• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Stad Dengan Game Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Momentum Dan Impuls (Kuasi Eksperimen Di Man 4 Jakarta)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Stad Dengan Game Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Momentum Dan Impuls (Kuasi Eksperimen Di Man 4 Jakarta)"

Copied!
291
0
0

Teks penuh

(1)

(Kuasi Eksperimen di MAN 4 Jakarta)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

ILUSI PANGARTI NIM 109016300031

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

iv

Kooperatif Tipe STAD dengan Game Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Momentum dan Impuls. Skripsi Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan game terhadap hasil belajar siswa pada konsep momentum dan impuls. Penelitian dilakukan di kelas X IPA 2 dan X IPA 4 MAN 4 Jakarta. Penelitian ini berlangsung pada bulan Januari sampai Februari 2014. Instrumen yang digunakan adalah instrumen tes berupa soal-soal pilihan ganda dan instrumen non tes berupa lembar observasi dan angket. Berdasarkan analisis data tes, diperoleh hasil bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan game terhadap hasil belajar siswa pada konsep momentum dan impuls. Hal tersebut didasarkan pada hasil uji hipotesis dengan menggunakan uji t. Hasilnya adalah nilai thitung = 2,59 sedangkan nilai ttabel = 2,00. Terlihat bahwa nilai thitung ttabel. Selain itu, pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe STAD dengan game terbukti unggul dalam meningkatkan kemampuan mengingat (C1), memahami (C2), menerapkan (C3), dan menganalisis (C4). Selanjutnya, berdasarkan analisis data non tes berupa lembar observasi, penerapan game pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD berada pada kategori baik. Hasil analisis angket pun menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan game berada pada kategori baik sekali.

(6)

v

STAD Type with Game on Learning Outcomes of Students in Momentum and Impulse Concepts. Skripsi of Physics Education Program, Science Education Department, Faculty of Tarbiyah and Teaching, State Islamic University of Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.

This research aims to determine the effect of cooperative learning model STAD type with game on learning outcomes of students in momentum and impulse concepts. The research was conducted in class X IPA 2 and X IPA 4 MAN 4 Jakarta. This research took place in January to February 2014. The instrument used in this research is a test instrument, in the form multiple choice questions and non-test instruments in the form observation sheets and questionnaire. Based on the analysis of test data, the results showed that there are influence of cooperative learning model STAD type with game on learning outcomes of students in momentum and impulse concepts. It is based on the results of

hypothesis testing using t-test. The result showed value of thitung = 2,59 while value

of ttabel = 2,00. It is seen that the value thitung ttabel. Moreover, using the

cooperative learning model STAD type with game proved superior in improving the ability to recall (C1), understanding (C2), applying (C3), and analyzed (C4). Furthermore, based on non-test data analysis in the form sheets of observations, the implementation of game on cooperative learning model STAD type are in good category. The results of questionnaire analysis, also showed that the cooperative learning model STAD type with game that are in the very good category.

(7)

vi

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang selalu memberikan berbagai kenikmatan hidup dan selaku hamba-Nya senantiasa mengharapkan keikhlasan, pengampunan, rahmat serta cinta-Nya. Shalawat teriring salam kepada Baginda Rasulullah SAW beserta keluarga, para sahabat dan para pengikutnya sampai akhir zaman.

Berkat bantuan berbagai pihak akhirnya penulisan skripsi yang berjudul

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan Game

Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Momentum dan Impuls” dapat diselesaikan oleh penulis. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan rasa hormat dan terimakasih yang begitu besar kepada:

1. Ibu Nurlena Rifa’I, MA, Ph.D, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc, Ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Iwan Permana Suwarna, M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Fisika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sekaligus Pembimbing II.

4. Ibu Erina Hertanti, M.Si selaku Pembimbing I yang telah memberikan masukan, saran, dan kritik serta bersedia meluangkan waktunya untuk bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Drs. Hasian Pohan, M.Pd selaku Penguji I yang telah membahas dan memberikan banyak masukan, saran, serta kritik untuk perbaikan skripsi ini. 6. Ibu Ai Nurlaela, M.Si selaku Penguji II yang telah membahas dan

memberikan masukan demi perbaikan skripsi ini.

(8)

vii

9. Seluruh dewan guru MAN 4 Jakarta, khususnya guru mata pelajaran IPA, Bapak Suharto, M.Pd, Ibu Dra. Hj. Kapti, Ibu Sahmiati Siregar S.Si, dan Bapak Drs. Belya.

10. Siswa dan siswi MAN 4 Jakarta khususnya X IPA 2 dan X IPA 4.

11. Teristimewa untuk kedua orangtuaku yang tercinta, “Mama” dan “Bapak”, Mimin Casmini dan Purnomo yang tak henti-hentinya mendoakan, melimpahkan kasih sayang dan memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis. Adik-adikku tersayang Hudan Fiqih Arya, Malik Fajar, dan Robbi Asma Putra serta seluruh keluarga yang menjadi kekuatan bagi penulis untuk tetap semangat dalam mengejar dan meraih cita-cita.

12. Teman-teman program studi pendidikan Fisika angkatan 2009 yang saling menyemagati, membantu dan mendoakan.

13. Teman-teman GAMMA (Gabungan Mahasiswa Muslim Fisika) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan doa dan motivasi kepada penulis dalam menyusun skripsi.

14. Seluruh pihak yang telah membantu penulis menyusun skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis memohon kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan penulisan yang akan datang. Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Jakarta, Maret 2014

(9)

viii

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ………... i

LEMBAR PENGESAHAN MUNAQASAH ………... ii

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ………. iii

ABSTRAK ……….. iv

ABSTRACT ……… v

KATA PENGANTAR ………... vi

DAFTAR ISI ……….. viii

DAFTAR TABEL ……….. xi

DAFTAR GAMBAR ………. xiii

DAFTAR LAMPIRAN ………. xiv

BAB I PENDAHULUAN I ……… 1

A. Latar Belakang Masalah ……….. 1

B. Identifikasi Masalah ………. 3

C. Batasan Masalah ……… 4

D. Rumusan Masalah ………. 4

E. Tujuan Penelitian ………. 5

F. Manfaat Penelitian ………... 5

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ……….. 6

A. Kajian Teoritis ………. 6

1. Pembelajaran Kooperatif ………. 6

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif ………... 6

b. Unsur Penting dan Prinsip Utama Pembelajaran Kooperatif ………... 7

c. Model-model Pembelajaran Kooperatif ………... 9

2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ……….. 11

(10)

ix

a. Pengertian Game ……….. 14

b. Kelebihan Game ………... 15

4. Hasil Belajar ……… 17

a. Ranah Kognitif ………. 17

b. Ranah Afektif ………... 19

c. Ranah Psikomotorik ………. 21

5. Konsep Momentum dan Impuls ……….. 22

a. Karakteristik Konsep Momentum dan Impuls ………. 22

b. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Konsep Momentum dan Impuls ………... 23

c. Peta Konsep Momentum dan Impuls ………... 23

d. Materi Konsep Momentum dan Impuls ………... 24

B. Hasil Penelitian yang Relevan ……… 26

C. Kerangka Berpikir ………... 28

D. Perumusan Hipotesis ………... 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………. 31

A. Waktu dan Tempat Penelitian ………... 31

B. Metode Penelitian ………. 31

C. Desain Penelitian ……….. 31

D. Variabel Penelitian ……… 32

E. Populasi dan Sampel Penelitian ……… 32

F. Teknik Pengumpulan Data ………... 33

G. Instrumen Penelitian ………. 33

1. Tes ………. 33

2. Nontes ………... 34

H. Kalibrasi Instrumen ……….. 36

1. Kalibrasi Instrumen Tes ……… 36

(11)

