• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keberagamaan birokrat pemerintah : studi kasus para pejabat birokrasi di Suku Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi Jakarta Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keberagamaan birokrat pemerintah : studi kasus para pejabat birokrasi di Suku Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi Jakarta Barat"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

KEBERAGAMAAN BIROKRAT PEMERINTAH

(Studi Kasus Para Pejabat Birokrasi Di Suku Dinas

Pendidikan Menengah dan Tinggi Jakarta Barat)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat untuk Mencapai gelar (S 1) Sarjana Sosial

Oleh:

AHMAD BAJRI

NIM 101032221643

Jurusan Sosiologi Agama

Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta

(2)

KEBERAGAMAAN BIROKRAT PEMERINTAH

(Studi Kasus Para Pejabat Birokrasi Di Suku Dinas

Pendidikan Menengah dan Tinggi Jakarta Barat)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat untuk Mencapai gelar (S 1) Sarjana Sosial

Oleh AHMAD BAJRI NIM 101032221643

Di bawah bimbingan,

DR. M. Amin Nurdin, MA NIP. 150 232 919

JURUSAN SOSIOLOGI AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul KEBERAGAMAAN BIROKRAT PEMERINTAH (Studi Kasus di Suku Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi Jakarta Barat) telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 21 Februari 2008. skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S 1) pada Jurusan Sosiologi Agama.

Jakarta, 28 Februari 2008

Sidang Munaqasyah

Ketua merangkap Anggota, Sekretaris merangkap anggota,

Dra. Hj. Hermawati, MA Joharutul Jamilah, S.Ag, M. Si NIP. 150 227 408 NIP. 150 282 401

Anggota:

Penguji 1 Penguji II

Drs. Masri Mansoer, MA Dra. Ida Rosyidah, MA NIP. 150 244 493 NIP. 150 243 267

Pembimbing

(4)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Definisi Agama Dan Birokrasi 1. Pengertian Agama

Agama adalah suatu sistem sosial yang dibuat oleh penganut-penganutnya yang bergantung pada kekuatan-kekuatan non empiris yang dipercayainya dan didayagunakannya untuk mencapai keselamatan bagi diri mereka dan masyarakat luas umumnya.1

Dalam kamus sosiologi pengertian agama ada 3 (tiga) macam, yaitu: a. Kepercayaan pada hal-hal yang spiritual

b. Perangkat kepercayaan pada praktek-praktek spiritual yang dianggap sebagai tujuan tersendiri

c. Ideologi mengenai hal-hal yang bersifat supranatural2

Secara khusus agama dapat didefinisikan sebagai suatu sistem keyakinan yang dianut oleh suatu kelompok masyarakat dalam menginterpretasi dan memberi respon terhadap apa yang dirasakan sebagai yang gaib dan suci dan bersumber dari wahyu Tuhan.3

Definisi agama dari pandangan sosiologi agama yaitu, secara teoritis agama adalah suatu sistem kepercayaan dan secara praktis agama adalah suatu sistem kaidah yang mengikat penganutnya. Dapat dikatakan bahwa individu yang beragama adalah individu yang memiliki kepercayaan dan keterikatan

1

Hendro Puspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 1983), h. 29

2

Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000), 129

3

(5)

terhadap agama yang dianutnya dan ia berinteraksi sosial sesuai dengan ajaran agamanya. Sedangkan pengertian keberagamaan dari sarasehan yang dilakukan oleh fisikawan Fritjof Copra, teologiawan David Stindl Rast dan Thomas Matus yang membahas tentang agama, beragama dan kerohanian telah menghasilkan pengertian tentang sifat beragama yaitu naluri yang disinggungkan oleh Tuhan dalam diri manusia.4

Kehidupan manusia yang terbentang sepanjang sejarah selalu dibayang-bayangi oleh keberadaan agama.5

Agama juga diyakini sebagai sumber motivasi bagi hidup manusia baik individu ataupun kelompok, agama merupakan tempat untuk mencari makna hidup yang final dan ultimate. Pengalaman agama dari diri manusia juga akan terefleksikan pada tindakan sehari-hari dalam lingkungan sosial.6

Menurut pendapat Glock dan Stark, untuk mengukur tingkat religiusitas seseorang dapat dipakai kerangka sebagai berikut :

a. Keterlibatan tingkat ritual (ritual involvement), yaitu tingkat sejauh mana seseorang mengerjakan kewajiban ritual agama mereka.

b. Keterlibatan idiologis (idieological involvement), yaitu tingkatan sejauh mana orang menerima hal-hal yang dogmatis dalam agama mereka.

c. Keterlibatan inteklektual (intelectual involvement), yaitu yang mengambarkan sejauh mana seseorang mengetahui tentang ajaran

4

Joachim Wach, Sosiology of Religion, Chicago, 1944, dikutip oleh: J, Milton Yinger, Religion Society and Individual, h. 12

5

Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, h. 199

6

(6)

agamanya, seberapa jauh aktivitasnya dalam menambah pengetahuan agama.

d. Keterlibatan pengalaman (experiental involvement), yang menunjukan apakah seseorang pernah mengalami pengalaman yang spektakuler yang merupakan keajaiban dari Tuhan.

e. Keterlibatan secara konsekuen (consequential involvement), yaitu tingkatan sejauh mana perilaku seseorang konsekuen dengan ajaran agamanya.7

2. Pengertian Keberagamaan

Agama dan keberagamaan adalah dua istilah yang dapat difahami secara terpisah meskipun kedua mempunyai makna yang sangat erat. Mengenai definisi agama telah dijelaskan di atas sedangkan keberagamaan berarti pembicaran mengenai pengalaman atau fenomena yang manyangkut hubungan antar agama dengan penganutnya atau suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang (penganut utama) yang mendorong untuk bertingkah laku yang sesuai dengan agamanya.

Kata keberagamaan berasal dari kata “beragama”. Kata beragama dalam Kamus Bahasa Indonesia yaitu antara lain :

1. Menganut (memeluk) agama

2. Beribadat, taat kepada agama (baik hidupnya menurut agama), misalnya dia berasal dari keluarga yang taat beragama.

7

(7)

Menurut Djamaluddin mendefinisikan keberagamaan sebagai “manifestasi” seberapa jauh individu penganut agama meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari dalam semua aspek kehidupan.8

Berkaitan dengan keberagamaan Islam, kualitas keberagamaan seseorang ditentukan oleh seberapa jauh individu memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran serta perintah Allah secara menyeluruh dan optimal. Untuk mencapai hal tersebut maka diperlukan iman dan ilmu yang berkaitan dengan amal perbuatan sehingga fungsi sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia dan seluruh alam dapat dirasakan. Keberagamaan Islam meliputi jasmani dan rohani, pikir dan zikir, aqidah dan ritual, pribadatan, penghayatan dan pengamalan, akhlak, individu dan sosial masyarakat serta masalah duniawi dan akhirat.9

Dalam dimensi keyakinan atau aqidah seseorang harus meyakini dan mengimani beberapa perkara dengan kokoh dan kuat, sehingga keyakinannya tersebut tidak dapat digoyahkan. Keyakinan seperti itu akan diperoleh oleh seseorang dengan argumentasi (dalil aqli) yang dapat dipertahankan. Keyakinan ini pada intinya berkisar pada keimanan kepada Allah dan hari Akhir. Selanjutnya dalam dimensi syariat adalah konsekuensi logis dan praktis dari keyakinan mengamalkan syariat representasi dari keyakinan sehingga sulit dipercaya jika seorang mengaku beriman kepada Allah dan hari Akhir tetapi tidak mengindahkan syariatnya, karena syariat merupakan kewajiban

8

Muhammad Djamaluddin, Religiusitas dan Stress Kerja pada Polisi, (Yogyakarta : UGM Press, 1995) , h. 44

9

(8)

dan larangan yang datang darinya.10 Maksudnya ialah keyakinan harus disertai dengan pengamalan kepada Allah.

3. Dimensi Keberagamaan

Konsep-konsep tentang keberagamaan tidak sama bagi semua orang, baik masyarakat komplek, modern, maupun bagi sebagian besar masyarakat primitif yang homogen karena adanya keberagamaan yang luas. Setiap penelitian mengenai individu dan agamanya menghadapi masalah yang pelik dalam hal definisi bagaimana kita melihat dan memberi batasan “keberagamaan” dan bagaimana kita menggolongkan seseorang dalam konteks ini. Menurut R Stark dan C.Y Glock dilihat dari sudut dimensi sosiologi agama terdapat lima dimensi utama dalam memahami masyarakat agama, yaitu :

a. Dimensi keyakinan merupakan dimensi yang berisikan dimensi yang berisikan pengharapan-pengharapan dimana orang yang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu, mengakui kebenaran doktrin-doktrin tersebut. Setiap agama mempertahankan seperangkat kepercayaan dimana para penganut diharapkan taat walaupun demikian isi dan ruang lingkup keyakinan itu bervariasi tidak hanya diantara agama-agama, tetapi sering kali juga diantara tradisi-tradisi dalam agama yang sama. Dalam setiap agama mesti

