• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penanaman Modal Dalam negeri (PMDN) di Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penanaman Modal Dalam negeri (PMDN) di Sumatera Utara"

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI (PMDN)

DI SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh :

087018013/EP

MUSTA’INURROHMAN

(2)

DI SUMATERA UTARA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

087018013/EP

MUSTA’INURROHMAN

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

SUMATERA UTARA Nama Mahasiswa : Musta’inurrohman Nomor Pokok : 087018013

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui: Komisi Pembimbing

(Dr. Murni Daulay, SE., M.Si)

Ketua Anggota

(Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec)

Ketua Program Studi Direktur,

(4)

Tanggal : 31 Januari 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec Anggota : 1. Dr. Murni Daulay, SE., M.Si 2. Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec 3. Dr. Rahmanta Ginting, MS

(5)

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Sumatera Utara, dibawah bimbingan, Dr. Murni Daulay, M.Si (Ketua), Wahyu Ario Pratomo, Sem M.Ec (Anggota)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh secara parsial dan bersama-sama PDRB, ekspor, angkatan kerja, belanja daerah pembangunan, inflasi, suku bunga kurs dan krisis ekonomi terhadap PMDN Sumatera Utara. Penelitian dilakukan di Sumatera Utara dengan ruang lingkup penelitian pada PDRB, Ekspor, angkatan kerja, Belanja Daerah pembangunan, inflasi, suku bunga kredit, kurs dan krisis ekonomi terhadap PMDN Sumatera Utara. Data dikumpulkan secara time series 1986 s/d 2007. Metode Penelitian yang dipergunakan adalah Ordinary Least Square (OLS). Dengan menggunakan model regresi linier berganda.

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan hasil uji partial (Uji t-statistik) diketahui bahwa terdapat 6 variabel yang signifikan mempengaruhi PMDN Sumatera Utara, variable tersebut adalah kurs, belanja daerah pembangunan, ekspor, inflasi, krisis ekonomi dan PDRB. Sedangkan terdapat dua variable yang tidak signifikan mempengaruhi PMDN Sumatera Utara, yaitu angkatan kerja dan suku bunga kredit. Secara serempak (simultan) variabel-variabel eksplanatori yang digunakan sangat signifikan pada α = 5 persen terhadap PMDN Sumatera Utara. Dari koefisien masing-masing variabel, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat pengaruh variabel PDRB, Kurs, Inflasi, Ekspor, suku bunga kredit, angkatan kerja, belanja daerah pembangunan dan krisis ekonomi sangat signifikan mempengaruhi PMDN Sumatera Utara.

(6)

ABSTRACT

This study aimed to determine the effect of partial and together GDP, exports, labor force, development expenditures, inflation, interest rate and economic crisis on domestic capital of North Sumatra. The study was conducted in North Sumatra with the scope of research on GDP, exports, labor force, the development of regional expenditure, inflation, interest rate, exchange rate and economic crisis on domestic capital of North Sumatra. Data collected in the time series 1986- 2007. The research method used was Ordinary Least Square (OLS). By using multiple linear regression models.

Research results showed that based on the results of partial tests (t-test statistics) it is known that there are six variables that significantly affect the domestic capital of North Sumatra, is a variable rate, development expenditures, exports, inflation, economic crisis and GDP. While there are two variables that do not significantly affect the domestic capital of North Sumatra, the labor force and lending rates. Simultaneously (simultaneous) explanatory variables used are

significant at α = 5 per cent of the domestic capital of North Sumatra. Of the

coefficient of each variable, it can be concluded that the level of influence of variables GDP, exchange rate, inflation, exports, interest rate, labor force, development expenditures and economic crisis significantly affect domestic investment in North Sumatra.

(7)

Penulis mengucapkan Alhamdulillahirobbbil’aalamin, segala puji dan

syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkah-Nya kepada penulis

sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis menyadari

bahwa banyak memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak, baik

secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada kesempatan ini

penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus, kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc (CTM), Sp.A(K),

selaku Rektor Universitas Sumatera Utara Medan

2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan

3. Ibu Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, MEc, selaku Ketua Program Studi Magister

Ilmu Ekonomi, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

4. Bapak Prof. Dr. Ramli, MS, selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu

Ekonomi, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

5. Ibu Dr. Murni Daulay, MSi, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak

Wahyu Ario Pratomo, SE, MEc, selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang

(8)

6. Bapak Prof. Sya’ad Afifuddin, Mec, Dr. Rahmanta, MS dan Bapak Rahmad

Sumanjaya, SE, Msi., selaku Komisi Pembanding yang telah banyak

memberikan saran-saran dan kritik untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.

7. Bapak dan Ibu Dosen Pengajar dan staf Administrasi di Program Magister

Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Medan.

8. Khususnya istriku tercinta Tia Kustiah., Anakku tersayang Innosentia Selly

Saffanah, Almira Siegly Syakirah, Syieikha Farahdiba Rahman, yang selalu

memberikan do’a restu dan dukungan secara moril, sehingga penulis dapat

menyelesaikan pendidikan ini.

9. Ayahanda Alm. K.H. Abdul Wahab Lubis dan Ibunda Hajjah Nur Aminah,

abang-abangku, kakak-kakakku, dan adikku tersayang, yang selalu

memberikan do’a restu dan motivasinya baik moril maupun materiil kepada

penulis untuk senantiasa dapat menyelesaikan pendidikan ini,

10. Rekan-rekan penulis, khususnya Angkatan XIV pada Program Magister

Ekonomi Pembangunan, Sekolah Pascasarjana USU Medan, yang telah

mendukung dan sama-sama berjuang untuk menyelesaikan pendidikan ini.

Supaino, Barto, Darwin, Jamardua, Rehulina, Teja, Bobi, Aulia, Herman,

(9)

Penulis sangat menyadari bahwa tesis ini masih banyak memiliki

kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Namun harapan penulis semoga tesis ini

bermanfaat kepada seluruh pembaca. Semoga kiranya Allah SWT memberikan

berkah dan rahmat-Nya kepada kita semua, Amiin.

Medan, 31 Januari 2013. Penulis,

(10)

NAMA LENGKAP : MUSTA’INURROHMAN

TEMPAT/TGL LAHIR : SLIYEG, INDRAMAYU, 21 JUNI 1971 ALAMAT RUMAH : JL MELATI BLOK G NO.10 KARAWACI,

TANGERANG, BANTEN AGAMA : ISLAM

JENIS KELAMIN : LAKI-LAKI

NAMA AYAH : H. NASUHA

NAMA IBU : HJ. SOLIHAH

PENDIDIKAN :

(11)

Halaman

Abstrak ... i

Abstract ... ii

Kata Pengantar ... iii

Daftar Riwayat Hidup ... vi

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... ix

Daftar Gambar ... ... x

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 12

1.3. Tujuan Penelitian ... 12

1.4. Manfaat Penelitian ... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Investasi... 14

2.2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ... 18

2.3. Ekspor ... 30

2.4. Ketenaga Kerjaan ... 34

2.5. Belanja Daerah (BD) ... 41

2.6. Inflasi... 44

2.7. Konsep Suku Bunga ... 48

2.8. Nilai Tukar Mata Uang ... 49

2.9. Penelitian Terdahulu ... 55

2.10. Kerangka Pemikiran ... 58

2.11. Hipotesis Penelitian ... 58

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 60

3.2. Sumber Data ... 60

(12)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Propinsi Sumatera Utara ... 67

