PENGARUH PERAN ACCOUNT REPRESENTATIF, PEMAHAMAN PROSEDUR PERPAJAKAN WAJIB PAJAK, DAN KUALITAS PELAYANAN TEMPAT PELAYANAN TERPADU DI KANTOR PAJAK
TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM MEMENUHI KEWAJIBAN PERPAJAKANNYA
(Studi Kasus Pada Delapan Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Jakarta Selatan) Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Diajukan Oleh:
Nanda Muammarsyah NIM: 104082002658
JURUSAN AKUNTANSI/PERPAJAKAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
v DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama : Nanda Muammarsyah
2. Tempat & Tanggal Lahir : Jakarta, 18 Maret 1986
3. Alamat : Jl. Nusa Indah No. 8 RT 05/08
Perum Ciputat Baru, Ciputat,
Tangerang Selatan, 15413.
4. Telepon : (021) 7409194
II. PENDIDIKAN
1. MI Pembangunan IAIN Jakarta Tahun 1992-1998
2. MTS Pembangunan IAIN Jakarta Tahun 1998-2001
3. SMUN 29 Jakarta Tahun 2001-2004
4. S1 UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta Tahun 2004-2011
III.LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Ir. M. Nurdin Johan
2. Ibu : Cut Sri Mulyati
5. Alamat : Jl. Nusa Indah No. 8 RT 05/08
Perum Ciputat Baru, Ciputat,
Tangerang Selatan, 15413.
vi THE INFLUENCE OF THE ACCOUNT REPRESENTATIVE’S ROLE, THE
TAXPAYER’S UNDERSTANDING OF TAX PROCEDURES, AND THE SERVICE QUALITY OF THE INTEGRATED SERVICES PLACE UPON TO
THE TAXPAYERS COMPLIANCE IN FULFILLING THEIR TAXES OBLIGATIONS.
(Case Study on Eight Tax Service Offices in South Jakarta)
By: Nanda Muammarsyah ABSTRACT
The aim of this research is to analyze the influence of the account representative’s role, the taxpayer’s understanding of tax procedures, and the service quality of the integrated services place upon to the taxpayers compliance in fulfilling their taxes obligations. Primary data of the research acquired from the field research with personal tax payers of eight tax service offices in South Jakarta as the research object and second data acquired this research. To analysis how independent variables influence dependent variable, this research used multiple linear regression analysis in SPSS 17,00 for Windows.
Based on multiple linear regression found that the taxpayer’s understanding of tax procedures and the service quality of the integrated services place, significantly influence the taxpayers compliance. While the other independent variable, the account representative’s role, has no significant influence upon to the taxpayer compliance.
With R Square 38,2% perceives that the account representative’s role, the taxpayer’s understanding of tax procedures, and the service quality of the integrated services place simultaneously have a significant influence upon to the taxpayers compliance. While the rest 61,8% is determinate by other variables that are unknown and not included in this regression analysis. The account representative’s role, the taxpayer’s understanding of tax procedures, and the service quality of the integrated services place simultaneously have a significant influence upon to the taxpayers compliance.
vii
PENGARUH PERAN
ACCOUNT REPRESENTATIF
, PEMAHAMAN PROSEDUR
PERPAJAKAN WAJIB PAJAK, DAN KUALITAS PELAYANAN TEMPAT
PELAYANAN TERPADU DI KANTOR PAJAK TERHADAP KEPATUHAN
WAJIB PAJAK DALAM MEMENUHI KEWAJIBAN PERPAJAKANNYA
(Studi Kasus Pada Delapan Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Jakarta Selatan
)
Oleh: Nanda Muammarsyah
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Peran
Account
Representative
, Pemahaman Prosedur Perpajakan Wajib Pajak, dan Kualitas Pelayanan
Tempat Pelayanan Terpadu terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya. Pada penelitian ini digunakan data primer yang diperoleh dari riset
lapangan dengan objek penelitian wajib pajak pada delapan KPP Pratama yang ada di
Jakarta selatan dan data sekunder yang dapat mendukung penelitian. Untuk mengetahui
pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat digunakan analisis regresi linier
berganda pada SPSS 17
for Windows.
Berdasarkan analisis regresi linier berganda ditemukan bahwa variabel
Pemahaman Prosedur Perpajakan Wajib Pajak, dan Kualitas Pelayanan Tempat
Pelayanan Terpadu (TPT) berpengaruh signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak.
Sedangkan variable Peran
Account Representative
tidak berpengaruh signifikan terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak.
Dengan R Square 38,2% menunjukan Peran
Account Representative
, Pemahaman
Prosedur Perpajakan Wajib Pajak, dan Kualitas Pelayanan Tempat Pelayanan Terpadu
secara simultan mempunyai pengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak., sedangkan
sisanya sebesar 61,8% ditentukan oleh variabel lain yang tidak diketahui dan tidak
termasuk dalam analisis regresi ini. Peran
Account Representative
, Pemahaman Prosedur
Perpajakan Wajib Pajak, dan Kualitas Pelayanan Tempat Pelayanan Terpadu secara
simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji serta syukur kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Peran Account Representatif, Pemahaman Prosedur Perpajakan Wajib Pajak, dan Kualitas Pelayanan Petugas Tempat Pelayanan Terpadu di Kantor Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi Kewajiban Perpajakannya (Studi Kasus Pada Delapan Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Jakarta Selatan)”.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian syarat-syarat guna mencapai gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:
1. Orang Tuaku (M. Nurdin Johan dan Alm. Cut Sri Mulyati) dan kakak (Rita Zahara) serta Adikku (Andriansyah Putra), yang telah memberikan semangat, dukungan baik material maupun non material serta do’a yang tiada henti-hentinya kepada penulis.
2. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni selaku Pembimbing Skripsi I yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.
3. Bapak Dr. Amilin, SE., Ak., M.Si selaku dosen Pembimbing Skripsi II yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini
4. Seluruh Staff Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang telah membantu dalam menyebarkan kuesioner.
ix
6. Keluarga Besar PADUAN SUARA MAHASISWA UIN JAKARTA,
terimakasih banyak atas ilmu seni dan juga ilmu sosial yang telah kalian berikan padaku
7. Miranti Heras Tuwinda dan Irvan Romadudin yang tidak henti-hentinya memberikan semangat untuk menyelesaikan karya ilmiah ini
8. Seluruh keluarga besar FORUM UKM yang selalu berkarya yang memberikan saya inspirasi dalam mewarnai hidup
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak.
Jakarta, 31 Mei 2011
BAB I PENDAHULUAN ……….…....…..1
A. Latar Belakang Masalah ………..1
B. Rumusan Masalah...………...5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………6
1. Tujuan Penelitian ………..6
2. Manfaat Penelitian ………....6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………...…..7
A. Pengertian Pajak ………...7
B. Pemahaman Mengenai Account Representatif………...10
1. Pengertian Account Representatif...………...……...………..10
2. Tanggug Jawab Account Representatif .………...……..11
C. Pemahaman Mengenai Prosedur Perpajakan...16
1. Pendaftaran...17
2. Pembayaran Pajak...18
3. Tempat Pembayaran Pajak...20
4. Pemotongan/Pemungutan...21
5. Pelaporan...23
6. Kelebihan Pembayaran...25
7. Pemeriksaan dan Penyidikan...26
8.
!
"
#
$
11. Pajak Ditanggung Pemerintah...37
D. Kualitas Pelayanan TPT...37
1. Pengertian TPT...37
2. Pengertian Kualitas Pelayanan...38
E. Kepatuhan Perpajakan...41
F. Tinjauan PenelitianTerdahulu...43
G. Hubungan Antar Variabel dan Perumusan Hipotesis...45
1. Hubungan Peran AR dengan Kepatuhan WP...45
2. Hubungan Pemahaman Prosedur Perpajakan WP dengan
Kepatuhan WP...45
4.