10

(9)

terdapat sistem kepercayaan yang harus dipertahankan dimana penganutnya diharapkan mentaatinya.11

b. Dimensi prektek agama menurutnya, dimensi ini mencakup perilaku pemujaan-pemujaan serta ketaatan dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan sebuah komitmen terhadap agama yang dianutnya. Praktek-praktek keagamaan ini terdiri dari dua kelas penting yaitu : pertama, ritual mengacu kepada seperangkat ritus, tindakan keagamaan formal dan praktek-praktek suci yang semua agama mengharapkan para penganutnya melaksanakan. Keua, ketaatan, apabila aspek ritual dari komitmen sangat formal dan khas publik semua agama yang dikenal juga mempunyai seperangkat tindakan persembahan dan kontemplasi personal yang relatif spontan, informal dan khas pribadi. c. Dimensi pengalaman, dimensi ini berisikan dan memperhatikan fakta

bahwa semua agama mengandung pengharapan-pengharapan tertentu walaupun tidak tepat jika dikatakan bahwa seseorang yang beragama dengan baik pada suatu waktu akan tercapai pengetahuan subjektif dan langsung mengenai kenyataan terakhir bahwa ia akan mencapai suatu keadaan kontak dengan perantara supranatural.

d. Dimensi pengetahuan agama, dimensi ini mengacu pada harapan bahwa seseorang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi agama yang dianutnya. Glock melihat bahwa dimensi ini tidak selalu sejalan dengan prakteknya. Seseorang dapat

11

(10)

berkeyakinan kuat tanpa benar-benar memahami agamanya atau kepercayaan bisa kuat atas dasar pengetahuan yang amat sedikit.

e. Dimensi konsekuensi, konsekuensi komitmen agama berlainan dari keempat dimensi di atas. Dimensi ini mengacu kepada identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktek, pengalaman, dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari. Istilah “kerja” dalam pengertian teologis digunakan disini walaupun agama banyak menggariskan bagaimana pemeluknya seharusnya berpikir dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari tidak sepenuhnya jelas sebatas konsekuensi agama merupakan bagian dari komitmen keagamaan semata-mata berasal dari agama.

4. Pengertian Birokrasi

(11)

bahasa Inggris. Selanjutnya, analog dengan kata turunan “democracy”, maka “bureucracy” dapat diturunkan menjadi “bureucrat”, “bureucratic”, bureucratism”, “bureucratist” dan “bureucratization” (“birokratisasi”).12

Sedangkan dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, birokrasi diartikan sebagai: 1. Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hierarki dan jenjang jabatan; 2. Cara bekerja atau susunan pekerjaan yang serba lamban, serta menurut tata aturan (adat dan sebagainya) yang banyak liku-likunya dan sebagainya.13

Staf administrasi birokratis, birokrasi dalam bentuknya yang paling rasional, terlebih dahulu mensyaratkan proposisi-proposisi menurut legitimasi dan otoritas, serta memiliki ciri tertentu sebagai berikut:

1. Para anggota staf secara pribadi bebas, hanya menjalankan tugas-tugas impersonal jabatan mereka.

2. Ada hierarki jabatan yang jelas.

3. Fungsi-fungsi jabatan ditentukan secara tegas. 4. Para pejabat diangkat berdasarkan suatu kontrak.

5. Mereka dipilih berdasarkan kualifikasi profesional, idealnya didasarkan suatu diploma (ijazah) yang diperoleh melalui ujian.

6. Mereka memiliki gaji dan biasanya ada juga hak-hak pensiun. Gaji berjenjang menurut kedudukan dalam hierarki. Pejabat dapat selalu menempati posnya, dan dalam keadaan-keadaan tertentu ia juga dapat diberhentikan.

12

Martin Albrow, Birokrasi, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1996), Cet. ke-3, hal. 2-3

13

(12)

7. Pos jabatan adalah lapangan kerjanya sendiri atau lapangan kerja pokoknya.

8. Terdapat suatu struktur karir, dan promosi dimungkinkan berdasarkan senioritas maupun keahlian (merit) dan menurut pertimbangan keunggulan (superior).

9. Pejabat mungkin tidak sesuai baik dengan posnya maupun dengan sumber-sumber yang tersedia di pos tersebut.

10.Ia tunduk pada sistem disipliner dan kontrol yang seragam.

Kesepuluh ciri birokrasi yang ideal, murni atau paling rasional yang diperkenalkan oleh Max Weber ini merupakan suatu jenis staf administrasi yang seringkali diacukan pada tout court (sebutan pasangannya) sebagai “birokrasi”. Tidak diragukan lagi, masalah tersebut merupakan satu-satunya pernyataan terpenting dalam ilmu-ilmu sosial, yang pengaruhnya sangat besar.14

B. Birokrasi Ideal Max Weber

Ciri-ciri pokok dari struktur birokrasi menurut Weber adalah sebagai berikut:

1. “Kegiatan sehari-hari yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi didistribusikan melalui cara yang telah ditentukan, dan dianggap sebagai tugas-tugas resmi”. Pembagian tugas secara tegas memungkinkan untuk mempekerjakan hanya ahli-ahli dengan kekhususan tertentu pada jabatan-jabatan tertentu dan membuat mereka bertanggung

14

(13)

jawab atas pelaksanaan tugas masing-masing secara efektif. Tingkat spesialisasi yang tinggi ini telah menjadi bagian dari kehidupan sosio-ekonomi kita, sehingga kita cenderung lupa bahwa hal ini merupakan inovasi birokratis yang relatif baru dan belum pernah ditemui di masa-masa lalu.15

2. Pengorganisasian kantor mengikuti prinsip hierarki; yaitu bahwa unit yang lebih rendah dalam sebuah kantor berada di bawah pengawasan dan pembinaan unit yang lebih tinggi”. Setiap pejabat yang berada dalam hierarki administrasi ini dipercayai oleh atasan-atasannya untuk bertanggung jawab atas semua keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh bawahannya maupun dirinya sendiri. Agar dapat mempertanggungjawabkan pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan bawahannya, ia diberi wewenang untuk mengatur nereca: ia mempunyai hak untuk memberi perintah-perintah, dan bawahan-bawahannya mempunyai kewajiban untuk mematuhinya.

3. Pelaksanaan tugas diatur oleh suatu “sistem peraturan-peraturan abstrak yang konsisten mencakup juga penerapan aturan-aturan ini di dalam kasus-kasus tertentu.” Sistem pedoman-pedoman ini dirancang untuk menjamin adanya keseragaman dalam pelaksanaan setiap tugas (terlepas dari berapapun banyaknya pegawai yang terlibat di dalamnya) dan untuk mengkoordinasikan tugas-tugas yang beraneka ragam. Peraturan dan perundang-undangan yang jelas memberi kejelasan tentang tanggung

15

(14)

jawab masing-masing anggota organisasi maupun tentang bagaimana menjalin hubungan antara satu sama lain.16

4. “Seorang pejabat yang ideal melaksanakan tugas-tugasnya dengan semangat ‘Sine ira et studio’ (formal dan tidak bersifat pribadi), tanpa perasaan-perasaan dendam atau nafsu dan oleh karena itu tanpa perasaan kasih sayang atau antusiasme. Agar pedoman-pedoman yang rasional bisa mempengaruhi jalannya pelaksanaan tugas tanpa dicampuri hal-hal yang bersifat pendirian pribadi, maka di dalam organisasi, seseorang harus menampilkan pendekatan yang tidak mempunyai ikatan. Jika seorang pejabat membiarkan di dalam dirinya berkembang perasaan-perasaan tertentu terhadap bawahan-bawahan atau klien-kliennya, ia akan menghadapi kesulitan untuk menghindar agar perasaan-perasaan tersebut tidak mempengaruhi dirinya dalam membuat keputusan-keputusan kedinasan. Sebagai akibat (dan seringkali tanpa disadarinya), mungkin saja seorang pejabat dalam hal-hal tertentu akan bersikap lunak dalam menilai pekerjaan salah satu bawahannya atau bersikap diskriminatif dengan melakukan pilih kasih di antara klien-klliennya. Pengempingan pertimbangan-pertimbangan pribadi dalam melaksanakan tugas-tugas kedinasan merupakan prasyarat untuk menghindarkan pilih kasih dan mengadakan efisiensi. Faktor-faktor yang membuat seorang pegawai pemerintah menjadi tidak populer di antara klien-kliennya (yaitu bersikap menjauhkan diri dan kurang memberi perhatian khusus terhadap mereka sebagai sesama manusia), sebenarnya justru merupakan keuntungan bagi

16

(15)

klien-klien. Tidak adanya perhatian (disinterestedness) dan tidak adanya kepentingan pribadi berjalan seiring. Seorang pejabat yang tidak menjaga jarak sosial dan akhirnya mempunyai perhatian yang bersifat pribadi terhadap masalah-masalah yang dihadapi kliennya, cenderung melakukan pilih kasih dalam melayani klien-kliennya; tergantung pada klien mana yang lebih disenanginya. Menjauhkan hubungan-hubungan yang bersifat pribadi mendorong untuk memperlakukan semua orang secara adil, dan oleh karena itu menumbuhkan demokrasi dalam administrasi (pemerintahan).17

5. Pekerjaan dalam suatu organisasi birokratis didasarkan pada kualifikasi teknis dan dilindungi dari kemungkinan pemecatan oleh sepihak. “Pekerjaan dalam suatu organisasi birokratis mencakup suatu jenjang karir serta terdapat suatu ‘sistem kenaikan pangkat’ yang didasarkan atas senioritas atau prestasi maupun gabungan antara keduanya”. Kebijaksanaan-kebijaksanaan kepegawaian ini, yang tidak hanya ditemui pada organisasi-organisasi pemerintah (civil serviece) tetapi juga di dalam perusahaan-perusahaan swasta, mendorong pertumbuhan rasa kesetiaan terhadap organisasi serta rasa ikatan sebagai satu korps (espirit de corps) di antara sesama anggota. Dengan mengaitkan pegawai-pegawai secara terus menerus kepada organisasi, akan memberi motivasi kepada mereka untuk lebih mempergiat usaha mencapai kepentingan-kepentingan organisasi. Selain itu juga dapat menumbuhkan kecenderungan di dalam

