• Tidak ada hasil yang ditemukan

Performa Produksi Kelinci Lokal Jantan Muda dengan Pemberian Campuran Pellet Komersil dan Limbah Tauge

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Performa Produksi Kelinci Lokal Jantan Muda dengan Pemberian Campuran Pellet Komersil dan Limbah Tauge"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

PERFORMA PRODUKSI KELINCI LOKAL JANTAN MUDA

DENGAN PEMBERIAN CAMPURAN PELLET

KOMERSIL DAN LIMBAH TAUGE

IRINE FATKHATUL ZULFA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Performa Produksi Kelinci Lokal Jantan Muda dengan Pemberian Campuran Pellet Komersil dan Limbah Tauge adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Irine Fatkhatul Zulfa

(4)

ABSTRAK

IRINE FATKHATUL ZULFA. Performa Produksi Kelinci Lokal Jantan Muda dengan Pemberian Campuran Pellet Komersil dan Limbah Tauge. Dibimbing oleh MUHAMAD BAIHAQI dan MOHAMAD YAMIN.

Kelinci (Orictolagus cuniculus) berpotensi besar sebagai penghasil daging karena sifatnya yang prolifik, pertumbuhannya cepat, dan dapat memanfaatkan limbah pertanian sebagai pakan. Limbah tauge merupakan limbah pasar yang kandungan nutrisinya yang masih baik sehingga dapat digunakan sebagai pakan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengamati performa produksi kelinci lokal jantan muda yang diberi limbah tauge. Sebanyak 12 ekor kelinci lokal jantan muda dengan kisaran umur 12 minggu dan rataan bobot badan 747±104.53 g digunakan dalam penelitian ini. Tiga perlakuan pakan yang diberikan yaitu P0 berupa 100% pellet komersil, P1 berupa 30% limbah tauge dan 70% pellet komersil, serta P2 berupa 50% limbah tauge dan 50% pellet komersil. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan pakan tidak berpengaruh terhadap konsumsi bahan kering, protein kasar, TDN dan pertambahan bobot badan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa limbah tauge segar dapat dijadikan sebagai substitusi pakan kelinci hingga taraf 50% tanpa menurunkan performa produksinya.

Kata kunci: kelinci, limbah tauge, performa produksi

ABSTRACT

IRINE FATKHATUL ZULFA. Production Performance of Local Rabbit Fed with Commercial Feed and Substituted with Bean Sprouts’ Waste. Supervised by MUHAMAD BAIHAQI and MOHAMAD YAMIN.

Rabbit (Orictolagus cuniculus) is small livestock animal that has great potential as meat-producer for its prolific characteristic, rapid growth rate and capability to eat agricultural waste. Bean sprouts wastes were from market that can still be used as feed source for its nutrition content. The aim of this research was to study production performance of local rabbit fed with bean sprouts’ waste. Twelve local rabbit fryers age 12 weeks with average body weight of 747±104.53 g used in this study. There were three treatments that consisted of 100% commercial feed as control treatment (P0); 30% bean sprouts’ waste and 70% commercial feed (P1); and 50% bean sprouts’ waste and 50% commercial feed (P2). The result showed that different treatments had no effect on dry matter and crude protein consumption, TDN, and daily weight gain. In conclusion, bean sprouts’ waste can be used as rabbit feed substitution up to 50% without giving negative effect on its production performance.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

PERFORMA PRODUKSI KELINCI LOKAL JANTAN MUDA

DENGAN PEMBERIAN CAMPURAN PELLET

KOMERSIL DAN LIMBAH TAUGE

IRINE FATKHATUL ZULFA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Performa Produksi Kelinci Lokal Jantan Muda dengan Pemberian Campuran Pellet Komersil dan Limbah Tauge

Nama : Irine Fatkhatul Zulfa

NIM : D14100108

Disetujui oleh

Muhamad Baihaqi, SPt MSc Pembimbing I

Dr Ir Moh. Yamin, MAgrSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Muladno, MSA Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini ialah performa ternak, dengan judul Performa Produksi Kelinci Lokal Jantan Muda dengan Pemberian Campuran Pellet Komersil dan Limbah Tauge.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Muhamad Baihaqi, SPt MSc dan Bapak Dr Ir Moh. Yamin, MAgrSc selaku pembimbing, Bapak Edit Lesa Aditia, SPt MSc selaku dosen penguji, serta Bapak Ahmad Yani, STP MSi selaku pembimbing akademik. Penulis juga mengungkapkan terima kasih kepada Luthfia Ikhwana selaku teman satu penelitian, Aljanofri Yuse dan teknisi kandang Ruminansia Kecil yang telah banyak membantu dalam proses penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, kakak, adik-adik serta seluruh keluarga tercinta atas dukungan, doa dan kasih sayangnya. Terima kasih juga disampaikan kepada Devi, Dhini, Kiki, Nenik dan Sherly untuk motivasi dan dukungannya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh dosen Fakultas Peternakan, D’Protector IPTP 47 atas bimbingan dan kebersamaannya selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Lokasi Penelitian 2

