• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Obat-obatan Antihipertensi Terhadap Terjadinya Xerostomia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Obat-obatan Antihipertensi Terhadap Terjadinya Xerostomia"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

TERHADAP TERJADINYA XEROSTOMIA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

MARLISA

NIM : 070600081

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MULUT

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010

(2)

Departemen Ilmu Penyakit Mulut

Tahun 2010

Marlisa

Hubungan Obat-obatan Antihipertensi Terhadap Terjadinya Xerostomia.

x + 41 halaman

Hipertensi merupakan salah satu penyebab paling penting dari kematian dini

karena erat kaitannya dengan resiko penyakit kardiovaskuler dan ditandai dengan

tekanan darah sistoliknya lebih tinggi atau sama dengan 140 mm Hg serta tekanan

darah diastoliknya lebih tinggi atau sama dengan 90 mm Hg. Antihipertensi adalah

obat – obatan yang digunakan untuk mengobati hipertensi. Akan tetapi, obat – obatan

tersebut memiliki efek samping sistemik maupun rongga mulut yang salah satunya

adalah xerostomia. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui rata – rata laju

aliran saliva pasien yang mengonsumsi obat – obatan antihipertensi serta mengetahui

hubungan antara obat – obatan antihipertensi terhadap terjadinya xerostomia

berdasarkan lama menderita hipertensi, lama mengonsumsi obat, serta jenis obat yang

dikonsumsi subjek.

Penelitian ini dilakukan secara survei analitik dengan pendekatan cross

sectional yang melibatkan 120 orang subjek. Subjek dibagi dalam 2 kelompok.

Kelompok pertama terdiri dari subjek yang mengonsumsi obat antihipertensi,

kelompok kedua terdiri dari subjek yang tidak mengonsumsi obat antihipertensi.

Rata- rata laju aliran saliva subjek yang mengonsumsi obat adalah 0,307

(3)

antihipertensi berdasarkan lama mengonsumsi obat antihipertensi paling tinggi pada

kelompok yang mengonsumsi obat > 6 tahun. Persentase xerostomia pada subjek

yang menggunakan obat antihipertensi berdasarkan jenis obat paling tinggi pada

golongan penyekat reseptor angiotensin. Persentase xerostomia pada subjek yang

menggunakan obat antihipertensi berdasarkan jumlah obat paling tinggi pada

konsumsi obat tunggal.

Hasil uji statistik menggunakan Pearson chi-square menunjukkan adanya

hubungan yang signifikan (p<0,05) antara obat-obatan antihipertensi terhadap

terjadinya xerostomia. Hubungan lama konsumsi obat – obatan antihipertensi

terhadap terjadinya xerostomia menunjukkan hubungan yang signifikan (p<0,05)

sedangkan hubungan jenis dan jumlah obat tidak menunjukkan hubungan yang

signifikan terhadap terjadinya xerostomia(p>0,05).

(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan

di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 22 Desember 2010

Pembimbing: Tanda tangan

Sayuti Hasibuan, drg., Sp.PM ...

(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji

pada tanggal 22 Desember 2010

TIM PENGUJI SKRIPSI

KETUA : Sayuti Hasibuan, drg., Sp.PM

ANGGOTA : 1. Syuaibah Lubis, drg

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Hubungan Obat-obatan Antihipertensi Terhadap Terjadinya

Xerostomia”, yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana

kedokteran gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan dan

pengarahan serta bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan

hati dan keikhlasan, penulis mengucapkan terima kasih kepada drg. Sayuti Hasibuan,

Sp.PM atas kesediaannya meluangkan waktu untuk membimbing, membantu serta

memberi petunjuk kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, Ayahanda

Aryanto, Ibunda Helena dan adik penulis David atas segala perhatian, dukungan

moril dan materil, motivasi, harapan dan doa, serta cinta dan kasih sayang yang

melimpah. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada:

1. Prof. Nazruddin, drg., Ph.D, Sp.Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Wilda Hafni Lubis, drg., MSi selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit

Mulut, penguji dan seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Penyakit Mulut

(7)

membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas

Kedokteran Gigi.

4. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Gigi terutama staf pengajar dan

pegawai di Departemen Ilmu Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi USU.

5. Prof. Dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp.JP(K) selaku ketua komisi etik

penelitian di bidang kesehatan Fakultas Kedokteran USU.

6. Drs. Abdul Jalil A.A., M.Kes selaku Pembantu Dekan III FKM USU atas

bimbingan dalam analisis statistic hasil penelitian.

7. Dr. Dewi Fanziah Syahnan, Sp THT selaku direktur RSU Dr. Pirngadi

Medan.

8. Dr. Armon Sp.PD selaku kepala SMF Penyakit dalam RSU Dr. Pirngadi

Medan.

9. Seluruh staf perawat poliklinik penyakit dalam terutama poliklinik

Nefrologi RSU Dr. Pirngadi Medan.

10.Senior penulis drg. Dennis, drg. Lindawaty, drg. Ivana, Dewi Diana, Vivi,

Jupita dan senior di FKG lainnya.

11.Teman – teman penulis Richard Salim, Robert, Suli, Wenti, Annisa dan

seluruh teman-teman mahasiswa FKG Angkatan 2007.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan

skripsi ini karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki

penulis. Untuk itu, semua saran dan kritik akan menjadi sumbangan dan masukan

(8)

kasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini dan

memohon maaf bila terdapat kesalahan selama melakukan penelitian ini. Penulis juga

mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran bagi

pengembangan disiplin ilmu di Fakultas Kedokteran Gigi khususnya Departemen

Ilmu Penyakit Mulut.

Medan, Desember 2010 Penulis,

(9)

Halaman

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2 ANTIHIPERTENSI DAN XEROSTOMIA 2.1 Antihipertensi ... 6

2.1.1 Definisi ... 6

2.1.2 Tujuan ... 6

2.1.3 Klasifikasi ... 7

2.1.3.1 Diuretik ... 7

2.1.3.2 Penyekat Reseptor Beta Adrenergik ... 7

2.1.3.3 Penghambat ACE-Inhibitor ... 8

2.1.3.4 Penghambat Reseptor Angiotensin ... 9

2.1.3.5 Antagonis Kalsium ... 9

2.1.4 Efek Samping ... 9

2.2 Xerostomia ... 10

2.2.1 Definisi ... 10

2.2.2 Etiologi ... 10

2.2.3 Gejala dan Tanda ... 13

2.2.4 Diagnosa ... 13

2.3 Hubungan Antihipertensi terhadap Xerostomia ... 14

(10)

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian ... 18

3.2 Populasi dan Sampel ... 18

3.2.1 Populasi ... 18

3.2.2. Sampel ... 18

3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi... 19

3.3.1 Kritria Inklusi ... 19

3.3.2. Kriteria Eksklusi ... 20

3.4 Variabel Penelitian ... 20

3.5 Kerangka Konsep ... 20

3.6 Definisi Operasional ... 21

3.7 Tempat dan Waktu Penelitian ... 22

3.8 Sarana Penelitian ... 22

3.9 Pengumpulan Data... 22

3.10 Pengolahan dan Analisa Data ... 23

BAB 4 HASIL PENELITIAN……….. 24

BAB 5 PEMBAHASAN……….. 32

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN……….. 37

(11)

Tabel Halaman

1 Data demografis subjek penelitian ... 25

2 Distribusi tekanan darah sistolik subjek penelitian ... 26

3 Distribusi tekanan darah diastolik subjek penelitian ... 26

4 Distribusi lama menderita hipertensi pada subjek yang mengonsumsi obat

... 27

5 Distribusi laju aliran saliva subjek penelitian ... 28

6 Hubungan konsumsi obat antihipertensi tehadap terjadinya xerostomia.. 28

7 Frekuensi xerostomia pada subjek yang mrnggunakan obat antihipertensi

berdasarkan lama konsumsi obat ... 29

8 Frekuensi xerostomia pada subjek yang mrnggunakan obat antihipertensi

berdasarkan jenis obat ... 30

9 Frekuensi xerostomia pada subjek yang mrnggunakan obat antihipertensi

berdasarkan jumlah obat ... 31

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Persetujuan Komisi Etik tentang Pelaksanaan Penelitian Bidang Kesehatan

2. Surat Keterangan telah melakukan penelitian di RSUD. Dr. Pirngadi Medan

3. Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian

4. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)

5. Rekam Medik Penelitian

(13)

Tahun 2010

Marlisa

Hubungan Obat-obatan Antihipertensi Terhadap Terjadinya Xerostomia.

x + 41 halaman

Hipertensi merupakan salah satu penyebab paling penting dari kematian dini

karena erat kaitannya dengan resiko penyakit kardiovaskuler dan ditandai dengan

tekanan darah sistoliknya lebih tinggi atau sama dengan 140 mm Hg serta tekanan

darah diastoliknya lebih tinggi atau sama dengan 90 mm Hg. Antihipertensi adalah

obat – obatan yang digunakan untuk mengobati hipertensi. Akan tetapi, obat – obatan

tersebut memiliki efek samping sistemik maupun rongga mulut yang salah satunya

adalah xerostomia. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui rata – rata laju

aliran saliva pasien yang mengonsumsi obat – obatan antihipertensi serta mengetahui

hubungan antara obat – obatan antihipertensi terhadap terjadinya xerostomia

berdasarkan lama menderita hipertensi, lama mengonsumsi obat, serta jenis obat yang

dikonsumsi subjek.