%
&'
(%
!
%
#
% ) )
*
!
$+
BAB III METODE PENELITIAN ……….…....49
A. Ruang Lingup Penelitian…….. ………....49
B. Metode Penentuan Sampel………....49
1. Populasi……….….…….………...49
2. Sampel………..….…….………....49
C. Metode Pengumpulan Data…. ………...50
D. Metode Analisis…. ………...50
1.
,
% *
-a.
, .
%
…...…………...……….…...51
b.
, '
%
………...51
2. Uji Asumsi Klasik… ………...……...52
a.
, /
(
%
…...………...52
b.
,
(%
% %
%
………...53
c. Uji Normalitas………....…………...53
d.
, & ( (
%
………...………...54
3. Uji Hipotesis………..………...……...54
a.
'
% "
0
1
…….. …....54
c.
, 2
………..………..……....…...56
d.
,
………...…...…...56
E. Operasionalisasi Variabel.………...…....57
1.
.
3
…...………...57
2.
.
*
………...…..58
BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN.………..………...63
A.
Sekilas Gambaran Umum objek Penelitian…..………....63
1. Deskripsi Objek Penelitian…….………....63
2. Karakteristik Responden...…….……….…....66
3. Profil Responden..…….….…….……….…...67
B. Penemuan...………...68
1. Uji Kualitas Data..…….….…….……….…...68
a.
Uji Validitas...68
b.
Uji Reliabilitas Data...71
2. Uji Asumsi Klasik..…..….…….………...72
a.
Hasil Uji Multikolinearitas...72
b.
Hasil Uji Heteroskedastisitas...73
c.
Hasil Uji Normalitas...73
3. Uji Hipotesis...…..….…….…………...……....……..…....75
a.
Hasil Uji Regresi Berganda...75
b.
Hasil Uji Koefisien Determinasi...77
4
d.
Hasil Uji t...79
BAB V PENUTUP...………...…...…...82
A.
Kesimpulan...…..………...……...82
B.
Implikasi...………....…………...……...83
C.
Saran...84
DAFTAR PUSTAKA..…. ………..……….…...85
xv
DAFTAR TABEL
No
Keterangan
Halaman
1.1
Penerimaan Pajak ...
1
2.1
Periode Pembayaran dan Pelaporan SPT ...
24
2.2
Sanksi Administrasi ...
30
2.3
Penelitian Terdahulu ...
43
3.1
Operasional Variabel Penelitian ...
59
4.1
Distribusi Kuesioner Penelitian ...
67
4.2
Data Responden ...
67
4.3
Uji Validitas Peran AR ...
68
4.4
Uji Validitas Pemahaman Prosedur Perpajakan WP
69
4.5
Uji Validitas Kualitas Pelayanan TPT ...
70
4.6
Uji Validitas Kepatuhan WP ...
70
4.7
Uji Reliabilitas ...
71
4.8
Uji Multikolinioeritas ...
72
4.9
Uji Koefisien Regresi ...
75
4.10
Uji Koefisien Determinasi ...
77
4.11
Uji Statistik F ...
78
xvi
DAFTAR GAMBAR
No
Keterangan
Halaman
2.1
Kerangka Pemikiran
48
4.1
Scatterplot ...
73
4.2
Normal Plot ...
74
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
No
Keterangan
Halaman
I Kuesioner untuk Wajib Pajak ...
88
II Hasil Olahan Kuesioner ...
96
III Hasil Uji Validitas dan Reabilitas ...
99
IV Hasil Regresi ...
107
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Seperti yang kita ketahui, peran pajak pada suatu negara sangat
penting di dalam perkembangan ekonomi. Besar kecilnya pajak pada suatu
negara sudah ditentukan berdasarkan tingkat pendapatan rakyat negara
tersebut. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah di dalam pajak ini sangat
penting, karena dapat mempengaruhi laju pertumbuhan negara itu sendiri.
Direktorat Jendral Pajak telah banyak melakukan usaha peningkatan
pendapatan pajak demi kemakmuran bersama. Salah satu cara untuk
mengoptimalkan pendapatan pajak adalah dengan meningkatkan kesadaran
akan kepatuhan para wajib pajak. Semenjak reformasi perpajakan, penerimaan
pajak dalam lima tahun terakhir mengalami peningkatan, dapat dilihat dari
[image:19.612.259.413.499.672.2]data tabel di bawah ini:
Tabel 1.1 Penerimaan Pajak (dalam milyar rupiah)
TAHUN
JUMLAH
2005 Rp. 347.031,1
2006 Rp. 409.203,0
2007 Rp. 490.988,7
2008 Rp. 658.700,8
2009 Rp. 619.922,2
2010 Rp. 743.325,9
2
Namun demikian, walaupun mengalami peningkatan, namun realisasi
penerimaan pendapatan negara dari sektor pajak belum pernah mencapai
100% dari target yang ditetapkan. Ini mengindikasikan bahwa masih ada
beberapa persen lagi yang belum terealisasi. Namun demikian hal ini patut
diapresiasi karena Dirjen Pajak setidaknya telah sukses menumbuh
kembangkan tingkat kesadaran penting pajak dan kepatuhan pajak masyarakat
Indonesia.
Dalam reformasi undang-undang perpajakan, digunakan
self
assessment,
yaitu sistem pemungutan pajak dimana wajib pajak diberi
kepercayaan dan tanggung jawab sepenuhnya mengisi surat pemberitahuan
SPT, yaitu untuk menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri jumlah pajak
yang terutang. Sedangkan fiskus berperan dalam memberikan penyuluhan,
pengawasan dan koreksi terhadap kesalahan yang dilakukan oleh wajib pajak.
Oleh karena itu masayarakat/para wajib pajak harus memahami aturan-aturan
dan penghitungan perpajakan yang berlaku di indonesia. Namun tidak sedikit
masyarakat yang masih mengalami kesulitan dalam memahami aturan-aturan,
prosedur, dan cara penghitungan pajak. Hal itu disebabkan karena masih
banyak masyarakat yang tidak mendapatkan informasi dan sosialisasi tentang
aturan-aturan perpajakan dengan baik sehingga kurang memahami tentang
pajak.
Pemahaman wajib pajak mengenai prosedur perpajakan diharapkan
akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak, sehingga wajib pajak dapat
3
Dengan diperolehnya NPWP maka akan timbul kewajiban-kewajiban lainnya,
dimana wajib pajak wajib melaporkan SPT masa dan tahunan, melakukan
pembayaran pajak tepat pada waktunya. Apabila wajib pajak dilakukan
pemeriksaan sehubungan dengan pelaporan SPT yang telah disampaikannya,
maka wajib pajak dapat mengetahui segala hak dan kewajibannya. Seperti,
misalnya membayar kekurangan pajak sebagai akibat timbulnya surat
keterangan pajak, maupun mengajukan suatu keberatan atau banding apabila
penetapan pajak tidak benar oleh wajib pajak.
Pemberian kepercayaan yang sangat besar kepada wajib pajak ini
selayaknya perlu diimbangi dengan instrument pengawasan yang memadai
agar kepercayaan ini tidak dilalaikan atau disalahgunakan oleh wajib pajak.
Oleh karena itu, salah satu stategi yang ditempuh agar dapat memberikan
pengawasan sekaligus pelayan prima yang intensif kepada para wajib pajak
adalah dengan dibentuknya
Account Repesentative (
AR
)
pada kantor
pelayanan pajak yang tlah mengimplementasikan organisasi modern sesuai
dengan
Keputusan
Mentri
Keuangan
Republik
Indonesia
No
.
