• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar"

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Rukminto, Isbandi. 1994. Psikologi, Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial : Dasar-dasar pemikiran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Asmadi, 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Bappenas, 2012. Data Program Perlindungan Sosial Bappnes 2012

Charles, O. J, 1996. Pengantar kebijakan publik. .Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Christina, Uripni, 2003. Komunikasi Kebidanan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Depsos RI. 2008. Pedoman Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Anak dengan Kecacatan Rungu Wicara. Jakarta

Depertemen Sosial, 2004. Standar Rehabilitasi Psikososial Pekerja Migran. Jakarta: Depertemen Sosial.

Gerungan, W.A., 2004. Psikologi Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama

Gomes, Faustino Cardoso,2003. Manajemen Sumber Daya Manusia.Yogyakarta: Cv Andi offset.

Jones, C.O., 1996. Pengantar Kebijakan Publik (Public Policy. Terjemahan Rick Ismanto. Jakarta : Penerbit Raja Grafindo Persada.

Minarni, Yuniarti, 2013. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Muhidin, S., 1992. Pengantar kesejahteraan sosial. Bandung: Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial.

Nurdin, M. F., 1989. Pengantar Studi Kesejahteraan Sosial. Bandung: Angkasa

Rumah Tuna Rungu Wicara “Special Education For Change To Be Better”, 21 Oktober 2015, dari Website: http//arozi-k5113006-plbuns13.blogspot.com.

Sastrawinata, E, Sugiarto, M.H., Salim, M., 1977. Pendidikan anak-anak tunarungu. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Siagian, Matias. 2011. Metode penelitian sosial – pedoman praktis penelitian bidang ilmu-ilmu sosial dan kesehatan. Medan: Grasindo Monoratama.

(2)

Somantri, T. S, 2006. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT. Refika Aditama. Suharto, E. 2008. Pekerja Sosial Klinis. Jakarta: Pustaka Societa.

Sulistiyanto, Anggara Dwi, 2013. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan, 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan Bagian 2 Ilmu Pendidikan Praktis. Jakarta : PT. Imperal bhakti Utama

Tim Penyusun Kamus, 1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia .Jakarta: Balai Pustaka.

(3)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian

Penelitian ini tergolong tipe penelitian deksriptif, yang bertujuan untuk

memberikan gambaran kenyataan mengenai keadaan subjek dan objek penulisan

pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau bagaimana keadaan

yang ada di dalamnya. Metode deskriptif digunakan dalam penulisan ini untuk

memberikan gambaran mengenai keadaan pelayanan sosial remaja tuna rungu wicara

yang telah diberikan di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia

Pematang Siantar.

Dengan metode ini penulis berharap dapat menyajikan sebuah gambaran yang

menggambarkan bagaimana pelayanan yang telah diberikan di UPT Pelayanan Sosial

Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar melalui wawancara lapangan,

catatan, dokumentasi lainnya dan dokumen resmi lainnya.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di salah salah satu lembaga pemerintahan milik

Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara yakni Unit Pelaksana

Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia. yang berlokasi

di Jln. Sisingamangaraja No.67 Pematang Siantar. Alasan memilih lokasi ini sebagai

tempat penelitian ialah karena merupakan salah satu tempat untuk memberikan

pelayanan sosial terhadap tuna rungu wicara dan peneliti merasa kondisi

pelayanannya penting untuk diketahui banyak orang demi peningkatan kualitas

(4)

3.3 Populasi Penelitian

Populasi dapat diartikan sekumpulan obyek, benda, peristiwa atau individu

yang akan dikaji dalam suatu penelitian (Siagian, 2011: 155). Adapun yang menjadi

populasi penelitian ini adalah seluruh remaja tuna rungu wicara yang terlibat dalam

program biopsikososial spiritual bagi penyandang cacat tuna rungu wicara yakni

berjumlah 36 orang.

Berhubung jumlah populasi hanya 24 orang, maka peneliti menjadikan semua

populasi menjadi sumber data. Dengan kata lain, peneliti melakukan penelitian

sensus.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Guna memperoleh data yang diperlukan, maka dalam penelitian ini

menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

1. Studi Kepustakaan yaitu mengumpulkan data melalui buku-buku,

dokumentasi, dan sumber referensi yang menyangkut masalah yang diteliti.

2. Penelitian Lapangan yaitu mengadakan penelitian ke lokasi untuk

mendapatkan data yang lengkap sesuai dengan masalah yang diteliti.

Dalam penelitian lapangan ini menggunakan beberapa metode, yakni:

a. Observasi, yaitu mengumpulkan data tentang gejala tertentu yang

dilakukan dengan mengamati, mendengar, dan mencatat kejadian yang

menjadi sasaran penelitian.

b. Kuesioner atau angket, yaitu dimaksudkan untuk mendapatkan informasi

dan data yang relevan dari responden melalui daftar pertanyaan yang akan

diajukan sehingga peneliti memperoleh data dan informasi yang

(5)

3.5 Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah teknik

analisis deskriptif dengan pendekatan secara kuantitatif. Teknik analisis data ini yaitu

menjabarkan hasil penelitian dengan menganalisis data-data yang diperoleh dari hasil

penelitian dengan mentabulasi data yang didapat melalui keterangan responden.

Kemudian, dicari frekuensi dan persentasenya. Setelah itu disusun dalam bentuk

tabel tunggal dengan menggunakan Skala Likert.

Untuk mengetahui apakah hasil dari efektivitas terhadap program tersebut,

maka digunakan interval sebagai skala pengukuran. Rumus untuk menghitung nilai

interval (i) adalah sebagai berikut:

i = Nilai atas – Nilai bawah Jumlah kelas

i = 1 – (-1) 3

i = 2 = 0,66 3

Dengan demikian indikator efektif atau tidak efektif program pelayanan

sosial bagi perkembangan biopsikososial remaja tuna rungu wicara di upt pelayanan

sosial tuna rungu wicara dan lansia pematang siantar ditetapkan sebagai berikut :

1. Nilai 1 sampai 0.33 artinya program tersebut dikategorikan efektif

2. Nilai 0.33 sampai -0.33 artinya program tersebut dikategorikan netral

(6)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah berdirinya Lembaga

UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematangsiantar

sebelumnya merupakan 2 (dua) unit pelayanan sosial yaitu:

a. Panti Karya

Panti Karya dulunya di sebut dengan Rumah Sosial didirikan ± tahun 1950 di

Panei Tongah kab. Simalungun bertujuan memberikan pelayanan kepada para

keluarga korban perang, masyarakat yang tidak mempunyai tempat tinggal dan

pekerjaan serta masyarakat terlantar.

Pada tahun 1959 dibangunlah panti permanen yang berlokasi di Jalan. SM.

Raja di Pematangsiantar dengan nama “Panti Karya Harapan Bah Kapul” dengan sasaran garapan masyarakat yang tidak mempunyai pekerjaan dan perumahan dengan

tujuan pelayanan memberikan keterampilan berupa kegiatan bercocok tanam.

b. Panti Tuna Rungu Wicara

Panti tuna rungu wicara berlokasi di jalan SM. Raja No. 68 Pematangsiantar di

resmikan pada 19 Oktober 1987 oleh DR. Supangadi dengan nama “PANGHOB HOPON BANI NALONGAH” berada di bawah naungan Departemen Sosial RI

dengan jangkauan pelayanan meliputi D.I. Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat,

Riau dan Jambi. Berdasarkan surat Kep. Menteri Sosial RI No. 14 tahun 1994

tanggal 23 April 1994 berubah nama menjadi panti sosial bina rungu wicara

“Teratai” Pematangsiantar (PSBRW Teratai).

Sehubungan dengan UU No. 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah dan PP

(7)

sebagai daerah otonom maka Menteri Negara PAN mengeluarkan surat No. 49/ TP.

PAN. 8/ 2000 tanggal 2 Agustus 2000 yang menyatakan bahwa PSBRW Teratai

Pematangsiantar di arahkan ke pemerintah daerah dalam hal ini provinsi Sumatera

Utara.

Berdasarkan Perda No. 03 tahun 2001 tentang dinas-dinas daerah provinsi

Sumatera Utara maka panti karya Harapan Bah Kapul dan Panti Sosial Bina Rungu

Wicara “Teratatai” Pematangsiantar bergabung dan berubah menjadi unit Pelaksana

Teknis Daerah (UPTD) “Harapan Teratai Bah Kapul” Pematangsiantar.

Sasaran Garapan pelayanan adalah:

 Lanjut usia terlantar

 Penyandang cacat rungu wicara

Selanjutnya sesuai dengan Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 33 tahun

2010 tentang struktur organisasi tugas dan fungsi UPT pada dinas kesejahteraan dan

sosial provinsi Sumatera Utara berubah nomenklatur menjadi Unit Pelaksana Teknis

(UPT) Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematangsiantar.

