• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Ternak Kerbau (Studi Kasus Polsek Padang Bolak, Kec.Portibi, Kabupaten Padang Lawas Utara)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Ternak Kerbau (Studi Kasus Polsek Padang Bolak, Kec.Portibi, Kabupaten Padang Lawas Utara)"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCURIAN TERNAK KERBAU

(Studi Kasus Polsek Padang Bolak, Kec.Portibi, Kabupaten Padang Lawas Utara)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

Mhd Azhali Siregar NIM : 100 200 393

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS

HUKUM

UNIVERSITAS

SUMATERA

UTARA

MEDAN

2014

UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCURIAN

TERNAK KERBAU

(Studi Kasus Polsek Padang Bolak, Kec.Portibi, Kabupaten Padang Lawas Utara)

(2)

Diajukan Sebagai salah satu Syarat Untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh :

Mhd Azhali Siregar NIM : 100 200 393

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Hukum Pidana

(Dr.M.Hamdan, SH,M.H) NIP : 195703261986011001

Pembimbing I Pembimbing II

Nurmalawati,SH,M.Hum Syafruddin,SH,MH,DFM NIP :196209071988112001 NIP:196305111989031001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 14

ABSTRAKSI *Mhd Azhali Siregar *Nurmalawati,SH,M.Hum *Syafruddin,SH,MH,DFM

(3)

pidana pencurian kerbau (Studi di Polsek Padang Bolak kec. Portibi Kab. Padang Lawas Utara). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya tindak pidana pencurian ternak kerbau di Penulis mengumpulkan data dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan dan menggunakan metode penelitian lapangan. Kemudian melakukan analisis data yang dilakukan bersifat kualitatif kemudian dideskripsikan. Temuan yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa Faktor-faktor penyebab pencurian ternak adalah faktor ekonomi, faktor geologis, faktor pendidikan dan faktor penegak hukum. Upaya Kepolisian setempat dalam penanggulangan tindak pidana pencurian ternak kerbau yang terjadi diKabupaten Padang Lawas Utara dapat dilakukan dengan cara, yakni dilihat dari deskripsi lokasi pnelitian, Upaya kepolisian dalam penanggulangan tindak pidana pencurian kerbau di Kabupaten Padang Lawas Utara, hambatan-hambatan serta faktor pendukung dalam upaya penanggulangan tindak pidana pencurian ternak kerbau oleh kepolisian setempat. Temuan lainnya yang diperoleh dari penelitian ini yakni Beberapa kasus pencurian ternak dan penanganannya di Kabupaten Padang Lawas Utara antara lain posisi kasus terjadinya tindak pidana pencurian kerbau kemudian penyelesaian kasus pencurian ternak kerbau dengan menggunakan ketentuan hukum pidana.

*Mahasiswa Fakultas Hukum USU

*Dosen I, Staf Pengajar Fakultas Hukum USU

*Dosen II, Pembantu Dekan II Fakultas Hukum USU KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis panjatkan Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan

(4)

Penulisan skripsi ini adalah merupakan salah satu syarat yang harus

dipenuhi dalam rangka ujian untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.

Adapun judul skripsi ini adalah Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Ternak Kerbau (Studi Kasus Polsek Padang Bolak Kec.Portibi,

Kabupaten Padang Lawas Utara).”

Penulis sadar sejak awal hingga akhir penulisan skripsi ini, penulis banyak

menerima bimbingan, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu,SH.,M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting.,SH.,M.Hum, Selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Syafruddin,SH,MH.DFM, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai Dosen Pembimbing

II yang dengan tulus meluangkan waktu untuk membimbing,

mengarahkan, dan member masukan serta pandangan dan nasehat yang

berguna bagi penulis sehingga skripsi ini dapat selesai.

4. Bapak M.Husni,SH,M.H selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr.M.Hamdan, SH,M.H, selaku Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Nurmalawaty, SH., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I yang dengan tulus meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan, dan

memberi masukan serta pandangan dan nasehat yang berguna bagi

(5)

7. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang dengan sabar mengajar dan membimbing penulis selama

menempuh pendidikan di almamater ini.

Secara khusus pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih

kepada mereka yang selama ini dekat dan mendapat tempat yang istimewa di hati

sanubari penulis, diantaranya :

1. Kedua orang tua penulis, yang penulis cintai dan kasihi Ayahanda Fahrin Siregar,Spd.M.Si, dan Ibunda Dra.Siti Sahara Hrp, yang telah memberikan banyak dukungan dan motivasi kepada penulis

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Buat kakak, dan adikku tersayang. Terima kasih buat dukungan dan

doanya.

3. Buat keluarga besarku yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu,

terima kasih atas dukungan yang selalu diberikan kepada penulis

selama mengikuti perkuliahan dari awal hingga selesai penulisan

skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap dan berdoa semoga apa yang penulis sajikan dalam

skripsi ini ada manfaatnya. Dan semoga ilmu yang penulis peroleh di Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara dapat juga berguna bagi agama, nusa dan

bangsa, Amin.

Medan, Januari 2014

(6)

Mhd Azhali Siregar

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAKSI... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... vii

BAB I PENDAHULUAN1... 1

A. Latar Belakang... 1

(7)

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan... 8

BAB II FAKTOR-FAKTOR YANG MELATARBELAKANGI TERJADINYA PENCURIAN TERNAK KERBAU DI

B. Upaya kepolisian dalam penanggulangan tindak pidana pencurian ternak kerbau di Kabupaten Padang Lawas Utara... 54

1. Upaya Prefertif... 56

2. Upaya Prefersif... 59

3. Kuaratif dan Rehabilitasi... 60

C. Hambatan-hambatan dan faktor pendukung dalam upaya Penanggulangan pencurian ternak kerbau oleh kepolisian resor Padang Bolak... 60

1. Hambatan Interen (dari dalam)...61

2. Hambatan Exteren (dari luar)...62

BAB IV BEBERAPA KASUS PENCURIAN TERNAK DAN

(8)

PADANG LAWAS UTARA... 67

A. Posisi Kasus Terjadinya Tindak Pidana Pencurian Ternak Kerbau... 68

B. Penyelesaian Kasus Pencucurian Ternak dengan Menggunakan Ketentuan Hukum Pidana... 71

1. Analisa Yuridis... 72

2. Analisa Penulis... 74

BAB V PENUTUP... 77

A. Kesimpulan... 77

B. Saran-saran... 78

DAFTAR PUSTAKA... 79

LAMPIRAN-LAMPIRAN... 83

DAFTAR TABEL Tabel 1. Pelaku Pencurian Ternak Tahun 2009/2013... 36

(9)

Kerbau Tahun 2009/2013... 39

Tabel 3. Jumlah Populasi Kerbau Menurut Kecamatan

dan Luas Wilayah/Tahun 2012... 42

Tabel 4. Pendapat warga dari beberapa Desa di Kecmatan Portibi Mengenai

Kinerja Aparat Polsek Padang Bolak dalam Menangani Kasus Pencurian

Kerbau d Kabupaten Padang Lawas Utara... 45

Tabel 5. Luas Wilayah dan Rasio Terhadap Total Menurut Kecamatan di

Kabupaten Padang Lawas Utara... 51

Tabel 6. Populasi Ternak Menurut Kecamatan dan Jenis Ternak (ekor)di

Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2012... 54

(10)

A.Latar Belakang Masalah

Kerbau merupakan salah satu jenis ternak penting di Indonesia,

kegunaannya sangat beragam mulai dari membajak sawah, alat transportasi,

sebagai sumber daging dan susu, sampai dengan kulitnya digunakan sebagai

bahan baku industri. Populasi ternak kerbau di Indonesia sekitar 2,5 juta ekor.