17

(16)

diri mereka untuk berfikir bahwa mereka merupakan kelas tersendiri yang terpisah dan lebih unggul daripada anggota-anggota masyarakat lainnya.18 6. “Pengalaman, secara universal cenderung mengungkapkan bahwa tipe

organisasi administratif yang murni berciri birokrasi dilihat dari sudut pandang yang semata-mata bersfat teknis, mampu mencapai tingkat efisiensi yangt tertinggi”. “Perbedaan antara mekanisme birokratis yang telah berkembang secara penuh dengan organisasi-organisasi lainnya adalah ibarat mesin dengan cara-cara produksi yang nonmekanis’. Birokrasi mengatasi masalah menondol dalam organisasi, yakni bagaimana memaksimalkan efisiensi dalam organisasi – jadi tidak hanya mengatasi masalah-masalah individu-individu saja.19

Efisiensi administratif yang sangat unggul dari birokrasi merupakan hasil yang diharapkan dari berbagai ciri birokrasi sebagaimaan yang digarisbawahi oleh Weber. Agar seseorang dapat bekerja secara efisien, ia harus memiliki keahlian-keahlian tertentu dan mengharapkannya secara giat dan rasional, akan tetapi untuk suatu organisasi prasyaratannya lebih banyak lagi. Setiap anggota harus ahli dalam keterampilan tertentu untuk dapat menjalankan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya. Inilah maksud dari diadakannya spesialisasi serta penerimaan pegawai yang didasarkan atas kualifikasi teknis, dan yang sering diharapkan pada berbagai ujian-ujian objektif. Akan tetapi, para ahli pun tidak terlepas dari pertimbangan-pertimbangan pribadi dalam membuat keputusan yang rasional.

18

Blau dan Meyer, Birokrasi dalam Masyarakat Modern, hal. 30

19

(17)

Walaupun tidak secara terang-terangan mengatakannya, Weber menyajikan suatu analisis fungsional tentang birokrasi. Dalam tipe analisis tersebut, suatu struktur sosial dijelaskan dengan cara menunjukkan bagaimana setiap unsurnya mempunyai peranan dalam mempertahankan keutuhannya serta dalam pelaksanaan tugas secara efektif. 20

C. Sistem Pembinaan Karir Birokrasi Di Indonesia

Peningkatan kualitas kebijakan publik pada gilirannya akan meningkatkan citra aparatur negara itu sendiri. Meskipun demikian, sejalan dengan penyempurnaan di bidang perumusan kebijakan publik, perlu pula dirumuskan secara lebih jelas strategi untuk meningkatkan aparatur negara. Apabila berbaicara mengenai strategi peningkatan aparatur negara, maka secara fundamental tidak bisa melepaskan diri dari upaya peningkatan profesionalisme aparatur negara melalui proses pengadaan, pembinaan, hingga pensiun. Ketiga variabel ini merupakan satu kesatuan yang interdependensi dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Sejak pelita IV Kantor Menpen (Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara) telah memantapkan sistem pembinaan karir pegawai yang memberi perhatian cukup besar pada tahap pengadaan pegawai. Masalah pengadaan atau rekruitmen merupakan masalah yang sangat vital. Bila proses rekruitmen berjalan dengan baik, secara teoritis akan dapat dijaring calon-calon pegawai bermutu dan qualified. Sebaliknya, jika proses rekruitmen tidak baik, maka akan didapat

calon-calon pegawai atau pegawai yang tidak memenuhi syarat, dan sebagai akibatnya,

20

(18)

pemerintah akan menanggung beban selama pegawai tersebut berdinas, bahkan sampai pensiun. Oleh karena itu, sistem rekruitmen pegawai negeri (PNS) perlu terus menerus dibenahi sehingga pelaksanaannya dapat berjalan sebagaimana seharusnya. Kemudian, program pendidikan awal bagi PNS yang kita kenal dengan Program Pelatihan Prajabatan yang menitikberatkan pada keseimbangan antara pelatihan fisik, mental, dan disiplin, perlu terus dimantapkan dan ditingkatkan kualitasnya. Melalui program ini diharapkan terbentuk aparatur yang berwawasan luas dan berdisiplin tinggi serta didukung oleh fisik yang sehat.

Dari segi pembinaan yang meliputi pembinaan karir, diklat, dan peningkatan kesejahteraan, pembinaan PNS adalah suatu proses yang berlangsung terus menerus hingga PNS tersebut memasuki masa purnabakti. Proses pembinaan karir dan diklat meliputi dua aspek, yaitu:

1. Melalui pola diklat umum maupun teknis fungsional

(19)

PNS tersebut dan pada akhirnya akan mengganggu tingkat produktivitas aparatur.21

Hal ini tentu saja diharapkan agar para pejabat yang sudah mendapat berbagai macam pelatihan tersebut dapat meningkatkan kinerjanya, sehingga dapat memberikan yang terbaik bagi negara dan bangsanya. Dan uang negara yang digunakan untuk membiayai mereka tidak terbuang begitu saja, apa lagi hanya sekedar untuk bagi-bagi jatah.

Upaya pemerintah meningkatkan kesejahteraan dengan melakukan penyesuaian gaji secara bertahap sesuai dengan kondisi keuangan negara. Disamping kesejahteraan berupa materi, pemerintah juga berupaya memberikan kemudahan PNS untuk memperoleh haknya seperti penyerdehanaan prosedur kenaikan pangkat, penerimaan gaji, pensiun, dan proses pemberian penghargaan bagi yang berprestasi, maupaun penghargaan otomatis bagi PNS yang telah mengabdikan diri selama kurun waktu tertentu. Upaya peningkatakn kesejahteraan tersebut harus dibarengi dengan peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat.22

21

T.B. Silalahi, “Membangun Sosok Aparatur Profesional dalam Kompetisi Global”, dalam J.B. Kristiadi, et.all., Pemberdayaan Birokrasi Dalam Pembangunan, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1998), hal. 53-54.

22

(20)

BAB III

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Suku Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi Jakarta Barat Keberadaan Suku Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi Jakarta Barat sejak otonomi daerah digulirkan 1998/1999. Di tingkat dinas adalah Dikmenti atau Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi, sedangkan di tingkat kecamatan seksi Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi Kecamatan. Sebelum bergulirnya otonomi daerah, nama dinas ini berganti-ganti sesuai dengan menteri yang menjabat dinas ini. Ada Depdikbud, Depdiknas, dan lain sebagainya.

Otonomi di DKI tidak seperti daerah lainnya. Otonomi daerah ada UU nomor 34 tentang ibukota Negara, otonominya bersifat administratif. Hal ini menjadikan para pejabat di lingkungan DKI adalah eselon III, beda dengan pejabat di daerah yang merupakan eselon II. Dinas pendidikan di Tangerang, Bekasi itu eselon II.

Suku Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi tugasnya menyelenggarakan pendidikan formal, nonformal, dan informal.

VISI

Mejadika system layanan pendidikan menengah, luar sekolah dan luar biasa sesuai kebutuhan masyarakat sekolah dan luar biasa sesuai kebutuhan masyarakat secara demokratis, adil, mandiri dan berkualitas

MISI

(21)

2. Mengupayakan terwujudnya system pendidika yang dapat mengembangkan kepribadian yang dinamis, kreatif, dan berdaya saing global.

3. Meningkatkan peran pedidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan dalam rangka pembetukan kepribadian.

4. Mengembangkan kemajuan membaca dan menulis menuju terwujudnya masyarakat belajar (learning society)

B. Struktur Organisasi

Struktur organisasi yang terdapat di Suku Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi Jakarta Barat beserta tugas dan wewenangnya terdapat dalam Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 21 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi Propinsi Daerah Khusus

Ibukota Jakarta. Adapun bunyi Surat Keputusan tersebut adalah sebagai berikut:

Bagian kedua belas

Suku dinas pendidikan menengah dan tinggi Pasal 31

(1) Di setiap Kotamadya dibentuk Suku Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi.

(2) Suku Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi dimpimpin oleh seorang Kepala Suku Dinas

(22)

Pasal 32

(1) Suku Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi mempunyai tugas melaksanakan pembinaan dan pengendalian penyelenggaraan pendidikan menengah, pendidikan luar sekolah dan pendidikan luar biasa sesuai kebijakan teknis yang telah ditetapkan Kepala Dinas dan kebijakan operasional oleh Walikotamadya yang bersangkutan.

(2) Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Suku Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi mempunyai fungsi:

a. penyusunan rencana dan program kerja;

b. pelaksanaan program pembinaan dan pengendalian penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan SMU, SMK, pendidikan luar biasa, pendidikan luar sekolah, tenaga kependidikan, sarana prasarana pendidikan dan akreditasi.

c. Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan SMU, SMK, pendidikan luar biasa, pendidikan luar sekolah, tenaga kependidikan, sarana prasarana pendidikan dan akreditasi.

d. Pembinaan dan pengendalian kegiataan kesiswaan SMU dan SMK;

e. Pembinaan pemberdayaan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan dan pengelolaan SMU dan SMK;

(23)

g. Pelaksanaan dan pengendalian pemberian bantuan/subsidi kepada lembaga pendidikan swasta;

h. Penyelenggaraan penerimaan siswa baru SMU dan SMK i. Pengelolaan administrasi, ketatausahaan dan perlengkapan.

Pasal 33

(1) Suku Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi terdiri dari: a. Kepala Suku Dinas;

b. Subbagian Tata Usaha;

c. Seksi Pendidikan Sekolah Menengah Umum; d. Seksi Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan; e. Seksi Pendidikan Luar Sekolah;

f. Seksi Tenaga Kependidikan; g. Seksi Sarana Prasarana Pendidikan;

h. Seksi Pendataan, Penyusunan Program, Pemantauan dan Akreditasi.

