DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK PADA SEKTOR
TANAMAN BAHAN MAKANAN DI KOTA BOGOR
TERHADAP OUTPUT, PENDAPATAN, DAN
PENYERAPAN TENAGA KERJA
NOVIANTI
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Dampak Kebijakan Subsidi Pupuk pada Sektor Tanaman Bahan Makanan di Kota Bogor terhadap Output, Pendapatan, dan Penyerapan Tenaga Kerja” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2012
RINGKASAN
NOVIANTI. Dampak Kebijakan Subsidi Pupuk pada Sektor Tanaman Bahan Makanan di Kota Bogor terhadap Output, Pendapatan, dan Penyerapan Tenaga Kerja (dibimbing oleh ADI HADIANTO)
Sektor tanaman bahan makanan merupakan salah satu sektor penting dalam perekonomian Kota Bogor karena menyangkut hajat hidup sebagian masyarakat yang secara langsung dan tidak langsung bergantung pada sektor tersebut. Oleh karena itu, diperlukannya intervensi kebijakan pemerintah, diantaranya melalui pemberian subsidi pupuk pada sektor tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) menganalisis peran sektor tanaman bahan makanan terhadap perekonomian Kota Bogor dan (2) menganalisis dampak kebijakan subsidi pupuk pada sektor tanaman bahan makanan di Kota Bogor terhadap output, pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja. Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis input-output dengan menggunakan basis data Tabel Input-Output (I-O) Kota Bogor tahun 2008 yang diagregasi ke dalam 12 sektor perekonomian.
Hasil analisis menunjukkan bahwa kontribusi sektor tanaman bahan makanan terhadap pembentukan nilai tambah bruto (NTB) wilayah relatif rendah yaitu sekitar 0.42 persen dibandingkan sektor lainnya seperti industri pengolahan dan jasa yang mencapai 16 persen dari total NTB wilayah. Namun demikian dari sisi pembentukan permintaan antara, permintaan akhir, dan permintaan total relatif cukup besar yaitu masing-masing sekitar 0.19 persen, 3.24 persen, dan 1.91 persen dari total permintaan wilayah. Hal ini menunjukkan bahwa sektor tanaman bahan makanan memiliki peran dalam pembentukan struktur permintaan sektor lain meski nilai tambah tersebut relatif kecil. Output sektor tanaman bahan makanan memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor lain. Produk dari sektor ini banyak digunakan oleh sektor lain sebagai input, dan sebaliknya sektor ini juga memerlukan input dari sektor lain untuk menghasilkan output .
Hasil perhitungan diperoleh bahwa koefisisen penyebaran (backward lingkage) sektor tanaman bahan makanan sebesar 1.16 (>1) yang mengindikasikan bahwa sektor tanaman bahan makanan mampu mendorong pertumbuhan sektor hulunya. Sedangkan nilai kepekaan penyebaran (forward lingkages) sektor tanaman bahan makanan adalah sebesar 0.16 (< 1) yang menunjukkan bahwa sektor tanaman bahan makanan kurang mampu mendorong pertumbuhan sektor hilirnya. Nilai koefisien penyebaran lebih besar daripada nilai kepekaan penyebaran yang menjelaskan bahwa sektor ini lebih banyak dikonsumsi secara langsung daripada dipasarkan atau diolah menjadi produk lain. Sektor tanaman bahan makanan juga memiliki multiplier output (2.06), tenaga kerja (2.02) dan pendapatan (5.64) yang lebih besar dari 1 (> 1). Hal ini menjelaskan bahwa apabila terjadi kenaikan pada permintaan akhir sebesar satu juta rupiah pada sektor tanaman bahan makanan, maka akan meningkatkan output wilayah sebesar 2.06 juta,pendapatan sebesar 5.64 juta dan tenaga kerja sebesar 2.02 atau sekitar dua orang.
memberikan subsidi pupuk disektor tersebut sebesar Rp 772 juta maka output sektor tanaman bahan makanan meningkat sebesar 788.93 juta, pendapatan rumah tangga pada sektor tanaman bahan makanan menjadi sebesar Rp 754.88 juta dan mampu menciptakan lapangan kerja baru sebanyak 135 orang. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa pemberian subsidi pupuk memberikan dampak positif bagi perekonomian wilayah Kota Bogor, meskipun dalam pelaksanaannya masih terdapat kendala terutama terkait dengan masalah penggunaan dan distribusi.
Berdasarkan hasil uraian diatas, maka saran dalam penelitian ini antara lain (1) tetap melanjutkan kebijakan pemberian subsidi pupuk pada sektor tanaman bahan makanan karena mampu memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian wilayah, terutama pembentukan output, meningkatkan pendapatan rumah tangga, dan menciptakan lapangan kerja (2) agar dampak dari kebijakan subsidi pupuk dirasakan lebih efektif, maka permasalahan mengenai penggunaan dan distribusi harus diatasi dengan cara pemberian penyuluhan secara intensif mengenai penggunaan pupuk yang sesuai dengan dosis dan penegakan hukum untuk setiap penyalahgunaan distribusi pupuk.
DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK PADA SEKTOR
TANAMAN BAHAN MAKANAN DI KOTA BOGOR
TERHADAP OUTPUT, PENDAPATAN, DAN
PENYERAPAN TENAGA KERJA
NOVIANTI
H44080068
Skripsi
Salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
Judul Skripsi : Dampak Kebijakan Subsidi Pupuk pada Sektor Tanaman Bahan Makanan di Kota Bogor terhadap Output, Pendapatan, dan Penyerapan Tenaga Kerja
Nama : Novianti NIM : H44080068
Disetujui Pembimbing
Adi Hadianto, SP, M.Si NIP. 19790615 200501 1 004
Diketahui
Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP. 19660717 199203 1 003
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya dan juga kedua orang tua yang selalu memberikan doa dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Dampak Subsidi Pupuk pada Sektor Tanaman Bahan Makanan terhadap Output, Penyerapan Tenaga Kerja dan Pendapatan”. Penelitian ini merupakan salah satu syarat dalam penyelesaian studi Sarjana Ekonomi pada Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Sekolah Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Adi Hadianto, SP, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan arahan, saran, motivasi serta memberikan waktu luang dalam penulisan skripsi ini.
2. Ir. Nindyantoro, MSP sebagai dosen penguji utama dan Benny Osta Nababan, S.Pi, M.Si sebagai dosen penguji wakil departemen yang telah meluangkan waktu untuk menguji serta memberikan saran serta masukan bagi penulis. 3. Wulandari, Muhammad Ridwan, Muhammad Ikhsan, Norman Saputra, dan
Septian Handika sebagai kakak dan adik yang memberikan dukungan serta saran atas penyelesaian skripsi ini.
4. Bapak/Ibu staf Dinas Pertanian Kota Bogor, Bappeda Kota Bogor, Badan Pusat Statistik, PT. Pupuk Kujang, yang telah memberikan kemudahan data untuk keperluan penulisan skripsi ini dan waktu luang atas diskusi yang diberikan.
5. Rekan-rekan di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, khususnya untuk sahabat-sahabat terbaik Yuliana Ermawan, Eva Liana Sari, Dea Amanda, dan Fauziah Azzahro.
7. Paguyuban Karya Salemba Empat dan Beasiswa Indofood Sukses Makmur (BISMA) yang telah memberikan banyak dukungan secara finansial dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pemerintah dan masyarakat luas khususnya kalangan perguruan tingi sebagai referensi dalam melakukan penelitian sejenis.
Bogor, Juli 2012
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 03 November 1990 dari pasangan Sri Mulyadi dan Maryanah yang merupakan anak keempat dari enam bersaudara. Pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri Guntur 04 Pagi, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 57 Jakarta, dan penulis diterima di SMA Negeri 79 Jakarta pada tahun 2006 dan lulus tahun 2008 dan pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) sehingga menjadi mahasiswa Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Selama Program Studi penulis aktif pada berbagai organisasi antara lain aktif di BEM Fakultas Ekonomi dan Manajemen, dan menjadi Ketua UKM Taekwondo IPB selama dua tahun berturut-turut.