98/KMK.01/2006
.
Account Representative (
AR) adalah petugas yang berada di Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) yang telah melaksanakan Sistem Administrasi
Modern. AR berkewajiban melaksanakan pengawasan kepatuhan kewajiban
perpajakan, melaksanakan bimbingan dan melaksanakan himbauan kepada
Wajib Pajak (WP). Setiap AR mempunyai beberapa Wajib Pajak (WP) yang
4
usaha
sehingga
meningkatkan
profesionalisme
dan
meningkatkan
produktivitas kerja karena pelaksanaan pekerjaan lebih terfokus.
AR direkrut secara khusus akan berfungsi sebagai
liaison officer
antara KPP dan Wajib Pajak, yang bertanggung jawab untuk memberikan
pelayanan perpajakan secara langsung, edukasi dan asistensi serta memastikan
dan mengawasi pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak.
Kebijakan penunjukan AR untuk setiap Wajib Pajak juga bertujuan agar
permasalahan perpajakan Wajib Pajak dapat segera ditangani dengan efektif.
Pembentukan AR
adalah untuk memberikan pelayanan yang
memudahkan wajib pajak untuk bekomunikasi dengan aparatur pajak dan juga
untuk memudahkan wajib pajak memahami informasi mengenai mekanisme
dan peraturan-peraturan perpajakan. Selain memberikan pelayanan yang
memudahkan wajib pajak, AR juga berfungsi sebagai pengawas administrasi
perpajakan dan sebagai konsultan pajak bagi wajib pajak yang ditanganinya.
AR adalah penghubung antara KPP WP Besar dan wajib pajak yang
bertanggung jawab untuk menyampaikan informasi perpajakan secara efektif
dan professional. Mereka telatih untuk memberikan respon yang efektif atas
pertanyaan dan permasalahan yang diajukan wajib pajak.
Selain dari pada itu, untuk meningkatkan kepercayaan dan kepatuhan
para wajib pajak, kualitas pelayanan para karyawan dari kantor pajak di
bagian Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) terus diperbaiki Oleh Dirjen Pajak,
yang mana saat ini sedang digalakan pelayanan yang berkualitas yang disebut
5
diterapkan oleh aparatur pajak dalam memberikan pelayanan yang
memuaskan bagi masyarakat sebagai pelanggan. Kepuasan pelanggan
merupakan tujuan utama pelayanan prima. Kepuasan pelanggan dapat dicapai
apabila petugas TPT
dapat melayani para wajib pajak secara optimal dan
maksimal dan memuaskan. Direktorat Jendal Pajak berupaya meningkatkan
kualitas pelayanan kepada wajib pajak terutama peningkatkan kinerja para
petugas TPT. Dengan meningkatkan kualitas pelayanan petugas TPT
diharapkan dapat memenuhi kepuasan wajib pajak sehingga meningkat
kepatuhan wajib pajak.
Berdasarkan uraian-uraian diatas, telah mendorong penulis untuk
memilih fenomena tersebut sebagai obyek penulisan skripsi, khususnya pada
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama se-Jakarta Selatan dengan judul:
“
Pengaruh Peran
Account Representatif
, Pemahaman Prosedur
Perpajakan Wajib Pajak, dan Kualitas Pelayanan Tempat Pelayanan
Terpadu di Kantor Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam
memenuhi Kewajiban Perpajakannya (Studi Kasus Pada Delapan
Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Jakarta Selatan
)”.
B. Rumusan Masalah
Kepatuhan pajak dari wajib pajak diharapkan dapat ditimbulkan dari
tingkat kepuasan pelayanan kantor pajak, kepercayaan terhadap aparat pajak,
dan tingat pemahaman wajib pajak mengenai prosedur perpajakan, Oleh
6
Account Representatif
, pemahaman prosedur perpajakan para wajib pajak,
kualitas pelayanan petugas tempat pelayanan terpadu, berpengaruh signifikan
baik secara parsial maupun simultan terhadap kepatuhan para wajib pajak
dalam memenuhi kewajiban pajak pada delapan KPP Pratama di Jakarta
Selatan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini
adalah untuk memperoleh bukti empiris tentang pengaruh signifikan baik
parsial maupun secara simultan peran
Account Representatif
, pemahaman para
wajib pajak mengenai prosedur perpajakan, dan Kualitas pelayanan petugas
TPT terhadap kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pajak
penghasilan di delapan KPP Pratama di Jakarta Selatan.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1.
Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan acuan untukpenelitian selanjutnya, bagi siapa saja yang berminat untuk melakukan
penelitian dalam tema yang sama dengan penelitian ini.
2.
Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan mengembangkan wawasanpeneliti, khususnya dalam sektor perpajakan, dengan cara membandingkan
teori yang diperoleh dengan kenyataan atau kondisi yang sebenarnya terjadi
7 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Pajak
Berikut disajikan beberapa definisi dari beberapa pakar perpajakan yang diuraikan oleh Resmi (2005):
Definisi Pajak yang dikemukakan oleh Rochmat Soemitro:
”Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.
Definisi tersebut kemudian disempurnakan, sehingga berbunyi:
”Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan “surplus” nya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment”.
Menurut P. J. A. Adriani (http://id.wikipedia.org/wiki/Pajak) “Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat
dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.”
Sedangkan menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., &
Brock Horace R (http://id.wikipedia.org/wiki/Pajak)
“Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.”
Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber
8 gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah.
Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber
daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua,
bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan
jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.
Sementara pemahaman pajak dari perspektif hukum menurut
Soemitro merupakan suatu perikatan yang timbul karena adanya
undang-undang yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara untuk
menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada negara, negara
mempunyai kekuatan untuk memaksa dan uang pajak tersebut harus
dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan. Dari pendekatan
hukum ini memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus berdsarkan
undang-undang sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik bagi
fiskus sebagai pengumpul pajak maupun wajib pajak sebagai pembayar
pajak.
Pajak menurut Pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan
umum dan tata cara perpajakan (http://id.wikipedia.org/wiki/Pajak):
"kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Karakteristik pokok dari pajak adalah pemungutannya harus
berdasarkan undang-undang. Diperlukan perumusan macam pajak dan
berat ringannya tarif pajak itu, untuk itulah masyarakat ikut didalam
9 kesimpulan tentang ciri-ciri yang terdapat dalam pengertian pajak adalah
sebagai berikut:
a. Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah berdasarkan atas Undang-Undang serta aturan
pelaksanaannya.
b. Pemungutan pajak mengisyaratkan adanya alih dana (sumber
daya) dari sektor swasta (wajib pajak membayar pajak) ke sektor
negara (pemungut pajak/ administrator pajak).
c. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan
umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi
pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.
d. Tidak dapat ditunjukkan adanya imbalan (kontraprestasi)
individual oleh pemerintah terhadap pembayaran pajak yang
dilakukan oleh para wajib pajak.
e. Selain fungsi budgeter (anggaran), pajak juga berfungsi sebagai
alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam
lapangan ekonomi dan sosial (fungsi regulative).
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan
bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak
merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran
termasuk pengeluaran pembangunan. Pajak yang sudah dipungut oleh
negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum,
10 kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan
masyarakat.
B. Account Representatif
1. Pengertian Account Representatif
Ega Fitriani dan Aan Almaidah yang dikutip dari Welyando
(2006:15) mengemukakan pengertian Account Reperesentatif menurut
kamus inggris yaitu: ”account” dapat didefinisikan sebagai ”to give
satisfactory reasons or an explanation, to make satisfactory amends”,
sementara kata “representative” dapat didefinisikan sebagai “representing
or serving represent, composed of person duly otorized, as by election, to
act and speak for others”. Sementara menurut http://lookwayup.com,
Account Representative diartikan sebagai “Some one in charge of a
client’s account for advertising agency or brokerage or other business”.
