• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Urbanisasi Di Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Urbanisasi Di Sumatera Utara"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

URBANISASI DI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan Oleh :

YAN FRIANTA SITUMORANG 070501009

EKONOMI PEMBANGUNAN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

PENANGGUNG JAWAB SKRIPSI

Nama : Yan Frianta Situmorang

NIM : 070501009

Departemen : Ekonomi Pembangunan

Konsentrasi : Ekonomi Perencanaan Regional

Judul Skripsi :Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Urbanisasi Di Sumatera Utara.

Tanggal, Pembimbing Skripsi

(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

BERITA ACARA UJIAN

Hari :

Tanggal :

Nama : Yan Frianta Situmorang

NIM : 070501009

Departemen : Ekonomi Pembangunan

Konsentrasi : Ekonomi Perencanaan Regional

Judul Skripsi :Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Urbanisasi Di Sumatera Utara.

Ketua Departemen Pembimbing Skripsi

(Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec)

NIP. 19730408 199802 1 001 NIP. 131 127 371 (Drs. Rujiman, MA)

Penguji I Penguji II

(Drs. Rahcmat Sumanjaya Hsb., M.Si)

(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

PERSETUJUAN ADMINISTRASI AKADEMIK

Nama : Yan Frianta Situmorang

NIM : 070501009

Departemen : Ekonomi Pembangunan

Konsentrasi : Ekonomi Perencanaan Regional

Judul Skripsi :Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Urbanisasi Di Sumatera Utara.

Tanggal, Ketua Departemen

NIP. 19730408 199802 1 001 (Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec)

Tanggal, Dekan

(5)

Abstract

The purpose of this study was to analyze factors that influence the level of urbanization in North Sumatra during the next 20 years from 1989 - 2008. The independent variables used in this study is the Income Percapita and Rate of Labor Force Partisipation.

The method used in the analysis of factors that influence the rate Population Urbanization in North Sumatra is ordinanary least square (OLS) using analysis tools to process data by using Eviews 6.0.

Based on estimates show that per capita income variable and variable Rate of Labor Force Participation, respectively - each have a positive effect on the level of urbanization in North Sumatra and each statistically significant at α = 1% and α = 10%.

(6)

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat urbanisasi di Sumatera Utara selama kurun waktu 20 tahun yaitu tahun 1989 – 2008. Adapun variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pendapatan Perkapita Masyarakat dan Tingkat Partisipasai Angkatan Kerja.

Metode yang digunakan dalam analisa terhadap faktor – faktor yang mempengaruhi Tingkat Urbanisasi Penduduk di Sumatera Utara adalah ordinanary least square (OLS) dengan menggunakan alat analisi untuk mengolah data yaitu dengan menggunakan eviews 6.0.

Berdasarkan hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel Pendapatan Perkapita Masyarakat dan variabel Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja masing – masing mempunyai pengaruh yang positif terhadap Tingkat Urbanisasi di Sumatera Utara dan masing – masing signifikan secara statistik pada α = 1% dan

α = 10%.

(7)

KATA PENGANTAR

Tiada kata terindah yang dapat penulis samapaikan selain rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih, yang senantiasa melimpahkan anugrah dan kasih sayangNya kepada penulis dalam menjalani masa kuliah hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Urbanisasi di Sumatera Utara”.

Segala yang terbaik dan kemapuan yang maksimal telah penulis berikan dalam menulis skripsi ini. Namun demikian, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari yang diharapkan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dan mengembangkan penulisan ilmiah ini dari para pembaca sekalian.

Selama menempuh kuliah hingga penyelesaian skripsi ini, penulis sudah sangat banyak memperoleh bantuan, motivasi dan bimbingan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa penghargaan yang besar kepada segala pihak yang sudah membantu penulis. Dengan ini penulis menyampaikan rasa penghargaaan yang besar kepada :

1. Ibunda tersayang Lenaria Surbakti,S.pd yang selalu memberikan motivasi, kasih saying, dan dukungan baik moril maupun materil yang tak henti – hentinya mendoakan penulis selama kuliah. Serta kepada Ayah Alm. Johansen Situmorang yang jauh disana.

(8)

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo,SE,M.Ec selaku ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. Rujiman, MA selaku Dosen pembimbing yang telah memberikan dukungan, waktu dan saran dalam menulis skripsi ini.

5. Bapak Drs. Rahmad Sumanjaya selaku Dosen penguji I.

6. Bapak Syarief Fauji, M.Ec. selaku Dosen penguji II.

7. Bapak Drs. Rahmad Sumanjaya selaku Dosen wali penulis.

8. Keluarga besar penulis yaitu Nurdianita Situmorang, Zulkifly Situmorang, Choky Johan Situmorang, Thomas Indra Sinulingga dan Steffany Sinulingga yang selalu memberikan dukungan serta mendoakan penulis selama kuliah hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Denatus Josua Aritonang, Amd. yang telah memberikan dukungan serta semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10.Kelompol kecil ‘Bthelight4C’ yaitu Ade Devisa Samosir, Jumasi Purba, Kristina Naibaho, SE, Merlince Simatupang, dan Masellina Sinaga, SE yang telah memberikan motivasi dan mendoakan penulis.

(9)

Akhir kata, penulis menyampaikan semoga dukungan dan motivasi semua pihak yang telah membantu penulis baik dalam perkuliahan maupun sewaktu menyelesaikan skripsi ini, mendapat berkat dari Tuhan Yang Maha Kuasa dan kiranya tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Desember 2010 Penulis,

NIM : 070501009

Yan Frianta Situmorang

(10)

DAFTAR ISI

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Konsep Urbanisasi ... 8

2.1.1 Dampak Positif Urbanisasi ... 10

2.1.2 Dampak Negatif Lingkungan ... 11

2.2 Konsep Produksi Domestik Bruto (PDRB) ... 12

2.2.1 Pendapatan Regional ... 12

2.2.2 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku ... 12

2.2.3 PDRB Atas Dasar Harga Konstan ... 14

2.2.4 Pendapatan Perkapita ... 16

2.2.5 Metode Perhitungan Pendapatan Regional ... 17

2.3 Pengertian Tenaga Kerja, Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Tenaga Kerja... 21

2.3.1 Pengertian Angkatan Kerja Menurut Sensus Penduduk tahun 1971 ... 22

2.3.2 Pengertian Angkatan Kerja Menurut Sensus Penduduk Tahun 1980 ... 24

2.3.3 Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha, Status Pekerjaan, Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan Serta Jam Kerja ... 25

2.4 Teori Migrasi ... 28

2.4.1 Teori Migrasi Everett S. Lee ... 28

2.4.2 Teori Migrasi Todaro ... 31

2.5 Teori Penduduk ... 34

2.5.1 Aliran Malthusian dan Neo Malthusian ... 34

(11)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.6.1 Uji Koefisien Determinasi (R-Square) ... 44

3.6.2 Uji t-statistik(Partial Test) ... 44

3.6.3 Uji F-statistik (Simultan Test) ... 46

3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 47

3.7.1 Multikolinearitas ... 47

3.7.2 Autokorelasi ... 48

3.8 Definisi Variabel Operasional ... 50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Daerah Penelitian ... 51

4.1.1 Kondisi Geografis ... 51

4.1.2 Kondisi Iklim dan Topografi ... 53

4.1.3 Kondisi Demografi ... 53

4.1.4 Potensi Wilayah ... 54

4.1.5 Gambaran Perekonomian Sumatera Utara ... 55

4.1.6 Perkembangan Tingkat Urbanisasi di Sumatera Utara 56 4.1.7 Perkembangan Pendapatan Perkapita Masyarakat dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja di Sumatera Utara ... 57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 71

5.2. Saran... 72 DAFTAR PUSTAKA

(12)

DAFTAR TABEL

No. Table Judul Halaman

4.1. : Tingkat Urbanisasi Di Sumatera Utara 57 4.2 : Pendapatan Perkapita Masyarakat Di Sumatera

Utara 58

4.3. : Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja Dari Tingkat

(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

1.1 : Teori Migrasi 29

3.1 : Kurva Uji t-statistik 46

3.2 : Kurva Uji F-statistik 47

3.3 : Kurva Uji Durbin Watson 49

4.1 : Kurva Uji t-statistik Variabel Pendapan Perkapita

Masyarakat 65

4.2 : Kurva Uji t-statistik Variabel Tingkat Partisipasi

Angkatan Kerja 66

4.3 : Kurva Uji F-statistik 68

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran

1 Data Urbanisasi

(15)

Abstract

The purpose of this study was to analyze factors that influence the level of urbanization in North Sumatra during the next 20 years from 1989 - 2008. The independent variables used in this study is the Income Percapita and Rate of Labor Force Partisipation.

The method used in the analysis of factors that influence the rate Population Urbanization in North Sumatra is ordinanary least square (OLS) using analysis tools to process data by using Eviews 6.0.

Based on estimates show that per capita income variable and variable Rate of Labor Force Participation, respectively - each have a positive effect on the level of urbanization in North Sumatra and each statistically significant at α = 1% and α = 10%.

(16)

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat urbanisasi di Sumatera Utara selama kurun waktu 20 tahun yaitu tahun 1989 – 2008. Adapun variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pendapatan Perkapita Masyarakat dan Tingkat Partisipasai Angkatan Kerja.

