• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor- faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Sunat Perempuan pada Anak di Kelurahan Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Faktor- faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Sunat Perempuan pada Anak di Kelurahan Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA

SUNAT PEREMPUAN PADA ANAK DI KELURAHAN

LADANG BAMBU KECAMATAN MEDAN

TUNTUNGAN

DINNI ORIZA SARTIKA

105102050

KARYA TULIS ILMIAH

PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

PROGRAM DIV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Karta Tulis Ilmiah, Juni 2011

Dinni Oriza Sartika

Faktor- faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Sunat Perempuan pada Anak di

Kelurahan Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan

viii + 37 halaman + 11 tabel + 10 lampiran

Abstrak

Praktek sunat perempuan merupakan tradisi yang telah lama dikenal dalam masyarakat dan diakui oleh agama- agama di dunia seperti Yahudi, Islam dan sebagian pengikut Kristen. Prosedur sirkumsisi biasanya dilakukan sebagai suatu tindakan saat anak laki- laki menjelang pubertas, akan tetapi dibeberapa daerah di Indonesia seperti Madura, Jawa, Sumatera dan daerah- daerah lainnya sunat juga dilakukan pada anak perempuan. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasikan faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya sunat perempuan pada anak di Kelurahan Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan 2011. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan metode pengambilan sampel purposive sampling dengan jumlah responden 62 orang. Dari hasil penelitian yang diperoleh karakteristik responden menunjukkan mayoritas berusia 26-30 tahun (38,7%), suku terbanyak adalah suku jawa yaitu 59 responden (95,2%), dan mayoritas responden berpendidikan tingkat SMA yaitu sebanyak 49 responden (79,0%). Dari faktor psikoseksual yang mempengaruhi terjadinya sunat perempuan pada anak yaitu sebanyak 52 orang (84%), faktor sosiologi yang mempengaruhi terjadinya sunat perempuan pada anak yaitu sebanyak 59 orang (95,2%), faktor hygiene yang mempengaruhi terjadinya sunat perempuan pada anak yaitu sebanyak 58 orang (93,5%), faktor mitos yang mempengaruhi terjadinya sunat perempuan pada anak yaitu sebanyak 55 orang (88,7%), faktor agama yang mempengaruhi terjadinya sunat perempuan pada anak yaitu sebanyak 62 orang (100%). Diharapkan kepada petugas kesehatan untuk memberikan edukasi dan informasi yang benar tentang praktek- praktek tradisional yang berkembang di masyarakat terutama mengenai sunat perempuan pada anak.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti ucapkan kepada ALLAH SWT karena atas berkat rahmat

dan hidayah-Nya, peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah penelitian ini yang

berjudul “Faktor- faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Sunat Perempuan Pada Anak

di Kelurahan Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2011”. Peneliti

menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah penelitian ini masih jauh dari sempurna baik dari

isi maupun susunan bahasa. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan adanya masukan

dan saran untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak

yang telah membantu dan membimbing peneliti dalam menyelesaikan Karya Tulis

Ilmiah penelitian ini yaitu :

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara.

2. Nur Asnah Sitohang, S.Kep. Ns. M.Kep selaku Ketua program studi D-IV

Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatra Utara.

3. dr. Zulkifli, M.Si selaku Dosen pembimbing dalam penyusunan KTI (Karya

Tulis Ilmiah).

4. Faridah Indah Sari S.S.Kep.Ns.M.Kep selaku dosen penguji I.

5. Ibu Hj. Juar Tini selaku Kepala Kelurahan Radang Bambu Kecamatan Medan

Tuntungan yang telah memberi izin penulis untuk melakukan penelitian

6. Seluruh dosen, staf dan pegawai administrasi program studi D-IV Bidan

(5)

7. Ayahanda yang telah memberikan dukungan, semangat kepada peneliti dalam

menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah penelitian ini.

8. Teman-teman yang telah memberikan dukungan kepada peneliti sehingga

Karya Tulis Ilmiah penelitian ini selesai.

Akhir kata peneliti ucapkan terimahkasih atas semua bantuan yang diberikan,

semoga mendapat anugerah dari ALLAH SWT. Amin Ya Robbal Alamin.

Medan, Juni 2011

(Dinni Oriza Sartika)

(6)

]DAFTAR ISI

3. Pelaksanaan sunat perempuan... 7

4. Alasan pelaksanaan sunat perempuan. ... 8

5. Resiko sunat perempuan. ... 9

B. Faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya sunat perempuan ... 10

1. Psikoseksual. ... 10

2. Sosiologi. ... 11

3. Hygiene. ... 11

4. Mitos. ... 12

(7)

BAB III KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep ... 17

B. Definisi Operasional ... 18

BAB IV METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 19

B. Populasi dan Sampel ... 20

C. Tempat Penelitian ... 20

D. Waktu Penelitian ... 20

E. Etika Penelitian ... 20

F. Instrumen Penelitian ... 21

G. Uji Validitas dan Realibilitas ... 21

H. Prosedur Pengumpulan Data ... 22

I. Analisis Data ... 23

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil. ... 25

B. Pembahasan. ... 31

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan. ... 36

B. Saran. ... 37

DAFTAR PUSTAKA

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Kerangka Konsep ... 17

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden ... 24

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Psikoseksual di Kelurahan Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2011 ... 25

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi faktor Psikoseksual yang Mempengaruhi Terjadinya Sunat Perempuan Pada Anak di Kelurahan Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2011. ... 26

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Sosiologi di Kelurahan Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2011 ... 26

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi faktor Sosiologi yang Mempengaruhi Terjadinya Sunat Perempuan Pada Anak di Kelurahan Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2011 ... 27

Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Hygiene di Kelurahan Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2011 ... 28

Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi faktor Hygiene yang Mempengaruhi Terjadinya Sunat Perempuan Pada Anak di Kelurahan Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2011. ... 28

Tabel 5.8. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Mitos di Kelurahan Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2011 ... 29

Tabel 5.9. Distribusi Frekuensi faktor Mitos yang Mempengaruhi Terjadinya Sunat Perempuan Pada Anak di Kelurahan Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2011 ... 30

Tabel 5.10. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Agama di Kelurahan Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2011 ... 30

(9)

DAFTAR SKEMA

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 2. Lembar Kuesionesr

Lampiran 3. Surat Persetujuan Content Validity

Lampiran 4. Hasil Output Penelitian

Lampiran 5. Output Uji Reliabilitas Kuesioner

Lampiran 6. Surat Izin Penelitian

Lampiran 7. Surat Izin Melakukan Penelitian

Lampiran 8. Surat Balasan Penelitian

Lampiran 9. Surat Pernyataan Editor Bahasa Indonesia

(11)

PROGRAM DIV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Karta Tulis Ilmiah, Juni 2011

Dinni Oriza Sartika

Faktor- faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Sunat Perempuan pada Anak di

Kelurahan Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan

viii + 37 halaman + 11 tabel + 10 lampiran

Abstrak

Praktek sunat perempuan merupakan tradisi yang telah lama dikenal dalam masyarakat dan diakui oleh agama- agama di dunia seperti Yahudi, Islam dan sebagian pengikut Kristen. Prosedur sirkumsisi biasanya dilakukan sebagai suatu tindakan saat anak laki- laki menjelang pubertas, akan tetapi dibeberapa daerah di Indonesia seperti Madura, Jawa, Sumatera dan daerah- daerah lainnya sunat juga dilakukan pada anak perempuan. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasikan faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya sunat perempuan pada anak di Kelurahan Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan 2011. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan metode pengambilan sampel purposive sampling dengan jumlah responden 62 orang. Dari hasil penelitian yang diperoleh karakteristik responden menunjukkan mayoritas berusia 26-30 tahun (38,7%), suku terbanyak adalah suku jawa yaitu 59 responden (95,2%), dan mayoritas responden berpendidikan tingkat SMA yaitu sebanyak 49 responden (79,0%). Dari faktor psikoseksual yang mempengaruhi terjadinya sunat perempuan pada anak yaitu sebanyak 52 orang (84%), faktor sosiologi yang mempengaruhi terjadinya sunat perempuan pada anak yaitu sebanyak 59 orang (95,2%), faktor hygiene yang mempengaruhi terjadinya sunat perempuan pada anak yaitu sebanyak 58 orang (93,5%), faktor mitos yang mempengaruhi terjadinya sunat perempuan pada anak yaitu sebanyak 55 orang (88,7%), faktor agama yang mempengaruhi terjadinya sunat perempuan pada anak yaitu sebanyak 62 orang (100%). Diharapkan kepada petugas kesehatan untuk memberikan edukasi dan informasi yang benar tentang praktek- praktek tradisional yang berkembang di masyarakat terutama mengenai sunat perempuan pada anak.

