DAFTAR PUSTAKA
Adi, Rukminto, Isbandi. 1994. Psikologi, Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial : Dasar-dasar pemikiran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Asmadi, 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Bappenas, 2012. Data Program Perlindungan Sosial Bappnes 2012
Charles, O. J, 1996. Pengantar kebijakan publik. .Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Christina, Uripni, 2003. Komunikasi Kebidanan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Depsos RI. 2008. Pedoman Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Anak dengan Kecacatan Rungu Wicara. Jakarta
Depertemen Sosial, 2004. Standar Rehabilitasi Psikososial Pekerja Migran. Jakarta: Depertemen Sosial.
Gerungan, W.A., 2004. Psikologi Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama
Gomes, Faustino Cardoso,2003. Manajemen Sumber Daya Manusia.Yogyakarta: Cv Andi offset.
Jones, C.O., 1996. Pengantar Kebijakan Publik (Public Policy. Terjemahan Rick Ismanto. Jakarta : Penerbit Raja Grafindo Persada.
Minarni, Yuniarti, 2013. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Muhidin, S., 1992. Pengantar kesejahteraan sosial. Bandung: Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial.
Nurdin, M. F., 1989. Pengantar Studi Kesejahteraan Sosial. Bandung: Angkasa
Rumah Tuna Rungu Wicara “Special Education For Change To Be Better”, 21 Oktober 2015, dari Website: http//arozi-k5113006-plbuns13.blogspot.com.
Sastrawinata, E, Sugiarto, M.H., Salim, M., 1977. Pendidikan anak-anak tunarungu. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Siagian, Matias. 2011. Metode penelitian sosial – pedoman praktis penelitian bidang ilmu-ilmu sosial dan kesehatan. Medan: Grasindo Monoratama.
Somantri, T. S, 2006. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT. Refika Aditama. Suharto, E. 2008. Pekerja Sosial Klinis. Jakarta: Pustaka Societa.
Sulistiyanto, Anggara Dwi, 2013. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan, 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan Bagian 2 Ilmu Pendidikan Praktis. Jakarta : PT. Imperal bhakti Utama
Tim Penyusun Kamus, 1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia .Jakarta: Balai Pustaka.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tipe Penelitian
Penelitian ini tergolong tipe penelitian deksriptif, yang bertujuan untuk
memberikan gambaran kenyataan mengenai keadaan subjek dan objek penulisan
pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau bagaimana keadaan
yang ada di dalamnya. Metode deskriptif digunakan dalam penulisan ini untuk
memberikan gambaran mengenai keadaan pelayanan sosial remaja tuna rungu wicara
yang telah diberikan di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia
Pematang Siantar.
Dengan metode ini penulis berharap dapat menyajikan sebuah gambaran yang
menggambarkan bagaimana pelayanan yang telah diberikan di UPT Pelayanan Sosial
Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar melalui wawancara lapangan,
catatan, dokumentasi lainnya dan dokumen resmi lainnya.
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di salah salah satu lembaga pemerintahan milik
Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara yakni Unit Pelaksana
Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia. yang berlokasi
di Jln. Sisingamangaraja No.67 Pematang Siantar. Alasan memilih lokasi ini sebagai
tempat penelitian ialah karena merupakan salah satu tempat untuk memberikan
pelayanan sosial terhadap tuna rungu wicara dan peneliti merasa kondisi
pelayanannya penting untuk diketahui banyak orang demi peningkatan kualitas
3.3 Populasi Penelitian
Populasi dapat diartikan sekumpulan obyek, benda, peristiwa atau individu
yang akan dikaji dalam suatu penelitian (Siagian, 2011: 155). Adapun yang menjadi
populasi penelitian ini adalah seluruh remaja tuna rungu wicara yang terlibat dalam
program biopsikososial spiritual bagi penyandang cacat tuna rungu wicara yakni
berjumlah 36 orang.
Berhubung jumlah populasi hanya 24 orang, maka peneliti menjadikan semua
populasi menjadi sumber data. Dengan kata lain, peneliti melakukan penelitian
sensus.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Guna memperoleh data yang diperlukan, maka dalam penelitian ini
menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
1. Studi Kepustakaan yaitu mengumpulkan data melalui buku-buku,
dokumentasi, dan sumber referensi yang menyangkut masalah yang diteliti.
2. Penelitian Lapangan yaitu mengadakan penelitian ke lokasi untuk
mendapatkan data yang lengkap sesuai dengan masalah yang diteliti.
Dalam penelitian lapangan ini menggunakan beberapa metode, yakni:
a. Observasi, yaitu mengumpulkan data tentang gejala tertentu yang
dilakukan dengan mengamati, mendengar, dan mencatat kejadian yang
menjadi sasaran penelitian.
b. Kuesioner atau angket, yaitu dimaksudkan untuk mendapatkan informasi
dan data yang relevan dari responden melalui daftar pertanyaan yang akan
diajukan sehingga peneliti memperoleh data dan informasi yang
3.5 Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah teknik
analisis deskriptif dengan pendekatan secara kuantitatif. Teknik analisis data ini yaitu
menjabarkan hasil penelitian dengan menganalisis data-data yang diperoleh dari hasil
penelitian dengan mentabulasi data yang didapat melalui keterangan responden.
Kemudian, dicari frekuensi dan persentasenya. Setelah itu disusun dalam bentuk
tabel tunggal dengan menggunakan Skala Likert.
Untuk mengetahui apakah hasil dari efektivitas terhadap program tersebut,
maka digunakan interval sebagai skala pengukuran. Rumus untuk menghitung nilai
interval (i) adalah sebagai berikut:
i = Nilai atas – Nilai bawah Jumlah kelas
i = 1 – (-1) 3
i = 2 = 0,66 3
Dengan demikian indikator efektif atau tidak efektif program pelayanan
sosial bagi perkembangan biopsikososial remaja tuna rungu wicara di upt pelayanan
sosial tuna rungu wicara dan lansia pematang siantar ditetapkan sebagai berikut :
1. Nilai 1 sampai 0.33 artinya program tersebut dikategorikan efektif
2. Nilai 0.33 sampai -0.33 artinya program tersebut dikategorikan netral
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
4.1 Sejarah berdirinya Lembaga
UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematangsiantar
sebelumnya merupakan 2 (dua) unit pelayanan sosial yaitu:
a. Panti Karya
Panti Karya dulunya di sebut dengan Rumah Sosial didirikan ± tahun 1950 di
Panei Tongah kab. Simalungun bertujuan memberikan pelayanan kepada para
keluarga korban perang, masyarakat yang tidak mempunyai tempat tinggal dan
pekerjaan serta masyarakat terlantar.
Pada tahun 1959 dibangunlah panti permanen yang berlokasi di Jalan. SM.
Raja di Pematangsiantar dengan nama “Panti Karya Harapan Bah Kapul” dengan sasaran garapan masyarakat yang tidak mempunyai pekerjaan dan perumahan dengan
tujuan pelayanan memberikan keterampilan berupa kegiatan bercocok tanam.
b. Panti Tuna Rungu Wicara
Panti tuna rungu wicara berlokasi di jalan SM. Raja No. 68 Pematangsiantar di
resmikan pada 19 Oktober 1987 oleh DR. Supangadi dengan nama “PANGHOB HOPON BANI NALONGAH” berada di bawah naungan Departemen Sosial RI
dengan jangkauan pelayanan meliputi D.I. Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat,
Riau dan Jambi. Berdasarkan surat Kep. Menteri Sosial RI No. 14 tahun 1994
tanggal 23 April 1994 berubah nama menjadi panti sosial bina rungu wicara
“Teratai” Pematangsiantar (PSBRW Teratai).
Sehubungan dengan UU No. 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah dan PP
sebagai daerah otonom maka Menteri Negara PAN mengeluarkan surat No. 49/ TP.
PAN. 8/ 2000 tanggal 2 Agustus 2000 yang menyatakan bahwa PSBRW Teratai
Pematangsiantar di arahkan ke pemerintah daerah dalam hal ini provinsi Sumatera
Utara.
Berdasarkan Perda No. 03 tahun 2001 tentang dinas-dinas daerah provinsi
Sumatera Utara maka panti karya Harapan Bah Kapul dan Panti Sosial Bina Rungu
Wicara “Teratatai” Pematangsiantar bergabung dan berubah menjadi unit Pelaksana
Teknis Daerah (UPTD) “Harapan Teratai Bah Kapul” Pematangsiantar.
