KARAKTERISASI GALUR MUTAN GANDUM
(
Triticum aestivum
L.)
PADA DAERAH DATARAN RENDAH TROPIS
CHAERUL MALIK
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
KARAKTERISASI GALUR MUTAN GANDUM
(
Triticum aestivum
L.)
PADA DAERAH DATARAN RENDAH TROPIS
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains Dan Teknologi
Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta
CHAERUL MALIK
106095003196
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
PENGESAHAN UJIAN
Skripsi berjudul “Karakterisasi Galur Mutan Gandum (Triticum aestivum L.) Pada Daerah Dataran Rendah Tropis” yang ditulis oleh Chaerul Malik, NIM 106095003196 telah diuji dan dinyatakan LULUS dalam siding Munaqosah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 18 Maret 2010 Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Biologi.
Menyetujui:
Penguji I, Penguji II,
Fahma Wijayanti, M.Si Megga R. Pikoli, M.Si
NIP.19690317 200312 2 001 NIP.19720322 200212 2 002
Pembimbing I, Pembimbing II,
Prof. DR. Soeranto Human, M.Sc Dasumiati, M.Si
NIP.19581013 198303 1 002 NIP.19730923 199903 2 002
Mengetahui:
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Biologi
DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis. DR. Lily Surayya E.P, M.Env.Stud.
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Maret 2011
ABSTRAK
Chaerul Malik. Karakterisasi Galur Mutan Gandum (Triticum aestivum L.) Pada Daerah Dataran Rendah Tropis.
Gandum merupakan jenis tanaman sereal yang menjadi sumber bahan pangan penting di dunia. Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat konsumsi gandum yang tinggi. Perkembangan gandum di Indonesia sangat lambat sehingga Indonesia masih harus mengimpor gandum dari negara lain. Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai September 2010 di SEAMEO Biotrop, Bogor dan BATAN Pasar Jumat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperlajari beberapa karakter morfologi galur mutan gandum, melihat pengaruh ketinggian tempat dan vernalisasi terhadap pertumbuhan dan perkembangan galur mutan gandum di daerah dataran rendah tropis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak kelompok (RAK), dengan tiga blok sebagai ulangan. Hasil penelitian menunjukan bahwa galur mutan CBD 17 adalah salah satu galur mutan yang berpotensi baik untuk dikembangkan di dearah dataran rendah tropis dibandingkan enam galur mutan lainnya. Galur mutan ini memiliki beberapa karakter morfologi yang baik seperti tinggi 59,52 cm, umur genjah (85,67 hari), jumlah biji per malai yang cukup tinggi (23,07 biji) dan memiliki berat biji per rumpun tertinggi (2,5 g) melebihi ketiga varietas kontrol.
Chaerul Malik. Characterization Of Wheat Mutant Lines (Triticum aestivum L.) At Tropical Low Land.
Wheat is the important cereals that used for foodstuff in the world. Indonesia is one of country with height level of wheat consuming. Indonesia development wheat was to late in order to always import wheat from another country. This research carried out on April until September 2010 in SEAMEO Biotrop, Bogor and BATAN Pasar Jumat. The aim of this research was to study about characteristic of morphology wheat mutant lines in tropical low land, see the effect of place elevation and vernalization in growth and development wheat mutant lines. Method of the research is randomized complete block design (RCBD) with three blocks as repeating. The experimental results showed that among of another six mutant line, the mutant line of CBD 17 had a good potential to develop in tropical low land. It had some good characteristic morphology such as, plant high 59,52 cm, lower age (85,67 days), highest number of grain per spike (23,07 seeds) and produced highest grain per clump (2,5 g) more than three varieties of control.
Bismillaahirrahmaanirrahiim
“Persembahan Untuk Ayah dan Ibu”
Bersama do’a mu ayah dan ibu aku menuju ilmu
Bersama tangismu ayah dan ibu aku berlalu
Bersama harapmu ayah dan ibu aku tertuju
Bersama kasihsayangmu ayah dan ibu aku rindu
Lima tahun tak jadi berlalu
Waktu memisah dan menyatu
Bersama 23 orang penuntut ilmu
Aku berjibaku
Jatuh bangun melawan waktu
Menapaki hiruk pikuk dan lika-liku ilmu
Di kota central tempat para penjuru negeri mengadu
Kini dapatku persembahkan untuk mu ayah dan ibu
Jeripayah dan tanggungjawabku
Sebuah karya yang ku tulis dengan tinta cintamu
Anugrah Allah yang Maha Tahu
Inilah keringat dan jeripayahmu ayah dan ibu
Inilah doa dan linangan air mata malammu ibu
Inilah harapanmu ayah dan ibu
Inilah baktiku pada mu ayah dan ibu
Jangan pernah berhenti keningmu tuk selalu menunduk dalam malammu
ibu
Jangan pernah surut sungai di kelopak matamu mengalirkan do’a ibu
Jangan pernah berhenti bibir mu berharap oh ayah dan ibu
Sampai dunia kurengkuh untuk mu
Sampai Surga ku bawakan untuk mu
Oh ayah dan Ibuku.
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji serta syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi
ini yang berjudul “Karakterisasi Galur Mutan Gandum (Triticum aestivum L.) Pada Daerah Dataran Rendah Tropis”. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis memperoleh bimbingan, arahan dan masukan dari berbagai pihak sehingga
penulis dapat mengatasi semua halangan dan rintangan. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan ketulusan jiwa, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis selaku Dekan Fakultas Sains
dan Teknologi.
2. Ibu DR. Lily Surayya E.P, M.Env.Stud selaku ketua Program Studi
Biologi
3. Kepala PATIR BATAN Ps. Jumat yang telah mengizinkan penulis untuk
melakukan penelitian di BATAN.
4. Bapak Prof. DR. Soeranto Human, M.Sc selaku pembimbing yang banyak
mengarahkan dan membimbing penulis dari awal hingga akhir.
5. Ibu Dasumiati, M.Si selaku pembimbing sekaligus Penasehat Akademik
yang telah banyak mengarahkan dan membimbing penulis baik dalam
menjalani kuliah maupun skripsi.
6. Ir. Junaidi, M.Si dan Ibu Priyanti M.Si selaku penguji seminar proposal
dan seminar hasil, yang banyak memberikan arahan dan masukan bagi
penulis.
7. Ibu Fahma Wijayanti, M.Si dan Ibu Megga R. Pikoli, M.Si selaku penguji
yang telah memberikan masukan dan saran kepada penulis.
8. Ka Wijaya M. Indriatama, S.Si yang telah banyak membimbing,
9. Bapak dan Ibu tercinta yang tidak pernah henti-hentinya mendoakanku
dengan begitu banyak linangan air mata dalam sujud malammu dan kerja
keras setiap hari demi kesuksesan anaknya.
10.Kakakku (Abu Yazid) yang selalu memotivasi dan menjadi inspirasiku
baik dalam menjalani kehidupan di Jakarta, kuliah dan skripsi ini. Dan
kepada adik-adikku (Dewi dan Zakaria) tersayang yang selalu membuatku
bersemangat dan tergerak untuk menyelesaikan skripsi ini.
11.Keluarga besar Biologi 2006 (Istianah, Zihan, Nurkhasanah, Nurul, Yelvi,
Adeng, Deden, Apdus, Ipin, Muhe, Iqbal, Eko, Bams, Ryan, Rina, Astri,
Nita, Lidia, Nana, Fitri, Anggi, Hera dan Gelenk) yang selalu ada disaat
duka menyerta, selalu ada saat dipinta dan selalu tersenyum disaat
termenung, kalian semua takan pernah tergantikan dihati penulis.
12.Epo Nur Wahyuni, S.Si yang telah banyak membantu dan memotivasi
penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
13.Sahabat TPA Comunity (Mang Andi, Mang Pian, Mang Abu, Mang
Rachmat Kabir, Harid Isnaeni, Rahmat Vario, Bang Jack, Aziz dan
Matsani) yang selalu menyemangati dan memotivasi penulis (Terbaik).
