• Tidak ada hasil yang ditemukan

Starategi Pertumbuhan Gereja (Studi Kasus Pada Gereja Karismatik GBI Medan Plaza Di Jln. Iskanda Muda Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Starategi Pertumbuhan Gereja (Studi Kasus Pada Gereja Karismatik GBI Medan Plaza Di Jln. Iskanda Muda Medan)"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

STRATEGI PERTUMBUHAN GEREJA

( Studi Kasus: Pada Gereja Karismatik GBI Medan Plaza di Jln. Iskandar Muda Medan)

SKRIPSI

Diajukan Oleh:

TRI ENDA GIANINA

030901006

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Ilmu Sosial Dan ILmu Politik

Universitas Sumatera Utara

MEDAN

(2)
(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:

Nama : Tri Enda Gianina

Nim : 030901006

Departemen : Sosiologi

Judul : STRATEGI PERTUMBUHAN GEREJA

(Studi Kasus Pada Gereja Karismatik GBI Medan Plaza Di Jln.

Iskanda Muda Medan)

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

(Drs. Muba Simanihuruk, M.Si) (Dr. Badaruddin, M.Si)

NIP. 132 059 106 NIP. 131 996 175

Dekan

(Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA)

(4)

ABSTRAK

Sejak awal perkembangannya, agama Nasrani banyak mengalami gejolak perubahan. Perubahan tersebut dapat kita lihat dari tata cara dalam beribadah, yaitu dari yang bersifat tradisi atau liturgis, kini ada yang bersifat karismatis dan bebas. Salah satu gereja yang bersifat karismatis adalah Gereja Bethel Indonesia (GBI) Medan Plaza. Gereja ini memiliki jemaat sekira 35.000 jiwa, yang dimulai dari jemaat yang berjumlah 119 jiwa. Karena perkembangan yang pesat maka tulisan ini bertujuan untuk mengungkapkan strategi apa yang dilakukan oleh GBI Medan Plaza.

Jenis penelitian yang akan digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus tipe deskriptif, dimana studi kasus merupakan suatu pendekatan dalam penelitian studi kasus yang penelaahannya terhadap satu kasus dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail dan komprehensif. Adapun studi kasus tipe deskriptif dapat melacak urutan peristiwa hubungan antar pribadi, menggambarkan sub budaya dan menemukan fenomena kunci (Yin, 2003:5). Hubungan antar pribadi dan sub budaya adalah hal-hal yang hampir ditemukan dalam suatu strategi pertumbuhan gereja. Tipe deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara terperinci atau fenomena sosial, misal : interaksi sosial, sistem kekerabatan dan lain-lain.

(5)

KATA PENGANTAR

Salam Sejahtera..!

Puji dan syukur yang tidak terhingga dipanjatkan ke hadirat Allah Bapa yang di

surga atas kasih-Nya yang besar, karunia dan berkat-Nya, sehingga penulis sampai pada

tahap akhir perkuliahan ini. Sebagai pihak yang berperan penting dalam kehidupan

penulis terutama dalam memyelesaikan masa perkuliahan dan akhirnya menyiapkan

skripsi ini, Tuhan Yesus telah menunjukkan cinta terbesar-Nya dan mujizat-Nya. Penulis

menyadari bahwa semua ini tidak mampu dilakukan tanpa campur tangan Tuhan dalam

hidup penulis. Semua ini adalah karya Tuhan yang telah dirancang sedemikian sempurna.

Secara keseluruhan isi dari skripsi ini menjelasakan strategi-strategi dalam

pertumbuhan Gereja Karismatik GBI Medan Plaza. Di mana strategi-strategi tersebut

bukan hanya dalam bidang kerohanian, tetapi juga dalam bidang jasmani. Gereja ini

menyadari bahwa manusia tidak hanya membutuhkan pertolongan dalam hal kejiwaan

atau kerohanian, tapi juga dalam hal jasmani, sehingga jemaat merasakan kepuasan bagi

tubuh, jiwa dan roh mereka. Semua penjelasan dan gambaran dijabarkan dalam skripsi ini

disusun berdasarkan kaidah-kaidah sistematika Ilmu Pengetahuan.

Penulis mengakui bahwa dalam penyelesaian skripsi ini penulis tidak dapat

bekerja sendiri tanpa adanya bantuan dari pihak-pihak lain yang telah berbuat banyak hal

dengan ketulusan dan keikhlasan. Oleh karena itu penulis ucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya bagi pihak-pihak yang telah memberikan bantuan baik berupa ide,

(6)

karya, meskipun ucapan terima kasih tidak akan sanggup untuk membalasnya. Ucapan

terima kasih ini ditujukan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA., selaku Dekan di Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik, tempat di mana penulis menerima Ilmu Pengetahuan dan tempat

penulis menempa diri menuju pribadi yang cukup mapan.

2. Bapak Dr. Badaruddin, M.Si., selaku Ketua Departemen Sosiologi FISIP, yang

telah membantu pada tahap awal yaitu dengan memilih judul skripsi dan dosen

pembimbing yang terbaik bagi penulis.

3. Ibu Dra. Rosmiani, MA., selaku Sekretaris Departemen Sosiologi FISIP, yang

telah berperan dalam membantu memberikan sumbangan ide dan pemikiran

dalam penyusunan proposal skripsi sehingga penulis layak untuk menjalani

seminar.

4. Bapak Drs. Muba Simanihuruk , M.Si., selaku Dosen Pembimbing yang berperan

penting dalam penyelesaian skripsi ini. Meskipun beliau memiliki kesibukan yang

banyak, tetapi tetap mampu bertanggung jawab dalam membimbing anak

didiknya dari mulai mengarahkan sampai memberi sumbangan ide, pemikiran,

pengetahuan serta masukan agar penulis menghasilkan skripsi yang baik.

5. Pendeta pembantu (Pdp). Erni Simatupang, sebagai Koordinator Misi dan

Penginjilan yang menjadi sumber utama informan. Dengan penuh semangat dan

keramahan membantu memberikan informasi dan menjelaskan tentang

strategi-strategi pertumbuhan GBI Medan Plaza dan membagi pengetahuan.

6. Sekretariat GBI Medan Plaza, khususnya: Pendeta muda (Pdm). Edy Prajitno

(7)

GBI L. Pakam), Pdm. Jefry Karua (Koordinator Junior Community), K’ Janty

Lim (Koordinator Sekretariat), Pdm. Bas Ingan Sebayang (Koordinator

Penghiburan), Pdm. Shintaria Purba (Koordinator Dept. Konseling), B’ Timotius

Silaban (Staff Misi dan Penginjilan), K’ Hotmaria (Staff Sekretariat) dan K’

Sabarina (Operator). Terima kasih untuk waktu, kesediaan dan keramahan dalam

membantu penulis. Karena itu semua penulis mampu menyelesaikan skripsi

dengan baik.

7. Bapak dan Ibu Pegawai di FISIP (Khusus buat K’ Feni, K’ Betty dan yang

lainnya). Buat B’ Fritz yang telah membantu dalam pencarian judul skripsi.

8. Terkhusus kepada kedua Orang Tua penulis, buat Ayahanda I. S. Maha dan

Ibunda N. Ginting yang tidak henti-hentinya mengingatkan, menegur dan

memberi semangat bagi penulis agar segera menyelesaikan skripsi, memberikan

materil yang tak ternilai harganya dalam penyusunan skripsi dan juga memiliki

kasih sayang yang besar sehingga mampu membesarkan dan mendidik penulis

hingga bisa sampai pada tahap sekarang ini.

9. Kakanda-kakanda penulis: K’ Eva dan B’ Eko dan keluarga lainnya, K’ Lina, B’

Nathan, Sandy, Bi Tengah dan Bi Uda. Terima kasih atas kasih sayang, semangat

dan dorongannya. Penulis merasa bersyukur memiliki keluarga seperti kalian dan

bangga menjadi bagian keluarga ini.

10.Komunitas Sosiologi stambuk 2003 seluruhnya, di mana selama bersama-sama

menjalani perkuliahan telah memberikan dukungan dan kesan-kesan yang

menyenangkan dan tak terlupakan. Khususnya kepada teman-teman terdekat yang

(8)

Ilham, Ratna, Lastri, Riza, Dewi, Siddik, Madhan, Ferdinand, Cecep, Feri dan

semuanya.

11.Kakak-kakak senior Sosiologi yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu,

yang telah memberi bantuan dan berbagi pengalaman.

12.Sahabat-sahabat terbaik: Grace, Sri, Acong, untuk Kiki yang telah memberikan

dorongan, mengingatkan dan menegur penulis, untuk K’ Endang yang dengan

keikhlasan dan kesabaran menemani penulis dari awal penyusunan skripsi sampai

pada tahap akhir.

13.Special untuk Benie yang telah memberikan semangat kepada penulis dan

bantuan dalam mengurus keperluan skripsi.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis sadari tidak luput dari kekurangan, namun segala

hal masukan dan saran-saran dari segenap pihak yang dapat mambantu akan penulis

perhatikan. Demikian yang bisa penulis sampaikan dan semoga skripsi ini kelak bisa

berguna untuk berbagai pihak.

Terima Kasih! Tuhan Memberkati.

