• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Nilai Tambang, Kelembagaan Dan Kebijakan Yang Terkait Penambangan Pasir Besi Di Kabupaten Cianjur (Studi Kasus: Perusahaan Pemegang Iup Dan Upr).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Nilai Tambang, Kelembagaan Dan Kebijakan Yang Terkait Penambangan Pasir Besi Di Kabupaten Cianjur (Studi Kasus: Perusahaan Pemegang Iup Dan Upr)."

Copied!
160
0
0

Teks penuh

(1)

KEBIJAKAN YANG TERKAIT PENAMBANGAN PASIR BESI

DI KABUPATEN CIANJUR

(Studi Kasus: Perusahaan Pemegang Ijin Usaha Pertambangan (IUP) dan Usaha Pertambangan Rakyat (UPR))

M U H S I N

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Nilai Tambang, Kelembagaan dan Kebijakan yang Terkait Penambangan Pasir Besi di Kabupaten Cianjur (Studi Kasus: Perusahaan Pemegang Ijin Usaha Pertambangan (IUP) dan Usaha Pertambangan Rakyat (UPR)) adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor

Bogor, Januari 2015

(3)

MUHSIN. Analisis Nilai Tambang, Kelembagaan dan Kebijakan yang Terkait Penambangan Pasir Besi di Kabupaten Cianjur (Studi Kasus: Perusahaan Pemegang IUP dan UPR). Dibimbing oleh ACENG HIDAYAT dan EKA INTAN KUMALA PUTRI

Penambangan pasir besi di Kabupaten Cianjur dimulai pada tahun 2009. Ekploitasi secara besar-besaran dimulai pada tahun 2011 dengan diterbitkannya ijin usaha pertambangan (IUP) dan ijin pertambangan rakyat (IPR). IUP dan IPR merupakan implementasi dari penerapan Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara. Setelah penerbitan ijin pertambangan maka perusahaan-perusahaan yang telah mendapatkan legalitas melakukan ekploitasi pasir besi di Wilayah Pantai Cianjur. Efek dari distribusi pasir besi menuju konsumen mengakibatkan kerusakan jalan yang dilalui kendaraan pengangkut pasir besi. Secara kelembagaan juga terjadi konflik kepentingan berbagai

stakeholder yang berimbas pada beberapa perusahaan penambangan mengalami kebangkrutan. Penjualan produk yang berupa raw material menjadi masalah tersendiri karena keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan dan penerimaan pemerintah tidak optimal. Tujuan spesifik penelitian ini adalah: 1). Mendapatkan nilai ekonomi tambang pasir besi; 2). Mendapatkan nilai deplesi dan nilai kerusakan jalan akibat pengangkutan pasir besi; 3). Menganalisis aspek kelembagaan penambangan pasir besi, kepentingan dan pengaruh stakeholder

dalam menentukan arah kegiatan penambangan pasir besi; 4). Menentukan kebijakan yang paling tepat untuk kegiatan penambangan pasir besi yang berkelanjutan di Kabupaten Cianjur.

Metode penelitian yang digunakan untuk menganalisis nilai ekonomi penambangan pasir besi dengan menggunakan metode cost-benefit analysis yang memperhitungkan nilai deplesi dan kerusakan insfrastruktur jalan. Analisis kelembagaan dengan menggunakan pendekatan Dolsak & Ostrom (2003). Untuk menentukan kebijakan kegiatan penambanga pasir besi di Kabupaten Cianjur yang lebih provitabel dan ramah lingkungan digunakan metode SWOT dan AHP.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara ekonomi penambangan pasir besi telah memberikan keuntungan bagi perusahaan dari tahun ke tahun, mulai dari tahun 2009-2013. Nilai deplesi dan kerusakan jalan terus meningkat dari tahun ke tahun. Dengan menganalisis kepentingan dan pengaruh stakeholder kita bisa memetakan peran-peran kunci dan power yang mereka miliki dalam penentuan kebijakan dan interaksi antar stakeholder dalam kegiatan penambangan pasir besi di Kabupaten Cianjur. Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur yang lebih memprioritaskan kegiatan penambangan pasir besi pada Usaha Penambangan Rakyat (UPR), menjadikan UPR sebagai salah satu pemain kunci dalam kegiatan penambangan ini.

(4)

Smelter UPR dan perusahaan pemegang IUP dapat memotong biaya distribusi yang cukup signifikan. Keuntungan perusahaan yang meningkat menumbuhkan harapan bagi penambang untuk mendapatkan upah yang meningkat per kubik ton

raw material pasir besi.

(5)

MUHSIN. Mine Value Analysis, Institutional and Policy related Iron Sand Mining in Cianjur District (Case Study: Company IUP and UPR). Supervised by ACENG HIDAYAT and EKA INTAN KUMALA PUTRI

Iron sand mining in Cianjur district has been conducted sence 2009. The large-scale exploitation began in 2011 with the publication of the mining business license (IUP) and mining people license (IPR). IUP and IPR is an implementation of the application of Law Number 4 of 2009 on Mineral and Coal. After the issuance of mining permits, the companies that have gained legality exploit iron sands on the coast of Cianjur. The effects of the distribution of iron sand toward consumers result in damage roads by vehicles transporting iron sand. Institutionally also a conflict of interest of various stakeholders that impact on several mining companies went bankrupt. Sales of products in the form of raw material into its own problems because the profits earned by the company and government revenue is not optimal. The purpose of research are: 1). Analyzing the economic value of iron sand mining; 2). Calculating the value of depletion and the value of the damage due to the transport of iron ore; 3). Analyzing the institutional aspects of iron sand mining, interests and influence of stakeholders in determining the direction of iron sand mining activities; 4). Determine the most appropriate policy for iron sand mining activities are ongoing in Cianjur District.

The method used to analyze the economic value of iron sand mining by using the method of cost-benefit analysis that takes into account the value of depletion and damage to road infrastructure. Institutional analysis using Ostrom approach (1990). To determine the activity policy of iron sand mining in Cianjur District more provitabel and environmentally friendly use of SWOT and AHP method.

The results showed that iron sand mining economy have benefited the company from year to year, ranging from the years 2009-2013. Value of depletion and damage to roads continues to increase from year to year. By analyzing the influence of stakeholder interests and we can map out the key roles and power that they have in determining the policies and interaction among stakeholders in the iron sand mining activities in Cianjur District. Cianjur District administration policies that prioritize iron sand mining activities in the People Mining Enterprises (UPR), making the UPR as one of the key players in these activities. Formation Smelter enterprises (BUMD) become a major alternative to increase goverment revenue, profit mining and quarry workers' welfare. Transportation of goods by sea into the main alternative to wake up the environment and infrastructure

(6)

@Hak Cipta milik IPB, tahun 2015

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

(Studi Kasus: Perusahaan Pemegang Ijin Usaha Pertambangan (IUP) dan Usaha Pertambangan Rakyat (UPR))

M U H S I N

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)

Maha Kuasa, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan penelitian tesis yang berjudul : ANALISIS NILAI TAMBANG, KELEMBAGAAN DAN KEBIJAKAN YANG TERKAIT PENAMBANGAN PASIR BESI DI KABUPATEN CIANJUR (Studi Kasus: Perusahaan Pemegang Ijin Usaha Pertambangan (IUP) dan Usaha Pertambangan Rakyat (UPR)). Tesis ini merupakan syarat dalam melakukan memperoleh gelar Magister Sains di sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Aceng Hidayat, M. T, dan Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, M.Si. atas kesediaannya untuk meluangkan waktu dalam membimbing penulis dari penulisan proposal sampai terselesaikannya laporan penelitian ini. Staf dan managemen Koperasi Pansela Jaya, UPR. H. Karom dan UPR. Jujun Iskandar yang telah membantu dalam penyediaan data. Pihak Pemerintah Kabupaten Cianjur tempat saya bekarja yang telah mensuport dan memberikan banyak informasi. JAM Universitas Brawijaya Malang yang telah membantu menerbitkan jurnal hasil penelitian ini. Pihak di belakang layar yang senantiasa mendukung, Ir. Ridwan Nugraha, dr. Suarsyaf, Ir. H. Yanto Hartono, MM., Ir. Mahani, Mbak Sofia, rekan-rekan ESL 2011 (Dion, Gerihano, Norita, Janer Sangaji, Riyan, dan Ade), orang tua, istri dan anak-anak tercinta, penulis ucapkan juga terimakasih sebesar-besarnya.