Dari definisi di atas, dapat ditarik pengertian bahwa AR adalah: (1)
seseorang yang dipilih atau ditugaskan, (2) mewakili orang/lembaga, dan
(3) menyuarakan sesuatu, mempublikasikan kebijakan atau memberikan
pelayanan tertentu.
Menurut Welyando Ricki (2006:15), pengertian Account
Representatif adalah Pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang diberi
kepercayaan, wewenang, dan tanggung jawab untuk memberikan
pelayana, pembinaan dan pengawasan secara langsung pada Wajib Pajak
tertentu. Berdasarkan definisi yang diungkapkan di atas, peneliti
11 Pelayanan Pajak (KPP) yang telah melaksanakan Sistem Administrasi
Modern. AR berkewajiban melaksanakan pengawasan kepatuhan
kewajiban perpajakan, melaksanakan bimbingan dan melaksanakan
himbauan kepada Wajib Pajak (WP).
Setiap AR mempunyai beberapa Wajib Pajak (WP) yang harus
diawasi. Penugasan pelayanan oleh AR dilakukan berdasarkan jenis usaha
sehingga meningkatkan profesionalisme dan meningkatkan produktivitas
kerja karena pelaksanaan pekerjaan lebih terfokus. AR juga dilatih agar
menjadi staf yang proaktif, bersikap melayani, dan memiliki pengetahuan
perpajakan yang baik. Seorang AR memiliki akses terhadap rekening
Wajib Pajak (tax payer account) secara on-line. Selain itu, Wajib Pajak
dapat secara mudah menghubungi AR-nya baik secara langsung datang ke
KPP maupun menggunakan telepon atau e-mail.
2. Tanggung Jawab Account Representatif
Account Representative (AR) yang merupakan pegawai Direktorat
Jenderal Pajak yang ditunjuk untuk melayani sejumlah Wajib Pajak tertentu
yang telah menjadi tanggung jawabnya. Dalam situs
www.kanwilpajakwpbesar.go.id, dijelaskan bahwa Tanggung Jawab AR
adalah:
a. menangani sejumlah kecil Wajib Pajak tertentu
b. bertanggung jawab untuk menginformasikan semua perubahan
peraturan
c. merespon pertanyaan atau permintaan lain yang berkaitan dengan
12 AR adalah penghubung antara Kantor Pelayanan Pajak dengan para
WP. AR yang juga disebut staf pendukung pelaksana dalam tiap Kantor
Pelayanan Pajak Modern, bertanggung jawab dan berwenang untuk
memberikan pelayanan secara langsung, menyampaikan
informasiperpajakan secara efektif dan professional, memberikan respon
yang efektif atas pertanyaan dan permasalahan yang disampaikan Wajib
Pajak, edukasi, asistensi, serta mendorong dan mengawasi pemenuhan hak
dan kewajiban Wajib Pajak.
3. Tugas Account Representatif
Secara Spesifik tugas Account Representative (AR) dapat
dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu yang berhubungan dengan Wajib Pajak
dan yang berhubungan dengan atasannya. Dalam situs
www.kanwilpajakwpbesar.go.id dijelaskan bahwa tugas dari AR yaitu:
a. Tugas Account Representative (AR) yang berhubungan dengan
Wajib Pajak (WP):
1. melaksanakan pengawasan kepatuhan formal WP
2. melaksanakan penelitian dan analisa kepatuhan material WP
3. melaksanakan bimbingan/himbauan mengenai ketentuan
perpajakan kepada WP
4. memberikan konsultasi teknis perpajakan kepada WP
5. membuat dan memutakhirkan profil WP
6. membuat Surat Pemberitahuan Perubahan Besarnya Angsuran
13 7. membuat uraian penelitian pembebasan/pengurangan
pembayaran angsuran PPh Pasal 25
8. membuat usulan rencana kunjungan kerja ke lokasi WP dalam
rangka pengawasan dan pemutakhiran data WP
9. membuat Nota Penghitungan dalam rangka penerbitan Surat
Tagihan Pajak (tidak termasuk STP bunga penagihan) Pasal 7,
Pasal 8 (2), Pasal 9 (2a) dan Pasal 14 (3)
10. membuat konsep Nota Penghitungan dalam rangka penerbitan
SKPKB/SKPKBT tanpa prosedur pemeriksaan
11. melaksanakan proses pembetulan ketetapan pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 UU KUP
12. membuat konsep usulan WP / PKP Fiktif dan WP Patuh
13. membuat konsep perhitungan Lebih Bayar (LB)
14. melaksanakan penelitian dalam rangka penerbitan Bukti Pbk
berdasarkan permohonan WP
15. melaksanakan penelitian Bukti Pemindahbukuan secara jabatan
16. membuat konsep Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak (SKPPKP), Surat Keputusan Pengembalian
Kelebihan Pembayaran Pajak (SKPKPP), Surat Keputusan
Pemberian Imbalan Bunga (SKPIB), Surat Perintah Membayar
Imbalan Bunga (SPMIB), dan Surat Keterangan Pembayaran
14 17. membuat uraian penelitian dalam rangka penerbitan Surat
Keterangan Bebas Pemotongan/Pemungutan PPh dan
Pemungutan PPN
18. membuat konsep Surat Keterangan Fiskal (SKF) Non Bursa
19. melakukan penelitian dalam rangka penerbitan Surat Ijin
Penggunaan Mesin Teraan Meterai, Surat Ijin Pembubuhan tanda
bea meterai lunas dengan teknologi percetakan dan dengan
sistem komputerisasi dan memproses pencabutan ijin
penggunaannya
20. membuka segel mesin teraan dan membuat Berita Acara-nya
21. melaksanakan pengalihan saldo bea meterai dengan mesin teraan,
pengalihan saldo bea meterai dengan teknologi percetakan dan
dengan sistem komputerisasi
22. merekonsiliasikan data WP
23. menyusun konsep uraian pelaksanaan dan konsep evaluasi hasil
Putusan Banding/Peninjauan Kembali
24. membuat konsep laporan penelitian Ijin Perubahan Tahun Buku
dan Metode Pembukuan Pertama
25. membuat konsep tanggapan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP)
dari aparat pengawasan fungsional dan pengawasan masyarakat
b. Tugas Account Representative (AR) yang berhubungan dengan
atasannya secara langsung, yaitu:
15 2. menyusun estimasi penerimaan pajak berdasarkan potensi pajak,
perkembangan ekonomi dan keuangan
3. mengusulkan pemeriksaan dan atau penyidikan
4. membuat konsep laporan berkala seksi
Seluruh Wajib Pajak Besar mempunyai Account Representative (AR) yang
bertanggung jawab untuk memberikan jawaban atas setiap pertanyaan
yang diajukan Wajib Pajak. AR akan memberikan informasi mengenai:
1. Rekening Wajib Pajak untuk semua jenis pajak.
2. Kemajuan proses pemeriksaan dan restitusi.
3. Interpretasi dan penegasan atas suatu peraturan.
4. Perubahan data identitas Wajib Pajak.
5. Tindakan pemeriksaan dan penagihan pajak.
6. Kemajuan proses keberatan dan banding.
7. Perubahan peraturan perpajakan yang berkaitan dengan
kewajiban perpajakan Wajib Pajak.
