• Tidak ada hasil yang ditemukan

Spearfishing Sustainability and Job Safety Analysis in Karimunjawa Islands Jepara Regency Central Java

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Spearfishing Sustainability and Job Safety Analysis in Karimunjawa Islands Jepara Regency Central Java"

Copied!
154
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KEBERLANJUTAN DAN KESELAMATAN KERJA

PERIKANAN PANAH (

SPEARFISHING

) DI KEPULAUAN

KARIMUNJAWA KABUPATEN JEPARA JAWA TENGAH

HAMBA AINUL MUBAROK

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Keberlanjutan dan Keselamatan Kerja Perikanan Panah (Spearfishing) di Kepulauan Karimunjawa Kabupaten Jepara Jawa Tengah adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Mei 2012

(4)
(5)

ABSTRACT

HAMBA AINUL MUBAROK. Spearfishing Sustainability and Job Safety Analysis in Karimunjawa Islands Jepara Regency Central Java. Under direction of SUGENG HARI WISUDO and BUDHI HASCARYO ISKANDAR.

Speargun is a productive fishing gear operated by Karimunjawa fishermen. Spearfishermen face potential conflict with other fishermen and also facing major health risk. Objectives of this research are to identify and describe spearfisheries, determine spearfisheries status based on CCRF perspective, define development strategy, and describe job safety analysis. This research was carried out using survey methods. Spearfishing is one night trip operations, spearfishermen undertake five to six trip a week. Spearfishing operations perform nearly throughout the year. Spearfisheries target fish mostly reef fishes. 65 species caught by spearfishermen, weighted 38,767.9 kg, by effort as many as 582 trips. Average CPUE is 63.27 kg / trip. Spearfisheries viewed from CCRF perspective, not fully support CCRF concept. Biological, technological, and social aspects need to improve. External factors affecting spearfisheries system are political, economic, social, cultural, and technological developments. Those external factors make enough impact on Karimunjawa spearfisheries development. Internal factors include management, human resources, and fish resources. Internal factors conditions are able to overcome various problems in spearfisheries. Spearfishing operations by diving is high risk activities. Spearfisheries operations work steps sequence analyzed its potential hazards / accidents and what prevention measures needs to take to minimize that potential hazards / accidents.

(6)
(7)

RINGKASAN

HAMBA AINUL MUBAROK. Analisis Keberlanjutan dan Keselamatan Kerja Perikanan Panah (Spearfishing) di Kepulauan Karimujawa Kabupaten Jepara Jawa Tengah. Dibimbing oleh SUGENG HARI WISUDO dan BUDHI HASCARYO ISKANDAR.

Kepulauan Karimunjawa merupakan wilayah Kabupaten Jepara yang ditetapkan sebagai kawasan taman nasional pada tahun 1988. Kegiatan utama pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut di Karimunjawa meliputi penangkapan ikan, budidaya, dan pariwisata. Panah (speargun) merupakan salah satu alat tangkap yang cukup produktif yang dioperasikan oleh nelayan di Kepulauan Karimunjawa. Jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan perikanan panah diantaranya adalah jenis-jenis ikan karang seperti kakap, kerapu, ekor kuning, ikan-ikan pelagis besar seperti tuna dan marlin serta beberapa jenis ikan lainnya. Penggunaan panah cukup menimbulkan kontroversi, baik dikalangan nelayan sendiri maupun pada komunitas masyarakat lainnya. Nelayan panah, selain sering menghadapi potensi konflik dengan nelayan alat tangkap lainnya juga menghadapi risiko kesehatan yang besar. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan perikanan panah, menentukan status perikanan panah berdasarkan CCRF, menentukan strategi pengembangan perikanan panah, dan membuat batasan keselamatan kerja yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk kegiatan perikanan panah di Kepulauan Karimunjawa.

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode survei. Data yang dikumpulkan berupa jumlah unit perikanan panah, ikan hasil tangkapan, komposisi hasil tangkapan, biaya operasi, harga jual ikan hasil tangkapan, nelayan, dan informasi mengenai metode operasi penangkapan ikan, serta informasi lainnya yang mendukung penelitian ini.

Operasi penangkapan ikan nelayan panah merupakan operasi penangkapan

(8)

Target penangkapan nelayan panah Karimunjawa pada umumnya adalah ikan-ikan karang. Terdapat 65 spesies ikan dari 21 famili yang tertangkap oleh nelayan panah. Perikanan panah pada periode waktu November 2009 sampai Desember 2010 menghasilkan produksi seberat 38.767,9 kg dari jumlah upaya sebanyak 582 trip. CPUE (hasil tangkap per unit upaya) rata-rata unit perikanan panah adalah 63,27 kg/trip. CPUE terbesar dihasilkan nelayan pada bulan November 2009, yaitu sebesar 85,22 kg/trip. Bulan Desember 2010, hasil tangkapan dan upaya yang dilakukan nelayan paling sedikit dibandingkan bulan lainnya, hal ini menghasilkan nilai CPUE paling kecil, yaitu 43,16 kg/trip. Famili Caesionidae mendominasi produksi perikanan panah dengan hasil tangkapan sebesar 76,34 % atau seberat 29.595,4 kg dari total hasil tangkapan.

Pelaku sistem perikanan panah di Karimunjawa diantaranya adalah nelayan, pemilik kapal, pemilik/pemberi modal, bakul/pengumpul, pemerintah, pengelola Taman Nasional Karimunjawa, organisasi non pemerintah, dan penduduk lainnya. Sistem perikanan panah di Karimunjawa bertujuan untuk memanfaatkan sumberdaya ikan yang ada untuk kesejahteraan nelayan. Pemanfaatan sumberdaya ikan harus diatur sedemikian rupa agar sumberdaya tetap lestari sehingga kegiatan perikanan, khususnya perikanan panah tetap menguntungkan.

Perikanan panah di Karimunjawa, dilihat dari sudut pandang CCRF, belum sepenuhnya mendukung konsep CCRF. Aspek biologi, aspek teknologi, dan aspek sosial perlu dibenahi sehingga perikanan panah dapat benar-benar dikategorikan sebagai alat penangkapan ikan yang mendukung konsep CCRF.

Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi kegiatan perikanan panah di Karimunjawa diantaranya adalah kebijakan politik, kondisi ekonomi, sosial budaya, dan perkembangan teknologi. Faktor eksternal tersebut, setelah dievaluasi mendapatkan nilai 2,5. Artinya kondisi lingkungan (faktor eksternal) cukup berpengaruh terhadap pengembangan kegiatan perikanan panah. Faktor-faktor internal yang mempengaruhi kegiatan perikanan panah diantaranya adalah fungsi manajemen, sumberdaya manusia, dan sumberdaya ikan. Faktor-faktor internal tersebut, kemudian dievaluasi dan diberi nilai kuantitatif berdasarkan kondisi perikanan panah di Karimunjawa, setelah dievaluasi mendapatkan nilai diatas rata-rata (2,5), yaitu sebesar 2,61. Kondisi faktor internal mampu mengatasi berbagai masalah yang ada pada kegiatan perikanan panah.

Operasi penangkapan ikan dilakukan dengan cara menyelam berisiko tinggi terhadap kesehatan/keselamatan nelayan. Urutan langkah kerja dalam kegiatan operasi penangkapan ikan kemudian dianalisis potensi bahaya/kecelakaan yang mungkin timbul serta tindakan pencegahan apa yang perlu dilakukan untuk menghilangkan atau meminimalisir potensi bahaya/kecelakaan tersebut.

(9)

@ Hak Cipta Milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(10)
(11)

ANALISIS KEBERLANJUTAN DAN KESELAMATAN KERJA

PERIKANAN PANAH (

SPEARFISHING

) DI KEPULAUAN

KARIMUNJAWA KABUPATEN JEPARA JAWA TENGAH

HAMBA AINUL MUBAROK

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

Judul Tesis : Analisis Keberlanjutan dan Keselamatan Kerja Perikanan Panah (Spearfishing) di Kepulauan Karimunjawa

Kabupaten Jepara Jawa Tengah Nama : Hamba Ainul Mubarok

NIM : C452080041

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si. Ketua

Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si. Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga usulan penelitian ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam rencana penelitian ini adalah mengenai perikanan panah, dengan judul “Analisis Keberlanjutan dan Keselamatan Kerja Perikanan Panah (Spearfishing) di Kepulauan Karimunjawa Kabupaten Jepara Jawa Tengah”.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si. dan Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si. selaku komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan sehingga penelitian ini dapat terselesaikan, serta kepada Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc. dan Dr. Ir. Wazir Mawardi, M.Si. selaku penguji dalam ujian tesis. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Tasrif Kartawijaya, Rian Prasetia, Irfan Yulianto dan Wildlife Conservation Society – Indonesia Program atas izinnya untuk menggunakan data dan informasi serta kerjasamanya sehingga penelitian ini dapat terlaksana.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2012

(16)
(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ciamis, Jawa Barat pada tanggal 15 Februari 1979 dari ayah Drs. H. Hanafi dan ibu Hj. Ade Aisyah. Penulis merupakan putra pertama dari empat bersaudara.