x

d. Daya Pembeda ……….. 40

2. Kalibrasi Instrumen Nontes ……….. 42

I. Teknik Analisis Data ……… 43

1. Analisis Data Tes ………. 43

a. Uji Prasyarat Analisis data Tes ……… 43

b. Uji Hipotesis ………. 44

2. Analisis Data Nontes ……….... 46

J. Hipotesis Statistik ………. 47

BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………... 48

A. Hasil Penelitian ………. 48

1. Hasil Pretest ……….. 48

2. Hasil Posttest ………. 50

3. Rekapitulasi Data Hasil Belajar ……… 51

a. Hasil Pretest dan Posttest ………. 51

b. Kemampuan Berpikir Kognitif ………. 53

4. Hasil Uji Prasyarat Analisis ……….. 54

a. Uji Normalitas ……….. 54

b. Uji Homogenitas ………... 55

5. Hasil Uji Hipotesis ……… 56

6. Hasil Analisis Data Lembar Observasi ………. 56

7. Hasil Analisis Data Angket ……….. 58

B. Pembahasan Hasil Penelitian ……… 61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………. 66

A. Kesimpulan ………... 66

B. Saran ………. 66

(12)

xi

Tabel 2.1 Skor Kemajuan Individual ………..………... 14

Tabel 2.2 Penilaian Prestasi Tim ………... 14

Tabel 3.1 Metode Penelitian ………... 32

Tabel 3.2 Teknik Pengumpulan Data ……….... 33

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Tes ………... 34

Tabel 3.4 Kisi-kisi Lembar Observasi Aktivitas Siswa ………. 35

Tabel 3.5 Kisi-kisi Instrumen Angket ……….... 36

Tabel 3.6 Interpretasi Koefisien Korelasi ……….. 37

Tabel 3.7 Hasil Uji Validitas Instrumen Tes ………. 38

Tabel 3.8 Kategori Reliabilitas ………... 39

Tabel 3.9 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Tes ……….. 39

Tabel 3.10 Kategori Taraf Kesukaran ………... 40

Tabel 3.11 Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen Tes ……….. 40

Tabel 3.12 Kategori Daya Pembeda ………... 41

Tabel 3.13 Uji Daya Pembeda Instrumen Tes ………. 41

Tabel 3.14 Lembar Uji Validitas Isi Instrumen Lembar Observasi Siswa…... 42

Tabel 3.15 Lembar Uji Validitas Isi Instrumen Angket ……….. 42

Tabel 3.16 Kategori Uji Normalitas ………... 43

Tabel 3.17 Kategori Uji Homogenitas Fisher ……….. 44

Tabel 3. 18 Kategori Uji Hipotesis (Uji t) ……… 45

Tabel 3.19 Kriteria Penilaian Hasil Observasi dan Angket ………. 46

Tabel 3.20 Penskoran Alternatif Jawaban Pernyataan Angket ……… 47

Tabel 4.1 Ukuran Pemusatan dan Penyebaran Data Hasil Pretest ……….... 49

Tabel 4.2 Ukuran Pemusatan dan Penyebaran Data Hasil Posttest ………... 51

Tabel 4.3 Ukuran Pemusatan dan Penyebaran Data Pretest & Posttest …… 52

Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kai Kuadrat Pretest dan Posttest ……… 55

(13)

xii

(14)

xiii

Gambar 2.1 Peta Konsep Momentum dan Impuls ……… 23

Gambar 2.2 Tumbukan Lenting Sempurna ……….. 25

Gambar 2.3 Tumbukan Tidak Lenting Sama Sekali ……… 25

Gambar 2.4 Kerangka Berpikir ……….... 30

Gambar 4.1 Diagram Distribusi Frekuensi Hasil Pretest ………. 48

Gambar 4.2 Diagram Distribusi Frekuensi Hasil Posttest ……… 50

Gambar 4.3 Diagram Hasil Pretest dan Posttest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen Pada Jenjang Kognitif ……….. 53

(15)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Perangkat Pembelajaran

1. RPP Kelas Eksperimen ……… 70

2. RPP Kelas Kontrol ………... 131

3. Prestasi Belajar Kelas Eksperimen ………. . 157

4. Prestasi Belajar Kelas Kontrol ………. 158

5. Kelompok Kelas Eksperimen ……….. 159

6. Kelompok Kelas Kontrol ………. 160

7. Skor Kemajuan Kelas Eksperimen ………. . 161

8. Skor Kemajuan Kelas Kontrol ………. 162

Lampiran B Instrumen Penelitian 1. Instrumen Tes a. Kisi-kisi Instrumen Tes ……… 163

b. Instrumen Tes ………... 164

2. Analisis Hasil Uji Instrumen Tes a. Uji Validitas Instrumen Tes ………. 178

b. Uji Reliabilitas Instrumen Tes ………. 182

c. Uji Taraf Kesukaran Instrumen Tes ……… 186

d. Uji Daya Pembeda Instrumen Tes ………... 190

3. Rekapitulasi Hasil Uji Instrumen ……… 192

4. Soal Instrumen Tes Penelitian ……… . 194

5. Lembar Jawaban Instrumen Tes ……….. 201

6. Instrumen Nontes a. Kisi-kisi Lembar Observasi ………. 202

b. Lembar Observasi ……… 203

c. Kisi-kisi Angket ……….. 206

(16)

xv 7. Lembar Uji Validitas Nontes

a. Uji Validitas Lembar Observasi ……….. 211

b. Uji Validitas Angket ……… 213

8. Lembar Validasi Ahli Media ………... 215

9. Lembar Validasi Ahli Materi ………... 217

Lampiran C Analisis Data Hasil Penelitian 1. Hasil Pretest ……… 219

2. Hasil Posttest ………... 225

3. Uji Normalitas a. Uji Normalitas Pretest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ………… 231

b. Uji Normalitas Posttest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ……….. 237

4. Uji Homogenitas a. Uji Homogenitas Hasil Pretest ……… 243

b. Uji Homogenitas Hasil Posttest ……….. 246

5. Uji Hipotesis a. Uji Hipotesis Hasil Pretest ……….. 249

b. Uji Hipotesis Hasil Posttest ………. 252

6. Data Hasil Lembar Observasi ………. 255

7. Data Hasil Angket Respon Siswa ……… 257

8. Data Persentase Ranah Kognitif ………. 259

Lampiran D Print Screen Media Who Wants to be a Winner ……….. 263

Lampiran E Pelengkap Skripsi 1. Surat-surat a. Surat Permohonan Izin Penelitian ……….. 264

b. Surat Rekomendasi ………. 265

c. Surat Keterangan Penelitian ………... 266

2. Lembar Uji Referensi ……….. 267

(17)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Sekitar tahun 1960-an, belajar kompetitif dan individualis telah mendominasi pendidikan di Amerika Serikat. Siswa biasanya datang ke sekolah dengan harapan untuk berkompetisi. Siswa mendapatkan tekanan dari orang tua untuk menjadi yang terbaik. Dalam belajar kompetitif dan individualis, guru menempatkan siswa pada tempat duduk yang terpisah dari siswa lain. Kata-kata dilarang mencontoh, geser tempat dudukmu, kerjakan tugasmu sendiri, dan jangan perhatikan orang lain, perhatikan dirimu sendiri, sering digunakan dalam belajar kompetitif dan individualis. Proses belajar seperti itu masih terjadi dalam pendidikan di Indonesia sampai sekarang.1

Kelebihan dari belajar kompetitif dan individualis adalah dapat memotivasi siswa untuk melakukan yang terbaik dalam kegiatan pembelajaran. Namun, belajar kompetitif dan individualis memiliki kelemahan yaitu: pertama, menimbulkan kompetisi antar siswa yang tidak sehat. Kedua, siswa yang berkemampuan rendah kurang termotivasi. Ketiga, dapat menimbulkan frustasi pada siswa lain. Keempat, siswa sulit untuk bersosialisasi dan bekerjasama. Kurangnya motivasi dalam belajar dan keadaan frustasi dalam pelajaran dapat berdampak pada rendahnya hasil belajar.