Penelitian ini dilakukan secara survei analitik dengan pendekatan cross

sectional yang melibatkan 120 orang subjek. Subjek dibagi dalam 2 kelompok.

Kelompok pertama terdiri dari subjek yang mengonsumsi obat antihipertensi,

kelompok kedua terdiri dari subjek yang tidak mengonsumsi obat antihipertensi.

Rata- rata laju aliran saliva subjek yang mengonsumsi obat adalah 0,307

(14)

adalah 0,3 ml/menit. Persentase xerostomia pada subjek yang menggunakan obat

antihipertensi berdasarkan lama mengonsumsi obat antihipertensi paling tinggi pada

kelompok yang mengonsumsi obat > 6 tahun. Persentase xerostomia pada subjek

yang menggunakan obat antihipertensi berdasarkan jenis obat paling tinggi pada

golongan penyekat reseptor angiotensin. Persentase xerostomia pada subjek yang

menggunakan obat antihipertensi berdasarkan jumlah obat paling tinggi pada

konsumsi obat tunggal.

Hasil uji statistik menggunakan Pearson chi-square menunjukkan adanya

hubungan yang signifikan (p<0,05) antara obat-obatan antihipertensi terhadap

terjadinya xerostomia. Hubungan lama konsumsi obat – obatan antihipertensi

terhadap terjadinya xerostomia menunjukkan hubungan yang signifikan (p<0,05)

sedangkan hubungan jenis dan jumlah obat tidak menunjukkan hubungan yang

signifikan terhadap terjadinya xerostomia(p>0,05).

(15)

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Hipertensi merupakan salah satu penyebab paling penting dari kematian dini

karena erat kaitannya dengan resiko penyakit kardiovaskuler.1 Seorang pasien disebut

hipertensi jika tekanan darah sistoliknya lebih tinggi atau sama dengan 140 mm Hg

serta tekanan darah diastoliknya lebih tinggi atau sama dengan 90 mm Hg atau ketika

seseorang sedang mengonsumsi obat antihipertensi untuk mengontrol tekanan darah.2

Hipertensi merupakan diagnosa primer yang umum di Amerika Serikat karena

menyerang hampir 50 juta penduduk dimana sekitar 69% orang dewasa yang telah

melewati 18 tahun sadar akan hipertensi yang mereka derita dan 58% dari mereka

dirawat, tetapi hanya 31% yang terkontrol.3,4 Prevalensi hipertensi di benua Amerika

lebih rendah dibandingkan di benua Eropa, dimana prevalensi hipertensi di Amerika

Serikat 20,3% dan Kanada 21,4% sedangkan di beberapa Negara Eropa seperti

Swedia 38,4%, Italia 37,7%, Inggris 29,6%, Spanyol 40% dan Jerman 55,3%.1

Saat ini, perkembangan obat – obatan antihipertensi sangat beragam bagi

penderita hipertensi, mulai dari diuretik dan penyekat reseptor beta adrenergik (β

-blocker) sampai belakangan diperkenalkan penghambat angiotensin converting

enzyme (ACE-inhibitor) dan antagonis kalsium. Akan tetapi, obat – obatan tersebut

memiliki efek samping sistemik maupun rongga mulut yang salah satunya adalah

(16)

Xerostomia atau biasa dikenal sebagai mulut kering adalah gejala yang umum

yang paling sering disebabkan oleh berkurangnya jumlah saliva atau perubahan

kualitas saliva. Jumlah pasti dari orang yang menderita xerostomia adalah tidak

diketahui namun hal ini menjadi kondisi yang umum.7 Rata – rata orang normal

menghasilkan sedikitnya 500 ml saliva selama 24 jam. Laju aliran saliva berubah

selama 24 jam, hal ini bergantung pada status fisiologis dari pasien. Laju aliran saliva

saat istirahat adalah 0,3 ml per menit, di mana laju aliran saliva saat tidur adalah 0,1

per menit; ketika makan atau mengunyah jumlah ini meningkat sampai 4,0 - 5,0 mL

per menit.8

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat hubungan obat – obatan

antihipertensi terhadap xerostomia. Pada penelitian yang dilakukan oleh Nederfors

(1994) pada pasien yang mengonsumsi Atenolol dan Pronanolol menunjukkan

adanya hubungan obat – obatan ini pada laju alir dan komposisi saliva saat tidak

distimulasi.6,9,10 Beliau kemudian melakukan penelitian lagi pada tahun 1995 pada

pasien yang yang mengonsumsi kaptopril meskipun ditemukan hasil yang berbeda

dimana pada perawatan ini, rata – rata sekresi saliva meningkat untuk baik yang

distimulasi maupun tidak.5 Kemudian beliau melakukan penelitian lagi di tahun 1996

terhadap pasien yang mengonsumsi Metoprolol dan ditemukan adanya hubungan obat

ini terhadap laju aliran saliva yang dibuktikan dari adanya peningkatan laju aliran

saliva yang signifikan ketika obat dihentikan sebelum kemudian diberikan kembali.11

Menurut penelitian beliau di Halland, Swedia pada tahun 1996 didapatkan prevalensi

xerostomia pada pasien yang mengkonsumsi antihipertensi adalah 21,3% pada pria

dan 27,3% pada wanita.12 Kemudian penelitian yang lain dilakukan oleh Cownman

(17)

dkk (1994) di Florida tentang hubungan antihipertensi β-adrenergik pada pasien yang

mengonsumsinya dan ditemukan bahwa obat ini juga mengubah fungsi sekresi

saliva.13

Hasil survei peneliti mendapatkan bahwa kasus pasien hipertensi yang

berkunjung ke RSU dr. Pirngadi Medan selama periode Januari – Juni 2010 adalah

sebanyak 175 kasus. Dengan demikian penelitian mengenai pengaruh obat – obatan

hipertensi terhadap terjadinya xerostomia perlu dilakukan pada pasien yang

berkunjung ke poliklinik penyakit dalam RSU dr. Pirngadi untuk melihat ada

tidaknya hubungan obat –obatan antihipertensi terhadap xerostomia di kota Medan.

1.2 Perumusan Masalah

1.2.1 Masalah Umum

1. Apakah terdapat hubungan antara obat – obatan antihipertensi terhadap

terjadinya xerostomia.

1.2.2 Masalah Khusus

1. Berapakah rata – rata tekanan darah dari pasien yang mengonsumsi obat –

obatan antihipertensi.

2. Berapakah rata – rata laju alir saliva dari pasien yang mengonsumsi obat –

obatan antihipertensi.

3. Apakah terdapat hubungan antara obat – obatan antihipertensi terhadap

terjadinya xerostomia berdasarkan lama mengonsumsi obat.

4. Apakah terdapat hubungan antara obat – obatan antihipertensi terhadap

(18)

5. Apakah terdapat hubungan antara obat – obatan antihipertensi terhadap

terjadinya xerostomia berdasarkan jumlah obat.

1.3 Hipotesis

Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah :

1. Hipotesis O :

a. Tidak ada hubungan antara obat – obatan antihipertensi terhadap terjadinya

xerostomia.

b. Tidak ada hubungan antara obat – obatan antihipertensi terhadap terjadinya

xerostomia berdasarkan lama mengonsumsi obat.

c. Tidak ada hubungan antara obat – obatan antihipertensi terhadap terjadinya

xerostomia berdasarkan jenis obat.

d. Tidak ada hubungan antara obat – obatan antihipertensi terhadap terjadinya

xerostomia berdasarkan jumlah obat.

2. Hipotesis Alternatif :

a. Ada hubungan antara obat – obatan antihipertensi terhadap terjadinya

xerostomia.

b. Ada hubungan antara obat – obatan antihipertensi terhadap terjadinya

xerostomia berdasarkan lama mengonsumsi obat.

c. Ada hubungan antara obat – obatan antihipertensi terhadap terjadinya

xerostomia berdasarkan jenis obat.

d. Ada hubungan antara obat – obatan antihipertensi terhadap terjadinya

xerostomia berdasarkan jumlah obat.

(19)

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui hubungan antara obat – obatan antihipertensi terhadap

terjadinya xerostomia.

2. Untuk mengetahui rata – rata tekanan darah dari pasien yang

mengonsumsi obat – obatan antihipertensi.

3. Untuk mengetahui rata – rata laju aliran saliva dari pasien yang

mengonsumsi obat – obatan antihipertensi.

4. Untuk mengetahui hubungan antara obat – obatan antihipertensi terhadap

terjadinya xerostomia berdasarkan lama mengonsumsi obat.

5. Untuk mengetahui hubungan antara obat – obatan antihipertensi terhadap

terjadinya xerostomia berdasarkan jenis obat.

6. Untuk mengetahui hubungan antara obat – obatan antihipertensi terhadap

terjadinya xerostomia berdasarkan jumlah obat.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Meningkatkan derajat kesehatan gigi pasien yang mengonsumsi obat –

obatan antihipertensi.

2. Sebagai usaha dalam mengatur rencana perawatan bagi setiap gejala

xerostomia yang timbul pada pasien akibat mengonsumsi obat-obatan antihipertensi.