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1.1. Kontribusi Sektor dalam Perekonomian Kota Bogor Tahun
2009-2010 ... 2
1.2. Prediksi Kebutuhan Konsumsi Tanaman Bahan Makanan Penduduk ... 4
1.3. Jenis Pupuk, Target, Realisasi, dan Capaian Penyaluran Pupuk Bersubsidi di Kota Bogor Tahun 2010 ... 7
2.1. Kerangka Dasar Tabel Input-Output ... 23
4.1. Jenis dan Sumber Data Penelitian ... 35
4.2. Rumus Multiplier Output, Pendapatan, dan Tenaga Kerja ... 40
5.1. Banyaknya Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin di Kota Bogor Tahun 2010 ... 49
5.2. Penggunaan Lahan Pertanian Menurut Kecamatan di Kota Bogor Tahun 2010 ... 50
5.3. Penggunaan Lahan Bukan Sawah Menurut Kecamatan di Kota Bogor Tahun 2010 ... 51
6.1. Permintaan Antara dan Permintaan Akhir Sektor Perekonomian Kota Bogor Tahun 2008 Klasifikasi 12 Sektor ... 54
6.2. Struktur Nilai Tambah Bruto Kota Bogor Tahun 2008 Klasifikasi 12 Sektor ... 55
6.3. Rasio Upah dan Gaji Terhadap Surplus Usaha di Kota Bogor Tahun 2008 ... 56
6.4. Koefisien Penyebaran dan Kepekaan Penyebaran Antar Sektor di Kota Bogor Tahun 2008 ... 59
6.5. Multiplier Output ... 61
6.6. Multiplier Pendapatan ... 62
6.7. Multiplier Tenaga Kerja ... 63
6.8. Rekap HPP Pupuk Urea Subsidi Tahun 2008-2012 ... 63
6.9. Pupuk Urea Bersubsidi di Kota Bogor Tahun 2008-2012 ... 64
6.10. Dampak Subsidi Pupuk pada Output Tanaman Bahan Makanan ... 67
6.11. Dampak Subsidi Pupuk pada Pendapatan Sektor Tanaman Bahan Makanan ... 69
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
2.1. Permintaan dan Penawaran dari Bahan Tanaman Bahan
Makanan Pokok ... 16
2.2. Mekanisme Pembentukan Harga Pupuk Setelah Adanya Kebijakan Subsidi ... 17
2.3. Kuadran Matriks Tabel Input-Output ... 23
3.1. Alur Kerangka Pemikiran Operasional ... 33
5.1. Peta Kota Bogor ... 47
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1 Sektor Tabel Input-Output Kota Bogor 28 Sektor
Tahun 2008 ... 80
2 Sektor Tabel Input-Output Kota Bogor 12 Sektor Tahun 2008 ... 81
3 Tabel Input-Output Kota Bogor 28 Sektor Tahun 2008 ... 82
4 Tabel Input-Output Kota Bogor Klasifikasi 12 Sektor ... 87
5 Matriks Koefisien Input ... 88
6 Matriks Kebalikan Leontief Terbuka ... 89
7 Multiplier Output ... 90
8 Multiplier Pendapatan ... 91
1 I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang
sangat luas dan sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani.
Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di
Indonesia. Penggunaan lahan sawah untuk tanaman bahan makanan di Jawa Barat
menempati urutan kedua setelah Jawa Timur yaitu seluas 1.12 juta ha (BPS,
1999). Namun sebagian besar di wilayah Jawa Barat memiliki lahan pertanian
yang telah banyak dikonversi untuk sektor lain seperti industri, perdagangan, jasa,
dan lain-lain sehingga daerah-daerah tersebut untuk memenuhi kebutuhan
tanaman bahan makanan harus disuplai dari daerah lain. Kota Bogor merupakan
salah satu daerah yang dalam menyediakan tanaman bahan makanan harus
disuplai oleh luar wilayah. Ketersediaan tanaman bahan makanan yang
dibutuhkan penduduk Kota Bogor sebagian besar tidak dapat dipenuhi oleh
produksi sendiri, melainkan disuplai oleh luar wilayah seperti Kabupaten Bogor.
Kota Bogor bukan merupakan daerah pertanian tetapi masalah pertanian masih
sangat diupayakan dalam jajaran Pemerintah Daerah Kota Bogor melalui Dinas
Agribisnis karena masih ada lahan yang dapat digunakan sebagai lahan pertanian.
Sektor pertanian di Kota Bogor bukan merupakan sektor ekonomi yang
dominan, tetapi penggunaan lahan baik sawah maupun bukan sawah masih tetap
mendapat perhatian utama pemerintah daerah Kota Bogor. Pada tahun 2010
terdapat 793 ha lahan sawah dan 2 735 ha lahan bukan sawah di Kota Bogor.
Selain padi dan palawija, tanaman holtikultura merupakan andalan sektor
2 peternakan dan perikanan juga masih cukup berkembang di Kota Bogor (BPS
Kota Bogor, 2011). Namun Sektor pertanian merupakan sektor penting yang
menyediakan kebutuhan pokok untuk tanaman bahan makanan penduduk dan
sektor pertanian merupakan sektor primer yang berkontribusi nyata terhadap
PDRB di Kota Bogor. Berikut ini merupakan struktur ekonomi Kota Bogor
menurut kelompok sektor atas dasar harga berlaku dan harga konstan tahun
2009-2010.
Tabel 1.1. Kontribusi Sektor dalam Perekonomian Kota Bogor Tahun 2009-2010 Sumber : Dinas Pertanian Kota Bogor (2010)
Peran sektor pertanian sangat luas dan mencakup beberapa indikator.
Indikator peran sektor pertanian antara lain: 1. pertanian sebagai penyerap tenaga
kerja yang cukup besar, 2. pertanian merupakan penghasil makanan pokok
penduduk, 3. komoditas pertanian sebagai penentu stabilitas harga. Harga
3 sehingga dinamika sangat berpengaruh terhadap inflasi, 4. akselerasi
pembangunan pertanian sangat penting untuk mendorong ekspor dan mengurangi
impor, 5. komoditas pertanian merupakan bahan industri manufaktur pertanian.
Sektor pertanian adalah prasyarat bagi adanya sektor industri manufaktur
pertanian berlanjut, 6. pertanian memiliki keterkaitan sektoral yang tinggi.
Keterkaitan antara sektor pertanian dengan sektor lain dapat dilihat dari aspek
keterkaitan produksi, keterkaitan konsumsi, keterkaitan investasi, dan keterkaitan
fiskal. (Setiawan, 2010)
Produksi tanaman bahan makanan di Kota Bogor yang berasal dari seluruh
kecamatan yang ada pada tahun 2004 yaitu tanaman padi sawah sebanyak 5
788.16 ton, jagung 1 424.28 ton, kacang tanah 59 ton, ubi kayu 5 530 ton, ubi
jalar 1 219 ton, total produksi sayuran 6 332 ton dengan hasil terbanyak diperoleh
dari produksi ketimun sebesar 1 700 ton dan terung sebesar 1 620 ton, total
produksi buah-buahan 487 90 ton sebagian besar yang disumbang oleh produksi
pepaya 80.30 ton dan rambutan sebesar 55.80 ton. Produksi beras berasal dari padi
sawah. Selama periode tahun 2002 sampai 2005 produksi padi mengalami
peningkatan. Pada tahun 2002 produksi padi sebesar 4 035 ton, tahun 2003
menjadi 9 953.28 ton, tahun 2004 sebesar 5 788.16 ton dan pada tahun 2005
menjadi 7 185 ton. Peningkatan produksi ternyata tidak mampu memenuhi
kebutuhan tanaman bahan makanan yang semakin bertambah. Berikut ini
merupakan tabel prediksi kebutuhan konsumsi tanaman bahan makanan penduduk
4 Tabel 1.2. Prediksi Kebutuhan Konsumsi Tanaman Bahan Makanan Penduduk
Sumber : Dinas Pertanian Kota Bogor (2004)
Sektor pertanian membutuhkan dukungan dari berbagai pihak karena
disamping pertanian sangat terkait dengan masalah fenomena perubahan iklim,
bencana banjir, dan kekeringan terdapat fakta bahwa sebagian besar petani kita
memiliki luasan lahan yang sempit, yaitu berkisar antara 0.5 ha-1 ha yang bisa
disebut gurem dan terdapat sekitar 55 persen dari total petani yang ada di
Indonesia. Produksi tanaman bahan makanan umumnya dihasilkan oleh petani
gurem yang menggarap lahan yang relatif sempit dengan kemampuan dan
keterampilan yang masih sangat terbatas serta kondisi perekonomian yang pada
umumnya lemah. Hal ini menyebabkan perlunya perhatian pemerintah terhadap
sektor pertanian. Petani dalam memproduksi lahan pertaniannya memerlukan
input-input produksi dari mulai penanaman hingga pemanenan. Input produksi
yang dibutuhkan seperti bibit atau benih, tenaga kerja, modal, peralatan tanam,
peralatan bajak seperti traktor dan peralatan panen seperti rice milling unit (unit penggilingan padi) dan juga pupuk yang sangat bermanfaat untuk tanaman
5 Pupuk merupakan input yang penting dalam pertanian serta memiliki
pengaruh nyata pada produksi dan produktifitas komoditas tanaman bahan
makanan terutama komoditas padi. Pupuk yang digunakan dalam pertanian
terdapat dua macam, yakni pupuk organik dan pupuk anorganik, kedua jenis
pupuk ini masih digunakan oleh petani. Pupuk organik menjadi andalan petani
karena selain harganya sangat terjangkau dan manfaatnya lebih dirasakan daripada
pupuk industri atau pupuk anorganik tapi pupuk anorganik merupakan sarana
produksi yang sangat penting dan tidak bisa ditinggalkan oleh petani kita.
