• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Teknik Pemasakan Beras Analog Terhadap Tingkat Kesukaan Konsumen dan Nilai Indeks Glikemik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Teknik Pemasakan Beras Analog Terhadap Tingkat Kesukaan Konsumen dan Nilai Indeks Glikemik"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH TEKNIK PEMASAKAN BERAS ANALOG

TERHADAP TINGKAT KESUKAAN KONSUMEN DAN NILAI

INDEKS GLIKEMIK

REYNALDY FAJRI ALDYA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Teknik Pemasakan Beras Analog Terhadap Tingkat Kesukaan Konsumen dan Nilai Indeks Glikemik adalah benar karya saya dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

REYNALDY FAJRI ALDYA. Pengaruh Teknik Pemasakan Beras Analog Terhadap Tingkat Kesukaan Konsumen dan Nilai Indeks Glikemik. Dibimbing oleh RIMBAWAN.

Beras analog merupakan inovasi baru pangan sumber karbohidrat yang terbuat dari tepung jagung, sagu dan sorgum kemudian diproses sehingga membentuk bulir beras. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari pengaruh teknik pemasakan beras analog dengan menggunakan rice cooker terhadap tingkat kesukaan dan nilai indeks glikemik. Pada penelitian ini dilakukan beberapa teknik pemasakan beras analog dengan menggunakan variasi suhu (suhu kamar dan mendidih) dan penghangatan kembali sebelum dikonsumsi (15’, 60’, 120’). Berdasarkan uji organoleptik didapatkan nasi analog yang paling disukai dan tidak disukai, yang kemudian akan dilanjutkan dengan analisis zat gizi proksimat, serat pangan dan indeks glikemik. Nasi analog yang paling disukai adalah nasi dengan

teknik pemasakan menggunakan air mendidih dan dikonsumsi 15’ setelah matang,

sedangkan yang tidak disukai adalah nasi yang dimasak menggunakan air dingin

dan dikonsumsi 60’ setelah matang. Hasil nilai indeks glikemik nasi analog yang disukai dan tidak disukai berturut-turut sebesar 55.16 dan 51.76. Nilai IG tersebut termasuk dalam kategori rendah sampai batas atas rendah. Uji independen sampel t-test menunjukkan tidak terdapat perbedaaan yang signifikan antara teknik pemasakan terhadap nilai indeks glikemik.

Kata kunci: beras analog, indeks glikemik, teknik pemasakan.

ABSTRACT

REYNALDY FAJRI ALDYA. Effect of analogue rice cooking technique to consumers preference level and glycemic index. Supervised by RIMBAWAN.

Analogue rice is a new innovative food source of carbohydrate made from cornstarch, sago and sorghum then processed to grain of rice-form. This study was aimed to analyze the effect of analogue rice cooking technique using “rice cooker” to consumers preferences level and glycemic index values. In this study, analogue rice was cooked using varies of temperatures (cold and boiled water) and

re-warming time (15’, 60’, 120’) before it was consumed. Based on organoleptic tests, two from each cooking techniques was selected representing analogue rice which are most preferred and not preferred. Selected products were then analyzed for proxymate nutrients, dietary fiber and glycemic index. Cooking of rice with boiled water and consumed 15’ after cooked was the most preferred technique,

while that with cold water and consumed 60’ after cooked was the not preferred

technique. Results of glycemic index values of analogue rice which is most preferred and not preferred are 55.16 and 51.76 respectively. The IG values included in category low till upper limit low. Independent samples t-test showed that there was no significant difference between selected cooking techniques with glycemic index values.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

PENGARUH TEKNIK PEMASAKAN BERAS ANALOG

TERHADAP TINGKAT KESUKAAN KONSUMEN DAN NILAI

INDEKS GLIKEMIK

REYNALDY FAJRI ALDYA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul : Pengaruh Teknik Pemasakan Beras Analog Terhadap Tingkat Kesukaan Konsumen dan Nilai Indeks Glikemik

Nama : Reynaldy Fajri Aldya NIM : I14100044

Disetujui oleh

Diketahui oleh

Dr. Rimbawan Ketua Departemen

Tanggal disetujui:

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2014 hingga Agustus 2014 ialah indeks glikemik, dengan judul Pengaruh Teknik Pemasakan Beras Analog Terhadap Tingkat Kesukaan Konsumen dan Nilai Indeks Glikemik.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Rimbawan selaku pembimbing skripsi, serta Ibu Dr. Ir. Lilik Kustiyah, MS selaku pembimbing akademik yang telah banyak memberi saran. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Leily Amalia Furkon, S.TP., M.Si atas kesediaannya sebagai pemandu seminar dan penguji ujian skripsi. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Mashudi dari bagian laboratorium analisis zat gizi, Ibu Titi beserta staf laboratorium biokimia gizi, serta laboran semua laboratorium, yang membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

Manfaat Penelitian 2

METODOLOGI PENELITIAN 2

Disain, Tempat dan Waktu 2

Alat dan Bahan 3

Tahapan Penelitian 3

Pengolahan dan Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Pengolahan Beras Analog 6

Uji Organoleptik 7

Analisis Kandungan Zat Gizi dan Serat Pangan Hasil Pengolahan Beras

Analog 11

Penentuan IG Hasil Pengolahan Beras Analog 14

SIMPULAN DAN SARAN 17

Simpulan 17

Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 18

LAMPIRAN 22

(14)

DAFTAR TABEL

1 Hasil uji mutu hedonik nasi analog 8

2 Hasil uji hedonik nasi analog 9

3 Indeks glikemik beberapa varietas beras giling di Indonesia 17

DAFTAR GAMBAR

1 Tahapan Penelitian 4

2 Beras analog 7

3 Grafik hasil analisis kandungan zat gizi dan serat pangan nasi analog

terpilih (disukai dan tidak disukai) 11

4 Grafik available carbohydrate dan jumlah pangan uji terpilih (disukai

dan tidak disukai) yang dikonsumsi 14

5 Kurva respon gula darah nasi analog terpilih (disukai dan tidak disukai)

terhadap glukosa murni 14

6 Grafik IG nasi analog terpilih (disukai dan tidak disukai) 15

LAMPIRAN

1 Uji mutu hedonik organoleptik 22

2 Uji hedonik organoleptik 23

3 Hasil analisis statistik Kruskal-Wallis terhadap mutu hedonik nasi

analog 24

4 Hasil analisis statistik Duncan terhadap mutu hedonik nasi analog 25 5 Hasil analisis statistik Kruskal-Wallis terhadap hedonik nasi analog 26 6 Hasil analisis statistik Duncan terhadap hedonik nasi analog 27 7 Langkah-langkah metode analisis kimia, meliputi analisis proksimat

(analisis kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar potein, kadar

karbohidrat) dan analisis serat pangan 28

8 Hasil uji t-test perbedaan teknik pemasakan terpilih (nasi analog disukai dan tidak disukai) terhadap nilai kandungan gizi 32 9 Formulir persetujuan setelah mendapatkan penjelasan (INFORMED

CONSENT) 33

10 Surat persetujuan etik penelitian 34

11 Rekapitulasi data indeks glikemik nasi analog yang disukai 35 12 Rekapitulasi data indeks glikemik nasi analog yang tidak disukai 35 13 Hasil uji t-test perbedaan teknik pemasakan terbaik (nasi analog

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif yang berbahaya. Penyakit ini merupakan penyakit non infeksi yang disebabkan oleh pola makan serta pola hidup yang tidak baik. Penyakit ini sudah mulai menyerang manusia pada usia 40 tahun dan bahkan usia dibawahnya.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, menunjukkan proporsi penyebab kematian akibat diabetes mellitus pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke 2 yaitu 14.7%, sedangkan pada daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke 6 yaitu 5.8%. Peningkatan pendapatan per kapita dan perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar menyebabkan pravalensi penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus menjadi bertambah. World Health Organization (WHO) melaporkan pada tahun 2007 terdapat 246 juta penderita diabetes dan 3.5 juta mengalami kematian akibat diabetes. Hal ini menunjukkan bahwa diabates mellitus merupakan salah satu penyebab kematian terbesar.

Risiko diabetes dapat disebabkan karena keturunan dan life style atau gaya hidup. Secara umum, hampir sebagian besar prevalensi diabetes adalah diabetes tipe 2. Pada diabetes tipe ini, gaya hidup yang tidak sehat seringkali menjadi faktor pemicu. Hal ini terlihat berdasarkan hasil Riskesdas (2007) prevalensi kurang makan buah dan sayur sebesar 93.6% dan prevalensi kurang aktivitas fisik pada penduduk diatas usia 10 tahun sebesar 48.2%. Meningkatnya konsumsi pangan cepat saji, menurunnya aktivitas (sedentary life), serta prevalensi merokok yang relatif tinggi juga merupakan risiko yang meningkatkan terjadinya diabetes tipe 2.