4.2. Pengembangan Wilayah Sumatera Utara ... 70

4.3. Kondisi Perekonomian Sumatera Utara ... 73

4.4. PDRB Sumatera Utara ... 83

4.5. Kurs ... 86

4.6. Ekspor ... 87

4.7. Suku Bunga Kredit ... 89

4.8. Suku Krisis Ekonomi ... 90

4.9. PMDN ... 92

4.10. Angkatan Kerja ... 94

4.11. Inflasi... 96

4.12. Belanja Daerah Pembangunan ... 99

4.12 Hasil Analisis Data dan Pembahasan ... 101

4.12.1 Deskripsi Data ... 101

4.12.2 Analisis regresi ... 102

4.12.3 Uji statistik Hasil Estimasi Model... 104

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ...113

5.2. Saran – Saran...114

Daftar Pustaka ... 115

(13)

Tabel Judul Halaman

1.1 Perkembangan PMDN ... 4

I.2 Perkembangan Ekspor, Tenaga Kerja, Belanja Daerah, Inflasi, 4.1 PMDN Sumatera Utara Tahun 1986 s/d 2007 ... 83

4.2 PDRB Sumatera Utara (Dalam Milyar Rupiah) Tahun 1986 – 2007 .. 86

4.3 Ekspor Tahun 1986- 2007 ... 88

4.4 Angkatan Kerja di Sumatera Utara Tahun 1986 s/d 2007 ... 90

4.5 Belanja Daerah Pembangunan Sumatera Utara Tahun 1986 s/d 2007 92 4.6 Inflasi di Sumatera Utara Tahun 1986 s/d 2007... 93

4.7 Suku Bunga Kredit ahun 1986-2007 ... 96

4.8 Nilai Tukar Rupiah / US Dolar Amerika Tahun 1986 – 2007 ... 98

4.9 Rangkuman Statistik Deskriptif ... 102

4.10 Lanjutan Rangkuman Statistik Deskriptif ... 102

4.11 Hasil Uji Multikolinieritas. ... 103

4.12. Hasil Estimasi untuk Uji LM Test ... 104

(14)

1.1 Perkembangan PMDN ... 4

I.2 Perkembangan Ekspor, Tenaga Kerja, Belanja Daerah, Inflasi, Suku Bunga dan Kurs serta PMDN Tahun 1993-2007 ... 5

I.3 Perkembangan PDRB Tahun 1993-2007 ... 6

2.1 Fungsi investasi terhadap pendapatan nasional... 28

2.2 Peningkatan Agregat Supply akibat peningkatan Kurva produksi ... 37

2.3 Keseimbangan di Pasar Tenaga Kerja... 39

2.4 Kerangka Berpikir ... 58

4.1 Perkembangan PMDN ... 84

4.2 PDRB Sumatera Utara Tahun 1986 – 2007 ... 87

4.3 EksporTahun 1986 – 2007 ... 89

4.4 Tenaga Kerja Tahun 1986 – 2007 ... 91

4.5 Belanja Daerah 1986 – 2007 ... 93

4.6 Inflasi 1986 – 2007... 95

4.7 Bunga Kredit Tahun 1986 – 2007 ... 97

(15)

1. Data Varianel ... 118

2. Output Regresi ... 119

3. Uji Asumsi Klasik ... 120

(16)

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Sumatera Utara, dibawah bimbingan, Dr. Murni Daulay, M.Si (Ketua), Wahyu Ario Pratomo, Sem M.Ec (Anggota)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh secara parsial dan bersama-sama PDRB, ekspor, angkatan kerja, belanja daerah pembangunan, inflasi, suku bunga kurs dan krisis ekonomi terhadap PMDN Sumatera Utara. Penelitian dilakukan di Sumatera Utara dengan ruang lingkup penelitian pada PDRB, Ekspor, angkatan kerja, Belanja Daerah pembangunan, inflasi, suku bunga kredit, kurs dan krisis ekonomi terhadap PMDN Sumatera Utara. Data dikumpulkan secara time series 1986 s/d 2007. Metode Penelitian yang dipergunakan adalah Ordinary Least Square (OLS). Dengan menggunakan model regresi linier berganda.

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan hasil uji partial (Uji t-statistik) diketahui bahwa terdapat 6 variabel yang signifikan mempengaruhi PMDN Sumatera Utara, variable tersebut adalah kurs, belanja daerah pembangunan, ekspor, inflasi, krisis ekonomi dan PDRB. Sedangkan terdapat dua variable yang tidak signifikan mempengaruhi PMDN Sumatera Utara, yaitu angkatan kerja dan suku bunga kredit. Secara serempak (simultan) variabel-variabel eksplanatori yang digunakan sangat signifikan pada α = 5 persen terhadap PMDN Sumatera Utara. Dari koefisien masing-masing variabel, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat pengaruh variabel PDRB, Kurs, Inflasi, Ekspor, suku bunga kredit, angkatan kerja, belanja daerah pembangunan dan krisis ekonomi sangat signifikan mempengaruhi PMDN Sumatera Utara.

(17)

ABSTRACT

This study aimed to determine the effect of partial and together GDP, exports, labor force, development expenditures, inflation, interest rate and economic crisis on domestic capital of North Sumatra. The study was conducted in North Sumatra with the scope of research on GDP, exports, labor force, the development of regional expenditure, inflation, interest rate, exchange rate and economic crisis on domestic capital of North Sumatra. Data collected in the time series 1986- 2007. The research method used was Ordinary Least Square (OLS). By using multiple linear regression models.

Research results showed that based on the results of partial tests (t-test statistics) it is known that there are six variables that significantly affect the domestic capital of North Sumatra, is a variable rate, development expenditures, exports, inflation, economic crisis and GDP. While there are two variables that do not significantly affect the domestic capital of North Sumatra, the labor force and lending rates. Simultaneously (simultaneous) explanatory variables used are

significant at α = 5 per cent of the domestic capital of North Sumatra. Of the

coefficient of each variable, it can be concluded that the level of influence of variables GDP, exchange rate, inflation, exports, interest rate, labor force, development expenditures and economic crisis significantly affect domestic investment in North Sumatra.

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mekanisme penanaman modal merupakan langkah awal kegiatan produksi

suatu negara. Begitu juga dengan investasi yang merupakan langkah awal

kegiatan pembangunan ekonomi. Dalam upaya menumbuhkan perekonomian,

setiap negara senantiasa berusaha menciptakan iklim yang dapat menggairahkan

investasi. Sasaran yang dituju bukan hanya masyarakat atau kalangan swasta

dalam negeri, tapi juga investasi asing. Penerimaan investasi dalam negeri

maupun investasi asing merupakan salah satu pos penerimaan negara yang

memberikan kontribusi cukup potensial dalam hal pembiayaan anggaran dan

belanja negara. Laju pertumbuhan perekonomian yang didasarkan pada alur

investasi positif menggambarkan gerak pacu positif dengan dukungan beberapa

faktor penunjang lainnya. Pertumbuhan ekonomi dan hubungannya dengan

keberlanjutan pembangunan diketahui bahwa peningkatan output sektor-sektor

ekonomi riil dapat dibentuk melalui mekanisme pertambahan kapasitas produksi.