4.2 Visi dan Misi

a. Visi

 Terciptanya kenyamanan bagi lanjut usia dalam menikmati kehidupan di

hari tua

 Terwujudnya tuna rungu wicara mandiri dan terampil di masyarakat

b. Misi

 Memenuhi kebutuhan dasar bagi lanjut usia

 Meningkatkan pelayanan kesehatan, keagamaan, dan perlindungan sosial

(8)

 Mengembangkan sikap kemandirian dalam diri tuna rungu wicara melalui

kegiatan bimbingan fisik mental dan sosial

 Menyediakan sarana dan prasarana untuk pelatihan keterampilan praktis

4.3 Gambaran Umum Lembaga

UPT pelayanan sosial tuna rungu wicara dan lansia pematang siantar

merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Kesejahteraan dan Sosial

Propinsi Sumatera Utara, yang mempunyai tugas pokok dan fungsi memberikan

pelayanan sosial kepada Penyandang Cacat Tuna Rungu Wicara dan Lansia

(Werda),berdasarkan Peraturan Gubernur Sumatera Utara No.33 Tahun 2010

(tentang struktur organisasi, tugas dan fungsi UPT Dinas Kesejahteraan dan Sosial

Sumatera Utara). UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia yang

berdomisili di Jl.Sisingamaharaja No. 68 Pematang Siantar Sumatera Utara (Jl.

Lintas menuju kotawisata Parapat).

4.3.1 Dasar Hukum

1. Undang-undang RI No. 4 tahun 1997, tentang Penyandang cacat

2. Undang-undang RI No. 13 tahun 1998, tentang kesejahteraan sosial lanjut

usia

3. Undang-undang RI No. 11 tahun 2011, tentang kesejahteraan sosial

4. Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 33 tahun 2010, tentang struktur

organisasi dan fungsi dinas kesejahteraan sosial provinsi Sumatera Utara

4.3.2 Sasaran garapan

(9)

Pengertian:

 Penyandang cacat rungu wicara (laki-laki dan perempuan) yaitu:

Seseorang yang menurut ilmu kedokteran dinyatakan mempunyai

kelainan/ gangguan pendengaran atau wicara sehingga tidak dapat

melakukan komunikasi secara wajar.

 Lanjut usia terlantar (laki-laki/ perempuan) yaitu setiap warga negara

yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas baik potensial

maupun tidak potensial yang oleh karena sesuatu sebab mengalami

hambatan fisik, psikologis maupun sosialnya.

Sasaran Garapan:

 Penyandang cacat rungu wicara:

 Laki-laki dan Perempuan

 Usia 15 – 35 tahun

 Belum menikah

 Sehat jasmani dan rohani

 Tidak cacat ganda

 Lanjut usia terlantar

 Laki- laki dan perempuan

 Usia 60 tahun ke atas

 Sehat jasmani dan rohani

 Tidak mempunyai penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan

pokok meliputi sandang pangan dan kesehatan.

II. Syarat penerimaan calon warga binaan sosial (WBS)

1. Calon WBS tuna rungu wicara

(10)

b. Membawa surat keterangan Lurah/ kepala desa domisili

c. Membawa surat berbadan sehat dari puskesmas

d. Foto semua badan sebanyak 2 lembar berwarna

e. Belum menikah

f. Tidak cacat ganda

g. Foto copy ijazah sekolah atau rapor bagi yang belum tamat sekolah

h. Rujukan dari dinas sosial kabupaten/ kota, LSM dan organisasi

sosial

i. Bersedia di asramakan selama pembinaan maksimal 2 tahun

j. Mengisi formulir seleksi pada waktu pendaftaran

2. Calon WBS lanjut usia

a. Usia 60 tahun ke atas laki-laki dan perempuan

b. Membawa surat keterangan dari lurah/ kepala desa domisili

c. Sehat jasmani dan rohani

d. Tidak menderita penyakit menular

e. Rujukan dari dinas sosial kabupaten/ kota, LSM dan organisasi

sosial

f. Mengisi formulir seleksi pada waktu pendaftaran

3. Penerimaan calon Warga binaan sosial dilaksanakan setiap hari kerja

senin s/d jum’at pukul 08.00 s/d 16.00

4.3.3 Struktur Organisasi

Struktur organisasi diperlukan untuk membedakan batas-batas wewenang dan

tanggung jawab secara sistematis yang menunjukkan adanya hubungan/keterkaitan

(11)

tujuan umum suatu instansi diperlukan suatu wadah untuk mengatur aktivitas

maupun kegiatan instansi. Pengaturan ini dihubungkan dengan pencapaian tujuan

instansi yang telah ditetapkan sebelumnya. Wadah tersebut disusun dalam suatu

struktur organisasi dalam instansi. Melalui struktur organisasi yang baik, pengaturan

pelaksanaan pekerjaan dapat diterapkan, sehingga efisiensi dan efektivitas kerja

dapat diwujudkan melalui kerja sama dengan koordinasi yang baik sehingga tujuan

instansi dapat dicapai.

BAGAN 4.1

STRUKTUR ORGANISASI UPT PELAYANAN SOSIAL TUNA RUNGU WICARA & LANSIA PEMATANG SIANTAR

Kepala UPT

Adapun uraian tugas dari Kepala Unit Pelaksana Teknis, adalah :

a) Menyelenggarakan pembinaan, bimbingan, arahan dan penegakan disiplin

pegawai di lingkungan dinas.

b) Menyelenggarakan pembinaan, sinkronisasi dan pengendalian pelaksanaan

tugas pokok dan fungsi dinas.

KEPALA UPT

KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL (PEKERKA

SOSIAL)

KASUB. BAG TATA USAHA

(12)

c) Menyelenggarakan penetapan perencanaan dan program kegiatan dinas,

sesuai ketentuan yang berlaku.

d) Menyelenggarakan pengkajian dan menetapkan pemberian dukungan tugas

atas penyelenggaraan Pemerintah Daerah di bidang kesejahteraan dan

sosial.

e) Menyelenggaraan fasilitasi penyelenggaraan program potensi sumber

kesejahteraan sosial, pemberdayaan sosial, pelayanan dan rehabilitasi

sosial, bantuan dan jaminan sosial.

f) Menyelenggarakan koordinasi dan kerjasama dengan instansi/lembaga

terkait.

g) Menyelenggarakan pengkoordinasian penyusunan tugas-tugas teknis serta

evaluasi pelaporan yang meliputi kesekretariatan, potensi sumber

kesejahteraan sosial, pelayanan dan rehabilitasi sosial, bantuan dan

jaminan sosial.

h) Menyelenggarakan penetapan penyusunan standar, norma-norma dan

kriteria-kriteria sesuai ketentuan yang berlaku.

i) Menyelenggarakan koordinasi kegiatan teknis dalam rangka

penyelenggaraan pelayanan di bidang kesejahteraan dan sosial.

j) Menyelenggarakan koordinasi kegiatan dengan dinas/lembaga

kesejahteraan dan sosial lintas Kabupaten/Kota.

k) Menyelenggarakan tugas lain, yang diberikan Gubernur sesuai tugas dan

fungsinya.

Pekerja Sosial Fungsional

Adapun yang menjadi tugas dari pekerja sosial fungsional adalah :

(13)

b) Menyusun jadwal pembelajaran warga binaan sosial

c) Menyusun rancangan dan istrumen asesmen

d) Menyusun rencana bimbingan fisik, keterampilan, sosial, psikososial,

advokasi

e) Pendampingan bimbingan pengetahuan dasar, bahasa isyarat, dan

bimbingan keterampilan

f) Melaksanakan bimbingan sosial, psikososial, dan advokasi

g) Pembahasan kasus

h) Supervise pelaksanaan tugas

i) Evaluasi dan pembuatan laporan kegiatan

Sub Bag Tata Usaha

Adapun yang menjadi tanggung jawab Sub bag tata usaha, meliputi :

a. Melaksanakan surat menyurat

b. Pengusulan kenaikan pangkat, gaji berkala, dan pensiunan

c. Mutasi pegawai

d. Melakukan pembayaran air, listrik, dan telepon

e. Mengurus gaji pegawai, honor daerah, honor lepas

f. Memelihara sarana dan prasarana

g. Pembinaan pegawai apel pagi dan sore, upacara hari kesadaran nasional

h. Menginventarisasi barang

4.3.4 Sarana dan Prasarana Panti

Tabel 4.1

Sarana dan Prasarana UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan

(14)

No Nama Bangunan Luas (m2) Jumlah (unit)

1 Kantor 312 1

2 Aula 392 1

3 Mess 200 5

4 Wisma I 48 1

5 Wisma II, III 72 2

6 Ruang Keterampilan pertukangan kayu 184 1 7 Ruang keterampilan menjahit, salon 147 1

8 Ruang pendidikan I 100 1

9 Ruang pendidikan II 216 1

10 Ruang pendidikan III 48 1

11 Dapur dan ruang makan 213 1

12 Garasi/gudang 340 1

13 Asrama putra WBS Rungu Wicar 255 1

14 Asrama putri WBS Rungu Wicar 110 1

15 Asrama WBS Lanjut Usia I, II, III 74 1

16 Rumah dinas kepala 74 1

17 Rumah keshatan/poliklinik 100 1

18 Ruang perawatan 30 2

19 pos jaga 9 1

UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar

memiliki luas areal 56.500 m2.

