• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Dampak Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Kuantitas Air Buangan Di Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng, Bali

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Dampak Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Kuantitas Air Buangan Di Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng, Bali"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN

TERHADAP KUANTITAS AIR BUANGAN DI KECAMATAN

SERIRIT, KABUPATEN BULELENG, BALI

ERIKA RAHMAH FEBRIYANTI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Dampak Perubahan Tata Guna Lahan terhadap Kuantitas Air Buangan di Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng, Bali adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Erika Rahmah Febriyanti

(4)
(5)

ABSTRAK

ERIKA RAHMAH FEBRIYANTI. Analisis Dampak Perubahan Tata Guna Lahan terhadap Kuantitas Air Buangan di Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng, Bali. Dibimbing oleh SATYANTO KRIDO SAPTOMO dan RUDIYANTO.

Kenaikan jumlah penduduk meningkatkan konsumsi pemakaian air bersih yang berdampak pada peningkatan jumlah air limbah yang terbuang ke sungai. Oleh karena itu, penting untuk meninjau penggunaan lahan secara berkala serta menentukan sistem penyaluran dan pengolahan air limbah yang tepat. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis perubahan tata guna lahan di Kecamatan Seririt dan mengetahui pengaruhnya terhadap kuantitas air buangan. Tata guna lahan diidentifikasi dengan program ArcMap 10.1. Analisis menunjukkan penggunaan lahan permukiman dalam kurun waktu 10 tahun terakhir telah mengalami perkembangan wilayah seluas 0.82 km2. Kuantitas air buangan dihitung berdasarkan pada Kriteria Perencanaan Sektor Air Bersih yang diterbitkan oleh Ditjen Cipta Karya Kementerian PU tahun 1996. Hasil yang diperoleh yaitu grey water sektor domestik tahun 2014 telah mengalami kenaikan sebesar 580.48 m3/hari atau 12.6% dari tahun 2005. Hal tersebut mempengaruhi kualitas air Sungai Saba yang mengalir di Seririt. Berdasarkan data sekunder, hasil pengukuran dan pengujian laboratorium tahun 2013, air Sungai Saba masuk ke dalam Kelas IV baku mutu dari PP 82 tahun 2001.

Kata kunci: ArcMap 10.1, Kecamatan Seririt, kuantitas air buangan, Sungai Saba, tata guna lahan.

ABSTRACT

ERIKA RAHMAH FEBRIYANTI. Analysis of The Impact of Land Use Changes on The Quantity of Wastewater in Seririt District, Buleleng Regency, Bali. Supervised by SATYANTO KRIDO SAPTOMO and RUDIYANTO.

The increase in the number of people cause accretion of clean water consumption which increased the amount of wastewater discharged into the river. Therefore, it is important to periodically review the land use and to determine the appropriate distribution system and wastewater treatment. This study was conducted to analyze land use change in Seririt District and to determine the quantity of wastewater. Land use was identified using ArcMap 10.1 program. The result showed that residential land use within the last 10 years had been developped about 0.82 km2. The quantity of waste water was calculated based on the Clean Water Sector Planning Criteria of Directorate General of Human Settlements Ministry of Public Works in 1996. Results of the analysis is grey water of domestic sector in 2014 has increased by 580.48 m3/day or 12.6% from 2005. This affects water quality of Saba river in Seririt District. Based on secondary data from the measuring and testing laboratory in 2013, Saba River water included into the Class IV quality standards of Government Policy No. 82 in 2001.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

pada

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN

TERHADAP KUANTITAS AIR BUANGAN DI KECAMATAN

SERIRIT, KABUPATEN BULELENG, BALI

ERIKA RAHMAH FEBRIYANTI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini ialah Analisis Dampak Perubahan Tata Guna Lahan terhadap Kuantitas Air Buangan di Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng, Bali.

Terima kasih penulis ucapkan kepada:

1. Dr Satyanto Krido Saptomo, STP MSi. dan Dr Rudiyanto, STP MSi selaku pembimbing yang selalu membimbing dan mengarahkan penulis dalam meyelesaikan skripsi ini.

2. Orang tua dan keluarga penulis yang selalu mendukung dan mendoakan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Dr Yudi Chadirin, S.TP MAgr selaku dosen penguji sidang skripsi atas bimbingan dan masukannya dalam penyusunan skripsi ini.

4. Staf Tata Usaha Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan dan Staf Tata Usaha Fakultas Teknologi Pertanian yang telah membantu dalam hal administrasi.

5. Teman-teman satu bimbingan Helty Fatimah Bakri, Muhammad Subki, Luthfi Riady, dan Damar Wahyu yang selalu mendukung dan membantu menyelesaikan skripsi ini.

6. Teman-teman Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor angkatan 48 (SIL 48) dan Chandra Hadi Mulia untuk setiap semangat dan dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang Teknik Sipil dan Lingkungan.

Bogor, Agustus 2015

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE 3

Waktu dan Tempat 4

Alat dan Bahan 4

Pembuatan Peta Tata Guna Lahan 4

Perhitungan Kebutuhan Air Bersih dan Kuantitas Air Limbah yang Dihasilkan 5 Penentuan Kesesuaian Kualitas Air Sungai Saba dengan Baku Mutu 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Keadaan Umum Lokasi Penelitian 8

Identifikasi Tata Guna Lahan dan Perubahannya 9

Analisis Pemakaian Air Bersih dan Kuantitas Air Limbah yang Dihasilkan 12

Kualitas Air Sungai Saba 17

SIMPULAN DAN SARAN 20

Simpulan 20

Saran 20

DAFTAR PUSTAKA 21

LAMPIRAN 23

(14)

DAFTAR TABEL

1 Kategori wilayah berdasarkan jumlah penduduk 6

2 Standar kebutuhan air non-domestik untuk kota kategori I, II, III, IV 6 3 Parameter air untuk pemanfaatan greywater pada sektor pertanian 8 4 Hasil identifikasi tata guna lahan di Kecamatan Seririt 10 5 Kebutuhan air sektor domestik di Kecamatan Seririt 13 6 Air buangan dan grey water yang dihasilkan untuk sektor domestik 13