Metode yang digunakan dalam analisa terhadap faktor – faktor yang mempengaruhi Tingkat Urbanisasi Penduduk di Sumatera Utara adalah ordinanary least square (OLS) dengan menggunakan alat analisi untuk mengolah data yaitu dengan menggunakan eviews 6.0.

Berdasarkan hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel Pendapatan Perkapita Masyarakat dan variabel Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja masing – masing mempunyai pengaruh yang positif terhadap Tingkat Urbanisasi di Sumatera Utara dan masing – masing signifikan secara statistik pada α = 1% dan

α = 10%.

(17)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Salah satu tujuan yang penting dalam pembangunan ekonomi adalah penyediaan lapangan kerja yang cukup untuk mengejar pertambahan angkatan kerja, lebih – lebih bagi Negara berkembang terutama Indonesia, dimana pertumbuhan angkatan kerja lebih cepat dari pertumbuhan kesempatan kerja. Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan fundamentral dalam struktur ekonomi suatu Negara. Jumlah penduduk yang besar berdampak langsung terhadap pembangunan ekonomi berupa tersedianya tenaga kerja yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan pembangunan. Akan tetapi kuantitas penduduk tersebut juga memicu munculnya permasalahan yang berdampak terhadap pembangunan ekonomi.

Permasalahan – permasalahan yang akan timbul yaitu:

1) Kepadatan penduduk yang semakin tidak merata yang akan menyebabkan pembangunan terpusat hanya pada daerah – daerah tertentu saja. Hal ini akan menyebabkan pembangunan yang dilakukan akan memberikan hasil yang baik, dan fasilitas yang ada pun tidak dapat dinikmati masyarakat secara merata, sehingga menimbulkan kesenjangan sosisal antardaerah yang padat penduduknya dengan daerah yang jarang penduduknya.

(18)

pembangunan dalam hal menyediakan sandang, pangan, papan, kesehatan dan pendidikan.

3) Tingginya angka urbanisasi yang akan menimbulkan kesenjangan antara daerah yang padat penduduknya dengan yang daerah yang padat penduduknya dengan yang jarang penduduknya.

Thomas Maltus mengajukan sebuah teori tentang hubungan antara pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi yang masih dipercaya oleh banyak ahli sampai saat ini. Yaitu pada tahun 1789 menulis sebuah buku yang berjudul “Essay on the principle of population” yang merumuskan sebuah konsep pertambahan hasil yang semakin berkurang (diminishing return). Malthus melukiskan suatu kecenderungan bahwasanya jumlah populasi di suatu Negara akan meningkat secara cepat pada deret ukur atau tingkat geometrik. Sedangkan pada saat yang bersamaan persediaan pangan meningkat menurut deret hitung. Malthus menjelaskan bahwa tidak seimbangnya laju pertumbuhan penduduk dengan ketersediaan pangan dapat menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah penduduk. Laju pertumbuhan penduduk dapat disebabkan oleh 3 faktor yaitu :

1. Kelahiran (fertilitas). 2. Kematian (mortalitas).

3. Migrasi (perpindahan penduduk).

Dalam teorinya Malthus memiliki kelemahan karena dia tidak memperhitungkan begitu besarnya dampak sosial dan teknologi dalam mengimbangi laju pertumbuhan penduduk.

(19)

Tingginya perkembangan penduduk pada daerah pusat kegiatan ekonomi adalah banyaknya masyarakat yang melakukan migrasi yaitu perpindahan penduduk yang dilakukan oleh masyarakat pedesaan menuju perkotaan. Urbanisasi merupakan salah satu aspek migrasi yang akan mempengaruhi pertambahan penduduk perkotaan (daerah yang menjadi pusat kegiatan ekonomi). Todaro (2000) mengatakan bahwa munculnya urbanisasi yang berlebihan di suatu Negara dipicu oleh pesatnya pertumbuhan penduduk yang di dukung oleh menurunnya angka kematian serta adanya kebijakan pemerintah yang cenderung bias kota (tertuju ke kota). Tingginya angka migrasi ke kota menyebabkan tidak meratanya distribusi penduduk atau persebaran penduduk di daerah perkotaan. Akibatnya kepadatan penduduk di daerah perkotaan semakin meningkat. Tingginya angka migrasi ini disebabkan karena adanya faktor – faktor penarik dan pendorong yang menyebabkan penduduk pedesaan atau penduduk daerah lain tersebut melakukan perpindahan kedaerah perkotaan (daerah yang lebih baik).

Faktor – faktor pendorong (push factor) adalah:

a) Makin berkurangnnya sumber – sumber kehidupan seperti menurunnya daya dukung lingkungan, menurunnya permintaan atas barang – barang tertentu yang bahan bakunya makin sulit diperoleh seperti hasil tambang, kayu atau bahan pertanian (yang bersumber dari alam).

(20)

c) Adanya tekanan – tekanan, seperti politik, agama dan suku sehingga mengganggu hak asasi penduduk di daerah asalnya.

d) Alasan pendidikan, pekerjaan atau perkawinan.

e) Bencana alam, seperti banjir, kebakaran, gempa bumi, tsunami, musim kemarau panjang atau adanya wabah penyakit.

Faktor – faktor penarik (pull factor) adalah:

a) Adanya harapan akan memperoleh kesempatan untuk memperbaiki taraf hidup.

b) Adanya kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik. c) Keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang menyenangkan,

misalnya iklim, perumahan, sekolah, dan fasilitas – fasilitas public lainnya.

d) Adanya aktifitas – aktifitas di luar kota besar, tempat – tempat hiburan, pusat kebudayaan sebagai daya tarik bagi orang- orang lain untuk bermukim di kota besar.

Banyak ahli ekonomi termasuk Todaro (1979) berpendapat bahwa motivasi seseorang untuk pindah adalah motif ekonomi. Motif tersebut berkembang karena adanya ketimpangan antardaerah. Todaro menyebutkan motif utama tersebut sebagai pertimbangan ekonomi yang rasional. Mobilitas ke perkotaan mempunyai dua harapan yaitu memperoleh pekerjaan dan harapan memperoleh pendapatan yang lebih tinggi dari pada yang diperolehnya di tempat asal.

(21)

Utara merupakan provinsi keempat yang terbesar jumlah penduduknya di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Pada tahun 2008 tingkat kepadatan penduduk Sumatera Utara sebesar 182 jiwa perkm² dengan

jumlah penduduk 13.042.317 jiwa. Di Sumatera Utara daerah yang memiliki jumlah penduduk terbesar adalah kota Medan. Pada tahun 2008 penduduk Medan mencapai 2.083.156 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk 7.798 perkm²(BPS

Medan). Banyaknya industri – industri dan tersedianya sarana dan prasarana yang lebih baik di Sumatera Utara merupakan daya tarik bagi penduduk dari daerah lain untuk dapat tinggal di daerah tersebut. Banyaknya industri – industri tersebut memunculkan harapan – harapan bagi penduduk daerah lain untuk mendapatkan pekerjaan dan pendapatan yang lebih baik. Sehingga banyaknya penduduk dari luar Sumatera Utara yang tertarik untuk melakukan migrasi ke daerah tersebut.

Berdasarkan uraian diatas tersebut, penulis tertarik untuk meneliti masalah urbanisasi di daerah Sumatera Utara tersebut dengan judul :

“Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengruhi Urbanisasi Di Sumatera Utara”.

1.2Perumusan Masalah

(22)

1. Seberapa besar pengaruh Pendapatan Perkapita Masyarakat Sumatera Utara terhadap Urbanisasi di Sumatera Utara?

2. Seberapa besar pengaruh Partisipasi Angkatan Kerja Sumatera Utara terhadap Urbanisasi di Sumatera Utara?

1.3Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang ada, dimana kebenarannnya masih perlu dikaji dan diteliti melalui data yang terkumpul, berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut:

1) Pendapatan Perkapita Masyarakat Sumatera Utara mempunyai dampak positif terhadap Urbanisasi di Sumatera Utara.

2) Partisipasi Angkatan Kerja Sumatera Utara mempunyai dampak positif terhadap Urbanisasi di Sumatera Utara.

1.4Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitan ini adalah sebagai berikut:

1) Untuk mengukur seberapa besar pengaruh Pendapatan Perkapita Masyarakat di Sumatera Utara.

2) Untuk mengukur seberapa besar pengaruh Partisipasi Angkatan Masyarakat Sumatera Utara.

1.5Manfaat Penelitian

Adapun manfaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

(23)

2) Sebagai refrensi dan informasi bagi penelitian – penelitian selanjutnya yang topiknya berhubungan.

3) Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis.

(24)

BAB II

URAIAN TEORITIS 2.1 Konsep Urbanisasi

Menurut Kingsley Davis (1965) urbanisasi adalah jumlah penduduk yang memusat di daerah perkotaan atau meningkatnya proporsi tersebut.

Menurut Bintarto (1986:15) urbanisasi dapat dipandang sebagai suatu proses dalam artian:

1. Meningkatnya jumlah dan kepadatan penduduk kota ; kota menjadi lebih padat sebagai akibat dari pertambahan penduduk, baik oleh hasil kenaikan fertilitas penghuni kota maupun karena adanya tambahan penduduk dari desa yang bermukim dan berkembang di kota.