Tujuan dari pendidikan bukan hanya mencerdaskan siswa, tetapi juga membentuk budi pekerti yang baik. Melahirkan generasi yang mempunyai kepedulian yang tinggi, mampu bersosialisasi, bekerjasama dengan baik dan dapat berkompetisi dengan sehat. Untuk itu perlu sebuah cara yang dapat meningkatkan kemampuan dalam bersosialisasi, kerjasama, dan berkompetisi sekaligus meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif. Model

1

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 55

(18)

pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa untuk bersosialisasi, bekerjasama dan lebih bergairah dalam belajar2. Salah satu model pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions). STAD terdiri atas lima komponen utama yaitu: presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, dan rekognisi tim. Dengan menggunakan model pembelajaran STAD, siswa terlibat aktif pada proses pembelajaran yang memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi antar siswa. Hal tersebut dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya.

Namun dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD banyak masalah yang timbul pada tahapan tim yaitu: pertama, perilaku siswa yang melalaikan tugas dalam kelompok. Kedua, gagal untuk mencapai kebersamaan. Dan ketiga pemanfaatan waktu kelompok yang tidak efektif.3 Untuk itu perlu sebuah inovasi untuk mengatasi masalah yang sering terjadi pada tahapan tim. Tahapan tim dapat dimodifikasi dengan game atau permainan yang menggunakan komputer. Game yang dapat dimasukkan pada tahapan ini adalah

game Who Wants to be a Winner. Game Who Wants to be a Winner adalah game

yang diadopsi dari kuis Who Wants to be Millionaire. Pada game Who Wants to be a Winner siswa secara berkelompok akan menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru dengan waktu tertentu dan secara acak anggota kelompok harus menjelaskan jawaban kelompok mereka. Apabila jawaban dari kelompok tersebut salah, maka akan digantikan oleh kelompok lain yang memiliki skor tertinggi. Dengan menggunakan game tidak ada siswa yang melalaikan tugas dalam kelompoknya karena setiap siswa berpeluang untuk menjawab pertanyaan yang diberikan guru. Masalah dalam mencapai kebersamaan pun dapat teratasi karena ketika anggota kelompok tidak bisa menjawab pertanyaan yang diberikan guru,

2

Isjoni, Pembelajaran Kooperatif Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi antar Peserta Didik cet. III, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), h.22

3

(19)

maka tim mereka akan gugur. Dengan begitu setiap anggota kelompok akan lebih termotivasi untuk membantu mengatasi kesulitan anggota kelompoknya. Selain itu, dengan menggunakan game masalah dalam pemanfaatan waktu dalam kelompok ketika berdiskusi dapat teratasi karena game membuat tim lebih termotivasi untuk lebih cepat mengerjakan tugas yang diberikan. Dengan aturan yang ada pada game Who Wants to be a Winner diharapkan dapat mengatasi permasalahan pada tahapan tim.

Adapun dipilihnya konsep momentum dan impuls dalam penelitian ini karena pada konsep ini diperlukan kemampuan matematis yang baik. Namun, tidak semua siswa mempunyai kemampuan matematis yang baik. Misalnya dalam menghitung kecepatan setelah tumbukan diperlukan kemampuan matematis seperti subsitusi dan eliminasi. Terbatasnya waktu membuat guru tidak mungkin menjelaskan aturan subsitusi atau eliminasi karena masih banyak materi yang harus dijelaskan. Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD siswa yang mempunyai kemampuan matematis yang baik dapat membantu teman sekelompoknya. Selain itu, pada konsep momentum dan impuls banyak sekali perhitungan yang membuat siswa jenuh. Game membuat siswa tidak merasa bahwa dirinya sedang mengerjakan soal, sehingga membuat siswa menjadi betah belajar. Betah belajar inilah yang membuat siswa dapat mengikuti pelajaran dengan baik, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Berdasarkan penjelasan di atas peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan game terhadap hasil belajar siswa pada konsep momentum dan impuls.

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka masalah pada penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Proses belajar siswa yang kompetitif dan individualis 2. Siswa yang berkemampuan rendah akan kurang termotivasi

(20)

C.Batasan Masalah

Semua permasalahan yang diuraikan di atas tidak mungkin untuk diteliti karena keterbatasan penelitian ini. Di samping itu, semua variabel dalam penelitian ini tidak memungkinkan untuk dikontrol. Oleh karena itu, dalam penelitian perlu dilakukan pembatasan masalah. Adapun pembatasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan hasil tes kognitif saja. Ranah kognitif yang dinilai berdasarkan taksonomi Bloom yang sudah direvisi oleh Lorin W. Anderson, dkk. Ranah kognitif yang akan diukur pada penelitian ini adalah mulai C1 sampai dengan C4.4

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar yang dijadikan bahan analisis dalam penelitian ini hanya dibatasi pada penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan game.

3. Game yang dimaksud adalah game who wants to be a winner yang diadopsi

dari kuis who wants to be a millionaire.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang dikemukakan, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah : “Apakah terdapat pengaruh model

pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan game terhadap hasil belajar siswa pada konsep momentum dan impuls?”

Berdasarkan rumusan masalah di atas, terdapat beberapa fokus pertanyaan penelitian meliputi:

1. Bagaimana hasil belajar siswa di setiap ranah kognitif setelah diberi perlakuan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan game ? 2. Bagaimana aktivitas siswa saat menggunakan model pembelajaran kooperatif

tipe STAD dengan game ?

3. Bagaimana respon siswa terhadap penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan game ?

4

(21)

E.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan game terhadap hasil belajar siswa pada konsep momentum dan impuls, dan secara khusus yaitu:

1. Untuk mengetahui hasil belajar siswa di setiap ranah kognitif setelah diberi perlakuan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan game

2. Untuk mengetahui aktivitas siswa saat menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan game

3. Untuk mengetahui respon siswa terhadap penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan game

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain: 1. Memberikan pengalaman baru yang menarik dan menyenangkan dalam proses

pembelajaran.

2. Memberikan informasi tentang inovasi model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

3. Memberikan informasi tentang penggunaan games dalam pembelajaran fisika. 4. Menjadi bahan rujukan dalam menggunakan model pembelajaran dan

meningkatkan kualitas pembelajaran fisika pada konsep momentum dan

(22)

BAB II

KERANGKA TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

A. Kajian Teoritis

1. Pembelajaran Kooperatif

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja secara berkelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang besifat heterogen.1

Pembelajaran kooperatif menurut Nurul Hayati adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi. Dalam sistem belajar yang kooperatif, siswa belajar bekerja sama dengan anggota lainnya. Dalam model ini siswa memiliki dua tanggung jawab, yaitu belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompok untuk belajar.

Menurut Sanjaya Cooperative learning merupakan kegiatan belajar siswa yang dilakukan dengan cara berkelompok. Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa secara berkelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.2

Pembelajaran kooperatif adalah suatu aktivitas pembelajaran yang menggunakan pola belajar siswa berkelompok untuk menjalin kerja sama dan saling ketergantungan dalam struktur tugas, tujuan, dan hadiah.3

Cooperative learning adalah teknik pengelompokan yang didalamnya siswa bekerja terarah pada tujuan belajar bersama dalam kelompok kecil yang umumnya terdiri dari 4-5 orang. Belajar cooperative adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerja bersama

1

Rusman, Model-model Pembelajaran, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), h. 202

2

Ibid., h. 203

3

Ibid., h.208

(23)

untuk memaksimalkan belajar meraka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut.4

Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang banyak digunakan dan menjadi perhatian serta dianjurkan oleh para ahli pendidikan. Hal ini dikarenakan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Slavin dinyatakan bahwa:5

1) Penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan hubungan sosial, menumbuhkan sikap toleransi, dan menghargai pendapat orang lain.

2) Pembelajaran kooperatif dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam berpikir kritis, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan pengalaman. Dengan alasan tersebut, pembelajaran kooperatif diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran.

Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, setiap anggota kelompok harus bekerja sama untuk mencapai tujuan pembelajaran.

b. Unsur Penting dan Prinsip Utama Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif berbeda dengan model pembelajaran yang lain. Pembelajaran ini terdapat lima unsur penting, yaitu:6

1) Ketergantungan yang positif antar siswa.