Salah satu pengaturan pola hidup sehat adalah dengan cara pengaturan gizi dengan pendekatan nilai indeks glikemik. Setiap bahan pangan mempunyai pegaruh berbeda terhadap kenaikan kadar gula dalam darah (Barclay et al. 2005). Hal tersebut berarti setiap bahan pangan mempunyai respon yang berbeda terhadap glukosa darah dan dapat dikatakan bahwa nilai indeks glikemik dari setiap bahan pangan berbeda. Pemilihan bahan pangan dengan nilai indeks glikemik yang rendah dapat mencegah lonjakan kadar gula dalam darah, hal ini sangat bermanfaat dan dianjurkan bagi para diabetesi yang ingin melakukan pengaturan pola makan.

(16)

2

Pada umumnya pengolahan beras menjadi nasi dilakukan melalui proses pemasakan menggunakan beberapa alat tanak. Rice cooker merupakan salah satu alat tanak nasi yang penggunaannya semakin meningkat. Cara pemasakan beras analog pada label kemasan adalah dengan menggunakan air panas yang langsung dimasukan ke dalam rice cooker tetapi pada umumnya masyarakat memasak beras dengan menggunakan air dingin, oleh karena itu pada penelitian ini beras analog diolah dengan beberapa teknik pemasakan berupa pemanasan menggunakan air dingin dan air panas dengan waktu konsumsi yang berbeda. Hal ini akan berpengaruh kepada tingkat kesukaan dan nilai indeks glikemik nasi analog. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melihat bagaimana pengaruh itu, sehingga penelitian ini perlu dilakukan.

Tujuan

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh teknik pemasakan beras analog dan waktu penghangatan sebelum dikonsumsi terhadap nilai IG. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Mempelajari teknik pemasakan nasi analog terpilih dari beberapa teknik pemasakan menggunakan beberapa variasi suhu air dan waktu penghangatan sebelum dikonsumsi dengan waktu yang berbeda melalui uji organoleptik. 2. Mempelajari komposisi zat gizi proksimat dan serat pangan nasi analog

terpilih.

3. Mempelajari nilai Indeks Glikemik nasi analog dari teknik pemasakan yang terpilih.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat membantu masyarakat untuk memilih proses pengolahan beras analog yang paling sesuai dengan kondisi diabetisi mengingat nilai indeks glikemik pangan berperan dalam menentukan respon terhadap perubahan kadar glukosa darah antar waktu.

METODOLOGI PENELITIAN

Desain, Tempat dan Waktu

(17)

3 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain, gelas ukur, termometer, piring, pemanas air, rice cooker, sendok, cawan alumunium, cawan porselen, desikator, oven, timbangan analitik, tabung reaksi, gelas piala, labu takar, sudip, tanur, labu lemak, labu Kjeldhal, alat destruksi, alat destilasi, erlenmeyer, labu semprot, corong, pompa vakum, pipet volimetrik, Soxhlet, lancet, glukometer GlucoDr dan strip GlukoDr

Bahan yang digunakan antara lain beras analog, air bebas ion, selenium mix, HCl (0,03 N; 0,1 M dan 6 M), NaOH 30%, asam borat (H3BO3 3%), etanol 95 %,

aseton, buffer fosfat asam nitrat (HNO3), asam sufat (H2SO4), pepsin, natrium

bikarbonat (NaHCO3), heksan, petroleum eter, alcohol swab, kapas, air mineral

dan dextrose monohydrate.

Tahapan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan proses pemasakan beras analog dengan dua perlakuan yang berbeda, pertama yaitu penanakan dengan air panas yang kedua adalah penanakan dengan air suhu kamar, kemudian dibiarkan tetap hangat dalam rice cooker sesuai waktu penghangatan sebelum dikonsumsi yang telah ditentukan, sedangkan penelitian utama dilakukan uji organoleptik, analisis kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar abu, kadar karbohidrat, serat pangan, serta penentuan nilai indeks glikemik terhadap nasi analog yang disukai dan tidak disukai. Secara skematik tahap penelitian disajikan dalam Gambar 1 pada halaman 4.

Uji organoleptik

Uji organoleptik yang dilakukan meliputi uji mutu hedonik dan uji hedonik. Uji mutu hedonik meliputi mutu aroma, testur, warna dan rasa dengan skor 1 sampai 5. Skor aroma 1 memiliki arti sangat apek sampai 5 dengan arti sangat wangi, skor tekstur 1 berarti sangat pera sampai 5 berarti sangat pulen, skor warna 1 dengan arti sangat buram sampai 5 dengan arti sangat putih cerah, skor rasa 1 memiliki arti sangat hambar sampai 5 memiliki arti hambar manis. Uji hedonik yang dilakukan meliputi uji kesukaan aroma, tekstur, warna dan rasa dengan skala 1 sampai 5 (sangat tidak suka sampai sangat suka). Panelis adalah panelis agak terlatih sebanyak 40 orang mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat IPB.

Analisis kandungan zat gizi hasil pengolahan beras analog

(18)

4

Gambar 1 Tahapan penelitian Ket = Penelitian pendahuluan

= Peneliian utama

Penentuan IG Hasil Pengolahan Beras Analog

Penelitian ini telah mendapat izin dari Komisi Etik Penelitian Biomedis, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia pada tanggal 21 Juli 2014 dengan

Penentuan nilai indeks glikemik nasi analog

Uji organoleptik

Analisis zat gizi proksimat dan seratpangan dengan dua kali ulangan

Pemasakan beras dengan dua cara perlakuan yang berbeda

Didapatkan teknik pemasakan dan waktu konsumsi setelah matang terpilih (disukai dan tidak disukai) Penanakan dengan air

panas (900C) menggunakan rice cooker

Penanakan dengan air suhu normal(230C) menggunakan rice cooker

Nasi analog dibiarkan dalam rice cookerdengan waktu penghangatan sebelum dikonsumsi selama 15 menit, 60 menit dan 120 menit setelah matang

Disiapkan rice cooker

Ditunggu hingga nasi analog siap untuk dikonsumsi (matang)

(19)

5 nomor 486/H2.F1/ETIK/2014. Jumlah subjek yang dibutuhkan dalam penelitian ini sebanyak 10 orang yang terdiri dari 5 orang pria dan 5 orang wanita. Subjek penelitian harus memenuhi dua kriteria, yaitu kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Kriteria inklusi terdiri atas subjek berumur 18-30 tahun, subjek memiliki indeks masa tubuh (IMT) normal antara 18.5 – 22.9 kg/m2 (WHO untuk Asia Pasifik 2000) dan subjek dalam kondisis sehat. Kriteria eksklusi subjek penelitian antara lain: memiliki riwayat penyakit DM, sedang mengalami gangguan pencernaan, menjalani pengobatan, menggunakan obat-obatan terlarang, meminum alkohol, dan perokok.

Tahapan awal yang dilakukan dalam penentuan IG hasil pemasakan beras analog ini adalah seleksi subjek penelitian, pemilihan subjek penelitian dilakukan dengan secara purposive dikarenakan alasan kemudahan dalam melakukan penelitian. Penjaringan calon subjek dilakukan dengan cara sosialisasi. Subjek mula-mula diberikan penjelasan bahwa penelitian ini sudah mendapatkan izin dari Komisi Etik Penelitian Biomedis, kemudian diberikan penjelasan mengenai presedur penelitian termasuk kompensasi yang akan diterima subjek dan hak untuk mengundurkan diri dari peneltian yang pada akhirnya subjek mengisi informed consent untuk seterusnya dinyatakan sebagai subjek penelitian.

Kemudian subjek diberikan pangan acuan glukosa/dekstrosa (IG:100) dan pangan uji (nasi analog disukai dan tidak disukai), untuk selanjutnya dilakukan perhitungan indeks glikemik. Pangan acuan akan diberikan pada minggu pertama penelitian. Pangan acuan (untuk pengukuran IG) adalah glukosa/dekstrosa (IG: 100) yang mengandung 50g available carbohydrate. Glukosa/dektrosa diberikan kepada subjek dengan dilarutkan bersama air mineral 240 mL dengan batas waktu konsumsi 5-10 menit. Pangan uji (nasi analog) akan diberikan setelah pemberian pangan acuan. Masing-masing pangan uji diberikan setara dengan 50g kandungan karbohidrat tersedia (available carbohydrate). Jumlah porsi yang diberikan kepada subjek dihitung dengan cara berikut:

Jarak pemberian pangan acuan dan pangan uji adalah satu minggu hal ini untuk memulihkan kondisi subjek. Menurut Rimbawan dan Siagian (2004), jarak pengambilan glukosa darah antara pangan satu dengan pangan lainnya adalah tiga hari agar memerkecil keragaman respon glukosa darah.

Setelah pangan uji (nasi analog) dikonsumsi oleh subjek, langkah selajutnya adalah pengambilan sampel darah subjek untuk mengetahui IG hasil pengolahan beras analog. Prosedur penentuan Indeks Glikemik pangan adalah sebagai berikut (Miller 1996 diacu dalam Rimbawan & Siagian 2004) dan telah ditetapkan prosedur standar oleh BPOM melalui Peraturan Kepala BPOM No HK. 03.1.23.12.11.09909 tahun 2011:

a) Pangan acuan berupa dextrose monohydrate setara dengan 50 gram available carbohydrate diberikan pada subjek penelitian yang telah menjalani puasa selama 10 jam, kecuali air.