2. Bertambahnya jumlah kota dalam suatu Negara atau wilayah sebagai akibat dari perkembangan ekonomi, budaya dan teknologi.

3. Berubahnya kehidupan desa atau suasana desa menjadi suasana kehidupan kota.

Urbanisasi biasanya dapat diukur dengan melihat proporsi jumlah penduduk yang tinggal di daerah perkotaan. Untuk mengukur tingkat urbanisasi di suatu daerah biasanya dengan menghitung perbandingan jumlah penduduk yang tinggal di daerah perkotaan dengan jumlah penduduk seluruhnya dalam suatu wilayah.

Adapun perhitungan dapat dicari dengan rumus:

(25)

U = Besarnya jumlah penduduk urban (perkotaan). P = Populasi/ jumlah penduduk keseluruhan.

Pu = Persentase penduduk yang tinggal di perkotaan.

Urbanisasi merupakan salah satu faktor pemicu perkembangan kota. Terjadinya perpindahan penduduk dari desa ke kota disebabkan oleh berbagai faktor, baik faktor penarik maupun prndorong. Perkembangan industri dan perdagangan di kota merupakan faktor penarik yang menyebabkan banyak orang untuk mendatanginya. Keinginan mendapatkan penghasilan yang lebih baik untuk mencukupi kebutuhan hidup merupakan penyebab utama terjadinya urbanisasi.

Meningkatnya proses urbanisasi tersebut tidak terlepas dari kebijaksanaan perkotaan, khususnya ekonomi yang dikembangkan oleh pemerintah. Hubungan positif antara konsentrasi penduduk dengan aktivitas kegiatan ekonomi ini akan menyebabkan makin membesarnya area konsentrasi penduduk, sehingga menimbulkan apa yang dikenal dengan nama daerah perkotaan (Firman 2005:3).

Migran biasanya mempunyai alasan yang selektif. Sifat selektif itu berbeda – beda, ada arus migrasi yang sifat positif dan selektif negatif. Sifat positif berarti bahwa migrasi itu melibatkan orang – orang yang berkualitas tinggi dan sifat negatif adalah sebaliknya.

(26)

serta produktif. Migran dengan klasifikasi seperti inilah yang sebenarnya yang mempunyai peran sangat besar dalam memacu perkembangan daerah kota kearah lebih baik (Rujiman 1992:4).

2.1 DAMPAK POSITIF URBANISASI

Sebagai akibat dari cepatnya pertambahan penduduk yang ditunjang dengan perkembangan ekonomi, transportasi dan pendidikan, frekuensi mobilitas yang semakin meningkat, urbanisasi memiliki implikasi terhadap berbagai sektor kehidupan (Bintoro, 1986:13) adalah:

1. Sektor ekonomi, srtuktur ekonomi menjadi lebih bervariasi. Bermacam-macam usaha atau kegiatan di bidang transportasi, perdagangan dan jasa timbul dari mereka yang bermodal kecil sampai bermodal besar.

2. Perkembangan di bidang wiraswasta juga tampak meluas misalnya saja peternakan, kerajinan tangan dan lain – lain.

3. Berkembangnya bidang pendidikan mulai tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi.

4. Meluasnya kota kearah pinggiran kota sehingga transportasi menjadi lebih lancar.

5. Meningkatnya harga tanah, baik di kota maupun pinggiran kota.

6. Berkembangnya industrialisasi sebab tenaga kerja murah dan melimpah, pasaran meluas industri cenderung lebih berkembang.

2.2 DAMPAK NEGATIF LINGKUNGAN

(27)

negatif. Dampak lingkungan kota yang bersifat negatif dapat timbul dari kota - kota besar di dunia dan terutama di Negara – Negara berkembang.

Gangguan terhadap kualitas hidup adalah adanya ketimpangan interaksi antara manusia dan lingkungannya. Adapun dampak lingkungan kota yang berkaitan dengan urbanisasi adalah antara lain:

1. Pertambahan penduduk kota yang begitu cepat, sudah sulit diikuti dengan kemampuan daya dukung kotanya.

2. Penambahan kendaraan bermotor roda dua dan roda empat yang membanjiri kota tidak henti - hentinya, menimbulkan berbagai polusi atau pencemaran seperti polusi udara dan kebisingan atau polusi suara bagi pendengaran manusia.

3. Pengembangan industri di kota atau dekat kota menghasilkan bahan sisa industri yang harus dibuang dan berbagai limbah industri lainnya.

2.2 Konsep Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

2.2.1 Pendapatan Regional

Pendapatan regional netto adalah produk domestik regional netto atas dasar biaya faktor dikurangi aliran dana yang keluar ditambah aliran dana yang masuk dan jumlah pendapatan yang benar – benar diterima (income receipt) oleh seluruh penduduk daerah tersebut.

2.2.2 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku

(28)

suatu daerah dalam jangka waktu tertentu. PDRB yang masih ada unsur inflasi dinamakan PDRB atas dasar harga berlaku.

Dengan kata lain PDRB atas dasar harga berlaku merupakan jumlah seluruh nilai barang – barang jasa akhir yang dihasilkan oleh nilai – nilai produksi di dalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun yang dinilai dengan harga tahun yang bersangkutan.

Produk domestik bruto atas dasar harga berlaku merupakan jumlah seluruh nilai tambah bruto (NTB) atau nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit – unit produksi dalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun yang dinilai dengan tahun yang bersangkutan. Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku yang di dapat dari pengurangan nilai produksi bruto atau output dengan biaya antara masing – masing dinilai atas dasar harga berlaku. Nilai tambah bruto menggambarkan perubahan volume produksi yang dihasilkan dan tingkat perubahan harga dari masing – masing kegiatan subsektor dan sektor. Mengingat sifat barang dan jasa yang dihasilkan oleh setiap sektor, maka penilaian nilai produksi bruto atau output dilakukan sebagai berikut:

(29)

bruto atas dasar harga berlaku merupakan perkalian antara kuantum produksi dengan harga masing – masing komoditi pada tahun yang bersangkutan. Selain menghitung nilai ekonomi produksi ikutan yang dimaksudkan adalah produksi ikutan yang benar – benar dihasilakan sehubungan dengan proses produksi utamanya.

2.Untuk sektor sekunder yaitu sektor industri pengolahan, listrik, gas, dan air minum, dan sektor bangunan, perhitungannya sama dengan sektor primer. Data yang diperlukan adalah kuantum produksi yang dihasilkan serta harga produsen masing – masing kegiatan, subsektor dan sektor yang bersangkutan. Nilai produksi bruto atau output atas dasar harga berlaku merupakan perkalian antara kuantum produksi dengan harga masing – masing komoditi pada tahun yang bersangkutan. Selain itu dihitung juga produksi jasa yang digunakan sebagai pelengkap dan tergabung menjadi satu kesatuan usaha dengan produksi utamanya.

(30)

2.2.3 PDRB Atas Dasar Harga Konstan

Harga konstan artinya produk didasarkan atas harga pada tahun tertentu. Tahun yang dijadikan patokan harga disebut tahun dasar untuk penentuan harga konstan. Pada perhitungan atas dasar harga konstan berguna untuk melihat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau sektoral.

Perhitungan atas dasar harga konstan pengertiannya sama dengan atas dasar harga berlaku, tetapi penilainnya dilakukan dengan satuan tahun dasar tertentu. Nilai tambah bruto atas dasar harga konstan menggambarkan perubahan volume produksi jasa. Pengaruh perubahan harga telah dilakukan dengan cara menilai dengan harga suatu tahun dasar tertentu. Perhitungan atas dasar harga konstan berguna untuk melihat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau sektoral. Juga untuk melihat perubahan struktur perekonomian suatu daerah dari tahun ke tahun. Pada dasarnya dikenal 4 cara perhitungan nilai tambah atas dasar harga konstan yaitu:

(31)

perkalian antara output atas dasar harga konstan masing – masing tahun dengan biaya antara output terhadap pada tahun dasar.

2. Ekstrapolasi yaitu nilai tambah masing – masing tahun dasar atas dasar harga konstan diproleh dengan cara mengalikan nilai tambah pada tahun dasar dengan indeks produksi. Indeks produksi sebagai ekstrapolasi dapat merupakan indeks dari masing – masing produksi yang dihasilkan atau indeks dari berbagai indicator produksi seperti tenaga kerja, jumlah perusahaan yang lainnya yang dianggap cocok dengan jenis kegiatan, subsektor dan sektor.

3. Deflasi yaitu nilai tambah atas dasar harga konstan diperoleh dengan cara membagi nilai tambah atas dasar harga konstan masing – masing tahun dengan indeks harga. Indeks harga yang digunakan sebagai deflator biasanya merupakan indeks harga konsumen (IHK). Indeks harga perdagangan besar (IHPB) dan biasanya tergangtung mana yang lebih cocok. Indeks harga di atas dapat pula dipakai sebagai inflator, dalam keadaan dimana nilai tambah atas dasar harga konstan justru diperoleh dengan mengalikan nilai tambah atas dasar harga konstan dengan indeks harga tersebut.

