• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi tentang pangan sehat, pemilihan pangan dan kebiasaan makan sehat pada mahasiswa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Persepsi tentang pangan sehat, pemilihan pangan dan kebiasaan makan sehat pada mahasiswa"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

PADA MAHASISWA

REKYAN HANUNG PUSPADEWI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Persepsi tentang Pangan Sehat, Pemilihan Pangan dan Kebiasaan Makan Sehat pada Mahasiswa adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014 Rekyan Hanung Puspadewi

NIM I14100005

(4)
(5)

Pangan dan Kebiasaan Makan Sehat pada Mahasiswa. Dibawah bimbingan DODIK BRIAWAN.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji persepsi tentang pangan sehat, pemilihan pangan dan kebiasaan makan sehat pada mahasiswa Program Studi Sarjana Ilmu Gizi IPB tahun ajaran 2013/2014. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study, dengan subjek penelitian berjumlah 120 orang terdiri dari 103 perempuan dan 17 laki-laki. Subjek memiliki persepsi pangan sehat yang netral (77.5%) dan positif (22.5%). Aspek alasan dalam pemilihan pangan yang utama adalah kandungan alami dalam pangan, kesehatan dan harga. Aspek keragaman dalam pemilihan pangan berada pada kategori sedang (43.8%). Kebiasaan makan sehat subjek baik (57.5%) dengan kualitas konsumsi pangan yang buruk (54.2%). Tidak terdapat perbedaan persepsi tentang pangan sehat, aspek keragaman dalam pemilihan pangan dan kebiasaan makan sehat antara kelompok status gizi kurang, normal dan lebih. Persepsi tentang pangan sehat berhubungan dengan pemilihan pangan pada aspek alasan kesehatan, suasana hati, kandungan alami dalam pangan, harga, familiaritas, dan masalah etika. Aspek keragaman dalam pemilihan pangan berhubungan dengan kebiasaan makan sehat yang diukur berdasarkan kualitas konsumsi pangannya. Terdapat hubungan antara uang saku dan aspek alasan (kesehatan, suasana hati, kandungan alami dalam pangan, pengendalian berat badan, masalah etika) dalam pemilihan pangan dengan skor kebiasaan makan sehat.

Kata kunci : kebiasaan makan sehat, mahasiswa, pemilihan pangan, persepsi ABSTRACT

REKYAN HANUNG PUSPADEWI. Perception of Healthy Food, Food Choice and Healthy Eating of Students. Supervised by DODIK BRIAWAN.

The aims of this study was to determine the perception of healthy food, the food choice and healthy eating among the first year undergraduate students of Nutrition Science IPB batch 2013/2014. The design of this study was a cross sectional study with the total number of subjects are 120, consisting 103 females and 17 males. The result shows that the subject who has neutral perception about healthy foods (77.5%) is higher than the positive perception (22.5%). The main reasons of the subjects in choosing foods are natural content, health and price. The aspects of diversity in selecting subject’s food are at moderate category (43.8%).

(6)

correlation between pocket money and the reason in choosing foods (health, mood, natural content, weight control, ethics concern) with the score of healthy eating.

(7)

PANGAN DAN KEBIASAAN MAKAN SEHAT

PADA MAHASISWA

REKYAN HANUNG PUSPADEWI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi: Persepsi ten tang Pangan Sehat, Pemilihan Pangan dan Kebiasaan Nama

NIM

Makan Sehat pada Mahasiswa : Rekyan Hanung Puspadewi : 114100005

Disetujui oleh

Prof Dr lr Dodik Briawan. MCN Pembimbing

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam skripsi ini adalah kebiasaan makan, dengan judul Persepsi tentang Pangan Sehat, Pemilihan Pangan dan Kebiasaan Makan Sehat pada Mahasiswa. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah mendukung dan membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada:

1. Prof Dr Ir Dodik Briawan, MCN selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

2. Prof Dr Ir Siti Madanijah, MS selaku dosen penguji sidang skripsi yang telah memberikan masukan untuk perbaikan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Leily Amalia Furqon, STP M.Si selaku dosen pemandu seminar hasil penelitian skripsi ini yang telah memberikan masukannya terkait penyampaian hasil penelitian skripsi ini.

4. Prof Dr drh Clara M Kusharto, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik. 5. Keluarga tercinta: bapak (Ir Suliman), ibu (Sugiarti) dan adik tersayang (Raka

Putra Adiprana dan Rahma Putri Sintawati) serta seluruh keluarga atas segala doa, dukungan moril dan kasih sayangnya.

6. Teman-teman satu perjuangan penelitian: Wilda Yunieswati, Hafidudin, M. Yulianto Kurniawan, Ridhati Utria, Kak Nida, dan Kak Fajar yang banyak membantu dalam kerjasama menyelesaikan penelitian dan skripsi ini.

7. Teman-teman dekat: Elok Nalurita, Indah Purnamasari, Yenny Nurfajriani, Annisa Amalia, Nur Eliya Farida, Novi Anggraini, dan Afifah Salimah atas semangatnya.

8. Teman-teman seperjuangan ID yang luar biasa: Kadek, Ani, Rosi, dan Eci. 9. Teman-teman yang pernah membantu kegiatan pengambilan data penelitian:

Elok Nalurita, Aris Sulfiana dan Yenny Nurfajriani.

10. Teman-teman pembahas seminar: Ita, Ani, Hafid, dan Yenny yang telah memberikan masukannya selama seminar.

11. Teman–teman (Gizi Masyarakat 47) dan adik-adik (Gizi Masyarakat 48) yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas segala perhatian, dukungan, semangat dan motivasi yang selalu diberikan kepada penulis.

12. Adik-adik mahasiswa Program Studi Sarjana Ilmu Gizi TPB IPB (Gizi Masyarakat 50) yang telah bersedia menjadi subjek dalam penelitian kali ini.

Tidak lupa penulis mohon maaf atas segala kekurangan penyusunan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR LAMPIRAN iii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan 3

Hipotesis 3

Manfaat Penelitian 3

KERANGKA PEMIKIRAN 4

METODE 5

Desain, Tempat dan Waktu Penelitian 5

Teknik Penarikan Subjek 6

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 6

Pengolahan dan Analisis Data 7

Definisi Operasional 13

HASIL DAN PEMBAHASAN 15

Karakteristik Subjek 15

Persepsi tentang Pangan Sehat 18

Pemilihan Pangan 20

Aspek Keragaman 20

Aspek Makanan Pantangan 21

Aspek Minuman Kemasan dan Suplemen 22

Aspek Alasan 24

Kebiasaan Makan 25

Hubungan antara Persepsi tentang Pangan Sehat dengan Pemilihan Pangan 28 Hubungan antara Pemilihan Pangan dengan Kebiasaan Makan Sehat 30 Hubungan antara Karakteristik Subjek dengan Kebiasaan Makan Sehat 34

SIMPULAN DAN SARAN 38

Simpulan 38

(14)

ii

DAFTAR PUSTAKA 39

LAMPIRAN 43

RIWAYAT HIDUP 50

DAFTAR TABEL

1 Kategori status gizi (WHO 2000) 7

2 Kategori status gizi berdasarkan IMT/U (WHO 2005) 8 3 Kelompok pangan pada pengkategorian aspek keragaman dalam

pemilihan pangan (FAO 2010) 9

4 Kategori alasan dalam pemilihan pangan (Steptoe dan Pollard 1995) 10 5 Indeks Gizi Seimbang IGS3-60 untuk pria usia 16-29 tahun (Amrin

2014) 12

6 Indeks Gizi Seimbang IGS3-60 untuk wanita usia 16-29 tahun (Perdana

2014) 12

7 Kategori skor IGS3-60 (Amrin 2014) 13

8 Sebaran subjek berdasarkan jenis kelamin, usia, uang saku, besar keluarga, dan pendidikan orangtua dengan status gizi berbeda 16 9 Alokasi uang saku subjek dengan status gizi berbeda 17 10 Sebaran subjek berdasarkan status gizi dan jenis kelamin 18 11 Sebaran subjek berdasarkan persepsi tentang pangan sehat dan status

gizi 19

12 Sebaran subjek berdasarkan aspek keragaman dalam pemilihan pangan

dan status gizi 20

13 Sebaran subjek berdasarkan makanan pantangan dan status gizi 22 14 Sebaran subjek berdasarkan minuman kemasan dan status gizi 22 15 Sebaran subjek berdasarkan suplemen dan status gizi 23 16 Rata-rata skor alasan dalam pemilihan pangan dan status gizi 24 17 Sebaran subjek berdasarkan kebiasaan makan sehat (AFHC) dan status

gizi 25

18 Rata-rata skor indeks gizi seimbang (IGS3-60) dengan status gizi

berbeda 27

19 Sebaran subjek berdasarkan kualitas konsumsi pangan (IGS3-60) dan

status gizi 28

20 Sebaran subjek berdasarkan pemilihan pangan berupa aspek keragaman

dan persepsi tentang pangan sehat 29

21 Hubungan persepsi tentang pangan sehat dengan pemilihan pangan

berupa aspek alasan 30

22 Sebaran subjek berdasarkan kebiasaan makan sehat (AFHC) dan

pemilihan pangan pada aspek keragaman 31

23 Sebaran subjek berdasarkan kebiasaan makan (IGS3-60) dan pemilihan

pangan pada aspek keragaman 31

24 Hubungan pemilihan pangan pada aspek alasan dengan kebiasaan

makan sehat (AFHC) 32

25 Hubungan pemilihan pangan pada aspek alasan dengan kebiasaan

(15)

