Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Sos. I)
Oleh Silma Mausuli NIM : 105051001988
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
EFEKTIVITAS DAKWAH LEMBAGA PENGEMBANGAN TILAWATIL QUR’AN (LPTQ) PROVINSI DKI JAKARTA MELALUI PROGRAM
MUSABAQAH TILAWATIL QUR’AN (MTQ) TAHUN 2009
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Sos. I)
Oleh
Silma Mausuli NIM : 105051001988
Di Bawah Bimbingan :
Dr. H. A. Wahib Mu’thi, MA. NIP : 19481212 197803 1 001
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
Skripsi berjudul EFEKTIVITAS DAKWAH LEMBAGA PENGEMBANGAN TILAWATIL QUR’AN (LPTQ) MELALUI PROGRAM MUSABAQAH TILAWATIL QUR’AN (MTQ) TAHUN 2009
telah diujikan dalam sidang munaqasah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Jum’at tanggal 25 Juni
2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi Islam (S. Sos. I) pada Program Studi Komunikasi Penyiaran
Islam.
Jakarta, 25 Juni 2010
Ketua Sidang, Sekretaris Sidang,
Drs. Study Rizal, LK, MA Umi Musyarrofah, MA NIP : 19640428 199303 1 002 NIP : 19710816 199703 2 002
Anggota,
Penguji I, Penguji II,
Drs. H. Hasanuddin Ibnu Hibban, MA Drs. Jumroni, M.Si
NIP : 19660605 199403 1 005 NIP : 19630515 199203 1 006
Pembimbing,
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 25 Juni 2010
Efektivitas Dakwah Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ) Provinsi DKI Jakarta Melalui Program Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) Tahun 2009
Secara garis besar, banyak lembaga-lembaga yang bergerak dibidang dakwah. Media yang digunakan pun berbeda-beda walaupun tujuannya sama, diantaranya yaitu dengan media al-Qur’an.
Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ) adalah salah satu dari lembaga yang berdakwah melalui media al-Qur’an. Dalam berdakwah, lembaga ini memiliki program-program diantaranya Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ). Yakni suatu kegiatan dimana diadakannya berbagai macam perlombaan yang berkaitan dengan al-Qur’an, dari mulai seni membaca, menulis sampai memahami isi kandungan al-Qur’an. Kegiatan ini juga merupakan salah satu syiar terhadap agama Islam.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana LPTQ mengimplementasikan dakwahnya melalui program MTQ. Dan seberapa besar keefektivan dakwah LPTQ melalui MTQ. Dalam penelitian ini data-data yang didapatkan bersumber langsung dari lembaga yang penulis teliti. Diantaranya melalui wawancara langsung kepada pengurus lembaga, referensi buku-buku yang terkait dengan permasalahan yang diambil sehingga mencapai suatu hasil atau kesimpulan.
Dalam dakwahnya melalui program MTQ, ada beberapa tahapan yang dilakukan oleh LPTQ. Diantara tahapan-tahapannya itu adalah mengadakan pembinaan al-Qur’an yang berkesinambungan, mengadakan kerjasama-kerjasama dengan lembaga lain atau instansi yang terkait seperti sekolah-sekolah umum, madrasah Islam, maupun media elektronik. Sehingga mencapai suatu hasil yang sesuai dengan fungsi, visi dan misi LPTQ itu sendiri antara lain: “Menjadi penggerak pengalaman al-Qur’an bagi terwujudnya masyarakat Jakarta yang Islami dan tersedianya sumber daya manusia yang potensial, berkualitas serta mampu bersaing pada MTQ/ STQ Nasional maupun Internasional.
i
KATA PENGANTAR
ﻦﻤﺣﺮﻟاﷲاﻢﺴﺑ ﻢﻴﺣﺮﻟا
Alhamdulillah wa Syukrulillah puji syukur penulis panjatkan atas semua
ni’mat dan karunia yang Allah berikan selama ini, yang tak henti-hentinya
memberikan kekuatan yang luar biasa disaat penulis merasakan lelah dan jenuh
menghadapi semua kesulitan dalam penyusunan skripsi ini, sehingga skripsi yang
berjudul Efektivitas Dakwah Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ)
Provinsi DKI Jakarta Melalui Program Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ)
telah selesai disusun.
Sholawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada Rasulullah Nabi
Besar Muhammad SAW yang dengan limpahaan syafa’atnya menuntun
ummatnya kejalan kebaikan, yaitu jalan yang diridhoi Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa kesempurnaan hanyalah milik Allah semata
karena sesungguhnya tanpa kehendak-Nya segala sesuatu tidak mungkin terjadi.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung ataupun tidak langsung.
Betapapun hebatnya manusia, tak ada yang bisa melakukan segala sesuatunya
sendiri tanpa bantuan orang lain. Untuk itu perkenankanlah penulis secara khusus
dengan rasa hormat dan bangga menyampaikan ucapan terimakasih yang
mendalam kepada:
ii
2. Pembantu Dekan Bidang Akademik, Pembantu Dekan Bidang
Administrasi Umum dan Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
3. Bapak Drs. Jumroni, MSi, selaku Ketua Jurusan Komunikasi Penyiaran
Islam
4. Ibu Umi Musyarofah MA, selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi
Penyiaran Islam yang telah banyak membantu penulis dalam
menyelesaikan perkuliahan ini. Terutama dalam pengurusan nilai-nilai
kuliah
5. Bapak Dr. H. A. Wahib Mu’thi MA, selaku Dosen Pembimbing skripsi
yang telah banyak membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini, yang
tidak henti-hentinya meluangkan waktu, fikiran dan tenaga dalam
memberikan arahan dan bimbingannya disela-sela kesibukan beliau
6. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah
memberikan ilmu, pengalaman dan wawasan serta kontribusi yang tak
ternilai harganya. Semoga menjadi amal ibadah yang tak akan terputus.
Dan tidak lupa pula kepada seluruh staff dan karyawan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, juga para staff perpustakan Fakultas maupun
Universitas yang telah memberikan pelayanan kepada penulis selama
menjalani studi di kampus ini
iii
7. Seluruh pengurus Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ)
Provinsi DKI Jakarta, khususnya kepada Bapak H. Heder A, S. Ip, selaku
Ketua Harian LPTQ yang telah banyak membantu dan mempermudah
jalan penulis untuk melakukan penelitian di LPTQ Provinsi DKI Jakarta
ini, sehingga penulis mampu menyelesaikannya dengan baik. Untuk Ibu
Ati, Ibu Ika, Ibu Ida, Bapak Adi, Bapak Tri, Bapak Edi, Bapak Marwan,
dan seluruh jajaran staff LPTQ yang telah memberikan bantuannya dalam
hal memperoleh data-data guna kelengkapan skripsi ini. Jazaakumullah
Ahsanal Jazaa …
8. Seluruh keluarga Besar H. Sahal Amsir (Alm) dan H. Tarmidzi Dahlan
(Alm), Ayahanda dan Ummi tercinta Rusli Sahal S. Pd. I dan Umroh yang
dengan kasih sayangnya tak pernah kenal lelah dalam mendidik dan
membesarkan anak-anaknya dan selalu memberika motivasi, doa dan
seluruh pengorbanannya baik moril maupun materil. Sehingga penulis bisa
seperti sekarang ini. Jasa kalian tidak dapat terbayar oleh apapun. Bahkan
Goresan tinta tidak akan mampu mewakili besarnya perjuangan kalian
Terimakasih ayah, umi …
9. Semua saudara-saudaraku, kakak dan adik-adikku, Lita, Tia, dan adik
bontot ku Fifi. Terima kasih atas semua dukungan kalian selama ini.
Semoga hal baik yang ada dalam diri penulis, bisa menjadi contoh yang
baik pula untuk kalian, khususnya untuk adik-adiku yang masih studi,
Semangat terusuntuk jadi oang yang sukses dunia akhirat. Amin…
iv
getirnya lika liku kehidupan dan jatuh bangun kita lalui bersama. Semoga
apa yang kamu lakuin buat buyah senantiasa dibalas kebaikan yang
berlipat oleh Allah SWT. Dan semua yang sudah kita perjuangkan selama
ini akan terus membawa keberkahan lahir bathin, dunia akhirat, dengan
harapan kita bisa mewujudkan cita-cita kita berdua menuju keluarga yang
sakinah, mawaddah wa rahmah…
Terimakasih banyak ya habibi …
11. Keluarga Besar Moch. Shobir Ugi dan Keluarga, A Udin, Teh Aan,
Nanhie, Nanhue, Miftahuddin dan si bontot Mila, terimakasih dan
terimakasih yang sebesar-besarnya atas do’a dan dukungan kalian selama
ini untuk penulis, yang selalu memberikan dorongan dan motivasi untuk
menjadi lebih baik dalam segala hal. Semoga Allah senantiasa membalas
amal baik kalian semua. Amin …
12. Teman-teman seperjuangan Komunikasi Penyiaran Islam Angkatan 2005,
terimakasih banyak selama ini telah memberikan dukungan, doa, dan
motivasi selama kita menjalani kuliah di kampus ini. Semoga jalan hidup
yang kita ambil, tidak akan memutuskan ikatan silaturrahim kita selama
ini dan akan tetap baik selamanya. Amin Allahumma Amin…
v
Akhir kata, hanya do’a dan harapan yang dapat penulis panjatkan, semoga
semua kebaikan kalian, senantiasa Allah balas dengan limpahan karunia dan
kebarkahan bagi kita semua. Amin Amin Yaa Robbal ‘Aalamiin…
Jakarta, 25 Juni 2010
Silma Mausuli
vi
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5
D. Metodologi Penelitian ... 6
E. Tinjauan Pustaka ... 9
F. Sistematika Penulisan ... 10
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep Dasar Efektivitas ... 1. Pengertian Efektivitas ... 12
2. Pengukuran Efektivitas ... 14
B. Konsep Dasar Implementasi ... 14
C. Konsep Dasar Dakwah ... 1. Pengertian Dakwah ... 15
2. Sejarah Dakwah ... 17
3. Hukum Dakwah ... 23
4. Prinsip-prinsip Dakwah ... 25
5. Unsur-unsur Dakwah ... 28
vii
viii
D. Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) ...
