• Tidak ada hasil yang ditemukan

SPIRITUALITAS DALAM FILM (Analisis semiotika dalam Film Gandhi)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "SPIRITUALITAS DALAM FILM (Analisis semiotika dalam Film Gandhi)"

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)

SPIRITUALITAS DALAM FILM

(Analisis semiotikadalam Film Gandhi)

Skripsi

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana S-1 Jurusan Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Harry Prasetyo 20100530127

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(2)

SPIRITUALITAS DALAM FILM

(Analisis semiotikadalam Film Gandhi)

Skripsi

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana S-1 Jurusan Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Harry Prasetyo 20100530127

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(3)
(4)

iv

MOTTO

Dan (ingatlah) tatkala Tuhan engkau berkata kepada Malaikat : Sesungguhnya Aku hendak menjadikan di bumi seorang khalifah. Berkata mereka : Apakah Engkau hendak menjadikan padanya orang yang merusak di dalam nya dan menumpahkan darah, padahal kami bertasbih

dengan memuji Engkau dan memuliakan Engkau ? Dia berkata : Sesungguhnya Aku lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui

(QS. Al-Baqarah: 30)

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun. Dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur

(QS. An –Nahl: 78)

Susah dalam hidup itu mesti, sebab makna yang muncul dari susahnya hidup sangatlah tinggi (Mandar Family)

Kemuliaan manusia ada pada tingkat kesadarannya sebagai manusia (Harry Prasetyo)

Kebenaran suatu hal tidaklah ditentukan oleh berapa banyaknya orang yang mempercayainya

(KH. Ahmad Dahlan)

Setiap ajaran yang mempercayai dan meyakini kebenarannya, harus melindungi kebebasan berpikir dan berkepercayaan

(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan hasil karya dan usaha berpikir saya selama kurang lebih 1 tahun beberapa bulan

kemarin, skripsi ini akhirnya dengan spesial dapat saya persembahkan kepada orang-orang

terbaik disekitar saya terutama kepada Ibunda tercinta Sayati H. Muksin Mandar dan kepada

Ayahanda tercinta Sutopo Sukarjo. Semoga terlimpahkan kenikmatan serta kebahagiaan

dengan penuh syukur kepada Allah SWT atas segala bentuk kerja keras dan dukungan selama

ini kepada saya.

Kepada Tete Hi. Muksin Mandar yang sudah mendorong saya berhijrah ke kota Yogyakarta

untuk studi ini dan juga Nenek Hj. Aminah Yoi. Semoga Allah SWT selalu memberikan

kebahagiaan dan nikmat kesehatan kepada nene dan tete.

Kepada Mama Tua Tini Mandar, Om saya Mas’ud Mandar, Almarhum Om Muhdin Mandar,

dan Om Muhibu Mandar S.Pi yang menjadi tauladan saya dalam keluarga juga senantiasa

berada digaris perjuang menegakkan kebenaran. Semoga darah keluarga ini memiliki dan

menggapai nama besarnya dari perjuangan panjang dan atas kecintaan yang tinggi terhadap

nilai-nilai kemanusian.

Kepada mama Marbaya Mandar dengan suaminya Om Mansur Yusuf, mama Marlia Mandar

dengan suaminya Om guru Manaf Iman, dan mama Marfat Mandar dengan suaminya Om

Haris. Semoga ini menjadi berkah ditengah-tengah keluarga kita.

Kepada adik-adik saya Wahyu Aditya, Bayu Saputra, Agung, Virgiawan Mandar, Nining, Cica,

Adha, Aco, Wita, Risa dan Kiran. Semoga atas ini kakak tidak mengecewakan kalian.

Terima kasih juga kepada Om Hamit, Om Dino, Om Kalla, Mama Leha, serta Tete dan Nene di

Maba atas perhatiannya selama ini. Juga kepada saudari calon Apoteker dan Mantan Ketua

IPMHT Bandung Sitna Haruna yang selalu baik kepada saya.

Kepada juwitaku Wahidatul Rizki Selviana, S.Pd yang selalu kuat membangunkanku dari malas

(6)

vi

Kepada Akak Adam, terima kasih atas semua perhatian selama saya tiba dan berada bersama di

Jogja, dan juga Ko Mohzan Mustafa yang selalu ada buat saya. Juga Kanda Moh. Aqil Rumaday

S.IP, dan Abangku Ustad Aliman Djafar, Abang Abd Gani H Soleman S.IP, Serta Kakanda

Muhammad Yasin yang telah menjadi kakak saya selama di Jogja.

Kepada saudara, Asmir Alwi, Muh Rifais Mauraji, Aldi Rivaldi, Adik saya Aldi Rahandian yang

sudah berteman dan bakutamang deng saya selama gyana Jogja, terima kasih banyak.

Kepada sahabat terhebat saya sobat Abd. Rasid G. Ripamole semoga garis serta semangat perjuangan kita tidak pernah surut, Thank’s sobat.

Kepada seluruh teman-teman Jakfi Jogja, Teman-teman HMI Komisariat Tunas Bangsa dan

Avicena UMY serta seluruh teman-teman hijau hitam dibawah Cabang Jogja. Juga terspesial

(7)

vii

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmannirrahim.

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Segala puja dan puji patut kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Tuhan semesta alam, karena dengan kasih serta sayang-Nya, terlimpahkan kehidupan yang tiada kurang dari cinta dan tidak sedikit pun luput dari anugerah serta rahmat-Nya.

Shalawat serta Salam senantiasa tercurah kepada baginda Rasul Allah. Sang revolusi dunia yang membawa pesan kebenaran sebagai manusia sempurna dimuka bumi, ialah nabi Muhammad SAW yang denganya alam semesta raya bercahaya. Nabi suci tauladan seluruh ummat. Penulis menyadari bahwa dengan segala rahmat serta hikmah ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

Penelitian dengan judul Spiritualitas dalam Film yang penulis lakukan ini merupakan salah satu syarat untuk menempuh dan mendapatkan gelar sarjana S-1, jurusan ilmu komunikasi fakultas ilmu sosial dan ilmu politik di universitas muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian ini juga tidak terlepas dari dorongan semangat dan bantuan dari orang-orang mulia di sekeliling penulis. Maka sudah sepatutnya penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sedalam-dalamnnya dan dengan harapan terlimpahkan segenap kebahagiaan dan keselamatan dalam kehidupan mereka terutama kepada:

1. Ibu yang senantiasa mencintai anak-anaknya, ibunda tercinta Sayati H. Muksin Mandar dan Bapak yang selalu melindungi kekasih serta anak-anaknya, ayahanda terkasih Sutopo Sukarjo.

(8)

viii

3. Bapak Rektor UMY Prof. Dr. Bambang Cipto, M.A dan kepada bapak Haryadi Arief Nur Rasyid, S.IP, M.Sc selaku ketua jurusan prodi Ilmu Komunikasi UMY sekaligus juga kepada bapak Zuhdan Aziz, S.IP, S.Sn, M.Sn selaku sekretaris jurusan prodi Ilmu Komunikasi yang sudah memudahkan penulis selama proses perkuliahan di prodi Ilmu Komunikasi UMY.

Semoga penelitian ini bermanfaat dan atas segala kritik dan saran yang diberikan senantiasa penulis terima sebagai bahan pembelajaran untuk penulis terutama demi perbaikan penelitian ini.

(9)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... iii

MOTTO ... iv

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Rumusan Masalah ... 10

C.Tujuan Penelitian ... 10

D.Manfaat Penelitian ... 10

E. Kerangka Teori ... 11

1. Konsep Spiritualitas ... 11

2. Hubungan Ritual dengan Spiritualitas ... 16

3. Hubungan Keadilan dengan Spiritualitas ... 17

4. Hubungan Cinta dengan Spiritualitas ... 18

5. Film sebagai Media Konstruksi Realitas ... 20

6. Semiotika sebagai Kajian Budaya ... 24

F. Metode Penelitian ... 26

1. Jenis Penelitian ... 26

2. Objek Penelitian ... 28

3. Teknik Pengumpulan Data ... 28

4. Teknik Analisis Data ... 29

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN ... 38

A.Biografi Mahatma Gandhi ... 38

1. Silsilah Keluarga ... 38

2. Tempat Kelahiran ... 39

3. Riwayat Pendidikan ... 40

4. Pengaruh Mahatma Gandhi ... 42

B.Film Gandhi ... 48

1. Profil Film Gandhi ... 48

2. Sinopsis Film Gandhi ... 51

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 65

A.Arah Pembahasan ... 65

(10)

x

1. Ritual dalam Film ... 69

a. Doa dan Puasa sebagai Alat Perlawanan ... 70

b. Puasa sebagai Alat Penebusan Dosa ... 76

c. Doa menjadi Sandaran setiap Usaha ... 79

2. Keadilan dalam Film ... 86

a. Memandang Manusia yang Berasal dari Tuhan adalah Sama ... 86

b. Menegakkan Keadilan adalah Ketentuan Setiap Manusia ... 92

c. Keadilan itu Memberikan Tempat untuk Semua Orang ... 98

3. Cinta dalam Film ... 101

a. Cinta Mengikat Manusia menjadi Saudara ... 101

b. Cinta Melahirkan Semangat Penentangan Tanpa Kekerasan ... 105

c. Keutamaan Cinta sebagai Potensi Dasar Manusia ... 108

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN... 117

A. Kesimpulan ... 117

B. Saran ... 119

DAFTAR PUSTAKA ... 120

(11)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Peta tanda Roland Barthes ... 31