Dalam suatu pembangunan sudah pasti diharapkan terjadinya

pertumbuhan. Untuk mencapai sasaran tersebut, diperlukan sarana dan prasarana,

terutama dukungan dana yang memadai. Disinilah peran serta investasi

mempunyai cakupan yang cukup penting karena sesuai dengan fungsinya sebagai

penyokong pembangunan dan pertumbuhan nasional, melalui pos penerimaan

(19)

nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pertumbuhan ekonomi dan

stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat.

Alur Investasi merupakan pembentukan modal yang mendukung peran

swasta dalam perekonomian yang berasal dari dalam negeri. Harrod Domar

menyatakan, dalam mendukung pertumbuhan ekonomi diperlukan investasi baru

sebagai stok modal seperti Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Dengan

adanya semakin banyak tabungan yang kemudian diinvestasikan, maka semakin

cepat terjadi pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi secara riil, tingkat pertumbuhan

ekonomi yang terjadi pada setiap tabungan dan investasi tergantung dari tingkat

produktivitas investasi tersebut (Todaro, 2006).

PMDN dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pembelanjaan penanaman

modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang produksi, untuk menambah

kemampuan memproduksi barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian

yang berasal dari investasi dalam negeri. Investasi menghimpun akumulasi modal

dengan membangun sejumlah gedung dan peralatan yang berguna bagi kegiatan

produktif, maka output potensial suatu bangsa akan bertambah dan pertumbuhan

ekonomi jangka panjang juga akan meningkat. Jelas dengan demikian bahwa

investasi khususnya PMDN memainkan peranan penting dalam menentukan

jumlah output dan pendapatan. Kekuatan ekonomi utama yang menentukan

investasi adalah hasil biaya investasi yang ditentukan oleh kebijakan tingkat

bunga dan pajak, serta harapan mengenai masa depan (Samuelson dan Nordhaus,

2003).

(20)

lebih banyak terpinggirkan. Kondisi ini disebabkan oleh banyak faktor

diantaranya yaitu; regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah, keterbatasan

kapasitas pengusaha lokal, jaringan yang kuat dari pengusaha nasional, dan

sebagainya. Sejalan dengan kewenangan Daerah berdasarkan kebijakan Otonomi

Daerah, maka pemerintah daerah juga berkewajiban untuk membina dan

mengembangkan dunia usaha daerah sebagai pilar pertumbuhan perekonomian di

daerah. Untuk itu langkah utama yang harus dilakukan adalah pemberdayaan

investasi daerah. Pemberdayaan investasi daerah adalah suatu upaya harus

dilakukan secara sistematis untuk mendorong peningkatan investasi di daerah.

Peningkatan investasi daerah akan dapat terwujud jika di daerah terdapat

potensi yang dapat “dijual” kepada para investor, baik itu berupa potensi sumber

daya alam maupun potensi sumber daya manusia. Selanjutnya hal yang sangat

penting lagi adalah kemampuan daerah menjual potensi yang dimilikinya tersebut.

Kemampuan daerah untuk menjual tersebut harus didukung oleh terciptanya iklim

yang kondusif dan mendukung investasi di daerah seperti adanya jaminan

keamanan dan kepastian hukum bagi investasi di daerah. Pemerintah daerah

hendaknya juga mampu melahirkan regulasi yang dapat memacu pertumbuhan

perekonomian yang mampu merebut investor PMA dan PMDN sekaligus

memberdayakan investor lokal. Keberhasilan Pemerintah Daerah mengelola

faktor-faktor tersebut akan dapat mendorong peningkatan daya saing daerah

dalam merebut investor. Kemudian dalam rangka menghadapi era globalisasi dan

pasar bebas, persaingan antar daerah dalam menjual potensinya dan merebut

investor akan semakin terbuka tidak hanya terhadap investor nasional tetapi juga

(21)

tersedia akan sangat mendukung dalam merebut para investor untuk bersedia

menanamkan investasi. Persaingan antar daerah dalam merebut investor harus

dikembangkan dalam suasana persaingan dan kompetisi yang positif dan sehat.

Walau bagaimanapun pastilah suatu daerah tidak akan mampu berdiri sendiri

tanpa bantuan atau kerjasama dengan daerah lainnya. Oleh sebab itu diharapkan

setiap daerah dapat bekerjasama dan saling mendukung dalam merebut investor

dengan menonjolkan potensi atau produk unggulan masing-masing. Sebagai

contoh suatu daerah yang mempunyai potensi SDA dan SDM tentu saja

membutuhkan infrastruktur seperti pelabuhan, bandar udara atau jalan raya untuk

mengirim produknya keluar. Hal ini akan sangat berhubungan dengan daerah lain

yang memiliki fasilitas tersebut. Tanpa adanya kerjasama antar daerah maka

bukan tidak mungkin terjadi pengenaan retribusi atau pungutan yang berlebihan.

Tentu saja kondisi ini akan mengakibatkan hilangnya kepercayaan investor

terhadap daerah. 441531 309781 443599 490249 440249 29118 39979 56057 519744 339603 504056 532653 265674 596055 1672463 0 200000 400000 600000 800000 1000000 1200000 1400000 1600000 1800000

93 94 95 96 97 98 99 0 1 2 3 4 5 6 7

Gambar 1.1 Perkembangan PMDN Tahun 1993 s/d 2007 (Rp 000.000)

PMDN (Juta Rp)

(22)

Berdasarkan Gambar 1.1 diketahui bahwa PMDN di Sumatera Utara

banyak mengalami penurunan misalnya tahun 1994, tahun 1998 tahun 2002 dan

tahun 2005. Kemudian tahun 1998 sampai dengan tahun 2000 PMDN Sumatera

Utara sangat kecil dibandingkan dengan tahun lainnya, hal tersebut sebagai

dampak krisis ekonomi yang melanda Sumatera Utara tahun 1997. Penurunan

PMDN juga sebagai sebuah masalah yang harus segera diketahui penyebabnya

sehingga investasi dapat kembali meningkat. Masalah turunnya PMDN juga

sangat dipengaruhi oleh variabel makro ekonomi lainnya seperti Product

Domestic Regional Bruto (PDRB), ekspor, jumlah tenaga kerja, belanja daerah,

inflasi, tingkat bunga dan kurs mata uang asing. Perkembangan variabel makro

ekonomi tersebut sangat mempengaruhi naik turunnya PMDN. Berikut

perkembangan variabel yang mempengaruhi PMDN di Sumatera Utara :

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000

93 94 95 96 97 98 99 0 1 2 3 4 5 6 7

ekspor Juta US$) TK (ribu jiwa) BD (milyar Rp)

INF (%) SBI (%) Kurs (Rp/US$)

UMP (ribu Rp) PMDN (milyar Rp)

Gambar I.2 Perkembangan Ekspor, Tenaga Kerja, Belanja Daerah, Inflasi, Suku Bunga dan Kurs serta PMDN Tahun 1993-2007

Nilai

(23)

0 20000 40000 60000 80000 100000 120000

93 94 95 96 97 98 99 0 1 2 3 4 5 6 7

pdrb (milyar Rp)

Gambar 1.3 Perkembangan PDRB Tahun 1993-2007

Berdasarkan gambar 1.2 dan 1.3 diketahui bahwa investasi sangat

dipengaruhi dengan kondisi ekonomi makro, dimana suku bunga yang tinggi

cenderung akan menekan investasi, hal tersebut sesuai dengan Darjanto (2001)

yang menyatakan usaha pemerintah dengan meningkatkan uang beredar

(sehingga kurva LM bergeser ke kanan) ternyata kurang memberikan dampak

optimal terhadap peningkatan income nasional. Ternyata uang beredar (M2)

pada tahun 1999 meningkat sebesar 200% dibandingkan posisi tahun 1997

(sebelum krisis) inipun ternyata tidak mampu menahan lajunya suku bunga

rupiah. Bahkan naiknya suku bunga rupiah justru memberikan tekanan pada

dunia investasi, baik PMDN maupun PMA. Jelas disini ada korelasi negatip

antara kenaikan suku bunga rupiah dengan rencana investasi. Naiknya jumlah

uang beredar dan turunnya suku bunga juga akan meningkatkan inflasi.

