• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kesadaran Dan Citra Merek Terhadap Status Merek Pionir Dan Minat Beli Konsumen (Studi Kasus: Merek Teh Celup Di Kota Bogor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Kesadaran Dan Citra Merek Terhadap Status Merek Pionir Dan Minat Beli Konsumen (Studi Kasus: Merek Teh Celup Di Kota Bogor)"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KESADARAN DAN CITRA MEREK

TERHADAP STATUS MEREK PIONIR DAN MINAT BELI KONSUMEN

(Studi Kasus: Merek Teh Celup di Kota Bogor)

DENDA RINALDI HADINATA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK

CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Kesadaran dan Citra Merek terhadap Status Merek Pionir dan Minat Beli Konsumen (Studi Kasus: Merek Teh Celup di Kota Bogor) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2016

Denda Rinaldi Hadinata

(4)
(5)

RINGKASAN

DENDA RINALDI HADINATA. Pengaruh Kesadaran dan Citra Merek terhadap Status Merek Pionir dan Minat Beli Konsumen (Studi Kasus: Merek Teh Celup di Kota Bogor). Dibimbing oleh MUHAMMAD SYAMSUN dan ABDUL BASITH.

Awalnya pemimpin pasar adalah merek yang pertama kali muncul (merek pionir). Namun seiring berjalannya waktu merek pengikut bermunculan dengan kategori produk yang sama. Merek pionir harus berusaha mengelola mereknya dengan baik guna mempertahankan posisinya dari merek pengikut (kompetitor). Keunggulan adanya merek pionir adalah konsumen cenderung lebih mengingat merek tersebut, sehingga menimbulkan minat beli. Merek yang diteliti adalah teh celup Sariwangi. Sariwangi merupakan merek pionir teh celup, tetapi dalam kenyataannya konsumen masih ada yang memilih produk teh celup lain selain Sariwangi. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi karakteristik konsumen, kesadaran merek dan sumber informasi teh celup, (2) mengidentifikasi persepsi konsumen terkait teh celup dan (3) menganalisis pengaruh kesadaran dan citra merek terhadap status merek pionir dan minat beli konsumen.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai April 2016 yang meliputi pengumpulan, pengolahan, serta analisis data. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode convenience sampling. Jumlah responden sebanyak 100 responden yang merupakan pengunjung Giant Botani Square dan Giant Yasmin Bogor. Analisis data menggunakan Structural EquationModeling dengan

software SMARTPLS versi 3.0. Penelitian ini menggunakan dua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilaksanakan dengan pengamatan lapangan dan kuisioner. Data sekunder didapatkan melalui kajian literatur seperti buku, media massa, internet, jurnal,dan tesis penelitian terdahulu

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa mayoritas konsumen adalah perempuan, berusia 25 sampai 35 tahun, pendidikan terakhir sarjana, jumlah anggota keluarga termasuk keluarga kecil yang terdiri 3 - 4 anggota keluarga, rata-rata pendapatan per bulan kurang dari 3 juta rupiah dan hampir separuh responden dengan pekerjaan sebagai pegawai swasta. Pada analisis top of mind dihasilkan merek Sariwangi, pada analisis brandrecall Sariwangi menempati posisi keempat dan pada analisis brand recognition diperoleh sebanyak empat persen perlu diingatkan akan keberadaan teh celup Sariwangi. Iklan televisi merupakan media yang paling banyak digunakan konsumen untuk mengetahui keberadaan Sariwangi. Mayoritas konsumen setuju bahwa Sariwangi adalah merek pionir teh celup. Konsumen juga memilih untuk membeli dan mengkonsumsi Sariwangi karena harga yang terjangkau, aroma dan rasanya yang khas, penggunaannya praktis dan mudah mendapatkannya.

Berdasarkan uji hipotesis didapatkan empat pengaruh positif yang signifikan, yakni kesadaran merek mempengaruhi citra merek, citra merek mempengaruhi status merek pionir, status merek pionir mempengaruhi minat beli dan citra merek terhadap minat beli, namun hanya satu yang tidak menunjukan pengaruh yang signifikan antar variabelnya, yakni hubungan pengaruh kesadaran merek tidak mempengaruhi minat beli.

(6)

2

SUMMARY

DENDA RINALDI HADINATA. The Influence of Brand Awareness and Brand Image Toward Pioneer Brand Status and Consumer‟s Purchase Intention (A Case Study of Tea Bag Brands in Bogor). Supervised by MUHAMMAD SYAMSUN and ABDUL BASITH.

In the beginning, market was led by a brand that first time come out called as pioneer brand. But, follower brands have emerged with the same product category. Pioneer brand should manage its brand in order to maintain its position. One of the advantage of the pioneer brand is consumer tend to remember and realize the brand, so it increases the consumer‟s interest to buy the product. The brand analyzed is tea bag product, namely Sariwangi. Sariwangi is the pioneer brand of tea bag, but in fact the consumers are still choosing another tea bag product. This purpose of this research are (1) to identify consumers‟ characteristics, brand awareness and tea bags resources, (2) to identify consumers‟ perception toward tea bags, and (3) to analyze the influence of brand awareness and brand image toward the status of pioneer brand and consumers‟ interest.

The data were collected in February – April 2016 which comprising data collection and data analysis. The sampling technique used 100 respondents consisting of consumers at Giant Botani Square and Giant Yasmin Bogor using convenience sampling method. The data analysis is Structural Equation Modeling (SEM) using SMARTPLS 3.0. This research using two types of data: primary data and secondary data. The primary data was obtained through observation and questionnaire. The secondary data was obtained through literature studies, such as books, internet, journal, and relevant previous research.

The result of this research shows that the majority of consumers are female, age 25-35, the education level is undergraduate, the number of family members are 3-4 members, the average of monthly income is less than Rp 3 000 000, 00 and the occupation is private officer. Based on the results at the top of mind analysis, respondents state that Sariwangi brand is a brand that mostly remembered as tea bag brand. Sariwangi brand is in the fourth place on the analysis of brand recall. As for brandrecognition, it is found that four percent of respondents are necessarily reminded about the existence of Sariwangi.

The result of this research also shows that the majority of consumers choose Sariwangi as the pioneer brand in the category of tea bag product than other brands. Regarding the consumers‟ perception toward tea bags, it is concluded that the majority of consumers are interested to buy Sariwangi because of its reasonable price, easy to get and make, and also it has special aroma and taste.

Based on the hypothetical test, Sariwangi have four significant positive among variables namely brand awareness influences brand image, brand image influences pioneer brand status, pioneer brand status influences purchase intention and brand image toward purchase intention. There is only one variable which does not show the correlation – the correlation of brand awareness influences purchase intention.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)
(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Progam Studi Ilmu Manajemen

DENDA RINALDI HADINATA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

PENGARUH KESADARAN DAN CITRA MEREK TERHADAP STATUS MEREK

PIONIR DAN MINAT BELI KONSUMEN

(10)

6

(11)
(12)

8

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tesis dengan judul “Pengaruh Kesadaran dan Citra Merek terhadap Status Merek Pionir dan Minat Beli Konsumen (Studi Kasus: Merek Teh Celup di Kota Bogor)” dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas akhir pada Program Studi Ilmu Manajemen, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Proses penyusunan tesis ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2016 dengan berbagai hambatan yang dihadapi oleh penulis. Namun atas bantuan dari berbagai pihak akhirnya tesis ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Muhammad Syamsun, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Abdul Basith, MS selaku komisi pembimbing. Ungkapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Dr Ir Jono M. Munandar, M.Sc dan Dr. Heti Mulyati, S. TP, MT selaku penguji yang telah memberikan masukan dan saran untuk perbaikan tesis ini. Tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua (H. E. Rachmat Effendi dan Hj. Tati Sunarti), Istri saya (Dwi Andini Putri, M. Kom), kedua kakak saya (Fanny Novandar, S. Ip dan Sanny Alfarisyi, S. Kom), adik saya (Nanda Lusita Anugrah, S.Si), kakak ipar (Yanti J. Astika), kedua keponakan (Symphony Astika Rachmi dan Muhammad Ibnu Sina Alfaraby), serta keluarga kedua saya (Nila Kirana, S. Pd, Effendy Marasabessy, Diena Eka Putri, S. Ap, Rizki Fauzie Sungkar, dan Nafil Rizki Sungkar)

2. Sekolah Pilar Indonesia, dan rekan-rekan kerja atas doa, dukungan dan semangatnya.

3. Teman-teman Magister Ilmu Manajemen khususnya angkatan September 2012 antara lain Naufal Iza Aberdeen, Lalita Martha Paraduhita, Veronica Indrasari, Nurul Hidayati, Putri Fika, Annisa Putri, Irwan Siswanto, Rizqi Fadillah, Faturokhman, Herlina Retnowati, Husein, Herty, dan Usep Firdaus Anwar Huda atas kebersamaan dan bantuan selama perkuliahan.

