SKRIPSI
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Mahasiswa Sebagai Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum
Disusun oleh : Hanna Mandela
080200224
DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
▸ Baca selengkapnya: mou sekolah dengan polsek pdf
(2)i
Hanna Mandela
Prof. Dr. Ediwarman,SH.,M.Hum Dr. Mahmud Mulyadi,SH.,M.Hum
ABSTRAK
Krisis moneter adalah penyebab meningkatnya kejahatan dan meningkatnya pengangguran yang sangat berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat. Keterbatasan akan kehidupan dalam segi ekonomi pendapatan, tingkat pendidikan pelaku kejahatan yang rendah, keluarga yang
broken home, tingkat kepuasan pelaku terhadap materi yang dimiliki sangat minim, bawaan lahir setiap pelaku, dan faktor lingkungan membuat pelaku kejahatan terpaksa melakukan pekerjaan tersebut. Dari latar belakang tersebut, penulis menangkat judul “ Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Di Polsek Bagan Sinembah”.
Dengan Permasalahan sebagai berikut : bagaimana pengaturan tindak pidana pencurian dengan kekerasan di Polsek Bagan Sinembah, bagaimana penanggulangan tindak pidana pencurian tersebut, serta apa saja yang menjadi hambatan dalam penanggulangan tersebut. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penulisan skripsi ini menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data lapangan dan data kepustakaan. Analisis terhadap data yang diperoleh dilakukan dengan cara analisis kualitatif yaitu analisis yang dilakukan secara deskriptif, kemudian hasil analisis tersebut dilanjutkan dengan menarik kesimpulan secara deduktif.
Berdasarkan hasil penelitian, penanggulangan tindak pidana pencurian dengan kekerasan di Polsek Bagan Sinembah menggunakan dua kebijakan, yaitu : kebijakan hukum pidana (penal policy) dengan melakukan penyelidikan dan penyidikan pada sebuah kasus, serta dengan kebijakan non penal (Non Penal Policy) dengan patroli dan memberi penyuluhan dan himbauan kepada setiap masyarakat.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka penulis ingin memberikan saran bahwa penanggulangan tindak pidana pencurian dengan kekerasan secara
non penal dapat lebih di utamakan, karena upaya tersebut merupakan upaya sebelum terjadinya suatu tindak pidana sehingga tidak akan ada yang menjadi korban.
Kata kunci : penanggulangan, pencurian dengan kekerasan,
Penulis Skripsi Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
The monetary crisis was the cause of rising crime and rising unemployment that affects the welfare level. Limitations of life in economic terms of income, education levels are low offenders, broken homes, the level of satisfaction of participants of the material are extremely minimal, congenital birth of each actor, and environmental factors make the perpetrators of the crime had to do the job. From this background, the author menangkat titled "Crime Prevention Theft With Violence In Bagan Sinembah police".
With the following problem: how to setup the crime of theft with violence in police Bagan Sinembah, how the theft crime prevention, and what are the bottlenecks in the response to it. To answer these problems, the writing of this thesis using two approaches namely the approach of juridical normative juridical and empirical approaches. Source of data used in this study is a data field and data libraries. Analysis performed on the data obtained by qualitative analysis is conducted in a descriptive analysis, then the analysis is followed by a deductive conclusion.
Based on the results of the study, prevention of criminal acts of theft with violence in police Bagan Sinembah uses two policies, namely: policy of the criminal law (penal policy) to conduct the investigation in a case, as well as with non-penal policies (Non-Penal Policy) to patrol and provide counseling and appeals to every community.
Based on these results, the authors suggest that the response to the crime of theft with violence in non-penal be more in priority, because the effort was an attempt before the occurrence of a crime that no one will ever be a victim.
Key words: poverty, theft with violence,
Penulis Skripsi Dosen Pembimbing I
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur bagi Tuhan Yang Maha Esa, Bapa yang sangat baik yang telah memberikan kasihnya kepada Penulis sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsinya yang berjudul “ Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Dengan
Kekerasan Di Polsek Bagan Sinembah “ ini dengan baik dan tepat waktu.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun secara tidak langsung sehingga skripsi ini dapat diselesaikan, yaitu :
1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH., M.H, selaku Dekan Fakultas Hukum USU Medan.
2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH.,M.Hum, selaku Pembantu Dekan I USU Medan
3. Bapak Prof. Dr. Syafruddin Hasibuan, SH.,M.Hum, selaku Pembantu Dekan II FH USU Medan
4. Bapak Muhammad Husni, SH.,M.Hum, selaku Pembantu Dekan II USU Medan
5. Bapak Dr. Hamdan, SH, M.Hum, selaku Kepala Jurusan Hukum Pidana Fakultas Hukum USU Medan.
6. Ibu Liza Erwina, SH. M.Hum, selaku Sekretaris Jurusan Hukum Pidana Fakultas Hukum USU Medan.
8. Bapak Dr. Mahmud Mulyadi, SH. M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberi bantuan kepada saya, meminjamkan buku-buku dan artikel yang terkait dengan judul skripsi saya. Mengkoreksi sistematika penulisan saya, walaupun banyak sekali kesalahan dalam penulisan tetapi bapak Mahmud tidak pernah marah ataupun bosan dalam memberi bimbingannya, serta mau meluangkan waktu buat saya untuk bimbingan skripsi. Pokok nya pak Mahmud The Best de....
9. Ibu Dr. Agusmidah,SH, M.Hum, selaku Dosen Akademis saya. Ibu yang sangat tegas dan disiplin dalam membimbing akademik saya. Saya banyak belajar dari Ibu Agusmidah, betapa pentingnya disiplin dan bertanggungjawab dalam tingkah laku.
10.Terkhusus buat Kedua Orang Tua saya Alidius Damanik dan Rosmawati Saragi yang sangat saya sayangi dan cintai yang memberikan dukungannya dalam segala hal, memberi motivasi disaat saya lagi down, dan selalu memeberikan waktu disaat saya perlukan. Terima kasih buat kasih sayang, kepercayaan, dan kesabaran yang kalian berikan kepada ku. Skripsi ini tidak akan ada jika tidak ada kalian orang tua terhebat ku. LOVE YOU SO MUCH, PAPA & MAMA...
v
jagoan saya Saul Tristan Dominik Sitinjak. Thank you for your motivation Guys....!!
12.Untuk seseorang (N.Sitorus) yang senantiasa selalu ada buat ku, yang mau meluangkan waktu nya, mengajari ku. Thank U Mok-mok....
13.Kepada Sahabat-sahabat ku : Christy Hutabarat, Megawati Churumi atas perjuangan kita bersama, Miss Galau ( Pratiwi U.Panjaitan). Josephin si belalai.
14.Kepada Teman Seperjuangan ku Cewek-cewek Marcopolo ( Berlian Ketaren, Juliana Hutasoit, Yulyah ) yang luar biasa dan yang kuat, tidak pantang menyerah mencari keberadaan Dosen kita, mengejar Dosen sampai keujung Dunia pun kita lakukan. Sssseemmaannggaattt Cewe-Cewe Marcopolo...!!!.
15.Buat bapak Kapolsek Bagan Sinembah ( Kompol Rudi A. Samosir) terima kasih atas bantuannya, yang mau meluangkan waktu untuk wawancara, memberikan masukan-masukan yang membangun kepada saya.
16.Terima kasih kepada Aiptu Edgar Hutabarat, Brigadir Daniel Napitupulu, Briptu R. Sitinjak, Briptu Dede A.Z, Briptu Dede Sofian, Briptu R. Haloho yang mau membantu saya wawancara, selalu bisa di tanya walaupun pada saat tugas, dan mau menjadi narasumber saya. Thank You Pak POLISI....!!?!
17.Buat Teman-teman main ku : Misi, dwi, oin, evelin, nita, Ica. Terima kasih atas kebersamaan nya.
19.Buat Pelatih Basket, bang Hansen Siahaan, bg Tema Laoly, bg Lincon, terima kasih abang-abang ku, mau di ajak shering saat latihan, mau memberi nasihat juga.
20.Buat teman-teman basket seperjuangan ku : kak medo, kak sion, kak Caludya, Esteria Lingga, Sari, dll.
21.Teman-teman SMA ku : Vonika, Cenji, Dewi, Ika, Bebeth, Afri. Pokok nya semua teman-teman SMA Immanuel Medan... Mizz U guys ....!!!! Mengingat skripsi ini masih membutuhkan kajian yang cukup mendalam dan sifat ilmu pengetahuan yang mengalami perkembangan maka penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun demi kemajuan ilmu pengetahuan dan kesempuranaan skripsi ini.
Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa tanpa dukungan dan bantuan dari semua pihak, penulis tidak akan mampuh menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu, penulis mohon maaf apabila ada kekurangan dan tindakan penulis yang tidak berkenan di hati semua para pihak selama ini.
Akhirnya biarlah kemuliaan hanya pada Dia yang empunya segalanya dan yang mengasihiku. Amin.