26 Sebaran subjek berdasarkan kebiasaan makan dan jenis kelamin 34 27 Sebaran subjek berdasarkan kebiasaan makan dan uang saku 35 28 Sebaran subjek berdasarkan kebiasaan makan dan pendidikan ayah 36 29 Sebaran subjek berdasarkan kebiasaan makan dan pendidikan ibu 36 30 Sebaran subjek berdasarkan kebiasaan makan sehat dan besar keluarga 37 31 Sebaran subjek berdasarkan kebiasaan makan sehat dan status gizi 38

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuesioner penelitian 43

2 Uji beda (Kruskal Wallis) persepsi tentang pangan sehat, pemilihan pangan, kebiasaan makan sehat, dan kualitas konsumsi pangan dengan

status gizi berbeda 48

3 Uji beda (Kruskal Wallis) aspek alasan dalam pemilihan pangan dengan

status gizi berbeda 48

4 Uji beda lanjutan (Mann-Whitney) alasan suasana hati dan pengendalian berat badan pada status gizi kurang dan normal 48 5 Uji hubungan (Spearman) antara persepsi tentang pangan sehat dengan

aspek keragaman dalam pemilihan pangan dan aspek keragaman dalam

pemilihan pangan dengan kebiasaan makan 48

6 Uji hubungan (Spearman) antara persepsi tentang pangan sehat dengan aspek alasan dalam pemilihan pangan dan aspek alasan dalam

pemilihan pangan dengan kebiasaan makan 49

(16)
(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia (73.29) berada di posisi 121 dari 187 negara untuk tahun 2012. Nilai IPM Indonesia masih berada di bawah angka rata-rata negara dengan nilai IPM menengah, dan lebih rendah jika dibandingkan dengan negara di kawasan Asia Timur dan Asia Pasifik (Aulia 2013). Hal tersebut menunjukkan bahwa perlu adanya perbaikan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) agar tujuan pembangunan nasional dapat tercapai (BPS 2010).

Remaja merupakan SDM bagi pembangunan di masa datang. Menurut Monks (2002) masa remaja berlangsung pada usia 12—21 tahun dengan pembagian masa remaja awal (12—15 tahun), masa remaja pertengahan (15—18 tahun) dan masa remaja akhir (18—21 tahun). Masa remaja adalah salah satu fase yang penting dari proses pertumbuhan dan perkembangan manusia. Pangan merupakan komponen penting dalam menunjang pertumbuhan dan perkembangan tubuh manusia. Kebiasaan makan pada orang dewasa ditentukan oleh faktor keluarga dan budaya yang tumbuh sejak masa anak-anak dan remaja.

Kebiasaan makan yang buruk menjadi salah satu faktor yang meningkatkan resiko kesehatan pada remaja menjadi lebih tinggi (Latifah 2008). Terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi kebiasaan makan, yaitu faktor ekstrinsik dan intrinsik. Faktor ekstrinsik meliputi lingkungan alam, sosial, budaya, ekonomi, dan agama. Faktor instrinsik sendiri meliputi motivasi, persepsi, sikap, dan preferensi yang masuk ke dalam faktor psikologis (Notoatmodjo 2010). Faktor psikologis berhubungan dengan pengolahan informasi secara internal dalam diri seseorang yang berhubungan dengan pemilihan pangan (food selection). Persepsi sebagai salah satu faktor psikologis adalah pemberian makna kepada stimulus (Notoatmodjo 2007).

Paulus et al. (2001) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa sekitar 50% remaja memiliki kebiasaan tidak makan buah dan sayur setiap hari, sering mengkonsumsi coklat dan french fries. Hal tersebut juga didukung dengan asupan asam lemak jenuh > 35% dari total asupan energi dan karbohidrat kompleks kurang dari setengah dari total asupan. Kebiasaan makan yang tidak sehat pada masa remaja dapat meningkatkan risiko penyakit ataupun gangguan kesehatan di saat dewasa maupun usia tua.

(18)

2

tidak dapat diamati, yang dapat diamati adalah kegiatan atau alasan-alasan tindakan tersebut (Notoatmodjo 2010).

Gizi yang baik diperoleh dari pangan sehat. Pangan yang sehat adalah pangan yang mengandung zat-zat yang diperlukan oleh tubuh seperti karbohidrat, protein, lemak, mineral, dan vitamin, serta bebas dari kuman, bahan berbahaya, bahan cemaran dan bahan tambahan makanan yang tidak diperbolehkan seperti formalin, boraks, dan lain-lain. Konsumen pangan Indonesia lebih menyukai makanan instan dan praktis yang mengandung berbagai bahan kimia. Sisi lain menunjukkan banyak produsen makanan yang mengambil keuntungan dengan menggunakan bahan kimia yang berbahaya pada makanan maupun minuman (Pramudiarja 2011).

Menurut Notoatmodjo (2010) persepsi seseorang akan mempengaruhi sikap dan perilakunya, seperti dalam penelitian Nurchoiriah (2009) bahwa persepsi berhubungan secara bermakna dengan kebiasaan perilaku. Dapat dikatakan bahwa persepsi remaja terhadap pangan sehat diduga akan berpengaruh terhadap pemilihan pangan yang akan dikonsumsi, sehingga akan menentukan kebiasaan makan sehatnya. Remaja dengan status gizi berbeda memiliki persepsi dan pemilihan pangan sehat yang berbeda sehingga kebiasaan makannya pun berbeda antara masing-masing kelompok status gizi (Lake et al. 2007).

Mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat pada Tingkat Persiapan Bersama (TPB) sebagian besar dianggap memiliki kompetensi dalam bidang pangan, gizi dan kesehatan, serta dianggap mempunyai pengetahuan dan praktek gizi yang baik. Penelitian ini ingin melihat apakah ilmu terkait gizi sesuai dengan sikap dan praktenya. Khususnya terkait dengan hubungan antara persepsi tentang pangan sehat, pemilihan pangan dan kebiasaan makan sehat. Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis tertarik melakukan penelitian mengenai persepsi tentang pangan sehat, pemilihan pangan dan kebiasaan makan sehat pada mahasiswa Program Studi Sarjana Ilmu Gizi IPB tahun ajaran 2013/2014.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka rumusan permasalahan yang akan menjadi fokus penelitian pada mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama 2013/2014 dengan Program Studi Sarjana Ilmu Gizi Institut Pertanian Bogor adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana persepsi tentang pangan sehat, pemilihan pangan dan kebiasaan makan sehat pada mahasiswa dengan status gizi berbeda ?

2. Apakah terdapat hubungan antara persepsi tentang pangan sehat dengan pemilihan pangan?

3. Apakah terdapat hubungan antara pemilihan pangan dengan kebiasaan makan sehat ?

(19)

Tujuan Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi tentang pangan sehat, pemilihan pangan dan kebiasaan makan sehat pada mahasiswa. Tujuan Khusus

1. Mengkaji persepsi tentang pangan sehat, pemilihan pangan (aspek keragaman, alasan, makanan pantangan, minuman kemasan, suplemen) dan kebiasaan makan sehat pada mahasiswa dengan status gizi berbeda.

2. Menganalisis hubungan antara persepsi tentang pangan sehat dengan pemilihan pangan (aspek keragaman dan alasan) pada mahasiswa.

3. Menganalisis hubungan antara pemilihan pangan (aspek keragaman dan alasan) dengan kebiasaan makan sehat pada mahasiswa.

4. Menganalisis hubungan antara jenis kelamin, jumlah uang saku, status gizi, pendidikan orangtua, dan besar keluarga dengan kebiasaan makan sehat pada mahasiswa

Hipotesis

1. Terdapat hubungan antara persepsi tentang pangan sehat dengan pemilihan pangan (aspek keragaman dan alasan).

2. Terdapat hubungan antara pemilihan pangan (aspek keragaman dan alasan) dengan kebiasaan makan sehat.

3. Terdapat hubungan antara jenis kelamin, jumlah uang saku, status gizi, pendidikan orangtua, dan besar keluarga dengan kebiasaan makan sehat. 4. Terdapat perbedaan persepsi tentang pangan sehat, pemilihan pangan dan

kebiasaan makan sehat pada mahasiswa dengan status gizi berbeda.

Manfaat Penelitian

(20)

4

KERANGKA PEMIKIRAN

Kebiasaan makan adalah perilaku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang cenderung dilakukan berulang-ulang. Kebiasaan makan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal terdiri dari lingkungan (fisik dan non-fisik), sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya, dengan faktor sosial budaya yang merupakan faktor terbesar. Faktor internal berupa perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi, dan sebagainya. Kedua faktor tersebut akan membentuk perilaku, salah satunya adalah perilaku kebiasaan makan.

Proses praktik kebiasaan makan diawali dengan respon tertutup seperti persepsi, kemudian persepsi akan berpengaruh pada praktik kebiasaan makan. Pengaruh tersebut dimediasi oleh sikap sebagai faktor predisposisi. Mediasi antara persepsi dengan kebiasaan makan sehat berupa motif, terutama motif dalam pemilihan pangan dan sikap pemilihan pangan berupa aspek keragamannya. Beberapa faktor seperti makanan pantangan, minuman kemasan dan suplemen diketahui mempengaruhi pemilihan pangan di usia remaja.