Bahan 2

Alat 2

Prosedur 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Suhu, Kelembaban dan Nilai THI 5

Konsumsi Pakan 6

Pertambahan Bobot Badan Harian 7

Konversi Pakan 8

Income Over Feed Cost 9

Mortalitas 10

SIMPULAN DAN SARAN 10

Simpulan 10

Saran 10

DAFTAR PUSTAKA 11

LAMPIRAN 12

LAMPIRAN 12

(10)

DAFTAR TABEL

1 Kandungan zat makanan tiap perlakuan 3

2 Rataan suhu, kelembaban relatif dan nilai THI 5

3 Rataan konsumsi bahan kering, protein kasar, serat kasar dan TDN tiap

perlakuan 6

4 Rataan pertambahan bobot badan harian kelinci tiap perlakuan 7

5 Rataan konversi pakan tiap perlakuan 8

6 Nilai income over feed cost (IOFC) tiap perlakuan 9

DAFTAR GAMBAR

1 Kandang kelinci penelitian 2

2 Kelinci penelitian 2

DAFTAR LAMPIRAN

1 Analisis ragam pertambahan bobot badan harian kelinci lokal 12

2 Analisis ragam konsumsi bahan kering 12

3 Analisis ragam konsumsi protein kasar 12

4 Analisis ragam konsumsi serat kasar 12

5 Uji Tukey konsumsi serat kasar 13

6 Analisis ragam TDN 13

7 Analisis ragam konversi pakan 13

8 Uji Tukey konversi pakan 13

9 Analisis ragam nilai income over feed cost (IOFC) 13

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelinci merupakan salah satu jenis ternak sumber protein hewani yang berpotensi besar untuk dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging, terutama di negara-negara berkembang. Ternak kelinci mempunyai keunggulan biologis dibandingkan hewan lain karena dapat dikawinkan setiap saat setelah mencapai dewasa, prolifik, jarak beranak yang lebih pendek dan pertumbuhan yang cepat. Selain itu, keunggulan ekonomi usaha ternak kelinci adalah memerlukan modal investasi dan modal kerja yang kecil, menghasilkan daging secara efisien, tidak memerlukan lahan yang luas, serta dapat memanfaatkan limbah pertanian dan industri sebagai sumber pakan (Soedjana 2007).

Pemberian pakan adalah komponen penting dalam kegiatan produksi ternak, mencapai 60%-70% pada pola pemeliharaan intensif (Murtisari 2008). Upaya yang dilakukan untuk menurunkan biaya produksi pada peternakan kelinci, selain melalui pembatasan pakan, juga dengan menggunakan bahan-bahan pakan alternatif yang memiliki komponen gizi yang dibutuhkan kelinci dan murah harganya. Limbah organik pasar merupakan sisa-sisa yang tidak terjual, hasil penyiangan maupun bagian dari sayuran atau buahan yang tidak dimanfaatkan untuk konsumsi manusia (BPTPJ 2009), sehingga berpotensi untuk dijadikan bahan pakan penyusun ransum. Salah satu contohnya yaitu limbah tauge. Limbah tauge adalah kulit kacang hijau, potongan-potongan ekor dan kepala tauge hasil pengayakan. Limbah tauge ini jarang dimanfaatkan dan dibuang begitu saja. Rahayu et al. (2010) melaporkan total produksi tauge di daerah Bogor mencapai 6.5 ton hari-1 dengan peluang limbah tauge yang dihasilkan sebesar 1.5 ton hari-1. Limbah tauge dapat digunakan sebagai pengganti pellet untuk pakan kelinci hingga taraf 45% (Baihaqi et al. 2013) dan diberikan bersama konsentrat sebagai pakan ternak domba (Wandito 2011) tanpa mengganggu performa produksinya.