Medan, Maret 2008

Penulis

TRI ENDA GIANINA S. MAHA

(9)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN……….i

ABSTRAK………...…ii

KATA PENGANTAR………..…..iii

DAFTAR ISI……….vii

DAFTAR BAGAN………..x

DAFTAR GAMBAR……….…...xi

BAB I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah………...……1

1.2.Perumusan Masalah………...…...8

1.3.Tujuan Penelitian………...8

1.4.Manfaat Penelitian………..…..9

1.5.Definisi Konsep………....…9

BAB II. KAJIAN PUSTAKA Motivasi Beragama………..…..….12

Teologi Pembebasan………....…...13

Teologi Sukses………..…..18

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian………...….…24

3.2. Lokasi Penelitian………...….….25

3.3. Unit Analisis dan Informan……….…………25

(10)

3.5. Interpretasi Data………....….….29

3.6. Jadwal Kegiatan……….…...30

3.7. Keterbatasan Penelitian………..…...31

BAB IV. INTERPRETASI DATA LAPANGAN

4.1. Interpretasi Data Lapangan………...…33

4.1.1. Sejarah Pendirian GBI (Gereja Bethel Indonesia)

Di Indonesia……….……...….33

4.1.2. Sejarah Berdirinya dan Perkembangan Gereja

GBI Medan Plaza Di Medan………...……37

4.1.3. Kegiatan Selain Ibadah Raya Minggu Dan

Kegiatan Kemanusiaan GBI Medan Plaza………….…..…40

4.2. Profil Informan………..…….48

4.2.1. Profil Informan Kunci………..48

4.2.2. Profil Informan Biasa………...……53

4.3. Strategi Pertumbuhan Gereja Karismatik Medan Plaza…………...…57

4.3.1. Strategi Dalam Bidang Kerohanian……….……..58

4.3.2. Strategi Dalam Bidang Jasmani……….……66

4.4. Motivasi Jemaat Beribadah Di Gereja Karismatik Medan

Plaza………...…….73

BAB V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan………...………..81

5.2. Saran………..….89

(11)

LAMPIRAN:

1. Lembaran Bimbingan Skripsi

2. Surat Izin Penelitian dari:

a. FISIP

b. GBI Medan Plaza

3. Pedoman wawancara (Interview Guide)

(12)

DAFTAR BAGAN

Bagan 1. Struktur Organisasi GBI Medan Plaza……….46

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bantuan kepada korban tsunami Aceh ………43

Gambar 2. Bantuan kepada bencana banjir di Besitang, Langkat, Sumatera Utara……..44

Gambar 3. Alat-alat musik dan sound system………...75

Gambar 4. Jemaat yang sedang menyembah Tuhan sambil mengangkat tangan dan

menangis………..76

(14)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di depan

Panitia Penguji Skripsi Departemen Sosiologi

Hari :

Tanggal :

Pukul :

Tempat :

Tim Penguji

Ketua Penguji :

Penguji I (Reader) :

(15)

ABSTRAK

Sejak awal perkembangannya, agama Nasrani banyak mengalami gejolak perubahan. Perubahan tersebut dapat kita lihat dari tata cara dalam beribadah, yaitu dari yang bersifat tradisi atau liturgis, kini ada yang bersifat karismatis dan bebas. Salah satu gereja yang bersifat karismatis adalah Gereja Bethel Indonesia (GBI) Medan Plaza. Gereja ini memiliki jemaat sekira 35.000 jiwa, yang dimulai dari jemaat yang berjumlah 119 jiwa. Karena perkembangan yang pesat maka tulisan ini bertujuan untuk mengungkapkan strategi apa yang dilakukan oleh GBI Medan Plaza.

Jenis penelitian yang akan digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus tipe deskriptif, dimana studi kasus merupakan suatu pendekatan dalam penelitian studi kasus yang penelaahannya terhadap satu kasus dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail dan komprehensif. Adapun studi kasus tipe deskriptif dapat melacak urutan peristiwa hubungan antar pribadi, menggambarkan sub budaya dan menemukan fenomena kunci (Yin, 2003:5). Hubungan antar pribadi dan sub budaya adalah hal-hal yang hampir ditemukan dalam suatu strategi pertumbuhan gereja. Tipe deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara terperinci atau fenomena sosial, misal : interaksi sosial, sistem kekerabatan dan lain-lain.

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan, manusia tidak dapat hidup sendiri. Semua manusia

pasti saling membutuhkan satu sama lain. Selama manusia itu hidup, ia akan

membutuhkan orang lain untuk bergantung ataupun berlindung. Tidak kalah

pentingnya, bahwa manusia juga membutuhkan sesuatu untuk dapat

dipercayai atau sesuatu yang dapat menentramkan jiwa manusia. Sesuatu itu

adalah agama, dimana manusia memiliki agama yang dijadikan sebagai

sebuah kepercayaan yang bersifat supranatural.

Manusia pada awalnya mempunyai keyakinan atau kepercayaan

tentang alam di sekitarnya. Pengetahuan tentang hal-hal supernatural tersebut

akhirnya mendorong manusia untuk menganut kepercayaan atau beragama.

Hal ini disebabkan oleh hal-hal yang supranatural tersebut dianggap suatu

keajaiban yang tentunya tidak dapat dilakukan oleh manusia biasa.

Agama adalah suatu kepercayaan atau keyakinan kepada sesuatu atau

seseorang yang dianggap suci ataupun kudus dan bersifat supranatural yang

dapat memberikan perlindungan, kekuatan, ketentraman jiwa dan raga. Dan

tentunya agama yang dianut oleh setiap manusia pasti berbeda-beda sesuai

dengan kepercayaan mereka masing-masing. Agama merupakan unsur penting

(17)

Tuhan secara perorangan maupun secara bersama (collective). Secara

sosiologis, pengertian agama tidak terfokus pada ajaran/dogma semata, tetapi

juga berbicara mengenai masyarakat sebagai pelaksana dan pengembang

nilai-nilai agama. Dampak agama bukan hanya pada hal-hal bersifat fisik.

Secara sosiologis dalam agama yang paling penting bukan ibadat/ritual

semata, tetapi dampak yang ditimbulkan oleh ritual itu bagi prilaku sosial

masyarakat, sehingga menyebabkan adanya keharmonisan, kemajuan,

kelanggengan atau bahkan perubahan masyarakat ( Nothingham, 1985:51).

Masyarakat yang tengah berada di zaman modern, di mana ilmu dan

teknologi telah membantu usaha mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup

dan mempertinggi kualitas kehidupan itu sendiri, tentu saja dapat merasa

bahwa mereka tidak membutuhkan agama. Fenomena modernisasi yang

paling kelihatan dalam masyarakat adalah dalam bidang komunikasi,

ketidakadilan struktural dan sekularisasi. Komunikasi menyajikan tahap

tradisional ke tahap elektronik dari budaya audio visual membuat masyarakat

pasif dan konsumtif terhadap informasi.

Ketidakadilan struktural berawal dari peradaban modern dan

teknologinya yang hanya menguntungkan sekelompok kecil manusia saja.

Akibatnya kesenjangan sosial semakin terlihat, demikian juga ketidakadilan

sosial dan kemiskinan, diperlukan suatu mekanisme sosial yang menghormat i

hak setiap manusia dan memberi kesempatan kepada semua orang untuk maju

secara manusiawi atau dengan kata lain dicari jalan bagaimana suatu

(18)

ini diabaikan, maka hal yang terjadi adalah erosi nilai-nilai secara tak

terbendung.

Sekularisasi melihat otonom dunia dan manusia sebagai subjek

otonom. Iman ditentang untuk dihayati dalam banyak situasi pilihan, di mana

manusia harus menggunakan kebebasannya dengan bantuan segala informasi

yang bisa diperoleh. Kehidupan sebagian besar masyarakat tampak lebih

sekuler, lebih materialistis dan pragmatis, akibat adanya berbagai kemudahan

dan fasilitas. Keadaan masyarakat semacam ini oleh Berger (dalam buku

Schoorl, 1980:2-4) digambarkan sebagai keadaan masyarakat yang tengah

dilanda arus sekularisasi. Dalam hal ini sekularisasi dimaksudkan sebagai

suatu proses dipisahkannya pranata-pranata sosial dari simbol-simbo l

keagamaan. Sekularisasi dalam masyarakat akan tampak sebagai pembebasan

hal-hal yang semula berada di bawah pengawasan dan pengaruh-pengaruh

agama.

Tapi di balik hal-hal modern itu semua, tentu saja suatu saat akan

menimbulkan masalah batiniah dan peristiwa kehidupan yang sukar dicerna

oleh teknologi modern dan diluar kemampuan mereka memecahkannya secara

rasional, maka manusia membutuhkan suatu hal yang dapat menentramkan

jiwa dan batin mereka. Karena itulah pada akhirnya manusia membutuhkan

agama. Untuk memecahkan masalah tersebut, masyarakat memberikan suatu

fungsi tertentu kepada agama menurut kebutuhannya sendiri atau alasannya

(19)

masyarakat karena agama merupakan hal yang mendasar bagi kehidupan

manusia.

Secara filosofis, sosio-politis dan historis agama bagi Bangsa

Indonesia sudah berurat dan berakar dalam kehidupan bangsa. Agama juga

telah menjadi bagian dari sistem kenegaraan sebagai hasil konsensus nasional

dan konvensi dalam praktek kenegaraan Republik Indonesia. Negara memiliki

tugas untuk memberikan perlindungan, pelayanan dan membantu

pembangunan dan pemeliharaan sarana peribadatan serta mendorong pemeluk

agama yang bersangkutan agar menjadi pemeluk agama yang baik.

Saat ini penulis tertarik untuk lebih membahas tentang agama Kristen

Protestan. Sejak awal perkembangannya, agama Nasrani banyak mengalami

gejolak perubahan. Dari waktu ke waktu berbagai istilah telah dipergunakan

bagi penamaan timbulnya gejolak perubahan tersebut. Istilah-istilah tersebut

antara lain: Lutherisme, Calvinisme, Anglikanisme, Anababtisme, Gerakan

Metodis, Bala Keselamatan, Saksi Yehowa, Pantekosta, Gerakan Karismatik,

Gerakan Ratu Adil, Gerakan Kenabian, Gerakan Keaslian Budaya, Gerakan

Penghidupan Kembali juga sekte-sekte lain dalam agama Kristen Protestan.

