PENGGUNAAN METODE KLASIFIKASI OLDEMAN UNTUK
SIMULASI KOMPUTASI PEMETAAN CURAH HUJAN
DI SUMATERA UTARA
TESIS
Oleh
NANI SRI REZEKI
097026021/FIS
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGESAHAN TESIS
Judul Tesis
: PENGGUNAAN
METODE
KLASIFIKASI OLDEMAN UNTUK
SIMULASI KOMPUTASI
PEMETAAN CURAH HUJAN DI
SUMATERA UTARA
Nama Masiswa
: NANI SRI REZEKI
Nomor Induk Mahasiswa : 097026021
Program Studi
: Magister Fisika
Fakultas
:
Matematika dan Ilmu pengetahuan
Alam Universitas Sumatera Utara
Menyetujui
Komisi Pembimbing
Drs. Nasir Saleh, M.Eng.Sc) (Prof. Dr. Muhammad Zarlis,
M.Sc)
Anggota
Ketua
Ketua Program Studi,
Dekan,
PERNYATAAN ORISINALITAS
PENGGUNAAN METODE KLASIFIKASI OLDEMAN UNTUK
SIMULASI KOMPUTASI PEMETAAN CURAH HUJAN
DI SUMATERA UTARA
T E S I S
Dengan ini saya nyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satuannya telah di jelaskan sumbernya dengan benar.
Medan, Juni 2011
NANI SRI REZEKI
NIM.
097026021
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN
AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan dibawah ini :
N a m a : Nani Sri Rezeki N I M :
097026021
Program Studi : Magister Fisika Jenis Karya Ilmiah : Tesis
Demi pengenmbangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif (Non-Exclusive Free Right) atas Tesis saya yang berjudul :
“
PENGGUNAAN METODE KLASIFIKASI OLDEMAN
UNTUK SIMULASI KOMPUTASI PEMETAAN CURAH
HUJAN DI SUMATERA UTARA”
Beserta perangkat yang ada (jika diperkirakan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk data base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pwmilik hak cipta.
Dengan pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.
Medan, Juni 2011
NANI SRI REZEKI
Tanggal lulus : 23 Juni 2011
Telah diujikan pada Tanggal : 23 Juni 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Nasruddin MN, M.Eng.Sc
Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Zarlis, M.Sc 2. Drs. Nasir Saleh, M.Eng.Sc 3. Dr. Anwar Darma Sembiring, MS 4. Dr. Nasruddin MN, M.Eng.Sc 5. Dr. Mester Sitepu, M.Sc, M.Phill
RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama Lengkap berikut Gelar : Nani Sri Rezeki, SPd
Tempat dan Tanggal Lahir : Meulaboh, 28 Maret 1981
Alamat Rumah : Jln. Garu VI Gg. Gagak No.20 J Medan
Telepon/Faks : 08126533261
E-mail : srirezekinani@yahoo.com
Instansi Tempat Bekerja : SMA Al-Ulum
Alamat Kantor : Jl. Amaliun/Cemara No. 10 Medan 20215
Telepon/Faks : (061) 7364083 – 7343982/ 7365124
DATA PENDIDIKAN
SD : SDN 2 Meulaboh Tamat : 1993
SMP : SMPN 1 Meulaboh Tamat : 1996
SMA : SMAN 1 Meulaboh Tamat : 1999
Strata-1 : FMIPA Universitas Negeri Medan Tamat : 2004
Pendidikan Fisika
KATA PENGANTAR
Pertama-tama kami panjatkan Puji syukur kehadiran Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rakhmat dan karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan.
Dengan selesainya tesis ini, perkenankan kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr.Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp. A(K) yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Sains.
Dekan Fakutas MIPA Universitas Sumatera Utara, Bapak Dr. Sutarman,
M.Sc, atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara.
Ketua Program Studi Magister Fisika, Dr. Nashruddin MN, M.Eng.Sc
Sekretaris Program Studi Dr. Anwar Dharma Sembiring, MS dan seluruh staf
Pengajar pada Program Studi Magister Fisika sebagai Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan sebagai Ketua Program Studi Magister Ilmu Fisika,
Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya
saya ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Muhammad Zarlis, M.Sc, selaku
Pembimbing Utama yang dengan penuh perhatian dan telah memberikan
dorongan dan bimbingan, demikian juga kepada Bapak Drs. Nasir Saleh, M.Eng,
Sc, selaku Pembimbing Lapangan yang dengan penuh kesabaran menuntun dan
membimbing kami, pihak BAPPEDASU sebagai pemberi beasiswa serta Kepala dan Staf Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Klas I Sampali Medan atas bimbingan dan arahannya sehingga penelitian ini dapat selesai.
Kepada yang tersayang Ayahanda Risman dan Ibunda Erni, Kakakku
Haervi Yunira-Bahruddin dan Abangku Dedi Meriphal serta ponakan-ponakan yang selalu mampu membuat suasana ceria Fani Afnan Jannati dan Fina Alfin Nur Dina. Terima kasih atas segala pengorbanan kalian baik berupa moril maupun materil, budi baik ini tidak dapat dibalas hanya diserahkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa.
Medan, Juni 2011
Nani Sri Rezeki
PENGGUNAAN METODE KLASIFIKASI OLDEMAN UNTUK
SIMULASI KOMPUTASI PEMETAAN CURAH HUJAN
DI SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Provinsi Sumatera Utara merupakan daerah yang memiliki karakteristik yang sangat khas, dimana Sumatera Utara diapit oleh 2 (dua) perairan antara lain: Selat Malaka di sebelah timur dan Samudra Hindia di sebelah barat serta dilalui oleh Pegunungan Bukit Barisan yang membentang dari utara hingga selatan. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap pola dinamika cuaca dan iklim daerah tersebut. Untuk menganalisis karekteristik kondisi cuaca dan iklim, khususnya curah hujan dilakukan pembagian wilayah hujan berdasarkan klasifikasi Oldeman. Dari hasil analisis klasifikasi Sumatera Utara di bagi atas 7 (tujuh) tipe iklim antara lain: Tipe A1, C1, D1, D2, E1, E2 dan E3. Umumnya masin-masing tipe iklim di Sumatera Utara berpola Equatorial.
OLDEMAN CLASSIFICATION METHOD FOR MAPPING COMPUTATION SIMULATION RAINFALL
IN NORTH SUMATRA
ABSTRACT
North Sumatra Province is an area that has a very distinctive characteristics, which the North Sumatra flanked by two (2) waters, among others: the Strait of Malacca in the east and the Indian Ocean on the west and is traversed by the Bukit Barisan Mountains which stretch from north to south. This condition greatly affects weather patterns and climate dynamics of the area. To analyze the characteristics of weather and climate conditions, particularly rainfall made territorial division based on the classification Oldeman rain. From the analysis of classification in North Sumatra for over 7 (seven) among other climate types: Type A1, C1, D1, D2, E1, E2 and E3. Generally, each type of salty climate of the North Equatorial patterned.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
ABSTRAK ii ABSTRACT iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN x
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 3
1.3 Batasan Masalah 3
1.4 Tujuan Penelitian 3
1.5 Manfaat Penelitian 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1 Siklus Hidrologi dan Klasifikasi Iklim 5
2.2 Proses Pembentukan Hujan 14
2.2.1 Ukuran partikel Awan 14
2.2.2 Pertumbuhan Partikel Awan 14
2.2.3 Mekanisme Proses Penggabungan 15
2.3 Hujan 15
2.3.1 Pengertian Hujan 16
2.3.2 Tipe Hujan 18
2.3.3 Distribusi Hujan 19
iii
2.4 Sistem Komputer 20
2.4.1 Klasifikasi Komputer 21
2.4.2 Hardware (perangkat keras) 23
2.4.3 Software (perangkat lunak) 24
2.4.4 Brainware (perangkat pikir) 24
2.5 Bahasa Pemograman 24
2.6 Konsep Dasar Model Simulasi 25
2.7 Simulasi Komputasi 26
2.8 Sistem Informasi Geografis (Gis) 27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 30
3.1 Pelaksanaan Dan Waktu Penelitian 30
3.2 Bahan-Bahan 30
3.3 Rancangan Umum Penelitian 30
3.4 Variabel yang Diamati 31
3.5 Proses Analisis dan Pemetaan 31
3.5.1 Proses Analisis Model Oldeman 31
3.5.2 Proses Pemetaan 34
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 41
4.1 Analisis Klasifikasi Oldeman 41
4.2 Pembahasan Klasifikasi Oldeman 41
4.2.1 Klasifikasi Oldeman Tipe A1 41
4.2.2 Klasifikasi Oldeman Tipe C1 42
4.2.3 Klasifikasi Oldeman Tipe D1 42
4.2.4 Klasifikasi Oldeman Tipe D2 42
4.2.5 Klasifikasi Oldeman Tipe E1 42
4.2.6 Klasifikasi Oldeman Tipe E2 42
4.2.7 Klasifikasi Oldeman Tipe E3 43
4.3 Karaktiristik Hujan 43
4.3.1 Karakteristik Klasifikasi Oldeman Tipe A1 43
4.3.2 Karakteristik Klasifikasi Oldeman Tipe C1 44
4.3.3 Karakteristik Klasifikasi Oldeman Tipe D1 45
4.3.4 Karakteristik Klasifikasi Oldeman Tipe D2 46