(20)

6

c) Pada 7 hari kemudian, hal yang sama dilakukan dengan memberikan pangan uji berupa nasi analog yang disukai, selanjutnya 7 hari berikutnya diberikan pangan uji ke 2 berupa nasi analog yang tidak disukai.

d) Kadar glukosa darah (pada setiap waktu pengambilan sampel) ditebarkan pada dua sumbu, yaitu sumbu x (waktu dalam menit) dan sumbu y (kadar glukosa darah) dengan menggunakan Software Microsoft Excel 2007.

e) Indeks glikemik ditentukan dengan cara membandingkan luas daerah di bawah kurva antara pangan yang diukur indeks glikemiknya dengan pangan acuan (glukosa).

Kurva respon gula darah dihitung dengan menggunakan luas area bawah kurva (Area Under Curve). Cara perhitungan menggunakan luas area bawah kurva merupakan cara yang valid. Luas daerah dibawah kurva dapat dihitung dengan berbagai cara, salah satunya adalah IAUC, cara ini merupakan cara terbaik untuk menghitung nilai IG (Wolever 2006). Indeks glikemik ditentukan dengan membandingkan luas daerah di bawah kurva antara pangan yang diukur indeks glikemiknya dengan pangan acuan (Wolever et al. 2008). IG yang diperoleh merupakan rata-rata dari IG 10 orang subjek penelitian.

Pengolahan dan Analisis Data

Hasil pengukuraan respon glukosa darah pangan acuan dan pangan uji direkap dan diolah dengan bantuan Microsoft Excel 2007. Hasil dari data tersebut kemudian akan didapat kurva respon glukosa darah yang kemudian dihitung dengan menggunakan luas daerah dibawah kurva. Sumbu X pada kurva merupakan waktu pengambilan darah dan sumbu Y merupakan kadar glukosa darah subjek. Data hasil organoleptik dianalisis dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis dengan menggunakan sistem ranking tertinggi dan terendah sebagai dasar untuk penentuan hasil pemasakan terpilih (nasi analog disukai dan tidak disukai). Uji Duncan digunakan untuk mengetahui teknik pemasakan beras analog mana yang berbeda setelah diketahui jika pengaruhnya tekhnik pemasakannya signifikan. Independen sample t-test digunakan untuk mengatahui apakah ada perbedaan antara kandungan gizi nasi analog terpilih (disukai dan tidak disukai) serta untuk mengetahui apakah ada perbedaan antara nilai IG terhadap teknik pemasakan dan waktu konsumsi setelah matang. Uji analisis statistika ini menggunakan bantuan software SPSS 16.0 for windows.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengolahan Beras Analog

(21)

7 berbasis tepung jagung, sagu dan sorgum yang diproses sedemikian rupa sehingga mempunyai karakteristik seperti beras, baik sifat-sifat fisik butiran, penanakan dan tekstur (Budijanto et al. 2013). Metode pemasakan untuk beras analog dapat dilakukan seperti menanak nasi pada umumnya.

Gambar 2 Beras analog

Pada umumnya proses pengolahan beras menjadi nasi dapat dilakukan menggunakan beberapa alat tanak. Rice cooker merupakan alat penanak nasi yang penggunaannya semakin meningkat. Pada penelitian ini proses penanakan dilakukan dalam dua cara.

Pertama yaitu penanakan dengan menggunakan air panas sesuai dengan aturan menanak pada label beras analog, kedua yaitu penanakan dengan menggunakan air suhu kamar sesuai dengan cara penanakan nasi pada umumnya. Perbandingan air dengan beras yang digunakan dalam penanakan yaitu 1:1. Setelah proses penanakan selesai, nasi analog dibiarkan tetap hangat di dalam rice cooker dengan beberapa waktu konsumsi yang berbeda yaitu 15 menit, 60 menit dan 120 menit setelah matang. Pemasakan beras analog dengan menggunakan rice cooker membutuhkan waktu sekitar 18 menit. Penggunaan air panas dapat mempercepat proses pemasakan dibandingkan dengan air dingin. Selisih waktu antara pemaskan dengan air panas dan pemasakan dengan air dingin yaitu sekitar 3 menit.

Uji Organoleptik

Keistimewaan produk pangan yaitu mempunyai nilai mutu subjektif yang menonjol disamping mutu objektif. Jika mutu objektif dapat diukur dengan instrumen fisik maka sifat mutu subjektif hanya dapat diukur dengan instrumen manusia (Soekarto 1990). Pengujian sensori atau pengujian dengan indera atau dikenal dengan pengujian organoleptik merupakan penilaian dengan cara memberi rangsangan terhadap organ tubuh, penilian ini digunakan untuk mengetahui daya terima suatu produk serta untuk menilai mutu suatu bahan (Soekarto 1990). Analisis sensori akan memberikan keyakinan terhadap pengambilan keputusan penting yang sangat tergantung pada pengujian kualitas sensori produk (Setyaningsih et al. 2010).

(22)

8

menyatakan kesan tentang baik atau buruk suatu bahan uji. Kesan mutu hedonik lebih spesifik daripada sekedar kesan suka atau tidak suka. Uji mutu hedonik dapat bersifat umum dan bersifat spesifik seperti empuk-keras (Setyaningsih et al. 2010), sedangkan uji hedonik merupakan salah satu jenis uji penerimaan (Rahayu 1998). Pengujian ini dilakukan pada 40 orang panelis agak terlatih untuk menentukan nasi analog terpilih berdasarkan penilaiannya terhadap beberapa macam teknik pemasakan berupa beberapa variasi suhu dan waktu konsumsi setelah matang yang berbeda.

Uji pada Panelis

Pengujian sifat organoleptik pada panelis agak terlatih bertujuan untuk menentukan teknik pemasakan dan waktu konsumsi setelah matang yang paling disukai dan tidak disukai dari nasi analog. Penilaian dilakukan melalui uji hedonik (kesukaan) dan uji mutu hedonik terhadap atribut aroma, tekstur, warna dan rasa. Hal ini didasarkan karena mutu penerimaan konsumen beras ditentukan oleh keempat atribut tersebut (Santika & Aliawati 2007). Beras analog pada penelitian kali ini ditanak dengan teknik pemasakan dan waktu konsumsi yang berbeda-beda. Teknik pemasakan 120’AP yaitu beras analog ditanak dengan air panas dan dibiarkan tetap hangat dalam rice cooker dengan selang waktu konsumsi 120 menit setelah matang, teknik 120’AD yaitu beras analog ditanak dengan air dingin dan dibiarkan tetap hangat dalam rice cooker dengan selang waktu konsumsi 120 menit setelah matang, teknik 60’ AP yaitu beras analog ditanak dengan air panas dan dibiarkan tetap hangat dalam rice cooker dengan selang waktu konsumsi 60 menit setelah matang, teknik 60’AD yaitu beras analog ditanak dengan air dingin dan dibiarkan tetap hangat dalam rice cooker dengan selang waktu konsumsi 60

Cara penilaian yaitu dengan menggunakan metode skor dengan skala penilaian mulai dari angka 1 sampai dengan angka 5. Pada uji mutu hedonik, semakin tinggi nilai yang diberikan panelis maka semakin baik pula mutu nasi analog, sedangkan pada uji hedonik, semakin tinggi nilai yang diberikan panelis menunjukan tingkat kesukaan terhadap nasi analog. Hasil uji mutu hedonik dan hedonik disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1 Hasil uji mutu hedonik nasi analog

Teknik

(23)

9 Tabel 2 Hasil uji hedonik nasi analog

Teknik suka, warna 1= sangat tidak suka 5= sangat suka, rasa 1= sangat tidak suka 5= sangat suka. Nilai rata-rata sekolom dengan huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0.05) sedangkan huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0.05).

Aroma

Aroma adalah bau yang sulit diukur dan bersifat subjektif, hal ini disebabkan karena setiap orang mempunyai sensitifitas dan kesukaan yang berbeda-beda. Setiap orang dapat mendeteksi perbedaan aroma tetapi setiap individu dapat memiliki kesukaan yang berlainan (Meilgaard et al. 2000). Sebagian besar enak atau tidaknya makanan ditentukan oleh aroma, maka dari itu aroma penting karena dapat dengan cepat memberikan penilaian terhadap penerimaan konsumen.

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat rata-rata mutu aroma berkisar antara 2.95-3.25. Nilai warna ini berada pada kisaran biasa sampai wangi. Rata-rata tingkat kesukaan panelis (Tabel 2) terhadap aroma yaitu berkisar antara 3.03-3.28, yaitu berkisar antara biasa sampai suka. Perbedaan suhu air yang digunakan dalam penanakan, serta penghangatan dalam rice cooker dengan selang waktu konsumsi setelah matang yang berbeda tidak berpengaruh nyata pada mutu aroma dan kesukaan aroma (p>0.05).