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Balakang

Praktek sunat perempuan (Famale circumcicion) yang sering disebut sebagai

pemotongan atau mutilasi kelamin perempuan ( Famale Genital Cutting/ Famale

Genital Mutilation) merupakan tradisi yang telah lama dikenal dalam masyarakat dan

diakui oleh agama- agama di dunia seperti Yahudi, Islam dan sebagian pengikut Kristen

(Jendrius, 2005).

Pelaksanaan sunat perempuan telah tersebar diberbagai belahan dunia dan

terdapat pada berbagai suku dan ras. Namun asal- usulnya masih sangat sulit dipaparkan.

Bukti-bukti menunjukkan sunat perempuan sangat terkenal dikalangan masyarakat

Mesir kuno dan merupakan acara ritual bagi masyarakat Mesir yang terjadi sebelum

abad ke dua sebelum Masehi. Sunat perempuan dianggap sebagai salah satu tradisi pada

masa Nabi Ibrahim dan diikuti oleh Nabi Muhammad bersama umatnya. Konsep sunat

perempuan dilaksanakan atas dasar ajaran agama, tidak hanya agama Islam tetapi

beberapa agama lainnya. Namun sunat perempuan lebih dikenal dalam masyarakat Islam

dan Yahudi sebagai perintah agama yang harus dilakukan, dan merupakan ritual

keagamaan yang bersifat tradisional. Bentuk- bentuk pelaksanaannya sangat beragam,

mulai dari hanya simbol, pembersihan, mencolek, membersihkan kotoran, hingga

perusakan alat kelamin perempuan (Umar, 2010. Hal.51-53).

Sunat perempuan dilakukan di 28 negara dan terbanyak terdapat di Negara

(13)

Amerika Utara dan Eropa. Jumlah wanita yang mengalami sunat perempuan diseluruh

dunia lebih kurang seratus juta wanita dan terjadi pada tiga juta anak dibawah usia

sepuluh tahun setiap tahunnya (Heitman, 2000).

Dalam budaya matriarki, sunat perempuan merupakan sebuah keharusan. Hal ini

tidak terlepas dari pendapat yang melekat dalam pemikiran masyrakat bahwa tradisi

sunat perempuan merupakan perintah agama dan anggapan perempuan adalah penggoda

laki- laki karena memiliki syahwat yang besar. Anggapan tersebut telah menyumbang

mitos dalam kehidupan perempuan, termasuk dalam tradisi sunat perempuan. Dengan

disunat, daya seksual perempuan dibatasi dan dianggap perempuan tidak lagi menjadi

penggoda bagi laki- laki (Prafitri, 2008).

Di kawasan Afrika, sunat dengan memotong bagian genital perempuan. Sehingga

sering terjadi perdarahan, infeksi, infertil, pembengkakan, sakit saat melahirkan, tidak

bisa mengontrol buang air kecil, dan tidak bisa menikmati hubungan seksual pada

perempuan yang mengalaminya. Bahkan di beberapa Negara lainnya mempraktikkan

infibulasi, yaitu praktek memotong klitoris dan menjahit tepinya dengan menyisakan

sedikit lubang untuk buang air dan haid (Vanisaputra, 2005).

Sunat atau sirkumsisi adalah suatu tindakan yang umum dilakukan oleh tenaga

medis di Indonesia. Prosedur sirkumsisi biasanya dilakukan sebagai suatu tindakan saat

anak laki- laki menjelang pubertas, akan tetapi dibeberapa daerah di Indonesia seperti

Madura, Jawa, Sumatera dan daerah- daerah lainya sunat juga dilakukan pada anak

perempuan (Juli, 2006) Aide Medicale Internationale, hal 39.

Hasil penelitian dari Population Council tahun 2004 menunjukkan bahwa di

Indonesia dukun bayi, dukun sunat, dan bidan merupakan penyedia pelayanan sunat

(14)

68% dilakukan oleh pengkhitan tradisional dan 32% dilakukan oleh tenaga kesehatan,

terutama bidan. Di kota Padang dan Padang Pariaman sunat perempuan lebih banyak

dilakukan oleh bidan 89% dan 68%, dan di Sulawesi Selatan paling banyak dilakukan

oleh dukun sunat 70% (Gani, 2007).

Di Indonesia pada 31 Mei sampai 1 Juni 2005 telah diselenggarakan Lokakarya

Pencegahan dan Penanganan Kekerasan terhadap Perempuan berkaitan dengan sunat.

Peserta lokakarya terdiri atas Menteri Pemberdayaan Perempuan, Depkes, Depag,

Institusi Pendidikan (Fakultas Kedokteran, Sekolah Kebidanan, Fakultas Kesehatan

Masyarakat, Universitas Islam Negeri), organisasi profesi (IBI, IDAI, POGI), ormas

perempuan termasuk agama, media massa, yayasan yang berkaitan dengan pelayanan

medis, dan institusi penelitian. Kesimpulan yang dihasilkan yaitu sunat perempuan tidak

memiliki landasan ilmiah dan lebih didasari pada tradisi dan budaya, tidak ada landasan

agama. Penelitian menunjukkan bahwa sunat perempuan lebih banyak membawa

dampak buruk dari pada manfaatnya dan ternyata mendikalisiasi FGM yang cenderung

ke arah mutilasi bertentangan dengan hukum yang berlaku ( PERSI, 2007).

Berdasarkan hasil surve yang dilakukan peneliti dari 6 oarang ibu yang memiliki

anak perempuan yang berusia 0-1 tahun, 5 orang melakukan sunat dan hanya 1 orang

yang tidak melakuakan sunat.

Dari studi pendahuluan dan data yang diperoleh peneliti tertarik meneliti tentang

Faktor- faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Sunat Perempuan pada Anak di

Kelurahan Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2011.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut maka yang menjadi

(15)

mempengaruhi terjadinya sunat perempuan pada anak di Kelurahan Ladang Bambu

Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2011”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengidentifikasikan faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya sunat

perempuan pada anak di Kelurahan Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan 2011.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi terjadinya sunat

perempuan pada anak berdasarkan psikoseksual

b. Untuk mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi terjadinya sunat

perempuan pada anak berdasarkan sosiologi

c. Untuk mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi terjadinya sunat

perempuan pada anak berdasarkan hygiene

d. Untuk mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi terjadinya sunat

perempuan pada anak berdasarkan mitos

e. Untuk mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi terjadinya sunat

(16)

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi Pendidikan

Khususnya Jurusan D-IV Bidan Pendidik USU, hasil penelitian ini diharapkan

dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam pengembangan penelitian

selanjutnya.

2. Bagi Petugas Kesehatan

Penelitian ini digunakan agar petugas kesehatan dapat memberikan informasi dan

edukasi tentang sunat perempuan pada anak di masyarakat.

3. Bagi Peneliti yang Lain

hasil penelitian ini dapat dijadikan data dasar dalam melakukan penelitian lebih

lanjut terutama mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya sunat

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sunat Perempuan

1. Pengertian Sunat Perempuan

Banyak konsep yang digunakan untuk menjelaskan tentang sunat perempuan.