4.3.5 Karakteristik Klasifikasi Oldeman Tipe E1 47
4.3.6 Karakteristik Klasifikasi Oldeman Tipe E2 48
4.3.7 Karakteristik Klasifikasi Oldeman Tipe E3 49
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 51
5.1 Kesimpulan 51
5.2 Saran 52
DAFTAR PUSTAKA 53
LAMPIRAN L-1
DAFTAR TABEL
Nomor
Gambar Judul Halaman
2.1 Kriteria Penentuan Tipe Iklim Oldeman 10
2.2 Zona Agroklimat Oldeman 11
2.3 Kriteria Pembagian Tipe Iklim
Schmidth-Fergusson
12
2.4 Zona Agroklimat Schmidth-Fergusson 13
2.5 Keadaan Curah Hujan dan Intensitas Curah
Hujan
17
2.6 Ukuran, Massa dan Kecepatan Jatuh Butir Hujan 18
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Gambar Judul Halaman
2.1 Siklus Hidrologi 5
2.2 Segitiga Oldeman 10
2.3 Diagram Segitiga Schmidth-Fergusson 13
3.1 Alur Penelitian 31
3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 3.10 3.11 3.12 3.13 3.14 3.15 3.16 3.17 4.1
Tampilan Pos Hujan
Tampilan Pos Hujan dan Koordinat Tampilan Format Analisis
Tampilan Aplikasi Arc View di Destop Tampilan Folder Aplikasi Arc View Tampilan Awal Aplikasi Arc View
Tampilan Folder dalam Aplikasi Arc View Tampilan Pemerosesan dalam Aplikasi ArcView Tampilan Klasifikasi Oldeman Tipe A1
Tampilan Klasifikasi Oldeman Tipe C1 Tampilan Klasifikasi Oldeman Tipe D1 Tampilan Klasifikasi Oldeman Tipe D2 Tampilan Klasifikasi Oldeman Tipe E1 Tampilan Klasifikasi Oldeman Tipe E2 Tampilan Klasifikasi Oldeman Tipe E3 Tampilan Layout Klasifikasi Oldeman
Grafik Curah Hujan Rata-Rata Bulanan Tipe A1
32 33 34 34 35 35 36 36 37 37 38 38 39 39 40 40 44
4.2 Grafik Curah Hujan Rata-Rata Bulanan Tipe C1 45
4.3 Grafik Curah Hujan Rata-Rata Bulanan Tipe D1 46
4.4 Grafik Curah Hujan Rata-Rata Bulanan Tipe D2 47
4.5 Grafik Curah Hujan Rata-Rata Bulanan Tipe E1 48
4.6 Grafik Curah Hujan Rata-Rata Bulanan Tipe E2 49
4.7 Grafik Curah Hujan Rata-Rata Bulanan Tipe E3 50
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Lampiran Judul Halaman
A Peta Klasifikasi Iklim Oldeman Di
Sumatera Utara
L – 1
B Peta Klasifikasi Iklim Oldeman Tipe A1
Di Sumatera Utara
L – 2
C Peta Klasifikasi Iklim Oldeman Tipe C1
Di Sumatera Utara
L – 3
D Peta Klasifikasi Iklim Oldeman Tipe D1
Di Sumatera Utara
L – 4
E Peta Klasifikasi Iklim Oldeman Tipe D2
Di Sumatera Utara
L – 5
F Peta Klasifikasi Iklim Oldeman Tipe E1
Di Sumatera Utara
L – 6
G Peta Klasifikasi Iklim Oldeman Tipe E2
Di Sumatera Utara
L – 7
H Peta Klasifikasi Iklim Oldeman Tipe E3
Di Sumatera Utara
L – 8
I Data Curah Hujan Bulanan Klasifikasi
Iklim Tipe A1
L – 9
J Data Curah Hujan Bulanan Klasifikasi
Iklim Tipe C1
L – 10
K Data Curah Hujan Bulanan Klasifikasi
Iklim Tipe D1
L – 11
L Data Curah Hujan Bulanan Klasifikasi
Iklim Tipe D2
L – 12
M Data Curah Hujan Bulanan Klasifikasi
Iklim Tipe E1
L – 13
N Data Curah Hujan Bulanan Klasifikasi
Iklim Tipe E2
L – 14
O Data Curah Hujan Bulanan Klasifikasi
Iklim Tipe E3
L – 15
PENGGUNAAN METODE KLASIFIKASI OLDEMAN UNTUK
SIMULASI KOMPUTASI PEMETAAN CURAH HUJAN
DI SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Provinsi Sumatera Utara merupakan daerah yang memiliki karakteristik yang sangat khas, dimana Sumatera Utara diapit oleh 2 (dua) perairan antara lain: Selat Malaka di sebelah timur dan Samudra Hindia di sebelah barat serta dilalui oleh Pegunungan Bukit Barisan yang membentang dari utara hingga selatan. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap pola dinamika cuaca dan iklim daerah tersebut. Untuk menganalisis karekteristik kondisi cuaca dan iklim, khususnya curah hujan dilakukan pembagian wilayah hujan berdasarkan klasifikasi Oldeman. Dari hasil analisis klasifikasi Sumatera Utara di bagi atas 7 (tujuh) tipe iklim antara lain: Tipe A1, C1, D1, D2, E1, E2 dan E3. Umumnya masin-masing tipe iklim di Sumatera Utara berpola Equatorial.
OLDEMAN CLASSIFICATION METHOD FOR MAPPING COMPUTATION SIMULATION RAINFALL
IN NORTH SUMATRA
ABSTRACT
North Sumatra Province is an area that has a very distinctive characteristics, which the North Sumatra flanked by two (2) waters, among others: the Strait of Malacca in the east and the Indian Ocean on the west and is traversed by the Bukit Barisan Mountains which stretch from north to south. This condition greatly affects weather patterns and climate dynamics of the area. To analyze the characteristics of weather and climate conditions, particularly rainfall made territorial division based on the classification Oldeman rain. From the analysis of classification in North Sumatra for over 7 (seven) among other climate types: Type A1, C1, D1, D2, E1, E2 and E3. Generally, each type of salty climate of the North Equatorial patterned.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Iklim dunia yang tidak menentu saat ini, mengakibatkan perubahan-perubahan diberbagai sektor. Salah satu sektor yang sangat merasakan dampak dari perubahan ini adalah sektor pertanian dimana cuaca ekstrim mengakibatkan para petani mengalami gagal panen atau keterlambatan melakukan penanaman akibat cuaca yang sering tidak sesuai dengan perkiraan yang ada.
Wilayah Sumatera Utara dan sekitarnya merupakan salah satu provinsi yang berada di Pulau Sumatera yang mana secara administrasi dibagi atas 33 kabupaten/kota. Posisi Sumatera Utara terletak pada garis 1°-4° Lintang Utara dan 98°-100° Bujur Timur. Letak geografis Sumatera Utara sangat unik dimana diapit oleh dua perairan yaitu: Selat Malaka dan Samudra Hindia serta dilalui pegunungan bukit barisan yang membentang dari utara hingga selatan. Kondisi ini yang nantinya sangat berpengaruh terhadap pola dinamika cuaca di daerah tersebut.
Pada tulisan ini akan diklasifikasikan iklim di Sumatera Utara dengan menggunakan Metode Oldemann. Klasifikasi ini dibuat berdasarkan data curah hujan dari beberapa titik pengamatan. Klasifikasi ini dimaksudkan untuk membantu sektor pertanian dalam menentukan masa tanam, dimana wilayah Sumatera Utara ini mempunyai pola hujan yang sama dan pola hujan kelompok
yang satu dengan yang lainnya mempunyai variasi yang cukup signifikan.
cuaca lain yang cukup penting ialah radiasi dan suhu. Radiasi sangat berperan sebagai sumber energi untuk proses fotosintesis. Daerah yang mempunyai radiasi tinggi dan ketersediaan air yang cukup mempunyai tingkat produktivitas yang tinggi. Suhu sangat erat kaitannya dengan perkembangan tanaman (fenologi). Konsep yang sering digunakan berkaitan dengan fenologi tanaman ialah konsep satuan panas (degree days). Setiap tanaman membutuhkan sejumlah satuan panas untuk menyelesaikan satu fase pertumbuhannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa banyaknya satuan panas yang diperlukan tanaman mulai dari tanam sampai panen dapat diduga dari ketinggian tempat. Ada indikasi bahwa semakin tinggi ketinggian tempat jumlah satuan panas yang dibutuhkan cendrung menurun (Boer et al., 1998).
Beberapa sistem klasifikasi iklim yang sampai sekarang masih digunakan antara lain : Sistem Klasifikasi Koppen, Sistem Klasifikasi Mohr, Sistem Klasifikasi Schmidt-Ferguson, Sistem Klasifikasi Oldeman dan Sistem Klasifikasi Iklim Thorntwaite. Klasifikasi dari Mohr, Schmidt-Ferguson dan Koppen klasifikasinya sesuai bagi iklim yang berlaku di Indonesia. Sedangkan klasifikasi Oldeman dan Thorntwaite berlaku umum, yang sesuai untuk iklim dunia termasuk di Indonesia (Kartasapoetra, 2004). Di Indonesia pada umumnya menggunakan klasifikasi iklim Oldeman dan Schmidth-fergusson, sedangkan di Sumatera Utara selama ini menggunakan Sistim Klasifikasi Iklim Oldeman (Sudrajat, A. 2009)
Sumatera Utara mempunyai potensi sumber daya alam yang sangat besar khususnya dibidang pertanian. Klasifikasi iklim yang cocok untuk sektor pertanian dan perkebunan adalah klasifikasi iklim Oldeman yang memang membagi tipe iklim berdasarkan kesesuaian curah hujan untuk tanaman pertanian dan perkebunan. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian pemetaan klasifikasi iklim oldeman sebagai upaya pemanfaatan sumberdaya iklim dalam pengelolaan sumber daya alam di Sumatera Utara.
