• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pelayanan Sosial Lanjut Usia ( Studi Kasus pada 6 orang warga binaan sosial di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pelayanan Sosial Lanjut Usia ( Studi Kasus pada 6 orang warga binaan sosial di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berbudaya luhur, memiliki ikatan

kekeluargaan yang mencerminkan nilai-nilai keagamaan dan budaya yang

menghargai peran serta kedudukan para lanjut usia dalam keluarga maupun

masyarakat. Sebagai warga yang telah berusia lanjut , para lanjut usia mempunyai

kebajikan, kearipan serta pengalaman berharga yang dapat di teladani oleh

generasi penerus dalam pembangunan nasional. Seiring berjalannya waktu,

banyak situasi yang mengalami perubahan. Demikian juga angka harapan hidup

manusia semakin meningkat. meningkatnya populasi lansia bukan hanya

fenomena di Indonesia saja tetapi juga sudah secara global.

Menurut UU No.13 tahun 1998 Pasal 1 Ayat 2 tentang Kesejahteraan Lanjut

Usia menyatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60

tahun ke atas. Pada tahun 2000 penduduk usia lanjut di seluruh dunia diperkirakan

sebanyak 426 juta atau sekitar 6,8 %. Jumlah ini akan meningkat hampir dua kali

lipat pada tahun 2025, yaitu menjadi sekitar 828 juta jiwa atau sekitar 9,7 % dari

total penduduk dunia. Gejala menuanya struktur penduduk (ageing population)

juga terjadi di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS, 2004) menyimpulkan bahwa

abad 21 bagi Indonesia merupakan abad lansia (era of population ageing), karena

pertumbuhan penduduk lansia di Indonesia diperkirakan lebih cepat dibandingkan

(2)

Dari hasil sensus penduduk yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik

menunjukan pada tahun 2000 usia harapan hidup di Indonesia mencapai 67 % dari

populasi lanjut usia yang di perkirakan 17 juta orang . Pada tahun 2020 jumlah

penduduk lanjut usia Indonesia diproyeksikan mencapai 28 juta orang yang

berusia 71 tahun . Perubahan komposisi penduduk lanjut usia menimbulkan

berbagai kebutuhan baru yang harus dipenuhi , sehingga dapat pula menjadi

permasalahan yang komplek bagi lanjut usia, baik sebagai individu, keluarga

maupun masyarakat.

(http://rehsos.kemsos.go.id/modules.php?name=Content&pa=showpage&pid=6) Pemerintah jelas memiliki peran strategis untuk mengatasi masalah lansia,

apalagi hal itu telah menjadi komitmen internasional. Salah satunya, International

Plan of Action of Ageing (Vienna Plan) yang ditetapkan dengan Resolusi No

37/51 Tahun 1982 mengajak negara-negara secara bersama atau sendiri untuk

mengembangkan dan menerapkan kebijakan peningkatan kehidupan lansia,

sejahtera lahir batin, damai, sehat, dan aman. Kemudian, mengkaji dampak

menuanya penduduk terhadap pembangunan untuk mengembangkan potensi

lansia. Untuk mendorong terciptanya pembangunan yang selaras, dibutuhkan

lansia yang sehat dan mandiri dengan dukungan dari segala pihak, yaitu

pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan keluarga. Para lansia juga

mempunyai permasalahan rawan terhadap berbagai penyakit, mengalami

kemunduran fisik, mental, produktivitas kerja menurun, perubahan bentuk

keluarga dari keluarga besar menjadi keluarga inti, mobilitas terbatas, dan

masalah tempat tinggal.

Usaha mengatasi permasalahan dan beberapa harapan kepada pihak-pihak

(3)

pada dasarnya memiliki sisi negatif dan positif. Sosialisasi di lingkungan yang

memiliki tingkat usia sebaya akan menjadi hiburan tersendiri sehingga

kebersamaan itu dapat mengubur kesepian yang biasanya mereka alami. Tetapi,

jauh di lubuk hati, mereka merasa jauh lebih nyaman berada di dekat keluarga.

Merawat orang di panti (residental care) dan menjamin terpenuhinya kebutuhan

mereka adalah hal yang diharapkan namun sulit dilakukan. Namun terkadang

kehadiran panti jompo membuat para lanjut usia menjadi serasa kurang dihargai

oleh anak-anaknya ketika anak-nya merasa direpotkan dengan keberadaan mereka

sehingga para lanjut usia dimasukkan ke panti jompo.

Di masyarakat kita yang masih menjunjung tinggi kekeluargaan, tinggal di

panti menjadi suatu hal yang tidak natural lagi, apa pun alasannya. Karena itu,

solusinya bukan dengan terus mendirikan panti. Dukungan sosial dari orang lain

menjadi sangat berharga dan menambah ketenteraman hidup lansia. Tetapi, bukan

berarti seorang lansia hanya tinggal duduk, diam, tenang, dan berdiam diri. Untuk

menjaga kesehatan fisik maupun kejiwaannya, lansia harus tetap melakukan

aktivitas-aktivitas yang berguna bagi kehidupan. Kepasifan justru akan

mendatangkan berbagai penyakit dan penderitaan (Sidiarto Kusumoputro: 2002).