Tabel 1.2 Jarak pengambilan gambar menurut Berger ... 34

Tabel 1.3 Jarak pengambilan gambar menurut Pratista ... 34

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Mahatma Gandhi berpidato dalam kongres di Afrika Selatan ... 4

Gambar 1.2 Mahatma Gandhi bertemu anggota kongres India ... 5

Gambar 2.1 Mahatma Gandhi ... 38

Gambar 2.2 Sampul depan film Gandhi ... 48

Gambar 2.3 Richard Attenborough ... 49

Gambar 2.4 Ben Kingsley ... 51

Gambar 2.5 Mahatma Gandhi menghadiri upacara doa bersama ... 52

Gambar 3.1 Mahatma Gandhi bertemu anggota kongres India ... 70

Gambar 3.2 Mahatma Gandhi sedang duduk di lantai ... 76

Gambar 3.3 Mahatma Gandhi berbaring ditemani Mirabehn ... 79

Gambar 3.4 Mahatma Gandhi berdiskusi dengan rekan pengacara di Afrika Selatan ... 86

Gambar 3.5 Mahatma Gandhi berpidato dalam kongres di Afrika Selatan ... 92

Gambar 3.6 Mahatma Gandhi bertemu dengan pemuda berkulit putih ... 98

Gambar 3.7 Mahatma Gandhi sedang berjalan dengan Charlie Andrews ... 101

Gambar 3.8 Reaksi seorang masyarakat India yang tidak membalas penangkapan oleh tentara Inggris ... 105

(13)
(14)

xiii ABSTRAK

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Jurusan Ilmu Komunikasi

Konsentrasi Public Relation

Harry Prasetyo

20100530127

Spiritualitas dalam Film (Analisis Semiotika Spiritualitas dalam Film Gandhi)

Modernitas yang ditandai dengan lahirnya perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi faktanya tidak selalu berdampak positif bagi masyarakat. Oleh karena di sisi yang lain, hadirnya modernitas ditengah-tengah masyarakat cenderung mendorong perilaku individu manusia menjadi hedonis dan jauh dari tujuan aspek spiritual kemanusiaannya. Kecenderungan individu dalam masyarakat modern yang demikian akut ini tentu menjadi masalah tersendiri. Pada akhirnya kecenderungan ini akan membawa masyarakat pada situasi dimana masyarakatnya mengalami degradasi moral.

Upaya untuk menjawab persoalan ini setiap individu manusia harus memahami apa tujuan hidupnya dan untuk itu hal pertama dan terutama ialah individu manusia harus mengenal dirinya. Dalam hal ini, esensi manusia tidak terlepas dari jiwa. Karena manusia sebagai manifestasi Tuhan, ia mampu menjalin hubungan transenden melalui segenap usaha dan upaya yang dilakukan jiwa dengan mengarahkan kesadaran serta merealisasikannya untuk tujuan kebenaran. Kesadaran jiwa menuju kebenaran inilah yang dimaksud spiritualitas.

Penelitian yang berjudul spiritualitas dalam film ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana spiritualitas dalam film. Objek penelitian yang mengacu pada film Gandhi karya Richard Attenborough sengaja penulis angkat karena penulis menyadari bahwa film ini menggambarkan perjalanan spiritualitas Mahatma Gandhi. Hal ini penulis dapatkan melalui hasil analisa dan pembahasan dalam penelitian di mana spiritualitas dalam film digambarkan adalah jiwa yang sadar akan kedekatannya dengan Tuhan tidak akan melepaskan beberapa aspek dalam kehidupan sehari-harinya yakni ritual, keadilan dan cinta.

(15)

xiv ABSTRACT

Muhammadiyah University of Yogyakarta

Faculty of Social and Political Sciences

Department of Communication Science

The Concentration of Public Relation

Spirituality in Film (analysis of Semiotics spirituality in Film Gandhi)

Modernity is characterised by the inception of the development of science and technology in fact is not always a positive impact for the community. Therefore, on the other hand, the presence of modernity amongst the people tend to encourage individual human behavior into a hedonist and away from the goal of the spiritual aspects of his humanity. The tendency of the individual in modern society are so acute it's certainly become a problem unto it self. In the end this trend will bring the community in situations where the moral degradation of the society is experiencing.

An attempt to answer this question every individual human being must understand what the purpose of his life and for that it is first and foremost an individual man should know himself. In this case, the essence of the human soul. Because humans as manifestation of God, he was able to establish rapport transcendent through all our efforts and the efforts made and direct awareness as well as make it possible for the purpose of truth. The consciousness of the soul towards truth is spirituality.

The study, entitled spirituality in this film aims to find out how spirituality in film. Research object that refers to the film Gandhi by Richard Attenborough author intentionally lift because the author realized that the film portrays the spirituality of Mahatma Gandhi. It is the authors get through the analysis and discussion of the results in the research where spirituality in the film depicted is the soul that is aware of its proximity with the Lord won't let go some aspects in daily life likes ritual, justice and love.

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagaimana telah tampak bahwa kegersangan spiritual semakin meluas pada masyarakat modern. Lahirnya masyarakat modern tidak terlepas dari sumbangsih perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang ditandai dengan lahirnya revolusi industri hingga berpengaruh terhadap pola komunikasi masyarakat yang saat ini dikenal dengan istilah modernitas. Masyarakat modern adalah masyarakat yang dilengkapi berbagai teknologi komunikasi dan informasi yang canggih, dalam hal ini masyarakat modern juga mengalami transisi pola pikir yang semakin berkembang.

(17)

2

Spirit atau jiwa merupakan esensi manusia yang mana jika aspek ini diabaikan maka manusia akan terasing dari dirinya. Menurut pengertiannya, kata spiritual sendiri menegaskan sifat dasar manusia yaitu sebagai makhluk yang secara mendasar dekat dengan Tuhannya (Riyadi, 2014: 15). Dengan demikian spiritualitas menjelaskan keniscayaan hubungan manusia dengan Tuhan. Jiwa yang tidak menyadari hubungan kedekatannya dengan Tuhan dapat memberikan ketidakbermaknaan dalam hidup. Sebab, esensi utama dari spiritualitas yakni mampu mengarahkan hidup manusia supaya lebih bermakna sesuai dengan fitrah manusia itu sendiri. Maka kebutuhan manusia modern terhadap spiritualitas sudah menjadi keharusan untuk menjawab persoalan ini.

(18)

3

Seiring berkembangnya teknologi media, fenomena spiritualitas kemudian diangkat dalam dunia perfilman. Salah satu film yang mengangkat tema spiritualitas adalah film biografi Mahatma Gandhi yang berjudul Gandhi. Film biografi merupakan jenis film yang mengulas sejarah,

perjalanan hidup atau karir seorang tokoh, ras dan kebudayaan ataupun kelompok. Mahatma Gandhi adalah seorang tokoh atau pejuang yang memegang prinsip pantang kekerasan (ahimsa). Seperti yang dikatakan oleh Radhakrishnan bahwa Mahatma Gandhi adalah orang pertama dalam sejarah manusia yang memperluas prinsip pantang kekerasan dari tingkatan individu ke tingkatan kelompok baik dalam tatanan sosial maupun politik. Dengan demikian, film Gandhi adalah film yang menceritakan perjalanan hidup Mahatma Gandhi.

Film ini dirilis pertama kali di India pada tahun 1982 yang di sutradarai oleh Richard Attenborough. Film ini berdurasi kurang lebih 191 menit dan menceritakan perjalanan Mahatma Gandhi ketika menentang penjajahan Inggris (Rusdhie, 2011).

(19)

4

tidak berkulit putih tetapi ia duduk digerbong kereta kelas eksekutif yang menurut kedua petugas kereta tersebut tempat itu hanya untuk orang-orang yang berkulit putih.

Ketika Mahatma Gandhi bertemu dan berdiskusi dengan beberapa rekan pengacara, Mahatma Gandhi menyarankan agar sistem apartheid yang memisahkan orang-orang berdasarkan ras dan warna kulit tersebut harus dilawan. Ia katakan kepada rekan-rekannya bahwa kita adalah anak Tuhan seperti semua orang. Ia tidak menerima jika sebagian manusia menindas

sebagian manusia yang lain. Saran yang disampaikan Mahatma Gandhi akhirnya mendapat dukungan dari rekan-rekannya. Perlawanan pun dimulai dari sebuah kongres terbuka.

Gambar 1.1 Mahatma Gandhi berpidato dalam kongres di AfrikaSelatan.

(20)

5

karena itu simbol yang membedakan orang menjadi berkasta-kasta harus dihapuskan.

Selain penentangan di atas, scene lain dari penentangan yang dilakukan Mahatma Gandhi adalah penentangannya terhadap Undang-Undang Penangkapan Tanpa Jaminan dan Pemenjaraan Otomatis untuk Kepemilikan Benda-Benda yang di anggap Menghasut yang dibuat oleh pemerintah Inggris. Mahatma Gandhi menawarkan gaya penentangan yang mengejutkan para anggota kongres. Sebab, ia akan mengajak seluruh penduduk negeri India untuk menjadikan hari itu sebagai hari do‟a dan puasa. Ini adalah bentuk penentangan yang dia sampaikan kepada rekan kongres di dalam ruangan tersebut.