Salah satu bentuk kekuatan dan kekuasaan agama di dunia adalah

lembaga Gereja. Gereja merupakan agen agama yang paling konkrit di dunia,

sebuah lembaga yang memiliki norma, nilai dan seperangkat

peraturan-peraturan yang mengatur hidup jemaat secara khusus. Gereja adalah wujud

(20)

gereja dianggap perpanjangan tangan Tuhan untuk menyalurkan berkat dan

kasih-Nya. Gereja ada oleh sebab Yesus memanggil orang menjadi

pengikut-Nya, jadi wujud gereja adalah persekutuan dengan Kristus. Melalui gereja,

Tuhan dapat menunjukkan karunia-karunia-Nya. Sebaliknya, melalui gereja

manusia dapat mengenal keberadaan Tuhan. Gereja bagi orang Kristen

memiliki arti penting, sebagai lembaga agama, gereja memiliki

anggota-anggota. Secara administratif ia memiliki hirarki yang formal, selain itu ia

memiliki orientasi yang menyeluruh dan cenderung menyesuaikan diri dan

kompromi dengan masyarakat serta dengan nilai-nilai lembaga-lembaga yang

ada. Artinya, Troeltsch menyimpulkan bahwa lembaga gereja adalah lembaga

yang dianugrahi kemuliaan dan keselamatan sebagai karya penebusan. Ia

mampu menerima massa dan menyesuaikan dirinya dengan dunia (O’Dea,

1996:131)

Dalam agama Kristen Protestan terdapat cara-cara yang berbeda dala m

menjalankan ibadah atau sembahyang di dalam gereja, yaitu Kristen Protestan

yang menganut aliran karismatik dan Kristen Protestan yang bersifat tradisi

(konvensional).

Dalam menjalankan ibadanya gereja yang menganut aliran karismatik,

tata cara beribadahnya berbeda dengan gereja tradisi (konvensional). Kata

karismatik sendiri berasal dari sebuah kata Yunani charis yang berarti kasih

karunia istimewa yang diberikan oleh Roh Kudus. Kata charis digunakan

dalam Alkitab untuk menjelaskan mengenai berbagai-bagai pengalaman

(21)

Cara-cara berbeda dalam melakukan ibadah tersebut, yaitu bila dalam

gereja tradisi (konvensional), para jemaat melakukan ibadah mereka dengan

tata cara seperti: bernyanyi dengan menggunakan alat musik piano/organ,

dengan tidak disertai tepuk tangan, tidak terdapatnya penyembahan dala m

bentuk senandung yang spontan keluar dari hati para jemaat, bersifat

monoton, tidak terdapatnya bahasa Roh dan lain-lain. Sedangkan dalam

gereja yang menganut aliran karismatik, dimana para jemaat bernyanyi

dengan diiringi alat musik yang lengkap, yaitu piano, keyboard, drum, bass,

gitar listrik dan terkadang menggunakan alat musik lainnya. Para

jemaatnyapun bernyanyi sambil bertepuk tangan riang, berdoa dengan

merentangkan tangan, sharing (berbagi), berbahasa Roh, bersenandung dalam

bahasa Roh dan tindakan-tindakan lainnya yang dengan spontan mereka

lakukan yang tentunya tidak dilakukan di dalam gereja yang tidak menganut

aliran karismatik. Sehingga umat Kristen sendiri yang menganggap tata cara

berdoa dan beribadah para penganut aliran karismatik ini aneh.

Bahkan ada umat Kristen yang bersifat “ekstrem”, yaitu dengan keras

menolak dan benar-benar anti untuk menghadiri kebaktian di gereja

karismatik, mereka sangat menentang aliran karismatik ini. Mereka

menganggap aliran karismatik adalah suatu agama yang menyimpang atau

suatu ajaran agama yang “sesat” karena dianggap mengesampingkan dan

membuang adat istiadat dalam suku mereka. Aliran gereja karismatik ini tetap

tidak dapat dicegah, bahkan semakin bermunculan, antara lain: GPDI (Gereja

(22)

Kemenangan Iman Indonesia), GKKI (Gereja Kristen Kudus Indonesia), GBI

Succesfull Bethany Families, Gereja Bathany, Gereja Sidang Rohol Kudus,

Gereja Sidang Jemaat Allah, yang masing-masing dari gereja aliran

karismatik tersebut tidak hanya mendirikan satu bangunan di satu wilayah,

melainkan memiliki cabang atau mendirikan gerejanya di mana-mana.

Gereja-gereja tersebut sama-sama menganut aliran karismatik, hanya saja tidak

berada dalam satu organisasi.

Dalam skripsi ini penulis lebih tertarik untuk meneliti Gereja

Karismatik GBI Medan Plaza yang berada di jalan Iskandar Muda tepatnya di

gedung Medan Plaza lantai 6 yang lebih dikenal dengan sebutan GBI Medan

Plaza, alasannya karena gereja ini adalah salah satu gereja yang berkembang

ataupun bertumbuh yang dapat dilihat dari jumlah jemaatnya yang sangat

banyak. Dalam gereja ini terdapat 5 (lima) gelombang dalam menjalankan

ibadahnya setiap Minggu. Ini disebabkan jemaatnya yang terlalu banyak,

sehingga tempat tersebut tidak muat jika hanya memiliki 1 (satu) gelombang

dalam menjalankan ibadahnya. Dan pada kelima gelombang itu, tetap saja

dipenuhi oleh para jemaat. Menurut data yang ada, bahwa gereja ini memiliki

jemaat tetap atau yang telah terdaftar sebanyak 35.000 orang. Sementara

gereja ini juga dihadiri oleh orang-orang yang bukan merupakan jemaat tetap

atau tidak terdaftar dalam gereja tersebut. Dan oleh karena itu, gereja ini

mendirikan cabangnya di tempat lain, sehingga para jemaat yang ingin

beribadah di gereja itu tidak perlu ke Medan Plaza, tetapi mereka bisa datang

(23)

Banyaknya jemaat yang hadir di Gereja Karismatik GBI Medan Plaza

ini tentu saja karena kebijaksanaan seorang pemimpin dan orang-orang yang

mempunyai andil dalam gereja tersebut dan karisma-karisma yang mereka

miliki. Para jemaat yang hadir tidak mungkin datang begitu saja tanpa

mendengar atau mengetahui tentang apa yang ada atau apa yang menarik di

gereja tersebut. Dalam pertumbuhannya, Gereja Karismatik GBI Medan Plaza

ini pastinya mempunyai strategi-strategi sehingga memiliki banyak jemaat.

Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengetahui staretegi-strategi

yang dilakukan oleh Gereja Karismatik khususnya pada Gereja Karismatik

GBI Medan Plaza ini.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang masalah berikut uraian-uraian yang

telah dikemukakan di atas, penulis mencoba untuk menarik suatu

permasalahan agar lebih mengarah pada penelitian yang dimaksud, yaitu :

1. Strategi apa yang dilakukan oleh Gereja Karismatik yang berada di

jalan Iskandar Muda tersebut sehingga dapat bertumbuh memiliki

banyak jemaat ?

2. Apakah motivasi para jemaat sehingga mau beribadah di Gereja

Karismatik tersebut ?

1.3. Tujuan Penelitian

(24)

1. Untuk mengetahui strategi apa yang dilakukan oleh Gereja Karismatik

khususnya pada Gereja Karismatik GBI Medan Plaza sehingga dapat

bertumbuh memiliki banyak jemaat.

2. Untuk mengetahui apa motivasi para jemaat sehingga mau beribadah di

Gereja Karismatik GBI Medan Plaza tersebut.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat mengembangkan pemahaman peneliti tentang

hal-hal apa yang memotivasi orang-orang mau menjadi anggota Gereja

Karismatik.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat menambah referensi hasil penelitian dan

dapat dijadikan sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya

serta dapat dijadikan sebagai bahan informasi bagi masyarakat umum

tentang keberadaan Gereja Karismatik tersebut.

1.5. Definisi Konsep

Dalam penelitian ilmiah, definisi konsep sangat diperlukan untuk

mempermudah dalam memfokuskan penelitian. Agar tidak menimbulkan

kesalahpahaman konsep yang dipakai dalam penelitian ini maka dibuat

(25)

1. Agama

Agama merupakan sistem ritus (tata peribadatan) manusia kepada yang

dianggapnya sebagai yang maha kuasa, dimana terdapat sistem norma yang

mengatur hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan

alam lainnya. Agama itu muncul karena adanya kebutuhan manusia, di mana

terdapat banyak hal-hal yang harus dihadapi manusia dan memerlukan

perlindungan.

2. Gereja

Gereja adalah suatu organisasi orang-orang yang menganut agama

Protestan dan Khatolik. Gereja juga dapat diartikan sebagai suatu bangunan

tempat umat agama Protestan dan Khatolik melakukan ibadah dan

kegiatan-kegiatan keagamaan.

3. Karismatik

Istilah karismatik sendiri berasal dari kata Karisma yang berarti

karunia istimewa yang diberikan oleh Roh Kudus. Karunia ini sangat bersifat

pribadi, tetapi dimaksudkan agar diterima dan diperuntukkan bagi

kepentingan umat beriman.

4. Gereja Karismatik

Gereja Karismatik adalah suatu gereja yang menganut aliran

karismatik, dimana dalam gereja tersebut para jemaat dan pemimpin sangat

dihimbau dan diberi dorongan untuk mengejar atau mendapatkan suatu

(26)

diberikan atau mendapatkan karunia ataupun karisma tersebut mampu

menyembuhkan jasmani maupun rohani seseorang dan berbahasa Roh.

5. Strategi

Strategi adalah prosedur yang mempunyai alternatif-alternatif pada

pelbagai langkah.