Sasaran Garapan pelayanan adalah:
Lanjut usia terlantar
Penyandang cacat rungu wicara
Selanjutnya sesuai dengan Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 33 tahun
2010 tentang struktur organisasi tugas dan fungsi UPT pada dinas kesejahteraan dan
sosial provinsi Sumatera Utara berubah nomenklatur menjadi Unit Pelaksana Teknis
(UPT) Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematangsiantar.
4.2 Visi dan Misi
a. Visi
Terciptanya kenyamanan bagi lanjut usia dalam menikmati kehidupan di
hari tua
Terwujudnya tuna rungu wicara mandiri dan terampil di masyarakat
b. Misi
Memenuhi kebutuhan dasar bagi lanjut usia
Meningkatkan pelayanan kesehatan, keagamaan, dan perlindungan sosial
Mengembangkan sikap kemandirian dalam diri tuna rungu wicara melalui
kegiatan bimbingan fisik mental dan sosial
Menyediakan sarana dan prasarana untuk pelatihan keterampilan praktis
4.3 Gambaran Umum Lembaga
UPT pelayanan sosial tuna rungu wicara dan lansia pematang siantar
merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Kesejahteraan dan Sosial
Propinsi Sumatera Utara, yang mempunyai tugas pokok dan fungsi memberikan
pelayanan sosial kepada Penyandang Cacat Tuna Rungu Wicara dan Lansia
(Werda),berdasarkan Peraturan Gubernur Sumatera Utara No.33 Tahun 2010
(tentang struktur organisasi, tugas dan fungsi UPT Dinas Kesejahteraan dan Sosial
Sumatera Utara). UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia yang
berdomisili di Jl.Sisingamaharaja No. 68 Pematang Siantar Sumatera Utara (Jl.
Lintas menuju kotawisata Parapat).
4.3.1 Dasar Hukum
1. Undang-undang RI No. 4 tahun 1997, tentang Penyandang cacat
2. Undang-undang RI No. 13 tahun 1998, tentang kesejahteraan sosial lanjut
usia
3. Undang-undang RI No. 11 tahun 2011, tentang kesejahteraan sosial
4. Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 33 tahun 2010, tentang struktur
organisasi dan fungsi dinas kesejahteraan sosial provinsi Sumatera Utara
4.3.2 Sasaran garapan
Pengertian:
Penyandang cacat rungu wicara (laki-laki dan perempuan) yaitu:
Seseorang yang menurut ilmu kedokteran dinyatakan mempunyai
kelainan/ gangguan pendengaran atau wicara sehingga tidak dapat
melakukan komunikasi secara wajar.
Lanjut usia terlantar (laki-laki/ perempuan) yaitu setiap warga negara
yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas baik potensial
maupun tidak potensial yang oleh karena sesuatu sebab mengalami
hambatan fisik, psikologis maupun sosialnya.
Sasaran Garapan:
Penyandang cacat rungu wicara:
Laki-laki dan Perempuan
Usia 15 – 35 tahun
Belum menikah
Sehat jasmani dan rohani
Tidak cacat ganda
Lanjut usia terlantar
Laki- laki dan perempuan
Usia 60 tahun ke atas
Sehat jasmani dan rohani
Tidak mempunyai penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan
pokok meliputi sandang pangan dan kesehatan.
II. Syarat penerimaan calon warga binaan sosial (WBS)
1. Calon WBS tuna rungu wicara
b. Membawa surat keterangan Lurah/ kepala desa domisili
c. Membawa surat berbadan sehat dari puskesmas
d. Foto semua badan sebanyak 2 lembar berwarna
e. Belum menikah
f. Tidak cacat ganda
g. Foto copy ijazah sekolah atau rapor bagi yang belum tamat sekolah
h. Rujukan dari dinas sosial kabupaten/ kota, LSM dan organisasi
sosial
i. Bersedia di asramakan selama pembinaan maksimal 2 tahun
j. Mengisi formulir seleksi pada waktu pendaftaran
2. Calon WBS lanjut usia
a. Usia 60 tahun ke atas laki-laki dan perempuan
b. Membawa surat keterangan dari lurah/ kepala desa domisili
c. Sehat jasmani dan rohani
d. Tidak menderita penyakit menular
e. Rujukan dari dinas sosial kabupaten/ kota, LSM dan organisasi
sosial
f. Mengisi formulir seleksi pada waktu pendaftaran
3. Penerimaan calon Warga binaan sosial dilaksanakan setiap hari kerja
senin s/d jum’at pukul 08.00 s/d 16.00
4.3.3 Struktur Organisasi
Struktur organisasi diperlukan untuk membedakan batas-batas wewenang dan
tanggung jawab secara sistematis yang menunjukkan adanya hubungan/keterkaitan
tujuan umum suatu instansi diperlukan suatu wadah untuk mengatur aktivitas
maupun kegiatan instansi. Pengaturan ini dihubungkan dengan pencapaian tujuan
instansi yang telah ditetapkan sebelumnya. Wadah tersebut disusun dalam suatu
struktur organisasi dalam instansi. Melalui struktur organisasi yang baik, pengaturan
pelaksanaan pekerjaan dapat diterapkan, sehingga efisiensi dan efektivitas kerja
dapat diwujudkan melalui kerja sama dengan koordinasi yang baik sehingga tujuan
instansi dapat dicapai.
BAGAN 4.1
STRUKTUR ORGANISASI UPT PELAYANAN SOSIAL TUNA RUNGU WICARA & LANSIA PEMATANG SIANTAR
Kepala UPT
Adapun uraian tugas dari Kepala Unit Pelaksana Teknis, adalah :
a) Menyelenggarakan pembinaan, bimbingan, arahan dan penegakan disiplin
pegawai di lingkungan dinas.
b) Menyelenggarakan pembinaan, sinkronisasi dan pengendalian pelaksanaan
tugas pokok dan fungsi dinas.
KEPALA UPT
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL (PEKERKA
SOSIAL)
KASUB. BAG TATA USAHA
c) Menyelenggarakan penetapan perencanaan dan program kegiatan dinas,
sesuai ketentuan yang berlaku.
d) Menyelenggarakan pengkajian dan menetapkan pemberian dukungan tugas
atas penyelenggaraan Pemerintah Daerah di bidang kesejahteraan dan
sosial.
e) Menyelenggaraan fasilitasi penyelenggaraan program potensi sumber
kesejahteraan sosial, pemberdayaan sosial, pelayanan dan rehabilitasi
sosial, bantuan dan jaminan sosial.
f) Menyelenggarakan koordinasi dan kerjasama dengan instansi/lembaga
terkait.
g) Menyelenggarakan pengkoordinasian penyusunan tugas-tugas teknis serta
evaluasi pelaporan yang meliputi kesekretariatan, potensi sumber
kesejahteraan sosial, pelayanan dan rehabilitasi sosial, bantuan dan
jaminan sosial.
h) Menyelenggarakan penetapan penyusunan standar, norma-norma dan
kriteria-kriteria sesuai ketentuan yang berlaku.
i) Menyelenggarakan koordinasi kegiatan teknis dalam rangka
penyelenggaraan pelayanan di bidang kesejahteraan dan sosial.
j) Menyelenggarakan koordinasi kegiatan dengan dinas/lembaga
kesejahteraan dan sosial lintas Kabupaten/Kota.
k) Menyelenggarakan tugas lain, yang diberikan Gubernur sesuai tugas dan
fungsinya.