1. Pengertian MTQ ... 30
2. Sejarah Perkembangan MTQ ... 35
3. Tata Cara Pelaksanaan MTQ ... 36
BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA PENGEMBANGAN
TILAWATIL QUR’AN (LPTQ) PROVINSI DKI JAKARTA
A. Sejarah Berdiri LPTQ Provinsi DKI Jakarta ... 45
B. Visi dan Misi LPTQ Provinsi DKI Jakarta ... 47
C. Tugas Pokok, Fungsi, dan Strategi Fungsional LPTQ Provinsi
DKI Jakarta ... 47
BAB IV EFEKTIVITAS DAKWAH LEMBAGA PENGEMBANGAN
TILAWATIL QUR’AN (LPTQ) PROVINSI DKI JAKARTA
MELALUI PROGRAM MUSABAQAH TILAWATIL QUR’AN
(MTQ)
A. Implementasi Dakwah LPTQ melalui Program MTQ ... 52
B. Seberapa Efektiv Dakwah yang dilakukan LPTQ Provinsi DKI
Jakarta melalui Program MTQ ... 57
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 62
B. Saran ... 64
DAFTAR PUSTAKA ... 65
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama dakwah.1 Artinya agama yang selalu mendorong
pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah, bahkan maju
mundurnya umat Islam sangat bergantung dan berkaitan erat dengan kegiatan
dakwah yang dilakukan nya.2 Karena itu al-Qur’an dalam menyebut kegiatan
dakwah dengan Ahsanu Qaula. Dengan kata lain bisa disimpulkan bahwa
dakwah menempati posisi yang tinggi dan mulia dalam kemajuan agama
Islam.
Implikasi dari pernyataan Islam sebagai agama dakwah menuntut
ummatnya agar selalu menyampaikan dakwah. Karena kegiatan ini merupakan
aktivitas yang tidak pernah usai selama kehidupan dunia masih berlangsung
dan akan terus melekat dalam situasi dan kondisi apapun bentuk dan
ragamnya. Dengan kata lain dakwah adalah mengajak dan menyeru manusia
untuk melaksanakan perintah Allah berupa iman kepada-Nya dan seluruh
ajaran Rasul-Nya.3
Adapun cara berdakwah itu ada tiga macam, yakni da’wah bil lisan,
da’wah bil qolam dan da’wah bil hal. Dari ketiga cara tersebut, yang
1
M. Mansyur Amin, Dakwah Islam dan Pesan Moral (Jakarta: Al- Amin Press, 1997), h. 8.
2
Didin Hafiuddin, Dakwah Aktual (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), Cet. Ke-3, h. 76. 3
Fawaz bin Hulail Al Suhaimi, Usus Manhaj Salaf fi Da’wah Ila Allah (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), h. 31
2
terpenting tidak keluar atau melenceng dari pedoman agama Islam itu sendiri,
yakni al-Qur’an dan Hadis.
Da’wah bil lisan yaitu ajakan atau seruan dengan menggunakan
ucapan, dakwah semacam ini sering kita lihat pada seorang yang sering
ceramah ataupun berbicara dengan tujuan kearah kebaikan. Sedangkan da’wah
bil qolam yaitu ajakan atau seruan dengan menggunakan pena yang dituliskan
diatas kertas dengan maksud tujuan yang positif, hal ini bisa kita lihat
diberbagai media cetak atau buku-buku Islami. Sedangkan da’wah bil-hal
yaitu ajakan atau seruan dengan tingkah laku kita, tentunya yang mengarah
kejalan Allah SWT.
Adapun firman Allah yang berkenaan dengan seruan dakwah ada di
dalam al-Qur’an surat An-Nahl ayat 125, sebagai berikut:
☺
☺
☺
☺
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhan-mu yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. An-Nahl: 125)
Berdakwah juga bukan hanya dilaksanakan diatas mimbar, artinya da’i
berceramah di depan audien atau mad’u sementara audiennya hanya
melalui seni baca al-Qur’an.
Membaca kitab suci al-Qur’an dengan seni baca dalam artian benar
dan indah merupakan sunnah Rasulullah SAW. Nabi Muhammad memiliki
suara yang merdu dan indah. Keindahan intonasi dan kelembutan suaranya
bukan saja didengar pada saat berbicara dengan keluarga dan para sahabat,
namun terlebih ketika membaca ayat-ayat suci al-Qur’an.4
Menurut Sidi Gazalba, kesenian mengandung daya tarik yang berkesan
kenapa tidak memanfaatkannya untuk berdakwah sehingga dakwah dapat
menarik sasarannya dan pemanfaatan seni bertujuan untuk menimbulkan
kesenangan yang bersifat estetika dan senang kepada keindahan merupakan
naluri atau fitrah manusia.5
Ketika seseorang sedang melantunkan ayat-ayat suci al-Qur’an dengan
begitu indah dan merdu, tentu seseorang sebagai mustami’ atau pendengar
akan merasa tersentuh hatinya, dan pada saat seperti itulah seseorang mulai
mengingat kebesaran Allah SWT bahwa keindahan adalah suatu anugerah
yang diberikan Allah SWT.
Seni merupakan perkara yang sangat penting karena berhubungan
dengan hati dan perasaan manusia. Seni berusaha membentuk kecenderungan
dan perasaan jiwa manusia dengan panca indera manusia itu sendiri.6
Seni juga merupakan fitrah insani dan kebutuhan emosional manusia.
4
H, Muhsin Salim, Ilmu Naghom al-Qur’an (Jakarta : PT Kebayoran Ripta, 2000), Cet. Ke-1, h. 14.
5
Sidi Gazalba, Islam dan Kesenian (Jakarta : Pustaka al-Husna, 1998), h. 186. 6
4
Allah SWT menciptakan manusia untuk dapat menilai dan mencintai
keindahan, sedangkan salah satu keindahan yang dicintai manusia adalah seni.
Islam yang merupakan agama besar justru menanamkan rasa cinta dan rasa
suka akan keindahan di lubuk hati setiap muslim. al-Qur’an pun mengajak
manusia agar memperhatikan dan mengingatkan pikiran dan qolbu untuk
melihat keindahan yang khas dari bagian-bagian alam dan berbagai detailnya.
Berdasarkan ajaran agama, bahwa membaca al-Qur’an dengan seni
baca keindahan suara adalah dapat dikategorikan sebagai ibadah dan dakwah.
Karena lagu yang indah sesuai dengan kaidah-kaidah seni bacaan al-Qur’an
dapat mengantarkan suatu bacaan yang lebih meresap kedalam sanubari
pembacanya maupun pendengarnya.
Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an atau LPTQ adalah sebuah
lembaga yang mempunyai program-program yang berkaitan dengan seni baca,
tulis dan pendalaman makna kandungan isi al-Qur’an. Salah satu program
yang dikeluarkan oleh lembaga ini adalah dengan menyelenggarakan
Musabaqah Tilawatil Qur’an, yang dimulai dari tingkat Kelurahan,
Kecamatan, Walikota, Provinsi, sampai tingkat Nasional.
Dengan diadakannya program tersebut diharapkan masyarakat dapat
tertarik untuk belajar bahkan mendalami seni-seni dan kandungan-kandungan
yang ada dalam al-Qur’an, baik dari segi ilmu tajwid, ilmu naghom (seni), dan
ilmu tafsir (pemaknaan). Selain itu, tujuannya untuk mencari orang-orang
yang berbakat dalam bidang ini, kemudian diberikan pembinaan dan arahan
dalam mengembangkan potensi yang ada sehingga menjadi orang yang lebih
Dari uraian diatas penulis melihat suatu keistimewaan yaitu sebuah
lembaga yang berdakwah melalui media perlombaan atau Musabaqah
Tilawatil Qur’an. Untuk itu penulis tertarik untuk mengangkat hal ini sebagai
bahan skripsi dengan judul “Efektivitas Dakwah Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ) Provinsi DKI Jakarta Melalui Program Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) Tahun 2009.”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian kali ini hanya akan meneliti Efektifitas Dakwah
Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an Tingkat Provinsi DKI Jakarta
saja dan Pada MTQ Tahun 2009.