6. Pertumbuhan

Pertumbuhan adalah suatu perkembangan yang terjadi yaitu yang

berawal dari tidak ada menjadi ada dan semakin banyak. Dalam hal ini

pertumbuhan yang dimaksud adalah pertumbuhan gereja adalah suatu gereja

yang berawal dari jemaat yang sedikit menjadi banyak bahkan membuka

cabang-cabang gereja di berbagai tempat.

7. Jemaat

Jemaat adalah orang-orang yang melakukan ibadah dalam gereja atau

pengikut suatu aliran gereja.

8. Bahasa Roh

Bahasa Roh adalah salah satu karunia Roh Kudus yang memuji Allah

di dalam doa dengan bahasa yang baru yang biasanya tidak dapat dipahami

(27)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Motivasi Beragama

Agama dalam pandangan Weber lebih menekankan pada makna-makna

subyektif, bahwa segala perbuatan itu mempunyai arti subyektif bagi si

pelaku karena ia didorong oleh suatu motivasi, apa yang hendak ia capai

(Veeger, 1985:71).

Menurut AM. Hardjana (1983:14-21), ada beberapa faktor yang

mendorong manusia untuk beragama yaitu :

1. Mendapatkan keamanan

2. Mencari perlindungan dalam hidup

3. Menemukan segi penjelasan atas dunia dan hidup serta segala yang

termaktub di dalamnya.

4. Memperoleh pembenaran atas praktik-praktik hidup yang ada

5. Meneguhkan tata nilai yang sudah mengakar dalam masyarakat

6. Memuaskan kerinduan hidup sebab manusia tidak pernah puas

Sebagai mahkluk rohani, manusia ingin mencapai nilai rohani yang

paling sublime, paling luhur dan mulia. Manusia tidak puas dan tidak merasa

cukup dengan nilai manusiawi seperti kebaikan, kejujuran, keadilan, cinta

kasih. Dia juga ingin nilai rohani dan adi kodrati yang mampu memuaskan

(28)

dan tenang sebelum mereka menemukan harta rohani dan adi kodrati yaitu

Tuhan sendiri.

Ada dua konsep diri dari kekristenan yaitu kekristenan sebagai sesuatu

yang selesai dan sempurna dan hanya perlu dipertahankan (sebagai suatu

seni) dan kekristenan sebagai hasil perkembangan dari waktu ke waktu dalam

proses mencari, menyaring, menyesuaikan dan menemukan dirinya. Aliran

karismatik dengan segala aktivitasnya muncul untuk menjawab berbagai

ketidakpuasan dan kebutuhan manusia. Interaksi yang mendalam dan

pelepasan kegelisahan dapat ditemukan dalam persekutuan doa karismatik.

Untuk memahami gerakan karismatik ini akan dipergunakan

pendekatan tentang Strukturalisme Pertukaran, “seseorang masuk dalam

asosiasi karena mereka mengharapkan ganjaran, baik yang intrinsik maupun

ekstrinsik”. Ganjaran intrinsik dapat berwujud kasih sayang, kehormatan atau

kecantikan dan ganjaran ekstrinsik dapat berwujud uang, barang atau

jasa-jasa ( Poloma, 1987:83).

Beberapa orang yang termotivasi untuk masuk dalam suatu kegiatan

(lembaga gereja) menginginkan suatu imbalan yang diharapkannya akan

didapatnya dalam organisasi tersebut.

2.2. Teologi Pembebasan

Teologi pembebasan adalah sebuah paham tentang peranan agama

(29)

Pembebasan adalah suatu usaha kontekstualisasi ajaran-ajaran dan nila i

keagamaan pada masalah kongkret di sekitarnya. Dalam kasus kelahiran

Teologi Pembebasan, masalah kongkret yang dihadapi adalah situasi ekonomi

dan politik yang dinilai menyengsarakan rakyat. Teologi Pembebasan

merupakan refleksi bersama suatu komunitas terhadap suatu persoalan sosial.

Karena itu masyarakat terlibat dalam perenungan-perenungan keagamaan.

Mereka mempertanyakan seperti apa tanggung jawab agama dan apa yang

harus dilakukan agama dalam konteks pemiskinan struktural

Teologi Pembebasan membicarakan bagaimana belas kasih Allah

dalam agama Kristen membebaskan orang-orang yang tertindas, miskin,

menderita, mengalami ketidakadilan dan kekejaman sosial lainnya. Dalam hal

ini bagaimana sebuah lembaga gereja dapat membuat dan membawa

orang-orang yang tertindas tersebut mengalami perubahan di lingkungan sosialnya,

sehingga menjadi lebih baik dalam hal perekonomian dan martabat mereka.

Gustavo Gutierrez Merino, O.P. (lahir 8 Juni 1928 di Lima) adalah

seorang Teolog Peru dan Imam Dominikan yang dianggap sebagai pendiri

Teologi Pembebasan. Menurut Gutierrez “pembebasan” sejati mempunyai

tiga dimensi utama :

Pertama, ia mencakup pembebasan politik dan sosial. Penghapusan hal-hal

(30)

Kedua, pembebasan mencakup emansipasi kaum miskin, kaum marjinal,

mereka yang terinjak-injak dari “segala sesuatu yang membatasi kemampuan

mereka untuk mengembangkan diri dengan bebas dan dengan bermartabat.”

Ketiga, Teologi Pembebasan mencakup pembebasan dari egoisme dan dosa,

pembentukan kembali hubungan dengan Allah dan dengan orang-orang lain

Kedosaan manusia menurut Getierrez adalah keyakinan Gutierrez

bahwa kedosaan manusia tidak hanya berakar dalam hati manusia sebagai

pribadi, melainkan terlebih untuk zaman ini, berakar pada struktur sosial,

ekonomi, politik, budaya dan keagamaan yang memeras dan menindas banyak

orang miskin demi keuntungan sekelompok kecil masyarakat. Paradigma

pembebasan adalah penegasan dari paradigma penyelamatan. Intinya bahwa

manusia diciptakan dengan citra Allah yang kudus, artinya bebas dari segala

bentuk dosa, namun karena kesombongan dan keserakahannya ia kehilangan

kebebasannya, terkungkung dalam penjara dosa dan kegelapan ( Nitiprawiro,

2000:86)

Gutierrez dalam Teologi Pembebasannya, berusaha untuk menghapus

hal-hal yang membuat kemiskinan terjadi, dalam hal dunia politik yang ingin

mencari keuntungan sendiri dan mengorbankan rakyat bawah yang tidak

memiliki kekuasaan. Gutierrez juga berusaha untuk membebaskan kaum

miskin atau orang-orang yang terinjak-injak untuk mengembangkan diri

dengan kemampuan dan pendidikan yang mereka miliki meskipun

(31)

ketidakadilan tersebut tidak terlepas dari pembebasan egoisme dan dosa yang

telah mereka lakukan. Mungkin karena dosa dan hubungan mereka dengan

Allah yang tidak baik menyebabkan mereka tidak mampu menghadapi

kekejaman dunia, meskipun kadang dosa manusia itu tidak sepenuhnya

berasal dari diri manusia itu sendiri, melainkan karena adanya ketidakadilan

dan pemerasan yang mereka alami di lingkungan sosialnya.

Kemiskinan dalam Kitab Suci memang pertama-tama adalah suatu

kategoris sosiologis, tetapi tidak dapat didefenisikan menurut pengertian

ekonomi semata-mata, apalagi Marxis (pengertian tidak memiliki sarana

produksi). Kemiskinan dalam Kitab Suci mempunyai makna sosiologis yang

lebih luas, bahkan makna keagamaan. Orang-orang miskin dalam Kitab Suci

adalah sekelompok orang tertindas dalam konflik, tetapi dapat dilukiskan

secara berguna sebagai perjuangan kelas ( Amaladoss, 2000:195-196).

Menurut Gutirrez, secara alkitabiah kemiskinan telah menjadi skandal

bagi harkat kelayakan manusia dan dengan demikian melawan kehendak

Allah. Manusia diciptakan menurut citra Allah, untuk menguasai dan

menggunakan bumi seisinya untuk mengangkat harkat kemanusiannya dan

dengan demikian memuliakan Allah. Kemiskinan bukan nasib yang harus

diterima dan dengan sendirinya merupakan kesalehan. Kemiskinan adalah

keadaan kurangnya sarana hidup layak bagi kemanusiaan yang mungkin dapat

diubah dan harus diubah ( Nitiprawiro, 2000:88-89).

Aloysius Pieris menemukan tujuh besar unsur pembahasan dalam

(32)

dunia ini. Doa-doa mereka terpusat pada kebutuhan akan makanan, pekerjaan,

tempat bernaung dan makna kehidupan. Mereka bergantung seluruhnya pada

Allah, karena mereka tidak mempunyai sumber-sumber daya ekonomis dan

politis yang siap untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Mereka

berseru-seru kepada Allah memohon keadilan. Agama kosmis berurusan dengan

kekuatan-kekuatan kosmis yang kita perlukan tetapi juga kita takuti : api,

angin, tanah, air dan sebagainya ( Amalodoss, 2000:252).

Pieris adalah seorang ahli Teolog dari Sri Langka. Ia bukan hanya

pakar Buddhisme tetapi juga mempunyai hubungan dialog dan pengalaman

yang erat dengan kaum Buddhis dan ia juga berkontak dengan banyak

kelompok beraneka ragam agama yang menceburkan diri dalam perjuangan

untuk pembebasan orang-orang miskin ( Amaladoss, 2000:191).

