaan utama yang meliputi (1) pertanian tanaman padi dan palawija, (2) holtikultura, (3) perkebunan, (4) perikanan, (5) peternakan dan (6) kehutanan dan pertanian lainnya dan status/kedudukan dalam pekerjaan utama yang meliputi (1) berusaha sendiri, (2) berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar, (3) berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar.

Dengan mengacu definisi yang lebih luas yaitu pertanian, status/kedudukan dalam pekerjaan utama termasuk buruh tani, pekerja bebas dan pekerja keluarga. Hasil pendugaan langsung dengan menggunakan asumsi PCAS terhadap proporsi rumah tangga miskin yang berasal dari pertanian di Provinsi Jawa Barat menunjukkan 0.4679 atau 46.79%. Menurut KPPN (2014), tingkat kesejahteraan petani dan buruh tani identik dengan kemiskinan dan sebagian besar rumah tangga miskin di Indonesia adalah rumah tangga pertanian sebesar 48.8%.

Fokus yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah pendugaan langsung dengan menggunakan asumsi PCAS terhadap proporsi rumah tangga miskin usaha pertanian dan pertanian di setiap Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat. Proporsi rumah tangga miskin usaha pertanian/RTMUP didefinisikan sebagai pembagian rumah tangga miskin usaha pertanian terhadap seluruh rumah tangga miskin di Kabupaten/Kota. Proporsi rumah tangga miskin pertanian/RTMP didefinisikan sebagai pembagian rumah tangga miskin pertanian terhadap seluruh rumah tangga miskin di Kabupaten/Kota. Hasil analisis rumah tangga miskin setiap Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat yang berasal dari usaha pertanian dan pertanian tersaji pada Tabel 3.

Hasil eksplorasi data 26 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat menunjukkan bahwa tiga Kota di Provinsi Jawa Barat yaitu Kota Bogor, Kota Bandung dan Kota Cimahi memiliki penduga langsung proporsi sebesar nol. Hal ini belum tentu di Kota-Kota tersebut semua rumah tangga miskin tidak berasal dari usaha pertanian, melainkan kemungkinan ada rumah tangga miskin yang berasal dari usaha pertanian tetapi tidak terpilih sebagai contoh. Kemungkinan lain, hal ini terjadi karena pendugaan langsung pada Kota-Kota tersebut menggunakan contoh yang terlalu kecil, sehingga diperoleh penduga proporsi bernilai nol.

Permasalahan pendugaan langsung adalah contoh domain sangat kecil dan bahkan dapat nol sehingga tidak dapat dilakukan pendugaan langsung (Rao 2003). Rao (2003) menyatakan bahwa pendugaan langsung yang dilakukan terhadap area kecil mengakibatkan ketidakcukupan ukuran contoh. Hal ini berlaku bagi tiga Kota di Provinsi Jawa Barat tersebut. Akibat ketidakcukupan contoh dari tiga Kota tersebut mengakibatkan hasil penduga langsung proporsi rumah tangga miskin usaha pertanian bernilai nol.

(34)

20

rumah tangga miskin pertanian. Hal ini disebabkan oleh penyaringan yang dilakukan terhadap status/kedudukan dalam pekerjaan utama menghindari penyaringan terhadap buruh tani, pekerja bebas dan pekerja keluarga, sehingga berdampak pada penduga proporsi yang dihasilkan relatif kecil. Hal ini bermakna bahwa nilai penduga proporsi rumah tangga pertanian lebih besar karena didalamnya terdapat buruh tani, pekerja bebas dan pekerja keluarga yang berkontribusi besar terhadap rumah tangga miskin yang berada pada setiap Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat.

Tabel 3 Penduga langsung proporsi RTMUP dan RTMP setiap Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat

Nilai maksimum penduga proporsi rumah tangga miskin yang berasal dari usaha pertanian yaitu 33.33% berada di Kabupaten Kuningan. Kabupaten Kuningan merupakan Kabupaten dengan rumah tangga miskin usaha pertanian terbesar di Provinsi Jawa Barat. Dengan kata lain bahwa lebih dari 1/3 jumlah rumah tangga miskin di Kabupaten Kuningan berasal dari usaha pertanian.