Penulis berharap hasil penelitian ini berguna dan mampu menjadi masukan dalam penentuan kebijakan bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Bogor, Januari 2015

(11)

DAFTAR TABEL xiii

Tujuan dan Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian

Mekanisme dan Perijinan Penambangan Pasir Besi

Aktor dan Mekanisme Hubungan dalam Praktek Pertambangan

Pendekatan Kelembagaan dalam Pengelolaan Penambangan Pasir Besi Analisis Stakeholder

Nilai Benefit dan Cost Hasil Tambang

(12)

Karakteristik Topografi Tenaga Kerja

PDRB Menurut Kelompok Sektor

Penambangan Pasir Besi di Kabupaten Cianjur Kondisi Umum Kecamatan Cidaun

Jumlah Penduduk dan Mata Pencaharian Warga Kecamatan Cidaun Pendidikan

Gambaran Kegiatan Penambangan Perusahaan Pemegang IUP dan UPR Kegiatan Penambangan Pasir Besi

Rehabilitasi Lahan Bekas Penambangan Dampak Lingkungan

Dampak Ekonomi Penambangan Pasir Besi Dampak Sosial

Biaya dan Manfaat Hasil Tambang Produksi Pasir Besi

Biaya produksi

Penerimaan dan Keuntungan Kotor Pasir besi

Keuntungan Bersih dengan Memperhitungkan Nilai Pajak Pasir Besi Nilai Deplesi

Persepsi Tentang Kerugian Ekonomi Akibat Kerusakan Jalan Persepsi tentang Kondisi Jalan

Kondisi Kinerja Jalan

Kerugian Akibat Penambahan Waktu Tempuh Nilai Peningkatan Konsumsi BBM

Nilai Peningkatan Konsumsi BBM Ruas Sindangbarang-Cianjur Peningkatan Konsumsi BBM Kendaraan pada Ruas Warungdanas-Cinangsi

Kerugian Riil Kenaikan Konsumsi BBM Total Persepsi Kerugian Ekonomi Akibat Kerusakan Jalan Analisis Kelembagaan

(13)

Kerangka Aturan Informal

Analisis dan Klasifikasi Stakeholder Kebutuhan Stakeholder

Mekanisme Hubungan Antar Stakeholder

Pembangunan Berkelanjutan dalam Kerangka Normatif Pertambangan Pasir Besi di Kabupaten Cianjur

Analisis SWOT

Analisis Strategi Faktor Internal Analisis Faktor Strategi Eksternal Matriks Internal Eksternal (IE)

Analisis Matriks Strategic Position and Action Evaluation (SPACE) Tahap Pengambilan Rumusan Keputusan dengan Analisis SWOT Pemilihan Alternatif Terbaik Kebijakan dengan Analisis AHP

Solusi terhadap Permasalahan dan Strategi Implementasi Alternatif Kebijakan Penambangan Pasir Besi di Kabupaten Cianjur

64 66 70 70

71 73 73 78 84 84 85 88

101

7 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan Saran

102 102 102

(14)

1 Produksi Barang Tambang Mineral Logam di Indonesia Tahun

2005-2011 2

2 Panjang Kerusakan Jalan yang Dilalui Kendaraan Pengangkut Pasir Besi

di Kabupaten Cianjur 3

3 Rincian informan dan sampel 16

4 Matriks Keterkaitan Tujuan, Sumber Data dan Metode Analisis Data 17

5 Analisis Stakeholder 20

6 Matriks Faktor Strategi Internal 20

7 Matriks Faktor Strategi Eksternal 21

8 Mastriks Strategi Internal Eksternal (IE) 22

9 Matriks SWOT 24

10 PDRB Kabupaten Cianjur Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2009 dan

2013 28

11 Jumlah Sekolah dan Siswa di Kecamatan Cidaun 32 12 Jenis Kelamin dan Tingkat Pendidikan Responden Ruas Jalan

Sindangbarang-Cianjur 39

13 Jenis Pekerjaan Responden dan Pendapatan Rata-Rata Pengguna Jalan

Ruas Sindangbarang-Cianjur 39

14 Jenis Kelamin dan Tingkat Pendidikan Responden Ruas Jalan

Warungdanas-Cinangsi 40

15 Jenis Pekerjaan Responden dan Pendapatan Rata-Rata Pengguna Jalan

Ruas Warungdanas-Cinangsi 41

16 Produksi Pasir Besi di Kabupaten Cianjur Tahun 2009-2013 42 17 Biaya Produksi Perusahaan Penambangan Pasir Besi di Kecamatan

Cidaun 43

18 Keuntungan Kotor Riil Perusahaan Pemegang IUP pada Penambangan Pasir Besi di Kabupaten Cianjur Tahun 2009-2013 44 19 Keuntungan Kotor Riil UPR pada Penambangan Pasir Besi di Kabupaten

Cianjur Tahun 2009-2013 45

20 Keuntungan Bersih Riil pada Usaha Penambangan Pasir Besi di

Kabupaten Cianjur Tahun 2009-2013 46

21 Nilai Deplesi Riil pada Usaha Penambangan Pasir Besi di Kabupaten

Cianjur Tahun 2009-2013 47

22 Persepsi Masyarakat terhadap Kondisi Jalan Ruas

Sindangbarang-Cianjur 48

23 Persepsi Masyarakat terhadap Penyebab Kerusakan Jalan Ruas

Sindangbarang-Cianjur 48

24 Persepsi Masyarakat terhadap Kondisi Kondisi Jalan di Ruas

Warungdanas Cinangsi 49

25 Persepsi Masyarakat terhadap Penyebab Kerusakan Jalan Warungdanas-

Cinangsi 49

(15)

28 Nilai Kerugian Riil Akibat Penambahan Waktu Tempuh Kendaraan Roda 4 Pada Ruas Jalan Sindangbarang-Cianjur Tahun 2009-2013 52 29 Nilai Kerugian Riil Akibat Penambahan Waktu Tempuh Kedaraan Roda 2

Pada Ruas Sindangbarang-Cianjur Tahun 2009-2013 53 30 Nilai Kerugian Riil Akibat Penambahan Waktu Tempuh Kendaraan Roda

4 Ruas Warungdanas-Cinangsi Tahun 2009-2013 54

31 Nilai Kerugian Riil Akibat Penambahan Waktu Tempuh Kedaraan Roda 2 Pada Ruas Warungdanas-Cinangsi Tahun 2009-2013 55 32 Nilai Kerugian Riil Total Akibat Penambahan Waktu Tempuh Tahun

2009-2013 56

33 Nilai Kerugian Riil Akibat Peningkatan Konsumsi BBM Kendaraan Roda

4 Ruas Sindangbarang-Cianjur Tahun 2009-2013 57

34 Nilai Kerugian Riil Akibat Peningkatan Konsumsi BBM Kendaraan Roda 2 Ruas Sindangbarang-Cianjur Tahun 2009-2013 58 35 Nilai Kerugian Riil Akibat Peningkatan Konsumsi BBM Kendaraan Roda

4 Ruas Warungdanas-Cinangsi Tahun 2009-2013 59

36 Nilai Kerugian Riil Akibat Peningkatan Konsumsi BBM Kendaraan Roda

2 Ruas Warungdanas-Cinangsi Tahun 2009-2013 60

37 Tambahan Konsumsi BBM Riil Secara Total Tahun 2009-2013 61 38 Persepsi Kerusakan Jalan Akibat Penambangan Pasir Besi di Kabupaten

Cianjur Tahun 2009-2013 61

39 Hasil Perhitungan Nilai Tingkat Pengaruh Stakeholder Penambangan

Pasir Besi di Kabupaten Cianjur 66

40 Hasil perhitungan nilai tingkat kepentingan stakeholder Penambangan

Pasir Besi di Kabupaten Cianjur 66

41 Kebutuhan stakeholder Penambangan Pasir Besi di Kabupaten Cianjur 69 42 Kelompok kebutuhan stakeholder Penambangan Pasir Besi di Kabupaten

Cianjur 70

43 Matriks Strategi Internal Pengelolaan Pasir Besi yang Berkelanjutan 77 44 Matriks Strategi Eksternal Pengelolaan Pasir Besi yang Berkelanjutan 83 45 Hasil Anaslis Matriks Strategi Internal Eksternal Pengeloaan Pasir Besi

yang Berkelanjutan 84

46 Hasil Analisi Matriks SWOT Pengeloaan Pasir Besi yang Berkelanjutan 86 47 Hasil Analisis Pemeringkatan Faktor Formulasi Strategi Penambangan

Pasir Besi di Kabupaten Cianjur 89

48 Hasil Analisis Pemeringkatan Faktor Formulasi Strategi Penambangan

Pasir Besi di Kabupaten Cianjur 90

49 Hasil Analisis Pemeringkatan Tujuan Berdasarkan Kepentingan Aktor dalam Kegiatan Penambangan Pasir Besi di Kabupaten Cianjur 93 50 Hasil Analisis Pemeringkatan Strategi Penambangan Pasir Besi di

(16)

1 Dampak Eksternalitas Negatif 11 2 Pendekatan Kelembagaan Pengelolaan Sumberdaya Alam 12

3 Skema Alur Kerangka Pemikiran Penelitian 15

4 Matriks SPACE 23

5 Struktur AHP Penentuan Prioritas Kebijakan Penambangan Pasir Besi 25

6 Penampungan Pasir Besi di stockpile 29

7 Peta Jalur Pengangkutan Pasir Besi 30

8 Peta Kecamatan Cidaun Kabupaten Cianjur 31

9 Area Penambangan Koperasi Pansela Jaya 33

10 Area Penambangan UPR H. Karom dan UPR Jujun I 34

11 Tahap Proses Penambangan 34

12 Kegiatan Penambangan dan Penyeleksian Pasir Besi di Pantai Cianjur

Selatan 36

13 Mekanisme Perijinan Penambangan Pasir Besi di Kabupaten Cianjur 65 14 Matriks Pengaruh dan Kepentingan stakeholder terhadap Kegiatan