Gereja di Amerika Latin didefinisikan sebagai umat Allah. “Gereja

adalah umat Allah yang ditetapkan oleh Roh Kudus sebagai Tubuh Kristus”

adalah definisi yang tepat. Pembicaraan gereja di Amerika Latin untuk

pembebasan adalah gereja sebagai umat Allah, yang didalamnya Roh Kudus

bekerja. “Roh Kudus bukanlah roh ketakutan dan perbudakan, melainkan Roh

kebebasan dan keberanian sebagai anak-anak Allah”, demikian tegas Paulus

(33)

2.3. Teologi Sukses

Teologi Sukses atau Injil Sukses (Gospel of Success) sering juga

dikenal sebagai Injil-injil Kemakmuran (Prosperity). Kelimpahan, berkat

(Gospel of Blessing) atau Teologi Anak Raja dan secara sederhana dapat

disebutkan ajaran ini menekankan bahwa : Allah kita adalah Allah yang

Mahabesar, kaya, penuh berkat dan manusia yang beriman pasti akan

mengalami kehidupan yang penuh berkat pula, kaya, sukses dan

berkelimpahan materi (M, Herlianto, 2006:1).

Pandangan ini mengatakan bahwa seseorang Kristen yang beriman

seharusnya hidup dalam kekayaan dan kelimpahan materi sebagai tanda

bahwa hidupnya diberkati oleh Tuhan. Jika seseorang Kristen tidak hidup

dalam berkelimpahan, itu berarti dia tidak dekat dengan Allah dan memiliki

iman yang lemah, sehingga Allah tidak memberkati mereka.

Kelimpahan sebuah ide yang diagungkan oleh penganut Teologi

Kelimpahan atau Teologi Sukses. Mereka beranggapan bahwa Tuhan tidak

mengkehendaki seseorang menjadi miskin dan menganggap orang miskin

tidak diberkati Tuhan. Kelimpahan ini pula ditentang oleh penganut Teologi

Kemiskinan. Mereka beranggapan bahwa Tuhan mengajak manusia mencari

dulu Kerajaan Allah dan menolak materialisme. Ajaran Teologi Kemiskinan

membuang jauh-jauh segala macam ide duniawi dan segala obsesi terhadap

uang. Ajaran ini secara “ekstrim” menyebutkan bahwa percaya kepada harta

(34)

Kemiskinan menolak materialisme dalam berbagai cara dan bentuk

(

Penganut Teologi Kelimpahan meyakini bahwa seseorang tidak akan

mendapatkan hasil yang baik jika tidak memohon kepada Tuhan. Penganut

Teologi ini meyakini betapa berartinya persembahan. Kelimpahan berkat

materi akan diperoleh jika seseorang mengikuti prinsip persepuluhan.

Kelimpahan materi yang berlipat ganda dan kesuksesan akan didapat karena

persepuluhan yang diberikannya. Penganut Teologi Kelimpahan berpendapat

bahwa orang yang tidak kaya tidak mendapat berkat Tuhan, karena tidak

memiliki iman. Jadi, tekanan Teologi Kelimpahan adalah besarnya materi,

bukan hubungan dengan Tuhan. Seseorang yang tidak kaya atau tidak

menjalankan uangnya dengan baik, dianggap tidak menerima berkat Tuhan.

Karena bagi mereka, Tuhan tidak mengkehendaki seseorang menjadi miskin.

Meskipun kebanyakan pengikut Teologi Kelimpahan justru bergaya hidup

konsumtif

Kelimpahan ataupun kesuksesan yang dijanjikan oleh penganut

Teologi Kelimpahan itu, membuat orang-orang yang datang beribadah dan

memberikan persepuluhan karena memiliki suatu tujuan. Bukan lagi karena

ingin berhubungan dengan Tuhan atau mendekatkan diri dengan Tuhan.

Ayat-ayat yang dimanipulasi tersebut dijadikan sebagai alat untuk membenarkan

ajaran Teologi Kelimpahan atau kesuksesan itu. Memang Allah akan

memberikan imbalan dan memberkati orang-orang yang rela memberikan

(35)

lembaga, tetapi yang Allah inginkan adalah memberi dengan ketulusan dan

keikhlasan, bukan karena mengharapkan imbalan. Boleh saja kita

mengharapkan imbalan, tapi bukan imbalan tersebut yang menjadi tujuan

utama.

Cara penyebaran Teologi Sukses adalah melalui

persekutuan-persekutuan doa dan praise centers, yang umumnya tidak memiliki liturgi.

Ibadat dalam persekutuan-persekutuan doa maupun praise centers ini sifatnya

lebih ringan, bebas dan emosional. Suasana seperti ini merupakan kompensasi

bagi jemaat yang umumnya berasal dari gereja-gereja yang sifatnya liturgis,

rutin dan monoton. Dalam persekutuan-persekutuan doa dan praise centers

seperti ini telah memberikan semangat dan gairah yang besar pada para

umat-umat Kristen yang mulai jenuh dengan gereja tradisi (konvensional).

Memanipulasi ayat-ayat Alkitab merupakan salah satu hal yang sering

digunakan dalam mendasarkan banyak ajaran Teologi Sukses. Salah satu

contohnya memanipulasi ayat yang diambil dari (Mat 19 : 26) yang isinya

“Bagi manusia hal ini tidak mungkin, tetapi bagi Allah segala sesuatu

mungkin”, ayat ini sering dipakai sebagai kata-kata yang berkhasiat atau

mantra ; yaitu, apabila diucapkan, maka mujizat apapun yang dikehendaki

oleh manusia, baik itu berupa mujizat kesembuhan maupun mujizat untuk

memperoleh kekayaan dan kemakmuran pasti bisa kita peroleh, karena tidak

ada yang mustahil bagi Allah untuk memenuhinya (M, Herlianto,

(36)

Alkitab adalah Firman Allah yang diwahyukan kepada manusia dan

ditulis dalam bentuk kumpulan 66 buah kitab yang meliputi kurun waktu

lebih dari 1600 tahun, yang menceritakan Sejarah Keselamatan Allah.

Masing-masing kitab dapat merupakan kitab sejarah atau surat kiriman yang

merupakan suatu satu kesatuan. Pembagian atas pasal dan ayat baru terjadi

pada Abad Pertengahan. Karena itu, bila satu ayat ditafsirkan atas dasar

kata-katanya saja dan dilepaskan dari kesatuannya dengan seluruh isi kitab atau

surat maupun isi Alkitab (kontekstual), maka artinya bisa jauh berbeda dan

bahkan berlawanan dengan yang dimaksudkan oleh penulis Alkitab yang

digerakkan oleh Roh Kudus itu (M, Herlianto, 2006:38-39).

Pernyataan di atas seakan-akan membuat Allah itu adalah seseorang

yang dapat kita perintah dan Allah tidak boleh menolak atau tidak

mengabulkannya. Karena tidak ada yang mustahil bagi Dia, sehingga apapun

yang kita minta atau perintahkan, harus kita dapatkan. Allah tidak lagi

memiliki peran untuk menentukan mana yang baik dan mana yang buruk bagi

manusia. Tentu saja pernyataan tersebut tidak benar jika kita mentafsirkan isi

Alkitab tersebut secara keseluruhan atau tidak dilepaskan dari kesatuannya

dengan seluruh isi Alkitab.

Kesembuhan yang sempurna merupakan salah satu tujuan dari ajaran

Teologi Sukses di samping kelimpahan harta, sebab dianggap bahwa salah

satu tanda kehidupan yang sukses adalah kesembuhan yang sempurna dan

bebas dari sakit penyakit. Itulah sebabnya mengapa kesembuhan merupakan

(37)

kemakmuran. Sebaliknya orang yang sakit sering dianggap sebagai orang

yang sakit imannya atau bahkan dikatakan sebagai ketiadaan iman. Dan orang

beriman dapat menggunakan imannya umtuk mengalami kesembuhan apabila

ia sakit (M, Herlianto, 2006:169).

Pembangunan gedung gereja yang megah dan mewah adalah salah satu

buah kecenderungan yang dihasilkan Teologi Sukses, lebih lagi didorong oleh

“sukses duniawi”. Mengikuti kecenderungan duniawi tersebut belakangan ini

banyak dijumpai pembangunan gedung-gedung gereja di banyak tempat

dibuat mahal dan mewah yang menghabiskan uang ratusan juta bahkan ada

gereja-gereja metropolitan dan Christian Centers yang menghabiskan biaya

pembangunan sampai milyaran rupiah (M, Herlianto, 2006:207).

Para penganut Teologi Sukses ini beranggapan bahwa gereja adalah

Rumah Allah atau Bait Suci, jadi harus dibangun seindah-indahnya dan

semegah-megahnya sebagai tanda bahwa gereja yang megah tersebut ini

adalah hasil dari berkat Tuhan.

Dari kedua ajaran Teologi di atas terdapat persamaan yang mana kedua

Teologi tersebut menjunjung kemakmuran dan menentang kemiskinan.

Teologi Sukses menyatakan bahwa sebagai anak Allah yang diberkati dan

Teologi Pembebasan yang menyatakan manusia diciptakan menurut citra

Allah, haruslah hidup dalam berkecukupan, karena kemiskinan bukanlah

kehendak Allah. Gereja-gereja yang menganut ajara Teologi Sukses berusaha

untuk membawa perubahan bagi jemaatnya. Tetapi sayangnya ajaran ini dapat

(38)

Orang-orang yang datang ke gereja menjadi sebuah usaha untuk mendapatkan

bekat, bukan lagi memiliki tujuan utama untuk mendekatkan diri kepada

Tuhan.

Tetapi dalam kedua teologi ini terdapat juga perbedaan yang mana

Teologi Pembebasan berusaha untuk melawan kemiskinan, baik kemiskinan

dalam hal sosial maupun kemiskinan perekonomian dengan mengajak

orang-orang untuk mendekatkan diri dengan Tuhan. Memperbaiki egoisme dan dosa

yang membuat jarak antara manusia dengan Allah dan menghalangi turunnya

berkat Allah. Karena Roh Kudus bukanlah roh ketakutan dan perbudakan,

melainkan roh kebebasan dan roh keberanian sebagai anak-anak Allah, seperti

yang ditegaskan oleh Paulus, maka sebagai anak Allah harus mampu melawan

(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan adalah pendekatan kualitatif

dengan metode studi kasus tipe deskriptif. Studi kasus merupakan suatu

pendekatan dalam penelitian studi kasus yang penelaahannya terhadap satu

kasus dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail dan komprehensif.