Pekerja Sosial Fungsional
Adapun yang menjadi tugas dari pekerja sosial fungsional adalah :
b) Menyusun jadwal pembelajaran warga binaan sosial
c) Menyusun rancangan dan istrumen asesmen
d) Menyusun rencana bimbingan fisik, keterampilan, sosial, psikososial,
advokasi
e) Pendampingan bimbingan pengetahuan dasar, bahasa isyarat, dan
bimbingan keterampilan
f) Melaksanakan bimbingan sosial, psikososial, dan advokasi
g) Pembahasan kasus
h) Supervise pelaksanaan tugas
i) Evaluasi dan pembuatan laporan kegiatan
Sub Bag Tata Usaha
Adapun yang menjadi tanggung jawab Sub bag tata usaha, meliputi :
a. Melaksanakan surat menyurat
b. Pengusulan kenaikan pangkat, gaji berkala, dan pensiunan
c. Mutasi pegawai
d. Melakukan pembayaran air, listrik, dan telepon
e. Mengurus gaji pegawai, honor daerah, honor lepas
f. Memelihara sarana dan prasarana
g. Pembinaan pegawai apel pagi dan sore, upacara hari kesadaran nasional
h. Menginventarisasi barang
4.3.4 Sarana dan Prasarana Panti
Tabel 4.1
Sarana dan Prasarana UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan
No Nama Bangunan Luas (m2) Jumlah (unit)
1 Kantor 312 1
2 Aula 392 1
3 Mess 200 5
4 Wisma I 48 1
5 Wisma II, III 72 2
6 Ruang Keterampilan pertukangan kayu 184 1 7 Ruang keterampilan menjahit, salon 147 1
8 Ruang pendidikan I 100 1
9 Ruang pendidikan II 216 1
10 Ruang pendidikan III 48 1
11 Dapur dan ruang makan 213 1
12 Garasi/gudang 340 1
13 Asrama putra WBS Rungu Wicar 255 1
14 Asrama putri WBS Rungu Wicar 110 1
15 Asrama WBS Lanjut Usia I, II, III 74 1
16 Rumah dinas kepala 74 1
17 Rumah keshatan/poliklinik 100 1
18 Ruang perawatan 30 2
19 pos jaga 9 1
UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar
memiliki luas areal 56.500 m2.
4.4 Tata Cara Penanganan Tuna Rungu Wicara
Warga binaan sosial tuna rungu wicara sejumlah 36 orang, terdiri dari orang
laki-laki dan orang perempuan. Proses pelayanan dilakukan dengan beberapa tahap,
yakni :
I. Pelayanan Bagi WBS RUNGU WICARA DAN LANJUT USIA
a) Pendekatan Awal
a. Membuat brosur yang berisikan tentang profil UPT Pelayanan
Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia.
b. Mengirimkan surat penerimaan WBS baru dari UPT Pelayanan
Sosial Tuna Rungu Wicara dan lanjut Usia Pematang Siantar
kepada Dinas Sosial se Kab/ Kota di Sumatera Utara.
c. Melaksanakan sosialisasi di kab/ kota di wilayah Provinsi Sumatera
Utara.
2. Identifikasi dan Motivasi
Kegiatan Identifikasi adalah pengisian formulir identitas
(identitas calon WBS, keluarga, lembaga yang telah memberikan
pelayanan). Diisi oleh orang tua/wali. Serta memberikan motivasi
kepada keluarga dan calon warga binaan sosial.
3. Seleksi
Melakukan kegiatan wawancara terhadap calon WBS, orang
tua/wali berdasarkan formulir identifikasi yang telah diisi. Kegiatan
ini dilaksanakan oleh staf dan pekerja Sosial, selanjutnya penempatan
WBS ke asrama dilaksanakan oleh petugas asrama.
b) Penerimaan
Dilakukan melalui kegiatan registrasi, orientasi pengenalan,
penempatan program dan temu bahas kasus.
c) Pengungkapan dan Pemahaman Masalah (Asesmen)
1. Melaksanakan diagnosa psikososial wbs rungu wicara dan lanjut usia,
guna untuk mengetahui seluruh kondisi obyektif dan latar belakang
psikologi, sosial ekonomi, sosial budaya dan keadaan lingkungannya,
untuk mengetahui sejauh mana keberfungsian sosial wbs
2. Tes vocational asesmen khusus wbs rungu wicara, tujuannya untuk
menelusuri bakat, minat dan kemampuan wbs.. Melaksanakan
pembahasan kasus ( case Comprehence) Pembahasan kasus dikerjakan
oleh pekerja sosial dengan instruktur, pengetahuan dasar,
keterampilan, pengasuh staf panti sosial rungu wicara dan lanjut usia,
disaksikan para pejabat struktural
II. Perencanaan Pelayanan dan rehabilitasi
Kegiatan yang dilakukan dalam rencana pelayanan dan rehabilitasi sosial
adalah :
1. Menetapkan tujuan pelayanan .
2. Pengelompokan wbs pada jenis program pelayanan berdasarkan
rekomendasi asesmen. Jenis program tersebut adalah bimbingan fisik
dan kesehatan, bimbingan pengetahuan dasar, bimbingan mental dan
psikososial, bimbingan sosial, dan bimbingan latihan keterampilan.
3. Membuat kurikulum pengetahuan dasar dan keterampilan.
4. Membuat tahapan program kegiatan pemecahan masalah, meliputi :
tahap pemberian motivasi, pemberian kemampuan dan penciptaan
kesempatan dan mobilitasi sumber.
III. Pelaksanaan Program Pelayanan
1. Bimbingan Fisik
Pemberian makanan bergizi
Olahraga berupa senam , bulu tangkis dan tenis meja
Kebersihan pribadi dan lingkungan
Memelihara bunga/ tanaman dilingkungan UPT Pelayanan sosial
tuna rungu wicara dan lanjut usia pematang siantar.
2. Bimbingan Pengetahuan Dasar untuk wbs rungu wicara
Belajar membaca, tulis dan menghitung.
Belajar bina, persepsi bunyi dan irama serta bahasa isyarat (SIBI).
3. Bimbingan Mental dan Spritual
Bimbingan disiplin
Bimbingan etika dan budi pekerti
Bimbingan hidup beragama
Bimbingan psikologi
4. Bimbingan Sosial
Bimbingan sosial perorangan
Bimbingan sosial kelompok
Bimbingan rekreasi
Bimbingan kehidupan keluarga dan bermasyarakat
Pertemuan orang tua wbs dengan petugas
5. Bimbingan Keterampilan
Menjahit (wbs rungu wicara)
Salon Kecantikan ( wbs rungu wicara)
Pertukangan Kayu ( wbs rungu wicara)
Bordir ( wbs rungu wicara)
Berkebun ( wbs lanjut usia)
IV. Pasca pelayanan
Bantuan stimulan modal usaha (paket ketrampilan) untuk wbs rungu
wicara dan bagi lanjut usia pemberhentian pelayanan dikarenakan di jemput
oleh keluarganya atau meninggal dunia
Tujuan Program Tuna Rungu Wicara
1. Terciptanya kondisi fisik, psikis, mental dan sosial penyandang cacat rungu
wicara yang mandiri dan memiliki keterampilan sehingga mau dan mampu
melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dan baik di lingkungan
masyarakat.
2. Terciptanya kondisi lingkungan yang mendukung para lanjut usia terlantar
dapat menikmati hari tuanya dengan baik dan nyaman.
Tugas Pokok dan Fungsi
1. Memberikan pelayanan rehabilitasi sosial, berupa bimbingan fisik, psikis,
mental dan sosial serta keterampilan bagi penyandang cacat rungu wicara
untuk hidup mandiri.
2. Memberikan pelayanan kesejahteraan dan perawatan jasmani dan rohani
kepada lanjut usia terlantar agar dapat hidup secara wajar.
Untuk melaksanakan tugas pokok diatas maka UPT Pelayanan sosial
tuna rungu wicara dan lanjut usia Pematangsiantar mempunyai fungsi :
1. Sebagai pusat pelayanan kesejahteraan sosial melalui kegiatan
Penyusunan program pelayanan.
Pelaksanaan pelayanan.
Resosialisasi dan terminasi. terhadap penyandang cacat rungu wicara dan
lanjut usia.
BAB V ANALISIS DATA 5.1 Pengantar
Analisis data adalah suatu proses menuntut penguasaan atas objek yang
diteliti. Dalam bab ini penulis berusaha membahas objek yang diteliti dan
selanjutnya melakukan analisa. Data yang diperoleh melalui observasi dan angket.
Angket yang disebarkan berisi daftar pertanyaan yang sudah dibuat yang kemudian
disebarkan kepada warga binaan UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan
Lansia Pematang Siantar yang mengikuti program pelatihan keterampilan. Data yang
diperoleh dianalisa dengan menggunakan tabel persentase. Masing-masing angket
akan ditabulasi untuk membuktikan hipotesis yang telah ditetapkan.
Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis adalah teknik analisa data
dengan pendekatan deskriptif kuantitatif dengan menggunakan skala likert.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah daftar pertanyaan. Jumlah
pertanyaan seluruhnya 72 butir, sebagaimana tujuan penelitian ini daftar pertanyaan
yang disebarkan kepada responden berisikan pertanyaan pelaksanaan pelayanan
sosial terhadap perkembangan biopsikososial dan spritual remaja tuna rungu wicara.
Berdasarkan hasil penelitian melalui penyebaran angket diperoleh data
mengenai identitas responden melalui nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa dan pendidikan terakhir. Selain itu diperoleh juga bagaimana efektivitas
program pelayanan sosial bagi perkembangan biopsikososial spiritual remaja tuna
rungu wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang
Siantar.