Pendidikan sarjana penulis tempuh mulai tahun 1997 di Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis melanjutkan ke Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap sejak tahun 2008.

Sejak tahun 2004 penulis bekerja sebagai staf di Laboratorium Keselamatan Kerja dan Observasi Bawah Air, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis aktif dalam kegiatan organisasi Naarboven Diving Club sebagai pengurus bidang teknik.

(18)
(19)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR ...v

DAFTAR LAMPIRAN... vii

DAFTAR ISTILAH ... ix

1 PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah... 2

1.3 Tujuan Penelitian... 3

1.4 Manfaat Penelitian... 3

1.5 Kerangka Pemikiran ... 3

2 TINJAUAN PUSTAKA ...7

2.1 Perikanan Panah ... 7

2.2 Analisis Sistem Perikanan Panah ... 10

2.3 Analisis Pengembangan Perikanan Panah... 17

2.4 Analisis Keselamatan Kerja (Job Safety Analysis – JSA) ... 19

3 METODOLOGI PENELITIAN...23

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 23

3.2 Metode Penelitian... 23

3.3 Jenis Data ... 23

3.4 Analisis Data ... 23

3.4.1 Deskripsi unit perikanan panah... 23

3.4.2 Analisis sistem perikanan panah ... 25

3.4.3 Analisis perikanan panah berdasarkan CCRF... 25

3.4.4 Analisis pengembangan perikanan panah ... 27

3.4.5 Analisis keselamatan kerja (Job Safety Analysis – JSA) ... 30

4 HASIL DAN PEMBAHASAN...33

4.1 Unit Perikanan Panah ... 33

4.1.1 Kapal ... 33

4.1.2 Alat Tangkap... 34

4.1.3 Nelayan ... 35

4.1.4 Metode operasi penangkapan ikan ... 36

4.1.5 Daerah penangkapan ikan ... 37

4.1.6 Upaya penangkapan ikan ... 38

4.1.7 Hasil tangkapan perikanan panah... 39

4.1.8 Hasil tangkap per unit upaya (CPUE)... 41

4.1.9 Komposisi hasil tangkapan ... 42

4.1.10 Nilai hasil tangkapan... 48

4.2 Analisis Sistem Perikanan Panah ... 54

(20)

4.2.1 Analisis Kebutuhan ... 54

4.2.2 Formulasi permasalahan pada sistem perikanan panah... 55

4.2.3 Identifikasi sistem... 57

4.3 Analisis perikanan panah berdasarkan CCRF... 60

4.4 AnalisisPengembangan Perikanan Panah ... 66

4.4.1 Analisis faktor eksternal ... 67

4.4.2 Analisis faktor internal ... 70

4.4.3 Analisis internal-eksternal ... 72

4.4.4 Matriks SWOT ... 73

4.5 Analisis Keselamatan Kerja (Job Safety Analysis – JSA) ... 74

5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 83

5.1 Kesimpulan ... 83

5.2 Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA... 85

LAMPIRAN ... 89

(21)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Matriks External Factor Evaluation...28

2. Matriks Internal Factor Evaluation...28

3. Matriks Strengths Weaknesses Opportunities Threats...30

4. Lembar kerja analisis keselamatan kerja ...32

5. Pelaku dan kebutuhan dari pelaku sistem perikanan panah di Karimunjawa...54

6. Analisis PEST (politik, ekonomi, sosial budaya – demografi, teknologi)...67

7. Peluang dan ancaman PEST (politik, ekonomi, sosial budaya – demografi, teknologi)...68

8. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE) strategi pengembangan perikanan panah di Karimunjawa ...69

9. Analisis fungsional faktor internal...70

10. Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE) strategi pengembangan perikanan panah di Karimunjawa ...71

11. Tabel Matriks Eksternal - Internal ...72

12. Matriks SWOT pengembangan perikanan panah di Karimunjawa ...73

13. Analisis keselamatan kerja kegiatan perikanan panah di Karimunjawa ...76

(22)
(23)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Kerangka pemikiran perikanan panah yang aman, ramah lingkungan

dan menguntungkan. ...5  2. Matriks SWOT (Start and Hovland, 2004) ...19  3. Peta kepulauan Karimunjawa...24  4. Matriks internal- eksternal (David, 2003)...29  5. Model perumusan strategi (Nurani, 2008). ...30  6. Kapal perikanan panah dengan alat bantu kompresor di Karimunjawa...33  7. General arrangement kapal panah Karimunjawa...34  8. Alat tangkap panah...35  9. Fluktuasi jumlah upaya (trip) penangkapan ikan per bulan pada periode

November 2009 – Desember 2010...38  10. Fluktuasi hasil tangkapan (kg) per bulan pada periode November 2009

– Desember 2010. ...39  11. Fluktuasi hasil tangkapan (kg) perikanan non-panah per bulan pada

periode November 2009 – Desember 2010...40  12. Fluktuasi CPUE perikanan panah Karimunjawa per bulan ...42  13. Komposisi hasil tangkapan per famili pada periode November 2009 –

Desember 2010. ...43  14. Fluktuasi hasil tangkapan famili Caesionidae per bulan...44  15. Fluktuasi hasil tangkapan ikan famili Serranidae per bulan ...45  16. Fluktuasi hasil tangkapan famili Scaridae per bulan ...46  17. Fluktuasi hasil tangkapan famili Sepiidae per bulan ...47  18. Fluktuasi hasil tangkapan ikan famili Pomacanthidae per bulan...48  19. Fluktuasi nilai hasil tangkapan per bulan pada periode November 2009

– Desember 2010 ...49  20. Nilai hasil tangkapan ikan per famili pada periode November 2009 –

Desember 2010 ...50  21. Fluktuasi nilai hasil tangkapan Famili Caesionidae per bulan...51  22. Fluktuasi nilai hasil tangkapan famili Serranidae per bulan ...51  23. Fluktuasi nilai hasil tangkapan famili Scaridae per bulan ...52  24. Fluktuasi nilai hasil tangkapan famili Sepiidae per bulan ...53  25. Fluktuasi nilai hasil tangkapan famili Pomacanthidae per bulan...53  26. Diagram sebab akibat (causal loop) sistem perikanan panah di

Karimunjawa...57  27. Diagram input-output sistem perikanan panah di Karimunjawa ...60 

(24)
(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Unit perikanan panah ...91  2. Sistem bagi hasil ...92  3. Operasi penangkapan ikan ...93  4. Biaya operasi penangkapan ikan...94  5. Peta daerah penangkapan ikan ...97  6. Daerah penangkapan ikan ...98  7. Grafik biomasa (kg/ha) dan kelimpahan (ind/ha) rata-rata (±SE) ikan

karang tanpa famili Pomacentridae di Karimunjawa pada setiap tahun

pengamatan ...100  8. Hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan per bulan ...101  9. Hasil tangkapan per famili ikan per bulan (Kg)...102  10. Gambar hasil tangkapan famili Caesionidae...104  11. Gambar hasil tangkapan famili Serranidae ...105  12. Gambar hasil tangkapan famili Scaridae ...107  13. Gambar hasil tangkapan famili Sepiidae ...108  14. Gambar hasil tangkapan famili Pomacanthidae...109  15. Hasil tangkapan perikanan panah ...110  16. Nilai hasil tangkapan per famili ikan per bulan (Rp)...112  17. Tabel External Factor Evaluation...114  18. Tabel Internal Factor Evaluation...115  19. Perawatan alat ...116  20. Analisis keselamatan kerja operasi penangkapan ikan ...118  21. Tabel selam U.S. Navy untuk selam rekreasi/olahraga ...119  22. Dokumentasi penelitian...120 

(26)
(27)

DAFTAR ISTILAH

Alat dasar selam : Merupakan peralatan utama yang dipakai untuk snorkeling yang terdiri dari :

1) Masker selam : Alat untuk membantu melihat di bawah air. Mata manusia tidak bisa melihat dengan jelas apabila terjadi kontak langsung dengan air. 2) Snorkel : Alat untuk membantu bernafas, digunakan di permukaan.

3) Fin : Dipakai di kaki, merupakan alat untuk mempermudah gerakan (berenang) baik di permukaan maupun di bawah air.

Alat SCUBA : Merupakan alat yang membantu penyelam untuk bernafas di bawah permukaan air. Menyelam SCUBA biasanya dilakukan untuk rekreasi, kompetisi atau beberapa pekerjaan bawah air.

Barotrauma : Kerusakan fisik pada jaringan tubuh yang disebabkan oleh perbedaan tekanan antara ruang udara di dalam tubuh dengan lingkungan sekitarnya

Catch per Unit Effort (CPUE) : Hasil tangkapan per unit upaya.

Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) : Tata cara pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab. Tata cara ini dibuat oleh FAO, kemudian dapat diacu oleh negara pantai dan kepulauan untuk mengelola sumberdaya perikanannya.

Dead air space : Daerah atau ruangan atau tempat dimana udara terperangkap dan tidak bersirkulasi.

Decompression (Dekompresi) : Dalam konteks penyelaman, SCUBA atau menggunakan suplai udara lainnya, berasal dari penurunan tekanan lingkungan yang dialami oleh penyelam ketika naik ke permukaan pada akhir penyelaman, mengacu pada berkurangnya tekanan dan proses yang memungkinkan gas inert

terlarut dalam organ tubuh. Gas-gas ini dapat membentuk gelembung dalam jaringan tubuh penyelam jika konsentrasinya terlalu tinggi dan/atau ketika

(28)

kecepatan naik ke permukaan yang terlalu tinggi. Gelembung tersebut dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan yang dikenal sebagai penyakit dekompresi. Decompression Sickness – DCS (Penyakit dekompresi) : Dikenal juga sebagai penyakit penyelam, adalah suatu kondisi yang timbul dari gas terlarut dalam jaringan tubuh menjadi gelembung pada saat tekanan lingkungan turun. DCS paling sering merujuk kepada salah satu bahaya penyelaman SCUBA, tetapi dapat juga dialami oleh para pekerja tambang di bawah perut bumi.

Free-diving (selam bebas) : Merupakan salah satu bentuk penyelaman yang tidak menggunakan bantuan alat SCUBA maupun suplai udara eksternal lainnya. Penyelam bebas mengandalkan kekuatan nafasnya untuk menyelam sampai kembali ke permukaan. Kegiatan selam bebas ini diantaranya dilakukan untuk

snorkeling, fotografi, memanah ikan (spearfishing) dan kompetisi apnea.

Hypothermia (hipotermia) : Suatu kondisi dimana suhu inti tubuh turun di bawah suhu yang dibutuhkan untuk metabolisme dan fungsi-fungsi tubuh yang normal, yaitu 35° C (95° F). Suhu tubuh normal biasanya dipertahankan konstan pada suhu antara 36,5 – 37,5° C (98 – 100° F) melalui homeostasis biologis atau termoregulasi. Jika tubuh terpapar suhu dingin dan mekanisme dalam tubuh tidak dapat menggantikan panas yang hilang, maka penurunan temperatur inti terjadi. Gejala awal yang umum timbul seperti menggigil dan kebingungan mental. Apabila kondisi ini dibiarkan, maka akan terjadi penurunan rasio detak jantung, rasio nafas, tekanan darah, dan metabolisme tubuh lainnya.

Ikan lain (Mayor Famili) : Ikan ini umumnya dalam jumlah banyak dan dijadikan ikan hias air laut (Pomacentridae, Caesionidae, Scaridae, Pomacanthidae Labridae, Apogonidae dll.).

Ikan indikator : Merupakan jenis-jenis ikan penentu kondisi terumbu karang karena ikan ini erat hubunganya dengan kesuburan terumbu karang yaitu ikan dari Famili Chaetodontidae (kepe-kepe).

(29)

Ikan target : merupakan target untuk penangkapan atau lebih dikenal juga dengan ikan ekonomis penting atau ikan kosumsi, seperti; Seranidae, Lutjanidae, Kyphosidae, Lethrinidae, Acanthuridae, Mulidae, Siganidae Labridae (Chelinus, Himigymnus, choerodon) dan Haemulidae.

Kapal perikanan : Kapal, perahu, atau alat apung lain yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian/eksplorasi perikanan.

Lung over-expansion injuries : Cedera yang disebabkan oleh menahan nafas pada saat naik ke permukaan. Hukum Boyle menyatakan bahwa, volume berbanding terbalik dengan tekanan. Itu berarti, jika mengambil napas saat menyelam kemudian naik, udara di paru-paru akan bertambah volumenya seiring dengan berkurangnya tekanan. Jika menahan nafas, udara yang bertambah volumenya tersebut terperangkap di dalam paru-paru, sehingga dapat memecahkan alveoli paru-paru, kemudian udara keluar dari paru-paru dan masuk ke dalam organ tubuh. Gejala umum dari lung over-expansion injuries diantaranya adalah mati rasa, kehilangan pendengaran, kehilangan penglihatan, kehilangan suara, nyeri dada, kesulitan bernapas, pingsan, dan bahkan kematian. Lung over-expansion injuries timbul dalam empat cara, yaitu :

1) Arterial Gas Embolism (AGE). Dalam kasus ini, udara masuk ke dalam aliran darah dan terus ikut mengalir sampai ke kapiler kecil menuju otak dimana gelembung udara tersebut menutup aliran darah. Hasilnya adalah

stroke. AGE ini dapat menyebabkan kelumpuhan, kerusakan otak, dan bahkan kematian.

2) Mediastinal Emphysema. Kondisi ini terjadi ketika udara berkumpul dalam rongga yang mengelilingi jantung. Hal ini menambah tekanan pada jantung dan dapat mengakibatkan gagal jantung.

3) Pneumothorax. Terjadi ketika gelembung udara masuk ke dalam rongga pleura di luar paru-paru. Kondisi ini menyebabkan nyeri dada dan dapat mengakibatkan terhentinya funsi paru-paru.

(30)

4) Subcutaneous Emphysema. Merupakan manifestasi cedera lung over-expansion yang paling tidak berbahaya. Dalam hal ini, udara berkumpul dalam jaringan tubuh di bawah kulit, biasanya sekitar bahu dan leher. Menyebabkan kulit seperti terkena alergi dan gatal.

Konservasi sumberdaya ikan : Upaya perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan sumberdaya ikan, termasuk ekosistem, jenis, dan genetik untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman sumberdaya ikan.

Nelayan : Orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Berdasarkan waktu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan, nelayan diklasifikasikan sebagai berikut :

(i) Nelayan penuh yaitu nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air.

(ii) Nelayan sambilan utama yaitu nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Disamping melakukan pekerjaan penangkapan ikan, nelayan kategori ini dapat pula mempunyai pekerjaan lain.

(iii) Nelayan sambilan tambahan yaitu nelayan yang sebagian kecil waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan penangkapan ikan.

No-Decompression Limit (NDL) : Batas waktu penyelaman tanpa dekompresi. NDL bervariasi pada setiap kedalaman penyelaman dan penyelaman ke-berapa yang dilakukan pada hari itu. Seorang penyelam yang menyelam lebih lama dari batas tanpa dekompresi tidak boleh naik langsung ke permukaan, tetapi harus berhenti berkala selama waktu tertentu dan pada beberapa kedalaman tertentu saat ia naik ke permukaan untuk meminimalisir risiko terkena penyakit dekompresi. Pengelolaan perikanan : Semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan

(31)

perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati.

Penyelaman bebas (freediving) : Bentuk penyelaman yang tidak melibatkan penggunaan peralatan selam SCUBA atau perangkat pernapasan eksternal lainnya, tetapi lebih mengandalkan pada kemampuan penyelam untuk menahan nafasnya sampai kembali ke permukaan. Prakteknya termasuk pada perikanan panah, fotografi, kejuaraan selam bebas, dan snorkeling.

SCUBA : Self-Contained Underwater Breathing Apparatus. Merupakan salah satu alat bantu pernafasan untuk melakukan kegiatan penyelaman.

Speargun (panah, KEPMEN 06 2010) : Senapan yang didesain untuk melontarkan sebilah anak panah, biasanya digunakan di bawah permukaan air untuk menembak ikan.

The United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) : Disebut juga Konvensi Hukum Laut atau Hukum Perjanjian Laut, adalah perjanjian internasional yang dihasilkan dari Konferensi PBB tentang Hukum Laut yang ketiga (UNCLOS III) yang berlangsung dari tahun 1973 sampai tahun 1982. Konvensi Hukum Laut ini mendefinisikan hak dan tanggung jawab negara dalam pengelolaan lautan di dunia serta menetapkan pedoman untuk kegiatan komersial, konservasi lingkungan, dan pengelolaan sumberdaya alam laut.

Wildlife Conservation Society (WCS) : Merupakan sebuah organisasi non-pemerintah yang bergerak di bidang konservasi margasatwa dan lingkungan. Organisasi ini berkantor pusat di New York, Amerika Serikat. WCS melakukan kegiatan-kegiatan konservasi di Indonesia sejak tahun 1965, kemudian pada tahun 1991 dibentuklah The Wildlife Conservation Society – Indonesia Program (WCS-IP). Sejak tahun 2002 WCS-IP mulai melakukan kegiatan-kegiatan konservasi di Kepulauan Karimunjawa.