Dalam Islam khitan atau sunat berasal dari bahasa arab “Al-khitan” yang merupakan

isim masdar dari kata kerja “Khatana” yang berarti memotong. Khitan pada perempuan

dilakukan dengan cara memotong bagian atas (klentit) dari kemaluan (faraj) (Jendrius,

dkk.2005. Hal 3).

Khitan perempuan adalah memotong sedikit kulit labia minora atau preputium

clitoridis di atas uretra di farji atau kemaluan. Kata lain yang sering digunakan adalah

sunat dan istilah lain yang kurang dikenal yaitu khifad yang berasal dari kata khafd ,

istilah ini khusus untuk khitan perempuan (Gani, 2007. ¶ 3).

Secara internasional sunat perempuan dikenal dengan istilah female genital

cutting (FGC) atau genital mutilation. Genital cutting adalah pemotongan alat kelamin

sedangkan genital mutilation identik dengan perusakan alat kelamin. FGC merupakan

segala prosedur menghilangkan sebagian atau seluruh bagian alat kelamin luar

perempuan atau perlukaan organ genital perempuan baik karena didasari oleh alasan

kebudayaan atau alasan nonmedis lainnya (Juli, 2006) Aide Medicale Internationale, hal

(18)

2. Tipe-tipe Sunat Perempuan

WHO mengklasifikasikan bentuk FGC dalam 4 tipe, yaitu :

a) Tipe I : Clitoridotomy, yaitu eksisi dari permukaan (prepuce) klitoris, dengan

atau tanpa eksisi sebagian atau seluruh klitoris. Dikenal juga dengan istilah

“hoodectomy”.

b) Tipe II : Clitoridectomy, yaitu eksisi sebagian atau total dari labia minora.

Banyak dilakukan di Negara-negara bagian Afrika Sahara, Afrika Timur, Mesir,

Sudan, dan Peninsula.

c) Tipe III: Infibulasi/Pharaonic Circumcision/Khitan ala Firaun, yaitu eksisi

sebagian atau seluruh bagian genitalia eksterna dan penjahitan untuk

menyempitkan mulut vulva. Penyempitan vulva dilakukan dengan hanya

menyisakan lubang sebesar diameter pensil, agar darah saat menstruasi dan urine

tetap bisa keluar.

d) Tipe IV: Tidak terklarifikasi, termasuk di sini adalah menusuk dengan jarum

baik di permukaan saja ataupun sampai menembus, atau insisi klitoris dan atau

labia; meregangkan (stretching) klitoris dan atau vagina; kauterisasi klitoris dan

jaringan sekitarnya; menggores jaringan sekitar introitus vagina (angurya cuts)

atau memotong vagina (gishiri cut), memasukkan benda korosif atau

tumbuh-tumbuhan agar vagina mengeluarkan darah, menipis, dan menyempit.

Tipe I dan III adalah tipe yang paling sering dilakukan di berbagai negara. Di

Indonesia, berdasarkan penelitian Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan

UGM di Madura dan Yogyakarta 2002, prosedur yang paling sering dilakukan

adalah tipe II dan tindakan yang sering dilakukan oleh tenaga medis adalah tipe

(19)

Prosedur penyunatan yang umum dilakukan dalam praktek sunat perempuan di

antaranya:

a. Memotong sedikit puncak klitoris

b. Mencongkel atau melukai klitoris

c. Mengorek lender atau selaput kulit klitoris

d. Menusuk dengan jarum atau ujung pisau untuk mengeluarkan setetes darah

(Jendrius, 2005).

3. Pelaksanaan Sunat Perempuan

Pelaksaan sunat perempuan sangat bervariasi, mulai dilakukan oleh tenaga medis

(perawat, bidan, maupun dokter), dukun bayi dan dukun/tukang sunat dengan

menggunakan alat-alat tradisional seperti pisau, sembilu, bambu, kaca dan kuku, hingga

alat modern seperti gunting dan skapula, pelaksanaannya dengan atau tanpa anastesi.

Usia pelaksanaannya juga bervariasi mulai dari neonatus, anak usia 6-10 tahun,

remaja, hingga dewasa. Masyarakat di Indonesia melakukan sunat perempuan pada usia

anak 0- 18 tahun, tergantung budaya setempat. Namun pada umumnya sunat perempuan

dilakukan pada bayi setelah dilahirkan. Di Jawa dan Madura, sunat perempuan 70%

dilaksanakan pada anak usia kurang dari satu tahun (Juliansyah, 2009).

4. Alasan Pelaksanaan Sunat Perempuan

Sunat perempuan merupakan perpaduan budaya dan tradisi yang timbul sejak

dahulu dari berbagai nilai, khususnya nilai agama dan nilai budaya. Alasan- alasan yang

menyebabkan terpelihara dan tetap berlangsungnya sunat perempuan yaitu agama, adat,

(20)

perempuan yang masih memelihara praktek sunat pada perempuan adalah perempuan

yang hidup dalam masyarakat tradisional di wilayah pedalaman (Coomaraswamy, 2000).

WHO (Dalam Juliansyah, 2009) membedakan alasan pelaksanan sunat

perempuan menjadi lima kelompok, yaitu:

a) Psikoseksual

Pemotongan klitoris diharapkan akan mengurangi libido pada perempuan,

mengurangi atau menghentikan masturbasi, menjaga kesucian dan keperawanan

sebelum menikah, kesetiaan sebagai istri, dan meningkatkan kepuasan seksual

bagi laki- laki.

b) Sosiologi

Melanjutkan tradisi, menghilangkan hambatan dan kesialan bawaan, sama

peralihan pubertas atau wanita dewasa, dan lebih terhormat.

c) Hygiene

Organ genitalia eksterna dianggap kotor dan tidak bagus bentuknya, sunat

dilakukan untuk meningkatkan kebersihan dan keindahan.

d) Mitos

Meningkatkan kesuburan dan daya tahan anak

e) Agama

Dianggap sebagai perintah agama, agar ibadahnya lebih diterima.

5. Resiko Sunat Perempuan

Menurut Koblinsky (1997) Resiko yang timbul akibat sirkumsisi pada wanita

dapat berupa perdarahan, tetanus, infeksi yang disebabkan oleh alat yang digunakan

(21)

Dalam pandangan medis kegiatan sunat pada perempuan dapat membahayakan,

karena menyangkut menghilangkan alat vital pada perempuan. Dari tindakan sunat

perempuan dapat mengakibatkan komplikasi yang bersifat jangka panjang pada

perempuan seperti: Kesulitan menstruasi, infeksi saluran kemih kronis, kemandulan,

disfungsi seksual, kesulitan saat hamil dan persalinan, dan meningkatkan resiko tertular

HIV. Selain berdampak secara medis, sunat perempuan juga dapat menimbulkan

dampak yang bersifat psikoseksual, psikologis, dan sosial (Gani, 2007).

Ditinjau dari segi medis dan kesehatan, sunat perempuan tidak ada manfaat dan

kegunaan. Berbeda dengan dengan sunat yang dilakukan pada laki- laki yaitu berguna

untuk menjaga kebersihan dari alat kelamin luar (Juli, 2006) Aide Medicale

Internationale, hal 39.

Sehubungan dengan masalah tersebut, sebaiknya dilakukan program edukasi

tentang sunat pada anak perempuan di masyarakat. Namun, tentu harus

mempertimbangkan faktor budaya dari masyarakat setempat ( Taufiq, 2010.¶ 5).

B. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Sunat Perempuan

1. Psikoseksual

Seksualitas dalam arti yang luas ialah semua aspek badaniah, psikologik dan

kebudayaan yang berhubungan langsung dengan seks dan hubungan seks manusia

(Rosidi dkk, 2008).

Klitoris adalah organ yang sangat sensitif seperti ujung zakar. Organ ini juga bisa

ereksi, mampu meningkatkan libido dan nafsu birahi. Khitan yang dilakukan pada

(22)

pubertas yang merupakan fase usia paling berbahaya dalam kehidupan anak gadis

(Hindi, 2008).