Inflasi yang menimbulkan akibat buruk pada masyarakat yang sebagian

besar pelaku-pelaku kegiatan ekonomi dari pekerja-pekerja yang bergaji tetap

dan kegiatan perekonomian secara keseluruhan itu yang perlu dihindari. Prospek

(Milyar Rp)

(24)

inflasi tidak bisa dikendalikan. Inflasi cenderung akan bertambah cepat apabila

tidak bisa di atasi. Inflasi yang bertambah terus tersebut cenderung akan

mengurangi investasi yang produktif, mengurangi ekspor, dan menaikkan

impor. Kecenderungan ini akan memperlambat pertumbuhan ekonomi (Todaro,

1998).

Kemudian dalam penelitian (Darjanto,2001) menyebutkan dengan adanya

krisis moneter, dimana tercatat pertumbuhan ekonomi Indonesia negatip,

khususnya tahun 1998 pertumbuhan antara -13,6% s/d -15% dan tahun 1999

pertumbuhan antara -2% s/d -5,1%, akan membuat industri yang ada tidak

mampu menciptakan kesempatan kerja yang baru untuk menampung tambahan

tambahan angkatan kerja. Ada beberapa faktor yang membuat industri

mengalami kesulitan dalam upaya meningkatkan kesempatan kerja. Yang

pertama, naiknya suku bunga pinjaman membuat investor menunda untuk

melakukan investasi baru. Yang kedua, krisis keuangan yang diikuti dengan

ketidak stabilan politik membuat kepercayaan investor atau depositor terhadap

industri perbankan di Indonesia mencapai titik terendah, hal tersebut

mendorong terjadilah kapital flight. Yang ketiga, meskipun turunnya nilai tukar

rupiah terhadap mata uang lainnya, mampu meningkatkan daya saing produk

nasional di pasar international, namun kenyataannya nilai ekspor Indonesia tidak

mengalami peningkatan yang tajam. Akibat dari hal tersebut adalah kapital

formation tidak terbentuk, bahkan cenderung negatip. Penciptaan lapangan kerja

tidak terjadi, bahkan yang terjadi adalah meningkatnya pengangguran,

mengingat banyak perusahaan yang mengurangi aktivitas produksinya atau

(25)

(kebijakan fiskal) dari pemerintah daerah agar investasi dapat kembali

meningkat. Di samping menciptakan dan mengumpulkan dana untuk pembiayaan

kegiatan pembangunan yang semakin berkembang serta memelihara kestabilan

ekonomi, maka kebijaksanaan fiskal juga memainkan peranan yang besar di

dalam menciptakan iklim yang dapat merangsang dunia usaha agar lebih

bergairah melaksanakan investasi dan mengembangkan usaha di bidang yang

produktif. Kebijaksanaan perpajakan di samping meningkatkan penerimaan

negara juga diarahkan untuk mendorong tabungan swasta, mendorong kegiatan

investasi, dan mempengaruhi penentuan arah penggunaannya. Pengeluaran

pemerintahpun diusahakan pula untuk memberikan pengaruh yang positif

terhadap hal-hal tersebut.

Rendahnya realisasi anggaran belanja pemerintah menyebabkan total

pembentukan modal atau investasi sebagai salah satu pendorong pertumbuhan

ekonomi pada 2007 berkurang. Jika pertumbuhan ekonomi tahun ini turun

hingga 0,1 persen saja, dampak langsungnya adalah pada kemampuan

penyerapan tenaga kerja. Itu berarti, sedikitnya 200.000 peluang kerja gagal

tercipta. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada triwulan III 2007,

sumbangan konsumsi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi menempati

urutan terendah, yakni 0,5 persen. Itu artinya, kontribusi pemerintah masih jauh

lebih rendah dibandingkan dengan sumbangan sektor konsumsi masyarakat,

ekspor, dan investasi swasta dalam membentuk produk domestik bruto (PDB).

(Basuki,2008).

(26)

pertumbuhan ekonomi akan semakin rendah. Secara tidak langsung, lemahnya

penyerapan tenaga kerja akan berdampak pada melemahnya tingkat konsumsi

pemerintah. Jika melihat distribusi PDB berdasarkan penggunaannya, ekonomi

negara dapat digerakkan oleh semua komponen PDB yaitu dari kontribusi

konsumsi rumah tangga, pembentukan modal kerja tetap domestik bruto

(investasi), pengeluaran pemerintah dan ekspor-impor. Pada tahun 2003,

kontribusi komponen-komponen PDB paling besar terhadap ekonomi Indonesia

yang tumbuh sebesar 4,10 % berasal dari pengeluaran konsumsi rumah tangga

dan pengeluaran pemerintah. Kontribusinya terhadap PDB tahun 2003

masing-masing sebesar 69,34% dan 9,16%. Kontribusi dari komponen lain, yaitu

pembentukan modal tetap bruto (investasi) sebesar 19,72%, dan ekspor–impor

barang/jasa sebesar 5,54% (Irawan,2007).

Menurut Model Harrod-Domar peningkatan laju tabungan, peningkatan

the marginal product of capital, atau penurunan laju depresiasi akan

meningkatkan laju pertumbuhan output. Akumulasi modal melalui investasi

mampu mendorong pertumbuhan ekonomi. Model ini juga mempunyai

implikasi bahwa untuk negara-negara berkembang, tanaga kerja merupakan

sumber yang sangat berlimpah tetapi di sisi lain modal fisik tidak semelimpah

tenaga kerja sehingga kemajuan ekonominya lebih lambat. Negara-negara

berkembang tidak memiliki rata-rata pendapatan yang cukup untuk

memungkinkan terjadinya peningkatan laju tabungan, oleh karenanya akumulasi

stok modal melalui investasi menjadi rendah. (Irawan 2007).

Ekspor dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dalam beberapa cara.

(27)

perbaikan teknologi. Kedua, ekspor dapat membantu mengatasi kendala nilai

tukar mata uang. Hal ini kemudian menjadi pendorong bagi sebuah negara untuk

melakukan impor, termasuk impor barang modal. Ketiga, berdasarkan penelitian

Levine dan Renelt (1992) dalam Alam (2003) diperoleh bukti bahwa

perbandingan antara ekspor dengan PDB memiliki hubungan yang sangat kuat

dengan perbandingan antara investasi dengan PDB. Terdapat hubungan tidak

langsung antara ekspor dan pertumbuhan ekonomi (PDB) melalui investasi.