Tekstur

Tekstur adalah suatu sifat dari bahan atau produk makanan yang dapat dirasakan melalui sentuhan kulit maupun pencicipan. Mutu tekstur suatu produk makanan ditentukan oleh kemudahan terpecahnya partikel-partikel penyusunnya bila produk tersebut dikunyah. Tekstur salah satu sifat penting dalam mutu produk makanan karena setiap produk makanan memiliki perbedaan dalam sifat dan strukturnya. Menurut Gozali et al. (2001) dijelaskan bahwa tekstur makanan adalah bagaimana berbagai unsur struktur ditata dan digabung menjadi makro dan mikro struktur. Tekstur pulen pada umumnya disukai orang suku sunda, perbedaan tektur pulen atau pera dapat dipengaruhi oleh derajat gelatinisasi pati. Kandungan amilosa dan amilpektin dapat memengaruhi hal tersebut. Pati dengan kandungan amilopektin yang tinggi akan membentuk gel yang tidak kaku, sedangkan pati dengan amilopektin yang rendah akan gel yang kaku. Beras umumnya tergelatinisasi pada suhu dibawah 800C (Winarno 2008).

(24)

10

waktu konsumsi setelah matang yang berbeda berpengaruh nyata pada mutu tekstur dan kesukaan tekstur (p<0.05).

Warna

Warna secara visual tampil lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan. Suatu bahan yang bergizi, enak dan teksturnya sangat baik, tidak akan timbul rasa ingin makan jika memiliki warna yang tidak enak dipandang atau tidak menarik.

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat rata-rata mutu warna berkisar antara 2.78-3.33. Nilai warna ini berada pada kisaran buram sampai biasa. Rata-rata tingkat kesukaan panelis (Tabel 2) terhadap warna yaitu berkisar antara 3.00-3.33, yaitu berkisar antara biasa sampai suka. Perbedaan suhu air yang digunakan dalam penanakan, serta penghangatan dalam rice cooker dengan selang waktu konsumsi setelah matang yang berbeda berpengaruh nyata pada mutu warna (p<0.05), namun tidak berpengaruh nyata terhadap kesukaan warna (p>0.05).

Rasa

Rasa merupakan hasil dari beberapa tanggapan dan merupakan dari campuran tanggapan cicip dan bau yang dipengaruhi oleh kesan lain seperti pengelihatan, pendengaran dan sentuhan. Rasa merupakan tanggapan atas adanya rangsangan kimiawi pada indera pengecap lidah, khususnya jenis rasa dasar yaitu manis, asin, asam dan pahit (Meilgaard et al. 2000). Menurut Winarno (2008) rasa merupakan salah satu penentu daya terima konsumen.

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat rata-rata mutu rasa berkisar antara 2.28-2.78. Nilai rasa ini berada pada kisaran hambar sampai biasa. Rata-rata tingkat kesukaan panelis (Tabel 2) terhadap rasa yaitu berkisar antara 2.58-3.03, yaitu berkisar antara kurang suka sampai biasa. Perbedaan suhu air yang digunakan dalam penanakan, serta penghangatan dalam rice cooker dengan selang waktu konsumsi setelah matang yang berbeda berpengaruh nyata pada mutu rasa dan kesukaan rasa (p<0.05).

Penentuan Hasil Pengolahan Beras Analog Terpilih

Pada hasil uji Kruskal-Wallis didapatkan pengaruh yang nyata pada mutu rasa dan kesukaan rasa dengan p<0.05, serta memiliki pengaruh yang nyata pada mutu tekstur dan kesukaan tekstur dengan p<0.05. Teknik pemasakan 15’AP yaitu beras analog yang ditananak dengan air panas dan dibiarkan tetap hangat dalam rice cooker dengan selang waktu konsumsi 15 menit setelah matang memiliki mean rank tertinggi untuk parameter rasa dan tektur sehingga dapat dinyatakan sebagai produk terpilih dalam penelitian ini. Sedangkan teknik pemasakan 60’AD yaitu beras analog yang ditananak dengan air dingin dan dibiarkan tetap hangat dalam rice cooker dengan selang waktu konsumsi 60 menit setelah matang memiliki mean rank terendah untuk parameter rasa dan tekstur sehingga dapat dinyatakan sebagai produk yang tidak terpilih (tidak disukai). Pada umumnya panelis cenderung lebih peka terhadap atribut tekstur dan rasa sehingga memberikan penilaian yang signifikan pada kedua atribut ini. Penilaian panelis

terhadap atribut tekstur pada teknik pemasakan 15’AP lebih tinggi dibandingkan

dengan yang lainnya, pada umumnya suku sunda cenderung lebih menyukai

(25)

11 menjadi lebih tinggi. Penilaian panelis terhadap atribut rasa pada teknik

pemasakan 15’AP lebih tinggi dibandingkan dengan teknik lain. Rasa merupakan gabungan dari beberapa tanggapan seperti cicip dan bau yang mungkin dipengaruhi oleh kesan lain seperti tampilan suatu makanan, pada teknik

pemasakan 15’AP umumnya memiliki penilai panelis yang tinggi pada semua

atribut sehingga hal ini akan berpengaruh terhadap penilaian atribut rasa yang lebih tinggi dibandingkan dengan teknik pemasakan lain, sehingga penilaian atribut ini tinggi.

Analisis Kandungan Zat Gizi dan Serat Pangan Hasil Pengolahan Beras Analog

Nasi analog yang dianalisis adalah nasi analog dari hasil teknik pemasakan terpilih (disukai dan tidak disukai) berdasarkan uji organoleptik. Komposisi yang terdapat dalam bahan makanan akan memengaruhi respon glukosa darah (Vosloo 2005) maka dari itu dilakukan analisis kandungan zat gizi dan serat pangan. Selain itu analisis ini bertujuan untuk menentukan jumlah karbohidrat tersedia (available carbohydrate) setara dengan 50g, yang kemudian akan diberikan kepada subjek penelitian dalam penentuan IG masing-masing dari hasil pengolahan beras analog produk terpilih dan tidak terpilih. Hasil analisis kandungan zat gizi dan serat pangan dari cara pengolahan terpilih (nasi analog disukai dan tidak disukai) disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Grafik hasil analisis kandungan zat gizi dan serat pangan nasi analog terpilih (disukai dan tidak disukai)

Kandungan air

Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan, karena kandungan air dapat memengaruhi kenampakan, kesegaran dan tekstur. Pada pengukuran kadar air, pada umumnya kadar air yang terukur adalah air bebas dan air teradsorbsi. Air bebas terdapat pada pori-pori bahan pangan atau bahkan permukaan bahan pangan sedangkan air teradsorbsi terdapat pada permukaan koloid makro molekul (protein, pati, dll) bahan pangan. Grafik kandungan air hasil pengolahan beras analog disajikan pada Gambar 3.

(26)

12

53.85% (bb). Sedangkan kandungan air nasi analog dengan penanakan dengan air dingin dan dihangatkan dalam rice cooker dengan selang waktu konsumsi selama 60 menit setelah matang yaitu sebesar 57.53% (bb). Tidak terdapat perbedaan

yang signifikan antara teknik pemasakan 15’AP dan 60’AD terhadap kandungan

air (p>0.05).

Pada nasi analog dengan penanakan menggunakan air dingin dan dihangatkan dalam rice cooker selama 60 menit setelah matang memiliki kandungan air lebih tinggi, hal ini disebabkan pada proses penghangatan yang lama dalam rice cooker akan terjadi penguapan yang terus-menerus dan kemudian dapat timbul butiran-butiran air pada dinding teflon sehingga keadaan di dalam rice cooker menjadi lembab. Titik-titik air ini akan akan menetes kembali ke nasi yang sedang dihangatkan dan akan menjadi berair. Semakin lama waktu penghangatan menyebabkan keadaan di dalam rice cooker semakin lembab dan mempercepat proses perusakan nasi oleh mikroba (Sari et al. 2012).

Kandungan abu

Kadar abu menunjukan jumlah kandungan mineral yang terkandung dalam suatu bahan pangan (Sluiter et al. 2005). Jumlah mineral sangat sulit ditentukan dalam bentuk aslinya, oleh karena itu biasanya dilakukan dengan menentukan sisa-sisa melalui pembakaran garam mineral tersebut (pengabuan). Grafik kandungan abu hasil pengolahan beras analog disajikan pada Gambar 3.

Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat bahwa kandungan abu dari kedua proses pengolahan dan penghangatan relatif tidak jauh berbeda. Hal ini diduga disebabkan bahan pangan yang digunakan dalam dua cara pengolahan dan penghangatan dalam penelitian kali ini adalah sama serta keduanya melalui proses penanakan dengan menggunakan alat tanak yang sama sehingga jumlah kandungan mineral dalam bahan pangan tersebut tidak jauh berbeda. Tidak

terdapat perbedaan yang signifikan antara teknik pemasakan 15’AP dan 60’AD

terhadap kandungan abu (p>0.05). Kandungan protein

Kadar protein yang terdapat dalam bahan pangan merupakan kadar protein kasar (crude protein) yang dihitung dari total nitrogen. Hal ini disebabkan karena nitrogen yang terdapat dalam bahan pangan bukan hanya berasal dari asam-asam amino protein, tetapi juga dari senyawa-senyawa nitrogen lain yang dapat/tidak dapat digunakan sebagai sumber nitrogen tubuh (Muctadi 2010). Grafik kandungan protein hasil pengolahan beras analog disajikan pada Gambar 3.

Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat bahwa kandungan protein nasi analog dengan penanakan menggunakan air panas dan dihangatkan dalam rice cooker dengan selang waktu selama 15 menit setelah matang yaitu sebesar 5.74% (bk). Sedangkan kandungan protein nasi analog dengan penanakan dengan air dingin dan dihangatkan dalam rice cooker dengan selang waktu konsumsi selama 60 menit setelah matang yaitu sebesar 5.79% (bk). Tidak terdapat perbedaan yang

signifikan antara teknik pemasakan 15’AP dan 60’AD terhadap kandungan

protein (p>0.05).