Dalam belajar kooperatif siswa merasa bahwa mereka sedang bekerja sama untuk mencapai satu tujuan dan terikat satu sama lain. Seorang siswa tidak akan sukses kecuali semua anggota kelompoknya juga sukses. Siswa akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari kelompok yang juga mempunyai andil terhadap suksesnya kelompok.

2) Interaksi antar siswa yang semakin meningkat.

Belajar kooperatif akan meningkatkan interaksi antar siswa. Hal ini, terjadi dalam hal seorang siswa akan membantu siswa lain untuk sukses sebagai

4

Ibid., h.204

5

Ibid., h.205

6

(24)

anggota kelompok. Saling membantu akan berlangsung secara alamiah karena kegagalan seseorang dalam kelompok mempengaruhi suksesnya kelompok. Interaksi yang terjadi dalam belajar kooperatif adalah dalam hal tukar-menukar ide mengenai masalah yang sedang dipelajari bersama.

3) Tanggung jawab.

Tanggung jawab individual dalam belajar kooperatif dapat berupa tanggung jawab siswa dalam membantu siswa yang membutuhkan bantuan dan siswa

tidak sekedar “membonceng” pada hasil kerja teman satu kelompok.

4) Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil.

Dalam belajar kooperatif, selain dituntut untuk mempelajari materi yang diberikan seorang siswa dituntut untuk bagaimana berinteraksi dengan siswa lain dalam kelompoknya. Bagaimana siswa bersikap sebagai anggota kelompok dan menyampaikan ide dalam kelompok akan menuntut keterampilan khusus.

5) Proses kelompok.

Belajar kooperatif tidak akan berlangsung tanpa proses kelompok. Proses kelompok terjadi jika anggota kelompok mendiskusikan bagaimana mereka akan mencapai tujuan dengan baik dan membuat hubungan kerja yang baik.

Selain lima unsur penting yang terdapat dalam pembelajaran kooperatif, pembelajaran kooperatif juga mengandung prinsip-prinsip utama, yaitu:7

1) Penghargaan kelompok, yang akan diberikan jika kelompok mencapai kriteria yang ditentukan.

2) Tanggung jawab individual, bermakna bahwa suksesnya kelompok tergantung pada belajar individual semua anggota kelompok. Tanggung jawab ini terfokus dalam usaha untuk membantu orang lain dan memastikan setiap anggota kelompok telah siap menghadapi evaluasi tanpa bantuan yang lain.

3) Kesempatan yang sama untuk sukses, bermakna bahwa siswa telah membantu kelompok dengan cara meningkatkan belajar mereka sendiri. Hal ini memastikan bahwa siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah

7

(25)

sama tertantang untuk melakukan yang terbaik dan bahwa kontribusi semua anggota kelompok sangat bernilai.

c. Model-model Pembelajaran Kooperatif

Ada beberapa variasi jenis model dalam pembelajaran kooperatif, walaupun prinsip dasar dari pembelajaran kooperatif ini tidak berubah, jenis-jenis model tersebut adalah sebagai berikut.

1) Model Student Teams Achievement Divisions (STAD)

Model yang dikembangkan Slavin ini melibatkan kompetisi antar kelompok. Siswa dikelompokkan secara beragam berdasarkan kemampuan, gender, ras, dan etnis. Pertama-pertama, siswa mempelajari materi bersama dengan teman-teman satu kelompoknya, kemudian mereka diuji secara individual melalui kuis-kuis.

Perolehan nilai kuis setiap anggota menentukan skor yang diperoleh oleh kelompok mereka. Jadi, setiap anggota harus berusaha memperoleh nilai maksimal dalam kuis jika kelompok mereka ingin mendapatkan skor tertinggi. Slavin menyatakan bahwa metode STAD ini dapat diterapkaan untuk beragam materi pelajaran termasuk sains yang didalamnya terdapat unit tugas yang hanya memiliki satu jawaban yang benar.8

2) TGT (Team Game Tournament)

Dikembangkan oleh Slavin dan rekan-rekannya, penerapan TGT mirip dengan STAD dalam hal komposisi kelompok, format instruksional, dan lembar kerjanya. Bedanya, jika STAD fokus pada komposisi kelompok berdasarkan kemampuan, ras, etnik, dan gender, maka TGT umumnya fokus hanya pada level kemampuan saja. Selain itu, jika dalam STAD yang digunakan adalah kuis, maka dalam TGT istilah tersebut biasanya berganti menjadi game akademik.9

3) Jigsaw

Pada model jigsaw, siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 5 anggota. Setiap anggota kelompok diberi informasi yang

8

Miftahul Huda, Cooperative Learning, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), h. 116

9

(26)

membahas salah satu topik dari materi pelajaran mereka saat itu. Dari informasi yang diberikan pada setiap kelompok ini, masing-masing anggota harus mempelajari bagian-bagian yang berbeda dari informasi tersebut. Kemudian anggota kelompok berkumpul dengan anggota kelompok lain yang disebut dengan kelompok ahli. Kelompok ahli saling berdiskusi dan mencari cara terbaik bagaimana cara menjelaskan kepada teman satu kelompok. Setelah masing-masing anggota menjelaskan bagiannya kepada teman-teman satu kelompok. Mereka kemudian diuji secara individu dengan kuis. Skor yang diperoleh dari kuis individu akan menjadi skor untuk team mereka.10

4) TAI (Team Accelerated Instruction)

Dalam model TAI setiap kelompok diberi serangkaian tugas tertentu untuk dikerjakan secara bersama-sama. Poin-poin dalam tugas dibagikan secara berurutan kepada setiap anggota. Semua anggota harus saling mengecek jawaban teman-teman kelompoknya dan saling memberi bantuan jika dibutuhkan. Setelah itu, setiap anggota diberi tes individu tanpa bantuan dari anggota lain. Penghargaan diberikan kepada kelompok yang paling banyak menjawab soal-soal dengan benar.11

5) CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition)

Dalam CIRC, siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil, baik homogen maupun heterogen. Pertama-tama, mereka mengikuti serangkaian instruksi guru tentang keterampilan membaca dan menulis, kemudian praktik, lalu pra-penilaian, dan kuis. Setiap anggota kelompok tidak bisa mengikuti kuis hingga anggota-anggota di dalamnya menyatakan bahwa mereka benar-benar siap. Penghargaan diberikan kepada kelompok yang menunjukkan performa yang meningkat dalam aktivitas membaca dan menulis.12

10

Ibid., h. 120-121

11

Ibid., h. 125-126

12

(27)

2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.13

Pembelajaran kooperatif berasal dari kata “cooperative” yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Slavin mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dengan sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-5 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar. Menurut Effandi Zakaria, pembelajaran kooperatif dirancang bagi tujuan melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran menerusi perbincangan dengan rekan-rekan dalam kelompok kecil. Pembelajaran ini memerlukan siswa bertukar pendapat, memberi tanya-jawab serta mewujudkan dan membina proses penyelesaian kepada suatu masalah.14 Anita Lie menyebut pembelajaran kooperatif dengan istilah pembelajaran gotong-royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur.15

Tipe STAD (Student Team Achievement Division) merupakan salah satu tipe kooperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal16. Tipe STAD adalah model pembelajaran kooperatif yang mengelompokkan siswa secara heterogen dan

13

Trianto, op. cit., h.22

14

Isjoni. loc. cit.

15

Ibid., h. 23

16

Ibid., h. 74

(28)

melibatkan pengakuan tim serta tanggung jawab kelompok untuk pembelajaran setiap anggota.17

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah kerangka konseptual yang melibatkan siswa secara aktif mengerjakan tugas dengan kelompok yang heterogen dan setiap anggota bertanggung jawab terhadap kelompoknya.

b. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Model pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri atas lima komponen utama yaitu

1) Presentasi Kelas presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, dan rekognisi tim.