2. Perumusan Masalah
Dengan pembatasan masalah di atas penulis merumuskan masalah sebagai
berikut:
a. Bagaimana implementasi dakwah LPTQ Provinsi DKI Jakarta melalui
MTQ ?
b. Seberapa efektif dakwah yang dilakukan LPTQ Provinsi DKI Jakarta
melalui program MTQ ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pokok permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian
6
a. Untuk mengetahui bagaimana cara LPTQ DKI Jakarta
mengimplementasikan dakwah melalui program MTQ
b. Untuk mengetahui keefektivan dakwah LPTQ DKI Jakarta melalui
program MTQ.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademis
Sebagai tambahan referensi serta diharapkan mampu memberikan
kontribusi bagi pengembangan penelitian melalui pendekatan ilmu
komunikasi sebagai alat bantu utama pada jurusan Komunikasi
Penyiaran Islam Fakultas Dakwah Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah wawasan para aktivis
dakwah Islam pada umumnya dan bagi Lembaga Pengembangan
Tilawatil Qur’an khususnya.
D. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian kali ini adalah bersifat
analisis deskriptif, yaitu suatu metode penelitian melalui pendekatan
kualitatif yang dihasilkan dari suatu data yang dikumpulkan melalui survei
di lapangan. Data tersebut berupa data-data, kata-kata, gambar dan
Menurut Bagdan dan Taylor seperti yang dikutip oleh Moelong
dalam bukunya penelitian kualitatif ialah “sebagai prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang diamati”. Artinya dalam penelitian ini
penulis berupaya menghimpun data mengenai keefektivan dakwah LPTQ
melalui MTQ dan kemudian penulis mengolah dan menganalisa data
secara deskriptif dengan menafsirkan secara kualitatif.
2. Subjek dan Objek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah
Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ) Provinsi DKI Jakarta.
Sedangkan yang menjadi objek penelitian ini adalah efektivitas dakwah
lembaga tersebut melalui program Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ).
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data-data yang diperlukan, maka penulis
menggunakan jenis penelitian diantaranya Field Research (Penelitian
Lapangan), penulis mengadakan jenis penelitian dengan datang langsung
ke lapangan (objek) penelitian di LPTQ Provinsi DKI Jakarta, sedangkan
data yang diperoleh dari metode ini merupakan data primer (utama)
penelitian.
Dalam penelitian lapangan ini, akan menggunakan beberapa teknik
untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan pembahasan diantaranya
sebagai berikut:
8
Observasi berarti pengamatan dan pencatatan dengan
sistematik terhadap fenomena yang diselidiki.7 Dalam hal ini penulis
melakukan pengamatan secara langsung terhadap fenomena yang ada
di Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ) Provinsi DKI
Jakarta sebagai upaya memperkecil kemungkinan yang dapat
menghambat pelaksanaan penelitian.
b. Wawancara (interview)
Wawancara ialah tanya jawab lisan antara dua orang atau
lebih.Dalam hal ini juga akan digunakan teknik interview bebas
terpimpin; yaitu dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada para
responden yang telah dipersiapkan, lalu dijawab oleh pemberi data
(responden) dengan bebas dan terbuka.
c. Dokumentasi
Dokumentasi ialah pengambilan data yang diperoleh melalui
dokumen-dokumen. Yakni menggunakan data-data dan
sumber-sumber yang ada hubungannya dengan masalah yang dibahas.
Sedangkan data-data ini, penulis peroleh dari buku-buku, profile
company, arsip-arsip maupun diktat-diktat yang berhubungan dengan
masalah penelitian di LPTQ Provinsi DKI Jakarta.
4. Teknik Analisa Data
Dalam menganalisis data, akan digunakan metode deskriptif
analisis, yaitu suatu teknik analisis data, dimana terlebih dahulu akan
7
dipaparkan semua data yang diperoleh dari pengamatan, kemudian
menganalisanya dengan berpedoman kepada sumber-sumber yang tertulis.
5. Teknik Penulisan
Penulisan skripsi ini berpedoman pada “Pedoman Penulisan
Skripsi, Tesis dan Disertasi” yang diterbitkan oleh UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Press Tahun 2008 dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Untuk penulisan al-Qur’an tidak memakai footnote, dan diketik satu
spasi dengan terjemah dicetak miring, dengan berpedoman pada
terjemahan dari Departemen Agama RI
b. Guna mempermudah dalam penulisan ini, kalimat Lembaga
Pengembangan Tilawatil Qur’an disingkat dengan LPTQ, dan kalimat
Musabaqah Tilawatil Qur’an disingkat dengan MTQ.
E. Tinjauan Pustaka
Ada beberapa skripsi yang menjadi tinjauan pustaka kali ini. Namun
ada beberapa poin penting yang dapat diambil sebagai perbandingan antara
skripsi yang sudah ada dengan skripsi ini, antara lain:
1. Subjek pada skripsi sebelumnya hanya terfokus pada sosok individu saja,
sedangkan subjek yang diangkat kali ini adalah sebuah lembaga
2. Objek pada skripsi sebelumnya hanya terfokus pada dakwah melalui seni
10
tidak hanya terfokus pada seni membaca al-Qur’annya saja namun secara
keseluruhan, baik dari seni membaca, menulis sampai menafsirkan isi
kandungan al-Qur’an.
Adapun skripsi yang menjadi rujukan atau tinjauan pustaka pada
skripsi ini adalah:
1. Heny Haryani, Seni Membaca al-Qur’an Sebagai Media Dakwah Menurut
H. Muammar ZA, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, KPI, 2006
2. Lilis Sholihah, Dakwah Melalui Seni Baca al-Qur’an (Studi Kasus di
Pondok Pesantren al-Qur’an Assanusiah Pandeglang Banten), UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, KPI, 2006
3. Idham Cholid, Dakwah Drs. KH. M. Ali Melalui Seni Baca al-Qur’an,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, KPI, 2007.
E. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penulisan skripsi ini, maka akan dibagi
sistematika sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan
Pada bab ini menguraikan Latar Belakang Masalah,
Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat
Penelitian, Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan
BAB II : Tinjauan Teoritis
(Pengertian dan Pengukuran Efektivitas), Konsep Dasar
Implementasi (Pengertian Implementasi), Konsep Dasar
Dakwah: (Sejarah Dakwah, Pengertian Dakwah, Hukum
Dakwah, Prinsip-prinsip Dakwah, Unsur-unsur Dakwah),
Pengertian MTQ, Sejarah Perkembangan MTQ, Tata Cara
Pelaksanaan MTQ
BAB III : Profil Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an
Bab ini meliputi Sejarah Berdirinya LPTQ Provinsi DKI
Jakarta, Visi dan Misi LPTQ Provinsi DKI Jakarta, Tugas
Pokok, Fungsi, dan Strategi fungsional LPTQ Provinsi DKI
Jakarta, Struktur LPTQ Provinsi DKI Jakarta dan Susunan
Kepengurusan LPTQ Provinsi DKI Jakarta
BAB IV : Efektivitas Dakwah LPTQ Provinsi DKI Jakarta Melalui Program MTQ
Bab ini merupakan isi, yang meliputi: Implementasi dakwah
LPTQ Provinsi DKI Jakarta melalui program MTQ dn
Seberapa Efektif dakwah yang dilakukan LPTQ Provinsi DKI
Jakarta melalui program MTQ
BAB V : Penutup
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar Efektivitas
1. Pengertian Efektivitas
Efektivitas dalam kamus besar bahasa Indonesia berasal dari kata
efektif, yang diartikan dengan : a) adanya efek (akibat, pengaruh, kesan),
b) manjur atau mujarab, c) dapat membawa hasil, berhasil guna (usaha,
tindakan).1 Efektivitas berhubungan dengan penentuan apakah tujuan yang
telah ditetapkan telah tercapai atau tidak. Tim Penyusun Kamus Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, menuliskan bahwa efektivitas
adalah keberpengaruhan atau keadaan berpengaruh (keberhasilan) setelah
melakukan sesuatu.2 Efektivitas menunjukan pada keberhasilan dari segi
tercapai tidaknya sasaran yang telah diterapkan. Hasil yang semakin
mendekati sasaran berarti semakin tinggi tingkat efektivitasnya.3
Mengenai pengertian efektivitas, beberapa ahli berpendapat:
a. John M. Echols dan Hasan Shadly, menuliskan bahwa efektivitas
secara etimologi berasal dari kata efektif yang artinya berhasil guna4
1
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), h. 219.
