• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi Galur Mutan Gandum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakterisasi Galur Mutan Gandum"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI GALUR MUTAN GANDUM

(

Triticum aestivum

L.)

PADA DAERAH DATARAN RENDAH TROPIS

CHAERUL MALIK

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

KARAKTERISASI GALUR MUTAN GANDUM

(

Triticum aestivum

L.)

PADA DAERAH DATARAN RENDAH TROPIS

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains Dan Teknologi

Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta

CHAERUL MALIK

106095003196

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

PENGESAHAN UJIAN

Skripsi berjudul “Karakterisasi Galur Mutan Gandum (Triticum aestivum L.) Pada Daerah Dataran Rendah Tropis” yang ditulis oleh Chaerul Malik, NIM 106095003196 telah diuji dan dinyatakan LULUS dalam siding Munaqosah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 18 Maret 2010 Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Biologi.

Menyetujui:

Penguji I, Penguji II,

Fahma Wijayanti, M.Si Megga R. Pikoli, M.Si

NIP.19690317 200312 2 001 NIP.19720322 200212 2 002

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. DR. Soeranto Human, M.Sc Dasumiati, M.Si

NIP.19581013 198303 1 002 NIP.19730923 199903 2 002

Mengetahui:

Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Biologi

DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis. DR. Lily Surayya E.P, M.Env.Stud.

(4)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Maret 2011

(5)

ABSTRAK

Chaerul Malik. Karakterisasi Galur Mutan Gandum (Triticum aestivum L.) Pada Daerah Dataran Rendah Tropis.

Gandum merupakan jenis tanaman sereal yang menjadi sumber bahan pangan penting di dunia. Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat konsumsi gandum yang tinggi. Perkembangan gandum di Indonesia sangat lambat sehingga Indonesia masih harus mengimpor gandum dari negara lain. Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai September 2010 di SEAMEO Biotrop, Bogor dan BATAN Pasar Jumat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperlajari beberapa karakter morfologi galur mutan gandum, melihat pengaruh ketinggian tempat dan vernalisasi terhadap pertumbuhan dan perkembangan galur mutan gandum di daerah dataran rendah tropis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak kelompok (RAK), dengan tiga blok sebagai ulangan. Hasil penelitian menunjukan bahwa galur mutan CBD 17 adalah salah satu galur mutan yang berpotensi baik untuk dikembangkan di dearah dataran rendah tropis dibandingkan enam galur mutan lainnya. Galur mutan ini memiliki beberapa karakter morfologi yang baik seperti tinggi 59,52 cm, umur genjah (85,67 hari), jumlah biji per malai yang cukup tinggi (23,07 biji) dan memiliki berat biji per rumpun tertinggi (2,5 g) melebihi ketiga varietas kontrol.

(6)

Chaerul Malik. Characterization Of Wheat Mutant Lines (Triticum aestivum L.) At Tropical Low Land.

Wheat is the important cereals that used for foodstuff in the world. Indonesia is one of country with height level of wheat consuming. Indonesia development wheat was to late in order to always import wheat from another country. This research carried out on April until September 2010 in SEAMEO Biotrop, Bogor and BATAN Pasar Jumat. The aim of this research was to study about characteristic of morphology wheat mutant lines in tropical low land, see the effect of place elevation and vernalization in growth and development wheat mutant lines. Method of the research is randomized complete block design (RCBD) with three blocks as repeating. The experimental results showed that among of another six mutant line, the mutant line of CBD 17 had a good potential to develop in tropical low land. It had some good characteristic morphology such as, plant high 59,52 cm, lower age (85,67 days), highest number of grain per spike (23,07 seeds) and produced highest grain per clump (2,5 g) more than three varieties of control.

(7)

Bismillaahirrahmaanirrahiim

“Persembahan Untuk Ayah dan Ibu”

Bersama do’a mu ayah dan ibu aku menuju ilmu

Bersama tangismu ayah dan ibu aku berlalu

Bersama harapmu ayah dan ibu aku tertuju

Bersama kasihsayangmu ayah dan ibu aku rindu

Lima tahun tak jadi berlalu

Waktu memisah dan menyatu

Bersama 23 orang penuntut ilmu

Aku berjibaku

Jatuh bangun melawan waktu

Menapaki hiruk pikuk dan lika-liku ilmu

Di kota central tempat para penjuru negeri mengadu

Kini dapatku persembahkan untuk mu ayah dan ibu

Jeripayah dan tanggungjawabku

Sebuah karya yang ku tulis dengan tinta cintamu

Anugrah Allah yang Maha Tahu

Inilah keringat dan jeripayahmu ayah dan ibu

Inilah doa dan linangan air mata malammu ibu

Inilah harapanmu ayah dan ibu

Inilah baktiku pada mu ayah dan ibu

Jangan pernah berhenti keningmu tuk selalu menunduk dalam malammu

ibu

Jangan pernah surut sungai di kelopak matamu mengalirkan do’a ibu

Jangan pernah berhenti bibir mu berharap oh ayah dan ibu

Sampai dunia kurengkuh untuk mu

Sampai Surga ku bawakan untuk mu

Oh ayah dan Ibuku.

(8)

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puji serta syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan

taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi

ini yang berjudul “Karakterisasi Galur Mutan Gandum (Triticum aestivum L.) Pada Daerah Dataran Rendah Tropis”. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis memperoleh bimbingan, arahan dan masukan dari berbagai pihak sehingga

penulis dapat mengatasi semua halangan dan rintangan. Oleh karena itu, pada

kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan ketulusan jiwa, penulis

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis selaku Dekan Fakultas Sains

dan Teknologi.

2. Ibu DR. Lily Surayya E.P, M.Env.Stud selaku ketua Program Studi

Biologi

3. Kepala PATIR BATAN Ps. Jumat yang telah mengizinkan penulis untuk

melakukan penelitian di BATAN.

4. Bapak Prof. DR. Soeranto Human, M.Sc selaku pembimbing yang banyak

mengarahkan dan membimbing penulis dari awal hingga akhir.

5. Ibu Dasumiati, M.Si selaku pembimbing sekaligus Penasehat Akademik

yang telah banyak mengarahkan dan membimbing penulis baik dalam

menjalani kuliah maupun skripsi.

6. Ir. Junaidi, M.Si dan Ibu Priyanti M.Si selaku penguji seminar proposal

dan seminar hasil, yang banyak memberikan arahan dan masukan bagi

penulis.

7. Ibu Fahma Wijayanti, M.Si dan Ibu Megga R. Pikoli, M.Si selaku penguji

yang telah memberikan masukan dan saran kepada penulis.

8. Ka Wijaya M. Indriatama, S.Si yang telah banyak membimbing,

(9)

9. Bapak dan Ibu tercinta yang tidak pernah henti-hentinya mendoakanku

dengan begitu banyak linangan air mata dalam sujud malammu dan kerja

keras setiap hari demi kesuksesan anaknya.

10.Kakakku (Abu Yazid) yang selalu memotivasi dan menjadi inspirasiku

baik dalam menjalani kehidupan di Jakarta, kuliah dan skripsi ini. Dan

kepada adik-adikku (Dewi dan Zakaria) tersayang yang selalu membuatku

bersemangat dan tergerak untuk menyelesaikan skripsi ini.

11.Keluarga besar Biologi 2006 (Istianah, Zihan, Nurkhasanah, Nurul, Yelvi,

Adeng, Deden, Apdus, Ipin, Muhe, Iqbal, Eko, Bams, Ryan, Rina, Astri,

Nita, Lidia, Nana, Fitri, Anggi, Hera dan Gelenk) yang selalu ada disaat

duka menyerta, selalu ada saat dipinta dan selalu tersenyum disaat

termenung, kalian semua takan pernah tergantikan dihati penulis.

12.Epo Nur Wahyuni, S.Si yang telah banyak membantu dan memotivasi

penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

13.Sahabat TPA Comunity (Mang Andi, Mang Pian, Mang Abu, Mang

Rachmat Kabir, Harid Isnaeni, Rahmat Vario, Bang Jack, Aziz dan

Matsani) yang selalu menyemangati dan memotivasi penulis (Terbaik).