Studi kasus bisa dilaksanakan atas individu atau kelompok

(Sanafiah, 2003:22).

Adapun studi kasus tipe deskriptif dapat melacak urutan peristiwa

hubungan antar pribadi, menggambarkan sub budaya dan menemukan

fenomena kunci (Yin, 2003:5). Hubungan antar pribadi dan sub budaya

adalah hal-hal yang hamper ditemukan dalam suatu strategi pertumbuhan

gereja.

Tipe deskriptif digunakan untuk menggambarkan atau melukiskan

tentang apa yang diteliti dan berusaha mendapatkan data sebanyak mungkin

sehingga dapat memberikan suatu gambaran yang jelas dan tepat tentang apa

yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian.

Tipe deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara terperinci atau

(40)

Dalam hal ini nilai-nilai agama dalam gereja karismatik dalam strategi

pertumbuhannya dapat digambarkan melalui penelitian deskriptif.

3.2. Lokasi Penelitian

Adapun yang menjadi lokasi penelitian ini adalah di kota Medan, di

mana kota Medan termasuk kota yang memiliki banyak sekte-sekte atau

aliran-alira Gereja Karismatik yang tumbuh dan berkembang. Gereja

Karismatik GBI Medan Plaza ini berada di jalan Iskandar Muda yang

bertempat di Gedung Medan Plaza lantai 6. Alasan pemilihan lokasi

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Gereja Karismatik GBI Medan Plaza merupakan gereja karismatik yang

mengalami perkembangan ataupun pertumbuhan dan cukup dikenal

banyak orang.

2. Banyak jemaat yang melakukan kebaktian di Gereja Karismatik Medan

Plaza tersebut dan peneliti sendiri adalah salah satu jemaat pada gereja

karismatik ini.

3.3. Unit Analisis dan Informan 3.3.1. Unit Analisis

Yang menjadi unit analisis atau objek kajian dalam penelitian ini

adalah Pemimpin Gereja Karismatik dan jemaat yang melakukan

(41)

3.3.2. Informan

Informan dibedakan atas 2 (dua) jenis, yakni informan kunci dan

informan biasa.

• Informan Kunci

Informan kunci merupakan sumber informasi yang aktual dalam

menjelaskan tentang nilai-nilai agama gereja karismatik dala m

strategi pertumbuhan gereja tersebut.

Kriterianya adalah :

 Merupakan Pemimpin gereja yang mengatur atau memberikan

arahan bagi pengurus gereja.

 Memiliki pemahaman yang mendalam mengenai nilai-nilai

ajaran agama dalam gereja karismatik dan mengetahui

perkembangannya.

• Informan Biasa

Informan biasa merupakan sumber informasi sebagai data-data

pendukung dalam menjelaskan faktor yang menyebabkan banyak

jemaat yang melakukan kebaktian dan apa motivasi jemaat

melakukan kebaktian di Gereja Karismatik Medan Plaza.

Kriterianya adalah :

 Para jemaat Gereja Karismatik GBI Medan Plaza yang setiap

(42)

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang

dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Dalam mengumpulkan

data, peneliti menggunakan metode tertentu sesuai dengan tujuan. Metode

yang dipilih berdasarkan pada berbagai faktor terutama jenis data dan ciri

informan. Metode pengumpulan data tergantung karakteristik data, maka

metode yang digunakan tidak selalu sama untuk setiap informan

(Gulo, 2002:110-115).

Untuk mendapatkan data, maka penulis memakai teknis pengumpulan

data melalui :

Field Research (Penelitian Lapangan)

Yaitu cara mengumpulkan data yang dilakukan di lapangan. Dalam

hal ini, pengumpulan data yang dilakukan di Gedung Medan Plaza

lantai enam (6). Adapun teknik pengumpulan data dengan cara :

Observasi Partisipan

Adalah suatu bentuk observasi khusus, dimana peneliti tidak

hanya menjadi pengamat yang pasif, melainkan juga mengambil

peran dalam situasi tertentu dan berpartisipasi dalam

peristiwa-peristiwa yang akan diteliti (Yin,2003:113). Dalam hal ini peneliti

mengamati aktifitas para jemaat ketika sedang beribadah dan ikut

(43)

Wawancara Mendalam

Bertujuan untuk mengumpulkan keterangan-keterangan dari

proses tanya jawab langsung. Untuk melengkapi wawancara ini,

maka digunakan daftar pertanyaan yang telah disusun tersebut

dinamakan pedoman wawancara (Interview Guide).

Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah metode yang digunakan untuk

menelusuri data historis, sebagian data yang tersedia adalah

berbentuk surat-surat, catatan harian, laporan, memorial, dokumen

dan foto. Dalam penelitian ini data yang dimaksud disediakan

adalah foto-foto atau gambar yang diambil dari lapangan seperti,

foto gedung tempat beribadah, foto Ibadah Raya atau Ibadah

Minggu, foto kebaktian-kebaktian lainnya dan kegiatan

organisasi-organisasi yang ada dan sebagainya.

Library Research (Telaah Kepustakaan)

Yaitu cara memperoleh data yang dilakukan melalui studi

kepustakaan. Dalam hal ini kajian pustaka dilakukan untuk

mendapatkan data yang bersifat teoritis, asas-asas, konsepsi,

pandangan, tema melalui buku, dokumen, artikel, jurnal, tulisan dan

(44)

3.5. Interpretasi Data

Bogdan dan Biklei menjelaskan bahwa analisis data adalah upaya yang

dilakukan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya

menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan

menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan

memutuskan apa yang diceritakan pada orang lain (Moleong, 2005:248).

Data-data yang diperoleh dari lapangan akan diatur, diurutkan,

dikelompokkan ke dalam kategori, pola atau uraian tertentu. Di sini penelit i

akan mengelompokkan data-data yang diperoleh dari hasil wawancara,

observasi dan sebagainya yang selanjutnya akan dipelajari dan ditelaah secara

seksama. Diinterpretasikan/analisis sesuai dengan teori yang digunakan

(45)

3.6. Jadwal Kegiatan

No KEGIATAN

B U L A N

Mei Juni Juli Agustus Septembre Oktober

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1. Penyusunan Prop. Penelitian √ √

2. Seminar Prop. Penelitian √

3. Revisi Prop. Penelitian √ √ √ √ √

4. Turun Lapangan √ √ √ √

5. Bimbingan √ √ √

6. Penulisan Laporan Akhir √ √ √ √

(46)

3.7. Keterbatasan Peneliti

Sebagai mahasiswi yang baru menyusun skripsi untuk pertama kalinya,

maka sebagai peneliti yang belum berpengalaman mengalami masalah yang

harus dihadapi sehingga hal tersebut menjadi suatu keterbatasan dala m

penelitian ini. Dalam mewawancarai informan kunci dan informan biasa,

penulis merasa kesulitan untuk mendapatkan informasi karena para informan

biasa merasa takut dan curiga sehingga penulis tidak dapat mendapatkan

informasi yang lebih mendalam dari para informan biasa atau jemaat.

Kesulitan lainnya adalah bahwa pihak gereja tidak menyetujui judul awal dari

skripsi ini yang isinya “Strategi Gereja Karismatik Dalam Merekrut Jemaat”

pihak gereja merasa judul ini terlalu sensitif dan khawatir akan menimbulkan

masalah dan mengatakan bahwa kata merekrut adalah suatu pengertian untuk

sebuah perusahaan yang ingin memperoleh keuntungan.

Oleh karena itu, atas seizin dari dosen pembimbing maka penulis

merubah judul skripsi ini menjadi “Strategi Pertumbuhan Gereja”. Sebagai

peneliti dan sebagai anggota jemaat dari gereja ini, maka penulis mengalami

kesulitan dalam bersikap dalam penulisan skripsi ini. Penulis sadar akan

posisi sebagai peneliti sosial yang harus dituntut untuk dapat bersikap netral

dan mampu mengungkapkan kebenaran dalam pelaksanaan berdasarkan

metode penelitian.

Untuk mewawancarai Pemimpin gereja inipun penulis mendapat

kesulitan, karena para pegawai gereja ini mengatakan bahwa akan sulit untuk

(47)

menemui Pemimpin gereja ini. Untuk mendapatkan profil pihak-pihak yang

memegang peranan sebagai wakil Gembala atau wakil Pemimpin juga sulit,

karena ini menyangkut kehidupan pribadi.

Akhirnya wawancara ini dialihkan kepada yang dapat memberikan

informasi yang akurat yang tentunya berkaitan dengan permasalahan

penelitian penulis, yaitu Koordinator Misi dan Penginjilan karena beliau

merupakan jemaat mula-mula yaitu jemaat yang telah bergabung dengan

gereja ini mulai dari berdirinya gereja, sehingga beliau mengetahui

(48)

BAB IV

INTERPRETASI DATA LAPANGAN

4.1. INTERPRETASI DATA LAPANGAN

4.1.1. Sejarah Pendirian GBI (Gereja Bethel Indonesia) Di Indonesia

Gereja Bethel Indonesia yang disingkat GBI adalah salah satu sinode

Gereja di Indonesia yang bernaung di bawah Persekutuan Gereja-gereja di

Indonesia (PGI). Selain PGI, GBI juga merupakan anggota dari Dewan

Pentakosta Indonesia (DPI) dan Persekutuan Injili Indonesia (PII).