2
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (P3B) Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), Cet. Ke-7, Edisi Ke-2, h. 250
3
Ensiklopedia Nasional Indonesia (Jakarta: Cipta Adi Pusaka, 1989), jilid Ke-5, h. 12 4
John M. Echols, Hasan Shadzily, Kamus Inggris-Indonesia (Jakarta: Gramedia, 1990), Cet. Ke-8, h. 207.
b. Suharto, menerangkan bahwa efektivitas merupakan keterangan yang
artinya ukuran hasil tugas atau keberhasilan dalam pencapaian tujuan5
c. Dennis Mc. Quail, efektivitas secara teori komunikasi berasal dari kata
efektif. Artinya terjadinya suatu perubahan atau tindakan sebagai
akibat diterimanya suatu pesan, dan perubahan terjadi dari segi
hubungan antara keduanya yakni pesan yang diterima dan tindakan
tersebut6
d. Peter F. Drucker, salah satu tokoh yang memeberikan perhatian besar
terhadap efektivitas mengatakan bahwa efektivitas itu dapat dan harus
dipelajari secara sistematis, sebab ia bukanlah bentuk sebuah keahlian
yang lahir secara alamiah. Efektivitas kerja dapat diwujudkan melalui
sebuah rangkaian kerja, latihan intens, terarah dan sistematis, bekerja
dengan cepat sehingga menghasilkan kreativitas7
e. Sondang Siagian, menuliskan bahwa efektivitas berkaitan erat bukan
hanya dengan pengguna suatu daya, dana, sarana dan prasarana kerja
yang tepat, akan tetapi juga dengan tercapainya tujuan dan sasaran
yang telah ditentukan sebelumnya dalam batas waktu yang telah
ditetapkan.
Dari pengertian diatas menunjukan bahwa efektivitas merupakan
suatu tingkat keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran atau tujuan
5
John M. Echols, Hasan Shadly, Kamus Inggris-Indonesia (Jakarta: Gramedia, 1990), Cet. Ke-8, h. 207.
6
Dennis Mc. Quail, Teori Komunikasi Suatu Pengantar (Jakarta: Erlangga Pratama, 1992), h. 281.
7
14
yang telah ditetapkan.hasil yang semakin mendekati sasaran atau tujuan,
berarti semakin tinggi tingkat efektivitasnya.
2. Pengukuran Efektivitas
Menurut ahli manajemen Peter F. Drucker, efektivitas adalah
melakukan pekerjaan yang benar (doing the right thing) sedangkan
efisiensi adalah melakukan pekerjaan dengan benar (doing thing right).
Efektivitas merupakan kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau
peralatan yang tepat untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.8
Efektivitas merupakan kemampuan untuk memilih tujuan yang
tepat atau peralatan yang tepat untuk pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan. Dengan kata lain, seorang manajer efektif dapat memilih
pekerjaan yang harus dilakukan atau metode (cara) yang tepat untuk
mencapai tujuan.
B. Konsep Dasar Implementasi
Dalam kamus besar bahasa Indonesia implementasi diartikan dengan
penerapan atau pelaksanaan.9 Implementasi juga berarti perluasan aktivitas
yang saling menyesuaikan. Pengertian-pengertian ini memperlihatkan bahwa
kata implementasi bermuara pada aktivitas, tindakan atau mekanisme suatu
sistem. Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa implementasi bukan
sekedar aktivitas semata, akan tetapi juga kegiatan terencana dan dilakukan
8
T. Hani Handoko, Manajemen (Yogyakarta: BPFE, 1998), Edisi Ke-2, h. 7. 9
secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai
suatu tujuan kegiatan.
Dapat dikatakan bahwasanya implementasi mengandung arti bukan
sekedar hanya aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan
secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai
tujuan kegiatan.
C. Konsep Dasar Dakwah
1. Pengertian Dakwah
Secara etimologi (bahasa) dakwah berasal dari bahasa Arab
(اﻮﻋﺪﻳ - ﺎﻋد) yang artinya mengajak, mengundang atau memanggil.
Kemudian menjadi kata (ةﻮﻋد) yang mengandung arti panggilan, undangan
atau ajakan.10
Adapun pengertian dakwah secara terminologi yang dikemukakan
oleh ahli adalah sebagai berikut: Amrullah Ahmad dalam “dakwah Islam
dan perubahan sosial”, menjelaskan tentang dakwah Islam sebagai
berikut:
“Dakwah Islam merupakan aktualisasi imani (teologis) yang dimanifestasikan dalam bentuk suatu sistem kegiatan manusia beriman dalam bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cara merasa, berfikir, bersikap, dan bertindak manusia pada dataran kenyataan individual dan sosiokultural dalam rangka mengusahakan terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan dengan cara tertentu.”11
10
Hamzah Ya’kub, Pulisistik Islam, Teknik Dakwah Islam dan Leadership (Bandung: CV Diponegoro, 1986), Cet. Ke-2, h. 13.
11
16
Menurut H. M. Arifin dalam bukunya Psikologi Dakwah suatu
pengantar studi, bahwa:
“Dakwah sebagai suatu kegiatan ajakan, baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku, dan sebagainya yang dilaksanakan secara sadar dan berencana dalam mempengaruhi orang lain. Baik secara individu maupun kelompok agar timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap penghayatan. Serta pengalaman terhadap ajaran agama sebagai pesan yang disampaikan kepadanya tanpa adanya unsur-unsur paksaan.”
Definisi lain mengenai dakwah juga dikatakan oleh Prof. Toha
Yahya Umar, bahwa pengertian dakwah dibagi menjadi dua bagian:
a. Pengertian umum. Dakwah adalah suatu ilmu pengetahuan yang
berisikan cara-cara, tuntunan, bagaimana seharusnya menarik
perhatian manusia untuk menganut, menyetujui, melaksanakan suatu
ideologi, pendapat dan pekerjaan tertentu
b. Pengertian khusus. Dakwah adalah mengajak manusia dengan cara
bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk
kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat.
Dari definisi-definisi tersebut diatas, meskipun terdapat perbedaan
dalam perumusan tetapi apabila diperbandingkan satu sama lain, dapatlah
diambil suatu kesimpulan bahwa dakwah adalah usaha manusia untuk
menyeru atau mengajak orang kepada jalan yang diridhoi Allah SWT
melalui cara atau metode tertentu agar terwujud pengalaman ajaran-ajaran
Islam dengan baik dan benar agar mendapat kebahagiaan di dunia maupun
2. Sejarah Dakwah
Sebagian ulama (jumhur) cenderung berpendapat bahwa ayat pertama
atau wahyu yang pertama yaitu surah Al-A’laq (iqra) yang diterima oleh
Rasulullah melalui malaikat Jibril adalah merupakan permulaan dari sejarah
dimulainya dakwah. Dengan demikian wahyu yang pertama diterima oleh
Rasulullah, langsung beliau sampaikan kepada isterinya, yang kemudian
diceritakan kembali oleh Waraqah bin Naufal, walaupun secara formal belum
bisa dikatakan dengan dakwah. Akan tetapi, secara informal itu sudah dapat
dikategorikan sebagai dakwah. Sebab Rasulullah sudah menyampaikan dan
memberitahukannya kepada orang lain, walaupun masih dalam lingkungan
yang terbatas.12
Dengan wahyu pertama itulah setelah beliau mengalami pertentangan
jiwa dan kecemasan yang cukup lama, akhirnya Nabi Muhammad SAW
sampai kepada puncak keyakinan misi kerasulannya. Pada periode ini Nabi
melakukan dakwah dengan sembunyi-sembunyi dan melakukan kegiatan
dakwah yang dimulai dari keluarga atau kerabat dan orang yang pertama
masuk Islam adalah isteri beliau yakni Khadijah. Pada periode ini disebut
dengan Periode Makkah yang ditandai dengan aktivitas dakwah yang
dilakukan secara sembunyi-sembunyi dikarenakan banyak tantangan dari
orang kafir Quraisy.
Setelah sepuluh tahun Nabi mengalami banyak cobaan dan rintangan,
akhirnya Nabi hijrah ke Kota Yatsrib (Madinah) dan melakukan dakwah di
12
18
Kota Madinah dengan sambutaan yang sangaat baik oleh penduduk Madinah
pada saat itu, menurut Thomas W. Arnold dalam bukunya The Preaching of
Islam, di Kota Madinah terdapat sebagian orang Yahudi yang mengenal ide
tentang Messiah (juru selamat) yang akan turun, dan lebih cenderung
menerima Nabi Muhammad SAW sebagai Rasulullah. Berbeda dengan
penduduk agama Makkah, dimana ide tentang agama wahyu dan Nabi baru
adalah asing sama sekali, bahkan bertentangan dengan rasa martabat mereka
yang menganggap dirinya lebih tinggi dari suku-suku agama lain, dan lebih
makmur karena menjadi pewaris yang mendapat kehormatan dalam menjaga
koleksi patung-patung berhala nasional disekeliling Ka’bah yang dimuliakan.