Sunat pada perempuan berawal dari keinginan laki- laki untuk mengendalikan

seksual wanita. Dalam tradisi masyarakat, laki- laki tidak akan menikahi wanita yang

belum disunat dan menganggap wanita tersebut akan gemar bersetubuh dengan siapa

saja, tidak bersih dan tidak layak dipercaya secara seksual (Koblinsky, 1997).

Female Genital Mutilation (FGM) dipercaya dapat mengurangi hasrat sksual seorang

peempuan sehingga dapat mengurangi terjadinya praktek seksual diluar nikah. Dalam

masyarakat yang mempraktekkan sunat perempuan, seorang perempuan yang tidak

disunat tidak akan mendapatkan jodoh dan kesetiaan perempuan yang tidak disunat

sangat diragukan oleh masyarakat (Ana, 2009).

Ada beberapa anggapan yang dipercayai masyarakat tentang manfaat khitan

perempuan yaitu: Mengurangi dan menghilangkan jaringan sensitif dibagian luar

kelamin terutama klitoris agar dapat menahan keinginan seksualitas perempuan,

memelihara kemurnian dan keperawanan sebelum menikah, kesetiaaan di dalam

pernikahan, dan menambah kenikmatan seksual laki- laki. Namun, manfaat tersebut

tidak didasari fakta ilmiah ( Gani, 2007).

Perilaku seksualitas yang normal ialah yang dapat menyesuaikan diri bukan saja

dengan tuntutan masyarakat, tetapi dengan kebutuhan individu mengenai kebahagiaan

dan pertumbuhan yaitu perwujudan diri sendiri atau peningkatan kemampuan individu

untuk mengembangkan kepribadian menjadi lebih baik (Rosidi dkk, 2008).

Menurut Ilyas (2009) dorongan seksual seorang perempuan tidak ditentukan oleh

sunat atau tidaknya seorang perempuan, tetapi karena faktor- faktor psikologis dan

(23)

2. Sosiologi

Allan Jahnson (Herlinawati, 2010) mengatakan Sosiologi adalah ilmu yang

mempelajari kehidupan dan perilaku,terutama dalam kaitannya dengan suatu sistem

sosial dan bagai mana sisten tersebut mempengaruhi individu dan bagai mana pula orang

yang terlibat didalamnya mempengaruhi sistem tersebut.

Secara sosiologis khitan pada perempuan merupakan bagian dari identifikasi

warisan budaya, tahapan anak perempuan memasuki masa kedewasaan, integrasi sosial

dan memeliharaan kohesi sosial (Gani, 2007 hal.4).

Budaya dan tradisi merupakan alasan utama dilakukannya sunat perempuan.

Sunat menentukan siapa saja yang dapat dianggap sebagai bagian dari masyarakat,

sehingga dianggap sebagai tahap inisiasi bagi perempuan untuk memasuki tahap dewasa.

Dalam masyarakat yang mempraktekkan sunat perempuan tindakan sunat dianggap

sebagai hal yang biasa dan seorang perempuan tidak akan dianggap dewasa sebelum

melakukan sunat (Heitman, 2003).

Saadawi (2001) berpendapat Seorang gadis yang tidak disunat akan menjadi

bahan gunjingan oleh masyarakat, mendapat anggapan negative sebagai perempuan

yang memiliki tingkah laku buruk, dan akan mengejar laki- laki. Bila datang saatnya

menikah, tidak ada laki- laki yang datang untuk meminang

Saat ini khitan perempuan sebagai suatu kegitan yang menjadi tradisi di

masyarakat tentunya harus memiliki dasar yang kuat, bukan sekedar tradisi masa lalu.

Sebagian masyarakat sejak jaman Nabi Ibrahim hingga saat ini masih melakukan tradisi

sunat perempuan dengan berlandaskan keagamaan dan taqwa kepada sang khaliq ( Gani,

(24)

3. Hygiene

Menurut kamus keperawatan hygiene merupakan ilmu pengetahuan mengenai

cara-cara mempertahankan dan melestarikan kesehatan, khususnya melalui upaya

menggalakkan kebersihan (Hinchuff, 1999).

Alasan kebersihan, kesehatan dan keindahan merupakan dalih pembenaran yang

diakui oleh masyarakat untuk melakukan sunat perempuan. Pemotongan klitoris

dikaitkan dengan tindakan penyucian dan pembersihan oleh masyarakat yang

mempraktekkan sunat perempuan. Seorang perempuan yang tidak disunat dianggap

tidak bersih dan tidak diperkenankan menyentuh makanan atau air ( Lubis, 2006. Hal

499).

Dalam beberapa budaya menganggap alat kelamin perempuan yang tidak disunat

di pandang jelek dan najis. Sunat diyakini sebagai prosedur membersihkan alat kelamin

perempuan dan meningkatkan kondisi estetikanya. Sunat perempuan juga menjadi

alasan kesehatan, kebersihan, dan keindahan alat kelamin perempuan.

Sunat perempuan melahirkan kebersihan dan kesucian. Kebersihan dan kesucian

di balik sunat, mencegah menumpuknya cairan lemak yang menjadi penyebab

peradangan pada daerah sensitive, uretra dan pada sistem reproduksi, juga dapat

menyebabkan timbulnya penyakit- penyakit mematikan (Hindi, 2008).

4. Mitos

Masalah lain dalam sunat perempuan yang perlu mendapat perhatian adalah

mitos- mitos yang mendasari pelaksaan sunat perempuan. Masyarakat menyakini bahwa

bila anak perempuan yang tidak disunat kan menjadi nakal dan genit. Mitos lain yang

(25)

feminin, mengontrol kegiatan seksual perempuan dan menjadikan perempuan selalu

tunduk kepada laki-laki (Aida, 2009).

Terdapat pula beberapa mitos yang menguatkan keberadaan sunat perempuan.

Mitos tersebut menempatkan perempuan sebagai makhluk nomor dua yang yang tidak

pantas mengapresiasikan kebutuhan seksualnya, perempuan hanya sebagai pelengkap

kepuasan seksual laki- laki. Untuk alsan tersebut praktek sunat perempuan yang

memotong organ seks yang paling sensitive pada perempuan dibenarkan ( Prafitri, 2008

hal. 78).

Tindakan Famale Genital Mutilation (FGM) atau sunat perempuan dipromosikan

dapat meningkatkan kesehatan perempuan serta anak yang dilahirkannya, dikatakan

bahwa perempuan yang disunat akan lebih subur dan mudah melahirkan. Pendapat ini

merupakan mitos yang dipercaya masyarakat dan tidak memiliki bukti medis (Ana,

2009).

5. Agama

Dalam Islam khitan perempuan lazim menggunakan bahasa khitan yang diambil

dari kata khatana yang berarti memotong, maksudnya adalah memotong kulit yang

menutup bagian ujung kemaluan dengan tujuan bersih dari najis atau disebut dengan

thahur yang artinya membersihkan ( Umar, 2010. Hal. 51).

Masyarakat mengganggap bahwa sunat pada repempuan adalah bagian dari ajaran

Islam, sama seperti laki- laki. Dalam Al-Quran tidak ada ketegasan hukum mengenai

sunat perempuan, tetapi terdapat dalam hadits. Beberapa kitab hadits dan fiqih memuat

hadits- hadits yang berkaitan dengan sunat perempuan, diantara lain yang diriwayatkan

oleh Ahmad Bin Hanbal: “Khitan itu dianjurkan untuk laki- laki (sunnah), dan

(26)

meriwayatkan: “Potong sedikit kulit atas dan jangan potong terlalu dalam agar wajahnya

lebih bercahaya dan lebih disukai oleh suaminya. Namun hadits- hadits tersebut

sanadnya tidak ada yang mencapai derajat shahih (Gani, 2007)

Dalam analisis dalil tidak ada hadits yang shahih sebagai dasar hukum sunat

pada perempuan. Ulama- ulama mazhab berisikeras menyatakan bahwa sunat pada

perempuan adalah perbuatan mulia untuk tidak mengatakan wajib ( YPKP, 2004).