Walaupun pemerintah telah gencar mengadakan sosialisasi tentang substitusi
pupuk anorganik dengan pupuk organik, kenyataannya peran pupuk anorganik
masih belum tergantikan oleh pupuk organik. Perhatian pemerintah terhadap
pupuk ini dapat diaplikasikan melalui pemberian subsidi pupuk baik pupuk
organik maupun anorganik.
Subsidi pupuk merupakan kebijakan pemerintah yang kebanyakan disorot
oleh berbagai pihak, baik dari pihak petani, pemerintah itu sendiri, maupun
pihak-pihak yang berusaha mengambil keuntungan dari pemberian subsidi pupuk
bahkan terdapat banyak pihak yang menyelewengkan atau menyalahgunakan
subsidi pupuk dan pada akhirnya subsidi pupuk tersebut banyak yang tidak
dinikmati oleh petani serta terdapatnya masalah penggunaan pupuk yang tidak
rasional, menurut penelitian bahwa secara agronomis dibutuhkan sekitar 200-250
kg/ha, namun dewasa ini penggunaan pupuk melebihi batas toleransi tersebut,
yaitu 350-450 kg/ha yang mengakibatkan penurunan tingkat kesuburan tanah dan
6 Pemerintah sebagai pengambil kebijakan harus sangat berhati-hati
terhadap semua kebijakan yang akan diterapkan. Kebijakan subsidi pupuk
memiliki pro dan kontra dari berbagai pihak. Disatu sisi pemberian subsidi pupuk
menimbulkan banyak masalah jika penggunaan, pendistribusian, dan
penerapannya tidak dilakukan secara benar dan tepat sasaran tapi tidak dapat
dipungkiri bahwa petani kita sangat membutuhkan subsidi dalam bidang pertanian
terutama subsidi pupuk. Subsidi pupuk ini merupakan penolong bagi petani dalam
memproduksi hasil pertanian mereka dan pemberian subsidi pupuk dapat
meningkatkan kesejahteraaan petani yang dapat dilihat dari berbagai aspek
diantaranya output, pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja petani di Kota
Bogor.
Terjadinya peningkatan maupun pengurangan subsidi dapat
mempengaruhi jumlah output, pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja. Sektor
pertanian merupakan sektor primer sehingga menyebabkan banyaknya penyerapan
tenaga kerja pada sektor pertanian, semakin banyaknya perhatian pemerintah
melalui subsidi pupuk dibidang tanaman bahan makanan juga akan menyebabkan
pendapatan masyarakat pada sektor tanaman bahan makanan juga meningkat
karena output tanaman bahan makanan juga akan meningkat seiring dengan
murahnya harga input-input produksi termasuk pupuk dan memudahkan petani
untuk mencapai penyediaan input tersebut tapi sebaliknya jika terjadi
pengurangan subsidi pupuk. Subsidi pupuk yang selama ini diberikan masih
dirasakan kurang di Kota Bogor karena terkadang jumlah yang diberikan
pemerintah tidak sama dengan jumlah yang diterima petani, hal ini menimbulkan
7 merupakan jenis pupuk, target, realisasi dan capaian pupuk bersubsidi di Kota
Bogor Tahun 2010.
Tabel 1.3. Jenis Pupuk, Target, Realisasi, dan Capaian Penyaluran Pupuk Bersubsidi di Kota Bogor Tahun 2010
No Jenis Pupuk Target
Sumber : Dinas Pertanian Kota Bogor (2010)
Penelitian ini merupakan penelitian data sekunder. Data sekunder yang
diperoleh dari berbagai sumber seperti Pemerintah Kota Bogor, Bappeda Kota
Bogor, Badan Pusat Statistik, Departemen Pertanian serta sumber-sumber lain
yang terkait. Penelitian ini penting dilakukan karena dampak dari kebijakan
subsidi pupuk di Kota Bogor mempengaruhi sektor tanaman bahan makanan
terutama dalam hal output, pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja pada sektor
tanaman bahan makanan. Penelitian ini pada akhirnya berusaha merumuskan
kebijakan subsidi pupuk yang terbaik oleh pemerintah daerah Kota Bogor
disamping banyaknya permasalahan yang menyangkut subsidi pupuk, kebijakan
yang baik serta tepat sasaran dengan tujuan menyejahterakan petani di Kota
Bogor.
1.2. Perumusan Masalah
Kota Bogor merupakan daerah yang memiliki kebutuhan akan tanaman
bahan makanan yang besar namun tidak dapat menyediakan atau memproduksi
sendiri melainkan mengandalkan daerah lain dalam penyediaannya. Sektor
8 dukungan agar produksi tanaman bahan makanan dapat meningkat dan pada
akhirnya dapat memenuhi kebutuhan tanaman bahan makanan di daerahnya
sendiri dan mengurangi suplai dari daerah lain. Dukungan dan perhatian yang
diperlukan berasal dari pemerintah karena disamping masalah perubahan cuaca,
bencana alam dan kekeringan, sektor tanaman bahan makanan merupakan sektor
yang cukup banyak menyerap tenaga kerja di Kota Bogor dan berpengaruh
terhadap perekonomian Kota Bogor.
Sektor tanaman bahan makanan membutuhkan banyak input-input
produksi yang terkadang menjadi hambatan petani untuk meningkatkan
produksinya. Pupuk merupakan salah satu input penting dalam sektor tanaman
bahan makanan terutama pertanian. Perhatian pemerintah terhadap petani yang
terkait dengan pemberian pupuk adalah subsidi pupuk untuk tanaman bahan
makanan. Subsidi pupuk yang diberikan selama ini oleh pemerintah Kota Bogor
dapat mempengaruhi output, pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja pada sektor
pertanian.
Kebijakan subsidi pupuk yang diberikan pemerintah dapat bertambah
maupun berkurang. Peningkatan subsidi pupuk ini dapat berpengaruh positif bagi
petani karena akan menyebabkan harga eceran pupuk menurun dan
mempermudah petani dalam penyediaan input dalam produksi. Sedangkan
pengurangan subsidi pupuk ini menyebabkan harga eceran pupuk meningkat.
Perubahan harga pupuk akan mempengaruhi struktur biaya usaha tani padi dan
permintaan pupuk menurun, hal ini akan berpengaruh pula pada output,
pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian. Perlunya
9 harus menyebabkan kesejahteraan petani kita menurun dan kebijakan tersebut
dapat menyelesaikan masalah penyalahgunaan subsidi pupuk oleh beberapa pihak
agar subsidi pupuk yang diberikan dapat diterima seluruhnya oleh petani.
Penelitian ini penting dilakukan karena untuk mengetahui bagaimana
dampak dari subsidi pupuk pada sektor tanaman bahan makanan di Kota Bogor
terhadap output tanaman bahan makanan itu sendiri, pendapatan, dan penyerapan
tenaga kerja. Oleh karena itu, perumusan masalah dari penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana peran sektor tanaman bahan makanan terhadap perekonomian
di Kota Bogor ?
2. Bagaimana dampak kebijakan subsidi pupuk pada sektor tanaman bahan
makanan di Kota Bogor terhadap output, pendapatan, dan penyerapan
tenaga kerja ?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang akan dicapai yaitu :
1. Menganalisis peran sektor tanaman bahan makanan terhadap
perekonomian di Kota Bogor.
2. Menganalisis dampak kebijakan subsidi pupuk pada sektor tanaman bahan
makanan di Kota Bogor terhadap output, pendapatan, dan penyerapan
tenaga kerja.
1.4. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan memiliki batasan-batasan, yaitu:
1. Data yang digunakan yaitu data sekunder tanpa adanya turun lapang
10 Bogor, Bappeda Kota Bogor, Badan Pusat Statistik, serta sumber-sumber
lain yang terkait.
2. Penelitian ini menganalisis bagaimana peran sektor tanaman bahan
makanan terhadap perekonomian Kota Bogor dari tahun 2008-2012.
3. Penelitian ini menganalisis dampak kebijakan subsidi pupuk baik
peningkatan maupun pengurangan subsidi pupuk di Kota Bogor terhadap
output, pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja pada sektor tanaman
bahan makanan.