Medan, Juni 2012
vii DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A.Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penulisan ... 9
D.Manfaat Penulisan ... 10
E. Keaslian Penulisan ... 11
F. Tinjauan Kepustakaan ... 11
1. Pengaturan Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan Dalam KUHP...11
2. Hambatan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Di Polsek Bagan Sinembah... 14
3. Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Di Polsek Bagan Sinembah ... 17
a. Kebijakan Non Penal (Non Penal Policy) ... 21
b. Kebijakan Hukum Pidana (Penal Policy) ... 22
4. Metode Penulisan ...23
1. Metode Pendekatan ... 23
2. Jenis Penelitian dan Jenis Data ... 24
KEKERASAN DALAM KUHP ... 27
A. Pencurian dengan Kekerasan Sebagai Bagian Dari Kejahatan Kekerasan... 27
B. Pengaturan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Dalam KUHP ... 41
BAB III HAMBATAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN DI POLSEK BAGAN SINEMBAH ... 56
A. Peranan Masyarakat ... 56
B. Peranan Korban ... 57
C. Peranan Pelaku ... 59
D. Peranan Peraturan Perundang-undangan (KUHP) ... 60
E. Peranan Anggota Kepolisian ... 62
F. Peranan Agama dalam Masyarakat ... 64
BAB IV PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN DI POLSEK BAGAN SINEMBAH ... 67
A. Gambaran Umum Mengenai Lokasi Penelitian ... 67
B. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan di Polsek Bagan Sinembah ... 71
1. Faktor Internal ... 71
ix
C. Modus Operandi Yang digunakan Pelaku Tindak Pidana Pencrian
Dengan Kekerasan di Polsek Bagan Sinembah ... 85
D. Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan di Polsek Bagan Sinembah ... 87
1. Kebijakan Hukum Pidana ( Penal Policy ) ... 87
a. Fungsi Polisi Sebagai Penyelidik ... 88
b. Fungsi Polisi Sebagai Penyidik ... 91
c. Proses Penyelidikan dan Penyidikan di Polsek Bagan Sinembah ... 99
2. Kebijakan Non Penal ( Non Penal Policy ) ... 109
a. Upaya Preventif ... 111
b. Upaya Pre-emtif ... 115
E. Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Di Polsek Bagan Sinembah Pada Masa Yang akan Datang ... 117
a. Kebijakan Hukum Pidana (Penal Policy) ... 117
b. Kebijakan Non Penal (Non Penal Policy) ... 122
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 129
A. Kesimpulan ... 129
1. Pengaturan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Dalam KUHP ... 129
2. Hambatan Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan Di Polsek Bagan Sinembah ... 130
DAFTAR PUSTAKA
i
Hanna Mandela
Prof. Dr. Ediwarman,SH.,M.Hum Dr. Mahmud Mulyadi,SH.,M.Hum
ABSTRAK
Krisis moneter adalah penyebab meningkatnya kejahatan dan meningkatnya pengangguran yang sangat berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat. Keterbatasan akan kehidupan dalam segi ekonomi pendapatan, tingkat pendidikan pelaku kejahatan yang rendah, keluarga yang
broken home, tingkat kepuasan pelaku terhadap materi yang dimiliki sangat minim, bawaan lahir setiap pelaku, dan faktor lingkungan membuat pelaku kejahatan terpaksa melakukan pekerjaan tersebut. Dari latar belakang tersebut, penulis menangkat judul “ Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Di Polsek Bagan Sinembah”.
Dengan Permasalahan sebagai berikut : bagaimana pengaturan tindak pidana pencurian dengan kekerasan di Polsek Bagan Sinembah, bagaimana penanggulangan tindak pidana pencurian tersebut, serta apa saja yang menjadi hambatan dalam penanggulangan tersebut. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penulisan skripsi ini menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data lapangan dan data kepustakaan. Analisis terhadap data yang diperoleh dilakukan dengan cara analisis kualitatif yaitu analisis yang dilakukan secara deskriptif, kemudian hasil analisis tersebut dilanjutkan dengan menarik kesimpulan secara deduktif.
Berdasarkan hasil penelitian, penanggulangan tindak pidana pencurian dengan kekerasan di Polsek Bagan Sinembah menggunakan dua kebijakan, yaitu : kebijakan hukum pidana (penal policy) dengan melakukan penyelidikan dan penyidikan pada sebuah kasus, serta dengan kebijakan non penal (Non Penal Policy) dengan patroli dan memberi penyuluhan dan himbauan kepada setiap masyarakat.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka penulis ingin memberikan saran bahwa penanggulangan tindak pidana pencurian dengan kekerasan secara
non penal dapat lebih di utamakan, karena upaya tersebut merupakan upaya sebelum terjadinya suatu tindak pidana sehingga tidak akan ada yang menjadi korban.
Kata kunci : penanggulangan, pencurian dengan kekerasan,
Penulis Skripsi Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
The monetary crisis was the cause of rising crime and rising unemployment that affects the welfare level. Limitations of life in economic terms of income, education levels are low offenders, broken homes, the level of satisfaction of participants of the material are extremely minimal, congenital birth of each actor, and environmental factors make the perpetrators of the crime had to do the job. From this background, the author menangkat titled "Crime Prevention Theft With Violence In Bagan Sinembah police".
With the following problem: how to setup the crime of theft with violence in police Bagan Sinembah, how the theft crime prevention, and what are the bottlenecks in the response to it. To answer these problems, the writing of this thesis using two approaches namely the approach of juridical normative juridical and empirical approaches. Source of data used in this study is a data field and data libraries. Analysis performed on the data obtained by qualitative analysis is conducted in a descriptive analysis, then the analysis is followed by a deductive conclusion.
Based on the results of the study, prevention of criminal acts of theft with violence in police Bagan Sinembah uses two policies, namely: policy of the criminal law (penal policy) to conduct the investigation in a case, as well as with non-penal policies (Non-Penal Policy) to patrol and provide counseling and appeals to every community.
Based on these results, the authors suggest that the response to the crime of theft with violence in non-penal be more in priority, because the effort was an attempt before the occurrence of a crime that no one will ever be a victim.
Key words: poverty, theft with violence,
Penulis Skripsi Dosen Pembimbing I
1 BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum
(rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat) . Pernyataan
tersebut secara tegas tercantum dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Dasar
1945. Indonesia sebagai negara hukum menerima hukum sebagai ideologi untuk
menciptakan ketertiban, keamanan, keadilan serta kesejahteraan bagi warga
negaranya. Konsekuensi dari itu semua adalah bahwa hukum mengikat setiap
tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.1 Hukum bekerja dengan
cara memberikan petunjuk tentang tingkah laku dan karena itu pula hukum berupa
norma. Hukum yang berupa norma dikenal dengan sebutan norma hukum, dimana
hukum mengikatkan diri pada masyarakat sebagai tempat bekerjanya hukum
tersebut.2
Usaha mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat,
merupakan tanggungjawab pemerintah Republik Indonesia. Usaha itu tidaklah
semudah membalikkan telapak tangan. Indonesia adalah negara berkembang yang
sedang melaksanakan pembangunan di segala bidang dengan tujuan pokok untuk
memberikan kemakmuran dan kesejahteraan lahir dan batin bagi seluruh rakyat
Indonesia. Kejahatan dan gangguan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat
dapat ditemui setiap saat maupun setiap tempat. Para pelaku kejahatan selalu
1
C.S.T.Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Cet. Ke-8, Jakarta : Balai Pusataka, 1989, hlm. 346
2
https://enprinst.upnjatim.ac.id
berusaha memanfaatkan waktu yang luang dan tempat yang memungkinkan untuk
menjalankan aksinya. Tujuan yang ingin mereka capai hanya satu yaitu
memperoleh benda atau uang yang diinginkan dengan kejahatannya.3
Suatu kejahatan atau tindak pidana, umumnya dilakukan pelaku kejahatan
karena didorong atau dimotivasi oleh dorongan pemenuhan kebutuhan hidup yang
relatif sulit dipenuhi. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tinggi
memberi peluang bagi pelaku tindak kejahatan. Kejahatan tindak pidana yang
semakin bervariasi disebabkan karena tingginya volume dan meningkatnya
kwalitas kejahatan. Kebijakan dan antisipasi yang menyeluruh merupakan cara
untuk menanggulangi kejahatan dan tindak pidana.4
Pelaku kejahatan dapat melakukan aksinya dengan berbagai upaya dan
berbagai cara. Keadaan seperti itu menyebabkan kita sering dengar “modus
operandi” (model pelaksanaan kejahatan) yang berbeda-beda antara kejahatan
satu dengan kejahatan lainnya. Kemajuan teknologi dewasa ini, menyebabkan
modus operandi para pelaku mengarah kepada kemajuan ilmu dan teknologi.