Namun populasi ternak kerbau di Indonesia mengalami penurunan. Data selama

tahun 1985-2001 menunjukkan bahwa populasinya menurun drastis dari 3,3 juta

ekor pada tahun 1985 dan menjadi hanya 2,4 juta ekor di tahun 2001 atau

mengalami penurunan populasi sebesar 26%. Namun demikian, populasi ternak

kerbau di Pulau Sumatera agak meningkat dari 1,1 juta ekor menjadi 1,2 juta

ekor di tahun yang sama atau mengalami pertumbuhan populasi sebesar 9%. Hal

ini membuktikan bahwa kondisi alam dan sosial budaya masyarakat Pulau

Sumatera memberi tempat yang layak untuk pengembangan ternak kerbau.1

Di Paluta (Padang Lawas Utara) sendiri jumlah populasi ternak kerbau

sangat besar dikarnakan sumber daya alam dan lingkungan sesuai dengan

habitat hewan ternak jenis kerbau, Padang Lawas Utara atau yang dikenal

dengan Padang Bolak, istilah “Padang Bolak” di artikan dalam bahasa

Indonesia yaitu “Padang yang Luas” dimana daerah Paluta mempunyai beribu

ribu hektar hamparan padang rumput yang sangat luas dan sangat cocok dengan

habitat asli hewan kerbau. Populasi sapi dan kerbau hasil PSPK di Kabupaten

Padang Lawas Utara mencapai 17.827 ekor. Sementara itu, dari hasil sensus

pertanian 2013, populasi sapi dan kerbau mencapai 17.261 ekor. Berdasarkan

(11)

pidana pencurian kerbau (Studi di Polsek Padang Bolak kec. Portibi Kab. Padang Lawas Utara). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya tindak pidana pencurian ternak kerbau di Penulis mengumpulkan data dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan dan menggunakan metode penelitian lapangan. Kemudian melakukan analisis data yang dilakukan bersifat kualitatif kemudian dideskripsikan. Temuan yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa Faktor-faktor penyebab pencurian ternak adalah faktor ekonomi, faktor geologis, faktor pendidikan dan faktor penegak hukum. Upaya Kepolisian setempat dalam penanggulangan tindak pidana pencurian ternak kerbau yang terjadi diKabupaten Padang Lawas Utara dapat dilakukan dengan cara, yakni dilihat dari deskripsi lokasi pnelitian, Upaya kepolisian dalam penanggulangan tindak pidana pencurian kerbau di Kabupaten Padang Lawas Utara, hambatan-hambatan serta faktor pendukung dalam upaya penanggulangan tindak pidana pencurian ternak kerbau oleh kepolisian setempat. Temuan lainnya yang diperoleh dari penelitian ini yakni Beberapa kasus pencurian ternak dan penanganannya di Kabupaten Padang Lawas Utara antara lain posisi kasus terjadinya tindak pidana pencurian kerbau kemudian penyelesaian kasus pencurian ternak kerbau dengan menggunakan ketentuan hukum pidana.

*Mahasiswa Fakultas Hukum USU

*Dosen I, Staf Pengajar Fakultas Hukum USU

*Dosen II, Pembantu Dekan II Fakultas Hukum USU KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis panjatkan Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan

(12)

hasil sensus pertanian 2013 apabila dirinci menurut kecamatan yang memiliki sapi dan kerbau paling banyak adalah Kecamatan Padang Bolak dengan jumlah populasi sebanyak 4.954 ekor, kemudian Kecamatan Simangambat (3.381 ekor), dan Kecamatan Portibi (3.335 ekor). Sedangkan Kecamatan yang memiliki sapi dan kerbau paling sedikit adalah Kecamatan Dolok dengan jumlah populasi hanya 92 ekor.(Badan Pusat Statistik, Kabupaten Padang Lawas Utara).

Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri atas berbagai

macam suku bangsa, budaya, dan bahasa. Keanekaragaman tersebut berpotensi

menimbulkan benturan-benturan di dalam masyarakat sebagai akibat dari

adanya perbedaan kepentingan. Guna mengatasi perbedaan tersebut dibutuhkan

adanya peraturan hukum yang mampu mengatur seluruh perikehidupan

masyarakat dalam rangka mewujudkan rasa keadilan.

Berbagai kasus merebak sejalan dengan tuntutan akan perubahan, yang

dikenal dengan reformasi, tampak di berbagai lapisan masyarakat dari tingkat

atas sampai bawah terjadi penyimpangan hukum. Pembangunan masyarakat

hukum madani (civil society) merupakan tatanan hidup masyarakat yang

memiliki kepatuhan terhadap nilai-nilai hukum. Akan tetapi dalam perjalanan

(transisi) perubahan terdapat sejumlah ketimpangan hukum yang dilakukan oleh

berbagai lapisan masyarakat

Hukum yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat

memang semestinya dapat mengatasi atau setidaknya telah mewaspadai segala

(13)

secara kompleks sekalipun. Sekalipun konsep-konsep hukum tersebut tidak

sepenuhnya dipahami oleh masyarakat, tetapi hukum itu sendiri tetap eksis

dalam konteks yang lebih universal. Hal ini tidak lain karena masyarakat umum

yang menghendaki atau menciptakan suatu perubahan, meskipun tidak diiringi

dengan pemahaman konsep yang menyeluruh. Akibat yang terjadi adalah

implementasi hukum di dalam masyarakat menjadi tidak optimal. Tidak jarang

perangkat hukum tersebut justru disalahgunakan untuk maksud maupun tujuan

tertentu, yang justru memiliki tendensi untuk keuntugan pribadi atau golongan.

Sistem hukum suatu negara terbentuk dari pertumbuhan tata nilai hukum yang

berlaku dalam masyarakat dan organisasi alat perlengkapan.

Secara universal, manusia mempunyai kebutuhan yang selalu ingin

terpenuhi, termasuk kebutuhan sandang dan pangan, baik sebagai alat untuk

memperoleh mempertahankan kehidupan, maupuan hanya sebatas pemenuhan

hasrat ingin memiliki atau bahkan sebagai peningkatan status sosial (taraf

hidup). Dengan bekerja diharapkan pemenuhan kebutuhan ini menjadi sebuah

hal legal, bahkan bernilai ibadah dalam agama. Namun harapan itu tidak

selamnya terpenuhi karena beragamnya sifat dan cara pemenuhan kebutuhan

sandang dan pangan manusia yang terkadang menghalalkan segala cara,

termasuk melakukan tindak pidana pencurian.

Seseorang melakukan tindak pidana pencurian tentu memiliki alasan yang

berbeda-beda, termasuk alasan ekonomi/faktor ekonomi, dengan faktor ekonomi

(14)

pidana pencurian.

Dalam sejarah peradaban manusia pencurian ada sejak terjadi

ketimpangan antara kepemilikan benda-benda kebutuhan manusia, kekurangan

akan kebutuhan, dan ketidakpemilikan cenderung membuat orang berbuat

menyimpang (pencurian). Pencurian dilakukan dengan berbagai cara, dari

cara-cara tradisional sampai pada cara-cara-cara-cara modern dengan menggunakan alat-alat

modern dengan pola yang lebih lihai. Hal seperti ini dapat terlihat dimana-mana,

dan cenderung luput dari jeratan hukum yang lebih parahnya lagi banyak

kasus-kasus pencurian yang bukan hanya dilakukan oleh orang dewasa tetapi juga

dilakukan oleh anak yang merupakan generasi penerus di masa depan.

Tindak pidana pencurian sampai saat ini masih dilematis dan menjadi

masalah yang cukup serius serta memerlukan pemecahan, oleh karena itu

diperlukan usaha penanggulangan atau setidak-tidaknya pencegahan yang baik

dari semua pihak, baik aparat hukum maupun masyarakat yang harus

diidentifikasikan agar dapat berjalan secara tertib, terarah, dan terencana. Dalam

hal ini semua pihak harus bekerja sama dalam mengaktualisasikan nilai-nilai

agama, budaya dan hukum serta menindak tegas para pelaku pencurian agar

sedapat mungkin bisa menekan laju perkembanganya, karena bukan tidak

mungkin pencurian akan terus bertambah dimasa-masa yang akan datang,

bahkan akan menjadi fenomena yang biasa dalam masyarakat, sehingga

semakin banyak orang yang harus menjadi korban perbuatan orang-orang yang

tidak bertanggung jawab.

(15)

dari tingkat atas sampai bawah, sehingga dalam setiap peristiwa, sorotan keras

terhadap pencurian terus dilancarkan dalam rangka mengurangi tindak kriminal.

Pencurian dengan pemberatan ialah pencurian biasa (Pasal 362 KUHP),

hanya bedanya bahwa pencurian yang dimaksud ditambah dengan ditentukan

bentuk dan cara melakukan perbuatan, waktu serta jenis barang yang dicuri

sehingga dinilai memberatkan kualitas pencurian.2

Hal ini diatur dalam Pasal 363 KUHP salah satunya tindak pidana

pencurian ternak. Pencurian ternak mempunyai dampak yang begitu besar bagi

kehidupan masyarakat terutama masyarakat di Kabupaten Padang Lawas Utara.

Ternak khususnya sapi dan kerbau bagi kehidupan masyarakat Paluta terutama

petani sangat penting, selain itu sapi dan kerbau juga digunakan untuk

membajak sawah. Pelaku pada pencurian ternak ini kebanyakan pelaku residivis

yaitu pelaku yang pernah melakukan kejahatan yang sama untuk kedua kalinya.