4. Penelitian ini hanya menganalisis dampak kebijakan subsidi pupuk di Kota
Bogor dari tahun 2008 sampai tahun 2012 dan hanya pada tanaman bahan
makanan.
5. Penelitian ini hanya menganalisis jenis pupuk urea bersubsidi karena
dibanding dengan jenis pupuk yang lain pupuk urea memiliki dominasi
yang cukup besar dalam subsidi pupuk di Kota Bogor atau dapat dikatakan
bahwa pupuk bersubsidi adalah pupuk urea yang paling sering dan banyak
digunakan oleh petani.
6. Aspek yang dilihat dalam penelitian ini ada empat, diantaranya:
1) Output pada sektor tanaman bahan makanan. Setelah adanya
kebijakan subsidi pupuk baik terjadinya peningkatan, pengurangan
maupun tetap dari subsidi tersebut, apakah output pada sektor tanaman
bahan makanan juga mengalami peningkatan, pengurangan atau tetap
dan seberapa besar persentase perubahannya tiap tahun dari tahun
11 2) Pendapatan pada sektor tanaman bahan makanan. Setelah adanya
kebijakan subsidi pupuk baik terjadinya peningkatan, pengurangan
maupun tetap dari subsidi tersebut, apakah pendapatan pada sektor
tanaman bahan makanan juga mengalami peningkatan, pengurangan,
atau tetap dan seberapa besar persentase perubahannya tiap tahun dari
tahun 2008 sampai tahun 2012.
3) Penyerapan tenaga kerja pada sektor tanaman bahan makanan. Setelah
adanya kebijakan subsidi pupuk baik terjadinya peningkatan,
pengurangan maupun tetap dari subsidi tersebut, apakah penyerapan
tenaga kerja pada sektor tanaman bahan makanan juga mengalami
peningkatan, pengurangan atau tetap dan seberapa besar persentase
perubahannya tiap tahun dari tahun 2008 sampai tahun 2012.
4) Kebijakan pemerintah yang paling tepat dalam menyelesaikan
masalah kebijakan subsidi pupuk yang terjadi di Kota Bogor tanpa
mengurangi kesejahteraan petani dan dapat meningkatan output,
pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja pada sektor tanaman bahan
makanan serta menghindari rent seeking behaviour oleh beberapa pihak.
7. Penelitian ini menggunakan model Input-Output dan model tersebut
memiliki beberapa keterbatasan. Menurut West (1993) dalam Hadianto (2010), transaksi-transaksi yang digunakan dalam penyusunan Tabel I-O
12 1) Asumsi keseragaman (Homogenitas)
Artinya tiap sektor dalam perekonomian memproduksi satu output
tunggal dengan struktur input tunggal.
2) Asumsi kesebandingan (Proporsionalitas)
Artinya dalam proses produksi, hubungan antara input dan output
merupakan fungsi linier yaitu tiap jenis input yang diserap oleh sektor
tertentu naik (atau turun) sebanding dengan kenaikan (atau penurunan)
output tersebut.
3) Asumsi penjumlahan (Addivitas), asumsi ini menjelaskan bahwa
dampak total pelaksanaan produksi diberbagai sektor dihasilkan oleh
masing-masing sektor secara terpisah. Ini berarti diluar sistem
Input-Output semua pengaruh dari luar diabaikan.
Sebagai sebuah model analisis kuantitatif, adanya asumsi-asumsi tersebut
menandakan adanya keterbatasan model Input-Output itu sendiri. Asumsi
keseragaman menganggap setiap sektor memiliki struktur input tunggal, maka
asumsi ini tidak mempertimbangkan adanya kemungkinan setiap sektor produksi
untuk melakukan substitusi input, misalnya karena faktor harga yang lebih murah.
Setiap sektor hanya memproduksi suatu output tunggal, maka setiap sektor tidak
mungkin melakukan variasi produk. Asumsi kesebandingan menganggap rasio
input-output tetap dan konstan sepanjang periode analisis, dengan demikian
produsen tidak dapat menyesuaikan perubahan-perubahan inputnya atau
mengubah proses produksinya. Asumsi ini tidak mempertimbangkan adanya
kemajuan teknologi atau produktivitas. Selanjutnya asumsi penjumlahan
13 Asumsi ini tidak mempertimbangkan faktor luar yang sebenarnya berpengaruh
terhadap proses produksi.
1.5. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka hasil dari penelitian ini
diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:
1) Masyarakat Kota Bogor dapat mengetahui peran sektor tanaman bahan
makanan terhadap perekonomian Kota Bogor dan dampak kebijakan
subsidi pupuk pada sektor tanaman bahan makanan terhadap output,
pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja.
2) Petani dalam menggunakan subsidi pupuk secara hemat dan tidak ada
pemborosan penggunaan pupuk melebihi kapasitas yang dianjurkan yang
dapat merusak kesuburan tanah serta pencemaran lingkungan hidup.
3) Pemerintah dapat menerapkan kebijakan yang tepat dalam hal subsidi
pupuk untuk meningkatkan output, pendapatan, dan penyerapan tenaga
kerja pada sektor tanaman bahan makanan di Kota Bogor serta
menegaskan kebijakan-kebijakan dalam mengatasi masalah subsidi pupuk
yang terjadi di Kota Bogor.
4) Banyak pihak terkait serta akademisi mengembangkan pemahaman serta
teknologi mengenai pupuk, alternatif pembuatan pupuk dari sumberdaya
lokal dengan tujuan memudahkan petani dalam penyediaan pupuk yang
14 II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Subsidi
Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), subsidi adalah cadangan keuangan dan sumber-sumber daya lainnya untuk
mendukung suatu kegiatan usaha atau perorangan oleh pemerintah. Subsidi dapat
bersifat langsung (dalam bentuk uang tunai, pinjaman bebas bunga dan
sebagainya), atau tidak langsung (pembebasan penyusutan, potongan sewa dan
semacamnya). Subsidi dapat bertujuan untuk: 1) subsidi produksi, dimana
pemerintah menutup sebagian biaya produksi untuk mendorong peningkatan
output produk tertentu dan dimaksudkan untuk menekan harga dan memperluas
penggunaan produk tersebut, 2) subsidi ekspor, yang diberikan pada produk
ekspor yang dianggap dapat membantu neraca perdagangan negara, 3) subsidi
pekerjaan, yang diberikan untuk membayar sebagian dari beban upah perusahaan
agar dapat diserap lebih banyak pekerja dan mengurangi pengangguran, dan 4)
subsidi pendapatan, yang diberikan melalui sistem pembayaran transfer
pemerintah untuk meningkatkan standar hidup minimum sebagian kelompok
tertentu seperti tunjangan hari tua dan lainnya. Dari uraian diatas, yang dimaksud
dengan subsidi harga pupuk dalam penelitian ini adalah subsidi produksi yang
diberikan oleh pemerintah untuk menanggung sebagian biaya produksi pupuk agar
bisa dicapai harga jual yang diinginkan.
a) Teori Dasar Subsidi Input
Pembangunan pertanian yang diarahkan untuk mewujudkan pertanian
15 pertumbuhan, stabilitas, dan pemerataan pembangunan ekonomi. Salah satu cara
untuk menciptakan pertanian yang tangguh adalah melalui peningkatan produksi
pertanian yang berkelanjutan. Upaya yang ditempuh untuk meningkatkan
produksi pertanian adalah antara lain dengan mendorong petani untuk menerapkan
teknologi usaha tani, yaitu berupa penggunaan pupuk sebagai salah satu input
produksi. Dalam rangka mencapai tujuan ini, pemerintah selalu berupaya
mendorong petani untuk memanfaatkan pupuk secara tepat waktu dan tepat dosis.
Konsekuensinya adalah pemerintah juga harus berupaya meningkatkan produksi
pupuk, sehingga tercapainya pasokan yang cukup dan juga dengan harga yang
dapat dijangkau oleh petani. (Manaf, 2000).
Sebagai tanaman bahan makanan pokok (padi dan palawija) umumnya
mempunyai kurva permintaan yang inelastis, sehingga perubahan produksi akan
sangat berpengaruh pada perubahan harga tanaman bahan makanan tersebut.