Gambar 1.2 Mahatma Gandhi bertemu anggota kongres India.

(21)

6

Melihat karakter perlawanan yang dibangun oleh Mahatma Gandhi tersebut, secara sadar terlihat adanya suatu kesadaran yang berjalan vertikal yakni kesadaran ia sebagai manusia yang selalu bergantung pada Tuhannya dalam kondisi seperti apa pun. Menyitir pernyataan Mahatma Gandhi dalam bukunya yang berjudul semua manusia bersaudara bahwa percobaan spiritual yang dia lakukan memberikan kekuatan untuk terjun di bidang politik (Gandhi, 2009: 1). Dengan itu dapat pula dikatakan bahwa ritual juga menjadi salah satu suplemen terhadap gaya perlawanan tanpa kekerasan yang ia bangun dan menegaskan bahwa upaya-upaya yang dilakukan Mahatma Gandhi dalam perjuangan menegakkan keadilan dengan pantang terhadap kekerasan berangkat dari suatu kesadaran spiritual.

(22)

7

Mahatma Gandhi dalam film ini digambarkan sebagai seorang sosok yang religius, mempunyai sifat jujur, ikhlas, sederhana, dermawan, pemberani, dan bijaksana serta dipenuhi kelembutan dalam tutur kata maupun sikapnya. Hal ini pula yang mencerminkan tingginya tingkat spiritualitas Mahatma Gandhi. Ia menghargai perbedaan dan selama hidupnya ia selalu ingin menuju kebenaran, dengan taat dalam berkeyakinan, menegakkan keadilan, cinta, dan pantang kekerasan. Suatu ketika Ia berkata ketika aku putus asa, aku ingat bahwa sepanjang sejarah kebenaran dan

cinta selalu menang. Ada banyak tirani dan pembunuhan, sejenak seolah

tidak terkalahkan, tetapi pada akhirnya mereka selalu kalah. Kapanpun kau

dalam keraguan apakah jalan Tuhan adalah jalan yang sudah ditetapkan

untuk dunia, dan kemudian cobalah untuk menjalaninya sesuai jalannya.

Pernyataan ini memiliki maksud jika kebatilan dilawankan dengan kebenaran, maka kebenaranlah yang akan menjadi pemenangnya.

(23)

8

Penelitian-penelitian terdahulu tentang spiritualitas telah dilakukan oleh Adil Sastrawan pada tahun 2010. Penelitian yang diambil berjudul Spiritualitas Dalam Novel Bilangan Fu. Peneliti bermaksud untuk mengetahui nilai-nilai spiritualitas dalam karya sastra novel bilangan fu. Adil Sastrawan sendiri melakukan penelitian menggunakan teknik analisis data dengan cara analisis content / isi. Peniliti yang satu ini ingin mengetahui makna spiritualitas dan melihat relevansi kebutuhan adikodrati manusia ketika dihadapkan dengan zaman yang semakin modernis.

Adapun penelitian terdahulu tentang spiritualitas, yakni oleh Wahyu Supartana pada tahun 2014. Penelitian ini berjudul Spiritualitas Kristen dalam Film Soegija. Persoalan yang diangkat dalam penelitian ini adalah moralitas yang semakin jauh dari karakter masyarakat Indonesia yang beradab dan bermartabat. Dimana spiritualitas merupakan jalan untuk mengembalikan kecenderungan tindakan yang menjauhkan kesadaran nilai-nilai kemanusiaan. Di dalam penelitian ini, peneliti memandang spiritualitas Kristen tidak terlepas dari agama karena agama adalah salah satu jalan untuk mengenal spritualitas dengan baik.

(24)

9

spiritualitas sehingga mempertegas tujuan penulis dalam menyusun penelitian ini.

Kaitan dengan persoalan tersebut pada dasarnya penulis akan melihat fenomena dalam film ini yang diyakini sebagai spiritualitas. Karena apa yang disampaikan melalui film ini terdapat fenomena berupa tindakan, ajakan dan seruan seorang manusia untuk melaksanakan ritual keagamaan, melawan ketidakadilan dengan menegakkan keadilan, dan menjadikan cinta sebagai landasan perjuangan sehingga tertabur kasih sayang di sekeliling kehidupannya. Tentunya fenomena menarik yang terdapat dalam film ini memanggil penulis untuk menjadikan masalah ini sebagai pokok-pokok yang penting untuk diteliti.

Adapun kesadaran penulis memilih tema spiritualitas ini karena posisi penulis sebagai generasi muda melihat begitu kompleksnya tantangan zaman salah satunya bagaimana menyikapi pengaruh modernitas yang rentan dengan perilaku-perilaku menyimpang seperti perilaku kekerasan serta perilaku yang cenderung amoral.

(25)

10

semata. Film yang mendapatkan penghargaan 8 piala Oscar dari 11 nominasi ini merupakan objek kajian yang menarik karena selain dari tokoh yang diangkat dalam cerita tersebut dikenal sebagai tokoh spiritual, film ini juga begitu jelas menggambarkan spiritualitas yang diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga penulis meyakini bahwa spiritualitas dalam film dengan memilih film Gandhi merupakan pilihan judul yang tepat untuk menggali lebih dalam makna-makna spiritualitas yang tersampaikan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan latar belakang masalah tersebut maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana spiritualitas yang digambarkan dalam film Gandhi.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana spiritualitas yang digambarkan dalam film Gandhi.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

(26)

11

b. Mengembangkan subjek kajian ilmu komunikasi khususnya berkaitan dengan analisis semiotika dalam film.

2. Manfaat Praktis

a. Menjadi bahan evaluasi karya ilmiah terutama dalam melihat spiritualitas dalam film.

b. Menunjang referensi karya ilmiah selanjutnya yang fokus pada pencarian makna-makna spiritualitas dalam film dengan menggunakan pendekatan semiotika.

E. Kerangka Teori

1. Konsep Spiritualitas

Spiritualitas secara bahasa berasal dari kata spirit yang berarti jiwa (Poerwadarminta, 1986: 963). Sedangkan secara harfiah, spiritualitas berarti mencangkup nilai-nilai kemanusiaan yang non material seperti kebenaran, kebaikan, keindahan, kesucian, cinta, rohani dan intelektual (Partanto, 1994: 721).

(27)

12

Manusia merupakan poros dari pembahasan spiritual yang di dalamnya meliputi setiap pengalaman terutama yang berkaitan dengan pengalaman jiwa. Pernyataan ini didukung kuat oleh aliran psikologi humanistik yang berpandangan bahwa manusia bukan hanya makhluk biologis saja, melainkan juga sebagai insan yang memfokuskan perbaikan kualitas-kualitas pribadi seperti kemampuan abstraksi, aktualisasi diri, makna hidup, pengembangan diri dan kemampuan dalam estetika. Kualitas ini khas dan tidak dimiliki oleh makhluk lain. Aliran psikologi ini memandang manusia sebagai makhluk yang memiliki otoritas atas kehidupannya sendiri serta memiliki kapasitas intelektual luar biasa dengan kebebasan yang luas.

Tasmara (2001) menambahkan bahwa manusia yang memiliki kecerdasan spiritual atau kecerdasan qalbu tindakannya lebih manusiawi, sehingga dapat menjangkau nilai-nilai luhur yang mungkin belum tersentuh oleh akal maupun fikiran manusia. Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan tertinggi manusia serta menjadi landasan utama yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif.

(28)

13

seharusnya memiliki wujud keharmonisan antara spiritualnya dengan realitas yang ada. Untuk mencapai kondisi tersebut dibutuhkan adanya pengetahuan.

Pengetahuan merupakan hal dasar dalam diri manusia sebagai wujud spiritual dan realitas serta menjelaskan kedudukan manusia sebagai khalifah yang berarti adanya keseimbangan aspek lahir dan batin manusia juga dengan pengetahuan. Gagasan ini dilengkapi dengan pernyataan Al-Hujwiri tentang pengetahuan. Ia mengatakan bahwa pengetahuan itu terdiri dari dua aspek, yaitu aspek luar dan aspek dalam. Ibadah adalah aspek luar, sedangkan aspek dalamnya adalah keikhlasan.

Sementara itu, Stoll (1989) dalam Kozier dan Wilkinson menyatakan bahwa spiritualitas merupakan suatu konsep dua dimensi yaitu dimensi vertikal dan dimensi horizontal. Dimensi vertikal merupakan hubungan individu dengan Tuhan Yang Maha Esa yang menuntun kehidupan seseorang. Sedangkan, dimensi horizontal merupakan hubungan seseorang dengan diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

(29)

14

Spiritual menegaskan sifat dasar manusia yaitu sebagai makhluk yang dekat dengan Tuhannya, paling tidak selalu mencoba berjalan ke arah-Nya. Dalam ungkapan Ibn Arabi, manusia adalah majlahu, tempat di mana Tuhan menampakkan diri. Manusia hendaknya terus berproses dari keadaan sudah menjadi menjadi keadaan akan menjadi agar manusia merasa dirinya bukan

siapa-siapa dan menatap masa depan dengan penuh optimisme. Spiritualitas juga menunjukkan sifat dasar manusia sebagai wujud yang religius. Hal ini sekaligus menampik pandangan barat yang menekankan paham materialistik semata. Spiritualitas menjelaskan manusia sebagai sosok yang menyadari akan diri dan Tuhan serta telah menemukan keseimbangan dalam hidup (Riyadi, 2014: 76).