Dalam Bab IX KUHP tentang arti beberapa istilah yang dipakai dalam

KUHP mengartikan ternak sebagai yang diatur dalam pasal 101 KUHP yaitu

hewan yang berkuku satu, pemamah biak dan babi, atau dengan lain perkataan :

kuda, sapi atau kerbau dan babi. Dari istilah ini dapat dimengerti bahwa objek

dari pencuriannya ternak sebagai unsur objektif tambahan dalam tindak pidana

pencurian pokok, sehingga dapat disimpulkan disatu pihak penentuan arti kata

ini bersifat memperluas karena biasanya kuda dan babi tidak masuk istilah

ternak. Dan dilain pihak membatasi karena tidak termasuk didalamnya ayam,

(16)

bebek, dan sebagainya.3

Di negeri Belanda menyebutkan “diefstal van uit de weide” (pencurian

ternak dari suatu padang rumput penggembalaan), dimana unsur weide itu tegas

ditambahkan karena unsur inilah yang justru merupakan alasan memberatkan

hukuman. Oleh karena di Indonesia tidak ada tambahan “ dari padang rumput

penggembalaan”, maka alasan memperberat hukuman hanya terletak pada hal ;

bahwa ternak dianggap kekayaan yang penting.4

Sama halnya di Indonesia, menurut pandangan pembentuk

Undang-undang bahwa masyarakat Indonesia memandang ternak mempunyai nilai

khusus, mempunyai nilai yang lebih tinggi daripada benda maupun binatang

lainnya. Nilai khusus ini misalnya ternak dapat digunakan sebagai penarik

beban, mengerjakan sawah, bahkan dapat digunakan sebagai ukuran kekayaan

seseorang.

Tindak kejahatan pada dasarnya selalu melekat di dalam masyarakat

manapun dan berbentuk apapun sistem politiknya. Lebih jauh lagi Baharuddin

Lopa menjelaskan, semakin kompleks masyarakat semakin banyak pula

pelanggaran hukum yang terjadi. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena di

tengah-tengah masyarakat kerap sekali terjadi tindak pidana yang sangat

bervariasi. Salah satu kasus pencurian ternak, pencurian ternak merupakan

suatu bentuk pencurian yang diperberat, yaitu bentuk pencurian sebagaimana

3 Rasyid Ariman dan M. Fahmi Raghib, Kejahatan Tertentu dalam KUHP Sari Kuliah Hukum Pidana dalam Kodifikasi, Universitas Sriwijaya, Palembang, 2008, hal. 59.

(17)

yang dirumuskan dalam pasal 362 (bentuk pokoknya) ditambah unsur-unsur

lain, baik yang objektif maupun subjektif, yang bersifat memberatkan pencurian

itu, dan oleh karenanya diancam dengan pidana yang lebih berat dari pencurian

dalam bentuk pokoknya. Ternak ditetapkan oleh pembentuk Undang-undang

sebagai faktor-faktor memperberat didasarkan pada pertimbangan mengenai

keadaan khusus pada Indonesia.

Dengan latar belakang inilah penulis tertarik untuk membuat suatu karya

ilmiah (skipsi) dengan judul “Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Ternak Kerbau (Studi Kasus Polsek Padang Bolak Kec. Portibi Kab.Padang Lawas Utara”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dikemukakan rumusan

masalah dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Apa yang menjadi faktor-faktor terjadinya pencurian ternak kerbau di

wilayah hukum Polsek Padang Bolak?

2. Bagaimana upaya kepolisian Polsek Padang Bolak dalam penanggulangan

pencurian ternak kerbau di Kabupaten Padang Lawas Utara?

3. Bagaimana Penanganan Pencurian Ternak yang dilakukan oleh pihak

Kepolisian dengan penerapan hukum pidana di Wilayah Hukum Polsek

Padang Bolak?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan dari pembahasan skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui faktor apa saja yang melatarbelakangi terjadinya tindak

(18)

2. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan kepolisian dalam penanggulangan

tindak pidana pencurian ternak di Kabupaten Padang Lawas Utara

3. Untuk mengetahui faktor pendukung dan hambatan-hambatan apa saja

yang dihadapi oleh kepolisian Polsek Padang Bolak dalam upaya

penanggulangan tindak pidana pencurian ternak kerbau di Kabupaten

Padang Lawas Utara.

4. Untuk mengetahui bagaimana penanganan yang dilakukan kepolisian

Polsek Padang Bolak dalam kasus pencurian ternak kerbau sesuai dengan

ketentuan hukum pidana yang berlaku di Indonesia

2. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat yang diharapkan dalam penulisan skripsi ini adalah :

a) Manfaat (Teoritis) Penulisan skripsi ini dapat mejadi bahan kajian terhadap

perkembangan ilmu pengetahuan serta menambah wawasan khususnya

mengenai peran Kepolisian Polsek Padang Bolak dan masyarakat dalam

menanggulangi tindak pidana pencurian ternak kerbau di Kabupaten

Padang Lawas Utara.

b) Manfaat (Praktis) Memberikan kontribusi kepada kalangan akademisi dan

praktisi, penambahan informasi dan pengetahuan hukum umumnya dan

perkembangan hukum pidana di masa yang akan datang.

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan hasil penelurusan belum diketemukan karya ilmiah lain dengan

judul “Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Ternak Kerbau (Studi

(19)

ini juga bukan merupakan duplikasi ataupun plagiat, sehingga karya penulisan

ini merupakan karya asli. Kekhususan karya ini adalah pada penanggulangan

aparat kepolisian Polsek Padang Bolak terhadap tindak pencurian ternak

(curnak) kerbau di Kabupaten Paluta serta hambatan-hambatan yang terjadi

dalam mencegah terjadinya pencurian hewan ternak milik warga dan

penyelesaian kasus pencurian kerbau di Polsek Padang Bolak sesuai dengan

penerapan hukum pidana oleh kepolisian terhadap pelaku pencurian kerbau

E.Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Tindak Pidana

Pidana berasal dari Bahasa Belanda yaitu straf, yang kadang-kadang

disebut dengan istilah hukuman. Walaupun istilah pidana lebih tepat dari istilah

hukuman, karena hukum sudah lazim merupakan terjemahan dari recht. Pidana

dapat dikatakan sebagai suatu penderitaan yang sengaja dijatuhkan atau

diberikan oleh Negara kepada seseorang atau beberapa orang sebagai akibat

hukum (sanksi) baginya atas perbuatannya yang telah melanggar larangan

hukum pidana. Secara khusus larangan dalam hukum pidana ini disebut sebagai

tindak pidana ( strafbaar feit).Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang

dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit. Walaupun istilah ini

terdapat dalam WvS belanda.5

Demikian juga WvS Hindia Belanda (KUHP), tetapi tidak ada penjelasan

resmi tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit itu. Tindak pidana

adalah prilaku dalam waktu tertentu dalam konteks suatu budaya dianggap tidak

(20)

dapat ditolerir dan harus diperbaiki dengan mendayagunakan sarana-sarana

yang disediakan oleh hukum.6

Istilah yang digunakan baik dalam perundang-undangan yang ada maupun

dalam berbagai literatur hukum sebagai terjemahan dari istilah strafbaar feit

adalah :

a. Tindak Pidana

b. Peristiwa Pidana, digunakan oleh beberapa ahli hukum, misalnya

Mr.R.tresna dan Pompe

Pompe merumuskan bahwa strafbaar feit itu sebenarnya adalah tidak lain

dari pada suatu tindakan yang menurut sesuatu rumusan undang-undang telah

dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum. Sedangkan R. Tresna

merumuskan bahwa peristiwa pidana itu adalah suatu perbuatan atau rangkaian

perbuatan manusia, yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan

perundang-undangan lainnya, terhadap perbuatan mana yang diadakan tindakan

penghukuman.7

Peristiwa tidak saja menunjuk pada perbuatan manusia, melainkan mencakup

pada seluruh kejadian yang tidak saja disebabkan oleh adanya perbuatan

manusia semata, tetapi juga oleh alam, seperti matinya seseorang disambar petir

atau tertimbun tanah longsor yang tidak penting dalam hukum pidana, baru

menjadi penting dalam hokum pidana apabila kematian orang itu diakibatkan

6 Jan Remmelink, Hukum Pidana Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari Undang-Undang hukum pidana Belanda dan Padanannya dalam Kitab Undang-Undang-Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, Hal. 61.