Serta semua pihak yang telah banyak membantu penulis namun tidak bisa

disebutkan satu persatu. Semoga Allah membalas semua kebaikan kalian. Dengan

segala keterbatasan yang ada, penulis mengakui skripsi ini masih jauh dari

sempurna. Untuk itu, dengan hati terbuka, penulis mengharapkan saran dan kritik

yang membangun demi kemajuan penulis.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Jakarta, 21 Maret 2011

(10)

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI .. ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Hipotesis ... 3

1.4. Tujuan Penelitian ... 4

1.5. Manfaat Penelitian ... 4

1.6. Kerangka Berfikir ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Tanaman Gandum (Triticum aestivum L.) ... 6

2.1.1. Deskripsi tanaman gandum ... 6

2.1.2. Syarat tumbuh Gandum ... 9

2.1.3. Klasifikasi gandum ... 12

2.2. Karakterisasi dan Morfologi Gandum ... 13

(11)

2.2.2. Batang ... 14

2.2.3. Daun ... 15

2.2.4. Bunga ... 17

2.2.5. Biji ... 19

2.3. Pemuliaan Gandum Dengan Teknik Mutasi ... 20

2.3.1. Induksi mutasi dengan sinar gamma ... 22

2.3.2. Seleksi dan pemurnian galur mutan ... 23

2.3.3. Pengujian galur mutan ... 24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 26

3.1. Waktu dan Tempat ... 26

3.2. Alat dan Bahan ... 26

3.3. Metode Penelitian ... 26

3.3.1. Persiapan lahan ... 27

3.3.2. Penanaman dan Pemeliharaan ... 27

3.3.3. Pengamatan variabel ... 28

3.4. Analisis Data ... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

4.1. Pertumbuhan Tanaman ... 31

4.1.1. Tinggi tanaman ... 33

4.1.2. Jumlah anakan ... 36

4.2. Daun ... 38

(12)

4.3.2. Jumlah biji per malai ... 45

4.3.3. Jumlah spikelet ... 49

4.4. Umur Berbunga dan Umur Panen ... 50

4.4.1. Umur berbunga ... 50

4.4.2. Umur panen ... 52

4.5. Biji ... 55

4.5.1. Berat biji per rumpum ... 55

4.5.2. Berat 1000 biji ... 57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

5.1. Kesimpulan ... 60

5.2. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 66

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman dan jumlah anakan produktif pada 10

genotip gandum ... 34

Tabel 2. Rata-rata jumlah daun, panjang helai daun, panjang upih daun, dan

lebar daun ... 39

Tabel 3. Rata-rata panjang malai, jumlah biji per malai, jumlah spikelet

dan persentase biji hampa ... 43

Tabel 4. Umur berbunga dan umur panen ... 51

[image:13.595.111.502.173.561.2]
(14)
[image:14.595.111.507.174.552.2]

Halaman

Gambar 1. Struktur batang dan daun tanaman gandum ... 15

Gambar 2. Biji gandum ... 20

Gambar 3. Pemuliaan mutasi dengan teknik mutasi ... 21

Gambar 4. Grafik pertumbuhan tanaman gandum ... 32

Gambar 5. Malai gandum ... 42

Gambar 6. Malai 10 genotip gandum ... 44

Gambar 7. Malai normal, malai yang terserang burung, dan malai yang terserang jamur ... 48

Gambar 8. Biji pada spikelet ... 50

Gambar 9. Bunga galur CBD 24 dan varietas Dewata pada minggu ke-6 ... 52

Gambar 10. Sepuluh sampel genotip gandum setelah dipanen ... 53

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Denah penanaman gandum di SEAMEO Biotrop, Bogor ... 66

Lampiran 2. Data klimatologi BMKG Bogor dan Peta lokasi BATAN Pasar Jumat ... 67

Lampiran 3. Tabel analisis sidik ragam rancangan acak kelompok (RAK) .. 68

Lampiran 4. Sertifikat pengujian tanah ... 71

Lampiran 5. Surat permohonan riset ... 73

Lampiran 6. Surat balasan dari BATAN Pasar Jumat ... 74

(16)

i Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puji serta syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan

taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi

ini yang berjudul “Karakterisasi Galur Mutan Gandum (Triticum aestivum L.) Pada Daerah Dataran Rendah Tropis”. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis memperoleh bimbingan, arahan dan masukan dari berbagai pihak sehingga

penulis dapat mengatasi semua halangan dan rintangan. Oleh karena itu, pada

kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan ketulusan jiwa, penulis

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis selaku Dekan Fakultas Sains

dan Teknologi.

2. Ibu DR. Lily Surayya E.P, M.Env.Stud selaku ketua Program Studi

Biologi

3. Kepala PATIR BATAN Ps. Jumat yang telah mengizinkan penulis untuk

melakukan penelitian di BATAN.

4. Bapak Prof. DR. Soeranto Human, M.Sc selaku pembimbing yang banyak

mengarahkan dan membimbing penulis dari awal hingga akhir.

5. Ibu Dasumiati, M.Si selaku pembimbing sekaligus Penasehat Akademik

yang telah banyak mengarahkan dan membimbing penulis baik dalam

menjalani kuliah maupun skripsi.

6. Ir. Junaidi, M.Si dan Ibu Priyanti M.Si selaku penguji seminar proposal

dan seminar hasil, yang banyak memberikan arahan dan masukan bagi

penulis.

7. Ibu Fahma Wijayanti, M.Si dan Ibu Megga R. Pikoli, M.Si selaku penguji

yang telah memberikan masukan dan saran kepada penulis.

8. Ka Wijaya M. Indriatama, S.Si yang telah banyak membimbing,

(17)

ii

9. Bapak dan Ibu tercinta yang tidak pernah henti-hentinya mendoakanku

dengan begitu banyak linangan air mata dalam sujud malammu dan kerja

keras setiap hari demi kesuksesan anaknya.

10.Kakakku (Abu Yazid) yang selalu memotivasi dan menjadi inspirasiku

baik dalam menjalani kehidupan di Jakarta, kuliah dan skripsi ini. Dan

kepada adik-adikku (Dewi dan Zakaria) tersayang yang selalu membuatku

bersemangat dan tergerak untuk menyelesaikan skripsi ini.

11.Keluarga besar Biologi 2006 (Istianah, Zihan, Nurkhasanah, Nurul, Yelvi,

Adeng, Deden, Apdus, Ipin, Muhe, Iqbal, Eko, Bams, Ryan, Rina, Astri,

Nita, Lidia, Nana, Fitri, Anggi, Hera dan Gelenk) yang selalu ada disaat

duka menyerta, selalu ada saat dipinta dan selalu tersenyum disaat

termenung, kalian semua takan pernah tergantikan dihati penulis.

12.Epo Nur Wahyuni, S.Si yang telah banyak membantu dan memotivasi

penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

13.Sahabat TPA Comunity (Mang Andi, Mang Pian, Mang Abu, Mang

Rachmat Kabir, Harid Isnaeni, Rahmat Vario, Bang Jack, Aziz dan

Matsani) yang selalu menyemangati dan memotivasi penulis (Terbaik).

Serta semua pihak yang telah banyak membantu penulis namun tidak bisa

disebutkan satu persatu. Semoga Allah membalas semua kebaikan kalian. Dengan

segala keterbatasan yang ada, penulis mengakui skripsi ini masih jauh dari

sempurna. Untuk itu, dengan hati terbuka, penulis mengharapkan saran dan kritik

yang membangun demi kemajuan penulis.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Jakarta, 21 Maret 2011

(18)

iii

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI .. ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Hipotesis ... 3

1.4. Tujuan Penelitian ... 4

1.5. Manfaat Penelitian ... 4

1.6. Kerangka Berfikir ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Tanaman Gandum (Triticum aestivum L.) ... 6

2.1.1. Deskripsi tanaman gandum ... 6

2.1.2. Syarat tumbuh Gandum ... 9

2.1.3. Klasifikasi gandum ... 12

2.2. Karakterisasi dan Morfologi Gandum ... 13

(19)

iv

2.2.2. Batang ... 14

2.2.3. Daun ... 15

2.2.4. Bunga ... 17

2.2.5. Biji ... 19

2.3. Pemuliaan Gandum Dengan Teknik Mutasi ... 20

2.3.1. Induksi mutasi dengan sinar gamma ... 22

2.3.2. Seleksi dan pemurnian galur mutan ... 23

2.3.3. Pengujian galur mutan ... 24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 26

3.1. Waktu dan Tempat ... 26

3.2. Alat dan Bahan ... 26

3.3. Metode Penelitian ... 26

3.3.1. Persiapan lahan ... 27

3.3.2. Penanaman dan Pemeliharaan ... 27

3.3.3. Pengamatan variabel ... 28

3.4. Analisis Data ... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

4.1. Pertumbuhan Tanaman ... 31

4.1.1. Tinggi tanaman ... 33

4.1.2. Jumlah anakan ... 36

4.2. Daun ... 38

(20)

v

4.3.2. Jumlah biji per malai ... 45

4.3.3. Jumlah spikelet ... 49

4.4. Umur Berbunga dan Umur Panen ... 50

4.4.1. Umur berbunga ... 50

4.4.2. Umur panen ... 52

4.5. Biji ... 55

4.5.1. Berat biji per rumpum ... 55

4.5.2. Berat 1000 biji ... 57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

5.1. Kesimpulan ... 60

5.2. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 66

(21)

vi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman dan jumlah anakan produktif pada 10

genotip gandum ... 34

Tabel 2. Rata-rata jumlah daun, panjang helai daun, panjang upih daun, dan

lebar daun ... 39

Tabel 3. Rata-rata panjang malai, jumlah biji per malai, jumlah spikelet

dan persentase biji hampa ... 43

Tabel 4. Umur berbunga dan umur panen ... 51

[image:21.595.111.502.173.560.2]
(22)

vii

[image:22.595.111.507.174.552.2]