Spiritualitas dalam diri manusia berporos pada jiwa, sesuatu yang non materi dan mandiri. Jiwa secara kodrati mampu menyerap kesadaran vertikal secara langsung. Namun tidak dapat dilepaskan bahwa jiwa perlu didukung oleh akal, organ-organ biologis lainnya. Meski demikian, jiwa manusia memiliki kemandirian dalam pencapaiannya. Dalam artian bahwa konsep-konsep universal jiwa seperti kebebasan, kebenaran, keadilan, dan kebaikan secara langsung bersemayam dalam jiwa tetapi akan dapat terwujudkan dalam realitas melalui suatu hubungan yang harmonis. Tuhan manusia dan alam semesta harus memiliki hubungan yang harmonis.

(30)

15

dari kesadaran spiritual yakni kebebasan, keadilan, kebenaran, dan kebaikan. Nilai-nilai universal tersebut digambarkan didalam karya film yang berjudul Gandhi. Film ini menjelaskan bahwa kekuatan manusia berada pada jiwanya

dan untuk itu hal yang utama dilakukan adalah memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan yang universal. Spiritualitas merupakan jiwa yang merdeka, berkeadilan, dan berperikemanusiaan dalam realitas sehingga dapat membimbing manusia menuju kebahagiaan hakiki dalam kehidupan.

Sementara pantang kekerasan yang terdapat dalam film Gandhi merupakan bentuk perwujudan fitrah manusia yang tinggi karena pada dasarnya fitrah manusia dipenuhi rasa kasih sayang yang harus dilatih dan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Sementara menurut Said Agil Siradj, mengatakan bahwa dalam ajaran agama-agama di dunia semuanya anti kekerasan (Siradj, 2013: 318).

(31)

16

2. Hubungan Ritual dengan Spiritualitas

Pada dasarnya ritual merupakan suatu aktivitas yang menggambarkan keberagamaan setiap orang yang mempunyai keyakinan terhadap sesuatu dan menjadi segala pergantungan dalam hidupnya. Pernyataan ini sejalan dengan pendapat Emile Durkheim bahwa susunan tiap masyarakat dari beribu-ribu suku bangsa yang berbeda-beda di muka bumi ini telah menentukan adanya beribu-ribu bentuk agama, yang perbedaannya tampak dalam upacara-upacara kepercayaan dan mitologinya (Fajri, 2012: 11). Pada umumnya ritual dalam setiap keyakinan dan agama tertentu berbeda-beda. Namun perbedaan ini tidak serta selalu meniscayakan ritual setiap keyakinan dan agama mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Dalam artian bahwa di satu sisi, ritual merupakan jenis ibadah yang menggambarkan segi statis dari ibadah yang tidak dapat dipengaruhi oleh kecenderungan umum atau majunnya masyarakat (Shadr, 2015: 9).

(32)

17

Berkenaan dengan ibadah, ia bukan hubungan manusia dengan alam seperti layaknya hubungan petani dengan sawah, sehingga dapat dipengaruhi oleh perkembangan atau kemajuan zaman. Tetapi ibadah merupakan hubungan antara manusia dengan Tuhan. Hubungan ini mengandung peranan spiritual yang mengarahkan hubungan manusia dengan manusia karena kita ketahui bahwa ritual yang benar merupakan ekspresi praktis keterkaitan dengan Yang Mutlak (Shadr, 2015: 12-13-32).

3. Hubungan keadilan dengan Spiritualitas

(33)

18

Rawls mendefinisikan keadilan sebagai kebajikan utama dalam institusi sosial, sebagaimana kebenaran dalam sistem pemikiran. Menurutnya suatu hukum dan institusi, tidak peduli betapapun efisien dan rapinya, harus direformasi atau dihapuskan jika tidak adil. Atas dasar definisi tersebut keadilan menolak segala lenyapnya kebebasan yang ingin diperoleh oleh orang lain. Keadilan tidak membiarkan pengorbanan yang dipaksakan pada segilintir orang diperberat oleh sebagian besar keuntungan yang dinikmati oleh banyak orang. Karena itu, dalam masyarakat yang adil kebebasan warga negara dianggap mapan dan hak-hak yang dijamin oleh keadilan tidak tunduk pada tawar-menawar politik atau kalkulasi kepentingan sosial (Rawls, 2011: 3-4).

Manusia sebagaimana ia adalah manifestasi Tuhan maka di dalam jiwanya terdapat sifat-sifat ke-Tuhan-an. Keadilan sebagai satu dari sekian banyak sifat tentu menjadi perangai dan landasan manusia dalam bertindak. Tindakan manusia yang berlandaskan pada keadilan memiliki pengaruh yang kuat terhadap kemaslahatan hidup manusia oleh karena tindakan ini menolak kezaliman dibalik itu.

4. Hubungan Cinta dengan Spiritualitas

(34)

19

itu mengilhami; dari sisi pandang emosi, cinta mengeraskan kemauan dan tekad. Dan bila cinta bangkit ke aspeknya yang tertinggi, cinta membawa mukjizat dan keajaiban. Cinta membersihkan rohani dan tingkah jasad, atau dengan kata lain, cinta adalah pencahar yang membuang sifat-sifat aib, seperti egoisme atau sikap dingin tawar, iri hati, serakah, pengecut, penghayal serta sifat suka memuji diri sendiri. Cinta mencabut sifat dendam dan dengki, meskipun frustasi dan putus cinta dapat menimbulkan kompleks dan yang tidak disukai (Muthahhari, 2015: 41)

Haidar Bagir (2012: 81) mengungkapkan bahwa cinta merupakan tanda Allah yang paling agung. Karena sesungguhnya, yang merangkum semua sifat Allah adalah cinta. Dalam ungkapan tersebut ia menyimpulkan dengan kalimat Tuhan adalah cinta. Konsep cinta (mahabbah) lebih dimaksudkan sebagai bentuk cinta kepada Tuhan (Nasution, 1973: 74). Meski demikian, cinta kepada Tuhan juga akan melahirkan bentuk kasih sayang kepada sesama, bahkan kepada seluruh alam semesta.

(35)

20

kita cintai. Dengan memberi dan berbuat baik pada manusia, kita pun akan mendapatkan cinta dari Tuhan.

5. Film sebagai Media Konstruksi Realitas

Film adalah hasil daya cipta manusia dan tengah menjadi bagian dari masyarakat. Dalam perkembangannya film termasuk salah satu media massa yang memiliki kemampuan menjangkau khalayak luas atau heterogen. Denis McQuail (2000 :17) menjelaskan dalam buku Mass Communication Theory,

„Media Massa‟ adalah Istilah untuk menggambarkan alat komunikasi yang

beroperasi dalam skala besar, luas dan melibatkan hampir semua orang dalam masyarakat baik kalangan atas maupun bawah.

(36)

21

Dalam kajian analisis teks media film merupakan media yang digunakan untuk mengkonstruksi realitas. Seperti yang dikatakan Sobur, pekerjaan media adalah mengkonstruksi realitas. Realitas dalam film tidak murni diangkat dari realitas objektif. Sebab realitas tersebut telah dikonstruksi atau merupakan hasil dari kecenderungan pikiran, nilai-nilai tertentu yang ingin disampaikan. Ia tidak terlepas dari suatu bangunan konseptual maupun ideologi. Realitas media diciptakan berdasarkan pada keinginan, kepentingan dan kecenderungan media dalam menyampaikannya kepada khalayak. Untuk mengetahui apa itu realitas bisa merujuk pada pernyataan Wignjosoebroto dalam (sobur 2009: 186).

Apakah realitas itu? Realitas adalah sebuah kata berasal dari res yang

berarti benda, yang kemudian menjadi realis yang berarti „sesuatu yang

membeda, aktual dan/atau mempunyai wujud.

Pengertian di atas memberikan artian bahwa realitas tidak berada pada wilayah imajinasi atau pemikiran namun ia memiliki wujud yang bisa disentuh dengan inderawi manusia. Realitas merupakan benda yang berada diluar diri manusia yang memiliki sifat gerak dan berubah. Film merupakan media yang yang menggunakan suara dan gambar-gambar bergerak.

(37)

22

dan stock of knowledge dari proses sosialisasi yang menyediakan orientasi dalam menginterpretasikan obyek-obyek dan peristiwa sehari-hari. Hal ini tidak memiliki makna universal atau inheren yang jauh dari kerangka yang sudah ditentukan (Noviani, 2002: 49).

Piliang melihat realitas sebagai sebuah konsep yang kompleks yang sarat dengan pertanyaan filosofis. Ada sebuah konsep filosofis yang mengatakan bahwa yang kita lihat bukanlah realitas melainkan representasi atau tanda dari realitas yang sesungguhnya yang tidak dapat kita tangkap. Mengenai hal ini Menurut Zak van Strateen, yang dapat kita tangkap hanyalah tampilan dari realitas dibaliknya (Sobur, 2012: 93).