4.4 Tata Cara Penanganan Tuna Rungu Wicara

Warga binaan sosial tuna rungu wicara sejumlah 36 orang, terdiri dari orang

laki-laki dan orang perempuan. Proses pelayanan dilakukan dengan beberapa tahap,

yakni :

I. Pelayanan Bagi WBS RUNGU WICARA DAN LANJUT USIA

a) Pendekatan Awal

(15)

a. Membuat brosur yang berisikan tentang profil UPT Pelayanan

Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia.

b. Mengirimkan surat penerimaan WBS baru dari UPT Pelayanan

Sosial Tuna Rungu Wicara dan lanjut Usia Pematang Siantar

kepada Dinas Sosial se Kab/ Kota di Sumatera Utara.

c. Melaksanakan sosialisasi di kab/ kota di wilayah Provinsi Sumatera

Utara.

2. Identifikasi dan Motivasi

Kegiatan Identifikasi adalah pengisian formulir identitas

(identitas calon WBS, keluarga, lembaga yang telah memberikan

pelayanan). Diisi oleh orang tua/wali. Serta memberikan motivasi

kepada keluarga dan calon warga binaan sosial.

3. Seleksi

Melakukan kegiatan wawancara terhadap calon WBS, orang

tua/wali berdasarkan formulir identifikasi yang telah diisi. Kegiatan

ini dilaksanakan oleh staf dan pekerja Sosial, selanjutnya penempatan

WBS ke asrama dilaksanakan oleh petugas asrama.

b) Penerimaan

Dilakukan melalui kegiatan registrasi, orientasi pengenalan,

penempatan program dan temu bahas kasus.

c) Pengungkapan dan Pemahaman Masalah (Asesmen)

1. Melaksanakan diagnosa psikososial wbs rungu wicara dan lanjut usia,

guna untuk mengetahui seluruh kondisi obyektif dan latar belakang

(16)

psikologi, sosial ekonomi, sosial budaya dan keadaan lingkungannya,

untuk mengetahui sejauh mana keberfungsian sosial wbs

2. Tes vocational asesmen khusus wbs rungu wicara, tujuannya untuk

menelusuri bakat, minat dan kemampuan wbs.. Melaksanakan

pembahasan kasus ( case Comprehence) Pembahasan kasus dikerjakan

oleh pekerja sosial dengan instruktur, pengetahuan dasar,

keterampilan, pengasuh staf panti sosial rungu wicara dan lanjut usia,

disaksikan para pejabat struktural

II. Perencanaan Pelayanan dan rehabilitasi

Kegiatan yang dilakukan dalam rencana pelayanan dan rehabilitasi sosial

adalah :

1. Menetapkan tujuan pelayanan .

2. Pengelompokan wbs pada jenis program pelayanan berdasarkan

rekomendasi asesmen. Jenis program tersebut adalah bimbingan fisik

dan kesehatan, bimbingan pengetahuan dasar, bimbingan mental dan

psikososial, bimbingan sosial, dan bimbingan latihan keterampilan.

3. Membuat kurikulum pengetahuan dasar dan keterampilan.

4. Membuat tahapan program kegiatan pemecahan masalah, meliputi :

tahap pemberian motivasi, pemberian kemampuan dan penciptaan

kesempatan dan mobilitasi sumber.

III. Pelaksanaan Program Pelayanan

1. Bimbingan Fisik

 Pemberian makanan bergizi

(17)

 Olahraga berupa senam , bulu tangkis dan tenis meja

 Kebersihan pribadi dan lingkungan

 Memelihara bunga/ tanaman dilingkungan UPT Pelayanan sosial

tuna rungu wicara dan lanjut usia pematang siantar.

2. Bimbingan Pengetahuan Dasar untuk wbs rungu wicara

 Belajar membaca, tulis dan menghitung.

 Belajar bina, persepsi bunyi dan irama serta bahasa isyarat (SIBI).

3. Bimbingan Mental dan Spritual

 Bimbingan disiplin

 Bimbingan etika dan budi pekerti

 Bimbingan hidup beragama

 Bimbingan psikologi

4. Bimbingan Sosial

 Bimbingan sosial perorangan

 Bimbingan sosial kelompok

 Bimbingan rekreasi

 Bimbingan kehidupan keluarga dan bermasyarakat

 Pertemuan orang tua wbs dengan petugas

5. Bimbingan Keterampilan

 Menjahit (wbs rungu wicara)

 Salon Kecantikan ( wbs rungu wicara)

 Pertukangan Kayu ( wbs rungu wicara)

 Bordir ( wbs rungu wicara)

 Berkebun ( wbs lanjut usia)

(18)

IV. Pasca pelayanan

Bantuan stimulan modal usaha (paket ketrampilan) untuk wbs rungu

wicara dan bagi lanjut usia pemberhentian pelayanan dikarenakan di jemput

oleh keluarganya atau meninggal dunia

Tujuan Program Tuna Rungu Wicara

1. Terciptanya kondisi fisik, psikis, mental dan sosial penyandang cacat rungu

wicara yang mandiri dan memiliki keterampilan sehingga mau dan mampu

melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dan baik di lingkungan

masyarakat.

2. Terciptanya kondisi lingkungan yang mendukung para lanjut usia terlantar

dapat menikmati hari tuanya dengan baik dan nyaman.

Tugas Pokok dan Fungsi

1. Memberikan pelayanan rehabilitasi sosial, berupa bimbingan fisik, psikis,

mental dan sosial serta keterampilan bagi penyandang cacat rungu wicara

untuk hidup mandiri.

2. Memberikan pelayanan kesejahteraan dan perawatan jasmani dan rohani

kepada lanjut usia terlantar agar dapat hidup secara wajar.

Untuk melaksanakan tugas pokok diatas maka UPT Pelayanan sosial

tuna rungu wicara dan lanjut usia Pematangsiantar mempunyai fungsi :

1. Sebagai pusat pelayanan kesejahteraan sosial melalui kegiatan

 Penyusunan program pelayanan.

 Pelaksanaan pelayanan.

 Resosialisasi dan terminasi. terhadap penyandang cacat rungu wicara dan

lanjut usia.

(19)
(20)

BAB V ANALISIS DATA 5.1 Pengantar

Analisis data adalah suatu proses menuntut penguasaan atas objek yang

diteliti. Dalam bab ini penulis berusaha membahas objek yang diteliti dan

selanjutnya melakukan analisa. Data yang diperoleh melalui observasi dan angket.

Angket yang disebarkan berisi daftar pertanyaan yang sudah dibuat yang kemudian

disebarkan kepada warga binaan UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan

Lansia Pematang Siantar yang mengikuti program pelatihan keterampilan. Data yang

diperoleh dianalisa dengan menggunakan tabel persentase. Masing-masing angket

akan ditabulasi untuk membuktikan hipotesis yang telah ditetapkan.

Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis adalah teknik analisa data

dengan pendekatan deskriptif kuantitatif dengan menggunakan skala likert.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah daftar pertanyaan. Jumlah

pertanyaan seluruhnya 72 butir, sebagaimana tujuan penelitian ini daftar pertanyaan

yang disebarkan kepada responden berisikan pertanyaan pelaksanaan pelayanan

sosial terhadap perkembangan biopsikososial dan spritual remaja tuna rungu wicara.

Berdasarkan hasil penelitian melalui penyebaran angket diperoleh data

mengenai identitas responden melalui nama, umur, jenis kelamin, agama, suku

bangsa dan pendidikan terakhir. Selain itu diperoleh juga bagaimana efektivitas

program pelayanan sosial bagi perkembangan biopsikososial spiritual remaja tuna

rungu wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang

Siantar.

Agar pembahasan tersebut tersusun secara sistematis dan jelas, maka

(21)

A. Analisis indentitas responden

B. Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial

Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna

Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar.