Beberapa ulama lain berpendapat, bahwa khitan perempuan sebagai kehormatan.

Artinya, sebagai perbuatan mulia yang sangat baik untuk dikerjakan dan

meninggalkannya sama dengan mengundang penyakit dan keburukan. Mengikuti

ajaran Islam dalam perkara keci maupun besar adalah satu- satunya jalan untuk

mendapat keselamatan dari kehinaan dunia dan azab akhirat (Hindi, 2010).

Landasan agama sebagai alasan pokok mengapa tradisi khitan pada perempuan

sampai sekarang masih dilaksanakan oleh sebagian masyarakat, di antaranya adalah

adanya kewajiban dalam Islam walaupun sejarah menemukan sunat perempuan sudah

ada sebelum adanya Islam dan sebagai bagian dari proses mengislamkan, jika tidak

dikhitan tidak diperkenankan membaca Al-Quran dan melakukan shalat lima waktu

(Gani, 2007. Hal 4).

Atas nama agama dan kemashalatan, sunat pada perempuan seharusnya tidak lagi

dilanjutkan. Karena tidak memiliki dasar hadist yang shahih, alasan medis yang kuat dan

tidak sesuai dengan rasionalitis kesetaraan relasi laki- laki dan perempuan. Sunat

perempuan hanya diperbolehkan jika mendatangkan kemashalatan, bila tidak sama saja

(27)

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini menggambarkan faktor-faktor yang

mempengaruhi terjadinya sunat perempuan pada anak adalah faktor psikoseksual, faktor

sosiologi, faktor hygiene, faktor mitos, dan faktor agama di Kelurahan Ladang Bambu

Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2011

Faktor-faktor Yang

Mempengaruhi :

- Psikoseksual

- Sosiologi

- Hygiene

- Mitos

- Agama

(28)

Definisi Operasional

No Variabel Definisi operasional Alat

ukur Cara ukur

Hasil ukur

Skala ukur 1 Psikoseksual Aspek badaniah dan

psikologi yang

2 Sosiologi Perilaku yang mempengaruhi

3 Hygiene Alasan kebersihan dan kesehatan yang

(29)

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah jenis

deskriptif dengan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui faktor-

faktor yang mempengaruhi terjadinya sunat perempuan di Kelurahan Ladang Bambu

Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2011.

B. Populasi dan Sampel

a. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah orang tua yang memiliki anak perempuan

0-1 tahun yang berjumlah 73 orang di Kelurahan Ladang Bambu Kecamatan Medan

Tuntungan Tahun 2011.

b. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi. Besarnya sampel dalam peneliti

adalah:

N = Besarnya populasi

d = Penyimpangan terhadap populasi atau derajat ketepatan yang

diinginkan. Besarnya 0,05 (Notoadmojo, 2007).

(30)

n =

Metode pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan simple random

sampling, yaitu pengambilan sampel dengan cara acak sederhana menggunakan lotre

dengan memasukkan nomor- nomor responden kedalam kotak, lalu dikocok dan

dikeluarkan satu- persatu sebanyak 62 kali dan nomor yang keluar dijadikan sebagai

sampel.

C. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Kelurahan Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan.

D. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada September 2010 sampai dengan Juni Tahun 2011.

E. Pertimbangan Etik Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mendapat persetujuan dari instansi

pendidikan yaitu ketua program studi D IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan USU,

kemudia peneliti mengajukan permohonan izin kepada kepala lurah Ladang Bambu.

(31)

yaitu: peneliti memberikan penjelasan kepada calon responden tentang tujuan dan

prosedur pelaksanaan penelitian. Jika responden bersedia diteliti, maka calon responden

dipersilahkan menandatangani surat persetujuan, jika calon responden menolak peneliti

tidak dapat memaksa dan menghormati hak- hak responden. Untuk menjaga kerahasian

responden , peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan

data yang diisi oleh responden. Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden

dijamin oleh peneliti.

F. Instrumen Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian ini penulis menggunakan instrument berupa

lembar kuesioner/angket yang disusun sendiri oleh peneliti dengan arahan dari

pembimbing. Kuesioner untuk data demografi responden meliputi umur, suku dan

pendidikan.

Koesioner tentang faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya sunat

perempuan pada anak terdiri dari faktor psikoseksual (pertanyaan 1-5), faktor sosiologi

(1-5), faktor hygiene (1-5), faktor mitos (1-5), dan faktor agama (1-5). Bentuk

pertanyaan dengan jawaban ya atau tidak. Nilai 1 untuk jawaban “ya” dan nilao 0 untuk

jawaban “tidak” (Nursalam,2003).

G. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas dilakukan dengan cara content validity untuk mengetahui kelayakan

butir-butir dalam daftar (konstruk) pertanyaan dalam mendefinisikan suatu variabel

(32)

yaitu dr. Zulkifli M.Si. Sehingga instrument yang digunakan tersebut dinyatakan valid

dan mampu mengukur variabel yang akan diukur.

Uji reabilitas dilakukan untuk mengetahui konsistensi alat ukur, apakah alat

pengukuran yang digunakan reliable atau tidak. Uji reliabilitas dengan Alpha

Cronbach’s yang diolah melalui program komputerisasi. Apabila nilai Alpha

Cronbach’s nya lebih dari 0.6 maka dinyatakan reliabel. Untuk faktor psikoseksual,

sosiologis, hygiene, mitos dan agama diperoleh nilai Alpha Cronbach’s sebesar 0,872.

H. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data yang dilakukan dengan mengajukan surat permohonan

izin penelitian pada institusi pendidikan Program D-IV Bidan Pendidik Fakultas

Keperawatan USU, dan mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian kepada

Kepala Kelurahan Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan, setelah mendapat izin

dari lurah peneliti yang ditemani seorang teman yang bekerja di Kelurahan Ladang

Bambu menjumpai seorang kader yang berada di lingkungan II dengan tujuan meminta

kesediaan kader membantu peneliti menemui kepala lingkungan dan mendapatkan

responden yang sesuai dengan kriteria responden yang diteliti, serta menjelaskan tujuan

penelitian yang dilakukan. Setelah mendapat persejuan kader peneliti memberi arahan

tentang cara pengisian kuesioner.

Peneliti melakukan penelitian mulai tanggal 28 Februari sampai 17 April, penelitian

dilakukan dengan mengunjugi rumah- kerumah pada sore hari dan pada acara posyandu

setiap bulannya yaitu pada tanggal 11 di lingkungan V, tanggal 15 di lingkungan IV,

(33)

Pada saat pengumpulan data peneliti menjelaskan tujuan dan prosedur penelitian

kepada calon responden dan bagi yang bersedia diminta untuk menanda tangani lembar

persetujuan (informed consent). Peneliti mengambil data dari responden yang bersedia

dengan berpedoman pada pertanyaan yang terdapat pada lembar kuesioner dan diberi

kesempatan bertanya apabila ada pertanyaan yang tidak dipahami oleh responden.

Kuesioner diberikan kepada orang tua yang memiliki anak perempuan usia 0-1 tahun.

Setelah selesai pengumpulan data peneliti memeriksa kelengkapan data dan terdapat

data yang kurang dikarnakan responden lupa mengisi suku dan pendidikan akhir yang

ditempuh responden. Selanjutnya peneliti memeriksa ulang kelengkapan data, setelah

lengkap data yang dikumpulkan di analisa.