Hal ini berbeda dengan hasil pendugaan proporsi rumah tangga miskin pertanian yang menunjukkan nilai maksimum penduga proporsi sebesar 66.67% berada di Kabupaten Subang. Kabupaten Subang merupakan Kabupaten dengan rumah tangga miskin pertanian terbesar di Provinsi Jawa Barat. Dengan kata lain bahwa lebih dari 2/3 jumlah rumah tangga miskin di Kabupaten Subang berasal dari pertanian. Nilai minimum penduga proporsi rumah tangga miskin pertanian berada di perkotaan, tepatnya berada di Kota Bogor sebesar 2.06%.

(35)

21 dua sebesar 0.54. Pada Gambar 3 menunjukkan bahwa penduga proporsi rumah tangga miskin usaha pertanian (RTMUP) menjulur ke kanan yang berarti bahwa nilai rata-rata proporsi RTMUP setiap Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat lebih besar dari mediannya. Hal sebaliknya pada penduga proporsi rumah tangga miskin pertanian (RTMP) menjulur ke kiri yang berarti bahwa nilai rata-rata

Gambar 2 Diagram kotak penduga langsung proporsi RTMUP dan RTMP di Provinsi Jawa Barat

Selanjutnya hasil dan pembahasan AKTGR dari penduga langsung proporsi RTMUP dan RTMP dibahas pada subbab penduga tidak langsung PTLTE agar lebih terlihat perbandingan antara kedua penduga. Sebagai informasi awal untuk melihat pola data peubah respon dan peubah penyerta setiap Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat disajikan pada Lampiran 3 dan Lampiran 4. Pada lampiran tersebut menunjukkan pola hubungan yang positif.

Pemilihan Peubah Penyerta pada Model PTLTE

Peubah penyerta yang digunakan pada penelitian ini merupakan perubah yang diasumsikan terkait dengan kemiskinan. Sumber peubah penyerta diperoleh dari BPS, sehingga ketersediaanya tergantung pada publikasi dari BPS. Berdasarkan publikasi hasil ST2013 Provinsi Jawa Barat, terdapat tujuh peubah penyerta yang diasumsikan terkait dengan kemiskinan seperti Tabel 2 pada pembahasan sebelumnya di subbab data.

Pemilihan model berperan penting dalam pendugaan area kecil. Pada penelitian ini, sebelum dilakukan pemodelan PTLTE, terlebih dahulu dilakukan seleksi terhadap peubah penyerta yang akan diikutsertakan pada pemodelan. Dari ketujuh peubah penyerta tersebut dilakukan uji korelasi antar peubah penyerta, selanjutnya mengecek adanya indikasi multikolinier.

Uji korelasi digunakan untuk mengukur hubungan dan besarnya hubungan antar peubah penyerta. Peubah penyerta yang memenuhi asumsi adanya hubungan yang kuat dengan peubah penyerta lainnya ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi yang mendekati satu. Hal sebaliknya jika koefisien korelasi menunjukkan nilai mendekati nol maka antar peubah penyerta menunjukkan hubungan yang lemah.

(36)

22

tersebut ada, dikatakan bahwa peubah penyerta tersebut berkolinier ganda (multikolinier). Menurut Montgomery dan Runger (2002), ketergantungan diantara peubah penyerta diketahui sebagai multikolinier, kondisi ini memiliki efek serius pada model pendugaan. Jika terjadi multikolinier, maka minimal ada satu peubah penyerta yang dapat direpresentasikan sebagai kombinasi linier dari peubah-peubah penyerta lainnya. Multikolinier muncul jika dua atau lebih peubah penyerta berkorelasi tinggi antara peubah yang satu dengan peubah yang lainnya.