(32)

xiv

Wetsuit : Pakaian yang biasanya terbuat dari neoprene. Umumnya dikenakan oleh peselancar, penyelam, windsurfer, dan olahraga air lainnya. Berfungsi untuk menjaga panas tubuh, mencegah gesekan benda yang dapat menggores kulit dan menambah daya apung. Sifat isolasi tergantung pada gelembung-gelembung gas pada neoprene, yang mengurangi kemampuannya untuk menghantarkan panas. Gelembung tersebut juga membuat wetsuit mempunyai kerapatan rendah, sehingga menambah daya apung di dalam air.

Sumber :

FAO 1995, UU No. 45 2009, KEPMEN No. KEP.06/MEN/2010, KKP 2010, TERANGI 2004, wcs.or.id, en.wikipedia.org/wiki/Free-diving,

(33)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan data FAO, pada tahun 2008 perikanan tangkap dan budidaya menghasilkan 142 juta ton ikan. Produksi perikanan tangkap dunia mencapai 90 juta ton dan relatif stabil dalam satu dekade terahir. Cina, Peru dan Indonesia adalah tiga besar produsen perikanan tangkap dunia (FAO, 2010). Berpijak pada kondisi itulah, Indonesia bertekad untuk menjadi negara penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar pada tahun 2015. Tekad tersebut didasari fakta bahwa Indonesia memiliki potensi sumberdaya ikan melimpah dan beragam, serta area budidaya yang dapat dipacu untuk meningkatkan produksi perikanan nasional.

Pemanfaatan sumberdaya perikanan sangat tergantung pada potensi, kelimpahan, produksi, dan juga permintaan pasar atas sumberdaya tersebut. Pemanfaatan sumberdaya perikanan di suatu perairan sebaiknya difokuskan pada komoditas perikanan unggulan wilayah perairan tersebut sehingga dapat menjadi keunggulan kompetitif dibandingkan wilayah lainnya.

FAO telah menetapkan Code of Conduct for Responsible Fisheries, dalam ketentuan tersebut, FAO merekomendasikan negara-negara anggotanya untuk menerapkan konsep penggunaan teknologi penangkapan ikan yang bertanggungjawab yakni selektif, rendah hasil tangkapan sampingan dan tidak merusak lingkungan. Penggunaan teknologi penangkapan ikan yang tidak tepat selain dapat merusak kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan perairan juga dapat mengurangi efisiensi penangkapan ikan.

(34)

Kegiatan utama pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut di Karimunjawa meliputi penangkapan ikan, budidaya, dan pariwisata. Kerusakan habitat terumbu karang di Karimunjawa terjadi karena adanya praktek pengambilan karang hidup untuk aquarium, karang mati untuk bahan bangunan, penangkapan ikan hias dengan bahan beracun dan ikan karang dengan bahan peledak.

Panah (speargun) merupakan salah satu alat tangkap yang cukup produktif yang dioperasikan oleh nelayan di Kepulauan Karimunjawa. Target penangkapan perikanan panah adalah jenis-jenis ikan karang seperti kakap, kerapu, ekor kuning. Nelayan panah juga menangkap ikan-ikan pelagis besar seperti tuna dan marlin serta beberapa jenis ikan lainnya.

Penggunaan panah cukup menimbulkan kontroversi, baik dikalangan nelayan maupun pada komunitas masyarakat lainnya. Nelayan panah sering menghadapi potensi konflik dengan nelayan alat tangkap lainnya mereka memanah semua ikan yang mempunyai nilai ekonomis. Potensi konflik juga datang dari, diantaranya komunitas penyelam SCUBA yang melarang para penyelam untuk melakukan aktivitas menangkap ikan dengan panah (spearfishing). Bahkan otoritas perikanan Australia melarang penggunaan SCUBA dalam perikanan panah komersial, karena dapat mengganggu kelestarian sumberdaya ikan. Nelayan panah disinyalir menangkap semua jenis ikan yang bernilai ekonomis, termasuk jenis-jenis ikan yang dilindungi.

Penggunaan alat bantu pernafasan (SCUBA, hookah dan lain-lain) pada perikanan panah di Indonesia secara luas masih dilakukan nelayan, oleh karena itu nelayan panah menghadapi risiko kesehatan yang besar. Nelayan seringkali mengabaikan kaidah-kaidah baku penyelaman sehingga dapat menimbulkan berbagai macam penyakit penyelaman yang sangat berbahaya bagi kesehatan dan bahkan dapat merenggut nyawa nelayan tersebut.

1.2 Perumusan Masalah

(35)

penelitian tentang perikanan panah perlu dilakukan agar memenuhi tatalaksana perikanan yang bertangggung jawab (CCRF). Pendekatan dengan Code of Conduct for Responsible Fisheries diharapkan dapat menjelaskan unit perikanan panah sebagai alat penangkapan ikan yang ramah lingkungan dan bisa mengidentifikasikan lebih jelas lagi mengenai metode operasinya secara lengkap, sehingga dapat meredam potensi konflik yang ada.

Selain itu, operasi perikanan panah dilakukan dengan menyelam memiliki potensi bahaya yang belum teridentifikasi, oleh karena itu diperlukan suatu standar keselamatan minimum dalam operasi penangkapan ikan untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan potensi risiko dan kondisi yang tidak terduga.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1) Mengidentifikasi dan mendeskripsikan perikanan panah di Kepulauan Karimunjawa.

2) Menentukan status perikanan panah berdasarkan CCRF. 3) Menentukan strategi pengembangan perikanan panah.

4) Mengidentifikasi risiko kerja pada kegiatan perikanan panah di Kepulauan Karimunjawa.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah optimasi operasi perikanan panah supaya lebih efektif dan efisien sehingga kualitas kehidupan nelayan dapat meningkat. 1.5 Kerangka Pemikiran

(36)

Hal ini tentunya memerlukan kajian lebih lanjut mengenai penggunaan dan pengelolaan alat tangkap panah secara lebih dalam supaya dapat diketahui akar permasalahan dan solusi dari masalah tersebut. Oleh sebab itu sebagai salah satu upaya untuk menjaga kelestarian sumberdaya, harus diketahui apakah panah termasuk alat tangkap yang ramah lingkungan dari berbagai aspek.

Operasi penangkapan ikan dengan panah berisiko cukup tinggi. Nelayan panah melakukan operasi penangkapan ikan dengan cara menyelam. Apabila nelayan melakukan penyelaman tanpa mengikuti prosedur penyelaman yang baku, maka akan meningkatkan risiko terkena berbagai penyakit penyelaman yang bersifat langsung maupun laten, dan berpotensi mengancam keselamatan nelayan tersebut.

Berdasarkan tabel selam U.S. Navy untuk selam rekreasi/olahraga, penyelaman yang dilakukan pada kedalaman lebih dari 10 meter dengan waktu penyelaman yang lama (lebih dari 300 menit) dapat menimbulkan penyakit penyelaman, seperti keracunan nitrogen (nitrogen narcosis) dan penyakit dekompresi yang menimbulkan gejala-gejala seperti kepala pusing, kesemutan, pegal-pegal pada persendian dan bahkan dapat menimbulkan kematian. Sejauh ini nelayan perikanan panah melakukan operasi penangkapan ikan pada kisaran kedalaman 2 – 30 meter, dengan kisaran waktu penyelaman selama 60 – 180 menit, selain itu operasi penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan panah menimbulkan perselisihan dengan nelayan alat tangkap ikan lainnya. Penerapan prosedur penyelaman yang baku sangat penting dilakukan untuk menjaga kesehatan dan keselamatan nelayan.

(37)

Analisis Keberlanjutan dan Keselamatan Kerja Perikanan Panah (Spearfishing) di Kepulauan Karimunjawa, Jawa Tengah

Masalah :

 Status ramah lingkungan perikanan panah

 Keselamatan kerja operasi penangkapan perikanan panah

Gambar 1 Kerangka pemikiran perikanan panah yang aman, ramah lingkungan dan menguntungkan.

Analisis Deskriptif Komparatif:  Ramah lingkungan (CCRF)  SWOT

 Keselamatan kerja (JSA) Pengolahan data

Strategi pengembangan perikanan panah

Perikanan panah yang aman, ramah lingkungan dan menguntungkan

(38)
(39)

2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perikanan Panah

Berdasarkan KEPMEN No. KEP.06/MEN/2010 tentang alat penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia, alat tangkap

speargun ini disebut panah. Termasuk ke dalam kelompok alat penangkapan ikan menjepit dan melukai (grappling and wounding). FAO dalam jurnal FAO Fisheries Technical Paper : Definition and Classification of Fishing Gear

Categories mengkategorikan alat tangkap panah ini ke dalam kelompok grappling and wounding gear. Subani dan Barus (1988) mengelompokkan alat tangkap panah ke dalam kelompok “lain-lain alat penangkap ikan” dengan istilah rifle

(senapan ikan).

