EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PROGRAM PEMBERDAYAAN LANJUT USIA OLEH UNIT PELAKSANA TEKNIS (UPT) PELAYANAN SOSIAL TUNA RUNGU WICARA DAN LANJUT USIA DI KELURAHAN
BUKIT SOFA KECAMATAN SIANTAR SITALASARI KOTAMADYA PEMATANG SIANTAR
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana sosial
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
DISUSUN OLEH
FAHMI NATIGOR PULUNGAN
100902057
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
Nama : Fahmi Natigor Pulungan Nim : 100902057
ABSTRAK
Efektivitas Pelaksanaan Program Pemberdayaan Lanjut Usia Oleh Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial (UPT) Tuna Rungu Wicara Dan Lanjut
Usia Di Kelurahan Bukit Sofa Kecamatan Siantar Sitalasari Kotamadya Pematang Siantar
Perkembangan hidup manusia mengalami siklus perkembangan yang dimulai dari masa balita, masa kanak-kanak, remaja, dewasa dan usia lanjut. Berbagai tingkat perkembangan masing-masing memiliki tugas atau pos-pos tertentu yang akan membawa seorang manusia menjadi pribadi yang berkualitas sampai seorang manusia berada pada tingkat usia lanjut. Khususnya pada kehidupan manusia ketika berada pada usia lanjut ditandai oleh menurunnya aktivitas yang dilakukan, perubahan sifat dan sikap serta fungsi sosial dan fisik usia lanjut yang berkurang dan perubahan lainnya. Tapi perubahan-perubahan ini dapat diantisipasi sehingga tidak datang lebih dini atau seseorang mengalami penuaan.
Tipe penelitian ini tergolong tipe penelitian deskriptif yang bertujuan menggambarkan efektivitas pelaksanaan program pemberdayaan lanjut usia. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah 20 lanjut usia yang ada di UPT Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia. Penelitian ini dilakukan di Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial (UPT) Tuna Rungu Wicara Dan Lanjut Usia Di Kelurahan Bukit Sofa Kecamatan Siantar Sitalasari Kotamadya Pematang Siantar. Sementara itu teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan tabel tunggal dan dijelaskan secara kuantitatif.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dilapangan mengenai efektivitas pelaksanaan program pemberdayaan lanjut usia oleh UPT Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia di Kelurahan Bukit Sofa Kecamatan Siantar Sitalasari Kotamadya Pematang Siantar telah berjalan dengan efektif. Hal ini dapat diketahui dari indikator-indikator yang telah peneliti buat, indikator penelitian ini adalah Pemahaman Program, Ketepatan Sasaran, Ketepatan Waktu, Tercapainya Tujuan dan Perubahan Nyata.
UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA
FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF THE SCIENCE OF SOCIAL WELFARE
Name: Fahmi Natigor Pulungan Nim: 100902057
ABSTRACT
Effectiveness Of The Implementation Of The Program Elderly Empowerment By A Technical Execution Unit Social Services ( UPT ) Dialogue The Hearing Impaired And Elderly In Kelurahan Hill The Couch
Kecamatan Siantar Sitalasari Municipal Pematang Siantar
The development of human life experienced development cycle that began in childhood , childhood , teenagers , adult and an advanced age .Various the level of development of each having duty or certain the outposts that are going to bring a human being being personal quality to a human being was at its an advanced age .Especially in human life when at an advanced age marked the decline in activities performed , change the nature of and attitudes and the function of social and physical an advanced age that diminishes and change other .But these changes can be anticipated so that has Not come more early or someone experienced of aging.
This type of research were classified as descriptive type of research which aims to describe the effectiveness of the program elderly empowerment.Now the population in this research is advanced age 20 who are in upt the hearing impaired wicara and elderly.This research conducted in technical unit social services ( upt ) wicara tuna hearing impaired and elderly in kelurahan hill sofa sub-district kotamadya siantar sitalasari pematang siantar.Meanwhile data analysis technique in this research using single table and described quantitatively.
Based on the research conducted by dilapangan about the effectiveness of the program elderly empowerment by a technical unit dialogue the hearing impaired and elderly in kelurahan a hill the couch kecamatan siantar sitalasari municipal pematang siantar has been quite effective .It can be known from indicators that have researchers make , an indicator of this research is understanding the program , targeting accuracy , timeliness of , the achievement of the objectives and real changes.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah Swt atas segala rahmat dankuasaNya yang
senantiasa melindungi, menyertai, memimpin dan menguatkan penulis sehingga
pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efektivitas Pelaksanaan Program Pemberdayaan Lanjut Usia Oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara Dan Lanjut Usia Di Kelurahan Bukit Sofa Kecamatan Siantar Sitalasari Kotamadya Pematang Siantar ”.
Penulis menyadari sepenuhnya dengan segala keterbatasan kemampuan,
pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, sehingga skripsi ini masih jauh dari
kata sempurna. Demi penyempurnaannya, penulis mengharapkan kritik, saran dan
masukan dari semua pihak yang berkompeten dalam bidang ini.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu dan memberikan motivasi dan dukungan baik melalui
kata-kata penguatan, dukungan moril maupun materil. Oleh karena itu dengan
segala kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Hairani Siregar, S.Sos, M.SP selaku Ketua Departemen Ilmu
Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
membimbing, meluangkan waktu, tenaga, kesabaran dan memberi
dukungan serta ilmunya kepada penulis. Terimakasih ya bu.
3. Seluruh Dosen Ilmu Kesejahteraan Sosial, terimakasih buat ilmu dan
pengetahuan yang telah diberikan kepada saya.
4. Seluruh Pegawai Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP USU, Kak
Juraida, Bg Ria & Kak Debi yang telah membantu penulis dalam proses
administrasi selama masa perkuliahan.
5. Orangtua yang saya banggakan, sayangi dan cintai: Ayah saya E.Pulungan
dan enyak saya yang paling baik dan cerewet. S.Daulay yang telah
mendidik, memotivasi, mendo’akan saya, bantuan moril dan materil dari
saya kecil sampai ke masa perkuliahan hingga sampai ke tahap
penyelesaian skripsi ini. Kakak saya yang saya sayangi Sarah Nauli
Pulungan, adik saya Fakhrul H Pulungan yang sangat saya cintai,
terimakasih buat dukungan doa & semangatnya.
9. Buat sahabat sahabat semenjak duduk di bangku sekolah hingga saat ini
hahaha ada Kenok, Rysa, Boco, Memet, Bagong, Kacang, Begek, Padang,
Rifky, Gala, Doyok. Terimakasih atas kebaikan, dan kegilaan kalian
semua, sukses buat kita semua dan saya bangga sekaligus bahagia punya
sahabat seperti kalian.
10. Buat sahabat satu atap sekaligus satu hobi ( Dota ) saya: Anganta ( jonny )
selesain d3 nya jon, jangan dota aja dan jangan begadang dan semoga
bes, jadi ya nikmati aja ya kan ? hahaha, Ritzky ( dadang ) siapin
skripsimu hom, jangan diwarnet aja maen maen wkakaka, Bang Farid (
ribut ) yang pergi kamis pulang rabu demi dota wkwkwk, Michael ( cumsu
) yang rela jadi relawan demi dota wkkwwkwk, Eduward ( rengit ) yang
selalu galau tak kenal lelah mencari pengganti adektu akwakwkaw, nuel si
cop, bang jo sky dan nopi si ibu kos yang selalu memberikan kami asupan
gizi yang baik. Terimakasih semuanya, sukses didota sukses juga
dikehidupan ya, senang satu atap dan berbagi dengan kalian.
11. Buat Sahabat Kessos saya: Meisyah ( Brother Hura ) yang senantiasa
menyabuni saya hahahaha becanda brother, Rezeky Syahputra Padang (
Kyrez ) yang selalu membuat wanita tergila gila hahaha, Halasson ( acon )
yang telah bersedia menjadi Doping kedua saya, memberi masukan,
mengorbankan waktu dan tenaga demi membantu saya dalam
menyelesaikan skripsi ini, Terimakasih banyak ya con, jasamu akan selalu
kukenang hahaha.. Jonathan( tuken ), Pram, Lamsar, Roland, Yan
vetansyah, Johan, Suhendri, mukhlis, dan yang belum saya sebutkan,
Terima kasih saya ucapkan kepada kalian semua, banyak kisah yang kita
alami bersama dari pertama masuk kuliah sampai selesai kuliah, saya
bangga kenal dengan kalian.
12. Buat teman teman kessos 2010 khususnya para wanita : Fonniah, Helen,
Juli gondrong, Kristin, Dwi, Aisyah, Fauziah, Clara clere, Intan
13. Kepada Ibu Sari utami selaku Pembina pihak UPT Pelayanan sosial tuna
rungu wicara dan lanjut usia di Pematang Siantar, yang bersedia
meluangkan waktunya untuk membantu saya melakukan penelitian,
penulis mengucapkan terimakasih banyak untuk data dan informasi yang
telah diberikan.