(21)

oleh perbuatan manusia baik aktif maupun pasif.

c. Delik

Sebenarnya berasal dari bahasa latin “delictum” juga digunakan untuk

menggambarkan tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit. Delik

merupakan perbuatan yang dikenakan hukuman karena merupakan

pelanggaran terhadap undang-undang tindak pidana.

d. Pelanggaran pidana.

e. Perbuatan yang boleh dihukum

f. Perbuatan yang dapat dihukum

g. Perbuatan Pidana

Istilah “peristiwa pidana” atau “tindak pidana” adalah sebagai terjemahan

dari istilah bahasa Belanda “Strafbaar feit” atau “delict” . Dalam bahasa

Indonesia di samping istilah “peristiwa pidana” untuk terjemahan “strafbaar

feit” atau “delict” itu (sebagaimana yang dipakai oleh Mr. R. Tresna dan E

Utrecth) dikenal pula beberapa terjemahan yang lain seperti8:

a. Tindak pidana (Undang-undang No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi)

b. Perbuatan pidana (Prof. Mulyatmo, pidato Dies Natalis Universitas Gajah

Mada VI tahun 1955 di Yogyakarta).

c. Pelanggaran pidana (Mr. M.H. Tirtaamidjaya, Pokok-pokok Hukum Pidana,

Penerbit Fasco, Jakarta 1955.

d. Perbuatan yang boleh dihukum (Mr. Karni, Ringkasan tentnag Hukum

(22)

Pidana, Penerbitan Balai Buku Indonesia, Jakarta, 1959).

e. Perbuatan yang dapat dihukum (Undang-undang No. 12 / Drt Tahun 1951,

Pasal 3, tentang Mengubah (Ordonnantie Tijdelijk Bijzondere

Strafbepalingen). Di antara beberapa istilah tersebut di atas yang paling

tepat untuk dipakai adalah istilah peristiwa pidana, karena yang diancam

dengan pidana bukan saja yang berbuat atau yang bertindak tetapi juga

yang tidak berbuat (melanggar suruhan/ gebod) atau tidak bertindak.9

2.Pengertian Pencurian

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahwa kata “pencurian diartikan

sebagai perkara atau perbuatan mencuri”. Pengertian ini berbeda dengan

pengertian sebagaimana dirumuskan dalam perundang-undangan. Hal tersebut

dapat dimaklumi sebab pengertian menurut perundang-undangan haruslah

memenuhi unsur-unsur yang lengkap dari suatu pasal yang didakwakan jika

terjadi pelanggaran terhadap aturan perundan-undangan itu sendiri maupun

untuk merumuskan sebuah tindakan apakah masuk kategori tindak pidana atau

bukan.10

Para sarjana hukum tidak memberikan defenisi tentang pencurian, akan

tetapi unsur-unsur dan elemen-elemennya saja yang berdasarkan Pasal 362

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), diantaranya R. Soesilo

9 Ibid, , Hal. 37

10 Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2000. Hal. 177

11

R. Soesilo.. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-komentarnya, Politeia.Bogor.1995.Hal.249

12Lamintang, P.A.F. Delik-Delik Khusus Kejahata-Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan,

(23)

mengemukakan bahwa : “Barang siapa mengambil suatu barang, yang sama

sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain dengan maksud akan

memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum, karena pencurian, dengan

hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya

Rp. 900,-“.11

Berdasarkan rumusan tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa pencurian

adalah perbuatan yang sengaja dilakukan dengan jalan mengambil barang milik

orang lain baik seluruhnya atau sebagian dimana barang tersebut adalah

kepunyaan orang lain dengan maksud ingin dimiliki dengan melawan hukum.12

Tindak pidana pencurian dari beberapa unsur-unsur, sebagai berikut:

1. Perbuatan mengambil.

Unsur pertama dari pencurian ini adalah mengambil barang, maksudnya

membawa barang tersebut di bawah penguasaannya yang menyebabkan barang

yang diambil tidak lagi menjadi milik dari pemilik semula. Hal ini menurut

pendapat Lamintang yang secara lengkap dalam bahasa Belanda yakni sebagai

berikut :Wegnemen is ene gedraging wa ardor man het goed bring thin zijn

feitolijke heerrchappij, be doeling die men opzichte van dat goed verder

koestert. (mengambil itu adalah suatu prilaku yang membuat suatu benda berada

dalam penguasaannya yang nyata atau benda dalam kekuasaannya atau di dalam

detensinya, terlepas dari maksudnya tentang apa yang diinginkan dengan benda

tersebut.13

11

12

(24)

Mengambil adalah mengambil untuk dikuasai, maksudnya untuk

mengambil barang itu dan barang tersebut belum dalam kekuasaannya, apabila

sewaktu memiliki barang itu telah berada di tangannya, maka perbuatan bukan

pencurian tetapi penggelapan ( Pasal 372 KUHPidana ). Pengambilan ( pencurian

) itu sudah dikatakan selesai apabila barang tersebut dan belum berpindah

tempat. Bilamana orang baru memegang saja barang tersebut dan belum

berpindah tempat, maka perbuatan itu belum dikatakan pencurian, melainkan

“mencoba mencuri”.14

Jika seseorang telah mengangkat suatu barang dengan maksud untuk

membawa kedalam penguasaannya yang nyata tanpa bantuan atau izin dari

pemiliknya, akan tetapi diketahui oleh orang lain bahwa telah meletakkan

barang tersebut di tempat semula, maka orang itu dapat dipandang selesai

melakukan perbuatan mengambil seperti yang dimaksud pada Pasal 362 KUHP.

Perkembangan dibidang hukum pidana menyebabkan pengertian perbuatan

“mengambil” dapat pula mengalami penafsiran luas, seperti yang dipakai oleh

pembuat undang-undang yaitu tidak terbatas dengan tangan saja melainkan

biasa juga mengambil dengan kaki, atau dengan menggigit atau dengan

menggunakan satu macam alat lain, sebagaimana ajaran teori alat dalam hukum

pidana. Misalnya dengan sepotong kayu atau besi ataupun menghabiskan bensin

dalam mengendarai kendaraan tanpa seizin pemiliknya, walaupun tidak berniat

mengambil kendaraan itu. Disamping itu, mengambil aliran listrik dari suatu

tempat yang dikehendaki. dengan cara menempatkan sepotong kabel untuk

(25)

mengalirkan muatan arus listrik tanpa melalui alat ukur Perusahaan Listrik

Negara ( PLN ), telah dapat dikategorikan sebagai kejahatan pencurian.

2. Yang diambil harus “suatu barang”.

Sebagaimana telah diatur dalam KUHP, bahwa pencurian digolongkan

sebagai salah satu bentuk dari kejahatan terhadap harta benda orang. Hal ini

berarti bahwa yang menjadi objek pencurian adalah “barang”.

Mengenai objek pencurian SIMONS mengemukakan pendapatnya, yaitu:

“Segala sesuatu merupakan bagian dari harta kekayaan seseorang yang dapat

diambil oleh orang lain itu, dapat menjadi objek tindak pidana pencurian”.

Pendapat tersebut berarti bahwa yang dapat menjadi objek dari pencurian itu

hanyalah barang-barang yang ada pemiliknya yang jelas dan sah menurut

hukum. Sedangkan untuk barang yang tidak ada pemiliknya ( Res Nullius ) pada

hakekatnya tidak dapat dijadikan objek pencurian15”.

Disamping itu, masih terdapat lagi barang-barang yang tidak dapat

dijadikan sebagai objek pencurian, yakni barang yang semula ada pemiliknya

tersebut dilepaskan haknya.sebagai pemilik barang atau barang itu biasa disebut

Res DelictaeI ”. Contohnya sepatu atau pakaian yang oleh pemiliknya telah

dibuang ke tempat sampah, barang-barang yang hilang dan tidak dapat

diharapkan kembali oleh pemiliknya dan lain-lain.

Dalam Pasal ini, yang dimaksud dengan barang sebagai objek pencurian

adalah barang berharga yang ekonomis dan barang berharga tidak ekonomis.

Barang berharga ekonomis dimaksudkan adalah barang tersebut mempunyai

(26)

nilai uang atau setidak-tidaknya dapat ditukarkan dengan uang. Sedangkan

barang berharga tidak ekonomis yaitu barang yang tidak memiliki nilai tukar

uang, tetapi menurut ukuran pihak korban pencurian, barang tersebut

mempunyai nilai dan berharga. Contohnya, surat biasa, beberapa helai rambut

dari seseorang yang telah wafat dan sangat dicintainya ataupun beberapa kertas

dari buku yang telah robek.16

Seperti dalam bukunya, mengemukakan pendapatnya tentang maksud dari

barang, yaitu sebagai berikut :

Barang adalah segala sesuatu yang berwujud termasuk binatang ( manusia

tidak termasuk ) misalnya uang, baju, kalung dan sebagainya. Dalam pengertian

barang termasuk pula daya listrik dan gas, meskipun tidak berwujud akan tetapi

dialirkan dikawat ataupun pipa. Barang itu tidak perlu mempunyai nilai

ekonomis, oleh karena itu mengambil beberapa rambut wanita (untuk

kenang-kenangan) tanpa seizin wanita itu, termasuk pencurian meskipun helai rambut

tidak ada harganya.