5.2 Analisa Identitas Responden

5.2.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Adapun data distribusi karakteristik responden berdasarkan usia disajikan

dalam tabel 5.1 berikut ini:

Tabel 5.1

Distribusi Responden Berdasarkan Usia

No Usia Frekuensi Persentase (%)

1 2

< 15

15-35

2

20

9.09

90.91

Total 22 100

Sumber : Data Primer 2016

Berdasarkan data pada tabel 5.1 dapat diketahui bahwa persentase responden

dengan usia 15-35 tahun adalah tertinggi sebesar 90.91 % (16 orang) sedangkan

untuk usia dibawah 15 tahun sebesar 9.09 % (2 orang). Hal ini menunjukkan bahwa

responden didominasi kategori remaja/dewasa. Dengan usia yang masih remaja,

mereka masih membutuhkan pelayanan sosial yang mendukung perkembangan

biologi/fisik, psikologi sosial dan spiritual (keagamaan).

(22)

Adapun data distribusi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

disajikan dalam tabel 5.2 berikut ini:

Tabel 5.2

Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%) 1

Sumber : Data Primer 2016

Berdasarkan data pada tabel 5.2 dapat kita ketahui bahwa responden yang

berjenis kelamin perempuan berjumlah 14 orang dan laki-laki berjumlah 8 orang.

Artinya, jumlah responden remaja tuna rungu wicara yang tinggal di UPT didominasi

oleh jenis kelamin perempuan sebesar 63.63 %.

5.2.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Agama

Adapun data distribusi karakteristik responden berdasarkan agama disajikan

dalam tabel 5.3 berikut ini

Tabel 5.3

(23)

Negara Indonesia adalah negara Pancasila yang menjamin kemerdekaan dari

setiap penduduknya untuk dapat memeluk agama sesuai kepercayaannya

masing-masing. Undang-Undang Dasar 1945 pasar 29 ayat 1 dan 2 menyebutkan secara jelas

bahwa kebebasan untuk memeluk agama adalah mutlak. Data mengenai distribusi

responden berdasarkan agama melalui angket yaitu terdiri dari 5 klarifikasi. Adapun

klarifikasi agama tersebut adalah Agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha.

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.3 dapat diketahui bahwa

mayoritas responden adalah beragama Islam sebanyak 11 orang (50.00 %) dan

beragama Kristen 9 orang (40.90 %) dan beragama katolik sebanyak 2 orang (9.09

%). Perbedaan agama diantara mereka tidak menjadi pemecah persaudaraan antara

responden. Mereka tetap dapat saling bekerja sama satu sama lain, saling membantu,

dan saling menghormati antara sesama umat beragama seperti pada saat hari-hari

besar beragama dan saat beribadah menurut agamanya masing-masing.

5.2.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Suku Bangsa

Adapun data distribusi karakteristik responden berdasarkan suku bangsa

disajikan dalam tabel 5.4 berikut ini:

Tabel 5.4

Distribusi Responden Berdasarkan Suku Bangsa

No Suku Frekuensi Persentase (%)

(24)

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.4 dapat diketahui bahwa

mayoritas responden adalah suku batak toba yang berjumlah 13 orang (59.09 %),

suku batak karo 3 orang (13.63%), dan suku jawa 6 orang (27.27%). Dari tabel

tersebut dapat kita lihat bahwa suku batak toba memiliki jumlah responden yang

tertinggi. Meskipun memiliki suku-suku yang berbeda, responden tetap dapat hidup

rukun dan tidak membeda-bedakan satu dengan yang lainnya. Hal ini terlihat dari ada

rasa saling menghargai sehingga tercipta kehidupan bersama yang rukun.

5.2.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan terakhir

Adapun data distribusi karakteristik responden berdasarkan pendidikan

terakhir disajikan dalam tabel 5.5 berikut ini:

Tabel 5.5

Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan terakhir No Pendidikan Terakhir Frekuensi Persentase

1 SD 10 45.45

2 SMP 12 54.54

Total 22 100

Sumber : Data Primer 2016

Berdasarkan tabel 5.5 yang disajikan, dapat diketahui bahwa pendidikan

terakhir responden tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat bahwa tingkat tertinggi

pendidikan hanya sebatas tingkat SMP. Jumlah responden yang berpendidikan

terakhir SMP adalah yang tertinggi sebanyak 12 orang (54.54 %) dan berpendidikan

terakhir SD sebanyak 10 orang (45.45 %).

Berdasarkan tingkat pendidikan terakhir dapat disimpulkan bahwa meskipun

(25)

yang mereka miliki, mereka tidak mampu untuk melanjutkan ke jenjang sekolah

yang lebih tinggi. Oleh karena itu mereka membutuhkan pelayan khusus yang

mendukung perkembangan biologi (fisik), psikologi dan sosial serta spiritual

(keagamaan) sehingga meski memiliki keterbatasan mereka dapat bertumbuh seperti

remaja normal umumnya.

5.3 Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

Uraian tentang Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan

Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna

Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar akan disajikan dalam bentuk indikator

meliputi pemahaman program, ketepatan sasaran, tepat waktu, tercapainya tujuan

dan perubahan nyata program pelayanan sosial yang dilakukan untuk memberikan

pelayanan sosial anak balita di Medan. Adapun analisis Efektivitas Program

Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu

Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

dibagi kedalam sub-sub berikut ini:

a. Pemahaman Program

b.Ketepatan Sasaran

c. Tepat Waktu

d. Tercapainya Tujuan

e. Perubahan Nyata

(26)

5.3.1.1. Sumber pengetahuan mengenai program bimbingan biologi/fisik

Pelayanan sosial mempunyai fungsi sebagai “akses” untuk menciptakan

hubungan bimbingan yang sehat antara berbagai program, sehingga

program-program tersebut dapat berfungsi dan dimanfaatkan oleh masyarakat yang

membutuhkannya. Pelayanan akses bukanlah semata-mata memberikan informasi,

tetapi juga termasuk menghubungkan seseorang dengan sumber-sumber yang

diperlukan dengan melaksanakan program-program referral. Fungsi tambahan dari

pelayanan sosial ialah menciptakan partisipasi anggota masyarakat untuk mengatasi

masalah-masalah sosial. Tujuannya dapat berupa terapi individual dan sosial (untuk

memberikan kepercayaan pada diri individu dan masyarakat) dan untuk mengatasi

hambatan-hambatan sosial dalam pembagian politik, yaitu untuk mendistribusikan

sumber-sumber dan kekuasaan.

Partisipasi mungkin merupakan konsekuensi dari bagaimana program itu

diorganisir, dilaksanakan dan disusun. Partisipasi kadang-kadang merupakan alat,

kadang-kadang merupakan tujuan. Ada yang memandang bahwa partisipasi dan

pelayanan merupakan dua fungsi yang selalu konflik, karenanya harus dipilih salah

satu. Karena itu harus dipilih partisipasi sebagai tanggung jawab masyarakat dan

pelayanan sebagai tanggung jawab program. Pada umumnya satu program sulit untuk

meningkatkan kedua-duanya sekaligus.

Adapun data distribusi responden berdasarkan sumber pengetahuan mengenai

program bimbingan biologi/fisik disajikan dalam tabel 5.6 berikut ini:

Tabel 5.6

Distribusi responden berdasarkan sumber pengetahuan mengenai program bimbingan biologi/fisik

(27)

1 2

Pegawai/pekerja sosial UPT

Keluarga

19 3

86.36 13.64

Total 22 100

Sumber : Data primer, 2016

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.6 dapat diketahui bahwa

Pegawai/pekerja sosial UPT merupakan sumber utama responden untuk mendapat

informasi tentang program bimbingan fisik/biologi bagi penyandang cacat tuna rungu

wicara yakni sebanyak 19 orang (86.36%). Sebanyak 3 orang (13.64%) yang

menyatakan mengetahui program bimbingan fisik/biologi penyandang cacat tuna

rungu wicara dari keluarganya

Tabel 5.6 menggambarkan bahwa pegawai/pekerja sosial UPT berperan aktif

menyampaikan informasi melalui sosialisasi mengenai program bimbingan

fisik/biologi bagi penyandang cacat tuna rungu wicara. Sebagian lagi responden

mengetahui adanya program pelatihan keterampilan tersebut dari kelurganya remaja

tuna rungu wicara sendiri. Meskipun persentasenya cukup sedikit namun kita dapat

melihat bahwa beberapa keluarga masih menunjukkan kepedulian yang cukup besar

bagi kepentingan remaja tuna rungu wicara.

Kuantifikasi skala likert tentang sumber pengetahuan mengenai program

bimbingan biologi/fisik adalah dengan jumlah nilai dari jawaban responden yakni 16,

nilai tersebut dibagi dengan jumlah responden yang berjumlah 22 orang. Nilai skala

likert tentang sumber pengetahuan mengenai program bimbingan biologi/fisik di

UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar adalah 0.72

dan termasuk dalam kategori efektif.