Manusia dalam kehidapnnya pada era globalisasi ini, seakan tidak mengenal batas
ruang dan waktu dimana dengan didukung oleh derasnya arus informasi dan
pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi, kualitas dan kuantitas
kejahatan semakin meningkat dengan modus operandi yang lebih bervariasi dan
canggih serta sulit pembuktiannya mulai dari kejahatan yang bersifat
3
Ibid 4
3
konvensional, kejahatan terorganisir, kejahatan kerah putih sampai pada kejahatan
yang aktivitasnya lintas negara (kejahatan transnasional).5
Masyarakat mempunyai kesadaran bernegara dan berusaha adalah cara
yang dapat dicapai untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan
sejahtera. Masyarakat dikatakan sejahtera apabila tingkat perekonomian
menengah keatas dan kondisi keamanan yang harmonis. Krisis moneter
belakangan yang terjadi mengakibatkan masyarakat Indonesia mengalami krisis
moral. Krisis moneter adalah penyebab meningkatnya kejahatan dan
meningkatnya pengangguran yang sangat berpengaruh terhadap tingkat
kesejahteraan masyarakat.6
Masyarakat senantiasa berproses dan kejahatan senantiasa mengiringi
proses tersebut, sehingga diperlukan pengetahuan untuk mempelajari kejahatan
tersebut, mulai dari pengetahuan tentang pelaku, sebab-sebab pelaku tersebut
melakukan kejahatan, sampai dengan melakukan kejahatannya (P. Topinand,
1979). P. Topinand adalah seorang antropoligi perancis. P.Topinand sebelumnya
menggunakan istilah antropologi criminal, kemudian menggunakan istilah
kriminologi. Krimonologi berasal dari kata Crimen yang berarti kejahatan, Logos
berarti ilmu atau pengetahuan. Jadi krimonologi berarti ilmu atau pengetahuan
tentang kejahatan.7
5
Ibid 6
https://docs.google.com/ tinjauan yuridis-tentang tindak pidana-pencurian dengan kekerasan-dan pemberatan-di wilayah Surabaya.
7
Topo Santoso, kriminologi, Jakarta : Rajawali Pers, 2003, hlm. 9
Beberapa sarjana memberikan definisi berbeda mengenai kriminologi ini,
diantaranya : bonger, Sutherland, wood, Michael dan adler.8 Bonger mengatakan,
bahwa kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki
kejahatan seluas-luasnya.9 Sutherland mengatakan, “Criminology is the body
knowledge regarding Crime as a social Phenomenen”. Artinya kriminologi
adalah keseluruhan ilmu mengenai kejahatan sebagai gejala masyarakat.10
Wood mengatakan, bahwa istilah kriminologi meliputi keseluruhan
pengetahuan yang diperoleh berdasarkan teori atau keseluruhan pengetahuan yang
diperoleh berdasarkan teori atau pengalaman yang berhubungan dengan perbuatan
jahat dan penjahat, termasuk di dalamnya reaksi dari masyarakat terhadap
perbuatan jahat dan penjahat.11 Michael dan Adler mengatakan, Kriminologi
adalah keseluruhan dari bahan-bahan keterangan mengenai perbuatan-perbuatan
lingkungan mereka dan bagaimana mereka diperlakukan oleh badan-badan
masyaraka tdan oleh anggota masyarakat.12
Berbagai kejahatan yang ada di masyarakat memang dapat dikategorikan
sebagai tindak pidana khusus dan tindak pidana umum. Pada prakteknya,
meskipun tidak jarang pula terjadi tumpang tindih pada ketentuan - ketentuan
yang mengaturnya, misalnya kejahatan korupsi, kejahatan ekonomi, dan kejahatan
8
Ibid 9
Ediwarman,dkk, Asaz-asaz kriminologi, Medan : USU Pres, 1994, hlm.1 10
Ibid 11
Santoso, Op.Cit, hlm.12 12
5
subversi. Kejahatan-kejahatan tersebut juga mengacaukan perekonomian
Negara.13
Tindak pidana umum, juga kita dapatkan beranekaragam atau macamnya,
di mana salah satunya adalah tindak pidana pencurian. Pencurian merupakan
tindakan kriminalitas yang sangaja menganggu kenyamanan rakyat. Tindakan
konsisten diperlukan dalam penegakkan hukum, sehingga terjalin kerukunan.
Kemiskinan yang banyak mempengaruhi perilaku pencurian adalah kenyataan
yang terjadi ditengah masyarakat, dibuktikan dari rasio pencurian yang makin
meningkat di tengah kondisi obyektif pelaku di dalam melakukan aktivitasnya.
Kondisi ini dapat berdampak pada beberapa aspek, yaitu ekonomi, social dan
lingkungan kehidupan pelaku tersebut, namun sejauh mana ktivitas itu dapat
memberikan nilai positif dalam membangun masyarakat yang taat hokum.14
Penelitian ini didasarkan atas keterpaksaan pelaku akan pekerjaan tersebut,
berasal dari kesadaran akan realitas hidup yang memberikan beban tersendiri bagi
para pelaku kejahatn untuk memenuhi kebutuhan pelaku. Perampok merupakan
pelaku tindak kejahatan yang didasari dengan kesadaran pelaku kejahatan
bertindak dan berperilaku yang memberikan kerugian bagi orang lain dan
memberikan efek tersendiri bagi lingkungan sosial yang ditempati. Pengaruh akan
tindakan pelaku sangat menarik dikarenakan pekerjaan yang pelaku geluti
merupakan satu kesadaran murni akan konsekuensi atas apa yang pelaku lakukan.
13
www.arsingtadda.com/ peran korban-dalam terjadinya-tindak pidana pencurian dengan kekerasan
14
www.google.com/Tindak Pidana pencurian dengan kekerasan
Penelitian ini dapat mengatakan alasan tersebut tidak rasional, pelaku kejahatan
melakukan pekerjaan tersebut tanpa harus memikirkan konsekuensinya.15
Keterbatasan akan kehidupan dalam segi ekonomi pendapatan, tingkat
pendidikan pelaku kejahatan yang rendah, keluarga yang broken home, tingkat
kepuasan pelaku terhadap materi yang dimiliki sangat minim, bawaan lahir setiap
pelaku, dan faktor lingkungan membuat pelaku kejahatan terpaksa melakukan
pekerjaan tersebut. Faktor-faktor tersebut bukanlah penyebab utama pelaku
kejahatan melakukan pekerjaan itu. Faktor tersebut tidak menjamin pelaku
kejahatan atau mendorong pelaku melakukan kejahatan tersebut.16
Berbagai kejahatan yang meresahkan masyarakat adalah tindak pidana
pencurian dengan kekerasan atau disingkat dengan Curas. Pencurian dengan
kekerasan atau disingkat Curas, merupakan suatu kejahatan yang sekarang ini lagi
trend didaerah Bagan Sinembah-Riau dari tahun ketahun. Kejahatan ini dilakukan
tidak lagi memperhatikan siapa korban dan kapan waktunya. Tingginya tingkat
kejahatan pencurian dengan kekerasan didaerah Bagan Sinembah-Riau yang
terjadi merupakan ancaman dan tantangan terhadap keamanan dan ketertiban
masyarakat, yang pada gilirannnya menghamba tusaha-usaha pembangunan untu
kmencapai kesejahteraan masyarakat.17
Bagan Sinembah-Riau dahulunya dikenal sebagai daerah yang relatif
sangat aman dan tenteram, karena masih sangat minimnya angka kriminalitas
yang terjadi. Banyak anggapan masyarakat daerah Bagan Sinembah-Riau untuk
15
https://repository.unhas.ac.id/bitstream/skripsi-sarjana.docx 16
Ibid 17
7
mencari nafkah penghidupan yang layak sangat mudah. Kondisi inilah yang
membuat daerah Bagan Sinembah-Riau semakin padat dan ramainya penduduk
yang ingin merubah hidupnya. Seiring perkembangan zaman, daerah Bagan
Sinembah-Riau mengalami berbagai macam permasalahan sosial dan politik
akibat krisis ekonomi serta menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap
pelaksanaan pembangunan, baik aparatur pemerintah maupun pelaku dunia usaha,
dan permasalahan kemiskinan sampai tindakan kriminal yang dilakukan oleh para
pelaku kejahatan. Lingkungan yang buruk menjadi salah satu faktor terjadinya
tindak pidana pencurian serta kebutuhan masyarakat semakin komplek namun
lapangan pekerjaan sangat sulit juga sebagai alasan terjadinya pencurian dengan
kekerasan tersebut.18
Maraknya kejahatan di jalanan yang terjadi di Daerah Kec.Bagan
Sinembah, Kab. Rokan Hilir-Riau akhir-akhir ini adalah alasan untuk
dilakukannya penelitian. Didaerah Kec.Bagan Sinembah, kejahatan pencurian
dengan pemberatan (Curat) adalah kasus yang paling banyak terjadi dengan
jumlah kasus 23 kasus, kajahatan kedua yang paling banyak terjadi adalah
Pencurian Motor (Curanmor) dengan jumlah kasus 22 kasus, kejahatan ketiga
yang paling banyak terjadi adalah Pencurian dengan Kekerasan (Curas) dengan
jumlah kasus14 kasus, dan kejahatan keempat yang paling banyak dilakukan
adalah Pengrusakan dengan jumlah kasus 4 kasus. Berikut ini akan dijelaskan
dalam bentuk tabel.