Penambangan Pasir Besi di Kabupaten Cianjur 67 15 Hasil Analisis Matriks SPACE Pengeloaan Pasir Besi yang Berkelanjutan 85 16 Struktur AHP Penentuan Prioritas Kebijakan Penambangan Pasir Besi di

Kabupaten Cianjur 88

17 Bobot Faktor Lingkungan dan Infrastruktur Terhadap Aktor Penambangan

Pasir Besi 91

18 Bobot Faktor Potensi Pasar terhadap Aktor Penambangan Pasir Besi 91 19 Bobot Faktor Peluang Investasi terhadap Aktor Penambangan Pasir Besi 92 20 Bobot Faktor Regulasi Regulasi terhadap Aktor Penambangan Pasir Besi 93 21 Bobot Kepentingan UPR terhadap Tujuan Penambangan Pasir Besi 94 22 Bobot Kepentingan Pemda Cianjur Terhadap Tujuan Penambangan Pasir

Besi 94

23 Bobot Kepentingan Perusahaan terhadap Tujuan Penambangan Pasir Besi 95 97 24 Bobot Kepentingan Penambang terhadap Tujuan Penambangan Pasir Besi 95 97 25 Bobot Kepentingan Pemerintah Desa terhadap Tujuan Penambangan Pasir

Besi 96

26 Bobot Kepentingan LSM terhadap Tujuan Penambangan Pasir Besi 96 27 Bobot Tujuan Peningkatan PAD terhadap Strategi Alternatif Penambangan

Pasir Besi 97

28 Bobot Tujuan Kelestarian Lingkungan terhadap Strategi Alternatif

Penambangan Pasir Besi 98

29 Bobot Tujuan Keuntungan Usaha terhadap Strategi Alternatif Penambangan

Pasir Besi 98

30 Bobot Tujuan Kesejahteraan Penambang terhadap Strategi Alternatif Penambangan Pasir Besi

(17)

Halaman 1 Data Produksi Pasir Besi Di Kabupaten Cianjur Tahun 2013 108 2 Penerimaan Pajak dan Royalti Penambangan Pasir Besi di Kab. Cianjur 108 3 Biaya Produksi Penambangan Pasir besi Koperasi Pansela Jaya 109 4 Biaya Produksi Penambangan Pasir besi UPR. H. Karom danUPR

Jujun I 109

5 Biaya Produksi Perusahaan terhadap Tahun Dasar 2012 110

6 Inflasi, BI Rate dan Suku Bunga Riil (r) 110

7 PDRB Nominal, PDRB Konstan dan Indeks Harga Implisit 110 8 Interpolasi Waktu Tempuh dan Kecepatan Kendaraan 111 9 Kecepatan Kendaraan Roda 2 dan Roda 4 Menurut MKJI 1997 111 10 Responden Pengendara Mobil Ruas Jalan Sindangbarang-Cianjur 112 11 Responden Pengendara Motor Ruas Jalan Sindangbarang-Cianjur 117 12 Responden Pengendara Mobil Ruas Jalan Warungdanas-Cinangsi 128 13 Responden Pengendara Motor Ruas Jalan Warungdanas-Cinangsi 130 14 Tingkat Kepentingan Stakeholder terhadap Kegiatan Penambangan

Pasir Besi di Kabupaten Cianjur 136

15 Kriteria Penilaian Tingkat Pengaruh Stakeholder dalam Pengelolaan

(18)

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

Pertambangan mineral khususnya pasir besi mengambil peranan penting dalam perkembangan kehidupan manusia. Kemajuan teknologi dan keanekaragaman produk industri, tidak lepas dari inovasi kreatif dalam mengolah dan merekayasa produk-produk pertambangan menjadi bentuk dan model baru yang bisa digunakan manusia untuk mempermudah aktivitas hidupnya (Azimi, R., et al. 2011).

Besi (Fe) adalah salah satu unsur yang paling melimpah pembentuk batuan, dan 5 % dari kerak bumi terdiri atas senyawa besi. Unsur ini merupakan elemen keempat yang paling berlimpah setelah oksigen, silikon dan aluminium. Besi juga merupakan logam yang paling banyak didistribusikan secara luas setelah aluminium. Umumnya senyawa besi yang ditambang saat ini terdiri dari oksida besi mineral hematit Fe2O3 (70

% Fe), gutit Fe2O3S H2O (63 % Fe), limonit campuran oksida besi terhidrasi (60 % Fe ),

dan magnetit Fe3O4 (72 %Fe). Sebagian besar sumber daya mineral besi di dunia terjadi

pada batuan sedimen yang kaya zat besi yang dikenal sebagai formasi banded besi (BIFs) yang hampir secara eksklusif berasal dari usia Prakambrium (lebih tua dari 600 juta tahun ), BIFs terjadi di semua benua. Dalam banyak kasus senyawa ini ditambang sebagai pasir besi yang dibenefisiasi menghasilkan bijih besi (konsentrat). Sekitar 98 % dari produksi bijih besi dunia digunakan untuk membuat besi baja. Dari baja inilah berbagai produk turunan yang menggunakan besi diciptakan (Australian Mines Atlas, 2013). Meskipun bijih besi dan produk derivatnya telah dipergunakan untuk berbagai aktivitas manusia lebih dari 3.000 tahun, namun penggunaannya semakin meluas di abad ke-14, ketika tungku peleburan (blast furnace) mulai menggantikan kegiatan menempa (Australian Mines Atlas, 2013). Di abad ke-21 ini perkembangan teknologi pengolahan telah menyebabkan ekstraksi biji kadar rendah menjadi lebih ekonomis, sehingga ekstraksinya semakin luas dan lebih dalam pada lapisan bumi yang harus digali. Hal ini menyebabkan kegiatan tambang menimbulkan dampak lingkungan yang besar dan bersifat penting (Bapedal 2001).

(19)

Tingginya ekstraksi mineral sebagai bahan dasar logam tidak hanya terjadi pada pasir besi. Ekstraksi bauksit, nikel dan tembaga juga cukup tinggi dan cenderung terus meningkat. Tingginya ekstraksi ini selain karena demand yang terus meningkat juga karena depositnya yang besar di Indonesia. Selain itu bahan-bahan tersebut bisa diolah sebagai logam berbahan dasar senyawa tunggal maupun menjadi logam campuran yang menghasilkan produk lain seperti stainless steel, alloy, dll. Bahan-bahan logam tersebut memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga dunia industri, konstruksi dan rumah tangga menggunakannnya untuk berbagai macam kepentingan. Berikut ini data produksi beberapa mineral logam secara nasional dari tahun 2005-2011.

Tabel 1. Produksi Barang Tambang Mineral Logam di Indonesia Tahun 2005-2011 No. Tahun Pasir Besi 7. 2011 11.814.544 24.714.940 12.482.829 1.472.238 Sumber: Badan Pusat Statistik Tahun 2012

Tabel di atas menunjukkan bahwa produksi tambang mineral logam di Indonesia khususnya pasir besi terus meningkat dari tahun ke tahun, hal ini memberikan dampak ekonomi secara signifikan tetapi secara lingkungan menimbulkan degradasi dan secara sosial menimbulkan konflik di beberapa daerah di Indonesia.

Propinsi Jawa Barat merupakan salah satu propinsi yang menyimpan potensi cadangan pasir besi sebesar 60 juta ton yang tersebar di beberapa kabupaten (BKPM, 2010). Dampak negatif yang banyak dirasakan adalah rendahnya nilai pendapatan asli daerah dan peningkatan kerusakan jalan akibat pengangkutan hasil tambang melalui jalan umum. Kerusakan jalan merupakan permasalahan serius yang dihadapi oleh hampir seluruh negara di dunia. Kerusakan jalan ini disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya disebabkan oleh beban muatan kendaraan yang melintas melebihi kapasitas muatan.

Kabupaten Cianjur merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang menyimpan deposit provent pasir besi sebesar empat juta ton atau tujuh persen cadangan Jabar. Deposit tersebut terdapat di sepanjang garis Pantai Cianjur yang membentang sepanjang 70 KM. Secara geografis lokasi tambang tersebut terletak di tiga kecamatan yaitu: Kecamatan Cidaun, Sindangbarang dan Agrabinta. Pasir besi di lokasi tersebut terbentuk sebagai gundukan pasir pantai yang terbawa ombak. Akses jalan dan teknik penambangannya yang mudah telah mendorong banyak investor mendirikan usaha penambangan yang bekerjasama dengan usaha pertambangan rakyat (UPR).

(20)

Undang-Undang No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Diantara Usaha Pertambangan Rakyat (UPR) yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah UPR H. Karom dan UPR Jujun Iskandar. Setelah mendapatkan ijin pertambangan maka perusahaan-perusahaan yang telah mendapatkan legalitas melakukan ekploitasi pasir besi di Wilayah Pantai Cianjur. Pengangkutan produk tersebut melalui jalur darat, hal ini mengakibatkan kerusakan jalan disepanjang ruas yang dilalui truk pengangkut pasir besi. Berikut ini data kerusakan jalan yang dilalui angkutan pasir besi dari tahun 2009-2012.