(32)

Besar sesuai dengan cakupan komoditinya, sedangkan indeks harga dab biaya antara adalah indeks harga dari komponen input terbesar. Kenyataannya sangat sulit melakukan deflasi terhadap biaya antara, disamping karena komponennya terlalu banyak, juga karena indek harganya belum tersedia secara baik. Oleh karena itu dalam penghitungan harga konstan deflasi berganda belum banyak dipakai.

2.2.4 Pendapatan Perkapita

Pendapatan perkapita adalah total pendapatan suatu daerah dibagi jumlah penduduk di daerah tersebut untuk tahun yang sama.

2.2.5 Metode Penghitungan Pendapatan Regional

Metode tahap pertama dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu: 1. Metode langsung.

2. Metode tidak langsung.

Metode langsung adalah perhitungan dengan menggunakan data daerah atau data asli yang menggambarkan kondisi daerah dan di gali dari sumber data yang ada di daerah itu sendiri. Metode langsung dapat dilakukan dengan mempergunakan tiga macam cara yaitu:

1. Pendekatan Produksi.

2. Pendapatan.

(33)

Metode Langsung

1. Pendekatan produksi

Pendekatan produksi merupakan cara penghitungan nilai tambah barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu kegiatan atau sektor ekonomi dengan cara mengurangkan biaya antara dari total produk bruto sektor atau subsektor.

Pendekatan ini banyak digunakan untuk memperkirakan nilai tambah dari sektor produknya berbentuk fisik atau barang seperti:

1. Pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan.

2. Pertambangan dan penggalian.

3. Industri pengolahan.

4. Listrik, gas dan air bersih.

5. Bangunan.

6. Perdagangan, hotel dan restoran.

7. Pengangkutan dan komunikasi.

8. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan.

9. Jasa – jasa.

(34)

Contoh:

Dapat di hitung dengan rumus sebagai berikut: Y = (Q1.P1) + (Q2.P2) + (Q3. P3) + (Q4.P4)

2. Pendapatan

Dalam pendekatan pendapatan, nilai tambah dari setiap kegiatan ekonomi diperkirakan dari semua menjumlahkan semua balas jasa yang diterima oleh faktor produksi yaitu upah dan gaji serta surplus usaha, penyusutan dan pajak tidak langsung netto. Ada empat faktor produksi yaitu:

1) Tenaga kerja menghasilkan upah/gaji (W)

2) Tanah menghasilkan sewa (R)

3) Modal menghasilkan bunga (I)

4) Skill menghasilkan profit (P)

Rumus pendekatan pendapatan yaitu: Y = W + R + I + P

3. Pendekatan Pengeluaran

(35)

Kalau dilihai dari segi penggunaan maka total penyediaan atau produksi barang dan jasa digunakan untuk:

1. Konsumsi rumah tangga

2. Konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung

3. Konsumsi pemerintahan

4. Pembentukan modal tetap bruto atau investasi

5. Perubahan stok adalah selisih antara awal tahun dengan akhir tahun dari bahan yang ada dalam peyimpangan produsen ataupun dalam proses produksi.

6. Ekspor netto adalah total ekspor dikurangi impor. Pendekatan pengeluaran juga menghitung apa yang diproduksi di wilayah tersebut tetapi hanya menjadi konsumsi atau pengguna terakhir.

Ada empat pelaku ekonomi yaitu: 1) Rumah Tangga (C)

2) Perusahaan (I)

3) Pemerintah (G)

4) Masyarakat Luar Negeri (x - m)

(36)

Metode Tidak Langsung

Metode tidak langsung adalah suatu cara mengalokasikan produk domestik bruto dari wilayah yang lebih luas ke masing – masing bagian wilayah, misalkan mengalokasikan PDB Indonesia ke setiap propinsi dengan menggunakan alokator tertentu, yaitu:

1. Nilai tambah bruto atau netto setiap sektor atau subsektor, pada wilayah yang dialokasi.

2. Jumlah produksi fisik.

3. Penduduk.

4. Tenaga kerja.

5. Alokator tidak langsung lainnya.

Dengan memperhitungkan salah satu kombinasi dari beberapa alokator dapat diperhitungkan persentase masing – masing bagian propinsi terhadap nilai tambah setiap sektor atau subsektor.

2.3 Pengertian Tenaga Kerja, Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja 1. Tenaga Kerja (manpower)

Tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja. Dalam literature biasanya adalah seluruh penduduk berusia 15-64 tahun. Atau dengan kata lain tenaga kerja adalah jumlah seluruh penduduk dalam suatu Negara yang dapat memproduksi barang dan jasa. Jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut.

2. Angkatan Kerja (labor force)

(37)

angkatan kerja. Angkatan kerja adalah bagian dari tenaga kerja yang sesungguhnya terlibat dalam kegiatan produktif yaitu memproduksi barang dan jasa.

3. Bukan Angkatan Kerja (not in the labor force)

Bukan angkatan kerja adalah bagian dari tenaga kerja (manpower) yang tidak bekerja ataupun mencari pekerjaan. Jadi mereka ini adalah bagian dari tenaga kerja yang sesungguhnya tidak terlibat atau berusaha untuk terlibat dalam kegiatan produktif yaitu memproduksi barang dan jasa.

2.3.1 Pengertian Angkatan Kerja Menurut Sensus Penduduk 1971 Kelompok angkatan kerja yang digolongkan berkerja adalah:

1. Mereka yang belum selama seminggu sebelum pencacahan melakukan suatu pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan dan lamanya bekerja paling sedikit dua hari.

2. Mereka yang selama seminggu sebelum pencacahan tidak melakukan pekerjaan atau bekerja kurang dari dua hari tetapi mereka adalah:

• Pekerja tetap, pegawai – pegawai pemerintah atau swasta yang sedang tidak masuk kerja karena cuti , sakit, mogok, mangkir, dan sebagainya.

(38)

• Orang – orang yang bekerja dalam bidang keahlian seperti dokter, tukang cukur dan sebagainya.

Yang digolongkan mencari pekerjaan adalah:

1. Mereka yang bekerja tetapi karena suatu hal masih mencari pekerjaan.

2. Mereka yang di bebastugaskan dan akan dipanggil kembali, tetapi sedang berusaha untuk mendapatkan pekerjaan.

3. Mereka yang belum bekerja dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan.

Kelompok bukan angkatan kerja adalah:

Dari pernyataan yang diajukan dalam daftar SUPAS95 dapat diperoleh kepastian bahwa kegiatan seseorang tidak termasuk dalam kelompok angkatan kerja (bekerja dan masih mencari pekerjaan), maka kegiatannya digolongkan dalam kelompok sekolah atau mengurus rumah tangga atau lainnya.

Kelompok bukan angkatan kerja adalah:

1. Yang digolongkan dalam sekolah adalah mereka yang kegiatannya hanya sekolah.

2. Yang digolongkan ke dalam mengurus rumah tangga adalah mereka yang kegiatannya hanya mengurus rumah tangga atau membantu mengurus rumah tangga tanpa mendapat upah.

(39)

4. Lain – lain adalah untuk mereka yang hidupnya tergantung pada orang lain karena usia lanjut, cacat jasmani (buta, bisu dan sebagainya), cacat mental atau lainnya.

2.3.2Pengertian Angkatan Kerja Menurut Sensus Penduduk 1980

Di bidang ketenagakerjaan sensus penduduk 1980 bertujuan antar lain untuk mengumpulkan keterangan – keterangan tentang kegiatan yang dilakukan oleh setiap anggota rumah tangga yang berumur 10 tahun atu lebih. Pada dasarnya kegiatan penduduk tersebut dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu:

Penduduk yang termasuk angkatan kerja.

Penduduk yang beerumur 10 tahun keatas yang termasuk dalam kelompok angkatan kerja adalah mereka yang selama seminggu yang lalu mempunyai pekerjaan, baik bekerja maupun yang sementara tidak bekerja karena suatu sebab seperti yang sedang menunggu panenan, pegawai cuti dan sebagainya. Di samping itu mereka yang tidak mempunyai pekerjaan tetapi sedang mencari pekerjaan atau mengharapkan dapat pekerjaan juga termasuk dalam kelompok angkatan kerja ini.

Penduduk yang termasuk bukan angkatan kerja.

Penduduk yang termasuk dalam kelompok bukan angkatan kerja adalah mereka yang selama seminggu yang lalu hanya bersekolah, mengurus rumah tangga dan sebagainya dan tidak melakukan sesuatu kegiatan yang dapat dimasukkan dalam kategori bekerja, sementara tidak bekerja atau mencari pekerjaan.

(40)

maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan dan bekerja paling sedikit satu jam dalam seminggu. Yang termauk dalam kategori yang mempunyai pekerjaan, tetapi sementara tidak bekerja adalah penduduk (10 tahun keatas) yang mempunyai pekerjaan tetapi selama seminggu yang lalu tidak bekerja karena berbagai sebab, seperti sedang sakit, cuti, menunggu panen, mogok dan sebagainya atau bekerja selama kurang dari satu jam. Yang dimasukkan kategori mencari pekerjaan adalah penduduk 10 tahun keatas yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan, yaitu:

• Mereka yang belum pernah bekerja.

• Mengajukan lamaran.

• Membalas iklan yang menawarkan pekerjaan.