AR adalah penghubung antara KPP WP Besar dan Wajib Pajak,
yang bertanggung jawab untuk menyampaikan informasi perpajakan
secara efektif dan profesional. Mereka terlatih untuk memberikan respon
yang efektif atas pertanyaan dan permasalahan yang diajukan Wajib Pajak
sesegera mungkin. AR juga bertanggung jawab untuk memastikan bahwa
16 C. Pemahaman Mengenai Prosedur Perpajakan
Dalam reformasi undang-undang perpajakan tersebut, digunakan self
assessment, yaitu sistem pemungutan pajak dimana wajib pajak diberi
kepercayaan dan tanggung jawab sepenuhnya mengisi surat pemberitahuan
SPT, yaitu untuk menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri jumlah pajak
yang terutang. Sedangkan fiskus berperan dalam memberikan penyuluhan,
pengawasan dan koreksi terhadap kesalahan yang dilakukan oleh wajib pajak.
Pengertian wajib pajak mengenai prosedur perpajakan diharapkan
akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak, sehingga wajib pajak dapat
mengetahui kapan seharusnya ia mendaftarkan diri untuk memperoleh
NPWP. Dengan diperolehnya NPWP maka akan timbul kewajiban-kewajiban
lainnya, dimana wajib pajak wajib melaporkan SPT masa dan tahunan,
melakukan pembayaran pajak tepat pada waktunya.
Apabila wajib pajak dilakukan pemeriksaan sehubungan dengan
pelaporan SPT yang telah disampaikannya, maka wajib pajak dapat
mengetahui segala hak dan kewajibannya. Seperti, misal membayar
kekurangan pajak sebagai akibat timbulnya surat keterangan pajak sebagai
akibat timbulnya surat keterangan pajak, maupun mengajukan suatu keberatan
atau banding apabila penetapan pajak tidak benar oleh wajib pajak.
Ketentuan dan tata cara perpajakan di Indonesia diatur dalam UU
no. 28 tahun 2007. Undang-undang tersebut menjelaskan bagaimana cara
pendaftaran, pembayaran, pemungutan, pemotongan, pelaporan,
pemeriksaan penyidikan, serta hak dan kewajiban wajib pajak.
Berikut ini tata cara/prosedur perpajakan sebagaimana yang
17 1. Pendaftaran
Sesuai dengan sistem self assessment maka Wajib Pajak mempunyai
kewajiban untuk mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau
Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) yang
wilayahnya meliputi tempat tinggal atau kedudukan Wajib Pajak untuk
diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Disamping melalui KPP atau
KP4, pendaftaran NPWP juga dapat dilakukan melalui e-register, yaitu suatu
cara pendaftaran NPWP melalui media elektronik on-line (internet).
NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai
sarana yang merupakan tanda pengenal atau identitas bagi setiap Wajib Pajak
dalam melaksanakan hak dan kewajibannya di bidang perpajakan. Untuk
memperoleh NPWP, Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada KPP, atau
KP4 dengan mengisi formulir pendaftaran dan melampirkan persyaratan
administrasi yang diperlukan, atau dapat pula mendaftarkan diri secara
on-line melalui e-register. Syarat-syarat pendaftaran Wajib Pajak yang
dijelaskan di situs www.pajak.go.id adalah:
1. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, dokumen yang diperlukan ha
berupa Fotokopi KTP yang masih berlaku atau Kartu Keluarga.
2. Bagi Wajib Pajak Badan, dokumen yang diperlukan antara lain:
a. Fotokopi Akte Pendirian Perusahaan,
b. Fotokopi KTP Pengurus, dan
c. Surat Keterangan Kegiatan Usaha dari Lurah.
Kepada Wajib Pajak diberikan Surat Keterangan Terdaftar (SKT)
18 lambat 3 (tiga) hari kerja setelah diterimanya permohonan secara lengkap.
Perlu diketahui masyarakat bahwa untuk pengurusan NPWP tersebut di atas
tidak dipungut biaya apapun.
Setelah memperoleh NPWP, Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang
dikenakan PPN wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada KPP, KP4, atau dapat pula dilakukan
secara on-line melalui e-register. Dalam rangka pengukuhan sebagai PKP
tersebut maka akan dilakuan penelitian setempat mengenai keberadaan dan
kegiatan usaha yang bersangkutan. Dengan dikukuhkannya Pengusaha
sebagai PKP maka atas penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak,
wajib diterbitkan Faktur Pajak.
2. Pembayaran Pajak
Mekanisme pembayaran pajak dijelaskan dalam situs www.pajak.go.id:
a. Membayar sendiri pajak yang terutang:
1. Pembayaran angsuran setiap bulan (PPh Pasal 25)
Pembayaran PPh Pasal 25 yaitu pembayaran pajak
penghasilan secara angsuran. Hal ini dimaksudkan untuk
meringankan beban Wajib Pajak dalam melunasi pajak yang
terutang dalam satu tahun pajak. Wajib Pajak diwajibkan
untuk mengangsur pajak yang akan terutang pada akhir tahun
dengan membayar sendiri angsuran pajak setiap bulan.
2. Pembayaran PPh Pasal 29 setelah akhir tahun
Pembayaran PPh Pasal 29 yaitu pelunasan pajak penghasilan
19 apabila pajak terutang untuk suatu tahun pajak lebih besar dari
jumlah total pajak yang dibayar sendiri dan pajak yang
dipotong atau dipungut pihak lain sebagai kredit pajak.
b. Melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain (PPh Pasal 4
(2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, 22, dan 23, serta PPh Pasal 26).
Pihak lain disini berupa:
1. Pemberi penghasilan
2. Pemberi kerja, atau
3. Pihak lain yang ditunjuk atau ditetapkan oleh
pemerintah.
. c. Pemungutan PPN oleh pihak penjual atau oleh pihak yang ditunjuk
pemerintah.
d. Pembayaran Pajak-pajak lainnya, yaitu:
1. Pembayaran PBB yaitu pelunasan berdasarkan Surat
Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Untuk daerah Jakarta,
pembayaran PBB sudah dapat dilakukan dengan menggunakan
ATM di Bank-bank tertentu.
2. Pembayaran BPHTB yaitu pelunasan pajak atas perolehan hak
atas tanah dan bangunan.
3. Pembayaran Bea Meterai yaitu pelunasan pajak atas dokumen
yang dapat dilakukan dengan cara menggunakan benda meterai
berupa meterai tempel atau kertas bermeterai atau dengan cara
lain seperti menggunakan mesin teraan.
20 Penghasilan (PPh), pemotong atau pemungut PPh diwajibkan memberikan
tanda bukti pemotongan atau tanda bukti pemungutan kepada orang pribadi
atau badan yang dipotong atau dipungut PPh. Dan khusus untuk penghasilan
karyawan atau pegawai tetap, pemotong PPh Pasal 21, yaitu pemberi kerja
wajib memberikan tanda bukti pemotongan paling lama 1 (satu) bulan setelah
tahun kalender berakhir.
Perlu diingat, sebagaimana di Pasal 3 Permenkeu di atas, dalam hal
tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak bertepatan dengan
hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, pembayaran atau
penyetoran pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Yang dimaksud
sebagai hari libur nasional adalah termasuk hari yang diliburkan untuk
penyelenggaraan Pemilihan Umum yang ditetapkan oleh Pemerintah dan cuti
bersama secara nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah.
3. Tempat Pembayaran Pajak
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
184/pmk.03/2007 Pasal 4 menyebutkan bahwa pembayaran pajak dapat
dilakukan di kantor pos dan bank yang telah ditunjuk oleh Mentri Keuangan.
Pembayaran pajak dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) yang
dapat diambil di KPP atau KP4 terdekat, atau dengan cara lain melalui
pembayaran pajak secara elektronik (e-payment).
Walaupun ketentuan ini terlihat sangat sederhana, namun dalam
kenyataannya, tidak sedikit anggota masyarakat yang mengira pembayaran
pajak dapatdilakukan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Pembayaran dan
21 Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang disamakan
dengan SSP. SSP atau sarana administrasi lain tersebut berfungsi sebagai
bukti pembayaran pajak hanya apabila telah disahkan oleh pejabat kantor
penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah mendapatkan
validasi dan menjadi dianggap sah bila telah di-validasi dengan Nomor
Transaksi Penerimaan Pajak (NTPN).