Kemudian juga karena faktor antara suku asli bangsa Arab yaitu;
Khazraj dan suku Aus telah lama terjadi pertentangan antara mereka, sehingga
mereka pun benar-benar merindukan agar terciptanya perdamaian dan
ketentraman dan juga karena dari para pemuka masyarakat setempat bahwa
dengan memeluk agama Islam dapat diharapkan teratasi segala penderitaan
akibat tidak adanya jaminan hukum yang positif selama ini. Faktor ini
membuktikan selama delapan tahun sesudah Nabi hijrah yang dengan
kekuatan sepuluh ribu anggota pasukan dapat menaklukan Kota Makkah yang
selama sepuluh tahun berdakwah, yang sebelumnya hanya memperoleh suatu
yang awal dalam kehidupan nasionalisme Arab terhadap perkembangan Islam
di seluruh dunia.
Dengan kondisi serta situasi yang seperti ini, Nabi dapat melakukan
membangun dan merealisasikan ajaran Islam di kota Madinah dengan
menggunakan metode atau strategi yang secara garis besar menurut A.
Halimi13 dapat dibedakan menjadi empat sejarah peradaban dalam ajaran
Islam, yaitu:
a. Sosio-Religius
Yang dimaksud sejarah dalam sosio-religius ini adalah pemantapan
nilai-nilai religius (Madinah) sebagai masyarakat islam baru artinya, pola
dan juga sikap hidup masyarakat yang dikondisikan untuk menerima dan
mempraktekkan aspek religius kedalam kehidupan sosial melalui masjid
sebagai sarana dan juga media dakwahnya. Oleh karena itu, dapat
dipahami bahwa langkah pertama Nabi adalah menerapkan strategi dengan
cara membangun masjid, langkah semakin mantap setelah jamiatan 1 (16
Robiul Awal H/ 20 September 662 M) Nabi menyampaikan khutbah
jum’at pertamanya yang secara garis besar berisi:
1) Bertaubat dan beristighfar hanya kepada Allah SWT
2) Mencari petunjuk Allah dengan senantiasa selalu bertaqwa
kepada-Nya
3) Memperbaiki hubungan yang vertikal kepada Allah serta menjalin
hubungan yang baik dengan sesamanya
4) Memperbaiki dzikir dan selalu beramal shaleh.
13
20
Apabila pada khutbah jum’at yang pertama Nabi lebih menekankan
aspek-aspek religius, maka khutbah jum’at yang terakhir (25 Dzulhijjah di
Arafah), Nabi menekankan pada aspek keadilan sosial, yang oleh para ahli
disebut dengan “pernyataan akan hak-hak asasi manusia”. Isinya antara
lain:
1) Perlindungan terhadap hak-hak hidup
2) Kewajiban memenuhi semua amanah yang telah diterima
3) Penghapusan riba
4) Persaudaraan sesama muslim.
b. Sosio-Politik
Bukti yang nyata dalam penerapan sejarah sosio-politik ini adalah
dengan disepakatinya satu konstitusi yang mengatur tata kehidupan sosial
bermasyarakat dan bernegara, antara masyarakat Islam dengan masyarakat
non Islam dibawah kepemimpinan Rasulullah SAW. Konstitusi yang
dimulai pada tahun 622 M itulah oleh Arnold dinilai “sebagai suatu
gerakan yang sangat jitu”, dimana perubahan besar telah terjadi dan juga
dialami oleh para pengikutnya yaitu, dari kelompok powerless (tanpa
adanya kekuasaan) yang menjadi satu komunitas yang memiliki kekuatan
sosial-politik.
Dari berbagai strategi ini, ada beberapa prinsip dakwah dalam
menata kehidupan sosial masyarakat dapat ditegakan. Antara lain: prinsip
persaudaraan, persamaan, persatuan, kebebasan, membela yang teraniaya.
c. Sosio-Ekonomi
Setelah umat Islam memiliki kekuatan sosial-politik di kota
Madinah, maka yang menjadi masalah utama adalah miskinnya
perekonomian yang tersedia. Hal ini semakin memprihatinkan setelah
secara kualitas strata sosial umat Islam saat ini mayoritas sentra-sentra
perekonomian dikuasai oleh orang-orang Yahudi seperti Bani Nadhir dan
Bani Quraidzah yang menguasai wilayah pertanian kurma di selatan kota
Madinah.
Untuk mengatasi strategi semacam ini, ada dua teknik yang
dipergunakan oleh kecerdasan Nabi dalam membaca peta sosial ummat,
dan langkah selanjutnya adalah legitimasi dari kehendak Allah SWT. Dari
kedua teknik ini adalah:
1) Memacu dalam semangat etos kerja serta produktivitas umat Islam
dengan berdagang dan bertani (kurma)
2) Memblokir jalur perdagangan yang menuju pasar-pasar diwilayah
sebelah utara. Pemblokiran ini tidak berarti umat Islam menghalalkan
segala cara dalam memenuhi kebutuhan ekonominya. Tentu hal ini
dilakukan dengan sesungguhnya sebagai upaya umat Islam dapat
memperoleh kembali akan harta kekayaannya yang telah dirampas
oleh bangsa kafir Quraisy, yang pada saat itu umat Islam terusir dari
kota Makkah
3) Sedangkan legitimasi yang telah dilakukan adalah dengan cara
mengeluarkan zakat dan shodaqoh yang sekaligus pengharaman
22
menguntungkan dikarenakan telah tersediannya dana, proses dan
aktivitas dakwah akan semakin lancar.
d. Sejarah Diplomasi dan Korespondensi
Diplomasi (dialog) dan korespondensi (da’wah bil khitabah)
sesungguhnya merupakan strategi yang terbilang cerdas, sebab dengan
cara strategi ini banyak ditentukan kepiawaian dalam diplomasi pelaku
dakwah. Baik diplomasi yang dilakukan secara verbal (dialog) maupun
diplomasi yang dilakukan secara non verbal (korespondensi). Oleh karena
itu, penguasaan logika dan juga bahasa sangat diperlukan dalam strategi
ini demi untuk menghadapi mitra dialog yang berbeda agama.
Untuk itulah dengan cara berdialog dapat diharapkan untuk saling
mengenal dan juga dapat menimba ilmu pengetahuan tentang agama mitra
dialognya dan juga dapat mencari titik persamaan serta kesepakatan untuk
dijadikan landasan hidup yang rukun dalam suatu masyarakat.
Keempat sejarah dakwah Nabi tersebut penerapannya selalu
didasarkan kepada budi pekerti yang luhur. Karenanya, tidaklah berlebihan
apabila dikatakan bahwa kunci utama kesuksesan dalam dakwah Nabi,
disamping sasaran yang tepat dalam merumuskan strategi, teknik serta
metodenya juga disebabkan oleh sikap dan kepribadian Nabi SAW.
Demikian setelah Islam berkembang pada masa Madinah, dakwah Islam
pun secara terus menerus berkembang dengan pesat hingga pada masa
Khulafaur Rasyidin dengan sebuah prinsip toleransi yang
dikembangkannya.14
14
3. Hukum Dakwah
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, hukum mengandung arti
undang-undang atau peraturan. Dengan demikian, hukum dakwah adalah
suatu undang-undang atau peraturan yang mengatur pelaksanaan dakwah,
tentu saja undang-undang atau peraturan ini disandarkan kepada hukum
syariat Islam yakni al-Qur’an dan al-Hadis.
Dakwah atau berdakwah hukumnya adalah wajib bagi yang mengaku
dirinya muslim, kewajiban ini merupakan kesepakatan kolektif yang dilakukan
pada masa sahabat dan para tabi’in.m karena dakwah hukumnya wajib, maka
setiapn muslim wajib menunaikan dakwah kapan dan dimana saja dengan
kapasitas kemampuannya masing-masing.
Bagi orang muslim, dakwah merupakan manifestasi iman yang mantap
dan didukung oleh tingkat kesadaran yang tinggi. Iman dalam arti yang luas
bukan hanya pengakuan hati yang terdalam dan juga ucapan yang verbal
dimulut. Akan tetapi, iman harus diaktualisasikan dengan berupa
tindakan-tindakan, perbuatan dalam rangka menegakkan syariat Islam dimuka bumi ini.
Al-Qur’an dan al-Hadits yang merupakan rujukan utama ummat
manusia menjelaskan secara gamblang tentang kewajiban dalam dakwah ini.
Sebagaimana terdapat pada ayat-ayat berikut ini:
a. Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 125 :
☺
24
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah
dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik, Sesungguhnya Tuhan-mu Dia-lah yang lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia pula yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
(QS. An-Nahl: 125)
b. Al-Qur’an Surat Ali-Imran ayat 110 :
☺
⌧
☺
☺
⌧
Artinya: “Kamu adalah ummat yang terbaik, yang dilahirkan untuk manusia. Menyeru kepada yang munkar dan berimanlah hanya keapda Allah SWT. Sekiranya Ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; diantara mereka ada yang beriman dan
kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS.