Penggunaan limbah tauge sebagai pengganti pellet pada kegiatan produksi kelinci dilakukan karena harga pellet relatif mahal sehingga tidak ekonomis. Pellet yang kurang baik kualitasnya mudah patah. Patahan ini memberi efek negatif pada kondisi kebersihan dan sering menyebabkan masalah pencernaan dan gangguan pernafasan (Blas dan Wiseman 2010). Selama proses pertumbuhan, ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor genetik, pemberian pakan, suhu, kemampuan beradaptasi dan lingkungan (Rasyid 2009). Kelinci lokal telah beradaptasi dengan daerah tropis sehingga lebih tahan terhadap suhu panas, namun secara genetik, ukuran tubuhnya kecil dan pertumbuhannya lambat (Farrel dan Raharjo 1984). Palatabilitas dan kandungan nutrisi pakan menjadi faktor penting dalam produksi kelinci karena berpengaruh terhadap konsumsi pakan (Blas dan Wiseman 2010).

Tujuan Penelitian

(12)

2

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menggunakan 12 ekor kelinci lokal jantan muda berumur 12 minggu yang dipelihara selama 8 minggu dengan diberi perlakuan pakan berupa campuran limbah tauge segar dengan taraf 30% dan 50%. Pemberian pakan dalam bentuk segar dilakukan untuk memudahkan aplikasinya oleh peternak. Penelitian ini mengarah pada performa produksi kelinci lokal.

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2014. Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan

Penelitian menggunakan 12 ekor kelinci lokal jantan muda berumur 12 minggu dengan rataan bobot badan awal 747±104.543 g (koefisien keragaman 13.98%). Kelinci tersebut diperoleh dari peternak kelinci di wilayah Cibanteng dan dipelihara sesuai perlakuan yang diberikan, terdiri dari empat minggu masa adaptasi dan delapan minggu masa pengamatan.

Pakan kelinci yang digunakan berupa pellet komersil dan limbah tauge segar yang didapatkan dari Pasar Bogor. Bahan lain yang digunakan adalah vitamin untuk kelinci dan vitamin B.

Alat

Peralatan yang digunakan yaitu tempat pakan dan tempat minum, termometer bola basah bola kering, timbangan digital, buku catatan dan alat tulis. Peralatan lainnya yaitu alat kebersihan berupa sapu, ember dan sikat. Sebanyak 12 kandang individu berbentuk panggung yang terbuat dari bambu dan kayu digunakan dalam penelitian ini (Gambar 1). Alas kandang terbuat dari sekat bambu dengan dimensi kandang 50 x 50 x 50 cm.

(13)

3 Prosedur

Pemeliharaan

Sebelum memulai penelitian terlebih dahulu dilakukan sanitasi kandang, dengan pencucian untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada kandang menggunakan sikat dan deterjen. Selanjutnya kandang dioles menggunakan kapur yang telah diencerkan sebagai desinfektan dan didiamkan selama satu minggu sebelum kelinci dimasukkan. Kelinci ditimbang dan dicatat bobot badan awalnya. Masa adaptasi penyesuaian pakan dilakukan selama empat minggu sebelum pelaksanaan penelitian dengan tujuan untuk mengurangi turunnya nafsu makan karena pergantian jenis pakan yang diberikan. Adaptasi dilakukan secara bertahap hingga taraf limbah tauge dalam pakan 50%, kemudian dilakukan pengacakan untuk menentukan perlakuan yang diberikan pada kelinci.

Pakan yang diberikan yaitu 100% pellet komersil sebagai pakan kontrol dan pellet komersil yang dicampur limbah tauge dengan persentase berbeda sebagai pakan perlakuan. Pakan yang diberikan dibagi menjadi 3 jenis perlakuan yang berbeda. Perlakuan pertama sebagai kontrol (P0) yaitu 100% pellet komersil. Perlakuan kedua (P1) yaitu limbah tauge segar 30% dan pellet komersil 70%. Perlakuan ketiga (P2) yaitu limbah tauge segar 50% dan pellet komersil 50%. Kandungan zat makanan tiap perlakuan disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Kandungan zat makanan tiap perlakuan

Bahan Pakan Komposisi

LK = lemak kasar, Beta-N = bahan ekstrak tanpa nitrogen, TDN = total digestable

nutrient

Sumber : 1 Pusat Studi antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. 2014.

2

Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Institut Pertanian Bogor. 2014.

(14)

4

badan kelinci dilakukan 2 minggu sekali untuk menghindari stres. Suhu dan kelembaban relatif diukur menggunakan termometer bola basah bola kering pada pagi hari jam 07.30, siang hari jam 13.30 dan sore hari jam 16.30.