Tahap presentasi kelas dimulai dengan menyampaikan indikator yang harus dicapai dan memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang materi yang akan dipelajari. Dilanjutkan dengan memberikan persepsi dengan tujuan mengingatkan siswa terhadap materi prasyarat yang telah dipelajari, agar siswa dapat menghubungkan materi yang akan dipelajari dengan pengetahuan yang telah dimiliki.

Dalam mengembangkan materi pelajaran perlu ditekankan hal-hal sebagai berikut:

a) Mengembangkan materi pelajaran sesuai dengan apa yang akan dipelajari siswa secara berkelompok.

b) Menekankan bahwa belajar adalah memahami makna dan bukan hapalan. c) Memberikan umpan balik sesering mungkin untuk mengontrol pemahaman

siswa.

d) Memberikan penjelasan mengapa jawaban pertanyaan itu benar atau salah. e) Beralih ke materi selanjutnya apabila siswa telah memahami permasalahan

yang ada.18

17

Suyatno, Menjelajah Pembelajaran Inovatif, (Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka, 2009), h. 52

18

(29)

Perbedaan antara presentasi kelas dengan pengajaran biasa adalah pada presentasi kelas siswa harus benar-benar memberi perhatian penuh selama presentasi kelas. Dengan begitu siswa akan terbantu dalam mengerjakan tugas secara berkelompok maupun individu.

2) Tim

Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnis. Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, dan khususnya lagi adalah mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis individu dengan baik. Setelah guru menyampaikan materi, tim berkumpul untuk mempelajari lembar kegiatan atau materi lainnya. Kegiatan yang paling sering dilakukan adalah bersama-sama membahas permasalahan, membandingkan jawaban, dan mengoreksi tiap kesalahan pemahaman apabila anggota tim ada yang membuat kesalahan. Tim adalah fitur yang paling penting dalam STAD. Pada tiap poinnya, yang ditekankan adalah membuat anggota tim melakukan yang terbaik untuk tim, dan tim pun harus melakukan yang terbaik untuk membantu tiap anggotanya.19

3) Kuis

Kuis dilakukan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan belajar yang telah dicapai. Kuis ini dilakukan secara individu mengenai materi yang telah dibahas. Para siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis. Sehingga setiap siswa bertanggung jawab secara individu untuk memahami materinya.

4) Skor Kemajuan Individual

Gagasan dibalik skor kemajuan individual adalah untuk memberikan kepada siswa tujuan kinerja yang dapat dicapai apabila siswa berusaha lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya. Tiap siswa dapat memberikan kontribusi poin yang maksimal kepada timnya dalam sistem skor ini, tetapi tidak ada siswa yang dapat melakukannya tanpa memberikan usaha yang

19

(30)

terbaik. Tiap siswa diberi skor awal yang diperoleh dari rata-rata skor kelompok. Selanjutnya siswa akan mengumpulkan poin untuk tim mereka berdasarkan tingkat kenaikan skor kuis individu dibandingkan dengan skor awal siswa. Kriteria kemajuan skor individual dapat dilihat pada tabel 2.1 di bawah ini.

Tabel 2. 1 Skor Kemajuan Individual20

5) Rekognisi Tim

Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain apabila skor rata-rata siswa mencapai kriteria tertentu. Kriteria tersebut tampak pada tabel 2.2 di bawah ini.

Tabel 2. 2 Penilaian Prestasi Tim21 Kriteria (Rata-rata Tim) Predikat

0  x  5 -

6  x  15 Tim baik 16  x  25 Tim hebat 26  x  30 Tim super

3. Game

a. Pengertian Game

Permainan adalah sebuah aktivitas peserta yang mengikuti peraturan yang telah ditetapkan yang berbeda dari kehidupan nyata, mereka berusaha untuk mencapai tujuan yang menantang.22 Permainan adalah kegiatan yang kompleks yang didalamnya terdapat peraturan, play dan budaya. Sebuah permainan adalah sebuah sistem yang pemainnya terlibat dalam konflik buatan, disini pemain berinteraksi dengan sistem dan konflik dalam permainan merupakan rekayasa atau

20

Ibid, h. 159

21

Trianto, op. cit., h. 72

22

Sharon, Deborah, dan James, Instructional Technology and Media for Learning, (Amerika: Pearson, 2005), h. 29

Skor Kuis Skor Kemajuan

Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 5

10 – 1 poin di bawah skor awal 10

(31)

buatan, dalam permainan terdapat peraturan yang bertujuan untuk membatasi perilaku pemain dan menentukan permainan. Game bertujuan untuk menghibur, biasanya game banyak disukai oleh anak-anak hingga orang dewasa.23 Permainan adalah suatu aktifitas yang dilakukan oleh beberapa anak untuk mencari kesenangan yang dapat membentuk proses kepribadian anak dan membantu anak mencapai perkembangan fisik, intelektual, sosial, moral dan emosional. Andang Ismail menuturkan bahwa permainan atau game mempunyai dua pengertian. Pertama, permainan adalah sebuah aktifitas bermain yang murni mencari kesenangan tanpa mencari menang atau kalah. Kedua, permainan diartikan sebagai aktifitas bermain yang dilakukan dalam rangka mencari kesenangan dan kepuasan, namun ditandai pencarian menang-kalah.

Metode permainan adalah merupakan metode pembelajaran dimana materi disampaikan melalui suatu kegiatan yang menyenangkan (menggembirakan) yang dapat menunjang terciptanya tujuan instruksional dalam pengajaran baik aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik.24

b. Kelebihan Game

Setiap metode pembelajaran memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Guru dalam menerapkan suatu metode harus memperhatikan kelebihan dan kelemahan suatu metode dengan situasi, kondisi dan materi yang akan disampaikan. Demikian pula bila guru akan menerapkan metode permainan dalam pembelajaran. Guru yang dapat memanfaatkan kelebihan suatu metode serta dapat mengatasi kelemahan dari metode yang digunakan, maka akan lebih mudah bagi guru tersebut melaksanakan pengajaran yang direncanakannya. Beberapa kelebihan dari metode permainan adalah sebagai berikut:

1) Siswa dirangsang untuk aktif, berfikir logis, sportif dan merasa senang dalam proses belajar mengajar.

23

Dewi Lestari, Definisi Game, Artikel Game Universitas Muhammadiyah Sukabumi, h.

1

24

(32)

2) Materi pembelajaran dapat lebih cepat dipahami.

3) Kemampuan memecahkan masalah pada siswa dapat meningkat.25 Keuntungan lain yang dimiliki oleh permainan (games) antara lain:

1) Keterlibatan. Para siswa terlibat dengan cepat dalam belajar melalui permainan.

2) Sesuai dengan hasil. Permainan dapat disederhanakan agar sesuai dengan tujuan belajar.

3) Beragam suasana. Permainan dapat digunakan dalam berbagai suasana ruang kelas, mulai dari seluruh kelas hingga kegiatan individual.

4) Mendapatkan perhatian. Permainan bisa menjadi cara yang efektif untuk mendapatkan perhatian para siswa untuk mempelajari topik atau keterampilan spesifik.26

Selain kelebihan game sebagai metode, game juga memiliki kelebihan sebagai media pembelajaran. Menurut Sadiman kelebihan game sebagai media pembelajaran, yaitu:

1) Permainan adalah sesuatu yang menyenangkan untuk dilakukan, sesuatu yang menghibur dan menarik.

2) Permainan memungkinkan adanya partisipasi aktif dari siswa untuk belajar. 3) Permainan dapat memberikan umpan balik langsung.

4) Permainan memungkinkan siswa untuk memecahkan masalah-masalah yang nyata.

5) Permainan memberikan pengalaman-pengalaman nyata dan dapat diulangi sebanyak yang dikehendaki, kesalahan-kesalahan operasional dapat diperbaiki. 6) Membantu siswa meningkatkan kemampuan komunikatifnya.

7) Membantu siswa yang sulit belajar dengan metode tradisional.

8) Permainan besifat luwes, dapat dipakai untuk berbagai tujuan pendidikan. 9) Permainan dapat dengan mudah dibuat dan diperbanyak.27

25

Ibid.