Ali-Imran: 110)
Masih banyak lagi ayat-ayat al-Qur’an serta hadis Nabi yang
menunjukan tentang kewajiban dalam dakwah, sehingga dakwah merupakan
suatu hal yang wajib. Hal ini bisa dilihat dari ayat-ayat dan hadis Nabi dari
segi lafadznya. Misalnya pada kalimat wal-takun “dan hendaklah ada” pada
tersebut adalah lam amar (lamul amri) yang artinya mengandung kepada
perintah. Demikian pula dengan surat An-Nahl ayat 125 pada kalimat ‘ud-u
“serulah, ajaklah” adalah merupakan fi’il amar yang bersifat perintah.
Menurut A. Syafi’i Ma’arif dalam bukunya Islam dan Politik “upaya
membingkai peradaban” menyatakan bahwa dakwah Islam adalah yang
bertujuan untuk mengharapkan potensi manusia agar eksistensi mereka
memiliki makna di hadapan Tuhan dan juga memiliki sejarah kehidupannya,
karena pada dasarnya manusia memiliki hakikat fitrah (QS. 30; 30) dan
manusia telah melakukan kesaksiannya bahwa Allah SWT adalah Tuhan yang
sebenarnya.15
Dengan demikian, tujuan akhir dakwah Islam adalah terwujudnya
“Khairul Ummah” yang basisnya didukung oleh muslim yang berkualitas
“Khairul Bariyyah” yang oleh Allah dijanjikan ridho-Nya (QS. 98; 7-8).
Namun khairul ummah harus terlebih dahulu oleh terwujudnya khairul
bariyyah, karena ummah merupakan sebuah konsep kesatuan yang fikrah.
Sedangkan khairul bariyyah merupakan konsep sumber daya syaksiyah. Untuk
itu, tegaknya khairul ummah bersifat determinatif atas terwujudnya khirul
usrah. Khairul usrah juga merupakan determinatif atas terwujudnya khairul
ummah.
4. Prinsip-Prinsip Dakwah
Prinsip mengandung pengertian dasar atau asas kebenaran yang
15
26
menjadi pokok pada dasarnya berfikir, bertindak, dan sebagainya. Pada
esensinya dakwah adalah meletakkan prinsipnya kepada Qur’an dan
al-Hadis. Menurut H.A. Hasanuddin bahwa prinsip dakwah selalu terbuka
kepada kesempatan yang luas untuk melakukan ijtihad.
Sekalipun dakwah merupakan kewajiban terhadap setiap muslim tanpa
memadang apakah ia berasal dari golongan manapun dan mengesampingkan
status sosialnya. Akan tetapi, bukan berarti dakwah dapat dilaksanakan
sekehendak hati tanpa mengindahkan tata cara yang sopan dan juga santun,
seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dalam melakukan misi
dakwahnya dengan cara ditampilkan dengan sempurna supaya setiap orang
ataupun masyarakat yang diserunya itu merasa tergugah hatinya, yang pada
akhirnya ingin mengikuti jejak ajaran Islam yang dilakukan oleh Rasulullah
SAW dengan sadar dan juga penuh dengan tanggung jawab. Oleh karena itu,
disinilah signifikasi prinsip-prinsip dakwah yang harus menjadi pedoman
terhadap para pelaku dakwah.
Secara tersurat prinsip-prinsip dakwah terdapat dalam al-Qur’an surat
An-Nahl ayat 125, yang didalamnya terdapat tiga hal penting sebagai acuan
dalam melakukan dakwah.
Yang pertama dengan hikmah. Dalam berdakwah yang harus terlebih
dahulu dilakukan adalah dengan cara hikmah, yakni dengan memperhatikan
tingkat pelajaran yang akan dijelaskan kepada objek dakwah setiap kalinya
(berdakwah). Sehingga tidak memberatkan dengan tugas-tugas yang banyak
bukunya yang berjudul Dakwah Islam Dakwah Bijak, menjelaskan bahwa
hikmah mengandung pengertian tentang perkataan dan juga mengandung akan
perbuatan dalam melakukan sesuatu pada tempatnya. Dakwah dengan
menggunakan hikmah harus terlebih dahulu diawali dengan berbagai
persiapan agar apa-apa yang akan dicapai itu menjadi kenyataan.
Analisa ini menyangkut kepada sumber daya pelaku dakwah (da’i),
materi, media, metode dan objek dakwah serta situasi dan juga kondisi yang
berkembang, sehingga dakwah yang telah dilaksanakan itu akan benar-benar
dapat menghujam secara langsung kepada masalah yang dihadapi oleh
masyarakat pada saat yang bersamaan.
Yang kedua adalah dengan memberikan pelajaran yang baik
(mauidzah hasanah). Pelajaran dengan baik dan indah yang dilakukan oleh
juru dakwah akan masuk dengan baik pula, serta akan menyelami sebuah
perasaan dengan lemah lembut dan akan menerima kesejukan terhadap para
objek dakwah. Dakwah bukan dilakukan dengan kekerasan serta dengan
hadirkan yang tidak perlu disampaikan. Sesungguhnya dengan berlemah
lembut dalam memberi pelajaran sering kali dapat membuka hati yang kasat
dan akan dapat melembutkan hati yang sekeras batu, dan akan menghasilkan
yang lebih baik dari pada dakwah yang dilakukan dengan cara kekerasan,
ancaman dan hinaan.
Ketiga adalah dengan cara berdiskusi dengan baik (mujaadalah).
Apabila dakwah terpaksa dilakukan dengan perdebatan, maka berdiskusilah
dengan cara yang baik. Berdiskusi dengan tidak menekankan serta
28
merendahkan.
Seorang juru dakwah harus tetap menghormati seseorang yang diajak
bicara tanpa melihat akan status sosialnya. Yang terpenting adalah harus
terlenbih dahulu memiliki prinsip-prinsip yang kokoh bahwasanya
kemenangan dalam berdiskusi bukan tujuan utama. Akan tetapi berdiskusi
hanyalah semata-mata menyampaikan sebuah informasi yang benar dan
membawanya kepada jalan kebenaran.
5. Unsur-Unsur Dakwah
Dakwah merupakan suatu rangkaian kegiatan yang didalamnya
melibatkan sejumlah unsur-unsur tertentu. Dimana unsur tersebut membentuk
dalam sebuah sistem yang saling berhubungan secara kolektif, saling
mendukung dan juga saling menjelaskan.
Adapun unsur-unsur dakwah tersebut adalah sebagai berikut:
a. Da’i
Pada prinsipnya seseorang yang telah mengaku dirinya sebagai
seorang muslim adalah Da’i (pelaku dakwah). Setiap muslim yang
mukallaf wajib menyampaikan dakwahnya kepada orang lain sesuai
dengan kemampuannya masing-masiing, dan sebagai seorang juru dakwah
sekurang-kurangnya harus memiliki hal-hal sebagai berikut:
Pertama, sanggup dalam menyelesaikan beban yang bditegaskan
kepada dirinya khususnya dalam mempertahankan ajaran agama sebagai
kebenaran yang mutlak, dan menyebarluaskan nilai-nilai keagamaan
hidup manusia menjadi lebih berharga (bernilai) dan juga memberi
kemampuan kepada mereka untuk menjadikan hidupnya di dunia ini
sebagai investasi kehidupannya di akhirat kelak. Ketiga, pribadi yang
selalu eksis dan konsisten terhadap tujuan dakwah.
b. Mad’u
Mad’u adalah segenap manusia. Terlepas apakah ia dalam
kepastiannya sebagai mahluk individu, keluarga, kelompok, masyarakat.
Pada dasarnya manusia dalam pandangan Islam terbagi kedalam dua
kelompok, yakni kelompok yang telah menyatakan dirinya sebagai muslim
dan kelompok manusia yang diluar Islam. Kedua golongan inilah yang
akan menjadi sasaran dakwah.
Dalam perspektif psikologi manusia hanya dapat didekati dari tiga
pendekatan. Pertama, manusia sebagai mahluk individu memilik
keinginan yang harus terpenuhi secara seimbang, yakni kebutuhan akan
material (kebendaan), pemenuhan aspek ini akan memberikan kesenangan
terhadap kehidupan manusia. Kemudian kebutuhan (spiritual) dalam
pemenuhan aspek ini akan memberikan suatu ketenangan, ketentraman
dan kedamaian dalam hatinya.
Kedua, sebagai makhluk sosial, manusia cenderung untuk selalu
hidup berkelompok dan selalu berinteraksi dengan sesamanya. Oleh
karena itu, secara esensial manusia dapat survive dimuka bumi ini apabila
ia (manusia) dapat bekerjasama dengan yang lainnya. Dalam kehidupan
30
manusia telah terikat dengan aturan-aturan atau norma yang telah berlaku
dilingkungannya. Menurut Jamaludin Kafie dalam bukunya psikologi
dakwah, mengemukakan bahwasanya manusia terikat dalam sistem hidup
tiga dimensi: yakni dimensi kultural (kebudayaan dan peradaban),
dimensi struktural (bentuk hubungan sosial) dan dimensi normatif
(tatakrama dalam kehidupan sosial).