• Mendatangi langsung kantor.

• Pesan lewat kenalan.

2.3.3 Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha, Status Pekerjaan, Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Serta Jam Kerja

Dalam ketenagakerjaan, tenaga kerja dapat dikelompokkan menurut lapangan usaha, status pekerjaan, pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan jam kerja.

Berdasarkan lapangan usaha, tenaga kerja dikelompokkan atas tenga kerja yang bekerja di sektor:

1. Pertanian, Kehutanan, Perikanan, Peternakan.

(41)

3. Industri manufaktur.

4. Listrik, gas dan air minum.

5. Bangunan.

6. Perdagangan besar, Eceran dan Rumah Makan.

7. Keuangan, Asuransi, usaha persewaan, Tanah dan Jasa Perusahaan.

8. Angkutan, Pergudangan dan Komunikasi.

9. Jasa kemasyarakatan dan lainnya.

Apabila dilihat dari lapangan pekerjaan, peningkatan pendapatan perkapita biasanya akan diikuti dengan penurunan kontribusi sektor pertanian dalam menyediakan lapangan kerja. Penurunan ini erat kaitannya dengan perubahan struktur permintaan dan produksi akibat dari peningkatan pendapatan perkapita yang beralih dari barang dan hasil pertanian ke barang – barang hasil industri. Berdasarkan pendidikan tertinggi yang ditamatkan, tenaga kerja dibagi atas:

1) Tidak pernah sekolah.

2) Tidak tamat sekolah dasar (SD).

3) Sekolah Dasar (SD).

4) Sekolah Lanjut Tingkat Pertama (SLTP).

5) Sekolah Lanjut Tingkat Atas (SLTA).

(42)

8) Diploma IV/Sarjana.

Bila dilihat dari pendidikan tertinggi yang ditamatkan, pendidikan berbanding lurus atau berhubungan positif dengan upah atau gaji. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi tingkat upah atau gaji yang diterima. Hubungan ini menjadi hal yang sangat penting dalam keputusan tentang efisiensi alokasi sumber daya manusia (SDM).

Bila dilihat dari status pekerjaan, pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan rasio jumlah karyawan dengan upah atau gaji meningkat. Sementara itu rasio jumlah tenaga kerja yang bekerja dengan dibantu keluarga atau karyawan tidak tetap dan pekerja keluarga menurun.

Berdasarkan status pekerjaan, tenaga kerja dibagi atas: 1. Bekerja sendiri tanpa bantuan orang lain.

2. Bekerja dengan dibantu anggota rumah tangga atau buruh tidak tetap.

3. Berusaha dengan buruh tetap.

4. Buruh atau karyawan.

5. Pekerja keluarga.

(43)

tercermin dari berkurangnya jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor informal dan meningkatnya jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor formal.

Dilihat dari segi jam kerja, dapat dibagi menjadi pemanfaatan jam sedikit atau sering diistilahkan sebagai “setengah menganggur (labor utilization)” yaitu bilamana seseorang bekerja antara 1 – 34 jam selama seminggu yang lalu. Dasar 34 jam sebagai batas adalah berdasarkan arbitraty, yang menyatakan bahwa bilaman seseorang bekerja antara 35 – 60 jam selama seminggu yang lalu atau sekitar 6 – 8 jam perhari, sedangkan pekerja lebih (over utilization) bilamana melebihi bekerja 60 jam selama seminggu.

2.4 Teori Migrasi

2.4.1 Teori Migrasi Everett S. Lee

Dalam keputusan bermigrasi selalu terkandung keinginan untuk memperbaiki salah satu aspek kehidupan, sehingga keputusan seseorang melakukan migrasi dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor. Menurut Lee (1987) ada empat faktor yang perlu diperhatikan dalam studi migrasi penduduk yaitu:

1) Faktor – faktor daerah asal.

2) Faktor – faktor yang terdapat pada daerah tujuan.

3) Rintangan antara (rintangan yang menghambat)

4) Faktor – faktor individual.

Tiga hal pertama digambarkan sebagai berikut:

(44)

+ _ 0 + _ 0 _

Pada masing – masing daerah terdapat faktor – faktor yang menahan seseorang untuk tidak meninggalkan daerahnya atau menarik orang untuk pindah ke daerah tersebut (faktor +), dan ada pula faktor – faktor yang memaksa mereka untuk meninggalkan daerah tersebut (faktor -). Selain itu, ada pula faktor – faktor yang tidak mempengaruhi penduduk untuk bermigrasi (faktor 0). Diantara keempat faktor tersebut, faktor individu merupakan faktor yang sangat menentukan dalam pengambilan keputusan untuk bermigrasi. Penilaian positif atau negatif terhadap suatu daerah tergantung kepada individu itu sendiri.

(45)

penarik, seperti perkembangan industri, perdagangan, pendidikan, perumahan dan transportasi. Kondisi ini diminati oleh penduduk daerah lain yang berharap dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Pada sisi lain, setiap daerah mempunya faktor pendorong (push factor) yang menyebabkan sejumlah penduduk migrasi ke luar daerahnya. Faktor pendorong itu antara adalah:

• Makin berkurangnya sumber – sumber alam, menurunnya permintaan atas barang – barang tertentu yang bahan bakunya makin sulit diporoleh seperti hasil tambang, kayu atau bahan dari hasil pertanian.

• Menyempitnya lapangan pekerjaan di tempat asal akibat masuknya teknologi yang menggunakan mesin – mesin (capital intensive).

• Adanya tekanan – tekanan atau diskriminasi politik, agama, suku di daerah asal.

• Tidak cocok lagi dengan adat, budaya dan kepercayaan di daerah asal.

• Alasan pekerjaan atau perkawinan yang menyebabkan tidak bisa mengembangkan karir pribadi.

• Bencana alam, baik banjir, kebakaran, gempa bumi, musim kemarau panjang atau adanya wabah penyakit.

2.4.2 Teori Migrasi Todaro

(46)

tingginya tingkat pengangguran yang ada di daerah – daerah perkotaan. Selanjutnya, model Todaro mendasarkan diri pada pemikiran bahwa arus migrasi itu berlangsung sebagai tanggapan terhadap adanya perbedaan pendapatan antara kota dan desa. Namun, pendapatan yang dipersoalkan di sini bukanlah penghasilan aktual, melainkan penghasilan yang diharapkan. Adapun premis dasar dalam model ini adalah bahwa para migran senantiasa mempertimbangkan dan membanding – bandingkan berbagai macam pasar tenaga kerja yang tersedia bagi mereka di sektor pedesaan dan perkotaan, serta kemudian memilih salah satu di antaranya yang dapat memaksimalkan keuntungan yang di harapkan dari migrasi.

Pada dasarnya, model Todaro tersebut beranggapan bahwa segenap angkatan kerja, baik yang aktual maupun potensial, senantiasa membandingkan penghasilan yang diharapkan selama kurun waktu tertentu di sektor perkotaan (yaitu selisih antara penghasilan dan biaya migrasi) dengan rata – rata tingkat penghasilan yang bisa diperoleh di pedesaan. Mereka baru akan memutuskan untuk melakukan migrasi jika penghasilan bersih di kota melebihi penghasilan bersih yang tersedia di desa.

(47)

Dalam situasi kesempatan kerja penuh, kesempatan untuk bermigrasi memang dapat didasarkan semata – mata pada keinginan untuk mendapatkan pekerjaan dengan upah yang relatif tinggi, dimana pun pekerjaan itu tersedia. Lebih lanjut, arus migrasi ini akan berhenti dengan sendirinya jika selisih pendapatan di desa dan kota mengecil (upah di kota menurun karena jumlah pekerja yang tersedia bertambah, sedangkan upah di desa meningkat karena jumlah tenaga kerja menyusut) sampai akhirnya sama. Bertolak dari pemikiran ini, model atau teori yang sederhana ini menganggap migrasi bukan suatu masalah yang perlu dikhawatirkan, karena mekanisme pasar akan mampu menghentikan atau meningkatkannya sesuai dengan kebutuhan yang ada.

Sayangnya, analisis seperi ini tidaklah realistis apalagi jika dikaitkan dengan kerangka kelembagaan dan ekonomi di sebagian Negara – Negara berkembang seperti di Indonesia. Terdapat sejumlah alasan yang kuat untuk mengatakan analisa itu tidak realistis yaitu:

 Negara – Negara berkembang pada umumnya menghadapi masalah pengangguran yang serius dan kronis sehingga seorang migran tidak dapat berharap segera mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang tinggi diperkotaan.

(48)

yang relatif mudah dimasuki, beroperasi pada skala kecil dan dengan upah yang relatif bersaing.

 Penduduk migran yang terdidik peluangnya lebih baik dan beberapa diantaranya akan menemukan pekerjaan di sektor formal lebih cepat. Namun pekerja terdidik ini hanya bagian kecil dari aliran penduduk migran secara total. Itu berarti sebelum memutuskan untuk bermigrasi, para calon migran juga harus mempertimbangkan kemungkinan dan resiko menganggur (baik terbuka maupun terselubung) dalam jangka waktu yang cukup lama.