Tabel 2. Panjang Kerusakan Jalan yang Dilalui Kendaraan Pengangkut Pasir Besi di Kabupaten Cianjur

No. Jenis Jalan Panjang

Jalan (KM)

Panjang Kerusakan Jalan (KM) Kelas Jalan 2009 2010 2011 2012

1. Jalan Negara 60,21 5,31 5,42 II

2. Jalan Propinsi 120,16 12,41 14,33 22,63 25,94 IIIb 3. Jalan Kabupaten 10,50 0,6 0,71 4,6 5,8 IIIc Sumber: 1). D. Binamarga Provinsi Jawa Barat 2012

2). D. Binamarga Kabupaten Cianjur 2012

Berdasarkan tabel di atas terjadi peningkatan kerusakan jalan yang cukup tajam, terjadi sejak eksploitasi masif usaha pertambangan tahun 2011. Kerusakan jalan ini disebabkan oleh beban kendaraan yang melebihi kelas kemampuan jalan. Banyak pengguna jalan tidak menyadari bahwa tonase beban kendaraan yang diijinkan melewati jalan provinsi maksimal 8 ton, ketika truk yang melintas membawa 4 kubik pasir besi sebenarnya muatan beban yang dibawa melebihi kelas kemampuan jalan tersebut karena berat jenis pasir besi yang dikirim minimal memiliki berat jenis 2,6 gr/Cm3. Berat jenis

tersebut ketika dikalikan dengan kubikasi akan menghasilkan beban seberat 10,4 ton.

Perumusan Masalah

Saat ini penambangan pasir besi telah membawa dua konsekuensi penting, khususnya di negara-negara berkembang yaitu meningkatnya pendapatan dan terjadinya degradasi lingkungan. Di Wilayah Pantai Cianjur penambangan pasir besi telah memberi kontribusi bagi pendapatan masyarakat setempat karena model pertambangan yang diijinkan oleh pemerintah daerah adalah pertambangan padat karya dengan menerbitkan Ijin Pertambangan Rakyat (IPR) dan Ijin Usaha Pertambangan (IUP).

(21)

Permasalahan berikutnya yang terdapat pada perusahaan pemegang IUP dan UPR adalah hasil produksi yang dipasarkan masih berupa raw material. Pemasaran produk ini menyebabkan perusahaan penambangan tidak mendapatkan tambahan keuntungan dari nilai tambah produk yang bisa diolah. Aspek lingkungan kurang menjadi fokus perhatian, membuat perusahaan pemegang IUP dan UPR dapat menekan biaya produksi menjadi rendah sehingga mendorong eksploitasi berlebihan, ditambah lagi dengan relatif mudahnya mendapatkan ijin penambangan dari bupati di era otonomi daerah ini. Hal ini berakibat pada kerusakan lingkungan yang tidak bisa dihindari. Dengan ditetapkannya UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara Gubernur Jawa Barat mengeluarkan surat edaran moratorium berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan dan PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan. Moratorium ini dikeluarkan untuk melakukan penyesuian dengan undang-undang yang baru, hingga penataan dan pelaksanaan pertambangan nantinya bisa tertib serta sesuai dengan perundang-undangan. Namun dalam prakteknya moratorium tersebut tidak berjalan efektif karena adanya egosentris otonomi daerah yang menyebabkan pemerintah kabupaten cenderung tidak peduli dengan peraturan yang diterbitkan oleh provinsi jika bertentangan dengan kepentingannya, sehingga kegiatan penambangan pasir besi yang melanggar ketentuan moratorium tetap berjalan dan ijinnya tidak dicabut oleh pemerintah daerah kabupaten.

Proses pengangkutan pasir besi melalui jalan umum menyebabkan kerusakan jalan mencapai puluhan kilometer. Jalan ini yang tidak hanya dimanfaatkan untuk kegiatan penambangan tetapi juga oleh masyarakat umum sehingga ketika terjadi kerusakan mengakibatkan kerugian bagi penggunanya. Kerugian bisa berupa kemungkinan terjadinya kecelakaan dan semakin lamanya waktu tempuh. Selain itu kondisi ini akan meningkatkan biaya perbaikan kendaraan dan penambahan konsumsi BBM. Perjalanan kendaraan yang melalui ruas Sindangbarang Cianjur sejauh 120 KM yang biasanya ditempuh selama 4 jam menjadi 5-6 jam. Pada dasarnya pengangkutan melalui jalan umum sangat sulit dihindari, namun kondisi jalan berupa jalan berlubang dan retak akibat kegiatan pengangkutan seharusnya dibebankan kepada perusahaan penambangan pasir besi.

Untuk mengatasi masalah di atas dan menetapkan fokus penambangan berdasarkan potensi sumberdaya, manfaat, karakteristik masyarakat, peraturan pemerintah dan keterkaitannya dengan kerusakan infrastruktur maka perlu dianalisis aspek kelembagaan beserta stakeholder yang terlibat di dalamnya. Stakeholder yang dimaksud adalah masyarakat pelaku penambangan, pemegang ijin usaha pertambangan (IUP), UPR, pemerintah daerah, masyarakat terdampak, LSM, pemerintah desa dan lembaga swadaya masyarakat. Dengan melibatkan seluruh stakeholder diharapkan proses kegiatan penambangan akan lebih aspiratif dan berkontribusi positif bagi pembangunan.

Pemahaman yang mendalam terhadap karakteristik dan potensi sumberdaya di wilayah penambangan pasir besi merupakan hal penting dalam merumuskan strategi penambangan yang paling tepat. Untuk menetapkan arahan strategi penambangan yang paling tepat perlu dianalisis faktor-faktor yang terkait dengan peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan. Dengan mengetahui faktor-faktor tersebut akan dihasilkan arahan yang efektif untuk kegiatan penambangan pasir besi di Kabupaten Cianjur.

(22)

1. Berapa nilai ekonomi tambang pasir besi di perusahaan pemegang Ijin Usaha Pertambangan (IUP) dan Usaha Pertambangan Rakyat (UPR)?

2. Berapa nilai deplesi pasir besi dan degradasi lingkungan berupa kerusakan jalan akibat pengangkutan pasir besi di Kabupaten Cianjur dari persepsi pengguna jalan?

3. Bagaimana aspek kelembagaan penambangan pasir besi, kepentingan dan pengaruh stakeholder dalam menentukan arah kegiatan penambangan pasir besi? 4. Bagaimana kebijakan yang paling tepat untuk kegiatan penambangan pasir besi

di Kabupaten Cianjur?

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran nilai ekonomi dengan mengambil studi kasus pada perusahaan penambangan, menilai kerusakan lingkungan, menganalisis aspek kelembagaan dan kebijakan yang terkait dengan penambangan pasir besi di Kabupaten Cianjur. Berdasarkan tujuan umum tersebut, maka tujuan spesifik penelitian ini adalah:

1. Mendapatkan nilai ekonomi tambang pasir besi perusahaan pemegang Ijin Usaha Pertambangan (IUP) dan Usaha Pertambangan Rakyat (UPR.

2. Mendapatkan nilai deplesi pasir besi dan kerusakan jalan akibat pengangkutan pasir besi di Kabupaten Cianjur.

3. Menganalisis aspek kelembagaan penambangan pasir besi, kepentingan dan pengaruh stakeholder dalam menentukan arah kegiatan penambangan pasir besi 4. Menentukan kebijakan yang paling tepat untuk kegiatan penambangan pasir besi

yang berkelanjutan di Kabupaten Cianjur.

Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai pengelolaan dan pemanfaatan bidang pertambangan terutama pasir besi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk perusahaan penambangan akan sangat bermanfaat dalam rangka mencegah tuntutan pidana karena pengelolaan penambangan yang merugikan lingkungan hidup dan mencegah terjadinya konflik dengan masyarakat di sekitar area pertambangan.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah:

1. Penelitian terhadap perusahaan pemegang IUP hanya dilakukan terhadap satu perusahaan yang ada di Kecamatan Cidaun dan penelitian terhadap UPR dilakukan terhadap dua UPR mandiri yang melakukan kegiatan penambangan dan pemasaran bersama. Lokasi UPR ini juga ada di Kecamatan Cidaun Kabupaten Cianjur.

(23)

3. Penelitian untuk menganalisis kelembagaan dan stakeholder dilakukan terhadap

stakeholder yang terkait dengan kegiatan penambangan pasir besi.

4. Penelitian untuk menentukan kebijakan penambangan pasir besi dilakukan terhadap responden yang memiliki kompetensi untuk menjelaskan dan menilai kegiatan penambangan pasir besi di Kabupaten Cianjur

2. TINJAUAN PUSTAKA

Pertambangan di Indonesia

Indonesia adalah Negara yang kaya dengan sumber daya alam, khususnya bahan tambang. Menurut Survei Geologi Amerika Serikat (USGS, 2009), saat ini Indonesia menduduki peringkat ke-6 sebagai negara yang kaya akan sumber daya tambang. Demikian juga dengan potensi bahan galiannya, Indonesia menduduki peringkat ke-3 untuk ekspor batubara, peringkat ke-2 untuk produksi timah, peringkat ke-2 untuk produksi tembaga, peringkat ke-6 untuk produksi emas. Kondisi excellent tektonik dan geologi itulah yang membawa Indonesia menjadi satu di antara produsen mineral dunia. Indonesia juga memberikan sumbangsih cadangan emas terbesar di kawasan South East Asia, yaitu sebesar 39% (sekitar 168 Moz /5.215 tonnes). Dengan profil yang demikian, Indonesia menjadi negara yang sangat menjanjikan bagi kalangan pelaku industri pertambangan untuk bisa berinvestasi. Selain potensi-potensi sumberdaya yang disebutkan di atas, masih banyak sumber daya alam lain yang menjadi kebanggaan Indonesia di mata dunia, seperti batubara, minyak bumi, gas alam, pasir besi, dan lain-lain.