(27)

13 memengaruhi struktur kandungan utama protein seperti C, H, O dan N (Stoker 2010). Denaturasi dapat memberikan sisi positif, salah satunya adalah dapat meningkatkan tingkat kecernaan dan ketersediaan biologis.

Kandungan lemak

Mengektraksi lemak secara murni sangat sulit dilakukan, hal ini karena pada saat ektraksi lemak, akan terektraksi pula zat-zat yang larut dalam lemak seperti sterol, phospolipid, asam lemak bebas dan lain-lain. Kandungan lemak hasil pengolahan beras analog disajikan pada Gambar 3. Berdasarkan grafik yang disajikan dapat dilihat bahwa kandungan lemak nasi analog dengan penanakan menggunakan air panas dan dihangatkan dalam rice cooker dengan selang waktu konsumsi selama 15 menit setalah matang yaitu sebesar 4.74% (bk). Sedangkan kandungan lemak nasi analog dengan penanakan dengan air dingin dan dihangatkan dalam rice cooker dengan selang waktu konsumsi selama 60 menit setelah matang yaitu sebesar 5.43% (bk). Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara teknik pemasakan 15’AP dan 60’AD terhadap kandungan lemak (p>0.05).

Karbohidrat (by difference)

Kandungan karbohidrat dihitung dari sisa kandungan air, abu, lemak dan protein dari masing-masing hasil pengolahan beras analog. Grafik kandungan karbohidrat (by difference) hasil pengolahan beras analog disajikan pada Gambar 3. Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat bahwa kandungan karbohidat (by difference) nasi analog dengan penanakan menggunakan air dingin dan dihangatkan dalam rice cooker dengan selang waktu konsumsi selama 60 menit setelah matang memiliki kandungan yang lebih kecil yaitu sebesar 88.34% (bk). Hal ini dipengaruhi oleh kandungan zat gizi lain yang terkadung dalam setiap hasil pengolahan, terutama kandungan air pada hasil pengolahan tersebut. Tidak

terdapat perbedaan yang signifikan antara teknik pemasakan 15’AP dan 60’AD

terhadap kandungan karbohidrat (p>0.05). Serat pangan

Serat pangan adalah sisa dari dinding sel tumbuhan yang tidak terhidrolisis atau tercerna oleh enzim pencernaan manusia yaitu meliputi hemiselulosa, selulosa, lignin, oligosakarida, pektin dan gum (Herminingsih 2010). Grafik kandungan serat pangan hasil pengolahan beras analog disajikan pada Gambar 3.

Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat bahwa kandungan serat pangan nasi analog dengan penanakan menggunakan air panas dan dihangatkan dalam rice cooker dengan selang waktu konsumsi selama 15 menit setelah matang yaitu sebesar sebesar 3.77% (bk). Hasil ini lebih kecil dari pengolahan dengan penanakan dengan air dingin dan dihangakan dengan selang waktu konsumsi selama 60 menit setelah matang. Hal ini karena bahan pangan yang mengandung serat pangan tinggi akan mengalami penurunan kadar serat pangan apabila dilakukan pengolahan dengan panas. Pengaruh panas dapat memicu pemecahan polisakarida menjadi monomer penyusunnya, sehingga pengukuran polisakarida (serat pangan) akan menurun (Johansson 2012). Tidak terdapat perbedaan yang

signifikan antara teknik pemasakan 15’AP dan 60’AD terhadap kandungan serat

(28)

14

Penentuan IG Nasi Analog Terpilih

Pangan uji dan pangan acuan yang digunakan untuk penentuan IG nasi analog terpilih (disukai dan tidak disukai) yaitu setara dengan 50g karbohidrat. Jumlah pangan yang dikonsumsi subjek tergantung dari available carbohydrate dari nasi analog terpilih (disukai dan tidak disukai), semakin besar available carbohydrate yang terkadung maka semakin sedikit jumlah yang harus dikonsumsi oleh subjek. Jumlah pangan uji yang harus dikonsumsi subjek pada penelitian ini disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Grafik available carbohydrate dan jumlah pangan uji terpilih (disukai dan tidak disukai) yang dikonsumsi

Available carbohydrate merupakan karbohidrat yang dapat dicerna oleh enzim pencernaan manusia, diserap serta dimetabolisme oleh tubuh (Wolever 2006). Pada Gambar 4 dapat diketahui jumlah pangan uji yang harus dikonsumsi subjek untuk nasi analog dengan teknik pemasakan 15’AP adalah sebanyak 126.9g, sedangkan untuk nasi analog dengan teknik pemasakan 60’AD adalah sebanyak 142.1g. Kurva perubahan respon gula darah setelah subjek mengonsumsi pangan uji berupa glukosa/dekstrosa dan pangan acuan berupa nasi analog terpilih (disukai dan tidak disukai) disajikan pada Gambar 5.

(29)

15 Kurva pada Gambar 5 menunjukan bahwa respon gula darah dari nasi analog yang disukai maupun yang tidak disukai berada di bawah kurva respon gula darah glukosa murni. Glukosa murni memiliki kecernaan diserap tubuh mencapai 100% dan ditetapkan memiliki IG 100. Beras analog tersusun dari kandungan pati jagung dan sagu. Pati sagu memiliki memiliki kandungan amilosa sekitar 45-50% (Limbongan 2007), dan pati jagung memiliki kandungan amilosa sebesar 55-60% yang lebih resisten dicerna oleh enzim pencernaan sehingga memiliki daya cerna yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan pati lainnya (Tovar et al. 2002). Perbedaan daya cerna antara glukosa dan beras analog merupakan salah satu faktor yang menyebabkan respon glukosa darah nasi analog berada dibawah respon glukosa pangan acuan (glukosa/dektrosa).

Pangan uji dan pangan acuan memiliki kadar gula darah tertinggi pada menit ke 30 dan kemudian menurun hal ini disebabkan terjadinya eliminasi kadar glukosa darah pada waktu tersebut. Nasi analog yang disukai memiliki kurva respon gula darah yang hampir sama dengan nasi analog yang tidak disukai, hanya saja pada menit ke 60 kurva respon gula darah nasi analog yang disukai sedikit lebih tinggi dibandingkan nasi analog yang tidak disukai. Nilai IG yang dihitung berdasarkan luas daerah bawah kurva dengan metode IAUC (Wolever 2006) disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6 Grafik IG nasi analog yang disukai dan yang tidak disukai

Berdasarkan Miller et al. (1996) dalam Rimbawan dan Siagian (2004) nilai IG dikategorikan menjadi tiga yaitu IG rendah (<55), IG sedang (55-70) dan IG tinggi (>70). Dari Gambar 7 maka nilai IG kedua nasi analog tersebut termasuk ke dalam kategori rendah sampai dengan batas atas rendah. Hasil uji t-test menunjukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara teknik pemasakan

15’ AP (nasi analog yang disukai) dan 60’ AD (nasi analog yang tidak disukai)

terhadap nilai IG pada taraf nyata 5%. Nilai IG suatu pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah cara pengolahan, kandungan amilosa dan amilopektin, kandungan serat pangan, kandungan lemak dan protein, serta kandungan zat anti gizi (Rimbawan & Siagian 2004).

(30)

16

nilai IG ini tersebar normal. Rata-rata nilai IG pada nasi analog yang tidak disukai yaitu sebesar 51.7 dengan standar deviasi 9.79. Nasi analog yang tidak disukai memiliki nilai standar deviasi yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa nilai IG nasi analog yang tidak disukai dari sepuluh orang responden lebih beragam. Menurut Wolever (2006) standar deviasi untuk IG dibawah 20% dapat dinyatakan sebagai pengukuran IG yang dapat diterima.

Nasi analog yang disukai memiliki nilai IG yang lebih tinggi dari pada nasi analog yang tidak disukai hal ini dipengaruhi oleh kandungan serat yang rendah pada nasi analog yang disukai yaitu sebesar 3.77% (bk) dibandingkan dengan nasi analog yang tidak disukai yaitu sebesar 5.50% (bk). Pengaruh panas dapat memicu pemecahan polisakarida menjadi monomer penyusunnya, sehingga pengukuran polisakarida (serat pangan) akan menurun (Johansson 2012). Serat pangan yang rendah cenderung mengakibatkan nilai IG menjadi tinggi, hal ini disebabkan serat makanan akan memengaruhi pengosongan lambung dan penyerapan glukosa (Maulida & Estiasih 2014) sehingga nasi analog yang disukai memiliki nilai IG yang lebih tinggi.