Analisis Data

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 4 ulangan. Model matematika RAL menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002) yaitu:

Yij= μ + Pi+ εij Keterangan:

Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i (P0, P1, P2) dan ulangan ke-j

μ = rataan umum

Pi = pengaruh persentase ransum komplit komersil dan limbah tauge yang berbeda pada

perlakuan ke-i (P0, P1, P2)

εij = pengaruh galat percobaan pada perlakuan ke-i

Data dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA). Apabila perlakuan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap peubah yang diamati, maka dilanjutkan dengan uji Tukey. Data temperature-humidity index (THI) dianalisis dengan analisis statistik deskriptif.

Peubah yang diamati :

1. Pertambahan Bobot Badan, diperoleh dengan melakukan penimbangan bobot badan tiap 2 minggu selama 2 bulan (5 kali penimbangan), kemudian hasil yang didapatkan dirata-rata per hari tiap penimbangan, dan dirata-rata akhir, sehingga diperoleh nilai pertambahan bobot badan harian.

2. Konsumsi Pakan, diukur dengan menimbang ransum yang diberikan dikurangi dengan sisa ransum.

Konsumsi pakan segar (g ekor-1 hari-1) = pakan yang diberikan (g) – sisa pakan (g)

Konsumsi BK = konsumsi pakan segar (g) x kadar BK pakan (%)

3. Temperature-Humidity Index, digunakan untuk memperkirakan tingkat

keparahan stres panas pada kelinci, dihitung berdasarkan rataan suhu dan kelembaban relatif kandang. Rumus hitung THI menurut Marai et al. (2002) sebagai berikut :

T I=db - ሺ0.31-0.31 ሻሺdb -14.4ሻ

4. Konversi Pakan, merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi ternak untuk mendapatkan bobot badan tertentu dalam waktu tertentu.

(15)

5 5. Mortalitas, perhitungan mortalitas kelinci dilakukan dari banyaknya kelinci

yang mati dibagi jumlah kelinci yang digunakan dalam penelitian. ortalitas ሺ%ሻ= umlah kelinci matiTotal jumlah kelinci 100

6. Income Over Feed Cost (IOFC), dipengaruhi oleh besarnya pendapatan dan

biaya pakan yang dikeluarkan selama penelitian. Harga jual bobot akhir kelinci dihitung sebagai pendapatan dan banyaknya biaya pakan dihitung sebagai pengeluaran.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Suhu, Kelembaban dan Nilai THI

Penelitian dilakukan di laboratorium dengan bangunan kandang yang dindingnya terbuat dari bata berlapis semen, dengan ventilasi udara pada tiap sisi dinding dan atap dari asbes. Rataan suhu dan kelembaban relatif serta nilai THI kandang penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.

(16)

6

konsumsi pakan kelinci meningkat dari pukul 15.00 sampai 18.00 dan tetap tinggi hingga tengah malam.

Tingkat stres kelinci dapat diperkirakan menggunakan nilai temperature-humidity index (THI), yang nilainya ditentukan oleh faktor berupa suhu dan kelembaban (Marai et al. 2002). Nilai THI menunjukkan bahwa pada pagi dan sore hari kelinci tidak mengalami stres panas dengan rataan masing-masing yaitu 24.1 dan 26.29. Sementara itu pada siang hari kelinci mengalami cekaman panas tinggi, ditunjukkan dengan nilai THI sebesar 29.24. Meskipun demikian, keadaan ini masih dapat ditoleransi oleh kelinci lokal yang telah beradaptasi di daerah tropis, sehingga lebih tahan terhadap suhu dan kelembaban yang tinggi. Selain itu, modifikasi perhitungan nilai THI kelinci oleh Marai et al. (2002) dilakukan di daerah sub-tropis sehingga kurang tepat dijadikan sebagai acuan untuk mengukur tingkat stres kelinci di daerah tropis. Selanjutnya untuk menghindari kemungkinan terjadinya cekaman panas tinggi pada kelinci, dapat dilakukan modifikasi lingkungan mikroklimat, misal dengan pemasangan kipas angin.

Konsumsi Pakan

Ternak harus mendapatkan nutrien dalam jumlah yang cukup dan seimbang untuk mendukung pertumbuhannya (McNamara 2006). Rataan konsumsi bahan kering, protein kasar dan serat kasar pada tiap perlakuan pakan yang diberikan pada kelinci tersaji dalam Tabel 3.

Tabel 3 Rataan konsumsi bahan kering, protein kasar, serat kasar, dan TDN tiap perlakuan

Perlakuan Bahan Kering Protein Kasar Serat Kasar TDN g ekor-1 hari-1 tauge dan 70% pellet komersil; P2 = 50% limbah tauge dan 50% pellet komersil.