(28)

Adapun data distribusi responden berdasarkan keikutsertaan sosialisasi

bimbingan biologi/fisik disajikan dalam tabel 5.7 berikut ini:

Tabel 5.7

Distribusi responden berdasarkan keikutsertaan sosialisasi bimbingan biologi/fisik

No Keikutsertaan sosialisasi Frekuensi Persentase (%) 1

Sumber : Data primer, 2016

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.7 menunjukkan bahwa tingkat

keikutsertaan remaja tuna rungu wicara dalam sosialisasi bimbingan fisik sangat

tinggi. Hal ini dapat dilihat dari data bahwa 20 orang remaja tuna rungu (90.90%)

mengikuti sosialisasi bimbingan fisik/biologi yang berada di UPT Tuna rungu

wicara . Ini menggambarkan bahwa remaja tuna rungu wicara menganggap bahwa

sosialisasi bimbingan fisik merupakan hal yang penting sehingga mereka mengetahui

maksud dan tujuan dilaksanakannya bimbingan fisik bagi remaja tuna rungu selama

berada di UPT. Sedangkan remaja tuna rungu wicara yang tidak ikut serta dalam

bimbingan fisik/biologi sebanyak 2 responden (9.10%). Remaja tuna rungu wicara

yang tidak mengikuti bimbingan fisik ini mungkin dikarenakan ketidakhadiran

mereka saat proses sosialisasi atau juga dikarenakan anggapan bahwa bimbingan

fisik bukanlah suatu hal yang cukup penting bagi diri mereka. Meskipun kategori

yang cukup kecil, namun hal ini harus tetap diperhatikan oleh pihak UPT agar pada

sosialisasi yang akan diadakan diwaktu mendatang akan diikuti oleh keseluruhan

(29)

Kuantifikasi skala likert tentang keikutsertaan sosialisasi bimbingan

biologi/fisik adalah dengan jumlah nilai dari jawaban responden yakni 18, nilai

tersebut dibagi dengan jumlah responden yang berjumlah 22 orang. Nilai skala likert

tentang keikutsertaan sosialisasi bimbingan biologi/fisik di UPT Pelayanan Sosial

Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar adalah 0.81 dan termasuk dalam

kategori efektif.

5.3.1.3 Pemahaman mengenai metode dan tujuan program bimbingan biologi/fisik

Adapun data distribusi responden berdasarkan pemahaman mengenai metode

dan tujuan program bimbingan biologi/fisik disajikan dalam tabel 5.8 berikut ini:

Tabel 5.8

Distribusi responden berdasarkan pemahaman mengenai metode dan tujuan program bimbingan biologi/fisik

No Kategori Frekuensi Persentase (%)

1

Sumber : Data primer, 2016

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.8 dapat kita lihat bahwa

perbandingan mengenai remaja tuna rungu wicara yang paham dan tidak paham tidak

berbeda signifikan. Hal ini dapat dilihat dari responden yang memahami metode dan

(30)

yang kurang paham mengenai metode dan tujuan program bimbingan fisik sebanyak

3 orang (13.63%) dan yang benar-benar tidak paham sebanyak 9 orang (40.91%).

Bagi responden yang kurang paham/tidak paham terhadap metode dan tujuan

program bimbingan fisik dikarenakan latar belakang kemampuan menangkap pesan

dari sosialisasi bimbingan fisik yang diberikan kepada remaja tuna rungu wicara. Hal

ini dapat dimaklumi dikarenakan tingkat pendidikan akhir remaja tuna rungu wicara

mayoritas hanya ditingkat SD atau SMP. Artinya, ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan oleh pemberi sosialisasi untuk menyesuaikan penyampaian pesan

dengan tingkat kemampuan orang menyerap pesan tersebut sehingga penyampaian

metode dan tujuan program dapat dipahami oleh remaja tuna rungu wicara.

Kuantifikasi skala likert tentang pemahaman mengenai metode dan tujuan

program bimbingan biologi/fisik adalah dengan jumlah nilai dari jawaban responden

yakni 1, nilai tersebut dibagi dengan jumlah responden yang berjumlah 22 orang.

Nilai skala likert tentang pemahaman mengenai metode dan tujuan program

bimbingan biologi/fisik di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia

Pematang Siantar adalah 0,04 dan termasuk dalam kategori netral.

5.3.1.4 Sumber pengetahuan mengenai program bimbingan psikososial

Adapun data distribusi responden berdasarkan sumber pengetahuan mengenai

program bimbingan psikososial disajikan dalam tabel 5.9 berikut ini:

Tabel 5.9

Distribusi responden berdasarkan sumber pengetahuan mengenai program bimbingan psikososial

(31)

1 2

Pegawai/pekerja sosial UPT

Keluarga

19

3

86.36

13.64

Total 22 100

Sumber : Data primer, 2016

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.9 dapat diketahui bahwa

Pegawai/pekerja sosial UPT merupakan sumber utama responden untuk mendapat

informasi tentang program bimbingan psikososial bagi penyandang cacat tuna rungu

wicara yakni sebanyak 19 orang (86.36%). Sebanyak 3 orang (13.64%) yang

menyatakan mengetahui program bimbingan psikososial penyandang cacat tuna

rungu wicara dari keluarganya

Tabel 5.9 menggambarkan bahwa pegawai/pekerja sosial UPT berperan aktif

menyampaikan informasi melalui sosialisasi mengenai program bimbingan

psikososial bagi penyandang cacat tuna rungu wicara. Sebagian lagi responden

mengetahui adanya program psikososial tersebut dari kelurganya remaja tuna rungu

wicara sendiri. Meskipun persentasenya cukup sedikit namun kita dapat melihat

bahwa beberapa keluarga masih menunjukkan kepedulian yang cukup besar bagi

kepentingan remaja tuna rungu wicara.

Kuantifikasi skala likert tentang sumber pengetahuan mengenai program

bimbingan psikososial adalah dengan jumlah nilai dari jawaban responden yakni 16,

nilai tersebut dibagi dengan jumlah responden yang berjumlah 22 orang. Nilai skala

likert tentang sumber pengetahuan mengenai program bimbingan psikososial di UPT

Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar adalah 0,72 dan

termasuk dalam kategori efektif.

(32)

Adapun data distribusi responden berdasarkan keikutsertaan sosialisasi

bimbingan psikososial disajikan dalam tabel 5.10 berikut ini:

Tabel 5.10

Distribusi responden berdasarkan keikutsertaan sosialisasi bimbingan psikososial

No Keikutsertaan sosialisasi Frekuensi Persentase (%) 1

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.10 menunjukkan bahwa tingkat

keikutsertaan remaja tuna rungu wicara dalam sosialisasi bimbingan psikososial

sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari data bahwa 20 orang remaja tuna rungu

(90.90%) mengikuti sosialisasi bimbingan psikososial yang bertempat di UPT. Ini

menggambarkan bahwa remaja tuna rungu wicara menganggap bahwa sosialisasi

bimbingan psikososial merupakan hal yang penting sehingga mereka mengetahui

maksud dan tujuan dilaksanakannya bimbingan fisik bagi remaja tuna rungu selama

berada di UPT. Sedangkan remaja tuna rungu wicara yang tidak ikut serta dalam

bimbingan psikososial sebanyak 2 responden (9.10%). Remaja tuna rungu wicara

yang tidak mengikuti bimbingan psikososial ini mungkin dikarenakan ketidakhadiran

mereka saat proses sosialisasi atau juga dikarenakan anggapan bahwa bimbingan

psikososial bukanlah suatu hal yang cukup penting bagi diri mereka. Meskipun

kategori yang cukup kecil, namun hal ini harus tetap diperhatikan oleh pihak UPT

agar pada sosialisasi yang akan diadakan diwaktu mendatang akan diikuti oleh

(33)

Nilai skala likert tentang keikutsertaan sosialisasi bimbingan psikososial di

UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar adalah 0.81

yang termasuk dalam kategori efektif.

5.3.1.6 Pemahaman mengenai metode dan tujuan program bimbingan psikososial

Adapun data distribusi responden berdasarkan pemahaman mengenai metode

dan tujuan program bimbingan psikososial disajikan dalam tabel 5.11 berikut ini:

Tabel 5.11

Distribusi responden berdasarkan pemahaman mengenai metode dan tujuan program bimbingan psikososial

No Kategori Frekuensi Persentase (%)

1 2 3

Paham

Kurang paham

Tidak paham

10

3

9

45.46

13.63

40.91

Total 22 100

Sumber : Data primer, 2016

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.11 dapat kita lihat bahwa

perbandingan mengenai remaja tuna rungu wicara yang paham dan tidak paham tidak

berbeda signifikan. Hal ini dapat dilihat dari responden yang memahami metode dan

tujuan program bimbingan psikososial sebanyak 10 orang (45.46%). Sedangkan

(34)

psikososial sebanyak 3 orang (13.63%) dan yang benar-benar tidak paham sebanyak

9 orang (40.91%).