26

(33)

4. Hasil Belajar

Belajar menurut Gagne adalah suatu proses di mana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.28 Belajar adalah suatu upaya pembelajar untuk mengembangkan seluruh kepribadiannya, baik fisik maupun psikis. Belajar juga dimaksudkan untuk mengembangkan seluruh aspek inteligensi sehingga anak didik akan menjadi manusia yang utuh, cerdas secara inteligensi, cerdas secara emosi, cerdas psikomotornya, dan memiliki keterampilan hidup yang bermakna bagi dirinya.29

Proses belajar menimbulkan hasil yang disebut dengan hasil belajar. Menurut Nana Sudjana hasil belajar siswa adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.30 Kemudian Oemar Hamalik berpendapat bahwa hasil belajar pada dasarnya merupakan perubahan tingkah laku bukan penguasaan hasil latihan.31 Pendapat lain menyatakan bahwa Hasil belajar merupakan perubahan yang terjadi pada diri siswa dari proses pembelajaran.32

Hasil belajar yang baik merupakan tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari proses pengajaran. Ada tiga ranah yang termasuk sebagai hasil belajar siswa, yaitu:

a. Ranah Kognitif

Ranah Kognitif menurut Gagne adalah suatu proses internal yang digunakan siswa dalam memberikan perhatian, belajar, mengingat, dan berpikir.33 Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan otak. Menurut Bloom,

27

Indah Rahmawati, Media Permainan Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa, 2013,

(http://suaraguru.wordpress.com)

28

Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 2

29

Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2011), h. 165

30

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1992), Cet ke-4, h.22.

31

Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara,2008), h.27

32

Eko Putro Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2009), h. 25

33

(34)

segala upaya yang menyangkut aktivitas otak termasuk dalam ranah kognitif.34 Ranah kognitif meliputi kemampuan pengembangan keterampilan intelektual (knowledge) dengan tingkatan-tingkatan sebagai berikut:

1) Mengingat (C1), merupakan kategori proses kognitif yang bertujuan menumbuhkan kemampuan untuk meretensi materi pelajaran yang sama seperti materi yang diajarkan.35 Mengingat mencakup ingatan mengenai hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan. Pengetahuan yang disimpan dalam ingatan, akan digali pada saat dibutuhkan dengan cara mengenali (recognition) atau mengingat kembali (recall).36

2) Memahami (C2), adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui atau diingat.37 Memahami mencakup kemampuan untuk mengkonstruk makna dan arti dari sesuatu yang dipelajari. Kemampuan ini ditampilkan dalam bentuk: menguraikan isi pokok bacaan, mengubah rumus matematika ke dalam bentuk kata-kata, membuat perkiraan tentang kecenderungan yang nampak dalam data tertentu, seperti dalam grafik.38 Memahami meliputi menafsirkan, mencontohkan, mengklasifikasikan, merangkum, menyimpulkan, membandingkan , dan menjelaskan.39

3) Mengaplikasikan (C3), adalah kesanggupan seseorang menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkret.40 Mengaplikasikan mencakup penggunaan suatu prosedur untuk menyelesaikan masalah atau mengerjakan tugas. Kemampuan ini ditampilkan dalam bentuk mengaplikasikan suatu rumus pada persoalan yang belum

34

Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h. 49-50

35

Lorin W. Anderson, David R. Krathwohl, op. cit., h. 66 36

W.S Winkel, Psikologi Pengajaran, (Yogyakarta: Media Abadi, 2009), h. 274 37

Anas, op.cit., h. 50

38

W.S Winkel, loc.cit

39

Lorin, op.cit., h. 70

40

(35)

dihadapi.41 Mengaplikasikan meliputi mengeksekusi dan mengimplementasikan.42

4) Menganalisis (C4), adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan diantara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor-faktor-faktor lainnya.43 Menganalisis mencakup kemampuan untuk merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian, sehingga struktur keseluruhan atau organisasinya dapat dipahami dengan baik.44 Menganalisis meliputi membedakan, mengorganisasi, dan mengatribusikan.45 5) Mengevaluasi (C5), didefinisikan sebagai membuat keputusan berdasarkan

kriteria dan standar. Kriteria-kriteria yang paling sering digunakan adalah kualitas, efektivitas, efisiensi, dan konsistensi. Kriteria tersebut ditentukan oleh siswa.46 Mengevaluasi mencakup kemampuan untuk membentuk suatu pendapat mengenai suatu hal, disertai pertanggungjawaban pendapat itu, berdasarkan kriteria tertentu. Kategori evaluasi mencakup proses-proses kognitif memeriksa dan mengkritik.

6) Mencipta (C6), mencakup kemampuan untuk menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu bentuk kesatuan. Tujuan-tujuan yang diklasifikasikan dalam mencipta meminta siswa membuat produk baru dengan mereorganisasi sejumlah elemen atau bagian jadi suatu pola atau struktur yang tidak pernah ada sebelumnya. Mencipta meliputi merumuskan, merencanakan, dan memproduksi.47

b. Ranah Afektif

Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada perubahan tingkah laku peserta didik.

41

Winkel, op.cit.,h. 275

42

Lorin, op.cit., h.77

43

Anas, loc. cit.

44

Winkel, loc. cit.

45

Lorin, op.cit., h. 79

46

Ibid., h.83

47

(36)

Ranah afektif menurut Krathwohl dan kawan-kawan (1974), ditaksonomikan menjadi lebih rinci kedalam 5 jenjang, yaitu:

1) Receiving atau attending

Receiving atau attending (menerima atau memperhatikan) diartikan

sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu objek. Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia menerima nilai-nilai yang diajarkan dan menggabungkan diri dengan nilai-nilai tersebut. 48 Kesediaan itu dinyatakan dalam memperhatikan sesuatu seperti memandangi gambar yang dibuat di papan tulis atau mendengar jawaban teman sekelas atas pertanyaan guru. namun, perhatian itu masih pasif.49

2) Responding

Responding atau menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh

seseorang untuk ikut serta secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadap fenomena tersebut.50 Responding juga dapat diartikan reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya.51

3) Valuing

Valuing (menilai atau menghargai) merupakan jenjang dimana peserta

didik tidak hanya menerima nilai yang diajarkan tetapi peserta didik mampu untuk menilai baik atau buruknya fenomena yang diajarkan.52 Menilai mencakup kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu dan membawa diri sesuai dengan penilaian itu. Mulai dibentuk sikap menerima, menolak, atau mengabaikan. Sikap itu dinyatakan dalam suatu perkataan atau tindakan, seperti mengungkapkan pendapat positif tentang pameran lukisan.53

48

Anas, op. cit., h. 54

49

Winkel, op. cit., h.276

50

Anas, op. cit., h. 55

51

Nana, op. cit., h. 30

52

Anas, loc. cit.

53

(37)

4) Organization

Organization (mengatur atau mengorganisasikan) artinya mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang lebih universal yang membawa kepada perbaikan umum.54 Kemampuan organisasi dinyatakan dalam mengembangkan suatu perangkat nilai, seperti menguraikan bentuk keseimbangan yang wajar antara kebebasan dan tanggung jawab dalam negara demokrasi atau menyusun raencana masa depan atas dasar kemampuan belajar, minat, dan cita-cita hidup.55

5) Characterization by a value or value complex

Characterization by a value or value complex (karakterisasi dengan suatu

nilai atau komplek nilai), yaitu keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Contoh hasil belajar afektif pada jenjang ini adalah siswa telah memiliki kebulatan sikap menjadikan perintah Allah SWT yang tertera dalam alquran surat Al-ashr sebagai pegangan hidupnya sehingga siswa hidup memanfaatkan waktu dengan baik seperti disiplin. 56

c. Ranah Psikomotorik

Kata psikomotorik berhubungan dengan kata “motor, sensory-motor, atau

perceptual- motor”. Jadi, ranah psikomotorik berhubungan erat dengan kerja otot

sehingga menyebabkan bergeraknya tubuh atau bagian tubuh.57 Anas berpendapat bahwa ranah psikomotorik adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu.58

Hasil belajar psikomotorik tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan keterampilan, yaitu:59

1) Gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar)

54

Anas, op. cit., h. 56 55

Winkel, loc. cit.