1.2 Perumusan Masalah
Wilayah Sumatera Utara akan kita bagi menjadi beberapa kelompok wilayah yang memiliki pola curah hujan bulanan yang sama dan secara signifikan berbeda dengan wilayah-wilayah yang lain sehingga dapat dengan jelas pembagian wilayah yang berdasarkan Metode Oldeman dan dipetakan secara spasial dengan aplikasi Sistem Informasi Geografis Arc View 3.3.
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah yang akan diteliti antara lain:
1. Wilayah studi adalah Provinsi Sumatera Utara secara keseluruhan.
2. Pembagian pengelompokan curah hujan berdasarkan metode
Oldeman.
3. Melakukan pemetaan spasial berdasarkan pengelompokan yang telah
di analisis.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini antara lain :
1. Membagi wilayah Sumatera Utara menjadi beberapa wilayah dimana
tiap wilayah mempunyai pola hujan yang sama dan antar wilayah mempunyai perbedaan pola hujan yang signifikan berdasarkan klasifikasi Oldeman,
2. Membuat peta wilayah hujan sebagai acuan dalam pengembangan
pembuatan informasi prakiraan iklim khususnya wilayah Sumatera Utara,
3. Mengetahui pola-pola dan karakteristik hujan yang terjadi di wilayah
Sumatera Utara.
4. Mengetahui distribusi curah hujan tahunan dan bulanan di beberapa
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini antara lain :
1. Hasil analisis pengelompokan hujan, wilayah Sumatera Utara dapat
dibagi menjadi beberapa pewilayah hujan dimana tiap wilayah mempunyai pola hujan yang sama dan antar wilayah mempunyai perbedaan pola hujan yang signifikan.
2. Klasifikasi Oldeman dapat bermanfaat untuk bidang pertanian
khususnya wilayah Sumatera Utara.
3. Dapat menghasilkan peta kesesuaian lahan dan yang bermanfaat untuk
pertanian dan kehutanan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Siklus Hidrologi dan Klasifikasi Iklim
Dibumi terdapat kira-kira 1,3-1,4 milyar km3 air: 97,5% adalah air laut,
1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah dan sebagainya. Hanya 0,001% berbentuk uap di udara. Air di bumi ini mengulangi terus menerus sirkulasi, penguapan, presipitasi dan pengaliran keluar(outflow).
Air menguap dari permukaan tanah dan laut, berubah menjadi awan sesudah melalui beberapa proses dan kemudian jatuh sebagai hujan atau salju ke permukaan bumi sebagian langsung menguap ke udara dan sebagian tiba di permukaan bumi. Tidak semua bagian hujan yang jatuh ke permukaan bumi mencapai permukaan tanah. Sebagian akan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan dimana sebagian akan menguap dan sebagian lagi akan jatuh atau mengalir melalui dahan-dahan kepermukaan tanah (Sosrodarsono,2003).
Siklus air atau siklus hidrologi adalah merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara terus menerus. Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan es dan salju (sleet), hujan gerimis atau kabut.
Gambar 2.1. Siklus Hidrologi
Sebagian air hujan yang tiba ke permukaan tanah akan masuk ke dalam tanah (infiltrasi). Bagian lain yang merupakan kelebihan akan mengisi lekuk-lekuk permukaan tanah, kemudian mengalir ke daerah-daerah yang rendah, masuk ke sungai-sungai dan akhirnya ke laut. Tidak semua butir air yang mengalir akan tiba ke laut.
Dalam perjalanan ke laut sebagian akan menguap dan kembali ke udara. Sebagian air yang masuk ke dalam tanah keluar kembali segera ke sungai-sungai (disebut aliran intra=interflow). Tetapi sebagian besar akan tersimpan sebagai air tanah (groundwater) yang akan keluar sedikit demi sedikit dalam jangka waktu yang ke permukaan tanah di daerah-daerah yang rendah (disebut groundwater runnof = limpasan air tanah) (Sosrodarsono, 2003).
Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi kembali ke atas atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu dalam tiga cara yang berbeda:
Evaporasi / transpirasi - Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di
tanaman, dan sebagainya. Kemudian akan menguap ke angkasa ( dan kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan turun (precipitation) dalam bentuk hujan, salju, es.
Infiltrasi / Perkolasi ke dalam tanah - Air bergerak ke dalam tanah melalui
celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal dibawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan.
Air Permukaan - Air bergerak diatas permukaan tanah dekat dengan aliran
utama dan danau; makin datar lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka aliran permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada daerah perpindahan. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai utama yang membawa seluruh air permukaan disekitar daerah aliran sungai menuju laut.
Air permukaan, baik yang mengalir maupun yang tergenang (danau, waduk, rawa), dan sebagian air bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai dan berakhir ke laut. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi dalam komponen-komponen siklus hidrologi yang membentuk sistem Daerah Aliran Sungai (DAS). Jumlah air di bumi secara keseluruhan relatif tetap, yang berubah adalah wujud dan tempatnya.
Unsur-unsur iklim yang menunjukan pola keragaman yang jelas merupakan dasar dalam melakukan klasifikasi iklim. Unsur iklim yang sering dipakai adalah suhu dan curah hujan (presipitasi). Klasifikasi iklim umumnya sangat spesifik yang didasarkan atas tujuan penggunaannya, misalnya untuk pertanian, penerbangan atau kelautan. Pengklasifikasian iklim yang spesifik tetap menggunakan data unsur iklim sebagai landasannya, tetapi hanya memilih data unsur-unsur iklim yang berhubungan dan secara langsung mempengaruhi aktivitas atau objek dalam bidang-bidang tersebut (Lakitan, 2002 dalam Sudrajat, A.2009).
Tanah merupakan modal utama bagi para petani untuk dapat memproduksi pangan. Bukan hanya untuk menjamin keberlangsungan hidupnya sendiri melainkan juga untuk keberlangsungan hidup orang banyak.
Tanah yang menjadi modal utama para petani itu keadaannya sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur iklim, yaitu hujan, suhu dan kelembapan, dan pengaruh tersebut kadang-kadang menguntungkan tetapi sering pula merugikan.
Yang membedakan dua tipe tanah, yaitu climate soil type dan aclimate soil type.
a. Climate soil type adalah pembentukan tanah yang disebabkan karena
pengaruh curah hujan dan temperatur.
Yang membuat istilah yang disebut dengan faktor hujan dengan rumus : R =
t r
dimana, R = faktor hujan
r = curah hujan tahunan (mm) t = temperatur ( )
b. Aclimate soil type adalah pembentukan tanah bukan disebabkan oleh faktor
iklim, melainkan oleh keadaaan batuan.
Hukum dan zat makanan lain yang terdapat pada tanah di daerah yang bercurah tinggi, pada waktu hujan akan mengalami dua alternatif, dihanyutkan oleh air hujan ke daerah yang lebih rendah atau diserap lapisan dibawah permukaan tanah.
Thornthwaite (1933) dalam Bayong (2004) menyatakan bahwa tujuan
klasifikasi iklim adalah menetapkan pembagian ringkas jenis iklim ditinjau dari segi unsur yang benar-benar aktif terutama presipitasi dan suhu. Unsur lain seperti angin, sinar matahari, atau perubahan tekanan ada kemungkinan merupakan unsur aktif untuk tujuan khusus.
Hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang paling beragam baik menurut waktu maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu serta faktor pembatas bagi kegiatan pertanian secara umum. Oleh karena itu klasifikasi iklim untuk wilayah Indonesia (Asia Tenggara umumnya) seluruhnya dikembangkan dengan menggunakan curah hujan sebagai kriteria utama, mengungkapkan bahwa dengan adanya hubungan sistematik antara unsur iklim dengan pola tanam dunia telah melahirkan pemahaman baru tentang klasifikasi iklim, dimana dengan adanya korelasi antara tanaman dan unsur suhu atau presipitasi menyebabkan indeks suhu atau presipitasi dipakai sebagai kriteria dalam pengklasifikasian iklim (Sudrajat, A.2009).
Beberapa sistem klasifikasi iklim yang sampai sekarang masih digunakan dan pernah digunakan di Indonesia antara lain adalah:
a. Sistem Klasifikasi Oldeman
Klasifikasi iklim yang dilakukan oleh Oldeman didasarkan kepada jumlah kebutuhan air oleh tanaman, terutama pada tanaman padi. Penyusunan tipe iklimnya berdasarkan jumlah bulan basah yang berlangsung secara berturut-turut.
Oldeman et al. (1980) mengungkapkan bahwa kebutuhan air untuk
tanaman padi adalah 150 mm per bulan, sedangkan untuk tanaman palawija adalah 70 mm/bulan. Dengan asumsi bahwa peluang terjadinya hujan yang sama adalah 75%, maka untuk mencukupi kebutuhan air tanaman padi 150 mm/bulan
diperlukan curah hujan sebesar 220 mm/bulan, untuk mencukupi kebutuhan air untuk tanaman palawija diperlukan curah hujan sebesar 120 mm/bulan. Maka menurut Oldeman suatu bulan dikatakan bulan basah apabila mempunyai curah hujan bulanan lebih besar dari 200 mm dan dikatakan bulan kering apabila curah hujan bulanan lebih kecil dari 100 mm.