(17)

7 Perbedaan perlakuan pakan juga tidak memberikan pengaruh nyata terhadap rataan konsumsi protein kasar kelinci (P>0.05), dengan nilai rataan 12.50±1.75 g per ekor per hari atau setara dengan 15.71% dari konsumsi bahan kering. Nilai ini lebih rendah daripada kebutuhan protein kasar pada kelinci menurut NRC (1977) yaitu sebesar 16%. NRC merupakan standar yang disesuaikan untuk kelinci di daerah sub-tropis, sehingga belum tentu sesuai dengan kelinci lokal. Selanjutnya Blas dan Wiseman (2010) menyatakan bahwa rendahnya kualitas protein dalam ransum kelinci dapat ditanggulangi oleh tingkah laku caecotrophy pada kelinci. Feses basah pada kelinci mengandung proporsi protein, mineral dan vitamin yang jauh lebih tinggi daripada feses kering yang lebih banyak mengandung serat. Caecotrophy memenuhi sekitar 18% dari total kebutuhan protein pada kelinci.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan pakan yang diberikan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap rataan konsumsi serat kasar kelinci lokal jantan muda. Selanjutnya hasil uji lanjut menunjukkan bahwa konsumsi serat kasar kelinci yang diberi perlakuan pakan dengan limbah tauge berbeda nyata dari kelinci yang hanya mengonsumsi pellet komersil. Rataan konsumsi serat kasar pada kelinci penelitian yaitu sebesar 19.06±4.04 g per ekor per hari. Nilai ini telah memenuhi kebutuhan serat kasar kelinci sebesar 23.95% dari bahan kering ransum. Irlbeck (2001) menyatakan untuk mempertahankan kesehatan pencernaan, kelinci membutuhkan serat dalam ransum antara 20% sampai 25%. Kandungan serat kasar dalam ransum yang lebih rendah dari 12% dapat meningkatkan kejadian diare dan enteritis pada kelinci (Gillespie 2004).

Total Digestible Nutrien (TDN) menunjukkan jumlah bahan makanan dalam ransum yang dapat dicerna oleh ternak; yaitu protein, lemak, serat kasar, dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Anggorodi 1990). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan pakan tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap TDN kelinci lokal jantan muda. Rataan nilai TDN pada penelitian yaitu 52.70±14.88 g per ekor per hari. Wandito (2011) menyatakan bahwa TDN merupakan salah satu cara untuk mengetahui energi pakan. Semakin tinggi nilai TDN suatu pakan, semakin baik pakan tersebut karena semakin banyak zat-zat makanan yang dapat digunakan.

Pertambahan Bobot Badan Harian

Pertambahan bobot badan adalah kriteria yang dapat digunakan untuk melakukan evaluasi pakan. Rataan pertambahan bobot badan harian kelinci dapat dilihat pada Tabel 4.

(18)

8

Pertumbuhan merupakan salah satu indikasi pemanfaatan zat-zat makanan dalam ransum. Beberapa faktor yang mempengaruhi pertambahan bobot badan yaitu potensi genetik, jenis kelamin, pemberian nutrisi pakan, penyakit, adanya pakan aditif, dan faktor lingkungan (Cunningham et al. 2005). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan pakan yang berbeda tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap pertambahan bobot badan harian kelinci lokal jantan muda. Konsumsi pakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertambahan bobot badan, yang berkaitan dengan nutrien yang terkandung dalam pakan dan tingkat kecernaan pakan tersebut (Rasyid 2009). Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan pakan dengan penambahan 50% limbah tauge tidak menyebabkan perbedaan pertambahan bobot badan harian kelinci lokal, dengan nilai rataan sebesar 11.69±1.24 g per ekor per hari. Hasil tidak beda nyata ini diduga karena simpangan baku pada P0 cukup tinggi. Rataan pertambahan bobot badan harian kelinci yang mendapat perlakuan kontrol berupa 100% pellet komersil memiliki simpangan baku yang cukup tinggi (rataan 13.35±3.48 g ekor-1 hari-1) karena koefisien keragamannya tinggi yaitu 26.08%. Tingginya koefisien keragaman ini terjadi karena konsumsi pakan kelinci yang mendapat perlakuan kontrol bervariasi.