Agar pembahasan tersebut tersusun secara sistematis dan jelas, maka
A. Analisis indentitas responden
B. Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial
Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna
Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar.
5.2 Analisa Identitas Responden
5.2.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Adapun data distribusi karakteristik responden berdasarkan usia disajikan
dalam tabel 5.1 berikut ini:
Tabel 5.1
Distribusi Responden Berdasarkan Usia
No Usia Frekuensi Persentase (%)
1 2
< 15
15-35
2
20
9.09
90.91
Total 22 100
Sumber : Data Primer 2016
Berdasarkan data pada tabel 5.1 dapat diketahui bahwa persentase responden
dengan usia 15-35 tahun adalah tertinggi sebesar 90.91 % (16 orang) sedangkan
untuk usia dibawah 15 tahun sebesar 9.09 % (2 orang). Hal ini menunjukkan bahwa
responden didominasi kategori remaja/dewasa. Dengan usia yang masih remaja,
mereka masih membutuhkan pelayanan sosial yang mendukung perkembangan
biologi/fisik, psikologi sosial dan spiritual (keagamaan).
Adapun data distribusi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
disajikan dalam tabel 5.2 berikut ini:
Tabel 5.2
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%) 1
Sumber : Data Primer 2016
Berdasarkan data pada tabel 5.2 dapat kita ketahui bahwa responden yang
berjenis kelamin perempuan berjumlah 14 orang dan laki-laki berjumlah 8 orang.
Artinya, jumlah responden remaja tuna rungu wicara yang tinggal di UPT didominasi
oleh jenis kelamin perempuan sebesar 63.63 %.
5.2.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Agama
Adapun data distribusi karakteristik responden berdasarkan agama disajikan
dalam tabel 5.3 berikut ini
Tabel 5.3
Negara Indonesia adalah negara Pancasila yang menjamin kemerdekaan dari
setiap penduduknya untuk dapat memeluk agama sesuai kepercayaannya
masing-masing. Undang-Undang Dasar 1945 pasar 29 ayat 1 dan 2 menyebutkan secara jelas
bahwa kebebasan untuk memeluk agama adalah mutlak. Data mengenai distribusi
responden berdasarkan agama melalui angket yaitu terdiri dari 5 klarifikasi. Adapun
klarifikasi agama tersebut adalah Agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha.
Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.3 dapat diketahui bahwa
mayoritas responden adalah beragama Islam sebanyak 11 orang (50.00 %) dan
beragama Kristen 9 orang (40.90 %) dan beragama katolik sebanyak 2 orang (9.09
%). Perbedaan agama diantara mereka tidak menjadi pemecah persaudaraan antara
responden. Mereka tetap dapat saling bekerja sama satu sama lain, saling membantu,
dan saling menghormati antara sesama umat beragama seperti pada saat hari-hari
besar beragama dan saat beribadah menurut agamanya masing-masing.
5.2.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Suku Bangsa
Adapun data distribusi karakteristik responden berdasarkan suku bangsa
disajikan dalam tabel 5.4 berikut ini:
Tabel 5.4
Distribusi Responden Berdasarkan Suku Bangsa
No Suku Frekuensi Persentase (%)
Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.4 dapat diketahui bahwa
mayoritas responden adalah suku batak toba yang berjumlah 13 orang (59.09 %),
suku batak karo 3 orang (13.63%), dan suku jawa 6 orang (27.27%). Dari tabel
tersebut dapat kita lihat bahwa suku batak toba memiliki jumlah responden yang
tertinggi. Meskipun memiliki suku-suku yang berbeda, responden tetap dapat hidup
rukun dan tidak membeda-bedakan satu dengan yang lainnya. Hal ini terlihat dari ada
rasa saling menghargai sehingga tercipta kehidupan bersama yang rukun.
5.2.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan terakhir
Adapun data distribusi karakteristik responden berdasarkan pendidikan
terakhir disajikan dalam tabel 5.5 berikut ini:
Tabel 5.5
Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan terakhir No Pendidikan Terakhir Frekuensi Persentase
1 SD 10 45.45
2 SMP 12 54.54
Total 22 100
Sumber : Data Primer 2016
Berdasarkan tabel 5.5 yang disajikan, dapat diketahui bahwa pendidikan
terakhir responden tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat bahwa tingkat tertinggi
pendidikan hanya sebatas tingkat SMP. Jumlah responden yang berpendidikan
terakhir SMP adalah yang tertinggi sebanyak 12 orang (54.54 %) dan berpendidikan
terakhir SD sebanyak 10 orang (45.45 %).
Berdasarkan tingkat pendidikan terakhir dapat disimpulkan bahwa meskipun
yang mereka miliki, mereka tidak mampu untuk melanjutkan ke jenjang sekolah
yang lebih tinggi. Oleh karena itu mereka membutuhkan pelayan khusus yang
mendukung perkembangan biologi (fisik), psikologi dan sosial serta spiritual
(keagamaan) sehingga meski memiliki keterbatasan mereka dapat bertumbuh seperti
remaja normal umumnya.
5.3 Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar
Uraian tentang Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan
Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna
Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar akan disajikan dalam bentuk indikator
meliputi pemahaman program, ketepatan sasaran, tepat waktu, tercapainya tujuan
dan perubahan nyata program pelayanan sosial yang dilakukan untuk memberikan
pelayanan sosial anak balita di Medan. Adapun analisis Efektivitas Program
Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu
Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar
dibagi kedalam sub-sub berikut ini:
a. Pemahaman Program
b.Ketepatan Sasaran
c. Tepat Waktu
d. Tercapainya Tujuan
e. Perubahan Nyata
5.3.1.1. Sumber pengetahuan mengenai program bimbingan biologi/fisik
Pelayanan sosial mempunyai fungsi sebagai “akses” untuk menciptakan
hubungan bimbingan yang sehat antara berbagai program, sehingga
program-program tersebut dapat berfungsi dan dimanfaatkan oleh masyarakat yang
membutuhkannya. Pelayanan akses bukanlah semata-mata memberikan informasi,
tetapi juga termasuk menghubungkan seseorang dengan sumber-sumber yang
diperlukan dengan melaksanakan program-program referral. Fungsi tambahan dari
pelayanan sosial ialah menciptakan partisipasi anggota masyarakat untuk mengatasi
masalah-masalah sosial. Tujuannya dapat berupa terapi individual dan sosial (untuk
memberikan kepercayaan pada diri individu dan masyarakat) dan untuk mengatasi
hambatan-hambatan sosial dalam pembagian politik, yaitu untuk mendistribusikan
sumber-sumber dan kekuasaan.
Partisipasi mungkin merupakan konsekuensi dari bagaimana program itu
diorganisir, dilaksanakan dan disusun. Partisipasi kadang-kadang merupakan alat,
kadang-kadang merupakan tujuan. Ada yang memandang bahwa partisipasi dan
pelayanan merupakan dua fungsi yang selalu konflik, karenanya harus dipilih salah
satu. Karena itu harus dipilih partisipasi sebagai tanggung jawab masyarakat dan
pelayanan sebagai tanggung jawab program. Pada umumnya satu program sulit untuk
meningkatkan kedua-duanya sekaligus.
Adapun data distribusi responden berdasarkan sumber pengetahuan mengenai
program bimbingan biologi/fisik disajikan dalam tabel 5.6 berikut ini:
Tabel 5.6
Distribusi responden berdasarkan sumber pengetahuan mengenai program bimbingan biologi/fisik
1 2
Pegawai/pekerja sosial UPT
Keluarga
19 3
86.36 13.64
Total 22 100
Sumber : Data primer, 2016
Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.6 dapat diketahui bahwa
Pegawai/pekerja sosial UPT merupakan sumber utama responden untuk mendapat
informasi tentang program bimbingan fisik/biologi bagi penyandang cacat tuna rungu
wicara yakni sebanyak 19 orang (86.36%). Sebanyak 3 orang (13.64%) yang
menyatakan mengetahui program bimbingan fisik/biologi penyandang cacat tuna
rungu wicara dari keluarganya
Tabel 5.6 menggambarkan bahwa pegawai/pekerja sosial UPT berperan aktif
menyampaikan informasi melalui sosialisasi mengenai program bimbingan
fisik/biologi bagi penyandang cacat tuna rungu wicara. Sebagian lagi responden
mengetahui adanya program pelatihan keterampilan tersebut dari kelurganya remaja
tuna rungu wicara sendiri. Meskipun persentasenya cukup sedikit namun kita dapat
melihat bahwa beberapa keluarga masih menunjukkan kepedulian yang cukup besar
bagi kepentingan remaja tuna rungu wicara.