Kebiasaan makan dapat dipengaruhi pula oleh karakterisitik individu dan keluarga. Terdapat perbedaan praktik kebiasaan makan pada subjek laki-laki dan perempuan. Pendidikan orangtua yang tinggi dapat meningkatkan pendapatan, sehingga meningkatkan pemberian uang saku pada anak. Jumlah anggota keluarga yang tidak terlalu besar pun dapat membuat alokasi uang saku pada anak semakin besar. Uang saku yang mencukupi atau lebih dapat memberikan kesempatan subjek untuk membeli pangan yang cukup dan sesuai dengan kebutuhan sehingga kualitas konsumsi pangan dan kebiasaan makannya akan terjamin. Peningkatan Indeks Massa Tubuh diketahui dapat mengubah kebiasaan makan menjadi lebih baik, karena asumsi untuk membentuk kebiasaan makan yang lebih sehat agar terjadi perubahan ukuran tubuh. Hal tersebut memungkinkan untuk adanya perbedaan kebiasaan makan pada masing-masing kategori status gizi.

Ketika subjek dengan kategori status gizi berbeda memiliki kebiasaan makan yang berbeda, maka faktor-faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan juga akan berbeda untuk masing-masing kategori status gizinya. Dapat dikatakan bahwa pemilihan pangan dan persepsi pun berbeda untuk masing-masing kategori status gizi. Persepsi yang berhubungan dengan kebiasaan makan sehat salah satunya adalah persepsi tentang pangan sehat. Hal tersebut karena kedua variabel tersebut berada dalam konteks sehat.

(21)

Karakteristik subjek yang dikaji dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin, uang saku, status gizi, pendidikan orangtua, dan besar keluarga. Karakteristik subjek dilihat hubungannya dengan kebiasaan makan. Hubungan antara persepsi tentang pangan sehat dengan pemilihan pangan, pemilihan pangan dengan kebiasaan makan sehat pada mahasiswa Program Studi Sarjana Ilmu Gizi tahun ajaran 2013/2014 juga akan diteliti. Persepsi tentang pangan sehat, pemilihan pangan serta kebiasaan makan sehat pada mahasiswa dilihat perbedaannya antara status gizi kurang, normal dan lebih.

Keterangan gambar :

: variabel yang diteliti : variabel yang tidak diteliti : hubungan yang diteliti : hubungan yang tidak diteliti

Gambar 1 Kerangka pemikiran persepsi tentang pangan sehat, pemilihan pangan dan kebiasaan makan sehat pada mahasiswa

METODE

Desain, Tempat dan Waktu Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study, yang berarti pengumpulan data dan informasi dilakukan dalam suatu waktu tanpa adanya perlakuan atau intervensi kepada subjek. Pengumpulan data dilakukan saat subjek berada di semester 2 (bulan Februari-April 2014). Penelitian dilakukan di Asrama Tingkat Persiapan Bersama (TPB), Institut

Karakteristik subjek: -Jenis kelamin -Uang saku -Status gizi

-Pendidikan orangtua -Besar keluarga

Kebiasaan makan sehat Persepsi tentang

pangan sehat

Pemilihan pangan: -Keragaman -Alasan

-Makanan pantangan

-Minuman kemasan dan suplemen

(22)

6

Pertanian Bogor. Adapun pemilihan lokasi dilakukan secara purposive dengan pertimbangan: (a) kelompok mahasiswa yang masuk ke dalam kelompok remaja akhir; (b) status mahasiswa yang diasumsikan memiliki kemampuan berpikir logis terhadap hal konkrit sehingga dapat menjawab pertanyaan yang diberikan dengan baik; (c) kemudahan dalam pengambilan data.

Teknik Penarikan Subjek

Populasi dan subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama tahun ajaran 2013/2014 dengan Program Studi Sarjana Ilmu Gizi Institut Pertanian Bogor. Jumlah subjek berdasarkan penarikan jumlah populasi mahasiswa TPB Program Studi Sarjana Ilmu Gizi IPB, dengan penerapan kriteria inklusi berupa: (a) tidak sedang dalam keadaan sakit; (b) bersedia untuk dijadikan sampel dalam penelitian; (c) masih aktif dalam kegiatan perkuliahan. Total mahasiswa TPB Ilmu Gizi IPB adalah 121 orang terdiri dari 104 perempuan dan 17 laki-laki. Terdapat satu orang subjek berjenis kelamin perempuan dalam keadaan sakit sehingga tidak masuk dalam penelitian. Jumlah subjek yang diambil sebanyak 120 mahasiswa yang terdiri dari 103 perempuan dan 17 laki-laki.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang diambil meliputi data primer dan data sekunder. Data primer meliputi karakteristik subjek (jenis kelamin, uang saku, status gizi (berat badan/BB dan tinggi badan/TB, pendidikan orang tua, dan besar keluarga); persepsi tentang pangan sehat; pemilihan pangan; dan kebiasaan makan sehat. Informasi ini diperoleh melalui kuesioner yang ditujukan kepada subjek dan diisi secara pribadi oleh subjek.

Pengisian kuesioner dilakukan dengan pendampingan dan penjelasan terkait poin-poin yang ada di dalam kuesioner agar lebih jelas. Tetap diberikan petunjuk pengisian di dalam kuesioner, kecuali untuk data status gizi (BB dan TB) diperoleh melalui pengukuran langsung menggunakan timbangan berat badan dan pengukur tinggi badan (staturemeter). Berat badan diperoleh dengan menggunakan timbangan injak digital dengan satu angka desimal, dan diletakkan di permukaan lantai yang datar. Subjek diminta untuk berdiri di atas timbangan dengan posisi tegak, pandangan lurus ke depan dan tidak boleh menyandar. Subjek juga diminta untuk melepaskan perlengkapan yang berat seperti jaket, jam tangan dan lain-lain.

(23)

Pengukuran kualitas konsumsi pangan untuk melihat kebiasaan makan menggunakan metode recall 2x24 jam dengan dilakukan wawancara langsung kepada subjek sebanyak dua kali yaitu hari libur dan hari kuliah. Data sekunder meliputi daftar nama, nomor induk mahasiswa (NIM) dan daftar asrama (gedung dan nomor kamar) dari mahasiswa Program Studi Sarjana Ilmu Gizi TPB IPB.

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian diolah secara statistik. Proses pengolahan data terdiri atas beberapa tahapan meliputi pengeditan (editing), pengkodean (coding), pemasukan data (entry), pengecekan ulang (cleaning), dan analisis data. Pengolahan data dilakukan menggunakan program komputer Microsoft Excel

2013 dan WHO Anthro Plus dan analisis data menggunakan Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 16.0.

Penentuan usia dengan pengisian tanggal lahir pada kuesioner, dan diolah menggunakan software WHO Anthro Plus agar dapat dihitung usia dari subjek. Menentukan status gizi dengan menghitung IMT (Indeks Masa Tubuh) dengan cara membandingkan berat badan (kg) dengan tinggi badan kuadrat (m2) untuk subjek dengan usia lebih dari 19 tahun. Penentuan status gizi untuk subjek berusia kurang dari 19 tahun menggunakan IMT/U.

Antropometri memiliki kekurangan yaitu metode tersebut tidak dapat digunakan untuk mengidentifikasi kekurangan atau kelebihan zat gizi tertentu. Pada kasus khusus seperti seorang atlit yang melakukan pengukuran IMT diperoleh status gizi obesitas. Status gizi obesitas tersebut tidak pasti identik dengan kelebihan lemak. Hal tersebut dikarenakan seorang atlit yang memiliki aktivitas tinggi cenderung memiliki komposisi tubuh yang tinggi pada bagian ototnya, sehingga nilai IMT yang besar bukan berarti karena komposisi lemaknya yang tinggi. Pada penelitian ini sampel bukan merupakan kelompok khusus sehingga dapat digunakan pengukuran status gizi menggunakan IMT.

Data status gizi diperoleh dari hasil pengukuran berat badan dan tinggi badan yang kemudian diolah menggunakan software WHO AnthroPlus atau

Microsoft Excel 2013. Pengukuran status gizi dilakukan berdasarkan kelompok usia. Usia subjek dihitung menggunakan software WHO AnthroPlus dengan memasukkan data tanggal lahir dan tanggal pengambilan data. Subjek yang berusia >19 tahun dikategorikan berdasarkan WHO (2000) seperti pada Tabel 1.

Tabel 1 Kategori status gizi (WHO 2000) IMT (kg/m2) Kategori status gizi Kategori analisis

< 18.50 Underweight Kurang

18.50−22.99 Normal Normal

23.00−24.99 Overweight

Lebih 25.00−29.99 Obesitas I

(24)

8

Subjek yang berusia ≤19 tahun menggunakan metode pengukuran status gizi

berupa IMT/U (nilai Z-score) dengan pengkategorian status gizi seperti yang terlihat pada Tabel 2. Data uang saku per bulan dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu < Rp 600 000, Rp 600 000—Rp 999 999, dan ≥ Rp 1 000 000. Pengkategorian tersebut berdasarkan kebutuhan pangan minimal yang dapat memenuhi kebutuhan gizi ditambah dengan pengeluaran non pangan individu kurang lebih sebesar Rp 600 000—Rp 1 000 000 (Prabandari 2010). Data alokasi uang saku disajikan dalam bentuk persentase pengeluaran untuk makanan, minuman, suplemen, dan lainnya terhadap jumlah uang saku per bulan.