Lamanya periode pertumbuhan padi terutama ditentukan oleh jenis/varietas yang digunakan, sehingga periode 5 bulan basah berurutan dalam satu tahun dipandang optimal untuk satu kali tanam. Jika lebih dari 9 bulan basah maka petani dapat melakukan 2 kali masa tanam. Jika kurang dari 3 bulan basah berurutan, maka tidak dapat membudidayakan padi tanpa irigasi tambahan (Bayong, 2004).
Oldeman et al.(1980) membagi lima zona iklim dan lima sub zona iklim. Zona iklim merupakan pembagian dari banyaknya jumlah bulan basah berturut-turut yang terjadi dalam setahun, sedangkan sub zona iklim merupakan banyaknya jumlah bulan kering berturut-turut dalam setahun. Pemberian nama Zone iklim berdasarkan huruf yaitu zone A, zone B, zone C, zone D dan zone E, sedangkan pemberian nama sub zone berdasarkan angka yaitu sub 1, sub 2, sub 3 sub 4 dan sub 5.
Zone A dapat ditanami padi terus menerus sepanjang tahun. Zone B hanya dapat ditanami padi 2 periode dalam setahun. Zone C, dapat ditanami padi 2 kali panen dalam setahun, dimana penanaman padi yang jatuh saat curah hujan di bawah 200 mm per bulan dilakukan dengan sistem gogo rancah. Zone D, hanya dapat ditanami padi satu kali masa tanam. Zone E, penanaman padi tidak dianjurkan tanpa adanya irigasi yang baik. (Oldeman et al., 1980).
Penentuan tipe iklim Oldeman dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan segitiga Oldeman pada Gambar 2.2, sedangkan penentuan zona agroklimat Oldeman dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.1. Kriteria penentuan tipe iklim Oldeman Zone Klasifikasi Bulan Basah Bulan Kering
A1 10-12 Bulan 0-1 Bulan
A2 10-12 Bulan 2 Bulan
B 1 7-9 Bulan 0-1 Bulan
B 2 7-9 Bulan 2-3 Bulan
B 3 7-9 Bulan 4-5 Bulan
C 1 5-6 Bulan 0-1 Bulan
C 2 5-6 Bulan 2-3 Bulan
C 3 5-6 Bulan 4-6 Bulan
C 4 5 Bulan 7 Bulan
D1 3-4 Bulan 0-1 Bulan
D2 3-4 Bulan 2-3 Bulan
D3 3-4 Bulan 4-6 Bulan
D4 3-4 Bulan 7-9 Bulan
E1 0-2 Bulan 0-1 Bulan
E2 0-2 Bulan 2-3 Bulan
E3 0-2 Bulan 4-6 Bulan
E4 0-2 Bulan 7-9 Bulan
E5 0-2 Bulan 10-12 Bulan
A
B
C
D
E
Sumber : (Oldeman et al., 1980)
Gambar 2.2. Segitiga Oldeman Sumber : (Oldeman et al., 1980)
Tabel 2.2 Zona Agroklimat Oldeman
Tipe Iklim Penjabaran
A Sesuai untuk padi terus menerus tetapi produksi kurang karena
fluks radiasi matahari sepanjang tahun rendah.
B1 Sesuai untuk padi terus menerus dengan perencanaan awal musim
yang baik.
B2-B3 Dapat tanam padi dua kali setahun dengan varietas umur pendek
dan musim kering yang pendek cukup untuk palawija.
C1 Dapat tanam padi sekali dan palawija dua kali setahun.
C2-C4 Setahuan hanya dapat tanam padi satu kali dan penanaman
palawija jangan tanam dimusim kering.
D1 Tanam padi umur pendek satu kali dan palawija cukup.
D2-D4 Hanya mugkin tanam padi sekali dan palawija sejali. Perlu adanya
irgasi.
E Satu kali menanam tanam palawija
b. Sistem Klasifikasi Schmidth-Fergusson
Sistem iklim ini sangat terkenal di Indonesia. Menurut Irianto et al. (2000) dalam (Sudrajat.A. 2009) penyusunan peta iklim menurut klasifikasi Schmidth-Fergusson lebih banyak digunakan untuk iklim hutan. Pengklasifikasian iklim menurut Schmidth-Fergusson ini didasarkan pada nisbah bulan basah dan bulan kering seperti kriteria bulan basah dan bulan kering klasifikasi iklim Mohr. Menurut As-Syakur (2008) pencarian rata-rata bulan kering atau bulan basah dalam klasifikasian iklim Schmidth-Fergusson dilakukan dengan membandingkan jumlah/frekwensi bulan kering atau bulan basah selama tahun pengamatan dengan banyaknya tahun pengamatan.
Bulan Kering (BK) : bulan dengan curah hujan lebih kecil dari 60 mm
Bulan Basah (BB) : bulan dengan curah hujan lebih besar dari 100 mm
Bulan Lembab (Q) : bulan dengan curah hujan antara 60 – 100 mm.
Bulan Lembab (BL) tidak dimasukkan dalam rumus penentuan tipe curah hujan yang dinyatakan dalam nilai Q, yang dihitung dengan persamaan berikut :
% 100 x BB jumlah rata Rata BK jumlah rata Rata Q
………(2.1)
Rata-rata jumlah bulan basah adalah banyaknya bulan basah dari seluruh data pengamatan dibagi jumlah tahun data pengamatan, demikian pula rata-rata jumlah bulan kering adalah banyaknya bulan kering dari seluruh data pengamatan dibagi jumlah tahun data pengamatan.
[image:30.595.113.517.485.682.2]Berdasarkan besarnya nilai Q ini selanjutnya ditentukan tipe curah hujan suatu tempat atau daerah dengan menggunakan Tabel Q atau diagram segitiga kriteria klasifikasi tipe iklim menurut Schmidth-Fergusson, seperti terlihat pada Tabel 2.3 dan Gambar 2.3, untuk zone agroklimatnya dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.3 Kriteria Pembagian Tipe Iklim Schmidth-Fergusson (Tabel Q)
Tipe Iklim Kriteria
A ( Sangat Basah ) B ( Basah )
C ( Agak Basah ) D ( Sedang ) E ( Agak kering ) F ( Kering )
G ( Sangat kering ) H ( Luar Biasa Kering )
0 ≤ Q < 0,143 0,143 ≤ Q < 0,333 0,333 ≤ Q < 0,600 0,600 ≤ Q < 1,000 1,000 ≤ Q < 1,670 1,670 ≤ Q < 3,000 3,000 ≤ Q < 7,000 7,000 ≤ Q
Gambar 2.3 Diagram segitiga Schmidth-Fergusson
Tabel 2.4 Zona Agroklimat Schmidth-Fergusson
Tipe Iklim Schmidth-Fergusson Zona Agroklimat
A Hutan hujan tropis
B Hutan hujan tropis
C
Hutan dengan jenis tanaman yang mampu menggugurkan daunnya
dimusim kemarau
D Hutan musim
E Hutan savana
F Hutan savana
G Padang ilalang
H Padang ilalang
[image:31.595.106.509.480.720.2]
2.2 Proses Pembentukan Hujan 2.2.1 Ukuran Partikel Awan
Tetes air terbentuk pada inti-inti kondensi dari berbagai tipe dan ukuran Pertikel awan (tetes air) yang ada di dalam atmosfer dibedakan dalam tiga golongan berdasarkan ukurannya yaitu :
Inti biasa, dengan garis tengah < 0,1μ
Inti sedang, dengan garis tengah < 0,1 – 1,0 μ
Inti besar, dengan garis tengah > 1,0 μ
Inti besar jumlahnya jauh lebih banyak dibandingkan inti sangat besar dan
memegang peranan dalam pembentukan awan. Konsentrasi inti kondensasi di atas daratan umumnya lebih rapat dari pada di atas lautan, sehingga partikel-partikel diatas lautan memiliki ukuran yang lebih besar.
Partikel awan di atas daratan rata-rata bergaris tengah 2-10 μ , sedangkan
di atas lautan berkisar antara 3-22 μ. Inti-inti kondensasi sangat besar yang terdiri
dari inti-inti garam dapat membentuk partikel atau tetes air dengan garis tengah
antara 20-30 μ , dan konsentrasinya umumnya hanya satu inti tiap satu liter udara
yang ditemui baik di atas daratan maupun di atas lautan.
Tetes air ini untuk dapat jatuh dari dasar awan harus mencapai ukuran
tertentu, sehingga arus udara naik tidak dapat menahan lagi berat tetes air tersebut.
Ukuran yang sesuai untuk dapat jatuh sebagai hujan adalah sekitar 100μ dan
menghasilkan kecepatan akhir 1 meter per detik (Darsilawarni Ika. S, 2010).
2.2.2 Pertumbuhan Partikel Awan
Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan partikel awan, diantaranya adalah kelembaban udara disekitarnya, tegangan permukaan, sifat inti kondensasinya, dan cepatnya pemindahan panas latent ke dalam udara sekitarnya.
Pada saat permulaan, proses kondensasi pada inti-inti berlangsung sangat
cepat sampai pada suatu ukuran yang dapat dilihat dalam sekejap mata, kemudian proses selanjutnya akan belangsung secara perlahan. Dan hasil proses kodensasi sendiri, tidak akan menghasilkan tetes-tetes air yang garis tengahnya bisa melebihi
30 μ Dengan demikian, untuk mengetahui terjadinya tetes-tetes air yang lebih
besar di dalam awan dapat diterangkan dengan metode benturan dan
penggabungan diantara tetes-tetes air yang ada (Darsilawarni Ika. S, 2010).