Kuantifikasi skala likert tentang sumber pengetahuan mengenai program
bimbingan biologi/fisik adalah dengan jumlah nilai dari jawaban responden yakni 16,
nilai tersebut dibagi dengan jumlah responden yang berjumlah 22 orang. Nilai skala
likert tentang sumber pengetahuan mengenai program bimbingan biologi/fisik di
UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar adalah 0.72
dan termasuk dalam kategori efektif.
Adapun data distribusi responden berdasarkan keikutsertaan sosialisasi
bimbingan biologi/fisik disajikan dalam tabel 5.7 berikut ini:
Tabel 5.7
Distribusi responden berdasarkan keikutsertaan sosialisasi bimbingan biologi/fisik
No Keikutsertaan sosialisasi Frekuensi Persentase (%) 1
Sumber : Data primer, 2016
Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.7 menunjukkan bahwa tingkat
keikutsertaan remaja tuna rungu wicara dalam sosialisasi bimbingan fisik sangat
tinggi. Hal ini dapat dilihat dari data bahwa 20 orang remaja tuna rungu (90.90%)
mengikuti sosialisasi bimbingan fisik/biologi yang berada di UPT Tuna rungu
wicara . Ini menggambarkan bahwa remaja tuna rungu wicara menganggap bahwa
sosialisasi bimbingan fisik merupakan hal yang penting sehingga mereka mengetahui
maksud dan tujuan dilaksanakannya bimbingan fisik bagi remaja tuna rungu selama
berada di UPT. Sedangkan remaja tuna rungu wicara yang tidak ikut serta dalam
bimbingan fisik/biologi sebanyak 2 responden (9.10%). Remaja tuna rungu wicara
yang tidak mengikuti bimbingan fisik ini mungkin dikarenakan ketidakhadiran
mereka saat proses sosialisasi atau juga dikarenakan anggapan bahwa bimbingan
fisik bukanlah suatu hal yang cukup penting bagi diri mereka. Meskipun kategori
yang cukup kecil, namun hal ini harus tetap diperhatikan oleh pihak UPT agar pada
sosialisasi yang akan diadakan diwaktu mendatang akan diikuti oleh keseluruhan
Kuantifikasi skala likert tentang keikutsertaan sosialisasi bimbingan
biologi/fisik adalah dengan jumlah nilai dari jawaban responden yakni 18, nilai
tersebut dibagi dengan jumlah responden yang berjumlah 22 orang. Nilai skala likert
tentang keikutsertaan sosialisasi bimbingan biologi/fisik di UPT Pelayanan Sosial
Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar adalah 0.81 dan termasuk dalam
kategori efektif.
5.3.1.3 Pemahaman mengenai metode dan tujuan program bimbingan biologi/fisik
Adapun data distribusi responden berdasarkan pemahaman mengenai metode
dan tujuan program bimbingan biologi/fisik disajikan dalam tabel 5.8 berikut ini:
Tabel 5.8
Distribusi responden berdasarkan pemahaman mengenai metode dan tujuan program bimbingan biologi/fisik
No Kategori Frekuensi Persentase (%)
1
Sumber : Data primer, 2016
Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.8 dapat kita lihat bahwa
perbandingan mengenai remaja tuna rungu wicara yang paham dan tidak paham tidak
berbeda signifikan. Hal ini dapat dilihat dari responden yang memahami metode dan
yang kurang paham mengenai metode dan tujuan program bimbingan fisik sebanyak
3 orang (13.63%) dan yang benar-benar tidak paham sebanyak 9 orang (40.91%).
Bagi responden yang kurang paham/tidak paham terhadap metode dan tujuan
program bimbingan fisik dikarenakan latar belakang kemampuan menangkap pesan
dari sosialisasi bimbingan fisik yang diberikan kepada remaja tuna rungu wicara. Hal
ini dapat dimaklumi dikarenakan tingkat pendidikan akhir remaja tuna rungu wicara
mayoritas hanya ditingkat SD atau SMP. Artinya, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan oleh pemberi sosialisasi untuk menyesuaikan penyampaian pesan
dengan tingkat kemampuan orang menyerap pesan tersebut sehingga penyampaian
metode dan tujuan program dapat dipahami oleh remaja tuna rungu wicara.
Kuantifikasi skala likert tentang pemahaman mengenai metode dan tujuan
program bimbingan biologi/fisik adalah dengan jumlah nilai dari jawaban responden
yakni 1, nilai tersebut dibagi dengan jumlah responden yang berjumlah 22 orang.
Nilai skala likert tentang pemahaman mengenai metode dan tujuan program
bimbingan biologi/fisik di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia
Pematang Siantar adalah 0,04 dan termasuk dalam kategori netral.
5.3.1.4 Sumber pengetahuan mengenai program bimbingan psikososial
Adapun data distribusi responden berdasarkan sumber pengetahuan mengenai
program bimbingan psikososial disajikan dalam tabel 5.9 berikut ini:
Tabel 5.9
Distribusi responden berdasarkan sumber pengetahuan mengenai program bimbingan psikososial
1 2
Pegawai/pekerja sosial UPT
Keluarga
19
3
86.36
13.64
Total 22 100
Sumber : Data primer, 2016
Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.9 dapat diketahui bahwa
Pegawai/pekerja sosial UPT merupakan sumber utama responden untuk mendapat
informasi tentang program bimbingan psikososial bagi penyandang cacat tuna rungu
wicara yakni sebanyak 19 orang (86.36%). Sebanyak 3 orang (13.64%) yang
menyatakan mengetahui program bimbingan psikososial penyandang cacat tuna
rungu wicara dari keluarganya
Tabel 5.9 menggambarkan bahwa pegawai/pekerja sosial UPT berperan aktif
menyampaikan informasi melalui sosialisasi mengenai program bimbingan
psikososial bagi penyandang cacat tuna rungu wicara. Sebagian lagi responden
mengetahui adanya program psikososial tersebut dari kelurganya remaja tuna rungu
wicara sendiri. Meskipun persentasenya cukup sedikit namun kita dapat melihat
bahwa beberapa keluarga masih menunjukkan kepedulian yang cukup besar bagi
kepentingan remaja tuna rungu wicara.
Kuantifikasi skala likert tentang sumber pengetahuan mengenai program
bimbingan psikososial adalah dengan jumlah nilai dari jawaban responden yakni 16,
nilai tersebut dibagi dengan jumlah responden yang berjumlah 22 orang. Nilai skala
likert tentang sumber pengetahuan mengenai program bimbingan psikososial di UPT
Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar adalah 0,72 dan
termasuk dalam kategori efektif.
Adapun data distribusi responden berdasarkan keikutsertaan sosialisasi
bimbingan psikososial disajikan dalam tabel 5.10 berikut ini:
Tabel 5.10
Distribusi responden berdasarkan keikutsertaan sosialisasi bimbingan psikososial
No Keikutsertaan sosialisasi Frekuensi Persentase (%) 1
Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.10 menunjukkan bahwa tingkat
keikutsertaan remaja tuna rungu wicara dalam sosialisasi bimbingan psikososial
sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari data bahwa 20 orang remaja tuna rungu
(90.90%) mengikuti sosialisasi bimbingan psikososial yang bertempat di UPT. Ini
menggambarkan bahwa remaja tuna rungu wicara menganggap bahwa sosialisasi
bimbingan psikososial merupakan hal yang penting sehingga mereka mengetahui
maksud dan tujuan dilaksanakannya bimbingan fisik bagi remaja tuna rungu selama
berada di UPT. Sedangkan remaja tuna rungu wicara yang tidak ikut serta dalam
bimbingan psikososial sebanyak 2 responden (9.10%). Remaja tuna rungu wicara
yang tidak mengikuti bimbingan psikososial ini mungkin dikarenakan ketidakhadiran
mereka saat proses sosialisasi atau juga dikarenakan anggapan bahwa bimbingan
psikososial bukanlah suatu hal yang cukup penting bagi diri mereka. Meskipun
kategori yang cukup kecil, namun hal ini harus tetap diperhatikan oleh pihak UPT
agar pada sosialisasi yang akan diadakan diwaktu mendatang akan diikuti oleh
Nilai skala likert tentang keikutsertaan sosialisasi bimbingan psikososial di
UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar adalah 0.81
yang termasuk dalam kategori efektif.