18
Ibid
Tabel 1.
Data Kasus Yang Ditangani oleh Polsek Bagan Sinembah-Riau Tahun 2010-2011
No Jenis Kejahatan Tahun 2010 Tahun 2011
JTP PTP JTP PTP
1 CURAT 30 10 23 10
2 CURANMOR 22 2 20 2
3 CURAS 14 2 14 2
4 PENGRUSAKAN 7 5 4 1
Sumber : Data Statistik Reskrim Polsek Bagan Sinembah
Bagan Batu, 25 Desember 2011
KANIT RESKRIM POLSEK BAGAN SINEMBAH
Keterangan :
JTP : Jumlah Tindak pidana
PTP : Penyelesaian Tindak Pidana
Berdasarkan data kriminalitas tabel 1 diatas yang menjelaskan tentang
banyaknya tindak kejahatan pencurian dengan kekerasan yang terjadi didaerah
Kec. Bagan Sinembah, Kab. Rokan Hilir-Riau adalah alasan dilakukannya
penelitian. Permasalahan yang menjadi salah satu point penting dalam penelitian
ini adalah bagaimana upaya penanggulangan tindak pidana pencurian dengan
kekerasan di Polsek Bagan Sinembah-Riau. Dari uraian latar belakang tersebut,
perlu diteliti untuk mengetahui lebih jelas mengenai penanggulangan tindak
9
judul “ Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan di Polsek
Bagan Sinembah-Riau”.19
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penelitian ini akan berfokus
kepada beberapa batasan masalahnya. Adapun yang menjadi batasan masalah
yang akan diteliti adalah:
1. Bagaimana Pengaturan Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan dalam
KUHP?
2. Bagaimana Hambatan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Di Polsek
Bagan Sinembah-Riau ?
3. Bagaimana Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan di
Polsek Bagan Sinembah-Riau ?
C.Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengkaji dan mengetahui bagaimana pengaturan pencurian dengan
kekerasan di dalam KUHP.
2. Untuk mengkaji dan mengetahui hambatan-hambatan apa saja yang terdapat
dalam tindak pidana pencurian dengan kekerasan di Polsek Bagan Sinembah.
3. Untuk mengkaji dan mengetahui bagaimana penanggulangan tindak pidana
pencurian dengan kekerasan yang di lakukan oleh pihak Polsek Bagan
Sinembah.
19
http//skripsi_“Patodong” (Studi Tentang Pola Hubungan Kerja Pelaku Kejahatan Penodong Di Kota Makassar), Universitas Hasanuddin (online)
D.Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan dalam Penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Secara Teoritis
a. Hasi penelitian ini diharapkan mampuh menambah ilmu pengetahuan dan
dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran bagi pendidikan ditingkat
Perguruan Tinggi dalam mata kulia khususnya Ilmu Hukum. Serta dapat
digunakan sebagai bahan referensi untuk peneliti-peneliti selanjutnya
yang akan mengadakan penelitian yang berkenaan judul skripsi ini.
b. Hasil penelitian ini dapat memberi masukan kepada pihak kepolisian
mengenai pengaturan tindak pidana pencurian dengan kekerasan,
hambatan-hambatan tindak pidana pencurian dengan kekerasan, dan
penanggulangan tindak pidana pencurian dengan kekerasan tersebut.
2. Secara Praktis
a. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengambil kebijakan dan
parapelaksana dibidang hukum pidana, khususnya aparat kepolisian
dalam melaksanakan tugasnya sebagai pelindung dan penganyoman
masyarakat.
b. Diharapkan adanya kerjasama antara aparat kepolisian dengan
mesyarakat dalam penanggulangan pencurian dengan kekerasan (curas),
sehingga bukan tanggungjawab kepolisian saja dalam penanggulangan
curas, karena pencurian dengan kekerasan itu merupakan tanggungjawab
11
E.Keaslian Penulisan
Skripsi ini berjudul "Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian dengan
Kekerasan (Curas) di Polsek Bagan sinembah-Riau". Dalam penulisan skripsi ini,
saya melakukan studi kepustakaan dan melakukan riset ke Polsek Bagan
Sinembah-Riau guna memperoleh data-data yang dapat mendukung penulisan
skripsi ini. Sehubungan dengan pemeriksaan yang penulis lakukan di
perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara itu dalam rangka
pembuktian bahwa judul skripsi tersebut belum ada atau belum terdapat di
perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara, maka telah terbukti
skripsi ini benar-benar merupakan hasil pemikiran dari penulis sendiri dan bukan
berasal dari karya tulis orang lain.
F. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengaturan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan dalam KUHP
Pembahasan ini sebelumnya akan membahas tentang kejahatan kekerasan
terlebih dahulu. Kejahatan kekerasan akan digolongkan sebagi berikut :
a. Pembunuhan Berencana ( pasal 340 KUHP )
Isinya sebagai berikut :
“Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, dihukumj karena pembunuhan direncanakan (moord), dengan hukuman mati atau hukuman penjara selama-lamanya dua puluh tahun”20
20
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Bogor : POLITEIA, 1994, hlm. 241
Rumusan tersebut diatas terdiri dari unsur-unsur :
1. Unsur Subyektif
a. Dengan Sengaja
b. Dengan rencana terlebih dahulu
2. Unsur Obyektif
a. Perbuatan : menghilangkan nyawa
b. Obyeknya : nyawa orang lain.
c. Pemerkosaan (pasal 285 KUHP)
b. Pemerkosaan (Pasal 285 berisi) :
Isi pasalnya sebagai berikut :
“barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan diam, dihukum karena memperkosa dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun”21
Unsur pemberatana pidana dalam pasal ini ialah : “ dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan memaksa seorang wanita yang bukan istrinya untuk
bersetubuh”
c. Pencurian dengan kekerasan (Pasal 365 KUHP)
Isinya Pasal sebagai berikut22 :
Ayat (1) : “Diancam dengan pidana penjara selama-lamanya sembilan tahun dipidana pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan pada orang, dengan maksud untuk menyediakan atau memudahkan pencurian itu atau jika tertangkap tangan,supaya ada kesempatan bagi dirinya sendiri atau bagi yang turut serta melakukan kejahatan itu untuk melarikan diri atau supaya barang yang dicurinya tetap tinggal di tempatnya”.
21
Ibid, hlm 22
13
Ayat (2) : “Dipidana penjara selama-lamanya dua belas tahun dijatuhkan : 1e : Jika perbuatan itu dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau
dipekarangan tertutup yang ada rumahnya,atau di jalan umum atau di dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan.
2e : Jika perbuatan itu dilakukan bersama-sama oleh dua orang atau lebih. 3e : Jika yang bersalah masuk ke tempat melakukan kejahatan itu dengan
memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu. 4e : Jika perbuatan itu berakibat ada orang luka berat.
Ayat (3) : “Dijatuhkan pidana penjara selama-lamanya lima tahun jika perbuatan itu berakibat ada orang mati23.