Tabel 2 Kategori status gizi berdasarkan IMT/U (WHO 2005) Nilai Z-score Kategori status gizi Kategori analisis

< -3 SD Sangat kurus

Kurang -3 SD ≤ Z < -2 SD Kurus

-2 SD ≤ Z < +1 SD Normal Normal

+1 SD ≤ Z < +2 SD Kelebihan berat badan

Lebih +2 SD ≤ Z < +3 SD Gemuk

> +3 SD Sangat gemuk

Data pendidikan orang tua subjek merupakan data jenjang pendidikan formal terakhir dari ayah dan ibu subjek. Data pendidikan orangtua untuk ayah dan ibu masing-masing dikategorikan menjadi delapan kelompok yaitu tidak sekolah, tidak tamat SD, tamat SD, tidak tamat SMP, tamat SMP, tidak tamat SMA, tamat SMA, dan perguruan tinggi (Diploma, S1 dan S2/S3).

Data besar keluarga dikategorikan berdasarkan jumlah anggota dalam keluarga menurut BPS (2010). Jumlah anggota keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yaitu ibu, ayah, dan anak-anaknya serta orang lain yang tinggal bersama dan biaya hidupnya menjadi tanggungan kepala keluarga. Data besar keluarga dikelompokkan menjadi tiga yaitu, keluarga kecil (≤ 4 orang), keluarga sedang (5—6 orang) dan keluarga besar (≥ 7 orang).

Pengukuran persepsi tentang pangan sehat menggunakan kuesioner yang berisi duapuluh pernyataan mengenai pangan sehat yang terbagi menjadi empat sub utama yaitu: keanekaragaman pangan, keamanan pangan, kandungan zat gizi dalam pangan, serta konsumsi cairan dan suplemen yang mengacu dari Pedoman Gizi Seimbang (Kemenkes 2014). Subjek menjawab pernyataan dengan pilihan sangat setuju (SS), setuju (S), ragu-ragu (RR), tidak setuju (TS), atau sangat tidak setuju (STS) sesuai skala Likert. Setiap pilihan memiliki skor masing-masing.

(25)

Data pemilihan pangan terdiri dari 15 buah pertanyaan untuk mengidentifikasi pemilihan pangan yang dikelompokkan berdasarkan aspek keragaman, alasan, makanan pantangan, minuman kemasan, dan suplemen.

Pemilihan pangan pada aspek keragaman dikategorikan menjadi kurang (≤3

kelompok pangan), sedang (4—5 kelompok pangan) dan tinggi (≥6 kelompok pangan) (FAO 2010). Terdapat sembilan kelompok pangan dalam menentukan aspek keragaman dalam pemilihan pangan. Sembilan kelompok pangan tersebut disajikan seperti pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3 Kelompok pangan pada pengkategorian aspek keragaman dalam pemilihan pangan (FAO 2010)

Kelompok pangan Contoh jenis pangan

Makanan pokok (kombinasi serealia, umbi-umbian, akar putih)

Roti, mie, biskuit, jagung, beras, ubi jalar, singkong, bihun, rebung, dan produk olahannya

Sayuran berdaun hijau tua Daun singkong, bayam, kangkung, sawi,

Umbi, buah dan sayuran lain yang kaya akan Vitamin A

Kentang, ubi kayu kuning, mangga, wortel, pepaya matang, dan semangka

Buah dan sayur lainnya Tomat, kool, buncis, pisang, melon, jeruk

Organ (‘jeroan’) Hati, ampela, usus, dan jantung

Daging dan ikan Daging sapi, babi, kambing, ayam, ikan segar, ikan asin, dan lainnya

Telur Telur ayam, telur puyuh, telur bebek

Kacang-kacangan Kacang hijau, kacang tanah, kacang kedelai, kwaci, dan biji-bijian lainnya

Susu dan produk olahannya Susu, keju, yoghurt, atau olahannya

Aspek makanan pantangan dalam pemilihan pangan meliputi jumlah subjek yang memiliki makanan pantangan. Alasan dari makanan pantangan juga diidentifikasi dan dikelompokkan menjadi alergi, diet penurunan berat badan, penyakit, budaya daerah asal, mengikuti tren, menjaga kesehatan, kandungan yang ada di dalam makanan, dan lainnya. Kepercayaan, praktik dan lama penerapan terhadap makanan pantangan pun dijelaskan.

Aspek minuman kemasan dan suplemen dalam pemilihan pangan dijelaskan terkait jumlah subjek yang suka memilih untuk mengonsumsi suplemen dan atau minuman kemasan. Jenis minuman kemasan dikelompokkan menjadi teh, kopi, susu, minuman berion, berperisa buah, bersoda, dan lainnya. Tujuan memilih untuk mengonsumsi suplemen atau minuman kemasan juga dikelompokkan menjadi membantu mengatasi stres, membantu tubuh menjadi lebih rileks, membuat tubuh terasa lebih sehat, menjadi lebih bertenaga saat beraktivitas, menguatkan tulang, dan lainnya. Sumber informasi mengenai suplemen atau minuman kemasan dikelompokkan menjadi televisi, internet, teman sebaya, keluarga, dan lainnya.

(26)

10

36 buah pernyataan yang dirancang untuk mengukur aspek alasan dalam melakukan pemilihan pangan dengan sembilan faktor utama yaitu kesehatan, suasana hati, kenyamanan, sensorik, kandungan alami dalam pangan, harga, pengendalian berat badan, familiaritas, dan masalah etika. Kuesioner FCQ memiliki pilihan pernyataan yang telah disesuaikan seperti dalam penelitian Sun (2008) berupa 7 skala Likert untuk menilai sejauh mana subjek menempatkan kepentingan aspek alasan dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan pemilihan pangan.

Sebanyak tujuh buah poin skala Likert yaitu sangat tidak penting (STP), tidak penting (TP), agak tidak penting (ATP), ragu-ragu (RR), agak penting (AP), penting (P), dan sangat penting (SP). Poin penilaian dimulai dari sangat penting=7, penting=6, agak penting=5, ragu-ragu=4, agak tidak penting=3, tidak penting=2 atau sangat tidak penting=1. Setiap nilai pada masing-masing pernyataan dijumlahkan menurut kelompok kategori dalam aspek alasan pemilihan pangan seperti pada Tabel 4.

Masing-masing kategori memiliki item penilaian pada 36 buah pernyataan FCQ. Pernyataan pada kuesioner FCQ disusun secara acak dengan kategori kesehatan terdapat pada pernyataan nomor 9, 10, 22, 27, 29, dan 30 dalam kuesioner FCQ (Lampiran 1). Kategori suasana hati terdapat pada poin pernyataan nomor 13, 16, 24, 26, 31, dan 34. Kategori kenyamanan terdapat pada poin pernyataan nomor 1, 11, 15, 28, dan 35. Kategori sensorik terdapat pada poin pernyataan nomor 4, 14, 18, dan 25. Kategori kandungan alami dalam pangan terdapat pada poin pernyataan nomor 2, 5 dan 23. Kategori harga terdapat pada poin pernyataan nomor 6, 12 dan 36. Kategori pengendalian berat bada terdapat pada poin pernyataan nomor 3, 7 dan 17. Kategori familiaritas terdapat pada poin pernyataan nomor 8, 21 dan 33. Kategori masalah etika terdapat pada poin pernyataan nomor 19, 20 dan 32.

Tabel 4 Kategori alasan dalam pemilihan pangan (Steptoe dan Pollard 1995) No Kategori aspek alasan pemilihan pangan

1 Kesehatan

2 Suasana hati

3 Kenyamanan

4 Sensorik

5 Kandungan alami dalam pangan

6 Harga

7 Pengendalian berat badan

8 Familiaritas

9 Masalah etika

Data kebiasaan makan subjek diperoleh melalui pengisian kuesioner secara langsung oleh subjek dengan menggunakan kuesioner Adolescent Food Habits Checklist (AFHC). Kuesioner Adolescent Food Habits Checklist (AFHC)

(27)

pernyataan yang dirancang untuk mengukur kebiasaan makan sehat khusus pada kalangan remaja (Lampiran 1). Kuesioner AFHC memiliki pilihan jawaban ya atau tidak pada pernyataan yang disediakan, dan pada 9 buah pernyataan diantara 23 pernyataan tersebut memiliki pilihan tambahan berupa pernyataan tersebut tidak berlaku pada saya. Subjek menerima 1 poin jika dianggap memiliki respon kebiasaan makan yang sehat (jawaban tidak untuk pernyataan nomor 3, 8, 14, 18, 21, dan ya untuk sisa pernyataannya dalam kuesioner AFHC). Skor akhir harus disesuaikan dengan respon yang menyatakan tidak berlaku pada saya (ada pada pernyataan nomor 1, 6, 7, 11, 17, 18, 19, 20, 21 dalam kuesioner AFHC), dan pernyataan yang tidak diisi dengan menggunakan rumus seperti di bawah ini. Setelah skor diperoleh maka dilakukan pengkategorian kebiasaan makan sehat

menjadi baik (≥mean) dan kurang baik (<mean) (Johnson, Wardle dan Griffith 2002).