Mayoritas usia migran yang masih muda membuat keputusan mereka untuk melakukan migrasi harus dilandaskan pada suatu jangka waktu yang lebih panjang guna memungkinkan mereka memperhitungkan penghasilan yang lebidh permanen. Apabila para calon migrant itu memperkirakan bahwa nilai – nilai kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan tetap relatif rendah pada periode awal, bobot kemungkinan tersebut diharapkan akan meningkat seiring dengan berjalannya waktu dan semakin luasnya hubungan atau koneksinya, sehingga tetap rasional baginya untuk bermigrasi meskipun penghasilan yang diharapkan pada periode awal mungkin lebih rendah dari pada pendapatan yang diperolehnya di pedesaan.

(49)

2.5 Teori Penduduk

2.5.1 Aliran Malthusian dan Neo Malthusian a) Aliran Malthusian

Malthus dilahirkan tahun 1766, dekat Dorking di Surrey, Inggris, dia bersekolah di Jesus College di Universitas Cambridge selaku mahasiswa yang cemerlang. Dia tamat tahun 1788 dan ditugaskan sebagai pendeta Anglikan pada tahun itu juga. Dan di tahun 1791 dia peroleh gelar "master" dan tahun 1793 dia menjadi kerabat Jesus College.

Aliran ini dipelopori olen Thomas Robert Malthus, seorang pendeta Inggris, hidup pada tahun 1766 sampai 1834. Pada tahun 1798 lewat karangannya yang berjudul “essai on principle of populations as it affect the future improvement of society” yang menyatakan bahwa penduduk apabila tidak ada

(50)

Seperti telah disebutkan di atas, untuk dapat keluar dari permasalah kekurangan pangan tersebut, pertumbuhan penduduk harus dibatasi. Menurut Malthus pembatasan tersebut dapat dilaksanakan dengan dua cara yaitu:

1. Preventive checks adalah pengurangan penduduk melalui penekanan kelahiran. Preventive checks dapat dibagi menjadi dua yaitu : moral restraint dan vice. Bagi Malthus moral restain merupakan pembatasan

kelahiran yang paling penting, sedangkan penggunaan alat kontrasepsi belum dapat diterima.

2. Positive checks adalah pengurangan penduduk melalui proses kematian. Apabila di suatu wilayah jumlah penduduk melebihi jumlah persediaan bahan pangan, maka tingkat kematian akan meningkat mengakibatkan terjadinya kelaparan, wabah penyakit dan lain sebagainya. Proses ini akan terus berlangsung sampai jumlah penduduk seimbang dengan persediaan bahan pangan.

Pendapat Malthus banyak mendapat tanggapan para ahli dan menimbulkan diskusi yang terus menerus. Pada umumnya gagasan yang dicetuskan Malthus dalam abad ke 18 pada masa itu dianggap aneh. Asumsi yang mengatakan bahwa dunia akan kehabisan sumber daya alam karena jumlah penduduk yang selalu meningkat, tidak bisa diterima oleh akal sehat. Beberapa kritik terhadap toeri Malthus adalah sebagai berikut:

(51)

bahan makanan ke daerah – daerah yang kekurangan pangan mudah dilakukan.

2) Malthus tidak memperhitungkan kemajuan yang pesat dalam bidang teknologi, terumata dalam bidang pertanian. Jadi, produksi pertanian dapat pula ditingkatkan secara cepat dengan mempergunakan teknologi baru.

3) Malthus tidak memperhitungkan usaha pembatasan kelahiran bagi pasangan – pasangan yang sudah menikah.

4) Fertilitas akan menurun apabila terjadi perbaikan ekonomi dan standar hidup penduduk dinaikkan. Hal ini tidak diperhitungkan oleh Malthus.

(52)

merupakan nasib yang daribpadanya orang tidak mungkin bisa lolos. Sungguh suatu kesimpulan yang pesimistis!

b. Aliran Neomalthusian

Pada akhir abad ke 19 dan permulaan abad ke 20, teori Malthus mulai diperdebatkan lagi. Kelompok yang mendukung aliran Malthus tetapi lebih radikal disebut dengan kelompok Neo-Malthusia. Kelompok ini tidak sependapat dengan Malthus bahwa mengurangi jumlah penduduk cukup dengan “moral restain” saja. Untuk keluar dari perangkap Malthus, mereka menganjurkan penggunakan semua cara – cara preventive checks, misalnya dengan penggunaan alat – alat kontrasepsi untuk mengurangi jumlah kelahiran, pengguguran kandungan (abortions).

Menurut kelompok inti (yang dipelopori oleh Garnett Hardin dan Paul Ehrlich). Pada abad ke 20 sekitar tahun 1950-an, dunia baru yang pada zamannya Malthus masih kosong kini sudah mulai penuh dengan manusia. Dunia baru sudah mulai tidak mampu untuk menampung jumlah penduduk yang selalu bertambah. Tiap minggu lebih dari satu juta bayi lahir didunia, ini berarti satu juta lagi mulut yang harus diberi makan. Mungkin pada permulaan abad ke 19 orang masih dapat mengatakan bahwa apa yang diramalkan Malthus tidak mungkin terjadi tetapi sekarang beberapa orang percaya bahwa hal itu akan terjadi.

(53)

1) Dunia ini sudah terlalu banyak manusia. 2) Keadaan bahan makanan semakin terbatas.

3) Karena terlalu banyak manusia di dunia ini lingkungan sudah banyak yang rusak dan tercemar.

`Pada tahun 1990, Ehrlich bersama istrinya merevisi buku tersebut dengan judul yang baru “the population explotion”, yang isinya bahwa bom penduduk yang dikhawatirkan tahun 1968, kini sewaktu – waktu akan meletus. Kerusakan dan pencemaran lingkungan yang parah karena sudah terlalu banyaknya penduduk sangat mereka. Pangdangan mereka tentang masa depan dunia ini sangat suram, namun demikian isu kependudukan ini sangat penting bagi seluruh generasi terutama bagi penduduk di Negara Maju.

Pada tahun 1972, Meadow menerbitkan sebuah buku dengan judul “the limit to growth”. Bagi penganut Malthus, buku ini merupakan karya terbaik yang pernah diterbitkan, tetapi bagi penentang teori Malthus buku ini dapat mempengaruhi manusia dalam melihat masa depan dari dunia ini, yaitu dunia penuh kesuraman dan pesimisme. Tulisan Meadow memuat hubungan antara variabel laingkungan yaitu:

1) Penduduk.

(54)

Pada waktu persediaan sumber daya alam masih berlimpah, maka bahan makanan perkapita, hasil industri dan penduduk bertambah dengan cepat. Pertumbuhan ini akhirnya menurun sejalan dengan menurunnya persediaan sumber daya alam yang akhirnya akan habis. Walaupun dibuat asumsi yang bervariasi dari laju perkembangan kelima variabel diatas, terjadinya malapetaka tidak dapat dihindari, hanya waktunya dapat ditunda. Ada dua kemungkinan yang dapat dilakukan yaitu, membiarkan malapetakan itu terjadi atau manusia itu membatasi pertumbuhannya dan mengelola lingkungan alam dengan baik (demografi umum, 2003).

2.5.2Aliran Marxist

(55)

Selantujnya Marx berkata, kaum kapitalis membeli mesin – mesin untuk menggantikan pekerjaan – pekerjaan yang dilakukan oleh buruh. Jadi, penduduk yang melarat bukan disebabkan karena kekurangan bahan pangan, tetapi karena kaum kapitalis mengambil sebagian dari pendapatan mereka. Jadi, menurut Marx dan Engels system kapitalislah yang menyebabkan kemelaratan tersebut, dimana mereka menguasai alat – alat produksi.

(56)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang dilakukan dalam mengumpulkan informasi empiris guna memecahkan masalah dan menguji hipotesis dari penelitian.

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisa pengaruh Pendapatan Perkapita dan Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja terhadap Urbanisasi di Sumatera Utara.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari sumber informasi yang berkaitan dengan penelitian ini yaitu Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara. Di samping itu, data lainnya yang mendukung penelitian ini diperoleh dari sumber bacaan seperti, jurnal dan buku bacaan lainnya. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data runtun waktu (time series) dengan kurun waktu 20 tahun (1989-2008).

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) yaitu penelitian yang dilakukan melalui bahan – bahan kepustakaan berupa tulisan – tulisan ilmiah, jurnal, artikel dan laporan – laporan penelitian yang ada hubungannya dengan topik yang diteliti. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan melakukan pencatatan secara langsung dari sumber informasi yang berkaitan dengan penelitian ini.

(57)

Penulis melakukan pengolahan data dengan metode statistika menggunakan program komputer E-Views 6.0 untuk mengolah data dalam skripsi ini.

3.5 Model Analisa Data

Model analisis yang digunakan dalam menganalisa data adalah model ekonometrika. Dalam menganalisis data yang diperoleh untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel – variabel bebas terhadap variabel terikat maka digunakan model ekonometrika dengan meregresikan variabel – variabel yang ada dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa (ordinal least squared ). Data yang digunakan dianalisa secara kuantitatif dengan menggunakan analisis statistika yaitu persamaan regresi linier berganda.