7 Kebutuhan air irigasi di Kecamatan Seririt 13

8 Total kebutuhan air sektor non-domestik di Kecamatan Seririt tahun

2005 15

9 Total kebutuhan air sektor non domestik di Kecamatan Seririt tahun

2014 15

10 Hasil uji kualitas air Sungai Saba tengah dan hilir tahun 2010 17 11 Hasil uji kualitas air Sungai Saba tahun 2013 19

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir penelitian 3

2 Peta wilayah studi 4

3 Peta tata guna lahan Kecamatan Seririt tahun 2005 11 4 Peta tata guna lahan Kecamatan Seririt tahun 2014 12 5 Peningkatan kebutuhan air bersih sektor non-domestik 16

6 Peningkatan grey water sektor non-domestik 16

7 Lokasi titik pengambilan contoh uji kualitas air Sungai Saba 18

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta lahan di Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng, Bali yang

mengalami perubahan tata guna 23

2 Peta konversi lahan terbuka menjadi lahan terbangun di Kecamatan

Seririt, Kabupaten Buleleng, Bali 24

3 Peta lahan terbuka di Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng, Bali

yang berubah fungsi menjadi lahan terbuka jenis lain 25 4 Jumlah siswa dan guru tiap jenjang pendidikan di Kecamatan Seririt

tahun 2014 26

5 Jumlah kamar hotel di Kecamatan Seririt tahun 2005 dan 2014 26 6 Indikator perusahaan industri besar dan sedang di Bali 2003-2007 26

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Semakin pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan yang telah dilaksanakan akan berpengaruh cukup besar terhadap perubahan tatanan lingkungan berupa menurunnya kualitas lingkungan, degradasi lingkungan / kerusakan lingkungan serta berkurangnya sumber daya alam maupun perubahan tata guna lahan. Dampak tersebut harus disikapi dengan tepat, khususnya dalam pengelolaan air limbah. Sebab, kenaikan jumlah penduduk akan meningkatkan konsumsi pemakaian air minum / bersih yang berdampak pada peningkatan jumlah air limbah. Salah satu konsekuensi dari peningkatan jumlah air limbah adalah semakin besarnya volume air limbah domestik yang harus diolah dan dibuang ke badan air. Air limbah, terutama yang mengandung ekskreta manusia dapat mengandung patogen yang berbahaya. Oleh karena itu, air limbah harus dikelola dan diolah dengan baik. Kurangnya pengelolaan dan pembuangan air limbah yang memadai dapat menyebabkan kerusakan lingkungan dan mortalitas.

Secara geografis, kondisi pemenuhan kebutuhan air Bali Utara dan Bali timur kurang baik jika dibandingkan dengan Bali Barat dan Tengah. Hal ini mengakibatkan areal sawah di Bali Utara belum mampu dikelola dengan baik dan masih mengandalkan air hujan dan pengairan tradisional. Sungai Saba yang memiliki panjang sekitar 36 km mengalir melalui daerah Buleleng yang relatif kering. Sebagai salah satu sungai yang penting, sumber mata airnya berasal dari lereng utara Gunung Batukau dan mulanya mengalir ke arah barat, tetapi lalu di lengkungan utara bermuara ke Laut Bali dekat Kecamatan Seririt. Kecamatan Seririt adalah salah satu dari sembilan kecamatan yang ada di Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Secara administrasif, Kecamatan Seririt terdiri atas 20 desa dan 1 kelurahan. Kecamatan Seririt memiliki 25 desa adat / pakraman dan memiliki 81 banjar dinas / lingkungan. Luas wilayah Kecamatan Seririt adalah sekitar 111.78 km2 dengan panjang pantai 10 km yang memanjang dari Desa Kalianget sampai Desa Kalisada (BPS Seririt 2014).

(16)

2

Perumusan Masalah

Rumusan masalah dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Kondisi DAS Saba berdasarkan perubahan penggunaan lahan di Kecamatan Seririt pada tahun 2005 dan 2014 belum diketahui.

2. Belum adanya data pemakaian air bersih dan volume air buangan pada sektor domestik maupun non-domestik, yang dihasilkan berdasarkan penggunaan lahan tersebut.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi kondisi perubahan penggunaan lahan di Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali pada tahun 2005 dan tahun 2014 dalam bentuk peta tata guna lahan.

2. Menghitung air buangan (khususnya grey water) berdasarkan utilitas yang terlihat dari hasil digitasi peta.

3. Menerangkan penurunan kualitas air di hilir Sungai Saba dan membandingkannya dengan baku mutu.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Memberikan informasi kepada masyarakat, khususnya bagi Pemerintah

Daerah Kabupaten Buleleng mengenai tingkat kebutuhan air untuk irigasi, serta untuk mengetahui besarnya air buangan yang dihasilkan oleh sektor domestik dan non-domestik pada wilayah Kecamatan Seririt.

2. Dapat digunakan sebagai referensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai analisis kuantitas limbah cair domestik di masa mendatang.

3. Memberikan informasi kepada masyarakat, khususnya bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Buleleng sebagai langkah awal perencanaan dalam pengelolaan dan pengolahan air buangan (khususnya limbah cair domestik), agar kualitas badan air di wilayah tersebut dapat terhindar dari pencemaran limbah cair yang dibuang tanpa melalui proses pengolahan terlebih dahulu hingga layak untuk dibuang ke badan air (dalam penelitian ini khususnya Sungai Saba).

4. Sebagai bahan pertimbangan untuk masyarakat, khususnya Pemerintah Daerah Kabupaten Buleleng dalam langkah awal pada perencanaan tata ruang, agar kegiatan pembangunan yang akan dilaksanakan tidak mengganggu ekosistem di wilayah tersebut.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dilakukan dengan ruang lingkup yaitu:

(17)

3

2. Penelitian hanya membahas mengenai penggunaan lahan di wilayah tersebut pada tahun 2005 dan tahun 2014.

3. Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data primer menggunakan

softwareGoogle Earth Pro, yang diolah menggunakan softwareArcMap 10.1. Perhitungan dilakukan mengacu pada Kriteria Perencanaan Sektor Air Bersih Peraturan Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum tahun 1996, SNI 19-6728.1-2002 tentang Penyusunan Neraca Sumber Daya, dan PP No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

METODE

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian adalah seperti yang terdapat pada diagram alir berikut.