Serta semua pihak yang telah banyak membantu penulis namun tidak bisa
disebutkan satu persatu. Semoga Allah membalas semua kebaikan kalian. Dengan
segala keterbatasan yang ada, penulis mengakui skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Untuk itu, dengan hati terbuka, penulis mengharapkan saran dan kritik
yang membangun demi kemajuan penulis.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Jakarta, 21 Maret 2011
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI .. ... iii
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 3
1.3. Hipotesis ... 3
1.4. Tujuan Penelitian ... 4
1.5. Manfaat Penelitian ... 4
1.6. Kerangka Berfikir ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1. Tanaman Gandum (Triticum aestivum L.) ... 6
2.1.1. Deskripsi tanaman gandum ... 6
2.1.2. Syarat tumbuh Gandum ... 9
2.1.3. Klasifikasi gandum ... 12
2.2. Karakterisasi dan Morfologi Gandum ... 13
2.2.2. Batang ... 14
2.2.3. Daun ... 15
2.2.4. Bunga ... 17
2.2.5. Biji ... 19
2.3. Pemuliaan Gandum Dengan Teknik Mutasi ... 20
2.3.1. Induksi mutasi dengan sinar gamma ... 22
2.3.2. Seleksi dan pemurnian galur mutan ... 23
2.3.3. Pengujian galur mutan ... 24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 26
3.1. Waktu dan Tempat ... 26
3.2. Alat dan Bahan ... 26
3.3. Metode Penelitian ... 26
3.3.1. Persiapan lahan ... 27
3.3.2. Penanaman dan Pemeliharaan ... 27
3.3.3. Pengamatan variabel ... 28
3.4. Analisis Data ... 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31
4.1. Pertumbuhan Tanaman ... 31
4.1.1. Tinggi tanaman ... 33
4.1.2. Jumlah anakan ... 36
4.2. Daun ... 38
4.3.2. Jumlah biji per malai ... 45
4.3.3. Jumlah spikelet ... 49
4.4. Umur Berbunga dan Umur Panen ... 50
4.4.1. Umur berbunga ... 50
4.4.2. Umur panen ... 52
4.5. Biji ... 55
4.5.1. Berat biji per rumpum ... 55
4.5.2. Berat 1000 biji ... 57
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 60
5.1. Kesimpulan ... 60
5.2. Saran ... 61
DAFTAR PUSTAKA ... 62
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 66
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman dan jumlah anakan produktif pada 10
genotip gandum ... 34
Tabel 2. Rata-rata jumlah daun, panjang helai daun, panjang upih daun, dan
lebar daun ... 39
Tabel 3. Rata-rata panjang malai, jumlah biji per malai, jumlah spikelet
dan persentase biji hampa ... 43
Tabel 4. Umur berbunga dan umur panen ... 51
[image:13.595.111.502.173.561.2]Halaman
Gambar 1. Struktur batang dan daun tanaman gandum ... 15
Gambar 2. Biji gandum ... 20
Gambar 3. Pemuliaan mutasi dengan teknik mutasi ... 21
Gambar 4. Grafik pertumbuhan tanaman gandum ... 32
Gambar 5. Malai gandum ... 42
Gambar 6. Malai 10 genotip gandum ... 44
Gambar 7. Malai normal, malai yang terserang burung, dan malai yang terserang jamur ... 48
Gambar 8. Biji pada spikelet ... 50
Gambar 9. Bunga galur CBD 24 dan varietas Dewata pada minggu ke-6 ... 52
Gambar 10. Sepuluh sampel genotip gandum setelah dipanen ... 53
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Denah penanaman gandum di SEAMEO Biotrop, Bogor ... 66
Lampiran 2. Data klimatologi BMKG Bogor dan Peta lokasi BATAN Pasar Jumat ... 67
Lampiran 3. Tabel analisis sidik ragam rancangan acak kelompok (RAK) .. 68
Lampiran 4. Sertifikat pengujian tanah ... 71
Lampiran 5. Surat permohonan riset ... 73
Lampiran 6. Surat balasan dari BATAN Pasar Jumat ... 74
i Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji serta syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi
ini yang berjudul “Karakterisasi Galur Mutan Gandum (Triticum aestivum L.) Pada Daerah Dataran Rendah Tropis”. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis memperoleh bimbingan, arahan dan masukan dari berbagai pihak sehingga
penulis dapat mengatasi semua halangan dan rintangan. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan ketulusan jiwa, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis selaku Dekan Fakultas Sains
dan Teknologi.
2. Ibu DR. Lily Surayya E.P, M.Env.Stud selaku ketua Program Studi
Biologi
3. Kepala PATIR BATAN Ps. Jumat yang telah mengizinkan penulis untuk
melakukan penelitian di BATAN.
4. Bapak Prof. DR. Soeranto Human, M.Sc selaku pembimbing yang banyak
mengarahkan dan membimbing penulis dari awal hingga akhir.
5. Ibu Dasumiati, M.Si selaku pembimbing sekaligus Penasehat Akademik
yang telah banyak mengarahkan dan membimbing penulis baik dalam
menjalani kuliah maupun skripsi.
6. Ir. Junaidi, M.Si dan Ibu Priyanti M.Si selaku penguji seminar proposal
dan seminar hasil, yang banyak memberikan arahan dan masukan bagi
penulis.
7. Ibu Fahma Wijayanti, M.Si dan Ibu Megga R. Pikoli, M.Si selaku penguji
yang telah memberikan masukan dan saran kepada penulis.
8. Ka Wijaya M. Indriatama, S.Si yang telah banyak membimbing,
ii
9. Bapak dan Ibu tercinta yang tidak pernah henti-hentinya mendoakanku
dengan begitu banyak linangan air mata dalam sujud malammu dan kerja
keras setiap hari demi kesuksesan anaknya.
10.Kakakku (Abu Yazid) yang selalu memotivasi dan menjadi inspirasiku
baik dalam menjalani kehidupan di Jakarta, kuliah dan skripsi ini. Dan
kepada adik-adikku (Dewi dan Zakaria) tersayang yang selalu membuatku
bersemangat dan tergerak untuk menyelesaikan skripsi ini.
11.Keluarga besar Biologi 2006 (Istianah, Zihan, Nurkhasanah, Nurul, Yelvi,
Adeng, Deden, Apdus, Ipin, Muhe, Iqbal, Eko, Bams, Ryan, Rina, Astri,
Nita, Lidia, Nana, Fitri, Anggi, Hera dan Gelenk) yang selalu ada disaat
duka menyerta, selalu ada saat dipinta dan selalu tersenyum disaat
termenung, kalian semua takan pernah tergantikan dihati penulis.
12.Epo Nur Wahyuni, S.Si yang telah banyak membantu dan memotivasi
penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
13.Sahabat TPA Comunity (Mang Andi, Mang Pian, Mang Abu, Mang
Rachmat Kabir, Harid Isnaeni, Rahmat Vario, Bang Jack, Aziz dan
Matsani) yang selalu menyemangati dan memotivasi penulis (Terbaik).
Serta semua pihak yang telah banyak membantu penulis namun tidak bisa
disebutkan satu persatu. Semoga Allah membalas semua kebaikan kalian. Dengan
segala keterbatasan yang ada, penulis mengakui skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Untuk itu, dengan hati terbuka, penulis mengharapkan saran dan kritik
yang membangun demi kemajuan penulis.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Jakarta, 21 Maret 2011
iii
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI .. ... iii
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 3
1.3. Hipotesis ... 3
1.4. Tujuan Penelitian ... 4
1.5. Manfaat Penelitian ... 4
1.6. Kerangka Berfikir ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1. Tanaman Gandum (Triticum aestivum L.) ... 6
2.1.1. Deskripsi tanaman gandum ... 6
2.1.2. Syarat tumbuh Gandum ... 9
2.1.3. Klasifikasi gandum ... 12
2.2. Karakterisasi dan Morfologi Gandum ... 13
iv
2.2.2. Batang ... 14
2.2.3. Daun ... 15
2.2.4. Bunga ... 17
2.2.5. Biji ... 19
2.3. Pemuliaan Gandum Dengan Teknik Mutasi ... 20
2.3.1. Induksi mutasi dengan sinar gamma ... 22
2.3.2. Seleksi dan pemurnian galur mutan ... 23
2.3.3. Pengujian galur mutan ... 24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 26
3.1. Waktu dan Tempat ... 26
3.2. Alat dan Bahan ... 26
3.3. Metode Penelitian ... 26
3.3.1. Persiapan lahan ... 27
3.3.2. Penanaman dan Pemeliharaan ... 27
3.3.3. Pengamatan variabel ... 28
3.4. Analisis Data ... 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31
4.1. Pertumbuhan Tanaman ... 31
4.1.1. Tinggi tanaman ... 33
4.1.2. Jumlah anakan ... 36
4.2. Daun ... 38
v
4.3.2. Jumlah biji per malai ... 45
4.3.3. Jumlah spikelet ... 49
4.4. Umur Berbunga dan Umur Panen ... 50
4.4.1. Umur berbunga ... 50
4.4.2. Umur panen ... 52
4.5. Biji ... 55
4.5.1. Berat biji per rumpum ... 55
4.5.2. Berat 1000 biji ... 57
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 60
5.1. Kesimpulan ... 60
5.2. Saran ... 61
DAFTAR PUSTAKA ... 62
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 66
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman dan jumlah anakan produktif pada 10
genotip gandum ... 34
Tabel 2. Rata-rata jumlah daun, panjang helai daun, panjang upih daun, dan
lebar daun ... 39
Tabel 3. Rata-rata panjang malai, jumlah biji per malai, jumlah spikelet
dan persentase biji hampa ... 43
Tabel 4. Umur berbunga dan umur panen ... 51
[image:21.595.111.502.173.560.2]vii
[image:22.595.111.507.174.552.2]Halaman
Gambar 1. Struktur batang dan daun tanaman gandum ... 15
Gambar 2. Biji gandum ... 20
Gambar 3. Pemuliaan mutasi dengan teknik mutasi ... 21
Gambar 4. Grafik pertumbuhan tanaman gandum ... 32
Gambar 5. Malai gandum ... 42
Gambar 6. Malai 10 genotip gandum ... 44
Gambar 7. Malai normal, malai yang terserang burung, dan malai yang
terserang jamur ... 48
Gambar 8. Biji pada spikelet ... 50
Gambar 9. Bunga galur CBD 24 dan varietas Dewata pada minggu ke-6 ... 52
Gambar 10. Sepuluh sampel genotip gandum setelah dipanen ... 53
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Denah penanaman gandum di SEAMEO Biotrop, Bogor ... 66
Lampiran 2. Data klimatologi BMKG Bogor dan Peta lokasi BATAN Pasar
Jumat ... 67
Lampiran 3. Tabel analisis sidik ragam rancangan acak kelompok (RAK) .. 68
Lampiran 4. Sertifikat pengujian tanah ... 71
Lampiran 5. Surat permohonan riset ... 73
Lampiran 6. Surat balasan dari BATAN Pasar Jumat ... 74
1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gandum (Triticum aestivum L.) adalah salah satu tanaman yang berasal dari
daerah subtropis. Tanaman ini termasuk salah satu golongan serealia dari famili
Gramineae (Budiarti, 2005). Gandum merupakan bahan baku tepung terigu yang
banyak digunakan untuk pembuatan berbagai jenis produk makanan seperti roti,
mie, kue, biskuit dan makanan ringan lainnya (Wiyono, 1980).