3. Sebagai dasar penelitian lebih lanjut, baik cara penanggulangan xerostomia

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Antihipertensi

2.1.1 Definisi

Antihipertensi adalah obat – obatan yang digunakan untuk mengobati

hipertensi.14 Antihipertensi juga diberikan pada individu yang memiliki resiko tinggi

untuk terjadinya penyakit kardiovaskular dan mereka yang beresiko terkena stroke

maupun miokard infark. Pemberian obat bukan berarti menjauhkan individu dari

modifikasi gaya hidup yang sehat seperti mengurangi berat badan, mengurangi

konsumsi garam dan alkohol, berhenti merokok, mengurangi stress dan

berolah-raga.15,16

Pemberian obat perlu dilakukan segera pada pasien dengan tekanan darah

sistolik ≥ 140/90 mmHg. Pasien dengan kondisi stroke atau miokard infark ataupun

ditemuka n bukti adanya kerusakan organ tubuh yang parah (seperti

mikroalbuminuria, hipertrofi ventrikel kiri) juga membutuhkan penanganan segera

dengan antihipertensi.15

2.1.2 Tujuan

Pada dasarnya pengobatan dengan antihipertensi itu penting agar pasien dapat

mencapai tekanan darah yang dianjurkan. Level tekanan darah yang diharapkan pada

pasien hipertensi yang tidak disertai komplikasi adalah 140/90 mmHg atau lebih

rendah bila memungkinkan, sedangkan pada pasien mengalami insiden kerusakan

(21)

adalah 130/90 mmHg, dan pada pasien proteinuria (>1 g / hari) diharapkan tekanan

darah di bawah 150/75 mmHg.15

Adapun tujuan pemberian antihipertensi yakni 17,18 :

1. Mengurangi insiden gagal jantung dan mencegah manifestasi yang

muncul akibat gagal jantung.

2. Mencegah hipertensi yang akan tumbuh menjadi komplikasi yang

lebih parah dan mencegah komplikasi yang lebih parah lagi bila sudah ada.

3. Mengurangi insiden serangan serebrovaskular dan akutnya pada pasien

yang sudah terkena serangan serebrovaskular.

4. Mengurangi mortalitas fetal dan perinatal yang diasosiasikan dengan

hipertensi maternal.

2.1.3 Klasifikasi

Dikenal lima kelompok obat lini pertama (first line drug) yang digunakan

untuk pengobatan awal hipertensi yaitu : diuretik, penyekat reseptor beta adrenergik

(β-blocker), penghambat angiotensin converting enzyme (ACE-inhibitor),

penghambat reseptor angiotensin (Angiotensin-receptor blocker, ARB), dan antagonis

kalsium.19

2.1.3.1 Diuretik

Mekanisme kerja : Diuretik menurunkan tekanan darah dengan

menghancurkan garam yang tersimpan di alam tubuh. Pengaruhnya ada dua tahap

yaitu : (1) Pengurangan dari volume darah total dan curah jantung; yang

(22)

jantung kembali ke ambang normal, resistensi pembuluh darah perifer juga

berkurang.20 Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah Bumetanide, Furosemide,

Hydrochlorothiazide, Triamterene, Amiloride, Chlorothiazide, Chlorthaldion. 18-20

2.1.3.2 Penyekat Reseptor Beta Adrenergik (β-Blocker)

Berbagai mekanisme penurunan tekanan darah akibat pemberian β-blocker

dapat dikaitkan dengan hambatan reseptor β1, antara lain : (1) penurunan frekuensi

denyut jantung dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah jantung; (2)

hambatan sekresi renin di sel jukstaglomeruler ginjal dengan akibat penurunan

Angiotensin II; (3) efek sentral yang mempengaruhi aktivitas saraf simpatis,

perubahan pada sensitivitas baroresptor, perubahan neuron adrenergik perifer dan

peningkatan biosentesis prostasiklin.19 Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah

Propanolol, Metoprolol, Atenolol, Betaxolol, Bisoprolol, Pindolol, Acebutolol,

Penbutolol, Labetalol.18-20

2.1.3.3 Penghambat Angiotensin Converting Enzyme (ACE-Inhibitor)

Kaptopril merupakan ACE-inhibitor yang pertama banyak digunakan di klinik

untuk pengobatan hipertensi dan gagal jantung.19 Mekanisme kerja : secara langsung

menghambat pembentukan Angiotensin II dan pada saat yang bersamaan

meningkatkan jumlah bradikinin. Hasilnya berupa vasokonstriksi yang berkurang,

berkurangnya natrium dan retensi air, dan meningkatkan vasodilatasi (melalui

bradikinin).20 Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah Kaptopril, Enalapril,

Benazepril, Fosinopril, Moexipril, Quianapril, Lisinopril.5,18-20

(23)

2.1.3.4 Penghambat Reseptor Angiotensin

Mekanisme kerja : inhibitor kompetitif dari resptor Angiotensin II (tipe 1).

Pengaruhnya lebih spesifik pada Angiotensin II dan mengurangi atau sama sekali

tidak ada produksi ataupun metabolisme bradikinin. 20 Contoh antihipertensi dari

golongan ini adalah Losartan, Valsartan, Candesartan, Irbesartan, Telmisartan,

Eprosartan, Zolosartan. 18-20

2.1.3.5 Antagonis Kalsium

Mekanisme kerja : antagonis kalsium menghambat influks kalsium pada sel

otot polos pembuluh darah dan miokard. Di pembuluh darah, antagonis kalsium

terutama menimbulkan relaksasi arteriol, sedangkan vena kurang dipengaruhi.

Penurunan resistensi perifer ini sering diikuti efek takikardia dan vasokonstriksi,

terutama bila menggunakan golongan obat dihidropirin (Nifedipine). Sedangkan

Diltiazem dan Veparamil tidak menimbulkan takikardia karena efek kronotropik

negatif langsung pada jantung.19 Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah

Amlodipine, Diltiazem, Verapamil, Nifedipine.18,19

2.1.4 Efek Samping

Antihipertensi dari golongan diuretik, ACE-inhibitor dan beberapa β-Blocker

dapat menyebabkan reaksi likenoid. ACE-inhibitor juga diasosiasikan dengan

kehilangan sensasi pada lidah dan rasa terbakar pada mulut. ACE–inhibitor dan

penghambat reseptor angiotensin II pernah diimpliksikan bahwa keduanya

menyebabkan angioedema pada rongga mulut pada sekelompok 1% dari pasien yang

(24)

paling sering terjadi, tetapi oedema larynx adalah yang paling serius karena

berpotensi menghambat jalan nafas.2

Efek samping obat – obatan antihipertensi pada rongga mulut adalah

xerostomia, reaksi likenoid, pertumbuhan gingiva yang berlebih, pendarahan yang

parah, penyembuhan luka yang tertunda.1,2,9,21,22 Sedangkan efek samping yang

sistemik yang paling sering dilaporkan adalah konstipasi, batuk, pusing, mengantuk,

letih, frekuensi berkemih yang meningkat, berkuranya konsentrasi, disfungsi seksual

dan rasa tidak enak pada perut.4

2.2 Xerostomia

2.2.1 Definisi

Xerostomia yang sering dikenal sebagai mulut kering adalah gejala umum

yang paling sering disebabkan akibat penurunan jumlah saliva atau terjadinya

perubahan pada kualitas saliva.7 Xerostomia bukanlah suatu penyakit, tetapi

merupakan gejala dari berbagai kondisi seperti perawatan yang diterima, efek

samping dari radiasi di kepala dan leher, atau efek samping dari berbagai jenis obat.

Dapat berhubungan atau tidak berhubungan dengan penurunan fungsi kelenjar

saliva.21

2.2.2 Etiologi

Faktor penyebab timbulnya xerostomia:

1. Gangguan pada kelenjar saliva: Ada beberapa penyakit lokal tertentu yang

(25)

mempengaruhi kelenjar saliva dan menyebabkan berkurangnya aliran saliva.

Sialodenitis kronis lebih umum mempengaruhi kelenjar submandibula dan parotis.

Penyakit ini menyebabkan degenerasi dari sel asini dan penyumbatan duktus.

Kista-kista dan tumor kelenjar saliva, baik yang jinak maupun ganas dapat menyebabkan

penekanan pada struktur-struktur duktus dari kelenjar saliva dan dengan demikian

mempengaruhi sekresi saliva. Sindrom Sjőgren merupakan penyakit autoimun

jaringan ikat yang dapat mempengaruhi kelenjar airmata dan kelenjar saliva. Sel-sel

asini kelenjar saliva rusak karena infiltrasi limfosit sehingga sekresinya

berkurang.7,8,23,24

2. Keadaan fisiologis: Tingkat aliran saliva biasanya dipengaruhi oleh

keadaan - keadaan fisiologis.23 Pada saat berolahraga dan berbicara yang lama dapat

menyebabkan berkurangnya aliran saliva sehingga mulut terasa kering. Bernafas

melalui mulut juga akan memberikan pengaruh mulut kering.7,24 Gangguan

emosionil, seperti stress, putus asa dan rasa takut dapat menyebabkan mulut

kering.22,24 Hal ini disebabkan keadaan emosionil tersebut merangsang terjadinya

pengaruh simpatik dari sistem syaraf autonom dan menghalangi sistem parasimpatik

yang menyebabkan turunnya sekresi saliva.24

3. Penggunaan obat-obatan: Banyak sekali obat yang mempengaruhi sekresi

saliva.7,8,22,23 Prinsip dasar dari obat – obatan yang menyebabkan xerostomia adalah

antikolinergik dan aksi simpatomimetik, adapun obat – obatan yang paling sering

menyebabkan xerostomia adalah antidepresan, antipsikotopik, benzodiazepine,

(26)

aliran saliva dengan meniru aksi sistem syaraf autonom atau dengan secara langsung

beraksi pada proses seluler yang diperlukan untuk salivasi. Obat-obatan juga dapat

secara tidak langsung mempengaruhi saliva dengan mengubah keseimbangan cairan

dan elektrolit atau dengan mempengaruhi aliran darah ke kelenjar.24

4. Usia: Keluhan mulut kering sering ditemukan pada usia lanjut.8,24 Keadaan

ini disebabkan oleh adanya perubahan atropi pada kelenjar saliva sesuai dengan

pertambahan umur yang akan menurunkan produksi saliva dan mengubah

komposisinya sedikit. Seiring dengan meningkatnya usia, terjadi proses aging.