I. Analisis Data

Setelah semua data terkumpul dilakukan Pengolahan data dilakukan dengan langkah

sebagai berikut : (1). Editing adalah memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh

pada saat pengumpulan data atau setelah data terkumpul. (2) Coding merupakan

kegiatan merubah data berbentuk huruf dirubah kedalam angka. (3). Processing adalah

Setelah data di coding maka data dari kuesioner dimasukkan kedalam program computer

yaitu SPSS. (4). Melakukan tehnik analisis. Tehnik analisis yang digunakan adalah

analisis univariat untuk mengetahui frekuensi dan presentasi data yang diperoleh dari

hasil pengumpulan data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

(34)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Dalam bab ini diuraikan hasil penelitian mengenai karakteristik responden dan

Faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya sunat perempuan pada anak yang

diperoleh dari hasil pengumpulan data yang dilakukan di Kelurahan Ladang Bambu

Kecamatan Medan Tuntungan dengan jumlah responden 62 orang.

1. Karakteristik Responden

Adapun karakteristik responden yang diperoleh mencakup usia dengan usia

terbanyak 26-30 tahun yaitu 24 orang (38,7%), suku dengan mayoritas responden

bersuku jawa yaitu 59 orang (95,2%), pendidikan dengan pendidikan terbanyak SMA

yaitu 49 orang (79,0%).

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden

Karakteristik Frekuensi Persentase (%)

(35)

2. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Sunat Perempuan pada

Anak

Hasil penelitia ini menunjukkan faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya

sunat perempuan pada anak yang diidentifikasi dengan 25 pertanyaan.

a. Faktor Psikoseksual

Dari 62 orang responden yang mempunyai anak perempuan 0-1 tahun didapatkan

bahwa faktor psikoseksual mayoritas responden menjawab ya atas pertanyaan menjaga

kesucian dan keperawanan yaitu 58 orang (93,5%), dan mayoritas menjawab tidak atas

pertanyaan perempuan yang tidak disunat gemar bersetubuh dengan siapa saja yaitu 25

orang (59,7%). Lebih Jelas dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Psikoseksual di Kelurahan Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2011

Jawaban responden

Psikoseksual Ya Tidak Total

f % f %

Laki-laki tidak akan menikahi wanita yang tidak disunat

47 75,8 15 24,2 100

Menjadi istri yang setia 56 90,3 6 9,7 100

Mengendalikan nafsu seksual perempuan 38 61,3 24 38,7 100

Menjaga kesucian dan keperawanan sebelum menikah

58 93,5 4 6,5 100

Perempuan yang tidak disunat gemar bersetubuh dengan siapa saja

37 59,7 25 40,3 100

b. Faktor psikoseksual yang mempengaruhi terjadinya sunat perempuan

Berdasarkan perhitungan sesuai kategori yang telah ditetapkan, dari 62

responden faktor psikoseksual yaitu sebanyak 52 orang (84%), dan yang tidak sebanyak

(36)

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi faktor Psikoseksual yang Mempengaruhi Terjadinya Sunat Perempuan Pada Anak di Kelurahan Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2011.

Psikoseksual Frekuensi Persentase (%)

Ya 52 84

Tidak 10 16

Total 62 100

c. Faktor Sosiologi

Dari 62 responden yang memiliki anak perempuan 0-1 tahun yang disunat di

dapat bahwa dari faktor sosiologi yang mempengaruhi terjadinya sunat perempuan

mayoritas responden menjawan ya untuk pertanyaan melanjutkan tradisi sebanyak 58

orang (93,5%), dan mayoritas menjawan tidak atas pertanyaan penghilang hambatan dan

kesialan pada anak yaitu 17 orang (27,.4%), dan tidak dianggap bagian dari masyarakat

sebanyak 17 orang (27,4%). Dapat dilihat pada table di bawah :

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Sosiologi di Kelurahan Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2011

Jawaban responden

Sosiologi Ya Tidak Total

f % f %

Melanjutkan tradisi 58 93,5 4 6,5 100

Menghilangkan hambatan dan kesialan pada anak

45 72,6 17 27,4 100

Tidak dianggap bagian dari masyarakat 45 72,6 17 27,4 100

Perempuan akan lebih terhormat 55 88,7 7 11,3 100

(37)

d.Faktor sosiologi yang mempengaruhi terjadinya sunat perempuan pada anak

Berdasarkan perhitungan sesuai kategori yang telah ditetapkan, dari 62

responden faktor sosiologi yang mempengaruhi terjadinya sunat perempuan pada anak

yaitu sebanyak 59 orang (95,2%), dan yang tidak sebanyak 3 orang (4,8%). Lebih jelas

dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi faktor Sosiologi yang Mempengaruhi

Terjadinya Sunat Perempuan Pada Anak di Kelurahan Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2011

Sosiologi Frekuensi Persentase (%)

Ya 59 95,2

Tidak 3 4,8

Total 62 100

e. Faktor Hygiene

Dari 62 orang responden yang mempunyai anak 0-1 tahun dan disunat dalam

penelitian ini menyatakan faktor hygiene yang mempengaruhi terjadinya sunat

perempuan pada anak mayoritas menjawab ya atas petanyaan melahirkan kebersihan dan

kesucian sebanyak 59 orang (95,2%), dan mayoritas menjawab tidak atas pertanyaan

terhindar dari penyakit- penyakit mematikan yaitu 24 orang (38,7%). Lebih jelas dapat

(38)

Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Hygiene di Kelurahan Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2011

Jawaban responden

Faktor Hygiene Ya Tidak Total

f % f %

Membersihkan kemaluan perempuan bagian

luar yang dianggap kotor

47 75,8 15 24,2 100

Memiliki bentuk kemaluan yang indah 44 71,0 18 29,0 100

Menjaga kesehatan anak 43 69,4 19 30,6 100

Melahirkan kebersihan dan kesucian 59 95,2 3 4,8 100

Terhindar dari penyakit-penyakit mematikan 38 61,3 24 38,7 100

f. Faktor hygiene yang mempengaruhi terjadinya sunat perempuan pada anak

Berdasarkan perhitungan sesuai kategori yang telah ditetapkan, dari 62

responden faktor hygiene yang mempengaruhi terjadinya sunat perempuan pada anak

yaitu sebanyak 58 orang (93,5%), dan yang tidak sebanyak 4 orang (6,5%). Lebih jelas

dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi faktor Hygiene yang Mempengaruhi Terjadinya Sunat Perempuan Pada Anak di Kelurahan Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2011.

Hygiene Frekuensi Persentase (%)

Ya 58 93,5

Tidak 4 6,5

(39)

g. Faktor Mitos

Dari 62 orang responden yang mempunyai anak perempuan 0-1 tahun yang

disunat di dapat bahwa dari faktor mitos yang mempengaruhi terjadinya sunat

perempuan pada anak mayoritas responden menjawab ya atas pertanyaan menjadikan

wanita lebih feminin sebanyak 56 orang (90,3%), dan mayoritas menjawab tidak atas

pertanyaan mudah menjalani proses melahirkan yaitu 39 orang (62,9%). Lebih jelas

dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.8. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Mitos di

Kelurahan Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2011

Jawaban responden

Faktor Mitos Ya Tidak Total

f % f %

Meningkatkan kesuburan 39 62,9 23 37,1 100

Menjadikan wanita lebih feminin 56 90,3 6 9,7 100

Perempuan yang tidak disunat akan menjadi genit dan nakal

54 87,1 8 12,9 100

Akan selalu tunduk pada laki-laki 45 72,6 17 27,4 100

Mudah menjalani proses persalinan 23 37,1 39 62,9 100

h. Faktor mitos yang mempengaruhi terjadinya sunat perempuan pada anak

Berdasarkan perhitungan sesuai kategori yang telah ditetapkan, dari 62

responden faktor mitos yang mempengaruhi terjadinya sunat perempuan pada anak

yaitu sebanyak 55 orang (88,7%), dan yang tidak sebanyak 7 orang (11,3%). Lebih jelas

(40)

Tabel 5.9. Distribusi Frekuensi faktor Mitos yang Mempengaruhi Terjadinya Sunat Perempuan Pada Anak di Kelurahan Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2011