Beberapa varietas gandum yang sudah dihasilkan dan dilepas adalah
Dewata, Selayar, dan Nias. Namun, produksinya saat ini masih belum dapat
mencukupi kebutuhan nasional, sehingga sampai saat ini pemerintah masih harus
mengimpor gandum dari negara lain untuk menutupi kekurangan tersebut.
Menurut PT Media Data Riset pada tahun 2009, konsumsi tepung terigu nasional
sebesar 4,6 juta ton. Sedangkan menurut ketua umum asosiasi produsen tepung
terigu indonesia (Aptindo) Franciscus Welirang, konsumsi terigu nasional pada
tahun 2010 mencapai 4,38 juta ton atau setara 5,85 juta ton gandum.
Ada beberapa hal yang menyebabkan kurang berhasilnya produksi gandum
di Indonesia, diantaranya karena beberapa varietas gandum yang telah dilepas
belum ada yang bisa tumbuh baik pada daerah dataran rendah tropis. Kondisi ini
sesuai dengan pernyataan Djoko Murdono Kepala Pusat Studi Gandum Fakultas
Pertanian, Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Salatiga, Jawa Tengah,
dalam Koran Jakarta edisi 20 Maret 2010 yang menyatakan bahwa sampai saat ini
2
ada varietas gandum yang bisa ditanam di daerah dataran rendah). Sementara itu
menurut Pringgohandoko dan Suryawati (2006), ketersedian lahan di daerah
dataran tinggi di Indonesia tidak tersedia cukup luas untuk budidaya gandum
dengan sekala ekonomis, dibandingkan lahan yang tersedia pada daerah dataran
rendah (250-400 m dpl). Oleh karena itu perlu dilakukan pemuliaan untuk
mendapatkan varietas-varietas gandum yang bisa tumbuh baik di dataran rendah
tropis. Salah satunya adalah dengan pemuliaan mutasi.
Pemuliaan mutasi adalah bentuk pemuliaan tanaman yang memanfaatkan
radiasi (gelombang elektromagnetik) dan juga senyawa-senyawa kimia yang dapat
menyebabkan mutasi, untuk meningkatkan keragaman sifat tanaman. Teknik ini
banyak digunakan oleh negara-negara maju. Tidak sedikit tanaman unggul yang
dihasilkan dengan menggunakan teknik ini, salah satunya adalah tanaman
gandum. Pemulian tanaman gandum dengan teknik radiasi dilakukan untuk
meningkatkan keragaman genetik tanaman gandum itu sendiri. Dengan
keragaman genetik yang tinggi, para pemulia tanaman dapat melakukan seleksi
untuk mendapatkan jenis gandum yang memiliki karakter (sifat) yang diinginkan
(dapat beradaptasi baik pada daerah dataran rendah tropis). Untuk itu perlu
dilakukan pengamatan mengenai karakter-karakter morfologi tanaman gandum
yang ditanam di daerah dataran rendah tropis (karakterisasi).
Melihat fakta di atas dan betapa pentingnya gandum untuk ketahanan
berpotensi sebagai gandum tropis, dan dapat dibudidayakan secara luas untuk
mencukupi kebutuhan gandum nasional.
1.2. Rumusan Masalah
Gandum dapat tumbuh di Indonesia, bahkan beberapa varietas gandum telah
berhasil dilepas sebagai varietas gandum nasional dengan nama Dewata, Selayar,
dan Nias. Ketiga varietas ini merupakan varietas gandum dataran tinggi, namun
lahan yang tersedia di dataran tinggi sangat terbatas jika dibandingkan dengan
lahan yang tersedia di dataran rendah. Selain itu terbatasnya penelitian gandum
mengakibatkan sampai saat ini belum ada varietas gandum yang bisa beradaptasi
baik pada daerah dataran rendah tropis. Masalah utama yang dihadapi para
pemulia tanaman gandum adalah tanaman gandum sulit tumbuh dan cenderung
sulit untuk membentuk biji di daerah dataran rendah tropis.
1.3. Hipotesis
a. Diantara galur-galur mutan gandum yang ditanam, terdapat galur mutan
gandum yang dapat beradaptasi baik pada daerah dataran rendah tropis.
b. Ketinggian tempat dan vernalisasi dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
4
1.4. Tujuan Penelitian
a. Mempelajari beberapa karakteristik morfologi galur-galur mutan gandum
pada daerah dataran rendah tropis untuk mendukung program pemuliaan
gandum.
b. Melihat pengaruh ketinggian tempat dan vernalisasi terhadap pertumbuhan
dan perkembangan galur mutan gandum.
1.5. Manfaat Penelitian
a. Dengan mengetahui karakteristik morfologi galur mutan gandum yang
dihasilkan, maka kita dapat mengetahui apakah galur mutan gandum yang
ditanam pada dataran rendah tropis termasuk gandum yang memiliki
karakter yang adaptif atau tidak, sehingga penelitian ini bisa menjadi
acuan bagi pemulia tanaman untuk membantu proses seleksi galur mutan
tanaman gandum.
b. Mendukung program pemuliaan gandum untuk mendapatkan varietas
gandum yang dapat beradaptasi baik pada daerah dataran rendah tropis dan
galur-galur mutan gandum yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai plasma
nutfah, sehingga dapat menambah koleksi plasma nutfah gandum yang
1.6. Kerangka Berfikir Peningkatan jumlah penduduk Peningkatan kebutuhan pangan (gandum) Impor gandum meningkat (tinggi) Produksi gandum nasional Peningkatan devisa negara yang keluar Keterbatasan lahan
Bersaing dengan komoditas lain
Keterbatasan benih/var
Karakterisasi galur mutan gandum tropis (Triticum aestivum L.) pada daerah dataran rendah
Plasma nutfah gandum Materi introduksi Var. lokal: Dewata,
Selayar dan Nias.
Pemuliaan Mutasi (gandum dataran rendah)
Uji Multi Lokasi
Gandum adalah sumber bahan pangan penting
Pelepasan varietas gandum
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Gandum (Triticum aestivum L.)
2.1.1. Deskripsi tanaman gandum
Gandum merupakan tanaman pangan penting di dunia. Dua puluh persen
dari bahan makanan (kalori) yang dikonsumsi di dunia berasal dari gandum, 20%
beras, dan 60% lainya adalah jagung, kentang, dan lain-lain. Gandum memiliki
keunggulan dibandingkan dengan jenis sereal lainnya, yaitu kandungan protein
gandum lebih tinggi dibandingkan dengan padi dan jagung, begitu pula dengan
asam-asam amino yang terdapat pada gandum lebih lengkap dan lebih besar
jumlahnya dibandingkan keduanya (Wiyono, 1980).