Model persamaannya adalah sebagai berikut:

Y = f (X1, X2)………...(1)

Kemudian fungsi tersebut dispesifikasikan ke dalam bentuk model persamaan regresi linier sebagai berikut:

Y = α + β1 X1 +β 2 X2 + μ………..(2)

Dimana :

Y = Urbanisasi (Persen)

X1 = Pendapatan Perkapita (Rupiah)

X2 = Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (Persen)

α = Intercept/ Konstanta

(58)

μ = Term of Error (Kesalahan Penggunaan)

Bentuk hipotesis di atas secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut: Artinya jika X1 (PDRB Atas Dasar Harga Berlaku) meningkat

maka Y (Urbanisasi) akan mengalami kenaikan, ceteris paribus. Artinya jika X2 (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja) meningkat maka Y (Urbanisasi) akan mengalami kenaikan, ceteris paribus. 3.6 Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian)

3.6.1 Uji Koefisien Determinasi (R-Square)

Koefisien determinasi dilakukan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel independen secara bersama – sama memberi penjelasan terhadap variabel dependen. Nilai R2 berkisar 0 sampai 1 (0 ≤ R < 1).

3.6.2 Uji t-statistik

Uji t-statistik merupakan suatu pengujian secara parsial yang bertujuan untuk mengetahui apakah koefisien regresi signifikan atau tidak signifikan terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel lainnya konstan, dalam uji ini digunakan sebagai berikut:

H0 : bi = b Ha : bi ≠ b

(59)

Dimana:

b1 = Koefisien variabel independen ke-i b = Nilai hipotesis nol

Sbi = Simpangan baku dari variabel independen ke-i Kriteria pengambilan keputusan:

H0 : β = 0 H0 diterima (t* < t-tabel) artinya variabel independen secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap variabel independen.

Ha : β = 0 Ha diterima (t* > t-tabel) artinya variabel independen secara parsial berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

Ho diterima

Ha diterima Ha diterima

-tα/2 0 tα/2 Gambar 3.1 Kurva Uji t-statistik 3.6.3 Uji F-statiatik

Uji F-statistik ini adalah pengujian yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh regresi secara bersama – sama terhadap variabel dependen.

Untuk pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut:

(60)

Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai F-statistik dengan F-tabel. Jika F-hitung > F-tabel maka H0 ditolak, yang berarti variabel independen secara bersama – sama mempengaruhi variabel dependen. Nilai F-hitung dapat diperoleh dengan rumus:

Dimana:

R2 = Koefisien determinasi k = Jumlah variabel independen n = Jumlah sampel

Kriteria pengambilan keputusan :

H0 : β1 = β2 = 0 H0 diterima (F* < F-tabel) artinya variabel independen secara simultan tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

(61)

3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik 3.7.1 Multikolinearity

Multikolinearity adalah alat untuk mengetahui suatu kondisi apakah terdapat korelasi variabel independen diantara satu sama lainnya. Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearity dapat dilihat dari nilai R2, F-hitung, t-hitung dan standart error.

Adanya multikolinearity ditandai dengan: 1. Standart error tidak terhingga.

2. Tidak ada satupun t-statistik yang signifikan pada α = 1%, α = 5%, α = 10%.

3. Terjadinya perubahan tanda atau tidak sesuai dengan teori.

4. R2 sangat tinggi.

3.7.2 Autokorelasi

Autokorelasi didefenisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu dan ruang. Model regresi linear klasik mengasumsikan autokorelasi tidak terdapat di dalamnya distribusi atau gangguan

μi dilambangkan dengan :

E(μi:μj)= 0 i ≠ j

(62)

2. Dengan D-W Test (uji Durbin-Watson)

Uji D-W ini dirumuskan sebagai berikut :

Dengan hipotesis sebagai berikut :

H0 : ρ = 0, artinya tidak ada autokorelasi. H0 : ρ = 0, artinya ada autokorelasi.

Dengan jumlah sampel tertentu dan jumlah variabel independen tertentu diperoleh nilai kritis dl dan du dalam table distribusi Durbin-Watson untuk berbagai nilai α. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut :

Autokolerasi (−) Autokolerasi (+)

Ho diterima

dl du 2 4 – du 4 – dl Gambar 3.3 Kurva Uji Durbin Watson

Keterangan :

H0 : Tidak ada korelasi.

DW<dl : Tolak H0 (ada korelasi positif). DW>4-dl : Tolak H0 (ada korelasi negatif). du<DW<4-du : Terima H0 (tidak ada korelasi).

(63)

3.8 Definisi Operasional

1. Tingkat urbanisasi adalah jumlah penduduk yang memusat di daerah perkotaan atau meningkatnya proporsi tersebut yang dinyatakan dalam jiwa.

2. Pendapatan Perkapita adalah Total Pendapatan suatu daerah dibagi dengan jumlah penduduk di daerah tersebut untuk tahun yang sama yang dinyatakan dalam rupiah.

(64)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Daerah Penelitian

4.1.1 Kondisi Geografis

Pripinsi Sumatera Utara berada di bagian barat Indonesia yang terletak pada garis 1o – 4o LU dan 98o BT. Sumatera Utara mempunyai letak yang sangat strategismdi tinjau dari letak geografisnya, karena terletak di jalur perdagangan internasional dan berdekatan dengan Malaysia, Singapura dan Thailand. Hal inilah yang kemudian memacu terbentuknya segitiga Indonesia-Malaysia-Singapura.

Sebelah utara propinsi ini berbatasan dengan Propinsi Nangro Aceh Darusssalam, sebelah Timur berbatasan dengan Negara Malaysia, di selat Malaka, sebelah Selatan berbatsan dengan Propinsi Riau dan Sumatera Barat dan di sebelah Barat berbatsan dengan Samudra Hindia. Luas wilayah propinsi kurang lebih 71,680 km2 atau sekitar 14.95% dari seluruh luas Sumatera dan 3.69% dari luas wilayah Indonesia, hal inilah yang menjadikan propinsi Sumatera Utara adalah Propinsi yang sangat potensial dalam membantu dan memacu pertumbuhan ekonomi Negara ini.

Berdasarkan letak dan kondisi alamnya, Sumatera Utara dibagi atas tiga kelompok wilayah, yaitu:

1. Pantai Barat (Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Sibolga, dan Nias).

(65)

3. Pantai Timur (Medan, Binjai, Langkat, Tebing Tinggi, Asahan, Tanjung Balai dan Labuhan Batu).

Jumlah pulau di Sumatera Utara sekitar 162 pulau yang terdiri dari 156 pulau berada di tepi pantai Barat dan 6 pulau berada di pantai Timur. Berdasarkan Undang- undang Darurat No.7 tahun 1956, Undang- undang Darurat No.8 tahun 1956, Undang- undang Darurat No.9 tahun 1956, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- undang No.4 tahun 1964, Sumatera Utara terdiri dari 21 Kabupaten dan 7 Kotamadya.

Wilayah Sumatera Utara memiliki potensial ynag cukup yang cukup besar dan cukup luas untuk dikembangkan menjadi areal pertanian untuk menunjang pertumbuhan industri. Laut darat, sungai merupakan Potensi perikanan dan perhubungan sedangkan kaindahan alam daerah merupakan potensi energi untuk pengembangan industri.

Kota Medan sebagai ibukota Propinsi Sumatera Utara sekaligus juga disamping merupakan pusat pengembangan wilayah Sumatera Utara yang memiliki fasilitas komunikasi, perbankan, dan jasa – jasa perdagangan lainnya yang mampu mendorong pertumbuhan wilayah belakangnya. Di Sumatera Utara juga terdapat lembaga – lembaga pendidikan dan penelitian seperti perguruan tinggi, balai penelitian dan balai latihan kerja yang mampu membentuk tenaga pembangunan terddidik dan terampil serta hasil – hasil penelitian yang bermanfaat bagi pembangunan daerah.

4.1.2 Kondisi Iklim dan Topografi

(66)

Kelembapan udara rata – rata 78% - 91% per tahun, curah hujan kurang lebih 1800 – 4000 mm per tahun dan penyinaran matahari 43%. Sebagaimana propinsi lain, musim hujan biasanya pada bulan November sampai bulan maret dan musim kemarau biasanya terjadi pada bulan April sampai bulan Oktober. Diantara kedua musim ini diselingi oleh musim pancaroba.

Ketinggian permukaan dataran Propinsi Sumatera Utara sangat bervariasi, sebagian daerahnya datar, hanya beberapa meter diatas permukaan laut, beriklim cukup panas bisa mencapai 35o C. Sebagian daerahnya berbukit dengan kemiringan yang landai, beriklim sedang dan sebagian lagi berada pada ketinggian yang suhu minimalnya bisa mencapai 14o C.

4.1.3 Kondisi Demografi

Sumatera Utara merupakan Propinsi keempat yang terbesar jumlah penduduknya di Indonesia, setelah Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah yang dihuni oleh penduduk dari berbagai suku seperti Batak, Melayu, Nias, Aceh, Minangkabau, Jawa dan menganut berbagai agama seperti Kristen,Katolik, Islam, Budha, Hindu dan berbagai aliran kepercayaan lainnya.

(67)

4.1.4 Potensi Wilayah

Wilayah Sumatera Utara menjadi potensi yang cukup luas dan subur untuk dikembangkan menjadi areal pertanian untuk menunjang pertumbuhan industri. Laut, Danau dan Sungai merupakan potensi perikanan dan perhubungan. Sedangkan keindahan alam daerah merupakan potensi energik untuk perkembangan industri, perdagangan, dan lain – lain.