Gambar 1 Diagram alir penelitian

Studi literatur Digitasi peta tata guna lahan

(18)

4

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juli 2015. Wilayah yang akan diteliti adalah Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Pengolahan dan analisis data dilakukan di lingkungan Kampus Institut Pertanian Bogor, Dramaga Bogor, Jawa Barat.

Skala 1:180,000

Sumber: Petatematikindo.files.com

Gambar 2 Peta wilayah studi

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer bersumber dari digitasi tata guna lahan di Kecamatan Seririt, Provinsi Bali, yang dibuat dengan menggunakan bantuan program Google Earth Pro dan ArcMap 10.1. Data sekunder yang digunakan berupa data kualitas air Sungai Saba dan data jumlah penduduk Kecamatan Seririt tahun 2005 dan 2014, serta standar pemakaian air bersih berdasarkan utilitas bangunan. Alat yang digunakan yaitu laptop Asus A43S core i5 GT540M 2GB dan seperangkat alat tulis.

Pembuatan Peta Tata Guna Lahan

(19)

5

merupakan proses pengkonversian fitur spasial pada peta ke dalam format digital. Selanjutnya, dilakukan penulusuran titik dan garis dengan kursor digitasi atau

keypad. Sebelum pemasukan data melalui proses digitasi, perlu diperhatikan informasi apa saja yang terdapat pada peta dan untuk tujuan apa pembangunan basis data yang akan disusun. Setelah itu, dilakukan pemisahan data dalam layer-layer. Pengelompokan informasi dengan konsep layer atau coverage ini mempunyai arti yang besar dalam pengelolaan basis data yaitu membantu dalam mengorganisasi fitur yang berelasi, meminimalkan jumlah atribut yang berkaitan dengan setiap fitur, memudahkan perbaikan dan pemeliharaan peta (karena biasanya tersedia sumber data yang berbeda untuk setiap layer), menyederhanakan tampilan peta (karena fitur yang berelasi mudah digambarkan, diberi label/ID, dan disimbolkan), mempermudah proses analisis spasial.

Citra satelit yang digunakan sebagai data primer diperoleh dari Google Earth Pro. Data primer yang harus diolah adalah citra satelit pada tahun 2005 dan 2014. Analisis data spasial dilakukan dengan menggunakan software ArcMap 10.1. Fungsi yang dilakukan yaitu pengukuran dan fungsi klasifikasi. Fungsi ini merupakan fungsi yang mengeksplor data tanpa membuat perubahan yang mendasar, dan biasanya dilakukan sebelum analisis data. Fungsi pengukuran mencakup pengukuran luas area 2 dimensi dengan menggunakan shapefile

poligon yang dapat dihitung luasnya. Fungsi klasifikasi adalah mengklasifikasikan kembali suatu data spasial (atau atribut) menjadi data spasial yang baru dengan menggunakan kriteria tertentu yaitu berbagai jenis pengunaan lahan di lokasi penelitian. Shapefile yang dibuat pertama adalah untuk peta tahun 2014. Proses

union dilakukan dari tiga shapefile berbeda (karena ada pembagian penugasan digitasi) yang menghasilkan sebuah theme baru dengan meng-overlay-kan tiga buah polygon theme yang mengandung seluruh fitur dan attribute (full extent) dari tiga buah polygon theme tersebut. Setelah peta tahun 2014 selesai didigitasi, peta 2005 dapat dibuat pada shapefile polygon yang sama, tapi dengan hanya menambahkan satu field baru berupa keterangan fungsi lahan di tahun tersebut pada tabel atribut. Dengan cara mengubah legenda pada layout peta, dapat dihasilkan beberapa macam peta dengan satu shapefile.

Perhitungan Kebutuhan Air Bersih dan Kuantitas Air Limbah yang Dihasilkan

(20)

6

oleh Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum tahun 1996. Analisis sektor domestik dilakukan dengan dasar analisis pertumbuhan penduduk. Nilai debit air bersih yang mempunyai satuan volume per waktu dapat diketahui dengan cara mengalikan angka tingkat pelayanan pada Tabel 1 dengan banyaknya jumlah penduduk di wilayah tersebut. Kebutuhan air domestik untuk suatu wilayah dibagi dalam beberapa kategori berdasarkan jumlah penduduk seperti pada Tabel 1. Kolom paling kanan adalah rentang nilai konsumsi per orang untuk unit sambungan rumah berdasarkan Kriteria Perencanaan Sektor Air Bersih Peraturan Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum tahun 1996.

Tabel 1 Kategori wilayah berdasarkan jumlah penduduk

Kategori Jenis kota Jumlah penduduk (jiwa) Tingkat Pelayanan (L/orang/hari)

I Metropolitan > 1,000,000 >150

II Besar 500,000 - 1,000,000 120-150

III Sedang 100,000 - 500.000 90-120

IV Kecil 20,000 - 100,000 80-120

V Desa < 20,000 60-80

Sumber: Kemen PU 1996

Sesuai dengan banyaknya jumlah penduduk Kecamatan Seririt, maka wilayah penelitian ini termasuk dalam kategori IV. Kebutuhan air bersih untuk sektor non-domestik / komersil, standar pemakaian airnya terdapat pada Tabel 2.

Tabel 2 Standar kebutuhan air non-domestik untuk kota kategori I, II, III, IV

Sektor Nilai Satuan

Sekolah 10 Liter/murid/hari

Rumah Sakit 200 Liter/bed/hari Puskesmas 2,000 Liter/unit/hari

(21)

7

Kuantitas air buangan yang dihasilkan dapat dihitung setelah kuantitas kebutuhan air bersih diperoleh. Air buangan yang dihitung dalam penelitian ini yakni limbah cair domestik yang proses pengalirannya tidak melalui toilet (septic tank), misalnya seperti air bekas mandi, air bekas mencuci pakaian, dan air bekas cucian dapur atau yang biasa disebut grey water. Sekitar 60 – 85% dari total volume kebutuhan air bersih akan menjadi limbah cair domestik (Metcalf dan Eddy 1991). Bagian dari grey water adalah sekitar 75% dari total volume limbah cair domestik (Hansen dan Kjellerup 1994) dalam Eriksson, et al (2001)).