Menurut Thornton (1997), ekspor berpengaruh positif terhadap pertumbuhan

ekonomi salah satunya melalui peningkatan efisiensi karena terciptanya pasar

yang semakin kompetitif. Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh

Baharumshah dan Rashid (1999), menambahkan bahwa ekspor memberikan

pengaruh positif terhadap produktifitas karena adanya alokasi sumber daya yang

lebih baik pada sektor-sektor yang spesifik mempunyai keunggulan komparatif.

(Irawan 2007). Menurut Khan dan Saqib (1993), ada beberapa alasan yang dapat

menerangkan hubungan antara ekspor dengan pertumbuhan ekonomi.

Alasan-alasan tersebut adalah bahwa ekspansi ekspor memberikan

kesempatan-kesempatan terkonsentasinya investasi pada sektor-sektor tertentu yang

memiliki keunggulan komparatif. Adanya ekspansi ekspor mendorong

terealisasinya skala ekonomi di sektor ekspor. Masih terkait dengan pernyataan

sebelumnya bahwa ekspor akan membangkitkan adanya perbaikan teknologi

sebagai upaya mengurangi inefisiensi sehingga sektor ekspor mampu bersaing

di pasar luar negeri. Selain itu ekspansi ekspor akan mempertinggi kemampuan

(28)

modal manusia, termasuk teknologi yang lebih mutakhir dalam produksi dan

manajemen.

Ekspor menjadi sangat penting karena dapat mendorong pertumbuhan

ekonomi dalam negeri. Para ekonom menerima gagasan tersebut sebagai hal

yang masuk akal, sehubungan dengan pengalaman Asia Timur dalam hal export

led growth. Mereka menginterpretasikan bahwa “increased export growth led to

increased domestic growth” (Reid, 1998; Rodrik, 1995; Jin, 1995). Poot, et al

(1992), menyatakan bahwa setelah terjadi kekecewaan terhadap pengalaman

kebijakan ekonomi Indonesia yang berorientasi pada subtitusi impor (import

substitution), para ekonom kemudian lebih menyarankan pada penggunaan

strategi industrialisasi yang berorientasi pada promosi ekspor (

outward-looking), dimana ekspor komoditi primer secara berangsur-angsur digantikan

oleh ekspor komoditi yang sudah diolah di dalam negeri. Sejak tahun 1987,

sektor industri, merupakan sektor utama penyumbang Produk Domestik Bruto

(PDB) dan berbanding lurus dengan pendapatan perkapita (Prabatmodjo dan

Micklin,1991). Dalam periode tersebut ekspor meningkat sangat cepat

dibandingkan dengan periode sebelumnya. Investasi merupakan unsur penting

dalam pembangunan ekonomi khususnya era industrialisasi sebagaimana terjadi

dewasa ini. Sebagaimana diketahui harga relatif kapital terhadap tenaga kerja

adalah tinggi, hal ini disebabkan oleh melimpahnya tenaga kerja dan relatif

langkanya kapital. Dalam keadaan tersebut maka investasi menjadi faktor kunci

dalam industrialisasi ( Setiaji, 1997).

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, penulis tertarik untuk meneliti

(29)

tersebut diantaranya adalah PDRB, ekspor, tenaga kerja, belanja daerah, inflasi,

SBK dan kurs mata uang rupiah.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah di atas, maka perumusan

masalah penelitian ini adalah :

1. Apakah PDRB mempunyai pengaruh terhadap PMDN di Sumatera Utara?.

2. Apakah ekspor mempunyai pengaruh terhadap PMDN di Sumatera Utara?.

3. Apakah angkatan kerja mempunyai pengaruh terhadap PMDN di Sumatera

Utara?.

4. Apakah belanja daerah pembangunan mempunyai pengaruh terhadap PMDN

di Sumatera Utara?.

5. Apakah inflasi mempunyai pengaruh terhadap PMDN di Sumatera Utara?.

6. Apakah suku bunga kredit mempunyai pengaruh terhadap PMDN di Sumatera

Utara?.

7. Apakah kurs mempunyai pengaruh terhadap PMDN di Sumatera Utara?.

8. Apakah krisis ekonomi mempunyai pengaruh terhadap PMDN di Sumatera

Utara?.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan :

1. Untuk menganalisis pengaruh PDRB terhadap PMDN di Sumatera Utara

(30)

3. Untuk menganalisis pengaruh angkatan kerja terhadap PMDN di Sumatera

Utara.

4. Untuk menganalisis belanja daerah terhadap PMDN di Sumatera Utara

5. Untuk menganalisis pengaruh inflasi terhadap PMDN di Sumatera Utara.

6. Untuk menganalisis pengaruh SBK terhadap PMDN di Sumatera Utara.

7. Untuk menganalisis pengaruh kurs terhadap PMDN di Sumatera Utara.

8. Untuk menganalisis pengaruh krisis ekonomi terhadap PMDN di Sumatera

Utara.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis, penelitian ini merupakan pelatihan intelektual (intellectual

exercise) yang diharapkan dapat mempertajam daya pikir ilmiah serta

meningkatkan kompetensi keilmuan dalam disiplin yang digeluti.

2. Bagi masyarakat ilmiah, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi

kemajuan dan pengembangannya ilmu khususnya tentang pengetahuan

pembangunan ekonomi di masa yang akan datang.

3. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam

penentuan kebijakan pembangunan ekonomi khususnya mengenai kaitan

(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Investasi

Ciri negara berkembang adalah kurangnya modal, tidak adanya persediaan

dan pertumbuhan ekonomi yang rendah serta keterbelakangan teknologi. Hal ini

dapat di lihat dari biaya rata-rata yang produksi yang tinggi namun produktivitas

tenaga kerja rendah karena tenaga kerjanya tidak terampil dan peralatan modal

yang masih sederhana, hal ini jelas dari rasio output modal yang tinggi, Indonesia

merupakan negara yang sedang berkembang juga tidak lepas dari masalah di atas,

oleh karena itu investasi merupakan salah satu sumber pembiayaan yang sangat

dibutuhkan untuk menunjang pembangunan. Contoh investasinya adalah

Penanaman Modal Dalam Negeri yang dibiayai pemerintah dan Penanaman

Modal Asing. Pembentukan modal diperdagangkan sebagai salah satu faktor

utama dan strategis dalam pembangunan ekonomi. Proses pertumbuhan modal

terjadi melalui tiga tahapan, yaitu (Jhinghan,2006).

a. Kenaikan volume tabungan nyata yang tergantung pada kemauan dan

kemampuan menabung.

b. Keberadaan lembaga kredit dan keuangan untuk menggalang dan

menyalurkan tabungan agar dapat dialihkan menjadi dana yang dapat

diinvestasikan.

c. Penggunaan tabungan untuk investasi. Dengan rasio modal output tertentu

pembentukan modal dapat menaikkan output yang berdampak pada surplus

(32)

Tujuan pengeluaran untuk investasi adalah harapan untuk memeperoleh

keuntungan di kemudian hari, hal ini berarti bahwa pertimbangan-pertimbangan

yang di ambil oleh individu perusahaan dalam memutuskan apakah membeli atau

tidak membeli barang- barang atau jasa-jasa adalah harapan dikemudian hari nanti

dapat memperoleh keuntungan dari penjualan atau penggunaan barang dan jasa

untuk proses produksi. Harapan akan keuntungan inilah yang merupakan faktor

utama dalam memutuskan apakah berinvestasi atau tidak.