D. Musabaqah Tilawatil Qur’an
1. Pengertian Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ)
Jumlah umat Islam yang dapat memahami al-Qur’an sebagai kitab
suci dan mukjizat sangat sedikit, sebagian besar tidak mengetahuinya,
namun mereka senang membacanya baik dengan Tartil maupun
Mujawwad. Faktor apakah yang mendorong mereka untuk membacanya
berulangkali bahkan menghafalnya bahwa perbuatannya itu merupakan
ibadah kepada Allah SWT.
Menurut A. Mukti Ali, bahwa al-Qur’an mempunyai dimensi yang
sangat luas dan dapat menimbulkan tiga hal sekaligus, yaitu seni, ilmu dan
agama. Dengan seni hidup menjadi maju dan indah, dengan agama hidup
menjadi bermakna dan bahagia. Tanpa seni hidup menjadi kasar, tanpa
ilmu hidup menjadi sulit dan tanpa agama hidup menjadi tidak bermakna.
Oleh karena al-Qur’an merupakan sumber hidayah, maka para
sahabat Nabi mempunyai perhatian yang sangat besar. Ada diantara para
menarik seperti Abu Musa al-Asy’ari karena ia memiliki suara yang
merdu, sehingga Rasulullah SAW sangat senang mendengarkan bacaannya
Tilawah al-Qur’an mendapat perhatian yang culuk besar dari
kalangan ummat Islam, mengingat tujuan al-Qur’an diturunkan sebagai
pedoman hidup, untuk dibaca, dipelajari, dipahami dan diamalkan
sebagaimana yang sering diungkapkan dalam al-Qur’an itu sendiri. Untuk
mencapai tujuan tersebut, banyak cara dan usaha yang telah dilakukan oleh
ummat Islam, salah satu diantaranya dengan mengadakan MTQ.
Musabaqah Tilawatil al-Qur’an adalah suatu jenis lomba membaca
al-Qur’an dengan bacaaan mujawwad dan murattal yaitu bacaan al-Qur’an
yang mengandung nilai ilmu membaca, seni baca dan adab membaca
menurut pedoman yang telah ditentukan.
MTQ kini telah demikian membudi daya di masyarakat, baik
tingkat Nasional maupun Internasional. Hal ini merupakan media dan
sarana dakwah yang cukup efektif, tidak kurang dari 30 Provinsi di seluruh
Indonesia yang turut ambil bagian baik sebagai peserta maupun sebagai
penyelenggara, karena MTQ diadakan secara bergilir dari satu Provinsi ke
Provinsi lain. Demikian juga MTQ Internasional saat ini ada 13 Negara
yang mengadakan Musabaqoh Tilawatil Qur’an dengan partisipan lebih
kurang 50 Negara yang turut ambil bagian.
Tilawah identik dengan kata qira’ah, yang mempunyai arti bacaan.
Berkaitan dengan MTQ yang dimaksud tilawah yaitu Qiraatul Qur’an bi
32
MTQ merupakan suatu manifestasi budaya Islam. Dalam bentuk
asalnya membaca al-Qur’an merupakan suatu pelaksanaan ajaran, suatu
ibadah, bentuk persembahan dan pengabdian suci seorang hamba kepada
Allah, Zat yang berfirman. Firman atau kalam Allah dalam wujud
al-Qur’an al-Karim terlalu agung untuk didekati manusia, karena
mengandung kemukjizatan dalam berbagai dimensi. Tak ada yang bisa
menyentuhnya kecuali mereka yang disucikan (QS. Al-Waqiah: 77-80).
Maka segala pendekatan pun dilakukan, dengan membacanya,
menghafalnya dan mempelajarinya. Qurra (jamak ‘Qori’) Huffazh (jamak
‘Hafizh) selalu tampil dikalangan kontemporer berupaya menggali
maknanya dengan menyusun kitab-kitab tafsir serta ilmu-ilmu al-Qur’an
dengan memakai berbagai perangkat keilmuan. Semuanya adalah bentuk
pengabdian dalam rangka mewujudkan fungsi utamanya untuk
membimbing perjalanan hidup manusia melalui jalan yang paling lurus
(Inna haadzal-Qur’ana yahdy lillaty hiya aqwam, QS. Al-Isra: 9).
Membaca al-Qur’an (Tilawah al-Qur’an) jelas merupakan ibadah
utama yang sangat dianjurkan. Selain itu membaca al-Qur’an merupakan
langkah pembuka atau pintu masuk untuk menyelami kedalaman
al-Qur’an dan mengarungi luasnya lautan maknanya yang tiada bertepi. Bila
semua orang tak sanggup melakukan upaya menyelami kedalaman dan
keluasan maknaya, maka sekurang-kurangnya berilah kesempatan kepada
mereka untuk ikut meneguk kenikmatan dan keagungan firman itu dengan
membacanya. Betapa indah firman-firman itu dilantunkan dengan tartil,
Apalagi bila lantunan firman itu dibawakan dengan suara merdu dalam
lagu dan gaya bahasa asalnya yang indah, bil luhun al-A’rab. Membaca
al-Qur’an dengan cara demikian sungguh mengasyikan, tidak jemu
pembacanya, tidak bosan pendengarannya.
Tidak heran bila Tilawah al-Qur’an hidup mengakar dan tumbuh
subur dalam budaya Nusantara, bumi pemeluk Islam setia, meski mereka
bangsa ‘ajam (non Arab). Ketika Tilawah al-Qur’an tumbuh melalui suatu
pengajaran disuatu tempat terus akan merambah menyebah keranah lain tak
terbendung. Dan ketika Tilawah al-Qur’an menyebar, para Qori bermunculan
serta kelompok-kelompok pengajian tilawah al-Qur’an menjamur diberbagai
daerah maka apresiasi itu secara kuantitatif dan kualitatif bermuara pada
lomba membaca al-Qur’an yang lazim dikenal dengan sebutan Musabaqah
Tilawatil Qur’an (MTQ). Dengan apresiasi yang meriah kemudian MTQ
menjadi pesta budaya keagamaan yang penuh makna. Maka pemerintah
Indonesia pun sejak tahun 1968 mengakomodasinya menjadi salah satu
program rutin negara, sebagaimana negara-negara muslim lainnya. Karena
melalui al-Qur’an itulah seluruh umat Islam bersatu padu terpanggil tanpa
memandang faham atau aliran yang dianut, kelompok atau golongan yang
menjadi apresiasinya.
Setiap mukmin yakin, bahwa membaca al-Qur’an saja sudah termasuk
amal yang sangat mulia dan akan mendapat pahala yang berlipat ganda, sebab
34
bagi orang mukmin, baik dikala senang maupun dikala susah, dikala gembira
ataupun dikala sedih. Terlebih membaca al-Qur’an bukan saja menjadi amal
dan ibadah, tetapi juga menjadi obor dan penawar bagi orang yang gelisah
jiwanya.
Bacaan al-Qur’an yang dapat memukau dan dapat melunakan hati
adalah bacaan al-Qur’an yang baik bertajwid dan berirama yang merdu. Bila
al-Qur’an itu dibaca dengan lidah yang fashih, dengan suara yang baik dan
merdu akan memberi pengaruh kepada jiwa orang yang mendengarkannya,
sehingga seolah-olah yang mendengarkannya sudah di alam ghaib, bertemu
langsung dengan Khalik-nya. Sebagaimana firman Allah dalam surat
Al-Anfal ayat 2 yang artinya sebagai berikut:
☺
☺
☺
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” (QS. Al-Anfal : 2)
Membaca al-Qur’an itu terkandung unsur Ta’abbudi. Artinya
membaca al-Qur’an harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang berlaku
menurut Shahibul Kalamnya. Para Sahabat Nabi, Tabi’in dan Imam-Imam
membaca al-Qur’an dengan suara yang baik, ini mengandung beberapa
manfaat, diantaranya:
a. Lebih meresap ke dalam hati dan memberi bekas kepada jiwa dan dapat
memperhatikan pendengarnya
b. Memberikan dorongan untuk memperhatikan suara baik
c. Sebagai media dakwah.
2. Sejarah Perkembangan Musabaqoh Tilawatil Qur’an (MTQ)
Memperindah suara, membaguskan dan mengangkat adalah
berdasarkan sunnah Nabi Muhammad SAW. Oleh sebab itu, sejak masa Nabi
Muhammad SAW tilawah telah dimulai berkembang. Banyak diantarnya
Sahabat beliau yang terkenal dengan suaranya yang bagus dalam membaca
al-Qur’an, seperti Abu Musa al-Asy’ari yang mendapat pujian dari Nabi
Muhammad SAW, serta para sahabat, seperti Salim Maula, Abi Hudzaifah,
Utbah Bin Amir, Alqomah bin Nakhai, Umar Bin Abdul Aziz.16
Setelah zaman Rasulullah SAW, kemudian tilawah berkembang lagi
pada masa sahabat, masa tabi’in , masa tabi’in-tabi’in dan seterusnya. Dalam
perkembangan ini muncullah para Qurra’ yang terkenal dari berbagai generasi
dengan pesatnya.