Penentuan Kesesuaian Kualitas Air Sungai Saba dengan Baku Mutu

Terbatasnya sumber data kualitas air Sungai Saba tahun 2005 dan 2014, menyebabkan data yang akan dibahas pada subbab ini hanya data sekunder yang diperoleh dari Pokja Sanitasi Pemkab Buleleng tahun 2010 dan data hasil pengujian di Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian, Divisi Teknologi dan Teknologi dan Manajemen Lingkungan, IPB tahun 2013, yang telah dipresentasikan dalam Basic diagnose of the present situation of water quality environment in the Saba River Basin 2013. Pengujian kualitas air Sungai Saba pada tahun 2013 dilakukan dengan mengambil sampel air sungai dan mengukur kecepatan aliran di tujuh titik. Kedua data tersebut akan diklasifikasikan mutunya menurut kelas air pada PP No. 82 tahun 2001.

Kualitas air di bumi semakin hari semakin menurun. kualitas air sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial seperti kepadatan penduduk dan kepadatan sosial (Hadi dan Purnomo 1996). Menurut Newson (1997) sungai merupakan bagian lingkungan yang paling cepat mengalami perubahan jika terdapat aktifitas manusia di sekitarnya. Sungai sebagai penampung dan penyalur air yang datang dari daerah hulu atas, akan sangat terpengaruh oleh tata guna lahan dan luasnya daerah aliran sungai, sehingga pengaruhnya akan terlihat pada kualitas air sungai (Odum 1996). Sungai yang menerima bahan pencemar mampu memulihkan diri (self purification) dengan cepat, terutama terhadap limbah penyebab penurunan kadar oksigen (oxygen demanding wastes) dan limbah panas. Kemampuan sungai dalam memulihkan diri dari pencemaran tergantung pada ukuran sungai dan laju aliran air sungai dan volume serta frekuensi limbah yang masuk (Lehler dalam Miller 1975).

Menurut PP No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi empat 4 kelas sebagai berikut:

1. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang memper-syaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

2. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

(22)

8

peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

4. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

Kriteria mutu air dari setiap kelas air tersebut tercantum dalam Lampiran 7. Persediaan air tanah yang sudah semakin menipis menyebabkan banyak orang berpikir untuk mendayagunakan air limbah yang masih layak pakai. Jika dikelola dengan baik, grey water dapat digunakan sebagai sumber air untuk keperluan perkebunan, pertanian, atau untuk penggelontoran toilet. Grey water dapat digunakan sebagai sumber air untuk keperluan perkebunan dan pertanian karena

grey water mengandung fosfat, potasium, dan nitrogen yang merupakan sumber nutrisi yang baik bagi tumbuhan, dan grey water juga mengandung bakteri patogen yang lebih sedikit dibandingkan dengan blackwater dan grey water

terdekomposisi lebih cepat daripada blackwater (Lindstrom 2000). Hal tersebut membuat grey water lebih mudah untuk dimanfaatkan kembali dibandingkan dengan blackwater yang harus melewati proses pengolahan terlebih dahulu sebelum dimanfaatkan kembali. Untuk dapat dimanfaatkan kembali, grey water

harus memenuhi persyaratan beberapa parameter. Persyaratan parameter grey water yang harus dipenuhi pada sektor pertanian dijelaskan pada Tabel 3.

Tabel 3 Parameter air untuk pemanfaatan greywater pada sektor pertanian

Parameter Nilai yang

diperbolehkan

pH 6.5 - 8.5

Daya hantar listrik (mikroS/cm) 2,000

BOD (mg/L) 120

COD (mg/L) 200

Total Suspended Solid (mg/L) 120 Faecal coliform (MPN/100 mL) 1,000

Sumber: Fong, et al 2004

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Kecamatan Seririt yang secara astronomis terletak antara 8°10’53” LU -

8°20’14’’ LS dan 114°25’53” BB - 114°52’59” BT, merupakan kecamatan

(23)

9

berbatasan dengan Kecamatan Banjar, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Busungbiu, dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Gerokgak.

Kecamatan Seririt memiliki panjang pantai 11.61 km. Kondisi kependudukan di Kecamatan Seririt mengalami perkembangan yang sangat fluktuatif. Pertumbuhan penduduk Kecamatan Seririt pada tahun 2007-2008 mencapai 2.53%. Namun, angka tersebut mengalami penurunan menjadi 1.10% pada tahun 2008-2009. Pada tahun 2010-2011, angka pertumbuhan penduduk mengalami peningkatan menjadi 3.31% dan mengalami penurunan menjadi -0.62% pada tahun 2011-2012. Penurunan persentase laju pertumbuhan penduduk Kecamatan Seririt yang sangat mengkhawatirkan terjadi pada tahun tersebut (BPS Buleleng 2013). Jumlah penduduk Kecamatan Seririt tahun 2005 sebanyak 62,874, sedangkan pada tahun 2014 mencapai 81,756 jiwa dengan kepadatan penduduk 731 jiwa/km2 (BPS Seririt 2014).

Identifikasi Tata Guna Lahan dan Perubahannya

Lillesand dan Kiefer (1979) menyatakan bahwa penutupan lahan (land cover) berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi, sedangkan penggunaan lahan (land use) berkaitan dengan kegiatan manusia pada obyek tersebut. Townshend dan Justice (1981) juga berpendapat mengenai penutupan lahan yaitu perwujudan secara fisik (visual) dari vegetasi, benda alam, dan unsur-unsur budaya yang ada di permukaan bumi tanpa memperhatikan kegiatan manusia terhadap obyek tersebut, sedangkan Barret dan Curtis (1982) mengatakan bahwa permukaan bumi sebagian terdiri dari kenampakan alamiah (penutupan lahan) seperti vegetasi, salju, dan lain sebagainya. Sebagian lagi berupa kenampakan hasil aktivitas manusia (penggunaan lahan).

Informasi tentang penutupan lahan yang akurat dan up to date sangat penting dalam pengelolaan lahan (land management) pada suatu DAS. Perubahan aktivitas pada suatu penggunaan lahan dalam suatu ruang dan waktu sering mengakibatkan perubahan penutupan lahan sebagai indikasi aktivitas pengelolaan lahan. Untuk memperoleh perencanaan pengelolaan yang sesuai maka perlu

dipilah pemahaman antara ‘penutupan lahan’ dan ‘penggunaan lahan’. Dalam Peta

(24)

10

Tabel 4 Hasil identifikasi tata guna lahan di Kecamatan Seririt No Tata guna lahan Jumlah bangunan Luas (km

2)

Keterangan: atotal luas yang dipergunakan dalam perhitungan adalah yang menurut BPS

Seririt yaitu sebesar 111.78 km2.