56

Anas, loc. cit.

57

Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 122

58

Anas, op.cit., h.57

59

(38)

2) Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar

3) Kemampuan perseptual, termasuk didalamnya membedakan visual, membedakan auditif, motoris, dan lain-lain.

4) Kemampuan dibidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, dan ketepatan. 5) Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada

keterampilan yang kompleks

6) Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti gerakan ekspresif dan interpretatif.

5. Konsep Momentum dan Impuls

a. Karakteristik Konsep Momentum dan Impuls

Momentum dan impuls merupakan salah satu konsep fisika yang penting untuk diajarkan, karena konsep ini sangat berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, dimana banyak sekali peristiwa tumbukan yang kita lihat atau bahkan kita alami dalam keseharian. Konsep momentum dan impuls memiliki karakteristik khusus jika dibandingkan dengan konsep fisika lainnya. Karakteristik yang dimiliki konsep momentum dan impuls, diantaranya :

1) Tingkat kesulitannya tinggi, hal ini dapat dilihat dari standar kompetensi yang harus dicapai menuntut siswa untuk memiliki kemampuan analisis.

2) Bersifat matematis karena fenomena dari momentum, impuls, dan tumbukan dinyatakan dalam rumusan matematis.

3) Diperlukan kemampuan matematis yang tinggi, karena dalam menghitung tumbukan siswa harus menguasai operasi bilangan bulat, subsitusi, dan eliminasi.

4) Saling berkaitan antara materi momentum, impuls, dan tumbukan. Jika materi momentum dan impuls kurang dipahami, maka akan mengalami sedikit kesulitan dalam mempelajari konsep tumbukan.

5) Berkaitan dengan energi kinetik dan hukum-hukum newton tentang gerak. 6) Aplikasi konsep momentum dan impuls dapat ditemui pada kehidupan

(39)

7) Konsep momentum dan impuls juga diterapkan dalam teknologi seperti pembuatan mobil keselamatan, peluncuran roket, peristiwa ledakan, dan penembakan proyektil.

b. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Konsep Momentum dan Impuls

Standar kompetensi pada materi momentum dan impuls adalah menganalisis gejala alam dan keteraturannya dalam cakupan mekanika benda titik. Sementara kompetensi dasarnya adalah menunjukkan hubungan antara konsep impuls dan momentum untuk menyelesaikan masalah tumbukan.

c. Peta Konsep Momentum dan Impuls

Materi momentum dan impuls dimulai dengan menjelaskan tentang impuls. Impuls merupakan besaran yang ditentukan oleh faktor gaya. Impuls berkaitan dengan momentum, dimana impuls merupakan perubahan momentum. Momentum dialami oleh benda yang mengalami tumbukan. Tumbukan terbagi menjadi tiga yaitu tumbukan lenting sempura, tumbukan lenting sebagian, dan tumbukan tidak lenting. Peta konsep momentum dan impuls dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2. 1 Peta Konsep Momentum dan Impuls

berlaku berlaku

berlaku

Hukum Kekekalan Energi Hukum Kekekalan Momentum

menyebabkan perubahan

Terjadi pada peristiwa

faktor yang menentukan

Terbagi menjadi

Momentum

Tumbukan Impuls

Gaya

Tumbukan lenting sempurna

Tumbukan lenting sebagian

(40)

d. Materi Konsep Momentum dan Impuls 1) Pengertian Momentum dan Impuls

Untuk membuat suatu benda yang diam menjadi bergerak diperlukan

sebuah gaya yang bekerja pada benda tersebut selama interval waktu tertentu.

Gaya yang diperlukan untuk membuat sebuah benda tersebut bergerak dalam

interval waktu tertentu disebut impuls. Impuls merupakan besaran vektor dan

dapat dirumuskan sebagai hasil perkalian gaya dengan interval waktu. Secara

matematis dituliskan dengan,

Keterangan : F = gaya (N) ∆t = waktu (s)

I = impuls (N s)

Momentum dimiliki oleh benda yang bergerak. Momentum adalah

kecenderungan benda yang bergerak untuk melanjutkan gerakannya pada kelajuan

yang konstan. Momentum merupakan besaran vektor yang searah dengan

kecepatan benda. Momentum dapat dirumuskan sebagai hasil perkalian massa

dengan kecepatan. Secara matematis dituliskan dengan,

Keterangan : p = momentum (kg m s-1) atau N s

m = massa benda (kg)

v = kecepatan benda (m s-1)

2) Tumbukan

Berdasarkan sifat kelentingan atau elastisitas benda yang bertumbukan, tumbukan dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu tumbukan lenting sempurna, tumbukan lenting sebagian, dan tumbukan tidak lenting sama sekali.

a) Tumbukan Lenting Sempurna

(41)

Gambar 2.2 mengilustrasikan dua buah benda memiliki massa masing-masing m1 dan m2 bergerak saling mendekati dengan kecepatan sebesar v1 dan v2 sepanjang lintasan yang lurus. Setelah keduanya bertumbukan masing-masing bergerak dengan kecepatan sebesar v'1 dan v'2 dengan arah saling berlawanan. Berdasarkan hukum kekekalan momentum dapat ditulis sebagai berikut.

b) Tumbukan Lenting Sebagian

Kebanyakan benda-benda yang ada di alam mengalami tumbukan lenting sebagian, di mana energi kinetik berkurang selama tumbukan. Oleh karena itu, hukum kekekalan energi mekanik tidak berlaku. Besarnya kecepatan relatif juga berkurang dengan suatu faktor tertentu yang disebut koefisien restitusi. Koefisien restitusi dinyatakan dengan huruf e. Nilai restitusi lenting sebagian berkisar antara 0 dan 1 (0 ≤ e ≤ 1 ). Untuk tumbukan lenting sempurna, nilai e = 1. Untuk tumbukan tidak lenting nilai e = 0. Sedangkan untuk tumbukan lenting sebagian mempunyai nilai e antara 0 dan 1 (0 < e < 1).

c) Tumbukan Tidak Lenting Sama Sekali

Pada tumbukan tidak lenting sama sekali, terjadi kehilangan energi kinetik sehingga hukum kekekalan energi mekanik tidak berlaku. Misalnya, tumbukan antara peluru dengan sebuah target di mana setelah tumbukan peluru mengeram dalam target. Peristiwa tersebut diilustarikan pada gambar 2.3.

Gambar 2. 2 Tumbukan Lenting Sempurna

(42)

Tumbukan tidak lenting sama sekali dapat dirumuskan dengan60

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan inovasi model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan game adalah sebagai berikut:

1. Aji Anugrah Wijaya dan J.A. Pramukantoro dalam penelitiannya yang berjudul

“Pengaruh Pembelajaran Aktif dengan Strategi Who Wants To Be Smart untuk

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Standar Kompetensi Menerapkan Dasar-dasar Elektronika Kelas X di SMK Negeri 1 Blitar”, menunjukkan bahwa pembelajaran aktif dengan strategi who wants to be smart dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan lebih baik dari pembelajaran konvensional.61

2. Susetiyono dalam penelitiannya yang berjudul “Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar Lingkaran dengan Memanfaatkan CD Interaktif dan Who Wants To Be A Millionaire Bagi Siswa Kelas VIII A SMP Negeri 33 Purworejo

Semester Genap Tahun Pelajaran 2009/2010”, menunjukkan bahwa

pemanfatan CD interaktif dan Who Wants to be a Millionaire dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan motivasi dan penguasaan konsep matematika siswa pada materi lingkaran, serta dapat meningkatkan hasil belajar siswa.62

3. Ni Made Sunilawati, Nyoman Dantes, dan I Made Candiasa dalam

penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

STAD terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau dari Kemampuan Numerik