Ayat (4) : “Pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun dijatuhkan jika perbuatan itu berakibat ada orang luka atau mati dan perbuatan itu dilakukan bersama-sama oleh dua orang atau lebih dan lagi pula disertai salah satu hal yang diterangkan dalam No.1 dan No.3”.24
d. Penganiayaan Berat (pasal 354 KUHP)
Isinya sebagai berikut ;
Ayat (1) : “Barangsiapa dengan sengaja melukai berat orang lain, dihukum karena menganiaya berat, dengan hukuman penjara selama-lamanya delapan tahun’’
Ayat (2) : “Jika perbuatan itu menjadikan kematian orangnya, sitersalah dihukum selama-lamanya sepuluh tahun”.25
Unsur-unsur yang terdapat pada pasal 354 KUHP ini ialah :
a. Kesalahannya : adanya Kesengajaan ( opzettelijk )
b. Perbuatannya : Melukai berat
c. Obyeknya : tubuh orang lain
d. Akibatnya : Luka Berat
23
Ibid, hlm. 254 24
Ibid 25
Soesilo, Op.Cit,h.246. Agar sitersalah dapat dikenakan pasal ini, maka harus ada niat dan maksud dari sitersalah, apabila tidak bermasud dan luka berat itu hanya merupakan akibat dari perbuatannya saja, maka sitersalah tidak dikenakan pasal ini, tetapi akan dikenakan “penganiayaan biasa yang berakibat luka berat” ( pasal 351 alinea 2 ). tentang luka berat itu sendiri, terdapat pada pasal 90
2. Hambatan Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan di Polsek Bagan Sinembah
Tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang terjadi di Polsek Bagan
Sinembah mengalami suatu hambatan. Hambatan tersebut terjadi karena adanya
peran antara polisi, masyarakat, dan korban sendiri, sehingga sangat kecil terjadi
pencurian dengan kekerasan tersebut. Hambatan tersebut antara lain sebagai
berikut:26
a. Peran Masyarakat
Berkaitan dengan keadaan masyarakat sekitar pelaku, apakah masyarakat
sekitar pelaku merupakan penjudi ataupun pemabok. Adapun faktor internal
berkaitan dengan pendidikan masyarakat sekitar pelaku kepercayaan terhadap
agama atau keimanan, dalam arti masyarakat yang bersangkutan menganggap
“biasa saja” adanya hal-hal yang sebenarnya dilarang atau dianggap melanggar
hukum. Faktor eksternal, terutama yang berasal dari masyarakat lain, juga
berpengaruh pada perilaku dari anggota masyarakat dimana pelaku tinggal.27
Masyarakat yang serba berkecukupan saling bekerjasama dalam
penanggulangan tindak pidana pencurian Faktor eksternal khusus, tetap berasal
dari masyarakat lain (di luar pelaku tinggal), akan tetapi sangat khusus sekali
sifatnya. Misalnya ada anggota masyarakat lain yang menyimpan uang dalam
jumlah besar dirumahnya atau suka memamerkan harta kekayaannya. Hal seperti
ini menjadi “pemancing” bagi pelaku untuk melakukan tindak pidana pencurian.28
26
www.eprints.uns.ac.id/323/1/163902708201002021.pdf+TINJAUAN+VIKTIMOLOGI S+TERHADAP+TINDAK+PIDANA
27 Ibid 28
15
Peran masyarakat yang begitu berpengaruh terhadap terjadinya suatu
tindak pidana merupakan suatu hambatan yang besar bagi pelaku kejahatan. Suatu
tindak pidana dapat terjadi atau tidak, tergantung kepada seberapa besarnya peran
masyarakat tersebut. Hubungan yang baik ditengah-tengah masyarakat,
merupakan suatu pemikiran yang baik pula.29
b. Peran Korban30
Peran korban dalam terjadinya tindak pidana pencurian juga patut
diperhatikan dan menjadi salah satu faktor yang penting dalam terjadinya tindak
pidana pencurian. Seperti yang dijelaskan oleh penulis di muka, bahwa peran
korban di sini diartikan sebagai keadaan korban yang memberikan peluang atau
kesempatan agar pelaku dapat melaksanakan niatnya untuk melakukan tindak
pencurian.31
Peran korban disini dapat berupa sifat korban yang gemar memamerkan
harta kekayaanya, sering memakai perhiasan yang berlebihan walaupun hanya
keluar di sekitar rumah. Menceritakan uangnya ia simpan di rumah dengan jumlah
yang banyak, padahal orang yang diceritakan mungkin orang yang tidak dapat
dipercaya. Informasi yang diceritakan oleh korban, maka dengan mudah pelaku
dapat masuk ke rumah korban dan mengambil barang yang sesuai seperti
diceritakan oleh korban.32
Hambatan dalam peran korban di sini merupakan suatu tindakan bahwa
korban tersbut lebih berhati-hati dan waspada kepada setiap orang yang
29
Hasil wawancara dengan Briptu Dede A. Z di Polsek Bagan Sinembah 30
http://jantukanakbetawi.wordpress.com/2010/12/28/makalah-viktimologi/ 31
Ibid 32
Lilik Mulyadi, Kapita Selekta Hukum Pidana Kriminologi Dan Victimologi. Denpasar: Djambatan, 2003, hal. 45
mencurigakan berada di dekatnya. Korban lebih mengutamakan keselamatannya,
sehingga tindak pidana pencurian dengan kekerasan itu tidak terjadi.33 Korban
tidak mau memperlihatkan barang-barang yang dimiliki, dan memamerkannya di
jalanan.34
c. Peran Pelaku
Secara umum, faktor ini dikaitkan dengan pendidikan, keagamaan , rasa
moral, lingkungan, dan lain sebagainya. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh
Briptu R. Haloho bahwa seseorang yang berpendidikan rendah, kemungkinan
akan mudah untuk melakukan suatu tindak pidana, termasuk pencurian dengan,
dibandingkan dengan mereka yang berpendidikan tinggi atau yang lebih tinggi.
Pencurian dengan kekerasan ini tidak akan terjadi apabila tidak adanya niat dari si
pelaku sendiri, kewaspadaan korban, tinggi nya tingkat keamanan di Bagan
Sinembah, pergaulan pelaku yang baik, tidak adanya kesempatan sekecil apapun
yang diberikan korban kepada si pelaku.35
d. Peraturan Perundang-Undangan
Peraturan Perundang-undangan dalam hal ini adalah KUHP. Jelasnya
ketentuan yang ada di dalam KUHP tersebut mengenai hukuman yang akan di
berikan kepada pelaku tindak pidana pencurian dengan kekerasan membuat
pelaku pencurian tersebut membatalkan keinginan nya untuk melakukan tindak
pidana pencurian dengan kekerasan.36
33
Hasil wawancara dengan Brigadir Dede Sofian, di Polsek Bagan Sinembah 34
Ibid 35
Hasil wawancara dengan Briptu R. Haloho di Polsek Bagan Sinembah 36
17
3. Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan di Polsek
Bagan Sinembah
Kejahatan merupakan suatu perbuatan menyimpang dari perilaku yang
dianggap sesuai dengan norma yang mengatur kehidupan masyarakat dalam
berperilaku. Secara etimologis, kriminologi berasal dari kata crime yang artinya
kejahatan, dan logos yang berarti pengetahuan atau ilmu pengetahuan, sehingga
kriminologi adalah ilmu/pengetahuan tentang kejahatan. Istilah kriminologi untuk
pertama kali (1879) digunakan oleh P.Topinard, ahli antropologi Prancis,
sementara istilah yang banyak dipakai sebelumnya adalah antropologi criminal.37
Menurut E.H.Sutherland, kriminologi adalah seperangkat pengetahuan
yang mempelajari kejahatan sebagai fenomena social, termasuk didalamnya
proses pembuatan undang-undang, pelanggaran undang-undang dan reaksi
terhadap pelanggaran undang-undang.38 Menurut Benedict S. Alper, kejahatan
merupakan problem social yang paling tua dan sehubungan dengan masalah itu
tercatat lebih dari 80 kali konfrensi internasional yang dimulai pada tahun 1825
hingga tahun 1970 yang membahas upaya-upaya untuk mengatasi permasalahan
kejahatan.39
Secara garis besar, didalam kriminologi terdapat tiga (3) aliran pemikiran
yaitu; aliran pemikiran klasik, aliran pemikiran aliran pemikiran positif, dan aliran
pemikiran kritis.40
37
I.S.Susanto, Kriminologi, Yogyakarta : Genta Publishing, 2011, hlm.1 38
Ibid 39
Arief Amrullah, Kejahatan Korporasi, Bayumedia, Malang, 2006, hlm. 4 40
Soesanto, Op.Cit, hlm. 5
a. Kriminologi Klasik
Aliran pemikiran inimendasarkan pada pandangan bahwa intelegensi dan
rasionalitas merupakan cirri fundamental manusia dan menjadi dasar bagi
penjelasan perilaku manusia, baik yang bersifat perorangan maupun yang bersifat
kelompok. Inteligensi membuat manusia mampu mengarahkan dirinya sendiri
dalam arti dia adalah penguasa dari nasibnya, pemimpin dari jiwanya, makhluk
yang mampu memahami dirinya dan bertindak untuk mencapai kepentingan dan
kehendaknya. Dalam konsep tersebut,maka masyarakat dibentuk sebagaimana
adanya sesuai dengan pola yang dikehendakinya.