Nasi analog yang tidak disukai memiliki nilai IG yang lebih rendah dibandingkan dengan nasi analog yang disukai. Hal ini diduga disebabkan oleh kandungan lemak yang berbeda dari kedua teknik pemasakan beras analog. Menurut Shultoniahet al. (2012) peningkatan suhu dapat menyebabkan lemak mengalami kerusakan dan jumlahnya menurun. Pada umumnya setelah proses pengolahan bahan pangan akan terjadi kerusakan lemak, tingkat kerusakan lemak tergantung pada suhu dan lamanya proses pengolahan, semakin tinggi suhu maka tingkat kerusakan lemak semakin meningkat dan akan memengaruhi nilai gizinya (Palupi et al. 2007). Kandungan lemak yang tinggi dapat mengurangi respon glikemik, hal ini dipengaruhi oleh beberapa mekanisme seperti tertundanya pengosongan lambung dan peningkatan sekresi insulin (Moghaddam et al. 2006) sehingga nilai IG nasi analog yang tidak disukai menjadi lebih rendah.

Konsep IG memberikan cara yang mudah dalam mengendalikan lonjakan gula darah. Pangan dengan IG rendah akan dicerna dan diubah menjadi glukosa secara bertahap. Seseorang yang mengonsumsi pangan dengan IG rendah maka peningkatan kadar gula berlangsung lambat dan pucak kadar gulanya rendah sehingga lonjakannya relatif pendek. Konsumsi makanan rendah IG dan tinggi serat dapat efektif dalam mengontrol kadar gula darah dalam jangka waktu panjang (Riccardi 2008). Hal ini berguna bagi para diabetisi dalam mengatur kadar gula darah. Selain bermanfaat dalam pengendalian gula darah, pangan rendah IG juga dapat membantu dalam mengontrol dan menurunkan berat badan (Thomas et al. 2007), menurunkan kolestrol darah (Thomas et al. 2007), dan mengendalikan rasa lapar dan nafsu makan (Siagian et al. 2006).

Pemilihan bahan pangan dengan IG rendah dan cara pengolahan yang baik akan membantu diabetisi dalam menjaga kesehatannya. Selain itu perlu diperhatikan kandungan zat gizi lain dan beban glikemik. Beban glikemik adalah perkalian antara nilai IG dengan total karbohidrat tersedia (Venn et al. 2006). Pangan dengan nilai IG rendah akan memiliki beban glikemik tinggi jika dikonsumsi dalam porsi besar, begitu juga sebaliknya (Venn & Green 2007).

(31)

17

Tabel 3 Indeks glikemik beberapa varietas beras giling di Indonesia

Varietas IG

(Glukosa = 100) Varietas

IG (Glukosa = 100)

Bengawan solo1 98 Cigeulis1 64

Gilirang5 97 Batang lembang3 63

Sintanur5 91 Taj mahal1 60

Tabel 3 memperlihatkan terdapat beberapa variasi nilai IG dari beras giling. Hal tersebut disebabkan oleh varietas dan beberapa dari varietas tersebut diolah dengan cara pengolahan yang berbeda. Pengolahan dapat memengaruhi nilai IG beras salah satunya adalah proses parboiling. Proses parboiling adalah proses perebusan pada suhu 60°C selama 8 jam, kemudian dilanjut dengan pengukusan suhu 100°C selama 30 menit pada beras yang masih dalam bentuk gabah (Yahya 2012). Contoh beras parboiling adalah beras Taj mahal, beras ini memiliki nilai IG sebesar 60 (Widowati 2007) sehingga diklaim aman bagi diabetisi.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Beras analog merupakan beras tiruan salah satu sumber pangan pengganti nasi yang berbahan tepung jagung, sagu dan sorgum yang diproses sehingga membentuk bulir beras. Penilitian ini dilakukan pengukuran IG pada nasi analog yang disukai dan tidak disukai.

(32)

18

waktu konsumsi 15 menit setelah matang dan nasi analog yang tidak disukai yaitu nasi analog dengan teknik pemasakan menggunakan air dingin dan dibiarkan tetap hangat dalam rice cooker dengan waktu konsumsi 60 menit setelah matang.

Kadar air (bb) dalam nasi analog yang disukai dan tidak disukai masing-masing sebesar 53.85% dan 57.53%. Kadar abu (bk) pada nasi analog yang disukai dan tidak disukai berturut-turut 0.41% dan 0.42%. Kadar protein (bk) pada nasi analog yang disukai dan tidak disukai berturut-turut 5.74% dan 5.79%. Kadar lemak (bk) pada nasi analog yang disukai dan tidak disukai berturut-turut 4.74% dan 5.43%. Kadar serat pangan (bk) pada nasi analog yang disukai dan tidak disukai berturut-turut 3.77% dan 5.50%. Kandungan karbohidrat tersedia pada nasi analog yang disukai dan tidak disukai berturut-turut 89.1% dan 88.34%.

Nilai IG pada nasi analog yang disukai yaitu sebesar 55.16 sedangkan nilai IG pada nasi analog yang tidak disukai yaitu sebesar 51.76. Nilai IG tersebut termasuk dalam katagori rendah sampai dengan batas atas rendah. Berdasarkan uji t-test menunjukan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara teknik pemasakan terpilih (nasi analog yang disukai) dan tidak terpilih (nasi analog yang tidak disukai) terhadap nilai IG (p>0.05).

Saran

Pangan dengan nilai IG rendah tidak hanya dapat dimanfaatkan oleh olahragawan tetapi juga penting pemanfaatannya oleh diabetisi dalam pengaturan kadar gula darah. Salah satu faktor yang dapat memengaruhi nilai IG adalah proses pengolahan, namun proses pengolahan itu sendiri dapat menyebabkan perubahan kondisi fisik makanan yang akan memengaruhi penerimaan konsumen. Hal ini terlihat pada penelitian ini terdapat nasi analog yang disukai dan tidak disukai setelah dilakukan beberapa teknik proses pemasakan. Nasi analog yang disukai memiliki nilai IG yang lebih tinggi dibandingkan dengan nasi analog yang tidak disukai. Maka dari itu diperlukan cara inovasi teknik pemasakan beras analog yang lain yang tidak hanya mempunyai nilai IG yang rendah tetapi juga memiliki daya terima yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of OfficialAnalytical Chemist. 1995. Official Method of Analysis of Association of Official Analytical Chemist, 14th Ed. Airlington: AOAC Inc.

[Kemenristek] Kementrian Riset dan Teknologi. 2012. Beras analog, Diversifikasi Pangan dari IPB. [internet]. [diacu Maret 30 2013]. Tersedia dari http://www.ristek.go.id/index.php/module/News+News/id/11063/ print. [Riskesdas] Riset Kesehatan Dasar. 2007. Laporan Nasional. Jakarta : Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI.

(33)

19

Almatsier. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pusaka Utama. Barclay AW, Jennie C, TMS Wolever. 2005. Glycemic index, glycemic load and

glycemic responses are not same. Diabetes Care Journal. 28: 1839-1840. Brand-Miller J. 2000. Carbohydrate. Di dalam: Mann J, Truswell AS (Eds).

Essentials of Human Nutrition, 2nd Ed. Oxford: Oxford Universuty Press.

Gozali T, AD Sutrisno, D Ernida. 2001. Pengaruh Waktu Pengukusan dan Perbandingan Jamur Tiram dengan Roti Tawar terhadap Karakteristik Nugget Jamur Tiram Putih (Pleurotus florida). Himpunan Makalah Seminar Nasional Teknologi Pangan. Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI).

Herminingsih A. 2010. Manfaat Serat dalam Menu Makanan. Universitas Mercu Buana, Jakarta.

Johansson M. 2012. Dietary fibre composition and sensory analysis of heat treated wheat and rye bran [thesis]. Swedia: Swedish University of Agricultural

Louisa. 2005. Understanding Glycemic Index. Toronto: Universty Health Network. Ludwig DS. 2000. Dietary glycaemics index obesity. Journal of Nutrition. 130

(2): 280-282.

Maulida D, Estiasih T. 2014. Hypoglycaemic Effect of Gadung Tuber (Dioscorea hispida) Water Soluble Polysaccharide and Alginate [Review]. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2: (3). hlm 136-140.

Meilgaard M, Civille GV, Carr BT. 2000. Sensory Evaluation Techniques. Florida: CRC Press.

Miller JB, Powell KF, Colagiuri S. 1996. The IG factor: the GI solution.Australia (AU): Hodder Headline Australia Pty Limited.

(34)

20

dietary fibre improved insulin economy in young women with impaired glucose tolerance. European Journal of Clinical Nutrition. 60: 334–41. Palupi NS, Zakaria FR, Prangdimurti E. 2007. Pengaruh Pengolahan terhadap

Nilai Gizi PanganModul e-Learning ENBP: Departemen Ilmu & Teknologi Pangan IPB, Bogor.

Ragnhild AL, NL Asp, M Axelsen, ARaben. Glycemic Index: Relevance for Health, Dietary Recommendations, and Nutritional Labelling. Scandinavian Journal of Nutrition. 48(2): 84-94.

Rahayu WP. 1998. Petunjuk Penilaian Organoleptik. Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.

Riccardi G, Rivellese AA, Giacco R. 2008. Role of glycemic index and glycemic load in the healthy state, in prediabetes, and in diabetes. America Journal of Clinical Nutrition. 87(suppl): 269S–74S.

Rimbawan, Siagian A. 2004. Indeks Glikemik Pangan, Cara Mudah Memilih Pangan yang Menyehatkan. Jakarta: Penebar Swadaya.