Rataan total pertambahan bobot badan harian kelinci yaitu 13.36±2.60 g per ekor per hari. Nilai ini masih lebih rendah daripada penelitian sebelumnya oleh Huda (2012) yang menghasilkan rataan pertambahan bobot badan harian kelinci lokal sebesar 15.22±2.51 g per ekor per hari. Hal ini karena dalam penelitian sebelumnya, kandungan protein pakan lebih tinggi (15.95%-19.13%), sehingga konsumsi protein lebih tinggi juga dan menyebabkan pertambahan bobot badannya lebih tinggi. Lukefahr dan Cheeke (1990) menyatakan bahwa pertambahan bobot badan kelinci lokal dapat mencapai 10-20 g per hari, sehingga nilai rataan PBBH kelinci penelitian masih berada dalam rentang normal. Hal ini berarti pemberian limbah tauge segar hingga taraf 50% dalam ransum menghasilkan pertambahan bobot badan yang baik pada kelinci lokal dan tidak mengganggu performa produksinya.

Konversi Pakan

Konversi pakan dihitung sebagai rasio antara jumlah pakan yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan harian kelinci. Rataan konversi pakan tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Rataan konversi pakan tiap perlakuan

(19)

9 Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan pakan yang berbeda memberikan pengaruh nyata (P<0.05) terhadap nilai konversi pakan kelinci lokal jantan muda. Berikutnya, hasil uji lanjut menunjukkan bahwa pada kelinci yang diberi perlakuan pakan campuran limbah tauge sebanyak 50% memberikan nilai konversi pakan yang berbeda dibandingkan perlakuan kontrol berupa pemberian 100% pellet komersil. Akan tetapi, pemberian limbah tauge 30% tidak memberikan perbedaan nilai konversi pakan terhadap kontrol maupun perlakuan limbah tauge 50%. Konversi pakan merupakan parameter yang sering digunakan untuk memperkirakan efisensi pakan pada pemeliharaan sistem intensif. Nilai konversi pakan dapat dioptimalkan dengan penggunaan ransum berenergi tinggi (Blas dan Wiseman 2010). Semakin rendah nilai konversi pakan, semakin baik nilai efisiensi pakannya. Pemberian pakan berkualitas tinggi dengan pengelolaan yang baik dapat menghasilkan konversi pakan kelinci sebesar 2.80 sampai 4.00 (Aritonang et al. 2003). Rataan nilai konversi pakan kelinci penelitian sebesar 6.06±0.98, artinya untuk setiap pertambahan bobot badan sebanyak 1 g diperlukan konsumsi pakan dalam bentuk bahan kering sebanyak 6.06 g.

Income Over Feed Cost

Nilai income over feed cost (IOFC) adalah salah satu kriteria untuk menghitung nilai ekonomis dalam pemeliharaan ternak, yang dihitung dari harga yang didapatkan dari total pertambahan bobot badan kelinci dikurangi dengan biaya pakan yang dikeluarkan selama pemeliharaan kelinci. Rataan nilai IOFC pada setiap perlakuan disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Nilai income over feed cost (IOFC) tiap perlakuan Perlakuan IOFC (Rp ekor-1 hari-) P2 = 50% limbah tauge dan 50% pellet komersil.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan pakan yang berbeda tidak berpengaruh terhadap nilai income over feed cost (IOFC). Nilai IOFC tertinggi didapatkan dari kelinci yang mendapat perlakuan pakan 30% limbah tauge yaitu Rp303.92 per ekor per hari, sedangkan nilai terendah didapatkan dari kelinci yang mendapat perlakuan kontrol berupa 100% pellet komersil, sebesar Rp167.94 per ekor per hari. Nilai IOFC ini ditentukan oleh pertambahan bobot badan yang dihasilkan dan biaya pakan yang dikeluarkan selama pemeliharaan.

(20)

10

maka dalam satu bulan akan didapat keuntungan sebesar Rp3 760 950. Sehingga penambahan limbah tauge ke dalam ransum hingga taraf 50% dapat dikatakan menguntungkan. Penggunaan limbah tauge dalam ransum sebagai substitusi pellet komersil akan menurunkan biaya pakan dan meningkatkan nilai IOFC jika diiringi dengan peningkatan bobot badan yang baik.

Mortalitas

Mortalitas kelinci dihitung dari banyaknya kelinci yang mati dibagi jumlah kelinci yang digunakan dalam penelitian. Selama penelitian berlangsung, nilai mortalitas kelinci yaitu 0%. Hal ini karena kelinci telah melalui masa adaptasi untuk menyesuaikan perubahan jenis pakan.