Bagi responden yang kurang paham/tidak paham terhadap metode dan tujuan

program bimbingan psikososial dikarenakan latar belakang kemampuan menangkap

pesan dari sosialisasi bimbingan psikososial yang diberikan kepada remaja tuna

rungu wicara. Hal ini dapat dimaklumi dikarenakan tingkat pendidikan akhir remaja

tuna rungu wicara mayoritas hanya ditingkat SD atau SMP. Artinya, ada beberapa

hal yang perlu diperhatikan oleh pemberi sosialisasi untuk menyesuaikan

penyampaian pesan dengan tingkat kemampuan orang menyerap pesan tersebut

sehingga penyampaian metode dan tujuan program dapat dipahami oleh remaja tuna

rungu wicara.

Nilai skala likert tentang pemahaman mengenai metode dan tujuan program

bimbingan psikososial di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia

Pematang Siantar adalah 0.04 yang termasuk dalam kategori netral.

5.3.1.7 Sumber pengetahuan mengenai program bimbing spiritual/keagamaan

Adapun data distribusi responden berdasarkan sumber pengetahuan mengenai

program bimbingan spiritual/keagamaan disajikan dalam tabel 5.12 berikut ini:

Tabel 5.12

Distribusi responden berdasarkan sumber pengetahuan mengenai program bimbingan spiritual/keagamaan

No Kategori Frekuensi Persentase (%)

1 2

Pegawai/pekerja sosial UPT

Keluarga

19

3

86.36

13.64

(35)

Sumber : Data primer, 2016

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.12 dapat diketahui bahwa

Pegawai/pekerja sosial UPT merupakan sumber utama responden untuk mendapat

informasi tentang program bimbingan spiritual/keagamaan bagi penyandang cacat

tuna rungu wicara yakni sebanyak 19 orang (86.36%). Sebanyak 3 orang (13.64%)

yang menyatakan mengetahui program bimbingan spiritual/keagamaan penyandang

cacat tuna rungu wicara dari keluarganya.

Tabel 5.12 menggambarkan bahwa pegawai/pekerja sosial UPT berperan

aktif menyampaikan informasi melalui sosialisasi mengenai program bimbingan

spiritual/keagamaan bagi penyandang cacat tuna rungu wicara. Hal tersebut

seharusnya memang terjadi karena yang menjadi sumber informasi mengenai

sosialisasi di UPT adalah pegawai/pekerja sosial UPT. Sebagian lagi responden

mengetahui adanya program spiritual/keagamaan tersebut dari kelurganya remaja

tuna rungu wicara sendiri. Meskipun persentasenya cukup sedikit namun kita dapat

melihat bahwa beberapa keluarga masih menunjukkan kepedulian yang cukup besar

bagi kepentingan remaja tuna rungu wicara.

Nilai skala likert tentang sumber pengetahuan mengenai program bimbingan

spiritual/keagamaan di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia

Pematang Siantar adalah 0.72 yang termasuk dalam kategori efektif.

5.3.1.8 Keikutsertaan sosialisasi bimbingan spiritual/keagamaan

Adapun data distribusi responden berdasarkan keikutsertaan sosialisasi

bimbingan spiritual/keagamaan disajikan dalam tabel 5.13 berikut ini:

(36)

Distribusi responden berdasarkan keikutsertaan sosialisasi bimbingan spiritual/keagamaan

No Keikutsertaan sosialisasi Frekuensi Persentase (%) 1

2

Ya

Tidak

20

2

90.90

9.10

Total 22 100

Sumber : Data primer, 2016

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.13 menunjukkan bahwa tingkat

keikutsertaan remaja tuna rungu wicara dalam sosialisasi bimbingan

spiritual/keagamaan sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari data bahwa 20 orang

remaja tuna rungu (90.90%) mengikuti sosialisasi bimbingan spiritual/keagamaan

yang diadakan di UPT Tuna rungu wicara. Ini menggambarkan bahwa remaja tuna

rungu wicara menganggap bahwa sosialisasi bimbingan spiritual/keagamaan

merupakan hal yang penting sehingga mereka mengetahui maksud dan tujuan

dilaksanakannya bimbingan spiritual/keagamaan bagi remaja tuna rungu selama

berada di UPT. Sedangkan remaja tuna rungu wicara yang tidak ikut serta dalam

bimbingan spiritual/keagamaan sebanyak 2 responden (9.10%). Remaja tuna rungu

wicara yang tidak mengikuti bimbingan spiritual/keagamaan ini mungkin

dikarenakan ketidakhadiran mereka saat proses sosialisasi atau juga dikarenakan

anggapan bahwa bimbingan spiritual/keagamaan bukanlah suatu hal yang cukup

penting bagi diri mereka. Meskipun kategori yang cukup kecil, namun hal ini harus

tetap diperhatikan oleh pihak UPT agar pada sosialisasi yang akan diadakan diwaktu

(37)

Berdasarkan data yang disajikan tentang keikutsertaan sosialisasi bimbingan

spiritual/keagamaan, maka nilai skala likert adalah 0.81 dan termasuk dalam kategori

efektif.

5.3.1.9 Pemahaman mengenai metode dan tujuan program bimbingan spiritual/keagamaan

Adapun data distribusi responden berdasarkan pemahaman mengenai metode

dan tujuan program bimbingan spiritual/keagamaan disajikan dalam tabel 5.14

berikut ini:

Tabel 5.14

Distribusi responden berdasarkan pemahaman mengenai metode dan tujuan program bimbingan spiritual/keagamaan

No Kategori Frekuensi Persentase (%)

1 2 3

Paham

Kurang paham

Tidak paham

10

3

9

45.46

13.63

40.91

Total 22 100

Sumber : Data primer, 2016

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.14 dapat kita lihat bahwa

perbandingan mengenai remaja tuna rungu wicara yang paham dan tidak paham tidak

(38)

tujuan program bimbingan spiritual/keagamaan sebanyak 10 orang (45.46%).

Sedangkan responden yang kurang paham mengenai metode dan tujuan program

bimbingan spiritual/keagamaan sebanyak 3 orang (13.63%) dan yang benar-benar

tidak paham sebanyak 9 orang (40.91%).

Bagi responden yang kurang paham/tidak paham terhadap metode dan tujuan

program bimbingan spiritual/keagamaan dikarenakan latar belakang kemampuan

menangkap pesan dari sosialisasi bimbingan spiritual/keagamaan yang diberikan

kepada remaja tuna rungu wicara. Hal ini dapat dimaklumi dikarenakan tingkat

pendidikan akhir remaja tuna rungu wicara mayoritas hanya ditingkat SD atau SMP.

Artinya, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pemberi sosialisasi untuk

menyesuaikan penyampaian pesan dengan tingkat kemampuan orang menyerap

pesan tersebut sehingga penyampaian metode dan tujuan program dapat dipahami

oleh remaja tuna rungu wicara.

Berdasarkan data yang disajikan tentang pemahaman mengenai metode dan

tujuan program bimbingan spiritual/keagamaan, maka nilai skala likert adalah 0.04

yang termasuk dalam kategori netral.

Jika diukur efektifitas progam pelayanan sosial bagi perkembangan

biospsikososial spiritual remaja tuna rungu wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna

Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar sehubungan dengan pemahaman

program dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

a. Sumber pengetahuan mengenai program bimbingan biologi/fisik = 0.72

b. Keikutsertaan sosialisasi bimbingan biologi/fisik = 0.81

c. Pemahaman mengenai metode dan tujuan program bimbingan

biologi/fisik = 0.04

(39)

e. Keikutsertaan sosialisasi bimbingan psikososial = 0.81

f. Pemahaman mengenai metode dan tujuan program bimbingan psikososial

= 0.04

g. Sumber pengetahuan mengenai program bimbingan spiritual/keagamaan

= 0.72

h. Keikutsertaan sosialisasi bimbingan spiritual/keagamaan = 0.81

i. Pemahaman mengenai metode dan tujuan program bimbingan

spiritual/keagamaan = 0.04

Rata-rata = 0.72 + 0.81 + 0.04 + 0.72 + 0.81 + 0.04 + 0.72 + 0.81 + 0.04 9

= 4.71 9

= 0.52

Dengan demikian dilihat dari pemahaman program pelayanan sosial bagi

perkembangan biospsikososial spiritual remaja tuna rungu wicara di UPT Pelayanan

Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar tergolong dalam kategori

yang efektif.