Terjadi perubahan dan kemunduran fungsi kelenjar saliva, dimana kelenjar parenkim

hilang yang digantikan oleh jaringan lemak dan penyambung, lining sel duktus

intermediate mengalami atropi. Keadaan ini mengakibatkan pengurangan jumlah

aliran saliva. Selain itu, penyakit- penyakit sistemis yang diderita pada usia lanjut dan

obat-obatan yang digunakan untuk perawatan penyakit sistemis dapat memberikan

pengaruh mulut kering pada usia lanjut.8,22,24

5. Keadaan-keadaan lain: Agenesis dari kelenjar saliva sangat jarang terjadi,

tetapi kadang-kadang ada pasien yang mengalami keluhan mulut kering sejak lahir.

Hasil sialograf menunjukkan adanya cacat yang besar dari kelenjar saliva. Kelainan

syaraf yang diikuti gejala degenerasi, seperti sklerosis multiple akan mengakibatkan

hilangnya innervasi kelenjar saliva, kerusakan pada parenkim kelenjar dan duktus,

atau kerusakan pada suplai darah kelenjar saliva juga dapat mengurangi sekresi

saliva.24 Belakangan telah dilaporkan bahwa pasien-pasien AIDS juga mengalami

(27)

kaposi intra oral dapat menyebabkan disfungsi kelenjar saliva.8,24

2.2.3 Gejala dan tanda

Xerostomia menyebabkan mengeringnya selaput lendir, mukosa mulut

menjadi kering, mudah mengalami iritasi dan infeksi. Keadaan ini disebabkan oleh

karena tidak adanya daya lubrikasi dan proteksi dari saliva.23,24 Proses pengunyahan

dan penelanan makanan sulit dilakukan khususnya makanan kering.2,3,23-25 Rasa

pengecapan dan proses berbicara juga terganggu.2,3,7,23,24 Kekeringan pada mulut

menyebabkan fungsi pembersih saliva berkurang, sehingga terjadi radang dari selaput

lendir yang disertai keluhan mulut terasa seperti terbakar.2,7,23,24 Selain itu, pda

penderita xerostomia fungsi bakteriose dari saliva berkurang sehingga menyebabkan

proses karies gigi.7,23,25-27

2.2.4 Diagnosa

Diagnosa dari xerostomia dilakukan berdasarkan anamnesa terarah dan dapat

juga dilakukan dengan mengukur laju aliran saliva total yaitu dengan saliva

collection.

Saliva collection

Laju aliran aliva memberi informasi yang penting untuk tindakan diagnostik

dan tujuan penelitian tertentu. Fungsi kelenjar saliva dapat dibedakan dengan tehnik

pengukuran tertentu. Laju aliran saliva dapat dihitung melalui kelenjar saliva mayor

individual atau melalui campuran cairan dalam rongga mulut yang disebut saliva

(28)

Metode utama untuk mengukur saliva murni yaitu metode draining, spitting,

suction, dan swab. Metode draining bersifat pasif dan membutuhkan pasien untuk

memungkinkan saliva mengalir dari mulut ke dalam tabung dalam suatu masa waktu.

Metode suction menggunakan sebuah aspirator atau penghisap saliva untuk

mengeluarkan saliva dari mulut ke dalam tabung pada periode waktu yang telah

ditentukan. Metode swab menggunakan gauze sponge yang diletakkan didalam mulut

pasien dalam waktu tertentu. Metode spitting (metode yang digunakan Nederfords

sesuai dengan metode standard Navazesh) dilakukan dengan membiarkan saliva

untuk tergenang di dalam mulut dan meludahkan kedalam suatu tabung setiap 60

detik selama 2-5 menit.27

Untuk mengukur saliva murni maka tidak diperkenankan makan dan minum

dalam kurun waktu 90 menit sebelum dilakukan pengukuran laju aliran saliva.25 Laju

aliran saliva yang diukur adalah laju aliran saliva tanpa stimulasi (USFR/unstimulated

salivary flow rate) dan laju aliran saliva terstimulasi (SSFR/stimulated salivary flow

rate). Laju aliran saliva tanpa stimulasi (USFR/unstimulated salivary flow rate) <0,1

ml/min dan laju aliran saliva terstimulasi (SSFR/stimulated salivary flow rate) <1,0

ml/min adalah merupakan indikasi xerostomia.27

2.3 Hubungan Antihipertensi terhadap Xerostomia

Di depan telah disebutkan bahwa obat - obatan antihipertensi memiliki efek

samping sistemik maupun rongga mulut yang salah satunya adalah xerostomia.5,6

(29)

Adapun penelitian yang dilakukan Nederfors, 1994 tentang hubungan β

-adenoreseptor terhadap sekresi saliva menunjukkan adanya pengurangan laju aliran

saliva akibat penggunaan obat. Hal ini terjadi akibat perubahan pada sel asini dimana

kalsium disekresi mengubah konsentrasi kelenjar saliva menjadi lebih tinggi dan

adanya perubahan osmotik yang mengakibatkan penurunan laju alir saliva.9

Penelitian lain yang dilakukan Nederfors, 1995 tentang hubungan Kaptopril

terhadap sekresi saliva menunjukkan bahwa adanya peningkatan laju aliran saliva

baik yang distimulasi maupun tidak. Pada penelitian ini ditemukan kontroversi bahwa

yang terjadi adalah sebaliknya peningkatan dari laju alir saliva. Penyebabnya adalah

dari segi farmakodinamik seperti sistem renin-angiotensin yang berperan penting

dalam regulasi hemostasis kardiovaskuler. Angiotensin II mengakibatkan

vasokontriksi arteri dan menstimulasi pembentukan aldosteron. Sedangkan

mekanisme primer dari kaptopril adalah menghambat angiotensin converting enzyme

yang dan terjadi kaskade sistem renin-angiotensin-aldosteron. Akibat berkurangnya

konsentrasi aldosteron, ACE inhibitor menstimulasi natriursis. Hal ini juga yang

menjelaskan mengapa ACE inhibitor yang menyebabkan penurunan tekanan darah,

dimana peningkatan sedikit tekanan darah juga menyebabkan peningkatan laju aliran

darah ke kelenjar saliva.5

Penelitian berikutnya yang dilakukan Nederfors, 1996 tentang hubungan

metoprolol terhadap sekresi saliva ditemukan adanya penurunan laju alir saliva yang

signifikan. Hal ini dijelaskan dari mekanisme efek Metoprolol yang pada awalnya

(30)

dari resistensi perifer total. Kemudian resistensi perifer total berkurang yang

mengakibatkan peningkatan curah jantung, penurunan dari resistensi perifer total

dijelaskan sebagai perubahan struktural dari resistensi arteri. Jadi, penurunan tekanan

darah yang terjadi dengan mengonsumsi obat ini diperkirakan akibat pengurangan

aktivitas saraf simpatis pada resistensi arteri. Hal ini menunjukkan perubahan yang

serupa pada saraf simpatis yang terjadi di dalam kelenjar saliva.11,22

(31)

Diuretik Penyekat reseptor beta adrenergik

(β-blocker)

Penghambat

angiotensin converting enzyme

(ACE-inhibitor) Antihipertensi

Xerostomia

penghambat reseptor angiotensin (Angiotensin -receptor blocker, ARB)

Efek Samping

Antagonis kalsium

(32)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara survei analitik dengan pendekatan cross

sectional. Jenis penelitian ini berusaha mempelajari dinamika hubungan atau korelasi

antara faktor-faktor risiko dengan dampak atau efeknya. Faktor risiko dan dampak

atau efeknya diobservasi saat yang sama, artinya setiap subjek penelitian diobservasi

hanya satu kali saja dan faktor risiko serta dampak diukur menurut keadaan atau

status pasien saat diobservasi.28 Penelitian ini membandingkan dua kelompok subjek

dalam melihat hubungan antara obat-obatan antihipertensi terhadap terjadinya

xerostomia.

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi penelitian adalah pasien yang mengonsumsi obat – obatan

antihipertensi.