Kejahatan didefenisikan sebagai setiap pelanggaran terhadap perbuatan
yang dilarang undang-undang pidana, penjahat adalah setiap orang yang
melakukan tindak pidana. Dalam literatur kriminologi, pemikiran klasik maupun
positif merupakan ide-ide yang penting dalam usaha memahami dan mencoba
berbuat sesuatu terhadap kejahatan.41
b. Kriminologi Positif
Aliran pemikiran positif ini bertolak pada pandangan bahwa perilaku
manusia ditentukan oleh faktor-faktor diluarkontrolnya, baik yang berupa faktor
biologis maupun cultural. Dengan kata lain, manusia bukan makhluk yang bebas
melakukan keinginannya dan integritasnya, tetapi makhluk yang dibatasi oleh
perangkat biologisnya dan situasi kulturalnya.42
41
Op.Cit, hlm. 6 42
19
c. Kriminologi kritis
Aliran pemikiran kritis tidak membahas apakah perilaku manusia itu bebas
atau di tentukan, tetapi lebih terfokus pada proses-proses manusia dalam
membangun dunia dimana dia hidup. Krimonologi kritis berpendapat bahwa
fenomena kejahatan sebagai konstruksi social, artinya apabila masyarakat
berpendapat tindakan tertentu itu sebagai suatu kejahatan, maka orang-orang
tertentu dan tindakan-tindakan mungkin pada waktu tertentu telah memenuhi
batasan sebagai kejahatan. Dengan kata lain, bahwa kejahatan tidak dapat berdiri
sendiri, sebab harus ada yang menyatakan sebagai demikian oleh “masyarakat”.43
Penentuan sebuah perbuatan sebagai kejahatan dalam undang-undang
tidakalah terlepas dari proses pembuatan kebijakan dalam menentukan sebuah
perbuatan itu sebagai tindak pidana atau sebuah delik. Banyak factor yang
mempengeruhi dalam membuat atau merumuskan suatu kebijakan, sehingga harus
diantisipasi agar mudah dan berhasil saat diimplementasikan. James E.Anderson
mengemukakan bahwa kebijakan adalah arah tindakan yang mempunyai maksud,
yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah faktor dalam mengatasi suatu
masalah atau suatu perubahan.44
Istilah ”kebijakan hukum pidana” dapat pula disebut dengan istilah
”politik hukum pidana”. Dalam kepustakaan asing istilah ”politik hukum pidana”
ini sering dikenal dengan berbagai istilah antara lain ”penal policy”, ”Criminal
law policy” atau ”strafrechtspolitiek”45. Berkaitan dengan itu dalam kamus besar
43
Op.Cit, h. 9 44
Erna, Wahyuni, dkk, Kebijakan dan Manajemen Hukum Merek,Yogyakarta : YPAPI, hlm.12
45
http://eprints.undip.ac.id/16153/1/ADI_HERMANSYAH
Bahasa Indonesia memberikan arti terhadap istilah ”politik” dalam 3 (tiga)
batasan pengertian yaitu :46
a. Pengetahuan mengenai ketatanegaraan (seperti: system pemerintahan,
dasar-dasar pemerintahan)
b. Segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dan sebagainya)
c. Cara bertindak (dalam menghadapi atau menangani suatu masalah),
kebijaksanaan
Kebijakan penanggulangan kejahatan (politik kriminal) dilakukan dengan
menggunakan sarana ”penal” ( hukum pidana ), maka kebijakan hukum pidana
(penal policy) khususnya pada tahap kebijakan yudikatif/ aplikatif (penegakan
hukum pidana in concreto) harus memperhatikan dan mengarah pada tercapainya
tujuan dari kebijakan sosial itu, berupa ”social welfare” dan ”social defence”.47
Kebijakan hukum pidana dalam pemberian pidana untuk menanggulangi
kejahatan merupakan salah satu upaya di samping upaya-upaya lain. Penanganan
kejahatan melalui sistem peradilan pidana merupakan sebagian kecil dari
penanganan kejahatan secara keseluruhan. Upaya melalui sistem peradilan pidana
dikenal dengan istilah ”upaya penal” yaitu dengan menggunakan peraturan
perundang-undangan pidana, disamping upaya ”non penal” yang penekanannya
ditunjukkan pada faktor penyebab terjadinya kejahatan. Keseluruhan
penanggulangan kejahatan ini merupakan politik kriminal. Kebijakan kriminal
atau politik kriminal adalah suatu usaha rasional untuk menaggulangi kejahatan.
Politik kriminal ini merupakan bagian dari politik penegakan hukum yang arti
46
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahsa Indonesia (online), Balai Pustaka,1997, hlm.780
47
21
luas (law Enforcement Policy) yang merupakan bagian dari politik social (social
Policy) yakni usaha dari masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan
warganya.48
Upaya penanggulanagan tindak pidana pencurian dengan kekerasan, dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu 49:
a. Kebijakan Non-Penal ( Non Penal policy )
Kebijakan penanggulangan kejahatan melalui non penal policy yaitu
perbuatan pencegahan sebelum terjadinya kejahatan. Sasaran utamanya adalah
menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan atau
kondisi-kondisi sosial yang secara langsung ataupun tidak langsung. Pada Kongres PBB
ke-8 tahun 1990 tentang Prevention of crime and the treatment of Offenders
mengidentifikasi berbagai aspek social sebagai factor-faktor kondusif penyebab
terjadinya kejahatan, yaitu sebagai berikut50 :
a. Kemiskinan, pengangguran, kebutahurufan, pendidikan yang tidak cocok
b. Meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai harapan
c. Mengendornya ikatan social dan keluarga
d. Terjadi nya imigrasi yang tinggi
e. Penyalahgunaan alkohol, obat-obatan, dan narkotika
f. Lingkungan yang buruk
Upaya pencegahan nya dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Memperluas kesempatan kerja bagi para pemuda
b. Memperluas kesempatan kerja bagi para pelaku dan mantan narapidana
48
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijaka Hukum Pidana, hlm. 26 49
Mulyadi, Op.Cit, h.55-57 50
Ibid, h. 59
c. Menghilangkan penghalang bagi mantan Napi untuk bekerja
d. Menciptakan program tenaga kerja public
e. Menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan mesyarakat
khususnya bagi masyarakat miskin
f. Dukungan terhadap usaha kecil.
b. Kebijakan Hukum pidana ( Penal policy )
Kebijakan penanggulangan kejahatan dengan pendekatan penal policy
adalah penerapan hukum pidana terhadap suatu tindak pidana. Marc Ancel
mengemukakn bahwa penal policy adalah suatu ilmu sekaligus seni yang ada pada
akhirnya mempunyai tujuan praktis untuk memungkinkanperaturan hukum positif
yang dirumuskan secara lebih baik dan untuk memberikan pedoman tidak hanya
kepada pembuat undang-undang, tetapi juga kepada pengadilan yang menerapkan
undang-undang dan juga kepada penyelenggara atau pelaksana putusan
pengadilan.51
Penanggulangan tindak pidana pencurian dengan kekerasan di Polsek
Bagan Sinembah, pihak kepolisian akan berfungsi sebagan penyelidik dan
penyidik. Tugas Polisi sebagai penyelidik yaitu:52
a. Mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebgai tindak pidana;
b. Menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyelidikan;
c. Mencari serta mengumpulkan barang bukti;
d. Membuat terang tindak pidana yang terjadi;
51
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Cet. Ke-I, Jakarta : Prenada Media Group, 2008, hlm. 19
52
23
e. Menemukan tersangka pelaku tindak pidan
Tugas polisi sebagai penyidik yaitu;
a. Tindakan Pertama di TKP
b. Melakukan Penangkapan
c. Melakukan Penahanan
d. Melakukan Penggeledahan
e. Melakukan Penyitaan terhadap benda-benda bergerak ataupun tidak
bergerak.
G.Metode Penelitian
Penelitian adalah sebagai usaha untuk mengemukakan, mengembangkan
dan menguji kebenaran suatu pengetahuan yang dilakukan secara metodologis dan
sistematis. Metodologis berarti dengan menggunakan metode-metode yang
bersifat ilmiah, sedangkan sistematis berarti sesuai dengan pedoman atau aturan
penelitian yang berlaku untuk suatu karya ilmiah. Ilmu yang mempelajari
metode-metode ilmiah dalam menggali kebenaran pengetahuan disebut metodologi
penelitian. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut 53:
1. Metode Pendekatan
Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan yuridis normatif dan
yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif dimaksudkan untuk melakukan
pengkajian terhadap hukum pidana dan penerapan pidana badan sebagai sarana
kebijakan hukum pidana, dalam rangka pembangunan dan pembaharuan hukum
53
M. Muhdar , Bahan Kulia Metode Penelitian Hukum (online), Balikpapan, 2010
pidana Indonesia. Pendekatan yuridis empiris dimaksudkan untuk melakukan
penelitian terhadap eksistensi pidana badan di Indonesia dan aplikasinya terhadap
penegakan hukum di Indonesia.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
hukum yang bersifat deskriptif. Jenis penelitian deskriptif bertujuan
mendeskripsikan atau menggambarkan tentang suatu peristiwa yang lebih luas dan
umum. Sehingga penelitian ini mencoba menggambarkan dan menjelaskan
pencurian dengan kekerasan ditinjau dari perspektif hukum pidana Indonesia di
daerah Bagan Senembah-Riau.
3. Jenis Data
a. Data Primer
Data Primer adalah data asli yang diperoleh peneliti dari tangan awal, dari
sumber asalnya yang pertama yang belum diolah dan diuraikan orang lain yang
diperoleh dari keterangan dan penjelasan pihak-pihak di objek penelitian.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder adalah data yang diperoleh dengan cara
mempelajari perbagai literatur yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, terdiri
atas :
1. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan
hukum yang mengikat yang terdiri dari : KUHP, Arsip Data Kriminalitas
Polsek Bagan Sinembah tahun 2010-2011, Hasil wawancara dengan
25
2. Bahan Hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberi kejelasan atas
bahan hukum primer terdiri dari buku-buku, jurnal ilmiah, dan hasil karya
kalangan hukum lain yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
3. Badan hukum tersier, yaitu badan hukum yang memberikan kejelasan atas
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum dan
ensikopedia54.