Sekarang persoalannya adalah apakah film biografi Mahatma Gandhi merupakan suatu realitas media yang realitasnya sudah dikonstruksi. Realitas dalam paradigma konstruktivis merupakan konstruksi sosial yang diciptakan oleh Individu (Bungin, 2008: 11). Individu menjadi mesin produksi yang mengkonstruksi dunia sosialnya. Dunia sosial menjadi wahana dalam merepresentasikan sikap individu melalui aktualisasi diri disetiap lingkungan sosial sehingga menjadi realitas sosial.

(38)

23

yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif. Berger dan Luckman memulai penjelasan realitas sosial dengan memisahkan pemahaman dengan

“kenyataan” dan “pengetahuan”. Mereka mengartikan realitas sebagai kualitas sendiri dan memiliki keberadaan yang tidak bergantung kepada kehendak tertentu. Sementara pengetahuan didefinisikan sebagai kepastian bahwa realitas-realitas itu nyata dan memiliki karakteristik yang spesifik. Namun mereka memandang masyarakat dan institusi sosial sebagai hasil dari definisi subjektif melalui proses interaksi meskipun keberadaannya terlihat nyata secara objektif. Sedangkan tolok ukur objektifitas adalah melalui penegasan berulang-ulang yang diberikan oleh orang lain yang memiliki definisi subjektif yang sama. Sedangkan pada tingkat generalitas paling tinggi, manusia menciptakan dunia dalam makna simbolik yang universal, yaitu pandangan hidupnya yang menyeluruh, yang memberi legitimasi dan mengatur bentuk-bentuk sosial serta memberi makna pada berbagai bidang kehidupan (Sobur, 2012: 91).

(39)

24

berpengaruh kuat terhadap pembentukan makna atau citra tentang suatu realitas.

6. Semiotika sebagai Kajian Budaya

Secara etimologis istilah semiotik berasal dari kata Yunani semeion

yang berarti “tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang

atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya dan dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain (Eco, 1979: 16). Sedangkan secara terminologis semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, dan seluruh kebudayaan sebagai tanda (Eco, 1979: 6).

Van Zoest (1996: 5) mengartikan semiotik sebagai “ilmu tanda” (sign)

(40)

25

untuk mempertemukan dengan kebutuhan masyarakat dalam sebuah kebudayaan. Yang ketiga adalah kebudayaan di mana kode-kode dan lambang itu beroperasi (Sobur, 2012: 94).

Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari tanda. Mulai dari manusia lahir hingga mati senantiasa dihadapkan oleh berbagai tanda. Tanda itu sendiri semacam pemandangan abadi dalam kehidupan manusia. Sebagai mahluk sosial, manusia membentuk kelompok dan setiap kelompok mempunyai ciri khas dan kebudayaan masing-masing. Namun kebudayaan apa pun dalam setiap masyarakat tidak akan terlepas dari tanda. Dapat pula dikatakan bahwa manusia tercipta dengan segala potensi yakni instrumen pengetahuan dapat menangkap segala realitas yang ada disekelilingnya sementara akal manusia dengan makna yang ada juga memiliki hubungan dengan realitas. Makna membutuhkan instrumen untuk dipahami yakni menggunakan bahasa.

(41)

26

yang dikomunikasikan berdasarkan relasi-relasi. Semiotika dalam sejarah linguistik merujuk pada bidang studi yang mempelajari makna atau arti dari suatu tanda atau lambang. Tanda-tanda adalah basis dari seluruh komunikasi (Littlejohn, 1996: 64).

Semiotika belakangan ini menunjukkan perhatian besar dalam produksi tanda yang dihasilkan oleh masyarakat linguistik dan budaya. Setiap kebudayaan memiliki realitas sosial yang konvensi-konvensi di dalamnya berbeda. Tanda merupakan bagian dari keseluruhan peristiwa yang terdapat di dalam suatu masyarakat. . Suatu tanda menandakan sesuatu selain dirinya sendiri, dan makna ialah hubungan antara suatu objek atau tanda idea dan suatu tanda (Littlejohn, 1996: 64). Berbicara tentang tanda tidak terlepas dari konteks-konteks atau kondisi-kondisi sosial masyarakat. Melihat pandangan yang diberikan dari berbagai pemikir tersebut maka setiap usaha mempelajari semiotika atau memaknai suatu tanda pada dasarnya merupakan upaya mengkaji suatu kebudayaan.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

(42)

27

meneliti makna yang termuat dalam media massa, dalam hal ini adalah termasuk makna dari tanda-tanda yang tersajikan dalam film. Hal ini sejalan dengan apa yang dinyatakan oleh Kurniawan (2001: 81) bahwa semiologi Roland Barthes kerap digunakan dalam kajian-kajian kebudayaan meliputi kesusastraan, perfilman, busana dan berbagai fenomena kebudayaan lainnya.

Fiske (2007: 282) menambahkan makna dari semiotika yaitu studi tentang tanda dan makna dari sistem tanda, ilmu tentang tanda, tentang bagaimana makna dibangun dalam teks media. Sementara itu, Langer memandang makna sebagai sebuah hubungan yang kompleks di antara simbol, objek, dan manusia yang melibatkan makna bersama serta makna pribadi (John dan Foss, 2009: 155). Secara teknis analisis semiotika mencangkup klasifikasi tanda-tanda yang dipakai dalam komunikasi, yang menggunakan kriteria sebagai dasar kualifikasi serta menggunakan analisa tertentu untuk membuat prediksi (Sobur, 2001: 63).

(43)

28 2. Objek Penelitian

Objek yang akan diteliti yakni film Gandhi karya Richard Attenborough yang diproduksi pada tahun 1982. Penulis memilih film

Gandhi karena film ini menceritakan perjalanan Mahatma Gandhi ketika

menentang penjajahan Inggris yang berangkat dari kesadaran spiritual. 3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data yang relevan dengan tujuan penelitian maka penulis menggunakan beberapa teknik dalam mengumpulkan data dalam penelitian ini yang terdiri dari data primer dan sekunder. Penjelasan terperinci mengenai teknik pengumpulan data yakni sebagai berikut:

a. Data Primer

Kategori ini berupa dokumentasi yang digunakan untuk mendapatkan data dari film Gandhi dengan proses print screen menggunakan media snipping tool. Caranya adalah setelah menyaksikan film Gandhi dengan seksama, peneliti memilih dan mengkategorisasi beberapa scene yang merujuk pada tema yang diteliti. Kemudian dilakukan proses snipping tool atau membekukan objek video menjadi format gambar. Data yang berasal dari film Gandhi merupakan data primer dalam penelitian karena data ini diambil langsung dari objek penelitian.

b. Data Sekunder

(44)

29

e-book dan jurnal, serta sumber-sumber lain yang merujuk pada penelitian

ini. Sumber data dari studi pustaka merupakan data sekunder dalam penelitian karena menjadi data pendukung dalam suatu penelitian.

4. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan rangkaian kegiatan penelaahan, pengelompokan, penafsiran dan verifikasi data agar sebuah fenomena memiliki nilai sosial, akademis dan ilmiah. Penelitian kualitatif tidak memiliki teknik analisis yang baku (seragam) dalam melakukan analisis data (Mulyana, 2004: 180). Pernyataan ini sejalan dengan pendapat Pawito (2008:101) bahwa analisis data pada dasarnya dikembangkan dengan maksud memberikan makna (making sense of) terhadap data, menafsirkan (interpreting), atau mentransformasikan (transforming) data ke dalam bentuk-bentuk narasi yang berakhir pada kesimpulan-kesimpulan final.

Dalam menganalisis data penulis menggunakan pendekatan semiotika yang dikembangkan oleh Roland Barthes yaitu dengan menggunakan sistem pemaknaan denotasi, konotasi dan mitos. Berger menjelaskan bahwa dalam semiologi makna denotasi dan konotasi memegang peranan yang sangat penting jika dibandingkan dengan peranannya dalam ilmu linguistik. Makna denotasi bersifat langsung, dan dapat disebut sebagai gambaran dari suatu petanda. Sedangkan makna konotasi dihubungkan dengan kebudayaan yang

(45)

30

semacam mitos atau petunjuk mitos (yang menekankan makna-makna tersebut) sehingga dalam banyak hal (makna) konotasi menjadi perwujudan mitos yang sangat berpengaruh (Berger, 2010: 65).

Denotasi adalah hubungan yang digunakan di dalam tingkatan pertama pada sebuah kata yang secara bebas memegang peranan penting di dalam ujaran (Lyons dalam Pateda, 2001: 98). Makna denotatif pada dasarnya meliputi hal-hal yang ditunjuk oleh kata-kata (yang disebut sebagai makna referensial). Makna denotatif suatu kata ialah makna yang biasa kita temukan dalam kamus. Harimurti Kridalaksana (2001: 40) mendefinisikan denotasi sebagai makna kata atau kelompok kata yang didasarkan atas penunjukkan yang lugas pada sesuatu di luar bahasa atau yang didasarkan atas konvensi tertentu dan bersifat obyektif. Sedangkan konotasi diartikan sebagai aspek makna atau sekelompok kata yang didasarkan atas perasaaan atau pikiran yang timbul atau ditimbulkan pada pembicara (penulis) dan pendengar (pembaca) (Sobur, 2009: 263). Selanjutnya, terdapat pandangan yang menyatakan bahwa jika denotasi adalah sebuah kata adalah definisi objektif kata tersebut, maka konotasi sebuah kata adalah makna subjektif atau emosionalnya (Devito, 1997: 125).