Gambar 2.1 memperlihatkan keadaan permintaan dan penawaran dari tanaman
bahan makanan pokok pada umumnya. Jika terjadi peningkatan produksi yang
didorong dengan penggunaan pupuk, hal ini akan mendorong kurva penawaran ke
kanan sehingga produksi akan meningkat dari QE1 ke QE2 dan menekan harga dari
PE1 ke PE2. Disisi lain, penurunan harga dari tanaman bahan makanan pokok
tersebut tidak akan banyak meningkatkan permintaan karena kurvanya inelastis,
sehingga secara umum terjadi penurunan pendapatan bagi petani. Hal ini sering
16 Harga
P S1
S2
PE1 E1
PE2 E2
D
0 QE1 QE2 Kuantitas Q
Sumber : Manaf (2000)
Gambar 2.1. Permintaan dan Penawaran dari Tanaman Bahan Makanan Pokok
b) Teori Kebijakan Pemerintah dalam Perpupukan
Kebijakan pemerintah dalam perpupukan yaitu mengenai kebijakan harga
eceran tertinggi. Menurut Manaf (2000), kebijakan ini dilatarbelakangi oleh fungsi
pupuk sebagai kebutuhan yang esensial dalam meningkatkan produksi pertanian
terutama tanaman bahan makanan. Oleh karena itu pemerintah merasa perlu
menetapkan harga eceran tertinggi pupuk untuk melindungi petani sebagai
konsumen pupuk. Dalam penetapan harga tersebut, pemerintah
mempertimbangkan agar harga pupuk tetap berada dalam kisaran kemampuan
petani untuk membeli pupuk dalam dosis yang optimal.
Mekanisme pembentukan harga pupuk setelah adanya kebijakan subsidi
17 Harga
(P) S
PE E harga tertinggi
PS C
D
0 QS QE QD Pupuk (Q)
Sumber : Manaf, 2000
Gambar 2.2. Mekanisme Pembentukan Harga Pupuk Setelah Adanya Kebijakan Subsidi
Pada gambar 2.2, keseimbangan awal (sebelum ada kebijakan pemerintah
mengenai harga eceran tertinggi) berada pada titik E dengan tingkat harga sebesar
PE dan jumlah pupuk sebesar QE. Saat pemerintah melakukan kebijakan dengan
menetapkan harga tertinggi, maka harga yang efektif adalah bila ditetapkan
sebesar PS, yaitu dibawah harga keseimbangan. Pada tingkat harga PS produsen
hanya mau menawarkan sebesar QS, sementara yang diminta konsumen adalah
sebesar QD, sehingga terjadi excess demand sebesar QS QD. Sementara itu titik C menunjukkan keadaan tingkat harga dan jumlah yang seharusnya terjadi dipasar.
Campur tangan pemerintah tersebut mendorong peningkatan jumlah penawaran
pupuk ke QD pada tingkat harga sebesar PS dengan membiayainya melalui
pemberian subsidi kepada produsen pupuk.
2.2. Tanaman Bahan Makanan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996. Dikenal dua
18 makanan dan ketahanan tanaman bahan makanan. Sistem tanaman bahan
makanan diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan pengaturan,
pembinaan, dan/atau pengawasan terhadap kegiatan atau produksi tanaman bahan
makanan dan peredaran tanaman bahan makanan sampai dengan siap konsumsi
oleh manusia. Sementara itu, ketahanan tanaman bahan makanan diartikan sebagai
kondisi terpenuhnya tanaman bahan makanan bagi rumah tangga yang tercermin
dari tersedianya tanaman bahan makanan yang cukup baik jumlah maupun
mutunya, aman, merata, dan terjangkau.
Ketergantungan pada padi seperti yang terjadi saat ini sangat tidak
menguntungkan bagi kelangsungan ketahanan tanaman bahan makanan nasional.
Selain harus dilakukan usaha peningkatan produksi padi, program diverifikasi
tanaman bahan makanan dengan sumber karbohidrat lain merupakan tindakan
yang sangat strategis. Oleh karena itu perlu mengenal jenis tanaman bahan
makanan lainnya.
2.2.1. Pengertian Tanaman Bahan Makanan
Tanaman bahan makanan diartikan sebagai segala sesuatu yang bersumber
dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah. Tanaman
bahan makanan diperuntukan bagi konsumsi manusia sebagai makanan atau
minuman, termasuk bahan tambahan tanaman bahan makanan, bahan baku
tanaman bahan makanan, dan bahan-bahan lain yang digunakan dalam proses
penyiapan, pengolahan, dan/atau bagi pembuatan makanan atau minuman.
Komoditas tanaman bahan makanan harus mengandung zat gizi yang
terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral yang bermanfaat
19 adalah kelompok tanaman sumber karbohidrat dan protein. Namun, secara sempit,
tanaman bahan makanan biasanya dibatasi pada kelompok tanaman yang berumur
semusim. Batasan ini dimasa mendatang harus diperbaiki karena akan
menyebabkan sumber karbohidrat menjadi terbatas. Tanaman bahan makanan
sebaiknya memasukkan jenis tanaman yang dapat menjadi sumber karbohidrat
tanpa dibatasi pada kelompok tanaman semusim.
2.2.2. Peluang Pasar Tanaman Bahan Makanan
Kebutuhan terhadap tanaman bahan makanan akan selalu ada. Hal ini
disebabkan setiap hari tanaman bahan makanan selalu dikonsumsi masyarakat
Indonesia. Oleh karena itu, ketersediaan tanaman bahan makanan harus tetap
terjaga. Namun secara umum kebutuhan beberapa jenis tanaman bahan makanan
masih belum dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri sehingga harus diimpor
setiap tahunnya.
Jagung, kedelai, kacang tanah, dan tepung tapioka masih harus diimpor
dalam jumlah yang banyak. Bahkan, pada saat-saat terakhir ini beras juga harus
diimpor meskipun dengan alasan untuk memenuhi stok nasional. Impor beras
pada tahun 2002 sebanyak 1.79 juta ton, setahun kemudian turun menjadi 1.43
juta ton, dan 0.24 juta ton pada tahun 2004, lalu tinggal 0.17 juta ton pada tahun
2005. Akan tetapi pada tahun 2006, impor beras meningkat mencapai 0.11 juta ton
untuk Januari 2006 dan 0.21 juta ton pada Oktober 2006 dan pada tahun 2007
beras akan diimpor sebanyak 1 juta ton. Dengan demikian, jelas sekali peluang
20 2.3. Keterkaitan Tanaman Bahan Makanan dan Pupuk
2.3.1. Output Tanaman Bahan Makanan dan Pupuk
Sudaryanto (2000) dalam Manaf (2000) memperlihatkan bahwa penurunan produksi tanaman bahan makanan di Indonesia selain disebabkan oleh kemarau
panjang pada tahun 1997-1998, serta kebakaran hutan, juga oleh ketersediaan
pupuk utama antara lain Urea, SP-36, dan KCL yang sangat terbatas, ditambah
lagi dengan harganya yang melonjak 100-300 persen dari harga eceran tertinggi di
pasar.
Namun menurut Wini (2000) dalam Manaf (2000), kenaikan harga input (antara lain pupuk) relatif tidak banyak berpengaruh dalam menurunkan
permintaan input itu sendiri. Hal ini disebabkan karena elastisitas permintaan
input terhadap harga sendiri adalah inelastis. Di lain pihak, pengaruh harga padi
(output) mempunyai pengaruh yang positif terhadap penawaran output dan
permintaan input akan lebih efektif melalui kebijakan harga output.
2.3.2. Pendapatan Sektor Tanaman Bahan Makanan dan Pupuk
Untuk mendorong peningkatan pendapatan riil petani diperlukan
peningkatan produksi dengan penekanan penggunaan teknologi pertanian seperti
pupuk dan bibit unggul, pemerintah perlu memberikan insentif antara lain dengan
harga yang murah. Oleh sebab itu, diperlukan subsidi harga agar dapat terjangkau
dan mendorong petani menggunakannya. Kebijakan ini adalah salah satu
kebijakan yang dianggap memberikan dampak distorsi paling rendah.
Renade dan Herdt (1978) dalam Manaf (2000) pernah menyatakan bahwa kebijakan pemerintah dalam menggunakan teknologi baru bagi pertanian padi dan
21 riil petani secara umum. Memang pada permulaan ekspansi produksi beras secara
besar-besaran, semua sarana penunjang produksi diperkenalkan untuk menaikkan
output perhektar. Selain subsidi harga pupuk dan pestisida, kebijakan perdagangan
yang membatasi impor beras (dan tanaman bahan makanan pokok lainnya), juga
pengenalan benih-benih unggulan dan bahkan peralatan pertanian yang modern
telah dilakukan. Dan untuk beberapa tahun pertama, hal ini memang dapat
meningkatkan output perhektar secara signifikan yang dapat langsung dinikmati
oleh petani dan buruh tani.