Meski Indonesia menjadi surga bahan-bahan tambang, semua kekayaan tersebut belum sepenuhnya dikelola secara optimal. Masih banyak kendala atau tantangan yang dihadapi dalam mengoptimal berbagai potensi itu. Tantangan berat dirasakan bukan hanya di bidang hilir, tetapi juga di bidang hulu, yaitu dalam bidang eksplorasi. Kegiatan eksplorasi merupakan faktor yang sangat fundamental bagi industri pertambangan, tanpa eksplorasi tidak akan ada hasil tambang yang berupa mineral, metal, maupun batubara. Eksplorasi diperlukan untuk mengetahui potensi sumber daya dan juga untuk meningkatkan status sumber daya menjadi cadangan (reserve). Saat ini, Masyarakat Geologi Ekonomi Indonesia (MGEI) dan Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) telah membuat kode pelaporan mengenai hasil eksplorasi, sumber daya dan cadangan yang disebut dengan Komite Cadangan Mineral Indonesia (KCMI). KCMI sangat penting dan memiliki peran strategis, karena banyak institusi yang berkaitan dengan pertambangan memerlukan standard yang tinggi berkaitan dengan data eksplorasi, sumberdaya dan cadangan. Adanya KCMI diharapkan dapat semakin membangun kepercayaan industri pertambangan dengan stakeholder lainnya (MGEI, 2013).

Mekanisme dan Perijinan Penambangan Pasir Besi

Mekanisme penambangan open pit mining (penambangan terbuka) pada mineral logam memiliki beberapa tahapan, yaitu: pertama, tahapan pra operasi produksi yang meliputi kegiatan perijinan, eksplorasi, dan penyusunan dokumen;

(24)

tambang (mine plan design) (Edward, 2012).

Ijin usaha pertambangan mineral logam menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara di bagi menjadi tiga bentuk yaitu: (1). Ijin usaha pertambangan rakyat (UPR); (2). Ijin usaha eksplorasi dan produksi (IUP) dan; (3) Ijin usaha eksplorasi dan produksi khusus (IUPK).

Menurut Pasal 1 ayat 32 UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) adalah bagian dari Wilayah Pertambangan dimana kegiatan usaha pertambangan rakyat dilakukan. WPR ditetapkan oleh bupati/walikota setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota. Pasal 22 UU Minerba mencantumkan beberapa kriteria untuk menetapkan WPR yang diumumkan kepada masyarakat secara terbuka oleh bupati/walikota setempat, yakni: Adanya cadangan mineral sekunder yang terdapat di sungai dan/atau di antara tepi dan tepi pantai; Adanya cadangan primer logam atau batubara dengan kedalaman maksimal 25 (dua puluh lima) meter; Endapan teras, dataran banjir, dan endapan sungai purba; Luas maksimal wilayah pertambangan rakyat adalah 25 (dua puluh lima) hektar;

Ijin Usaha Pertambangan (IUP) eksplorasi adalah izin yang diberikan untuk kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan dalam rangka pertambangan. Menurut Pasal 29 Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (PP 23/2010), IUP eksplorasi diberikan berdasarkan permohonan dari badan usaha, koperasi, dan perseorangan yang telah mendapatkan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). Dalam hal kegiatan eksplorasi dan kegiatan studi kelayakan, pemegang IUP eksplorasi yang mendapatkan mineral atau batubara yang tergali wajib melaporkan kepada pemberi IUP.

Ijin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi diberikan kepada badan usaha, koperasi, atau perseorangan sebagai peningkatan dari kegiatan eksplorasi. Pasal 46 UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) mengatur bahwa setiap pemegang IUP Eksplorasi dijamin untuk memperoleh IUP Operasi Produksi sebagai kelanjutan kegiatan usaha pertambangannya. Menurut Pasal 22 ayat 3 Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara bahwa salah satu bagian dari IUP produksi adalah IUP produksi mineral logam, termasuk pasir besi.

(25)

yang ditetapkan untuk komoditas tertentu atau untuk konservasi dapat diusahakan dengan jenis Ijin Usaha Pertambangan Khusus, dengan persetujuan DPR, yang statusnya nanti berubah menjadi Wilayah Ijin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK). Ijin usaha pertambangan khusus terdirin atas ijin usaha ekplorasi khusus dan ijin usaha produksi khusus

Ijin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Eksplorasi meliputi kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan dalam rangka pertambangan. Menurut Pasal 62 Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (PP Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba), IUPK Eksplorasi diberikan berdasarkan permohonan dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), atau badan usaha swasta yang telah mendapatkan Wilayah Ijin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK).

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, memuat puraturan turunan yang akan mengatur mekanisme peningkatan nilai tambah dari hasil tambang. Salah satu aturan turunan tersebut adalah dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan Dan Pemurnian Mineral sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor 11 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral adalah untuk melaksanakan ketentuan Pasal 96 dan Pasal 111 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Aktor dan mekanisme Hubungan dalam Praktek Pertambangan Mineral Logam di Indonesia

(26)

situasi berkonflik karena sifatnya yang prosedural (Suhirman, et al., 2013)

Situasi yang terjadi dalam kasus pertambangan mineral logam merupakan situasi yang kompleks, berbagai kelompok aktor melakukan tindakan untuk memaksa dan mempengaruhi aktor lain agar sejalan dengan kepentingannya. Munculnya kelompok kepentingan di luar konteks kelembagaan formal seperti Ormas, LSM, dan media difasilitasi oleh lingkungan membuat situasi semakin cair dan dinamis. Hubungan informal yang terjadi dalam praktik pertambangan pasir besi, sebagian besar didorong oleh kepentingan ekonomi. Dalam hal ini dunia usaha menjadi aktor yang memiliki power besar untuk mempengaruhi sikap aktor lain. Namun, tidak semua aktor bergerak atas nilai ekonomi, beberapa aktor yang meskipun tidak dominan, bergerak karena nilai-nilai lingkungan (Suhirman, et al., 2013).

Pasir Besi

Pasir besi merupakan salah satu mineral logam yang tersedia cukup banyak di Indonesia, selain itu mineral ini merupakan jenis mineral yang paling umum kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Pasir besi merupakan bahan utama dalam pembuatan besi baja. Penggunaan baja terutama dalam aplikasi teknik struktural dan dalam tujuan keteknikan, mobil, dan aplikasi industri (Australian Mines Atlas, 2013). Karakter dari endapan besi berupa endapan logam yang berdiri sendiri namun sering ditemukan berasosiasi dengan mineral logam lainnya. Kadang besi terdapat sebagai kandungan logam tanah, namun jarang yang memiliki nilai ekonomis tinggi.

Endapan senyawa besi yang ekonomis umumnya berupa magnetite, hematite,

limnite, dan siderite. Kadang kala berupa mineral: pyrite, pyrhotite, marcasite dan chamosite. Senyawa magnetit adalah mineral dengan kandungan Fe paling tinggi dibandingkan dengan senyawa-senyawa yang lain, tetapi terdapat dalam jumlah kecil. Sementara hematit merupakan mineral biji utama yang dibutuhkan dalam industri besi. Berdasarkan proses terjadinya sedimentasi, besi dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis. Pertama sedimentasi besi primer, terjadi karena proses hidrotermal, kedua sedimentasi besi laterit terbentuk akibat proses pelapukan, dan ketiga sedimentasi pasir besi terbentuk karena proses rombakan dan sedimentasi secara kimia dan fisika (Bambang, 2007).

(27)

Teori Pemanfaatan Sumberdaya Mineral

Tujuan utama dalam pemanfaatan sumberdaya mineral adalah memaksimumkan keuntungan. Tujuan ini dicapai dengan memilih tingkat ekstraksi optimal selama masa ijin. Jika ada komponen biaya yang dapat dihindari dan dibebankan kepada pihak lain, maka tanpa regulasi yang efektif komponen biaya tersebut tidak akan ditanggung oleh perusahaan. Hal seperti ini dapat menghasilkan kondisi dimana pemanfaatan sumberdaya minerba menguntungkan secara finansial tetapi merugikan secara ekonomi. Untuk sederhananya, jika present value dari hasil penjualan hasil tambang adalah S dan present value dari biaya eksplorasi, eksploitasi, dan reklamasi adalah C, maka present value dari pemanfaatan sumberdaya minerba adalah:

W=S-C

Jika W>0, maka pemanfaatan sumberdaya minerba secara finansial layak atau menguntungkan bagi pelakunya. Tetapi apakah hal ini juga menguntungkan secara sosial masih perlu dikaji lebih jauh karena biaya yang diperhitungkan masih belum tentu mencakup seluruh biaya pemanfaatan sumberdaya minerba tersebut (Edward 2012).