4. Bapak/Ibu dosen pengajar dan staf karyawan Pasca Sarjana Ilmu Manajemen, Institut Pertanian Bogor atas bantuan selama perkuliahan.

Penulis menyadari bahwa dalam tesis ini masih terdapat banyak kekurangan dan keterbatasan, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan tesis ini. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi berbagai pihak. Akhir kata penulis sampaikan terimakasih.

Bogor, September 2016

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL 10

DAFTAR GAMBAR 10

DAFTAR LAMPIRAN 10

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

Kesadaran Merek 4

Citra Merek 6

Status Merek Pionir 7

Minat Beli Konsumen 8

Hasil Peneltian Sebelumnya 9

3 METODE PENELITIAN 10

Kerangka Pemikiran Penelitian 10

Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian 11

Jenis dan Metode Pengumpulan Data 12

Pengolahan dan Analisis Data 12

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 20

Karakteristik Konsumen, Kesadaran Merek dan Sumber Informasi Teh Celup 20

Persepsi Konsumen terkait Teh Celup 23

Analisis Pengaruh Kesadaran dan Citra Merek terhadap Status Merek Pionir dan

Minat Beli Konsumen Teh Celup 25

Implikasi Manajerial 33

5 SIMPULAN DAN SARAN 34

Simpulan 34

Saran 35

DAFTAR PUSTAKA 36

LAMPIRAN 40

(14)

10

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Produksi komoditas teh Indonesia periode tahun 2011-2015 2

Tabel 2 Merek teh celup di Indonesia 2

Tabel 3 Harga komoditas teh pada tahun 2013-2015 3 Tabel 4 Data konsumsi teh di Indonesia pada tahun 2002 - 2014 3 Tabel 5 Definisi operasional variabel laten 14 Tabel 6 Tingkat reliabilitas pada cronbach’s alpha 16 Tabel 7 Evaluasi dan nilai standar model outer 17 Tabel 8 Evaluasi dan nilai standar model inner 18 Tabel 9 Top of mind brand pada kategori produk teh celup 21

Tabel 10 Brand recall merek teh celup 22

Tabel 11 Sumber Informasi merek Sariwangi 23

Tabel 12 Persepsi atribut produk teh celup 24

Tabel 13 Persepsi kosumen teh celup Sariwangi di kota Bogor 25 Tabel 14 Compositereliability dan cronbach’salpha Sariwangi 27

Tabel 15 Nilai AVE pada model Sariwangi 28

Tabel 16 Nilai hasil bootstraping koefisien path Sariwangi 29 Tabel 17 Pengaruh langsung dan tidak langsung merek Sariwangi 31 Tabel 18 Hasil perhitungan effectsizef2 Sariwangi 32

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian 11

Gambar 2 Model awal keterkaitan variabel sebelum divalidasi 13 Gambar 3 Hasil analisis model akhir Sariwangi 27 Gambar 4 Hasil analisis bootstrap model Sariwangi 30 Gambar 5 Alur pengaruh langsung dan tidak langsung 32

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Penelitian terdahulu yang relevan 39

Lampiran 2 Karakteristik konsumen 48

Lampiran 3 Hasil analisis model awal Sariwangi 49

(15)
(16)
(17)
(18)
(19)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Industri sebagai produsen harus memiliki ciri khas produk yang menarik di benak konsumen. Salah satu strategi untuk mencuri perhatian konsumen adalah dengan cara memberikan merek pada produk yang akan dijual. Menurut American Marketing Association dalam Kotler dan Keller (2009), merek didefinisikan sebagai nama, istilah, tanda, lambang, desain, atau kombinasinya. Definisi tersebut menunjukkan bahwa merek merupakan penanda bagi sebuah produk dan pembeda dengan produk-produk lainnya. Merek merupakan aset perusahaan yang erat kaitannya dengan persepsi konsumen, sehingga persaingan yang terjadi diantara produsen sesungguhnya adalah pertarungan persepsi dan bukan sekedar pertarungan produk (Aaker 1996) dalam Suciningtyas (2012).

Para produsen bersaing menunjukan keunggulan merek dengan tujuan menjadi pemimpin pasar. Awalnya pemimpin pasar adalah merek yang pertama kali muncul. Namun, seiring waktu merek pengikut bermunculan dengan kategori produk yang sama. Merek yang pertama kali muncul disebut dengan merek pionir. Tjiptono (2005) mendefiniskan pionir sebagai merek yang pertama kali muncul dalam sebuah kategori produk baru, yang pertama kali masuk ke sebuah pasar baru dan yang pertama kali menjualnya dengan sukses. Merek pionir tersebut harus berusaha mempertahankan posisinya dari merek pengikut (kompetitor), baik itu dari kualitas, promosi atau strategi pemasaran lainnya. Hal ini diperlukan usaha yang maksimal bagi merek pionir, karena seiring waktu merek pengikut akan terus berusaha mempertahankan posisinya bahkan menjadi pemimpin pasar.

Merek pionir pada posisinya memiliki keunggulan yang lebih dibandingkan merek pengikut, diantaranya: urutan penggunaan produk, urutan kesempatan beriklan, dan pengetahuan konsumen tentang perbedaan antara produk yang merupakan pionir dengan produk pengikutnya (Alpert dan Kamins 1994). Keunggulan ini yang menjadikan merek yang berstatus pionir memiliki kesempatan cenderung lebih diingat, disadari, dipilih sehingga dapat meningkatkan minat beli konsumen (Kardes et al. 1993, Rettie 2002 dan Hillar 2002). Oleh karena itu, status merek pionir merupakan salah satu cara yang ampuh dalam memenangkan persaingan. Bahkan jika dikelola dengan benar merek pionir ini akan berhasil mempertahankan mereknya.

(20)

2

Tabel 1 Produksi komoditas teh Indonesia periode tahun 2011-2015 Tahun

Produksi (Ton) Perkebunan

Rakyat

Perkebunan Besar Negara

Perkebunan

Besar Swasta Total

2011 51 507 61 110 33 986 146 603

2012 51 741 57 146 34 526 143 413

2013 51 737 55 715 38 404 145 855

2014 50 856 65 343 38 170 154 369

2015 50 723 65 188 38 687 154 598

Sumber: BPS RI dan Ditjenbun Kementan RI (2015)

Teh merupakan minuman yang biasanya dikonsumsi sebagai jamuan makan dalam acara-acara tertentu yang dikonsumsi dalam bentuk teh serbuk, teh celup atau pada botol kemasan. Namun, 35 persen masyarakat Indonesia memilih teh celup sebagai salah satu cara yang efektif untuk mengonsumsinya (Indonesia Tea Board 2014). Perkembangan produk teh celup di Indonesia dengan berbagai merek diperlihatkan oleh Top Brand Index terkakhir tahun 2012 pada Tabel 2, diantaranya adalah Sariwangi, Teh Sosro, Teh Bendera, Teh Poci, 2 Tang dan Tong Tji. Setiap produk-produk teh celup yang dikenal di pasaran ini mempunyai kelebihan yang berbeda-beda di mata masyarakat.

Tabel 2 Merek teh celup di Indonesia

Merek Presentase (%)

Sariwangi 81,0

Sosro 6,0

Bendera 3,5

Poci 2,6

2 Tang 1,6

Tong tji 1,2

Sumber: Top Brand Index (2012)

(21)

Tabel 3 Harga komoditas teh pada tahun 2013-2015 (USc/Kg)

Tahun Harga (USc/Kg)

2013 199,25

2014 166,59

2015 154,54

Sumber: Dewan Teh Indonesia (2015)

Perubahan harga teh yang terjadi pada praktiknya berbanding lurus dengan minat para konsumen untuk membeli. Murahnya harga teh di Indonesia dikarenakan teh hitam yang dijual dalam keadaan tanpa merek (Prawira 2016), sehingga konsumen tidak memperhatikan merek yang berkualitas dipasaran bahkan merek pionir pada suatu produk teh celup bukanlah pertimbangan utama dalam memilih produk teh yang dibeli. Berdasarkan data BPS, konsumsi teh di Indonesia dari tahun 2002 sampai 2014 cenderung menurun. Pada tahun 2002 konsumsi teh per kapita per tahun adalah 0,77 kg, kemudian mengalami penurunan pada tahun 2014 sebesar 0,61 kg per tahun. Perubahan data konsumsi selama periode 2002 – 2014 disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Data konsumsi teh di Indonesia pada tahun 2002 - 2014

Tahun Konsumsi teh (kilogam/Kapita/tahun)

2002 0,77

2003 0,71

2004 0,67

2005 0,71

2006 0,69

2007 0,78

2008 0,71

2009 0,64

2010 0,69

2011 0,66

2012 0,52

2013 0,62

2014 0,61

Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 2015)

(22)

4

sisanya adalah merek kelas dua (merek pengikut). Setelah mengetahui persepsi konsumen tentang status pionir, selanjutnya peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruhnya terhadap minat beli konsumen, yang diharapkan sebagai gambaran yang dapat membantu perusahaan menentukan strategi untuk mempertahankan posisinya sebagai pemimpin pasar.

Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi karakteristik konsumen, kesadaran merek dan sumber informasi teh celup.

2. Mengidentifikasi persepsi konsumen terkait teh celup.

3. Menganalisis pengaruh kesadaran dan citra merek terhadap status merek pionir dan minat beli konsumen teh celup.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan dan memperluas wawasan bagi para pembaca mengenai persepsi konsumen terhadap merek pionir. Bagi peneliti lain, lembaga pendidikan atau lembaga sosial penelitian ini dapat bermanfaat sebagai teori-teori penunjang dan referensi tentang perilaku konsumen terhadap merek pionir sehingga dapat mendidik dan mengajarkan konsumen agar dapat memilih dan menentukan produk dengan bijak. Penelitian ini pun diharapkan dapat bermanfaat bagi perusahaan sebagai gambaran untuk menentukan strategi pemasaran selanjutnya dari perilaku konsumen terhadap merek pionir yang diteliti.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian dibatasi oleh beberapa hal sebagai berikut:

1. Penelitian ini hanya fokus pada permasalahan yang ada pada tingkat konsumen.

2. Penelitian ini hanya fokus pada empat atribut saja yaitu, kesadaran merek, citra merek, status merek pionir dan minat beli.

3. Responden dalam penelitian ini adalah konsumen produk teh hitam dalam bentuk teh celup yang diperoleh dari beberapa lokasi di kota Bogor.

4. Karakteristik responden pada penelitian ini tidak dibahas secara mendalam.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Kesadaran Merek

(23)

tidak hanya yang dapat menampilkan nilai fungsionalnya, melainkan juga yang dapat memberikan nilai tertentu dalam benak konsumen (Rangkuti 2008). Maka dari itu strategi yang tepat adalah dengan melakukan analisis pengetahuan terhadap merek (brand knowledge). Komponen utama dari pengetahuan terhadap merek adalah kesadaran merek (brand awareness) dan citra merek (brand images). Hal ini diperkuat oleh Temporal (2000) yang menyatakan bahwa keberhasilan merek memenangkan pikiran dapat diukur dari dua segi, yaitu kesadaran merek dan asosiasi merek. Asosiasi-asosiasi tersebut yang menggambar citra sebuah merek.

Menurut Aaker (1996), kesadaran merek artinya kesanggupan calon pembeli untuk megenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagaimana dari kategori merek tertentu. Dalam hal ini konsumen melakukan identifikasi merek dalam kondisi yang berbeda-beda. Kesadaran merek dibagi menjadi empat tingkatan kesadaran yang berbeda terhadap merek, di antaranya:

1. Unaware of Brand (tidak menyadari merek)

Tingkatan ini menjelaskan dimana konsumen tidak menyadari suatu merek walaupun sudah diberi bantuan untuk mengingat kembali suatu merek. 2. Brand Recognition (pengenalan merek)

Brand recognition adalah suatu tingkat pengenalan, di mana orang-orang akan mengenal jika melihat atau mendengar identitas audio-visual merek, seperti logo, kemasan, nama dan slogan. Pada tingkatan ini ingatan konsumen terhadap suatu merek akan muncul jika konsumen diberi bantuan agar dapat kembali mengingat merek tersebut.

3. Brand Recall (pengingatan kembali merek)

Brand Recall adalah tingkat dimana konsumen dapat mengingat kembali suatu merek tanpa adanya bantuan apapun.

4. Top of Mind (puncak pikiran)

Dalam tingkatan ini menjelaskan dimana suatu merek menjadi merek yang disebutkan pertama kali dalam benak konsumen dan menjadi merek utama dalam benak konsumen.

Menurut Keller (2001), ada dua indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui seberapa jauh konsumen sadar terhadap sebuah merek, antara lain :

1. Recall yaitu seberapa jauh konsumen dapat mengingat ketika ditanya merek apa saja yang diingat.

2. Recognition yaitu seberapa jauh konsumen dapat mengenali merek tersebut termasuk dalam kategori tertentu.

(24)

6

bahwa kesadaran merek berada pada rentang antara perasaan yang tidak pasti terhadap pengenalan suatu merek sampai dengan perasaan yakin bahwa produk tersebut merupakan satu-satunya dalam kelas produk yang bersangkutan yang akhirnya timbul minat untuk membeli produk tersebut, sehingga kesadaran merek secara signifikan dapat mempengaruhi minat beli konsumen.

Citra Merek

Komponen lain dalam membangun pengetahuan merek pada konsumen adalah citra merek (brand image). Menurut Kotler dan Amstrong (2001), citra merek adalah seperangkat keyakinan konsumen mengenai merek tertentu. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Keller (1998) bahwa citra merek adalah persepsi tentang merek yang digambarkan oleh asosasi merek yang ada dalam ingatan konsumen. Rangkuti (2008) menyatakan citra merek dibagi menjadi empat faktor, antara lain:

1. Jenis asosiasi merek

Jenis asosiasi merek meliputi tiga bagian penting, yaitu atribut (contoh: harga, kemasan, desain), keuntungan, dan perilaku.

2. Favorability asosiasi merek

Pada faktor ini dimana konsumen dapat percaya pada atribut yang diberikan dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen

3. Kekuatan asosiasi merek

Pada faktor ini menjelaskan bagaimana informasi masuk kedalam ingatan konsumen dan bagaimana informasi yang didapatkan konsumen dapat bertahan lama sebagai citra merek.

4. Keunikan asosiasi merek.

Konsumen biasanya memilih merek karena keunggulan dari keunikan merek tersebut. Keunikan yang dibuat dapat dilihat berdasarkan atribut atau fungsi produknya.

(25)

akan menimbulkan kesan yang baik terhadap produk yang ditawarkan. Hal ini diperkuat oleh Indriani dan Hendiarti (2009) yang menyebutkan bahwa peningkatan minat beli dapat diperoleh melalui penciptaan citra merek yang diperoleh dengan pembuatan iklan yang kreatif. Pesan yang jelas pada iklan akan membentuk citra merek yang selanjutnya dapat meningkatkan minat beli konsumen.

Indikator untuk mengukur dari citra merek menurut Low dan Lamb (2000), antara lain :

1. Friendly vs unfriendly yaitu kemudahan dikenali oleh konsumen

2. Modern vs outdated yaitu memiliki model yang up to date atau tidak ketinggalan jaman

3. Useful vs notuseful yaitu dapat digunakan dengan baik atau bermanfaat 4. Popular vs unpopular yaitu akrab di benak konsumen

5. Gentle vs harsh yaitu mempunyai tekstur produk halus atau tidak kasar 6. Artificial vs natural yaitu keaslian komponen pendukung atau bentuk.

Status Merek Pionir

Schmalensee (1982), mendefiniskan pionir sebagai merek yang pertama kali muncul dalam sebuah kategori produk baru. Definisi pionir ini diperkuat oleh Tjiptono (2005) yang menyatakan bahwa perusahaan memiliki status pionir jika suatu perusahaan adalah pertama kali muncul dalam sebuah kategori produk baru, masuk ke sebuah pasar baru dan menjualnya dengan sukses. Merek pionir memiliki keunggulan dari merek pengikutnya yaitu urutan penggunaan produk, urutan kesempatan beriklan dan pengetahuan konsumen tentang perbedaan antara produk yang merupakan pionir dengan produk pengikutnya (Alpert dan Kamins 1994).

Status pionir sebuah merek dapat dikomunikasikan melalui iklan, pemberitahuan melalui tenaga penjual, dan sumber informasi lainnya. Namun hal ini harus didukung oleh pengetahuan konsumen tentang status merek pionir tersebut, karena kenyataannya tidak semua merek pionir berhasil memimpin pasar, bahkan tidak sedikit merek pionir kalah saing dengan merek pengikutnya. Tanggapan konsumen terhadap merek pionirpun muncul, baik tanggapan positif maupun negatif. Tanggapan positif konsumen yang terjadi terhadap merek pionir ini contohnya adalah merek pionir dapat dipercaya sebagai produk inovator yang paling berpengalaman diantara merek lainnya, mempunyai kualitas produk yang baik dan menjadi dasar penentuan keputusan pembelian konsumen. Hal ini didukung oleh Schmalensee (1982), Carpenter dan Nakamoto (1989), dan Carson

(26)

8

yang relatif mahal. Bahkan beberapa konsumen pun seringkali beranggapan bahwa merek pengikut lebih murah dan merupakan merek yang disempurnakan dari merek pionirnya. Oleh karena itu, perusahaan yang memiliki merek pionir harus selalu melakukan inovasi secara aktif yang produknya tidak dapat ditiru oleh merek produk lain.