(46)

31

Janses dalam Sobur, 2004: 43). Barthes juga menguraikan bahwa konotasi yang terkandung dalam mitologi-mitologi tersebut biasanya merupakan hasil konstruksi yang cermat (Cobley & Janses dalam Sobur, 2004: 4).

Semiotika menjadi alat untuk menganalisis data karena data yang akan dianalisis adalah tanda atau bahasa. Pada dasarnya film merupakan unit bahasa yang terdiri dari sistem bahasa dan bagaimana bahasa itu bekerja. Di dalam film Gandhi, sistem bahasa dibangun atas dua makna tanda yaitu denotatif dan konotatif. Gambar yang tampak secara mekanis dalam film tersebut merupakan tanda denotatif sementara yang melatarbelakangi tanda tersebut adalah suatu ideologi, wacana dan mitos yang dimaknai sebagai tanda konotatif.

Selanjutnya, Barthes menciptakan tahapan-tahapan bagaimana tanda bekerja yaitu sebagai berikut:

Tabel 1.1 Peta tanda Roland Barthes

1. Signifier

(penanda)

2. Signified

(petanda)

3. Denotative Sign

(tanda denotatif)

4. Connotative Signifier

(penanda konotatif) 5. Connotative Signified (petanda konotatif)

6. Connotative Sign

(tanda konotatif)

(47)

32

Berdasarkan Tabel 1.1 terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Disaat bersamaan tanda denotatif (3) adalah juga sebagai penanda konotatif (4). Tanda-tanda yang dimaksudkan adalah tanda yang mengarah pada makna yang dituju dalam tiap scene. Selanjutnya tanda harus diklasifikasikan menjadi penanda dan petanda, yang kemudian diperoleh maknanya. Pembacaan teks tersebut oleh Barthes dinamakan sebagai deskripsi struktur (structural description). Deskripsi tersebut berfungsi untuk menganalisis lebih mendalam teks yang terlihat natural, padahal teks tersebut diada-adakan (arbitrer).

Peta tanda Barthes berfungsi sebagai acuan dan batasan bagi peneliti dalam melakukan penelitian. Pertama, mengidentifikasi penanda dan petanda yang terdapat dalam film Gandhi, yakni memaknai tanda-tanda tersebut di level pemaknaan denotatif dan selanjutnya memaknai ke tingkatan yang lebih jauh yakni pemaknaan konotatif, yang akhirnya dihubungkan dengan mitos yang berkembang di masyarakat.

Makna dalam penelitian ini akan diidentifikasi berdasarkan tanda-tanda yang terdapat dalam film baik yang berada di permukaan maupun yang tersembunyi. Adapun tanda yang dapat diamati dalam penelitian ini adalah tanda-tanda verbal dan non-verbal. Tanda verbal adalah tanda dari bahasa teks yang ada di film, sedangkan tanda non verbal adalah tanda minus kata.

(48)

33

Penelitian ini berusaha untuk mencari tanda-tanda spiritualitas yang terdapat di film Gandhi melaui dialog-dialog atau scene-scene tokoh utama yang terdapat dalam film tersebut dengan menggunakan signifikasi dua tahap Roland Barthes. Signifikasi merupakan suatu proses yang memadukan penanda dan petanda sehingga menghasilkan tanda-tanda atau simbol-simbol (Budiman, 1999: 62).

Untuk mendukung analisis signifikasi dua tahap Roland Barthes, peneliti menggunakan aspek-aspek teknis yakni sudut kamera atau sudut pandang kamera dan jarak pengambilan gambar. Sudut kamera adalah sudut pandang kamera terhadap frame yang dibagi menjadi tiga yakni sebagai berikut:

1. High Angle, yakni kamera melihat objek dalam frame yang berada di bawahnya. Teknik ini mampu membuat sebuah objek seolah tampak lebih kecil, lemah serta terintimidasi.

2. Straight on Angle, yakni kamera melihat objek dalam frame secara lurus. Teknik ini membuat objek berada pada kondisi normal.

(49)

34

Tabel 1.2 Jarak pengambilan gambar menurut Berger

Penanda Definisi Petanda

Close Up (CU) Wajah keseluruhan (sebagai objek)

Keintiman, tetapi tidak sangat dekat. Bisa juga menandakan bahwa objek sebagai inti cerita

Medium Shot Setengah badan Hubungan personal antar

tokoh dan menggambarkan kompromi yang baik

Long Shot Seting dan karakter (shot penentuan)

Konteks, skop dan jarak public

Full Shoot Seluruh objek Hubungan sosial

Sumber: Berger, 2000: 33.

Lebih lengkapnya Pratista memperkenalkan tujuh cara pengambilan gambar dalam produksi film antara lain: Extreme Long Shot, Long Shot, Medium Long Shot, Medium Shot, Medium Close Up, Close Up, Extreme

dan Close Up. Dari ke-7 cara pengambilan gambar tersebut 4 diantaranya telah disebutkan oleh Berger. Berikut adalah tabel sekaligus penjelasan mengenai cara pengambilan gambar yang akan digunakan untuk menganalisis film dalam penelitian ini.

(50)

35

(MCU)

Medium Close-Up Dari dada ke atas

Hubungan personal yang

Sumber: Pratista, 2008: 105-106

Berikut ini merupakan penjelasan secara terperinci dari cara pengambilan gambar tersebut :

Close-Up (CU)

Arah kamera yang dekat dan memperlihatkan bagian kecilnya saja, tetapi merupakan kesatuan yang utuh dari objek, misalnya : wajah, tangan, kaki yang mendukung untuk mengungkapkan arti simbolik dari objek yang digambarkan. Close-up dapat memberikan efek yang kuat serta pengambilan konsentrasi pada suatu titik, sehingga mudah menimbulkan rangsangan, reaksi, tanggapan dan emosi yang dapat menimbulkan informasi terhadap nilai yang tidak mungkin terlihat oleh penonton.

Medium Shot (MS)

(51)

36 Long Shot (LS)

Pengambilan gambar dengan teknik biasanya memperlihatkan setting dan karakter yakni menunjukkan adegan suasana pemandangan atau lingkungan secara keseluruhan dan menjelaskan posisi objek pada suatu tempat yang dapat dikenali.

Full Shot (FS)

Pengambilan gambar yang menekankan sosok dengan keseluruhan bagian. Bertujuan menjelaskan obek misalnya : penokohan, yang akan berfungsi menjelaskan secara utuh keadaan tokoh. Full shot juga dapat menjelaskan atau menunjukkan lokasi tempat di mana adegan itu berlangsung.

Extreme Long Shot (ELS)

Teknik ini digunakan untuk pengambilan gambar dengan jarak yang sangat jauh, sehingga wujud fisik manusia nyaris tidak terlihat. Pengambilan gambar semacam ini biasanya digunakan untuk menunjukkan sesuatu hal yang besar.

Medium Long Shot (MLS)

Teknik ini digunakan untuk pengambilan gambar dari bagian lutut sampai ke atas, dengan memperlihatkan gerakan manusia yang relatif seimbang dengan lingkungan sekitar.

(52)

37

Pengambilan gambar dengan teknik ini yaitu memperhatikan jarak kamera dengan objek manusia semakin dekat yaitu dari dada ke atas, lingkungan sekitar yang menjadi background sedikit tertutup oleh badan manusia yang mendominasi frame.

Extreme Close-Up (ECU)

(53)

38 BAB II

DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

A. Biografi Mahatma Ghandi 1. Silsilah Keluarga

Mahatma Gandhi bernama lengkap Mohandas Karamchand Gandhi juga sering dipanggil Mahatma Gandhi dalam bahasa Sansekerta artinya jiwa yang agung.Ia dilahirkan pada tanggal 2 oktober 1869 di Porbandar (Fischer, 1976: 11).

Gambar 2.1 Mahatma Gandhi ( Sumber: http://www.politicoscope.com/- indiamahatma- gandhi-biography-and-profile/

diakses tanggal 13 Desember 2015.

(54)

39

merupakan hasil pernikahan dari istri ke empat.Ibu Mahatma Gandhi bernama Putlibai.Ia merupakan wanita yang amat saleh yakni tercermin dari aktivitas-aktivitas kesehariannya seperti bermatiraga (Gandhi, 1948: 8).

Keluarga Mahatma Gandhi termasuk dalam sub kasta Banya yang dimasukkan dalam kasta Waisya. Penempatan kasta Waisya salah satunya berasal dari nama Gandhi dalam bahasa Gujarat berarti grosir yang termasuk dalam sub kasta besar yang terdiri dari pemilik toko dan orang-orang yang meminjamkan uang. Dari keluarga yang ia miliki Mahatma Gandhi mendapat gambaran tentang nilai dasar kehidupan di Porbandar. Mahatma Gandhi waktu masih muda memiliki dorongan ingin tahu yang tinggi terhadap hal yang tidak disukainya seperti belajar bahasa Sansekerta yang merupakan bahasa dalam agama Hindu Vaishana serta ia juga tidak terlalu menyukai puasa yang dilakukan oleh ibunya.