5.3.2 Ketepatan sasaran

5.3.2.1 Usia Responden Awal Masuk UPT

Data distribusi responden berdasarkan usia awal masuk UPT disajikan dalam

tabel 5.15 berikut ini:

Tabel 5.15

Distribusi Reponden Berdasarkan Usia Awal Masuk UPT

(40)

1

2

< 15

15-35

2

20

9.09

90.91

Total 22 100

Sumber : Data primer, 2016

Tabel 5.15 menunjukkan bahwa mayoritas responden yang masuk ke dalam

UPT berusia antara 35 tahun yakni sebanyak 20 orang (90.91). Kategori usia

15-35 tahun merupakan kategori yang tergolong remaja/dewasa yang juga tergolong

usia produktif. Keseluruhan responden yang adalah tuna rungu wicara dapat diartikan

sebagai orang-orang yang berkebutuhan khusus yang membutuhkan pelayanan

biologi, psikososial serta bimbingan spiritual/keagamaan. Meskipun usia yang sudah

cukup matang jika dibandingkan dengan manusia normal (tanpa kecacatan),

keterbatasan dalam berkomunikasi dan berinteraksi yang dimiliki oleh remaja tuna

rungu wicara menghambat mereka untuk berkembang sebagaimana remaja normal

lainnya.

Namun, berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 5.15 juga menunjukkan

adanya responden yang berusia < 15 tahun yakni sebanyak 2 responden (9.09 %).

Meskipun angka tersebut tergolong kecil, hal ini menjadi suatu permasalahan. Hal ini

dikarenakan oleh standar yang dikeluarkan oleh UPT mengenai usia yang

diperbolehkan untuk mendapatka pelayanan sosial berupa bimbingan biologi,

psikososial serta bimbingan spiritual/keagamaan adalah antara 15-35 tahun (tepat

sasaran).

Berdasarkan data yang disajikan tentang usia awal masuk UPT, maka nilai

skala likert adalah 0.81 yang termasuk dalam kategori efektif

(41)

Berdasarkan penelitian dapat dilihat bahwa keseluruhan responden yang

berjumlah 22 orang (100%) tidak memiliki penyakit berganda ataupun penyakit

menular. Penyakit menular merupakan penyakit yang cukup berbahaya dikarenakan

penyakit ini dapat berpindah dari satu orang ke orang lain yang disebabkan oleh

banyak faktor. Ketidakpemilikikan penyakit berganda/menular memperlihatkan

bahwa UPT merupakan suatu lingkungan yang baik bagi perkembangan biologi,

psikososial dan spiritual/keagamaan.

Berdasarkan data yang disajikan tentang kepemilikan penyakit

berganda/menular, maka nilai skala likert adalah 1 yang termasuk dalam kategori

efektif

5.3.2.3 Status

Berdasarkan penelitian yang dilakukan keseluruhan responden menjawab

dalam status belum menikah, sehingga dapat diketahui bahwa keseluruhan responden

yang berjumlah 22 orang (100%) merupakan kategori belum menikah. Hal ini cukup

sesuai jika dibandingkan dengan rata-rata usia tuna rungu wicara yakni berusia 17

tahun. Kategori usia ini masih dikategorikan usia yang remaja/dewasa yang masih

perlu belajar dan belum direkomendasikan untuk menikah.

UPT yang merupakan lembaga yang memberikan pelayanan sosial bagi

remaja tuna rungu wicara juga membuat aturan bahwa tuna rungu wicara yang boleh

menerima pelayanan sosial berupa bimbingan biologi/fisik, psikososial serta

bimbingan keagamaan adalah orang-orang yang statusnya belum menikah. Artinya,

sasaran yang telah ditetapkan oleh UPT telah benar-benar terlaksana dan sesuai di

(42)

Berdasarkan data yang disajikan, maka nilai skala likert berdasarkan status

menikah/belum menikah adalah 1 yang termasuk indikator efektif.

5.3.2.4 Tempat tinggal

Berdasarkan penelitian yang keseluruhan responden yang berjumlah 22 orang

(100%) tinggal di asrama yang disediakan oleh UPT selama dibina di UPT.

Responden memperoleh tempat tinggal di asrama berkat tersedianya asrama bagi

remaja tuna rungu wicara oleh pihak UPT dan merupakan kebijakan dari UPT dalam

mengontrol perkembangan remaja tuna rungu wicara selama proses pembinaan.

Asrama dibagi menjadi 2 bagian yakni khusus buat remaja tuna rungu wicara yang

berjenis kelamin perempuan dan asrama khusus buat remaja tuna rungu wicara yang

berjenis kelamin pria.

Kuantifikasi skala likert tentang tempat tinggal selama dibina di UPT adalah

dengan jumlah nilai dari jawaban responden yakni 22, nilai tersebut dibagi dengan

jumlah responden yang berjumlah 22 orang. Nilai skala likert tentang tempat tinggal

selama dibina di UPT adalah 1 termasuk dalam kategori efektif.

5.3.2.5 Surat pengantar dari pemerintah setempat (Kelurahan)

Data distribusi responden berdasarkan surat pengantar dari pemerintah

setempat (Kelurahan) disajikan dalam tabel 5.16 berikut ini:

Tabel 5.16

Distribusi responden berdasarkan surat pengantar dari pemerintah setempat (Kelurahan)

(43)

1

Sumber : Data primer, 2016

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.16 dapat diketahui bahwa

mayoritas responden yang berjumlah 17 orang (77.27%) tidak mempunyai/membawa

surat pengantar dari pemerintah setempat (kelurahan). Keterbatasan pengetahuan

responden yang mengharuskan adanya surat pengantar dari pemerintah setempat

sebagai syarat untuk dapat memperoleh pelayanan sosial di UPT menjadi penyebab

rendahnya frekuensi yang membawa surat pengantar. Namun, pihak UPT

memberikan keringanan bagi remaja tuna rungu wicara untuk mengurus surat

pengantar dari pemerintah setempat dengan mensosialisasikan kepada keluarga

masing-masing agar surat pengantar dilengkapi sebagai dokumen syarat remaja tuna

rungu wicara dibina di UPT.

Kuantifikasi skala likert tentang ada tidaknya surat pengantar dari pemerintah

setempat (Kelurahan) adalah dengan jumlah nilai dari jawaban responden yakni -12,

nilai tersebut dibagi dengan jumlah responden yang berjumlah 22 orang. Nilai skala

likert tentang ada tidaknya surat pengantar dari pemerintah setempat (Kelurahan) di

UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar adalah

-0.54 dan termasuk dalam kategori tidak efektif.

Jika diukur efektifitas progam pelayanan sosial bagi perkembangan

biospsikososial spiritual remaja tuna rungu wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna

Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar sehubungan dengan ketepatan sasaran

dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

(44)

b. Kepemilikan penyakit berganda/menular = 1

c. Status = 1

d. Tempat tinggal selama dibina di UPT = 1

e. Surat pengantar dari pemerintah setempat (Kelurahan) = - 0.54

Rata-rata = 0.81 + 1 + 1 + 1 + (-0.54) 5

= 3.27 5

= 0.65

Dengan demikian dilihat dari ketepatan sasaran pelayanan sosial bagi

perkembangan biospsikososial spiritual remaja tuna rungu wicara di UPT Pelayanan

Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar tergolong dalam kategori

yang efektif.

5.3.3 Ketepatan waktu 5.3.3.1 Bimbingan fisik

1. Jadwal makan

Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian, diketahui bahwa

keseluruhan responden yang berjumlah 22 orang menjawab jadwal makan yang telah

ditentukan/direncanakan oleh UPT melalui bagian konsumsi/bagian dapur UPT telah

dilaksanakan tepat dengan waktunya. Adapun jadwal makan dibagi menjadi 3 bagian

yaitu serapan pagi (07.00 – 07.30), makan siang (12.00 -12.30) dan makan malam (19.00 -19.30). Keseluruhan jadwal tersebut dilaksanakan sesuai dengan waktunya

(45)

mendukung perkembangan biologi/fisik remaja tuna rungu wicara sehingga remaja

ini dapat bertumbuh secara fisik sama seperti remaja normal lainnya.

Jadwal makan yang telah direncanakan dan dilaksanakan oleh UPT juga

mengajarkan remaja tuna rungu wicara untuk bertindak/berperilaku disiplin

meskipun melalui hal-hal yang kecil. Pemberian makan di UPT juga merupakan

salah satu program perawatan dan penyediaan makanan bergizi bagi remaja tuna

rungu wicara, agar mereka lebih bersemangat dalam menjalankan kegiatan

sehari-harinya.

Berdasarkan data yang disajikan tentang jadwal makan, maka nilai skala

likert adalah 1 dan termasuk dalam kategori efektif.