Investasi yang lajim disebut dengan istilah penanaman modal atau

pembentukan modal menurut Sukirno (2000) adalah, "Merupakan komponen

kedua yang menentukan tingkat pengeluaran agregat".

Menurut Tambunan (2001) : Didalam neraca nasional atau struktur PDB

menurut penggunaannya, investasi didefenisikan sebagai pembentukan

modal/kapital tetap domestik (domestic fixed capital formation). Investasi dapat

dibedakan antara investasi bruto (pembentukan modal tetap domestik bruto) dan

investasi netto (pembentukan modal tetap domestik netto).

Menurut defenisi dari Badan Pusat Statistik (BPS,2007), pembentukan

modal tetap adalah pengeluaran untuk pengadaan, pembuatan, atau pembelian

barang-barang modal baru (bukan barang-barang konsumsi) baik dari dalam

negeri maupun import, termasuk barang modal bekas dari luar negeri.

Pembentukan modal tetap yang dicakup hanyalah yang dilakukan oleh

sektor-sektor ekonomi di dalam negeri (domestik). Nopirin (2000) “Invesatsi merupakan

salah satu komponen yang penting dalam PDB”.

Tingkat bunga dapat mempengaruhi para pengusaha dalam memutuskan

(33)

Maka tingkat bunga dapatlah digolongkan sebagai salah satu faktor penting yang

akan menentukan besarnya investasi yang akan dilakukan para pengusaha dalam

suatu tahun tertentu. Bahkan, seperti akan diterangkan dalam bahagian ini, tingkat

bunga merupakan faktor yang sangat penting di dalam menentukan tingkat

investasi yang akan dilakukan para pengusaha pada suatu waktu tertentu.

Tambunan (2001), faktor yang dipertimbangkan dalam memilih investasi

diantaranya adalah

a. Modal. Yang dimaksud dengan modal adalah berapa banyak dana yang

kita perlukan untuk bisa melakukan investasi sampai kita dapat

memperoleh keuntungan yang melebihi dari investasi yang kita keluarkan?

Prinsipnya, semakin kecil modal yang diperlukan semakin baik bagi

investor.

b. Tingkat Pengembalian.Tingkat pengembalian adalah berupa berapa persen

keuntungan yang bisa diperoleh dari modal yang dikeluarkan dalam

jangka waktu tertentu. Semakin tinggi tingkat pengembalian dan semakin

cepat jangka waktunya semakin baik bagi investor.

c. Tingkat Risiko. Risiko adalah berapa besar kemungkinan terjadinya

kerugian yang dapat mengurangi jumlah modal kita dan bahkan

menghabiskan modal kita. Semakin kecil tingkat risikonya, semakin baik

bagi investor.

d. Arus Dana. Terakhir adalah arus dana yang berupa seberapa cepat dana

dalam bentuk Uang kas secara fisik dapat kita tarik dari modal yang telah

(34)

tingkat bunga, penyusutan, kebijaksanaan perpajakan serta perkiraan tentang

penjualan dan kebijaksanaan ekonomi”.

Kegiatan para pengusaha untuk menggunakan teknologi yang baru

dikembangkan di dalam kegiatan produksi atau usaha-usaha lain mereka

dinamakan mengadakan pembaharuan atau inovasi. Pada umumnya makin banyak

perkembangan teknologi yang dibuat, makin banyak pula kegiatan pembaharuan

yang akan dilakukan oleh para pengusaha. Untuk melaksanakan

perubahan-perubahan, para pengusaha harus membeli barang-barang modal yang baru, dan

ada kalanya juga harus mendirikan bangunan-bangunan pabrik/industri yang baru.

Maka makin banyak perubahan atau pembaharuan yang dilakukan, makin tinggi

tingkat investasi yang akan dicapai.

Disamping oleh tingkat pendapatan nasional yang dicapai, besarnya

investasi yang akan dilakukan oleh para pengusaha ditentukan pula oleh tingkat

perubahan-perubahan pendapatan nasional dari tahun ke tahun. Para pengusaha

melakukan investasi bukan untuk memenuhi kebutuhan mereka tetapi untuk

memenuhi permintaan atas barang-barang yang mereka produksi. Makin cepat

perkembangan permintaan atas barang-barang yang mereka produksi, makin

banyak pertambahan produksi yang mereka lakukan.

Keuntungan menimbulkan suatu pengaruh lain atas investasi. Keuntungan

yang tinggi merupakan suatu petunjuk bahwa perusahaan itu sedang menghadapi

perkembangan dalam permintaan atas barang yang diproduksinya. Agar

permintaan yang berkembang ini dapat dipenuhi di masa-masa yang akan datang,

perusahaan itu harus lebih dikembangkan lagi. Maka investasi baru harus segera

(35)

2.2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

PDRB diyakini sebagai indikator ekonomi terbaik dalam menilai

perkembangan ekonomi suatu daerah. Perhitungan pendapatan nasional ini

mempunyai ukuran makro utama tentang kondisi suatu daerah. Pada umumnya

perbandingan kondisi antar negara dapat dilihat dari pendapatan daerahnya

sebagai gambaran, Bank Dunia menentukan apakah suatu negara berada dalam

kelompok negara maju atau berkembang melalui pengelompokan besarnya PDRB,

dan PDRB suatu negara sama dengan total pengeluaran atas barang dan jasa

dalam perekonomian (Herlambang, 2001).

Pendapatan regional didefinisikan sebagai nilai produksi barang-barang

dan jasa-jasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian di dalam suatu wilayah

selama satu tahun (Sukirno, 1995). Sedangkan menurut Tarigan (2004),

pendapatan regional adalah tingkat pendapatan masyarakat pada suatu wilayah

analisis. Tingkat pendapatan regional dapat diukur dari total pendapatan wilayah

ataupun pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Beberapa istilah

yang sering digunakan untuk menggambarkan pendapatan regional, diantaranya

adalah :

1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

PDRB adalah jumlah nilai tambah bruto (gross value added) yang timbul

dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah atau propinsi.

Pengertian nilai tambah bruto adalah nilai produksi (output) dikurangi

dengan biaya antara (intermediate cost). Komponen-komponen nilai

(36)

langsung neto. Jadi dengan menghitung nilai tambah bruto dari

masing-masing sektor dan kemudian menjumlahkannya akan menghasilkan

Produk Domestic Regional Bruto (PDRB).

2. Produk Domestitk Regional Neto (PDRN)

PDRN dapat diperoleh dengan cara mengurangi PDRB dengan

penyusutan. Penyusutan yang dimaksud disini adalah nilai susut (aus) atau

pengurangan nilai barang-barang modal (mesin-mesin, peralatan,

kendaraan dan yang lain-lainnya) karena barang modal tersebut dipakai

dalam proses produksi. Jika nilai susut barang-barang modal dari seluruh

sektor ekonomi dijumlahkan, hasilnya merupakan penyusutan

keseluruhan. Tetapi bila PDRN di atas dikurangi dengan pajak tidak

langsung neto, maka akan diperoleh PDRN atas dasar biaya faktor.