Pada 6 Oktober 1970, di Sukabumi, Jawa Barat, Pdt. H.L. Senduk

(yang juga dikenal sebagai Oom Hoo) dan rekan-rekannya membentuk sebuah

organisasi gereja baru bernama Gereja Bethel Indonesia (GBI). Gereja ini

diakui oleh Pemerintah secara resmi melalui Surat Keputusan Menteri Agama

Republik Indonesia Nomor 41 tanggal 9 Desember 1972.

Pada tahun 1922, Pendeta W.H. Offiler dari Bethel Pentecostal Temple

Inc., Seattle, Washington, Amerika Serikat, mengutus dua orang

misionarisnya ke Indonesia, Pdt. Van Klaveren dan Groesbeek, orang

Amerika keturunan Belanda. Pada mulanya mereka memberitakan Injil di

Bali, tetapi kemudian pindah ke Cepu, Jawa Tengah. Di sini mereka bertemu

dengan F.G. Van Gessel, seorang Kristen Injili yang bekerja pada Perusahaan

Minyak Belanda Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM). Van Gessel

pada tahun sebelumnya telah bertobat dan menerima hidup baru dalam

(49)

(ayah dari Karel Hpekendjik). Groosbeek kemudian menetap di Cepu dan

mengadakan kebaktian bersama-sama dengan Van Gessel. Sementara itu, Van

Klaveren pindah ke Lawang, Jawa Timur.

Januari 1923, Nyonya Van Gessel sebagai wanita yang pertama di

Indonesia menerima Baptisan Roh Kudus dan demikian pula dengan

suaminya beberapa bulan setelahnya. Tanggal 30 Maret 1923, pada hari raya

Jumat Agung, Groesbeek mengundang Pdt. J. Thiessen dan Weenink Van

Loon dari Bandung dalam rangka pelayanan babtisan air pertama kalinya di

Jemaat Cepu ini. Pada hari itu, lima belas jiwa baru dibabtiskan.

Dalam kebaktian-kebaktian berikutnya, bertambah-tambah lagi jemaat

yang menerima Baptisan Roh Kudus, banyak orang sakit mengalami

kesembuhan secara mujizat. Karunia-karunia Roh Kudus dinyatakan dengan

ajaib di tengah-tengah jemaat itu.

Inilah permulaan dari gerakan Pentakosta di Indoneia. Berempat, Van

Klaveren, Groesbeek, Van Gessel dan Pdt. J. Thiessen, berempat merupakan

pionir dari “Gerakan Pentakosta” di Indonesia. Kemudian Groesbeek pindah

ke Surabaya dan Van Gessel telah menjadi Evangelis yang meneruskan

memimpin Jemaat Cepu.

April 1926, Groesbeek dan Van Klaveren berpindah lagi ke Batavia

(Jakarta). Sementara Van Gessel meletakkan jabatannya sebagai Pegawai

Tinggi di BPM dan pindah ke Surabaya untuk memimpin Jemaat Surabaya.

Jemaat yang dipimpin Van Gessel itu bertumbuh dan berkembang pesat

(50)

pengakuan Pemerintah Hindia Belanda dengan nama “De Pinksterkerk in

Indonesia” (sekarang Gereja Pentakosta di Indonesia).

Pada 1932, Jemaat di Surabaya ini membangun gedung gereja dengan

kapasitas 1.000 tempat duduk (Gereja terbesar di Surabaya pada waktu itu).

Tahun 1935, Van Gessel mulai meluaskan pelajaran Alkitab yang disebutnya

“Studi Tabernakel”. Gereja Bethel Pentecostal Templ, Seattle, kemudian

mengurus beberapa misionaris lagi. Satu diantaranya yaitu, W.W. Patterson

membuka Sekolah Alkitab di Surabaya (NIBI: Netherlands Indies Bible

Institute). Sesudah Perang Dunia II, para misionaris itu membuka Sekolah

Alkitab di berbagai tempat.

Sesudah pecah perang, maka kepimpinan gereja harus diserahkan

kepada orang Indonesia. H.N. Rungkat terpilih sebagai ketua Gereja

Pentakosta di Indonesia untuk menggantikan Van Gessel. Jemaat gereja yang

seharusnya menjaga jarak dari sikap politik yang terpecah belah terjebak

dalam nasionalisme yang tengah berkobar-kobar pada saat itu. Akibatnya roh

nasionalisme meliputi suasana kebaktian dalam Gereja-gereja Pentakosta.

Van Gessel menyadari bahwa ia tidak bisa lagi bertindak sebagai pemimpin.

Kondisi rohani Gereja Pentakosta di saat itu menyebabkan

ketidakpuasan di sebagian kalangan pendeta-pendeta gereja tersebut.

Ketidakpuasan ini juga ditambah lagi dengan kekuasaan otoriter dari

Pengurus Pusat Gereja. Akibatnya, sekelompok pendeta yang terdiri dari 22

orang, memisahkan diri dari Organisasi Gereja Pentakosta, diantaranya

(51)

mereka kemudian membentuk suatu organisasi gereja yang baru yang

bernama Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS).

Van Gessel dipilih menjadi “Pemimpin Rohani” dan H.L Senduk

ditunjuk menjadi “Pemimpin Organisasi” (Ketua Badan Penghubung). Senduk

berperan sebagai pendeta dari jemaatnya di Jakarta, sedangkan Van Gessel

memimpin jemaatnya di Jakarta dan Surabaya. Pada tahun 1954, Van Gessel

meninggalkan Indonesia dan pindah ke Irian Jaya (waktu itu di bawah

Pemerintahan Belanda). Jemaat Surabaya diserahkannya kepada menantunya,

Pdt. C. Totays.

Di Hollandia (sekarang Jayapura). Van Gessel membentuk suatu

organisasi baru yang bernama Bethel Pinkesterkerk (sekarang Bethel

Pentakosta). Van Gessel kemudian meninggal dunia pada tahun 1957 dan

kepemimpinan Jemaat Bethel Pinkesterkerk diteruskan oleh Pdt. C. Totays.

Tahun 1962, sesudah Irian Jaya diserahkan kembali kepada Pemerintah

Indonesia, maka semua warga Negara Kerajaan Belanda harus kembali ke

negerinya. Jemaat berbahasa Belanda di Hollandia ditutup, tetapi

jemaat-jemaat berbahasa Indonesia berjalan terus di bawah pimpinan

pendeta-pendeta Indonesia.

Roda sejarah berputar terus dan GBIS di bawah pimpinan H.L. Senduk

berkembang dengan pesat. Bermacam-macam kesulitan dan tantangan yang

harus dihadapi organisasi ini. Namun semakin besarnya organisasi, begitu

banyak kepentingan yang harus diakomodasi. Pada tahun 1968-1969,

(52)

disokong suatu keputusan Menteri Agama. Senduk dan pendukungnya

memisahkan diri dari organisasi GBIS. 6 Oktober 1970, H.L. Senduk dan

rekan-rekannya membentuk sebuah organisasi gereja baru bernama Gereja

Bethel Indonesia (GBI) dan diakui Pemerintah secara sah pada tahun 1972

sebagai suatu Kerkgenootschap yang berhasil hidup dan berkembang di bumi

Indonesia.

Pdt. H.L. Senduk melayani GBI Jemaat Petamburan dibantu oleh

istrinya Pdt. Helen Theska Senduk, Pdt. Thio Tjong Koan dan Pdt. Harun

Sutanto. Pada tahun 1972, Pdt. H.L. Senduk memanggil anak rohaninya, Pdt.

S.J. Mesach untuk membantu pelayanan di GBI Jemaat Petamburan. Saat itu,

Pdt. S.J. Mesach telah menjadi Gembala Sidang GBI Sukabumi, yang telah

dilayaninya sejak 1963.

4.1.2. Sejarah Berdirinya dan Perkembangan Gereja GBI Medan Plaza Di Medan

Gereja yang berakar pada aras Gerakan Karismatik di bawah naungan

GBI Surabaya yang dipimpin oleh Pdt. Alex Tanusaputra ini bertumbuh dan

berkembang bukan hanya di bagian Timur Pulau Jawa. Perkembangannya

juga nyata terlihat di wilayah barat Pulau Jawa di bawah naungan Pdt. Ir.

Niko Njotoraharjo.

Pada perkembangannya gereja ini mengutus seorang Hamba Tuhan

yang diurapi untuk melayani di wilayah Sumatera Utara, yaitu Pdt. R.

(53)

yang terletak di Uniland selama beberapa waktu lamanya. Dikarenakan

beberapa hal GBI pindah ke tempat lain, Hotel Tiara dan Hotel-hotel ataupun

tempat lainnya juga sudah pernah menjadi tempat beribadah untuk jemaat

GBI, tetapi dikarenakan di Tiara sudah ada GKPB (Gereja Kristen Perjanjian

Baru), maka GBI pindah lagi ke tempat lain.

Setelah mendapat tempat yang pasti yaitu di Hotel Danau Toba

Internasional dan melalui pergumulan-pergumulan mereka, maka dibentuklah

nama Kemah Daud di belakang dari GBI tersebut. Setelah sekian lama

kebaktian berjalan di Hotel Danau Toba Internasional, maka dibentuklah

jemaat baru (tempat ibadah yang baru) ke Hotel Asean dan membuat jemaat

baru dengan sekretariat berada di jalan Teuku Umar. Setelah berada di Hotel

Asean beberapa waktu dan melihat pertambahan atau pertumbuhan jemaat

yang begitu pesat sehingga tempat tersebut tidak lagi mencukupi untuk

menampung banyak jemaat yang hadir untuk beribadah. Oleh karena itu

mereka mencari tempat yang lebih luas yang dapat menampung jemaat yang

banyak. Akhirnya mereka menemukan Medan Plaza sebagai tempat untuk

mengadakan kebaktian yang baru pengganti dari Hotel Asean.