Deplesi dan Degradasi Lingkungan

Dalam kegiatan pertambangan pasir besi pasti terjadi penyusutan atau depresiasi cadangan. Depresiasi dalam kegiatan pertambangan ini berupa deplesi sumber daya alam dan degradasi lingkungan. Volume deplesi fisik pasir besi sama dengan volume poduksi pasir besi. Tetapi nilai deplesi tidak sama dengan nilai produksi, karena nilai deplesi pasir besi harus mencerminkan nilai sumber daya alam tersebut sewaktu ditempatnya. Jadi nilai produksi harus dikurangi dengan biaya produksi dan balas jasa investasi pasir besi, dan hasilnya baru sama dengan nilai pasir besi. Cara menghitung nilai deplesi adalah dengan menggunakan unit rent atau unit price, yaitu harga sumber daya alam di pasar dikurangi biaya produksi per unit dan balas jasa investasi per unit atau yang disebut laba layak (Dhewanti, L. et al. 2011).

Degradasi lingkungan atau menurunnya kualitas lingkungan biasanya mengiringi kegiatan pertambangan. Pada kegiatan penambangan pasir besi di pantai akan diikuti dengan kegiatan pengerukan pasir pantai yang menyebabkan hilangnya hamparan pasir pantai, penurunan kualitas udara akibat debu kendaraan pengangkut pasir besi, hilangnya vegetasi pantai, kerusakan ekosistem biota laut, hilangnya potensi pariwisata dan kerusakan jalan akibat pengangkutan hasil tambang. Nilai keberadaan dan pilihan juga akan hilang pada kegiatan penambangana pasir besi.

Permasalahan Kerusakan Jalan

(28)

Pemeliharaan jalan meliputi tiga kegiatan utama yaitu pemeliharaan rutin, pemeliharaan periodik dan kegiatan rehabilitasi jalan, kegiatan ini tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya, disebabkan karena kurangnya dana untuk menunjang kegiatan operasi dan pemeliharaan (ADB, 2003). Ketiadaan kegiatan operasi dan pemeliharaan jalan yang berjalan sebagaimana mestinya menyebabkan kondisi perkerasan jalan makin menurun dan bahkan terkadang hilang karena tergerus limpasan air. Kurangnya perhatian karena aspek operasi pada bagian pemeliharaan jalan akan memberikan dampak yang kurang bagus bagi pengguna jalan. Karena hal ini akan mendorong peningkatan biaya untuk kegiatan pemeliharaan, karena kerusakan jalan akan semakin parah, bahka jalan yang semula rusak ringan, karena ketiadaan pemeliharaan sacara rutin akan cepat berubah menjadi rusak total.

Pada kasus kerusakan jalan, biasanya perusahaan pelaku kerusakan akan melakukan pembiaran sehingga biaya dibebankan oleh mereka kepada masyarakat atau pemerintah sebagai pemangku kepentingan pembangunan. Pada kasus penambangan pasir besi yang menyebabkan kerusakan jalan, masyarakat mengalami kerugian berupa kehilangan waktu tempuh yang berimplikasi pada hilangnya pendapatan selama waktu yang hilang tersebut dan bertambahnya konsumsi BBM kendaraan yang mereka tumpangi. Sebagai ilustrasi dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini.

Harga

Gambar 1. Dampak Eksternalitas Negatif Sumber: Kahn (1998)

Gambar di atas menunjukkan kurva permintaan dan kurva penawaran dalam suatu unit usaha yang dalam proses produksinya menghasilkan biaya eksternalitas negatif bagi orang lain. Mula-mula usaha tersebut memproduksi output sebesar X1

dengan harga sebesar P1 maka kurva penawarannya sepanjang kurva S. Dengan adanya

biaya eksternalitas yaitu diwajibkannya membayar kompensasi oleh pemerintah untuk setiap eksternalitas yang ditimbulkan maka industri tersebut mengurangi produksi outputnya menjadi X2 dan menaikkan harga yang mula-mula sebesar P1 sekarang harga

outputnya menjadi P2. Oleh karena itu kurva penawarannya bergeser ke kiri atas di

sepanjang kurva MC (Kahn, 1998).

S=MC

X1

Biaya eksternalitas P2

MC

D P1

(29)

Pendekatan Kelembagaan dalam Pengelolaan Penambangan Pasir Besi

Masalah pengelolaan sumber daya mineral logam berupa pasir besi bersifat kompleks karena tidak hanya berkaitan dengan isu ekstraksi, managemen, kepemilikan, dan kelembagaan tetapi terkait dengan faktor yang lebih luas seperti sosial, lingkungan dan pilihan-pilihan politik. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh aspirasi masyarakat, pembangunan dan kesejahteraan manusia (Ostrom, 1990). Kita perlu mengetahui tata kelola penambangan pasir besi yang tepat sebagai bagian dari sumber daya alam tersebut. Karakteristik ini berkaitan dengan apa yang disebut sebagai Common Pool Resources (CPRs).

Penggunaan istilah Common Pool Resources (CPRs) diperkenalkan oleh para peneliti yang dipelopori oleh Ostrom (1990), mereka menyebutkan bahwa CPRs merujuk pada sumber daya buatan manusia atau alami yang cukup luas dan untuk membuatnya membutuhkan biaya yang besar serta dibuat untuk tujuan terbatas dengan pengguna sumber daya yang terbatas pula. CPRs dicirikan dengan sifatnya yang

rivalness/substractable dan non excludable.

Lembaga dapat didefinisikan sebagai seperangkat aturan (working rules) yang digunakan untuk menentukan siapa yang berhak untuk membuat keputusan dalam beberapa arena, tindakan apa yang diikuti atau dibatasi, aturan agregasi apa yang akan digunakan, prosedur apa yang harus diikuti, informasi apa yang harus atau tidak harus diberikan, dan hadiah apa yang akan diberikan kepada individu tergantung pada tindakan mereka (Ostrom 1986). Aturan (working rules) adalah pengetahuan umum dan dipantau dan ditegakkan (E. Ostrom, 1990). Aturan ini mungkin bersifat informal atau mungkin sangat mirip dengan hukum formal yang disajikan dalam peraturan perundang-undangan, peraturan administratif, dan keputusan pengadilan.

Gambar 2 . Pendekatan Kelembagaan Pengelolaan Sumberdaya Alam (Ostrom, 1990)

Analisis Stakeholder

Stakeholder adalah semua yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh keputusan

atau tindakan (Reed et al. 2009). Sedangkan analisis stakeholder merupakan suatu proses pengumpulan secara sistematis dan analisis informasi secara kualitatif untuk menentukan kepentingan siapa yang harus diperhitungkan ketika mengembangkan dan/atau menerapkan suatu kebijakan atau program. Penggunaan analisis stakeholder

akan memungkinkan para pembuat kebijakan mendasarkan keputusan mereka pada pemahaman riil tentang bagaimana stakeholder yang berbeda-beda itu dapat memperoleh keuntungan atau kerugian dari kebijakan atau proyek. Menurut Reed et al.

(2009) analisis stakeholder dilakukan dengan cara, antara lain: melakukan identifikasi

stakeholder, mengklasifikasikan stakeholder dan menyelidiki hubungan antar

(30)

Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi kebijakan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strenghts) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Treats). Pengambilan keputusan strategis selalu terkait dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan (Rangkuti 2013). Analisis ini dapat dikombinasikan dengan analisis AHP untuk menentukan kebijakan strategis yang lebih baik (Ishizaka, A. et al. 2012)

Analisis AHP

Analisis AHP memiliki banyak keunggulan dalam menjelaskan proses pengambilan keputusan, karena dapat digambarkan secara grafis sehingga mudah dipahami oleh semua pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan. Dengan AHP, proses keputusan kompleks dapat diuraikan menjadi keputusan-keputusan lebih kecil yang dapat ditangani dengan mudah (Marimin el al. 2013). Penilaian setiap tingkat hierarki dinilai melalui perbandingan berpasangan. Menurut Saaty (1983), untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Skala 1-9 ditetapkan sebagai pertimbangan dalam membandingkan pasangan elemen di setiap tingkat hierarki terhadap suatu elemen yang berada di tingkat atasnya.

Konsep Pembangunan Berkelanjutan

(31)

secara utama dipengaruhi oleh jejaring dan wacana aktor yang terbentuk dari pola relasi dan sistem nilai yang melekat pada aktor. Jejaring aktor ini sebagian besar adalah jejaring informal yang terbentuk di dalam konteks kerangka aturan informal dan bersifat dinamis dan cair dan sebagian besar didasari oleh kepentingan ekonomi. Dengan demikian, keputusan-keputusan yang dikeluarkan dalam pertambangan pasir besi sebagian besar mendukung kepentingan ekonomi, baik pengusaha, masyarakat lokal, maupun perekonomian daerah.

Kebijakan Pembangunan di Tingkat Daerah

Otonomi Daerah telah mengubah sistem tata pengaturan dan pemerintahan di Indonesia secara mendasar. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah merupakan produk hukum yang membuka kesempatan pada penegakan kedaulatan lokal, keberdayaan dan kemandirian lokal, kesejahteraan sosial, partisipasi masyarakat, sekaligus penetrasi kapital dari aktor ekonomi global ke aktor lokal secara langsung melalui sistem politik yang mengkondisikan ekslpoitasi SDA. Lahirnya undang-undang tentang pemerintahan daerah ini dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD) diharapkan memiliki dampak signifikan bagi pendapatan daerah-daerah yang kaya sumberdaya mineral. Daerah-daerah yang memiliki potensi sumberdaya alam yang signifikan akan memiliki alokasi yang besar dari penerimaan negara yang diatur dalam undang-undang tersebut dan Peraturan Pemerintah No. 104 Tahun 2000 terdiri dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan penerimaan dari sumberdaya alam. Untuk sektor pertambangan umum di bagi dengan imbangan 20% Pemerintah Pusat, 16% Propinsi, 32% Kabupaten/Kota Penghasil dan 32% Kabupaten/Kota dalam Propinsi.