5.3.1.6 Pemahaman mengenai metode dan tujuan program bimbingan psikososial
Adapun data distribusi responden berdasarkan pemahaman mengenai metode
dan tujuan program bimbingan psikososial disajikan dalam tabel 5.11 berikut ini:
Tabel 5.11
Distribusi responden berdasarkan pemahaman mengenai metode dan tujuan program bimbingan psikososial
No Kategori Frekuensi Persentase (%)
1 2 3
Paham
Kurang paham
Tidak paham
10
3
9
45.46
13.63
40.91
Total 22 100
Sumber : Data primer, 2016
Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.11 dapat kita lihat bahwa
perbandingan mengenai remaja tuna rungu wicara yang paham dan tidak paham tidak
berbeda signifikan. Hal ini dapat dilihat dari responden yang memahami metode dan
tujuan program bimbingan psikososial sebanyak 10 orang (45.46%). Sedangkan
psikososial sebanyak 3 orang (13.63%) dan yang benar-benar tidak paham sebanyak
9 orang (40.91%).
Bagi responden yang kurang paham/tidak paham terhadap metode dan tujuan
program bimbingan psikososial dikarenakan latar belakang kemampuan menangkap
pesan dari sosialisasi bimbingan psikososial yang diberikan kepada remaja tuna
rungu wicara. Hal ini dapat dimaklumi dikarenakan tingkat pendidikan akhir remaja
tuna rungu wicara mayoritas hanya ditingkat SD atau SMP. Artinya, ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan oleh pemberi sosialisasi untuk menyesuaikan
penyampaian pesan dengan tingkat kemampuan orang menyerap pesan tersebut
sehingga penyampaian metode dan tujuan program dapat dipahami oleh remaja tuna
rungu wicara.
Nilai skala likert tentang pemahaman mengenai metode dan tujuan program
bimbingan psikososial di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia
Pematang Siantar adalah 0.04 yang termasuk dalam kategori netral.
5.3.1.7 Sumber pengetahuan mengenai program bimbing spiritual/keagamaan
Adapun data distribusi responden berdasarkan sumber pengetahuan mengenai
program bimbingan spiritual/keagamaan disajikan dalam tabel 5.12 berikut ini:
Tabel 5.12
Distribusi responden berdasarkan sumber pengetahuan mengenai program bimbingan spiritual/keagamaan
No Kategori Frekuensi Persentase (%)
1 2
Pegawai/pekerja sosial UPT
Keluarga
19
3
86.36
13.64
Sumber : Data primer, 2016
Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.12 dapat diketahui bahwa
Pegawai/pekerja sosial UPT merupakan sumber utama responden untuk mendapat
informasi tentang program bimbingan spiritual/keagamaan bagi penyandang cacat
tuna rungu wicara yakni sebanyak 19 orang (86.36%). Sebanyak 3 orang (13.64%)
yang menyatakan mengetahui program bimbingan spiritual/keagamaan penyandang
cacat tuna rungu wicara dari keluarganya.
Tabel 5.12 menggambarkan bahwa pegawai/pekerja sosial UPT berperan
aktif menyampaikan informasi melalui sosialisasi mengenai program bimbingan
spiritual/keagamaan bagi penyandang cacat tuna rungu wicara. Hal tersebut
seharusnya memang terjadi karena yang menjadi sumber informasi mengenai
sosialisasi di UPT adalah pegawai/pekerja sosial UPT. Sebagian lagi responden
mengetahui adanya program spiritual/keagamaan tersebut dari kelurganya remaja
tuna rungu wicara sendiri. Meskipun persentasenya cukup sedikit namun kita dapat
melihat bahwa beberapa keluarga masih menunjukkan kepedulian yang cukup besar
bagi kepentingan remaja tuna rungu wicara.
Nilai skala likert tentang sumber pengetahuan mengenai program bimbingan
spiritual/keagamaan di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia
Pematang Siantar adalah 0.72 yang termasuk dalam kategori efektif.
5.3.1.8 Keikutsertaan sosialisasi bimbingan spiritual/keagamaan
Adapun data distribusi responden berdasarkan keikutsertaan sosialisasi
bimbingan spiritual/keagamaan disajikan dalam tabel 5.13 berikut ini:
Distribusi responden berdasarkan keikutsertaan sosialisasi bimbingan spiritual/keagamaan
No Keikutsertaan sosialisasi Frekuensi Persentase (%) 1
2
Ya
Tidak
20
2
90.90
9.10
Total 22 100
Sumber : Data primer, 2016
Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.13 menunjukkan bahwa tingkat
keikutsertaan remaja tuna rungu wicara dalam sosialisasi bimbingan
spiritual/keagamaan sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari data bahwa 20 orang
remaja tuna rungu (90.90%) mengikuti sosialisasi bimbingan spiritual/keagamaan
yang diadakan di UPT Tuna rungu wicara. Ini menggambarkan bahwa remaja tuna
rungu wicara menganggap bahwa sosialisasi bimbingan spiritual/keagamaan
merupakan hal yang penting sehingga mereka mengetahui maksud dan tujuan
dilaksanakannya bimbingan spiritual/keagamaan bagi remaja tuna rungu selama
berada di UPT. Sedangkan remaja tuna rungu wicara yang tidak ikut serta dalam
bimbingan spiritual/keagamaan sebanyak 2 responden (9.10%). Remaja tuna rungu
wicara yang tidak mengikuti bimbingan spiritual/keagamaan ini mungkin
dikarenakan ketidakhadiran mereka saat proses sosialisasi atau juga dikarenakan
anggapan bahwa bimbingan spiritual/keagamaan bukanlah suatu hal yang cukup
penting bagi diri mereka. Meskipun kategori yang cukup kecil, namun hal ini harus
tetap diperhatikan oleh pihak UPT agar pada sosialisasi yang akan diadakan diwaktu
Berdasarkan data yang disajikan tentang keikutsertaan sosialisasi bimbingan
spiritual/keagamaan, maka nilai skala likert adalah 0.81 dan termasuk dalam kategori
efektif.
5.3.1.9 Pemahaman mengenai metode dan tujuan program bimbingan spiritual/keagamaan
Adapun data distribusi responden berdasarkan pemahaman mengenai metode
dan tujuan program bimbingan spiritual/keagamaan disajikan dalam tabel 5.14
berikut ini:
Tabel 5.14
Distribusi responden berdasarkan pemahaman mengenai metode dan tujuan program bimbingan spiritual/keagamaan
No Kategori Frekuensi Persentase (%)
1 2 3
Paham
Kurang paham
Tidak paham
10
3
9
45.46
13.63
40.91
Total 22 100
Sumber : Data primer, 2016
Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.14 dapat kita lihat bahwa
perbandingan mengenai remaja tuna rungu wicara yang paham dan tidak paham tidak
tujuan program bimbingan spiritual/keagamaan sebanyak 10 orang (45.46%).
Sedangkan responden yang kurang paham mengenai metode dan tujuan program
bimbingan spiritual/keagamaan sebanyak 3 orang (13.63%) dan yang benar-benar
tidak paham sebanyak 9 orang (40.91%).
Bagi responden yang kurang paham/tidak paham terhadap metode dan tujuan
program bimbingan spiritual/keagamaan dikarenakan latar belakang kemampuan
menangkap pesan dari sosialisasi bimbingan spiritual/keagamaan yang diberikan
kepada remaja tuna rungu wicara. Hal ini dapat dimaklumi dikarenakan tingkat
pendidikan akhir remaja tuna rungu wicara mayoritas hanya ditingkat SD atau SMP.
Artinya, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pemberi sosialisasi untuk
menyesuaikan penyampaian pesan dengan tingkat kemampuan orang menyerap
pesan tersebut sehingga penyampaian metode dan tujuan program dapat dipahami
oleh remaja tuna rungu wicara.
Berdasarkan data yang disajikan tentang pemahaman mengenai metode dan
tujuan program bimbingan spiritual/keagamaan, maka nilai skala likert adalah 0.04
yang termasuk dalam kategori netral.