Mahatma Gandhi menikah pada usia 13 tahun dengan Kasturba Gandhi. Istri Mahatma Gandhi merupakan anak dari seorang pedagang dari kelompok banya dari Porbandar (Vehta, 2011: 167).

2. Tempat Kelahiran

(55)

40

penduduk terbuat dari batu kapur putih sehingga kota ini dijuluki kota putih. Pada zaman dahulu Porbandar dikuasi oleh bermacam-macam suku bangsa yang masing-masing memeluk agama yang berlainan seperti Hindu dan Islam (Trimurti, 1994: 1).

3. Riwayat Pendidikan

Berdasarkan sejarah masa studinya, Mahatma Gandhi hampir tidak pernah mendapatkan nilai yang maksimal. Diantara teman-temannya, ia tergolong pelajar cukupan seperti anak-anak lain pada umumnya. Mahatma Gandhi mengakui sendiri mengenai hal tersebut, dapat kita lihat dalam suatu pernyataankarir sekolah menengahku tak pernah di atas rata-rata. Saya bersyukur jika dapat lulus ujian. Perbedaan di sekolah merupakan di luar

aspirasiku (Trimurti, 1994: 4).

Dalam lingkup pergaulan sosial Mahatma Gandhi memiliki karakter yang susah bersosialisasi baik di lingkungan sekolah maupun rumah. Mahatma Gandhi adalah anak yang pemalu. Sewaktu di Sekolah Menengah, ia tidak mempunyai sahabat. Karena setiap pulang sekolah, ia tidak seperti teman-temannya yang lain yang suka mengobrol dan bermian. Meskipun Mahatma Gandhi memiliki sifat yang pemalu dan kurang suka berteman, ia mempunyai sifat penuh kejujuran dan kepatuhan ( Wegig, 1989: 9).

(56)

41

Gandhi melanjutkan kuliah di perguruan tinggi Salmadas di kota Bhavnagar India. Proses perkuliahan Mahatma Gandhi saat itu tidak berjalan lancar, dandia mengalami beberapa masalah di kampus bahkan mulai tidak suka dengan kampusnya. Pada akhir semester tahun 1888 Mahatma Gandhi memutuskan untuk keluar dari perguruan tinggi Salmadas dan kembali kerumahnya di kota Porbandar (Mehta, 2011: 169).

Mahatma Gandhi melanjutkan kuliahnya di fakultas Hukum di Universitas Collage di London Inggris pada saat umur 18 tahun. Keputusan Mahatma Gandhi untuk melanjutkan pendidikan di Inggris awalnya ditentang oleh beberapa orang dalam keluarga, antara lain paman, ibunya dan para tetua suku kasta yang di anut oleh Mahatma Gandhi yaitu modh bania. Kaum-kaum tua mempermasalahkan bahwa belum pernah ada

seorang dari modh bania yang pergi ke Inggris, karena agama Hindu tidak dapat diibadahkan di Inggris (Trimurti, 1994: 17).

(57)

42

pemimpin-pemimpin gerakan seperti Henry Salt, Howard William dan Josiah Oldfield. Dari perkumpulan dan pertemuan ini Mahatma Gandhi dan kawan-kawannya mendirikan Masyarakat Pembaharu Makan London Barat (West London Food Reform Society), dimanaMahatma Gandhi menjabat

sebagai sekretaris perkumpulan (Gandhi, 2009: 12).

Salah satu organisasi penting yang diikuti Mahatma Gandhi yakni Asosiasi Nasional Bangsa India (National Indian Association) Mahatma Gandhi banyak mendapatkan pengalaman di organisasi ini mengenai keyakinan-keyakinan agama. Setelah lulus mengikuti ujian pada tanggal 10 juni 1891, Mahatma Gandhi mendapat panggilan ke pengadilan kemudian pada tanggal 12 juni 1891 Mahatma Gandhi memutuskan untuk pulang ke India dengan menggunakan kapal. Saat di India Mahatma Gandhi membuka kantor pengacara tepatnya di kota Bombay.

4. Pengaruh Mahatma Gandhi

(58)

43

Di kota Rajkot Mahatma Gandhi membuka kantor pengacara, usahanya di kota ini terbilang berhasil. Dari berbagai urusan pemohonan dan peringatan di bidang hukum, Mahatma Gandhi memperoleh penghasilan rata-rata 300 rupee sebulan (Gandhi, 1948: 123). Perjuangan Mahatma Gandhi selanjutnya adalah keputusannya untuk pergi ke Afrika Selatan. Tujuan awal ke Afrika Selatan yaitu membantu menangani sebuah perusahaan yang tengah mengalami perkara besar di pengadilan. Dari masalah ini ia memperoleh informasi tentang banyaknya orang India yang diberlakukan sewenang-wenang dan tidak adil di Afrika Selatan. Mahatma Gandhi merasa tertarik untuk mengabdikan ilmunya, dan membebaskan penderitaan bangsanya (Trimurti, 1994: 20).

(59)

44

fisik melainkan suatu perjuangan yang menggunakan kekuatan jiwa atau lebih sering dikenal dengan sebutan satyagraha (Wegig, 1989: 11-12).

Semangat ahimsa dan satyagraha adalah dua hal yang dibawanya untuk melawan ketidakadilan. Dalam perlawanannya Mahatma Gandhi menjunjung tinggi semangat humanisme (Wisarja, 2005: 75). Ia tidak pernah sekalipun membebani siapapun yang menghujatnya atau memperlakukannya secara tidak adil, karena ia menyayangi sesama manusia dan menjunjung tinggi martabat manusia. Mahatma Gandhi tidak pernah ingin menghukum manusia, tetapi menghukum perbuatannya.

(60)

45

Setelah tiga tahun di Afrika Selatan yakni pada tahun 1896, Mahatma Gandhi kembali ke India. Selama di India Mahatma Gandhi aktif menulis karangan-karangan yang menggambarkan kehidupan dan penderitaan orang-orang India di Afrika selatan. Penderitaan yang disebabkan oleh perlakuan yang tidak adil antara orang kulit putih dan kulit berwarna. Tulisan-tulisan Mahatma Gandhi dimuat dalam berbagai majalah dan surat kabar. Sehingga mempunyai pengaruh yang besar terhadap pola pikir masyarakat India. Sebaliknya, hal tersebut memancing kemarahan orang-orang kulit putih di Afrika Selatan dan mengecam Mahatma Gandhi sebagai seorang penghasut.

Berdasarkan kejadian ini, Mahatma Gandhi semakin tidak menyukai segala bentuk kekerasan yang dilakukan oleh orang-orang kulit putih. Mahatma Gandhi menolak segala cara perjuangan melalui kekerasan. Dalam melawan ketidak adilan orang kulit putih dalam memperlakukan orang-orang India, tidak pernah sekalipun Mahatma Gandhi melawan dengan kekerasan. Hal ini mendorong masyarakat India khususnya kaum buruh untuk mengikuti jejak perjuangannya dan mendukung perlawanan tanpa kekerasan.

(61)

46

kesepakatan dengan jenderal Smuth berkaitan dengan Undang-Undang yang diajukan oleh Mahatma Gandhi di Afrika Selatan. Isi Undang-Undang tersebut antara lain semua pernikahan dalam tradisi Hindu, Muslim atau Parsi diakui sah, pajak yang diberlakukan terhadap orang India dihapuskan dan tunggakan-tunggakan juga ikut serta dihapuskan. Kesepakatan ini menurut Mahatma Gandhi adalah sebuah kemenangan dari gerakan satyagraha-nya.

Tanggal 9 Januari 1915 Mahatma Gandhi menetap di India didampingi Gokhale. Berawal dari tukar pikiran dan bercerita panjang lebar dengan professor Gokhale, Mahatma Gandhi memperoleh pencerahan dan tekad untuk lebih mengenal India secara mendalam. Mahatma Gandhi memulai tekad untuk menemukan tanah airnya dengan melakukan perjalanan keseluruh pelosok negeri India.Tujuan dari kegiatan ini yakni Mahatma Gandhi mempelajari dan menghayati serta mendengarkan permasalahan-permasalahan kaum miskin yang tertindas. Mahatma Gandhi berupaya untuk mengenalkan dirinya dengan kepentingan-kepentingan potensial yang melekat pada negeri India. Ia berusaha mempelajari kondisi masyarakat India dan menerapakan satyagraha yang pernah diterapkan sewaktu di Afrika Selatan dulu, untuk memperjuangkan kemerdekaan dan kebebasan dari belenggu penjajahan Inggris (John, 2007: 23).

(62)

47

oleh seorang petani. Seorang petani totok dari sebuah desa di pelosok meminta Mahatma Gandhi untuk mengunjungi desa tempat dia berasal. Tahun berikutnya yaitu 1917, Mahatma Gandhi memperoleh pengalaman yang sangat mengejutkan ketika berada di daerah tersebut yakni saat melihat kondisi daerah yang sangat menyedihkan, terjadi bencana kelaparan yang diakibatkan pembangkangan yang dilakukan petani melawan para tuan tanah.