Menurut Tjiptono (2005) dan Sumarwan (2002), indikator untuk mengukur status merek pionir antara lain:

1. Pengetahuan akan status pionir

Konsumen mengetahui mana yang termasuk merek pionir dan merek pengikut.

2. Keberhasilan menembus pasar

Kemampuan sebuah merek bertahan dalam situasi sebuah pasar yang ditentukan dengan bagaimana sebuah merek mampu beradaptasi akan perubahan-perubahan dalam bentuk apapun yang terjadi di pasaran

3. Kekuatan status pionir di benak konsumen

Status pionir memiliki sikap yang positif di benak konsumen. Minat Beli Konsumen

Menurut Lindawati (2005) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa kemauan untuk melakukan pembelian pertama kali adalah dengan niat mencoba produk baru tersebut. Oleh karena itu merek yang berstatus pionir memiliki kesempatan dalam penggunaan produk dan urutan beriklan yang cenderung lebih diingat, disadari, dan dipilih sehingga dapat meningkatkan minat beli konsumen (Kardes et al 1993, Rettie 2002 dan Hillar 2002). Minat beli merupakan sikap ketertarikan konsumen untuk membeli atau mengkonsumsi suatu produk, namun produk tersebut belum dibeli secara nyata. Terdapat perbedaan antara pembelian aktual dan minat pembelian. Bila pembelian aktual adalah pembelian yang benar-benar dilakukan oleh konsumen, maka minat pembelian adalah niat untuk melakukan pembelian pada kesempatan mendatang. Sehingga minat beli adalah tahap kecenderungan responden untuk bertindak sebelum keputusan membeli benar-benar dilaksanakan. Hal ini dinyatakan oleh Kinnear dan Taylor (1995) yaitu minat beli merupakan bagian dari komponen perilaku konsumen dalam sikap mengkonsumsi, kecenderungan konsumen untuk bertindak sebelum membeli benar-benar dilaksanakan. Meskipun merupakan pembelian yang belum tentu akan dilakukan pada masa mendatang namun pengukuran terhadap minat pembelian umumnya dilakukan guna memaksimumkan prediksi terhadap pembelian aktual itu sendiri (Kinnear dan Taylor 1995).

Menurut Engel, Blackwell dan Minird (1995), minat konsumen untuk membeli barang akan terealisasi dengan perilaku membeli. Definisi tersebut dapat diartikan jika seorang konsumen yang mempunyai minat beli, maka akan menunjukkan rasa perhatian dan ketertarikannya terhadap produk tersebut, yang selanjutnya akan di lanjutkan dengan perilaku membeli.

Indikator dari minat beli menurut Ferdinand (2006), antara lain: 1. Intensitas pencarian informasi mengenai suatu produk

(27)

minat beli yang tinggi. Orang yang tidak intensif mencari informasi menandakan bahwa ia memiliki minat beli yang rendah.

2. Keinginan untuk segera membeli atau memiliki suatu produk

Keinginan segera untuk membeli suatu produk atau jasa. Jika seseorang menginginkan produk atau jasa tersebut dan merasa tertarik untuk memiliki produk atau jasa tersebut maka mereka berusaha untuk membeli produk atau jasa tersebut.

3. Minat preferensial

Minat preferensial dimaksudkan orang berpreferensi bahwa produk tertentu inilah yang diinginkan yang akhirnya seseorang bersedia mengabaikan pilihan lain.

Hasil Peneltian Sebelumnya

Pada penelitian ini tidak terlepas dari hasil penelitian sebelumnya yang dapat ditinjau dan dijadikan acuan sebagai bahan perbandingan. Hasil penelitian yang dijadikan perbandingan disesuaikan dengan topik penelitian. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Agusli dan Kunto (2013) mengenai pengaruh dimensi ekuitas merek terhadap minat beli konsumen Midtown Hotel Surabaya dihasilkan hubungan antara variabel bebas brand awareness, brand association, perceived quality dan brand loyality terhadap buying intention secara simultan berpengaruh signifikan. Sehingga brand awareness, brand association, perceived quality dan

brand loyality terhadap minat beli di Midtown Hotel Surabaya sudah tepat diterapkan. Variabel yang memiliki pengaruh paling dominan terhadap minat beli konsumen adalah brand loyality. Metode analisis pada penelitian ini menggunakan regresi linear beganda dan koefisien determinasi R2. Persamaan pada penelitian ini adalah sama-sama menganalisis pengaruh kesadaran merek terhadap minat beli, sedangkan perbedaannya adalah minat beli pada penelitian ini dipengaruhi oleh beberapa variabel selain kesadaran merek di antaranya brand association, perceived quality dan brand loyality. Selain itu perbedaan juga terlihat pada metode analisis yang digunakan.

Lee (2013) dalam penelitiannya menyajikan kota Kaohsing sebagai suatu merek. Kota Kaohsing berhasil menjadi tuan rumah pada acara olahraga yang diberi nama Sport Mega Event. Variabel yang digunakan adalah city brand awareness, city brand image dan Sport Mega-Events. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa Sports Mega Events memiliki efek positif pada kesadaran merek kota yang dibuktikan dengan adanya pengakuan secara internasional bahwa kota Kaohsing mampu menyelenggarakan acara olahraga. Tersedianya arena olahraga yang terawat sebagai tuan rumah acara olahraga pun memberikan pengaruh yang signifikan. Selain itu efek positif acara olahraga ini juga terbentuk pada citra merek kota. Lingkungan, budaya dan kesan wisatawan selama berada di kota Kaohsing memberikan perspektif konsumen yang positif, ditambah penampilan perkotaan yang baru. Persamaan pada penelitian ini adalah sama-sama menganalisis pengaruh kesadaran merek terhadap citra merek dengan menggunakan Structural Equation Modeling (SEM). Namun perbedaannya adalah kota Kaohsiung dianalogikan sebagai suatu merek yang dianalisis.

(28)

10

didapatkan hasil bahwa ada pengaruh positif antara citra merek, kualitas layanan dengan minat beli konsumen. Pada penelitian ini pun menyimpulkan bahwa merek menjadi prioritas utama dalam menetukan pilihan diantara handphone yang beredar di pasar. Sehingga dalam meningkatkan keputusan pembelian perlu meningkatkan minat membeli terlebih dahulu melaui citra merek yang tinggi dan kualitas layanan yang prima. Persamaan pada penelitian ini adalah sama-sama menganalisis pengaruh citra merek terhadap minat beli dan dianalisis menggunakan bantuan SEM. Sedangkan perbedaannya adalah pada penelitian ini minat beli tidak hanya dipengaruhi oleh citra merek namun dipengaruhi oleh kualitas layanan. Pada penelitian ini pun minat beli dilihat pengaruhnya terhadap keputusan pembelian yang hasilnya membuktikan ada pengaruh yang positif antara minat beli dengan keputusan pembelian.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Indriani dan Hendiarti (2009) didapatkan hasil bahwa peningkatan minat beli dapat diperoleh melalui peningkatan efektifitas iklan, dimana efektifitas iklan maskapai Garuda Indonesia dapat berpengaruh langsung terhadap peningkatan kreatifitas iklan. Kreatifitas iklan akan memberikan proses pesan yang jelas kepada penonton, hal ini pun memberikan peningkatan pada efektifitas iklan. Timbulnya efektifitas iklan akan mendatangkan keinginan dalam pembelian atau penggunaan, sehingga efektifitas iklan meningkatkan minat beli. Penelitian ini menggunakan variabel kreatifitas iklan, efektifitas iklan, minat beli, daya tarik iklan dan citra merek. Persamaan pada penelitian ini adalah sama-sama menganalisis pengaruh citra merek terhadap minat beli dan sam-sama dianalisis menggunakan SEM. Sedangkan perbedaannya adalah variabel lain yang mempengaruhi minat beli selain citra merek adalah kreatifitas iklan, daya tarik iklan dan efektifitas iklan.

3

METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran Penelitian

Salah satu cara yang dilakukan perusahaan untuk menjadi pemimpin pasar adalah dengan mengelola merek. Merek merupakan salah satu strategi perusahaan untuk memasarkan produknya, sekaligus menjadi identitas produk dan pembeda diantara produk lain. Perusahaan harus sangat memahami merek yang dibuat karena sebuah merek harus mencerminkan produk yang dihasilkan dan menarik di mata konsumen. Jika konsumen sudah tertarik terhadap suatu merek, maka perusahaan akan memperoleh keuntungan dan pelanggan yang loyal.