Manajemen pemeliharaan yang baik seperti pembersihan kandang dan lingkungan sekitar kandang, penggantian air minum, serta penanganan yang cepat terhadap kelinci yang memperlihatkan tanda-tanda sakit adalah beberapa hal yang menyebabkan tidak adanya kejadian kematian kelinci selama penelitian. Sartika dan Dwiyanto (1986) melaporkan tingkat kematian anak kelinci lokal sebesar 11.1%. Gangguan pencernaan dan masalah pernapasan merupakan penyebab utama kematian pada kelinci, serta enteritis pada kelinci dalam masa pertumbuhan, dengan tingkat mortalitas sebesar 11% sampai 12% (Blas dan Wiseman 2010).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Limbah tauge segar dapat dikonsumsi oleh kelinci lokal jantan muda hingga 50% dari pakan yang dibutuhkan tanpa mempengaruhi pertambahan bobot badan harian, konsumsi bahan kering, konsumsi protein kasar, dan nilai TDN. Semakin besar persentase limbah tauge dalam ransum dapat menurunkan biaya pakan dan meningkatkan nilai income over feed cost (IOFC). Limbah tauge segar dapat ditambahkan ke dalam ransum kelinci untuk menggantikan pellet komersil hingga taraf 50% untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar tanpa mengganggu performanya, dengan pertambahan bobot badan harian sebesar 11.69±1.24 g per ekor per hari.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai pengaruh penambahan limbah tauge terhadap tingkah laku dan performa reproduksi kelinci lokal jantan muda. Selain itu juga perlu dilakukan penelitian mengenai kebutuhan nutrisi dan zona nyaman kelinci di Indonesia agar data kebutuhan nutrisi dan perhitungan nilai

(21)

11

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. Jakarta (ID): Gramedia.

Aritonang D, Roefiah NAT, Pasaribu T, Raharjo YC. 2003. Laju pertumbuhan kelinci Rex, Satin dan persilangannya yang diberi lactosym dalam sistem pemeliharaan intensif. JITV 3 (8): 164-169.

Baihaqi M, Kurniawan Y, Rahayu S, Nuraini H. 2013. Carcass and non-carcass composition of fryer fattened with pellets containing of bean sprouts’ waste.

2nd International Conference on Rabbit Production; 2013 Agustus 27-29; Bali, Indonesia (ID); Departemen Pertanian.

Blas C de, Wiseman J. 2010. Nutrition of The Rabbit. London (UK): CAB International.

[BPTPJ] Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta. 2009. Pemanfaatan limbah pasar sebagai pakan ruminansia sapi dan kambing di DKI Jakarta. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta (ID): Departemen Pertanian.

Cunningham M, Latour MA, Acker D. 2005. Animal Science and Industry. New Jersey (US): Pearson Prentice Hall.

Farrel DJ, Raharjo YC. 1984. Potensi Ternak kelinci sebagai penghasil Daging.

Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan.

Gillespie JR. 2004. Modern Livestock and Poultry Production. New York (US): Delmar Learning.

Huda M. 2012. Performa produksi kelinci lokal jantan muda pada pemberian ransum komplit komersil dengan substitusi limbah tauge [skripsi]. Fakultas Peternakan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Irlbeck NA. 2001. How to feed the rabbit (Oryctolagus cuniculus) gastrointestinal tract. J. Anim. Sci. 79: 343-346.

Lukefahr SD, Cheeke PR. 1990. Rabbit project planning strategies for developing countries. J. Livestock Research for Rural Development 2: 2. Marai IFM, Rashwan AA. 2004. Rabbits behavioural response to climatic and

managerial conditions. Arch. Tierz. Dummerstorf 47 (5): 469-482.

Marai IFM, Habeeb AAM, Gad AE. 2002. abbits’ productive, reproductive and physiological performance traits as affected by heat stress. Livestock Production Science 78: 71-90. menunjang agribisnis kelinci. Lokakarya Nasional Potensi dan Peluang Pengembangan Usaha Kelinci: 41-54.

[NRC] National Research Council. 1977. Nutrient Requirement of Rabbit. Washington DC (US): National Academy Press.

(22)

12

Rasyid H. 2009. Performa produksi kelinci lokal jantan pada pemberian rumput lapang dan berbagai level ampas tahu [skripsi]. Fakultas Peternakan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sartika T, Dwiyanto K. 1986. Produktivitas kelinci lokal: litter size, pertumbuhan, mortalitas dan kondisi induk. Ilmu Peternakan Vol. 2 (3): 117-122.