Keinginan Mahatma Gandhi untuk membawa India bebas dari penjajahan Inggris dengan prinsip anti kekerasan begitu kuat. Aksi-aksi yang dijalankan pun sering mengakibatkan Mahatma Gandhi masuk dalam penjara. Tahun 1919 ia memimpin suatu perlawanan terhadap pemerintah Inggris. Aksi yang dilakukan yakni berpuasa dan berdoa yang diikuti oleh berjuta-juta masyarakat India.Hal ini ditanggapi Inggris dengan perlakuan yang keras, sehingga menimbulkan banyak korban jiwa. Kenyataan ini menggoncang perasaan Mahatma Gandhi, tetapi ia tetap berpegang teguh pada prinsip anti-kekerasannya.

(63)

48 B. Film Gandhi

1. Profil Film Gandhi

Gambar 2.2 Sampul depan film Gandhi (Sumber : google image diakses tanggal 30 desember 2015).

Gambar di atas merupakan cover dari film gandhi yang mengisahkan perjuangan Mahatma Gandhi. Film berbahasa Inggris ini dirilis pertama kali di India tepatnya di kota New Delhi pada tanggal 30 November 1982 dan menjadi film premiere pada saat itu, seperti di Amerika serikat, New York, Los Angeles dan California serta di Inggris. Film Gandhi meraup keuntungan berkisar Rp 32.209.200.250.918,00, nilai fantastis ini tentunya menggambarkan kesuksesan film Gandhi dalam memunculkan Biografi Mahatma Gandhi dan sejarah perjuangan kemerdekaan Negara India (Shoukan, 2015).

(64)

49

Beliau lahir pada tanggal 29 Agustus 1923 di kota Cambridge Negara bagian Inggris serta wafat pada tanggal 24 Agustus 2014 pada usia 90 tahun di kota Northword, Hillingdon, London Negara bagian Inggris.

Gambar 2.3 Richard Attenborough (Sumber : http://www.imdb.com/title/- tt0083987/di akses tanggal 2 oktober 2015).

Film-film arahan sutradara Richard Attenborough memenangkan berbagai nominasi dan penghargaan.Gandhi merupakan salah satu film Richard Attenborough yang memenangkan banyak penghargaan yakni mendapatkan 39 penghargaan dan 16 nominasi. Penghargaan terbesar yakni pada tahun 1983 memperoleh piagam oscar dengan kategori best picture, best actor in a leading role, best director, best writing-screenplay written

directly for the screen, best cinematography, best art direction-set

(65)

50

(1983), Awards of the Japanese Academy (1984), British Society of

Cinematographers (1982) dan David di Donatello Awards (1983), Directors

Guild of America USA (1983), Evening Standard British Film Awards

(1984), Grammy Awards (1984), Guild of German Art House Cinemas

(1985), Italian National Syndicate of Film Journalists (1983), Kansas City

Film Critics Circle Awards (1982), London Critics Circle Film Awards

(1984), Loas Angeles Film Critics Association Awards (1982), National

Board of Review USA (1982) (Shoukan, 2015).

(66)

51

Gambar 2.4 Ben Kingsley (Sumber: http://www.imdb.com/title/tt- 0083987/locations?ref_=tt_dt_dtdi akses 3 oktober 2015).

Mahatma Gandhi dalam film Gandhi diperankan oleh Ben Kingsley. Ben merupakan aktor kenamaan yang berasal dari Inggris. Beliau lahir di Scarborough, Yorkshire, Inggris pada tanggal 31 Desember 1943 dengan tinggi badan 173 m.

2. Sinopsis Film Gandhi

(67)

52

Gambar 2.5 Mahatma Gandhi menghadiri upacara doa bersama (Sumber: film Gandhi pada jam ke 03:02:23).

Film ini di awali dengan kejadian penembakan Mahatma Gandhi sampai upacara kematian Mahatma Gandhi. Singkat cerita, perjalanan karir Gandhi dimulai saat ia pergi ke Afrika Selatan untuk membantu menyelesaikan masalah salah seorang pengusaha dagang India. Di sebuah perjalanan dengan kereta Mahatma Gandhi memperoleh perlakuan yang kurang sopan.Mahatma Gandhi di lempar keluar dari kereta tepatnya di stasiun Pietermaritzburg, karena bersikukuh untuk tetap duduk di gerbong eksekutif. Kejadian ini bermula dari perdebatan Mahatma Gandhi dengan petugas kereta dan seorang penumpang laki-laki berkebangsaan Inggris, mengenai perbedaan kelas yang duduk di gerbong eksekutif dan gerbong ekonomi. Berdasarkan pengalaman gerbong kelas eksekutif hanya boleh diisi oleh orang kulit putih.

(68)

53

peroleh saat di gerbong kereta, ia tidak menerima perlakuan tersebut yang membedakan manusia satu dengan lainnya berdasarkan warna kulit yang dimiliki. Saat perbincangan di rumah tuan Khan, Mahatma Gandhi baru mengetahui banyak hal mengenai nasib warga India di Afrika Selatan seperti perbudakan warga India miskin di pertambangan milik orang Eropa, orang India tidak boleh berjalan di trotoar dan berjalan berdampingan dengan warga Eropa lainnya atau warga yang berkulit putih. Berdasarkan hal ini Mahatma Gandhi menyerukan perlawanan untuk menghapus segala sistem yang membedakan warna kulit (apartheid) secara damai.

(69)

54

Akibat perlawan ini tuan Khan ditangkap oleh polisi Inggris dan Mahatma Gandhi terluka parah.

Suatu ketika Mahatma Gandhi memperoleh perlakuan yang kurang sopan dari tiga pemuda Inggris. Dia diberhentikan dan dihujat lantaran berkulit hitam, menerima perlakuan itu Mahatma Gandhi hanya membalas senyuman ramah pada tiga pemuda Inggris tersebut. Pada suatu siang di ashram, yang merupakan tempat tinggal atau semacam desa yang didirikan oleh Mahatma Gandhi untuk warga India atau siapapun yang berkenan tinggal dan bekerja sama satu sama lainnya. Mahatma Gandhi berbincang sederhana dengan Walker mengenai tanggapan Mahatma Gandhi terhadap perubahan Undang-Undang perizinanan yang dikeluarkan oleh Jenderal Smuth. Disini juga Mahatma Gandhi mengenalkan seluk beluk ashram dengan berbagai komponen masyarakat yang terdapat di dalam ashram.

(70)

55

untuk singgah di ashram dan meminta minum ataupun makan. Pernyataan Mahatma Gandhi ini sungguh mulia, dimana Inggris memperlakukan masyarakat India dengan semena-mena tetapi Mahatma Gandhi membalasnya dengan berbuat hal-hal yang jauh dari kekerasan. Pernyataan Mahatma Gandhi yang sangat kuat dan mulia tampak pada kalimat mereka boleh menyiksa tubuhku dan mematahkan tulangku, bahkan membunuhku

dan mayatku akan jadi milik mereka tapi tidak kepatuhanku.

Hasil dari kongres yang telah dilaksanakan yaitu Mahatma Gandhi dan pengikutnya mengadakan pawai di pertambangan milik perusahaan Eropa. Pawai tersebut merupakan bentuk protes Mahatma Gandhi untuk melepaskan beberapa masyarakat India yang dipenjarakan dan menentang diskriminasi yang dilakukan oleh pemerintah Inggris. Akibat dari pawai Mahatma Gandhi dan pengikutnya dipenjarakan di Afrika Selatan. Setelah beberapa perjuangan yang dilakukan oleh Mahatma Gandhi akhirnya ia dibebaskan dan kembali ke India dengan pengikutnya.

Gambar

Gambar 1.2 Mahatma Gandhi bertemu anggota kongres India.
gambar dalam produksi film antara lain: Extreme Long Shot, Long Shot,
Gambar di atas merupakan cover dari film gandhi yang mengisahkan
Gambar 2.5                                        (Sumber: film Mahatma Gandhi menghadiri upacara doa bersama  Gandhi pada jam ke 03:02:23)
+6

Referensi

Dokumen terkait

Data Hasil Pengisian Kuisioner.

Muazaroh, S.E., M.T selaku Ketua Program Sarjana Manajemen STIE Perbanas Surabaya, Serta Menjadi Dosen Pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan, saran, serta waktu

Gambar tersebut adalah …. Powder brush berdasarkan bentuknya dibedakan menjadi …, …, dan ….. Kuas yang digunakan untuk membentuk sudut mata adalah …. Beauty sponge bisa

The higher weight gain of ewes supplemented during the 50-day feeding period with barley grain or LS compared to control ewes would be expected due to the increased density of

Tingkat rata-rata kesesuaian antara tingkat kinerja dan tingkat kepentingan yang diperoleh dari hasil penelitian sebesar 88,07 mendekati 100% sehingga dapat

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji cabai merah (Capsicum annuum L.) yang diberi perlakuan dengan ekstrak rimpang kunyit (C. domestica Val) dengan

Pada kutipan di atas pengarang teks Ketika Baik dan Buruk menguraikan tentang pemilihan saat yang baik untuk bepergian pada setiap hari, kemudian ia memberikan alasan

one of factors of students’ achievement in language learning especially in a speaking activity, since the result showed there was a moderate, positive, and