(2) Subbagian dipimpin oleh seorang Kepala Subbagian dan tiap seksi dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas.

(24)

d. melaksanakan urusan kepegawaian; e. melaksanakan urusan keuangan.

(2) Seksi Pendidikan Sekolah Menengah Umum mempunyai tugas:

a. mengumpulkan, mengolah dan menyajikan data dan informasi tentang pendidikan SMU;

b. menyusun bahan usulan untuk penetapan kebijakan teknis operasional pengelolaan SMU;

c. menusun bahan usulan program pembinaan manajemen SMU;

d. melaksanakan pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan dan pengelolaan SMU;

e. membina dan mengevaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum dan system pengujian pendidikan SMU;

f. membina dan mengevaluasi terhadap pelaksanaan dan pemberdayaan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan SMU;

g. membina dan mengevaluasi pendayagunaan sarana pendidikan SMU; h. menyusun bahan rekomendasi untuk izin pendirian, pengembangan dan

penutupan SMU;

i. melaksanakan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan program kesiswaan SMU;

j. melaksanakan program penerimaan siswa baru SMU.

(25)

a. mengumpulkan, mengolah dan menyajikan data dan informasi tentang pendidikan SMK;

b. menyusun bahan usulan untuk penetapan kebijakan teknis operasional pengelolaan SMK;

c. menusun bahan usulan program pembinaan manajemen SMK;

d. melaksanakan pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan dan pengelolaan SMK;

e. membina dan mengevaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum dan system pengujian pendidikan SMK;

f. membina dan mengevaluasi terhadap pelaksanaan dan pemberdayaan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan SMK;

g. membina dan mengevaluasi pendayagunaan sarana pendidikan SMK; h. menyusun bahan rekomendasi untuk izin pendirian, pengembangan dan

penutupan SMK;

i. melaksanakan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan program kesiswaan SMK;

j. melaksanakan program penerimaan siswa baru SMK.

(4) Seksi Pendidikan Luar Sekolah mempunyai tugas:

(26)

b. menyusun bahan usulan untuk penetapan kebijakan teknis operasional pembinaan dan pengembangan program pembinaan pendidikan luar sekolah, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan berkelanjutan;

c. melaksanakan pembinaan manajemen program pembinaan pendidikan luar sekolah, pendidikan kesetaraan serta pendidikan berkelanjutan;

d. menyusun rencana program pembinaan pendidikan luar sekolah, pendidikan kesetaraan dan pendidikan berkelanjutan.

e. Melaksanakan koordinasi terhadap pelaksanaan rencana program pembinaan pendidikan luar sekolah, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan berkelanjutan;

f. Melaksanakan penerbitan izin operasional pembukaan pengembangan dan penutupan lembaga pendidikan luar sekolah;

g. Melaksanakan pemantauan, evaluasi dan pelaporan terhadap pelaksanaan rencana program, pembukaan, pengembangan dan penutupan pendidikan luar sekolah;

h. Pembinaan dan pengembangan PKBM.

(5) Seksi Tenaga Kependidikan mempunyai tugas:

a. melaksanakan pengumpulan, pengolahan dan penyajian data dan informasi tentang tenaga kependidikan;

(27)

c. menyusun rencana program pembinaan karir, disiplin dan kesejahteraan, peningkatan mutu profesionalisme dan pengendalian kebutuhan tenaga kependidikan;

d. melaksanakan rencana program pembinaan karir, disiplin dan kesejahteraan, peningkatan mutu profesionalisme dan pengendalian kebutuhan tenaga kependidikan;

e. melaksanakan penilaian prestasi kerja tenaga kependidikan dan penetapan jabatan fungsional tenaga kependidikan;

f. melaksanakan pemantauan, evaluasi dan pelaporan terhadap pelaksanaan rencana program pembinaan karir, disiplin dan kesejahteraan, peningkatan mutu profesionalisme dan pengendalian kebutuhan tenaga kerja kependidikan, serta penilaian prestasi kerja tenaga kependidikan dan penetapan jabatan fungsional tenaga kependidikan.

(6) Seksi Sarana Prasarana Pendidikan mempunyai tugas:

a. menyusun rencana program perencanaan kebutuhan, pengadaan, pendayagunaan, pemeliharaan dan perawatan serta inventarisasi tanah, gedung, perabot, peralatan teknis dan peralatan kantor, fasilitas pendidikan dan sumber belajar pendidikan;

(28)

c. melaksanakan pembinaan manajemen pendayagunaan sarana-prasarana pendidikan Sekolah Umum, Sekolah Menengah Kejuruan dan Lembaga Pendidikan Luar Sekolah;

d. melaksanakan pemantauan, evaluasi dan pelaporan terhadap pelaksanaan rencana program.

(7) Seksi Pendataan, Penyusunan Program, Pemantauan dan Akreditasi, mempunyai tugas:

a. melaksanakan pengumpulan, pengolahan, penyajian data dan informasi pendidikan menengah, pendidikan tinggi, pendidikan luar biasa dan pendidikan luar sekolah di tingkat Kotamadya;

b. melaksanakan pengkoordinasian penyusunan rencana program;

c. menyusun rencana program pendataan, pemantauan, evaluasi dan akreditasi pendidikan menengah, pendidikan luar biasa dan pendidikan luar sekolah;

d. melaksanakan pemantauan, evaluasi dan pelaporan terhadap pelaksanaan rencana program Subbagian dan seksi;

e. melaksanakan kegiatan akreditasi pendidikan menengah, pendidikan luar biasa dan pendidikan luar sekolah.23

Sedangkan para pejabat di lingkungan Suku Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi Jakarta Barat adalah sebagai berikut:

1. Kepala Suku Dinas:

Drs. H. Abdul Hamid, M.Si

23

(29)

2. Subbagian Tata Usaha: Drs. Supiyan, M.Si

3. Seksi Pendidikan Sekolah Menengah Umum: Dra. Hj. Rahmawaty

4. Seksi Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan Drs. H. Mashuri

5. Seksi Pendidikan Luar Sekolah: Dra. Hj. Soenayah

6. Seksi Tenaga Kependidikan H. UD. Arsadi, S.Pd

7. Seksi Sarana Prasarana Pendidikan: Drs. Abdillah

8. Seksi Pendataan, Penyusunan Program, Pemantauan dan Akreditasi: Drs. Usman

C. Pejabat dan Status Sosial

(30)

Pada dasarnya untuk menambah pengetahuan dan keterampilan dalam memperlancar pelaksanaan tugasnya, PNS diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengikuti diklat, baik jangka pendek maupun jangka panjang, bahkan hingga mencapai gelar doctor (S-3). Diklat tersebut selain harus senantiasa ditingkatkan sesuai dengan tuntutan dinamika pembangunan juga perlu diupayakan suatu pola yang memungkinkan pemanfaatan PNS hasil diklat tersebut tidak termanfaatkan dengan optimal dan bahkan tidak berkaitan sama sekali dengan pola karir yang ada. 24

Masyarakat Indonesia masih memandang para pejabat public ini sebagai salah satu profesi yang prestisius dibandingkan dengan profesi lain. Hal ini mengingat bahwa para pegawai negeri sipil terjamin kehidupannya dengan adanya masa pension. Sehingga tidak mengherankan jika setiap dibuka angkatan baru PNS, peminatnya sangat banyak melebihi kapasitas yang dibutuhkan. Bahkan tak jarang terdengar kabar, ada orang-orang yang menempuh jalan yang tidak diperbolehkan untuk dapat menjadi seorang PNS.

Anggapan masyarakat bahwa menjadi seorang PNS akan terjamin hidupnya di masa yang akan datang, tidak seimbang dengan posisi yang ditawarkan oleh pemerintah. Sehingga membuat daya saing dalam memperebutkan posisi ini semakin sengit. Banyak sekali masyarakat yang berulang-ulang kali mengikuti seleksi calon pegawai negeri sipil, dengan harapan suatu saat kelak mereka akan diterima. Padahal masih banyak sector lain yang dapat dijadikan pekerjaan dan dapat menopang kebutuhan hidup masyarakat.

24

(31)

Sector-sektor informal dianggap kurang menjanjikan karena tidak ada tunjangan dan masa pension sebagaimana para pegawai negeri. Masyarakat berlomba-lomba untuk mengikuti seleksi dan tidak memikirkan bagaimana untuk berwiraswasta.

D. Masyarakat dan Pelayanan Birokrasi

Pendidikan adalah kebutuhan dasar setiap manusia. Dengan pendidikan seseorang dapat menjalani hidup dengan lebih baik. Maka pemerintah tidak bosan-bosannya menggalakkan wajib pendidikan 9 tahun untuk meningkatkan sumber daya manusia yang ada.

Dalam rangka mencapai tujuan ini, berbagai program digulirkan oleh pemerintah demi terciptanya masyarakat yang berpendidikan. Program BOS (Bantuan Operasional Sekolah) memungkinkan warga Negara Indonesia untuk bersekolah secara gratis. Penduduk dari golongan miskin adalah sasaran utama dari program ini.

Selain itu, berbagai Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) berdiri untuk mengakomodir masyarakat yang ingin tetap melanjutkan pendidikan mereka meski sudah berumur. Demikian juga berbagai kursus keterampilan yang ada, juga untuk memberikan pendidikan alternatif bagi masyarakat.

(32)

pendidikan, baik yang formal, nonformal, maupun informal dapat mendatangi Sudin Dikmenti untuk mengurusnya.