2.2.3 Mekanisasi Proses Penggabungan
Tetes awan yang terangkat oleh arus udara naik akan terjatuh kembali
sedikit ke bawah. Pada kejadian ini, maka tetes-tetes awan yang lebih besar akan jatuh menimpa tetes-tetes awan yang lebih kecil di sekitarnya. Tetes air ini baru dapat berbenturan antara satu dengan lainnya apabila garis tengahnya sudah lebih dari sekitar 18 μ.
Proses benturan dan penggabungan ini sangat perlu untuk perkembangan
hujan dan awan-awan panas yang suhunya diatas 00C dan seluruhnya terdiri dari
tetes air. Tetes air juga didapati (terjadi) dalam awan dingin yang suhunya kurang dari 0° C dan terdiri dari tetes-tetes air super dingin. Tetes air super dingin ini dapat pula berkernbang besar dalam proses benturan dan penggabungan. Beberapa awan dingin dapat juga mengandung kristal-kristal es (Bayong, T. 2004).
2.3 Hujan
Hujan merupakan jatuhnya hydrometeor yang berupa partikel-partikel air dengan diameter 0.5 mm atau lebih. Jika jatuhnya sampai ketanah maka disebut hujan, akan tetapi apabila jatuhannya tidak dapat mencapai tanah karena menguap lagi maka jatuhan tersebut disebut Virga. Hujan juga dapat didefinisikan dengan uap yang mengkondensasi dan jatuh ke tanah dalam rangkaian proses hidrologi (Sosrodarsono,2003).
Hujan memainkan peranan penting dalam turun kemb sungai untuk mengulangi
Jumlah air hujan diukur menggunakan sebagai kedalaman lebih 0.25 mm. Satuan curah hujan me penyingkatan dari liter per meter persegi.
Air hujan sering digambarkan sebagai berbentuk "lonjong", lebar di bawah dan menciut di atas, tetapi ini tidaklah tepat. Air hujan kecil hampir bulat. Air hujan yang besar menjadi sema lebih besar berbentuk payung terjun. Air hujan yang besar jatuh lebih cepat berbanding air hujan yang lebih kecil.
Beberapa kebudayaan telah membentuk kebencian kepada hujan dan telah menciptakan pembagai peralatan seperti juga lebih gemar tinggal di dalam rumah pada hari hujan. Biasanya hujan memiliki kadar asam
Secara umum curah hujan di wilayah Indonesia didominasi oleh adanya pengaruh beberapa phenomena, antara lain sitem Monsun Asia-Australia, El-Nino, sirkulasi Timur-Barat (Walker Circulation) dan sirkulasi Utara-Selatan (Hadley Circulation) serta beberapa sirkulasi karena pengaruh lokal (Ian J. Partridge, Mansur Mak’shum). Variabilitas curah hujan di Indonesia sangatlah kompleks dan merupakan suatu bagian chaotic dari variabilitas monsun (Ferranti, 1997 dalam Aldrian, 2003). Monsun dan pergerakan ITCZ (Intertropical Convergence Zone) berkaitan dengan variasi curah hujan tahunan dan semi tahunan di Indonesia (Aldrian, 2003) sedangkan phenomena El-Nino dan Dipole Mode berkaitan dengan variasi curah hujan antar-tahunan di Indonesia
2.3.1 Pengertian Hujan
Hujan merupakan salah satu bentuk presipitasi uap air yang berasal dari awan yang terdapat di atmosfer. Bentuk presipitasi lainnya adalah salju dan es. Untuk dapat terjadinya hujan diperlukan titik-titik kondensasi, amoniak, debu dan asam belerang. Titik-titik kondensasi ini mempunyai sifat dapat mengambil uap air dari udara. Satuan curah hujan selalu dinyatakan dalam satuan millimeter atau inchi namun untuk di Indonesia satuan curah hujan yang digunakan adalah dalam satuan millimeter (mm).
Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Curah hujan 1
(satu) milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu milimeter atau tertampung air sebanyak satu liter.
[image:35.595.109.531.278.426.2]Intensitas hujan adalah banyaknya curah hujan per satuan jangka waktu tertentu. Apabila dikatakan intensitasnya besar berarti hujan lebat dan kondisi ini sangat berbahaya karena berdampak dapat menimbulkan banjir, longsor dan efek negatif terhadap tanaman (Subagyo, S.1990).
Tabel 2.5 Keadaan Curah Hujan dan Intensitas Curah Hujan (Sosrodarsono,2003)
No Keadaan Curah
Hujan
Intensitas Curah Hujan 1 Jam (mm)
Intensitas Curah Hujan 24 Jam (mm)
1 Hujan Sangat Ringan < 1 < 5
2 Hujan Ringan 1-5 5-20
3 Hujan Normal 5-20 20-50
4 Hujan Lebat 10-20 50-100
5 Hujan Sangat Lebat > 20 > 100
Ukuran butir-butir hujan adalah berjenis-jenis. Nama dari butir hujan tergantung dari ukurannya. Dalam meteorologi, butir hujan dengan diameter lebih dari 0,5 mm di sebut hujan dan diameter antara 0,50-0,1 mm disebut gerimis (drizzle). Makin besar ukuran butir hujan itu, makin besar kecepatan jatuhnya. Kecepatan yang maximum adalah kira-kira 9,2m/detik. Tabel 2.2 menunjukkan intensitas curah hujan, ukuran-ukuran butir hujan, massa dan kecepatan jatuh butir hujan.
Tabel 2.6 Ukuran, Massa dan Kecepatan Jatuh Butir Hujan(Sosrodarsono,2003)
No Jenis Diameter Bola
(mm)
Massa (mg) Kecepatan
Jatuh (m/det)
1 Hujan Gerimis 0.15 0.0024 0.5
2 Hujan Halus 0.5 0.065 2.1
3 Hujan Normal Lemah 1 0.52 4.0
4 Hujan Normal Deras 2 4.2 6.5
5 Hujan Sangat Deras 3 14 8.1
Sifat awan yang dapat mengakibatkan hujan oleh manusia dikembangkan dan digunakan untuk membuat hujan buatan. Dalam mempercepat hujan diberikan zat-zat yang higroskopis yang berguna sebagai inti kondensasi zat-zat tersebut
antara lain: perak iodida, kristal es, es kering atau CO2 padat, zat tersebut
ditaburkan diudara dengan menggunakan pesawat terbang.
2.3.2 Tipe Hujan
Hujan dibedakan menjadi empat tipe, pembagiannya berdasarkan faktor yang menyebabkan terjadinya hujan tersebut:
a. Hujan Orografi
Hujan ini terjadi karena adanya penghalang topografi, udara dipaksa naik kemudian mengembang dan mendingin terus mengembun dan selanjutnya dapat jatuh sebagai hujan. Bagian lereng yang menghadap angin hujannya akan lebih lebat dari pada bagian lereng yang ada dibelakangnya. Curah hujannya berbeda menurut ketinggian, biasanya curah hujan makin besar pada tempat-tempat yang lebih tinggi sampai suatu ketinggian tertentu.
b. Hujan Konvektif
Hujan ini merupakan hujan yang paling umum terjadi di daerah tropis. Panas yang menyebabkan udara naik keatas kemudian mengembang dan secara dinamika menjadi dingin dan berkondensasi dan akan jatuh
sebagai hujan. Proses ini khas buat terjadinya badai guntur yang terjadi di siang hari yang menghasilkan hujan lebat pada daerah yang sempit. Badai guntur lebih sering terjadi di lautan dari pada di daratan.
c. Hujan Frontal
Hujan ini terjadi karena ada front panas, awan yang terbentuk biasanya tipe stratus dan biasanya terjadi hujan rintik-rintik dengan intensitas kecil. Sedangkan pada front dingin awan yang terjadi adalah biasanya tipe cumulus dan cumulunimbus dimana hujannya lebat dan cuaca yang timbul sangat buruk. Hujan front ini tidak terjadi di Indonesia karena di Indonesia tidak terjadi front.
d. Hujan Siklon Tropis
Siklon tropis hanya dapat timbul didaerah tropis antara lintang 0°-10° lintang utara dan selatan dan tidak terkaitan denga front, karena siklon ini berkaitan dengan sistem tekanan rendah. Siklon tropis dapat timbul dilautan yang panas, karena energi utamanya diambil dari panas laten yang terkandung dari uap air. Siklon tropis akan mengakibatkan cuaca yang buruk dan hujan yang lebat pada daerah yang dilaluinya (Darsilawarni Ika. S, 2010).