(29)

dengan status merek pionir. Status merek pionir ini akan menunjukkan sikap ketertarikan dan minat konsumen untuk membeli atau mengkonsumsi suatu produk yang diinginkan.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat digambarkan kerangka pemikiran dari kesadaran dan citra merek terhadap status merek pionir dan minat beli konsumen teh celup melalui analisis model Structural Equation Modeling (SEM). Kerangka pemikiran penelitian ini disajikan dalam Gambar 1.

Keterangan :

Menunjukkan hubungan Ruang lingkup penelitian

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cross Sectional Study, yaitu data yang dikumpulkan pada satu waktu dan tidak berkelanjutan. Penelitian dilakukan di Giant Botani Square dan Giant Yasmin, Bogor. Pertimbangannya adalah kedua tempat tersebut merupakan toko besar yang strategis dikunjungi oleh

Minat Beli Analisis

Deskriptif dan

Structural Equation Modeling

(SEM)

Hasil dan Implikasi Kesadaran

merek

Status Merek Pionir

Citra Merek Produk

Teh Celup

Merek Teh Celup

(30)

12

masyarakat Bogor. Hal ini sesuai dengan Porwati (2009), Nurendah (2012) dan Mulyana (2012) pada penelitiannya menyatakan bahwa masyarakat Bogor memilih Giant Yasmin dan Giant Botany Square untuk berbelanja salah satunya adalah kenyamanan dengan lokasinya yang strategis, yang mana pelanggan dengan mudah mengunjungi kedua toko tersebut. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive, dimana tempat tersebut bersedia untuk dijadikan penelitian. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2016 yang meliputi pengumpulan, pengolahan, serta analisis data. Merek yang diteliti adalah merek teh celup terkenal di Indonesia, yaitu Sariwangi.

Jenis dan Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan dua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilaksanakan dengan pengamatan lapangan dan penyebaran kuisioner yang diisi responden di lokasi. Kuisioner yang digunakan adalah kuisioner tertutup mencangkup penempatan merek dan indikator dari variabel yang ada. Data sekunder yang dikumpulkan adalah gambaran umum produk teh celup yang didapatkan melalui kajian literatur, antara lain buku, media massa, internet, jurnal,dan tesis penelitian terdahulu yang relevan yang disajikan pada Lampiran 1.

Penarikan responden berdasarkan teknik nonprobability sampling, dimana pengumpulan informasi dan pengetahuan dari responden menggunakan metode

convenience sampling, yaitu pengambilan responden didasarkan pada kenyataan bahwa mereka kebetulan muncul atau melintas pada waktu pengamatan. Jumlah responden yang digunakan adalah 100 responden, karena jumlah tersebut sesuai dengan alat analisis yang dipakai dalam penelitian yakni menggunakan Partial Least Square yang memiliki tujuan orientasi prediksi. Jumlah responden ini juga diperkuat oleh Ghozali (2008) yang menyatakan bahwa kekuatan analisis pada PLS didasarkan pada porsi dari model yang memiliki jumlah prediktor terbesar. Minimal yang direkomendasikan berkisar dari 30 sampai 100 kasus.

Pengolahan dan Analisis Data

Pada penelitian ini data yang telah terkumpul akan diolah menggunakan beberapa metode analisis dengan menggunakan Structural Equation Modeling

(SEM). Tujuan model hubungan struktural adalah menghubungkan variabel terukur atau teramati (variable independent dan dependent) dengan variabel laten atau tidak terukur (endegenous dan exogenous), untuk mendapatkan hubungan yang optimum dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi variabel laten

endogenous. Model ini juga dapat dikatakan berguna untuk menyajikan variabel-variabel yang mempunyai hubungan sebab dan akibat beserta indikator-indikatornya. Pada penelitian ini pengolahan data akan diolah menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel 2007 dan SMART Partial Least Square (PLS). Variabel dan Indikator

(31)

Kesadaran merek (X1) dan citra merek (X2) merupakan variabel independen

(bebas), status merek pionir (Y1) merupakan variabel antara (intervening),

sedangkan minat beli (Y2) merupakan variabel dependen (terikat).

Indikator pada masing-masing peubah laten terdiri atas dua indikator kesadaran merek, enam indikator citra merek, tiga indikator status merek pionir, dan tiga indikator minat beli. Model analisis keterkaitan variabel pada penelitian ini diilustrasikan pada Gambar 2 dengan ditunjukkan definisi operasional peubahnya yang disajikan pada Tabel 5 .

Gambar 2 Model awal keterkaitan variabel sebelum divalidasi Keterangan:

KM = Kesadaran merek CM = Citra merek

SP = Status merek pionir MB = Minat beli

KM1 = Recall

KM2 = Recognation

CM1 = FriendlyvsUnfriendly

CM2 = Modernvs Outdated

CM3 = Usefulvs Notuseful

CM4 = Popularvs Unpopular

CM5 = Gentlevs Harsh

CM6 = Artificial vs Natural

SP1 = Pengetahuan tentang status merek pionir

SP2 = Keberhasilan menembus pasar

SP3 = Kekuatan status merek pionir di benak konsumen

MB1 = Intensitas pencarian informasi

(32)

14

Tabel 5 Definisi operasional variabel laten

Variabel Definisi Indikator Sumber

Kesadaran persepsi tentang merek yang digambarkan oleh asosasi merek yang ada dalam sebuah kategori produk baru, masuk ke

Minat beli merupakan bagian dari komponen perilaku konsumen

Berdasarkan kajian berbagai teori dan permasalahan yang didapatkan, dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut:

H1 : Kesadaran merek berpengaruh positif terhadap citra merek

H2 : Citra merek berpengaruh positif terhadap status merek pioner

H3 : Kesadaran merek berpengaruh positif terhadap minat beli konsumen.

H4 : Citra merek berpengaruh positif terhadap minat beli konsumen.

(33)

Analisis Deskriptif

Menurut Wibisino (2003), analisis deskriptif mengacu pada transformasi dari data-data mentah ke dalam suatu bentuk yang mudah dimengerti dan diterjemahkan, yaitu dalam bentuk perhitungan rata-rata, distribusi frekuensi ataupun distribusi persentase. Bentuk analisis ini menggambarkan pola-pola secara konsisten dalam data sehingga hasilnya dapat dipelajari dan diterjemahkan dengan cara yang singkat dan penuh arti. Hal ini diperkuat oleh Ridwan dan Sunarto (2011), yang mengatakan bahwa analisis deskriptif adalah analisis yang menggambarkan suatu data yang akan dibuat baik sendiri maupun secara berkelompok. Tujuan analisis deskriptif adalah untuk membuat gambaran secara sistematis data yang faktual dan akurat mengenai fakta-fakta serta hubungan antar fenomena yang diselidiki atau diteliti.

Analisis deskriptif ini menggambarkan beberapa fakta dari hasil kumpulan jawaban responden atas kuisioner yang dibagikan. Hasil yang termasuk dalam statistik deskriptif antara lain adalah penyiapan data dalam bentuk tabel, grafik, perhitungan median, mean, standar deviasi, perhitungan persentase dan lain-lain (Sugiyono 2007). Data deskriptif pada penelitian ini menyajikan beberapa informasi, seperti karakteristik responden, kesadaran merek teh celup dibenak konsumen, media pemasaran, persepsi konsumen terkait teh celup, persepsi konsumen teh celup Sariwangi, dan status merek pionir pada kategori produk teh celup.

Uji Validitas dan Realibilitas Instrumen

Instrumen penelitian diuji menggunakan uji validitas dan reliabilitas yang dibantu dengan software Microsoft Excel 2010 dan Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 19 guna mengetahui kevalidan dan kehandalan instrumen. Uji validitas dan reliabilitas dilakukan terhadap 30 responden dimana nilai korelasi yang dihitung dinyatakan sahih apabila nilai r lebih dari 0,361 dan semakin sahih jika semakin mendekati 1,00 (Umar 2010). Uji validitas dapat diukur dengan perhitungan Korelasi Product Moment sebagai berikut :

�= �� − � �

(�� 2− � )2 ( 2( )2)

keterangan :

r = koefisien korelasi Pearson

X = skor pertanyaan

Y = skor total

n = jumlah responden

(34)

16

Tabel 6 Tingkat reliabilitas pada cronbach’s alpha

Cronbach’s alpha Tingkat reliabilitas

0,00-0,20 Kurang reliabel

>0,20-0,40 Agak reliabel

>0,40-0,60 Cukup reliabel

>0,60-0,80 Reliabel

>0,80-1,00 Sangat reliabel

Berdasarkan hasil pengujian uji validitas dan reliabilitas terhadap 30 responden diketahui bahwa dari 14 pernyataan terdapat 1 pernyataan yang yang tidak valid karena memiliki r hitung < 0,361 sehingga pernyataan tersebut dihapuskan. Sedangkan pada uji reliabilitas ditunjukkan hasil r hitung 0,900 yang tergolong pada kategori sangat reliabel, yang artinya pernyataan tersebut memiliki kehandalan yang tinggi sehingga mampu digunakan dalam pengukuran berulang lainnya.