14. Terimakasih juga kepada Dyah Luffita Sari yang selalu mendukung dan
menyemangati saya walaupun jauh tapi tetap tidak lupa. Thanks yul,
sampai ketemu di Siantar ya.
Terimakasih atas semua Do’a, dukungan & semangat yang penulis terima
selama ini. Penulis menyadari sepenuhnya masih banyak kekurangan
dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
masukan dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak, guna
menyempurnakan skripsi ini agar menjadi lebih baik lagi. Akhir kata,
penulis mengucapkan terimakasih dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak.
Medan, Januari 2015
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR BAGAN ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1Latar Belakang Masalah ... 1
1.2Perumusan Masalah ... 9
1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9
1.3.1 Tujuan Penelitian ... 9
1.3.2 Manfaat Penelitian ... 10
1.4Ssistematika Penulisan ... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12
2.1 Efektivitas ... 12
2.1.1 Pengertian ... 12
2.2 Program Pemberdayaan ... 18
2.2.1 Pengertian pemberdayaan ... 18
2.2.2 Tujuan Pemberdayaan ... 21
2.3 Lanjut Usia ... 21
2.3.1 Pengertian Lanjut Usia ... 21
2.3.2 Ciri-Ciri Lanjut Usia ... 25
2.3.3 Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia ... 27
2.3.4 Tipe-Tipe Lanjut Usia ... 32
2.3.5 Perubahan-Perubahan yang terjadi pada lansia ... 33
2.3.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi lansia sehingga masuk ke dalam panti ... 35
2.4 Kesejahteraan Sosial ... 38
2.4.1 Pengertian ... 38
2.4.2 Pelayanan Sosial ... 40
2.4.3 Prinsip Pelayanan kesejahteraan sosial lansia ... 41
2.5 Kerangka Pemikiran ... 43
2.6 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional ... 46
2.6.1 Defenisi Konsep ... 46
2.6.2 Defenisi Operasional ... 47
BAB III METODE PENELITIAN ... 50
3.1 Tipe Penelitian ... 50
3.2 Lokasi Penelitian ... 50
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 52
3.5 Teknik Analisis Data ... 53
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 54
4.1 Latar Belakang Lembaga ... 54
4.2 Dasar Hukum ... 54
4.3 Tujuan ... 55
4.4 Sasaran ... 55
4.5 Fasilitas dan Kapasitas ... 55
4.5.1 Fasilitas ... 55
4.5.2 Kapasitas ... 55
4.6 Personalia ... 56
4.7 Proses Pelayanan dan Program Kegiatan ... 56
4.7.1 Proses Pelayanan ... 56
4.7.2 Program Kegiatan ... 56
4.8 Syarat Penerimaan Calon Warga Binaan dan Pendanaan ... 57
4.8.1 Syarat Penerimaan Calon Warga Binaan ... 57
4.8.2 Pendanaan ... 58
4.9 Struktur Organisasi ... 59
BAB V ANALISIS DATA ... 60
5.1 Pengantar ... 60
5.2 Karakteristik Umum Responden ... 61
5.2.2 Berdasarkan Usia ... 62
5.2.3 Berdasarkan Suku Bangsa ... 63
5.2.4 Berdasarkan Agama ... 64
5.2.5 Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 65
5.3Efektivitas Pelaksanaan Program Pemberdayaan Lanjut Usia Oleh UPT Tunarungu Wicara Dan Lanjut Usia Di Kelurahan Bukit Sofa Kecamatan Siantar Sitalasari Kotamadya Pematangsiantar. ... 66
5.3.1 Pemahaman Program ... 67
5.3.2 Ketepatan Sasaran ... 81
5.3.3 Ketepatan Waktu ... 86
5.3.4 Tercapainya Tujuan ... 89
5.3.5 Perubahan Nyata ... 96
BAB VI PENUTUP ... 98
6.1 Kesimpulan ... 98
6.2 Saran ... . 99
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 61
Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Usia ... 62
Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Suku bangsa ... 63
Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Agama... 64
Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 65
Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Informasi Awal Tentang Program Pemberdayaan ... 67
Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Pemahaman Responden Setelah Mendapatkan Informasi ... 69
Tabel 5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Siapa Yang Menyarankan Masuk Ke Panti ... 71
Tabel 5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Untuk Apa Mengikuti Program Pemberdayaan ... 73
Tabel 5.10 Distribusi Responden Berdasarkan Mengetahui tidaknya program pemberdayaan yang ada di UPT ... 75
Tabel 5.11 Distribusi Responden Berdasarkan Setuju tidaknya masuk ke UPT .. 76
Tabel 5.12 Distribusi Responden Berdasarkan Mengetahui tidaknya tujuan program pemberdayaan ... 78
Tabel 5.13 Distribusi Responden Berdasarkan Program Pemberdayaan Yang Dipahami Setelah Mendapatkan Penjelasan ... 79
Tabel 5.14 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Usaha Yang Dikembangkan Jika Diminta Aktif Dalam Kegiatan Pemberdayaan ... 80
Jika Sakit ... 82
Tabel 5.16 Distribusi Responden Berdasarkan Pelayanan Yang Diberikan Selama
Mengikuti Program Pemberdayaan ... 86
Tabel 5.17 Distribusi Responden Berdasarkan Pemberian Bantuan Dalam
Pelaksanaan Program Pemberdayaan Dilaksanakan Tepat Waktu ... 87
Tabel 5.18 Distribusi Responden Berdasarkan Berapa Lama Mengikuti Program
Pemberdayaan ... 88
Tabel 5.19 Distribusi Responden Berdasarkan Keterampilan Yang Dikuasai
Setelah Mengikuti Program Pemberdayaan ... 91
Tabel 5.20 Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan Interaksi Dengan
Sesama Panti ... 93
Tabel 5.21 Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan Interaksi Dengan
Keluarga ... 94
Tabel 5.22 Distribusi Responden Berdasarkan Setelah Mendapatkan Program
DAFTAR GAMBAR
1. Bagan Alu pikir ... 45
DAFTAR LAMPIRAN 1. Surat Pengajuan Judul Skripsi
2. Surat Keputusan komisi Pembimbing
3. Berita Acara Seminar Proposal
4. Surat Izin Penelitian Lapangan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
Nama : Fahmi Natigor Pulungan Nim : 100902057
ABSTRAK
Efektivitas Pelaksanaan Program Pemberdayaan Lanjut Usia Oleh Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial (UPT) Tuna Rungu Wicara Dan Lanjut
Usia Di Kelurahan Bukit Sofa Kecamatan Siantar Sitalasari Kotamadya Pematang Siantar
Perkembangan hidup manusia mengalami siklus perkembangan yang dimulai dari masa balita, masa kanak-kanak, remaja, dewasa dan usia lanjut. Berbagai tingkat perkembangan masing-masing memiliki tugas atau pos-pos tertentu yang akan membawa seorang manusia menjadi pribadi yang berkualitas sampai seorang manusia berada pada tingkat usia lanjut. Khususnya pada kehidupan manusia ketika berada pada usia lanjut ditandai oleh menurunnya aktivitas yang dilakukan, perubahan sifat dan sikap serta fungsi sosial dan fisik usia lanjut yang berkurang dan perubahan lainnya. Tapi perubahan-perubahan ini dapat diantisipasi sehingga tidak datang lebih dini atau seseorang mengalami penuaan.
Tipe penelitian ini tergolong tipe penelitian deskriptif yang bertujuan menggambarkan efektivitas pelaksanaan program pemberdayaan lanjut usia. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah 20 lanjut usia yang ada di UPT Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia. Penelitian ini dilakukan di Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial (UPT) Tuna Rungu Wicara Dan Lanjut Usia Di Kelurahan Bukit Sofa Kecamatan Siantar Sitalasari Kotamadya Pematang Siantar. Sementara itu teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan tabel tunggal dan dijelaskan secara kuantitatif.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dilapangan mengenai efektivitas pelaksanaan program pemberdayaan lanjut usia oleh UPT Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia di Kelurahan Bukit Sofa Kecamatan Siantar Sitalasari Kotamadya Pematang Siantar telah berjalan dengan efektif. Hal ini dapat diketahui dari indikator-indikator yang telah peneliti buat, indikator penelitian ini adalah Pemahaman Program, Ketepatan Sasaran, Ketepatan Waktu, Tercapainya Tujuan dan Perubahan Nyata.
UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA
FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF THE SCIENCE OF SOCIAL WELFARE
Name: Fahmi Natigor Pulungan Nim: 100902057
ABSTRACT
Effectiveness Of The Implementation Of The Program Elderly Empowerment By A Technical Execution Unit Social Services ( UPT ) Dialogue The Hearing Impaired And Elderly In Kelurahan Hill The Couch
Kecamatan Siantar Sitalasari Municipal Pematang Siantar
The development of human life experienced development cycle that began in childhood , childhood , teenagers , adult and an advanced age .Various the level of development of each having duty or certain the outposts that are going to bring a human being being personal quality to a human being was at its an advanced age .Especially in human life when at an advanced age marked the decline in activities performed , change the nature of and attitudes and the function of social and physical an advanced age that diminishes and change other .But these changes can be anticipated so that has Not come more early or someone experienced of aging.
This type of research were classified as descriptive type of research which aims to describe the effectiveness of the program elderly empowerment.Now the population in this research is advanced age 20 who are in upt the hearing impaired wicara and elderly.This research conducted in technical unit social services ( upt ) wicara tuna hearing impaired and elderly in kelurahan hill sofa sub-district kotamadya siantar sitalasari pematang siantar.Meanwhile data analysis technique in this research using single table and described quantitatively.
Based on the research conducted by dilapangan about the effectiveness of the program elderly empowerment by a technical unit dialogue the hearing impaired and elderly in kelurahan a hill the couch kecamatan siantar sitalasari municipal pematang siantar has been quite effective .It can be known from indicators that have researchers make , an indicator of this research is understanding the program , targeting accuracy , timeliness of , the achievement of the objectives and real changes.
BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang Masalah
Perkembangan hidup manusia mengalami siklus perkembangan yang
dimulai dari masa balita, masa kanak-kanak, remaja, dewasa dan usia lanjut.
Berbagai tingkat perkembangan masing-masing memiliki tugas atau pos-pos
tertentu yang akan membawa seorang manusia menjadi pribadi yang berkualitas
sampai seorang manusia berada pada tingkat usia lanjut. Khususnya pada
kehidupan manusia ketika berada pada usia lanjut ditandai oleh menurunnya
aktivitas yang dilakukan, perubahan sifat dan sikapserta fungsi sosial dan fisik
usia lanjut yang berkurang dan perubahan lainnya. Tapi perubahan-perubahan ini
dapat diantisipasi sehingga tidak datang lebih dini atau seseorang mengalami
penuaan.
Proses penuaan pada setiap orang berbeda-bedatergantung pada sikap dan
kemauan seseorang dalam mengendalikan atau menerima proses penuaan tersebut.
Banyak orang merasa takut memasuki masa lanjut usia, karena mereka sering
mempunyai kesan negatif atas orang yang lanjut usia. Menurut mereka lansia itu
tidak berguna, lemah, tidak diperhatikan oleh keluarga dan masyarakat, menjadi
beban orang lain dan sebagainya. Memang pada masa lansia orang mengalami
berbagai perubahan. Proses penuaan pada setiap orang berbeda-beda tergantung
pada sikap dan kemauan seseorang dalam mengendalikan atau menerima proses
(http:rockyblank.blogdetik.com/2010/04/13/hidup-dan-tinggal-di-panti-jompo-sebagai-pilihan-terakhir-bagi-lanjut-usia/ diakses pada tanggal 15
september 2014 pukul 12.10 WIB) .
Perbedaan antara tingkat usia lanjut dengan tingkatan yang lainnya adalah
pengalaman seseorang yang usia lanjut lebih banyak dibandingkan dengan
tingkatan usia lainnya. Selain itu penetapan usia lansia berbeda-beda disetiap
negara. Di Amerika, seseorang dikategorikan sebagai lanjut usia pada usia 77
tahun, hidup yang didahului masa pra lanjut usia 69- 76 tahun. Sedangkan WHO
(Organisasi Kesehatan Dunia) menetapkan usia 60 tahun sebagai titik awal
seseorang memasuki masa lanjut usia. Karena itu tidak ada tolak ukur yang jelas
kapan seseorang memasuki masa lanjut usia, sedangkan di Indonesia usia lanjut
berumur 60 tahun atau lebih (Hardywinoto: 1999).
Memang benar bahwa dampak dari pembangunan terhadap kependudukan
ada yang berdampak positf dan negatif. Salah satu indikator keberhasilan
pembangunan yang berdampak positif adalah semakin meningkatnya usia harapan
hidup penduduk. Semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk
menyebabkan jumlah penduduk lanjut usia terus meningkat dari tahun ke tahun.
Menurut Undang-Undang Nomor 13 tahun 1998 pasal 1 ayat 2 tentang
Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia menyatakan bahwa orang lanjut usia adalah
seseorang yang sudah mencapai umur 60 tahun ke atas. Oleh karena itu penduduk
lanjut usia Indonesia beberapa tahun terakhir berjumlah sebesar 18,96 juta jiwa
dan meningkat 20.547.541 jiwa. Menurut data dari U.S. Census Bereau,
International Data Base tahun 2009, jumlah ini termasuk terbesar keempat setelah
China, India dan jepang. Karena usia harapan hidup perempuan lebih panjang
WIB).
Salah satu permasalahan yang ditimbulkan dari peningkatan jumlah
penduduk lansia adalah peningkatan rasio ketergantungan lanjut usia (old age
dependency ratio). Setiap penduduk usia produktif akan menanggung semakin
banyaknya penduduk lansia. Memperhatikan permasalahan ini pemerintah
Indonesia telah merumuskan berbagai kebijakan, program dan undang-undang
yang ditujukan kepada kelompok penduduk lansia guna menunjang derajat
kesehatan dan mutu kesehatan para lansia agar mandiri sehingga dapat berperan
dalam pembangunan dan tidak menjadi beban bagi masyarakat(Komisi Nasional
Lanjut Usia, 2010).
Menurut Peraturan Pemerintah nomor 43 tahun 2004 Pasal 1 ayat 4 dan 5,
kondisi lansia di Indonesia dapat dibedakan menjadi lansia potensial dan lansia
tidak potensial. Lansia potensial adalah lansia yang masih mempunyai
kemampuan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri seperti dengan bekerja dan
biasanya tidak bergantung kepada orang lain. Lansia potensial ini biasanya tidak
mau merepotkan orang lain, mengerjakan semuanya sesuai dengan kemampuan
yang dimilikinya sehingga lansia potensial tidak mempunyai masalah yang serius.
Sedangkan lansia tidak potensial adalah lansia yang sudah tidak mempunyai
kemampuan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri dan biasanya bergantung
kepada orang lain (Hutapea, 2005:11).
Tantangan pemerintah Indonesia dalam peningkatan kesejahteraan lanjut
usia sampai saat ini masih belum maksimal, bisa dilihat masih banyaknya para
lansia, namun tetap saja kurang mensejahterakan para lansia. Salah satu program
pemerintah dalam penanganan terhadap penduduk lanjut usia yaitu menekankan
pemberian santunan kepada yang terlantar sesuai dengan Undang-Undang Nomor
13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia. Namun, saat ini kebijakan
tersebut mempunyai sasaran yang lebih luas dengan memberikan dorongan untuk
memberdayakan dan meningkatkan kesejahteraan lanjut usia kepada keluarga dan
masyarakat agar dapat mendukung terwujudnya lanjut usia yang berguna,
berkualitas dan mandiri. Hal inilah yang menjadikan lansia mendapatkan
perhatian khusus dalam hal kesejahteraan (Direktorat Jenderal Pelayanan dan
Rehabilitasi Sosial Pada Loka Karya Nasional Pelayanan Lanjut Usia di Rumah
(Home Care)).
Terdapat empat alasan kenapa lansia harus mendapatkan perhatian khusus,
yaitu secara fisik lansia mengalami penurunan kemampuan untuk bergerak,
mendengar, melihat dan mengingat sesuatu. Secara ekonomi lanjut usia
mengalami penurunan produktivitas akibat keadaan fisiknya menurun. Secara
sosial, lanjut usia sering mengalami kesepian karena ditinggal pasangan hidup.
Terakhir secara hukum lanjut usia sering menjadi objek kekerasan, kejahatan dan
penipuan. Selain itu lansia perlu mendapatkan perlindungan dan pelayanan sosial,
hal ini disebabkan karena lanjut usia telah memberikan kontribusinya dalam
masyarakat selama ini, dengan kata lain negara wajib memikirkan kesejahteraan
sebagai imbalan atau sumbangsih yang mereka berikan sepanjang hidupnya pada
masyarakat (Kosasih, 2002: 20).
Memastikan bahwa lanjut usia mendapatkan perlindungan dan pelayanan
pelayanan dan perlindungan sosial bagi lanjut usia yaitu metode pelayanan dalam
panti dan metode pelayanan luar panti. Pelayanan dalam panti sosial meliputi
pemberian pangan, sandang, papan, pemeliharaan kesehatan, dan pelayanan
bimbingan mental keagamaan, serta pengisian waktu luang termasuk didalam
rekreasi, olahraga dan keterampilan. Sedangkan pada pelayanan diluar panti para
lanjut usia tetap berada di lingkungan keluarganya dengan diberikan bantuan
permakanan dan pemberdayaan dibidang usaha ekonomis produktif (UEP).