3.2.2 Sampel

Untuk mendapatkan besar sampel yang akan diambil dalam penelitian ini,

penulis menggunakan rumus uji hipotesis terhadap 2 proporsi.28 Persentase insiden

xerostomia pada pasien yang mengonsumsi obat – obatan antihipertensi di Halland,

(33)

wanita. Pada penelitian ini digunakan 24,3 % sebagai rata – rata dari kedua nilai

untuk pria dan wanita.

n1=n2= (zα√2PQ +zβ√P1Q1+P2Q2)2 (P1-P2)2

Dimana : zα= deviat baku α = 0,05 → zα = 1,96

zβ = deviat baku β = 0,15 → zβ = 1,036

P1 = proporsi xerostomia pada orang yang sehat = 0,056

Q1 = 1-P1 = 1-0,056 = 0,944

P2 = proporsi xerostomia pada orang yang mengonsumsi obat = 0,243

Q2 = 1-P2 = 1-0,243 = 0,757

P = P1 + P2 2

= 0,1495

Q = 1-P = 1 – 0,1495 = 0,8505

Maka n = 55,6 ≈56 orang

Jadi jumlah sampel minimum untuk masing - masing kelompok adalah 56 orang dan

pada penelitian ini dilibatkan 60 orang untuk masing – masing kelompok yang

mengonsumsi obat dan tidak mengonsumsi obat.

3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.3.1 Kriteria Inklusi :

Pasien yang mengonsumsi obat – obatan antihipertensi di antara usia 35 – 80

tahun yang berkunjung ke poliklinik penyakit dalam RSU Dr.Pirngadi Medan

(34)

Pasien yang mengonsumsi

obat – obatan antihipertensi

 Lama konsumsi obat –

obatan antihipertensi

 Jumlah obat antihipertensi

 Jenis obat antihipertensi

Xerostomia

Usia pasien

(35 – 80 tahun)

3.3.2 Kriteria Eksklusi :

Pasien yang mempunyai penyakit sistemik lain dan mengonsumsi obat-obatan

lain yang menyebabkan xerostomia.

3.4 Variabel Penelitian

Variabel bebas : Pasien yang mengonsumsi obat – obatan

antihipertensi

Variabel terikat : Xerostomia

Variabel terkendali : Usia pasien ( 35 – 80 tahun)

Variabel tidak terkendali : 1. Lama mengonsumsi obat anti hipertensi

2. Jumlah obat antihipertensi

3. Jenis obat antihipertensi

3.5 Kerangka Konsep

(35)

1. Obat – obatan antihipertensi : obat – obatan yang digunakan untuk

menurunkan tekanan darah.19

a. Golongan diuretik : Bumetanide, Furosemide, Hydrochlorothiazide,

Triamterene, Amiloride, Chlorothiazide, Chlorthaldion.

b. Golongan penyekat reseptor beta adrenergik (β-Blocker) : Propanolol,

Metoprolol, Atenolol, Betaxolol, Bisoprolol, Pindolol, Acebutolol,

Penbutolol, Labetalol.

c. Golongan penghambat Angiotensin Converting Enzyme

(ACE-Inhibitor) : Kaptopril, Enalapril, Benazepril, Fosinopril, Moexipril,

Quianapril, Lisinopril.

d. Golongan penghambat reseptor angiotensin : Losartan, Valsartan,

Candesartan, Irbesartan, Telmisartan, Eprosartan, Zolosartan.

e. Golongan antagonis kalsium : Amlodipine, Diltiazem, Verapamil,

Nifedipine.

2. Xerostomia adalah bila laju alir saliva tanpa stimulasi subjek penelitian <

0,1 ml/menit.27

3. Lama konsumsi obat-obatan antihipertensi adalah konsumsi obat oleh

subjek dari awal pemakaian sampai saat diteliti dan dapat dilihat pada rekam medik

subjek.

4. Jumlah obat antihipertensi yang dikonsumsi adalah jumlah obat – obatan

yang dikonsumsi subjek dalam terapi hipertensi dan dapat dilihat dari rekam medik

(36)

5. Jenis obat antihipertensi yang dikonsumsi adalah jenis obat – obatan yang

dikonsumsi subjek dalam terapi hipertensi dan dapat dilihat dari rekam medik pasien.

6. Umur : perhitungan ulang tahun subjek penelitian yang dihitung sejak tahun

lahir sampai ulang tahun terakhir saat dilakukan penelitian.

3.7 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Poliklinik penyakit dalam RSU Dr.Pirngadi Medan.

Waktu penelitian adalah sampai seluruh jumlah sampel terpenuhi.

3.8 Sarana Penelitian

Sarana penelitian yang digunakan, yaitu:

1. Tabung ukur

2. Corong

3. Sarung tangan

4. Tensimeter

5. Masker

3.9 Pengumpulan Data

Pengumpulan data tekanan darah untuk kelompok yang mengonsumsi obat

diperoleh dari rekam medik pasien sedangkan untuk kelompok yang tidak

mengonsumsi obat diperoleh melalui pengukuran dengan tensimeter.

Pengumpulan data laju aliran saliva dilakukan pada pasien yang mengonsumsi

(37)

Dr.Pirngadi Medan yang dilakukan mulai pukul 09.00-12.00 WIB dan pada pasien

diberi informasi tentang tujuan penelitian ini. Setelah pasien setuju menjadi subjek

penelitian, pasien diminta menandatangani informed consent. Kemudian dari rekam

medik dicatat penyakit sistemik lain yang diderita pasien, obat – obatan yang

digunakan, lama menderita hipertensi serta tekanan darah. Setelah itu pemeriksaan

dilakukan dengan mengukur laju saliva tanpa stimulasi dengan menggunakan metode

spitting dan hasil dicatat dalam ml/menit. Pasien diinstruksikan untuk duduk tenang

sewaktu mengukur laju aliran saliva tanpa stimulasi, kemudian pasien diinstruksikan

untuk membiarkan saliva tergenang di dalam mulut selama 2-5 menit kemudian

meludahkan salivanya ke dalam gelas ukur melalui corong setiap 60 detik dan laju

aliran saliva diukur.27

3.10 Pengolahan dan Analisa Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak SPSS 11.5.

Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Dihitung persentase

xerostomia pada lama konsumsi obat-obatan antihipertensi, jenis obat antihipertensi

dan jumlah obat antihipertensi yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Untuk melihat ada tidaknya hubungan anatara penggunaan obat antihipertensi

(38)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Data Demografis Subjek Penelitian

Sampel dalam penelitian ini berjumlah 120 orang dengan melibatkan 17 pria

(28,3%) dan 43 wanita (71,7%) pada kelompok yang mengonsumsi obat serta 29 pria

(48,3%) dan 31 wanita (51,7%) yang tidak mengonsumsi obat. Karakterisitik sampel

ini dapat dilihat pada tabel 1.

Berdasarkan kelompok umur, rata – rata usia sampel untuk kelompok

mengonsumsi obat adalah 60,05 tahun dimana untuk kelompok <50 tahun sebanyak 8

orang (13,3%), 50-65 tahun sebanyak 40 orang (66,7%) dan >65 tahun sebanyak 12

orang (20%) dan rata –rata usia untuk kelompok yang tidak mengonsumsi obat adalah

54,32 tahun dimana kelompok <50 tahun sebanyak 18 orang (30%), 50-65 tahun

sebanyak 34 orang (56,7%) dan >65 tahun sebanyak 8 orang (13,3%).

Berdasarkan pekerjaan, sebagian besar pendidikan sampel yang mengonsumsi

obat adalah ibu rumah tangga sebanyak 26 orang (43,3%), sisanya adalah masih

bekerja sebanyak 11 orang (18,3%) serta tidak bekerja lagi (pensiun) sebanyak 23

orang (38,3%) dan sebagian besar sampel pada kelompok yang tidak mengonsumsi

obat adalah ibu rumah tangga juga sebanyak 25 orang (41,7%), sisanya masih bekerja

sebanyak 23 orang (38,3%) serta tidak bekerja lagi (pensiun) sebanyak 12 orang

(20%).

(39)

Tabel 1. DATA DEMOGRAFIS SUBJEK PENELITIAN

4.2 Riwayat Medis Subjek Penelitian

A. Tekanan Darah

Tekanan darah sistolik rata-rata sampel yang mengonsumsi obat adalah 141,20

mmHg dengan perincian <120 mmHg sebanyak 3 orang (5%), 120-139 mmHg

sebanyak 24 orang (40%), 140-159 mmHg sebanyak 21 orang (35%) dan ≥16 0

mmHg sebanyak 12 orang (20%), sedangkan tekanan darah sistolik rata-rata untuk

sampel yang tidak mengonsumsi obat adalah 139,87 mmHg dengan perincian <120

mmHg sebanyak 3 orang (5%), 120-139 mmHg sebanyak 19 orang (31,7%), 140-159

mmHg sebanyak 29 orang (48,3%) dan ≥160 mmHg sebanyak 9 orang (15%).

(40)

Tabel 2. DISTRIBUSI TEKANAN DARAH SISTOLIK SUBJEK PENELITIAN

Tekanan darah diastolik rata-rata sampel yang mengonsumsi obat adalah 83,18

mmHg dengan perincian <80 mmHg sebanyak 17 orang (28,3%), 80-89 mmHg

sebanyak 23 orang (38,3%), 90-99 mmHg sebanyak 11 orang (8,3%) dan ≥100

mmHg sebanyak 9 orang (15%), sedangkan tekanan darah diastolik rata-rata untuk

sampel yang tidak mengonsumsi obat adalah 86,07 mmHg dengan perincian <80

mmHg sebanyak 12 orang (20%), 80-89 mmHg sebanyak 22 orang (36,7%), 90-99

mmHg sebanyak 16 orang (26,7%) dan ≥100 mmHg sebanyak 10 orang (16,7%).

Tabel 3. DISTRIBUSI TEKANAN DARAH DIASTOLIK SUBJEK PENELITIAN

(41)

B. Lama Menderita Hipertensi pada Subjek yang Mengonsumsi

Obat.