4. Metode Pengumpulan Data
a. Studi Lapangan ( Field Research )
Studi Lapangan adalah penelitian yang dilakukan secara langsung dengan
obyek yang diteliti untuk memperoleh data yang konkrit guna keperluan
mendapatkan data yang relevan dengan permasalahan. Studi lapangan dalam
pengumpulan data alat yang digunakan adalah wawancara bebas terpimpin yaitu
perpaduan antara wawancara terpimpin dengan wawancara tidak terpimpin
dimana wawancara tersebut dilakukan secara terarah dengan menggunakan daftar
pertanyaan sebagai pedoman. Penelitian ini ditujukan terhadap proses hukum
terhadap pencurian dengan kekerasan yang ditujukan kepada aparat penyidik
kepolisian sebanyak tiga (3) oarang, Kapolsek Bagan Sinembah, pelaku pencurian
dengan kekerasan sebanyak dua (2) orang dan bahkan kepada masyarakat
setempat sebanyak 3 orang.
b. Studi Pustaka
Studi Pustaka adalah Penelitian yang dilakukan didalam kepustakaan
dengan maksud mencari keterangan, untuk menambah dan memperkuat kebenaran
54
Ibid
yang berhubungan dengan permasalahan ini antara lain dengan membaca,
meringkas tulisan (karya ilmiah), perundang-undangan dan beberapa pendapat
dari beberapa sarjana.
5. Metode Analisis Data
Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis secara deskriptif
kualitatif, yaitu suatu teknik analisis data yang tidak didasarkan pada angka-angka
tetapi dilakukan dengan menguraikan dan menerangkan data-data yang diperoleh
melalui kalimat dan kata-kata yang disusun secara sistematis. Metode berfikir
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode berfikir secara deduktif, yakni
cara berfikir dan pernyataan yang bersifat umum untuk ditarik menjadi suatu
kesimpulan yang bersifat khusus.55
55
27 BAB II
PENGATURAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA
PENCURIAN DENGAN KEKERASAN
A.Pencurian Dengan Kekerasan Sebagai Bagian dari Kejahatan Kekerasan
Kejahatan merupakan suatu fenomena yang kompleks yang dapat
dipahami dari berbagai sisi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita
dapat menangkap berbagai komentar tentang suatu peristiwa kejahatan yang
berbeda satu dengan yang lain. Dalam pengalaman kita ternyata tidak mudah
untuk memahami kejahatan itu sendiri. Kejahatan muncul bukan saja dari campur
tangan penguasa saja, tetapi juga muncul dari persoalan pribadi ataupun keluarga.
Individu yang merasa dirinya menjadi korban perbuatan orang lain, akan mencari
balas terhadap pelakunya.56
Pada abad 18 muncullah para penulis yang kemudian disebut sebagai
mazhab klasik, sebagai reaksi atas ketidak pastian hukum dan ketidak adilan serta
sewenang-wenangan penguasa. Mazhab klasik ini mengartikan kejahatan sebagai
perbuatan yang melanggar undang-undang. Ajarannya yang terpenting adalah
doktrin nullum crimen sine lege yang berarti tidak ada kejahatan apabila
undang-undang tidak menyatakan perbuatan tersebut sebagai perbuatan yang dilarang.57
Lama kelamaan timbul ketidakpuasan terhadap ajaran mazhab ini dan pada
akhir abad ke-19 muncullah pandangan baru yang lebih menitikberatkan pada
pelakunya dalam studi terhadap kejahatan. Mazhab ini muncul diantara para studi
kejahatan di Italia yang kemudian disebut Mazhab Positif. Mazhab positif ini di
pelopori oleh C. Lombroso, seorang dokter ahli ilmu kedokteran kehakiman. Ia
56
Topo Santoso, Kriminologi, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001, hlm.1 57
I.S. Susanto, Kriminologi, Yogyakarta : Genta Publishing, Cet. 1, 2011, hlm. 22
mengartikan bahwa kejahatan sebagai perbuatan yang melanggar hukum alam
(natural law). Aliran ini berusaha untuk mengatasi relativitas dari hukum pidana
dengan mengajukan konsep kejahatan yang non hukum. Perkembangan
selanjutnya, konsep kejahatan yang non hukum tersebut banyak menguasai para
sarjana Kriminologi di Amerika terutama sampai pertengahan abad ke 20.58
Beberapa kritikan terhadap mazhab tersebut diajukan oleh Ray Jeffery
yang menyatakan bahwa dalam mempelajari kejahatan harus dipejari dalam
rangka hukum pidana. Sebab dari hukum pidana, kita dapat mengetahui
bagaimanakah suatu tingkah laku dipandang sebagai kejahatan dan bagaimana
peraturan perundang-undangan berinteraksi dengan system norma yang lain.59
Kejahatan ini sebenarnya telah pikirkan sejak beradad-abad lalu oleh para
ilmuwan terkenal. Misalnya, Plato (427-347 SM ), plato menyatakan dalam
bukunya ‘Republiek’ menyatakan bahwa emas, manusia adalah merupakan
sumber dari banyak kejahatan. Aristoteles (382-322 SM ) menyatakan bahwa
kemiskinan menimbulkan kejahatan dan pemberontakan. Kejahatan yang besar
tidak diperbuat untuk memperoleh apa yang perlu untuk hidup, tetapi untuk
kemewahan. Thomas Aquino (1226-1274) memberikan beberapa pendapatnya
tentang pengaruh kemiskinan atas kejahatan. “orang kaya yang hidup untuk
kesenangan dan memboros-boroskan kekayaannya, jika suatu kali jatuh miskin,
mudah menjadi pencuri”. Thomas More (1478-1535) dalam bukunya Utopia
(1516), ia menceritakan bahwa hukuman berat yang dijatuhkan kedapa penjahat
pada waktu itu tidak berdampak banyak untuk menghapuskan kejahatan yang
58
Ibid, hlm. 23 59
29
terjadi. Untuk itu katanya, harus dicari sebab musabab kejahatan dan
menghapuskannya.60
Selain para sarjana diatas, ada juga pendapat sarnaja yang lain. Misalnya,
R. Soesilo, ia membedakan pengertian kejahatan secara juridis dan pengertian
kejahatan secara sosiologis. Ditinjau dari segi juridis, pengertian kejahatan adalah
suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan Undang-undang. Untuk
dapat melihat apakah perbuatan itu bertentangan dengan undang-undang atau
tidak, maka undang-undang itu haruslah diciptakan terlebih dahulu sebelum
adanya peristiwa pidana. Hal ini selain untuk mencegah adanya tindakan yang
sewenang-wenang dari pihak penguasa juga agar dapat memberikan kepastian
hokum.61
Asas ini dalam hukum pidana disebut “Nullum delictum nulla poena sine
praevia lege poenali” artinya tidak ada suatu perbuatan yang boleh dijatuhi
hukuman selain berdasarkan ketentutan perundang-undangan yang telah dibuat
sebelumnya. Ditinjau dari segi sosiologis, maka yang dimaksud dengan kejahatan
adalah perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan si penderita, juga
sangat merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman
dan ketertiban.62
Menurut M.A Elliot, Kejahatan adalah suatu problem dalam masyarakat
modern atau tingkah laku yang gagal dan melanggar hukum yang dapat dijahuti
hukuman penjara, hukuman mati, dan hukuman denda. Pendapat lain
dikemukakan oleh J.E.Sahetapy dalam bukunya Causa Kejahatan dan beberapa
60
Santoso, Op.Cit 61
Ediwarman , dkk, Azas-azas Kriminologi, USU PRESS, 1994, hlm.45 62
Ibid
analisis kriminologi yang menyatakan bahwa kejahatan adalah tidak lain dan tidak
bukan hanyalah suatu penanaman belaka yang diberikan oleh pemerintah selaku
pihak yang berkuasa dimana dalam pelaksanaannya dibebankan kepada pundak
hakim untuk memberikan penilaian atau pertimbangan apakah suatu persoalan
yang diajukan adalah perbuatan pidana atau bukan.63
Menurut J.M Bemmelem dalam bukunya Criminologie tahun 1958,
kejahatan adalah suatu tindakan atau kelakuan yang merugikan dan merusak
asusila, yang menimbulkan kegoncangan besar kepada masyarakat tertentu,
sehingga masyarakat ituberhak mencela dan mengadakan perlawanan terhadap
kelakuan tersebut dengan jalan menjatuhkan penderitaan terhadap pelaku
perbuatan itu (pembalasan).64
Pada bab I sebelumnya, telah dijelaskan pengertian dari kejahatan
kekerasan itu sendiri. Pada bab II ini akan membahas jenis-jenis dari kejahatan
kekerasan itu sendiri. Menurut Haskell dan Yablonsky, ada empat jenis perbuatan
yang menjadi dasar kategori kejahatan kekerasan, yaitu Pembunuhan (moord ),
perkosaan dengan penganiyaan (forcible rape), Perampokan (robbery), dan
penganiayaan berat (aggravated assault).65
Penelitian ini akan membahas satu-persatu bagian dari kejahatan kekerasan diatas,
antara lain :
63
Ibid, hlm. 46 64
Stephan, Hurwitz, Kriminologi, Jakarta : PT. Bina Aksara, 1986, hlm. 4 65
31
1. Pembunuhan Berencana ( pasal 340 KUHP )
Isinya sebagai berikut :
“Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, dihukumj karena pembunuhan direncanakan (moord), dengan hukuman mati atau hukuman penjara selama-lamanya dua puluh tahun”66
Rumusan tersebut diatas terdiri dari unsur-unsur :
3. Unsur Subyektif
4. Dengan Sengaja
5. Dengan rencana terlebih dahulu
4. Unsur Obyektif
d. Perbuatan : menghilangkan nyawa
e. Obyeknya : nyawa orang lain.