Skor AFHC = jumlah respon kebiasaan makan yang dianggap sehat x (23/jumlah item yang dapat diselesaikan)

Pengukuran kualitas konsumsi pangan masyarakat Indonesia dapat dilakukan dengan menggunakan Indeks Gizi Seimbang (Healthy Eating Index) berdasarkan standar dari PGS (Pedoman Gizi Seimbang). Penelitian Amrin (2014) menunjukkan bahwa alternatif Indeks Gizi Seimbang yang dapat digunakan di Indonesia untuk pria dewasa adalah Indeks Gizi Seimbang dengan cara penilaian tiga tingkat (3), terdiri dari enam komponen penelitian (6) dan tidak ada aspek pangan terkait penyakit tidak menular (0) (IGS3-60). Metode IGS3-60 memiliki nilai korelasi tertinggi yaitu sebesar 0.64, sehingga indeks gizi seimbang IGS3-60 merupakan alternatif terbaik untuk menilai kualitas konsumsi pangan pria dewasa Indonesia (Amrin 2014). Hasil penelitian Perdana (2014) menunjukkan bahwa metode Indeks Gizi Seimbang yang menjadi alternatif metode terbaik untuk melihat kualitas konsumsi pangan pada wanita dewasa adalah IGS3-60.

(28)

12

Tabel 5 Indeks Gizi Seimbang IGS3-60 untuk pria usia 16-29 tahun (Amrin 2014)

No Komponen Skor IGS3-60

0 8.35 16.7

Porsi

1 Konsumsi pangan karbohidrat <4 4−8 ≥8

2 Konsumsi sayuran <1 1−3 ≥3

3 Konsumsi buah-buahan <1 ¼ 1 ¼−5 ≥5

4 Konsumsi pangan hewani selain susu <1 1−3 ≥3

5 Konsumsi pangan nabati (kacang-kacangan) <1 1−3 ≥3

6 Konsumsi susu ≤¼ ¼−1 ≥1

Modifikasi pada standar porsi kelompok pangan di IGS3-60 dilakukan untuk menyesuaikan standar porsi bagi usia remaja pada subjek yang berkisar antara 17-20 tahun. Modifikasi tersebut dilakukan pada IGS3-60 untuk pria maupun wanita. Indeks Gizi Seimbang terpilih untuk wanita dewasa berdasarkan hasil penelitian Perdana (2014) adalah IGS3-60 seperti pada Tabel 6. Berat kelompok pangan yang dikonsumsi subjek dikonversi ke dalam porsi sesuai dengan Daftar Bahan Makanan Penukar II dalam Pedoman Gizi Seimbang (Kemenkes 2014). Misalnya subjek mengonsumsi nasi 150 g berarti subjek mengonsumsi 1.5 porsi kelompok pangan karbohidrat, dengan bahan makanan pada kelompok pangan yang sama memiliki standar berat per porsi yang berbeda.

Tabel 6 Indeks Gizi Seimbang IGS3-60 untuk wanita usia 16-29 tahun (Perdana 2014)

No Komponen Skor

0 8.35 16.7

Porsi

1 Konsumsi pangan karbohidrat <2 ½ 2 ½−5 ≥5

2 Konsumsi sayuran <1 1−3 ≥3

3 Konsumsi buah-buahan <1 ¼ 1 ¼−5 ≥5

4 Konsumsi pangan hewani selain susu <1 1−3 ≥3

5 Konsumsi pangan nabati (kacang-kacangan) <1 1−3 ≥3

6 Konsumsi susu ≤¼ ¼−1 ≥1

(29)

dijumlahkan nilai dari enam komponen diperoleh nilai total yang berkisar antara 0—100. Penentuan kategori Skor IGS3-60 yaitu seperti pada Tabel 7.

Tabel 7 Kategori skor IGS3-60 (Amrin 2014)

Kategori skor IGS3-60 Nilai

Buruk < 40

Kurang 40−54

Sedang 55−69

Cukup baik 70−84

Sangat baik ≥ 85

Hasil pengolahan data selanjutnya dianalisis secara univariat dan bivariat Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan data karakteristik subjek: usia, jenis kelamin, status gizi, pendidikan orangtua, besar keluarga, persepsi tentang pangan sehat, pemilihan pangan, dan kebiasaan makan sehat. Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara dua variabel.

Analisis yang digunakan berupa uji beda proporsi Kruskal Wallis untuk variabel persepsi tentang pangan sehat, pemilihan pangan dan kebiasaan makan sehat (metode IGS3-60); serta uji beda One Way ANOVA pada variabel kebiasaan makan sehat (metode AFHC). Uji beda dilakukan untuk melihat perbedaan variabel yang diteliti pada kategori status gizi kurang, normal dan lebih. Uji korelasi Spearman dilakukan pada variabel persepsi tentang pangan sehat dengan pemilihan pangan (aspek keragaman dan alasan); pemilihan pangan (aspek keragaman dan alasan) dengan kebiasaan makan sehat; uang saku, pendidikan orangtua, dan besar keluarga dengan kebiasaan makan sehat; status gizi (IMT/U) dengan kebiasaan makan sehat (metode IGS3-60). Uji hubungan Chi square

dilakukan pada variabel jenis kelamin dengan kebiasaan makan sehat yang diukur menggunakan metode AFHC. Uji hubungan Kolmogorov-smirnov digunakan untuk menguji hubungan antara jenis kelamin dengan kebiasaan makan sehat yang dikukur menggunakan metode IGS3-60. Uji korelasi Pearson dilakukan pada variabel status gizi (IMT/U dan IMT) dengan kebiasaan makan sehat (metode AFHC), dan variabel status gizi (IMT) dengan kebiasaan makan (metode IGS3-60).

Definisi Operasional

Subjek adalah mahasiswa aktif program pendidikan sarjana reguler ilmu gizi Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), Institut Pertanian Bogor pada Tingkat Persiapan Bersama (TPB) tahun 2013/2014. Umur subjek adalah lama waktu hidup subjek penelitian yang dikelompokkan

menjadi kelompok remaja yaitu remaja awal (12—15 tahun), masa remaja pertengahan (15—18 tahun) dan masa remaja akhir (18—21 tahun).

(30)

14

Alokasi uang saku perbulan adalah total pengeluaran subjek yang digunakan untuk membeli kebutuhan makanan, minuman dan suplemen, serta non-pangan sebulan terakhir.

Status gizi adalah keadaan fisik subjek yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat-zat gizi makanan yang dinilai berdasarkan berat badan terhadap tinggi badan kuadrat yang kemudian ditentukan dengan menggunakan indeks massa tubuh (IMT) atau IMT/U dan dikelompokkan menjadi status gizi kurang, normal dan lebih.

Pendidikan orangtua adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang telah diselesaikan oleh orangtua, dikategorikan menjadi tidak sekolah, tidak tamat SD, tamat SD, tidak tamat SMP, tamat SMP, tidak tamat SMA tamat SMA, dan perguruan tinggi (Diploma, S1 dan S2/S3).

Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yaitu ibu, ayah, dan anak-anaknya serta orang lain yang tinggal bersama dan biasanya hidupnya menjadi tanggungan kepala keluarga yang dikategorikan menjadi tiga yaitu keluarga kecil (≤ 4 orang), keluarga sedang (5—6 orang) dan keluarga

besar (≥ 7 orang).

Aspek alasan dalam pemilihan pangan adalah motif atau suatu dorongan dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut melakukan kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan dalam pemilihan pangan. Aspek keragaman dalam pemilihan pangan adalah sikap dalam melakukan

pemilihan pangan dengan memperhatikan keragaman kelompok pangannya.

Makanan pantangan adalah makanan yang disikapi atau diyakini tidak dianjurkan dipilih untuk dikonsumsi karena berbagai alasan diluar alasan agama.

Minuman kemasan adalah produk minuman yang dikemas dan dijual secara komersial dipasaran.

Suplemen makanan adalah produk konsentrat yang mengandung satu atau lebih vitamin dan atau mineral, dikonsumsi dalam jumlah sedikit yang terukur dan tidak dalam bentuk makanan umum serta dipasarkan dalam bentuk antara lain kapsul, tablet, serbuk atau cairan yang dimaksudkan untuk mencukupi asupan vitamin dan atau mineral dari diet normal.

Kebiasaan makan adalah perilaku yang dilakukan secara berulang berhubungan dengan makanan dan makan, seperti kualitas konsumsi pangannya dan aspek terkait diet yang berhubungan dengan kesehatan sebagai reaksi fisiologik, psikologik, sosial, dan budaya

Persepsi tentang pangan sehat adalah pemberian makna kepada pangan sehat berupa respon positif, netral atau negatif dalam bentuk persetujuan.

Indeks Gizi Seimbang 3-60 (IGS3-60) adalah metode Healthy Eating Index (HEI) Indonesia dengan cara penilaian tiga tingkat (3), terdiri dari enam komponen penilaian (6) dan tidak ada aspek pangan terkait dengan penyakit tidak menular (0).

Adolescent Food Habits Checklist (AFHC) adalah metode pengukuruan kebiasaan makan sehat khusus pada kalangan remaja.