Di dalam proses pembangunan, kelestarian pembangunan memerlukan prasyarat berupa kelestarian daya dukung lingkungan dan sosial. Prasyarat tersebut terpenuhi dengan cara pengelolaan SDA yang berefisiensi tinggi. Efisiensi ini diharapkan dapat terwujud melalui kebijakan otonomi daerah, karena kebijakan ini mendekatkan akses para aktor pembangunan daerah terhadap potensi daerahnya. Namun ada sisi lain dari OTDA ini yang menimbulkan masalah bagi proses pembangunan, sebagaimana yang diutarakan Kartodiharjo (2006), menurutnya masalah-masalah mendasar ekonomi politik SDA di Indonesia sejak pemberlakuan otonomi daerah adalah:

1). Substansi peraturan perundang-undangan cenderung bersifat eksploitatif terhadap SDA.

2). Tindakan eksploitasi SDA secara ilegal menjadi instrumen pembenaran bagi pemerataan pemanfaatan SDA oleh masyarakat di kawasan SDA yang dimaksud. 3). Proses-proses politik, terutama di lembaga legislatif baik pusat maupun daerah,

(32)

3. KERANGKA PEMIKIRAN

Hampir semua eksploitasi sumberdaya alam menimbulkan dampak lingkungan baik eksternalitas positif maupun negatif. Tahap awal penelitian ini adalah menghitung besarnya nilai ekonomi penambangan pasir besi dengan mempertimbangkan aspek kerusakan lingkungan. Kerangka Penelitian dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini.

Keterangan:

Metode Analisis Bagian dari Penelitian Bagian yang tidak tercakup dalam penelitian

Gambar 3. Skema Alur Kerangka Pemikiran Penelitian Kerusakan ekosistem pantai

Pencemaran udara Kerusakan lahan pertanian

Kerusakan lahan bekas tambang

Kerusakan sarana prasarana Hilangnya potensi wisata

Kerusakan habitat biota laut

Manfaat yang hilang karena

illegal mining

Struktur Aturan Main Tambang Pasir Besi

Pola Pengelolaan Penambangan Kegiatan Ekstraksi

Pasir Besi

Kelembagaan

Stakeholder

Manfaat Biaya

Kerusakan Jalan

Nilai tambang pasir besi dengan memperhatikan biaya kerusakan lingkungan

Operasional

Kebijakan Baru Penambangan Pasir besi

Analisis Benefit dan cost

Analisis Stakeholder

(33)

Aspek kelembagaan juga dikaji sehingga stakeholder yang berperan dalam kegiatan penambangan dapat identifikasi dengan jelas peran dan kontribusinya serta pengaruh dan kepentingan mereka. Pengkajian antara analisis biaya dan kelembagaan akan menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan penambangan yang tepat dengan menggunakan metode SWOT dan AHP.

4. METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Cidaun Kabupaten Cianjur dan di ruas jalan yang dilalui angkutan pasir besi yaitu ruas Sindangbarang-Cianjur; dan ruas Warungdanas-Cinangsi, kedua ruas jalan ini juga berada di Kabupaten Cianjur. Pemilihan lokasi ini dilakukan karena potensi cadangan pasir besi yang telah dieksploitasi cukup besar, namun proses penambangannya masih menimbulkan masalah lingkungan. Perusahaan penambangan pasir besi yang diteliti adalah perusahaan yang mendapatkan legalitas perijinan dari Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur. Waktu penelitian dilaksanaakan pada bulan Juni-September 2014.

Jenis dan Sumber Data

Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Wawancara digunakan untuk mendapatkan informasi kunci dari informan yang memiliki kompetensi untuk menjelaskan mengenai keberadaan penambangan pasir besi di Kabupaten Cianjur dan kebijakan yang lebih tepat yang bisa diambil. Wawancara dengan penambang, UPR dan perusahaan pemegang ijin usaha penambangan (IUP) untuk mendapatkan gambaran nilai biaya dan manfaat. Adapun survei terhadap pengendara motor, mobil dan angkutan umum untuk memperoleh nilai kerusakan jalan. Jumlah sampel tersebut merupakan 10% dari populasi menurut Gay 1987. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Rincian Informan dan Sampel

No. Informasi Kunci dan Sampel Jumlah

1.

Pejabat Dinas Pengelolaan Sumberdaya Air dan Pertambangan Tokoh Pertambangan (LSM)

Pejabat Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Pejabat Kantor Lingkungan Hidup

Pejabat Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Pemerintah Desa

Tokoh masyarakat sekitar pertambangan

Pengusaha tambang (UPR dan pemegang IUP Produksi) Pekerja tambang

Pengendara mobil, motor dan angkutan umum

1 orang

(34)

Tabel 4. Matriks Keterkaitan Tujuan, Sumber Data dan Metode Analisis Data

No Tujuan Penelitian Sub Tujuan Sumber Data Metode Analisis Data

 Biaya fix dan variabel cost

 Harga jual Analisis Benefit dan Cost

Data primer diperoleh langsung dari responden terpilih melalui wawancara secara mendalam dengan pertanyaan-pertanyaan terstruktur berupa kuesioner dan diskusi terfokus FGD untuk analisis kelembagaan. Data sekunder diperoleh dari studi literatur dan data-data statistik yang berasal dari instansi-instansi terkait seperti Dinas PSDAP, Dinas Binamarga, BPS, Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan, Dishubkominfo dan BAPPEDA Kab. Cianjur.

Metode Analisis Data

(35)

Nilai Benefit dan Cost Hasil Tambang

Nilai manfaat dan biaya tambang masing-masing komponen diketahui dengan menghitung total cost dan total benefit berdasarkan nilai uang saat ini, yang disebut Net Present Value (NPV). NPV diperoleh dari manfaat operasi pada suatu proyek, merupakan selisih antara Present Value benefit dan prensent value biaya (Kadariah, et al. 1978). Adapun rumusan untuk mendapatkan nilai moneter saat ini adalah sebagai berikut :

NPV=∑ Dimana:

Bt = Benefit pada tahun ke t Ct = Cost pada tahun ke t r = Suku bunga riil

Adapun suku bunga riil dicari dengan rumus:

r = Dimana:

i = Suku bunga nominal m = Tingkat inflasi

Nilai NPV di atas akan menjadi nilai riil jika sudah disesuaikan dengan deflator

berdasarkan tahun dasar tertentu (Fauzi, 2014). Pada penelitian ini tahun dasar yang digunakan adalah tahun 2012, artinya seluruh nilai pada tahun lainnya disesuaikan dengan standard nilai tahun 2012. Selisih antara total benefit dengan total cost

menghasilkan keuntungan kotor, agar diperoleh keuntungan bersih maka pajak dijadikan faktor pengurang.

Nilai Deplesi dan Kerusakan Jalan (Infrastruktur)

Menurut Dhewanti et al. 2011 nilai deplesi pasir besi dapat diperhitungkan berdasarkan Buku Panduan Valuasi Ekonomi Kegiatan Pertambangan Kementrian Lingkungan Hidup, dengan rumus sebagai berikut:

D

pb

= Q

pb

x R

pb

Dimana:

Dpb = Deplesi pasir besi

Qpb = Jumlah produksi pasir besi

Rpb = Rente ekonomi per unit

Reante ekonomi diperoleh dengan menggunakan rumus:

R

pb

= P

pb

-C

pb

-L

pb

Dimana:

Rpb = Rente ekonomi per unit

Ppb = Harga pasir besi per ton

Cpb = Biaya produksi pasir besi per ton

(36)

Menurut Edward 2012, nilai kerusakan jalan dapat dihitung dengan nilai yang hilang akibat kondisi jalan yang tidak baik, dengan rumus sebagai berikut:

Cjln =

[(W

Tnij

-W

T0ij

)xI)+(C

Tnij

-C

T0ij

)]xEij

Dimana:

Cjln = Nilai kerugian akibat kerusakan jalan (Rp)

WTn = Waktu tempuh pada jalur pengangkutan pasir besi saat jalan rusak (Jam)

WT0 = Waktu tempuh pada jalur pengangkutan pasir besi sebelum penambangan

(Jam)

CTn = Konsumsi BBM seharusnya (Rp)

CTn = Konsumsi BBM kendaraan saat penelitian (Rp)

I = Pendapatan rata-rata responden (Rp)

E = Damage factor, kontribusi truk pasir besi terhadap kerusakan i = Pengendara mobil

j = Pengendara motor

Menurut Simatupang et al. 2008, nilai damage factor didapatkan dengan rumus LIDDLE sebagai berikut:

E

= K (L/8.16)

4 Dimana:

L = Beban sumbu kendaraan

K = 1 : Untuk sumbu tunggal K = 0.086 : Untuk sumbu tandem K = 0.021 : Untuk sumbu triple

Analisis Kelembagaan

Kelembagaan pertambangan perlu diidentifikasi, siapa saja yang terlibat dalam struktur tersebut beserta peran-peran mereka. Aturan main dalam kegiatan pertambangan baik yang bersifat formal (UU atau Perda) maupun informal berupa kesepakatan-kesepakatan antar penambang yang tidak tertuang dalam perjanjian tertulis perlu untuk diungkapkan (Ostrom 1990). Dengan mengetahui struktur kelembagaan dan aturan main pada kegiatan penambangan pasir besi di Kabupaten Cianjur ini akan mempermudah analisis selanjutnya dalam penentuan kebijakan.