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh R. Soesilo tersebut, maka

dapat dipahami bahwa barang yang menjadi objek pencurian dalam Pasal 362

KUHP tidak hanya termasuk barang berwujud saja, tetapi telah mencakup

barang yang tidak berwujud seperti daya listrik dan gas yang dapat dialirkan

melalui kawat, atau pipa.17

3. Barang itu “seluruhnya atau sebahagian kepunyaan orang lain”.

16 Ibid, , Hal: 2

(27)

Secara sederhana, penulis akan memberikan contoh mengenai barang yang

seluruhnya kepunyaan orang lain. Misalnya : si A membeli buku cetak yang

kemudian buku tersebut dicuri oleh si B. Buku cetak ini sepenuhnya milik si A

sehingga si B sama sekali tidak mempunyai hak milik atas buku cetak yang

telah dicurinya.

Pengertian barang sebahagian kepunyaan orang lain, contohnya : si A

bersama si B membeli sepeda, maka sepeda tersebut kepunyaan si A dan si B

( milik bersama ) yang kemudian disimpan di rumah si A, si B menerima.

warisan dari si C, disimpan di rumah si A kemudian kemudian dicuri oleh si B.

Dalam hal ini barang yang dicuri si B sebahagian kepunyaan si A.

Orang lain yang dimaksud adalah tidak termasuk suami istri khusus untuk

penerapan ketentuan Pasal 362 KUHP dan orang lain diluar yang melakukan

pencurian seperti contoh tersebut diatas bahwa si A orang lain dari si B atau

sebaliknya.18

4. Pengambilan dilakukan dengan “maksud untuk memiliki” barang dengan cara

“melawan hukum” ( melawan hak ). Dalam hai ini terdapat dua bagian yaitu

“maksud untuk memiliki” dan unsur “melawan hukum”.

Adapun penjelasan mengenai keduanya adalah sebagai berikut :

a. Maksud untuk memiliki

Unsur ini merupakan unsur batin dari si pelaku. Unsur memiliki adalah

tujuan akhir dari si pelaku yang tertanam dalam dirinya (sebagai niat).

(28)

Unsur memiliki adalah tujuan terdekat dari perbuatan mengambil, sebab

apabila si pelaku mengambil barang tetapi tanpa maksud untuk memiliki maka

tidak dapat dipidana berdasarkan Pasal 362 KUHPidana, tetapi mungkin dengan

ketentuan lain.19

Berkaitan dengan unsur tersebut, Wirjono Projodikoro (1980 :167)

mengemukakan sebagai berikut : “Pengertian maksud untuk memiliki adalah

menjelmakan suatu perbuatan tertentu, suatu niat untuk memenfaatkan suatu

barang menurut kehendak sendiri”.

Dalam perbuatan dengan maksud untuk memiliki “niat” dari pelaku sudah

ada sebelum barang itu diambil. Pelaku dipandang telah menyadari dan tahu

bahwa barang itu kepunyaan orang lain yang dimiliki secara melawan hukum.

b. Melawan hukum

Melawan hukum dimaksud melekat pada unsur “dengan maksud untuk

memiliki” yang terdapat dalam Pasal 362 KUHP. Hal ini berarti bahwa

“melawan hukum” tersebut merupakan suatu perbuatan suatu perbuatan yang

dipandang bertentangan dengan hukum tertulis yakni undang-undang atau

ketentuan yang berlaku.

Suatu perbuatan dikatakan melawan hukum menurut Moch. Anwar yaitu

sebagai berikut :

Pendapat yang berpendirian formil menyatakan bahwa pengertian

melawan hukum adalah apabila sesuatu perbuatan telah mencocoki rumusan

(29)

undang-undang yang menggariskan bahwa suatu perbuatan yang melanggar

undang-undang dalam hal ini bersifat melawan hukum.20

Pendapat yang berpendirian ajaran materil dianut oleh HR maupun MA RI

dalam yurisprudensi berpendapat :

“perbuatan yang mencocoki rumusan undang-undang belum tentu bersifat

melawan hukum sebab hukum bukan hanya terdiri dari undang-undang saja,

tetapi diluar dari pada undang-undang”.21

3. Jenis-Jenis Pencurian

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), sebagaimana

dalam pembagian Buku I, II dan III, kejahatan telah diatur dalam buku II.

Khususnya tindak pidana pencurian, termuat dalam Buku II Bab XXII, Pasal

362 sampai dengan Pasal 367 KUHP.

Pada Pasal 362 sampai dengan Pasal 367 KUHP yang mengatur tentang

pencurian tersebut, terdapat lima kualifikasi pencurian sebagai berikut :

a. Pencurian biasa;

b. Pencurian berat;

c. Pencurian ringan;

d. Pencurian dengan kekerasan;

e. Pencurian dalam kalangan keluarga.

Untuk lebih jelasnya akan diuraikan satu per satu jenis-jenis pencurian ini,

sebagai berikut :

20Ibid. Hal.56

(30)

a. Pencurian Biasa

Jenis pencurian ini diatur dalam Pasal 362 KUHP. Pasal 362 tersebut

merupakan dasar pencurian dan juga menjadi tolak ukur apakah suatu peristiwa

pencurian termasuk dalam pencurian biasa, berat, ringan, dan lain-lain. Suatu

hal penting yang perlu diperhatikan adalah perbuatan pembuat harus memenuhi

rumusan Pasal 362 KUHP.

Dari rumusan Pasal 362 KUHP tersebut, ditarik suatu rumusan yang akan

dipergunakan menentukan kategori pencurian biasa sebagai berikut :

1. Perbuatan mengambil;

2. Yang diambil adalah sesuatu barang;

3. Barang tersebut seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain;

4. Maksud hendak memiliki secara melawan hukum.

Apabila semua unsur diatas telah dilakukan oleh si pencuri, maka akan

dijatuhi hukuman penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau denda sebanyak

Rp. 900,--.(Sembilan ratus rupiah).

b. Pencurian Berat

Suatu perbuatan dapat digolongkan sebagai pencurian berat, selain

memenuhi unsur-unsur Pasal 362 KUHP, juga harus memenuhi unsur lain yang

terdapat dalam Pasal 363 KUHP.

R. Soesilo menerjemahkan Pasal 363 KUHP sebagai berikut :

1. Diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun :

(31)

b. Pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi atau gempa

laut, letusan gunung api, kapal selam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api,

huru- hara, pemberontakan atau kesengsaraan dimasa perang.

c. Pencurian pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan yang

tertutup yang ada rumahnya, dilakukan oleh orang yang ada disitu tiada

dengan setahunya atau bertentangan dengan kemauannya orang berhak (yang

punya). (KUHP 98, 167 s, 365).

d. Pencurian dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih. (KUHP 364).

e. Pencurian yang dilakukan oleh tersalah dengan masuk ketempat kejahatan itu

atau dapat mencapai barang untuk diambilnya, dengan jalan membongkar,

memecah atau memanjat atau dengan jalan memakai kunci palsu atau

pakaian jabatan palsu. (KUHP 99 s, 364 s).

2. Jika pencurian yang diterangkan dalam butir 3 disertai dengan salah satu hal

dalam butir 4 dan 5, dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya Sembilan

tahun. (KUHP 35, 366, 486). 22

c. Pencurian Ringan

Tindak pidana pencurian ringan diatur dalam Pasal 364 KUHP yang

menentukan sebagai berikut :

Perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 362 dan Pasal 363 butir 4, begitu

juga apa yang diterangkan dalam Pasal 363 butir 5, asal saja tidak dilakukan

dalam sebuah rumah atau dalam pekarangan yang tertutup yang ada

rumahnya, maka jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua ratus lima

(32)

puluh rupiah, dihukum sebagai pencurian ringan dengan hukuman penjara

selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.900,-.

Melihat pengertian tersebut maka dapat dikatakan bahwa pencurian ringan

adalah pencurian yang dilakukan dengan ketentuan harga barang tidak lebih

dari Rp. 250,-- dan perbuatan yang dilakukan adalah :

1. Dilakukan oleh dua orang atau lebih (pasal 363 butir 4).

2.Pencurian yang dilakukan dengan cara masuk ke tempat barang dengan

membongkar, memecah dan sebagainya (pasal 363 butir 5).

Pengecualian dari pencurian ringan meskipun harganya tidak lebih dari Rp.

250,--; jika :

1. Barang yang dicuri adalah hewan.

2. Dilakukan pada waktu kebakaran ataupun malapetaka yang lain.

3. Pencurian pada waktu malam dalam rumah atau pekarangan tertutup yang ada

rumahnya, oleh orang yang berada disitu tidak mengetahui kejadian itu atau

tidak atas kehendak orang yang mempunyai hak.