2.3.3 Distribusi Hujan
o Equatorial
Tipe ini terdapat pada daerah sekitar equator. Ciri-ciri dari pada tipe ini adalah mempunyai dua puncak maksimum dan minimum. Hujan maksimum terjadi pada bulan bulan dimana matahari berada diatas daerah tersebut. Hujan minimum terjadi pada waktu matahari berada paling jauh dari tempat tersebut.
o Tropik
Tipe ini terjadi di daerah tropik pada lintang 0°-3,5° lintang utara dan selatan. Tipe ini mempunyai satu puncak maksimum yaitu terjadi pada bulan dimana matahari berada didaerah tesebut.
o Monsun
Tipe ini terjadi didaerah-daerah yang dilalui angin muson. Tipe ini mempunyai hujan maksimum pada musim barat bersamaan dengan musim hujan dan minimum pada waktu musim timuran bersamaan denga musim kemarau.
o Continent/Lokal
Tipe ini terjadi hujan pada musim panas. Pada musim panas daerah daratan suhunya tinggi sehingga tekanan udara rendah dan udara sekitarnya mempunyai tekanan yang tebih tinggi sehingga angin akan bertiup kedaerah tersebut sehingga terbentuk konveksi dan terjadi hujan. Sebaliknya musim dingin daerah tersebut menjadi pusat anti siklon sehingga hujan jarang terjadi.
o Maritim
Hujan terjadi merata sepanjang tahun. Tipe ini biasanya dimiliki oleh pulau-pulau yang terletak di tengah Samudra.
o Tropik
Tipe ini terjadi di daerah sub tropik. Tipe ini mempunyai satu curah hujan minimum yang terjadi pada pertengahan tahun (Darsilawarni Ika. S, 2010).
2.4 Sistem Komputer
Sistem adalah Suatu kesatuan elemen yang saling berhubungan sehingga membentuk suatu kelompok dalam melaksanakan suatu tujuan pokok yang ditargetkan.
Sistem komputer adalah elemen-elemen yang terkait untuk menjalankan suatu aktifitas dengan menggunakan komputer.
Tujuan pokok dari sistem komputer adalah untuk mengolah data menjadi informasi.
2.4.1 Klasifikasi Komputer
Klasifikasi Komputer dibagi dalam beberapa klasifikasi yaitu berdasarkan :
Jenis data yang diolah
a. Komputer analog (Analog computer)
Komputer analog digunakan untuk memproses data secara terus-menerus. Keluaran dari komputer jenis ini adalah dalam bentuk dial atau grafik, contohnya besaran arus listrik. Keuntungan dari komputer analog adalah dapat langsung memproses data dalam besaran fisik tanpa harus dikonversikan terlebih dahulu. Dan kerugiannya adalah komputer jenis ini kecepatannya sangat lambat.
b. Komputer Digital (Digital Computer)
Komputer digital digunakan untuk memproses diskrit data (bilangan/angka yang terputus-putus) dan akan mengenali data sebagai sinyal diskrit dari tinggi rendahnya tegangan listrik. Keluaran dari komputer jenis ini bisa dalam bentuk angka,huruf dan grafik atau gambar. Komputer jenis ini sangat cocok untuk aplikasi bisnis. karena dapat menyimpan data, proses data lebih cepat, dan dapat melakukan perhitungan dengan logika.
c. Komputer Hybrid (Hybrid Computer)
Komputer hybrid adalah kombinasi antara komputer analog dengan komputer digital, sehingga komputer jenis ini dapat melakukan pengolahan data kualitatif dan kuantitatif. Komputer hybrid lebih cepat lagi di bandingkan komputer jenis digital.
Berdasarkan Kemampuan Komputer
a. Small Scale Computer
- Disebut small scale mainframe computer - Kapasitas memori antara 64 KB s/d 8 MB
- Dapat menangani puluhan terminal computer yang terpisah dari pusat computer
b. Medium Scale Computer
- Disebut medium scale mainframe computer. - Kapasitas memori antara 512KB s/d 8 Mb
- Dapat menangani ratusan terminal komputer yang terpisah dari pusat computer
c. Large Scale Computer
- Disebut large scale mainframe computer atau mainframe computer - Bentuknya besar
- Kapasitas memori antara 512 KB s/d 8 MB
- Kecepatan tinggi dan dapat menggunakan time sharing, yaitu pengguna komputer dapat menggunakan komputer secara serentak dalam waktu bersamaan.
Berdasarkan Ukuran Fisik
a. Komputer mini (Mini Computer)
- Kapasitas memori antara 8 MB s/d 128 MB
- Menggunakan register 8 bit, 16 bit, 32 bit, dan 64 bit
- Bersifat multi user, yaitu sebuah komputer mini dapat digunakan bersama-sama oleh banyak pemakai
b. Komputer mikro (Micro Computer) - Disebut personal computer (PC) - Kapasitas memori 16 KB s/d 1 MB
- Menggunakan register 8 bit, 16 bit, dan 32 bit - Umumnya di gunakan untuk single user.
Berdasarkan Bidang Masalah
a. Special Purpose Computer
b. General Purpose Computer
Komputer jenis ini dapat menyelesaikan bermacam-macam masalah. Komputer yang termasuk dalam jenis ini adalah komputer digital dan analog, namun yang umum adalah komputer digital misalnya komputer untuk pendidikan dan komputer untuk bisnis
Sebelum mempelajari komputer lebih jauh ada baiknya anda mengetahui konfigurasi dasar komputer karena konfigurasi dasar komputer ini sangat berguna bagi anda yang baru belajar komputer dan konfigurasi dasar computer ini sejak pertama dibuatnya komputer hingga komputer saat ini . Komputer yang kita kenal saat ini terbagi menjadi 3 bagian.
[
2.4.2 Hardware (perangkat keras)
Hardware yaitu peralatan dalam bentuk fisik yang menjalankan sistem komputer. Hardware digunakan sebagai media untuk menjalankan software. Perangkat keras terdiri dari:
a. Input device
Alat yang digunakan untuk memasukkan data atau instruksi ke dalam computer. Input device sesuai dengan namanya hanya digunakan untuk memasukkan data atau instruksi ke dalam CPU.
Contoh: keyboard, mouse, dll b. Process device
Alat yang digunakan untuk melaksanakan kumpulan-kumpulan instruksi yang akan ditujukan untuk menghasilkan suatu hasil tertentu yang dikehendaki. Process device dapat melakukan tugasnya jika ada masukan dari input device baik berupa data atau instruksi.
Alat pada proses ini disebut CPU (Central processing Device)
c. Output device
Alat yang digunakan digunakan untuk menampilkan laporan hasil pengolahan dari input baik ditampilkan pada layar monitor ataupun cetak pada media lain.
Contoh: monitor, printer, dll
2.4.3 Software (perangkat lunak)
Yaitu rangkaian prosedur dan dokumentasi program yang berfungsi untuk menyelesaikan berbagai masalah yang dikehendaki. Perangkat lunak ini dijalankan pada process device jika mendapatkan respon massukan dari input device dan hasil proses yang dilakukan oleh perangkat lunak dikeluarkan dengan output devise.
Contoh: DOS, Microsoft Windows, Unix, dan Linux 2.4.4 Brainware (perangkat pikir)
Yaitu orang yang menggunakan komputer. Orang tersebut harus mempunyai kemampuan minimal dapat memasukkan data dan mengeluarkan informasi. Perangkat fikir sangat menentukan berhasil atau tidaknya suatu proses yang dilakukan pada process device, karena computer hanya akan bekerja jika mendapatkan instruksi yang diberikan oleh perangkat fikir.
Contoh: operator, programmer, dan system analyst (...2011a. Komputer)
2.5 Bahasa Pemograman
Menurut tingkat kedekatannya dengan mesin komputer, bahasa pemrograman terdiri dari:
Bahasa Mesin, yaitu memberikan perintah kepada komputer dengan
memakai kode bahasa biner, contohnya 01100101100110
Bahasa Tingkat Rendah, atau dikenal dengan istilah bahasa rakitan
(bah.Inggris Assembly), yaitu memberikan perintah kepada komputer dengan memakai kode-kode singkat (kode mnemonic), contohnya MOV, SUB, CMP, JMP, JGE, JL, LOOP, dsb.
Bahasa Tingkat Menengah, yaitu bahasa komputer yang memakai
campuran instruksi dalam kata-kata bahasa manusia (lihat contoh Bahasa Tingkat Tinggi di bawah) dan instruksi yang bersifat simbolik, contohnya {, }, ?, <<, >>, &&, ||, dsb.
Bahasa Tingkat Tinggi, yaitu bahasa komputer yang memakai instruksi
berasal dari unsur kata-kata bahasa manusia, contohnya begin, end, if, for, while, and, or, dsb.
Sebagian besar bahasa pemrograman digolongkan sebagai Bahasa Tingkat Tinggi, hanya bahasa C yang digolongkan sebagai Bahasa Tingkat Menengah dan Assembly yang merupakan Bahasa Tingkat Rendah. (...2011b. Pemograman).
2.6 Konsep Dasar Model Simulasi
Model merupakan suatu rekayasa sistem untuk menentukan penggambaran optimal tentang suatu obyek tertentu. Secara sederhana model adalah contoh, yaitu sesuatu yang mewakili atau menggambarkan yang dicontoh. Jadi model meliputi contoh sederhana dari sistem dan menyerupai sifat-sifat sistem yang dipertimbangkan, tetapi tidak sama dengan sistem. Model dikembangkan dengan tujuan untuk studi tingkah-laku sistem melalui analisis rinci tentang komponen sistem dengan interaksi antara satu dengan yang lain.
Sistem adalah suatu kumpulan elemen atau unsur sebagai penyusun dunia nyata dengan pengelompokkan studi yang saling berhubungan. Seleksi dilakukan terhadap unsur penyusun sistem berdasarkan tujuan studi, karenanya sistem hanya
merupakan wakil dari bentuk sederhana realita. Model dapat dibatasi sebagai konsep (matang atau masih dalam tahap pengembangan) dari sistem yang disederhanakan. Jadi model dapat dianggap sebagai substitusi (pengganti) untuk sistem yang dipertimbangkan dan digunakan apabila lebih mudah bekerja dengan substitut tersebut dari sistem sesungguhnya.