Jenis lahan dalam penelitian ini dikategorikan menjadi lahan terbangun dan lahan tidak terbangun. Lahan terbangun yaitu area yang telah mengalami substitusi penutup lahan alami ataupun semi alami dengan penutup lahan buatan yang biasanya bersifat kedap air dan relatif permanen (SNI 7645:2010 tentang Klasifikasi penutup lahan). Area selain dari definisi tersebut dikategorikan sebagai lahan yang tidak terbangun. Lahan terbangun yang dihitung luasnya dalam penelitian ini yaitu rumah, hotel, kantor, masjid, industry (pabrik), pasar, sekolah, waduk, rumah sakit, dan terminal. Lahan tidak terbangun terdiri atas lahan kosong (lahan yang tidak ditumbuhi vegetasi yang tinggi), sawah, dan hutan.

Total luas pada Tabel 4 merupakan hasil pengolahan data menggunakan

(25)

11

Gambar 3 Peta tata guna lahan Kecamatan Seririt tahun 2005

(26)

12

Akan tetapi, yang terpenting adalah penggunaan lahan permukiman dalam kurun waktu 10 tahun terakhir telah mengalami perkembangan wilayah seluas 0.82 km2. Hal tersebut diikuti dengan berkurangnya luasan sawah seluas 4.78 km2. Berkurangnya sawah dikarenakan pada tahun 2005 hingga tahun 2014 terjadi konversi penggunaan lahan dari sawah menjadi lahan terbangun. Peta tata guna lahan tahun 2014 dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Peta tata guna lahan Kecamatan Seririt tahun 2014

Analisis Pemakaian Air Bersih dan Kuantitas Air Limbah yang Dihasilkan

(27)

13

kebutuhan air sektor domestik yang mempunyai satuan liter/hari dapat diketahui dengan cara mengalikan angka yang tertera pada kolom standar kebutuhan air (liter/jiwa/hari) dengan banyaknya jumlah penduduk terlayani (jiwa). Tabel 5 berisi data kebutuhan air bersih domestik serta air buangan yang dihasilkan pada tahun 2005 dan 2014.

Tabel 5 Kebutuhan air sektor domestik di Kecamatan Seririt Jenis

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut dapat dibuktikan bahwa pertambahan luas pemukiman dan jumlah penduduk menyebabkan kebutuhan rumah tangga akan air bersih meningkat. Untuk itu, nilai air buangan dapat diestimasikan dengan perhitungan yang dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Air buangan dan grey water yang dihasilkan untuk sektor domestik Tahun

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan yaitu air buangan adalah 85% dari total volume kebutuhan air bersih dan bagian dari grey water adalah 75% dari total volume air buangan, grey water yang dihasilkan sektor domestik tahun 2014 telah mengalami kenaikan sebesar 580.48 m3/hari atau 12.6% dari tahun 2005. Kebutuhan air bersih untuk sektor irigasi pertanian sawah menurut SNI 19-6728.1-2002 tentang Penyusunan Neraca Sumber Daya memiliki standar kebutuhan air sebesar 1 L/detik/ha atau jika dikonversi sama dengan 86,400 L/hari/ha. Perhitungan kebutuhan air untuk sawah terdapat pada Tabel 7.

(28)

14

penunjang untuk menganalisis kebutuhan air bersih sektor non domestik di Kecamatan Seririt pada tahun 2005 dan 2014. Misalnya, data penunjang berupa jumlah siswa dan guru untuk kebutuhan air sekolah terdapat pada Lampiran 4, data jumlah kamar untuk kebutuhan air hotel pada Lampiran 5, dan data rata-rata pegawai industri pada Lampiran 6.

Berdasarkan Lampiran 4 diketahui jumlah total keseluruhan murid dan guru dari setiap jenjang pendidikan di Kecamatan Seririt pada tahun 2014. Jumlah murid dan guru tersebut dikalikan dengan standar kebutuhan air sekolah, yaitu sebesar 10 L/murid/hari dan hasilnya sebesar 237,110 L/hari atau sama dengan dengan 237.11 m3/hari sebagai kuantitas kebutuhan air sekolah pada tahun 2014. Tahun 2005, jumlah SMP hanya 5, tetapi menjadi 6 sekolah pada tahun 2014. Oleh karena itu, jumlah murid dan guru yang terdapat di sekolah tersebut dihitung berdasarkan hasil bagi antara jumlah murid atau guru dengan jumlah sekolah yang ada pada tahun 2014. Setelah itu, diperoleh hasil bahwa dalam satu sekolah terdapat 393 murid dan 22 guru. Oleh karena itu, untuk tahun 2005 diasumsikan jumlah murid yang ada sebanyak 21,858 murid dan 1,438 guru. Angka tersebut dikalikan dengan standar kebutuhan air sekolah, lalu didapatkanlah hasil sebesar 232.97 m3/hari sebagai kuantitas kebutuhan air sekolah pada tahun 2005.

Kebutuhan air hotel juga memerlukan asumsi karena adanya keterbatasan data. Hasil identifikasi penggunaan lahan jenis hotel menunjukkan bahwa pada tahun 2005 jumlah hotel ada 29, sedangkan pada tahun 2014 ada 44. Menurut data BPS Buleleng tahun 2013 hanya ada 5 nama hotel yang diketahui beserta jumlah kamarnya yang dapat dilihat pada Lampiran 5. Berdasarkan data tersebut diperoleh rata-rata jumlah kamar hotel yaitu 19 kamar. Jumlah hotel yang tidak diketahui nama beserta jumlah kamarnya dikalikan dengan jumlah rata-rata kamar hotel di Kabupaten Buleleng. Hasilnya yaitu sebanyak 554 kamar hotel untuk tahun 2005 dan 745 kamar untuk tahun 2014. Jumlah kamar tersebut dikalikan dengan standar kebutuhan air untuk fasilitas hotel. Untuk sektor pabrik, data sekunder yang dibutuhkan adalah rata-rata jumlah pekerja. Hal itu karena untuk sektor ini hanya memperhitungan pemakaian air pegawai, bukan untuk proses produksi. Berdasarkan Lampiran 6, rata-rata jumlah pekerja di suatu industri pada tahun 2005 sebesar 78 orang. Akibat terbatasnya data sekunder dari pustaka, maka jumlah pekerja tahun 2014 diasumsikan sama dengan tahun 2005.