Gandum tumbuh baik di daerah subtropis. Namun demikian gandum
memiliki toleransi pada iklim yang luas. Oleh karenanya gandum dapat
dibudidayakan di berbagai negara, termasuk Indonesia (tropis). Faktor utama yang
menjadi kendala budidaya gandum pada daerah iklim tropis seperti Indonesia
adalah suhu udara dan curah hujan. Kedua faktor iklim ini membatasi cocok
tidaknya suatu lokasi untuk penanaman gandum (Wiyono, 1980).
Gandum adalah tanaman semusim yang dapat tumbuh dari permukaan laut
sampai 3000 m dpl di daerah temperet (Dahlan, 2010). Gandum termasuk ke
dalam family Gramineae, genus Triticum, dan spesies Triticum aestivum L. Di
Indonesia gandum telah ditanam di beberapa propinsi antara lain Sulawesi Selatan
(Malino), Jawa Timur (Tosari), Jawa Tengah (Salatiga) dan Sumatra Barat
Sebagai sumber bahan pangan yang sangat penting gandum memiliki
beberapa keunggulan dibandingkan dengan tanaman lainnya seperti padi. Gandum
dapat beradaptasi pada kondisi tanah dan iklim yang luas, dapat tumbuh
diberbagai daerah di seluruh dunia, bernilai ekonomis, dan memiliki hasil panen
yang bagus walaupun di bawah kondisi tanpa pemupukan (Ahmad et al, 2009).
Gandum merupakan sumber pangan terpenting di Indonesia setelah padi.
Sebagian besar makanan yang biasa dijumpai setiap hari seperti mie, roti, biskuit,
donat, cookies, dan yang lainnya, berbahan dasar gandum. Gandum memiliki
senyawa gluten yang tidak dimiliki oleh tanaman lainnya, yang membuat
keunggulan daya kembang pada tepung gandum (Budiarti, 2005). Selain itu
gandum juga kaya akan karbohidrat dan protein. Dalam setiap 100 gram gandum
terkandung 3,1 mg zat besi dan 36 mg kalsium yang bermanfaat, antara lain dapat
menyembuhkan penyakit jantung koroner dan darah tinggi (Mahardika, 2010).
Selain untuk bahan dasar pembuatan makanan, gandum juga bisa dijadikan
untuk pakan ternak (gabah, dedak, dan bungkil), industri kerajinan, hiasan, lem,
dan pembutan kertas (Anonim, 2007). Umumnya gandum yang biasa dijadikan
sebagai bahan pakan ternak adalah jenis gandum yang memiliki kualitas rendah.
Manfaat lain dari gandum adalah dapat dijadikan sebagai sumber minuman
beralkohol, seperti bir (James, 1983).
Berapa jenis gandum yang telah berhasil dilepas sebagai varietas gandum
nasional diantaranya adalah varietas Dewata, Selayar dan Nias. Ketiga varietas ini
merupakan jenis gandum dataran tinggi (tumbuh baik pada daerah sejuk). Akan
8
a. Varietas Dewata
Berdasarkan hasil Keputusan Menteri Pertanian nomor
174/Kpts/LB.240/3/2004 gandum varietas Dewata adalah varietas unggul. Dewata
merupakan varietas gandum yang diintroduksi dari India. Pada dataran tinggi
(>1000 m dpl) gandum varietas ini berbunga pada umur ± 82 hari setelah tanam
(hst) dengan umur masak 129 hst, sedangkan pada daerah dataran rendah ± 55 hst
dengan umur masak 90 hst. Gandum varietas Dewata memiliki batang yang
kompak, warna daun hijau, dan terdapat bulu-bulu (trikom) yang berwarna hijau.
Biji gandum varietas Dewata berwarna kuning kecoklatan. Panjang malainya ±
11cm. Setiap malai menghasilkan ± 47 butir biji gandum. Kandungan protein
yang terdapat pada biji gandum Dewata 13,94%, maltose 3,19% dan gluten
12,9%.
b. Varietas Selayar
Gandum varietas Selayar berasal dari galur HHAHN/2*WEAVER
introduksi dari CIMMYT (Dahlan, 2010). Selayar merupakan jenis gandum yang
tumbuh baik pada dataran tinggi di atas 1000 m dpl. Pada dataran tinggi, varietas
Selayar memiliki umur yang lebih pendek dibandingkan varietas Dewata yaitu ±
125 hari. Biji varietas Selayar berwarna kuning kecoklatan. Kandungan protein
yang terdapat pada biji selayar yaitu sekitar 11,7%, maltosa 1,9%, dan gluten
9,3% (Syuryawati et al, 2007).
c. Varietas Nias
Varietas gandum Nias merupakan salah satu varietas unggul yang pertama
pada tahun 2003 dengan potensi hasil 2 ton/ha. Varietas Nias tumbuh baik pada
daerah dataran tinggi di atas 1000 m dpl, sama seperti varietas Dewata dan
Selayar. Tetua varietas ini berasal dari Thailand. Pada daerah dataran tinggi (1450
dpl) tinggi tanaman varietas ini ± 74 cm, jumlah anakan 15,67, panjang malai ± 10
cm, umur berbunga ± 74 hari, dan umur panen ± 114 hari (Soeranto, 2007).
2.1.2. Syarat tumbuh gandum
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti, gadum
bisa tumbuh dan berproduksi dengan baik di Indonesia serta mempunyai peluang
untuk pengembangannya (Budiarti, 2005). Namun demikian hasil produksinya
masih kurang jika dibandingkan dengan di negara asalnya. Menurut Samekto
(2008), tanaman gandum varietas DWR 162 tetua gandum varietas Dewata dapat
tumbuh baik pada ketinggian 400 m dpl, dengan hasil produksi 2,579 ton/ha.
Pertumbuhan gandum sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
keasaman (pH) tanah, kelembaban, curah hujan, intensitas cahaya, dan yang
lainnya. Kondisi lingkungan yang sesuai selama pertumbuhan akan merangsang
tanaman untuk berbunga dan menghasilkan benih (Amilla, 2009). Fase
pertumbuhan tanaman gandum dapat dibagi ke dalam pembentukan anakan,
pemanjangan batang, keluar malai dan penuaan biji (Dahlan, 2010). Fase-fase ini
akan berjalan dengan baik (optimal) apabila semua kebutuhannya tercukupi
dengan baik.
Keasamaan (pH) tanah dapat mempengaruhi pertumbuhan gandum karena
10
ketersediaan N, P, K, S, Mg, Ca, dan Mo sangat rendah, sedangkan pada pH yang
sangat tinggi P, K, S, B, dan Mo cukup banyak (Agustina, 2004). Gandum tidak
menyukai pH yang rendah (terlalu asam) dan basa. Kisaran pH yang baik untuk
pertumbuhan gandum adalah antara 6 - 8 (Samekto, 2008). Pada kondisi pH 6 - 7
mikroorganisme tanah sangat aktif melakukan penguraian bahan organik dan
membantu cepatnya ketersedian unsur hara di dalam tanah (Agustina, 2004).
Selain pH, kelembaban dan curah hujan juga sangat mempengaruhi
pertumbuhan gandum. Kondisi lingkungan yang lembab sangat tidak
menguntungkan untuk pertumbuhan gandum (James, 1983). Secara umum
gandum membutuhkan air dan kelembaban lebih rendah dari pada tanaman
pangan tropis (Dahlan, 2010). Kelembaban rata-rata untuk pertumbuhan gandum
adalah 80-90%, dengan curah hujan 600-825 mm/tahun (Anonim, 2007).
Kelembaban sangat berhubungan dengan curah hujan. Semakin tinggi curah hujan
maka semakin tinggi pula kelembabannya. Curah hujan yang terlalu tinggi akan
mengganggu proses pembungaan, karena dapat menurunkan aktivitas serangga
penyerbuk dan menyebabkan kepala putik dan tepung sari menjadi busuk (Amilla,
2009).
Setiap tanaman yang sedang dalam fase pertumbuhan sangat membutuhkan
intensitas cahaya yang cukup. Untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik,
gandum membutuhkan intensitas penyinaran 9-12 jam/hari. Cahaya matahari
adalah faktor kunci dalam pembentukan asimilat saat fotosintesis. Kekurangan
cahaya matahari akan menghambat pembentukan asimilat yang pada akhirnya
Di samping beberapa faktor di atas, ketinggian tempat (ketinggian dari
permukaan air laut) juga sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman gandum.
Semakin tinggi suatu tempat, misalnya pegunungan, semakin rendah suhu
udaranya atau udaranya semakin dingin dan semakin rendah daerahnya maka
semakin tinggi suhu udaranya atau udaranya semakin panas (Amila, 2009). Suatu
daerah dikategorikan sebagai daerah dataran rendah jika berada pada ketinggian
250-400 m di atas permukaan laut (dpl) (Pringgohandoko dan Syuryawati, 2006).
Sedangkan daerah dataran tinggi adalah daerah yang berada pada ketinggian di
atas 800 m dpl.