Model yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari biasanya adalah model informal. Suatu pekerjaan pasti selalu didahului dengan konsep dalam pikiran (khayalan/imajinasi) sebagai representasi sederhana dari suatu sistem yang kompleks. Dalam kayalan tersebut, beberapa perhitungan sederhana dapat terlibat. Tetapi pada hakekatnya, model tidak harus kuantitatif dengan melibatkan banyak rumus matematika, tapi dapat berupa model mental. Senge (1990) menguraikan model mental sebagai “generalisasi asumsi yang melekat secara mendalam, atau bahkan gambaran serta bayangan yang mempengaruhi bagaimana cara memahami dunia dan bagaimana bertindak”(2011b.Pemograman).
2.7 Simulasi Komputasi
Sebuah simulasi komputer, model komputer, atau model komputasi adalah sebuah program komputer , atau jaringan komputer, yang mencoba untuk mensimulasikan abstrak model dari sebuah sistem tertentu. Simulasi komputer telah menjadi bagian yang berguna pemodelan matematika sistem alam yang banyak di fisika (fisika komputasi), astrofisika , kimia dan biologi , sistem manusia dalam ekonomi , psikologi , ilmu sosial , dan rekayasa . Simulasi dapat digunakan untuk mengeksplorasi dan mendapatkan wawasan baru ke dalam baru teknologi , dan untuk memperkirakan kinerja sistem terlalu kompleks untuk solusi analitis .
Secara tradisional, pembentukan model besar sistem telah m dengan demikian memungkinkan prediksi perilaku sistem dari satu set parameter dan kondisi awal. Sedangkan simulasi komputer mungkin menggunakan beberapa algoritma dari model matematika murni, komputer dapat menggabungkan
simulasi dengan realitas atau peristiwa aktual, seperti menghasilkan respon masukan, untuk mensimulasikan subjek tes yang tidak lagi hadir. Sedangkan subjek percobaan hilang sedang dimodelkan/disimulasikan, sistem yang mereka gunakan bisa menjadi alat yang sebenarnya, mengungkapkan membatasi kinerja atau cacat pada penggunaan jangka panjang oleh pengguna simulasi.
Perhatikan bahwa istilah simulasi komputer lebih luas daripada model komputer, yang berarti bahwa semua aspek yang dimodelkan dalam representasi
komputer. Namun, simulasi komputer juga mencakup masukan menghasilkan dari pengguna simulasi untuk menjalankan perangkat lunak komputer atau peralatan yang sebenarnya, dengan hanya bagian dari sistem yang dimodelkan : contoh akan penerbangan yang sebenarnya.
Simulasi komputer digunakan di berbagai bidang, term
2.8 Sistem Informasi Geografis (SIG)
Sistem Informasi Geografis adalah mengelola data yang memiliki informasi spasial (bereferensi keruangan). Atau dalam arti yang lebih sempit, adalah untuk membangun, menyimpan, mengelola dan menampilkan informasi berefrensi geografis, misalnya data yang diidentifikasi menurut lokasinya, dalam sebuah mengoperasikannya dan data sebagai bagian dari sistem ini.
Teknologi Sistem Informasi Geogr perencanaan rute. Misalnya, SIG bisa membantu perencana untuk secara cepat me digunaan untuk mencari wetlands) yang membutuhkan perlindungan dari
Teknologi informasi dan komputer berkembang dengan pesat dan mampu menangani data dasar (data base) dan menampilkan gambar maupun grafik,merupakan salah satu alternatif untuk menyajikan suatu peta. Sistem yang dapat dikembangkan berupa perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software)untuk kepentingan pemetaan, agar fakta wilayah dapat disajikan dalam
satu sistem berbasis komputer (Darsilawarni Ika. S, 2010).
Sistem tersebut kita kenal dengan istilah Sistem Informasi Geografis (SIG). Meskipun demikian SIG tidak boleh hanya dipandang sebagai pemindahan peta konvensional (tradisional) ke bentuk peta digital, sebab SIG juga mampu mengumpulkan, menyimpan, mentransformasikan, menampilkan,memanipulasi, dan memadukan informasi dari berbagai sektor, sehingga dapatmenghasilkan informasi berharga yang diperoleh dari mengkorelasikan dan menganalisis data
spasial dari fenomena geografis suatu wilayah (Darsilawarni Ika. S, 2010).
Berikut ini, beberapa definisi SIG menurut para ahli:
a. Menurut Aronaff, 1989.
SIG adalah sistem informasi yang didasarkan pada kerja komputer yang memasukkan, mengelola, memanipulasi dan menganalisa data serta memberi uraian.
b. Menurut Barrough, 1986.
SIG merupakan alat yang bermanfaat untuk pengumpulan, penimbunan, pengambilan kembali data yang diinginkan dan penayangan data keruangan yang berasal dari kenyataan dunia.
c. Menurut Marble et al, 1983.
SIG merupakan sistem penanganan data keruangan.
d. Menurut Berry, 1988.
SIG merupakan sistem informasi, referensi internal, serta otomatisasi data keruangan.
e. Menurut Calkin dan Tomlison, 1984.
SIG merupakan sistem komputerisasi data yang penting.
f. Menurut Linden, 1987.
SIG adalah sistem untuk pengelolaan, penyimpanan, pemrosesan (manipulasi), analisis dan penayangan data secara spasial terkait dengan muka bumi.
g. Menurut Petrus Paryono
SIG adalah sistem berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan, manipulasi dan menganalisis informasi geografi.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pelaksaan dan Waktu Penelitian
Untuk mendapatkan data pendukung beberapa lokasi di wilayah Sumatera Utara dilakukan pengambilan data di Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, Stasiun Klimatologi Klas I Medan.
3.2 Bahan-bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain:
1. Komputer/Laptop untuk membantu dalam mengolah data.
2. Software Sistem Informasi Geografis (SIG) Arc View 3.3.
3. Data curah hujan bulanan 150 stasiun hujan yang tersebar diwilayah Sumatera
Utara.
3.3 Rancangan Umum Penelitian
Rancangan umum penelitian yang akan dilakukan antara lain:
1. Melakukan pengumpulan data sebagai data pendukung dalam melakukan
pengolahan.
2. Melakukan klasifikasi data curah hujan berdasarkan Klasifikasi Iklim
Oldeman,
3. Melakukan digitasi klasifikasi Oldeman dengan Arc View 3.3,
4. Melakukan pemetaan berdasarkan klasifikasi yang ada.
Gambar 3.1. Alur Penelitian
3.4 Variabel yang Diamati
3.5 Proses Analisis dan Pemetaan 3.5.1 Proses Analisis Model Oldeman
Menyiapkan data curah hujan bulanan periode 1986-2010, sebanyak 150
stasiun dan pos hujan yang tersebar di Sumatera Utara.
[image:50.595.235.420.210.640.2]
Gambar 3.2. Tampilan Pos Hujan
Mengkoreksi posisi lintang dan bujur stasiun dan pos hujan yang ada.
Mengubah kordinat sistem yang ada dari satuan menit dan detik menjadi
derajat, sehingga dapat di tampilkan di aplikasi ARC View 3.3. 32
Gambar 3.3. Tampilan Pos Hujan dan Koordinat
Tiap-tiap stasiun dan pos hujan yang ada di Sumatera Utara
masing-masing data curah hujannya di rata-rata secara bulanan dan langsung di klasifikasikan berdasarkan klasifikasi Oldeman.
Gambar 3.4. Tampilan Format Analisis
Setelah masing-masing wilayah telah di bagi berdasarkan Klasifikasi
Oldeman akan di lanjutkan pada proses pemetaan.
3.5.2 Proses Pemetaan
Membuka aplikasi Arc View 3.3.
Gambar 3.5. Tampilan Aplikasi Arc View di Destop
[image:52.595.119.544.431.682.2][image:53.595.136.494.122.400.2]
Klik dua kali untuk membuka aplikasi
Gambar 3.6. Tampilan Folder Aplikasi Arc View
Tampilan awal aplikasi Arc View 3.3
Gambar 3.7. Tampilan Awal Aplikasi Arc View
[image:53.595.133.505.446.680.2]
Membuka Project untuk manganalisis data curah hujan yang telah di
[image:54.595.156.505.151.387.2]Klasifikasi.
Gambar 3.8. Tampilan Folder dalam Aplikasi Arc View
Distribusi stasiun dan pos hujan yang ada di Sumatera Utara di tandai
dengan titik-titik hitam,
Gambar 3.9. Tampilan Pemerosesan dalan Aplikasi Arc View
[image:54.595.147.546.471.704.2][image:55.595.138.546.120.365.2]
Distribusi titik dengan klasifikasi oldeman tipe A1
Gambar 3.10. Tampilan Klasifikasi Oldeman Tipe A1
Distribusi titik dengan klasifikasi oldeman tipe C1
Gambar 3.11. Tampilan Klasifikasi Oldeman Tipe C1
[image:55.595.136.545.421.666.2][image:56.595.139.545.118.368.2]
Distribusi titik dengan klasifikasi oldeman tipe D1
Gambar 3.12. Tampilan Klasifikasi Oldeman Tipe D1
Distribusi titik dengan klasifikasi oldeman tipe D2
Gambar 3.13. Tampilan Klasifikasi Oldeman Tipe D2
[image:56.595.134.546.422.673.2][image:57.595.139.546.119.365.2]
Distribusi titik dengan klasifikasi oldeman tipe E1
Gambar 3.14. Tampilan Klasifikasi Oldeman Tipe E1
Distribusi titik dengan klasifikasi oldeman tipe E2
Gambar 3.15. Tampilan Klasifikasi Oldeman Tipe E2
[image:57.595.136.545.420.667.2][image:58.595.140.545.119.365.2]
Distribusi titik dengan klasifikasi oldeman tipe E3
Gambar 3.16. Tampilan Klasifikasi Oldeman Tipe E3
Setelah masing-masing wilayah telah di klasifikasi dan di petakan maka
dilakukan pendigitasian sehingga menghasilkan peta yang terintegrasi secara utuh berdasarkan klasifikasi.