Dalam wilayah Sumatera Utara terkandung bahan galian dan tambang, seperti kapur, belerang, pasir kuarsa, kaolin, diatome, emas, batu bara, minyak dan gas bumi. Kegiatan perekonomian terpenting Sumatera Utara adalah pada sektor pertanian yang menghasilkan bahan pangan dan budidaya export dari perkebunan, tanaman pangan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Sedangkan industri yang berkembang di Sumatera Utara adalah industri pengolahan yang menunjang sektor pertanian, industri yang memproduksi barang – barang kebutuhan dalam negeri dan export, meliputi logam kasar, aneka industri kimia dasar, industri kecil dan kerajinan.

(68)

Kota Medan sebagai Ibukota propinsi daerah tingkat satu Sumatera Utara disamping merupakan salah satu pusat pengembangan, wilayah Sumatera Utara sekaligus juga merupakan pusat pengembangan wilayah pembangunan kelompok Sumatera, memiliki fasilitas komunikasi, perbankan dan jasa – jasa perdagangan lainnya yang mampu mendorong pertumbuhan wilayah daerah terbelakangnya. Di Sumatera Utara juga terdapat lembaga – lembaga pendidikan dan penelitian seperti perguruan tingi termasuk politeknik, balai penelitian dan balai pelatihan kerja yang mampu membentuk tenaga pembangunan yang terdidik dan terampil serta hasil – hasil penelitian yang bermanfaat bagi pembangunan daerah.

4.1.5 Gambaran Perekonomian Sumatera Utara

Laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi adalah dambaan semua daerah karena pertumbuhan ekonomi mencerminkan tingkat keberhasilan pemerintah dalam menjalankan tugasnya dan juga umumnya digunakan sebagai indicator kesejahtraaan rakyat. Dalam hal pencapaian pertumbuhan ekonomi, Sumatera Utara yang mempunyai wilayah sangat strategis di bidang ekonomi selalu di sibukkan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara pada tahun 2004 sebesar 3,17%, pada tahun 2006 sebesar 6,18%, pertumbuhan ekonomi tertinggi terjadi pada tahun 1988 dimana pada tahun tersebut pertumbuhan ekonomi naik menjadi 13,80% dan kenaikan ini adalah yang tertinggi sejak tahun 1987 sampai 2006.

(69)

tahun 1998, pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan -10,90%, sedangkan pada tahun sebelumnya pertumbuhan ekonomi tercatat positif sebesar 8,20%. 4.1.6 Perkembangan Tingkat Urbanisasi di Sumatera Utara

Tingginya tingkat urbanisasi merupakan indikator dari tekanan penduduk suatu daerah. Tingginya tingkat urbanisasi di suatu daerah biasanya dinyatakan dengan banyaknya jumlah penduduk urban (perkotaan) dibagi dengan jumlah secara keseluruhan. Laju urbanisasi di Sumatera Utara periode tahun 1999 – 2000 cenderung mengalami penurunan, dimana tingkat penurunan pada tahun tersebut adalah mencapai 2.88%.

Table 4.1 Tingkat Urbanisasi Di Sumatera Utara

Nomor Tahun Tingkat Urbanisasi

1 1989 35.45%

(70)

4.1.7 Perkembangan Pendapatan Perkapita Masyarakat dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja di Sumatera Utara

(71)

Table 4.2 Pendapatan Perkapita Masyarakat di Sumatera Utara Nomor Tahun Pendapatan Perkapita (000)

1 1989 927.17 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara

Jika dilihat dari table diatas maka perkembangan pendapatan perkapita dari setiap tahun 1989 sampai dengan tahun 2008 terus mengalami peningkatan. Pada tahun 1989 sebesar Rp. 927.170,00 dan pada 10 tahun kedepannya pada tahun 1999 setelah terjadi krisis ekonomi pendapatan perkapita Sumatera Utara tetap mengalami peningkatan yang bagus yaitu menjadi Rp. 5.182.390,00 dan terakhir pada tahun 2008 terjadi peningkatan yang semakin bagus yaitu menjadi Rp. 16.402.880,00.

(72)

peningkatan. Sektor industri menyumbangkan sebesar 18,42% terhadap pertumbuhan perekonomian Sumatera Utara. Ini merupakan sumbangan terbesar pertama dibandingkan dengan sektor – sektor lainnya.

Krisis ekonomi yang melanda sebagian besar Negara di dunia telah meninggalkan banyak cerita. Krisis ekonomi yang menimpa Indonesia tahun 1997 yan diawali dengan krisis nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dan krisis moneter yang berdampak pada perekonomian Indonesia yakni resesi ekonomi. Pegalaman ini merupakan pelajaran yang benar – benar memiliki srtuktur yang kuat dan dapat bertahan dalam situasi dan kondisi terburuk sekalipun.

(73)

Table 4.3 Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja dari Tingkat Partisipasai Angkatan Kerja

Nomor Tahun Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

1 1989 49.57%

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara

4.2 Hasil dan Analisa

(74)

Berdasarkan data yang telah diperoleh dari hasi penelitian dan telah diolah dengan menggunakan Eviews 6.0 dapat dilihat hasilnya dalam lampiran 2.

4.3 Interpretasi Model

Model persamaan adalah sebagai berikut :

Y = α + β1 X1 +β 2 X2 +μ………..….(2)

Dimana :

Y = Urbanisasi (Persen)

X1 = Pendapatan Perkapita (Rupiah)

X2 = Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (Persen)

α = Intercept/ Konstanta

β1, β 2 = Koefisien Regresi

μ = Term of Error (Kesalahan Penggunaan)

Berdasarkan hasil regresi linier berganda dengan menggunakan program Eviews 6.0 diperoleh estimasi sebagai berikut :

Tabel 4.4 Hasil Regresi

Keterangan ***) signifikan pada α = 1%

Y = 36,28108 + 0,000927X1 + 0,437483X2 Std.Error = (13,88017) (0,000261) (0,366980)

t- Statistik = (3,547398) *** (1,192117)***

R2 = 0,795689 F-Statistik = 33,10325

Adjusted R2 = 0,771652 Prob.Statistik = 0,000001

(75)

Dari hasil estimasi diatas dapat dijelaskan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen sebagai berikut :

1. Pendapatan Perkapita mempunyai pengaruh positif terhadap tingkat Urbanisasi di Sumatera Utara dengan Tingkat kepercayaan 99% dan besar koefisiennya adalah sebesar 0,000927 artinya setiap kenaikan Pendapatan Perkapita sebesar 1 Rupiah pertahun maka akan menyebabkan peningkatan tingkat urbanisasi sebesar 0,0009 persen per tahun atau setiap kenaikan Pendapatan Perkapita 1 juta rupiah akan menyebabkan peningkatan tingkat Urbanisasi penduduk sebesar 900 jiwa pertahunnya, ceteris paribus.

2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja mempunyai pengaruh positif terhadap Urbanisasi di Sumatera Utara dengan tingkat kepercayaan 99% dan besar koefisiennya 0,437483 artinya setiap kenaikan Tingkat Partisipasi Agkatan Kerja sebanyak 1 jiwa maka akan menyebabkan peningkatan tingkat Urbaniasi sebesar 0,437483 jiwa atau setiap kenaikan tingkat penyerapan tenaga kerja sebanyak 1000 jiwa akan menyebabkan peningkatan tingkat Urbanisasi sebesar 437,483 jiwa, ceteris paribus.

4.4 Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) 4.4.1. Koefisien Determinasi (R2)

Gambar

Gambar 1.3 Teori Migrasi
Gambar 3.3 Kurva Uji Durbin Watson
Table 4.2 Pendapatan Perkapita Masyarakat di Sumatera Utara
Table 4.3 Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja dari Tingkat Partisipasai
+6

Referensi

Dokumen terkait

pembangunan manusia, yang terbesar adalah variabel rasio penduduk miskin,. diikuti berturut-turut oleh variabel pembangunan gender,

Penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh jumlah pengusaha kena pajak, inflasi periode sebelumnya, dan pertumbuhan ekonomi terhadap pajak pertambahan nilai di

terjadi jika setiap negara mampu memproduksi barang tertentu secara lebih efisien.. dari pada negara lain melalui spesialisasi dan

Disiplin kerja mempunyai pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan lingkungan kerja dan kompensasi terhadap produktivitas kerja pegawai Biro Universitas Muhammadiyah

Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Magister Agribisnis Angkatan VII Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, yang telah membantu penulis selama masa perkuliahan

pertambahan jumlah penduduk, dan harga bawang merah sebelumnya. Ketika harga bawang merah tidak dipengaruhi oleh pertambahan jumlah penduduk, nilai tukar Rupiah terhadap

pertambahan jumlah penduduk, dan harga bawang merah sebelumnya. Ketika harga bawang merah tidak dipengaruhi oleh pertambahan jumlah penduduk, nilai tukar Rupiah terhadap

Dengan jumlah angkatan kerja yang ada dan tingkat upah minimum yang telah ditentukan oleh pemerintah kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara, maka kebijakan tenaga