Salah satu cara untuk mengetahui adanya multikolinier adalah uji korelasi antar peubah penyerta dalam model. Jika korelasinya sangat tinggi dan nyata, maka dinyatakan indikasi terjadi multikolinier. Beberapa cara yang dapat digunakan adalah pertama, memanfaatkan informasi sebelumnya misalnya berdasarkan studi terdahulu diyakini bahwa tingkat perubahan peubah respon terhadap perubahan peubah penyerta ke-1 sepersepuluh dari tingkat perubahannya terhadap perubahan peubah penyerta ke-2, sehingga penduga paramater mempunyai hubungan 1 = 0.1 2. Kedua, mengeluarkan peubah yang memiliki

korelasi tinggi. Dalam mengkaji model, peneliti dapat mengeluarkan salah satu peubah penyerta, misal peubah penyerta rasio rumah tangga usaha pertanian/RTUP atau X7 karena sudah diwakili oleh peubah penyerta rasio rumah tangga pengguna lahan (X5) yang berkorelasi tinggi dengannya bahkan sempurna. Ketiga menggunakan komponen utama yang mampu mempertahankan sebagian besar informasi yang diukur menggunakan sedikit peubah yang menjadi komponen utamanya saja. Komponen utama merupakan kombinasi linier dari peubah yang diamati. Keempat, dengan cara penambahan data baru. Pada penelitian ini dibatasi hanya penggunaan cara kedua dan ketiga.

(37)

23 dan kerbau (X6) cukup berkorelasi dengan peubah penyerta lain, namun untuk peubah penyerta lainnya seperti rasio rumah tangga pengolah (X2), rasio jenis usaha utama (X3), rasio sumber penghasilan utama (X4), rasio rumah tangga pengguna lahan (X5) dan rasio RTUP (X7) menunjukkan korelasi tinggi antar keempat peubah penyerta tersebut dilihat dari koefisien korelasi lebih besar dari 0.8 tersaji pada Tabel 4.

Selanjutnya dilakukan pengecekan multikolinier. Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa lebih dari dua peubah penyerta menunjukkan indikasi multikolinier antar peubah penyerta diperkuat dengan hasil VIF yang diperoleh tersaji pada Tabel 5.

Tabel 5 Hasil pengecekan multikolinier

No Peubah Penyerta VIF

1 Kepemilikan Lahan (X1) 2.582

2 Rasio Rumah Tangga Pengolah (X2) 12.436

3 Rasio Jenis Usaha Utama (X3) 17.046

4 Rasio Sumber Penghasilan Utama (X4) 23.157 5 Rasio Rumah Tangga Pengguna Lahan (X5) 23338.746

6 Rasio Sapi dan Kerbau (X6) 4.917

7 Rasio RTUP (X7) 23005.946

Berdasarkan pertimbangan korelasi antar peubah penyerta dan indikasi multikolinier, maka pada penelitian ini, pemilihan peubah penyerta yang digunakan dalam pemodelan adalah dengan memilih hanya peubah yang tidak multikolinier yaitu X1, X2, X4, X6. Dalam mengkaji model, peneliti dapat mengeluarkan salah satu peubah penyerta. Peubah penyerta yang dipilih adalah kepemilikan lahan (X1) karena berkorelasi rendah dengan peubah penyerta lain. Untuk peubah rasio sapi dan kerbau (X6) dipilih karena tidak berkorelasi tinggi dengan peubah penyerta lain. Untuk peubah penyerta rasio jenis usaha utama (X3) dikeluarkan karena dengan pertimbangan telah diwakili oleh rasio rumah tangga pengolah (X2). Dikarenakan rasio rumah tangga pengguna lahan (X5) dan rasio RTUP (X7) berkorelasi sempurna dan berkorelasi tinggi pula dengan rasio sumber penghasilan utama (X4), maka X5 dan X7 dikeluarkan karena dengan pertimbangan peubah penyerta X4 dapat mewakili kedua peubah penyerta tersebut. Oleh karena itu, pemilihan peubah penyerta untuk menduga proporsi rumah tangga miskin yang berasal dari usaha pertanian dan pertanian adalah X1, X2, X4, X6.

Tabel 6 Akar ciri dan proporsi keragaman komponen utama KU Akar Ciri Proporsi Kumulatif

(38)

24

Cara lain untuk mengatasi masalah multikolinier dengan menerapkan komponen utama. Pada penelitian ini, ketujuh peubah penyerta dilakukan analisis komponen utama/AKU. Diperoleh hasil akar ciri dan proporsi keragaman total tersaji pada Tabel 6. Ilustrasi akar ciri dan penentuan jumlah komponen utama/KU yang akan dipilih tersaji pada Tabel 6 dan Gambar 3.