Halaman

Gambar 1. Struktur batang dan daun tanaman gandum ... 15

Gambar 2. Biji gandum ... 20

Gambar 3. Pemuliaan mutasi dengan teknik mutasi ... 21

Gambar 4. Grafik pertumbuhan tanaman gandum ... 32

Gambar 5. Malai gandum ... 42

Gambar 6. Malai 10 genotip gandum ... 44

Gambar 7. Malai normal, malai yang terserang burung, dan malai yang

terserang jamur ... 48

Gambar 8. Biji pada spikelet ... 50

Gambar 9. Bunga galur CBD 24 dan varietas Dewata pada minggu ke-6 ... 52

Gambar 10. Sepuluh sampel genotip gandum setelah dipanen ... 53

(23)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Denah penanaman gandum di SEAMEO Biotrop, Bogor ... 66

Lampiran 2. Data klimatologi BMKG Bogor dan Peta lokasi BATAN Pasar

Jumat ... 67

Lampiran 3. Tabel analisis sidik ragam rancangan acak kelompok (RAK) .. 68

Lampiran 4. Sertifikat pengujian tanah ... 71

Lampiran 5. Surat permohonan riset ... 73

Lampiran 6. Surat balasan dari BATAN Pasar Jumat ... 74

(24)

1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gandum (Triticum aestivum L.) adalah salah satu tanaman yang berasal dari

daerah subtropis. Tanaman ini termasuk salah satu golongan serealia dari famili

Gramineae (Budiarti, 2005). Gandum merupakan bahan baku tepung terigu yang

banyak digunakan untuk pembuatan berbagai jenis produk makanan seperti roti,

mie, kue, biskuit dan makanan ringan lainnya (Wiyono, 1980).

Beberapa varietas gandum yang sudah dihasilkan dan dilepas adalah

Dewata, Selayar, dan Nias. Namun, produksinya saat ini masih belum dapat

mencukupi kebutuhan nasional, sehingga sampai saat ini pemerintah masih harus

mengimpor gandum dari negara lain untuk menutupi kekurangan tersebut.

Menurut PT Media Data Riset pada tahun 2009, konsumsi tepung terigu nasional

sebesar 4,6 juta ton. Sedangkan menurut ketua umum asosiasi produsen tepung

terigu indonesia (Aptindo) Franciscus Welirang, konsumsi terigu nasional pada

tahun 2010 mencapai 4,38 juta ton atau setara 5,85 juta ton gandum.

Ada beberapa hal yang menyebabkan kurang berhasilnya produksi gandum

di Indonesia, diantaranya karena beberapa varietas gandum yang telah dilepas

belum ada yang bisa tumbuh baik pada daerah dataran rendah tropis. Kondisi ini

sesuai dengan pernyataan Djoko Murdono Kepala Pusat Studi Gandum Fakultas

Pertanian, Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Salatiga, Jawa Tengah,

dalam Koran Jakarta edisi 20 Maret 2010 yang menyatakan bahwa sampai saat ini

(25)

2

ada varietas gandum yang bisa ditanam di daerah dataran rendah). Sementara itu

menurut Pringgohandoko dan Suryawati (2006), ketersedian lahan di daerah

dataran tinggi di Indonesia tidak tersedia cukup luas untuk budidaya gandum

dengan sekala ekonomis, dibandingkan lahan yang tersedia pada daerah dataran

rendah (250-400 m dpl). Oleh karena itu perlu dilakukan pemuliaan untuk

mendapatkan varietas-varietas gandum yang bisa tumbuh baik di dataran rendah

tropis. Salah satunya adalah dengan pemuliaan mutasi.

Pemuliaan mutasi adalah bentuk pemuliaan tanaman yang memanfaatkan

radiasi (gelombang elektromagnetik) dan juga senyawa-senyawa kimia yang dapat

menyebabkan mutasi, untuk meningkatkan keragaman sifat tanaman. Teknik ini

banyak digunakan oleh negara-negara maju. Tidak sedikit tanaman unggul yang

dihasilkan dengan menggunakan teknik ini, salah satunya adalah tanaman

gandum. Pemulian tanaman gandum dengan teknik radiasi dilakukan untuk

meningkatkan keragaman genetik tanaman gandum itu sendiri. Dengan

keragaman genetik yang tinggi, para pemulia tanaman dapat melakukan seleksi

untuk mendapatkan jenis gandum yang memiliki karakter (sifat) yang diinginkan

(dapat beradaptasi baik pada daerah dataran rendah tropis). Untuk itu perlu

dilakukan pengamatan mengenai karakter-karakter morfologi tanaman gandum

yang ditanam di daerah dataran rendah tropis (karakterisasi).

Melihat fakta di atas dan betapa pentingnya gandum untuk ketahanan

(26)

berpotensi sebagai gandum tropis, dan dapat dibudidayakan secara luas untuk

mencukupi kebutuhan gandum nasional.

1.2. Rumusan Masalah

Gandum dapat tumbuh di Indonesia, bahkan beberapa varietas gandum telah

berhasil dilepas sebagai varietas gandum nasional dengan nama Dewata, Selayar,

dan Nias. Ketiga varietas ini merupakan varietas gandum dataran tinggi, namun

lahan yang tersedia di dataran tinggi sangat terbatas jika dibandingkan dengan

lahan yang tersedia di dataran rendah. Selain itu terbatasnya penelitian gandum

mengakibatkan sampai saat ini belum ada varietas gandum yang bisa beradaptasi

baik pada daerah dataran rendah tropis. Masalah utama yang dihadapi para

pemulia tanaman gandum adalah tanaman gandum sulit tumbuh dan cenderung

sulit untuk membentuk biji di daerah dataran rendah tropis.

1.3. Hipotesis

a. Diantara galur-galur mutan gandum yang ditanam, terdapat galur mutan

gandum yang dapat beradaptasi baik pada daerah dataran rendah tropis.

b. Ketinggian tempat dan vernalisasi dapat mempengaruhi pertumbuhan dan

(27)

4

1.4. Tujuan Penelitian

a. Mempelajari beberapa karakteristik morfologi galur-galur mutan gandum

pada daerah dataran rendah tropis untuk mendukung program pemuliaan

gandum.

b. Melihat pengaruh ketinggian tempat dan vernalisasi terhadap pertumbuhan

dan perkembangan galur mutan gandum.

1.5. Manfaat Penelitian

a. Dengan mengetahui karakteristik morfologi galur mutan gandum yang

dihasilkan, maka kita dapat mengetahui apakah galur mutan gandum yang

ditanam pada dataran rendah tropis termasuk gandum yang memiliki

karakter yang adaptif atau tidak, sehingga penelitian ini bisa menjadi

acuan bagi pemulia tanaman untuk membantu proses seleksi galur mutan

tanaman gandum.

b. Mendukung program pemuliaan gandum untuk mendapatkan varietas

gandum yang dapat beradaptasi baik pada daerah dataran rendah tropis dan

galur-galur mutan gandum yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai plasma

nutfah, sehingga dapat menambah koleksi plasma nutfah gandum yang

(28)

1.6. Kerangka Berfikir Peningkatan jumlah penduduk Peningkatan kebutuhan pangan (gandum) Impor gandum meningkat (tinggi) Produksi gandum nasional Peningkatan devisa negara yang keluar  Keterbatasan lahan

 Bersaing dengan komoditas lain

 Keterbatasan benih/var

Karakterisasi galur mutan gandum tropis (Triticum aestivum L.) pada daerah dataran rendah

Plasma nutfah gandum  Materi introduksi  Var. lokal: Dewata,

Selayar dan Nias.

Pemuliaan Mutasi (gandum dataran rendah)

Uji Multi Lokasi

Gandum adalah sumber bahan pangan penting

Pelepasan varietas gandum

(29)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Gandum (Triticum aestivum L.)

2.1.1. Deskripsi tanaman gandum

Gandum merupakan tanaman pangan penting di dunia. Dua puluh persen

dari bahan makanan (kalori) yang dikonsumsi di dunia berasal dari gandum, 20%

beras, dan 60% lainya adalah jagung, kentang, dan lain-lain. Gandum memiliki

keunggulan dibandingkan dengan jenis sereal lainnya, yaitu kandungan protein

gandum lebih tinggi dibandingkan dengan padi dan jagung, begitu pula dengan

asam-asam amino yang terdapat pada gandum lebih lengkap dan lebih besar

jumlahnya dibandingkan keduanya (Wiyono, 1980).

Gandum tumbuh baik di daerah subtropis. Namun demikian gandum

memiliki toleransi pada iklim yang luas. Oleh karenanya gandum dapat

dibudidayakan di berbagai negara, termasuk Indonesia (tropis). Faktor utama yang

menjadi kendala budidaya gandum pada daerah iklim tropis seperti Indonesia

adalah suhu udara dan curah hujan. Kedua faktor iklim ini membatasi cocok

tidaknya suatu lokasi untuk penanaman gandum (Wiyono, 1980).