Pelayanan sosial lanjut usia yang terpenting dilakukan oleh masyarakat
baik yang dilakukan dalam panti maupun luar panti. Pembinaan melalui luar panti
memungkinkan masyarakat untuk ikut serta dalam pelayanan lanjut usia, karena
pemerintah sampai saat ini memiliki keterbatasan antara lain jumlah dana yang
tersedia kurang seimbang dengan kebutuhan pelayanan sosial lanjut usia,
pelayanan sosial lanjut usia yang belum optimal dan terbatasnya pengetahuan
masyarakat tentang pelayanan lanjut usia (Departemen Sosial RI, 2012).
Sesungguhnya para lanjut usia ini masih tetap bisa membuktikan
eksistensinya dibalik keterbatasaanya sebagai orang tua atau lanjut usia. Lanjut
usia yang sudah melewati kehidupan yang panjang atau yang sudah banyak
mengalami “asam garam” kehidupan sangat banyak perannya dalam kehidupan
berkeluarga dan bermasyarakat. Banyaknya pengalaman dan ilmu yang dimiliki
lanjut usia membuat lansia menjadi panutan dalam keluarga sebagai penasehat
atau pembimbing keluarga bagi saudara dilingkungan keluarga serta
mengamalkan pengalamannya yang baik dan berharga kepada anak-anak, cucu
Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi yang masih memiliki kultur
keluarga besar, yang mana struktur keluarga terdiri dari orang tua, anak dan cucu,
artinya keluarga besar merupakan perkumpulan dua keluarga atau lebih. Budaya
ini masih banyak ditemukan di masyarakat Sumatera Utara pada umumnya.
Kuatnya hubungan kekerabatan ini memiliki dampak positif terhadap hubungan
atau pemeliharaan terhadap anggota keluarga yang satu dengan anggota keluarga
yang lainnya. Sehingga orang tua atau lanjut usia biasanya dipelihara atau dirawat
oleh keluarganya sendiri, perawatan ini dilakukan oleh keluarga baik anak
maupun cucunya, sanak saudara bahkan kerabat biasanya ikut merawat.
Keluarga merupakan harapan bagi lansia untuk mendapatkan ketentraman
dan ketenangan dalam menjalani sisa masa hidupnya, namun dengan
perkembangan zaman yang begitu kuat membentuk pola pikir dan perilaku
masyarakat maka fungsi keluarga pada umumnya untuk menunjang kehidupan
seluruh anggota keluarga mengalami pergeseran, dimana paradigma yang
berkembang saat ini adalah membentuk dan membangun keluarga kecil (nuclear
family). Komposisi keluarga yang cenderung mengarah pada keluarga kecil ini
menjadi kurang mendukung terhadap keberadaan para lanjut usia karena
kehadiran lansia didalam keluarga dianggap dapat menimbulkan masalah.
yang menyangkut dengan kesejahteraan lansia. Hal tersebut dapat diaplikasikan dengan membentuk suatu wadah untuk memberikan pemberdayaan kepada lanjut usia yang dilakukan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yaitu melalui Unit
Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia
Pematang Siantar.
UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan lanjut usia Pematang
Siantar merupakan salah satu UPT Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi
Sumatera Utara yang memberikan proses pemberdayaan dalam bentuk pelayanan
kepada lansia pada khususnya melalui program-program seperti bimbingan fisik,
bimbingan keterampilan dan bimbingan sosial. Adapun penjelasan ringkas tentang
program-program pemberdayaan lansia yang dilaksanakan oleh Unit Pelaksana
Teknis Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar
adalah program pemberdayaan bimbingan fisik dimana para lanjut usia diberi
pemaparan secara perlahan tentang kebersihan pribadi dan lingkungan. Selain itu
para lansia diikutsertakan dalam kegiatan olahraga ringan, pemberian gizi cukup
dan pemeriksaan kesehatan yang rutin.
Selanjutnya program pemberdayaan bimbingan keterampilan dimana
diberi keterampilan ringan seperti bercocok tanam, dan membuat kerajinan
tangan. Hal ini bertujuan untuk mengisi waktu luang para lansia agar mereka
mampu menggerakkan organ-organ tubuh ataupun menyalurkan bakat-bakat para
lansia. Selain itu, terdapat juga program pemberdayaan bimbingan sosial dimana
para lansia diberikan kegiatan keagamaan dengan melaksanakan shalat lima waktu
bagi yang muslim dan kegiatan kegerejaan bagi yang non-muslim, bimbingan
Berdasarkan data yang dihimpun dari UPT Tuna Rungu Wicara dan Lanjut
Usia Pematang Siantar terdapat 20 warga binaan lanjut usia atau jompo dimana
terdiri dari 8 warga binaan laki-laki dan 12 warga binaan perempuan.
Kesehariannya para warga binaan lansia di panti ini diberikan
pelayanan-pelayanan selama 24 jam penuh dengan kegiatan-kegiatan pemberdayaan yang
berbeda setiap harinya. Hal ini bertujuan mengantisipasi kejenuhan para lansia,
dengan adanya kegiatan tersebut lansia dapat giat melakukan kebahagiaan disisa
umurnya.
Permasalahan yang dilihat peneliti adalah bagaimana pelaksanaan program
pemberdayaan lanjut usia yang dilaksanakan oleh UPT Pelayanan Sosial Tuna
Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar bertujuan untuk membantu
pemulihan kondisi fisik, psikis, mental dan sosial serta pemberian keterampilan
praktik kepada penyandang masalah kesejahteraan sosial yaitu lanjut usia
sehingga mereka mau dan mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar
dan baik di lingkungan masyarakat serta memberikan pelayanan kebutuhan.
Berkaca dari hal tersebut peneliti ingin menggambarkan lebih detail
program pemberdayaan lanjut usia yang dilaksanakan oleh UPT Pelayanan Sosial
Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar. Perlu kiranya efektivitas
menggambarkan perubahan. Jadi dengan alasan tersebut, kondisi yang demikian
dengan bebagai pelayanan sosial yang telah diberikan kepada lanjut usia melalui
program pemberdayaan lansia.Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada
latar belakang masalah, maka peneliti tertarik untuk meneliti pelaksanaan
pemberdayaan melalui program-program pemberdayaan lansia seperti bimbingan
dituangkan dalam penelitian berjudul melakukan “Efektivitas Pelaksanaan
Program Pemberdayaan Lanjut Usia Oleh Unit Pelaksana Teknis Tuna Rungu
Wicara dan Lanjut Usia Di Kelurahan Bukit Sofa Kecamatan Siantar Sitalasari
Kotamadya Pematang Siantar”.
1.2 Perumusan Masalah
Masalah merupakan pokok dari suatu penelitian. Penelitianini perlu
ditegaskan dan dirumuskan masalah yangditeliti. Berdasarkan uraian latar
belakang masalah yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan masalah
‘’Bagaimana efektivitas pelaksanaan program lanjut usia oleh Unit Pelaksana
Teknis (UPT) Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Di Kelurahan Bukit Sofa
Kecamatan Siantar Sitalasari Kotamadya Pematang Siantar’’.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan program
pemberdayaanlanjut usia oleh Unit Pelaksana Teknis Tuna Rungu Wicara dan
Lanjut Usia Di Kelurahan Bukit Sofa Kecamatan Siantar Sitalasari Kotamadya
1.3.2 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam
rangka:
a. Bagi penulis dan pembaca
Memperluas wawasan serta pengembangan kajian ilmu kesejahteraan
sosial.
b. Sebagai masukan bagi pihak unit pelaksana teknis pelayanan sosial tuna
1.4 Sistematika Penulisan
Memudahkan untuk memahami dan mengetahui isi yang terkandung
dalam skripsi ini, maka diperlukan sistematika. Sistematika Penulisan secara garis
besarnya dikelompokkan dalam enam bab, dengan urutan sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Berisikan mengenai latar belakang masalah, perumusan
masalah,tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penelitian.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan masalah dan
objek yang diteliti, kerangka pemikiran, definisi konsep dan
definisi operasional
BAB III : METODE PENELITIAN
Berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan
sampel penelitian, teknik pengumpulan data serta teknik analisis
data.
BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Berisikan tentang sejarah singkat serta gambaran umum lokasi
penelitian dan data-data lain yang berhubungan dengan objek yang
akan diteliti.
BAB V : ANALISIS DATA
Berisikan uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta
dengan analisisnya.
BAB VI : PENUTUP
Berisikan tentang pokok-pokok kesimpulan dan saran-saran yang
perlu disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Efektivitas 2.1.1 Pengertian
Efektifitas mempunyai banyak arti yang berbeda bagi setiap orang.