Soedjana TD. 2007. Socio-economic consideration in small and medium rabbit farming. International Conference on Rabbit Production; 2007 Juli 24-25; Bogor, Indonesia (ID); Departemen Pertanian.

Wandito DS. 2011. Performa dan morfometrik domba ekor gemuk dengan pemberian pakan konsentrat dan limbah tauge pada taraf pemberian yang berbeda [skripsi]. Fakultas Peternakan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

LAMPIRAN

Lampiran 1 Analisis ragam pertambahan bobot badan harian kelinci lokal

SK db JK KT F-hitung P

Perlakuan 2 22.512 11.256 1.96 0.196

Galat 9 51.605 5.734

Total 11 74.117

Keterangan : SK = sumber keragaman, JK = jumlah kuadrat, KT = kuadrat tengah

Lampiran 2 Analisis ragam konsumsi bahan kering

SK db JK KT F-hitung P

Perlakuan 2 664.7 332.3 3.01 0.100

Galat 9 994.4 110.5

Total 11 1659.1

Lampiran 3 Analisis ragam konsumsi protein kasar

SK db JK KT F-hitung P

Perlakuan 2 7.127 3.564 1.21 0.342

Galat 9 26.431 2.937

Total 11 33.558

Lampiran 4 Analisis ragam konsumsi serat kasar

SK db JK KT F-hitung P

Perlakuan 2 127.999 63.999 11.15 0.004

Galat 9 51.670 5.741

(23)

13 Lampiran 5 Uji Tukey konsumsi serat kasar

Perlakuan N Rataan Pengelompokan

P0 4 14.453 B

P1 4 21.109 A

P2 4 21.625 A

Lampiran 6 Analisis ragam TDN

SK db JK KT F-hitung P

Perlakuan 2 232.43 116.21 2.36 0.150

Galat 9 443.86 49.32

Total 11 676.28

Lampiran 7 Analisis ragam konversi pakan

SK db JK KT F-hitung P

Perlakuan 2 6.8102 3.4051 8.11 0.010

Galat 9 3.7771 0.4197

Total 11 10.5873

Lampiran 8 Uji Tukey konversi pakan

Perlakuan N Rataan Pengelompokan

P0 4 5.2684 B

P1 4 5.8255 AB

P2 4 7.0705 A

Lampiran 9 Analisis ragam nilai income over feed cost (IOFC)

SK db JK KT F-hitung P

Perlakuan 2 37 562 18 781 2.53 0.134

Galat 9 66 824 7 425

Total 11 104 386

Lampiran 10 Perhitungan asumsi harga limbah tauge − Biaya bensin : Rp15 000

− Biaya kuli panggul : Rp20 000 − Limbah tauge yang didapat : 50 kg

(24)

14

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kendal, Jawa Tengah pada tanggal 17 Januari 1992. Penulis merupakan anak kedua dari 4 bersaudara pasangan Bapak Misbachuridjal dan Ibu Retnowati. Penulis memulai pendidikan pada tahun 1998 di SD 02 Sambongsari Weleri, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 1 Gringsing pada tahun 2004 dan lulus tahun 2007. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikannya ke SMA N 1 Weleri dan lulus pada tahun 2010. Tahun 2010 penulis diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri).

Gambar

Gambar 2  Kelinci penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan : Electrical Stimulation dapat meningkatkan kekutan otot lengan kiri pada kondisi Plexus Brachialis Injury , Terapi latihan dapat meningkatkan kekutan

Pusat pelatihan dan simulasi kejadian bencana alam yang akan diusulkan dalam tulisan ini adalah untuk pendidikan kebencanaan yang bersifat mendadak yaitu gempa

Character education in schools to be effective because, (a) the basic values of the characters from the culture of the school, family and society, (b) the character education

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) digantikan dengan mengangkat direksi baru yang ditetapkan dengan Keputusan Walikota dengan berpedoman kepada ketentuan

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengungkapan diri adalah tipe komunikasi khusus yang ditandai dengan adanya pengungkapan informasi tentang

DEPARTMENT STUDENTS IN MUHAMMADIYAH UNIVERSITY OF SURAKARTA: A CASE STUDY IN SATURDAY ENGLISH.. GATHERING

Dalam motivasi ganda tersebut, kebugaran jasmani dan rohani tetap menjadi pilihan, dipadukan atau divariasikan dengan motivasi lain, sehingga kalau dijumlahkan (ganda

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah penerapan model Make A Match dengan media Audio Visual dapat meningkatkan keterampilan guru, aktivitas siswa dan hasil