7

Gambar 3 Grafik pemilihan komponen utama

Berdasarkan Tabel 6, proporsi keragaman total adalah penjumlahan seluruh akar ciri sebesar tujuh. Proporsi keragaman yang dapat dijelaskan oleh masing-masing KU dalam persentase adalah untuk KU1 sebesar 77%, untuk KU2 mendekati 15%, untuk KU3 sebasar 6%, untuk KU4 sebesar 1.1%, untuk KU5 sebesar 0.7%, untuk KU6 sebesar 0.3% dan untuk KU7 sebesar 0%. Pemilihan jumlah KU dapat menggunakan tiga metode. Metode pertama berdasarkan kumulatif proporsi keragaman total. Metode pertama ini menentukan minimum persentase keragaman yang mampu dijelaskan terlebih dahulu, selanjutnya banyaknya komponen yang paling kecil hingga batas itu terpenuhi dijadikan sebagai banyaknya KU. Metode kedua berdasarkan pada ragam KU yaitu akar ciri, komponen yang berpadanan dengan akar ciri kurang dari satu tidak digunakan. Metode ketiga yaitu menggunakan grafik, jika pada titik ke-i dengan i adalah KU menunjukkan grafik curam ke kiri tetapi tidak curam di kanan, maka banyaknya KU yang dipilih sebanyak k.

Pada penelitian ini, untuk menentukan banyaknya KU yang digunakan berdasarkan metode pertama dan ketiga, menentukan minimum persentase keragaman yang mampu dijelaskan terlebih dahulu yaitu diasumsikan 1% atau proporsi keragaman sebesar 0.01, selanjutnya banyaknya KU yang paling kecil hingga batas itu terpenuhi yaitu sebanyak empat KU tersaji pada Tabel 6.

(39)

25 Tabel 7 Hasil analisis komponen utama

No KU1 KU2 KU3 KU4 KU5 KU6 KU7

1 1 0.131 -0.922 -0.177 0.307 -0.083 0.011 -0.003 2 2 0.394 0.260 0.319 0.789 -0.057 -0.225 0.006 3 3 0.417 -0.048 0.222 -0.393 -0.763 -0.194 -0.004 4 4 0.415 -0.154 0.197 -0.343 0.605 -0.531 0.001 5 5 0.429 0.030 0.024 -0.066 0.141 0.536 -0.710 6 6 0.338 0.234 -0.882 0.044 -0.053 -0.220 0.003 7 7 0.429 0.024 0.026 -0.074 0.137 0.543 0.705

Pemilihan peubah penyerta pada model yang digunakan untuk menduga proporsi rumah tangga miskin yang berasal dari usaha pertanian dan pertanian menggunakan dua alternatif model. Model pendugaan tersebut meliputi model pertama yaitu hanya menggunakan empat peubah penyerta yang tidak ada multikolinier (X1, X2, X4, X6) dan menerapkan komponen utama dengan memilih empat KU (KU1, KU2, KU3, KU4) untuk diikutsertakan pada pemodelan PTLTE.

Pendugaan Tidak Langsung Menggunakan PTLTE

Asumsi dasar dalam pemodelan SAE adalah keragaman didalam area kecil peubah respon dapat diterangkan oleh hubungan keragaman yang bersesuaian dengan pengaruh tetap/informasi tambahan. Asumsi selanjutnya adalah keragaman spesifik area kecil diterangkan oleh pengaruh acak area. Fay dan Herriot (1979) dalam Rao (2003) mengusulkan suatu metode pemodelan untuk menduga pendapatan perkapita suatu area kecil berdasarkan data survei biro sensus Amerika Serikat dengan memasukkan pengaruh campuran (pengaruh acak area dan pengaruh tetap) kedalam model. Penyelesaian terhadap model pengaruh campuran antara lain penduga takbias linier terbaik/PTLT yang mengasumsikan bahwa ragam pengaruh acak area diketahui. Pada kenyataannya, komponen ragam tersebut tidak dapat diketahui dan harus diduga terlebih dahulu. Berdasarkan asumsi pengaruh acak area menyebar normal, metode ini dikenal sebagai penduga takbias linier terbaik empirik/PTLTE.