Efektivitas dinilai menurut ukuran seberapa jauh tujuan tersebut tercapai baik
suatu program atau kegiatan yang bergantung pada masalah seberapa berhasilnya
pencapaian sasaran yang dinyatakan. Efektivitas adalah suatu kosa kata dalam
Bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa inggris “efektive” yang berarti
berhasil, ditaati, mengesankan, mujarab, dan manjur. Efektivitas (berjenis kata
benda) berasal dari kata dasar efektif (kata sifat). Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi Ketiga karangan Eko Endarmoko, efektif adalah:
a. Keadaan berpengaruh, hal berkesan
b. Kemanjuran, kemujaraban (obat)
c. Keberhasilan (usaha dan tindakan)
d. Hal mulai berlakunya (tentang undang-undang dan peraturan) (Endarmoko,
2007:60)
Beberapa pandangan mengenai efektivitas, ada yang menyebut efektivitas
merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan
dalam setiap organisasi. Efektivitas disebut juga efektif, apabila tercapainya
tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Hal ini sesuai dengan
pendapat Soewarno Handayaningrat yang mengatakan efektivitas adalah
Maka efektivitas itu lebih menekankan bagaimana menemukan program, tujuan,
pekerjaan atau target yang benar untuk dilakukan sehingga tujuan akhir dapat
tercapai lebih maksimal (Handayaningrat, 1982: 5)
Atmosoeprapto (2002: 139) menyatakan efektivitas adalah melakukan hal
yang benar, sedangkan efisiensi adalah melakukan hal secara benar atau
efektivitas adalah sejauh mana kita mencapai sasaran dan efisiensi adalah
bagaimana kita mencampur segala sumber daya secara cermat, sedangkan
menurut Mahmudi dalam bukunya berjudul Managemen Kinerja Sektor Publik
mendefinisikan efektivitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan,
semakin besar kontribusi atau sumbangan output terhadap pencapaian tujuan
maka semakin efektif organisasi, program, maupun kegiatan. Efektivitas berfokus
kepada outcome atau hasil, program, ataupun kegiatan yang dinilai efektif apabila
output yang dihasilkan dapat memenuhi tujuan yang diharapkan. Efektivitas
merupakan ukuran seberapa jauh tingkat output, kebijakan dan prosedur dari
organisasi mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Secara teoritis dan praktis, tidak
ada persetujuan universal mengenai apa yang dimaksud dengan efektivitas.
Berbagai pandangan yang telah dikemukan para ahli berbeda-beda tentang
pengertian dan konsep efektivitas dipengaruhi oleh latar belakang dari keahlian
yang berbeda pula (Mahmudi, 2005: 92).
Berdasarkan pandangan tersebut, dapat dikatakan bahwa yang dimaksud
dengan efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh suatu
akitivas kegiatan atau program mencapai target ataupun tercapainya tujuan yang
telah ditetapkan. Adanya ketentuan waktu dalam memberikan pelayanan serta
dibeikan. Apabila tujuan dan target dapat dicapai sesuai dengan yang telah
ditentukan sebelumnya, maka kegiatan tersebut dikatakan efektif. Sebaliknya,
apabila tujuan dan target tidak dapat tercapai sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya, maka pelaksanaan kegiatau ataupun program dikatakan
tidak efektif.
Menurut P. Siagian efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana
dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya
untuk menghasilkan sejumlah barang atau jasa kegiatan yang dijalankan.
Efektivitas menunjukkan keberhasilan dari segi tercapai atau tidaknya sasaran
yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran, makin
tinggi efektivitasnya (Siagian, 2001: 24). Menurut Cambel J.P pengukuran
efektivitas secara umum dan yang paling menonjol adalah:
a. Keberhasilan program
b. Keberhasilan sasaran
c. Kepuasan terhadap program
d. Tingkat output dan input
e. Pencapaian tujuan menyeluruh (Cambel, 1989: 121).
Efektivitas program dapat dijalankan dengan kemampuan operasional
dalam melaksanakan program-program kerja yang sesuai dengan tujuan yang
telah ditetapkan sebelumnya, secara komprehensif, efektivitas dapat diartikan
sebagai tingkat kemampuan suatu lembaga atau organisasi untuk dapat
melaksanakan semua tugas-tugas pokoknya atau mencapai sasaran yang telah
ditentukan sebelumnya (Cambel, 1989: 47).Beberapa pendapat dan teori
mengukur efektivitas suatu kegiatan atau aktivitas perlu diperhatikan beberapa
indikator, yaitu:
a. Pemahaman program
b. Tepat sasaran
c. Tepat waktu
d. Tercapainya tujuan
e. Perubahan nyata (Sutrisno, 2007: 125-126).
2.1.2 Pendekatan Terhadap Efektivitas
Adapun berbagai pendekatan yang dilakukan untuk mengukur sebuah
efektivitas, yaitu:
a. Pendekatan sumber daya eksternal
Pendekatan sumber daya eksternal menilai kemampuan organisasi untuk
menyelamatkan, mengatur, mengendalikan keahlian dan sumber daya langka,
serta berharga.
b. Pendekatan sistem internal
Pendekatan sistem internal mengevaluasi kemampuan organisasi terhadap
inovasi dan fungsi yang cepat.
c. Pendekatan teknis
Pendekatan teknis mengevaluasi kemampuan organisasi untuk mengubah
keahlian dan sumber daya menjadi barang dan jasa secara efisien (Wisnu dan
Selain itu, menurut Cunningham, pendekatan yang digunakan terhadap
efektivitas antara lain:
a. Pendekatan Sasaran
Pendekatan sasaran mencoba mengukur sejauh mana suatu lembaga berhasil
merealisasikan sasaran yang hendak dicapai. Pendekatan ini dalam pengukuran
efektivitas digunakan dengan identifikasi sasaran organisasi dan mengukur
tingkatan organisasi dalam mencapai sasaran tersebut. Selain tercapainya
tujuan, efektivitas selalu mengandung unsur waktu pelaksanaan. Sasaran yang
penting diperhatikan dalam pengukuran efektivitas dengan pendekatan ini
adalah sasaran yang realistis untuk memberikan hasil yang maksimal
berdasarkan sasaran resmi dengan memperhatikan permasalahan yang
ditimbulkan, dengan memusatkan perhatian terhadap aspek output yaitu
dengan mengukur keberhasilan program dalam mencapai tingkat output yang
direncanakan.
b. Pendekatan Sumber
Pendekatan sumber mengukur efektivitas melalui keberhasilan suatu lembaga
dalam mendapatkan berbagai macam sumber yang dibutuhkannya. Lembaga
harus mampu memperoleh berbagai macam sumber serta memelihara keadaan
dan sistem agar dapat efektif. Pendekatan ini didasarkan pada teori mengenai
keterbukaan sistem suatu lembaga terhadap lingkungannya, karena lembaga
mempunyai hubungan yang merata dalam lingkungan, setelah dari lingkungan
barulah didapat sumber-sumber yang merupakan input lembaga ataupun output
langka dan bernilai tinggi karena sumber merupakan kriteria yang digunakan
untuk mengukur efektivitas.
c. Pendekatan Proses
Pendekatan proses dianggap sebagai efisiensi dan kondisi kesehatan dari suatu
lembaga internal. Lembaga yang efektif, proses internal berjalan dengan lancar
dimana kegaiatan yang ada berjalan secara terkoordinasi. Pendekatan proses
tidak memperhatikan lingkungan melainkan memusatkan perhatian kepada
kegiatan yang dilakukan terhadap sumber-sumber yang dimiliki lembaga yang
menggambarkan tingkat efisiensi serta kesehatan lembaga (Cunningham, 1978:
635).
Kriteria ukuran efektivitas menurut Sutrisno, yaitu:
a. Produksi merupakan gambaran kemampuan organisasi untuk menghasilkan
sesuatu yang berguna bagi masyarakat di lingkungannnya.
b. Efisien merupakan perbandingan antara keluaran dan masukan. Efisiensi
memperhatikan masalah masalah masukan seperti bahan baku, uang, dan
manusia yang diperlukan untuk memperoleh tingkat keluaran yang ditentukan
untuk mencapai tujuan tertentu.
c. Adaptasi merupakan sejauhmana sebuah organisasi mampu menerjemahkan
perubahan-perubahan intern dan ekstern yang ada, kemudian akan ditanggapi
oleh organisasi yang bersangkutan. Jika organisasi tidak mampu menyesuaikan
diri maka kelangsungan hidup bisa terancam.
d. Perkembangan merupakan suatu fase setelah kelangsungan hidup dalam jangka
sehingga bisa berkembang dengan baik dan sekaligus akan dapat melewati fase
hidupnya (Sutrisno, 2007: 149-150).