Gandum adalah tanaman semusim yang dapat tumbuh dari permukaan laut

sampai 3000 m dpl di daerah temperet (Dahlan, 2010). Gandum termasuk ke

dalam family Gramineae, genus Triticum, dan spesies Triticum aestivum L. Di

Indonesia gandum telah ditanam di beberapa propinsi antara lain Sulawesi Selatan

(Malino), Jawa Timur (Tosari), Jawa Tengah (Salatiga) dan Sumatra Barat

(30)

Sebagai sumber bahan pangan yang sangat penting gandum memiliki

beberapa keunggulan dibandingkan dengan tanaman lainnya seperti padi. Gandum

dapat beradaptasi pada kondisi tanah dan iklim yang luas, dapat tumbuh

diberbagai daerah di seluruh dunia, bernilai ekonomis, dan memiliki hasil panen

yang bagus walaupun di bawah kondisi tanpa pemupukan (Ahmad et al, 2009).

Gandum merupakan sumber pangan terpenting di Indonesia setelah padi.

Sebagian besar makanan yang biasa dijumpai setiap hari seperti mie, roti, biskuit,

donat, cookies, dan yang lainnya, berbahan dasar gandum. Gandum memiliki

senyawa gluten yang tidak dimiliki oleh tanaman lainnya, yang membuat

keunggulan daya kembang pada tepung gandum (Budiarti, 2005). Selain itu

gandum juga kaya akan karbohidrat dan protein. Dalam setiap 100 gram gandum

terkandung 3,1 mg zat besi dan 36 mg kalsium yang bermanfaat, antara lain dapat

menyembuhkan penyakit jantung koroner dan darah tinggi (Mahardika, 2010).

Selain untuk bahan dasar pembuatan makanan, gandum juga bisa dijadikan

untuk pakan ternak (gabah, dedak, dan bungkil), industri kerajinan, hiasan, lem,

dan pembutan kertas (Anonim, 2007). Umumnya gandum yang biasa dijadikan

sebagai bahan pakan ternak adalah jenis gandum yang memiliki kualitas rendah.

Manfaat lain dari gandum adalah dapat dijadikan sebagai sumber minuman

beralkohol, seperti bir (James, 1983).

Berapa jenis gandum yang telah berhasil dilepas sebagai varietas gandum

nasional diantaranya adalah varietas Dewata, Selayar dan Nias. Ketiga varietas ini

merupakan jenis gandum dataran tinggi (tumbuh baik pada daerah sejuk). Akan

(31)

8

a. Varietas Dewata

Berdasarkan hasil Keputusan Menteri Pertanian nomor

174/Kpts/LB.240/3/2004 gandum varietas Dewata adalah varietas unggul. Dewata

merupakan varietas gandum yang diintroduksi dari India. Pada dataran tinggi

(>1000 m dpl) gandum varietas ini berbunga pada umur ± 82 hari setelah tanam

(hst) dengan umur masak 129 hst, sedangkan pada daerah dataran rendah ± 55 hst

dengan umur masak 90 hst. Gandum varietas Dewata memiliki batang yang

kompak, warna daun hijau, dan terdapat bulu-bulu (trikom) yang berwarna hijau.

Biji gandum varietas Dewata berwarna kuning kecoklatan. Panjang malainya ±

11cm. Setiap malai menghasilkan ± 47 butir biji gandum. Kandungan protein

yang terdapat pada biji gandum Dewata 13,94%, maltose 3,19% dan gluten

12,9%.

b. Varietas Selayar

Gandum varietas Selayar berasal dari galur HHAHN/2*WEAVER

introduksi dari CIMMYT (Dahlan, 2010). Selayar merupakan jenis gandum yang

tumbuh baik pada dataran tinggi di atas 1000 m dpl. Pada dataran tinggi, varietas

Selayar memiliki umur yang lebih pendek dibandingkan varietas Dewata yaitu ±

125 hari. Biji varietas Selayar berwarna kuning kecoklatan. Kandungan protein

yang terdapat pada biji selayar yaitu sekitar 11,7%, maltosa 1,9%, dan gluten

9,3% (Syuryawati et al, 2007).

c. Varietas Nias

Varietas gandum Nias merupakan salah satu varietas unggul yang pertama

(32)

pada tahun 2003 dengan potensi hasil 2 ton/ha. Varietas Nias tumbuh baik pada

daerah dataran tinggi di atas 1000 m dpl, sama seperti varietas Dewata dan

Selayar. Tetua varietas ini berasal dari Thailand. Pada daerah dataran tinggi (1450

dpl) tinggi tanaman varietas ini ± 74 cm, jumlah anakan 15,67, panjang malai ± 10

cm, umur berbunga ± 74 hari, dan umur panen ± 114 hari (Soeranto, 2007).

2.1.2. Syarat tumbuh gandum

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti, gadum

bisa tumbuh dan berproduksi dengan baik di Indonesia serta mempunyai peluang

untuk pengembangannya (Budiarti, 2005). Namun demikian hasil produksinya

masih kurang jika dibandingkan dengan di negara asalnya. Menurut Samekto

(2008), tanaman gandum varietas DWR 162 tetua gandum varietas Dewata dapat

tumbuh baik pada ketinggian 400 m dpl, dengan hasil produksi 2,579 ton/ha.

Pertumbuhan gandum sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti

keasaman (pH) tanah, kelembaban, curah hujan, intensitas cahaya, dan yang

lainnya. Kondisi lingkungan yang sesuai selama pertumbuhan akan merangsang

tanaman untuk berbunga dan menghasilkan benih (Amilla, 2009). Fase

pertumbuhan tanaman gandum dapat dibagi ke dalam pembentukan anakan,

pemanjangan batang, keluar malai dan penuaan biji (Dahlan, 2010). Fase-fase ini

akan berjalan dengan baik (optimal) apabila semua kebutuhannya tercukupi

dengan baik.

Keasamaan (pH) tanah dapat mempengaruhi pertumbuhan gandum karena

(33)

10

ketersediaan N, P, K, S, Mg, Ca, dan Mo sangat rendah, sedangkan pada pH yang

sangat tinggi P, K, S, B, dan Mo cukup banyak (Agustina, 2004). Gandum tidak

menyukai pH yang rendah (terlalu asam) dan basa. Kisaran pH yang baik untuk

pertumbuhan gandum adalah antara 6 - 8 (Samekto, 2008). Pada kondisi pH 6 - 7

mikroorganisme tanah sangat aktif melakukan penguraian bahan organik dan

membantu cepatnya ketersedian unsur hara di dalam tanah (Agustina, 2004).

Selain pH, kelembaban dan curah hujan juga sangat mempengaruhi

pertumbuhan gandum. Kondisi lingkungan yang lembab sangat tidak

menguntungkan untuk pertumbuhan gandum (James, 1983). Secara umum

gandum membutuhkan air dan kelembaban lebih rendah dari pada tanaman

pangan tropis (Dahlan, 2010). Kelembaban rata-rata untuk pertumbuhan gandum

adalah 80-90%, dengan curah hujan 600-825 mm/tahun (Anonim, 2007).

Kelembaban sangat berhubungan dengan curah hujan. Semakin tinggi curah hujan

maka semakin tinggi pula kelembabannya. Curah hujan yang terlalu tinggi akan

mengganggu proses pembungaan, karena dapat menurunkan aktivitas serangga

penyerbuk dan menyebabkan kepala putik dan tepung sari menjadi busuk (Amilla,

2009).

Setiap tanaman yang sedang dalam fase pertumbuhan sangat membutuhkan

intensitas cahaya yang cukup. Untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik,

gandum membutuhkan intensitas penyinaran 9-12 jam/hari. Cahaya matahari

adalah faktor kunci dalam pembentukan asimilat saat fotosintesis. Kekurangan

cahaya matahari akan menghambat pembentukan asimilat yang pada akhirnya

(34)

Di samping beberapa faktor di atas, ketinggian tempat (ketinggian dari

permukaan air laut) juga sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman gandum.

Semakin tinggi suatu tempat, misalnya pegunungan, semakin rendah suhu

udaranya atau udaranya semakin dingin dan semakin rendah daerahnya maka

semakin tinggi suhu udaranya atau udaranya semakin panas (Amila, 2009). Suatu

daerah dikategorikan sebagai daerah dataran rendah jika berada pada ketinggian

250-400 m di atas permukaan laut (dpl) (Pringgohandoko dan Syuryawati, 2006).

Sedangkan daerah dataran tinggi adalah daerah yang berada pada ketinggian di

atas 800 m dpl.

Umumnya gandum yang ditanam di dataran rendah memiliki umur yang

lebih pendek dibandingkan dengan tanaman gandum yang ditanam di dataran

tinggi. Menurut Anonim (2007), gandum yang ditanam di daerah dataran rendah

siap panen apabila tanaman telah berumur ± 90, berumur ± 107 hari untuk dataran

menengah, dan ± 112 hari untuk untuk dataran tinggi. Ini menunjukan adanya

perbedaan faktor lingkungan dapat mempengaruhi pertumbuhan gandum. Faktor

pembatas pertumbuhan gandum di dataran rendah adalah cekaman lingkungan

abiotik antara lain suhu tinggi dan kekeringan (Pringgohandoko dan Suryawati,

2006).

Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi pertumbuhan gandum adalah

suhu. Suhu berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif, induksi bunga,

pertumbuhan dan diferensiasi perbungaan (inflorescence), mekar bunga,

munculnya serbuk sari, pembentukan benih dan pemasakan benih (Amila, 2009).

(35)

12

proses pengisian biji (Dahlan, 2010). Akan tetapi tidak untuk pertumbuhan

tanaman, karena suhu yang tinggi sangat dibutuhkan tanaman pada masa awal

petumbuhan agar pertumbuhannya tidak terhambat (Nasution, 2009).

2.1.3. Klasifikasi Gandum

Gandum dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok yaitu, diploid

(n=7), tetraploid (n=14) dan hexaploid (n=21). Gandum Triticum aestivum L.

(common wheat) adalah hexaploid mempunyai 3 genome, T. compactum Host

(club wheat) adalah tetraploid, dan T. durum (durum wheat) diploid (Dahlan,

2010). Selain itu gandum juga dapat diklasifikasi berdasarkan waktu tanam dan

berdasarkan sifat agronomin dan tekturnya.

Berdasarkan waktu tanamannya gandum diklasifikasikan menjadi dua jenis,

yaitu winterdan spring wheat (gandum musim dingin dan musim semi). Gandum

musim dingin (winter wheat) adalah jenis gandum yang ditanam pada musim

dingin, sedangkan Spring wheat adalah gandum yang ditanam pada musim semi.

Jenis gandum musim semi ini adalah jenis yang sesuai dengan daerah tropis.

Produksi gandum musim semi lebih rendah dibandingkan dengan gandum musim

dingin (Dahlan, 2010).

Berdasarkan sifat agronomi dan teksturnya, gandum dibagi menjadi dua,

yaitu hard wheat dan soft wheat. Hard wheat adalah gandum yang memiliki

kandungan protein 11-17% cocok untuk pembuatan roti, sedangkan soft wheat

adalah gandum yang memiliki kadar protein 6-11% dan gluten yang lemah (weak

(36)

2.2. Karakterisasi dan Morfologi Gandum

Karakterisasi merupakan salah satu cara untuk mengkategorikan atau

mengidentifikasi tanaman sesuai dengan karakter (ciri) morfologi yang

muncul/tampak. Beberapa karater yang sering digunakan dalam penelitian

karakterisasi adalah tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, jumlah malai (untuk

tanaman gandum), berat biji perumpun, berat 1000 biji (Budiarti, 2005) dan

lain-lain. Suatu varietas gandum dapat dikategorikan unggul apabila memiliki karakter

yang baik. Untuk mengetahui hal itu perlu dilakukan pengamatan mengenai

karakter-karakter morfologi dari tanaman gandum dengan mengkarakterisasi

tanaman gandum tersebut.

2.2.1. Akar

Akar merupakan organ vegetatif utama yang memasok air, mineral dan

bahan-bahan penting lainnya yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan

perkembangan tanaman (Gardner et al, 1991). Pada tanaman gandum jumlah akar

yang dibentuk berasosiasi dengan jumlah daun pada bagian lateral batang

(Klepper et al, 1984 dalam The Biology of Triticum aestivum L. em Thell. (Bread

Wheat), 2008 ). Kerusakan akar akan mempengaruhi pertumbuhan pucuk

(Gardner et al, 1991).

Tanaman gandum memiliki sistem perakaran serabut seperti padi, tetapi

akar gandum tidak tahan terhadap genangan air, karena dapat mengakibatkan

(37)

14

pada kedalaman biji saat penanaman (Hajichristodoulou et al, 1977 dalam The

Biology of Triticum aestivum L. em Thell. (Bread Wheat), 2008). Tanaman

gandum dewasa memiliki dua tipe akar yang berbeda, yaitu akar seminal dan

nodal. Akar seminal adalah akar yang tumbuh dan berkembang dari awal

perkembangan biji, sedangkan akar nodal adalah akar yang tumbuh pada waktu

tertentu saat terjadi pertumbuhan kuncup (anakan) (Kirby, 2002).

2.2.2. Batang

Gandum termasuk dalam kelompok tanaman calmus, yaitu memiliki batang

yang tidak keras, beruas-ruas, dan berongga (Gembong, 2003). Tanaman gandum

dewasa memiliki batang utama yang menyokong daun-daun gandum yang tumbuh

pada sisi berlawanan (berselang-seling)(Gambar 2) dan berulang pada setiap ruas

yang disebut phytomer. Pada phytomer terdapat nadus, internodus, dan kuncup

yang berada pada ketiak daun (Kirby, 2002). Pada saat berbunga, empat sampai

lima ruas batang tanaman gandum bagian atas akan mengalami pemanjangan

secara vertikal memisahkan daun-daun sebelah atas (Gardner et al, 1991).

Pemanjangan ruas batang dimulai ketika sebagian besar lemma terinisiasi

pembentukan stamen (benang sari) pada saat perkembangan spikelet, yang mana

berkaitan erat dengan pembentukan bagian ujung dari spikelet. Pemanjangan ruas

batang terjadi bersamaan dengan pertumbuhan daun, pucuk dan bunga (Patrick,

(38)
[image:38.595.114.510.106.529.2]

Gambar 1. Struktur batang dan daun tanaman gandum

Sumber: The biology of Triticum aestivum L. em Thell.(bread wheat) Departement of Healt and Ageing Office of the Gene Technology Regulator, Australian Government.

Pada gandum musim semi bagian internodus yang ke empat merupakan

bagian pertama yang mengalami pemanjangan, walaupun internodus yang berada

di bagian bawah batang tetap pendek (Kirby dan Appleyard, 1981 dalam The

Biology of Triticum aestivum L. em Thell. (Bread Wheat), 2008). Pertumbuhan

batang sangat dipengaruhi oleh cahaya, karena cahaya dapat mempengaruhi kerja

auksin yang berperan pada pertumbuhan batang (Gardner et al, 1991).

2.2.3. Daun

Gandum memiliki bentuk daun linearis dan termasuk jenis daun tidak

lengkap, karena hanya terdiri dari upih dan helai daun, tidak memiliki tangkai

(39)

16

setiap daun gandum terdiri dari tangkai pelepah (upih daun), helai daun dan ligula

dengan dua pasang daun telinga yang terletak pada dasar helai daun.

Struktur daun gandum terdiri dari pelepah (upih) dan helai daun yang

terbentuk dari jaringan meristem yang terpisah. Permukaan daunnya rata, sempit,

dengan panjang sekitar 20-38 cm dan lebar sekitar 1,3 cm (Duke, 1983). Bagian

dasar helai daun yang berhubungan (bersambungan) dengan upih daun

merupakan suatu struktur yang disebut dengan ligule dan auricle. Daun gandum

dibentuk pada salah satu sisi batang gandum dan tersusun secara berselang-seling

di setiap sisinya (Setter dan carlton, 2002 dalam The Biology of Triticum

aestivum L. em Thell. (Bread Wheat), 2008). Helai daun (lamina), pelepah atau

tangkai dan ruas batang berasal dari jaringan meristem interkalar (Gardner et al,

1991).

Pada gandum musim semi, pertambahan panjang daun dimulai dari dasar

daun sampai satu atau dua daun sebelum daun bendera (Kirby, 2002 dalam The

Biology of Triticum aestivum L. em Thell. (Bread Wheat), 2008). Karakteristik

jumlah daun untuk gandum berkisar antara 7 sampai 9 (Gardner et al, 1991).

Temperatur memiliki pengaruh besar terhadap penampakan (bentuk) dan

perluasan daun. Suhu udara minimum yang dibutuhkan untuk peluasan daun

kira-kira 0o C, suhu optimumnya 28oC, dan suhu maksimumnya >38oC (Kirby, 1983

(40)

2.2.4. Bunga

Bunga adalah organ yang terbentuk di awal fase generatif tanaman gandum.

Terbentuknya bunga menandakan telah berakhirnya fase vegetatif tanaman

gandum. Pembentukan primordia bunga terjadi atau dimulai karena adanya

induksi pembungaan, yaitu suatu proses perubahan fisiologis internal yang

mengakibatkan perubahan pola pertumbuhan yang berbeda secara morfologis

(Mangoendidjojo, 2003). Beberapa faktor lingkungan yang dapat menginduksi

pembungaan adalah intensitas cahaya dan suhu.

Intensitas cahaya (penyinaran) dapat mempengaruhi proses pembentukan

bunga. Menurut Mangoendidjojo (2003), organ daun yang mendapatkan panjang

penyinaran cukup (sesuai) akan mengakibatkan pembentukan senyawa florigen,

yaitu senyawa tertentu yang merupakan prasyarat terjadinya rangkaian proses

sebelum menjadi organ bunga. Selain intensitas cahaya, suhu juga memiliki

peranan yang penting dalam menginisiasi pembentukan bunga. Gandum termasuk

jenis tanaman yang membutuhkan suhu rendah (dingin) sebelum berbunga, yang

dikenal dengan istilah vernalisasi. Gardner et al (1991) menyatakan bahawa

gandum merupakan tanaman yang membutuhkan vernalisasi (periode dingin) agar

dapat berbunga. Vernalisasi biasanya efektif antara 2-10oC. Respon terhadap suhu

dingin ini bersifat kuantitatif (mutlak), artinya pembungaan akan terjadi atau

pembungaan tidak akan terjadi.