2.3.3. Tenaga Kerja Sektor Tanaman Bahan Makanan dan Pupuk
Tenaga kerja merupakan input yang penting dalam suatu sektor
perekonomian, tenaga kerja dalam sektor pertanian yang sebagian besar adalah
petani yang merupakan tenaga kerja yang bergantung pada hasil panennya. Hasil
panen tanaman bahan makanan yang dihasilkan oleh petani dipengaruhi
input-input seperti benih, pupuk, alat-alat pertanian, dan faktor eksternal lainnya seperti
cuaca dsb. Pupuk merupakan salah satu input yang berkontribusi langsung
terhadap pertumbuhan tanaman bahan makanan, jika ketersediaan pupuk pada
sektor tanaman bahan makanan memenuhi maka akan memudahkan tenaga kerja
pada sektor tersebut dalam meningkatkan produksi pertaniannya. Pemenuhan
kebutuhan pupuk secara memadai akan berkorelasi positif dengan peningkatan
produksi tanaman bahan makanan, dan semakin banyak produksi tanaman bahan
makanan dari tahun ke tahun akan menyebabkan peningkatan tenaga kerja pada
sektor tanaman bahan makanan karena semakin dibutuhkannya tenaga-tenaga
dalam proses produksi tanaman bahan makanan baik pada proses di hulu maupun
22 daerah harus mempertimbangkan ketersediaan tenaga kerja pada sektor tanaman
bahan makanan, agar subsidi pupuk tersebut dapat digunakan secara efektif dan
efisien di tingkat petani.
2.4. Model Input-Output
Menurut Leontief (1986) dalam Mulyani (2007), analisis I-O merupakan suatu metode yang secara sistematis mengukur hubungan timbal balik diantara
beberapa sektor dalam sistem ekonomi yang kompleks. Sistem ekonomi yang
dimaksud dapat diterapkan berupa sistem suatu bangsa atau dunia. Kemudian ia
juga memfokuskan perhatian terhadap terhadap hubungan antar sektor di dalam
suatu wilayah, dan mendasarkan analisisnya terhadap keseimbangan. Kemudian,
model I-O dapat dianggap sebagai suatu kemajuan penting di dalam
pengembangan teori keseimbangan umum.
2.4.1 Konsep Dasar Model Input-Output
Konsep dasar Model I-O Leontief didasarkan atas : 1) struktur
perekonomian tersusun (industri) yang satu sama lain berinteraksi melalui
transaksi jual beli, 2) output suatu sektor dijual kepada sektor lainnya untuk
memenuhi permintaan akhir rumah tangga, pemerintah, pembentukan modal dan
ekspor, 3) input suatu sektor dibeli dari sektor-sektor lainnya, dan rumah tangga
dalam bentuk jasa dan tenaga kerja, pemerintah dalam bentuk pajak tidak
langsung, penyusutan, surplus usaha dan impor, 4) hubungan input-output bersifat
linier, 5) dalam suatu kurun waktu analisis, biasanya satu tahun, total input sama
dengan total output, dan 6) suatu sektor terdiri dari satu atau beberapa perusahaan.
Suatu sektor hanya menghasilkan suatu output, dan output tersebut dihasilkan
23 Badan Pusat Statistik (BPS) mengembangkan Tabel Input-Output sebagai
dasar pengembangan model Input-Output dengan tiga kuadran yaitu matriks
input-output (kuadran I), matriks permintaan akhir (kuadran II) dan matriks input
antara (kuadran III) seperti pada gambar.
Gambar 2.3. Kuadran Matriks Tabel Input-Output Keterangan:
Kuadran I : transaksi antar industri, output sektor i menjadi input sektor j.
Kuadran II : transaksi antara konsumen akhir (rumah tangga, pemerintah,
investor, dan ekspor) dengan industri penghasil barang dan jasa.
Kuadran III : menggambarkan transaksi antara pihak-pihak pemilik faktor
produksi (tenaga dan pemilik modal) dengan unit-unit ekonomi
yang menggunakannya.
Tabel 2.1. Kerangka Dasar Tabel Input-Output Sektor
24 Keterangan:
1) Permintaan akhir (F) terdiri dari konsumsi rumah tangga (C), konsumsi
pemerintah (G), pembentukan modal/investasi (I), dan Ekspor (E).
2) Xij = besarnya output sektor i yang digunakan sebagai input oleh sektor
j.
3) vj adalah nilai tambah dan IMj adalah impor. 4) xi = ∑ Xj+fi adalah total input = total output.
5) Koefisien langsung, aij = xij/Xj, Xij, xij =aijXj, matriks A = [aij].
6) AX + F = X dengan melakukan transformasi maka diperoleh (I-A)-1F =
X.
7) (I-A)-1 adalah matriks kebalikan Leontief.
Matriks kebalikan Leontief mengandung informasi penting tentang
bagaimana kenaikan produksi dari suatu sektor (pertanian) akan mempengaruhi
pertumbuhan sektor-sektor lainnya. Karena setiap sektor memiliki pola transaksi
pembelian maupun penjualan dengan sektor lain yang berbeda-beda, maka
dampak dari perubahan produksi dari suatu sektor terhadap total produksi
sektor-sektor lainnya juga berbeda-beda. Matriks kebalikan Leontief merangkum seluruh
dampak dari perubahan produksi dari suatu sektor terhadap total produksi
sektor-sektor lainnya ke dalam koefisien-koefisien yang disebut sebagai multiplier ( ij).
Multiplier ini adalah angka-angka yang terlihat di dalam matriks (I-A)-1. 2.4.2. Koefisien Input
25 yang digunakan dalam sektor j atau (Xij) dengan input total sektor j (Xij). Jika
koefisien input dilambangkan dengan ij, maka:
26 (I-A)-1 : Matriks Kebalikan Leontief
Matriks kebalikan merupakan alat yang sangat penting dalam melakukan
analisis ekonomi karena saling berkaitan dengan tingkat permintaan akhir maupun
tingkat produksi. Hasil dari analisis tersebut yaitu,
1) Keterkaitan langsung baik langsung ke depan maupun langsung ke
belakang.
2) Pengganda output, pendapatan, dan tenaga kerja.
3) Koefisien dan kepekaan penyebaran.
2.5. Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Hess dan Ross (2000) dalam Hadianto (2010), pertumbuhan ekonomi merupakan peningkatan total barang dan jasa yang dihasilkan suatu
negara pada periode waktu tertentu yang direpresentasikan oleh peningkatan
output perkapita. Lebih jauh menurut Mankiw (2000), dalam terminologi fungsi
produksi pertumbuhan ekonomi merupakan peningkatan total output dalam proses
produksi akibat peningkatan faktor produksi dan kemajuan teknologi pada periode
waktu tertentu.
Dornbush (1992) dalam Hadianto (2010) mengklasifikasikan pengukuran output suatu perekonomian melalui indikator PDB, dibagi dalam dua pendekatan
yaitu pendekatan sisi penerimaaan (income side) dan pendekatan sisi pengeluaran (expenditure side). PDB dari sisi penerimaan merupakan nilai tambah yang dihasilkan oleh suatu perekonomian. Sementara PDB dari sisi pengeluaran terdiri
dari konsumsi masyarakat, pengeluaran pemerintah, pengeluaran investasi, dan
27 2.6. Penelitian Terdahulu
Penelitian terhadap subsidi pupuk ini sudah sering dilakukan, penelitian ini
biasanya meliputi perencanaan, peraturan harga eceran tertinggi, jumlah subsidi,
sistem distribusi pupuk, dan dampak dari diterapkan subsidi pupuk tersebut.
Penelitian Manaf (2000) yang berjudul “Pengaruh Subsidi Harga Pupuk Terhadap
Pendapatan Petani: Analisis Sistem Neraca Sosial Ekonomi”, menganalisis
bagaimana pengaruh dari kebijakan subsidi pupuk yang ada di Indonesia terhadap
pendapatan petani yang menyangkut aspek-aspek harga eceran tertinggi dari
pupuk, permintaan dan penawaran pupuk, penyaluran subsidi pupuk,
perkembangan subsidi pupuk, bahkan sampai pada kebijakan ekspor dan impor
pupuk kemudian dari aspek-aspek tersebut dilihat pengaruhnya terhadap
pendapatan petani yang ada di Indonesia, bagaimana pendapatan rumah tangga
petani setelah adanya kebijakan subsidi pupuk. Penelitian ini menggunakan
metode Sistem Neraca Sosial Ekonomi yaitu sebuah metode yang merangkum
berbagai variabel sosial dan ekonomi secara kompak dan terintegrasi untuk
memperlihatkan gambaran umum mengenai perekonomian suatu negara dan
keterkaitan antar variabel sosial dan ekonomi pada suatu waktu tertentu.