Umumnya gandum yang ditanam di dataran rendah memiliki umur yang
lebih pendek dibandingkan dengan tanaman gandum yang ditanam di dataran
tinggi. Menurut Anonim (2007), gandum yang ditanam di daerah dataran rendah
siap panen apabila tanaman telah berumur ± 90, berumur ± 107 hari untuk dataran
menengah, dan ± 112 hari untuk untuk dataran tinggi. Ini menunjukan adanya
perbedaan faktor lingkungan dapat mempengaruhi pertumbuhan gandum. Faktor
pembatas pertumbuhan gandum di dataran rendah adalah cekaman lingkungan
abiotik antara lain suhu tinggi dan kekeringan (Pringgohandoko dan Suryawati,
2006).
Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi pertumbuhan gandum adalah
suhu. Suhu berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif, induksi bunga,
pertumbuhan dan diferensiasi perbungaan (inflorescence), mekar bunga,
munculnya serbuk sari, pembentukan benih dan pemasakan benih (Amila, 2009).
12
proses pengisian biji (Dahlan, 2010). Akan tetapi tidak untuk pertumbuhan
tanaman, karena suhu yang tinggi sangat dibutuhkan tanaman pada masa awal
petumbuhan agar pertumbuhannya tidak terhambat (Nasution, 2009).
2.1.3. Klasifikasi Gandum
Gandum dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok yaitu, diploid
(n=7), tetraploid (n=14) dan hexaploid (n=21). Gandum Triticum aestivum L.
(common wheat) adalah hexaploid mempunyai 3 genome, T. compactum Host
(club wheat) adalah tetraploid, dan T. durum (durum wheat) diploid (Dahlan,
2010). Selain itu gandum juga dapat diklasifikasi berdasarkan waktu tanam dan
berdasarkan sifat agronomin dan tekturnya.
Berdasarkan waktu tanamannya gandum diklasifikasikan menjadi dua jenis,
yaitu winterdan spring wheat (gandum musim dingin dan musim semi). Gandum
musim dingin (winter wheat) adalah jenis gandum yang ditanam pada musim
dingin, sedangkan Spring wheat adalah gandum yang ditanam pada musim semi.
Jenis gandum musim semi ini adalah jenis yang sesuai dengan daerah tropis.
Produksi gandum musim semi lebih rendah dibandingkan dengan gandum musim
dingin (Dahlan, 2010).
Berdasarkan sifat agronomi dan teksturnya, gandum dibagi menjadi dua,
yaitu hard wheat dan soft wheat. Hard wheat adalah gandum yang memiliki
kandungan protein 11-17% cocok untuk pembuatan roti, sedangkan soft wheat
adalah gandum yang memiliki kadar protein 6-11% dan gluten yang lemah (weak
2.2. Karakterisasi dan Morfologi Gandum
Karakterisasi merupakan salah satu cara untuk mengkategorikan atau
mengidentifikasi tanaman sesuai dengan karakter (ciri) morfologi yang
muncul/tampak. Beberapa karater yang sering digunakan dalam penelitian
karakterisasi adalah tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, jumlah malai (untuk
tanaman gandum), berat biji perumpun, berat 1000 biji (Budiarti, 2005) dan
lain-lain. Suatu varietas gandum dapat dikategorikan unggul apabila memiliki karakter
yang baik. Untuk mengetahui hal itu perlu dilakukan pengamatan mengenai
karakter-karakter morfologi dari tanaman gandum dengan mengkarakterisasi
tanaman gandum tersebut.
2.2.1. Akar
Akar merupakan organ vegetatif utama yang memasok air, mineral dan
bahan-bahan penting lainnya yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan
perkembangan tanaman (Gardner et al, 1991). Pada tanaman gandum jumlah akar
yang dibentuk berasosiasi dengan jumlah daun pada bagian lateral batang
(Klepper et al, 1984 dalam The Biology of Triticum aestivum L. em Thell. (Bread
Wheat), 2008 ). Kerusakan akar akan mempengaruhi pertumbuhan pucuk
(Gardner et al, 1991).
Tanaman gandum memiliki sistem perakaran serabut seperti padi, tetapi
akar gandum tidak tahan terhadap genangan air, karena dapat mengakibatkan
14
pada kedalaman biji saat penanaman (Hajichristodoulou et al, 1977 dalam The
Biology of Triticum aestivum L. em Thell. (Bread Wheat), 2008). Tanaman
gandum dewasa memiliki dua tipe akar yang berbeda, yaitu akar seminal dan
nodal. Akar seminal adalah akar yang tumbuh dan berkembang dari awal
perkembangan biji, sedangkan akar nodal adalah akar yang tumbuh pada waktu
tertentu saat terjadi pertumbuhan kuncup (anakan) (Kirby, 2002).
2.2.2. Batang
Gandum termasuk dalam kelompok tanaman calmus, yaitu memiliki batang
yang tidak keras, beruas-ruas, dan berongga (Gembong, 2003). Tanaman gandum
dewasa memiliki batang utama yang menyokong daun-daun gandum yang tumbuh
pada sisi berlawanan (berselang-seling)(Gambar 2) dan berulang pada setiap ruas
yang disebut phytomer. Pada phytomer terdapat nadus, internodus, dan kuncup
yang berada pada ketiak daun (Kirby, 2002). Pada saat berbunga, empat sampai
lima ruas batang tanaman gandum bagian atas akan mengalami pemanjangan
secara vertikal memisahkan daun-daun sebelah atas (Gardner et al, 1991).
Pemanjangan ruas batang dimulai ketika sebagian besar lemma terinisiasi
pembentukan stamen (benang sari) pada saat perkembangan spikelet, yang mana
berkaitan erat dengan pembentukan bagian ujung dari spikelet. Pemanjangan ruas
batang terjadi bersamaan dengan pertumbuhan daun, pucuk dan bunga (Patrick,
Gambar 1. Struktur batang dan daun tanaman gandum
Sumber: The biology of Triticum aestivum L. em Thell.(bread wheat) Departement of Healt and Ageing Office of the Gene Technology Regulator, Australian Government.
Pada gandum musim semi bagian internodus yang ke empat merupakan
bagian pertama yang mengalami pemanjangan, walaupun internodus yang berada
di bagian bawah batang tetap pendek (Kirby dan Appleyard, 1981 dalam The
Biology of Triticum aestivum L. em Thell. (Bread Wheat), 2008). Pertumbuhan
batang sangat dipengaruhi oleh cahaya, karena cahaya dapat mempengaruhi kerja
auksin yang berperan pada pertumbuhan batang (Gardner et al, 1991).
2.2.3. Daun
Gandum memiliki bentuk daun linearis dan termasuk jenis daun tidak
lengkap, karena hanya terdiri dari upih dan helai daun, tidak memiliki tangkai
16
setiap daun gandum terdiri dari tangkai pelepah (upih daun), helai daun dan ligula
dengan dua pasang daun telinga yang terletak pada dasar helai daun.
Struktur daun gandum terdiri dari pelepah (upih) dan helai daun yang
terbentuk dari jaringan meristem yang terpisah. Permukaan daunnya rata, sempit,
dengan panjang sekitar 20-38 cm dan lebar sekitar 1,3 cm (Duke, 1983). Bagian
dasar helai daun yang berhubungan (bersambungan) dengan upih daun
merupakan suatu struktur yang disebut dengan ligule dan auricle. Daun gandum
dibentuk pada salah satu sisi batang gandum dan tersusun secara berselang-seling
di setiap sisinya (Setter dan carlton, 2002 dalam The Biology of Triticum
aestivum L. em Thell. (Bread Wheat), 2008). Helai daun (lamina), pelepah atau
tangkai dan ruas batang berasal dari jaringan meristem interkalar (Gardner et al,
1991).
Pada gandum musim semi, pertambahan panjang daun dimulai dari dasar
daun sampai satu atau dua daun sebelum daun bendera (Kirby, 2002 dalam The
Biology of Triticum aestivum L. em Thell. (Bread Wheat), 2008). Karakteristik
jumlah daun untuk gandum berkisar antara 7 sampai 9 (Gardner et al, 1991).
Temperatur memiliki pengaruh besar terhadap penampakan (bentuk) dan
perluasan daun. Suhu udara minimum yang dibutuhkan untuk peluasan daun
kira-kira 0o C, suhu optimumnya 28oC, dan suhu maksimumnya >38oC (Kirby, 1983
2.2.4. Bunga
Bunga adalah organ yang terbentuk di awal fase generatif tanaman gandum.
Terbentuknya bunga menandakan telah berakhirnya fase vegetatif tanaman
gandum. Pembentukan primordia bunga terjadi atau dimulai karena adanya
induksi pembungaan, yaitu suatu proses perubahan fisiologis internal yang
mengakibatkan perubahan pola pertumbuhan yang berbeda secara morfologis
(Mangoendidjojo, 2003). Beberapa faktor lingkungan yang dapat menginduksi
pembungaan adalah intensitas cahaya dan suhu.