Perlu diketahui bahwa perkembangan yang paling pesat dalam masalah
tilawah adalah perkembangan yang ada di Mesir. Negara tersebut menjadi
kiblat bagi seluruh Qurra’ dari segala penjuru dunia dewasa ini. Diantaranya
Syaikh-Syaikh Qurra’ yang muncul dengan prestasi yang tinggi adalah Syaikh
16
36
Mahmud Khalil al-Husari, Syaikh Yusuf al-Maulawi, Syaikh ‘Abd. al-Siddiq
Munsyawi, Syaikh Abd. Basit Abd. Somad, Syaikh Mahmud Ali
al-Banna, Syaikh Abu al-Ainain Syu’aisya’ dan lain-lain.
Di Indonesia, Tilawatil Qur’an berkembang pesat karena menjadi
bagian dari kebudayaan yang hidup dalam masyarakat, sebagaimana dilihat
dalam buktinya pada:
a. Dalam berbagai upacara telah terbiasa dibuka dengan pembacaan
al-Qur’an
b. Terdapat berbagai pengajian, kursus-kursus, diklat serta kegiatan-kegiatan
lain yang bersifat individual Training Center tentang tilawatil Qur’an
c. Diselenggarakannya diberbagai Haflah Tilawah al-Qur’an
d. Dengan diselenggarakannya MTQ, baik tingkat Nasional yang
dilaksanakan oleh pemerintah maupun MTQ yang diselenggarakan oleh
instansi-instansi maupun lembaga-lembaga.
3. Tata Cara Pelaksanaan Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ)
a. Cabang MTQ
Cabang tilawah al-Qur’an terdiri dari enam golongan yang bisa
diikuti oleh kelompok pria (Qori) dan wanita (Qoriah), yaitu :
1) Golongan Tartil al-Qur’an
2) Golongan Anak-anak
3) Golongan Remaja
5) Golongan Cacat Netra
6) Golongan Qiraah Sab’ah
b. Peserta MTQ
Peserta Musabaqah cabang Tilawah al-Qur’an adalah Qari atau
Qariah yang memenuhi ketentuan umum dengan persyaratan umur sebagai
berikut:
1) Golongan Tartil, umur maksimal 9 tahun 11 bulan 29 hari (10 tahun)
2) Golongan Anak-anak, umur maksimal 13 tahun 11 bulan 29 hari (14
tahun)
3) Golongan Remaja, umur maksimal 21 tahun 11 bulan 29 hari (22 hari)
4) Golongan cacat Netra, umur maksimal 40 tahun 11 bulan 29 hari (41
tahun)
5) Golongan Qiraat, umur maksimal 40 tahun 11 bulan 29 hari (41
tahun).
c. Qiraat
Qiraat Cabang Tilawah yang digunakan adalah Qiraat Imam Ashim
riwayat Hafsh Thariq al-Syatibiyah dengan Martabat mujawwad.
d. Maqra
1) Maqra adalah ayat-ayat yang harus dibaca oleh peserta dalam
pelaksanaan Musabaqah yang ditetapkan oleh LPTQ untuk semua
peserta pada MTQ atau STQ, baik pada babak penyisihan dan atau
pada babak final
38
dalam babak final ditentukan sebagai berikut:
a) Golongan Tartil - Juz 1 s.d. Juz 10
b) Golongan Anak-anak - Juz 1 s.d. Juz 10
c) Golongan Dewasa - Juz I s.d. Juz 20
d) Golongan Dewasa - Juz 1 s.d. Juz 30
e) Golongan Cacat Netra - Juz 1 s.d. Juz 30
f) Golongan Qiraat - Juz 1 s.d. Juz 30
e. Susunan Lagu atau Irama yang dibawakan
1) Bayyaati
2) Shobah
3) Hijaz
4) Nahawan
5) Rast
6) Syika
7) Jiharka
f. Cara Penampilan
1) Babak Penyisihan
a) Penentuan Maqra
Penentuan maqra peserta yang akan tampil dilakukan
sebagai berikut:
1. Peserta Dewasa, 10 menit sebelum naik mimbar tilawah
2. Pesera Tartil, Anak-anak dan Remaja, 16 jam sebelum tampil
3. Peserta Cacat Netra, 30 menit sebelum acara penampilan.
waktu pendaftaran.
b) Penampilan
Penampilan peserta musabaqah dilaksanakan seperti
berikut:
1. Giliran tampil:
a. Penampilan peserta diatur berdasarkan giliran
b. Penentuan giliran (urutan membaca) pada penampilan
harian dilaksanakan 30 menit sebelum musabaqah dimulai.
2. Lama Penampilan
Lama penampilan bagin setiap peserta sebagai berikut:
a. Golongan Tartil : 5-7 menit (penyisihan dan final)
b. Golongan Anak-anak : 7-8 menit (penyisihan dan final)
c. Golongan Remaja dan
Cacat Netra : 8-9 menit (penyisihan dan final)
d. Golongan Dewasa : 9-10 menit (babak penyisihan)
: 10-12 menit (babak final)
3. Cara Tampil
a. Peserta musabaqah cabang tilawah tampil dengan cara
membaca maqra wajib melalui mushaf, baik babak
penyisihan maupun babak final
b. Tanda persiapan, mulai, persiapan akhir dan selesainya
waktu diatur oleh Majelis Hakim
c. Penentuan Finalis
40
Dewan Hakim
d. Pengumuman Finalis dilaksanakan oleh Dewan Hakim
2) Babak Final
a) Penentuan maqra
Penentuan maqra bagi semua golongan yang akan tampil
sebagai berikut:
1. Maqra Golongan Dewasa, diberikan kurang lebih 10 menit
sebelum naik mimbar tilawah
2. Maqra Golongan Remaja, Anak-anak dan Tartil diberikan 30
menit sebelum acara musabaqah
3. Maqra Golongan Cacat Netra:
a. Menyerahkan 3 maqra hafalan selain yang telah dibaca
pada babak penyisihan selambatnya 4 jam sebelum tampil
dan ditentukan 30 menit sebelum acara penampilan
b. Yang akan tampil membaca Mushaf Brille melaporkan
selambatnya 5 jam sebelum tampil, selanjutnya ditentukan
30 menit sebelum acara penampilan.
b) Penampilan
1. Cara penampilan (giliran dan lama tampil) peserta pada babak
final sama dengan cara penampilan pada babak penyisiahan
2. Penampilan finalis golongan remaja dilaksanakan
bersama-sama dengan penampilan finalis golongan dewasa.
1) Norma Penilaian
Cara penilaian Cabang Tilawah al-Qur’an adalah
ketentuan-ketentuan penilaian yang diterapkan dalam perhakiman cabang
tersebut, baik yang berhubungan dengan bidang da materi penilaian
maupun yang berkaitan dengan teknis penilaian.
Norma penilian tersebut meliputi: bidang penilaian dan materi
yang dinilai, ketentuan penilaian dan tata cara penilian
a) Bidang dan materi yang dinilai:
1) Bidang Tajwid dan materi:
a) Makharij al-Huruf
b) Shifat al-Huruf
c) Ahkam al-Huruf
d) Ahkam al-Mad wa al-Qashar.
2) Bidang Fashahah, dengan materi:
a. Ahkam al- Waqf wa al-Ibtida
b. Mura’at al huruf wa al- Harakat
c. Mura’at al kalimat wal ayat.
3) Bidang Suara:
a. Kejernihan atau kebeningan suara
b. Kehalusan suara
c. Kenyaringan suara
d. Keutuhan suara
42
4) Bidang Lagu:
a. Lagu pertama dan penutup
b. Jumlah lagu
c. Peralihan, keutuhan dan tempo lagu
d. Irama dan gaya
e. Variasi.
b) Kriteria Kesalahan
1) Bidang Tajwid dan Fashahah
a. Kesalahan Jali, yaitu kesalahan dalam pengucapan lafazd
al-Qur’an yang merusak ketentuan-ketentuan qiraat atau
bacaan menurut riwayat Hafsh, baik yang mengakibatkan
rusaknya makna maupun tidak seperti, Pengucapan huruf
tho dibaca ta, Perubahan harakat kasrah dibaca fathah
b. Kesalahan Khofi, yaitu kesalahan dalam pengucapan lapadz
sehingga menyimpang dari ketentuan Qiraat Ashim riwayat
Hafsh, tetapi tidak merusak makna.
Kesalahan Khofi terbagi menjadi 2 bagian:
a. Kesahan Khofi yang hanya diketahui oleh Ulama Qiraat
(theory), seperti meninggalkan idgham, idzhar, ikhfa, iklab,
dan lain-lain
b. Kesalahan Khofi yang hanya diketahui oleh orang-orang
yang mahir (practicy) dalam Qiraah seperti,
Menggetar-getarkan huruf ra, Mendemonstrasikan nafas panjang tanpa