Dewasa ini perikanan panah menggunakan alat yang lebih modern dan efektif yaitu speargun. Speargun adalah senapan yang didesain untuk melontarkan sebilah anak panah, biasanya digunakan di bawah permukaan air untuk memanah ikan. Anak panah dilontarkan dari senapan dengan menggunakan tali karet atau udara bertekanan. Perikanan panah bisa dilakukan dengan cara menyelam, baik menggunakan alat bantu pernafasan (SCUBA diving dan hookah) maupun tanpa alat bantu pernafasan (free-diving).

Kegiatan memanah ikan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan ekonomi nelayan, terutama nelayan di perairan tropis dengan menggunakan peralatan snorkeling. Kegiatan memanah ikan juga dilakukan untuk tujuan rekreasi (sport spearfishing) (www.wikipedia.org).

Metode dan lokasi memanah ikan dengan penyelaman bebas, sangat beragam di seluruh dunia. Variasi yang terjadi tergantung pada spesies ikan target dan peralatan yang digunakan. Berikut beberapa tipe perikanan panah yang umum dilakukan di seluruh dunia (www.wikipedia.org).

 Menyelam dari pantai

(40)

berbatu, ekosistem kelp, dan daerah berpasir. Perburuan ikan dilakukan pada kedalaman 5 sampai 25 meter, tergantung pada lokasinya. Pada beberapa lokasi di Pasifik Selatan, para penyelam dihadapkan dengan kontur laut yang menurun tajam (drop-off) dari 5 meter sampai 30 atau bahkan 40 meter dengan jarak yang sangat dekat dari garis pantai.

Hasil tangkapan cukup beragam, utamanya ikan karang, tapi seringkali ikan pelagis besar juga tertangkap dan bisa menjadi target khusus penangkapan ikan. Kantung penyimpanan ikan hasil tangkapan sebaiknya tidak dibawa atau diikatkan pada penyelam karena dapat mengganggu pergerakan penyelam di bawah air, khususnya ketika naik atau turun dari penyelaman yang cukup dalam. Membawa kantung ikan hasil tangkapan pada perairan yang banyak terdapat hiu sangat berbahaya karena dapat meningkatkan risiko serangan hiu. Sebaiknya kantung peenyimpanan ikan hasil tangkapan diikatkan pada sebuah pelampung, sehingga tidak mengganggu penyelam.

 Menggunakan perahu

Perahu, kapal atau bahkan kayak dapat digunakan untuk mengakses daerah terumbu karang atau struktur di laut, seperti puncak gunung yang terpisah dari daratan. Struktur buatan manusia seperti rig pengeboran minyak dan alat pengumpul ikan (fish aggregating device - FAD) juga dapat menjadi lokasi menombak ikan. Seringkali perahu sangat dibutuhkan untuk mengakses lokasi-lokasi yang dekat dari pantai, tetapi tidak dapat diakses dari daratan. Metode dan peralatan yang digunakan pada perikanan panah yang dilakukan dengan menyelam dari perahu tidak berbeda dari penyelaman dari pantai atau perburuan lepas pantai, yaitu tergantung dari target ikan yang ada. Penataan alat tangkap panah di atas perahu yang sempit harus dilakukan secara hati-hati dan sangat direkomendasikan untuk tidak memasang anak panah pada alat tangkap di atas perahu.

(41)

dalam di lepas pantai Cape Point (Cape Town, Afrika Selatan) yang banyak disinggahi yellowfin tuna.

 Perburuan lepas pantai

Perburuan lepas pantai sangat disukai oleh para penombak ikan kawakan dan menjadi semakin populer beberapa tahun belakangan ini. Biasanya dilakukan di perairan yang sangat dalam dan jernih untuk mencari dan memburu ikan-ikan pelagis besar seperti marlin, tuna dan kuwe (giant trevally). Perikanan panah di lepas pantai sering dilakukan dengan cara menghanyutkan diri ; pengemudi kapal akan menurunkan para penyelam panah dan membiarkan mereka hanyut terbawa arus sejauh beberapa kilometer sampai akhirnya dijemput kembali.

Perburuan di lepas pantai juga dilakukan hampir di seluruh dunia, tetapi lokasi favorit terdapat di Afrika Selatan dengan target penangkapan yellowfin tuna dan di Pasifik selatan (dog-tooth tuna).

 Tanpa menyelam

Metode ini telah dikenal dan digunakan sejak ribuan tahun yang lalu. Seorang penombak ikan berjalan pelan di perairan yang dangkal dengan panah ditangan. Nelayan harus memperhitungkan refraksi cahaya dari permukaan air yang membuat ikan terlihat lebih dekat. Perairan yang dangkal dan tenang sangat mendukung keberhasilan menombak ikan dari atas permukaan air.

(42)

 Sebelum penyelaman dilakukan maka rencana penyelaman harus dibuat terlebih dahulu dan menyelamlah sesuai dengan rencana.

 Tidak boleh menyelam seorang diri; suatu kegiatan penyelaman harus dilakukan minimal oleh dua orang penyelam (buddy pair).

 Kecepatan naik dan turun maksimum 0,5 feet/detik.

 Tidak boleh menahan nafas selama penyelaman dilakukan.

 Tidak boleh menyelam melebihi batas kemampuan.

Sementara itu rencana penyelaman yang harus disiapkan oleh para penyelam, diantaranya adalah :

 Tujuan penyelaman

 Penentuan lokasi penyelaman; termasuk tempat masuk/keluar dari kedalaman.

 Waktu penyelaman maksimum; sangat disarankan untuk melakukan penyelaman tanpa dekompresi (no decompression dive)

 Kedalaman maksimum yang direncanakan; kedalaman penyelaman ditentukan dengan memperhatikan penyelam dengan kemampuan dan pengalaman paling rendah.

 Apabila penyelaman dilakukan oleh lebih dari dua orang, maka pimpinan penyelaman (divemaster) menentukan pasangan penyelam (buddy pair).

 Rencana jumlah penyelaman untuk hari itu; apakah satu kali (single dive) atau beberapa kali penyelaman (repetitive dive).

 Apabila akan melakukan repetitive dive; maka penyelaman pertama dilakukan pada kedalaman yang paling dalam, kemudian penyelaman berikutnya pada kedalaman yang lebih dangkal.

2.2 Analisis Sistem Perikanan Panah

Sistem perikanan secara umum paling tidak, terdiri dari beberapa kelompok sub-sistem (Charles, 2001) :

 Sistem alam  Ikan  Ekosistem

(43)

 Sistem manusia  Nelayan

 Sektor pasca-panen dan pembeli

 Rumah tangga perikanan dan masyarakat sekitar  Lingkungan sosisal, ekonomi, dan budaya

 Sistem pengelolaan perikanan

 Kebijakan dan perencanaan perikanan  Pengelolaan perikanan

 Pengembangan perikanan  Penelitian perikanan

Analisis sistem digunakan untuk memahami perilaku sistem, mengidentifikasi faktor-faktor penting keberhasilan sistem, permasalahan yang dihadapi dan alternatif solusi yang dapat diajukan untuk mengatasi permasalahan. Tahap-tahap yang perlu dilakukan yaitu (Nurani, 2010) :

1) Analisis kebutuhan, merupakan permulaan pengkajian sistem. Analisis kebutuhan ditentukan berdasarkan kebutuhan pelaku sistem. Untuk keperluan analisis, terlebih dahulu dilakukan identifikasi pelaku secara selektif melalui pengamatan lapangan secara langsung, selanjutnya dilakukan identifikasi kebutuhan pelaku melalui wawancara semi terstruktur.

2) Formulasi masalah, merupakan permasalahan-permasalahan spesifik yang dihadapi sistem yang menyebabkan sistem tidak dapat bekerja secara optimal. Formulasi masalah dilakukan melalui pengamatan langsung di lapangan dan wawancara semi terstruktur terhadap pelaku sistem.

3) Identifikasi sistem, merupakan gambaran sistem yang memperlihatkan rantai hubungan antara kebutuhan-kebutuhan dan permasalahan-permasalahan yang dihadapi. Identifikasi sistem digambarkan dalam bentuk diagram struktur sistem, diagram sebab-akibat (causal loop) dan diagram input-output.

(44)

2.3 Tatalaksana Perikanan yang Bertanggung Jawab (Code of Conduct for Responsible Fisheries – CCRF)

Munculnya tanda-tanda eksploitasi berlebih yang nyata pada beberapa spesies ikan penting, kerusakan ekosistem, kerugian ekonomis, dan isu-isu perikanan lainnya, yang semuanya itu mengancam eksistensi dunia perikanan dalam jangka panjang, yang pada gilirannya akan mengganggu kontribusi perikanan terhadap pasokan pangan dunia, menjadi perhatian yang serius pada berbagai forum internasional. Komite Perikanan FAO dalam pertemuan yang dilaksanakan pada bulan Maret 1991, mendiskusikan masalah-masalah tersebut dan merekomendasikan kepada FAO untuk mengembangkan konsep perikanan yang bertanggung jawab dan membuat sebuah tatalaksana (Code of Conduct) untuk masalah ini, selain itu ada beberapa masalah yang melatar belakangi penyusunan tatalaksana ini, diantaranya adalah :

1) Keprihatinan para pakar perikanan dunia terhadap usaha penangkapan ikan yang semakin tidak terkendali, sehingga akan mengancam sumberdaya ikan. 2) Masalah-masalah lingkungan.

3) Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) fishing. 4) Ikan sebagai sumber pangan bagi penduduk dunia. 5) Pengelolaan sumberdaya ikan tidak berbasis masyarakat.

6) Pengelolaan sumberdaya ikan dan lingkungannya yang tidak mencakup konservasi.

Tujuan penyusunan tatalaksana ini diantaranya adalah :

1) Menetapkan azas yang sesuai dengan hukum (adat, nasional, dan international) bagi penangkapan ikan dan kegiatan perikanan yang bertanggung jawab.

2) Menetapkan azas dan kriteria kebijakan. 3) Bersifat sebagai rujukan (himbauan).

4) Menjadikan tuntunan dalam setiap menghadapi permasalahan. 5) Memberi kemudahan dalam kerjasama teknis dan pembiayaan. 6) Meningkatkan kontribusi pangan.

(45)

9) Memajukan penelitian di bidang perikanan.

Untuk mencapai tujuan tersebut, ada beberapa topik yang kemudian diatur dalam tatalaksana ini, yaitu :

1) Pengelolaan perikanan; 2) Operasi penangkapan ikan; 3) Pengembangan akuakultur;

4) Integrasi perikanan ke dalam pengelolaan kawasan pesisir; 5) Penanganan, pasca panen, dan perdagangan;

6) Penelitian perikanan.

CCRF merupakan tatalaksana pengelolaan perikanan yang dapat diacu oleh negara pantai dan kepulauan untuk mengelola sumberdaya perikanannya. Prinsip-prinsip umum CCRF antara lain:

1) Negara dan pemanfaat sumberdaya perairan harus mengkonservasi ekosistem perairan.

2) Pengelolaan perikanan harus mempromosikan pemeliharaan kualitas, keanekaragaman, dan ketersediaan sumberdaya perikanan untuk saat ini dan generasi berikutnya dalam hal ketahanan pangan, menurunkan angka kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan.

3) Negara harus mencegah tangkapan berlebih dan kelebihan kapasitas tangkap serta harus menerapkan pengelolaan dengan pengaturan upaya penangkapan ikan harus setaraf dengan daya dukung sumberdaya perikanan dan kelestariannya.

4) Keputusan manajemen dan konservasi harus didasarkan pada bukti ilmiah terbaik yang ada dan pengetahuan tradisional tentang sumberdaya dan habitatnya seperti halnya pertimbangan sosial, ekonomi, dan lingkungan. 5) Negara dan organisasi manajemen regional harus sangat berhati-hati dalam

(46)

6) Alat tangkap dan operasi penangkapan ikan yang aman dan selektif terhadap lingkungan perlu dikembangkan dan diterapkan dalam rangka memelihara keanekaragaman hayati, mengkonservasi struktur populasi dan ekosistem serta menjaga kualitas ikan.

7) Pemanenan, penanganan, pengolahan, dan distribusi ikan dan produk-produk perikanan harus dilaksanakan dengan menjaga nilai gizi, mutu, dan keselamatan produk, mengurangi sampah hasil pengolahan dan meminimalisasi dampak terhadap lingkungan.

8) Semua habitat ikan yang kritis baik ekosistem air laut ataupun air tawar seperti lahan basah, mangrove, terumbu karang, laguna, daerah asuhan, dan pemijahan ikan harus diproteksi dan direhabilitasi.

9) Setiap negara harus memastikan bahwa kepentingan perikanan di masing-masing negara sudah mencakup konservasi, diperhitungkan sebagai multiple use daerah pesisir dan terintegrasi dalam pengelolaan pesisir secara terpadu. 10) Dengan memperhatikan kompetensi masing-masing negara terhadap hukum

internasional dan aturan organisasi regional, masing-masing negara perlu memastikan tingkat kepatuhan dan penegakan hukum dalam kegiatan konservasi dan indikator pengelolaan serta menetapkan mekanisme yang efektif yang sesuai untuk memonitor dan mengontrol kapal panangkap ikan dan kapal pendukungnya.

11) Negara pemberi ijin penangkapan ikan harus melakukan kontrol yang efektif terhadap kapal yang diijinkan untuk memastikan kapal tersebut melaksanakan tata cara perikanan yang bertanggung jawab (CCRF).

12) Setiap negara, sesuai dengan hukum internasional dan kesepakatan organisasi regional dan internasional, harus memastikan kegiatan perikanan merupakan perikanan yang bertanggung jawab dan adanya kegiatan konservasi serta perlindungan sumberdaya perairan baik di dalam ataupun di luar yurisdiksi nasional masing-masing negara.

(47)

seluruh komponen terkait dalam bidang perikanan dalam pengembangan kebijakan tersebut.

14) Perdagangan ikan dan produk perikanan di tingkat internasional harus dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan oleh WTO dan lembaga internasional lainnya.

15) Setiap negara wajib bekerja sama untuk mencegah perselisihan di bidang perikanan. Setiap perselisihan antar negara diselesaikan secara tepat, damai, dan bersama-sama sesuai dengan perjanjian internasional atau perjanjian yang disepakati.

16) Setiap negara wajib mengkampanyekan kegiatan perikanan bertanggung jawab melalui pendidikan dan pelatihan. Negara wajib menjamin keterlibatan nelayan dalam merumuskan kebijakan dan implementasi perikanan yang bertanggung jawab.

17) Setiap negara harus memastikan semua sarana dan prasarana perikanan memperhatikan keamanan, kesehatan, dan keadilan yang sesuai standar internasional.

18) Setiap negara wajib memperhatikan nelayan skala kecil, artisanal, dan subsisten dengan pertimbangan sumbangan sektor tersebut terhadap tenaga kerja, pendapatan, dan ketahanan pangan.

19) Setiap negara harus memperhatikan kegiatan budidaya perikanan untuk menciptakan keragaman sumber penghasilan dan bahan makanan.

Implementasi tatalaksana ini terutama pada bidang : 1) Fisheries management (pengelolaan perikanan)

 Memperhatikan prinsip kehati-hatian (precautionary approach) dalam merencanakan pemanfaatan sumberdaya ikan.

 Menetapkan kerangka hukum-kebijakan.

 Menghindari ghost fishing atau tertangkapnya ikan oleh alat tangkap yang terbuang/terlantar.

 Mengembangkan kerjasama pengelolaan, tukar menukar informasi antar instansi dan negara.

(48)

2) Fishing operations (Operasi Penangkapan Ikan).

 Penanganan over fishing atau penangkapan ikan berlebih.  Pengaturan sistem perijinan penangkapan ikan.

 Membangun sistem Monitoring Controlling Surveillance (MCS). 3) Aquaculture development (Pembangunan Akuakultur)

 Menetapkan strategi dan rencana pengembangan budidaya .  Melindungi ekosistem akuatik.

 Menjamin keamanan produk budidaya.

4) Integration of fisheries into coastal area management (Integrasi Perikanan ke dalam pengelolaan kawasan pesisir)

 Mengembangkan penelitian dan pengkajian sumberdaya ikan di kawasan pesisir beserta tingkat pemanfaatannya.

5) Post-harvest practices and trade (Penanganan Pasca Panen dan

Perdagangan).

 Bekerjasama untuk harmonisasi dalam program sanitasi, prosedur sertitikasi dan lembaga sertifikasi.

 Mengembangkan produk value added atau produk yang bernilai tambah.  Mengembangkan perdagangan produk perikanan.

 Memperhatikan dampak lingkungan kegiatan pasca panen. 6) Fisheries research (Penelitian Perikanan)

 Pengembangan penelitian.

 Pengembangan pusat data hasil penelitian.  Aliansi kelembagaan internasional.

Kewajiban tatalaksanayang harus dipenuhi oleh : 1) Negara

 Mengambil langkah precautionary (hati-hati) dalam rangka melindungi atau membatasi penangkapan ikan sesuai dengan daya dukung sumberdaya.

 Menegakkan mekanisme yang efektif untuk monitoring, control,

(49)

 Mengambil langkah-langkah konservasi jangka panjang dan pemanfaatan sumberdaya ikan yang lestari.

2) Pengusaha

 Supaya berperan serta dalam upaya-upaya konservasi, ikut dalam pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh organisasi pengelolaan perikanan.

 Ikut serta mensosialisasi dan mempublikasikan langkah-langkah konservasi dan pengelolaan serta menjamin pelaksanaan peraturan.