Memang dalam kenyataannya sangatlah sulit melihat efektivitas organisasi
dengan tingkat keberhasilan dalam pencapaian sebuah tujuan. Hal ini disebabkan
karena selalu ada penyesuaian dan pencapaian dalam target yang akan dicapai.
Selain itu, dalam proses pencapainnya tersebut, seringkali ada tekanan dari
sekeliling. Akibatnya, jarang sekali target dapat tercapai keseluruhannya.
2.2 Program Pemberdayaan 2.2.1 Pengertian Pemberdayaan
Pemberdayaan yaitu proses pemberian daya, kewenangan dan kepercayaan
kepada masyarakat setempat untuk menentukan berbagai bentuk program kegiatan
pembangunan serta kebutuhan mereka melalui perlindungan, penguatan,
pengembangan, konsultasi dan advokasi guna peningkatan taraf kesejahteraan
sosialnya (Departemen Sosial Republik Indonesia, Direktorat Jenderal
Pemberdayaan Sosial dan Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil).
Menurut Kartasasmita dikutip oleh Setiawan mendefinisikan
pemberdayaan sebagai suatu upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia
atau masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri
dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan (Kartasasmita dalam Hariyanto,
2001: 67). Sedangkan menurut Edi Soeharto pemberdayaan merupakan suatu
tindakan sosial dimana penduduk sebagai sebuah komunitas mengorganisasikan
masalah sosial atau memenuhi kebutuhan sosial sesuai dengan kemampuan dan
sumber daya yang dimiliki (Soeharto, 2005).
Pemberdayaan tidak hanya masalah pembangkitan kesadaran, tetapi juga
upaya mengubah keadaan kehidupan material orang-orang yang tertindas dan
lemah dalam masyarakat. Menurut Tjandraningsih (1995), merupakan suatu
proses perubahan dari ketergantungan kepada kemandirian, melalui perwujudan
kemampuan yang dimiliki. Menurut Sumodiningrat (1996) Usaha pemberdayaan
didasari filsafat tentang akan hak dan kewajiban manusia, serta adanya anggapan
bahwa manusia mempunyai potensi atau kemampuan daya yang dapat
dikembangkan.
Pemberdayaan sebagai suatu program dilihat dari tahapan-tahapan
kegiatan guna mencapai suatu tujuan yang biasanya sudah ditentukan jangka
waktunya. Bila suatu program selesai maka dianggap pemberdayaan sudah selesai
dilakukan. Proses pemberdayaan yang merupakan on-going process bukan berarti
meniadakan masalah akan tetapi pemberdayaan tersebut mempersiapkan struktur
dan sistem dalam komunitas agar dapat bersifat proaktif dan responsif terhadap
kebutuhan komunitas dan permasalahan yang ada dan dapat muncul dalam
komunitas tersebut (Suhartini, dkk, 2005).
Teori pemberdayaan menekankan proses pemberdayaan dan hasil dengan
memberi akses lebih besar kepada sumber-sumber dan kekuatan bagi individu dan
kelompok. Proses pemberdayaan pada intinya dilakukan guna membantu klien
memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang
akan dilakukan terkait dengan diri mereka termasuk mengurangi efek hambatan
peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang
dimiliki melalui transfer daya beli lingkungannya (Payne dalam Adi, 2003).
Adapun pemberdayaan sebagai proses memiliki lima dimensi, yaitu:
a. Enabling, yaitu menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi
masyarakat berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus mampu
membebaskan masyarakat dari sekat-sekat struktural dan kultural yang
menghambat.
b. Empowering, yaitu penguatan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki
masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya. Pemberdayaan harus mampu menumbuhkembangkan segenap
kemampuan dan kepercayaan diri masyarakat yang menunjang kemandirian.
c. Protecting, yaitu masyarakat terutama kelompok-kelompok lemah agar tidak
tertindas oleh kelompok-kelompok kuat dan dominan, menghindari persaingan
yang tidak seimbang, mencegah terjadinya eksploitasi kelompok kuat terhadap
yang lemah. Pemberdayaan harus diarahkan pada penghapusan segala jenis
diskriminasi dan dominasi yang tidak menguntungkan masyarakat kecil.
Pemberdayaan harus melindungi kelompok lemah, minoritas dan masyarakat
terasing.
d. Supporting, yaitu pemberian dukungan dan bimbingan kepada masyarakat
lemah agar mampu menjalankan peran dan fungsi kehidupannya.
Pemberdayaan harus mampu menyokong masyarakat agar tidak terjatuh
kedalam keadaan dan posisi yang semakin lemah dan terpinggirkan.
e. Fostering, yaitu memelihara kondisi kondusif agar tetap terjadi keseimbangan
harus mampu menjamin keseimbangan dan keselarasan yang memungkinkan
setiap orang memperoleh kesempatan usaha (Soeharto, 2005).
2.2.2 Tujuan Pemberdayaan
Pemberdayaan memiliki berbagai tujuan, yaitu:
a. Agar individu memiliki keberdayaan, yaitu kemampuan individu untuk
membangun diri agar sehat fisik, mental, terdidik, kuat, memiliki nilai-nilai
yang instrinsik yang menjadi sumber keberdayaan.
b. Agar individu dapat bertahan (survive) dalam pengertian yang dinamis,
mengembangkan diri dan meningkatkan harkat dan martabat manusia.
c. Meningkatkan kemampuan dan kemandirian manusia.
Perubahan sikap tingkah laku dan statusmenurut Sumodiningrat (1996) untuk
mencapai keberdayaan dapat diupayakan dengan:
a. Menciptakan iklim atau suasana yang memungkinkan potensinya
berkembang.
b. Memperkuat potensi yang telah dimiliki.
c. Melindungi dan mencegah yang lemah menjadi lemah.
d. Melalui latihan praktik secara langsung melalui proses belajar.
2.3 Lansia
2.3.1 Pengertian Lanjut Usia
Proses menjadi tua atau lanjut usia adalah suatu peristiwa yang wajar dan
berkembang secara alamiah. Lanjut usia merupakan bagian dari proses tumbuh
berkembangnya manusia. Manusia tidak secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi
ini normal dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang diramalkan terjadi pada
saat manusia mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Semua
orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup
manusia yang terakhir. Biasanya dimasa tua ini seseorang akan mengalami
kemunduran fisik, mental dan sosial secara bertahap.
Banyak para ahli maupun institusi-institusi formal lainnya mencetuskan
pengertian lanjut usia. Menurut Undang-Undang Nomor 13 tahun 1998 tentang
Kesejahteraan Lanjut Usia pada bab I pasal 1 ayat 2, yang dimaksud dengan lanjut
usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas. Sedangkan menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia lanjut usia adalah tahap masa tua dalam
perkembangan individu dengan batas usia 60 tahun ke atas.
Menua secara normal dari system saraf didefinisikan sebagai perubahan
oleh usia yang terjadi pada individu yang sehat bebas dari penyakit saraf “jelas”
menua normal ditandai oleh perubahan gradual dan lambat laun dari fungsi-fungsi
tertentu (Tjokronegroho Arjatmo dan Hendra Utama,1995).Menua (menjadi tua)
adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan lahan kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya
sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang
diderita (Constantinides, 1994). Proses menua merupakan proses yang terus
menerus (berlanjut) secara alamiah dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada
semua makhluk hidup (Nugroho Wahyudi, 2000).
Menurut Reimer et al dan Stanley Beare memberikan pengertian lanjut
usia berdasarkan karakteristik sosial masyarakatnya. Lanjut usia menurutnya
kemunduran seperti rambut beruban, kerutan kulit dan hilangnya gigi. Sedangkan
menurut Glascock dan Feinman mendefinisikan lanjut usia sebagai gabungan
antara usia kronologis dengan perubahan dalam peran sosial dan diikuti oleh
perubahan status fungsional seseorang. Arti usia kronologis disini adalah usia
seseorang ditinjau dari hitungan umur dalam angka (Azizah, 2011: 1).
WHO (World Health Organization) memberikan pengertian lanjut usia
tergantung dari konteks yang tidak dipisahkan. Oleh karena itu, WHO
mendefinisikan lanjut usia berdasarkan dari tiga aspek penting, yaitu:
a. Aspek Biologi
Pengertian lanjut usia ditinjau dari aspek biologi adalah seseorang yang telah
mengalami proses penuaan, dalam arti menurunnya daya tahan fisik yang
ditandai dengan semakin rentannya tubuh terhadap serangan berbagai penyakit
yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan seiring meningkatnya
usia sehingga terjadi perubahan fungsi jaringan dalam organ tubuh.
b. Aspek Ekonomi
Pengertian lanjut usia ditinjau dari aspek ekonomi adalah seseorang yang
dipandang lebih sebagai beban daripada sebagai potensi sumber daya bagi
pembangunan. Seseorang yang sudah tua dianggap sebagai warga yang tidak
produktif dan hidupnya perlu ditopang oleh generasi yang lebih muda.
c. Aspek Sosial
Pengertian lanjut usia ditinjau dari aspek sosial adalah sekelompok orang yang
sudah memasuki usia lanjut usia dan merupakan kelompok sosial yang
harus dihormati oleh masyarakat yang usianya lebih muda (WHO dalam
Notoatmodjo, 2007: 280-281).