Intensitas cahaya (penyinaran) dapat mempengaruhi proses pembentukan
bunga. Menurut Mangoendidjojo (2003), organ daun yang mendapatkan panjang
penyinaran cukup (sesuai) akan mengakibatkan pembentukan senyawa florigen,
yaitu senyawa tertentu yang merupakan prasyarat terjadinya rangkaian proses
sebelum menjadi organ bunga. Selain intensitas cahaya, suhu juga memiliki
peranan yang penting dalam menginisiasi pembentukan bunga. Gandum termasuk
jenis tanaman yang membutuhkan suhu rendah (dingin) sebelum berbunga, yang
dikenal dengan istilah vernalisasi. Gardner et al (1991) menyatakan bahawa
gandum merupakan tanaman yang membutuhkan vernalisasi (periode dingin) agar
dapat berbunga. Vernalisasi biasanya efektif antara 2-10oC. Respon terhadap suhu
dingin ini bersifat kuantitatif (mutlak), artinya pembungaan akan terjadi atau
pembungaan tidak akan terjadi.
Gandum memiliki bunga yang berbentuk malai. Malai merupakan bagian
yang terdapat diujung batang. Malai tanaman gandum tersusun atas dua baris
18
secara berlawanan pada tangkai bunga pusat seperti susunan daun pada batang
utama (Setter dan carlton, 2000 dalam The Biology of Triticum aestivum L. em
Thell. (Bread Wheat), 2008). Setiap spikelet memiliki 2-5 bunga gandum (Duke,
1983). Floret gandum mempunyai stamen yang kecil dan menghasilkan sedikit
serbuk sari (1000-3800 serbuk sari per bulir anther, 450,000 serbuk sari per
tanaman), dibandingkan dengan tanaman sereal lainnya. Floret pada spikelet
tertutupi oleh lemma dan pelea yang tersusun dari karpel (ovari dan stigma) dan
tiga stamen dan anther (Setter dan carlton, 2000 dalam The Biology of Triticum
aestivum L. em Thell. (Bread Wheat), 2008).
Sebagian besar gandum bersifat kleistogami, dimana polen akan terpencar
sebelum bunga terbuka. Penyerbukan bunga terjadi secara sendiri, namun dapat
juga terjadi penyerbukan silang walaupun sangat kecil kemungkinannya.
Umumnya, bunga gandum mengurangi nektar untuk mengurangi serbuan
serangga (Eastham dan Sweet, 2002 dalam Biology of Triticum aestivum L. em
Thell. (Bread Wheat), 2008), karena serangga dapat mengakibatkan terjadinya
penyerbukan silang (Glover, 2002 dalam Biology of Triticum aestivum L. em
Thell. (Bread Wheat), 2008).
Lamanya waktu yang dibutuhkan tanaman gandum untuk berbunga
tergantung dari letak geografisnya. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan
Sandras dan Monzon (2006) dalam Biology of Triticum aestivum L. em Thell.
(Bread Wheat) (2008) pada bulan Mei periode 1990-2000 di Narrabri, waktu yang
dibutuhkan tanaman gandum dari mulai tanam sampai berbunga kira-kira 105-120
2.2.5. Biji
Biji gandum berbentuk oval dengan lipatan di bagian tengahnya, sehingga
terlihat seperti biji dikotil. Bagian dorsal biji berbentuk bundar dan licin,
sedangkan pada bagian ventralnya terdapat lipatan ke dalam (Kirby, 2002). Biji
gandum tersusun atas bagian-bagian tertentu yang melingkupi bagian
endospermanya (Gambar 2). Pada bagian luar biji terdapat lemma dan pelea yang
melingkupi dan melindungi biji. Biji-biji gandum terdapat di dalam spikelet.
Embrio pada biji gandum merupakan bagian biji yang menepel pada spkelet dan
pada ujung bagian distalnya terdapat bulu halus (Kirby, 2002). Panjang biji
gandum berkisar antara 3-10 mm dengan diameter 3-5 (Martin et al, 1976).
Pertumbuhan berat akhir biji tergantung pada spikelet dan letak/posisi floret
pada spikelet (Kirby, 1974; Simmons, 1987 dalam Biology of Triticum aestivum
L. em Thell. (Bread Wheat), 2008). Setiap malai gandum dapat mengasilkan
(memproduksi) sekitar 30 sampai 50 biji walaupun banyaknya malai yang
terbentuk tergantung pada jumlah kuncup (anakan) yang menghasilkan malai yang
matang (produktif) (Tennant et al, 2000 dalam Biology of Triticum aestivum L.
20
Gambar 2. Biji Gandum
Sumber : http://www.bakeinfo.co.nz/school/school_info/wheat.php
2.3. Pemuliaan Gandum Dengan Teknik Mutasi
Mutasi adalah perubahan genetik seperti jumlah kromosom atau susunan
kromosom suatu makhluk hidup yang terjadi dalam waktu singkat dan bersifat
heritable (Soemardjo, 1988). Mutasi dapat terjadi secara spontan di alam
(spontaneous mutation) dan dapat juga terjadi melalui induksi (induced mutation).
Mutasi spontan adalah mutasi yang terjadi tanpa campur tangan manusia,
sedangkan mutasi induksi terjadi akibat adanya mutagen, yaitu substansi atau
perlakuan yang dapat menyebabkan mutasi (Soemardjo, 1988). Pemuliaan
tanaman gandum dengan teknik mutasi (Gambar 3) dimulai dengan memberikan
suatu perlakuan mutagen (iradiasi sinar gamma) pada sampel (biji gandum) dan
diakhiri dengan pengujian multi lokasi. Beberapa jenis mutagen yang sering
Gambar 3. Pemuliaan gandum dengan teknik mutasi Sumber: infonuklir.com
a. Mutagen fisika (Radiasi)
Radiasi merupakan mutagen fisika yang biasa digunakan dalam teknik
mutasi. Beberapa sumber radiasi yang paling banyak digunakan adalah sinar x
dari alat Rontgen, sinar gama dari cobalt 60, sinar beta dari radioisotop, sinar
neutron dari reaktor atom. Radiasi memiliki kekuatan daya tembus tinggi (kecuali
sinar beta) dan banyak digunakan pada penelitian biologis untuk meradiasi
22
b. Mutagen kimia
Mutagen kimia memiliki keunggulan dibandingkan dengan mutagen lainya.
Ini disebabkan karena mutagen kimia lebih mudah digunakan dan terbukti lebih
effektif. Beberapa mutagen kimia yang memiliki potensi dan banyak digunakan
adalah ethylenemethamesulfonate (EMS), nitrosomethyl urea (NMU), dan
nitrosoguanidine (NTG) (Soemardjo, 1988).
2.3.1. Mutasi induksi dengan sinar gamma
Mutasi induksi merupakan salah satu teknik pemuliaan yang banyak
digunakan dalam pemuliaan tanaman saat ini. Tujuannya adalah untuk
memperbesar keragaman genetik (Ismachin, 2006). Mutasi induksi adalah mutasi
yang dikukan secara sengaja oleh manusia (Ismachin, 2006). Beberapa jenis
tanaman unggul sudah banyak dihasilkan oleh teknik ini, seperti padi varietas
Atomita 1, Atomita 2, Atomita 3, Atomita 4, Situgintung, Cilosari, dan lain-lain.
Mutasi induksi fisik dengan iradiasi sinar gamma terhadap benih dapat
meningkatkan keragaman genetik tanaman sorgum (Soeranto, 2006). Induksi
mutasi yang dilakukan dengan iradiasi sinar gamma terhadap benih pada dosis
sekitar dosis LD50 dapat mengahasilkan tanaman-tanaman yang memiliki karakter
berbeda dengan tetuanya, sehingga meningkatkan keragaman populasi dalam
setiap galur (Herison, 2008).
Sinar gamma adalah salah satu mutagen yang sering digunakan dalam
mutasi induksi, karena dapat memancarkan radiasi gelombang elektromagnetik
menyebabkan mutasi pada jaringan tersebut (Ismachin, 2006). Kemampuan ini
yang kemudian dimanfaatkan oleh para pemulia tanaman untuk melakukan mutasi
induksi. Radiasi dapat memperbaiki berbagai karakter tanaman, seperti
produktivitas, pertumbuhan, umur, ketahanan terhadap hama dan penyakit, warna
bunga, ukuran buah atau bunga, kandungan nutrisi dan rasa (Trubus, 2007).
Beberapa radioisotop yang dapat memacarkan sinar gamma adalah cobalt-60,
amerisium-241, besi-55, iridium-192, kadmium-109, kobat-57, sesium-137,
timbal-210 dan thalium-170 (Wandowo, 2005). Umumnya sinar gamma yang
biasa digunakan untuk pemuliaan mutasi bersumber dari cobalt-60, karena mudah
diaplikasikan dan menghasilkan frekuensi mutasi yang tinggi (Trubus, 2007).