Penelitian Sudaryanto (2010) yang berjudul “Dampak dan Perspektif
Kebijakan Pupuk di Indonesia” membahas mengenai pelaksanaan kebijakan
subsidi pupuk telah diterapkan secara komprehensif mulai dari tahap perencanaan,
pengaturan harga eceran tertinggi, jumlah subsidi dan sistem distribusi pupuk.
Namun, dalam penelitian ini menyatakan bahwa kebijakan tersebut belum mampu
manjamin ketersediaan pupuk yang memadai di tingkat petani. Perencanaan
28 ketidakoptimalan pengawasan dalam distribusi pupuk. Penelitian ini juga
membahas mengenai perubahan mekanisme distribusi subsidi dari subsidi tidak
langsung menjadi subsidi langsung kepada petani.
Penelitian yang dilakukan oleh penulis memiliki beberapa perbedaan
dengan penelitian sebelumnya. Peneliti ingin mengetahui dampak dari kebijakan
subsidi pupuk pada sektor tanaman bahan makanan di Kota Bogor terhadap
output, pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja. Penelitian ini dilakukan di Kota
Bogor karena Kota Bogor merupakan daerah yang telah banyak mengalami
konversi lahan pada sektor tanaman bahan makanan menjadi sektor tersier dan
primer. Sedangkan kebutuhan tanaman bahan makanan untuk konsumsi penduduk
di Kota Bogor terus meningkat dan tidak dapat dipenuhi oleh Kota Bogor sendiri
melainkan selalu disuplai oleh daerah lain. Oleh karena itu, peneliti memfokuskan
kepada kebijakan pemerintah pada sektor pertanian terutama tanaman bahan
makanan dalam bentuk kebijakan subsidi input yaitu subsidi pupuk yang terjadi di
Kota Bogor dan bagaimana dampaknya terhadap output tanaman bahan makanan,
penyerapan tenaga kerja, serta pendapatan pada sektor tanaman bahan makanan.
Dampak tersebut mencakup dampak dari peningkatan maupun pengurangan
subsidi pupuk di Kota Bogor yang pada akhirnya merumuskan kebijakan harga
subsidi pupuk dan dapat menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi pada
29 III. KERANGKA PEMIKIRAN OPERASIONAL
Kota Bogor merupakan suatu daerah di Jawa Barat yang telah mengalami
konversi lahan, yakni dari sektor pertanian menjadi sektor lain seperti industri,
perdagangan, hotel, dsb. Hal ini menyebabkan pemenuhan kebutuhan tanaman
bahan makanan penduduk Kota Bogor tidak dapat dari dalam daerah melainkan
harus disuplai dari daerah lain seperti Kabupaten Bogor bahkan banyak komoditas
yang disuplai dari luar daerah seperti Cianjur, Sukabumi, dan Bandung.
Pergeseran sektor ini menyebabkan kerawanan tanaman bahan makanan bagi
penduduk Kota Bogor. Sektor pertanian terutama tanaman bahan makanan
merupakan sektor yang penting dan harus mendapatkan perhatian yang lebih.
Walaupun Kota Bogor bukan merupakan daerah pertanian tetapi masalah
pertanian masih sangat diupayakan dalam jajaran Pemerintah Daerah Kota Bogor
melalui Dinas Agribisnis karena masih ada lahan dapat digunakan sebagai lahan
pertanian dan alasan pemerintah harus memperhatikan sektor pertanian adalah
sektor pertanian merupakan sektor primer di Kota Bogor yang masih
berkontribusi terhadap PDRB Kota Bogor. Peran sektor pertanian sangat luas
terutama mencakup penyediaan output-output tanaman bahan makanan,
penyerapan tenaga kerja, dan pendapatan. Sektor pertanian memiliki keterkaitan
antar sektor yang dapat dilihat dari aspek keterkaitan produksi, keterkaitan
konsumsi, keterkaitan investasi, dan keterkaitan fiskal.
Kebutuhan akan konsumsi tanaman bahan makanan penduduk Kota Bogor
dari tahun ke tahun semakin meningkat sedangkan Kota Bogor tidak dapat
memproduksi tanaman bahan makanan untuk daerahnya sendiri dan sebagian
30 produksi tanaman bahan makanan di Kota Bogor dan mengurangi ketergantungan
pemenuhan dari luar daerah menyebabkan perlunya dukungan dari berbagai pihak
dalam sektor pertanian terutama tanaman bahan makanan karena selain sektor
pertanian merupakan sektor yang dipengaruhi oleh banyak faktor eksternal seperti
perubahan iklim, hama, penyakit, dan kekeringan terdapat fakta bahwa sebagian
besar petani kita adalah petani gurem yang memiliki luasan lahan yang sempit
yaitu hanya berkisar 0.5 ha - 1 ha sehingga menyebabkan kondisi perekonomian
mereka relatif rendah.
Salah satu dukungan terhadap sektor pertanian yang dapat membantu
menyejahterakan petani yaitu dengan adanya pemberian subsidi dari pemerintah.
Pemberian subsidi ini dapat berupa subsidi input pertanian yaitu subsidi pupuk,
karena pupuk merupakan input yang penting dalam pertanian serta memiliki
pengaruh nyata pada produksi dan produktivitas komoditas tanaman bahan
makanan terutama padi. Baik pupuk organik maupun pupuk anorganik merupakan
input yang tidak bisa ditinggalkan oleh petani. Subsidi pupuk merupakan
kebijakan pemerintah yang kebanyakan disorot oleh berbagai pihak baik dari
pihak petani, pemerintah itu sendiri, maupun pihak-pihak yang berusaha
mengambil keuntungan dari pemberian subsidi pupuk bahkan terdapat banyak
pihak yang menyelewengkan atau menyalahgunakan subsidi pupuk dan pada
akhirnya subsidi pupuk tersebut banyak yang tidak dinikmati oleh petani serta
terdapatnya masalah penggunaan pupuk yang tidak rasional yang menyebabkan
penurunan kualitas tanah dan perusakan lingkungan hidup.
Disatu sisi pemberian subsidi pupuk menimbulkan banyak masalah jika
31 tepat sasaran tapi tidak dapat dipungkiri bahwa petani kita sangat membutuhkan
subsidi dalam bidang pertanian terutama subsidi pupuk. Subsidi pupuk ini
merupakan penolong bagi petani dalam memproduksi hasil pertanian mereka dan
pemberian subsidi pupuk dapat meningkatkan kesejahteraaan petani yang dapat
dilihat dari berbagai aspek diantaranya output, pendapatan, dan penyerapan tenaga
kerja petani di Kota Bogor.
Kebijakan subsidi pupuk yang diberikan oleh pemerintah dapat mengalami
peningkatan dan pengurangan sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah di
Indonesia termasuk Kota Bogor. Peningkatan maupun pengurangan tersebut dapat
mempengaruhi jumlah output tanaman bahan makanan, penyerapan tenaga kerja,
dan juga pendapatan. Karena sektor pertanian merupakan sektor primer sehingga
menyebabkan banyaknya penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian, semakin
banyaknya perhatian pemerintah melalui subsidi pupuk dibidang tanaman bahan
makanan juga akan menyebabkan pendapatan masyarakat pada sektor tanaman
bahan makanan juga meningkat karena output tanaman bahan makanan juga akan
meningkat seiring dengan murahnya harga input-input produksi termasuk pupuk
dan memudahkan petani untuk mencapai penyediaan input tersebut tapi
sebaliknya jika terjadi pengurangan subsidi pupuk.
Subsidi pupuk yang selama ini diberikan masih dirasakan kurang di Kota
Bogor karena terkadang jumlah yang diberikan pemerintah tidak sama dengan
jumlah yang diterima petani, hal ini menimbulkan masalah yang cukup besar
dalam hal penyaluran pupuk bersubsidi. Jenis pupuk yang dibutuhkan di Kota
Bogor dan mendapatkan subsidi adalah Urea, Superphos, NPK Ponska, NPK
32 ini hanya subsidi pupuk urea karena persentase terbesar dari subsidi pupuk di
Kota Bogor didominasi oleh pupuk urea atau bisa dikatakan bahwa subsidi pupuk
di Kota Bogor adalah subsidi urea.