Gandum memiliki bunga yang berbentuk malai. Malai merupakan bagian

yang terdapat diujung batang. Malai tanaman gandum tersusun atas dua baris

(41)

18

secara berlawanan pada tangkai bunga pusat seperti susunan daun pada batang

utama (Setter dan carlton, 2000 dalam The Biology of Triticum aestivum L. em

Thell. (Bread Wheat), 2008). Setiap spikelet memiliki 2-5 bunga gandum (Duke,

1983). Floret gandum mempunyai stamen yang kecil dan menghasilkan sedikit

serbuk sari (1000-3800 serbuk sari per bulir anther, 450,000 serbuk sari per

tanaman), dibandingkan dengan tanaman sereal lainnya. Floret pada spikelet

tertutupi oleh lemma dan pelea yang tersusun dari karpel (ovari dan stigma) dan

tiga stamen dan anther (Setter dan carlton, 2000 dalam The Biology of Triticum

aestivum L. em Thell. (Bread Wheat), 2008).

Sebagian besar gandum bersifat kleistogami, dimana polen akan terpencar

sebelum bunga terbuka. Penyerbukan bunga terjadi secara sendiri, namun dapat

juga terjadi penyerbukan silang walaupun sangat kecil kemungkinannya.

Umumnya, bunga gandum mengurangi nektar untuk mengurangi serbuan

serangga (Eastham dan Sweet, 2002 dalam Biology of Triticum aestivum L. em

Thell. (Bread Wheat), 2008), karena serangga dapat mengakibatkan terjadinya

penyerbukan silang (Glover, 2002 dalam Biology of Triticum aestivum L. em

Thell. (Bread Wheat), 2008).

Lamanya waktu yang dibutuhkan tanaman gandum untuk berbunga

tergantung dari letak geografisnya. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan

Sandras dan Monzon (2006) dalam Biology of Triticum aestivum L. em Thell.

(Bread Wheat) (2008) pada bulan Mei periode 1990-2000 di Narrabri, waktu yang

dibutuhkan tanaman gandum dari mulai tanam sampai berbunga kira-kira 105-120

(42)

2.2.5. Biji

Biji gandum berbentuk oval dengan lipatan di bagian tengahnya, sehingga

terlihat seperti biji dikotil. Bagian dorsal biji berbentuk bundar dan licin,

sedangkan pada bagian ventralnya terdapat lipatan ke dalam (Kirby, 2002). Biji

gandum tersusun atas bagian-bagian tertentu yang melingkupi bagian

endospermanya (Gambar 2). Pada bagian luar biji terdapat lemma dan pelea yang

melingkupi dan melindungi biji. Biji-biji gandum terdapat di dalam spikelet.

Embrio pada biji gandum merupakan bagian biji yang menepel pada spkelet dan

pada ujung bagian distalnya terdapat bulu halus (Kirby, 2002). Panjang biji

gandum berkisar antara 3-10 mm dengan diameter 3-5 (Martin et al, 1976).

Pertumbuhan berat akhir biji tergantung pada spikelet dan letak/posisi floret

pada spikelet (Kirby, 1974; Simmons, 1987 dalam Biology of Triticum aestivum

L. em Thell. (Bread Wheat), 2008). Setiap malai gandum dapat mengasilkan

(memproduksi) sekitar 30 sampai 50 biji walaupun banyaknya malai yang

terbentuk tergantung pada jumlah kuncup (anakan) yang menghasilkan malai yang

matang (produktif) (Tennant et al, 2000 dalam Biology of Triticum aestivum L.

(43)
[image:43.595.112.506.119.513.2]

20

Gambar 2. Biji Gandum

Sumber : http://www.bakeinfo.co.nz/school/school_info/wheat.php

2.3. Pemuliaan Gandum Dengan Teknik Mutasi

Mutasi adalah perubahan genetik seperti jumlah kromosom atau susunan

kromosom suatu makhluk hidup yang terjadi dalam waktu singkat dan bersifat

heritable (Soemardjo, 1988). Mutasi dapat terjadi secara spontan di alam

(spontaneous mutation) dan dapat juga terjadi melalui induksi (induced mutation).

Mutasi spontan adalah mutasi yang terjadi tanpa campur tangan manusia,

sedangkan mutasi induksi terjadi akibat adanya mutagen, yaitu substansi atau

perlakuan yang dapat menyebabkan mutasi (Soemardjo, 1988). Pemuliaan

tanaman gandum dengan teknik mutasi (Gambar 3) dimulai dengan memberikan

suatu perlakuan mutagen (iradiasi sinar gamma) pada sampel (biji gandum) dan

diakhiri dengan pengujian multi lokasi. Beberapa jenis mutagen yang sering

(44)
[image:44.595.112.492.111.533.2]

Gambar 3. Pemuliaan gandum dengan teknik mutasi Sumber: infonuklir.com

a. Mutagen fisika (Radiasi)

Radiasi merupakan mutagen fisika yang biasa digunakan dalam teknik

mutasi. Beberapa sumber radiasi yang paling banyak digunakan adalah sinar x

dari alat Rontgen, sinar gama dari cobalt 60, sinar beta dari radioisotop, sinar

neutron dari reaktor atom. Radiasi memiliki kekuatan daya tembus tinggi (kecuali

sinar beta) dan banyak digunakan pada penelitian biologis untuk meradiasi

(45)

22

b. Mutagen kimia

Mutagen kimia memiliki keunggulan dibandingkan dengan mutagen lainya.

Ini disebabkan karena mutagen kimia lebih mudah digunakan dan terbukti lebih

effektif. Beberapa mutagen kimia yang memiliki potensi dan banyak digunakan

adalah ethylenemethamesulfonate (EMS), nitrosomethyl urea (NMU), dan

nitrosoguanidine (NTG) (Soemardjo, 1988).

2.3.1. Mutasi induksi dengan sinar gamma

Mutasi induksi merupakan salah satu teknik pemuliaan yang banyak

digunakan dalam pemuliaan tanaman saat ini. Tujuannya adalah untuk

memperbesar keragaman genetik (Ismachin, 2006). Mutasi induksi adalah mutasi

yang dikukan secara sengaja oleh manusia (Ismachin, 2006). Beberapa jenis

tanaman unggul sudah banyak dihasilkan oleh teknik ini, seperti padi varietas

Atomita 1, Atomita 2, Atomita 3, Atomita 4, Situgintung, Cilosari, dan lain-lain.

Mutasi induksi fisik dengan iradiasi sinar gamma terhadap benih dapat

meningkatkan keragaman genetik tanaman sorgum (Soeranto, 2006). Induksi

mutasi yang dilakukan dengan iradiasi sinar gamma terhadap benih pada dosis

sekitar dosis LD50 dapat mengahasilkan tanaman-tanaman yang memiliki karakter

berbeda dengan tetuanya, sehingga meningkatkan keragaman populasi dalam

setiap galur (Herison, 2008).

Sinar gamma adalah salah satu mutagen yang sering digunakan dalam

mutasi induksi, karena dapat memancarkan radiasi gelombang elektromagnetik

(46)

menyebabkan mutasi pada jaringan tersebut (Ismachin, 2006). Kemampuan ini

yang kemudian dimanfaatkan oleh para pemulia tanaman untuk melakukan mutasi

induksi. Radiasi dapat memperbaiki berbagai karakter tanaman, seperti

produktivitas, pertumbuhan, umur, ketahanan terhadap hama dan penyakit, warna

bunga, ukuran buah atau bunga, kandungan nutrisi dan rasa (Trubus, 2007).

Beberapa radioisotop yang dapat memacarkan sinar gamma adalah cobalt-60,

amerisium-241, besi-55, iridium-192, kadmium-109, kobat-57, sesium-137,

timbal-210 dan thalium-170 (Wandowo, 2005). Umumnya sinar gamma yang

biasa digunakan untuk pemuliaan mutasi bersumber dari cobalt-60, karena mudah

diaplikasikan dan menghasilkan frekuensi mutasi yang tinggi (Trubus, 2007).

2.3.2. Seleksi dan pemurnian galur mutan

Mutasi induksi menyebabkan keragaman genetik yang tinggi pada galur

mutan yang dihasilkan. Untuk mendapatkan galur mutan yang sesuai dengan

harapan, maka perlu dilakukan seleksi. Seleksi adalah suatu proses pemisahan

suatu individu atau kelompok dari populasi campuran, dengan tujuan

mendapatkan individu tanaman yang memiliki sifat (genotipe) yang diharapkan

(Soemardjo, 1988). Seleksi pada setiap jenis tanaman berbeda-beda, tergantung

dari tujuan pemulianya. Beberapa karakter yang dijadikan pertimbangan dalam

seleksi tanaman umumnya adalah produktivitas tinggi, cepat panen, adaptasi baik

pada berbagai lokasi, toleran terhadap temperatur tinggi, kelembaban tinggi dan

(47)

24

Pada pemuliaan mutasi, seleksi dimulai sejak pada generasi M1, M2, M3,

dan seterusnya. Untuk tanaman menyerbuk sendiri, digunakan cara seleksi

individu tanaman untuk mendapatkan tanaman homozigot (Soemardjo, 1988).