4. Pencurian yang disertai dengan kekerasan (Pasal 365),

d. Pencurian dengan Kekerasan

Jenis pencurian ini diatur dalam Pasal 365 KUHP sebagai berikut :

1. Dengan hukuman penjara selama-lamanya Sembilan tahun, dihukum

pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau

ancaman kekerasan terhadap orang, dengan maksud akan menyiapkan atau

memudahkan pencurian itu atau jika tertangkap tangan (terpergok) supaya

(33)

melakukan kejahatan itu akan melarikan diri atau supaya barang yang dicuri

itu tetap, ada ditangannya. (KUHP 89, 335).

2. Hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun dijatuhkan:

a. Jika perbuatan itu dilakukan pada waktu malam didalam sebuah rumah atau

pekarangan tertutup, yang ada rumahnya atau di jalan umum atau didalam

kereta api atau trem yang sedang berjalan. (KUHP 98,363).

b. Jika perbuatan dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih. (KUHP

363 butir 4).

c. Jika sitersalah masuk ketempat melakukan kejahatan itu dengan jalan

membongkar atau memanjat atau dengan jalan memakai kunci palsu, perintah

palsu atau pakaian jabatan palsu. (KUHP 99, 100, 364 s).

d. Jika perbuatan itu menjadikan ada orang mendapat luka berat. (KUHP 90).

3. Hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun dijatuhkan jika karena

perbuatan itu ada orang mati. (KUHP 35, 89, 366).

4. Hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau penjara sementara

selama-lamanya dijatuhkan, jika perbuatan itu menjadikan ada orang

mendapat luka berat atau mati, dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau

lebih dan disertai pula oleh salah satu hal yang diterangkan dalam butir no.1

dan 3. (KUHP 339, 366, 486).

e. Pencurian dalam Kalangan Keluarga

Pencurian dalam kalangan keluarga diatur dalam Pasal 367 KUHP yang

(34)

1. Jika pembuat atau pembantu salah satu kejahatan yang diterangkan dalam bab

ini ada suami (isteri) dari orang yang kena kejahatan itu, tidak bercerai meja

makan dan tempat tidur atau bercerai harta benda, maka pembuat atau

pembantu ini tidak dapat dituntut hukuman.

2 Jika ia suaminya (isterinya) yang sudah diceraikan meja makan, tempat tidur

atau harta benda, atau sanak atau keluarga orang itu karena kawin, baik dalam

keturunan lurus, maupun keturunan yang menyimpang dalam derajat yang

kedua, maka bagi ia sendiri hanya dapat dilakukan penuntutan, kalau ada

pengaduan dari orang yang dikenakan kejahatan itu.

3. Jika menurut adat istiadat keturunan ibu, kekuasaan bapak dilakukan oleh

orang lain dari bapak kandung (sendiri), maka ketentuan dalam ayat kedua

berlaku juga bagi orang itu.

Jadi dalam hal ini ada dua ketentuan utama yaitu :

1.Pencurian atau membantu pada pencurian atas kerugian suami atau istrinya

tidak dihukum, oleh karena orang itu sama-sama memilki harta benda

suami-isteri. Hal ini pun didasarkan atas alas an tata susila. Didalam hukum Islam

tidak mengenal adanya perceraian meja, tempat tidur ataupun harta benda.

Oleh karena itu, pencurian antara suami-isteri yang tunduk pada hukum Islam

tidak dilakukan penuntutan karena bukan merupakan delik aduan.

2. Apabila pelaku atau pembantu pencurian merupakan sanak keluarga, maka

pelaku pencurian hanya dapat dituntut atau diadukan dari orang yang

(35)

3. Sanak keluarga (keturunan sedarah, turunan lurus, turunan menyimpang, dan

keluarga perkawinan) yang melakukan pencurian merupakan delik aduan.

4. Hewan Ternak

Pencurian ternak ( Pasal 363 ayat (1) butir 1 KUHP ). Dalam Pasal 363

ayat (1) butir 1 KUHP unsur yang memberatkan pencurian adalah “ternak”.

Penafsiran terhadap pengertian ternak ini telah diberikan oleh undang-undang

sendiri yaitu dalam Pasal 101 KUHP. Dengan demikian untuk melihat

pengertian ternak digunakan penafsiran secara autentik yaitu penafsiran yang

diberikan oleh undang-undang itu sendiri.

Berdasarkan ketentuan Pasal 101 KUHP, ”ternak” diartikan sebagai “hewan

berkuku satu, hewan pemamah biak, dan babi, misalnya kerbau, sapi, kambing

dan sebagainya. Sedang hewan berkuku satu antara lain kuda, keledai”.

Sementara di sisi lain, ketentuan Pasal 101 KUHP tersebut justru membatasi

berlakunya ketentuan Pasal 363 ayat (1) butir 1 KUHP oleh karena pengertian

“ternak” dalam Pasal 363 ayat (1) butir 1 tidak meliputi pluimvee seperti ayam,

bebek dan sebagainya sebagai hewan yang justru biasanya diternakkan. Unsur

“ternak” ini menjadi unsur yang memperberat tindak pidana pencurian, oleh

karena bagi masyarakat ( Indonesia ) ternak merupakan harta kekayaan yang

penting.

Sebagaimana sapi, dan kerbau adalah hewan pemamah biak. Ini berarti

kerbau memanfaatkan mikroorganisme di dalam rumen untuk mencerna

makananya. Pakan yang dimakan kerbau sebagian besar berasal dari tumbuhan

(36)

daging bermutu tinggi. Kemampuan cerna hewan pemamah biak lebih besar dari

pada hewan non-pemamah biak. kerbau “mengunyah memahan”, yaitu

mengeluarkan kembali makanan yang telah ditelannya ke mulut dan

mengunyanya beberapa kali sehingga membantu pencernaan makanan.23

Ternak kerbau mempunyai peluang untuk dikembangkan secara komersial

sebagai sumber pendapatan keluarga petani dan pendapatan Negara. Peternakan

di Indonesia merupakan salah satu penghasil daging dan susu, sumber tenaga

kerja, bahan kerajinan dan juga menghasilkan pupuk kadang sebagai pupuk

organil.

Ternak kerbau sejak lama merupakan sumber tenaga pengelolah tanah dan

penarik gerobak (pedati) dalam lingkungan kehidupan petani di pedesaan. Status

ternak kerbau ditujukan pada kehadiran dan pertisipasi ternak tersebut dalam

kehidupab sosial ekonomi masyarakat. Ternak kerbau dibutuhkan sebagai sarana

upacara adat dan keagamaan, aturan-aturan dan kebiasaan tradisional yang

kompleks. Selain itu ternak kerbau merupakan lambing dari keberadaan

pemiliknya dan berperan penting dalam kehidupan sosial beberapa suku bangsa

di Indonesia.

Ternak kerbau dikembangkan di Indonesia dibedakan atas tiga jenis, yaitu

kerbau murah, kerbau lokal dan kerbau lumpur.

1. Kerbau Murah

Kerbau murah ditandai dengan badannya besar dan kulitnya berwarna

hitam atau kelabu kehitam-hitaman, kepalanya kecil dan tanduknya

(37)

berbentuk spiral. Bobot badan ternak kerbau jantan dewasa rata-rata 544 kg,

sedangkan bobot badan kerbau betina dewasa rata-rata 450 kg. Jenis Kerbau

murah berasal dari India, yang kini banyak terdapat di Sumatera Utara dan

berbagai daerah di Indonesia.

Kerbau murah memiliki ciri-ciri dengan mempunyai ambing susu yang

berukuran besar sebagai tipe penghasil susu. Meskipun kerbau murah

termasuk tipe perah atau penghasil susu, tetapi kadang-kadang para petani

menggunakan ternak ini sebagai ternak kerja sawah.

2. Kerbau Lokal

Kerbau lokal terdapat di seluruh Indonesia. Kerbau lokal dewasa

mempunyai bobot badan rata-rata 400 kg, kerbau lokal ditandai dengan

warna kulitnya berwarna hitam dan ada juga yang berwarna putih. Kebau

lokal berwana hitam sering digunakan pada acara keagamaan, sedangkan

kerbau lokal berwarna putih digunakan sebagai ternak disawah.

Kelebihan kerbau lokal berwarna putih adalah lebih kuat dan lebih tahan

terhadap terik matahari dari pada kerbau lokal berwarna hitam.24

E. Metode Penelitian

Secara etimlogis metode diartikan sebagai jalan atau cara melakukan atau

cara melakukan sesuatu, pengertian ini diambil dari istilah medode yang berasal

dari bahasa Yunani, “methodos” yang artinya “jalan menuju”. Bagi kepentingan

ilmu pengetahuan, metode merupakan titik awal dai proposisi-proposisi akhir

24http://books.google.co.id/books?