Alasan mereka pindah dari Hotel Asean ke Medan Plaza dikarenakan

ruangan yang kecil tidak cukup untuk menampung semua anggota jemaat dan

simpatisan yang beribadah di GBI. Beliau memulai ibadah dengan anggota

jemaat berjumlah 119 orang dan terus berkembang sampai dengan saat ini

mencapai sekira 35.000 jiwa termasuk seluruh cabang yang ada di dalam kota

(54)

Perkembangan Gereja ini bisa dikatakan cepat mengingat banyaknya

gerakan-gerakan Pantekostal yang telah mengalami titik jenuh dalam

pelayanan jemaatnya setelah sebelumnya gerakan ini merupakan salah satu

gerakan awal bagi revival (kebangunan rohani) di Indonesia. Dan sebagian

yang mengikuti perkembangan kebangunan rohani masih terus bertahan dan

berkembang hingga saat ini.

Kemudian Pdt. Niko Njotorahardjo menurunkan nama Kemah Daud

dari belakang nama GBI, karena nama Kemah Daud sudah sangat terkenal,

sehingga beliau tidak ingin nama gereja yang diagung-agungkan bukan Tuhan

Yesus. Oleh karena itu nama gereja yang digunakan hanya GBI dan

disesuaikan dengan letak gereja itu berada.

Gereja Karismatik ini memiliki visi-visi mulai dari tahun 1993 sejak

awal di bukanya gereja ini sampai saat ini tahun 2007.

Adapun jumlah cabang yang telah berdiri saat ini ialah, Medan Pusat:

HDTI, Medan Plaza, Selecta dan Ria. Cabang Medan: Novotel, Sun Plaza,

Setia Budi, Pardede Hall, Delitua, Helvetia, Simpang kantor, Menteng,

Simalingkar, Padang Bulan, Medan Timur, Adam Malik, Sunggal, Simpang

Pemda dan Pinang Baris. Luar Kota: Binjai Mandarin, Tanjung Langkat,

Binjai Langkat, Pematang Siantar, Tebing Tinggi, Lubuk Pakam, Kabanjahe,

Tanjung Balai, Padang Sidempuan, Rantau Prapat, Porsea, Tarutung, Sibolga,

Gunung Sitoli, Galang, Pulau Tello, Sidikalang, Lintong, Tiga Binanga,

(55)

Namun demikian kegiatan gereja tidak terbatas pada ibadah-ibadah

yang diselenggarakan tiap-tiap Minggunya saja, karena Gembala (Pemimpin

Gereja) secara khusus memiliki ikatan yang kuat dengan Gereja Induk di

Jakarta yang telah membelah dengan Gereja Pusatnya di Surabaya GBI

(Gereja Bethany Indonesia).

4.1.3. Kegiatan Selain Ibadah Raya Minggu Dan Kegiatan Kemanusiaan GBI Medan Plaza

Selain Ibadah Raya, Gereja GBI Medan Plaza ini memiliki

kegiata-kegiatan setiap minggunya. Dimulai pada hari Rabu malam diadakan KTM

(Kebaktian Tengah Minggu), dalam kebaktian ini diutamakan untuk melayani

orang-orang sakit baik fisik maupun jiwanya diakhir ibadahnya. Karena pada

hari Minggu tidak memiliki kesempatan untuk waktu yang panjang. Pada hari

Kamis pagi diadakan WBI (Wanita Bethel Indonesia), ini ditujukan bagi

kaum wanita agar dapat berfungsi dengan baik di rumah tangga, masyarakat

dan gereja. Karena wanita memiliki multiperan, sehingga memerlukan

dorongan semangat dan motivasi. Kemudian hari Sabtu sore diadakan

kebaktian pemuda, karena pemuda dianggap generasi penerus kepemimpinan,

oleh karena itu harus dipersiapkan dengan baik mulai dari pendidikannya

sampai masalah kerohanian mereka. Sehingga para pemuda dapat menjadi

penerus yang berpendidikan dan jujur.

Setiap sebulan sekali diadakan Ibadah Doa Pengerja untuk

(56)

wilayah Medan dan sekitarnya. Ini ditujukan untuk memberitahukan visi yang

harus dicapai dan dilaksanakan oleh setiap Gereja-gereja Cabang. Ibadah Doa

Malam juga diselenggarakan sebulan sekali dalam rangka menjawab

panggilan untuk berdoa bagi visi dan misi gereja yang didukung oleh seluruh

pengerja baik di Pusat dan Cabang. Tiap-tiap hari gereja mengadakan doa di

menara doa dan rumah doa untuk meninggikan Tuhan, sehingga api di

Mezbah tidak pernah padam dinaikkan melalui GerejaNya (Im 6:13).

Namun demikian kegiatan gereja tidak terbatas pada Ibadah-ibadah

yang diselenggarakan tiap-tiap minggunya saja, karena Gembala (Pemimpin

Gereja) secara khusus memiliki ikatan yang kuat dengan Gereja Induk di

Jakarta yang telah membelah dengan Gereja Pusatnya di Surabaya GBI

(Gereja Bethany Indonesia).

Gembala Gereja yang bertahan pada GBI (Gereja Bethel Indonesia) di

bawah pimpinan Pdt. Ir. Niko Njotoraharjo menjalin hubungan yang baik

dengan Hamba-hamba Tuhan dan gereja-gereja yang berada di Luar Negeri

seperti Amerika dan Eropa. Melalui tuntunan Tuhan, Gembala yang memiliki

hubungan baik dengan gereja-gereja aras Internasional ini menuai banyak

kepercayaan yang secara individu maupun kelompok telah mendapatkan visi

dan misi untuk membantu baik gereja maupun sarana-sarana umum seperti

Sekolah dan Rumah-rumah Sakit di wilayah Asia, termasuk Indonesia.

Pada masa VOC pelayanan kepada orang miskin diserahkan

sepenuhnya kepada gereja. Gereja dengan sendirinya mempercayakan tugas

(57)

diakoni itu terdiri dari sumbangan-sumbangan, hibah-hibah dan denda-denda

yang dikenakan oleh Kompeni kepada pegawai-pegawainya karena alas

an-alasan tertentu (Locher, 1997:35).

Begitu pula pada Gereja Karismatik GBI Medan Plaza ini, yaitu

melakukan berbagai pelayanan kemasyarakatan atau organisasi. Gereja ini

melakukan kegiatan-kegiatan kemanusiaan seperti; mengadakan kegiatan

medis di Desa Muara. Jumlah pasien yang dilayani sebanyak 250 orang yang

terdiri dari orangtua dan anak-anak. Tim medis yang melayani sebanyak 4

orang terdiri dari 2 orang dokter dan 2 orang suster, juga dibantu oleh tim

dari Medan. Gereja ini juga mengelola sebuah rumah singgah yang kini

terdapat 20 anak usia pra remaja yang ditampung. Selain disekolahkan,

anak-anak ini juga diajar untuk bersosialisasi dengan benar. Kemudian memberikan

bantuan medis gratis kepada korban-korban gempa di Jogjakarta.

Memberikan bantuan sembako kepada 100 kepala keluarga

korban bencana banjir di Babura dan kepada 70 kepala keluarga

korban-korban kebakaran di Belawan. Gereja ini juga menyalurkan bantuan kepada

para korban bencana gempa di Muara Sipongi – Mandailing Natal berupa

selimut dan mie instant, serta pengobatan gratis kepada 45 korban (pasien).

Pada saat perayaan natal tahun lalu gereja ini memberikan 5000 bingkisan

natal untuk anak-anak Desa Muara, Tapanuli Utara dan pelayanan kesehatan

gratis. Pada bencana banjir di Besitang, Langkat, Sumatera Utara, gereja

memberikan barang-barang bantuan berupa makanan, pakaian, keperluan

(58)

Singapura, kain-kain penutup mayat, minuman, indomie dan masih banyak

lagi yang merupakan kebutuhan untuk bencana alam di Aceh tersebut.

Gambar 1.

(59)

Gambar 2.

Bantuan kepada bencana banjir di Besitang, Langkat, Sumatera Utara

Kemudian kegiatan kemanusiaan yang rutin dilakukan adalah kegiatan

donor darah yang diadakan tiga kali dalam setahun dan gratis. Kegiatan ini

bertempat di ruang Poliklinik GBI Medan Plaza yang disediakan secara gratis

bagi semua orang. Kegiatan ini dilakukan melalui kerjasama dengan Palang

Merah Indonesia. Gereja ini juga telah mendirikan sebuah Sekolah Kristen

yang bernama Sekolah Kristen SD Mulia yang terdapat di Sitinjo, Dairi.

Sekolah ini terdiri dari 12 kelas (Playgroup, TK & SD) dan juga terdapat di

dalamnya sarana untuk olahraga dan tentunya dengan pembayaran uang

sekolah yang murah.

Bukan hanya Sekolah dengan pembayaran yang murah yang telah

didirikan oleh gereja ini, tetapi juga sebuah Rumah Sakit yang diberi nama

Rumah Sakit Tello yang terdapat di Kecamatan Pulau Pulau Batu, Nias

Gambar

Gambar 1. Bantuan kepada korban tsunami Aceh
Bantuan kepada bencana banjir di Besitang, Langkat, Sumatera Utara Gambar 2.
Gambar 3. Alat-alat Musik dan sound system
Gambar 4. Jemaat yang sedang menyembah Tuhan sambil mengangkat tangan dan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Kualitas Produk dan Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pelanggan Telkom Speedy di Kota Medan (Studi Kasus Pada Plaza Telkom Iskandar Muda No.35 Medan

Pada umumnya setiap usaha kecil memiliki strategi pemasaran yang tergolong masih sangat sederhana untuk menaklukan pasar dan persaingan. Agar dapat memasarkan produknya,