Berbagai definisi yang bervariasi sudah banyak dipaparkan tentang lanjut usia.
Oleh karena itu diperlukan batasan lanjut usia untuk mengetahui penggolongan
usia pra lanjut usia. Batasan lanjut usia jika didasarkan atas Undang-Undang
Nomor 13 tahun 1998 adalah 60 tahun. Sedangkan menurut Undang-Undang
Nomor 4 tahun 1965 pasal 1 menyatakan bahwa seseorang dikatakan berusia
lanjut jika sudah mencapai usia 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri
sehingga untuk keperluan menafkahi hidupnya ia terima dari orang lain. Sekarang
ini banyak orang-orang maupun instansi-instansi formal memberikan batasan
lanjut usia yang berbeda-beda.
Menurut Prof. Dr. Koesmanto Setyonegoro lanjut usia dikelompokkan
menjadi usia dewasa muda (elderly adulthood) yaitu usia 18 atau 25-29 tahun,
usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas yaitu usia 25-60 tahun atau 65
tahun, lanjut usia (geriatric age) yaitu usia lebih dari 65 tahun atau 70 tahun yang
dibagi lagi menjadi 70-75 tahun (young old) dan lebih dari 80 tahun (very old).
Berbeda pendapat lagi dengan beberapa ahli dalam program kesehatan usia lanjut,
Departemen Kesehatan membuat pengelompokkan batasan lanjut usia yaitu:
a. Kelompok pertengahan umur (kelompok usia dalam masa virilitas), yaitu masa
persiapan usia lanjut yang menampakkan keperkasaan fisik. Kelompok usia ini
berumur 45-54 tahun.
b. Kelompok Usia lanjut dini (kelompok usia dalam masa prasenium), yaitu
kelompok yang mulai memasuki usia lanjut. Kelompok usia ini adalah 55-64
c. Kelompok usia lanjut (kelompok dalam masa senium), dimana kelompok usia
ini adalah 65 tahun ke atas.
d. Kelompok usia lanjut dengan resiko tinggi. Kelompok yang berusia lebih dari
70 tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup sendiri, terpencil, menderita
penyakit berat atau cacat (Notoatmodjo, 2007: 281).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), batasan usia lanjut meliputi:
a. Usia pertengahan (Middle Age) adalah kelompok usia 45-59 tahun.
b. Usia lanjut (elderly) adalah kelompok usia antara 60-70 tahun.
c. Usia lanjut tua (old) adalah kelompok usia antara 75-90 tahun.
d. Usia sangat tua (very old) adalah kelompok usia diatas 90 tahun (Kosasih,
2002: 9).
Selain itu menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog Universitas Indonesia), lanjut usia
merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi menjadi 4
bagian:
a. Fase iuventus antara 25dan 40 tahun.
b. Verilitia antara 40 dan 50 tahun.
c. Fase praesenium antara 55 dan 65 tahun.
d. Fase senium antara 65 tahun hingga tutup usia.
2.3.2 Ciri-Ciri Lanjut Usia
Menurut Hurlock (Hurlock, 1980: 380) terdapat beberapa ciri-ciri orang
lanjut usia, yaitu:
a. Usia lanjut merupakan periode kemunduran
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor
memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia. Kemunduran
pada lansia semakin cepat apabila memiliki motivasi yang rendah, sebaliknya
jika memiliki motivasi yang kuat maka kemunduran itu akan lama terjadi.
b. Orang lanjut usia memiliki status kelompok minoritas
Lansia memiliki status kelompok minoritas karena sebagai akibat dari sikap
sosial yang tidak menyenangkan terhadap orang lanjut usia dan diperkuat oleh
pendapat-pendapat klise yang jelek terhadap lansia. Pendapat-pendapat klise
itu seperti lansia lebih senang mempertahankan pendapatnya daripada
mendengarkan pendapat orang lain.
c. Menua membutuhkan perubahan peran
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami
kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya
dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari
lingkungan.
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia
Perlakuan yang buruk terhadap orang lanjut usia membuat lansia cenderung
mengembangkan konsep diri yang buruk. Lansia lebih memperlihatkan bentuk
perilaku yang buruk. Karena perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian
2.3.3 Perubahan yang terjadi pada lansia
Setiap lansia telah banyak mengalami perubahan dalam dirinya, hal ini bisa
disebut perkembangan atau perubahan yang terjadi pada lansia, diantaranya yaitu :
a. Perkembangan jasmani
Penuaan terbagi atas penuaan primer (primary aging) dan penuaan sekunder
(secondary aging). Pada penuaan primer tubuh mulai melemah dan mengalami
penurunan alamiah. Sedangkan pada proses penuaan sekunder, terjadi proses
penuaan karena faktor-faktor eksteren, seperti lingkungan ataupun perilaku.
Penuaan membuat sesorang mengalami perubahan postur tubuh. Kepadatan
tulang dapat berkurang, tulang belakang dapat memadat sehingga membuat
tulang punggung menjadi telihat pendek atau melengkung. Perubahan ini dapat
mengakibatkan kerapuhan tulang sehingga terjadi osteoporosis dan masalah ini
merupakan hal yang sering dihadapi oleh para lansia.
Penuaan yang terlihat pada kulit di seluruh tubuh lansia, kulit menjadi semakin
menebal dan kendur atau semakin banyak keriput yang terjadi. Rambut yang
menjadi putih juga merupakan salah satu ciri-ciri yang menandai proses
penuaan. Kulit yang menua menjadi menebal, lebih terlihat pucat dan kurang
bersinar. Dari perubahan-perubahan fisik yang nyata dapat membuat lansia
merasa minder atau kurang percaya diri jika harus berinteraksi dengan
lingkungannya (J.W. Santrock, 2002: 198). Berdasarkan penjelasan yang
dipaparkan sebelumnya dapat di tarik kesimpulan berkenaan dengan ciri-ciri
fisik lansia yaitu sebagi berikut:
1. Postur tubuh lansia mulai berubah bengkok (bungkuk).
3. Daya ingat mulai menurun.
4. Kondisi mata yang mulai rabun.
5. Pendengaran yang berkurang.
b. Perkembangan Intelektual.
Menurut David Wechsler dalam Desmita (2008) kemunduran kemampuan
mental merupakan bagian dari proses penuaan organisme sacara umum, hampir
sebagian besar penelitian menunjukan bahwa setelah mencapai puncak pada
usia antara 45-55 tahun, kebanyakan kemampuan seseorang secara terus
menerus mengalami penurunan, hal ini juga berlaku pada seorang lansia.
Ketika lansia memperlihatkan kemunduran intelektualiatas yang mulai
menurun, kemunduran tersebut juga cenderung mempengaruhi keterbatasan
memori tertentu. Misalnya seseorang yang memasuki masa pensiun, yang tidak
menghadapi tantangan-tantangan penyesuaian intelektual sehubungan dengan
masalah pekerjaan dan di mungkinkan lebih sedikit menggunakan memori atau
bahkan kurang termotivasi untuk mengingat beberapa hal, jelas akan
mengalami kemunduran memorinya.
Menurut Ratner et.al dalam desmita (2008) penggunaan bermacam-macam
strategi penghafalan bagi orang tua, tidak hanya memungkinkan dapat
mencegah kemunduran intelektualitas, melainkan dapat meningkatkan
kekuatan memori pada lansia tersebut. Kemerosotan intelektual lansia ini pada
umumnya merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan yang disebabkan
berbagai faktor seperti penyakit, kecemasan atau depresi. Tetapi kemampuan
intelektual lansia tersebut pada dasarnya dapat dipertahankan. Salah satu faktor
lingkungan yang dapat merangsang ataupun melatih keterampilan intelektual
mereka, serta dapat mengantisipasi terjadinya kepikunan.
c. Perkembangan Emosional
Memasuki masa tua, sebagian besar lanjut usia kurang siap menghadapi dan
menyikapi masa tua tersebut, sehingga menyebabkan para lanjut usia kurang
dapat menyesuaikan diri dan memecahkan masalah yang dihadapi (Widyastuti,
2000). Munculnya rasa disisihkan, tidak dibutuhkan lagi, ketidakikhlasan
menerima kenyataan baru seperti penyakit yang tidak kunjung sembuh,
kematian pasangan, merupakan sebagian kecil dari keseluruhan perasaan yang
tidak enak yang harus dihadapi lanjut usia.