Untuk menganalis dampak dari subsidi pupuk ini baik terhadap output
tanaman bahan makanan, penyerapan tenaga kerja, dan pendapatan yaitu dengan
menggunakan model input ouput yaitu merupakan suatu metode yang secara
sistematis mengukur hubungan timbal balik diantara beberapa sektor dalam sistem
ekonomi yang kompleks. Dalam model I-O menganalisis pengaruh interaksi
ekonomi yang dapat diklasifikasikan kedalam tiga jenis yaitu: 1) pengaruh
langsung, 2) pengaruh tidak langsung, dan 3) pengaruh total. Analisis dampak
input primer digunakan untuk melihat pengaruh perubahan dampak input primer
yaitu pupuk dalam sektor tanaman bahan makanan terhadap pembentukan output,
33 Konversi lahan pertanian di Kota Bogor
Kerawanan pangan
Ketergantungan pada luar daerah
Peningkatan kebutuhan pangan
Pentingnya sektor pangan di Kota Bogor
Perlunya perhatian pemerintah pada sektor pangan
Subsidi pupuk pada tanaman pangan
Dampak subsidi pupuk
Analisis Multiplier
Analisis Lingkages
Dampak terhadap pertumbuhan output
Dampak terhadap pendapatan Dampak terhadap peluang kerja
Masalah penggunaan dan distribusi pupuk
Kebijakan pemerintah dengan analisis deskriptif
Peran sektor pangan terhadap perekonomian
Analisis Dampak
Gambar 3.1. Alur Kerangka Pemikiran Operasional
34 IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan dengan memilih lokasi di Kota Bogor. Pemilihan
lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa sektor tanaman bahan makanan
merupakan sektor yang penting dan perlu diperhatikan di Kota Bogor oleh
pemerintah mengingat semakin berkurangnya lahan pertanian di Kota Bogor
karena adanya pergeseran sektor yakni dari sektor pertanian ke sektor lain seperti
industri, perdagangan, hotel, transportasi, dan sektor-sektor lainnya sedangkan
kebutuhan tanaman bahan makanan semakin meningkat. Salah satu bentuk
perhatian dari pemerintah adalah dengan memberikan subsidi pupuk pada sektor
tanaman bahan makanan yang pada akhirnya akan meningkatkan kesempatan
kerja dan pendapatan. Selain itu tersedianya Tabel Input-Output Kota Bogor yang
mendukung penelitian. Penelitian ini dimulai pada bulan Februari sampai bulan
Mei 2012.
4.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bogor, Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor, Dinas Pertanian Kota Bogor,
Perpustakaan IPB, Perusahaan Produsen Pupuk Kota Bogor yaitu PT. Pupuk
Kujang serta lembaga atau instansi yang terkait lainnya. Data yang digunakan
adalah data subsidi pupuk di Kota Bogor dari tahun 2008 sampai tahun 2012 dan
tabel Input-Output Kota Bogor tahun 2008 klasifikasi 28 sektor. Jenis data yang
35 Tabel 4.1. Jenis dan Sumber Data Penelitian
No Tujuan Jenis dan Sumber Data Metode
Analisis 1 Menganalisis peran sektor
tanaman bahan makanan terhadap perekonomian dan sektor lainnya.
Data Sekunder sumber Dinas Pertanian Kota Bogor, Bappeda Kota Bogor, Badan Pusat
Data Sekunder sumber Bappeda Kota Bogor, PT. Pupuk Kujang,
Alat analisis yang digunakan adalah model input-output dari sisi
permintaan (demand). Dari tabel input-output ini peranan subsidi pupuk pada sektor tanaman bahan makanan dalam pembentukan output, pendapatan, dan
penyerapan tenaga kerja dapat diketahui secara langsung karena sudah tersaji
dalam tabel. Untuk mengetahui peran sektor tanaman bahan makanan terhadap
perekonomian Kota Bogor dapat dikaji berdasarkan analisis input-output yang
terdiri dari analisis keterkaitan dan multiplier dan untuk menganalisis dampak kebijakan subsidi pupuk pada sektor tanaman bahan makanan untuk
meningkatkan ouput, pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja dapat dikaji
berdasarkan analisis dampak subsidi input primer yang berpengaruh terhadap final demand. Dalam pengolahan datanya didukung dengan Microsoft Office Excel.
36 4.3.1. Analisis Keterkaitan (Linkages)
Analisis keterkaitan digunakan untuk melihat keterkaitan antar sektor.
Analisis ini disebut dengan koefisien penyebaran (backward lingkage) dan kepekaan penyebaran (forward lingkage)
a) Koefisien Penyebaran (Backward Lingkages)
Koefisien penyebaran digunakan untuk mengetahui distribusi manfaat dari
pengembangan suatu sektor terhadap perkembangan sektor-sektor lainnya melalui
mekanisme transaksi pasar input. Dengan kata lain, koefisien penyebaran dapat
didefinisikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk meningkatkan pertumbuhan
industri hulunya. Sektor j dikatakan mempunyai kaitan ke belakang yang tinggi
apabila Pdj mempunyai nilai lebih besar dari satu, begitu juga sebaliknya jika nilai
Pdj lebih kecil dari satu. Untuk mengetahui besarnya nilai koefisien penyebaran,
digunakan rumus sebagai berikut:
Pdj = ∑
∑ ∑
; untuk i dan j = 1,2,...,n (4.1)
dimana:
Pdj = Koefisien Penyebaran sektor j
ij = Unsur matriks kebalikan Leontief n = Jumlah sektor
Nilai koefisien penyebaran dari suatu sektor menunjukkan tingkat
kepekaan suatu sektor tersebut terhadap sektor-sektor lainnya melalui mekanisme
pasar output. Konsep ini sering juga diartikan sebagai kemampuan suatu sektor
untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor-sektor lain yang memakai input
37 b) Kepekaan Penyebaran (Forward Lingkages)
Kepekaan penyebaran merupakan keterkaitan langsung dan tidak langsung
ke depan yang dinormalkan dengan jumlah sektor seluruh koefisien matriks
kebalikan Leontief. Untuk mengetahui besarnya nilai kepekaan penyebaran,
digunakan rumus sebagai berikut:
Sdi = ∑
∑ ∑
; untuk i dan j = 1,2,...,n (4.2)
dimana:
Sdi = Kepekaan Penyebaran sektor j
ij = Unsur matriks kebalikan Leontief n = Jumlah sektor
Nilai kepekaan penyebaran suatu sektor menunjukkan bahwa kenaikan
satu unit output dari suatu sektor akan menyebabkan naiknya output sektor-sektor
lain yang menggunakan output dari sektor tersebut, termasuk sektor itu sendiri
sebesar nilai kepekaan penyebarannya. Apabila nilai kepekaan penyebaran (Sdi)
lebih dari satu maka sektor i tersebut mempunyai tingkat kepekaan yang tinggi.
Sebaliknya jika nilai Sdi kecil maka sektor i tersebut mempunyai tingkat
penyebaran yang rendah. Semakin besar nilai kepekaan suatu sektor menunjukkan
bahwa sektor tersebut mampu menumbuhkan sektor hilirnya.
Perbandingan antara nilai kepekaan dan koefisien penyebaran dapat
menunjukkan kemampuan menarik atau mendorong suatu sektor. Apabila suatu
sektor memiliki koefisien penyebaran lebih besar dari nilai kepekaan penyebaran
maka sektor tersebut mempunyai kemampuan menarik yang lebih besar terhadap
38 4.3.2. Analisis Pengganda (Multiplier)
Menurut Sahara dan D.S Priyarsono (1998) dalam Mulyani (2007), berdasarkan matriks kebalikan Leontief, baik untuk model terbuka ( ij) atau
model tertutup ( *ij) dapat ditentukan nilai-nilai multiplier output, pendapatan, dan tenaga kerja.
a) Multiplier Output
Multiplier Output dihitung dalam per unit perubahan output sebagai efek awal (initial effect), yaitu kenaikan atau penurunan output sebesar satu unit satuan moneter. Setiap elemen dalam matriks kebalikan Leontief (matriks invers) menunjukkan total pembelian input baik tidak langsung maupun langsung dari
sektor i yang disebabkan karena adanya peningkatan penjualan dari sektor i
sebesar satu unit satuan moneter ke permintaan akhir. Matriks invers dirumuskan
dengan persamaan:
= (I-A)-1 =
[
ij] ; untuk i dan j = 1,2,...,n (4.3)Dengan demikian matriks mengandung informasi penting tentang
struktur perekonomian yang dipelajari dengan menentukan tingkat keterkaitan
antar sektor dalam perekonomian suatu wilayah atau negara. Koefisien dari
matriks invers ini [ ij] menunjukkan besarnya perubahan aktivitas dari suatu
sektor yang akan mempengaruhi tingkat output dari sektor-sektor lain.
b) Multiplier Pendapatan
Multiplier pendapatan mengukur peningkatan pendapatan akibat adanya perubahan output dalam perekonomian. Dalam Tabel Input-Output, yang
dimaksud dengan pendapatan adalah upah dan gaji yang diterima oleh rumah