Ada tiga pendekatan untuk menghitung pendapatan regional dengan

menggunakan metode langsung (Tarigan, 2004), yaitu :

1. Pendekatan Pengeluaran

Pendekatan pengeluaran adalah cara penentuan pendapatan regional

dengan cara menjumlahkan seluruh nilai penggunaan akhir dari barang dan

jasa yang diproduksi di dalam negeri. Kalau dilihat dari segi penggunaan

maka total penyediaan atau produksi barang dan jasa itu digunakan untuk :

konsumsi rumah tangga; konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari

untung; konsumsi pemerintah; pembentukan modal tetap bruto (investasi);

perubahan stok, dan ekspor neto (total ekspor dikurangi dengan total

(37)

2. Pendekatan Produksi

Perhitungan pendapatan regional berdasarkan pendekatan produksi

dilakukan dengan cara menjumlahkan nilai produksi yang diciptakan oleh

tiap-tiap sektor produksi yang ada dalam perekonomian. Maka itu, untuk

menghitung pendapatan regional berdasarkan pendekatan produksi, maka

pertama-tama yang harus dilakukan ialah menentukan nilai produksi yang

diciptakan oleh tiap-tiap sektor di atas. Pendapatan regional diperoleh

dengan cara menjumlahkan nilai produksi yang tercipta dari tiap-tiap

sektor.

3. Pendekatan Penerimaan

Dengan cara ini pendapatan regional dihitung dengan cara menjumlahkan

pendapatan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam memproduksi

barang-barang dan jasa-jasa. Jadi yang dijumlahkan adalah: upah dan gaji,

surplus usaha, penyusutan, dan pajak tidak langsung neto.

Ada beberapa teori pertumbuhan dan pembangunan ekonomi regional

yang akan disajikan, khususnya teori-teori yang sangat terkait dengan penelitian

ini, diantaranya : (1) Teori Pertumbuhan Jalur Cepat; (2) Teori Basis Ekspor; (3)

Model Interregional; dan (4) Teori Pusat Pertumbuhan (Aziz, 2001).

1. Teori Pertumbuhan Jalur Cepat

Teori pertumbuhan jalur cepat (turnpike) diperkenalkan oleh Samuelson

pada tahun 1955. Pada intinya, teori ini menekankan bahwa setiap daerah

perlu mengetahui sektor ataupun komoditi apa yang memiliki potensi

(38)

dikembangkan. Artinya, dengan kebutuhan modal yang sama sektor

tersebut dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar, dapat

berproduksi dalam waktu relatif singkat dan sumbangan untuk

perekonomian juga cukup besar. Agar pasarnya terjamin, produk tersebut

harus bisa diekspor (keluar daerah atau luar negeri). Perkembangan sektor

tersebut akan mendorong sektor lain turut berkembang sehingga

perekonomian secara keseluruhan akan tumbuh. Mensinergikan

sektor-sektor adalah membuat sektor-sektor-sektor-sektor saling terkait dan saling mendukung.

Menggabungkan kebijakan jalur cepat dan mensinergikannya dengan

sektor lain yang terkait akan akan mampu membuat perekonomian tumbuh

cepat.

2. Teori Basis Ekspor Richardson

Teori ini membagi sektor produksi atau jenis pekerjaan yang terdapat di

dalam suatu wilayah atas pekerjaan basis (dasar) dan pekerjaan service

(pelayanan) atau lebih sering disebut sektor nonbasis. Pada intinya,

kegiatan yang hasilnya dijual ke luar daerah ( atau mendatangkan dari luar

daerah) disebut kegiatan basis. Sedangkan kegiatan non-basis adalah

kegiatan yang melayani kebutuhan masyarakat di daerah itu sendiri, baik

pembeli maupun asal uangnya dari daerah itu sendiri.

Teori basis ekspor menggunakan dua asumsi, yaitu : (1) asumsi pokok atau

yang utama bahwa ekspor adalah satu-satunya unsur eksogen (independen)

dalam pengeluaran. Artinya, semua unsur pengeluaran lain terikat

(dependen) terhadap pendapatan. Secara tidak langsung hal ini berarti

(39)

mendorong peningkatan pendapatan daerah karena sektor-sektor lain

terikat peningkatannya oleh peningkatan pendapatan dcaerah. Sektor lain

hanya meningkat apabila pendapatan daerah secara keseluruhan

meningkat. Jadi satu-satunya yang bisa meningkat secara bebas adalah

ekspor. Ekspor tidak terikat dalam siklus pendapatan daerah; (2) asumsi

kedua adalah fungsi pengeluaran dan fungsi impor bertolak dari titik nol

sehingga tidak akan berpotongan.

Model teori basis ini adalah sederhana, sehingga memiliki

kelemahan-kelemahan antara lain sebagai berikut :

a. Menurut Richardson besarnya basis ekspor adalah fungsi terbalik

dari besarnya suatu daerah. Artinya, makin besar suatu daerah

maka ekspornya akan semakin kecil apabila dibandingkan dengan

total pendapatan.

b. Ekspor jelas bukan satu-satunya faktor yang bisa meningkatkan

pendapatan daerah. Ada banyak unsur lain yang dapat

meningkatkan pendapatan daerah seperti : pengeluaran atau

bantuan pemerintah pusat, investasi, dan peningkatan produktivitas

tenaga kerja.

c. Dalam melakukan studi atas satu wilayah, multiplier basis yang

dioperoleh adalah rata-ratanya dan bukan perubahannya.

Menggunakan multiplier basis rata-rata untuk proyeksi seringkali

memberikan hasil yang keliru apabila ada tendensi perubahan nilai

(40)

d. Beberapa pakar berpendapat bahwa apabila pengganda basis

digunakan sebagai alat proyeksi maka masalah time lag (masa

tenggang) harus diperhatikan . Ada kasus dimana suatu daerah

yang tetap berkembang pesat meski ekspornya relatif kecil. Pada

umumnya hal ini dapat terjadi pada daerah yang terdapat banyak

ragam kegiatan dan satu kegiatan saling membutuhkan dari produk

kegiatan lainnya. Pada daerah ini tetap tercipta pasar yang tertutup

tetapi dinamis, dan ini bisa terjadi apabila syarat-syarat

keseimbangan yang dituntut dalam teori Harrod-Domar dapat

dipenuhi.

3. Model Pertumbuhan Interregional

Model ini adalah perluasan dari teori basis ekspor, yaitu dengan

menambah faktor-faktor yang bersifat eksogen. Berbeda dengan model

basis ekspor yang hanya membahas pertumbuhan daerahnya sendiri tanpa

melihat dampaknya pada daerah yang ada disekitarnya. Model

pertumbuhan interregional ini memasukkan dampak dari daerah tetangga,

itulah sebabnya model ini dinamakan model interregional.

Dalam model ini, pengeluaran pemerintah dan investasi termasuk variabel

bersifat eksogen sebagaimana variabel ekspor. Dengan memanipulasi

persamaan pendapatan yang pertama kali ditulis oleh Keynes, oleh

Richardson persamaan pendapatan didaerah-i dapat dimodifikasi menjadi :

(41)

dimana :

Yi = regional income, Ci = regional consumption, Ii = regional investment,

Gi = regional government expenditure, Xi = regional exports,

Mi = import.