Pada penelitian ini, komponen ragam diduga terlebih dahulu dari data contoh, sehingga pendekatan yang digunakan adalah metode pendugaan PTLTE. Langkah pertama adalah memilih peubah penyerta yang diikutsertakan pada pemodelan yaitu X1, X2, X4, X6 dan KU1, KU2, KU3, KU4 sesuai pembahasan pada subbab pemilihan peubah penyerta pada model PTLTE dengan persamaan:

� = 0+ 1 1 + 2 2 + 3 4 + 4 6 + + , = 1,…, (4.1)

� = 0+ 1 1 + 2 2 + 3 3 + 4 4 + + (4.2)

(40)

26

penduga langsung. Selanjutnya menduga proporsi rumah tangga miskin usaha pertanian dan pertanian menggunakan model PTLTE, diduga terlebih dahulu seperti pada persamaan (2.7) dan menduga � seperti pada persamaan (2.8) dengan menggunakan kemungkinan maksimum terkendala. Dari penduga � ingin diperoleh informasi mengenai ragam dari penduga � yaitu . Setelah diperoleh penduga parameter atau dan penduga ragam pengaruh acak area atau disajikan pada Tabel 8, kemudian substituasi oleh dan A oleh terhadap penduga PTLT.

Tabel 8 Penduga parameter dan penduga ragam pengaruh acak area

Kajian Model 0 1 2 3 4 maka diperoleh suatu penduga baru yaitu penduga PTLTE proporsi rumah tangga miskin yang berasal dari usaha pertanian dan pertanian tersaji pada Lampiran 6.

PTLTE(2) RTMUP

Gambar 4 Diagram kotak penduga proporsi RTMUP dan RTMP setiap Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat

Perbandingan penduga proporsi rumah tangga miskin usaha pertanian dan pertanian setiap Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat tersaji pada Lampiran 6 dan Gambar 4. Pada Gambar 4 menunjukkan bahwa PTLTE memiliki ragam yang lebih kecil dibandingkan dengan penduga langsungnya. Hasil penduga proporsi rumah tangga miskin usaha pertanian setiap Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat tersaji pada Gambar 5.

Gambar

Grafik pemilihan komponen utama
Gambar 1  Desain penarikan contoh Susenas mulai tahun 2011
Tabel 2  Rincian peubah penyerta
Tabel 3  Penduga langsung proporsi RTMUP dan RTMP setiap Kabupaten/Kota
+6

Referensi

Dokumen terkait

Pembimbing penulisan skripsi saudara Rudi Wahyudi, NIM: 20402108078, Mahasiswa Jurusan/Program Studi Pendidikan Matematika pada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN

Dengan menggunakan sensor ultrasonik sebagai pendeteksi kemiringan robot terhadap tanah, jika sensor mendeteksi jarak yang jauh dari pada tanah maka motor dc akan berputar

Pengunjung tengah melihat benih dan hasil panen tomat dan cabe di Stand Pertanian Masuk Kota Bersama Panah Merah Pos Kota’ di arena Flona Lapangan Banteng, Jakarta Pusat,

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah – Nya sehingga kita masih diberikan kesehatan serta kesempatan agar penulis

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan gaya kepemimpinan transformasional yang ada di TelkomVision RO Jabar, mengetahui tingkat kinerja

Langkah awal dalam menerapkan Activity Based Costing System ( ABC system ) adalah dengan mengidentifikasi berbagai macam biaya yang terjadi pada Perusahaan Rokok

Namun tidak semua suspense yang muncul pada cerita “Sasmita Narendra” akan divisualisasikan dengan angle kamera subjektif namun terdapat strategi-strategi

Penulis membuat perencanaan yang dibuat berdasarkan tindakan segera atau kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain.Perencanaan yang dibuat yaitu memberikan beritahu ibu