Berdasarkan wawancara penulis dengan Kepala Tata Usaha Sudin Dikmenti Jakarta Barat, proses pendirian suatu lembaga pendidikan tidaklah sulit. Hanya saja terkadang sosialisasi yang kurang yang membuat masyarakat kurang mengerti tentang prosedur ini. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Drs. Supiyan, M.Si:

Selama ini pelayanan yang kami berikan cukup baik. Hanya saja terkadang ada masyarakat yang kurang tahu sehingga mereka kesulitan mengurusnya. Hal ini ditambah sosialisasi yang kurang. Misalnay dulu ada aturan mengenai penyelenggara pendidikan yang mewajibkan harus badan perseoran atau yayasan dan masyarakat tidak tahu bahwa sudah ada perubahan aturan itu, sehingag mereka masih ragu untuk mendirikan suatu lembaga pendidikan. Kalau sekarang sudah bisa dimaklumi kok.25

Sulitnya pelayanan birokrasi di Indonesia tidak terlepas dari anggapan masyarakat bahwa para pegawai negeri sipil kurang disiplin dalam menjalankan tugas mereka. Anggapan masyarakat mengenai para pegawai negeri yang sering kali tidak berada di kantor meskipun jam kerja belum usai, membuat mereka harus datang ke kantor pada pagi hari, meskipun jam kerja seharusnya usai pada pukul 4 sore. Karena jika masyarakat datang setelah istirahat makan siang, mereka tidak akan menemukan para pegawai tersebut.

Anggapan tersebut diatas dibantah oleh Drs. Supiyan, M.Si, selaku kepala Tata Usaha Sudin Dikmenti Jakarta Barat, sebagaimana yang diungkapkannya:

Khusus untuk pemda DKI, saya menampik tuduhan itu. Malahan di DKI itu kekurangan orang. Jadi kalau ada tenaga pegawai negeri baca Koran itu tidak sempat. Untuk menanggulangi itu, volume penerimaan PNS di DKI sangat lamban. Tapi di satu sisi untuk guru sangat kurang. Pemda DKI mengangkat pegawai tidak tetap, kalau pegawai langsung tidak boleh. Masing-masing unit secara tidak resmi mengangkat tenaga Bantu, harus

25

(33)

resmi dari Gubernur. Yang tanggung jawab ya masing-masing unit tanpa ada SK. Sekarang ada kebijakan Gubernur tentang abensi yang menggunakan komputer dengan menggunakan sidik jari. Ditambah dengan absent bantuan. Ini ditunjang dengan dana kesra. Ada TPP, Tunjangan Penghasilan Pegawai. Kalau tidak masuk, tunjangan ini dikurangi. Kalau satu hari tidak masuk dikurangi 25000. Kenapa di sini masih ada meja yagn kosong? Itu bukan berarti tidak datang. Karena ada juga pengawas sekolah sekitar 14. satu orang membawahi antara 8 – 15 sekolah. Di sini hanya hadir, lalu keliling. Sebelum pulang, mereka absent lagi ke kantor. Sedangkan untuk melayani masyarakat sehari-hari ada yang piket. Dalam rangka melaksanakan program, supaya efektif, berbagai pelatihan di adakan di luar kota, biar tidak gampang pulang.26

Pelayanan publik merupakan salah satu bentuk pelayanan pemerintah kepada rakyat. Dengan semakin baiknya pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat, maka semakin baik pula pelayanan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat. Demikian juga sebaliknya.

26

(34)

BAB IV

AGAMA DAN BIROKRASI

A. Motivasi Kerja Para Pejabat Birokrasi di Lingkungan Suku Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi Kali Deres Jakarta Barat

Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut sistem pemerintahan republik di mana pimpinan negaranya adalah seorang presiden. Untuk mempermudah pekerjaan presiden ini ditunjuk menteri-menteri yang mengepalai departemen. Seperti misalnya departemen agama, pendidikan, pariwisiata dan lain sebagainya.

Sebagai pejabat di suku dinas, seseorang harus dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik untuk kemajuan pendidikan di Indonesia. Mereka adalah pegawai negeri yang mendapat gaji dari pemerintah melalui APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) yang rutin diberikan setiap bulannya. Belum termasuk tunjangan kesehatan, tunjangan anak, pensiun dan tunjangan-tunjangan lainnya berdasarkan jabatan.

Para pegawai negeri ini mempunyai motivasi dan latar belakang yang berbeda-beda saat ditanyakan kepada mereka kenapa memilih bekerja di suku dinas ini. Salah seorang informan, M mengatakan:

“Tujuan saya bekerja di sini ada tiga, pertama mengabdi kepada Negara, kedua mencari nafkah, dan ketiga karena dekat dengan tempat tinggal.”27

27

(35)

Bekerja di tempat yang dekat dengan tempat tinggal memang mempunyai keuntungan tersendiri. Selain menghemat biaya, hal yang tak kalah pentingnya adalah menghemat waktu. Kondisi ibukota yang semakin hari semakin padat menjadikan jarak tempuh dari satu tempat ke tempat lain menjadi semakin lama. Kondisi lalu lintas menjadi salah satu penyebab terjadinya pemborosan waktu dalam beraktivitas dan dapat menurunkan produktivitas.

Bagi sebagian pegawai yang tempat kerjanya jauh dari tempat tinggal, mereka lebih memutuskan untuk indekos agar dapat menghemat waktu, tenaga, dan biaya.

Adapun informan S mengungkapkan bahwa motivasinya bekerja di lingkungan Suku Dinas Pendidikan Tinggi dan Menengah adalah untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. Sebagaimana yang diungkapkannya kepada penulis:

“Tujuan saya bekerja di sini adalah untuk memperoleh kehidupan yang lebih layak.”28

Memang tujuan seseorang bekerja adalah untuk mendapatkan penghidupan yang layak. Di samping itu juga untuk mencari nafkah sebagai upaya untuk mempertahankan hidup dan keturunan.

Hal senada juga diungkapkan oleh informan J. Motivasinya bekerja di Suku Dinas Pendidikan Tinggi dan Menengah adalah untuk mencari nafkah dan memperoleh penghidupan yang lebih layak. Seperti yang diungkapkannya:

“Tujuan saya bekerja di sini adalah untuk mencari nafkah dan mendapatkan penghidupan yang lebih layak. Karena zaman sekarang mencari pekerjaan dengan upah tinggi sangat susah.”29

28

Wawancara pribadi dengan S, Jakarta, tanggal 6 Juli 2007

29

(36)

Kondisi perekonomian Indonesia dengang tingkat pertumbuhan yang rendah membuat sebagian besar penduduknya banyak mengharapkan untuk mendapatkan pekerjaan yang dapat menjamin kehidupan mereka. Jaminan tersebut bisa berupa berbagai tunjangan, baik tunjangan pendidikan, kesehatan, maupun tunjangan di hari tua. Salah satu profesi yang memberikan fasilitas tersebut adalah pegawai negeri sipil (PNS). Tidak mengherankan bila dalam setiap seleksi perekrutan pegawai negeri baru peminatnya sangat banyak dan bahkan jauh melebihi kapasitas yang disediakan.

Selain berbagai fasilitas yang diberikan oleh negara, PNS juga mendapatkan tempat tersendiri di kalangan masyarakat. Profesi ini dianggap sebagai salah satu profesi yang memberikan stutus sosial yang tinggi di masyarakat mengingat sulitnya menjadi seorang PNS.

Selain ingin memperoleh penghidupan yang layak, bekerja sebagai PNS di Suku Dinas Pendidikan Tinggi dan Menengah, seseorang dapat mempraktekkan ilmu yang ia peroleh di sekolah dan juga dapat menambah pengalaman baru dalam hidupnya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh IS:

“Tujuan saya bekerja di sini adalah untuk menambah pengalaman yang berbeda.”30

Manusia adalah makhluk yang diberi karunia oleh Allah SWT dengan akal pikiran. Dengan demikian, manusia dapat menilai segala sesuatu dengan akalnya, apakah hal tersebut baik untuk dirinya atau buruk? Demikian juga dengan hal pekerjaan. Dalam setiap pekerjaan terdapat pengalaman baru yang mungkin sebelumnya belum pernah dirasakan dan dialami oleh manusia. Dengan menekuni pekerjaan tersebut, seseorang akan mendapatkan pengalaman yang baru.

30

(37)

Selain menambah pengalaman baru, bekerja di Suku Dinas Pendidikan Tinggi dan Menengah juga dapat menambah wawasan ilmu dan meningkatkan karir. Sebagaimana yang diungkapkan oleh EW

“Saya bekerja di sini untuk menambah wawasan ilmu yang saya miliki serta untuk meningkatkan karir. Dengan meningkatnya karir, tentu penghasilan juga akan semakin meningkat dan pengetahuan saya juga akan semakin bertambah.”31

Bekerja sebagai seorang pegawai negeri memang membutuhkan pengetahuan dan wawasan yang tinggi. Dengan pengetahuan yang ada, seseorang dapat memperoleh pengetahuan baru di tempat kerja. Banyak hal baru yang dapat ditemui di tempat bekerja. Juga dengan banyaknya rekan kerja, semakin menambah pengetahuan dan wawasan yang dimiliki seseorang.

Dalam hidup, ilmu tidak akan pernah habis-habisnya untuk terus dipelajari dan diketahui. Semakin banyak ilmu yang diperoleh, seseorang akan semakin menyadari bahwa ia semakin bodoh karena ilmu Allah SWT begitu luasnya.