Pasal 340 KUHP dirumuskan dengan cara mengulang kembali seluruh
unsur dalam pasal 338 KUHP, kemudian ditambah dengan satu unsur lagi yakni
“dengan direncanakan terlebih dahulu”.67 Pebedaan antara pembunuhan dengan
pembunuhan direncanakan terlebih dahulu terletak dalam apa yang terjadi didalam
diri sipelaku sebelum pelaksanaan menghilangkan jiwa seseorang. Untuk
pembunuhan direncanakan terlebih dahulu, diperlukan berpikir secara tenang bagi
pelaku. Pengambilan keputusan dalam pembunuhan biasa dalam menghilangkan
jiwa seseorang dan pelaksaannya merupakan suatu kesatuan, sedangkan pada
pembunuhan direncanakan terlebih dahulu kedua hal tersebut terpisah oleh waktu
66
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Bogor : POLITEIA, 1994, hlm. 241
67
Chazawi, Adami, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004, hlm. 81
yang diperlukan guna berpikir secara tenang tentang pelaksanaannya, juga waktu
untuk member kesempatan guna membatalkan pelaksanaannya.68
Jangka waktu itu bukan menjadi criteria bagi pembunuhan yang
direncanakan terlebih dahulu. Jangka waktu dapat digunakan sebagai petunjuk
adanya rencana terlebih dahulu, tetapi tidak menjadi bukti. Direncanakan terlabih
dahulu memang terjadi pada seseorang dalam suatu keadaan dimana mengambil
putusan untuk menghilangkan jiwa seseorang ditimbulkan oleh hawa nafsu nya
dan dibawah pengaruh hawa nafsu itu juga dipersiapkan pelaksanaannya, setelah
dilakukannya perbuatan itu.69
Mengenai unsur dengan direncanakan terlebih dahulu, pada dasarnya
mengandung tiga (3) unsur, yaitu 70:
a. Memutuskan kehendak dalam suasana tenang.
Memutuskan kehendak dalam suasana tenang adalah pada saat
memutuskan kehendak untuk membunuh itu dilakukan dalam suasana batin yang
tenang. Suasana batin yang tenang adalah suasana tidak tergesa-gesa atau
tiba-tiba, tidak dalam keadaan terpaksa dan emosi yang tinggi, sehingga perbuatan nya
itu dapat terwujud.
b. Ada tersedia waktu yang cukup sejak timbulnya kehendak sampai dengan
pelaksanaan kehendak.
Waktu yang cukup ini adalah relative, dalam arti tidak diukur dari lamanya
waktu tertentu, malainkan bergantung pada keadaan atau kejadian kongret yang
68
Ibid 69
Anwar, Moch ( Dading ), Hukum pidana bagian khusus ( KUHP buku II ), Alumni Bandung, 1980, hlm 93
70
33
berlaku. Tidak terlalu singkat, karena jika terlalu singkat, tidak mempunyai
kesempatan lagi untuk berpikir-pikir, karena tergesa-gesa, waktu yang demikian
sudah tidak menggambarkan suasana yang tenang. Begitu juga tidak boleh terlalu
lama, sebab bila terlalu lama sudah tidak lagi menggambarkan ada hubungan
antara pengambilan keputusan kehendak untuk membunuh dengan pelaksanaan
pembunuhan.
Sebagai adanya hubungan itu, dapat dilihat dari indikatornya bahwa dalam
waktu itu : (1) dia masih sempat untuk menarik kehendaknya membunuh, (2) bila
kehendaknya sudah bulat, ada waktu yang cukup untuk memikirkan bagaimana
cara yang akan digunakan dan alat apa yang akan di gunakan dalam
pelaksanaannya.
Mengenai adanya cukup waktu, dalam tenggang waktu ada kesempatan
untuk memikirkan dengan tenang untung ruginya pembunuhan itu dan lain
sebagainya. Arrest HR (22-1909) menyatakan bahwa “ untuk dapat diterimanya
suatu rencana terlebih dahulu, maka adalah perlu adanya tenggang waktu pendek
atau panjang dalam melakukan pertimbangan dan pemikiran yang tenang. Pelaku
harus dapat mempertimbangkan makna dan akibat-akibat perbuatannya, dalam
suatu suasana kejiwaan yang memungkinkan untuk berpikir” (Soenarto
Soerodibroto, 1994 :207 ).
c. Pelaksanaan kehendak (perbuatan) dalam suasana tenang
Maksud suasana tenang disini adalah pembunuhan dilakukan tidak dalam
suasana yang tergesa-gesa, amarah yang tinggi, rasa takut dan sebagainya. Ketiga
unsur diatas, bersifat kumulatif dan saling berhubungan, suatu kebetulan yang
tidak terpisahkan. Sebab bila sudah terpisah, maka sudah tidak lagi dengan
direncanakan terlebih dahulu71. Contoh, I.Ketut Penter telah lama bermusuhan
dengan Amak Miasi, pada hari senin, tanggal 8 September 1986. I. ketut Penter
berjumpa dengan Amak Miasi disawah kampong Bongor Desa Jembatan Kembar
Kabupaten Lombok Barat. Pada waktu bertemu, mereka saling memaki dan
menantang. Setelah I. Ketut Penter mendengan makian dan tantangan dari Amak
Miasi, maka ia pulang mengambil tombak yang bergagang kayu panjang. Setelah
mengambil tomabak, ia pergi ke tempat Amak Miasi , kemudian I. Ketut
menusukkan tomabknya kearah dada kanan Amak Miasi sehingga dada nya
tembus dan tulang dadanya ke-7 dan ke-8 putus. Akibat dari tusukan tombak
tersebut, Amak Miasi terjatuh dan meninggal dunia.72
Pasal 340 oleh karena mengulang lagi seluruh unsur pasal 338, maka
pembunuhan berencana dapat dianggap sebagai pembunuhan yang berdiri sendiri
(een zelfstanding misdrijf ) lepas dan lain dengan pembunuhan biasa dalam pokok
(pasal 338 ).73
2. Pemerkosaan (pasal 285 KUHP)
Pasal 285 berisi : “ Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, dihukum karena memperkosa dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun”.74
71
Chazawi, Op.Cit, hlm. 84 72
Suharto, Hukum Pidana Materil, cet : II, Jakarta : Sinar Grafika, 1996, hlm. 84 73
Ibid 74
35
Pasal 285 adalah rumusan perbuatan kejahatan terhadap kesusilaan dengan
unsur kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita yang bukan
istrinya untuk bersetubuh, maka pasarl ini disebut kejahatan “Perkosaan”.75
Unsur pemberatana pidana dalam pasal ini ialah : “ dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan memaksa seorang wanita yang bukan istrinya untuk
bersetubuh”. Dalam delik ini, yang perlu dibuktikan adalah :76
a. Bentuk kekerasan atau ancaman kekerasan yang bagaimana dilakukan pelaku
sehingga persetubuhan dapat terlaksana.
b. Kekerasan atau ancaman kekrasan harus ada hubungannya langsung dengan
persetubuhan yang dilakukan pelaku.
c. Bahwa persetubuhan tersebut tidak diketahui oleh korban
d. Korban adalah bukan istrinya.
Delik yang diatur dalam pasal 285 KUHP kehendak yang dimaksud
adalah bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan dengan kekerasan
atau ancaman kekerasan. Delik perkosaan pada umum nya tidak dilakukan di
depan umum, sehingga dalam pembuktikannya akan mengalami hambatan,
kecuali di dukung oleh petunjuk yang kuat dan menurut logika dapat meyakinkan
bahwa perbuatan tersebut dapat terbukti.77 Tindak pidana yang mirip dengan pasal
285 ini adalah pasal 289 KUHP yaitu “penyerangan kesusilaan dengan perbuatan”
(feitelijke aanranding der eerbaarheid) yang isinya sebagai berikut78 :
75
Suharto, ibid, hlm. 84 76
Ibid, hlm. 85 77
Suharto, Loc.Cit 78
Wirjono, Prodjodikoro, Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Cet-II, Bandung : PT. Eresco, hlm. 123
Pasal 289 KUHP : “ barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul, dihukum karena merusakkan kesopanan dengan hukuman penjara selama-lamanya Sembilan tahun”79
Menurut komentar penulis belanda, perbuatan cabul yang dipaksakan
dalam pasal 289, merupakan pengertian umum yang meliputi perbuatan
bersetubuh dari pas