(29)

15

Tabel 8 Total kebutuhan air sektor non-domestik di Kecamatan Seririt tahun 2005

Tata guna

Selanjutnya, besarnya kebutuhan air untuk sektor non-domestik pada tahun 2014 dihitung untuk dibandingkan apabila terjadi penambahan atau penurunan dengan tahun 2005. Cara perhitungannya sama dengan pada tahun 2005, yang berbeda hanya luas, unit, atau jumlah orangnya yang akan dikalikan dengan standar kebutuhan air bersih yang mengacu pada Kriteria Perencanaan Sektor Air Bersih Peraturan Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum tahun 1996. Kuantitas dan fluktuasi air buangan fasilitas institusi dan komersial dipengaruhi oleh jenis fasilitas, jumlah pengguna, luas bangunan, lama waktu beroperasi, keragaman beraktifitas, sosial budaya dan ketersediaan air bersih.

Tabel 9 Total kebutuhan air sektor non domestik di Kecamatan Seririt tahun 2014

Tata guna

(30)

16

448.42 m3/hari, dan besarnya grey water yang terhitung adalah 285.87 m3/hari. Dengan demikian, perubahan yang terjadi antara tahun 2005 dengan tahun 2014 adalah peningkatan sebesar 54.23 m3/hari untuk kebutuhan air bersih dan 34.57 m3/hari untuk banyaknya grey water. Besarnya peningkatan kebutuhan air bersih di Kecamatan Seririt dalam 10 tahun tersebut diilustrasikan dalam Gambar 5.

Gambar 5 Peningkatan kebutuhan air bersih sektor non-domestik

Peningkatan grey water sektor non-domestik ditunjukkan pada Gambar 6. Peningkatan kebutuhan air bersih dan grey water yang dihasilkan tentunya merupakan dampak dari konversi lahan tidak terbangun menjadi lahan terbangun. Selain permukiman berupa rumah, pembangunan hotel sebagai fasilitas komersil juga banyak menggunakan lahan sawah dan perkebunan di Kecamatan Seririt. Hasil penelitian nantinya diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu data dasar dalam perencanaan sistem penyaluran dan pengolahan air buangan (grey water). Kabupaten Buleleng belum memiliki Master Plan Air Limbah, namun sudah pernah dilakukan studi-studi atau kegiatan tentang Perencanaan Air Limbah tetapi khusus untuk wilayah Kota Singaraja sebagai ibukota Kabupaten Buleleng. Akan tetapi, Kecamatan Seririt tidak termasuk dalam wilayah yang mendapatkan pelayanan IPAL tersebut.

Gambar 6 Peningkatan grey water sektor non-domestik hotel kanto

kebutuhan air 2005 83.100 0.710 18.000 2.933 5.160 232.970 42.000 9.200 0.090 kebutuhan air 2014 126.450 0.710 21.000 6.677 5.220 237.110 42.000 9.200 0.090

0.000

grey water 2005 70.635 0.6035 15.300 2.4928 4.3860 198.02 35.700 7.8200 0.0765 grey water 2014 107.48 0.6035 17.850 5.6752 4.4370 201.54 35.700 7.8200 0.0765

(31)

17

Kualitas Air Sungai Saba

Semakin meningkatnya penggunaan lahan di Kecamatan Seririt dalam kurun waktu 10 tahun (tahun 2005 hingga tahun 2014) tentunya meningkatkan limbah cair sebagai sisa aktivitas manusia. Limbah cair yang mencemari Sungai Saba berperan besar dalam menentukan kualitas air Sungai tersebut, mengingat letak muara Sungai Saba berada di daerah administratif Kecamatan Seririt. Kemampuan sungai untuk memulihkan diri sendiri dari pencemaran dipengaruhi oleh laju aliran air sungai dan berkaitan dengan jenis bahan pencemar yang masuk ke dalam badan air.

Dikarenakan keterbatasan dalam memperoleh data kualitas air Sungai Saba pada tahun 2005 dan 2014, data yang digunakan pun hanya data pada tahun 2010 dan 2013 untuk membuktikan terjadinya penurunan kualitas air seiring berjalannya waktu. Data tahun 2010 diperoleh dari Pokja Sanitasi yang diterbitkan oleh BPLHD Kabupaten Buleleng dengan nilai parameter terukur seperti pada Tabel 10.

Tabel 10 Hasil uji kualitas air Sungai Saba tengah dan hilir tahun 2010

Waktu pantau 18/10/10

Parameter Lokasi sampling

Tukad Saba tengah Tukad Saba hilir Fisika

Temperatur (°C) 27.10 32.60

Residu terlarut (mg/L) 178.50 185

Kimia anorganik

Mangan (mg/L) 2.10x10-3 9.1x10-3

Klorida (mg/L) 13.47 14.05

Fluorida (mg/L) 0.03 0.08

Nitrit sebagai N (mg/L) 0.02 0.02

Sulfat (mg/L) 7.10 11.66

Mikrobiologi

Fecal coliform (jml/100mL) 325 840

Total coliform (jml/100mL) 965 2,250

Kimia organik

Minyak dan lemak (μg/L) 0.01 0.23

(32)

18

fosfat, dan coli tinja (fecal coliform) untuk Tukad (sungai) Saba tengah, sedangkan untuk Tukad Saba hilir parameter yang menyimpang dari nilai ambang batas yaitu BOD, COD, deterjen, besi, nitrit, fosfat, tembaga, dan coli tinja (fecal coliform). Oleh sebab itu, pada tahun 2010, kualitas air Sungai Saba masuk ke dalam Kelas III yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Kriteria mutu air berdasarkan kelasnya dapat dilihat pada Lampiran 7.

Pengujian kualitas air Sungai Saba pada tahun 2013 dilakukan dengan mengambil sampel air sungai dan mengukur kecepatan aliran di tujuh titik. Lokasi dan nama ketujuh titik dapat dilihat pada Gambar 7.