Santika A, Aliawati G. 2007. Teknik Pengujian Tampilan Beras Untuk Padi Sawah, Padi Gogo, dan Padi Pasang Surut. Buletin Teknik Pertanian. 1 (12). Sari D, Sirajuddin S, Hendrayati. 2012. The effect of heating time on rice cooker

toward the content of iron and total microbial of white rice. Media Gizi Masyarakat Indonesia. 2 (1): 22-26.

Setyaningsih D, Apriyantono A, Sari MP. 2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. Bogor: IPB Press.

Siagian A, Rimbawan, Syarief H, Dalimunthe D. 2006. Pengaruh indeks glikemik, komposisi, dan cara pemberian pangan terhadap nafsu makan pada subjek obes dan normal. Pengaruh Indeks Glikemik, Komposisi, dan Cara Pemberian Pangan. hlm 101 – 112.

Sluiter A, Hames B, Ruiz R, Scarlata C, Sluiter J, Templeton D. 2005. Determination of Ash in Biomass. Colorado: Department of Energy Office of Energy Efficiency and Renewable Energy.

Soekarto ST. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Jakarta: Bharata Karya Aksara.

. 1990. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Jakarta: Bharata Karya Aksara.

Stoker HS. 2010. Organic and Biological Chemistry, Sixth Edition. Canada: Mary Finch.

Sulthoniyah STM, Sulistiyati TD, Suprayitno E. 2012. Pengaruh suhu pengkukusan terhadap kandungan gizi dan organoleptik abon ikan gabus (Ophiocephalus striatus). Student Journal. 1 (1): 33-45.

(35)

21 Tovar J, C Melitoa, E Herreraa, A Rascon, E Perez. 2002. Resistant starch formation does not parallel syneresis tendency in different starch gels. Food Chemistry.76: 455–459.

Underwood JCE. 1999. Patologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Venn BJ, Green TJ. 2007. Glycemic index and glycemic load: measurement issues and their effect on diet–disease relationships. European Journal of Clinical Nutrition. 61 (Suppl 1) S122–S131.

Venn BJ, Wallace AJ, Monro JA, Perry T, Brown R, Frampton C. 2006. The glycemic load estimated from the glycemic index does not differ greatly from that measured using a standard curve in healthy volunteers. Journal of Nutrition. 136: 1377–1381.

Vosloo MC. 2005. Some factor affecting the digestion of glycaemic carbohydrats and the blood glucose response. Journal of Family Ecology and Consumer Science. Vol. 33.

Widowati S. 2007 Pemanfaatan ekstrak teh hijau (Camellia sinensis) dalam pengembangan beras fungsional untuk penderita diabetes mellitus [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Wolever TMS. 2006. The Glycaemic Index: A Physiological Classification of

Dietary Carbohydrate. Ontario : CABI Publishing.

Wolever TMS et.al. 2008. Measuring the glycaemic index of foods: interlaboratory study. America Journal of Clinical Nutrition. Vol. 87 (suppl): 247S-57S.

(36)

22

Lampiran 1 Uji mutu hedonik organoleptik

UJI ORGANOLEPTIK

Nama :……….. Tanggal :

Jenis Kelamin : L/P

Produk : Nasi analog No Hp :

Instruksi :

1. Cicipilah sampel yang akan diuji.

2. Netralkan lidah dengan air putih sebelum mencicipi sampel yang berikutnya.

3. Nyatakan pilihan Anda dengan mencantumkan angka pada tabel yang disediakan.

4. Antar sampel tidak boleh dibandingkan. Uji Mutu Hedonik

Indikator Kode Sampel

528 206 169 815 369 793

Aroma Tekstur Warna Rasa

Keterangan:

-aroma: -tekstur: -warna:

Sangat wangi : 5 -sangat pulen : 5 -sangat putih cerah : 5 Wangi : 4 -pulen : 4 -putih cerah : 4

Biasa : 3 -biasa : 3 -biasa : 3

Apek : 2 -pera : 2 -buram : 2

Sangat apek : 1 -sangat pera : 1 -sangat buram : 1 -rasa :

Hambar manis : 5

Hambar agak manis : 4

Biasa : 3

Hambar : 2

Sangat hambar : 1

Komentar dan saran:

……… ……… ………

(37)

23 Lampiran 2 Uji hedonik organoleptik

UJI ORGANOLEPTIK

Nama :……….. Tanggal :

Jenis Kelamin : L/P

Produk : Nasi analog No Hp :

Instruksi :

1. Cicipilah sampel yang akan diuji.

2. Netralkan lidah dengan air putih sebelum mencicipi sampel yang berikutnya.

3. Nyatakan pilihan Anda dengan mencantumkan angka pada tabel yang disediakan .

4. Antar sampel tidak boleh dibandingkan. Uji Hedonik

Indikator Kode Sampel

528 206 169 815 369 793

Aroma Tekstur Warna Rasa

Keterangan: -sangat suka : 5

-suka : 4

-biasa : 3

-kurang suka : 2 -tidak suka : 1

Komentar dan saran:

……… ……… ………

(38)

24

Lampiran 3 Hasil analisis statistik Kruskal-Wallis terhadap mutu hedonik nasi analog

Ranks

Perlakuan N Mean Rank

aroma 120’AP 40 125.30

120’AD 40 119.19

60’AP 40 121.92

60’AD 40 103.48

15’AP 40 127.92

15’AD 40 125.19

Total 240

tekstur 120’AP 40 130.85

120’AD 40 117.85

60’AP 40 131.51

60’AD 40 87.55

15’AP 40 153.38

15’AD 40 101.86

Total 240

warna 120’AP 40 116.64

120’AD 40 99.58

60’AP 40 142.71

60’AD 40 106.29

15’AP 40 126.36

15’AD 40 131.42

Total 240

rasa 120’AP 40 105.45

120’AD 40 117.78

60’AP 40 137.96

60’AD 40 104.88

15’AP 40 145.25

15’AD 40 111.69

Total 240

Test Statisticsa,b

aroma tekstur warna rasa

Chi-Square 4.091 25.162 12.156 14.172

df 5 5 5 5

(39)

25 Lampiran 4 Hasil analisis statistik Duncan terhadap mutu hedonik nasi analog

tekstur

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

60’AD 40 2.57500

15’AD 40 2.77500 2.77500

120’AD 40 3.02500

60’AP 40 3.17500 3.17500

120’AP 40 3.20000 3.20000

15" AP 40 3.50000

Sig. .334 .060 .140

warna

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2

120’AD 40 2.77500

60’AD 40 2.87500

120’AP 40 3.02500 3.02500

15’AP 40 3.10000 3.10000

15’AD 40 3.17500 3.17500

60’AP 40 3.32500

Sig. .054 .142

rasa

perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

60’AD 40 2.27500

120’AP 40 2.30000 2.30000

15’AD 40 2.40000 2.40000 2.40000

120’AD 40 2.42500 2.42500 2.42500

60’AP 40 2.67500 2.67500

15’AP 40 2.77500

(40)

26

Lampiran 5 Hasil analisis statistik Kruskal-Wallis terhadap hedonik nasi analog

Ranks

perlakuan N Mean Rank

aroma 120'AP 40 121.46

120'AD 40 112.79

60'AP 40 120.28

60'AD 40 113.00

15'AP 40 129.79

15'AD 40 125.69

Total 240

tekstur 120'AP 40 118.68

120'AD 40 117.71

60'AP 40 130.50

60'AD 40 96.71

15'AP 40 150.38

15'AD 40 109.02

Total 240

warna 120'AP 40 112.18

120'AD 40 104.59

60'AP 40 127.06

60'AD 40 110.16

15'AP 40 134.22

15'AD 40 134.79

Total 240

rasa 120'AP 40 107.24

120'AD 40 114.99

60'AP 40 139.28

60'AD 40 100.84

15'AP 40 140.50

15'AD 40 120.16

Total 240

Test Statisticsa,b

aroma tekstur warna rasa

Chi-Square 2.366 15.582 8.847 13.697

df 5 5 5 5

(41)

27 Lampiran 6 Hasil analisis statistik Duncan terhadap hedonik nasi analog

tekstur

perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

60'AD 40 2.62500

15'AD 40 2.77500 2.77500

120'AD 40 2.90000 2.90000

120'AP 40 2.92500 2.92500

60'AP 40 3.10000 3.10000

15'AP 40 3.35000

Sig. .180 .146 .218

rasa

perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2

60'AD 40 2.57500

120'AP 40 2.62500

120'AD 40 2.67500 2.67500

15'AD 40 2.77500 2.77500

60'AP 40 3.00000

15'AP 40 3.02500

(42)

28

Lampiran 7 Langkah-langkah metode analisis kimia, meliputi analisis proksimat (analisis kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar potein, kadar karbohidrat) dan analisis serat pangan

Metode Analisis Kimia

1. Analisis proksimat

a. Analisis Kadar Air dengan Metode Oven Biasa (Pemanasan langsung) (AOAC 1995)

Cawan alumunium dikeringkan dalam oven pada suhu 100-1050C, selama ± 30 menit

Diperoleh bobot tetap

Dinginkan dalam desikator sampai dingin (sekitar 30 menit) Bahan ditimbang bersama cawan seberat 2 gram

Keringkan dalam oven pada suhu 100-1050C selama 3-5 jam sampai diperoleh bobot tetap