 Membantu mengembangkan kerjasama (lokal, regional) dan koordinasi dalam segala hal yang berkaitan dengan perikanan, misalnya menyediakan kesempatan dan fasilitas di atas kapal untuk para peneliti. 3) Nelayan

 Memenuhi ketentuan pengelolaan sumberdaya ikan secara benar.  Ikut serta mendukung langkah-langkah konservasi dan pengelolaan.  Membantu pengelola dalam mengembangkan kerjasama pengelolaan, dan  Berkoordinasi dalam segala hal yang berkaitan dengan pengelolaan dan

pengembangan perikanan.

2.4 Analisis Pengembangan Perikanan Panah

Analisis SWOT adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi Kekuatan (Strengths), Kelemahan (Weaknesses), Peluang (Opportunities) dan Ancaman (Threats) yang terdapat dalam suatu kegiatan. Hal ini melibatkan penentuan tujuan kegiatan dan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang menguntungkan dan tidak menguntungkan untuk mencapai tujuan itu.

 Kekuatan : karakteristik kegiatan atau pelaku kegiatan yang memberikan keuntungan.

 Kelemahan (atau Keterbatasan) : karakteristik yang menempatkan pelaku kegiatan dalam kerugian.

(50)

 Ancaman : unsur eksternal dalam lingkungan yang dapat menyebabkan masalah.

Identifikasi SWOT sangat penting karena langkah-langkah berikutnya dalam proses perencanaan untuk pencapaian tujuan yang dipilih mungkin diturunkan dari analisis SWOT ini. Pertama, para pembuat keputusan harus menentukan apakah tujuan dapat dicapai. Jika tujuannya tidak dapat dicapai, maka tujuan yang berbeda harus dipilih dan proses SWOT diulang.

Analisis SWOT sering digunakan dalam dunia akademis untuk menyoroti dan mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Hal ini terutama bermanfaat dalam mengidentifikasi strategi untuk pengembangan. Salah satu cara memanfaatkan SWOT adalah dengan mencocokkan dan merubah. Mencocokkan digunakan untuk mencari keunggulan kompetitif dengan cara mencocokkan kekuatan dengan kesempatan. Merubah adalah menerapkan strategi untuk mengubah kelemahan atau ancaman menjadi kekuatan atau peluang, contoh strategi merubah adalah mencari pasar baru. Jika ancaman atau kelemahan dalam kegiatan tidak dapat dirubah maka harus dicoba untuk meminimalkan atau menghindarinya.

Tujuan dari setiap analisis SWOT adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal kunci yang penting untuk mencapai tujuan. Kelompok informasi kunci analisis SWOT dibagi ke dalam dua kategori utama: 1) Faktor internal (Internal Factor) : Kekuatan dan kelemahan internal

organisasi.

2) Faktor eksternal (External Factor) : Peluang dan ancaman dari luar lingkungan terhadap organisasi.

(51)

Gambar 2 Matriks SWOT (Start and Hovland, 2004)

Sebuah perkiraan tentang lingkungan eksternal cenderung difokuskan pada apa yang terjadi di luar organisasi atau pada bidang yang belum tentu mempengaruhi strategi, tetapi dapat saja mempengaruhi strategi, baik secara positif maupun negatif. Gambar di atas merangkum beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan baik faktor internal maupun faktor eksternal (Start and Hovland, 2004).

2.5 Analisis Keselamatan Kerja (Job Safety Analysis – JSA)

Salah satu cara untuk mencegah kecelakaan di tempat kerja adalah dengan menetapkan dan menyusun prosedur pekerjaan dan melatih semua pekerja untuk menerapkan metode kerja yang efisien dan aman. Menyusun prosedur kerja yang benar merupakan salah satu keuntungan dari menerapkan JSA yang meliputi mempelajari dan membuat laporan setiap langkah pekerjaan, identifikasi bahaya pekerjaan yang sudah ada atau potensi bahaya yang mungkin timbul (baik kesehatan maupun keselamatan), dan menentukan jalan terbaik untuk mengurangi dan/atau mengeliminasi bahaya tersebut. JSA digunakan untuk meninjau metode kerja dan menemukan bahaya yang :

 Mungkin diabaikan dalam tata letak pabrik atau bangunan dan dalam desain permesinan, peralatan, perkakas, stasiun kerja, dan proses kerja.

(52)

 Mungkin dikembangkan setelah produksi dimulai.

JSA merupakan identifikasi sistematik dari bahaya potensial di tempat kerja yang dapat diidentifikasi, dianalisa, dan direkam. Hal-hal yang dilakukan dalam penerapan JSA :

 Identifikasi bahaya yang berhubungan dengan setiap langkah dari pekerjaan yang berpotensi dapat menyebabkan bahaya serius.

 Menentukan bagaimana metode mengontrol bahaya.

 Membuat bahan tertulis yang dapat digunakan untuk melatih staf lainnya.

 Bertemu dengan pelatih dari lembaga terkait untuk mengembangkan prosedur dan aturan kerja yang spesifik untuk setiap pekerjaan.

Keuntungan dari melaksanakan JSA adalah :

 Memberikan pelatihan individu dalam hal keselamatan dan prosedur kerja efisien.

 Membuat kontak keselamatan pekerja.

 Mempersiapkan pengamatan keselamatan yang terencana.

 Mempercayakan pekerjaan ke pekerja baru.

 Memberikan instruksi pre-job untuk pekerjaan yang berisiko tinggi.

 Meninjau prosedur kerja setelah kecelakaan terjadi.

 Mempelajari pekerjaan untuk peningkatan metode kerja.

 Mengidentifikasi usaha perlindungan yang dibutuhkan di tempat kerja.

 Penyelia dapat mempelajari pekerjaan yang mereka pimpin.

 Partisipasi pekerja dalam hal keselamatan di tempat kerja.

 Mengurangi absen pekerja.

 Biaya kompensasi pekerja menjadi lebih rendah.

 Meningkatkan produktivitas.

 Adanya sikap positif terhadap keselamatan (www.batikyogya.files. wordpress.com/2007/07/job-safety-analysis.doc).

(53)
(54)
(55)

3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 – November 2011 yang bertempat di Kepulauan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Peta kepulauan Karimunjawa disajikan pada Gambar 3. Proses pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Keselamatan Kerja dan Observasi Bawah Air, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Bogor.

3.2 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dengan pendekatan sistem di lapangan. Data yang diperoleh ditabulasi dan dianalisis berdasarkan aspek-aspek yang terkait.

3.3 Jenis Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah : (1) jumlah unit perikanan panah; (2) ikan hasil tangkapan; (3) komposisi ikan hasil tangkapan; (4) biaya operasi penangkapan ikan; (5) harga jual ikan hasil tangkapan; (6) nelayan perikanan panah; dan (7) informasi mengenai metode operasi penangkapan ikan. Data tersebut diperoleh dari hasil wawancara kepada 14 orang nelayan panah yang mewakili 14 unit kapal panah yang ada di Karimunjawa dan dari WCS – Indonesia Program.

3.4 Analisis Data

Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi : 3.4.1 Deskripsi unit perikanan panah

(56)

Sumber : WCS

(57)

3.4.2 Analisis sistem perikanan panah

Perikanan panah di Karimunjawa merupakan sistem yang cukup kompleks sehingga metode pendekatan masalah yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode pendekatan sistem. Metode ini digunakan untuk menganalisis kebutuhan, memformulasi masalah, dan mengidentifikasi sistem untuk menghasilkan operasi sistem yang dianggap efisien. Langkah-langkah dalam pendekatan sistem, yaitu: 1) Analisis kebutuhan

Pada analisis kebutuhan, langkah yang dilakukan adalah mengidentifikasi dan menganalisis kebutuhan dari pihak-pihak (pelaku) yang terkait dalam sistem.

2) Formulasi masalah

Formulasi masalah yaitu mendefinisikan masalah secara spesifik sehingga dapat menemukan alternatif pemecahan masalah. Formulasi masalah dapat ditentukan dari informasi yang didapat selama identifikasi sistem. Penelitian yang dilakukan dapat memberikan informasi yang dapat digunakan untuk merumuskan masalah.

3) Identifikasi sistem

Dalam mengidentifikasi suatu sistem, diperlukan informasi mengenai keterkaitan antar elemen yang saling berhubungan dalam sistem tersebut. Untuk mengidentifikasi sistem diperlukan diagram sebab akibat (causal loop) yang dapat memperlihatkan keterkaitan antar elemen. Kemudian dibuat diagram kotak gelap (black box) yang menginformasikan input-output yang ada pada suatu sistem dan parameter yang membatasi.

3.4.3 Analisis perikanan panah berdasarkan CCRF

(58)

1) Aspek biologi

 Menjamin konservasi spesies target.