2.3.2. Seleksi dan pemurnian galur mutan
Mutasi induksi menyebabkan keragaman genetik yang tinggi pada galur
mutan yang dihasilkan. Untuk mendapatkan galur mutan yang sesuai dengan
harapan, maka perlu dilakukan seleksi. Seleksi adalah suatu proses pemisahan
suatu individu atau kelompok dari populasi campuran, dengan tujuan
mendapatkan individu tanaman yang memiliki sifat (genotipe) yang diharapkan
(Soemardjo, 1988). Seleksi pada setiap jenis tanaman berbeda-beda, tergantung
dari tujuan pemulianya. Beberapa karakter yang dijadikan pertimbangan dalam
seleksi tanaman umumnya adalah produktivitas tinggi, cepat panen, adaptasi baik
pada berbagai lokasi, toleran terhadap temperatur tinggi, kelembaban tinggi dan
24
Pada pemuliaan mutasi, seleksi dimulai sejak pada generasi M1, M2, M3,
dan seterusnya. Untuk tanaman menyerbuk sendiri, digunakan cara seleksi
individu tanaman untuk mendapatkan tanaman homozigot (Soemardjo, 1988).
Umumnya generasi tanaman M6 merupakan generasi tanaman homozigot,
sehingga seleksi yang dilakukan pada generasi M6 akan mendapatkan galur mutan
yang murni. Keseragaman tanaman pada galur murni merupakan indikator
kehomozigositasan tiap lokus gen pengendali karakter yang diamati (Herison,
2008).
2.3.3. Pengujian galur mutan
Penyediaan varietas-varietas unggul baru selalu didahului dengan pengujian
galur-galur harapan yang memiliki potensi hasil tinggi dan baik dengan adaptasi
luas maupun spesifik (Riyanto et al, 2010). Untuk memenuhi persyaratan
pelepasan sebagai kultivar unggul baru, beberapa galur tersebut harus diuji daya
hasil dan daya adaptasinya di beberapa lokasi dan musim (Harsanti et al, 2003).
Uji adaptasi (uji multilokasi) dilakukan untuk mengetahui daya adaptasi suatu
galur dan untuk mengetahui kemampuan atau ketahanan gen mutan yang akan
dilepas, pada berbagai kondisi yang berbeda. Kemampuan adaptasi galur murni
amat beragam sehingga memungkinkan untuk melakukan pemilihan galur yang
dapat beradaptasi baik diberbagai lingkungan (Soemardjo, 1988).
Banyak benih yang harus disediakan untuk uji multilokasi. Perbanyakan
benih umumnya dilakukan pada generasi ke-6 (M6), dengan pertimbangan bahwa
(1977 dalam Harsanti et al, 2003), interaksi antara genotip dan lingkungan
merupakan masalah utama bagi pemulia tanaman dalam usaha mengembangkan
kultivar hasil seleksinya, karena ada beberapa genotip yang menunjukkan reaksi
spesifik terhadap lingkungan tertentu.
Parameter yang digunakan untuk menentukan uji daya adaptasi atau
stabilitas suatu genotip adalah nilai koefisien regresi dan simpangan regresi. Suatu
genotip yang stabil akan mempunyai koefisien regresi (bi) sebesar 1.0 dan
simpangan koefisien regresi (Sd2) sama dengan nol (Harsanti et al, 2003). Pada
umumnya, para pemulia tanaman melakukan perbanyakan benih sekaligus
melakukan uji multilokasi (melakukan perbanyakan benih di tempat yang
berbeda-beda). Hal ini dilakukan untuk dapat lebih mengefisiensikan waktu dalam
pengujian galu-galur mutan. Hasil uji multilokasi akan menunjukkan adanya
keunggulan dari masing-masing galur sehingga galur tersebut layak untuk
26
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksakan pada bulan April sampai dengan bulan September
2010 di PATIR BATAN dan SEAMEO BIOTROP (387 m dpl), Bogor. Analisis
data dilakukan di Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Pasar Jum’at, Jakarta Selatan.
3.2. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, kamera
digital, meteran, patok, penggaris, tali plastik, timbangan analitik dan alat tulis.
Bahan-bahan yang dibutuhkan adalah benih gandum varietas Dewata, Selayar,
Nias, galur CPN 01, CPN 02, CBD 16, CBD 17, CBD 20, CBD 23, CBD 24,
pupuk urea, TSP, dan pupuk HCl.
3.3. Metode Penelitian
Ada 10 jenis gandum yang akan diamati, 7 jenis merupakan galur gandum
M6 dan 3 jenis merupakan varietas gandum nasional yang sudah dilepas (sebagai
kontrol). Dalam penelitian ini digunakan 3 blok sebagai ulangan. Setiap blok
terdiri dari 10 bedengan. Sampel diambil dari masing-masing bedengan (5 sampel
3.3.1. Persiapan lahan
Beberapa tahapan dalam persiapan lahan antara lain:
a. Tanah yang akan ditanami gandum dibersihkan terlebih dahulu dari
gulma-gulma yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman.
b. Tanah diolah dengan menggunakan cangkul supaya tanah menjadi
gembur, sehingga memudahkan akar dalam penyerapan unsur hara
c. Dibuat bedengan sebanyak 30 buah yang terbagi menjadi 3 blok dengan
tinggi masing-masing bedengan 30 cm dan panjang 5 x 1 meter.
d. Setiap bedengan dipisahkan oleh parit yang berfungsi sebagai aliran air.
e. Bedengan dibiarkan selama beberapa hari agar terjadi aerasi yang baik
pada tanah.
f. Pada setiap bedengan dibuat lubang sebanyak 5 baris, dengan jarak antar
lubang 20 x 10 cm.
3.3.2. Penanaman dan Pemeliharaan
Setelah tanah gembur, baru dilakukan penanaman. Setiap lubang ditanami 3
biji gandum. Penaman dilakukan secara acak pada setiap blok. Agar tanaman
tumbuh dengan baik, dilakukan penyulaman dan penyiangan pada minggu ke
empat setelah tanam. Hal ini dilakukan untuk menghindari pertumbuhan gulma
yang dapat mengganggu pertumbuhan gandum. Selanjutnya penyiangan dilakukan
sesuai kebutuhan.
Untuk membantu dalam mencukupi kebutuhan nutrisi bagi tanaman,
28
memasuki fase pembungaan (memasuki fase generatif). Pupuk yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pupuk urea (100 kg/ha), TSP (60 kg/ha) dan HCl
(60kg/ha).
3.3.3. Pengamatan variabel
Pada penelitian ini jumlah sampel yang diamati sebanyak 5 tanaman yang di
ambil secara acak pada tiap-tiap genotipe gandum untuk semua variabel
pengamatan. Beberapa variabel yang diamati pada penelitian ini meliputi:
a. Tinggi tanaman
Pengukuran tinggi tanaman dimulai pada minggu ke tiga setelah tanam.
Pengukuran dilakukan setiap minggu. Tinggi tanaman diukur dari pangkal
batang sampai dengan pucuk daun tertinggi. Pengukuran dihentikan
setelah 50% tanaman per bedengan telah berbunga.
b. Daun
Pengukuran daun dilakukan setelah tanaman dipanen, dengan mengukur
panjang dan lebar daun pada daun bendera dan menghitung jumlah daun.
c. Waktu berbunga
Waktu berbunga adalah waktu (hari) dimana 50% tanaman pada tiap
bedengan berbunga.
d. Waktu panen
Waktu panen adalah waktu (hari) dimana 50% malai tanaman pada setiap
e. Malai
Pengukuran panjang malai dilakukan setelah tanaman dipanen.
Pengukuran dimulai dari pangkal malai (spikelet pertama) sampai ke ujung
malai dan dihitung jumlah spikelet yang ada pada setiap malai.
f. Biji
Biji gandum yang ada di dalam spikelet pada setiap malai, dikeluarkan dan
dihitung. Jumlah biji yang didapat dikali seratus dan dibagi jumlah
spikelet pada setiap malai dikali tiga, sehingga bisa diketahui persentase
biji yang hampa dan diamati juga bentuk dan warna biji.
g. Jumlah anakan
Setiap tanaman sampel pada setiap bedengan/genotipe yang memiliki
anakan dihitung. Anakan terbagi menjadi dua, anakan produktif dan
anakan tidak produktif. Anakan produktif adalah anakan yang
menghasilkan biji pada saat dipanen, sedangkan anakan tidak produktif
adalah anakan yang belum menghasilkan biji pada saat panen.
h. Berat biji per rumpun
Setiap biji yang terdapat dalam spikelet pada rumpun yang sama
dikeluarkan dan ditimbang sebagai berat biji perumpun.
i. Berat 1000 biji
Pengukuran berat 1000 biji dilakukan dengan mengambil sampel biji dari
30
3.4. Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan
Anova satu arah sesuai rancangan acak kelompok (RAK). Apabila berbeda nyata
dilakukan analisis lanjutan dengan Uji Duncan (α = 0,05) menggunakan program SAS 9.0.