Umumnya generasi tanaman M6 merupakan generasi tanaman homozigot,

sehingga seleksi yang dilakukan pada generasi M6 akan mendapatkan galur mutan

yang murni. Keseragaman tanaman pada galur murni merupakan indikator

kehomozigositasan tiap lokus gen pengendali karakter yang diamati (Herison,

2008).

2.3.3. Pengujian galur mutan

Penyediaan varietas-varietas unggul baru selalu didahului dengan pengujian

galur-galur harapan yang memiliki potensi hasil tinggi dan baik dengan adaptasi

luas maupun spesifik (Riyanto et al, 2010). Untuk memenuhi persyaratan

pelepasan sebagai kultivar unggul baru, beberapa galur tersebut harus diuji daya

hasil dan daya adaptasinya di beberapa lokasi dan musim (Harsanti et al, 2003).

Uji adaptasi (uji multilokasi) dilakukan untuk mengetahui daya adaptasi suatu

galur dan untuk mengetahui kemampuan atau ketahanan gen mutan yang akan

dilepas, pada berbagai kondisi yang berbeda. Kemampuan adaptasi galur murni

amat beragam sehingga memungkinkan untuk melakukan pemilihan galur yang

dapat beradaptasi baik diberbagai lingkungan (Soemardjo, 1988).

Banyak benih yang harus disediakan untuk uji multilokasi. Perbanyakan

benih umumnya dilakukan pada generasi ke-6 (M6), dengan pertimbangan bahwa

(48)

(1977 dalam Harsanti et al, 2003), interaksi antara genotip dan lingkungan

merupakan masalah utama bagi pemulia tanaman dalam usaha mengembangkan

kultivar hasil seleksinya, karena ada beberapa genotip yang menunjukkan reaksi

spesifik terhadap lingkungan tertentu.

Parameter yang digunakan untuk menentukan uji daya adaptasi atau

stabilitas suatu genotip adalah nilai koefisien regresi dan simpangan regresi. Suatu

genotip yang stabil akan mempunyai koefisien regresi (bi) sebesar 1.0 dan

simpangan koefisien regresi (Sd2) sama dengan nol (Harsanti et al, 2003). Pada

umumnya, para pemulia tanaman melakukan perbanyakan benih sekaligus

melakukan uji multilokasi (melakukan perbanyakan benih di tempat yang

berbeda-beda). Hal ini dilakukan untuk dapat lebih mengefisiensikan waktu dalam

pengujian galu-galur mutan. Hasil uji multilokasi akan menunjukkan adanya

keunggulan dari masing-masing galur sehingga galur tersebut layak untuk

(49)

26

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksakan pada bulan April sampai dengan bulan September

2010 di PATIR BATAN dan SEAMEO BIOTROP (387 m dpl), Bogor. Analisis

data dilakukan di Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Pasar Jum’at, Jakarta Selatan.

3.2. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, kamera

digital, meteran, patok, penggaris, tali plastik, timbangan analitik dan alat tulis.

Bahan-bahan yang dibutuhkan adalah benih gandum varietas Dewata, Selayar,

Nias, galur CPN 01, CPN 02, CBD 16, CBD 17, CBD 20, CBD 23, CBD 24,

pupuk urea, TSP, dan pupuk HCl.

3.3. Metode Penelitian

Ada 10 jenis gandum yang akan diamati, 7 jenis merupakan galur gandum

M6 dan 3 jenis merupakan varietas gandum nasional yang sudah dilepas (sebagai

kontrol). Dalam penelitian ini digunakan 3 blok sebagai ulangan. Setiap blok

terdiri dari 10 bedengan. Sampel diambil dari masing-masing bedengan (5 sampel

(50)

3.3.1. Persiapan lahan

Beberapa tahapan dalam persiapan lahan antara lain:

a. Tanah yang akan ditanami gandum dibersihkan terlebih dahulu dari

gulma-gulma yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman.

b. Tanah diolah dengan menggunakan cangkul supaya tanah menjadi

gembur, sehingga memudahkan akar dalam penyerapan unsur hara

c. Dibuat bedengan sebanyak 30 buah yang terbagi menjadi 3 blok dengan

tinggi masing-masing bedengan 30 cm dan panjang 5 x 1 meter.

d. Setiap bedengan dipisahkan oleh parit yang berfungsi sebagai aliran air.

e. Bedengan dibiarkan selama beberapa hari agar terjadi aerasi yang baik

pada tanah.

f. Pada setiap bedengan dibuat lubang sebanyak 5 baris, dengan jarak antar

lubang 20 x 10 cm.

3.3.2. Penanaman dan Pemeliharaan

Setelah tanah gembur, baru dilakukan penanaman. Setiap lubang ditanami 3

biji gandum. Penaman dilakukan secara acak pada setiap blok. Agar tanaman

tumbuh dengan baik, dilakukan penyulaman dan penyiangan pada minggu ke

empat setelah tanam. Hal ini dilakukan untuk menghindari pertumbuhan gulma

yang dapat mengganggu pertumbuhan gandum. Selanjutnya penyiangan dilakukan

sesuai kebutuhan.

Untuk membantu dalam mencukupi kebutuhan nutrisi bagi tanaman,

(51)

28

memasuki fase pembungaan (memasuki fase generatif). Pupuk yang digunakan

dalam penelitian ini adalah pupuk urea (100 kg/ha), TSP (60 kg/ha) dan HCl

(60kg/ha).

3.3.3. Pengamatan variabel

Pada penelitian ini jumlah sampel yang diamati sebanyak 5 tanaman yang di

ambil secara acak pada tiap-tiap genotipe gandum untuk semua variabel

pengamatan. Beberapa variabel yang diamati pada penelitian ini meliputi:

a. Tinggi tanaman

Pengukuran tinggi tanaman dimulai pada minggu ke tiga setelah tanam.

Pengukuran dilakukan setiap minggu. Tinggi tanaman diukur dari pangkal

batang sampai dengan pucuk daun tertinggi. Pengukuran dihentikan

setelah 50% tanaman per bedengan telah berbunga.

b. Daun

Pengukuran daun dilakukan setelah tanaman dipanen, dengan mengukur

panjang dan lebar daun pada daun bendera dan menghitung jumlah daun.

c. Waktu berbunga

Waktu berbunga adalah waktu (hari) dimana 50% tanaman pada tiap

bedengan berbunga.

d. Waktu panen

Waktu panen adalah waktu (hari) dimana 50% malai tanaman pada setiap

(52)

e. Malai

Pengukuran panjang malai dilakukan setelah tanaman dipanen.

Pengukuran dimulai dari pangkal malai (spikelet pertama) sampai ke ujung

malai dan dihitung jumlah spikelet yang ada pada setiap malai.

f. Biji

Biji gandum yang ada di dalam spikelet pada setiap malai, dikeluarkan dan

dihitung. Jumlah biji yang didapat dikali seratus dan dibagi jumlah

spikelet pada setiap malai dikali tiga, sehingga bisa diketahui persentase

biji yang hampa dan diamati juga bentuk dan warna biji.

g. Jumlah anakan

Setiap tanaman sampel pada setiap bedengan/genotipe yang memiliki

anakan dihitung. Anakan terbagi menjadi dua, anakan produktif dan

anakan tidak produktif. Anakan produktif adalah anakan yang

menghasilkan biji pada saat dipanen, sedangkan anakan tidak produktif

adalah anakan yang belum menghasilkan biji pada saat panen.

h. Berat biji per rumpun

Setiap biji yang terdapat dalam spikelet pada rumpun yang sama

dikeluarkan dan ditimbang sebagai berat biji perumpun.

i. Berat 1000 biji

Pengukuran berat 1000 biji dilakukan dengan mengambil sampel biji dari

(53)

30

3.4. Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan

Anova satu arah sesuai rancangan acak kelompok (RAK). Apabila berbeda nyata

dilakukan analisis lanjutan dengan Uji Duncan (α = 0,05) menggunakan program SAS 9.0.

(54)

31

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pertumbuhan Tanaman

Hasil penelitian menunjukan bahwa pertumbuhan gandum berjalan lambat

sampai minggu ke empat setelah tanam (Gambar 4). Pada 5 mst (minggu setelah

tanam), tanaman gandum mengalami fase eksponensial sampai 9 mst, selanjutnya

pertumbuhan tanaman gandum melambat. Wiyono (1980) menyatakan beberapa

faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman gandum

diantarannya adalah curah hujan, suhu, intensitas cahaya (radiasi) dan

kelembaban.