(38)

dalam dalam bidang pengtahuan tertentu. Secara khusus bagi ilmu-ilmu yang

bersifat spekulatif, metode merupakan jalan menuju atau memahami mengnai

apa yang ada atau yang harus ada, sedangkan ilmu-ilmu normative metode

merupakan jalan menuju norma-norma yang mengatur perbuatan atau tingkah

laku masayarakat melalui pembentukan atau perumusan suatu norma/aturan

sebagi pedoman hidup masyarakat25. Metode penelitian yang digunakan oleh

penulis yaitu:

1. Metode Pendekatan Masalah

Metode pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis empiris

yaitu suatu penelitian yang dilakukan terhadap keadaan nyata di masyarakat

dengan maksud dan tujuan untuk menemukan fakta, dilanjutkan dengan

menemukan masalah, kemudian pada identifikasi masalah dan pada akhirnya

menuju pada penyelesaian masalah. Untuk mendapatkan data tersebut peneliti

langsung ke objek penelitian yang diteliti untuk mendapatkan data primer

sebagai data utama dan data sekunder sebagai data pendukung.

Di samping berdasarkan peraturan yang berlaku juga dilihat dari segi

kenyataan yang ada di masyarakat.

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang dipilih oleh peneliti dalam penulisan skripsi ini

yaitu di Polsek Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara. Pengambilan

lokasi tersebut didasarkan pada informasi yang diterima oleh penulis bahwa di

wilayah hukum Polsek Padang bolak telah terjadi aksi pencurian ternak (curnak)

(39)

dimana dalam kasus ini terbongkarnya jaringan pencurian ternak khususnya

jenis kerbau, beberapa kali warga melapor pada aparat kepolisian mengenai

hilangnya ternak warga, dan terbongkarnya jaringan pencuarian ternak tersebut

maka menguatkan bahwa pencurian dilakukan bukan hanya sekali tetapi

terjadinya pencurian telah terjadi beberapa kali di kabupaten paluta

3. Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder.

a. Data Primer,

yaitu data yang diperoleh dari sumber pertama melalui wawancara

langsung dengan responden, yaitu dengan aparat Kepolisian Polsek

Padang Bolak yang menangani kasus tindak pidana pencurian ternak

kerbau. b. Data Sekunder

yaitu data yang diperoleh dari sumber tidak langsung, yaitu

diperoleh dari dokumen yang berupa majalah, buku literatur, surat kabar,

kamus hukum, ensiklopedia, peraturan perundang-undangan,

artikel-artikel di internet,dokumen-dokumen atau berkas-berkas yang diperoleh

dari instansi setempat.

4. Metode Pengumpulan Data

(40)

1. Melakukan wawancara langsung dengan reposden. Wawancara

(Interview), yaitu mengadakan penggalian data dengan wawancara yang

mendalam terhadap aparat Kepolisian yang menangani kasus ini di Polsek

Padang Bolak

Penulis menggunakan interview bebas terpimpin (controlled interview),

yaitu wawancara menggunakan interview guide berupa pertanyaan yang

berhubungan dengan permasalahan dan cara mengajukan pertanyaan

diserahkan sepenuhnya pada keluwesan interviewer untuk menghilangkan

kekakuan dalam proses interview.

2. Melalui penelitian kepustakaan (library research), yaitu mengumpulkan data

dari referensi-referensi yang mendukung terhadap penelitian ini (melakukan

studi kepustakaan yang berupa dokumen-dokumen, literatur, artikel-artikel

yang berhubungan dengan permasalahan). Kemudian dilakukan sinkronisasi

sehingga diperoleh data yang menjadi bahan masukan untuk melengkapi

analisis permasalahan dalam penelitian ini.

6. Analisis Data

Setelah data relevan yang diperlukan telah berhasil dihimpun dalam

penelitian, maka data tersebut dianalisis secara deskriptif analitis yaitu

menggambarkan bagaimana upaya penanggulangan terjadinya pencurian ternak

(curnak) di wilayah Hukum Polsek Padang Bolak serta penerapan hukum

pidana oleh aparat kepolisian pada pelaku curnak kerbau tersebut. Atas dasar

itu, maka dapat diperoleh gambaran yang objektif mengenai kenyataan yang ada

(41)

Paluta tersebut.

G.Sistematika Penulisan

Sesuai dengan isi dari keseluruhan penulisan ini, maka penulis menyusun

sistematika penulisannya menjadi beberapa bagian pembahasan:

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini memuat antara lain: latar belakang permasalahan,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian

penulisan,tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan sistematika

penulisan.

BAB II: Pada bab ini akan diuraikan tentang faktor-faktor yang melatar belakangi terjadinya tindak pidana pencurian ternak kerbau di

Kabupaten Padang Lawas Utara.

BAB III : Bab ini akan membahas tentang gambaran secara keseluruhan wilayah Kabupaten Padang Lawas Utara termasuk jumlah populasi

kerbau sesuai dengan sensus peternakan tahun 2012, kemudian

langkah-langkah yang di ambil oleh pihak kepolisian Polsek Padang

Bolak upaya penanggulanangan tindak pidana pencurian ternak kerbau

partisipasi masyarakat pada aparat kepolisian serta

hambatan-hambatan penanggulangan tindak pidana pencurian ternak kerbau

yang terjadi di Kabupaten Padang Lawas Utara.

BAB IV : Bab ini akan membahas tentang Posisi Kasus yang berisi tentang gambaran lokasi Tempat Kejadian Perkara (TKP) dimana diambil dari

(42)

kepolisian Polsek Padang Bolak serta penerapan hukum pidanan

terhadap para pelaku tindak pidana pencurian ternak kerbau dan

penanganan kasus tersebut oleh kepolisian dengan menggunakan

ketentuan Hukum Pidana di wilayah hukum Polsek Padang Bolak.

BAB V : PENUTUP

Bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran-saran dari

keseluruhan pembahasan yang penulis uraikan dalam

pembahasan-pembahasan terlebih dahulu serta masukan yang berupa saran dari

penulis terhadap kasus pencurian ternak kerbau yang terjadi di

Kabupaten Padang Lawas Utara serta upaya penanggulangan sebagai

antisipasi masyarakat dalam mencegah terulangnya pencurian kerbau.

BAB II

FAKTOR-FAKTOR YANG MELATAR BELAKANGI TERJADINYA TINDAK PIDANA PENCURIAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN

PADANG LAWAS UTARA

Status sosial seseorang di dalam masyarakat banyak dipengaruhi oleh

beberapa faktor. Selama di dalam masyarakat itu ada sesuatu yang dihargai maka

selama itu pula ada pelapisan-pelapisan di dalamnya dan pelapisan-pelapisan

itulah yang menentukan status sosial seseorang.

(43)

memiliki sebab dan akibat, begitu pula kejahatan, setiap kejahatan memiliki motif

atau alasan untuk melakukan tindakan kejahatan dan setiap alasan tersebut pasti

berbeda-beda satu sama lainnya. Perbedaan ini terjadi karena setiap orang

memiliki kepentingan yang berbeda-beda pula.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas maka faktor-faktor yang

mempengaruhi terjadinya pencurian ternak kerbau di Kabupaten Padang Lawas

Utara antara lain:

A. Faktor Ekonomi

Ekonomi merupakan salah satu hal yang penting di dalam kehidupan

manusia, maka keadaan ekonomi dari pelaku tindak pidana pencurianlah yang

kerap kali muncul melatarbelakangi seseorang melakukan tindak pidana

pencurian. Para pelaku sering kali tidak mempunyai pekerjaan yang tetap, atau

bahkan tidak punya pekerjaan. Karena desakan ekonomi yang menghimpit, yaitu

harus memenuhi kebutuhan keluarga, membeli sandang maupun pangan, atau ada

sanak keluarganya yang sedang sakit, maka sesorang dapat berbuat nekat dengan

melakukan tindak pidana pencurian.

Rasa cinta seseorang terhadap keluarganya yang menyebakan ia sering lupa

diri dan akan melakukan apa saja demi kebahagiaan keluarganya. Terlebih lagi

apabila faktor pendorong tersebut diliputi rasa gelisah, kekhawatiran, dan lain

sebagainya, disebabkan orang tua (pada umumnya ibu yang sudah janda), atau

isteri atau anak maupun anak-anaknya, dalam keadaan sakit keras. Memerlukan

obat, sedangkan uang sulit di dapat. Oleh karena itu, maka seorang pelaku dapat

termotivasi untuk melakukan pencurian.