Jika diukur efektifitas progam pelayanan sosial bagi perkembangan
biospsikososial spiritual remaja tuna rungu wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna
Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar sehubungan dengan pemahaman
program dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
a. Sumber pengetahuan mengenai program bimbingan biologi/fisik = 0.72
b. Keikutsertaan sosialisasi bimbingan biologi/fisik = 0.81
c. Pemahaman mengenai metode dan tujuan program bimbingan
biologi/fisik = 0.04
e. Keikutsertaan sosialisasi bimbingan psikososial = 0.81
f. Pemahaman mengenai metode dan tujuan program bimbingan psikososial
= 0.04
g. Sumber pengetahuan mengenai program bimbingan spiritual/keagamaan
= 0.72
h. Keikutsertaan sosialisasi bimbingan spiritual/keagamaan = 0.81
i. Pemahaman mengenai metode dan tujuan program bimbingan
spiritual/keagamaan = 0.04
Rata-rata = 0.72 + 0.81 + 0.04 + 0.72 + 0.81 + 0.04 + 0.72 + 0.81 + 0.04 9
= 4.71 9
= 0.52
Dengan demikian dilihat dari pemahaman program pelayanan sosial bagi
perkembangan biospsikososial spiritual remaja tuna rungu wicara di UPT Pelayanan
Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar tergolong dalam kategori
yang efektif.
5.3.2 Ketepatan sasaran
5.3.2.1 Usia Responden Awal Masuk UPT
Data distribusi responden berdasarkan usia awal masuk UPT disajikan dalam
tabel 5.15 berikut ini:
Tabel 5.15
Distribusi Reponden Berdasarkan Usia Awal Masuk UPT
1
2
< 15
15-35
2
20
9.09
90.91
Total 22 100
Sumber : Data primer, 2016
Tabel 5.15 menunjukkan bahwa mayoritas responden yang masuk ke dalam
UPT berusia antara 35 tahun yakni sebanyak 20 orang (90.91). Kategori usia
15-35 tahun merupakan kategori yang tergolong remaja/dewasa yang juga tergolong
usia produktif. Keseluruhan responden yang adalah tuna rungu wicara dapat diartikan
sebagai orang-orang yang berkebutuhan khusus yang membutuhkan pelayanan
biologi, psikososial serta bimbingan spiritual/keagamaan. Meskipun usia yang sudah
cukup matang jika dibandingkan dengan manusia normal (tanpa kecacatan),
keterbatasan dalam berkomunikasi dan berinteraksi yang dimiliki oleh remaja tuna
rungu wicara menghambat mereka untuk berkembang sebagaimana remaja normal
lainnya.
Namun, berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 5.15 juga menunjukkan
adanya responden yang berusia < 15 tahun yakni sebanyak 2 responden (9.09 %).
Meskipun angka tersebut tergolong kecil, hal ini menjadi suatu permasalahan. Hal ini
dikarenakan oleh standar yang dikeluarkan oleh UPT mengenai usia yang
diperbolehkan untuk mendapatka pelayanan sosial berupa bimbingan biologi,
psikososial serta bimbingan spiritual/keagamaan adalah antara 15-35 tahun (tepat
sasaran).
Berdasarkan data yang disajikan tentang usia awal masuk UPT, maka nilai
skala likert adalah 0.81 yang termasuk dalam kategori efektif
Berdasarkan penelitian dapat dilihat bahwa keseluruhan responden yang
berjumlah 22 orang (100%) tidak memiliki penyakit berganda ataupun penyakit
menular. Penyakit menular merupakan penyakit yang cukup berbahaya dikarenakan
penyakit ini dapat berpindah dari satu orang ke orang lain yang disebabkan oleh
banyak faktor. Ketidakpemilikikan penyakit berganda/menular memperlihatkan
bahwa UPT merupakan suatu lingkungan yang baik bagi perkembangan biologi,
psikososial dan spiritual/keagamaan.
Berdasarkan data yang disajikan tentang kepemilikan penyakit
berganda/menular, maka nilai skala likert adalah 1 yang termasuk dalam kategori
efektif
5.3.2.3 Status
Berdasarkan penelitian yang dilakukan keseluruhan responden menjawab
dalam status belum menikah, sehingga dapat diketahui bahwa keseluruhan responden
yang berjumlah 22 orang (100%) merupakan kategori belum menikah. Hal ini cukup
sesuai jika dibandingkan dengan rata-rata usia tuna rungu wicara yakni berusia 17
tahun. Kategori usia ini masih dikategorikan usia yang remaja/dewasa yang masih
perlu belajar dan belum direkomendasikan untuk menikah.
UPT yang merupakan lembaga yang memberikan pelayanan sosial bagi
remaja tuna rungu wicara juga membuat aturan bahwa tuna rungu wicara yang boleh
menerima pelayanan sosial berupa bimbingan biologi/fisik, psikososial serta
bimbingan keagamaan adalah orang-orang yang statusnya belum menikah. Artinya,
sasaran yang telah ditetapkan oleh UPT telah benar-benar terlaksana dan sesuai di
Berdasarkan data yang disajikan, maka nilai skala likert berdasarkan status
menikah/belum menikah adalah 1 yang termasuk indikator efektif.
5.3.2.4 Tempat tinggal
Berdasarkan penelitian yang keseluruhan responden yang berjumlah 22 orang
(100%) tinggal di asrama yang disediakan oleh UPT selama dibina di UPT.
Responden memperoleh tempat tinggal di asrama berkat tersedianya asrama bagi
remaja tuna rungu wicara oleh pihak UPT dan merupakan kebijakan dari UPT dalam
mengontrol perkembangan remaja tuna rungu wicara selama proses pembinaan.
Asrama dibagi menjadi 2 bagian yakni khusus buat remaja tuna rungu wicara yang
berjenis kelamin perempuan dan asrama khusus buat remaja tuna rungu wicara yang
berjenis kelamin pria.
Kuantifikasi skala likert tentang tempat tinggal selama dibina di UPT adalah
dengan jumlah nilai dari jawaban responden yakni 22, nilai tersebut dibagi dengan
jumlah responden yang berjumlah 22 orang. Nilai skala likert tentang tempat tinggal
selama dibina di UPT adalah 1 termasuk dalam kategori efektif.
5.3.2.5 Surat pengantar dari pemerintah setempat (Kelurahan)
Data distribusi responden berdasarkan surat pengantar dari pemerintah
setempat (Kelurahan) disajikan dalam tabel 5.16 berikut ini:
Tabel 5.16
Distribusi responden berdasarkan surat pengantar dari pemerintah setempat (Kelurahan)
1
Sumber : Data primer, 2016
Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.16 dapat diketahui bahwa
mayoritas responden yang berjumlah 17 orang (77.27%) tidak mempunyai/membawa
surat pengantar dari pemerintah setempat (kelurahan). Keterbatasan pengetahuan
responden yang mengharuskan adanya surat pengantar dari pemerintah setempat
sebagai syarat untuk dapat memperoleh pelayanan sosial di UPT menjadi penyebab
rendahnya frekuensi yang membawa surat pengantar. Namun, pihak UPT
memberikan keringanan bagi remaja tuna rungu wicara untuk mengurus surat
pengantar dari pemerintah setempat dengan mensosialisasikan kepada keluarga
masing-masing agar surat pengantar dilengkapi sebagai dokumen syarat remaja tuna
rungu wicara dibina di UPT.
Kuantifikasi skala likert tentang ada tidaknya surat pengantar dari pemerintah
setempat (Kelurahan) adalah dengan jumlah nilai dari jawaban responden yakni -12,
nilai tersebut dibagi dengan jumlah responden yang berjumlah 22 orang. Nilai skala
likert tentang ada tidaknya surat pengantar dari pemerintah setempat (Kelurahan) di
UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar adalah
-0.54 dan termasuk dalam kategori tidak efektif.
Jika diukur efektifitas progam pelayanan sosial bagi perkembangan
biospsikososial spiritual remaja tuna rungu wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna
Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar sehubungan dengan ketepatan sasaran
dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
b. Kepemilikan penyakit berganda/menular = 1
c. Status = 1
d. Tempat tinggal selama dibina di UPT = 1
e. Surat pengantar dari pemerintah setempat (Kelurahan) = - 0.54
Rata-rata = 0.81 + 1 + 1 + 1 + (-0.54) 5
= 3.27 5
= 0.65
Dengan demikian dilihat dari ketepatan sasaran pelayanan sosial bagi
perkembangan biospsikososial spiritual remaja tuna rungu wicara di UPT Pelayanan
Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar tergolong dalam kategori
yang efektif.