Analisis Stakeholder

Untuk karakteristik pengguna sumber daya, analisis ini akan memetakan

(37)

Tabel 5. Analisis Stakeholder

Daftar Stakeholder Pengaruh Kepentingan

Pejabat BAPPEDA Kab. Cianjur Pejabat DPSDAP Kab. Cianjur Tokoh Pertambangan (LSM) Pejabat Disnakanla Kab. Cianjur Pejabat Kantor Lingkungan Hidup Pejabat Distarkim Kab. Cianjur Pemerintah Desa

Tokoh masyarakat sekitar pertambangan Pengusaha tambang (UPR dan pemilik IUP) Sumber : Reed et al. (2009)

Analisis SWOT

Pada analisis SWOT responden yang digunakan terdiri atas 6 kelompok yaitu Dinas PSDAP, Dinas Binamarga, BAPPEDA, LSM, Perusahaan Pemegang IUP, dan Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan. Penentuan responden dilakukan dengan pendekatan purposive sampling. Responden terpilih ditentukan dengan pertimbangan bahwa mereka menguasai hal-hal yang terkait dengan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman terkait penambangan pasir besi di Kabupaten Cianjur.

Tahapan Analisis

a. Analisis Strategi Faktor Internal

Tujuan menganalisis faktor internal dimaksudkan untuk mengetahui berbagai kemungkinan kekuatan dan kelemahan. Proses dalam analisis ini dengan membuat matriks strategi faktor internal yang disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6. Matriks Faktor Strategi Internal

Faktor Strategi Internal Bobot Rating Skor

Kekuatan:

1. Kualitas pasir besi 2. Ketersediaan SDM 3. Eksistensi UPR

4. Legalitas usaha yang didukung regulasi 5. Tersedianya sarana pengangkutan pasir besi Kelemahan

1. Sistem kemitraan perusahaan penambangan kurang berjalan

2. Perusahaan tergantung pasar lokal karena larangan ekspor bahan mentah

3. Perusahaan mengandalkan penjualan raw material

4. Kemampuan modal UPR masih rendah

5. Kendaraan pengangkutan pasir besi menyebabkan kerusakan jalan

Langkah-langkah penyusunan matriks strategi internal adalah sebagai berikut: 1. Memasukkan faktor-faktor kekuatan dan kelemahan pada tabel matriks

strategi internal kolom 1.

(38)

3. Memberikan rating pada kolom 3 masing-masing faktor dengan skala mulai dari 4 (sangat kuat), sampai dengan 1 (lemah)

4. Mengalikan bobot dengan rating

5. Menjumlahkan skor pembobotan, untuk memperoleh total skor pembobotan.

b. Analisis Faktor Strategi Eksternal

Tujuan menganalisis faktor strategi eksternal untuk mengetahui kemungkinan peluang dan ancaman, disajiakan pada tabel 7.

Tabel 7. Matriks Faktor Strategi Eksternal

Faktor Strategi Eksternal Bobot Rating Skor Peluang:

1. Perbaikan kualitas jalan 2. Pembentukan BUMD smelter

3. Pengangkutan pasir besi via laut 4. Pengolahan pasir besi

Ancaman

1. Kerusakan infrastruktur dan lingkungan lebih luas

2. Penambangan ilegal 3. Harga pasar jatuh

4. Tekanan dari masyarakat untuk menghentikan penambangan

Langkah-langkah penyusunan matriks strategi faktor eksternal adalah sebagai berikut:

1. Memasukkan faktor-faktor peluang dan ancaman pada tabel matriks strategi eksternal kolom 1.

2. Memberi bobot masing-masing faktor

3. Memberikan rating pada kolom 3 masing-masing faktor dengan skala mulai dari 4 (sangat kuat), sampai dengan 1 (lemah)

4. Mengalikan bobot dengan rating

5. Menjumlahkan skor pembobotan, untuk memperoleh total skor pembobotan.

c. Matriks Internal Eksternal (IE)

Matriks internal dan eksternal digunakan untuk memposisikan strategi pengembangan usaha penambangan pasir besi di Kabupaten Cianjur yang didapat dari jumlah skor dari masing-masing faktor internal dan faktor eksternal. Matriks ini dapat digunakan dalam mengidentifikasi suatu strategi yang relevan berdasarkan sembilan sel matriks IE (Rangkuti 2009). Kesembilan sel tersebut secara garis besar dapat dikelompokkan ke dalam tiga strategi utama yaitu:

(39)

2. Stabilit strategy yaitu penerapan strategi yang dilakukan tanpa mengubah arah strategi yang telah ditetapkan

3. Retrechment strategy yaitu strategi dengan memperkecil atau mengurangi usaha yang dilakukan sel (3,6, dan 9).

Model matriks internal dan eksternal dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 8. Mastriks Strategi Internal Eksternal (IE)

Nilai Jumlah Skor Faktor Strategi Internal

4 tinggi 3 Rata-Rata 2 Lemah 1

d. Analisis Matriks Strategic Position and Action Evaluation (SPACE)

Matriks SPACE digunakan untuk mempertajam posisi dan arah pengembangan dari analisis IE (Rangkuti, 2009). Sebelum kita menentukan strategi untuk suatu perusahaan, sebaiknya kita mengetahui posisi perusahaan dilihat dari analisis skor internal eksternal, yaitu dengan melihat selisih skor dari kedua faktor tersebut. Strategi pengembangan usaha penambangan pasir besi dianalogikan sebagai posisi perusahaan yang dikelompokkan dalam 4 kuadran. Kuadrant I, strategi yang tepat adalah strategi agresif, kuadran II strategi diversifikasi, kuadran III strategi turn around dan kuadrant IV strategi defensive (Rangkuti, 2009). Model matriks SPACE disajikan pada gambar berikut ini.

(40)

Berbagai Peluang

Kelemahan Internal

Kuadrant III Strategi Turn-Around

Kuadran I Strategi Agresif

Kekuatan Internal Kuadran IV

Strategi Defensif

Kuadran II Strategi Diversifikasi

Berbagai Ancaman

Gambar 4. Matriks SPACE

Dari model matriks SPACE tersebut, dapat diuraikan pengertian dari masing-masing kuadrant berikut:

1. Kuadrant I, menandakan posisi sangat menguntungkan, dimana usaha penambangan pasir besi memiliki kekuatan dan peluang sehingga menerapkan strategi pertumbuhan yang agresif

2. Kuadran II, menunjukkan pengembangan usaha penambangan pasir besi menghadapi berbagai ancaman, namun masih memiliki kekuatan sehingga strategi yang diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan menerapkan strategi diversifikasi.

3. Kuadran III, pada kuadran ini pengembangan usaha penambangan pasir besi mempunyai peluang yang besar namun disisi lain memiliki kelemahan internal. Menghadapi situasi seperti ini perusahaan harus berusaha meminimalkan masalah-masalah internal untuk merebut peluang pasar. 4. Kuadran IV, menunjukkan pengembangan usaha penambangan rakyat

berada pada posisi tidak meguntungkan karena disamping menghadapi ancaman juga mengadapi kelemahan internal.

e. Analisis SWOT

Gambar

Gambar 3. Skema Alur Kerangka Pemikiran Penelitian
Tabel 4. Matriks Keterkaitan Tujuan, Sumber Data dan Metode Analisis Data
Tabel 5. Analisis Stakeholder
Tabel 7. Matriks Faktor Strategi Eksternal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisis Naskah Serat Mumulen menunjukkan bahwa pemaknaan yang dilakukan terhadap naskah Serat Mumulen mempresentasikan simbol-simbol sesaji berupa makanan, bunga

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Penataan ruang kantor di Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Daerah Kota Surakarta sesuai dengan standar penataan ruang

Adapun pada penelitian ini, karena menggunakan metode pembelajaran yang dibuat oleh peneliti, maka metode pembelajaran tersebut telah mendapat judgment expert untuk

Metode yang digunakan dalam metode ini adalah metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini bertujuan memperoleh gambaran tentang peningkatan kemampuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi optimum Tween 80 dan Span 80 yang digunakan sebagai emulgator dalam krim repelan minyak atsiri daun sere pada basis Vanishing

Aspek fonologis adalah salah satu alat yang digunakan dalam penelitian mengenai pemerolehan bahasa anak, sebab fonologis dapat melihat dari segi keteraturan,

 Kegunaan: untuk mengetahui apakah proporsi 2 buah kategori yang terdapat dalam sebuah variabel sudah sesuai dengan ketentuannya.  SU: X (nm, 2 kat) 

Materi yang disampaikan pada game merujuk pada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam situs resminya serta Handbook Kazoku [18]. • Karakter: Pemilihan