Curah hujan yang cukup tinggi pada awal bulan Mei (5 mst) mengakibatkan

pertumbuhan tanaman gandum berjalan cepat. Curah hujan yang tinggi dapat

menyediakan air yang cukup untuk pertumbuhan tanaman gandum. Kadar air

yang cukup dapat meningkatkan proses fotosintesis tanaman gandum, sehingga

proses pembentukan dan perluasan sel pun berjalan baik. Wiyono (1980)

menyatakan bahwa, selama pertumbuhan tanaman gandum membutuhkan banyak

air untuk proses pembentukan jaringan tanaman selama fase vegetatif, transpirasi

dan evaporasi. Akan tetapi curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan pencucian

kalsium dan pembentukan tanah asam, sehingga kalsium yang tersedia dalam

tanah hanya sedikit. Kondisi ini dapat mengakibatkan pertumbuhan tanaman

menjadi terhambat karena H+ jauh lebih beracum terhadap akar apabila tidak ada

(55)
[image:55.595.111.509.119.538.2]

32

Gambar 4. Grafik pertumbuhan tinggi tanaman gandum

Selain akibat dari tingginya curah hujan, kecepatan pertumbuhan tanaman

gandum pada minggu ke lima juga disebabkan karena pengaruh nutrisi. Pemberian

pupuk urea, HCl, dan TSP pada 4 mst meningkatkan kadar nutrisi dalam tanah.

Gardner et al (1991) menyatakan bahwa nutrisi, mineral dan ketersediaan air

mempengaruhi pertumbuhan ruas, terutama oleh perluasan sel seperti pada organ

vegetatif. Pemupukan dilakukan sehari setelah turunya hujan. Hal ini bertujuan

agar proses pelarutan unsur hara ke dalam tanah semakin cepat, sehingga mudah

diserap oleh akar tanaman gandum.

Melambatnya pertumbuhan gandum pada 9 mst disebabkan karena hampir

semua genotipe gandum memasuki fase pembungaan (fase generatif). Fotosintat

yang dihasilkan tanaman lebih banyak ditranformasikan untuk perkembangan

(56)

berkurang, sehingga pertumbuhan menjadi lambat. Selain itu faktor lain yang juga

sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan gandum adalah genetik.

4.1.1. Tinggi tanaman

Tinggi rata-rata 10 genotipe gandum berkisar antara 51-66 cm (Tabel 1).

Hasil uji Duncan menunjukan bahwa tinggi rata-rata sepuluh genotipe gandum

dapat dikelompokan menjadi tiga kelompok yaitu pendek, sedang, dan tinggi.

Kelompok galur yang pendek (51,61-56,43 cm) terdiri atas 2 genotipe, kelompok

sedang (56,43-61,25 cm), terdiri atas 2 genotipe, dan kelompok tinggi

(61,25-66,07 cm) terdiri atas 6 genotipe. Tinggi rata-rata galur CPN 01, CPN 02, CBD

24, dan CBD 16 berbeda nyata dengan varietas kontrol Selayar dan tidak berbeda

nyata dengan varietas kontrol Dewata dan Nias (Tabel 1). Keempat galur mutan

ini memiliki tinggi yang tidak jauh berbeda satu sama lain dan termasuk

kelompok tanaman yang tinggi.

Tinggi rata-rata galur mutan CBD 17 dan CBD 23 tidak berbeda nyata

dengan varietas kontrol. Berdasarkan klasifikasi di atas tinggi rata-rata kedua

galur mutan ini termasuk kelompok sedang. Rata-rata pertumbuhan tinggi

tanaman gandum per minggu pada kedua galur ini adalah 4,30 cm dan 4,15 cm.

Galur mutan CBD 20 merupakan galur dengan tinggi rata-rata terpendek (51,61

cm). Galur ini berbeda nyata dengan varietas Dewata dan Nias dan tidak berbeda

nyata dengan varietas Selayar. Pada daerah dataran tinggi ( >1000 m dpl) galur

mutan ini pun menunjukan karakter tinggi tanaman yang pendek dibandingkan

(57)

34

karena faktor genetik dari galur mutan CBD 20. Wiyono (1980) menyatakan

bahwa tinggi tanaman atau panjang batang gandum dipengaruhi oleh sifat genetik

[image:57.595.112.509.168.538.2]

dan lingkungan tumbuh dan memiliki korelasi dengan tingkat kerebahan.

Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman dan jumlah anakan produktif pada 10 genotipe gandum.

Genotipe Tinggi Tanaman (cm)

Jumlah anakan Produktif

CPN01 63,63a 9,87ab

CPN02 64,98a 9,13ab

CBD16 63,99a 7,2ab

CBD17 59,52ab 8ab

CBD20 51,61b 5,8b

CBD23 57,15ab 5,93b

CBD24 64,62a 9,2ab

Dewata 63,48a 11,93a

Selayar 52,14b 6,53b

Nias 66,07a 10,07ab

Keterangan: Angka di dalam kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.

Berdasarkan data pada tabel 1, tanaman tertinggi adalah varietas Nias. Ini

membuktikan bahwa varietas Nias secara genetik memiliki karakter yang cukup

tinggi dan cukup tahan terhadap cekaman lingkungan dataran rendah tropis.

Genotipe dengan nilai rata-rata tinggi terendah adalah galur mutan CBD 20 dan

varietas Selayar. Dalam kondisi yang sesuai (di dataran tinggi), tinggi tanaman

varietas Selayar sekitar 85 cm, dengan hasil panen sekitar 2,95 ton/ha (Syuryawati

et al, 2007). Jika dibandingkan dengan tinggi tersebut, maka semua genotipe

termasuk varietas Selayar yang ditanam di dataran rendah tropis tergolong

(58)

Pada penelitian yang dilakukan sebelumnya tahun 2007 di Senden (1450 m

dpl), Selo, Boyolali, Jawa Tengah, tinggi rata-rata varietas Dewata, Selayar, Nias,

Galur CPN01, CPN02, CBD17, CBD24, CBD23, CBD20, CBD16 berturut-turut

67,3 cm, 66,67 cm, 74 cm, 82 cm, 71 cm, 64,33 cm, 72 cm, 66,33 cm, 62 cm,

75,67 cm. Tinggi tanaman gandum ditentukan oleh genotipe dan kondisi

lingkungan tumbuhnya (The Biology of Triticum aestivum L. em Thell. (Bread

Wheat), 2008). Perbedaan tinggi tanaman pada ke dua lokasi penanaman tersebut

membuktikan bahwa ketinggian tempat dapat mempengaruhi tinggi tanaman

(pertumbuhan) gandum.

Ketinggian tempat akan mempengaruhi faktor-faktor lingkungan seperti

suhu dan intensitas cahaya. Menurut Guslim (2007), semakin tinggi suatu tempat,

semakin rendah suhu tempat tersebut dan demikian juga intensitas matahari

semakin berkurang. Penurunan tinggi tanaman baik pada galur mutan gandum

maupun pada varietas kontrol, bisa juga disebabkan karena pengaruh suhu

(penyinaran) yang cukup tinggi (lampiran 2) pada daerah dataran rendah tropis.

Intensitas penyinaran yang tinggi dapat mengganggu kerja hormon pertumbuhan

(auksin), sehingga kerja hormon auksin menjadi tidak optimal. Auksin merupakan

hormon pertumbuhan yang diproduksi dalam jaringan meristematik yang aktif

seperti tunas, daun muda, dan buah (Gardner et al, 1991). Keadaan ini dapat

mengakibatkan tanaman akan menjadi lebih pendek. Gardner et al (1991)

menyatakan bahwa penyinaran yang kuat akan menurunkan auksin dan

(59)

36

Tinggi tanaman gandum umumnya berkisar antara 30 sampai 150 cm, (The

Biology of Triticum aestivum L. em Thell. (Bread Wheat), 2008). Belum ada

literatur yang menunjukan secara pasti tinggi tanaman gandum yang ideal untuk

daerah dataran rendah tropis. Namun

Gambar

Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman dan jumlah anakan produktif pada 10
Gambar 1.  Struktur batang dan daun tanaman gandum  ...............................    15
Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman dan jumlah anakan produktif pada 10
Gambar 1.  Struktur batang dan daun tanaman gandum  ...............................    15
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu alunan musik menciptakan ketenangan dan kenyamanan, sebagai pendidikan moral, mengubah dan mengendalikan emosi, mengembangkan spiritual serta dipercaya dapat

Dengan mengucap memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang telah dilimpahkan, sehingga dengan restu- Nya skripsi dengan

Saya memberikan informasi terbaru yang berhubungan dengan materi pelajaran sehingga siswa mendapatkan pengetahuan baru yang tidak didaapatkan pada buku?. Saya menggunakan

Penelitian dalam skripsi ini bertujuan untuk mengetahui: (1) keterlaksanaan pendekatan PMRI dalam pembelajaran matematika materi bangun ruang di kelas IV SD N 1 Kebondalem

1. Berdampak positif pada pengembangan proses pembelajaran yang tidak hanya berorientasi pada pemahaman materi saja, melainkan lebih mengarah kepada keterampilan sains

- pihak yang membela haknya, atau - peserta yang bergabung dengan salah satu pihak yang bersengketa. Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat l dapat

Pada tabel 1 menunjukkan bahwa pestisida nabati ekstrak babadotan yang ditambahkan pada media PDA secara nyata menurunkan daya kecambah konidia jamur.. Pada perlakuan X1