Dinginkan dalam desikator sampai dingin (sekitar 30 menit) Cawan ditimbang kembali

Perhitungan:

%Kadar Air (Basis Basah) = {(B1-B2)/B} x 100% Keterangan :

B : berat contoh (gram)

B1 : berat (sampel + cawan) sebelum dikeringkan B2 : berat (sampel + cawan) setelah dikeringkan

b. Analisis Kadar Abu (AOAC 1995)

Bahan ditimbang sebanyak 3 gram dalam cawan Dibakar diatas api bunsen sampai tidak berasap

Dimasukan ke dalam tanur (pengabuan dilakukan dalam 2 tahap, yaitu pada suhu 4500C kemudian dinaikan menjadi 5500C

Pengabuan dilakukan selama 2-3 jam

(43)

29

Perhitungan:

% Abu = {berat abu (g)/ berat sampel (g)} x 100%

c. Analisis Kadar Lemak dengan Metode Exstraksi Soxhlet (Fardiaz et al. 1984) Labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C selama 3 jam

Dinginkan dalam desikator (15 menit) dan ditimbang (A)

5 gram sampel (S) ditimbang dalam saringan timbel dan ditutup dengan kertas saring yang bebas lemak

Pelarut lemak dimasukan ke dalam labu lemak dan juga timbel dimasukan ke dalam ekstraksi Soxhlet

Lau disulingkan kembali

Labu lemak diangkat serta dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C hingga berat tetap

Dinginkan dalam desikator selama 20-30 menit ditimbang (B) Perhitungan :

%lemak = {(B-A)/S} x 100%

d. Analisis Kadar Protein dengan Metode Kjeldahl (Fardiaz et al. 1984) Sampel ditimbang dalam labu Kjeldahl sebanyak 0.1-0.2 gram Ditambahkan 0.5 gram selenium mix dan 7 ml asam sulfat pekat Sampel didekstruksi, ditambahkan aquades dan dimasukan ke dalam labu

destilasi

Destilasi ditampung dalam 20 ml larutan asam borat 3% Dititrasi dengan HCl standar (indicator merah metil) Perhitungan:

(44)

30

e. Analisis Kadar Karbohidrat dengan Metode Carbohydrate by Difference Kadar Karbohidrat (%) = 100% - (kadar air + abu + lemak + protein )

2. Analisis Kadar Serat Makanan Larut, Tidak Larut dan Serat Makanan Total dengan Metode Enzimatik (AOAC 1995)

1 gram sampel ditimbang dan dimasukan ke dalam Erlenmeyer Ditambahkan 25 ml 0.1 M buffer fosfat pH 6, lalu diaduk

Ditambahan 0.1 ml enzim termamyl, Erlenmeyer ditutup dengan alumunium foil

Diinkubasi dalam penangas air pada suhu 1000C selama 15 menit Dibiarkan hingga dingin dan ditambahkan 20 ml air destilata lalu diatur pH

menjadi 1.5 menggunakan HCl

Ditambahkan 100 gram pepsin, Erlenmeyer ditutup

Diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu 400C selama 60 menit Ditambahkan 20 ml air destilata dan diatur pH menjadi 6.8 dengan NaOH

Ditambahkan 100 mg pankreatin, elenmeyer ditutup

Diingkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu 400C selama 60 menit Diatur pH menjadi 4.5 menggunakan HCl

Disaring menggunakan crucible (porosity 2) yang telah diketahui beratnya dan menggunakan 0.5 cellite kering

Dicuci dengan 2 x 10 ml air destilata

a. Residu (serat tidak larut)

Dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 95% dan 2 x 10 ml aseton

Dikeringkan pada suhu 1050C sampai mencapai berat konstan (semalam) Didinginkan dalam desikator, lalu timbang (D1)

(45)

31 *

Diabukan pada suhu 5500C selama 5 jam

Didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang kembali (I1)

b. Filtrat (serat larut)

Volume filtrat diatur menjadi 100 ml Ditambahkan 400 ml etanol 95% hangat 600C

Dibiarkan mengendap selama 1 jam

Disaring menggunakan crucible(porocity 2) yang diketahui beratnya dan mengandung 0.5 cellite

Dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 78%, 2 x 10 ml etanol 95% dan 2 x 10 ml aseton

Dikeringkan pada suhu 1050C selama semalam Ditimbang setelah didinginkan dalam desikator (D2) Diabukan pada suhu 5500C selama 5 jam, lalu ditimbang setelah

didinginkan dalam desikator (I2)

BLANKO

Blanko untuk serat yang larut dan serat yang tidak larut diperoleh dengan cara seperti prosedur untuk sampel, tetapi tanpa sampel (B1 & B2). Nilai blanko sewaktu-waktu harus di cek bila menggunakan enzim dan batch yang berbeda.

Perhitungan:

% serat pangan tidak larut ={(D1-I1-B1)/W} x 100% % serat pangan larut ={(D2-I2-B2/W} x 100%

% total serat = % IDF + %SDF

Keterangan :

W = berat sampel

D = berat setelah pengeringan (g) I = berat setelah pengabuan (g)

(46)

32

Lampiran 8 Hasil uji t-tes perbedaan teknik pemasakan terpilih (nasi analog disukai dan tidak disukai) terhadap nilai kandungan gizi

(47)

33 Lampiran 9 Formulir persetujuan setelah mendapatkan penjelasan (INFORMED

CONSENT)

Surat Persetujuan Untuk Berpartisipasi Dalam Penelitian

(INFORMED CONSENT)

NILAI INDEKS GLIKEMIK NASI ANALOG DAN GULA KELAPA YANG DIPERKAYA DENGAN (Red Palm Oil) RPO

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Setelah memperoleh penjelasan tentang tujuan, manfaat, prosedur, dan kemungkinan risiko, serta jawaban atas pertanyaan saya yang diberikan oleh tim peneliti pada penelitian NILAI INDEKS GLIKEMIK NASI ANALOG DAN GULA KELAPA YANG DIPERKAYA DENGAN RPO, maka saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : ...

Jenis Kelamin :……….

Umur : ………... Alamat : ...

dengan ini menyatakan dengan penuh kesadaran bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian tersebut di atas dan bersedia untuk menjalani pemeriksaan darah sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan dalam penelitian NILAI INDEKS GLIKEMIK NASI ANALOG DAN GULA KELAPA YANG DIPERKAYA DENGAN RPO, dengan catatan semua data mengenai diri saya dirahasiakan. Selanjutnya, bila suatu ketika, dalam masa penelitian, saya merasa dirugikan karena penelitian ini, saya berhak mengundurkan diri dari keterlibatan saya serta membatalkan persetujuan ini, tanpa sanksi apa pun dan dari pihak manapun.

Bogor,………,2014

Yang Menyetujui, Mengetahui,

Peserta Kegiatan, Penanggung jawab Kegiatan

Dr. Rimbawan

(48)

34

(49)

35 Lampiran 11 Rekapitulasi data indeks glikemik nasi analog yang disukai

Responden Pangan Kadar gula darah Total

luas IG

Lampiran 12 Rekapitulasi data indeks glikemik nasi analog yang tidak disukai

Responden Pangan Kadar gula darah Total

(50)

36

Lampiran 13 Hasil uji t-tes perbedaan teknik pemasakan terpilih (nasi analog disukai dan tidak disukai) terhadap nilai IG

Levene’s Test

for Equality of Variances

t-test for Equality of Means

F Sig. Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper (glicemic

index)

Equal variances

assumed 1.138 .300 .928 18 .366 3.3700 3.63101

Equal variances

Gambar

Gambar 1  Tahapan penelitian
Gambar 2  Beras analog
Tabel 1  Hasil uji mutu hedonik nasi analog
Tabel 2  Hasil uji hedonik nasi analog
+5

Referensi

Dokumen terkait

cover deductions Investasi pada instrumen Tier 2 pada bank lain - 43 Total regulatory adjustments to Common equity Tier 1 capital Jumlah faktor pengurang (regulatory

Aplikasi Augmented Reality ini berjalan dengan memindai tanda atau yang lebih sering disebut sebagai marker. Marker biasanya merupakan ilustrasi hitam dan putih

pengajar, hingga masyarakat. Jika semua pihak tersebut menjalankan peran dan fungsinya dengan baik dan saling bersinergi dalam mendidik generasi muda maka bukan tidak mungkin

Garapan Tari Elang Mengipeh ini adalah sebuah tari bertema yang berbentuk tari kelompok dan dalam penampilannya didukung oleh 3 orang penari putri.. Dalam tari Elang

Lihat HB Sumardi, Berbagai Permasalahan Pembelajaran Membaca Permulaan pada Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Bantul, PGSD, (t.t, t.p., t.th), 4.. Peran

Nilai koefisien determinasi adalah 48,5% artinya bahwa besarnya pengaruh variabel independen kompetensi, sistem pengendalian internal komitmen organisasi dan

Jadi dapat ditarik benang merah bahwa aliran filsafat eksistensialisme adalah aliran filsafat yg pahamnya berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab atas kemauannya

The antibiotic susceptibility and antimicrobial activity, as food safety parameters important for application of autochthonous lactic acid bacteria (LAB), that