(44)

kehidupan manusia, hal ini dikarenakan manusia memiliki kebutuhan (sandang,

pangan, papan) yang harus dipenuhi setiap hari. Pemenuhan kebutuhan inilah

yang membutuhkan biaya, jika kebutuhan sehari-hari sangat banyak, maka biaya

yang dibutuhkan juga semakin banyak. Alasan tersebut sering dipergunakan para

pelaku kejahatan karena alasan tersebut dapat meringankan hukuman yang

dijatuhkan padanya.

Terjadinya kejahatan pencurian ternak ini dikarenakan oleh faktor ekonomi

dari pelaku yang masih tergolong rendah sedangkan kebutuhannya yang

mendesak untuk dipenuhi. Tekanan atau desakan seperti itulah yang menyebabkan

pelaku melakukan pencurian yang merupakan jalan pintas untuk memenuhi

kebutuhannya. Ketidakseimbangan inilah yang menjadi faktor bagi setiap orang

mencari alternative pekerjaan agar mendapatkan uang yang lebih banyak lagi

sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidup.

Faktor ekonomi adalah faktor yang memegang peranan penting dalam

kehidupan manusia, hal ini di karenakan manusia memiliki kebutuhan (sandang,

pangan, papan) yang harus dipenuhi setiap hari. Dengan meningkatnya kebutuhan

hidup, sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut dapat ditempuh dengan

berbagi hal, baik itu dengan cara yang baik atau dengan cara yag jahat. Maka

faktor ekonomi merupakan salah satu faktor yang paling dominan sehingga orang

dapat melakukan kejahatan, karena disebabkan oleh kebutuhan ekonomi yang

kian hari kian meningkat.

Adapun tingkat ekonomi pelaku pencurian ternak dapat dijelaskan melalui tabel

(45)

Tabel 1

Pelaku Pencurian Ternak

Kepolisian Resor Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2009-2013

Sumber : Kepolisian Resor Kabupaten Padang Lawas Utara

AIPDA M.Hutabarat, Juru Periksa Reskrim Padang Bolak (wawancara 06 Januari

2014) mengemukakan bahwa :

Salah satu faktor pendorong seseorang melakukan kejahatan pencurian

adalah keadaan ekonomi yang rendah. Dilain pihak kebutuhan hidup yang

semakin mendesak tetapi pelaku tidak dapat memenuhinya. Terlebih lagi pelaku

yang sudah berkeluarga yang memiliki tanggungan sedangkan penghasilan untuk

memenuhinya tidak cukup. Ditambah lagi dengan keadaan lingkungan dari pelaku

yang konsumtif merupakan faktor pendorong pelaku melakukan pencurian.26

Selanjutnya Juman, pelaku kejahatan pencurian ternak (wawancara 8 Januari

2014), mengemukakan bahwa : 27

“Saya mencuri karena keadaan yang memaksa. Pekerjaan sebagai petani

tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga saya. Selain itu

biaya sekolah anak saya harus segera dibayar.”

26 Hasil wawancara dengan AIPDA M.Hutabarat,AIPTU Suratman, tanggal 06 Januari 2014

(46)

Sahrul, pelaku kejahatan pencurian ternak (wawancara 8 Januari 2014),

mengemukakan bahwa :

Saya mencuri ternak karena sangat mudah untuk memasarkanya di pasar

dan harganya juga cukup mahal, saya merasa bersalah, hal tersebut saya

lakukan karena tekanan kebutuhan rumah tangga”

Faktor ekonomi adalah faktor yang memegang peranan penting dalam

kehidupan manusia, hal ini di karenakan manusia memiliki kebutuhan (sandang,

pangan, papan) yang harus dipenuhi setiap hari. Dengan meningkatnya kebutuhan

hidup, sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut dapat ditempuh dengan

berbagi hal, baik itu dengan cara yang baik atau dengan cara yag jahat. Maka

faktor ekonomi merupakan salah satu faktor yang paling dominan sehingga orang

dapat melakukan kejahatan, karena disebabkan oleah kebutuhan ekonomi yang

kian hari kian meningkat

B. Faktor Pendidikan

Faktor yang lain adalah pendidikan. Tingkat pendidikan seseorang dapat

mempengaruhi tindakan seseorang, seseorang yang memiliki tingkat pendidikan

yang tinggi dalam bertindak, bertutur kata, bertingka laku, cenderung berfikir

dengan menggunakan kerangka fikir yang baik dan sistematis sehingga segala

perbuatannya cenderung untuk dapat dipertanggungjawabkan lain halnya dengan

orang yan memiliki tingkat pendidikan yang rendah dalam melakukan tindakan

terkadang berfikiran sempit.

Selain itu seseorang yang memiliki strata pendidikan yang tinggi dalam

(47)

strata pendidikan yang rendah, karenanya banyak orang yang memiliki pendidikan

yang rendah tidak memiliki pekerjaaan/pengangguran. Karena tidak memiliki

pekerjaan itu maka dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dia akan melakukan

pekerjaan apa saja asalkan ia dpat memenuhi kebutuhan hidupnya tak perduli

apakah itu melanggar hukum atau tidak.

Begitu juga dengan kejahatan pencurian ternak di Kabupaten Padang Lawas

Utara terdapat beberapa pelaku yang ternyata tingkat pendidikannya rendah. Hal

ini dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 2

(48)

AIPDA M.Hutabarat, Juru Periksa Reskrim Padang Bolak (wawncara 06 Januari

2014) mengemukakan bahwa : 28

“Pendidikan sebagai salah satu faktor penyebab atau yang melatarbelakangi

terjadinya kejahatan, karena pendidikan adalah sarana yang paling efektif

dalam mendidik dan mengarahkan seseorang untuk merubah cara berfikir

sehingga dapat memikirkan tentang perbuatannya, akibat kerugian serta

konsekuensi yang ditimbulkan jika dia melakukan perbuatan tersebut.”

Hubungan antara pelaku pencurian ternak kerbau dengan faktor pendidikan,

adalah karena apabila masyarakat kurang mendapat pendidikan khususnya

pendidikan agama dan pendidikan hukum, maka masyarakat tidak tahu apa yang

dia lakukan, kerugian yang diderita oleh orang lain (korban) akibat perbuatannya

serta konsekuensi dari perbuatannya, sehingga dibutuhkan pendidikan dan

pemahaman agar mereka mengetahui apa yang dilakukannya itu, kerugian yang

diderita oleh orang lain (korban) akibat perbuatannya serta konsekuensi dari

perbuatannya karena perbuatan tersebut bertentangan dengan norma-norma baik

itu norma agama, maupun norma-norma sosial baik itu norma hukum sehingga

apabila dilakukan maka pelakunya akan dikenakan sanksi pidana. Tapi tidak

tertutup kemungkinan seseorang yang melakukan kejahatan tersebut adalah

orang-orang yang mempunyai ilmu yang tinggi dan mengecap dunia pendidikan yang

tinggi pula.

Memang jika berbicara tentang pendidikan dikaitkan dengan kejahatan

mungkin banyak permasalahan yang akan muncul, oleh karena itu penulis batasi

Gambar

Tabel 1Pelaku Pencurian Ternak
Tabel 2
Tabel 3Jumlah Populasi Kerbau Menurut Kecamatan dan Luas Wilayah di
Tabel 5 Luas Wilayah dan Rasio Terhadap Total Menurut Kecamatan di
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hal tersebut berdampak pada akurasi data tanggal pemberian imunisasi, apabila dibandingkan antara buku KIA/KMS atau catatan kesehatan lain dan buku register bayi di posyandu

Dalam penelitian Fahira [9], terdapat 38 faktor penyebab terjadinya cost overrun dengan hasil penelitian faktor-faktor yang paling mempengaruhi terjadinya overrun

Berkurangnya spesies mangrove salah satunya adalah jenis Avicennia alba akan menyebabkan berkurangnya produksi serasah yang merupakan salah satu spesies yang

Kerusakan pada tiang pancang dapat dimulai pada saat pelaksanaan antara lain akibat kualitas beton yang digunakan kurang baik atau penggunaan drop hammer yang kurang

Pada tabel 1 dapat diambil kesimpulan bahwa keterampilan siswa dalam menulis karangan narasi ekspositoris menggunakan pendekatan saintifik pada prasiklus di atas

alba serta serasah yang dapat meningkatkan kandungan unsur hara di perairan.Tujuan penelitian ini untuk mengukur dekomposisi serta mengetahui kandungan unsur hara

Kriteria dan sub kriteria didapatkan melalui pengolahan tiga jurnal utama yang berhubungan dengan analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap risiko permintaan

The eating quality characteristics of farmed and wild Atlantic salmon, from locations in and around Northern Ireland, were compared by sensory analysis of frozen salmon.