31
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pertumbuhan Tanaman
Hasil penelitian menunjukan bahwa pertumbuhan gandum berjalan lambat
sampai minggu ke empat setelah tanam (Gambar 4). Pada 5 mst (minggu setelah
tanam), tanaman gandum mengalami fase eksponensial sampai 9 mst, selanjutnya
pertumbuhan tanaman gandum melambat. Wiyono (1980) menyatakan beberapa
faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman gandum
diantarannya adalah curah hujan, suhu, intensitas cahaya (radiasi) dan
kelembaban.
Curah hujan yang cukup tinggi pada awal bulan Mei (5 mst) mengakibatkan
pertumbuhan tanaman gandum berjalan cepat. Curah hujan yang tinggi dapat
menyediakan air yang cukup untuk pertumbuhan tanaman gandum. Kadar air
yang cukup dapat meningkatkan proses fotosintesis tanaman gandum, sehingga
proses pembentukan dan perluasan sel pun berjalan baik. Wiyono (1980)
menyatakan bahwa, selama pertumbuhan tanaman gandum membutuhkan banyak
air untuk proses pembentukan jaringan tanaman selama fase vegetatif, transpirasi
dan evaporasi. Akan tetapi curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan pencucian
kalsium dan pembentukan tanah asam, sehingga kalsium yang tersedia dalam
tanah hanya sedikit. Kondisi ini dapat mengakibatkan pertumbuhan tanaman
menjadi terhambat karena H+ jauh lebih beracum terhadap akar apabila tidak ada
32
Gambar 4. Grafik pertumbuhan tinggi tanaman gandum
Selain akibat dari tingginya curah hujan, kecepatan pertumbuhan tanaman
gandum pada minggu ke lima juga disebabkan karena pengaruh nutrisi. Pemberian
pupuk urea, HCl, dan TSP pada 4 mst meningkatkan kadar nutrisi dalam tanah.
Gardner et al (1991) menyatakan bahwa nutrisi, mineral dan ketersediaan air
mempengaruhi pertumbuhan ruas, terutama oleh perluasan sel seperti pada organ
vegetatif. Pemupukan dilakukan sehari setelah turunya hujan. Hal ini bertujuan
agar proses pelarutan unsur hara ke dalam tanah semakin cepat, sehingga mudah
diserap oleh akar tanaman gandum.
Melambatnya pertumbuhan gandum pada 9 mst disebabkan karena hampir
semua genotipe gandum memasuki fase pembungaan (fase generatif). Fotosintat
yang dihasilkan tanaman lebih banyak ditranformasikan untuk perkembangan
berkurang, sehingga pertumbuhan menjadi lambat. Selain itu faktor lain yang juga
sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan gandum adalah genetik.
4.1.1. Tinggi tanaman
Tinggi rata-rata 10 genotipe gandum berkisar antara 51-66 cm (Tabel 1).
Hasil uji Duncan menunjukan bahwa tinggi rata-rata sepuluh genotipe gandum
dapat dikelompokan menjadi tiga kelompok yaitu pendek, sedang, dan tinggi.
Kelompok galur yang pendek (51,61-56,43 cm) terdiri atas 2 genotipe, kelompok
sedang (56,43-61,25 cm), terdiri atas 2 genotipe, dan kelompok tinggi
(61,25-66,07 cm) terdiri atas 6 genotipe. Tinggi rata-rata galur CPN 01, CPN 02, CBD
24, dan CBD 16 berbeda nyata dengan varietas kontrol Selayar dan tidak berbeda
nyata dengan varietas kontrol Dewata dan Nias (Tabel 1). Keempat galur mutan
ini memiliki tinggi yang tidak jauh berbeda satu sama lain dan termasuk
kelompok tanaman yang tinggi.
Tinggi rata-rata galur mutan CBD 17 dan CBD 23 tidak berbeda nyata
dengan varietas kontrol. Berdasarkan klasifikasi di atas tinggi rata-rata kedua
galur mutan ini termasuk kelompok sedang. Rata-rata pertumbuhan tinggi
tanaman gandum per minggu pada kedua galur ini adalah 4,30 cm dan 4,15 cm.
Galur mutan CBD 20 merupakan galur dengan tinggi rata-rata terpendek (51,61
cm). Galur ini berbeda nyata dengan varietas Dewata dan Nias dan tidak berbeda
nyata dengan varietas Selayar. Pada daerah dataran tinggi ( >1000 m dpl) galur
mutan ini pun menunjukan karakter tinggi tanaman yang pendek dibandingkan
34
karena faktor genetik dari galur mutan CBD 20. Wiyono (1980) menyatakan
bahwa tinggi tanaman atau panjang batang gandum dipengaruhi oleh sifat genetik
[image:57.595.112.509.168.538.2]dan lingkungan tumbuh dan memiliki korelasi dengan tingkat kerebahan.
Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman dan jumlah anakan produktif pada 10 genotipe gandum.
Genotipe Tinggi Tanaman (cm)
Jumlah anakan Produktif
CPN01 63,63a 9,87ab
CPN02 64,98a 9,13ab
CBD16 63,99a 7,2ab
CBD17 59,52ab 8ab
CBD20 51,61b 5,8b
CBD23 57,15ab 5,93b
CBD24 64,62a 9,2ab
Dewata 63,48a 11,93a
Selayar 52,14b 6,53b
Nias 66,07a 10,07ab
Keterangan: Angka di dalam kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.
Berdasarkan data pada tabel 1, tanaman tertinggi adalah varietas Nias. Ini
membuktikan bahwa varietas Nias secara genetik memiliki karakter yang cukup
tinggi dan cukup tahan terhadap cekaman lingkungan dataran rendah tropis.
Genotipe dengan nilai rata-rata tinggi terendah adalah galur mutan CBD 20 dan
varietas Selayar. Dalam kondisi yang sesuai (di dataran tinggi), tinggi tanaman
varietas Selayar sekitar 85 cm, dengan hasil panen sekitar 2,95 ton/ha (Syuryawati
et al, 2007). Jika dibandingkan dengan tinggi tersebut, maka semua genotipe
termasuk varietas Selayar yang ditanam di dataran rendah tropis tergolong
Pada penelitian yang dilakukan sebelumnya tahun 2007 di Senden (1450 m
dpl), Selo, Boyolali, Jawa Tengah, tinggi rata-rata varietas Dewata, Selayar, Nias,
Galur CPN01, CPN02, CBD17, CBD24, CBD23, CBD20, CBD16 berturut-turut
67,3 cm, 66,67 cm, 74 cm, 82 cm, 71 cm, 64,33 cm, 72 cm, 66,33 cm, 62 cm,
75,67 cm. Tinggi tanaman gandum ditentukan oleh genotipe dan kondisi
lingkungan tumbuhnya (The Biology of Triticum aestivum L. em Thell. (Bread
Wheat), 2008). Perbedaan tinggi tanaman pada ke dua lokasi penanaman tersebut
membuktikan bahwa ketinggian tempat dapat mempengaruhi tinggi tanaman
(pertumbuhan) gandum.
Ketinggian tempat akan mempengaruhi faktor-faktor lingkungan seperti
suhu dan intensitas cahaya. Menurut Guslim (2007), semakin tinggi suatu tempat,
semakin rendah suhu tempat tersebut dan demikian juga intensitas matahari
semakin berkurang. Penurunan tinggi tanaman baik pada galur mutan gandum
maupun pada varietas kontrol, bisa juga disebabkan karena pengaruh suhu
(penyinaran) yang cukup tinggi (lampiran 2) pada daerah dataran rendah tropis.
Intensitas penyinaran yang tinggi dapat mengganggu kerja hormon pertumbuhan
(auksin), sehingga kerja hormon auksin menjadi tidak optimal. Auksin merupakan
hormon pertumbuhan yang diproduksi dalam jaringan meristematik yang aktif
seperti tunas, daun muda, dan buah (Gardner et al, 1991). Keadaan ini dapat
mengakibatkan tanaman akan menjadi lebih pendek. Gardner et al (1991)
menyatakan bahwa penyinaran yang kuat akan menurunkan auksin dan
36
Tinggi tanaman gandum umumnya berkisar antara 30 sampai 150 cm, (The
Biology of Triticum aestivum L. em Thell. (Bread Wheat), 2008). Belum ada
literatur yang menunjukan secara pasti tinggi tanaman gandum yang ideal untuk
daerah dataran rendah tropis. Namun