(31)

Individual Dietary Diversity Score (IDDS)adalah metode pengukuran keragaman pangan pada tingkat individu dengan melihat jumlah kelompok pangan yang dikonsumsi dalam sehari.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Subjek

Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) Program Studi Sarjana Ilmu Gizi tahun ajaran 2013/2014. Karakteristik subjek yang diamati meliputi jenis kelamin, usia, uang saku, status gizi, pendidikan orangtua, dan besar keluarga dapat dilihat pada Tabel 8. Subjek merupakan populasi yang berjumlah 120 orang terdiri dari 103 perempuan dan 17 laki-laki.

Sebagian besar subjek berjenis kelamin perempuan (85.8%) dan sisanya berjenis kelamin laki-laki (14.2%). Sebagian besar subjek perempuan maupun laki-laki berada pada kategori status gizi normal, disusul dengan status gizi kurang dan lebih. Usia subjek berada pada rentang usia remaja akhir yaitu 18-21 tahun (Monks 2000). Sebagian besar subjek berada pada usia 19 tahun (56.7%) dan sebagian kecil berusia 17 (1.7%) dan 20 (3.3%) tahun. Subjek yang masuk dalam kategori status gizi normal paling banyak berada pada usia 19 tahun (60.2%). Pada kategori status gizi lebih paling banyak subjek berusia 18 tahun (43.8%). Rata-rata usia subjek adalah 18.6 ± 0.5 tahun, dengan rata-rata usia yang tidak jauh berbeda antara tiga kategori status gizi.

Uang saku adalah jumlah uang yang diterima subjek setiap bulan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan non pangan. Sumber uang saku dapat berasal dari orangtua, beasiswa, saudara, bekerja, ataupun sumber lainnya. Pada penelitian ini, yang dimaksud dengan uang saku adalah jumlah uang yang diterima dalam sebulan oleh subjek kecuali biaya kuliah dan asrama yang diperoleh dari orangtua, beasiswa ataupun dari sumber lainnya. Mardayanti (2008) menyatakan bahwa remaja telah diberi kepercayaan untuk mengelola uang sakunya sendiri untuk memiliki kebebasan dalam mengatur sendiri keuangannya dan lebih bebas untuk menentukan makanan yang akan dimakan.

(32)

16

Tabel 8 Sebaran subjek berdasarkan jenis kelamin, usia, uang saku, besar keluarga, dan pendidikan orangtua dengan status gizi berbeda

Karakterisitik subjek

Kategori status gizi

Total

Kurang Normal Lebih

n % n % n % n %

Jenis Kelamin

Perempuan 5 83.3 85 86.7 13 81.2 103 85.8

Laki-laki 1 16.7 13 13.3 3 18.8 17 14.2

Usia

17 tahun 0 0.0 1 1.0 1 6.3 2 1.7

18 tahun 3 50.0 36 36.7 7 43.8 46 38.3

19 tahun 3 50.0 59 60.2 6 37.5 68 56.7

20 tahun 0 0.0 2 2.0 2 12.5 4 3.3

Mean ± SD 18.7 ± 0.7 18.6 ± 1.9 18.7 ± 0.8 18.6 ± 0.5

Uang Saku (Rupiah)

<600 000 0 0.0 3 3.1 2 12.5 5 4.2

600 000-1 000 000 4 66.7 70 71.4 13 81.3 87 72.5

>1 000 000 2 33.3 25 25.5 1 6.3 28 23.3

Median 950 000 1 000 000 750 000 1 000 000

Besar Keluarga

Kecil (≤4 orang) 3 50.0 36 36.7 9 56.3 48 40.0

Sedang (5-6 orang) 1 16.7 54 55.1 6 37.5 61 50.8

Besar (≥7 orang) 2 33.3 8 8.2 1 6.3 11 9.2

Median 5 5 4 5

Pendidikan Ayah

Tidak sekolah 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0

Tamat SD 1 16.7 5 5.1 1 6.3 7 5.8

Tamat SMP 0 0.0 9 9.2 1 6.3 10 8.3

Tamat SMA 1 16.7 36 36.7 4 25.0 41 34.2

Perguruan tinggi 4 66.7 48 49.0 10 62.5 62 51.7

Pendidikan Ibu

Tidak Sekolah 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0

Tidak tamat SD 0 0.0 1 1.0 0 0.0 1 0.8

Tamat SD 1 16.7 9 9.2 2 12.5 12 10.0

Tamat SMP 0 0.0 13 13.3 1 6.3 14 11.7

Tamat SMA 2 33.3 34 34.7 3 18.8 39 32.5

(33)

Data pada Tabel 9 menunjukkan bahwa persentase alokasi uang saku subjek untuk pangan dan suplemen menurut kategori status gizi, dari yang paling besar secara berurutan adalah kategori status gizi lebih (82.9%), kurang (75.0%) dan normal (73.7%). Alokasi uang saku untuk non pangan tidak begitu berbeda antara kategori status gizi kurang dan normal, namun lebih rendah pada kategori status gizi lebih (17.00). Rata-rata (74.8%) uang saku subjek digunakan untuk kebutuhan pangan dan suplemen, dan sisanya (25.2%) digunakan untuk kebutuhan non-pangan. Rata-rata alokasi uang saku subjek untuk makanan (Rp539 133 ± 148 587), minuman (Rp125 375 ± 83 390), suplemen (Rp16 542 ± 42 777), dan non pangan (Rp269 950 ± 252 459).

Tabel 9 Alokasi uang saku subjek dengan status gizi berbeda

Alokasi uang saku

Kategori status gizi

Kurang Normal Lebih

% Rp/bulan % Rp/bulan % Rp/bulan

Makanan 57.1 546571 ± 152544 58.8 546571 ± 152544 66.5 508125 ± 152237

Minuman 14.5 128202 ± 84571 13.1 128202 ± 84571 16.2 120000 ± 81650

Suplemen 3.4 58538 ± 48740 1.8 58538 ± 48740 0.2 17500 ± 17678

Lainnya 25.0 291036 ± 261977 26.3 291036 ± 261977 17.1 154063 ± 192520

Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yaitu ibu, ayah dan anak-anaknya serta orang lain yang tinggal bersama maupun terpisah dan biasanya hidupnya menjadi tanggungan kepala keluarga. Tabel 10 menunjukkan bahwa subjek pada kategori status gizi normal (55.1%) sebagian besar memiliki besar keluarga dalam kategori sedang. Pada kategori status gizi lebih sebagian besar subjek memiliki besar keluarga dalam kategori kecil (56.3%), begitu juga dengan subjek pada kategori status gizi kurang (50.0%). Jumlah anggota keluarga yang semakin banyak memungkinkan pengaturan untuk pangan sehari-hari akan lebih sulit dan menyebabkan kualitas dan kuantitas konsumsi pangan anggotanya tidak dapat memenuhi kebutuhan. Sebagian besar subjek (50.8%) memiliki besar keluarga dalam kategori sedang, dengan persentase besar keluarga kategori besar paling tinggi pada kategori status gizi kurang (33.3%).

Jenjang pendidikan formal tertinggi yang telah diselesaikan oleh orangtua subjek cukup bervariasi dari tidak tamat SD hingga perguruan tinggi. Persentase tertinggi pendidikan ayah subjek adalah tingkat perguruan tinggi (51.7%), tamat SMA (34.2%), tamat SMP (8.3%), dan tamat SD (5.8%). Persentase pendidikan ibu dari yang tertinggi sampai yang terendah adalah tingkat perguruan tinggi (45.0%), tamat SMA (32.5%), tamat SMP (11.7%), tamat SD (10.0%), dan tidak tamat SD (0.8%). Tingkat pendidikan orangtua tergolong tinggi karena sebagian besar lulus pada jenjang perguruan tinggi atau SMA. Tingkat pendidikan orangtua sangat berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi anaknya (Almatsier 2009).

(34)

18

Pengukuran antropometri adalah pengukuran terhadap dimensi tubuh dan komposisi tubuh (Syafia 2009). Pengkategorian status gizi dalam penelitian disesuaikan dengan usia dari subjek. Subjek yang memiliki usia kurang dari sama dengan 19 tahun diukur status gizinya menggunakan indeks massa tubuh berdasarkan umur (IMT/U) dan subjek dengan usia lebih dari 19 tahun menggunakan indeks massa tubuh (IMT). Pengkategorian status gizi untuk pembahasan berdasarkan gabungan antara IMT/U dan IMT (Asia Pasifik) yaitu klasifikasi untuk kurus (IMT <18.5 atau Z < 2 SD), normal (IMT 18.522.9 atau

-2 SD ≤ Z <+1 SD), overweight (IMT 23.0-24.9 atau +1 SD ≤ Z < +2 SD), obesitas (IMT ≥25.0 atau Z ≥+2 SD). Sebaran subjek berdasarkan klasifikasi status gizinya dapat dilihat seperti pada Tabel 10 berikut.

Tabel 10 Sebaran subjek berdasarkan status gizi dan jenis kelamin

Status gizi Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Kurus 1 5.9 5 4.9 6 5.0

Normal 13 76.5 85 82.5 98 81.7

Overweight 0 0.0 12 11.6 13 10.0

Obesitas 3 17.6 1 1.0 3 3.3

Sebagian besar subjek memiliki status gizi normal (81.7%), begitu juga pada kelompok laki-laki (76.5%) dan perempuan (82.5%) yang sebagian besar memiliki status gizi normal. Status gizi overweight hanya terdapat pada perempuan (11.7%). Kelompok laki-laki lebih banyak yang memiliki status gizi kurus dan obesitas dibandingkan dengan kelompok berjenis kelamin perempuan. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Johnson et al. (2002), bahwa sebanyak 15.4% remaja memiliki status gizi underweight, 9.8% overweight dan 2.4% obesitas dengan status gizi yang lebih sehat pada laki-laki daripada perempuan.