4. Pemotongan/Pemungutan
Selain pembayaran bulanan yang dilakukan sendiri, ada pembayaran
bulanan yang dilakukan dengan mekanisme pemotongan/pemungutan yang
dilakukan oleh pihak ketiga. Adapun jenis pemotongan/pemungutan adalah
PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, dan PPN dan PPn
BM. Adapun definisi dari masing-masing pajak penghasilan tersebut adalah
sebagai berikut:
1. PPh Pasal 21 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3
sehubungan dengan penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak Orang
Pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau kegiatan yang
dilakukan (seperti gaji yang diterima oleh pegawai dipotong oleh
perusahaan dimana dia bekerja).
2. PPh Pasal 22 adalah pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3
sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, impor barang
dan kegiatan usaha di bidang-bidang tertentu (seperti penyerahan
barang oleh rekanan kepada bendaharawan pemerintah).
3. PPh Pasal 23 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3
22 royalty, sewa, dan jasa yang diterima oleh WP badan dalam negeri, dan
BUT.
4. PPh Pasal 26 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3
sehubungan denan penghasilan yang diterima oleh WP luar negeri.
5. PPh Final (Pasal 4 ayat (2)), ada beberapa penghasilan yang dikenakan
PPh Final. Yang dimaksud final disini bahwa pajak yang dipotong,
dipungut oleh pihak ketiga atau dibayar sendiri tidak dapat dikreditkan
(bukan pembayaran di muka) terhadap utang pajak pada akhir tahun
dalam penghitungan pajak penghasilan pada SPT Tahunan. Beberapa
contoh penghasilan yang dikenakan PPh final: bunga deposito,
penjualan tanah dan bangunan, persewaan tanah dan bangunan, hadiah
undian, bunga obligasi dsb.
6. PPh Pasal 15 adalah pemotongan pajak penghasilan yang dilakukan
oleh Wajib Pajak tertentu yang menggunakan norma penghitungan
khusus, antara lain perusahaan pelayaran atau penerbangan
international, perushaan asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran
minyak, gas dan panas bumi, perusahaan dagang asing, perusahaan
yang melakukan investasi dalam bentuk bangun guna serah.
Seperti halnya PPh Pasal 25, pemotongan/pemungutan tersebut
merupakan angsuran pajak. Untuk PPh dikreditkan pada akhir tahun,
sedangkan PPN dikreditkan pada masa diberlakukannya pemungutan dengan
mekanisme Pajak Keluaran (PK) dan Pajak Masukan (PM).
Apabila pihak-pihak yang diberi kewajiban oleh DJP untuk
23 ketentuan yang berlaku, maka dapat dikenakan sanksi administrasi berupa
bunga 2% dan kenaikan 100%.
Masing-masing pemotongan dan pemungutan PPh memiliki
pemotong pajak dan jenis penghasilan yang berlainan sehingga tidak
mungkin ada satu jenis penghasilan yang dikenakan pemotongan atau
pemungutan oleh jenis pemotongan dan pemotongan yang berlainan.
Misalnya penghasilan yang telah dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 tidak
mungkin dipotong PPh Pasal 23 atau PPh Pasal 26.
5. Pelaporan
Sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang Perpajakan, Surat
Pemberitahuan (SPT) mempunyai fungsi sebagai suatu sarana bagi Wajib
Pajak di dalam melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan
jumlah pajak yang sebenarnya terutang. Selain itu Surat Pemberitahuan
berfungsi untuk melaporkan pembayaan atau pelunasan pajak baik yang
dilakukan Wajib Pajak sendiri maupun melalui mekanisme pemotongan dan
pemungutan yang dilakukan oleh pihak ke-3, melaporkan harta dan
kewajiban, dan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang
pemotongan dan pemungutan pajak yang telah dilakukan. Sehingga Surat
Pemberitahuan mempunyai makna yang cukup penting baik bagi Wajib
Pajak maupun aparatur pajak. Pelaporan pajak disampaikan ke KPP atau
KP4 dimana Wajib Pajak terdaftar. SPT dapat dibedakan sebagai berikut:
1. SPT Masa, yaitu SPT yang digunakan untuk melakukan pelaporan atas
pembayaran pajak bulanan. Ada beberapa SPT Masa:
24 - PPh Pasal 22,
- PPh Pasal 23,
- PPh Pasal 25,
- PPh Pasal 26,
- PPN dan PPnBM,
- Pemungut PPN
2. SPT Tahunan, yaitu SPT yang digunakan untuk pelaporan tahunan. Ada
beberapa jenis SPT Tahunan:
- Badan
- Orang Pribadi
- Pasal 21
Untuk lampiran 1721 A1 pada SPT Tahunan PPh Pasal 21 dapat
digunakan media elektronik (disket dan cartridge). Saat ini khusus untuk SPT
Masa PPN sudah dapat disampaikan secara elektronik (on-line) melalui
aplikasi e-filing. Dalam waktu dekat, penyampaian SPT Tahunan PPh dapat
dilakukan secara online melalui aplikasi e-SPT. Keterlambatan pelaporan
untuk SPT masa dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp.
[image:42.612.148.540.56.392.2]50.000,- dan SPT tahunan sebesar Rp. 100.000,-.
Tabel 2.1
Periode Pembayaran dan Pelaporan SPT
No Jenis SPT Batas Waktu
Pembayaran
Batas Waktu
Pelaporan
Masa
1 PPh Pasal 21/26 Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut 2 PPh Pasal 23/26 Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut 3 PPh Pasal 25 Tgl. 15 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut 4 PPh Pasal 22, PPN & PPn BM
oleh Bea Cukai
1 hari setelah dipungut 7 hari setelah pembayaran 5 PPh Pasal 22 - Bendaharawan
Pemerintah
Pada hari yang sama saat penyerahan barang
Tgl. 14 bulan berikujt
6 PPh Pasal 22 - Pertamina Sebelum Delivery Order dibayar
25
No Jenis SPT Batas Waktu
Pembayaran
Batas Waktu
Pelaporan
7 PPh Pasal 22 - Pemungut tertentu Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut 8 PPh Pasal 4 ayat (2) Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut 9 PPN dan PPn BM - PKP Tgl. 15 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut 10 PPN dan PPn BM -
Bendaharawan
Tgl. 17 bulan berikut Tgl. 14 bulan berikut
11 PPN & PPn BM - Pemungut Non Bendaharawan
Tgl. 15 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut
Tahunan
1 PPh - Badan, OP, PPh Pasal 21 Tgl. 25 bulan ketiga setelah berakhirnya tahun atau bagian tahun pajak
Tgl. 31 bulan ketiga setelah berakhirnya tahun atau bagian tahun pajak
2 PBB 6 (enam) bulan sejak
tanggal diterimanya SPPT
----
3 BPHTB Dilunasi pada saat
terjadinya perolehan hak atas tanah dan bangunan
----
Sumber: (http://www.pajak.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=916%3Akewajib an-wajib-pajak&catid=98%3Ahak-dan-kewajiban-wajib-pajak&Itemid=141&limitstart=4)
6. Kelebihan Pembayaran
Dalam hal pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih
kecil dari jumlah kredit pajak, atau dengan kata lain pembayaran pajak yang
dibayar atau dipotong atau dipungut lebih besar dari yang seharusnya
terutang, maka Wajib Pajak mempunyai hak untuk mendapatkan kembali
kelebihan tersebut. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat
diberikan dalam waktu 12 bulan sejak surat permohonan diterima secara
lengkap. Untuk Wajib Pajak masuk kriteria Wajib Pajak Patuh,
pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat dilakukan paling lambat 3
bulan untuk PPh da 1 bulan untuk PPN sejak permohonan diterima. Perlu
diketahui pengembalian ini dilakukan tanpa pemeriksaan.