StructuralEquationModelling (SEM)

Menurut Fonell (1987), SEM disebut sebagai generasi kedua dari analisis multivariat. Hal ini juga disebutkan oleh Haryono dan Wardoyo (2012) yang mana metode SEM merupakan pengembangan dari analisis jalur dan regresi berganda yang sama-sama model analisis multivariat. Analisis ini memiliki fleksibilitas yang tinggi untuk menhubungkan antara teori dan data. Teknik analisis berorientasi pada prediksi yang mampu untuk medeskripsikan konsep model dengan variabel laten yang diukur melalui indikator-indikatornya. SEM pada aplikasinya dapat memberikan kemampuan untuk melakukan analisis path

dengan variabel laten. Hal ini sesuai dengan Chin (1998) yang menyatakan bahwa SEM secara esensial menawarkan kemampuan untuk melakukan analisis jalur (path analysis) dengan variabel laten. Pernyataan tersebut juga didukung oleh Bollen (1989) pada buku Riset Pemasaran dan Konsumen yang menyatakan bahwa SEM merupakan gabungan dari model regresi dan path analysis untuk melihat pengaruh kausal, pengaruh langsung dan tidak langsung.

Pada umumnya terdapat dua jenis SEM yaitu SEM berbasis covariance atau yang lebih dikenal dengan covariance-based structural equation modeling (CB-SEM) dan Partial Least Square Path Modeling (PLS-SEM) atau variance-based structuralequation modeling. CBSEM pertama kali dikembangkan oleh Joreskog (1973), Keesling (1972), dan Wiley (1973), sedangkan PLS-SEM dikembangkan oleh Wold (1974).

Berdasarkan Ghozali (2008) CBSEM lebih berorientasi pada parameter, dengan pendekatan berdasarkan covariance yang hubungan antara variabel laten dan indikatornya hanya bersifat reflektif. Kompleksitas model pada CBSEM pun termasuk dalam kategori kompleksitas lecil sampai menengah dengan besar sample yang direkomendasikan berkisar dari 200 sampai 800 kasus. Sedangakan PLS lebih berorientasi kepada prediksi dengan pendekatan berdasarkan variance

(35)

Partial Least Square merupakan metode analisis yang disebut juga sebagai

soft modeling karena meniadakan asumsi-asumsi Ordinary Least Square (OLS) regresi, seperti data harus terdistribusi normal secara multivariate dan tidak adanya problem multikolonieritas antar variabel eksogen (Wold 1985). Selain digunakan untuk menjelaskan ada tidaknya hubungan antar variabel laten (prediction), PLS dapat juga digunakan untuk mengkonfirmasi teori (Chin dan Newsted 1999).

Analisis PLS-SEM biasanya terdiri dari dua sub model yaitu model pengukuran (measurement model) atau sering disebut outer model dan model struktural (structural model) atau sering disebut inner model. Outer model menunjukkan bagaimana variabel manifest merepresentasikan variabel laten untuk diukur. Sedangkan inner model menunjukkan kekuatan estimasi antar variabel laten. SEM pada penelitian ini menggunakan software SMART PLS yang digunakan untuk menganalisis pengaruh kesadaran dan citra merek terhadap status merek pionir dan minat beli konsumen pada kategori produk teh celup di kota Bogor.

Chin (2010b) merekomendasikan bahwa hasil analisis PLS sebaiknya menggunakan pendekatan dua langkah (Anderson dan Gerbing 1988). Pertama difokuskan untuk hasil dari model pengukuran (outer model) dan yang kedua difokuskan untuk hasil dari model struktural (inner model).

Analisis SEM pada penelitian ini memperhitungkan analisis model outer

dan model inner pada merek teh celup Sariwangi. Pada hasil outer model dilakukan pengujian validitas dan realibilitas yang mepresentasikan setiap konstruk. Model ini melihat hubungan antar variabel laten dengan indikator-indikatornya. Semua indikator pada penelitian ini bersifat reflektif. Hasil outer

model dengan indikator refleksif dapat dilihat dari convergent validity, discriminant validity, composite reliability, dan Average Variance Extracted (AVE). Berikut disajikan pada Tabel 7 yang merupakan penjelasan kriteria yang digunakan sebagai acuan pada penelitian ini.

Tabel 7 Evaluasi dan nilai standar model outer

Kriteria Penjelasan Standar

Loading factor Kekonsistenan dan kestabilan indikator dalam merefleksikan peubah laten. Nilai convergent validity pada bagian ini adalah nilai loading faktor pada variabel laten dengan indikator-indikatornya.

Ukuran refleksif individual dikatakan tinggi jika berkorelasi >0,7. Namun skala pengukuran nilai loading 0,5 sampai 0,6 dianggap cukup (Chin, 1998)

Cronbach’s

alpha

(36)

18

Kriteria Penjelasan Standar

Composite reliability

Uji reliabilitas dilakukan dengan melihat nilai composite reliability dari blok indikator yang mengukur konstruk. Rumus untuk menghitung composite reliability sebagai berikut: menunjukkan bahwa semua konstruk memiliki reliabilitas yang baik, sehingga konstruk dinyatakan reliabel jika nilai composite reliability di atas 0,7 convergent validity. Rumus untuk menghitung AVE sebagai berikut:

rekomendasikan harus lebih besar dari 0,50 yang berarti bahwa 50 persen atau lebih variance dari indikator dapat dijelaskan.

Sumber: Chin (1998), Chin (2010b), Hair et al. (2011), Hair et al (2012).

Sedangkan analisis model inner meliputi uji R2 (R Square), estimasi koefisian path (Estimate for Path Coefficients), Goodness of fit (GoF), Effect size f2 dan Prediction relevance (Q2). Kriteria penilaian analisis model inner dengan nilai standar disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Evaluasi dan nilai standar model inner

Kriteria Penjelasan Standar

R2 dari konstruk endogen

R2 mengartikan keragaman konstruk endogen yang mampu dijelaskan oleh konstruk eksogen secara konstruk

Pengelompokan nilai R2 menurut Chin (1998)

Evaluasi nilai koefisien jalur atau pengaruh konstruk laten yang digunakan dengan prosedur bootsrapping. Prosedur bootstrap

Pengaruh signifikan jika T-statistika > T-Tabel. Nilai T-tabel pada alpha 5% adalah 1,96

(37)

Kriteria Penjelasan Standar menggunakan seluruh sampel asli

untuk melakukan resampling kembali.

Goodness of fit (GoF) Indeks GoF digunakan untuk mengukur validasi antara model pengukuran dan struktural.

Nilai GoF terdiri dari 3 kategori yaitu: kecil (0,1), moderat (0,25), dan besar (0,36).

Effect size f2 Perhitungan effect size f2digunakan untuk melihat apakah pengaruh peubah laten eksogen terhadap peubah laten endogen

memiliki pengaruh yang

substansial jika terjadi perubahan nilai R2. Rumus untuk

bahwa prediktor peubah

laten mempunyai

Penilaian predictive relevance Q2 yang berfungsi memvalidasi kemampuan prediksi pada model.

Rumus untuk menghitung

predictive relevance (Q2) sebagai SSO = jumlah kuadrat observasi.

(38)

20

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Konsumen, Kesadaran Merek dan Sumber Informasi Teh Celup

Karakteristik Konsumen

Berdasarkan hasil wawancara, konsumen terbanyak adalah perempuan yaitu sebesar 66 persen sedangkan laki-laki adalah 34 persen. Hal ini menunjukkan mayoritas konsumen teh celup antara jenis kelamin laki-laki dibandingkan dengan perempuan adalah lebih banyak konsumen yang berjenis kelamin perempuan. Hasil ini sesuai dengan Barletta (2004) yang menyatakan bahwa perempuan memiliki kekuatan pembelian yang melampaui kaum laki-laki. Mayoritas kaum perempuan melakukan pembelian suatu produk atau jasa tidak hanya untuk kepentingan pribadi namun untuk suami dan anak-anaknya. Penyataan tersebut diperkuat oleh Sumarwan (2011) bahwa perempuan memiliki peranan yang besar sebagai pengambil keputusan dalam membeli suatu produk dan jasa untuk dirinya dan anggota keluarganya.