Hal-hal tersebut dapat menjadi penyebab lanjut usia kesulitan dalam
melakukan penyesuaian diri. Bahkan sering ditemui lanjut usia dengan
penyesuaian diri yang buruk. Sejalan dengan bertambahnya usia, terjadinya
gangguan fungsional, keadaan depresi dan ketakutan akan mengakibatkan
lanjut usia semakin sulit melakukan penyelesaian suatu masalah. Sehingga
lanjut usia yang masa lalunya sulit dalam menyesuaikan diri cenderung
menjadi semakin sulit pada masa-masa selanjutnya.
Makna penyesuaian diri pada lanjut usia adalah kemampuan orang yang
berusia lanjut untuk menghadapi tekanan akibat perubahan perubahan fisik,
maupun sosial psikologis yang dialaminya dan kemampuan untuk mencapai
keselarasan antara tuntutan dari dalam diri dengan tuntutan dari lingkungan
yang disertai dengan kemampuan mengembangkan mekanisme psikologis yang
tepat sehingga dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dirinya tanpa
yang menjalani masa pensiun dikatakan memiliki penyesuaian diri paling baik
merupakan lanjut usia yang sehat, memiliki pendapatan yang layak, aktif,
berpendidikan baik, memiliki relasi sosial yang luas termasuk diantaranya
teman- teman dan keluarga dan biasanya merasa puas dengan kehidupannya
sebelum pensiun (Palmore, dkk, 1985).
d. Perkembangan Spiritual
Sebuah penelitian menyatakan bahwa lansia yang lebih dekat dengan agama
menunjukkan tingkatan yang tinggi dalam hal kepuasan hidup, harga diri dan
optimisme. Kebutuhan spiritual (keagamaan) sangat berperan memberikan
ketenangan batiniah, khususnya bagi para lansia. Sehingga religiusitas atau
penghayatan keagamaan besar pengaruhnya terhadap taraf kesehatan fisik
maupun kesehatan mental, hal ini ditunjukkan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Hawari (1997), bahwa:
1. Lanjut usia yang nonreligius angka kematiannya dua kali lebih besar
daripada orang yang religius.
2. Lanjut usia yang religius penyembuhan penyakitnya lebih cepat
dibandingkan yang non religius.
3. Lanjut usia yang religius lebih kebal dan tenang menghadapi operasi atau
masalah hidup lainnya.
4. Lanjut usia yang religius lebih kuat dan tabah menghadapi stres daripada
yang nonreligius, sehingga gangguan mental emosional jauh lebih kecil.
5. Lanjut usia yang religius tabah dan tenang menghadapi saat-saat terakhir
e. Perubahan Sosial
Umumnya lansia banyak yang melepaskan partisipasi sosial mereka, walaupun
pelepasan itu dilakukan secara terpaksa. Orang lanjut usia yang memutuskan
hubungan dengan dunia sosialnya akan mengalami kepuasan. Pernyataan tadi
merupakan disaggrement theory. Aktivitas sosial yang banyak pada lansia juga
mempengaruhi baik buruknya kondisi fisik dan sosial lansia. (J. W. Santrock,
2002: 239).
f. Perubahan Kehidupan Keluarga
Sebagian besar hubungan lansia dengan anak jauh kurang memuaskan yang
disebabkan oleh berbagai macam hal. Penyebabnya antara lain : kurangnya
rasa memiliki kewajiban terhadap orang tua, jauhnya jarak tempat tinggal
antara anak dan orang tua. Lansia tidak akan merasa terasing jika antara lansia
dengan anak memiliki hubungan yang memuaskan sampai lansia tersebut
berusia 50 sampai 55 tahun. Orang tua usia lanjut yang perkawinannya bahagia
dan tertarik pada dirinya sendiri maka secara emosional lansia tersebut kurang
tergantung pada anaknya dan sebaliknya. Umumnya ketergantungan lansia
pada anak dalam hal keuangan. Karena lansia sudah tidak memiliki
kemampuan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Anak-anaknya pun
tidak semua dapat menerima permintaan atau tanggung jawab yang harus
mereka penuhi.
g. Hubungan Sosio-Emosional Lansia
Masa penuaan yang terjadi pada setiap orang memiliki berbagai macam
penyambutan. Ada individu yang memang sudah mempersiapkan segalanya
atau merasa cemas ketika mereka beranjak tua. Takut ditinggalkan oleh
keluarga, takut merasa tersisihkan dan takut akan rasa kesepian yang akan
datang. Keberadaan lingkungan keluarga dan sosial yang menerima lansia juga
akan memberikan kontribusi positif bagi perkembangan sosio-emosional
lansia, namun begitu pula sebaliknya jika lingkungan keluarga dan sosial
menolaknya atau tidak memberikan ruang hidup atau ruang interaksi bagi
mereka maka tentunya memberikan dampak negatif bagi kelangsungan hidup
lansia.
2.3.4 Tipe-Tipe Lanjut Usia
Pada umumnya lansia lebih dapat beradaptasi tinggal di rumah sendiri
daripada tinggal bersama anaknya. Menurut Nugroho W (2000)tipe-tipe lansia
antara lain:
a. Tipe Arif Bijaksana, yaitu tipe kaya pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, ramah, rendah hati, menjadi panutan.
b. Tipe Mandiri, yaitu tipe bersifat selektif terhadap pekerjaan, mempunyai
kegiatan.
c. Tipe Tidak Puas, yaitu tipe konflik lahir batin, menentang proses penuaan yang
menyebabkan hilangnya kecantikan, daya tarik jasmani, kehilangan kekuasaan,
jabatan, teman.
d. Tipe Pasrah, yaitu lansia yang menerima dan menunggu nasib baik.
e. Tipe Bingung, yaitu lansia yang kehilangan kepribadian, mengasingkan diri,
2.3.5 Perubahan-Perubahan yang Terjadi Pada Lanjut Usia
Banyak kemampuan berkurang pada saat orang bertambah tua, dari ujung
rambut sampai ujung kaki mengalami perubahan dengan makin bertambahnya
umur. Menurut Nugroho (2000) perubahan yang terjadi pada lansia adalah sebagai
berikut:
a. Perubahan Fisik
1. Sel: Jumlahnya menjadi sedikit, ukurannya lebih besar, berkurangnya cairan
intra seluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, dan hati, jumlah
sel otak menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel.
2. Sistem Persyarafan: Respon menjadi lambat dan hubungan antara persyarafan
menurun, berat otak menurun 10-20%, mengecilnya syaraf panca indra
sehingga mengakibatkan berkurangnya respon penglihatan dan pendengaran,
mengecilnya syaraf penciuman dan perasa, lebih sensitif terhadap suhu,
ketahanan tubuh terhadap dingin rendah, kurang sensitif terhadap sentuhan.
3. Sistem Penglihatan: menurun lapang pandang dan daya akomodasi mata, lensa
lebih suram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, pupil timbul sklerosis,
daya membedakan warna menurun.
4. Sistem Pendengaran: hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama
pada bunyi suara atau nada yang tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti
kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun.
5. Sistem Kulit: kulit menjadi keriput dan mengkerut karena kehilangan proses
keratinisasi dan kehilangan jaringan lemak, berkurangnya elastisitas akibat
keringat berkurang jumlah dan fungsinya, perubahan pada bentuk sel
epidermis.
b. Perubahan Mental
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah
perubahan fisik. kesehatan umum, tingkat pendidikan, hereditas, lingkungan,
perubahan kepribadian yang drastis namun jarang terjadi misalnya kekakuan
sikap, kenangan- kenangan jangka pendek yang terjadi 0-10 menit, kenangan
lama tidak dengan informasi matematika dan perkataan verbal, berkurangnya
penampilan, persepsi, dan ketrampilan, psikomotor terjadi perubahan pada
daya membayangkan karena tekanan dari faktor waktu.
c. Perubahan Psikososial
Adanya perubahan psikososial yang menyebabkan rasa tidak aman, takut,
merasa penyakit selalu mengancam sering bingung panik dan depresif. Hal ini
disebabkan antara lain karena ketergantungan fisik dan sosio ekonomi seperti
pensiunan, kehilangan finansial, pendapatan berkurang, kehilangan status,
teman atau relasi, serta sadar akan datangnya kematian, perubahan dalam cara
hidup, kemampuan gerak sempit, ekonomi akibat perhentian jabatan, biaya
hidup tinggi, penyakit kronis, kesepian, pengasingan dari lingkungan sosial,
gangguan syaraf panca indra, gizi, kehilangan teman dan keluarga.
d. Perubahan Spiritual
Agama atau kepercayaan lanjut usia makin berintegrasi dalam
kehidupannya. Lansia makin teratur dalam kehidupan keagamaannya. Hal ini
dapat dilihat dalam berpikir dan bertindak. Spiritualitas pada lanjut usia