Mitos Frekuensi Persentase (%)

Ya 55 88,7

Tidak 7 11,3

Total 62 100

i. Faktor Agama

Dari 62 responden yang memiliki anak 0-1 tahun yang disunat dalam penelitian

ini menyatakan bahwa faktor agama yang mempengaruhi terjadinya sunat perempuan

pada anak mayoritas responden menjawan ya atas merupakan perbuatan yang mulia dan

diwajibkan dalam Islam sebanyak 60 orang (96,8%), dan mayoritas menjawab tidak

untuk pertanyaan perempuan yang tidak disunat tidak diperbolehkan membaca

Al-Quran dan shalat 5 waktu sebanyak 20 orang (32,3%), Lebih jelas dapat dilihat pada

tabel berikut:

Tabel 5.10. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Agama di Kelurahan Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2011

Merupakan perbuatan yang mulia dan diwajibkan dalam agama

60 96,8 2 3,2 100

Perempuan tidak disunat tidak diperbolehkan membaca Al-Quran dan shalat 5 waktu

42 67,7 20 32,3 100

(41)

j. Faktor Agama yang Mempengaruhi Terjadinya Sunat Perempuan pada Anak

Berdasarkan perhitungan sesuai kategori yang telah ditetapkan, dari 62

responden faktor agama yang mempengaruhi terjadinya sunat perempuan pada anak

yaitu sebanyak 62 orang (100%), dan yang tidak mempengaruhi tidak ditemukan.

Lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.11. Distribusi Frekuensi faktor Agama yang Mempengaruhi Terjadinya Sunat Perempuan Pada Anak di Kelurahan Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2011

Agama Frekuensi Persentase (%)

Ya 62 100

Tidak 0 0

Total 62 100

B. Pembahasan

Dari hasil penelitian yang diperoleh, pembahasan dilakukan untuk

mengidentifikasi faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya sunat perempuan pada

anak di Kelurahan Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan 2011.

1. Faktor yang Mempengaruhi terjadinya sunat perempuan berdasarkan

psikoseksual

Penelitian ini menunjukkan bahwa dari faktor psikoseksual yang paling banyak

mempengaruhi terjadinya sunat perempuan pada anak di Kelurahan Ladang Bambu

Kecamatan Medan Tuntungan adalah untuk menjaga kesucian dan keperawanan

sebelum menikah yaitu 58 orang (93,5%). Dan bersarkan perhitungan sesuai kategori

yang telah ditetapkan, dari 62 responden faktor psikoseksual yaitu sebanyak 52 orang

(42)

Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan WHO (Juliansyah, 2009)

yang menyatakan bahwa pemotongan klitoris diharapkan akan mengurangi libido pada

perempuan atau menghentikan masturbasi, menjaga kesucian dan keperawanan sebelum

menikah, kesetiaan sebagai istri, dan meningkatkan kepuasan seksual bagi laki- laki.

Peneliti dari Pusat Riset Aksi dan Kesahatan Perempuan di Benin City Negeria,

dalam studinya yang diterbitkan di Journal of Obstetric and Gynaecology Inggris,

berpendapat bahwa pemotongan Klitoris pada Famale Genital Cutting tidak mengurangi

sensitivitas seksual perempuan. Studi dilakukan terhadap 1.836 perempuan (45% di

antaranya telah disunat) dan menunjukkan tidak ada perbedaab signifikan dalam hal

hasrat dan kenikmatan seksual antara perempuan yang disunat dan tidak disunat.

Namun, pemotongan klitoris cendrung mendorong seorang wanita mendapatkan hasil

seksualitas yang buruk dan infeksi sistem reproduksi (Juliansyah, 2009).

2. Faktor yang Mempengaruhi terjadinya sunat perempuan berdasarkan

Sosiologi

Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari faktor sosiologis yang

mempengaruhi terjadinya sunat perempuan pada anak adalah alasan untuk melanjutkan

tradisi yaitu sebanyak 58 orang (93,5%). Dan berdasarkan perhitungan sesuai kategori

yang telah ditetapkan, dari 62 responden faktor sosiologi yang mempengaruhi terjadinya

sunat perempuan pada anak yaitu sebanyak 59 orang (95,2%), dan yang tidak sebanyak

3 orang (4,8%).

WHO (Juliansyah, 2009) menyatakan alasan sunat perempuan dari sosiologi

yaitu untuk melanjutkan tradisi. Menghilangkan hambatan dan kesialan bawaan,

(43)

Penelitian yang dilakukan Irmayani,dkk (2008) pada masyarakat Lombok di

Wilayah Kerja Puskesmas Gunung sari diperoleh hasil yang mempengaruhi masyarakat

melakukan sunat perempuan pada anak karena alasan tradisi keluarga yaitu sebanyak 52

orang (25,12%).

Hasil penelitian Darwin, dkk (1999) di Yogyakarta dan Madura menunjukkan

bagaimana identitas sosial di timbulkan oleh adanya tekanan sosial yang mengharuskan

seorang melakukan sunat. Tekanan sosial berasal dari pandangan, sikap dan prasangka

yang muncul dalam komunitas masyarakat.

3. Faktor yang Mempengaruhi terjadinya sunat perempuan berdasarkan

Hygiene

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan bahwa dari faktor hygiene

yang mempengaruhi terjadinya sunat perempuan terbanyak adalah melahirkan

kebersihan dan kesucian yaitu sebanyak 59 orang (95,2%). Dan berdasarkan perhitungan

sesuai kategori yang telah ditetapkan, dari 62 responden faktor hygiene yang

mempengaruhi terjadinya sunat perempuan pada anak yaitu sebanyak 58 orang (93,5%),

dan yang tidak sebanyak 4 orang (6,5%).

Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Hindi (2008) Sunat

perempuan melahirkan kebersihan dan kesucian. Kebersihan dan kesucian di balik sunat,

mencegah menumpuknya cairan lemak yang menjadi penyebab peradangan pada daerah

sensitive, uretra dan pada sistem reproduksi, juga dapat menyebabkan timbulnya

(44)

4. Faktor yang Mempengaruhi terjadinya sunat perempuan berdasarkan

Mitos

Pada penelitian ini faktor mitos yang terbanyak mempengaruhi terjadinya sunat

perempuan pada anak adalah menjadikan wanita lebih feminin yaitu sebanyak 56 orang

(90,3%). Dan berdasarkan perhitungan sesuai kategori yang telah ditetapkan, dari 62

responden faktor mitos yang mempengaruhi terjadinya sunat perempuan pada anak

yaitu sebanyak 55 orang (88,7%), dan yang tidak sebanyak 7 orang (11,3%) .

Hasil studi penelitian yang dilakukan Irmayani dkk (2008) pada masyarakat

Lombok di Gunung Sari sebanyak 3 orang (1,45%) masyarakat melakukan sunat

perempuan karena percaya terhadap mitos,

Ana (2009) menyatakan masyarakat menyakini bahwa bila anak perempuan yang

tidak disunat kan menjadi nakal dan genit. Mitos lain yang diyakini yaitu sunat

perempuan akan menjadikan perempuan lebih feminin, mengontrol kegiatan seksual

perempuan dan menjadikan perempuan selalu tunduk kepada laki-laki.

5. Faktor yang Mempengaruhi terjadinya sunat perempuan berdasarkan

Agama

Dalam penelitian ini dari faktor agama yang banyak mempengaruhi terjadinya

sunat perempuan pada anak adalah sunat merupakan perbuatan yang mulia yang

dianjurkan oleh agama sebanyak 60 orang 96,8%. Berdasarkan perhitungan sesuai

kategori yang telah ditetapkan, dari 62 responden faktor agama yang mempengaruhi

terjadinya sunat perempuan pada anak yaitu sebanyak 62 orang (100%), dan yang tidak

(45)

Hal ini sesuai dengan pendapat Hindi (2010) yang menyatakan bahwa khitan

perempuan sebagai kehormatan. Artinya, sebagai perbuatan mulia yang sangat baik

untuk dikerjakan dan meninggalkannya sama dengan mengundang penyakit dan

keburukan. Mengikuti ajaran Islam dalam perkara kecil maupun besar adalah satu-

satunya jalan untuk mendapat keselamatan dari kehinaan dunia dan azab akhirat.