Persepsi tentang Pangan Sehat

Persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan dan bentuk pemberian makna pada stimulus yang disampaikan. Pangan yang sehat adalah makanan dan minuman yang seimbang kandungan zat gizinya dan memperhatikan faktor kesehatan dan keamanannya. Menurut Moehji (2007) salah satu faktor yang memicu terjadinya masalah gizi pada usia remaja adalah kebiasaan makan yang buruk dan pemahaman gizi yang keliru seperti salah satunya adalah pemahaman mengenai pangan sehat berupa persepsi.

(35)

penerimaan informasi mengenai pangan sehat lebih banyak. Sebagian besar subjek (77.5%) memiliki persepsi tentang pangan sehat yang netral, persepsi yang netral adalah sikap yang berada pada tingkatan ragu-ragu sampai setuju pada pangan sehat itu sendiri. Sebesar 22.5% subjek memiliki persepsi positif tentang pangan sehat, yaitu respon yang cenderung sangat setuju pada kriteria pangan sehat itu sendiri.

Tabel 11 Sebaran subjek berdasarkan persepsi tentang pangan sehat dan status gizi lemaknya menjadi karakteristik penting dalam mengevaluasi pangan sehat pada subjek di Amerika Serikat (Oakes dan Slotterback 2002), sementara itu kandungan sodium, protein, vitamin atau mineral bukan menjadi hal yang penting. Hasil penelitian Lake et al. (2007) menunjukkan bahwa 54% individu memiliki persepsi tentang makanan sehat berupa makanan yang mengandung komponen pangan yang seimbang. Individu mendefiniskan makanan sehat sebagai makanan seimbang dengan jumlah makanan berlemak dan produk olahan susu pada tingkat sedang dan jumlah buah dan sayur yang banyak.

Penelitian Lake et al. (2007) menunjukkan jika contoh memiliki penekanan bahwa makanan yang sehat adalah makanan yang dibuat sendiri dan bebas dari bahan pengawet. Individu menggambarkan bahwa jenis lemak yang tidak baik dalam makanan adalah asam lemak jenuh dan kolesterol. Individu memiliki persepsi bahwa makanan yang sehat adalah makanan yang rendah lemak, segar dan diolah sendiri, serta memasukan buah dan sayuran ke dalam menu makannya. Secara keseluruhan persepsi tentang makanan sehat dikatakan telah sejalan dengan rekomendasi yang dianjurkan saat ini. Makanan yang sehat dipersepsikan harus dikurangi kandungan garamnya, pangan olahannya, pangan cepat saji, dan pangan tinggi lemaknya.

(36)

20

persepsi positif tinggi karena proporsi perempuan (81.2%) dalam kelompok lebih besar dibandingkan laki-laki (18.8%).

Jika dilihat dari skor median persepsi tentang pangan sehat untuk masing-masing kategori status gizi, subjek dengan kelompok status gizi lebih memiliki median skor persepsi netral dan positif lebih kecil dibandingkan dengan kelompok status gizi normal dan kurang. Hasil uji beda proporsi dengan Kruskal Wallis

menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi tentang pangan sehat antara kategori status gizi kurang, normal dan lebih (p>0.05). Hal tersebut tidak sejalan dengan hasil penelitian Lake et al. (2007) bahwa terdapat perbedaan persepsi yang nyata antara kelompok dengan IMT rendah dan tinggi. Kelompok dengan IMT tinggi cenderung memiliki persepsi lebih negatif daripada kelompok dengan IMT rendah. Hasil penelitian Sabiston dan Crocker (2008) menunjukkan bahwa persepsi terkait pangan dan perilaku makan sehat berbeda antara laki-laki dan perempuan.

Pemilihan Pangan Aspek Keragaman

Pemilihan pangan terdiri dari empat aspek, yaitu aspek keragaman, alasan, makanan pantangan, minuman kemasan, dan suplemen. Pemilihan pangan dilakukan untuk menentukan kelompok pangan yang akan dipilih untuk dikonsumsi seseorang. Pangan yang beragam dari jumlah dan jenisnya baik untuk kesehatan. Pangan yang beragam cenderung dapat memenuhi kebutuhuan hampir seluruh zat gizi yang diperlukan oleh tubuh. Pemilihan pangan yang beragam atau tidak pada subjek dengan kategori status gizi berbeda disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Sebaran subjek berdasarkan aspek keragaman dalam pemilihan pangan

(37)

sejalan dengan persentase yang rendah pada aspek keragaman yang tinggi dalam pemilihan pangan, dibandingkan dengan kategori status gizi lainnya.

Hasil penelitian Sjoberg et al. (2003) menunjukkan bahwa sebagian besar remaja mengonsumsi tiga menu makan utama dalam sehari. Remaja laki-laki dan perempuan cenderung melakukan pemilihan pangan yang tinggi energi pada menu selingannya. Remaja perempuan yang menghilangkan waktu sarapan dan makan siang cenderung memiliki pemilihan pangan yang kurang sehat dan kurang beragam sehingga miskin kandungan gizinya. Remaja juga cenderung kurang dalam pemilihan pangan produk susu (terutama susu low fat), daging, buah, sayur-sayuran, dan kacang-kacangan.

Hasil uji beda proporsi dengan Kruskal Wallis menunjukkan tidak terdapat perbedaan aspek keragaman dalam pemilihan pangan antara status gizi kurang, normal dan lebih (p>0.05). Hal tersebut tidak sejalan dengan penelitian Sabiston dan Crocker (2008) bahwa terdapat perbedaan pemilihan pangan, dengan pemilihan pangan yang lebih sehat pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Hasil penelitian Sjoberg et al. (2003) menunjukkan bahwa terdapat faktor lain yang memungkinkan tidak terdapat perbedaan yang nyata, yaitu faktor lainnya berupa gaya hidup, etnis, persepsi bentuk tubuh, dan indeks sosial ekonomi.

Aspek Makanan Pantangan

Sebanyak 35.0% dari subjek memiliki makanan pantangan. Makanan pantangan tersebut mungkin saja dapat membatasi dalam pemilihan pangan. Pembatasan dalam pemilihan pangan dapat dalam bentuk bahan pangan tertentu atau kelompok pangan yang dapat mengurangi keragaman dalam pemilihan pangan. Hal tersebut dapat menurunkan kualitas dari pangan yang dikonsumsi. Hasil penelitian Ananda (2000) menunjukkan bahwa sekitar 38.0% mahasiswa memiliki makanan pantangan.

Persentase subjek yang memiliki makanan pantangan lebih besar pada kelompok status gizi lebih (56.2%) dibandingkan dengan kelompok status gizi kurang (50.0%) dan normal (30.6%), seperti yang terlihat pada Tabel 13. Sebanyak 92.9% dari subjek yang memiliki makanan pantangan mempercayai akan makanan pantangan tersebut. Hanya 85.7% yang menerapkannya, dengan subjek pada kelompok berstatus gizi kurang yang keseluruhan menerapkan makanan pantangan tersebut. Alasan utama subjek yang memiliki makanan pantangan adalah karena alergi, baik pada kelompok berstatus gizi kurang (33.3%), normal (31.3%) maupun lebih (70.0%). Berdasarkan hasil penelitian Ananda (2000), alasan utama adanya makanan pantangan adalah karena tidak suka, alergi, kesehatan, dan kandungan zat berbahaya dalam pangan.

(38)

22

Tabel 13 Sebaran subjek berdasarkan makanan pantangan dan status gizi

Makanan

Terdapat beberapa makanan yang menjadi pantangan pada subjek dalam penelitian ini, seperti seafood (udang, cumi-cumi), kelompok buah-buahan tertentu (nanas, buah nangka, durian), kelompok pangan hewani (aneka daging merah, daging ayam, daging sapi, daging kerbau, daging kambing, gajih, telur ayam, susu, belut, ikan laut, dan ikan kembung), kelompok sayuran (tauge, sawi putih), kacang-kacangan, santan kelapa, makanan yang digoreng, mie instan, makanan yang mengandung monosodium glutamate (MSG), kopi, makanan pedas dan asam, dan nasi goreng.

Hasil penelitian Ananda (2000) menunjukkan bahwa makanan pantangan pada mahasiswa berupa seafood, petai, jengkol, durian, dan makanan berlemak. Terdapat satu subjek yang merupakan lacto-ovo vegetarian sehingga subjek memiliki makanan pantangan kelompok pangan hewani (kecuali telur dan susu). Subjek pada kategori status gizi kurang rata-rata sudah 11.7 tahun memiliki makanan pantangan. Pada kategori status gizi normal sudah 5.6 tahun dan kategori lebih sudah 4.9 tahun.