5.3.3 Ketepatan waktu 5.3.3.1 Bimbingan fisik
1. Jadwal makan
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian, diketahui bahwa
keseluruhan responden yang berjumlah 22 orang menjawab jadwal makan yang telah
ditentukan/direncanakan oleh UPT melalui bagian konsumsi/bagian dapur UPT telah
dilaksanakan tepat dengan waktunya. Adapun jadwal makan dibagi menjadi 3 bagian
yaitu serapan pagi (07.00 – 07.30), makan siang (12.00 -12.30) dan makan malam (19.00 -19.30). Keseluruhan jadwal tersebut dilaksanakan sesuai dengan waktunya
mendukung perkembangan biologi/fisik remaja tuna rungu wicara sehingga remaja
ini dapat bertumbuh secara fisik sama seperti remaja normal lainnya.
Jadwal makan yang telah direncanakan dan dilaksanakan oleh UPT juga
mengajarkan remaja tuna rungu wicara untuk bertindak/berperilaku disiplin
meskipun melalui hal-hal yang kecil. Pemberian makan di UPT juga merupakan
salah satu program perawatan dan penyediaan makanan bergizi bagi remaja tuna
rungu wicara, agar mereka lebih bersemangat dalam menjalankan kegiatan
sehari-harinya.
Berdasarkan data yang disajikan tentang jadwal makan, maka nilai skala
likert adalah 1 dan termasuk dalam kategori efektif.
2. Jadwal mandi
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian, menunjukkan keseluruhan
responden yang berjumlah 22 orang menjawab bahwa jadwal mandi yang dibagi
menjadi 2 bagian yaitu mandi pagi dan mandi sore telah dilaksanakan sesuai dengan
yang direncanakan oleh pihak UPT. Ketersediaan air bersih dan kamar mandi oleh
UPT berperan dalam mendukung aktivitas mandi bagi remaja tuna rungu wicara. Ini
menunjukkan bahwa UPT meyakini dalam kebersihan tubuh turut mendukung
pertumbuhan tubuh yang sehat.
Berdasarkan data yang disajikan tentang jadwal mandi, maka nilai skala likert
adalah 1 dan termasuk dalam kategori efektif.
3. Waktu remaja tuna rungu wicara berolahraga
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan di
lapangan oleh peneliti mengenai waktu remaja tuna rungu wicara berolahraga (senam
Setiap hari jum’at remaja tuna rungu wicara diwajibkan berpakaian seragam olahraga
yang didapat dari UPT. Kegiatan senam jasmani dilaksanakan setiap jum’at pagi yakni pukul 08.00 – 10.00. Olahraga merupakan program pembinaan fisik secara individu maupun kelompok bagi remaja tuna rungu wicara. Olahraga yang diberikan
UPT berupa senam jasmani yang dirancang oleh instruktur senam yang merupakan
staff pegawai UPT. Senam jasmani dirancang dengan menggunakan musik dan
gerakan-gerakan dasar yang mudah dilakukan agar anak dapat mengikuti dan
melakukan senam jasmani dengan senang, tidak mudah jenuh.
Selain senam jasmani, kegiatan olahraga berupa bulu tangkis dan sepakbola
juga dilaksanakan secara rutin pada hari jumat pukul 15.00 – 17.00. Keseluruhan responden yang berjumlah 22 orang menyatakan bahwa jadwal olahraga yang telah
direncanakan oleh UPT telah dilaksanakan sesuai dengan waktunya.
Berdasarkan data yang disajikan tentang waktu remaja tuna rungu wicara
berolahraga, maka nilai skala likert adalah 1 dan termasuk dalam kategori efektif.
4. Pemeriksaan kesehatan
Data distribusi responden berdasarkan pemberian nutrisi tambahan (susu)
disajikan dalam tabel 5.17 berikut ini:
Tabel 5.17
Distribusi responden berdasarkan pemeriksaan kesehatan
Sumber : Data primer, 2016
Berdasarkan tabel 5.17 dapat diketahui bahwa data yang diperoleh dari
penelitian, menunjukkan mayoritas responden yang berjumlah 18 (81.81%) orang
menjawab bahwa jadwal pemeriksaan kesehatan tidak sesuai dengan yang
direncanakan atau tidak dilaksanakan dilapangan. Hal ini disebabkan pengecekan
kondisi kesehatan hanya pada yang sakit saja, sedangkan jika tidak sakit tidak
dilakukan pengecekan rutin, selain masalah tersebut masalah keterbatasan waktu
juga mempengaruhi, padatnya jadwal siswa-siswi tuna rungu wicara sehingga tidak
dilakukannya pengecekan kesehatan secara keseluruhan.
Berdasarkan data yang disajikan tentang jadwal pemeriksaan kesehatan, maka
nilai skala likert adalah -0.81 dan termasuk dalam kategori tidak efektif.
5. Jadwal kebersihan harian
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian, menunjukkan keseluruhan
responden yang berjumlah 22 orang menjawab bahwa jadwal kebersihan harian
pukul 06.00 - 06.30 yang telah dijadwalkan oleh pihak UPT telah benar-benar
terlaksana di lapangan. Proses kebersihan harian ini membagi remaja tuna rungu
berdasarkan piket harian. Artinya, masing-masing remaja tuna rungu wicara telah
memiliki jadwal piket kebersihan harian.
Menjaga kebersihan lingkungan UPT merupakan tugas dan tanggungjawab
dari seluruh komponen UPT. Hal ini jugalah yang mendasari ikutnya peran remaja
tuna rungu dalam menjaga kebersihan lingkungan melalui jadwal piket kebersihan
sumber-sumber penyakit sehingga remaja tuna rungu wicara dapat bertumbuh secara fisik
dengan baik.
Berdasarkan data yang disajikan tentang waktu remaja tuna rungu wicara
berolahraga, maka nilai skala likert adalah 1 dan termasuk dalam kategori efektif.
5.3.3.2 Bimbingan psikososial 1. Konseling psikologi
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian, menunjukan konseling
psikologi tidak tepat waktu yang telah direncanakan dan ditetapkan oleh UPT, karena
keyataan dilapangan pelaksanaan bimbingan psikologi terhadap tuna rungu wicara
dua kali seminggu, hal ini disebabkan konseling diadakan berselang seling setiap
minggunya dengan warga binaan lansia.
Hal ini didukung oleh data yang menunjukan sebayak 22 (100 %) responden
menyatakan bahwa konseling psikologi tidak tepat waktu dengan yang direncanakan
oleh UPT, keterbatasan jumlah psikolog kemungkinan menjadi penyebab tidak tepat
waktu dalam memberikan pelayanan psikologi, dimana psikolog yang memberikan
pelayanan bimbingan mental hanya satu orang dan harus berbagi waktu dalam
melayani warga binaan lansia.
Berdasarkan data yang disajikan tentang waktu remaja tuna rungu wicara
berolahraga, maka nilai skala likert adalah -1 dan termasuk dalam kategori tidak
efektif.
Kegiatan pemberikan pengetahuan dasar merupakan kegiatan yang meliputi
membaca, menulis, berhitung, dan belajar komunikasi bahasa isyarat. Kegiatan ini
dilakukan tiga dalam seminggu yaitu hari senin, selasa dan kamis
UPT menyediakan sarana dan prasarana berupa sekolah bagi siswa siswi tuna rungu
wicara dalam memiliki pengetahuan dasar, yang dibimbing oleh instruktur dan
pegawaai dalam memiliki pengetahuan dasar.
Berdasarkan data yang diperoleh sebanyak 22 (100 %) responden
menyatakan bahwa pemberian pengetahuan dasar adalah tepat waktu.pemberian
pengetahuan dasar ini sangat penting guna untuk meningkatkan pengetahuan tuna
rungu dan memiliki kosa kata yang banyak, kecenderungan akibat ketenunarunguan
mengakibatkan mreka memiliki kosakata yang terbatas, pemberian bimbingan
komunikasi isyarat dilakukan oleh instruktur dibidang bahasa isyarat sehingga
mereka memiliki keseragaman bahasa isyarat baik anatara sesama tuna rungu wicara
maupun di masyarakat.
Berdasarkan data yang disajikan tentang waktu remaja tuna rungu wicara
berolahraga, maka nilai skala likert adalah 1 dan termasuk dalam kategori efektif.
3. Bimbingan sosial.
Bimbingan sosial dilakukan dalam mengkatkan kemampuan sosial tuna
rungu wicara sehingga mampu beradaptasi dalam lingkungan UPT, menigkatkan
penerimaan antara sesama tuna rungu, sehingga mengurangi konflik antara sesama
tuna rungu dan memiliki hubungan yang harmonis baik di lingkungan lembaga
maupun di dalam keluarga
Bimbingan sosial di UPT dilakukan dengan cara-cara selingan seperti