Wajib Pajak dapat melakukan permohonan pengembalian kelebihan
26 1). dengan melalui Surat Pemberitahuan (SPT),
2). mengirimkan surat permohonan yang ditujukan kepada Kepala KPP.
Apabila DJP terlambat mengembalikan kelebihan pembayaran yang
semestinya dilakukan, maka Wajib Pajak berhak menerima bunga 2% per
bulan maksimum 24 bulan.
Proses pengembalian kelebihan pembayran pajak yang seharusnya
tidak terutang adalah dengan menyampaikan surat permohonan dengan
mencantumkan alasan meminta kembali pembayaran pajak, jumlah yang
diminta pengembaliannya, perincian dari pembayaran dan/atau
penyetoran-penyetoran yang diminta pengembaliannya disertai tanggal dan nomor dari
tiap-tiap bukti setoran, hutang-hutang pajak lainnya. Permohonan dapat
disetujui sebagian atau sepenuhnya, apabila memenuhi syarat telah terjadi
kekeliruan/kesalahan pembayaran pajak atau pemotongan pajak atau
pemungutan pajak, sehingga terdapat pembayaran pajak yang seharusnya
tidak terutang. Wajib Pajak atau Subyek Pajak atau bukan Subyek Pajak
menyerahkan asli bukti-bukti pembayaran atau pemotongan atau
pemungutan dari pajak yang diminta kembali pembayarannya. Penyelesaian
permohonan dilakukan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah
permohonan diterima lengkap. Dasar hukum pengembalian kelebihan
pembayaran pajak adalah Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-
31/PJ.2/1988
7. Pemeriksaan & Penyidikan
a.Pemeriksaan
27 tujuan menguji kepatuhan Wajib Pajak dan tujuan lain yang ditetapkan
oleh Direktorat Jenderal Pajak. Dalam hal dilakukan pemeriksaan, Wajib
Pajak berhak:
- Meminta Surat Perintah Pemeriksaan
- Melihat Tanda Pengenal Pemeriksa
- Mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan pemeriksaan
- Meminta rincian perbedaan antara hasil pemeriksaan dan SPT
Pemeriksaan yang dilakukan dapat dibedakan menjadi pemeriksaan
rutin, pemeriksaan kriteria seleksi, pemeriksaan khusus, pemeriksaan
Wajib Pajak lokasi, pemeriksaan tahun berjalan dan pemeriksaan bukti
permulaan. Pemeriksaan yang disebutkan terakhir adalah pemeriksaan
yang dilakukan terhadapWajib Pajak yang terindikasi melakukan tindak
pidana di bidang perpajakan. Berdasarkan ruang lingkunya jenis-jenis
pemeriksaan sebagaimana disebutkan di atas dapat dibedakan menjadi
pemeriksaan lapangan dan pemeriksaan kantor. Suatu jenis pemeriksaan
dapat dilakukan hanya dengan pemeriksaan kantor, sedangkan jenis
pemeriksaan lainnya dapat dilakukan dengan keduanya.
b. Penyidikan
Penyidikan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh
Penyidik yaitu Pengawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat
Jenderal Pajak, untuk mencari dan mengumpulkan bukti-bukti yang
membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan. Tindak pidana di
bidang perpajakan dapat berupa kealpaan atau kesengajaan yang
28 adalah Wajib Pajak alpa tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan
SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan
keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara. Kealpaan dapat diartikan tidak sengaja,
lalai, tidak hati-hati, atau kurang mengindahkan kewajibannya.
Sedangkan kriteria kesengajaan adalah sebagai berikut:
1. Tidak mendaftarkan diri, atau penyalahgunaan NPWP atau
PPKP
2. Tidak menyampaikan SPT
3. Menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak
benar atau tidak lengkap
4. Menolak untuk dilakukan pemeriksaan
5. Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain
yang palsu
6. Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak
memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan atau
dokumen lainnya
7. Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut,
sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi dan pihak lain wajib
memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada
Direktorat Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur UU Nomor 28 Tahun
2007 tentang perubahan ketiga UU Nomor 6 tahun 1983 tentang
29 dimaksud adalah data dan informasi orang pribadi atau badan yang dapat
menggambarkan kegiatan atau usaha, peredaran usaha, penghasilan
dan/atau kekayaan yang bersangkutan, termasuk informasi mengenai
nasabah debitur, data transksi keuangan dan lalu lintas devisa, kartu
kredit, serta laporan keuangan dan/ atau laporan kegiatan usaha yang
disampaikan kepada instansi lain di luar DJP. Setiap orang yang dengan
sengaja tidak memenuhi kewajiban memberikan data dan informasi
yang berkaitan dengan perpajakan dipidana dengan pidana kurungan
paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000
(satu miliar rupiah). Sedangkan untuk setiap orang yang dengan sengaja
menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat dan pihak lain
(kewajiban memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan
perpajakan) di pidana dengan pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh)
bulan atau denda paling banyak Rp800.000.000,- (delapan ratus juta
rupiah).
8. Penetapan, Keberatan, Banding & Peninjauan Kembali
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat
Jenderal Pajak, maka akan diterbitkan suatu surat ketetapan pajak, yang
dapat mengakibatkan pajak terutang menjadi kurang bayar, lebih bayar, atau
nihil. Jika Wajib Pajak tidak sependapat maka dapat mengajukan keberatan
atas surat ketetapan tersebut. Selanjutya apabila belum puas dengan
keputusan keberatan tersebut maka Wajib Pajak dapat mengajukan banding.
Langkah terakhir yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak dalam sengketa
30 a.Penetapan
Penetapan pajak dapat dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Jenis-jenis ketetapan yang dikeluarkan adalah: Surat Ketetapan Pajak Lebih
Bayar (SKPLB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat
Ketetapan Pajak Nihil (SKPN). Disamping itu dapat diterbitkan pula
Surat Tagihan Pajak (STP) dalam hal dikenakannya sanksi administrasi.
Berikut ini adalah tabel yang menjelaskan jenis dan besaran sanksi
[image:48.612.148.527.100.715.2]administrasi dari setiap permasalahan
Tabel 2.2 Sanksi Administrasi
No Pasal Masalah Sanksi Ket.
Denda
1. 7 (1) SPT Terlambat disampaikan :
a. Masa Rp. 50.000 Per SPT
b. Tahunan Rp. 100.000 Per SPT
2. 8 (3) Pembetulan sendiri dan belum disidik
200% Dari jumlah pajak yang kurang dibayar 3. 14 (4) a. Pengusaha kena PPN tidak
PKP
2% Dari DPP
3 14 (4) b. Pengusaha tidak PKP buat faktur pajak
2% \
> Dari DPP /
c. PKP tidak buat faktur atau faktur tidak lengkap
2%
Bunga
1. 8 (2) Pembetulan SPT dalam 2 tahun
2% Per bulan, dari jumlah pajak yang kurang dibayar 2. 9 (2a) Keterlambatan pembayaran
pajak masa dan tahunan
2% Per bulan, dari jumlah pajak terutang 3. 13 (2) Kekurangan pembayaran
pajak dalam SKPKB
2% Per bulan, dari jumlah kurang dibayar, max 24 bulan
4. 13 (5) SKPKB diterbitkan setelah lewat waktu 10 tahun karena adanya tindak pidana
48% Dari jumlah paak yang tidak mau atau kurang dibayar.