B. Budaya Pejabat Birokrasi

Sebagai salah satu elemen dalam menjalankan negara, pejabat birokrasi memiliki peranan yang cukup penting dalam menjalankan kewajibannya. Mereka diharapkan dapat memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya terhadap masyarakat.

Suku Dinas Pendidikan Tinggi dan Menengah mempunyai peran untuk memberikan dan mengatur jalannya pendidikan di tingkat tingg dan menengah. Para pejabat yang mengemban amanat tersebut mempunyai tanggung jawab untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan.

31

(38)

Proses perkembangan dan pemajuan pendidikan di Indonesia, khususnya di Jakarta lebih baik bila dibandingkan di daerah-daerah lain. Berbagai fasilitas dan akses diperoleh lebih cepat dan lebih efisien. Seharusnya proses perkembangan dan pemajuan tersebut lebih cepat lagi.

Namun ada beberapa kendala yang menghambat proses tersebut. Beberapa di antaranya adalah budaya yang ada di lingkungan para pejabat birokrasi. Sering kali para pejabat birokrasi di Indonesia tidak menjalankan pekerjaannya dengan sepenuh hati. Mereka menganganggap bahwa apapun yang terjadi tidak akan meningkatkan karir mereka jika tidak disertai dengan “usaha-usaha” tertentu. Hal ini sudah menjadi rahasia umum, bahwa bila ingin mendapatkan suatu jenjang karir yang lebih tinggi, seseorang harus melakukan “usaha-usaha” tertentu.

Anggapan masyarakat mengenai hal di atas bisa benar dan bisa juga salah. Karena tidak semua pejabat birokrasi mempunyai budaya demikian. Berbagai godaan yang terdapat dalam menjalankan pekerjaan bisa diatasi dan juga bisa membuat seseorang ikut di dalamnya. Seperti yang diungkapkan oleh informan J:

“Dalam menghadapi berbagai godaan yang ada dalam pekerjaan saya berpegang pada aturan. Hidup harus berpegang pada aturan, contohnya: terhadap iming-iming yang ditawarkan oleh oknum dalam suatu proyek, bila tidak kuat iman dan berpegang pada prinsip, maka akan dengan mudah terpengaruh dan ikut menjadi bagian dari permainan itu.”32

Apa yang disampaikan oleh informan J sejalan dengan pendapat yang disampaikan oleh Glock dan Stark yang memberikan indikator untuk dapat mengukur tingkat religiusitas seseorang yang salah satunya dalah keterlibatan ideologis, yaitu tingkatan sejauh mana orang menerima hal-hal yang dogmatis

32

(39)

dalam agama mereka. Salah satu dogma dalam Islam adalah bahwa korupsi itu dilarang.

Demikian halnya dengan informan S, yang mengatakan bahwa untuk menghadapi cobaan yang ada dalam pekerjaan, seseorang harus berpegang pada aturan agama disertai dengan permohonan perlindungan kepada Tuhan. Seperti yang diungkapkannya:

“Untuk mengatasi godaan tersebut, kita harus berpegang pada ajaran agama yang kita anut. Dengan berpegang pada aturan agama tersebut, disertai terus memohon perlindungan kepada Tuhan, saya yakin akan dapat mengatasi berbagai godaan yang ada. Hanya saja manusia terkadang khilaf atau lupa sehingga mereka dengan begitu mudahnya tergoda untuk melakukan hal-hal yang dilarang oleha gama. Seperti misalnya korupsi, kolusi dan nepotisme.”33

Dengan demikian, peran agama dalam membentengi seseorang untuk melakukan perbuatan yang tidak diperbolehkan agama berjalan. Agama memberikan rambu-rambu mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Sehingga manusia memiliki pedoman dalam hidup agar dapat selamat di dunia dan di akhirat.

C. Praktek Keberagamaan dan Implikasinya dalam Kinerja Para Pejabat Birokrasi

1. Keyakinan

Sebagai Negara yang mendasarkan asasnya kepada Pancasila, Indonesia mewajibkan setiap warga negeranya untuk memeluk suatu agama sesuai dengan keyakinannya. Seseorang tidak diperkenankan untuk tidak beragama atau tidak percaya kepada Tuhan (komunis). Namun demikian,

33

(40)

Negara memberikan keleluasaan kepada warganya dalam menentukan agama apa yang akan dipeluk.

Pegawai negeri sipil, sebagai salah satu komponen pemerintah, diharapkan dapat memberikan tenaga dan pikirannya kepada pemerintah dengan bekerja sesuai dengan bidang dan jabatan masing-masing. Hal ini mengingat mereka mendapatkan gaji dari pemerintah yang sumbernya berasal dari beragai pajak dari rakyat.

Sebagai aparatur Negara, PNS juga diharuskan memeluk suatu agama. Mereka tidak diperkenankan untuk menjadi atheis (tidak percaya Tuhan), karena hal tersebut bertentangan dengan salah satu bunyi dari Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Mahas Esa.

Saat ditanyakan kepada para informan mengenai keyakinan mereka terhadap agama, seluruh informan memberikan jawaban bahwa mereka yakin terhadap agama. Tidak ada seorang informan pun yang tidak yakin terhadap keberadaan agama.

Hal ini menunjukkan bahwa bagi PNS, agama diyakini sebagai sesuatu yang datang dari Tuhan dengan membawa ajaran-ajaran yang dapat menuntun manusia menjalani kehidupan di dunia dengan semestinya. Jika seseorang mengamalkan ajaran-ajaran yang terdapat dalam agama, hidupnya akan lebih tenang dan tenteram dibanding mereka yang jauh dari agama.

2. Ritual Ibadah

(41)

birokrasi juga dituntut untuk memberikan suri tauladan bagi masyarakat, baik dari segi sosial kemasyarakatan maupun dari segi agama.

Untuk menunjang keberagamaan para pejabat di lingkungan Suku Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi, disediakan sebuah masjid yang cukup besar. Para pejabat dianjurkan untuk melaksanakan ibadah shalat wajib di masjid tersebut. Namun jika berhalangan karena kesibukan dalam melayani masyarakat, di setiap lantai di gedung wali kota disediakan mushallah. Demikian juga dengan lantai 9 tempat kantor Sudin Dikmenti Jakarta Barat juga terdapat mushalla untuk melaksanakan ibadah sehari-hari.

Berkenaan dengan ritual ibadah, dari informan yang penulis wawancarai ada yang berpendapat bahwa mereka belum bisa melaksanakan ritual ibadah sepenuhnya. Seperti yang diungkapkan oleh informan A:

“Dalam melakukan ritual ibadah saya belum sepenuhnya melaksanakannya sesuai dengan yang diajarkan dalam agama. Terkadang ada rasa malas saat hendak melaksanakan ibadah tersebut.”34

Pendapat ini sejalan dengan pendapat Glock dan Stark yang mengukur tingkat religiusitas seseorang salah satunya adalah dengan melihat keterlibatan tingkat ritual, yaitu tingkat sejauh mana seseorang mengerjakan kewajiban ritual agama mereka.

Sedangkan informan EW mengaku senantiasa melaksanakan ritual ibadah meskipun dalam kondisi sibuk melayani masyarakat. Seperti yang diungkapkannya kepada penulis:

“Ya, sebisa mungkin saya menyempatkan diri untuk melaksanakan ibadah, khususnya shalat lima waktu. Hal ini karena menurut saya, ibadah adalah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh seorang hamba

34

(42)

Allah yang taat. Meskipun saya sibuk dalam melayani masyarakat, tapi jika saat shalat tiba saya melaksanakannya. Apalagi di lantai tempat saya bekerja juga disediakan mushalla.”35

Pernyataan di atas menunjukkan salah satu sikap pegawai Suku Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi Jakarta Barat dalam melaksanakan ibadah, dalam hal ini shalat lima waktu. Pegawai tersebut menganggap bahwa kewajiban salat tidak bisa dianggap ringan. Ia menganggap bahwa kewiban tersebut hendaknya sesegera mungkin ditunaikan, meskipun dalam kondisi yang sibuk dalam melayani masyarakat.

Hal yang hampir diungkapkan oleh informan IS. Ia menjelaskan bahwa jika tidak sempat melaksanakan shalat, khususnya shalat Asar di kantor, ia melaksanakannya di rumah. Seperti yang diungkapkannya:

“Ya. Saat kerja kita kan hanya melaksanakan shalat Dzuhur dan Asar. Shalat Dzuhur bertepatan dengan waktu istirahat makan siang. Jadi tidak ada kendala dalam melaksanakannya. Paling saat shalat Asar saja saya akan telat. Kadang kalau tidak sempat di kantor saya melaksanakannya di rumah. Kebetulan tempat tinggal saya kan tidak terlalu jauh dari tempat kerja. Tapi kalau waktu memungkinkan saya laksanakan di kantor, biar lebih afdhal.”36

Adapun informan J mengaku bahwa ia sering tidak tepat waktu dalam melaksanakan ritual ibadah karena mengedepankan pelayanan terhadap masyarakat. Namun jika berada di rumah, ia mengaku melaksanakan ibadah, khususnya shalat lima waktu tepat pada waktunya. Seperti yang diungkapkan J:

“Saya berusaha untuk melaksanakannya tepat waktu. Kalaupun tidak tepat waktu, ya saya kerjakan sendiri. Kalau di rumah memang lebih santai, karena tidak ada tuntutan kerja. Paling agak berat saat di kantor. Meskpun waktu sudah menunjukkan jam istirahat, tapi kalau ada masyarakat yang harus saya layani saat itu juga, saya lebih sering mendahulukan kepentingan masyarakat sehingga saya melaksanakan shalat Dzuhur agak telat. Hal yang sama juga saat pelaksanaan shalat Asar.”37

35

Wawancara pribadi dengan EW, Jakarta, tanggal 6 Juli 2007

36

Wawancara pribadi dengan IS, Jakarta, tanggal 6 Juli 2007

37

(43)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa para pejabat di lingkungan Suku Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi cukup rajin dalam menjalankan ritual ibadah meskipun berapa di antaranya sering telat karena melayani masyarakat.