2. Jadwal mandi

Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian, menunjukkan keseluruhan

responden yang berjumlah 22 orang menjawab bahwa jadwal mandi yang dibagi

menjadi 2 bagian yaitu mandi pagi dan mandi sore telah dilaksanakan sesuai dengan

yang direncanakan oleh pihak UPT. Ketersediaan air bersih dan kamar mandi oleh

UPT berperan dalam mendukung aktivitas mandi bagi remaja tuna rungu wicara. Ini

menunjukkan bahwa UPT meyakini dalam kebersihan tubuh turut mendukung

pertumbuhan tubuh yang sehat.

Berdasarkan data yang disajikan tentang jadwal mandi, maka nilai skala likert

adalah 1 dan termasuk dalam kategori efektif.

3. Waktu remaja tuna rungu wicara berolahraga

Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan di

lapangan oleh peneliti mengenai waktu remaja tuna rungu wicara berolahraga (senam

(46)

Setiap hari jum’at remaja tuna rungu wicara diwajibkan berpakaian seragam olahraga

yang didapat dari UPT. Kegiatan senam jasmani dilaksanakan setiap jum’at pagi yakni pukul 08.00 – 10.00. Olahraga merupakan program pembinaan fisik secara individu maupun kelompok bagi remaja tuna rungu wicara. Olahraga yang diberikan

UPT berupa senam jasmani yang dirancang oleh instruktur senam yang merupakan

staff pegawai UPT. Senam jasmani dirancang dengan menggunakan musik dan

gerakan-gerakan dasar yang mudah dilakukan agar anak dapat mengikuti dan

melakukan senam jasmani dengan senang, tidak mudah jenuh.

Selain senam jasmani, kegiatan olahraga berupa bulu tangkis dan sepakbola

juga dilaksanakan secara rutin pada hari jumat pukul 15.00 – 17.00. Keseluruhan responden yang berjumlah 22 orang menyatakan bahwa jadwal olahraga yang telah

direncanakan oleh UPT telah dilaksanakan sesuai dengan waktunya.

Berdasarkan data yang disajikan tentang waktu remaja tuna rungu wicara

berolahraga, maka nilai skala likert adalah 1 dan termasuk dalam kategori efektif.

4. Pemeriksaan kesehatan

Data distribusi responden berdasarkan pemberian nutrisi tambahan (susu)

disajikan dalam tabel 5.17 berikut ini:

Tabel 5.17

Distribusi responden berdasarkan pemeriksaan kesehatan

(47)

Sumber : Data primer, 2016

Berdasarkan tabel 5.17 dapat diketahui bahwa data yang diperoleh dari

penelitian, menunjukkan mayoritas responden yang berjumlah 18 (81.81%) orang

menjawab bahwa jadwal pemeriksaan kesehatan tidak sesuai dengan yang

direncanakan atau tidak dilaksanakan dilapangan. Hal ini disebabkan pengecekan

kondisi kesehatan hanya pada yang sakit saja, sedangkan jika tidak sakit tidak

dilakukan pengecekan rutin, selain masalah tersebut masalah keterbatasan waktu

juga mempengaruhi, padatnya jadwal siswa-siswi tuna rungu wicara sehingga tidak

dilakukannya pengecekan kesehatan secara keseluruhan.

Berdasarkan data yang disajikan tentang jadwal pemeriksaan kesehatan, maka

nilai skala likert adalah -0.81 dan termasuk dalam kategori tidak efektif.

5. Jadwal kebersihan harian

Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian, menunjukkan keseluruhan

responden yang berjumlah 22 orang menjawab bahwa jadwal kebersihan harian

pukul 06.00 - 06.30 yang telah dijadwalkan oleh pihak UPT telah benar-benar

terlaksana di lapangan. Proses kebersihan harian ini membagi remaja tuna rungu

berdasarkan piket harian. Artinya, masing-masing remaja tuna rungu wicara telah

memiliki jadwal piket kebersihan harian.

Menjaga kebersihan lingkungan UPT merupakan tugas dan tanggungjawab

dari seluruh komponen UPT. Hal ini jugalah yang mendasari ikutnya peran remaja

tuna rungu dalam menjaga kebersihan lingkungan melalui jadwal piket kebersihan

(48)

sumber-sumber penyakit sehingga remaja tuna rungu wicara dapat bertumbuh secara fisik

dengan baik.

Berdasarkan data yang disajikan tentang waktu remaja tuna rungu wicara

berolahraga, maka nilai skala likert adalah 1 dan termasuk dalam kategori efektif.

5.3.3.2 Bimbingan psikososial 1. Konseling psikologi

Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian, menunjukan konseling

psikologi tidak tepat waktu yang telah direncanakan dan ditetapkan oleh UPT, karena

keyataan dilapangan pelaksanaan bimbingan psikologi terhadap tuna rungu wicara

dua kali seminggu, hal ini disebabkan konseling diadakan berselang seling setiap

minggunya dengan warga binaan lansia.

Hal ini didukung oleh data yang menunjukan sebayak 22 (100 %) responden

menyatakan bahwa konseling psikologi tidak tepat waktu dengan yang direncanakan

oleh UPT, keterbatasan jumlah psikolog kemungkinan menjadi penyebab tidak tepat

waktu dalam memberikan pelayanan psikologi, dimana psikolog yang memberikan

pelayanan bimbingan mental hanya satu orang dan harus berbagi waktu dalam

melayani warga binaan lansia.

Berdasarkan data yang disajikan tentang waktu remaja tuna rungu wicara

berolahraga, maka nilai skala likert adalah -1 dan termasuk dalam kategori tidak

efektif.

(49)

Kegiatan pemberikan pengetahuan dasar merupakan kegiatan yang meliputi

membaca, menulis, berhitung, dan belajar komunikasi bahasa isyarat. Kegiatan ini

dilakukan tiga dalam seminggu yaitu hari senin, selasa dan kamis

UPT menyediakan sarana dan prasarana berupa sekolah bagi siswa siswi tuna rungu

wicara dalam memiliki pengetahuan dasar, yang dibimbing oleh instruktur dan

pegawaai dalam memiliki pengetahuan dasar.

Berdasarkan data yang diperoleh sebanyak 22 (100 %) responden

menyatakan bahwa pemberian pengetahuan dasar adalah tepat waktu.pemberian

pengetahuan dasar ini sangat penting guna untuk meningkatkan pengetahuan tuna

rungu dan memiliki kosa kata yang banyak, kecenderungan akibat ketenunarunguan

mengakibatkan mreka memiliki kosakata yang terbatas, pemberian bimbingan

komunikasi isyarat dilakukan oleh instruktur dibidang bahasa isyarat sehingga

mereka memiliki keseragaman bahasa isyarat baik anatara sesama tuna rungu wicara

maupun di masyarakat.

Berdasarkan data yang disajikan tentang waktu remaja tuna rungu wicara

berolahraga, maka nilai skala likert adalah 1 dan termasuk dalam kategori efektif.

3. Bimbingan sosial.

Bimbingan sosial dilakukan dalam mengkatkan kemampuan sosial tuna

rungu wicara sehingga mampu beradaptasi dalam lingkungan UPT, menigkatkan

penerimaan antara sesama tuna rungu, sehingga mengurangi konflik antara sesama

tuna rungu dan memiliki hubungan yang harmonis baik di lingkungan lembaga

maupun di dalam keluarga

Bimbingan sosial di UPT dilakukan dengan cara-cara selingan seperti

Gambar

Tabel 5.9 menggambarkan bahwa pegawai/pekerja sosial UPT berperan aktif
Tabel 5.10
Tabel 5.11
Tabel 5.12
+7

Referensi

Dokumen terkait

Himpunan Peraturan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2016 1... Himpunan Peraturan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Tahun

pemekanya terbuat dari bukan bahan peledak, maka produknya disebut “agen peledakan lumpur” atau slurry blasting agent ; bila pemekanya dari bahan peledak, misalnya TNT, maka

Hasil penelitian menjelaskan bahwa rasa dalam konsep budaya Jawa merupakan substansi keindahan tari Bedhaya Ela-ela, yang ditubuhkan oleh koreografer (Agus

tidak adanya pelaksanaan kampanye berbasis Al- Qur’an dan Sunnah sebagai ajang memperkenalkan pasangan calon dan pendidikan politik.. masyarakat, hal ini

Dengan terpenuhinya uji prasyarat yaitu uji homogenitas dan uji normalitas maka selanjutnya dapat dilanjutkan menggunakan uji independent sample t-test dan uji

Previous studies showed patients on long-term haemodialysis might be under increased oxidative stress caused by either haemodialysis or renal failure.(5) The previous

Dalam pandangannya, perempuan diidentik dengan sosok yang lemah, halus dan emosional. Pandangan ini telah memposisikan perempuan sebagai mahkluk yang seolah-olah harus dilindungi

Tema yang diambil dalam penelitian ini adalah “ Dinamika Kelimpahan Mikroorganisme di Pertanaman Lada pada Lahan Bekas Tambang Timah yang diaplikasi Pupuk Hayati