Penelitian ini menunjukkan dari 60 orang subjek yang mengonsumsi

obat-obatan antihipertensi, mayoritas subjek menderita hipertensi 1 - 5 tahun yaitu 34

orang (56,7%) serta 6 - 10 tahun sebnyak 7 orang (11,7%) dan >11 tahun sebanyak

19 orang (31,7%). Distribusi lama menderita hipertensi dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. DISTRIBUSI LAMA MENDERITA HIPERTENSI PADA SUBJEK YANG

MENGONSUMSI OBAT

C. Laju Aliran Saliva

Rata-rata laju aliran saliva sampel yang mengonsumsi obat adalah 0,307

ml/menit dengan perincian <0,1 ml/menit sebanyak 12 orang (20%), 0,1 – 0,5

ml/menit sebanyak 40 orang (66,7%), 0,6 – 1 ml/menit sebanyak 7 orang (11,7%) dan

> 1ml/menit sebanyak 1 orang (1,7%). Kemudian rata-rata laju aliran saliva sampel

yang tidak mengonsumsi obat adalah 0,3 ml/menit dengan perincian < 0,1 ml/menit

sebanyak 4 orang (6,7%), 0,1 – 0,5 ml/menit sebanyak 52 orang (86,7%), 0,6 – 1

Lama Menderita Hipertensi

(tahun) Jumlah (persentase)

1-5 34 (56,7%)

6-10 7 (11,7%)

>11 19 (31,7%)

(42)

ml/menit sebanyak 4 orang (6,7%) dan tidak dijumpai sampel yang laju aliran

salivanya > 1ml/menit (0%). Data dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. DISTRIBUSI LAJU ALIRAN SALIVA SUBJEK PENELITIAN

Laju Aliran Saliva

(ml/menit)

4.3 Frekuensi Xerostomia

Frekuensi xerostomia pada subjek dibagi dalam beberapa kelompok yaitu

kelompok subjek yang mengonsumsi obat-obatan antihipertensi dan kelompok subjek

yang tidak mengonsumsi obat – obatan antihipertensi. Frekuensi xerostomia akan

disajikan pada tabel 6 di bawah ini.

TABEL 6. HUBUNGAN KONSUMSI OBAT ANTIHIPERTENSI TERHADAP

TERJADINYA XEROSTOMIA

*=signifikan

Subjek Penelitian Xerostomia Total Nilai P

ada tidak

(Subjek yang tidak mengonsumsi obat)

4 (6,7%) 56 (93,3%) 60 (100%)

(43)

Penelitian ini menunjukkan bahwa dari 120 orang subjek, dijumpai pada

kelompok I pasien yang mengalami xerostomia sebanyak 12 orang, dan pada

kelompok II pasien yang mengalami xerostomia sebanyak 4 orang. Pada uji Pearson

chi-square, nilai p yang diperoleh adalah 0,032. Nilai p < 0,05, maka Ho ditolak dan

Ha diterima artinya ada hubungan yang bermakna antara obat-obatan antihipertensi

terhadap terjadinya xerostomia. (Tabel 6)

Tabel 7. FREKUENSI XEROSTOMIA PADA SUBJEK YANG MENGGUNAKAN

OBAT ANTIHIPERTENSI BERDASARKAN LAMA KONSUMSI

ANTIHIPERTENSI

*=signifikan

Penelitian ini menunjukkan bahwa dari 60 orang subjek, yang mengonsumsi

obat-obatan antihipertensi dengan lama konsumsi obat ≥ 6 tahun paling banyak

dijumpai xerostomia yaitu 9 orang (15%). Pada uji Pearson chi-square, nilai p yang

diperoleh adalah 0,002. Nilai p < 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima artinya ada

hubungan yang bermakna lama konsumsi obat terhadap terjadinya xerostomia.

(Tabel 7)

Tabel 8. FREKUENSI XEROSTOMIA PADA SUBJEK YANG MENGGUNAKAN

OBAT ANTIHIPERTENSI BERDASARKAN JENIS OBAT

Lama Konsumsi Obat (tahun)

Xerostomia

Total Nilai P

ada tidak

1-5 3 (5%) 35 (58,3%) 38 (63,3%)

0,002*

≥ 6 tahun 9 (15%) 13 (21,7%) 22 (36,7%)

(44)

*=signifikan

Jenis obat yang

dikonsumsi

Golongan diuretik dan

ACE inhibitor 0 (0) 1 (1,7%) 1 (1,7%)

Golongan diuretik dan

antagonis kalsium 1 (1,7%) 1 (1,7%) 2 (3,3%)

Golongan penyekat beta dan penghambat reseptor angiotensin dan antagonis kalsium

3 (5%) 10 (16,7%) 13 (21,7%)

Golongan diuretik, penyekat beta, dan antagonis kalsium

0 (0) 1 (1,7%) 1 (1,7%)

(45)

Penelitian ini menunjukkan bahwa dari 60 orang subjek, yang mengonsumsi

obat-obatan antihipertensi golongan penghambat resptor angiotensin yang paling

banyak menderita xerostomia 4 orang (6,7%). Pada uji Pearson chi-square, nilai p

yang diperoleh adalah 0,951. Nilai p > 0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak artinya

tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis obat yang dikonsumsi subjek

terhadap terjadinya xerostomia. (Tabel 8)

Tabel 9. FREKUENSI XEROSTOMIA PADA SUBJEK YANG MENGGUNAKAN

OBAT ANTIHIPERTENSI BERDASARKAN JUMLAH OBAT

*=signifikan

Penelitian ini menunjukkan bahwa dari 60 orang subjek, yang mengonsumsi

obat-obatan antihipertensi 1 macam yang paling banyak menderita xerostomia 8

orang (13,3%) . Pada uji Pearson chi-square, nilai p yang diperoleh adalah 0,892.

Nilai p > 0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak artinya tidak ada hubungan yang

bermakna antara jumlah obat yang dikonsumsi subjek terhadap terjadinya xerostomia.

(Tabel 9)

Jumlah obat yang

dikonsumsi

Xerostomia

Total Nilai P

ada tidak

1 macam 8 (13,3%) 31 (51,7%) 39 (65%)

0,892

> 1 macam 4 (6,7%) 17 (28,3%) 21 (35%)

(46)

BAB 5

PEMBAHASAN

Xerostomia merupakan gejala umum yang paling sering disebabkan akibat

penurunan jumlah saliva atau terjadinya perubahan pada kualitas saliva.7 Xerostomia

merupakan efek samping yang paling umum pada rongga mulut dari berbagai jenis

obat, salah satunya adalah obat antihipertensi.1,8,21 Diuretik, ACE inhibitor dan

antagonis kalsium semuanya telah dibuktikan mengakibatkan xerostomia.2 Demikian

pula dengan golongan penyekat beta yang telah berulang kali diuji pengaruhnya

terhadap xerostomia.5,9-13 Obat ini dapat mengubah jalan saraf yang merangsang

sekresi kelenjar ludah dan selain untuk menurunkan tekanan darah, obat ini juga

memiliki efek samping simpatomimetik. Obat antihipertensi menginhibisi simpato

perifer dan turunnya tekanan darah merupakan hasil dari stimulasi reseptor α-2 pada

batang otak. Dengan berlangsungnya aktivitas ini, kekeringan mulut dapat terjadi.22

Nederfors menemukan bahwa obat antihipertensi juga mengakibatkan mulut kering

dengan mengubah konstituen saliva pada orang yang normal.6,9

Penelitian yang dilakukan di poliklinik penyakit dalam RSU dr. Pirngadi

Medan terdiri dari 46 pria dan 74 wanita. Subjek yang mengonsumsi obat

antihipertensi dalam penelitian ini terdiri dari 17 pria dan 43 wanita, sedangkan dari

subjek yang tidak mengonsumsi obat antihipertensi terdiri dari 29 pria dan 31 wanita.

Penelitian oleh Barrios dkk. di Spanyol melaporkan wanita lebih banyak menderita

hipertensi daripada pria, konsisten dengan penelitian lainnya yaitu peningkatan

(47)

dengan pria. Hal ini dapat disebabkan target tekanan darah yang lebih sulit dicapai

oleh wanita daripada pria akibat wanita cenderung kurang berolahraga dan kurangnya

aktifitas dalam keseharian. 12

Hasil penelitian di RSU dr. Pirngadi Medan ditemukanrata-rata tekanan darah

sistolik pada kelompok pasien yang mengonsumsi obat adalah 141 mmHg yang

termasuk dalam Hipertensi tingkat I berdasarkan klasifikasi JNC VII. Rata-rata

tekanan darah sistolik pada kelompok pasien yang tidak mengonsumsi obat adalah

140 mmHg yang juga termasuk dalam Hipertensi tingkat I berdasarkan klasifikasi

JNC VII.Meskipun tekanan darah diastolik untuk masing - masing kelompok adalah

83 mmHg dan 86 mmHg, akan tetapi tidak dimasukkan ke dalam klasifikasi sebab

hasil konferensi Institusi jantung, paru, dan darah nasional di Amerika Serikat dalam

JNC VII disepakati bahwa perawatan hipertensi ditujukan lebih baik pada tekanan

darah sistolik sendiri dan hal ini telah diuji melalui beberapa penelitian terdahulu.3

Nilai tekanan darah sistolik ini berbeda dengan hasil survei pasien yang

mengonsumsi antihipertensi di negara-negara Eropa yaitu 136/83 mmHg yang

tergolong prehipertensi menurut klasifikasi JNC VII. Hal ini disebabkan adanya

perbedaan genetik, berat badan, konsumsi garam, olah raga, dan kebiasaan merokok

yang memicu perbedaan tekanan darah pasien yang mengonsumsi obat.29

Pada penelitian ini dijumpai pasien hipertensi yang mengonsumsi obat

antihipertensi menderita xerostomia sebanyak 20%. Bila dibandingkan dengan

penelitian Nederfors di Swedia dijumpai yang menderita xerostomia sebanyak 24,3%.