Siswa Kelas IV SD”, menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe

60

Bambang Haryadi, Fisika Untuk SMA/MA Kelas XI, (Jakarta: Pusat Perbukuan

Departemen Pendidikan Nasional, 2009), h. 88-98

61

Aji Anugrah Wijaya dan J.A. Pramukantoro, Pengaruh Pembelajaran Aktif dengan

Strategi Who Wants To Be Smart untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Standar

Kompetensi Menerapkan Dasar-dasar Elektronika Kelas X di SMK Negeri 1 Blitar, Jurnal

Pendidikan.Teknik Elektro Volume 01 Nomor 1, 2013, h. 1

62

(43)

STAD berdampak lebih baik secara signifikan terhadap hasil belajar matematika dibandingkan dengan konvensional.63

4. Asmawati R. dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD terhadap Penguasaan Konsep Siswa pada

Materi Bunyi”, menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe

STAD berpengaruh positif terhadap penguasaan konsep siswa pada materi bunyi.64

5. Erma Wulandari dan Sukirno dalam penelitiannya yang berjudul Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) Berbantu Media Monopoli dalam Peningkatan Aktivitas Belajar Akuntansi Siswa Kelas X Akuntansi 2 SMK Negeri 1 Godean Tahun Ajaran

2011/2012”, menunjukkan bahwa terdapat peningkatan Aktivitas Belajar Siswa

kelas X Akuntansi 2 SMK Negeri 1 Godean Tahun Ajaran 2011/2012 melalui penerapan Model Cooperative Learning Tipe Student Teams Achievement

Division pada Kompetensi Dasar Menyusun Laporan Rekonsiliasi Bank.65

6. Chumi Zahroyl F. dan Charisyah Widya Y. dalam penelitiannya yang berjudul

“Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Dalam Pembelajaran IPS melalui

Teknik Pick Up Cards Game di SDN Kebonsari 04 Kabupaten Jember”,

menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran melalui teknik pick up cards game dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.

63

Ni Made Sunilawati, Nyoman Dantes, dan I Made Candiasa, Pengaruh Model

Pembelajaran Kooperatif tipe STAD Terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari

Kemampuan numerik siswa kelas IV SD, e-Journal Program Pascasarjana Universitas

Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Dasar (Volume 3), 2013, h.1

64 Asmawati R., “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

terhadap Penguasaan Konsep Siswa pada Materi Bunyi,” Skripsi pada Universitas Islam Negeri Jakarta, Jakarta, 2011, h. 5.

65

(44)

C. Kerangka Berpikir

Proses pembelajaran di Indonesia masih bersikap individualis dan kompetitif. Hal tersebut mengakibatkan berbagai permasalahan yaitu: pertama, menimbulkan kompetisi antar siswa yang tidak sehat. Kedua, siswa yang berkemampuan rendah kurang termotivasi. Ketiga, siswa yang berkemampuan rendah sulit untuk sukses dan semakin tertinggal. Keempat, dapat menimbulkan frustasi pada siswa lain. Kelima, siswa sulit untuk bersosialisasi dan bekerjasama. Hal tersebut dapat berdampak pada rendahnya hasil belajar. Untuk itu perlu sebuah cara yang dapat meningkatkan kemampuan dalam bersosialisasi, kerjasama, dan berkompetisi sekaligus meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-5 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa untuk bersosialisasi, bekerjasama dan lebih bergairah dalam belajar. STAD terdiri atas lima komponen utama yaitu: presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, dan rekognisi tim.

Namun dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD banyak masalah yang timbul pada tahapan tim yaitu: pertama, perilaku siswa yang melalaikan tugas dalam kelompok. Kedua, gagal untuk mencapai kebersamaan. Ketiga pemanfaatan waktu kelompok yang tidak efektif.66 Untuk itu perlu sebuah inovasi untuk mengatasi masalah yang sering terjadi pada tahapan tim. Tahapan tim dapat dimodifikasi dengan game atau permainan yang menggunakan komputer. Game yang dapat dimasukkan pada tahapan ini adalah

game Who Wants to be a Winner. Game Who Wants to be a Winner adalah game

yang diadopsi dari kuis Who Wants to be a Millionaire. Pada game Who Wants to be a Winner siswa secara berkelompok akan menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru dengan waktu tertentu dan secara acak anggota kelompok harus menjelaskan jawaban kelompok mereka. Apabila jawaban dari kelompok tersebut salah, maka akan digantikan oleh kelompok lain yang memiliki skor tertinggi.

66

(45)

Dengan menggunakan game tidak ada siswa yang melalaikan tugas dalam kelompoknya karena setiap siswa berpeluang untuk menjawab pertanyaan yang diberikan guru. Masalah dalam mencapai kebersamaan pun dapat teratasi karena ketika anggota kelompok tidak bisa menjawab pertanyaan yang diberikan guru, maka tim mereka akan gugur. Dengan begitu setiap anggota kelompok akan lebih termotivasi untuk membantu mengatasi kesulitan anggota kelompoknya. Selain itu, dengan menggunakan game masalah dalam pemanfaatan waktu dalam kelompok ketika berdiskusi dapat teratasi karena game membuat tim lebih termotivasi untuk lebih cepat mengerjakan tugas yang diberikan. Dengan aturan yang ada pada game Who Wants to be a Winner diharapkan dapat mengatasi permasalahan pada tahapan tim.

(46)

Gambar 2. 4 Kerangka Berpikir

D. Perumusan Hipotesis

Berdasarkan teori yang telah dikemukakan, maka hipotesis penelitian ini adalah terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan game terhadap hasil belajar siswa pada konsep momentum dan impuls.

Proses pembelajaran di Indonesia Individualis dan kompetitif

1. Menimbulkan kompetisi antar siswa yang tidak sehat 2. Siswa yang berkempuan rendah kurang termotivasi

3. Siswa yang berkemampuan rendah sulit untuk sukses dan semakin tertinggal 4. Dapat menimbulkan frustasi pada siswa lain

5. Siswa sulit untuk bersosialisasi dan bekerjasama

Rendahnya hasil belajar

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

1. Perilaku siswa yang melalaikan tugas dalam kelompok 2. Gagal untuk mencapai kebersamaan

3. Pemanfaatan waktu kelompok yang tidak efektif

Game who wants to be a winner

1. Siswa mengerjakan tugas 2. Siswa mencapai kebersamaan 3. Memanfaatkan waktu dengan efektif 4. Siswa betah belajar

Hasil belajar meningkat menyebabkan

solusi

memiliki kelemahan

diatasi dengan

membuat

Gambar

Tabel 2. 1 Skor Kemajuan Individual20
Gambar 2.1.
Gambar 2. 4 Kerangka Berpikir
Tabel 3. 1 Metode Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

mencapai mortalitas hama yaitu 100%, Pada perlakuan ekstrak serai wangi lebih efektif mengendalikan hama rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren di karenakan memiliki

By inviting their audiences to get to the bottom of their narrative enigmas, conspiratorial television shows encourage precisely such a behavior – and user

ASAL SLTA GENAP DAN ALIH KREDIT.. DAFTAR MATA KULIAH PILIHAN**).. NO MATA KULIAH PILIHAN KODE HARI

bahwa dengan berlakunya Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah maka Peraturan Daerah Kabupaten Nunukan Nomor 7 Tahun 2001

Untuk tujuan perbandingan, beberapa akun dalam laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain konsolidasian untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2015

Siamang ( Hylobathes syndactylus ) Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa pohon sarang yang digunakan oleh Orangutan Sumatera ( Pongo abelii ) adalah pohon yang memiliki banyak

Dalam pengangkatan dan pengangkatan kembali staf medis agar dibuat aturan apa dan bagaimana peran dan tugas sub komite kredensial, komite medis, ketua Kelompok Staf Medis

kegiatan menggerakkan keluarga sehat untuk mengikuti kegiatan penyuluhan kesehatan jiwa oleh perawat yang dilakukan dua minggu sekali Tujuan :. Memotivasi dan mendorong