Gambar 3.17. Tampilan Layout Klasifikasi Oldeman
[image:58.595.145.545.471.705.2]BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Klasifikasi Oldeman
Data curah hujan bulanan sebanyak 150 stasiun/pos hujan yang mewakili wilayah Sumatera Utara dari tahun 1986-2010 yang telah di rata-ratakan akan di analisis berdasarkan klasifikasi Oldeman. Hasil pengukuran koordinat di Sumatera Utara untuk masing-masing stasiun/pos hujan menunjukkan perbedaan wilayah yang ada sehingga mempermudah untuk melakukan digitasi wilayah masing-masing tipe iklim.
4.2. Pembahasan Klasifikasi Oldeman
Dari hasil analisis pengklasifikasian hujan berdasarkan klasifikasi Oldeman menghasilkan 7 (tujuh) yaitu: Tipe A1, Tipe C1, Tipe D1, Tipe D2, Tipe E1, Tipe E2 dan Tipe E3, wilayah hujan yang mempunyai perbedaan yang signifikan, dimana hasil pengklasifikasian titik-titik pewilayah hujan maka dihasilkan pembagian wilayah hujan di Sumatera Utara. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran A. Sedangkan hasil pembagian titik-titik hasil pembagian kan menghasilkan suatu pembagian wilayah hujan berdasarkan Klasifikasi Oldeman yang memiliki karakteristik yang sama dan sangat berbeda antara wilayah yang satu dengan yang lainnya.
4.2.1 Klasifikasi Oldeman Tipe A1
Pembagian Klasifikasi Oldeman Tipe A1 meliputi beberapa kabupaten antara lain: sebahagian Kabupaten Langkat, Sebahagian Kabupaten Tapanuli Tengah, Kota Sibolga, Sebahagian Kabupatan Tapanuli Selatan dan Kabupataen Nias. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran B.
4.2.2 Klasifikasi Oldeman Tipe C1
Pembagian Klasifikasi Oldeman Tipe C1 meliputi beberapa kabupaten antara lain: sebahagian Kabupaten Langkat, Sebahagian Kabupaten Deli Serdang, Sebahagian Kota Medan, Sebahagian Kabupaten Simalungun, Sebahagian Kabupaten Asahan, Sebahagian Kabupaten Labuhan Batu, Sebahagian Kabupaten Humbahas, Sebahagian Kabupaten Tapanuli Tengah dan Sebahagian Kabupaten Tapanuli Utara. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran C.
4.2.3 Klasifikasi Oldeman Tipe D1
Pembagian Klasifikasi Oldeman Tipe D1 meliputi beberapa kabupaten antara lain: sebahagian Kabupaten Langkat, Sebahagian Kabupaten Deli Serdang, Sebahagian Kabupaten Simalungun, Sebahagian Kabupaten Asahan, Sebahagian Kabupaten Labuhan Batu dan Sebahagian Kabupaten Serdang Bedagai . Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran D.
4.2.4 Klasifikasi Oldeman Tipe D2
Pembagian Klasifikasi Oldeman Tipe D2 meliputi beberapa kabupaten antara lain: sebahagian Kabupaten Langkat, Sebahagian Kabupaten Deli Serdang dan Sebahagian Kota Medan . Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran E.
4.2.5 Klasifikasi Oldeman Tipe E1
Pembagian Klasifikasi Oldeman Tipe E1 meliputi beberapa kabupaten antara lain: sebahagian Kabupaten Dairi, Sebahagian Kabupaten Pak-pak Bharat, Sebahagian Kabupaten Samosir, Sebahagian Kabupaten Humbahas, Sebahagian Kabupaten Toba Samosir, Sebahagian Kabupaten Tapanuli Utara, Sebahagian Kabupaten Labuhan Batu dan Sebahagian Kabupaten Tapanuli Selatan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran F.
4.2.6 Klasifikasi Oldeman Tipe E2
Pembagian Klasifikasi Oldeman Tipe E2 meliputi beberapa kabupaten antara lain: Sebahagian Kabupaten Karo, Sebahagian Kabupaten Dairi,
Sebahagian Kabupaten Mandailing Natal, Sebahagian Kabupaten Samosir, Sebahagian Kabupaten Serdang Bedagai, Sebahagian Kabupaten Toba Samosir, Sebahagian Kabupaten Tapanuli Utara, Sebahagian Kabupaten Simalungun, Sebahagian Kabupaten Simalungun, Sebahagian Kabupaten Asahan, dan Sebahagian Kabupaten Tapanuli Selatan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran G.
4.2.7 Klasifikasi Oldeman Tipe E3
Pembagian Klasifikasi Oldeman Tipe E3 meliputi beberapa kabupaten antara lain: Sebahagian Kabupaten Deli Serdang dan Sebahagian Kabupaten Asahan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran H.
4.3 Karakteristik Hujan
Hasil pembagian Klasifikasi Oldeman di Sumatera Utara yang terdiri atas 7 (tujuh) wilayah hujan yang memiliki karakteristik yang sangat berbeda untuk masing-masing wilayah antara lain:
4.3.1 Karakteristik Klasifikasi Oldeman Tipe A1
Berdasarkan analisis hasil kajian menunjukkan klasifikasi Oldeman tipe A1 termasuk kedalam pola curah hujan Equatorial, yaitu curah hujan rata-rata setiap wilayah yang berada di Tipe A1 memiliki dua puncak hujan maksimum dimana dicirikan dengan terjadinya puncak hujan tertinggi pertama antara bulan Maret-April dan puncak kedua terjadi antara bulan Oktober-Nopember. Nilai curah hujan tahunan di Tipe A1 rata-rata sebesar 4500 mm dengan rata-rata curah hujan bulanan sebesar 378 mm. Demikian pula dengan rata-rata curah hujan maksimum bulanannya terjadi pada bulan Nopember sebesar 548 mm minimum pada bulan Juni 251 mm. Untuk lebih jelas dapat di lihat pada gambar 4.1.
Gambar 4.1.Grafik Curah Hujan Rata-rata Bulanan Tipe A1
4.3.2 Karakteristik Klasifikasi Oldeman Tipe C1
Berdasarkan analisis hasil kajian menunjukkan klasifikasi Oldeman tipe C1 termasuk kedalam pola curah hujan Equatorial, yaitu curah hujan rata-rata setiap wilayah yang berada di Tipe C1 memiliki dua puncak hujan maksimum dimana dicirikan dengan terjadinya puncak hujan tertinggi pertama antara bulan Mei-Juni dan puncak kedua terjadi antara bulan Oktober-Nopember. Nilai curah hujan tahunan di Tipe C1 rata-rata sebesar 2200 mm dengan rata-rata curah hujan bulanan sebesar 183 mm. Demikian pula dengan rata-rata curah hujan maksimum bulanannya terjadi pada bulan Oktober sebesar 288 mm serta minimum pada bulan Pebruari sebesar 93 mm. Untuk lebih jelas dapat di lihat pada gambar 4.2.
Gambar 4.2.Grafik Curah Hujan Rata-rata Bulanan Tipe C1
4.3.3 Karakteristik Klasifikasi Oldeman Tipe D1
Berdasarkan analisis hasil kajian menunjukkan klasifikasi Oldeman tipe D1 termasuk kedalam pola curah hujan Equatorial, yaitu curah hujan rata-rata setiap wilayah yang berada di Tipe D1 memiliki dua puncak hujan maksimum dimana dicirikan dengan terjadinya puncak hujan tertinggi pertama antara bulan Maret-April dan puncak kedua terjadi antara bulan Nopember. Nilai curah hujan tahunan di Tipe D1 rata-rata sebesar 2100 mm dengan rata-rata curah hujan bulanan sebesar 182 mm. Demikian pula dengan rata-rata curah hujan maksimum bulanannya terjadi pada bulan Nopember sebesar 255 mm serta minimum pada bulan Juni 111 mm. Untuk lebih jelas dapat di lihat pada gambar 4.3.
Gambar 4.3.Grafik Curah Hujan Rata-rata Bulanan Tipe D1
4.3.4 Karakteristik Klasifikasi Oldeman Tipe D2
Berdasarkan analisis hasil kajian menunjukkan klasifikasi Oldeman tipe D2 termasuk kedalam pola curah hujan Equatorial, yaitu curah hujan rata-rata setiap wilayah yang berada di Tipe D2 memiliki dua puncak hujan maksimum dimana dicirikan dengan terjadinya puncak hujan tertinggi pertama antara bulan Mei-Juni dan puncak kedua terjadi antara bulan September-Oktober. Nilai curah hujan tahunan di Tipe D2 rata-rata sebesar 1900 mm dengan rata-rata curah hujan bulanan sebesar 165 mm. Demikian pula dengan rata-rata curah hujan maksimum bulanannya terjadi pada bulan September sebesar 277 mm serta minimum pada bulan Pebruari 79 mm. Untuk lebih jelas dapat di lihat pada gambar 4.4.