(48)

dan jenis kelamin juga berperan pada xerostomia sebagai manifestasi akibat konsumsi

obat-obatan antihipertensi.12 Pada kelompok yang tidak mengonsumsi obat

ditemukan 6,7 % menderita xerostomia. Hal ini disebabkan adanya pengaruh usia

terhadap terjadinya xerostomia.24

Laju aliran saliva rata – rata subjek yang mengonsumsi obat adalah 0,307

ml/menit. Berbeda dengan hasil yang diperoleh Nederfors dkk dimana rata-rata laju

aliran saliva pada pasien yang mengonsumsi obat antihipertensi adalah 0,07

ml/menit.5 Penyebab perbedaan hasil penelitian ini adalah variabilitas subjek terlibat

seperti perbedaan proporsi jenis kelamin, umur dan pekerjaan.

Hasil penelitian di RSU dr. Pirngadi Medan ditemukan lama konsumsi obat

memiliki hubungan yang signifikan dengan xerostomia. Penelitian oleh Ferder dkk,

ditemukan bahwa Klonidin efektif dalam menurunkan tekanan darah, namun

kekeringan mulut yang merupakan efek samping dari penggunaan obat ditemukan

dari penggunaan di tahun pertama sampai 10 tahun ke depan. Beliau juga

mendapatkan persentase keluhan kekeringan mulut sebanyak 35% pada tahun

pertama kemudian berkurang menjadi 26,6% pada tahun ke-10.17 Hal ini berbeda

dengan kenyataan yang dijumpai peneliti yaitu jumlah pasien yang menderita

xerostomia lebih banyak pada kelompok subjek yang telah menggunakan obat lebih

dari 6 tahun yaitu 15% daripada kelompok subjek yang mengonsumsi obat 1-5 tahun

yaitu 5%. Penjelasan yang diberikan adalah pada penelitian Ferder, subjek yang

diteliti pada tahun ke sepuluh adalah pasien yang sama sejak prevalensi di tahun

pertama diperoleh.17 Sedangkan pada penelitian ini pasien hipertensi yang

(49)

diikutsertakan hanya diukur sekali saja dan semua subjek yang termasuk dalam

kriteria inklusi diikutsertakan. Mekanisme yang terjadi akibat konsumsi obat dan

xerostomia adalah farmakodinamik obat penurunan frekuensi denyut jantung dan

kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah jantung. Curah jantung yang

berkurang ini mengakibatkan volume plasma berkurang dan terjadilah xerostomia.19

Hasil penelitian di RSU dr. Pirngadi Medan jenis obat yang paling banyak

dikonsumsi adalah golongan antagonis kalsium dan tidak ada hubungan yang

signifikan antara jenis obat dan terjadinya xerostomia. Nederfors menemukan bahwa

xerostomia berhubungan dengan obat antihipertensi terutama golongan penyekat beta

meskipun pada penelitiannya juga dikatakan tidak ada golongan obat tertentu yang

secara spesifik mengakibatkan xerostomia.12 Peneliti menemukan kenyataan yang

konsisten dengan penelitian tersebut sebab pada dasarnya semua kinerja dan tujuan

pemberian antihipertensi adalah untuk menurunkan tekanan darah melalui mekanisme

pelebaran pembuluh darah maupun pengaruh dari neurotransmitter yang berujung

pada terjadinya xerostomia.2 Jadi tidak ada relevansi antara jenis dan jumlah obat

yang dikonsumsi terhadap xerostomia.

Hasil penelitian di RSU dr. Pirngadi Medan jumlah obat yang paling banyak

dikonsumsi adalah satu macam saja dan tidak ada hubungan yang signifikan antara

jumlah obat dan terjadinya xerostomia. Nederfors menemukan bahwa xerostomia

berhubungan dengan pemberian obat yang dikonsumsi lebih dari satu macam atau

yang disebut polifarmasi.12 Pada dasarnya pemberian obat yang melebihi satu macam

(50)

obat juga yang dalam konteks ini adalah xerostomia. Akan tetapi, hasil berbeda yang

ditemukan dalam penelitian ini dapat didasari oleh lama subjek mengonsumsi obat

kedua maupun ketiga tersebut yang masih belum lama dan usia pasien yang relatif

masih paruh baya mengakibatkan efek xerostomia tidak nyata pada pemberian obat

polifarmasi.24

Hasil penelitian di RSU dr. Pirngadi Medan obat yang paling banyak

dikonsumsi adalah golongan antagonis kalsium dan satu macam saja, berbeda dengan

hasil yang diperoleh Nederfors di Swedia obat yang paling banyak digunakan adalah

konsumsi dua macam penyekat beta yaitu atenolol dan propanolol.12 Hal ini

disebabkan adanya perbedaan genetik, berat badan, konsumsi garam, olah raga, dan

kebiasaan merokok yang memicu perbedaan tekanan darah pasien yang mengonsumsi

obat sehingga macam obat yang diberikan juga bervariasi dalam mencapai tekanan

darah sitolik dibawah 140 mmHg.29

(51)

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan

anatara konsumsi obat-obatan antihipertensi terhadp terjadinya xerostomia. Frekuensi

terjadinya xerostomia tergantung pada lama mengonsumsi obat, tetapi tidak pada

jenis obat dan jumlah obat antihipertensi yang dikonsumsi. Prevalensi xerostomia

lebih tinggi pada kelompok yang lama mengonsumsi antihipertensi adalah > 6 tahun

serta pada konsumsi antihipertensi golongan penyekat reseptor beta adrenergik dan

pemberian obat tunggal.

Penelitian ini memiliki kelemahan karena menggunakan satu metode yaitu

spitting saja. Oleh karena itu, diharapkan adanya penelitian lanjutan untuk melakukan

evaluasi lebih lanjut pada pasien yang mengonsumsi obat – obatan antihipertensi.

Selain itu, disarankan kepada dokter dan dokter gigi agar dapat bekerja sama dalam

merawat pasien yang mengonsumsi obat-obatan antihipertensi. Pasien yang

mengonsumsi obat-obatan antihipertensi mempunyai efek samping yang merugikan

dan mempunyai implikasi klinis langsung untuk perawatan kesehatan rongga mulut.

Penting untuk diketahui dokter gigi mengenai obat-obatan yang meningkatkan resiko

xerostomia dan untuk kebutuhan program pencegahan intensif. Program pencegahan

ini dapat berupa edukasi menjaga kesehatan rongga mulut, pemakaian obat-obatan

yang dapat merangsang kelenjar saliva, meningkatkan asupan cairan, dan secara

(52)

DAFTAR PUSTAKA

1. Erceg Marijan, et al. Regional differences in the prevalence of arterial

hypertension in Croatia. Coll.Antropol 2009;33(1):19-23.

2. Yagiela JA, Haymore TL. Management of hypertensive dental patient. 2007.

( 11 Agustus 2010)

3. Herman WW, JR Konzelman JL, Prisant LM. New national guidelines on

hypertension : A summary for dentistry. J Am Dent Association

2004;135(5):576–84

4. Chen K, et al. Patient satisfaction with antihypertensive therapy. Journal of

Human Hypertension 2007;19:793-9

5. Nederfors T, et al. Effects of the antihypertensive drug captopril on human

salivary secretion rate and composition. Eur J Oral Sci1995;103(6):351-4

6. Nederfors T, Dahlöf C, Twetman S. Effects of the beta-adrenoceptor antagonists

atenolol and propranolol on human unstimulated whole saliva flow rate and

protein composition. Scand J Dent Res1994;102(4):235-7

7. Sankar V, Rhodus N & the AAOM Web Writing Group. Patient information

Sheet : Dry Mouth (xerostomia). 2007.

(53)

8. Porter SR, Scully C, Hegarty AM. An update of the etiology and management of

xerostomia. Oral surgery, Oral Medicine, Oral Pathology 2004;97 :28-46

9. Nederfors T, et al. Effects of the β-adenoreceptor Antagonists Atenolol and

Propanolol on Human Parotid and Submandibular-Sublingual Salivary

Secretion. J Dent Res 1994;73(1):5-10 10.

10.

propranolol on human whole saliva flow rate and composition. Arch Oral Biol

1992;37(7):579-84.

11.

withdrawal of and re-exposure to the beta 1-selective antagonist metoprolol in a

hypertensive patient population. Eur J Oral Sci1996;104(3):262-8.

12.

reference to beta-adrenoceptor antagonists.

13.

function in individuals of different ages. Journal of Gerontology

1994;49(5):B208-14.

14.Anonymous. Antihypertensive. 2010.

15.Nelson M. Drug treatment of elevated blood pressure. Australian Prescriber.

(54)

16.Anonymous. Hypertension. 2010.