Pemerintah bertanggung jawab mewujudkan amanah perundangan untuk

menyejahterakan lansia dengan menciptakan strategi dan program pemberdayaan

Sumber Daya Manusia lanjut usia, menciptakan fasilitas dan kegiatan-kegiatan

untuk meningkatkan ilmu dan keterampilan untuk pra-lansia maupun lansia, serta

meningkatkan upaya-upaya terpadu pemberdayaan SDM lansia. Yang dibutuhkan

adalah aksi nyata, bukan sekadar aturan macam kertas yang terlihat indah.

Para lansia (lanjut usia) telah mengantarkan dan membesarkan kita di dunia

ini. Tanpa mereka, mustahil kita dapat menikmati kehidupan sekarang ini.

Sayangnya, tidak sedikit di antara mereka yang menghadapi kenyataan pahit

(4)

harus berkesinambungan dan mendapatkan perhatian seluruh lapisan masyarakat.

Sangat ironis bila gerakan menyejahterakan para lansia hanya bersifat temporer

dan seremonial.

Lansia sering dianggap identik dengan pikun, jompo, sakit-sakitan, dan

menghabiskan uang untuk berobat. Sangat tidak manusiawi bila mereka

diperlakukan sebagai warga kelas dua atau ibarat "habis manis sepah dibuang".

Secara yuridis formal, ketentuan untuk memenuhi hak lansia diatur dalam pasal

42 UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menyatakan bahwa

setiap warga negara yang berusia lanjut, cacat fisik, dan atau cacat mental berhak

memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya

negara untuk menjamin kehidupan yang layak sesuai dengan martabat

kemanusiaannya, meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi

dalam kehidupan bermasyarakat.

Ketidakmampuan anak dan sanak keluarga dalam memberikan pelayanan

kepada anggotanya yang berusia lanjut, telah mendorong masyarakat dan

pemerintah untuk mengambil alih tanggungjawab tersebut. Namun disadari untuk

itu diperlukan dana yang cukup besar dan tenaga yang profesional. Apalagi

jumlah kelompok ini akan meningkat dengan meningkatnya harapan hidup

mereka. Usaha masyarakat dan pemerintah mendirikan panti jompo merupakan

pemecahan masalah yang dihadapi kelompok lanjut usia dalam menapak akhir

kehidupannya. Mesikipun demikian usaha ini masih ditentang oleh sebagian orang

yang menghendaki orangtua adalah tanggung jawab anak dan mendorong kembali

kepada sikap budaya berhimpun dalam keluarga besar. Ibu yang sengsara ketika

(5)

anak-anaknya, apakah harus kemudian dimasukkan ke dalam rumah jompo karena

dirasakan sudah tidak berguna lagi dalam kehidupan, dan hanya akan merepotkan

saja.

Sebenarnya panti jompo terbentuk atas dasar kasih sayang pihak lain terhadap

para lanjut usia yang tidak mendapatkan kasih sayang di luar panti baik di

keluarganya maupun di warga masyarakat. Pemerintah Indonesia sendiri

menerima usaha ini sebagai suatu sarana pelayanan kesejahteraan sosial bagi usia

lanjut/jompo yang terlantar, disebabkan antara lain kemiskinan, ketidakmampuan

secara fisik maupun ekonomis, dengan membantu usia lanjut/jompo untuk dapat

mempertahankan identitas kepribadiannya, memberikan jaminan kehidupan secara

wajar baik jaminan fisik, kesehatan maupun sosial psikologis, agar dapat ikut

menikmati hasil pembangunan, tidak merasa mendapat tekanan, hinaan, serta

merasa mendapat perhatian dari seluruh masyarakat maupun negara.

Upaya apa yang dilakukan oleh Departemen Sosial dalam rangka peningkatan

kesejahteraan sosial lanjut usia?

1. Pemberian perlindungan sosial, adalah upaya Pemerintah atau masyarakat

untuk memeberikan kemudahan pelayanan bagi lanjut usia tidak potensi agar

dapat mewujutkan taraf hidup yang wajar.

2. Pemberian bantuan sosial, adalah upaya pemberian bantuan yang bersifat

tidak tepat agar lanjut usia potensi dapat meningkatkan taraf kesejahteraan .

3. Pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial adalah upaya perlindungan dan

pelayanan yang bersifat terus menerus agar lanjut usia dapat mewujutkan dan

(6)

4. Pemberdayaan adalah setiap upaya meningkatkan kemampuan fisik, mental

spiritual ,sosial. Pengetahuan, dan ketrampilan agar para lanjut usia siap

didayagunakan sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Dalam mewujudkan pelayanan kesejahteraan sosial, maka program pokok yang

dilaksakan antara lain :

1. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dalam Panti

2. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Luar Panti

3. Kelembagaan Sosial Lanjut Usia

4. Perlindungan Sosial dan Aksesibilitas Lanjut Usia.

UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar

merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Kesejahteraan dan

Sosial Propinsi Sumatera Utara, yang mempunyai tugas pokok dan fungsi

memberikan pelayanan sosial kepada tuna rungu wicara dan lanjut usia (werda).

UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar

memberikan bentuk pelayanan sosial di dalam panti. Jelas sudah dari namanya,

UPT ini memiliki dua bagian fokus pelayanan, yakni pelayanan terhadap tuna

rungu wicara dan pelayanan terhadap lanjut usia. Namun di dalam penelitian ini,

peneliti hanya akan membahas masalah pelayanan terhadap lanjut usia. Sehingga

diperoleh sebuah kajian mengenai pelayanan yang diberikan oleh UPT Pelayanan

Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar terhadap warga

binaan sosial lanjut usia. Melalui pelayanan sosial yang diberikan, para lanjut usia

diharapkan memperoleh pelayanan yang sewajarnya baik secara jasmani maupun

(7)

UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar

telah menjalankan tugasnya memberikan pelayanan kepada warga binaan sosial

lanjut usia. Namun demikian, masih terdapat beberapa kendala yang dihadapi

dalam pemberian pelayanan kepada warga binaan sosial. Di dalam Panti UPT

Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar masih

banyak hal yang harus dibenahi demi mencapai tingkat sewajarnya bagi para

lanjut usia. Selain itu berbagai permasalahan yang dihadapi oleh warga binaan

sosial lanjut usia yang memang membutuhkan perhatian kita, orang-orang yang

ada di sekitar mereka. Beberapa orang/pihak yang memiliki kepedulian terhadap

UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia secara tidak menentu

datang berkunjung dan membagikan bantuan baik berupa makanan, pakaian, dan

perlengkapan lainnya.

Melihat betapa pentingnya pelayanan yang baik untuk lanjut usia, maka

penulis tertarik melakukan penelitian untuk melihat bagaimanakah pelayanan

yang diberikan kepada lanjut usia, dalam sebuah penelitian yang berjudul

“Pelayanan Sosial Lanjut Usia (Studi Kasus pada 6 orang warga binaan sosial di

(8)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka

perumusan masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah :

“Bagaimanakah Pelayanan Sosial Lanjut Usia di UPT Pelayanan Sosial Tuna

Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar”

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan daripada penelitian ini adalah untuk mengetahui

dan mendeskripsikan bagaimana Pelayanan Sosial Lanjut Usia di Pelayanan

Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam rangka :

1. Memberikan kontribusi keilmuan mengenai Pelayanan Sosial Lanjut Usia

di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang

Siantar.

2. Hasil penelitian juga diharapkan dapat menjadi gambaran kepada UPT

Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar

(9)

1.4 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan penelitian ini adalah :

BAB I : Pendahuluan

Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah,

tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan Pustaka

Bab ini menguraikan tentang teori yang berkaitan dengan masalah

yang akan diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan

defenisi operasional.

BAB III : Metodologi Penelitian

Bab ini berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, subjek

penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.

BAB IV : Deskripsi Lokasi Penelitian

Bab ini berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian yang

berhubungan dengan objek yang akan diteliti.

BAB V : Analisis Data

Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari penelitian

(10)

BAB VI : Penutup

Bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran dari hasil

Referensi

Dokumen terkait

Himpunan Peraturan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2016 1... Himpunan Peraturan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Tahun

pemekanya terbuat dari bukan bahan peledak, maka produknya disebut “agen peledakan lumpur” atau slurry blasting agent ; bila pemekanya dari bahan peledak, misalnya TNT, maka

Hasil penelitian menjelaskan bahwa rasa dalam konsep budaya Jawa merupakan substansi keindahan tari Bedhaya Ela-ela, yang ditubuhkan oleh koreografer (Agus

tidak adanya pelaksanaan kampanye berbasis Al- Qur’an dan Sunnah sebagai ajang memperkenalkan pasangan calon dan pendidikan politik.. masyarakat, hal ini

Dengan terpenuhinya uji prasyarat yaitu uji homogenitas dan uji normalitas maka selanjutnya dapat dilanjutkan menggunakan uji independent sample t-test dan uji

Previous studies showed patients on long-term haemodialysis might be under increased oxidative stress caused by either haemodialysis or renal failure.(5) The previous

Dalam pandangannya, perempuan diidentik dengan sosok yang lemah, halus dan emosional. Pandangan ini telah memposisikan perempuan sebagai mahkluk yang seolah-olah harus dilindungi

Pada penelitian ini populasi yang digunakan adalah ibu yang memiliki balita riwayat pneumonia di wilayah kerja UPTD Kesehatan Kecamatan Sananwetan Kota Blitar