Aspek Minuman Kemasan dan Suplemen

Usia remaja cenderung memilih minuman soft drink dan minuman manis, atau minuman kemasan lainnya. Hal tersebut dapat meningkatkan asupan kalori karena kandungan gula di dalam minuman kemasan. Penelitian kali ini menunjukkan bahwa sebanyak 40.8% subjek suka memilih untuk mengonsumsi minuman kemasan. Subjek pada kelompok status gizi lebih memiliki persentase tertinggi yang suka memilih mengonsumsi minuman kemasan yaitu sebesar 62.5%. Angka tersebut lebih besar dari kelompok dengan status gizi normal (38.8%) dan kurang (16.7%), seperti yang terlihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Sebaran subjek berdasarkan minuman kemasan dan status gizi

Minuman

(39)

buah (7.4%), teh (5.9%), kopi (2.9%), minuman bersoda (1.5%), dan minuman kemasan lainnya (2.9%). Hasil penelitian Post-Skagegard et al. (2002) menunjukkan bahwa kelompok dengan rata-rata usia 17 dan 21 tahun lebih banyak memilih untuk mengonsumsi minuman kemasan berupa teh dan kopi. Tujuan utama dari memilih untuk mengonsumsi minuman kemasan pada subjek adalah sebagai berikut: membuat tubuh terasa lebih sehat (33.0%), membantu tubuh terasa lebih rileks (22.9%), menjadi lebih bertenaga saat beraktivitas (22.0%), menguatkan tulang (11.0%), membantu mengatasi stres (7.3%), dan lainnya (3.7%). Terlihat bahwa susu merupakan kelompok minuman kemasan yang paling suka dipilih untuk dikonsumsi oleh subjek, namun tujuan utamanya bukan untuk menguatkan tulang tetapi lebih pada alasan kesehatan. Sebagian besar subjek (46.5%) memperoleh informasi mengenai minuman kemasan tersebut dari televisi. Terdapat pula subjek yang memperoleh informasi dari keluarga (29.6%), teman sebaya (15.5%), internet (4.2%), dan lainnya (4.2%).

Suplemen merupakan salah satu bentuk asupan zat gizi tambahan yang memiliki dosis atau takaran tertentu. Saat ini suplemen telah banyak dijual di pasaran dalam merek, kegunaan dan kandungan yang berbeda-beda. Berdasarkan Tabel 15 sebanyak 39.2% subjek suka memilih untuk menambah asupan zat gizi dalam bentuk suplemen. Hasil penelitian Hidayat (2002) menunjukkan bahwa 22.5% remaja suka memilih untuk mengonsumsi suplemen.

Tabel 15 Sebaran subjek berdasarkan suplemen dan status gizi

Suplemen

Kategori status gizi

Total

p* Kurang Normal Lebih

n % n % n % n %

Ya 2 33.3 40 40.8 5 31.2 47 39.2

0.736 Tidak 4 66.7 58 59.2 11 68.8 73 60.8

*signifikan pada p<0.05

(40)

24

Aspek Alasan

Mengidentifikasi aspek alasan dibalik pemilihan pangan dapat dilakukan dengan melihat motif dalam pemilihan pangan menggunakan Food Choice Questionare (FCQ). Persentase tertinggi aspek alasan utama dalam pemilihan pangan yang dilakukan subjek adalah kandungan alami dalam pangan (6.25 ± 0.69), kesehatan (6.15 ± 0.68) dan harga (5.79 ± 1.03) seperti yang terlihat pada Tabel 16. Hasil tersebut sedikit berbeda dengan penelitian Sun (2008) bahwa aspek alasan utama dalam pemilihan pangan dengan rata-rata usia 21 tahun adalah harga (5.62 ± 1.08), sensorik (5.59 ± 0.88) dan suasana hati (5.47 ± 0.88). Alasan kesehatan memiliki skor 5.45 ± 0.94 dan alasan kandungan alami dalam pangan memiliki skor sebesar 5.15 ± 0.99, dengan skor terendah berupa alasan pengendalian berat badan (5.09 ± 1.23). Perbedaan tersebut dapat disebabkan karena latar belakang subjek yang berbeda.

Tabel 16 Rata-rata skor alasan dalam pemilihan pangan dan status gizi Pemilihan pangan

Pada kategori status gizi normal alasan utama dalam pemilihan pangannya adalah kandungan alami dalam pangan, kesehatan dan harga. Pada kategori status gizi lebih dan kurang alasan utama dalam pemilihan pangannya adalah kesehatan, kandungan alami dalam pangan dan sensorik. Terlihat bahwa pada subjek dengan kategori status gizi lebih dan kurang, alasan sensorik atau tampilan dari pangan merupakan hal yang penting dalam pemilihan pangan. Aspek alasan harga menjadi penting dalam pemilihan pangan pada kategori status gizi normal. Pada ketiga kategori status gizi, aspek alasan kesehatan dan kandungan alami dalam pangan merupakan aspek yang penting dalam pemilihan pangan.

(41)

pangan karena alasan kesehatan. Berdasarkan penelitian Steptoe dan Pollard (1995) alasan sensorik (2.99 ± 0.63), harga (2.83 ± 0.80) dan kesehatan (2.83 ± 0.72) menjadi alasan utama dalam pemilihan pangan pada usia 17-89 tahun.

Terdapat perbedaan alasan pengendalian berat badan antar kategori status gizi (p=0.011) berdasarkan hasil uji beda Kruskal Wallis. Hasil uji beda Mann-Whiteney menunjukkan terdapat perbedaan bermakna antara alasan pengendalian berat badan pada kelompok status gizi kurang dengan normal (p=0.044), normal dengan lebih (p=0.034) dan kurang dengan lebih (p=0.013). Hasil uji beda

Kruskal Wallis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pula pada alasan suasana hati (p=0.019) antar status gizi berbeda. Hasil uji beda Mann-Whiteney

menunjukkan terdapat perbedaan alasan suasana hati pada kategori status gizi normal dengan lebih (p=0.029) dan pada kategori status gizi kurang dan lebih (p=0.014).

Kebiasaan Makan

Kebiasaan makan adalah pola perilaku konsumsi pangan yang terjadi secara berulang. Pada remaja sering kali tidak sarapan atau makan pagi; menyukai makanan selingan yang tinggi lemak, kalori dan garam; cenderung pemilih makanan; serta kurang menyukai sayur dan buah (Waluya 2007). Salah satu metode pengukuran kebiasaan makan khusus pada usia remaja adalah dengan menggunakan Adolescent Food Habits Checklist (AFHC). Hasil pengukuran kebiasaan makan dengan metode AFHC menghasilkan skor seperti pada Tabel 17.

Tabel 17 Sebaran subjek berdasarkan kebiasaan makan sehat (AFHC) dan status gizi

Kebiasaan makan

Kategori status gizi

Total

p* Kurang Normal Lebih

n % n % n % n %

Baik 3 50.0 56 57.1 10 62.5 69 57.5

0.680 Kurang baik 3 50.0 42 42.9 6 37.5 51 42.5

Skor AFHC (mean ± SD) 11.9 ± 4.6 12.0 ± 3.6 13.0 ± 3.8 12.2 ± 3.7

*signifikan pada p<0.05

Berdasarkan Tabel 17 terlihat bahwa subjek dengan kategori status gizi lebih memiliki kebiasaan makan yang lebih sehat dibandingkan dengan kelompok status gizi normal ataupun kurang. Hal tersebut dapat dilihat dari rata-rata skor AFHC pada masing-masing kelompok status gizi. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian Sabiston dan Crocker (2008) yang menunjukkan bahwa remaja dengan IMT yang lebih besar memiliki kebiasaan makan yang lebih sehat dibandingkan dengan kelompok IMT normal atau kurang. Upaya mencapai bentuk tubuh ideal atau mengubah ukuran tubuh dilakukan dalam bentuk respon berupa kebiasaan makan yang lebih sehat.

Gambar

Gambar 1  Kerangka pemikiran persepsi tentang pangan sehat, pemilihan pangan
Tabel 1  Kategori status gizi (WHO 2000)
Tabel 2  Kategori status gizi berdasarkan IMT/U (WHO 2005)
Tabel 4  Kategori alasan dalam pemilihan pangan (Steptoe dan Pollard 1995)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Patih Harya Suman alias Sengkuni sangat besar sekali pengaruhnya pada para Kurawa dalam membentuk anganggapan bahwa Pandawa Lima merupakan musuh dan saingan terberatnya,

Tempat penyimpanan paling praktis untuk menyimpan emisi karbon dalam jumlah banyak biasanya reservoir minyak atau gas yang sudah tua.. Yang diperlukan adalah

Light Sled Terhadap Hasil Lari Sprint 100 Meter Atlet Putra Pengcab PASI Kota. Tanjungbalai

Pengaruh perlakuan pemberian tanah lapisan atas hutan pinus dan pupuk P terhadap tingkat infeksi mikoriza akar tanaman bawang putih ditunjukkan pada gambar 2..

Berdasarkan hasil analisis data kualitatif dan kuantitatif, maka dapat diketahui bahwa hasil observasi kegiatan siswa dan guru pada siklus I masih mencapai kategori cukup , dan hasil

Antam mencatat investasi dalam saham sebesar Rp92 miliar pada kuartal pertama tahun 2009, atau turun 81% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu karena adanya penjualan

Laminasi dengan sistem dingin (cold) untuk menempelkan plastik pada benda kerja dengan menggunakan lem dengan basis air, untuk mencairkan lem sesuai dengan

Dari kelebihan dan kekurangan tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran SFE menghasilkan prestasi belajar siswa yang lebih baik daripada model konvensional pada