Berdasarkan kategori usia didapatkan hasil bahwa mayoritas konsumen pada penelitian ini berusia pada kisaran 25 sampai 35 tahun sebesar 56 persen. Selanjutnya karakteristik berdasarkan usia berada pada kisaran 16 sampai 18 tahun sebanyak 2 persen, 19 sampai 24 tahun sebanyak 16 persen, 36 sampai 50 tahun sebanyak 15 persen dan 51 sampai 65 tahun sebanyak 11 persen. Hasil wawancara menunjukkan bahwa sebagian besar usia konsumen yang berkisar antara 25 sampai 35 tahun merupakan usia produktif untuk mengembangkan pemasaran teh celup. Berdasarkan Sumarwan (2011), siklus hidup rentang usia 25 sampai 35 tahun disebut dengan kelompok usia dewasa lanjut. Kelompok usia tersebut merupakan komposisi dan distribusi usia yang dapat digunakan sebagai target pasar yang potensial pada produk teh celup.

Berdasarkan karakteristik pekerjaan didapatkan hasil yaitu mayoritas konsumen bekerja sebagai pegawai swasta 45 persen dan sisanya merupakan ibu rumah tangga sebanyak 17 persen, wiraswasta 14 persen, mahasiswa 10 persen, guru 6 persen, pensiunan 4 persen, Pegawai Negeri Sipil (PNS) 3 persen dan lainnya 1 persen. Mata pencaharian atau pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang akan sangat mempengaruhi pola konsumsinya. Misalnya seorang mahasiswa akan berbeda polanya dengan seorang pegawai swasta.

(39)

Pada penelitian ini, responden juga diklasifikasikan berdasarkan jumlah anggota keluarga, karena jumlah anggota keluarga akan menentukan jumlah dan pola konsumsi suatu produk atau jasa. Hasil wawancara juga menunjukkan bahwa sebagian besar konsumen memiliki jumlah anggota keluarga 3 sampai 4 orang sebesar 58 persen, selebihnya 30 persen memiliki jumlah anggota keluarga lebih dari 5 dan 12 persen respoden memiliki 1 sampai 2 orang jumlah anggota keluarga. Dari hasil penelitian juga didapatkan bahwa sebagian besar konsumen membeli produk teh celup sebanyak 1 sampai 2 kali per bulan, yang berarti bahwa semakin banyak anggota dalam sebuah keluarga maka semakin banyak pula jumlah kebutuhan keluarga yang harus dipenuhi. Sebaliknya, semakin sedikit anggota keluarga berarti semakin sedikit pula kebutuhan keluarga yang dipenuhi. Jumlah anggota keluarga juga akan mempengaruhi pola konsumsi. Pola konsumsi keluarga yang terjadi akan mendeskripsikan seberapa banyak pendapatan yang diperoleh yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, sehingga dapat dikatakan pola konsumsi sangat berpengaruh pada pendapatan konsumen.

Pendapatan adalah sumber material yang dimiliki konsumen untuk membiayai kegiatan konsumsinya. Pendapatan yang berbeda akan membawa perbedaan pula dalam pola konsumsinya. Berdasarkan pendapatan per bulan, konsumen terbagi kedalam 4 kategori. Hasil wawancara menunjukkan bahwa sebagian besar dengan persentase 51 persen berpenghasilan kurang dari Rp 3 000 000,00, 32 persen berpenghasilan Rp 3 000 000,00 sampai Rp 6 000 000,00, 14 persen berpenghasilan Rp 6 000 000,00 sampai Rp 9 000 000, 00 dan 3 persen berpenghasilan lebih dari Rp 9 000 000, 00. Hasil karakteristik responden disajikan pada Lampiran 2.

Kesadaran Merek

Kesadaran merek (brand awareness) adalah kesanggupan calon konsumen untuk mengenali dan mengingat bahwa sebuah merek merupakan anggota dari kategori produk tertentu. Konsumen membutuhkan kesadaran dan keyakinan bahwa produk yang diketahuinya merupakan satu-satunya merek dalam suatu kelompok produk. Pada bagian ini akan membahas tentang kesadaran merek dalam kategori teh celup. Kesadaran merek pada penelitian ini menggunakan beberapa tingkatan yaitu top of mind, brand recall dan brand recognition.

Top of mind brand adalah tingkat kesadaran paling tinggi. Top of mind brand merupakan merek yang pertama kali diingat dan disadari konsumen atau yang pertama kali ditanya tentang suatu kategori produk. Topof mindbrand juga merupakan pemimpin dari berbagai merek dalam produk yang sama dalam benak konsumen. Berdasarkan hasil wawancara didapatkan hasil bahwa konsumen menyebutkan merek Sariwangi sebagai merek teh celup yang paling diingat. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 9 dalam bentuk persentase.

Tabel 9 Top of mind brand pada kategori produk teh celup

Merek Teh Celup persentase (%)

Sariwangi 76

Sosro 12

Lainnya 12

Total 100

(40)

22

Berdasarkan Tabel 9 merek Sariwangi menempati posisi tertinggi sebagai

top of mind brand dengan persentase sebesar 76 persen, yang berarti kesadaran merek Sariwangi sangat diingat dalam benak konsumen teh celup di kota Bogor. Pada posisi kedua, top of mind brand ditempati merek Sosro dengan persentase sebesar 12 persen. Dengan menempati posisi kedua sebagai top of mind brand, dapat dikatakan bahwa merek Sosro mampu bersaing dalam pasar produk teh celup.

Analisis kesadaran merek berikutnya adalah analisis brand recall yang merupakan pengingatan kembali merek-merek yang diingat konsumen setelah menyebutkan merek yang pertama kali disebut sebelumnya. Pada penelitian ini konsumen diminta untuk mengingat kembali lima jenis merek teh celup lain selain merek yang pertama kali diingat. Namun pada penelitian ini sebagian besar hanya mampu mengingat tiga jenis merek teh celup lain, sehingga terdapat 308 merek yang didapat dari 100 responden. Tabel 10 menyajikan gambaran brand recall

merek teh celup di kota Bogor.

Tabel 10 Brand recall merek teh celup

Merek Teh Celup Jumlah responden Persentase (%)

Sosro 69 22,4

Tong Tji 53 17,2

Teh Bendera 51 16,6

Sariwangi 33 10,7

Poci 28 9,1

Kepala Jenggot 15 4,9

Cap Botol 14 4,5

Walini 8 2,6

Slimming Tea 7 2,3

Lipton 7 2,3

2 Tang 4 1,3

Lainnya 22 7,1

Total 308 100

Sumber: Data primer yang diolah (2016)

Dari hasil penelitian, sebanyak 22,4 persen menyatakan Sosro sebagai merek teh celup yang mereka ingat setelah menyebutkan merek pertama. Lalu diikuti oleh merek Tong Tji sebanyak 17,2 persen dan Teh Bendera sebanyak 51 16,6 persen. Sariwangi pun menjadi salah satu brand recall sebanyak 10,7 persen.

Selanjutnya analisis kesadaran merek yang terakhir adalah brand recognition yang merupakan tingkat kesadaran merek tahap ketiga yang merupakan proses pengingatan kembali dengan cara bantuan. Bagian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tanggapan konsumen apakah mereka perlu diberikan bantuan dalam mengingat merek tertentu. Pada bagian ini jenis pertanyaan yang diberikan merupakan pertanyaan tertutup Penilaian brand recognition pada penelitian ini ditandai dengan jawaban konsumen yaitu “Ya, saya mengenalnya setelah mengisi pertanyaan ini”. Jawaban tersebut menggambarkan bahwa konsumen hanya mengenal merek tersebut.

(41)

konsumen telah menggunakan merek Sariwangi sebagai jawaban pada bagian pertanyaan mengenai top of mind brand dan tingkat brand recall.

Sumber Informasi Teh Celup

Bagian ini memperlihatkan sumber informasi apa saja yang digunakan untuk mengetahui keberadaan merek teh celup. Dalam hal ini produk yang dipilih untuk penelitian adalah produk teh celup Sariwangi. Konsumen diminta untuk memilih lebih dari satu dari beberapa pilihan sumber informasi antara lain iklan televisi, majalah, iklan radio, surat kabar, leaflet, brosur, display toko, teman dan keluarga. Selain itu responden juga diberikan pilihan lainnya jika diantara pilihan yang disediakan tidak memenuhi pilihannya. Tabel 11 menyajikan media pemasaran merek Sariwangi di kota Bogor.

Tabel 11 Sumber Informasi merek Sariwangi

Media Jumlah responden Persentase (%)

Iklan televisi 79 45,1

Keluarga 32 18,3

Display toko 20 11,4

Lainnya 44 25,1

Total 175 100

Sumber: Data primer yang diolah, 2016

Tabel 11 menunjukkan bahwa terdapat lima jenis sumber informasi terbanyak digunakan responden dalam mengetahui dan mengenali keberadaan merek teh celup Sariwangi, diantaranya adalah iklan televisi (45,1 persen), keluarga (18,3 persen), display toko (11,4 persen), selanjutnya diikuti jenis media lainnya (25,1 persen).