 Menjamin konservasi spesies yang ada pada ekosistem tersebut atau terkait atau tergantung pada spesies target; meminimumkan hasil tangkapan non-target, sampingan dan yang dibuang, baik ikan maupun non-ikan.

 Mencegah lebih tangkap atau penangkapan ikan yang melebihi kapasitas. 2) Aspek teknologi

 Unit penangkapan ikan selektif  Aman digunakan

 Mudah digunakan  Produktif

3) Aspek ekonomi  Menguntungkan 4) Aspek sosial

 Persepsi nelayan alat tangkap lain terhadap nelayan panah  Tidak menimbulkan konflik sosial

 Tidak berisiko tinggi atau tidak membahayakan keselamatan jiwa nelayan

5) Aspek lingkungan

 Unit penangkapan ikan tidak merusak lingkungan atau ekosistem; tidak menangkap di habitat kritis seperti hutan bakau dan terumbu karang 6) Aspek pasca panen

 Proses penanganan, pengolahan dan distribusi hasil tangkapan mempertahankan nilai gizi, mutu dan keamanan ikan dan produk perikanan

7) Aspek hukum

 Unit penangkapan ikan legal atau tidak dilarang untuk dioperasikan  Tidak menangkap biota yang dilindungi

(59)

3.4.4 Analisis pengembangan perikanan panah

Analisis SWOT digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengembangan perikanan tangkap. Analisis ini menggambarkan peluang dan ancaman sebagai faktor eksternal yang dihadapi oleh perikanan tangkap dan disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan sebagai faktor internal yang dimilikinya. Analisis SWOT ini pada dasarnya berpatokan dengan logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan dan strategi berkaitan dengan tujuan pengembangan perikanan tangkap.

Menurut Rangkuti (2006), pembuatan analisis SWOT dibutuhkan analisis terhadap faktor internal dan eksternal. Analisis internal dan eksternal ini dapat dilakukan dengan menggunakan matriks IFE (Internal Factor Evaluation) dan EFE (External Factor Evaluation). Penyusunan matriks IFE dan EFE dilakukan dengan merinci seluruh kekuatan dan kelemahan pada matriks IFE dan peluang dan ancaman pada matriks EFE.

Pemberian nilai untuk tiap-tiap faktor diberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perikanan panah di Karimunjawa (Rangkuti, 2006).

Skala peringkat yang digunakan untuk matriks EFE, antara lain:

1 = rendah 3 = tinggi

2 = sedang 4 = sangat tinggi

Skala peringkat yang digunakan untuk matriks IFE, antara lain:

1 = sangat lemah 3 = kuat

2 = lemah 4 = sangat kuat

(60)

Tabel 1 Matriks External Factor Evaluation

Faktor strategis eksternal Bobot Nilai Nilai Terbobot Peluang: Sumber: David (2003).

Tabel 2 Matriks Internal Factor Evaluation

Faktor strategis internal Bobot Nilai Nilai Terbobot Kekuatan: Sumber: David (2003).

Menurut David (2003), seberapa banyak pun faktor yang dimasukkan dalam matriks IFE dan EFE, akan menghasilkan jumlah nilai terbobot berkisar dari 1,0 yang terendah sampai dengan 4,0 yang tertinggi, dan 2,5 sebagai rata-rata. Total nilai rata-rata terbobot yang jauh di bawah 2,5 merupakan ciri organisasi yang lemah secara internal. Sedangkan jumlah yang jauh di atas 2,5 menunjukkan posisi internal yang kuat.

(61)

Panen dan divestasi TOTAL NILAI IFE YANG DIBERI BOBOT

TOTAL NILAI

Lemah

Kuat Rata-rata

3,0-4,0 2,0-2,99 1,0-1,99

Gambar 4 Matriks internal- eksternal (David, 2003)

Alat yang digunakan untuk menyusun faktor-faktor strategis adalah matriks SWOT. Matriks ini menggambarkan bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Matriks ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis.

1) Strategi SO (strength-opportunity)

Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran suatu perikanan tangkap, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.

2) Strategi ST (strength-threat)

Strategi ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman.

3) Strategi WO (weakness-opportunity)

Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.

(62)

4) Strategi WT (weakness-threat)

Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. Matriks SWOT disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Matriks Strengths Weaknesses Opportunities Threats (opportunities)

Strategi SO : Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang

Strategi WO : Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk

memanfaatkan peluang

Ancaman (threats)

Strategi ST : Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman

Strategi WT : Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman

Internal

Eksternal

Empat set kemungkinan strategi di atas, dapat dikaitkan dengan setiap faktor internal dan eksternal, sehingga peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi oleh suatu organisasi dapat dikaitkan dengan kelemahan dan kekuatan internalnya. Model perumusan strategi dapat dilihat pada Gambar 5.

Analisis Internal

Gambar 5 Model perumusan strategi (Nurani, 2008). 3.4.5 Analisis keselamatan kerja (Job Safety Analysis – JSA)

(63)

penangkapan ikan dan untuk merekomendasikan metode yang paling aman untuk melakukan operasi penangkapan ikan tersebut.

Empat langkah awal dalam melakukan JSA adalah:  memilih pekerjaan yang akan dianalisis

 menguraikan pekerjaan kedalam suatu urutan langkah-langkah  mengidentifikasi potensi bahaya

 menentukan langkah-langkah preventif untuk mengatasi bahaya-bahaya tersebut.

Idealnya, semua tahap pekerjaan harus dikenakan JSA. Dalam beberapa kasus ada kendala praktis yang ditimbulkan oleh jumlah waktu dan usaha yang dibutuhkan untuk melakukan JSA. Pertimbangan lain adalah bahwa setiap JSA akan membutuhkan revisi ketika terjadi perubahan pada peralatan, bahan baku, proses, atau lingkungan. Untuk alasan ini, biasanya diidentifikasi pekerjaan mana yang harus dianalisis terlebih dahulu.

Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam menetapkan prioritas untuk analisis pekerjaan meliputi:

 Frekuensi kecelakaan dan tingkat keparahan : pekerjaan di mana kecelakaan sering terjadi atau jarang terjadi namun menghasilkan cedera parah.

 Potensi cedera atau penyakit parah : konsekuensi dari suatu kecelakaan, kondisi berbahaya, atau paparan zat berbahaya yang berpotensi menimbulkan cedera dan atau penyakit parah.

 Pekerjaan baru : karena kurangnya pengalaman dalam pekerjaan ini, bahaya mungkin tidak jelas atau tidak diantisipasi.

 Modifikasi pekerjaan : bahaya baru mungkin berhubungan dengan perubahan dalam prosedur pekerjaan.

 Pekerjaan yang jarang dilakukan : pekerja mungkin berada pada risiko lebih besar ketika melakukan pekerjaan yang tidak rutin.

(64)

ketika sebagian besar pekerjaan dapat digambarkan kurang dari sepuluh langkah. Jika langkah lanjutan diperlukan, pekerjaan dapat dibagi menjadi dua segmen, masing-masing dengan JSA yang terpisah, atau menggabungkan langkah-langkah yang sesuai.

Hal penting untuk diingat adalah untuk menjaga langkah-langkah dalam urutan yang benar. Setiap urutan langkah yang salah dapat menghilangkan potensi bahaya yang serius atau menimbulkan bahaya baru. Setiap langkah dicatat berdasarkan urutan. Buatlah catatan tentang apa yang dilakukan bukan bagaimana hal itu dilakukan. Setiap komponen analisis dimulai dengan kata kerja. Langkah pekerjaan dicatat di kolom sebelah kiri, potensi bahaya dituliskan pada kolom tengah tabel, diberi nomor untuk mencocokkan dengan langkah pekerjaan, seperti disajikan pada Tabel 4 :

Tabel 4 Lembar kerja analisis keselamatan kerja No Urutan Langkah

Kerja

Potensi Bahaya / Kecelakaan

Tindakan Pencegahan 1

2 3 ...

(65)

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Unit Perikanan Panah 4.1.1 Kapal

Kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lain yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian/eksplorasi perikanan (UU No. 45 2009, tentang perubahan UU No. 31 2004 tentang Perikanan). Kegiatan perikanan merupakan mata pencaharian utama penduduk Karimunjawa. Terdapat lima kelompok alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan, yaitu : jaring insang, pancing, muroami, bubu (perangkap) dan panah.

Unit perikanan panah di Karimunjawa berjumlah 14 unit kapal, salah satu gambar kapal panah disajikan pada Gambar 6. Sebagian besar, sembilan unit kapal, merupakan milik pribadi nelayan, sedangkan lima unit lainnya milik juragan.

Gambar 6 Kapal perikanan panah dengan alat bantu kompresor di Karimunjawa

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran perikanan panah yang aman, ramah
Gambar 3 Peta kepulauan Karimunjawa
Gambar 4 Matriks internal- eksternal (David, 2003)
Tabel 4 Lembar kerja analisis keselamatan kerja
+7

Referensi

Dokumen terkait