Dari ketujuh titik tersebut hanya tiga titik yang berada dalam wilayah Seririt yaitu Saba III, Saba IV, dan Panas. Berdasarkan pengujian di Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian, Divisi Teknologi dan Manajemen Lingkungan, IPB tahun 2013, dan telah dipresentasikan dalam Basic diagnose of the present situation of water quality environment in the Saba River Basin 2013

(Hashimoto et al 2013), hasil uji kualitas air berdasarkan beberapa parameter penting terdapat pada Tabel 11. Apabila dibandingkan dengan baku mutu dari PP 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Pasal 8), air Sungai Saba termasuk ke dalam Kelas IV, yakni air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan/atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Hal tersebut utamanya disebabkan oleh kadar COD dan fosfor yang cukup tinggi di beberapa titik. Pembuangan air limbah ke badan air dengan kandungan beban COD dan BOD di atas 200 mg/liter akan menyebabkan turunnya jumlah oksigen dalam air. Kondisi tersebut mempengaruhi kehidupan biota pada badan air terutama biota yang hidupnya tergantung pada oksigen terlarut di air. Hal tersebut di atas menyebabkan berkurangnya potensi yang dapat digali dari sumber daya

(33)

19

alam badan air yang telah tercemar COD dan BOD. Pengaruh lain yaitu adanya kandungan COD dan BOD dalam air yang melebihi batas waktu 18 jam, akan menyebabkan penguraian (degradasi) secara anaerob, sehingga menimbulkan bau dan kematian ikan dalam air.

Tabel 11 Hasil uji kualitas air Sungai Saba tahun 2013 Parameter Satuan datanya yaitu pH, COD, dan nitrat. Nilai pH cenderung tetap dan berkisar antara 7 dan 8, serta masih berada dalam rentang baku mutu semua kelas air. Sedangkan, nilai COD pada tahun 2010 yaitu 3-10 mg/L. Kemudian, di tahun 2013 naik hingga 56 mg/L, sehingga telah melebihi nilai baku mutu air dalam kelas III. Nitrat pada tahun 2010 berkisar 0.3-0.8 mg/L, sedangkan tahun 2013 menjadi 0.5 bahkan sampai 4 mg/L, angka tersebut masih ada di bawah baku mutu kelas air. Hasil perbandingan dengan baku mutu menurut PP 82 tahun 2001 seperti pada Lampiran 9 menunjukkan bahwa kualitas air Sungai Saba dari tahun ke tahun semakin menurun, karena nilai kualitas air tahun 2013 lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2010. Penanganan grey water di Indonesia saat ini adalah langsung dibuang ke saluran drainase tanpa pengolahan sebelumnya. Saluran drainase penyalur grey water dan air hujan ini akan berujung di badan air permukaan atau di IPAL (Instalasi Pengolah Air Limbah).

(34)

20

mati. Pada masa ini, kualitas air Sungai Saba memang masih bagus digunakan untuk irigasi baik di bagian hulu maupun hilirnya. Akan tetapi, dibutuhkan adanya survei lebih lanjut untuk mendapatkan hasil uji yang dapat dipercaya. Penilaian dampak dari pembangunan Waduk Titab terhadap kualitas air dan lingkungan juga dibutuhkan dengan harapan dapat diketahui bila ada perubahan kualitas air yang pengukurannnya diperhitungkan oleh perpanjangan waktu detensi (waktu tinggal) air.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan analisis yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:

1. Lahan permukiman telah mengalami perkembangan wilayah seluas 0.82 km2 dari tahun 2005 hingga 2014. Sawah berkurang seluas 3.43 km2 karena adanya konversi penggunaan lahan dari sawah menjadi lahan terbangun.

2. Grey water yang dihasilkan sektor domestik tahun 2014 telah mengalami kenaikan sebesar 508.48 m3/hari atau 12.6% dari tahun 2005. Kebutuhan air untuk irigasi sawah berkurang sebanyak 29,622.24 m3/hari. Tahun 2005, besarnya kebutuhan air untuk sektor non-domestik yakni 394.19 m3/hari, dan besarnya grey water yang terhitung adalah 251.30 m3/hari. Sedangkan, tahun 2014, besarnya kebutuhan air untuk sektor non-domestik yakni 448.42 m3/hari, dan besarnya grey water yang terhitung adalah 285.87 m3/hari. Dengan demikian, penambahan yang terjadi antara tahun 2005 dengan tahun 2014 adalah sebesar 54.23 m3/hari untuk kebutuhan air bersih dan 34.57 m3/hari untuk banyaknya grey water.

3. Tahun 2010, kualitas air Sungai Saba masuk ke dalam Kelas III karena parameter deterjen, minyak dan lemak, besi, fosfat, dan coli tinja untuk Tukad (Sungai) Saba tengah, dan BOD, COD, deterjen, besi, nitrit, fosfat, tembaga, dan coli tinja untuk Tukad Saba hilir menyimpang dari nilai ambang batas menurut PP No. 82 tahun 2001. Tahun 2013, air Sungai Saba termasuk ke dalam Kelas IV, yakni air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan/atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Kualitas air Sungai Saba dari tahun 2010 ke tahun 2013 semakin menurun akibat perubahan tata guna lahan dari lahan tidak terbangun menjadi lahan terbangun.

Saran

(35)

21

DAFTAR PUSTAKA

Barret RB, Curtis LF. 1982. Introduction to Environmental Remote Sensing. London (GB): Chapman and Hall. 352 h.

[BPLHD] Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah. 2010. Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Bali. Bali (ID): BPLHD Bali.

[BPS Bali] Badan Pusat Statistik Bali. 2009. Bali dalam Angka 2009. Bali (ID): BPS Provinsi Bali.

[BPS Bali] Badan Pusat Statistik Bali. 2014. Bali dalam Angka 2014. Bali (ID): BPS Provinsi Bali.

[BPS Buleleng] Badan Pusat Statistik Buleleng. 2013. Buleleng dalam Angka 2013. Buleleng (ID): BPS Kabupaten Buleleng.

[BPS Seririt] Badan Pusat Statistik Seririt. 2014. Data Komunikasi dan Informatika Desa/Kelurahan di Kecamatan Seririt 2014. Seririt (ID): BPS Kecamatan Seririt.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. SNI 19-6728.1-2002. Penyusunan Neraca Sumber Daya – Bagian Sumber Daya Air. [diunduh 2015 Juli 20]. Tersedia pada: http://www.bakosurtanal.go.id/assets/download/sni/SNI/SNI%2019-6728.1-2002.pdf

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. SNI 7645:2010. Klasifikasi penutup lahan.