3. Pengalaman Keagamaan

Pengalaman keagamaan pada masing-masing pemeluk agama berbeda-beda. Mereka mengalami berbagai kejadian yang berkaitan dengan agama dengan kejadian dan kondisi yang tidak sama. Beberapa di antara mereka ada yang mengalami bagaimana agama berperan dalam memberikan tuntunan dalam menghadapi berbagai resiko dalam pekerjaan, seperti kemungkinan untuk korupsi, tidak tepat waktu dan lain sebagainya.

Para pegawai negeri sipil di lingkungan Suku Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi Jakarta Barat mengaku bahwa mereka seringkali mengalami godaan dalam pekerjaan. Godaan tersebut berupa tawaran untuk melakukan perbuatan yang menjurus pada tindak korupsi. Namun mereka dapat menahan diri dari perbuatan tersebut karena ajaran agama melarang tindakan itu. Seperti yang diungkapkan oleh informan A:

“Memang seringkali ada kesempatan dan tawaran untuk melakukan tindak korupsi, baik melalui pengadaan barang maupun dengan melakukan kegiatan-kegiatan fiktif. Namun alhamdulillah saya masih ingat dengan ajaran agama yang melarang perbuatan itu. Sehingga saya bisa menghindari perbuatan yang bisa merugikan negara.”38

Kesempatan-kesempatan untuk melakukan tindak korupsi memang sering membuat seseorang melupakan ajaran agama. Mereka sudah tidak ingat

38

(44)

lagi tentang perbuatan yang tidak semestinya dilakukan karena tidak diperbolehkan agama. Jika keimanan seseorang berperan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam pekerjaan, kemungkinan untuk terjerumus ke dalam perbuatan yang dilarang agama kecil. Mereka akan senantiasa dijaga oleh pengetahuan mereka tentang hal-hal yang dilarang.

Salah satu alasan pegawai Sudin Dikmenti Jakarta Barat tidak melakukan tindak korupsi adalah mereka tidak ingin anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan dipengaruhi oleh makanan dan minumanan yang tidak halal. Sehingga mereka sangat berhati-hati untuk tidak melakukan tindak korupsi. Seperti yang diungkapkan oleh informan IS:

“Saya tidak ingin anak saya tumbuh besar dengan uang hasil korupsi. Karena dengan demikian, dalam tubuhnya mengalir darah yang berasal dari uang yang tidak halal. Saya yakin sesuatu yang tidak baik akan mempunyai pengaruh yang tidak baik pula. Maka, saya berusaha untuk tidak mengambil sesuatu yang bukan menjadi hak saya.”39

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengalaman keagamaan pegawai di Sudin Dikmenti Jakarta Barat yang berkenaan dengan bagaimana agama mempengaruhi mereka dalam bekerja sangat besar.

4. Pemahaman Keagamaan

Agama merupakan kebutuhan rohani bagi setiap manusia. Kebutuhan ini menyempurnakan kebutuhan dasar manusia secara biologis seperti makan, berkembang biak, pakaian, dan tempat tinggal. Untuk memenuhi kebutuhan biologis, manusia bekerja. Dengan bekerja manusia mendapatkan uang dan dapat membeli segala kebutuhan jasmaninya. Sedangkan untuk memenuhi

39

(45)

kebutuhan rohani manusia memerlukan agama yang mengajarkan bagaimana berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Kuasa.

Pejabat di lingkungan Suku Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi Jakarta Barat hampir 90% beragama Islam. Sehingga fasilitas yang disediakan oleh pemerintah untuk beribadah lebih banyak diperuntukkan untuk pejabat yang beragama Islam seperti pembangunan masjid serta adanya mushalla di setiap lantai di gedung Walikotamadya Jakarta Barat.

Pemahaman keagamaan para pejabat di lingkungan Sudin Dikmenti cukup beragam. Seperti pengertian agama yang diungkapkan oleh informan A, ia mengatakan bahwa:

“Agama berasal dari Tuhan dan untuk itu harus dijunjung tinggi. Agama memberikan ajaran dan pengarahan kepada manusia dalam menjalani hidup di dunia. Jika seseorang berpegang teguh kepada agama yang dianutnya, maka ia akan dapat menjalani kehidupan di dunia dengan selamat.”40

Pendapat di atas membuktikan bahwa agama adalah memang dapat menuntun manusia dalam menjalani kehidupan di dunia dengan selamat. Sebaliknya, jika seseorang tidak berpegang pada agama, ia tidak akan dapat menjalani kehidupan di dunia dengan selamat.

Hal yang hampir senada diungkapkan oleh informan E. baginya agama adalah kendali manusia dalam mengaruhi hidup. Seperti yang diungkapkannya:

“Agama adalah kendali kita dalam mengarhi kehidupan ini. Seerat kita memegangi kendali tersebut, maka seerat itu juga kita akan terjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan oleh agama.”41

40

Wawancara pribadi dengan informan A, Jakarta, tanggal 13 Juli 2007

41

(46)

Adapun informan IS mengatakan bahwa agama adalah aturan yang mengatur hubungan antara manusia dengan manusia dan manusia dengan Tuhannya. Seperti yang diungkapkannya:

“Agama ada untuk mengatur manusia, baik itu hubungan manusia dengan sesama manusia maupun hubungan manusia dengan Tuhannya. Dengan demikian dapat tercipta hubungan yang harmonis di antara kedua hubungan tersebut.”42

Sedangkan agama bagi informan M adalah sebagai ajaran yang dapat menyelamatkan manusia di dunia dan di akhirat. Seperti yang diungkapkannya:

“Agama merupakan ajaran dari Tuhan untuk memberikan tuntunan bagi manusia jika ingin selamat di dunia dan di akhirat. Jika tidak ingin selamat di dunia dan di akhiart, maka seseorang tidak perlu untuk beragama.”43

Demikian halnya yang diungkapkan oleh informan SN. Ia mengatakan bahwa agama menjadikan manusia dapat menjalani hidup dengan benar. Seperti yang diungkapkannya:

“Agama ada untuk mengatur manusia, sehingga manusia tidak bertindak sesuai dengan keinginan dan hawa nafsunya baik yang menyangkut urusan dunia maupun urusan akhirat. Dengan berpegang pada agama, hidup kita akan selamat.”44

Pendapat ini diperkuat oleh pernyataan dari informan S yang menyatakan bahwa agama berfungsi sebagai pengontrol segala tindakan dan perbuatan manusia. Sebagaimana yang diungkapkannya:

“Agama berfungsi sebagai pengontrol segala tindakan dan perbuatan kita. Agama memberikan peraturan apa yang boleh dan tidak boleh untuk dilakukan.”45

42

Wawancara pribadi dengan IS, Jakarta, tanggal 6 Juli 2007

43

Wawancara pribadi dengan M, Jakarta, tanggal 6 Juli 2007

44

Wawancara pribadi dengan SN, Jakarta, tanggal 6 Juli 2007

45

(47)

Agama yang dipahami oleh para pejabat di lingkungan Suku Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi Jakarta Barat diperoleh dari berbagai tempat, baik dari sekolah, keluarga, maupun mushalla atau masjid tempat mereka mengaji.

Informan A mengatakan bahwa ia memperoleh pendidikan agama dari sekolah formal dan non formal. Seperti yang diungkapkannya:

“Saya mendapatkan pendidikan agama dari pendidikan formal, seperti waktu di sekolah dan pendidikan non formal seperti misalnya mengaji di masjid, atau masjid taklim.”46

Sedangkan informan EW memperoleh pendidikan agama dari lingkungan keluarga yaitu dari kedua orang tuanya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh EW:

“Saya memperoleh pendidikan agama dari pendidikan yang ditanamkan oleh orang tua di rumah, guru di sekolah serta buku-buku yang saya baca.”47

Selain orang tua, ada informan yang mengaku mendapatkan ajaran agama dari guru agama yang mengajarinya di mushalla. Sebagaimana yang diungkapkan oleh S:

“Pertama dari orang tua yang mengajarkan ajaran tersebut di rumah, dan yang kedua dari guru agama. Saya memperoleh ajaran agama dari guru agama karena saya mengikuti pengajian yang diadakan di mushalla dekat tempat tinggal saya.”48

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa para informan mendapatkan ajaran agama dari sekolah, orang tua dan juga tempat mengaji seperti di mushalla, masjid maupun majlis taklim.

46

Wawancara pribadi dengan A, Jakarta, tanggal 13 Juli 2007

47

Wawancara pribadi dengan EW, Jakarta, tanggal 6 Juli 2007

48

(48)

5. Pengaruh Agama dalam Etos Kerja dan Kehidupan sehari-hari

Islam mengajarkan kepada umatnya untuk bekerja demi bekalnya hidup di dunia dan beribadah untuk bekalnya di akhirat. Antara dunia dan akhirat harus terjadi keseimbangan di antara keduanya. Dengan demikian seorang muslim diharapkan dapat menjalani kehidupan dunia dengan selamat dan mendapatkan balasan dari Tuhan dari kehidupan akhirat berupa surga.

Pekerjaan adalah salah satu cara manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dari sisi jasmani. Dengan bekerja manusia mendapatkan upah berupa uang yang dapat dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Profesi masyarakat dalam bekerja cukup beragama. Mereka melakukan pekerjaan sesuai dengan kemampuan dan keterampilan yang mereka miliki. Meskipun demikian banyak juga masyarakat yang bekerja tidak sesuai dengan jenjang pendidikan yang ditempuhnya.