5. 14 (3)
a. PPh tahunn berjalan tidak/kurang bayar
b. SPT kurang bayar
2%
2%
Per bulan, dari jumlah pajak tidak/kurang dibayr, max 24 bulan
31
No Pasal Masalah Sanksi Ket
6. 15 (4) SKPKBT diterbitkan setelah lewat wkatu 10 tahun karena adanya tindak pidana
48% Dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar
7. 19 (1) SKPKB/T, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan kurang bayar terlambat dibayar
2% Per bulan, atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar
8 19 (2) Mengangsur atau menunda 2% Per bulan, bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan
9. 19 (3) Kekurangan pajak akibat penundaan SPT
2% Atas kekurangan pembayaran pajak
Kenaikan
1. 8 (5) Pengungkapan ketidak benaran SPT setelah lewat 2 tahun sebelum terbitnya SKP
50% Dari pajak yang kurang dibayar
2. 13 (3) Apabila: SPT tidak disampaikan sebagaimana disebut dalam surat teguran, PPN/PPnBM yang tidak seharusnya dikompensasikan atau tidak tarif 0%, tidak terpenuhinya Pasal 28 dan 29
a. PPh yang tidak atau kurang dibayar
50% Dari PPh yang tidak/kurang dibayar b. tidak/kurang dipotong/
dipungut/ disetorkan
100% Dari PPh yang tidak/kurang dipotong/dipungut c. PPN/PPnBM tidak atau
kurang dibayar
100% Dari PPN/PPnBM yang tidak atau kurang dibayar 3. 15 (2) Kekurangan pajak pada
SKPKBT
100% Dari jumlah kekurangan pajak tersebut
Sumber: (http://www.pajak.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=144% 3Atest&catid=98%3Ahak-dan-kewajiban-wajib-pajak&Itemid=141&limitstart=2)
b.Keberatan
Wajib Pajak mempunyai hak untuk mengajukan keberatan atas suatu
ketetapan pajak dengan mengajukan keberatan secara tertulis kepada
Direktur Jenderal Pajak paling lambat 3 bulan sejak tanggal surat
ketetapan, dan atas keberatan tersebut Direktur Jenderal Pajak akan
memberikan keputusan paling lama dalam jangka waktu 12 (dua belas)
32 1. Mengajukan surat keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala
Kantor Pelayanan Pajak setempat atas SKPKB, SKPKBT, SKPLB,
SKPN, Pemotongan dan Pemungutan oleh pihak ketiga.
2. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan
jumlah pajak terutang menurut perhitungan Wajib Pajak dengan
menyebutkan alasan-alasan yang jelas.
3. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak surat
ketetapan pajak, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka
waktu itu tidak dapat dipenuhi karena di luar kekuasaannya.
4. Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan di atas tidak dianggap
sebagai Surat Keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan.
c.Banding
Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Surat Keputusan
Keberatan atas keberatan yang diajukannya, maka Wajib Pajak masih
dapat mengajukan banding ke Badan Peradilan Pajak. Permohonan
banding diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dalam waktu 3
(tiga) bulan sejak keputusan diterima dilampiri surat Keputusan
Keberatan tersebut. Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat
Banding. Perlu diketahui bahwa Wajib Pajak yang mengajukan banding
harus membayar minimal 50% dari utang pajak yang diajukan banding.
Pengadilan Pajak harus menetapkan putusan paling lambat 12 (dua belas)
bulan sejak Surat Banding diterima. Apabila putusan Pengadilan Pajak
mengabulkan sebagian atau seluruh Banding, maka kelebihan
33 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
d.Peninjauan Kembali (PK)
Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Putusan Banding,
maka Wajib Pajak masih memiliki hak mengajukan Peninjauan Kembali
kepada Mahkamah Agung. Permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat
diajukan 1 (satu) kali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan
Pajak. Pengajuan permohonan PK dilakukan dalam jangka waktu paling
lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak diketahuinya kebohongan atau tipu
muslihat atau sejak putusan Hakim Pengadilan pidana memperoleh
kekuatan hukum tetap atau ditemukannya bukti tertulis baru atau sejak
putusan banding dikirim. Mahkamah Agung mengambil keputusan dalam
jangka wkatu 6 (enam) bulan sejak permohonan PK diterima.
9. Penagihan
Apabila WP tidak membayar pajak terutang sesuai dengan jangka
waktu yang telah ditentukan dalam STP, SKPKB, SKPKBT, Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, maka
DJP dapat melakukan tindakan penagihan. Proses penagihan dimulai dengan
Surat Teguran dan dilanjutkan dengan Surat Paksa. Dalam hal WP tetap
tidak membayar tagihan pajaknya maka dapat dilakukan penyitaan dan
pelelangan atas harta WP yang disita tersebut untuk melunasi pajak yang
tidak/belum dibayar. Adapun jangka waktu proses penagihan sebagai
berikut:
1. Surat Teguran diterbitkan jika dalam jangka 7 (tujuh) hari dari jatuh
34 2. Surat Paksa diterbitkan dalam jangka 21 (dua puluh satu) hari
setelah Surat Teguran apabila Wajib Pajak tetap belum melunasi
utang pajaknya.
3. Sita dilakukan dalam jangka waktu 2 x 24 jam sejak Surat Paksa disampaikan.
4. Lelang dilakukan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman lelang. Sedangkan pengumuman lelang dilakukan
paling singkat 14 (empat belas) hari setelah penyitaan.
Penagihan pajak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu penagihan aktif
dan penagihan pasif. Penagihan pasif dilakukan melalui Surat Tagihan Pajak
atau Surat Ketetapan Pajak. Penagihan pajak aktif atau penagihan pajak
dengan Surat Paksa dilakukan diatur dalam Undang-Undang No.19 tahun
1997 sebagaimana yang telah di ubah dengan Undang-Undang No.19 tahun
2000. enagihan pajak pasif dilakukan dengan menggunakan Surat Tagihan
Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan
Pembetulan yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar, Surat
Keputusan Keberatan yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar,
Surat Keputusan Banding yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih
besar. DJP dapat melakukan pencegahan dan penyanderaan terhadap Wajib
Pajak/penanggung pajak yang tidak kooperatif dalam membayar hutang
35 10.Hak-hak Wajib Pajak Lainnya
a.Kerahasiaan Wajib Pajak
Wajib Pajak mempunyai hak untuk mendapat perlindungan
kerahasiaan atas segala sesuatu informasi yang telah disampaikannya
kepada Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka menjalankan ketentuan
perpajakan. Disamping itu pihak lain yang melakukan tugas di bidang
perpajakan juga dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak,
termasuk tenaga ahli, sepert ahli bahasa, akuntan, pengacara yang
ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu pelaksanaan
undang-undang perpajakan. Kerahasiaan Wajib Pajak antara lain:
- Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan dokumen lainnya
yang dilaporkan oleh Wajib Pajak;
- Data dari pihak ketiga yang bersifat rahasia
- Dokumen atau rahasia Wajib Pajak lainnya sesuai ketentuan
perpajakan yang berlaku
Namun demikian dalam rangka penyidikan, penuntutan atu dalam
rangka kerjasama dengan instansi pemerintah lainnya, keterangan atau
bukti tertuils dari atau tentang Wajib Pajak dapat diberikan atau
diperlihatkan kepada pihak tertentu yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.
b.Penundaan Pembayaran
Dalam hal-hal atau kondisi tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan
36 c.Pengangsuran Pembayaran
Dalam hal-hal atau kondisi tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan
permohonan mengangsur pembayaran pajak.
d.Penundaan Pelaporan SPT Tahunan
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat menyampaikan
perpanjangan penyampaian SPT Tahunan baik PPh Badan maupun PPh
Pasal 21.
e.Pengurangan PPh Pasal