[diunduh 2015 Agustus 21]. Tersedia pada:

http://www.bakosurtanal.go.id/assets/download/sni/SNI/SNI%7645-2010.pdf

Eriksson E, Henze M, and Leddin A. 2001. Characteristics of Grey Wastewater. Urban Water 4, 85-104.

Fong N, Platzer M, Caceres V. 2004. The Reuse of Treated Wastewater for Agricultural Purposes in Nicaragua, Central America. Water Science and Technology Vol 50 No 2 pp 293 - 300.

Hadi PM, Purnomo IG. 1996. Pengaruh Lingkungan Fisik dan Sosial terhadap Kondisi Air Tanah di Kota Administrasi Cilacap. Yogyakarta (ID): Lembaga Penelitian Universitas Gajahmada.

Hashimoto S, Kato H, Mizutani M, Nakagiri T, Oue H, Saptomo SK, Setiawan BI, Sutoyo. 2013. Basic diagnose of the present situation of water quality environment in the Saba River Basin 2013. Bali.

[Kemen Hub]. Kementerian Perhubungan. 2009. Profil Data perhubungan Darat Tahun 2009. Jakarta (ID): Ditjen Hubdat.

[Kemen LH] Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2001. Baku Mutu dari PP 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Pasal 8). Jakarta (ID): Kemen LH.

[Kemen PU] Kementerian Pekerjaan Umum. 1996. Kriteria Perencanaan Sektor Air Bersih Peraturan Ditjen Cipta Karya. Jakarta (ID): Kemen PU.

Lillesand.TM, Kiefer RW. 1979. Remote Sensing and Image Interpretation. New York (US): John Willey and Sons.

Lindstorm C. 2000. Grey water Irrigation: Grey Waste Treatment. Australia (AU): Cambridge University.

(36)

22

Metcalf and Eddy, Inc. 1991. Wastewater Engineering: Treatment, Disposal, Reuse. 3rd ed. (Revised by: G. Tchobanoglous and F.L. Burton). McGraw-Hill, Inc. New York. 1334 p

Miller GT. 1975. Living In The Enviroment, Concept, Problem and Alternative. Belmot, California (US): Widsworth Publishing Company. p : 100

Newson M. 1997. Land, Water and Development. Suistanable Management of River basin Sistem, New York (US): Routledge.

Odum EP. 1996. Dasar – Dasar Ekologi. Terjemahan Samingan T. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.

Prahasta. 2002. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung (ID): Penerbit INFORMATIKA.

(37)

23

LAMPIRAN

(38)

24

(39)

25

(40)

26

Lampiran 4 Jumlah siswa dan guru tiap jenjang pendidikan di Kecamatan Seririt tahun 2014

Lampiran 5 Jumlah kamar hotel di Kecamatan Seririt tahun 2005 dan 2014

Nama hotel Tahun Jumlah kamar

2005 2014 2005 2014 **Rata-rata jumlah kamar hotel di Buleleng 19**

Total 554 843

Sumber: *BPS Buleleng 2013

**Hasil pengolahan data BPS Buleleng 2013 ***Hasil Penelitian

Lampiran 6 Indikator perusahaan industri besar dan sedang di Bali 2003-2007

No Uraian 2003 2004 2005 2007

1 Rata-rata banyaknya tenaga kerja per perusahaan

(jiwa) 71 74 78 67

2 Rata-rata nilai tambah per tenaga kerja per tahun

(Rp/jiwa/tahun) 20,664 21,417 26,016 36,540

3 Rata-rata produktivitas per tenaga kerja (kg/jiwa) 42,279 43,412 55,327 69,978

4 Efisiensi Produksi (%) 0.52 0.54 0.53 0.49

(41)
(42)

28 Lampiran 7 Kriteria mutu air bersih

(43)

29 Lampiran 7 Lanjutan

28 28

(44)

30

Lampiran 7 Lanjutan

(45)

31

RIWAYAT HIDUP

Erika Rahmah Febriyanti lahir di Jakarta, 17 Februari 1994 dari pasangan Bapak Eka Iswanto dan Ibu Sri Ngilmiati sebagai anak satu-satunya. Penulis memulai pendidikan di SD Negeri Kalisuren 01 Bogor (1999-2001), lalu pindah ke SD Negeri Kedoya Utara 01 Jakarta dan lulus tahun 2005. Kemudian, penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 197 Jakarta dari tahun 2005 sampai 2008 dan menamatkan SMA pada tahun 2011 di SMA Negeri 112 Jakarta. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswi di Institut Pertanian Bogor pada program studi Teknik Sipil dan Lingkungan, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian.

Gambar

Gambar 1  Diagram alir penelitian
Gambar 2  Peta wilayah studi
Tabel 1  Kategori wilayah berdasarkan jumlah penduduk
Tabel 4 Hasil identifikasi tata guna lahan di Kecamatan Seririt
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengakomodasikan tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan yaitu memaksimalkan tingkat keuntungan perusahaan, meminimumkan biaya overtime tenaga kerja,

mempengaruhi atau menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat. Variabel independen berupa jumlah unit usaha, UMR, investasi, Inflasi ,PDRBsektor

Guru dapat memilih cerita rakyat tersebut sebagai objek pembelajaran dalam penyampaian materi memahami cerita rakyat yang dituturkan, (2) hasil penelitian ini

Hubungan Antara Asupan Protein Dan Zat Besi Dengan Kadar Hemoglobin Mahasiswi Program Studi Pendidikan Dokter Angkatan 2013 Fakultas Kedokteran Universitas Sam

Seminar Hukum dan Publikasi Nasional (Serumpun) II 2020 yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung ini di antaranya bertujuan untuk

Surat Setoran Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SSPD adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang

tahun yang dilakukan melalui rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani serta rohani agar anak memiliki kesiapan kesiapan belajar

Dalam variasi tersebut menggunakan tehnik counter melody hal tersebut dikarenakan nada dalam melodi asli di variasikan dalam unsur nada nada yang terdapat pada