Hasil penelitian Jendrius, dkk (2005) angka kejadian sunat perempuan di

Indonesi berkisar antara 85-100% dan sebagian besar responden menyatakan bahwa

kejawiban agama merupakan alasan utama sunat perempuan.

Jika landasan agama menjadi pegangan masyarakat melakukan sunat perempuan,

hal ini dapat dimaklumi karena mayoritas penduduk Indonesia bermazhab Syafi’I dan

mazhab syafi’I sangat mempengaruhi masalah- masalah ritual termasuk sunat ( khitan

(46)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpualan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaprkan pada bab sebelumnya dapat

disimpulkan hasil sebagai berikut:

1. Hasil penelitian karakteristik responden menunjukkan mayoritas usia responden

adalah 26-30 tahun (38.7%), suku terbanyak adalah suku jawa yaitu 59 responden

(95.2%), dan mayoritas responden berpendidikan tingkat SMA yaitu sebanyak 49

responden (79.0%).

2. Dari faktor psikoseksual yang mempengaruhi terjadinya sunat perempuan pada anak

yaitu sebanyak 52 orang (84%).

3. Dari faktor sosiologi yang mempengaruhi terjadinya sunat perempuan pada anak

yaitu sebanyak 59 orang (95,2%).

4. Dari faktor hygiene yang mempengaruhi terjadinya sunat perempuan pada anak yaitu

sebanyak 58 orang (93,5%).

5. Dari faktor mitos yang mempengaruhi terjadinya sunat perempuan pada anak yaitu

sebanyak 55 orang (88,7%).

6. Dari faktor agama yang mempengaruhi terjadinya sunat perempuan pada anak yaitu

(47)

B. Saran

Adapun saran pada penelitian ini yaitu:

1. Institusi pendidikan

Diharapkan dapat memberikan pengetahuan/informasi terbaru bagi dosen dan

mahasiswa tentang faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya sunat perempuan

pada anak.

2. Bagi tenaga kesehatan

Diharapkan untuk memberikan informasi dan edukasi tentang sunat perempuan pada

anak di masyarakat

3. Peneliti lanjutan

Peneliti lainnya yang ingin meneliti tentang faktor- faktor yang mempengaruhi

terjadinya sunat perempuan agar melanjutkan secara lebih spesifik tentang faktor-

(48)

DAFTAR PUSTAKA

Al- Qaradhawi, Yusuf. (2009). Faktor- faktor Pengubah Fatwa. Jakarta: Pustaka Al- Kausar.

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta ; Rineka Cipta. Asnah, Asiah dan Manik. (2010). Panduan Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Medan : Program

D-IV Bidan Pendidik.

Gani, Abdulah. Ahmad. (2007). Khitan Perempuan. Jurnal Ilmu Hukum Ligalisi. http:// Jurnal. Pdii.lip.go.id (Dikutip 22 September 2010).

Haitman, Rhonda.(200). Famale Genital Mutilation.

(Dikutip 4 Maret 2011).

Hidayat. (2007). Metode Penelitian Kebidanan dan Tehnik Analisa Data. Ed. Ke - 1, jakarta ; Salemba Medika.

Hindi, Ibrahim. Maryam. (2008). Misteri Dibalik Khitan Wanita. Solo: Zamzam.

Ilyas, hamim.(2009). Islam tidak Perkenankan Sunat Perempuan. http:// www.

Irmayani, dkk.(2008). Studi tentang Pelaksanaan Sunat Perempuan di wilayah Puskesmas Gunung Sari Kabupaten Lombok Barat NTB. Jurnal Kesehatan Prima (II).

Juliansyah, Aswin. Rahmat. (2009). Sunat Perempuan Pro&Kontra Tradisi atau Agama. http:// duniakeperawatan. Wordpress.com (Dikutip 22 September 2010)

Kobinsky, Marge. All.(1997). Kesehatan Wanita Sebuah Perspektif Global. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Lubis, Batar Debu.(2006). Perempuan dan Hukum. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Notoatmodjo. 2003. Pendidikan dan Prilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Prafitri, Andita. Ratih.(2008).Khitan Perempuan.

januari 2011).

Purwati, Lily.(2006). Mitos- Mitos yang Mendasari Sunat Perempuan. http:// us.clik.yahoo.com (Dikutip 4 maret 2011)

Saadawi, el Nawal.(2001). Perempuan DalamBudaya Patriarki. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Sunat Perempuan dari Sudut Pandang Medis dan Kesehatan. (Juli, 2006). Aide Medicale

(49)

Umar, Nasruddin. (2010). Fiqih Wanita Untuk Semua. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.

Vanisaputra.(2005). Sirkumsisi Pada Wanita. http: // www. Wanita- Muslimah.com (Dikutip, 26 September 2010).

Yayasan Pendidikan Kesehatan Perempuan (YPKP). 2003. Islam dan Hak- hak Kesehatan Reproduksi: Jakarta. Ford Foundation.

(50)
(51)
(52)
(53)

SURAT PERNYATAAN EDITOR BAHASA INDONESIA

NAMA : DINNI ORIZA SARTIKA

NIM : 105102050

JUDUL KTI : Faktor- faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Sunat Perempuan pada

Anak di Kelurahan Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan 2011.

Menyatakan bahwa mahasiswa tersebut telah melakukan pengeditan bahasa Indonesia

yang telah sesuai dengan kaidah Ejaan Yang Disempurnakan ( EYD ) dalam Karya

Tulis Ilmiah.

Medan, Mei 2011

Diuji oleh

Drs. D.Syahrial Isa, S.U.

(54)

CURRICULUM VITAE

I. Data Pribadi

Nama : Dinni Oriza Sartika

Tempat/Tanggal Lahir : B. Aceh, 09 Januari 1988

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

II. Data Orang Tua

Nama Ayah : Syamsuddin

Nama Ibu : Nila

III. Data Pendidikan

1. Tahun 1994-2000 : SDN Destel

2. Tahun 2000-2003 : MTss Oemar Diyan Boarding School 3. Tahun 2003-2006 : MAN SBREH

Gambar

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Psikoseksual di Kelurahan  Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan  Tahun 2011
Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Sosiologi di Kelurahan  Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan  Tahun
Tabel  5.5.  Distribusi Frekuensi faktor Sosiologi yang Mempengaruhi Terjadinya Sunat Perempuan Pada Anak di Kelurahan Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2011
+5

Referensi

Dokumen terkait

Kesulitan Komunikasi yang Dihadapi oleh Siswa Remaja. Tunarungu

Hasil evaluasi digunakan untuk menentukan dimana dan dalam hal apa para peserta didik perlu memperoleh bimbingan dalam mencapai tujuan, sehinga seluruh peserta didik dapat

Kajian isi untuk mengungkap analisis ajaran moral dan etika yang khususnya berlaku pada masyarakat Jawa yang terkandung dalam teks Sêkar Sukèngtyas.. Simpulan

Penelitian berawal dari adanya perbedaan bahasa isyarat (SIBI) yang telah dibakukan oleh pemerintah dengan bahasa isyarat Bisindo yang digunakan oleh siswa remaja tunarungu

Walaupun kami berjaya menjual produk yang boleh dikira agak banyak, tetapi kami masih perlu mencari alternatif lain untuk menarik minat pelanggan agar mereka membeli produk kami

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa (1) Berdasarkan analisis kualitatif yang melingkupi materi, kontruksi

[r]

Skripsi yang berjudul Implementasi Program LARASITA (Layanan Rakyat Untuk Sertifikat Tanah) di Kantor Pertanahan Kabupaten Karanganyar ini disusun sebagai salah satu