Persepsi Konsumen terkait Teh Celup

Dewasa ini persaingan produk yang semakin kompetitif menjadikan fenomena yang terjadi tidak lagi konsumen yang mencari produk namun yang terjadi adalah produk yang mencari konsumen. Hal ini menjadikan para perusahaan harus berusaha keras memasarkan produk itu hingga berhasil sampai ditangan para konsumen sesuai dengan kebutuhan mereka.

(42)

24

seduhan teh, menjaga stamina, volume/isi yang banyak, dan kemasan produk yang menarik. Persepsi atribut teh celup disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12 Persepsi atribut produk teh celup

Persepsi Persentase (%)

Harga terjangkau 8,24

Penggunaannya praktis 8,59

Mudah mendapatkannya 8,50

Rasanya khas 7,88

Cocok digunakan sebagai jamuan 7,70

Aromanya khas 7,61

Aman bagi kesehatan 7,25

Cocok sebagai pendamping kudapan/camilan 6,98

Menyegarkan tubuh 6,89

Info produk lengkap 6,00

Sangat terasa manfaatnya 5,64

Warna seduhan pekat 5,10

Menjaga stamina 4,83

Volume/isinya banyak 4,57

Kemasan menarik 4,21

Sumber: Data primer yang diolah (2016)

Harga yang terjangkau menjadi pertimbangan utama pada saat menentukan dan memilih produk teh celup, persepsi kepraktisan penggunaan produk juga menjadi pertimbangan kedua terbesar. Namun persepsi kemasan yang menarik merupakan pertimbangan yang tidak terlalu diperhatikan oleh konsumen.

(43)

Tabel 13 Persepsi kosumen teh celup Sariwangi di kota Bogor

Persepsi Persentase (%)

Harga terjangkau 12,54

Aromanya khas 10,23

Rasanya khas 10,09

Penggunaannya praktis 8,93

Mudah mendapatkannya 8,79

Cocok digunakan sebagai jamuan 7,93

Cocok sebagai pendamping kudapan/camilan 6,92

Aman bagi kesehatan 5,33

Volume/isinya banyak 5,04

Menyegarkan tubuh 5,04

Info produk lengkap 4,47

Sangat terasa manfaatnya 4,32

Warna seduhan pekat 4,32

Kemasan menarik 3,60

Menjaga stamina 2,45

Sumber: Data primer yang diolah (2016)

Persepsi Konsumen terhadap Merek Pionir Teh Celup

Bagian ini memperlihatkan persepsi konsumen terkait merek mana yang merupakan merek teh celup yang pertama kali muncul di pasaran. Merek yang pertama kali muncul disebut dengan merek pionir. Schnaars (1994) merumuskan pionir sebagai perusahaan yang memperkenalkan suatu produk ke pasar dan pertama kali menjualnya dengan sukses.

Konsumen diberikan pilihan setuju dan tidak setuju bahwa merek teh celup Sariwangi merupakan merek pionir dalam kategori produk teh celup. Dari 100 responden menyatakan bahwa 81 persen setuju bahwa Sariwangi sebagai merek pionir dan 19 persen lainnya tidak setuju bahwa Sariwangi sebagai merek pionir. Hal ini membuktikan bahwa pemahaman dan persepsi konsumen terhadap merek pionir pada kategori teh celup telah sesuai dengan faktanya, dimana Sariwangi merupakan merek yang pertama kali muncul di Indonesia pada tahun 1973 dalam bentuk teh celup (Unilever 2016).

Analisis Pengaruh Kesadaran dan Citra Merek terhadap Status Merek Pionir dan Minat Beli Konsumen Teh Celup

(44)

26

oleh tiga indikator. Namun setelah dilakukan uji validitas dan realibilitas instrumen pada model dengan bantuan SPSS didapatkan satu indikator yang tidak valid pada kedua model tersebut yaitu pada indikator citra merek (CM1).

Analisis Model Outer Sariwangi

Analisis SEM pada bagian ini diawali dengan memperhatikan nilai loading factor pada model yang sudah didapat. Model awal Sariwangi yang dianalisis disajikan pada Lampiran 3. Evaluasi model awal Sariwangi ini telah melewati proses eliminasi dengan dikeluarkannya indikator yang mempunyai nilai loading factor di bawah 0,7 kemudian dilakukan proses ulang tanpa indikator yang sudah dikeluarkan untuk memperoleh model akhir yang terbaik. Model akhir pada merek Sariwangi disajikan pada Gambar 4. Kesadaran merek direfleksikan oleh dua indikator, citra merek hanya direfleksikan oleh tiga indikator, status merek pionir direfleksikan oleh tiga indikator dan minat beli direfleksikan oleh tiga indikator.

Analisis model hubungan peubah laten kesadaran merek dan indikatornya menunjukkan bahwa nilai koefisien kesadaran merek (KM) dan indikatornya memiliki koefisien di atas 0,7 sehingga indikator tersebut dikatakan valid sebagai indikator yang ideal untuk mengukur konstruk dan juga tidak ada indikator yang harus dikeluarkan. Kedua indikator pada peubah laten kesadaran merek yaitu hanya teh celup merek Sariwangi yang selalu digunakan bila haus dan ingin minum teh celup (KM1) dan merek mudah dikenal oleh konsumen (KM2) memang benar merefleksikan peubah kesadaran merek teh celup Sariwangi dengan nilai loading factor masing-masing sebesar 0,931 untuk indikator KM1 dan 0,884 untuk indikator KM2. Hal ini sesuai dengan pendapat Keller (2003) bahwa kesadaran merek adalah sesuatu yang dihubungkan dengan kekuatan dari sebuah merek yang meninggalkan jejak dalam memori, dicerminkan oleh kemampuan khalayak untuk mengingat atau mengenali merek pada suatu kondisi.

Pada model hubungan citra merek (CM) dan indikatornya menunjukkan bahwa hanya tiga indikator yang cukup merefleksikan peubah citra merek yaitu CM2, CM3, dan CM5 dengan nilai loading factor berturut-turut sebesar 0,846, 0,875, dan 0,945. Hal ini sesuai dengan teori Low dan Lamb (2000) bahwa citra merek yang baik harus memperhatikan keunikan karakteristik produk.

Status merek pionir adalah peubah laten yang menggambarkan persepsi merek pionir atau merek yang pertama kali muncul dibenak konsumen. Ada tiga indikator pada peubah laten ini, antara lain persepsi konsumen tentang merek Sariwangi yang pertama kali muncul dalam kategori teh celup (SP1), preferensi pilihan merek teh celup Sariwangi dibandingkan dengan merek lain (SP2), dan nama, logo, slogan pada merek Sariwangi yang tidak dapat ditiru oleh merek lain (SP3). Ketiga indikator tersebut semuanya merefleksikan peubah laten status merek pionir dengan nilai loading factor 0,766 untuk indikator SP1, 0,944 untuk indikator SP2, dan 0,922 pada indikator SP3. Hal ini sesuai dengan pendapat Tjiptono (2005) yang menyatakan bahwa perusahaan memiliki status pionir jika suatu perusahaan adalah yang pertama kali muncul dalam kategori produk baru, masuk ke sebuah pasar baru, dan berhasil menjualnya dengan sukses.

Gambar

Tabel 2 Merek teh celup di Indonesia
Tabel 3 Harga komoditas teh pada tahun 2013-2015 (USc/Kg)
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
Gambar 2  Model awal keterkaitan variabel sebelum divalidasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Romao Shelley Levene, George Aaronow and Dave Moss. By profession all of them are salesmen who work for a real estate company belonging Mitch and.. Murray. There are

PT.0XYZ0memiliki 0strategi bisnis0 focus-low 0 cost seperti0yang telah0dijelaskan0pada0bagian analisis manajemen0strategik.0Strategi bisnis demikian0membidik0pasar yang

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka dengan melalui surat ini Kami mohon kiranya Kepada Bapak Bupati Bandung Barat berdasarkan pertimbangan tersebut maka Kami

Besides having adequate proficiency level of English, EFL thesis advisors were expected by most students, to have good English content knowledge as good EFL

yang relatif puas dengan pekerjaannya akan lebih berkomitmen pada. organisasi dan karyawan yang berkomitmen terhadap organisasi

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh signifikansi General Attitude, Attitude Toward Entrepreneurship dan Perception of University Environment

Pembiayaan pengadaan barang untuk pelaku usaha yang berjualan secara online ( online seller ), yaitu pembiayaan yang diberikan kepada pelaku usaha yang melakukan

PENGARUH KEPEMIMPINAN INSTRUKSIONAL (INSTRUCTIONAL LEADERSHIP) KEPALA SEKOLAH DAN KOMITMEN GURU TERHADAP MUTU KINERJA MENGAJAR GURU SMP NEGERI DI KOTA SUKABUMI..