Sebagai pejabat di lingkungan Suku Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi Jakarta Barat, para pegawai memahami bahwa mereka bekerja untuk pemerintah tidak lain adalah sebagai salah satu bentuk usaha mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup. Namun demikian, keberagaman yang mereka pahami dan kerjakan setidaknya memberikan pengaruh dalam pekerjaan mereka.

Informan A menganggap bahwa agama memberikan rambu-rambu atau pijakan dalam bekerja. Seperti yang diungkapkannya:

“Agama memberikan rambu-rambu atau pijakan agar tetap melaksanakan kewajiban sebagai bentuk tanggung jawab terhadap pekerjaan.”49

49

(49)

Hal ini diperkuat oleh pendapat informan EW yang mengatakan bahwa agama dapat menjaga seseorang dari perbuatan yagn dilarang di kantor. Sebagaimana yang diungkapkannya:

“Peran agama saat bekerja adalah kita menjadi lebih berhati-hati dalam menjalankan tugas juga dalam pergaulan di lingkungan kantor.”50 Pendapat ini diperkuat oleh informan J yang mengatakan bahwa agama menjaga manusia agar tidak terjerumus ke dalam hal-hal yang tidak diperbolehkan oleh agama. Sebagaimana yang diungkapkannya:

“Agama sebagai pegangan agar tidak terjerumus ke dalam hal-hal yang tidak diperbolehkan dalam agama, entah itu berbentuk penyelewengan, korupsi, ataupun disiplin waktu.”51

Peran agama dalam pekerjaan sangat dirasakan oleh para informan. Mereka menyatakan bahwa agama dapat menjaga mereka dari perbuatan yang dilarang oleh agama.

Peran agama dalam bekerja bagi para pejabat di lingkungan Suku Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi Jakarata Barat menimbulkan kesan yang baik bagi masyarakat. Pandangan masyarakat bagi para pejabat di Sudin Dikmenti Jakarta Barat cukup beragam. Seperti yang diungkapkan oleh informan IS:

“Menurut saya masyarakat menilai kita cukup baik. Karena selama ini belum ada keluhan dari masyarakat mengenai pelayanan yang diberikan oleh Sudin Dikmenti Jakarta Barat. Dan ini merupakan komitmen kita untuk memberikan yang terbaik untuk masyarakat.”52 Sedangkan menurut informan SU, pandangan masyarakat tergantung kepada pejabat itu sendiri. Bila pejabat tersebut tidak korupsi, maka pandangan masyarakat akan baik. Namun sebaliknya, jika praktek korupsi

50

Wawancara pribadi dengan EW, Jakarta, tanggal 6 Juli 2007

51

Wawancara pribadi dengan J, Jakarta, tanggal 6 Juli 2007

52

(50)

masih terus berlangsung maka masyarakat akan melihat para pejabat semuanya koruptor. Sebagaimana yang diungkapkan oleh SU:

“Pandangan masyarakat baik bagi pejabat yang jujur, namun pandangan masyarakat akan tidak baik apabila pejabat tersebut melakukan KKN (Korupsi Kolusi Nepotisem).”53

Pendapat yang agak menggelitik disampaikan oleh informan S, menurutnya masyarakat dalam memandang para pejabat terbagi ke dalam beberapa kelompok. Seperti yang diungkapkan oleh S:

“Menurut saya pandangan masyarakat terhadap pejabat beraneka ragam. Namun saya bisa menerangkannya dengan tiga poin:

- Kadang-kadang masyarakat memandang pejabat dengan sebelah mata.

- Terkadang juga masyarakat cukup obyektif dalam memandang pejabat.

- Bahkan tak jarang masyarakat memandang pejabat dengan empat mata.”54

Pendapat informan di atas sedikit mengandung lelucon, seperti yang sedang tren saat ini, yaitu sebuah acara talk show ringan yang ditayang di salah satu stasiun televisi swasta di Indonesia. Maksud dari informan tersebut adalah dalam memandang profesi seseorang, dalam hal ini adalah mereka yang bekerja di sektor formal harus obyektif.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pandangan masyarakat terhadap para pejabat tergantung kepada perilaku pejabat itu sendiri. Jika seorang pejabat tidak melakukan hal-hal yang dilarang, seperti kolusi, korupsi dan nepotisme, maka otomatis masyarakat pun akan memandangnya sebagai abdi Negara yang baik. Namun sebaliknya, jika para pejabat tersebut tidak dapat memegang amanat dengan baik, maka masyarakat akan menilainya sebagai aparatur Negara yang hanya menghabiskan uang rakyat saja.

53

Wawancara pribadi dengan SU, Jakarta, tanggal 13 Juli 2007

54

(51)

Dalam kehidupan sehari-hari, para pegawai di lingkungan Suku Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi ini, tidak berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Mereka banyak menghabiskan waktu berkumpul dengan keluarga, bersosialisasi dengan masyarakat dengan terlibat aktif di berbagai kegiatan kemasyarakatan, dan lain sebagainya. Seperti yang diungkapkan oleh informan SU:

“Setelah pulang kerja, saya sering bercengkrama dengan anak istri. Karena bagi saya untuk merekalah saya bekerja. Selain itu juga saya sempatkan untuk berkumpul dengan masyarakat, baik melalui kegiatan forman seperti rapat tingkat RT, maupun kegiatan-kegiatan keagamaan seperti pengajian di masjid, yasinan dan lain sebagainya. Hal ini saya lakukan karena sebagai makhluk hidup memang harus demikian.”55 Pandangan masyarakat bahwa menjadi seorang PNS merupakan suatu kebanggaan memang masih susah untuk dihilangkan. Kenyataan bahwa PNS mendapatkan gaji rutin setiap bulan dan berbagai tunjangan hingga uang pensiun semakin memperkuat citra PNS di masyarakat. Saat mereka ditanyakan mengenai pengaruh agama dalam kehidupan sehari-hari, mereka menjawab bahwa agama juga memberikan tuntunan bagaimana cara memperlakukan tetangga, atau masyarakat. Salah satunya adalah dengan memberikan pertolongan kepada mereka yang membutuhkan. Sebagaimana diungkapkan oleh informan J:

“Agama memberikan tuntunan kepada kita bagaimana hidup bermasyarakat. Salah satu contohnya ya kalau ada tetangga kita yang membutuhkan pertolongan, entah itu karena terkena musibah atau memang dalam kondisi yang membutuhkan sesuatu, kita hendaknya memberikan pertolongan sesuai dengan kemampuan kita. Karena suatu saat nanti, kita pasti akan membutuhkan pertolongan orang lain. Kalau kita tidak pernah memberikan pertolongan kepada orang lain, gimana Tuhan mau menolong kita?”56

55

Wawancara pribadi dengan SU, Jakarta, tanggal 13 Juli 2007

56

(52)

Jawaban yang hampir serupa diberikan oleh informan IS. Menurutnya dalam kehidupan sehari-hari hendaknya agama dijadikan pedoman hidup. Seperti yang diungkapkannya:

“Orang hidup itu perlu pegangan, kalau nggak punya pegangan ia akan mudah jatuh. Nah, seperti itulah agama. Kalau kita nggak berpegang pada agama, hidup akan berantakan.”57

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, agama mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan ini, baik itu menyangkut pekerjaan, maupuan kehidupan sehari-hari.

57

(53)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari analisa hasil penelitian, penulis dapat menyimpulkan bahwa:

1. Keberadaan Suku Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi Jakarta Barat adalah sebagai upaya pemerintah untuk memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat mengenai pendidikan yang meliputi pendidikan formal, non formal dan informal.

2. Suku Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi Jakarta Barat adalah merupakan kelanjutan dari bergulirnya era reformasi pada tahun 1998/1999 dengan lebih berkonsentrasi pada pelayanan pendidikan bagi masyarakat.

(54)

tugas mereka sebagai pelayan masyarakat. Hal ini dipengaruhi oleh pemahaman keberagamaan mereka yang menjelaskan mengenai pentingnya melaksanakan amanat yang diterima.

B. Saran-saran

Adapun saran-saran yang dapat penulis berikan dalam rangka meningkatkan kinerja dan pengetahuan keagamaan adalah sebagai berikut:

1. Adanya pusbinroh hendaknya lebih ditingkatkan lagi keberadaan dan program kerjanya untuk meningkatkan pemahaman keagamaan bagi para pejabat yang ada di lingkungan Suku Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi Jakarta Barat.

Referensi

Dokumen terkait

Nui keng 60 tahun Perempuan Hipertensi Medan Positif (Perifer). Minah 80 tahun Perempuan DM Medan

that amendment to provisions regulating credit and financing based on Sharia Principles from Bank Indonesia to banks to overcome short-term funding difficulties for Bank by

Desa Padang Leban pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Kaur. Pokja I Unit Layanan Pengadaan Kabupaten Kaur akan mengadakan klarifikasi

Kepala Madrasah Guru Kelas VI.

Aplikasi Kompresi File dengan Algoritma Elias Gamma.. Jurnal CORE

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan di Kota Sibolga dengan menggunakan data primer untuk 100 responden yang mewakili seluruh

1 Metode perhitungan dilakukan dengan metode saldo bersih (SB-net balance), yakni dengan menghitung selisih antara persentase jumlah responden yang memberikan jawaban

Data nasabah adalah data kasus dari nasabah yang akan dilakukan perhitungan menggunakan teknik Algoritma C4.5 dan akan membentuk suatu