2010)

17.Ferder L, Inserra F, Median F. Safety aspects of long term antihypertensive

therapy (10 years) with clonidine. Journal of Cardiovascular Pharmacology

1987;10(suppl.2):S104-8.

18.Shetty KS. Essentials in Medicine for Dental Students. New Delhi : Jaypee, 2003:

36-9.

19. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Farmakologi dan Terapi . Edisi 5. Jakarta : Gaya Baru, 2007: 343

20.Ye Richard D. Pharmacology of antihypertensive agents. 2005.

> (27 Agustus 2010)

21.Thompson AL, et al. Prevalence and severity of hypertension in a dental hygiene

clinic. Journal of Contemporary Dental Practice. 2007;8(3): 89-94.

22.Scully C. Drug effect on salivary glands : dry mouth. Oral Diseases 2003; 9:165-

76

23.Bartels CL. Xerostomia information for dentists : Helping patients with dry

mouth. 2010.

Agustus 2010)

(55)

24.Hasibuan S. Keluhan mulut kering ditinjau dari faktor penyebab, manifestasi dan

penanggulangannya. 2002.

(31 Agustus 2010)

25.Navazesh M. How can oral health care providers determine if patients have dry

mouth? JADA 2003;134:613-8.

26.Torpet LA, et al. Oral adverse drug reactions to cardiovascular drugs. Critical

Review in Oral Biology & Medicine 2004;15(1):28-46.

27.Fox PC, Grisius MM. Salivary gland diseases. Burket’s Oral Medicine Diagnosis

and treatment. 10th ed. Hamilton : BC Decker Inc, 2003:235-38.

28.Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta :

Sagung Seto, 2002 : 97-106.

29.Griffith RW. High Blood Pressure in Europe Compared to the USA and Canada.

<

(56)

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Selamat pagi Bapak/Ibu,

Saya Marlisa mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan dokter gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Saya akan mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan Obat-obatan Antihipertensi Terhadap

Terjadinya Xerostomia” yang bertujuan untuk mengetahui laju aliran ludah guna

mendeteksi ada tidaknya xerostomia (mulut kering) akibat penggunaan obat-obatan antihipertensi (obat darah tinggi). Manfaat dari penelitian ini adalah memberi pengetahuan bagi Bapak/Ibu mengenai derajat kesehatan gigi pasien yang mengonsumsi obat - obatan antihipertensi (obat darah tinggi) dan usaha dalam mengatur rencana perawatan bagi setiap gejala xerostomia (mulut kering) yang timbul pada pasien akibat mengonsumsi obat-obatan antihipertensi.

Bapak/Ibu sekalian, pasien hipertensi yang mengonsumsi obat-obatan antihipertensi (obat darah tinggi) biasanya sering mengeluh mulut terasa kering yang akan menyebabkan kesulitan menelan makanan, sulit berbicara, perubahan rasa kecap pada lidah, dan bila telah parah dapat menyebabkan kerusakan-kerusakan pada gigi.

Adapun pemeriksaan yang akan saya lakukan adalah pengukuran laju aliran ludah tanpa ransangan. Dalam penelitian ini, saya akan meminta Bapak/Ibu untuk meludahkan ludahnya ke dalam tabung ukur melalui corong selama 2-5 menit.

Partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela. Tidak akan terjadi perubahan mutu pelayanan dari dokter bila Ibu tidak bersedia mengikuti penelitian ini. Bapak/Ibu akan tetap mendapatkan pelayanan kesehatan standar rutin sesuai dengan standar prosedur pelayanan.

Pada penelitian ini identitas Bapak/Ibu akan disamarkan. Hanya dokter peneliti, anggota peneliti dan anggota komisi etik yang bisa melihat datanya. Kerahasiaan data Bapak/Ibu akan dijamin sepenuhnya. Bila data Bapak/Ibu dipublikasikan kerahasiaan tetap dijaga.

Jika selama menjalankan penelitian ini terjadi keluhan pada Bapak/Ibu, silahkan menghubungi saya Marlisa (Hp: 081362259595)

Demikian informasi ini saya sampaikan. Atas bantuan, partisipasi dan kesediaan waktu Bapak/Ibu sekalian, saya ucapkan terima kasih.

Peneliti,

(57)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin : Laki-laki/ Perempuan*)

Alamat :

Setelah mendapatkan keterangan dan penjelasan secara lengkap, maka dengan penuh

kesadaran dan tanpa paksaan saya menandatangani dan menyatakan bersedia

berpartisipasi pada penelitian ini.

Medan,... Oktober 2010

Mahasiswa peneliti Peserta

penelitian

Marlisa

____________________

(58)

Nomor data penelitian: __________

A. DATA DEMOGRAFI

Nama : ______________________

Umur : ______ tahun

Jenis kelamin : Laki-laki / Perempuan

Pekerjaan : ______________________

B. RIWAYAT MEDIS

Tekanan darah : ______ / ______ mmHg

Lama menderita hipertensi : ______________________

Lama konsumsi obat : ______________________

Obat antihipertensi yang dikonsumsi :

o Diuretik : ______________________

o Β-blocker : ______________________

o ACE-inhibitor : ______________________

o ARB : ______________________

o Antagonis kalsium : ______________________

(59)

NPar Tests (+ Obat)

NPar Tests (- obat)

T-Test

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

60 60 60 60

60,05 141,20 83,18 ,307 8,454 18,656 12,375 ,3069

,081 ,109 ,118 ,259

,047 ,109 ,118 ,259

-,081 -,107 -,115 -,250

,627 ,844 ,915 2,004

,826 ,474 ,372 ,001

N

Test distribution is Normal. a.

Calculated from data. b.

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

60 60 60 60

54,32 139,87 86,07 ,300 11,127 13,934 10,244 ,2215 ,076 ,151 ,156 ,183 ,076 ,151 ,156 ,183 -,065 -,142 -,127 -,133 ,585 1,169 1,212 1,420 ,884 ,130 ,106 ,035 N

Test distribution is Normal. a.

(60)

Crosstabs

Jenis kelamin * kelompok pengamatan

Pekerjaan * kelompok pengamatan

Case Processing Summary Lama konsumsi obat * kelompok pengamatan Obat antihipertensi yang dikonsumsi * kelompok pengamatan

N Percent N Percent N Percent

(61)
(62)

Oneway

Post Hoc Tests

Descriptives

N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval for

Mean

Minimum Maximum

Test of Homogeneity of Variances

Laju aliran saliva

2,885 2 57 ,064 Levene

Statistic df1 df2 Sig.

ANOVA

Squares df Mean Square F Sig.

Multiple Comparisons

Dependent Variable: Laju aliran saliva LSD

-,097 ,1292 ,454 -,356 ,161

,209* ,0876 ,021 ,033 ,384

,097 ,1292 ,454 -,161 ,356

,306* ,1408 ,034 ,024 ,588

-,209* ,0876 ,021 -,384 -,033

-,306* ,1408 ,034 -,588 -,024

(J) Lama konsumsi obat 6-10 (I) Lama konsumsi obat 1-5

6-10

>11

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval

(63)
(64)
(65)

Jumlah obat yang dikonsumsi*xerostomia

Case Processing Summary

60 50,0% 60 50,0% 120 100,0% Obat antihipertensi yang

dikonsumsi * xerostomia

N Percent N Percent N Percent Valid Missing Total

Cases

Obat antihipertensi yang dikonsumsi * xerostomia Crosstabulation

8 31 39 N of Valid Cases

Value df

Computed only for a 2x2 table a.

1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,20.

Gambar

Tabel 1. DATA DEMOGRAFIS SUBJEK PENELITIAN
Tabel 2. DISTRIBUSI TEKANAN DARAH SISTOLIK SUBJEK PENELITIAN
Tabel 4. DISTRIBUSI LAMA MENDERITA HIPERTENSI PADA SUBJEK YANG
Tabel 5. DISTRIBUSI LAJU ALIRAN SALIVA SUBJEK PENELITIAN
+2

Referensi

Dokumen terkait

Saya akan melakukan penelitian dengan judul ‘Hubungan Penggunaan Obat Antidepresan (antimurung) Terhadap Terjadinya Mulut Kering Pada Pasien Poli Psikiatri RSUD Ahmad

Dari hasil pengembangan sistem informasi pengadaan bahan perlengkapan, obat – obatan, dan alat – alat kedokteran gigi yang dikomputerisasikan, maka akan memudahkan

perlindungan, dan kasih setia yang besar akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Pengaruh Jumlah Hari Pemberian Obat Antihipertensi

Tujuan dari penelitian yang akan saya lakukan ini adalah untuk mengetahui kelainan-kelainan yang terjadi pada rongga mulut akibat obat-obatan yang Bapak/Ibu konsumsi. Penelitian

Analisa perbandingan obat antihipertensi dengan kejadian pola tekanan darah nondippers pada penderita hipertensi dengan strok iskemik dan tanpa strok iskemik.. 12

Golongan ini dapat mengurangi denyut jantung dan melebarkan pembuluh darah jantung sehingga dapat mengurangi kebutuhan oksigen dan meningkatkan suplai oksigen. Selain itu,

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas penggunaan obat antihipertensi Hidroklorotiazid, Kaptopril dan Amlodipin terhadap penurunan tekanan darah

Hasil dari variabel penggunaan obat antihipertensi didapatkan responden paling banyak dalam penggunaan obat kategori cukup sebanyak 50 responden 50%, sedangkan pada kategori kurang