Dalam model pertumbuhan interregional ini, sumber-sumber perubahan

pendapatan regional dapat berasal dari :

a. Perubahan pengeluaran otonom regional, seperti : investasi dan

pengeluaran pemerintah.

b. Perubahan pendapatan suatu daerah atau beberapa daerah lain yang

berada dalam suatu system yang akan terlihat dari perubahan ekspor.

c. Perubahan salah satu di antara parameter-parameter model (hasrat

konsumsi marginal, koefisien perdagangan interregional, atau tingkat

pajak marjinal.

Selanjutnya model standar Keynesian, oleh McCann (2001) diturunkan

sebagai berikut :

Yr = kr (C + Ir + Gr + Xr M) dimana multiplier regional ( kr ) :

Menurut Cann, multiplier regional sebagaimana disajikan dalam

rumus di atas sangat tergantung pada nilai marginal propensity to

consume locally produced goods (c-m). Apabila (c-m) meningkat nilai

multiplier regional juga meningkat sebaliknya bila (c-m) menurun

maka multiplier regional akan menurun juga.

(42)

Dampak perubahan komponen aggregate demand dalam kerangka

multiplier regional dapat disajikan sebagai berikut :

4. Teori Pusat Pertumbuhan (The Growth Pole Theory)

Dalam suatu wilayah, ada penduduk atau kegiatan yang terkonsentrasi

pada suatu tempat, yang disebut dengan berbagai istilah seperti: kota,

pusat perdagangan, pusat industri, pusat pertumbuhan, simpul distribusi,

pusat permukiman, atau daerah modal. Sebaliknya, daerah di luar pusat

konsentrasi dinamakan: daerah pedalaman, wilayah belakang (hinterland),

daerah pertanian, atau daerah pedesaan (Tarigan, 2004).

Keuntungan bertempat di daerah terkonsentrasi adalah terciptanya skala

ekonomis (economies of scale) dan economies of agglomeration

(economies of localization). Dikatakan economies of scale, karena dalam

berproduksi sudah berdasarkan spesialisasi, sehingga produksi menjadi

lebih besar dan biaya per unitnya menjadi lebih efisien. Economies of

agglomeration adalah keuntungan karena ditempat tersebut terdapat

berbagai keperluan dan fasilitas yang dapat digunakan untuk

memperlancar kegiatan perusahaan, seperti: jasa perbankan, asuransi,

perbengkelan, perusahaan listrik, perusahaan air bersih, tempat-tempat

pelatihan keterampilan, media untuk mengiklankan produk, dan lain

sebagainya.

Tarigan, 2004, menjelaskan pula hubungan yang terjadi antara daerah yang

(43)

lebih terbelakang, sebagai berikut : (1) Generatif : yaitu hubungan yang

saling menguntungkan atau saling mengembangkan antara antara daerah

yang lebih maju dengan daerah yang ada di belakangnya. (2) Parasitif :

yaitu hubungan yang terjadi dimana daerah kota (daerah yang lebih maju)

tidak banyak membantu atau menolong daerah belakangnya, dan bahkan

bisa mematikan berbagai usaha yang mulai tumbuh di daerah belakangnya

(3) Enclave (tertutup): dimana daerah kota (daerah yang lebih maju)

seakan-akan terpisah sama sekali dengan daerah sekitarnya yang lebih

terbelakang.

Selanjutnya, suatu daerah dikatakan sebagai pusat pertumbuhan harus

memiliki empat ciri (Tarigan, 2004), yaitu: (1) Adanya hubungan internal

dari berbagai macam kegiatan yang memiliki nilai ekonomi; (2) Ada efek

pengganda (multiplier effect); (3) Adanya konsentrasi geografis; dan (4)

Bersifat mendorong pertumbuhan daerah di belakangnya.

Terdapat keterkaitan yang erat antara pendapatan nasional dan investasi.

Hubungan keduanya menjadi suatu sorotan para ekonom, baik dari kalangan

Klasik maupun Neo Klasik. Teori pendapatan nasional Keynesian yang

menggunakan pendekatan pengeluaran agregatif dimana besarnya pendapatan

nasional suatu negara diukur dari komponen-konponen expenditure para pelaku

ekonominya lewat anggaran-anggarannya, yaitu; sektor rumah tangga (C;

consumtion), perilaku usaha dan dunia usaha tercermin lewat komponen investasi

yang ditanam (I), pemerintah melalui anggaran belanjanya (G) dan sektor

(44)

Teori di atas selanjutnya menurunkan pertimbangan parsial pada

faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam melakukan investasi. Seperti halnya

dalam konsumsi yang dilakukan oleh sektor rumah tangga, investasi oleh para

pengusaha ditentukan oleh beberapa faktor. Salah satu diantara faktor-faktor

penting yang dipertimbangkan adalah besarnya nilai pendapatan nasional yang

dicapai (Sukirno, 2002).

Menurut Tambunan, (2001) : Ada kecenderungan, atau dapat dilihat

sebagai suatu hipotesis, bahwa semakin tinggi laju pertumbuhan ekonomi rata-rata

per tahun yang membuat semakin tinggi atau semakin cepat proses peningkatan

pendapatan masyarakat per kapita, semakin cepat perubahan struktur ekonomi,

dengan asumsi bahwa faktor-faktor penentu lain pendukung proses tersebut,

seperti tenaga kerja, bahan baku dan teknologi tersedia.

Sudono (2006), menyatakan dalam kebanyakan analisa mengenai

penentuan pendapatan nasional pada umumnya variabel investasi yang dilakukan

oleh pengusaha berbentuk investasi autonomi (besaran / nilai tertentu investasi

yang selalu sama pada berbagai tingkat pendapatan nasional). Tetapi adakalanya

tingkat pendapatan nasional sangat besar pengaruhnya pada tingkat investasi yang

dilakukan. Secara teoritis, dapat dikatakan bahwa pendapatan nasional yang tinggi

akan memperbesar pendapatan masyarakat dan selanjutnya pendapatan

masyarakat yang tinggi itu akan memperbesar permintaan atas barang-barang dan

jasa. Keuntungan yang dicapai oleh sektor usaha dapat mencapai targetnya,

dengan demikian pada akhirnya akan mendorong dilakukan investasi-investasi

baru pada sektor usaha. Dengan demikian, apabila nilai pendapatan nasional

(45)

semakin rendah nilai pendapatan nasional, maka nilai permintaan investasinya

akan semakin rendah pula. Hubungan yang terjadi antara variabel pendapatan

[image:45.595.176.413.164.321.2]

nasional dan investasi dapat ditunjukkan oleh fungsi I dalam gambar di bawah ini:

Gambar 2.1 Fungsi investasi terhadap pendapatan nasional

Pengembangan yang dilakukan para ekonom Neo Klasik pada teori

Keynes ini terlihat pada formulasi yang dikembangkannya pada model akselerator

investasi. Dijelaskan bahwa laju investasi adalah sebanding dengan perubahan

output dalam perekonomian. Pembahasan mengenai bagaimana suatu model

investasi dikembangkan, yaitu pada model investasi Neo Klasik dapat

disimpulkan dalam persamaan-persamaan dibawah ini :

I = λ (K0-K1) (2.4)

Keterangan :

I = investasi netto

K0-K1 = perubahan nilai stok modal

λ = multiplier (rata-rata penyesuaian) stok modal

Penyempurnaan terhadap persamaan di atas, yaitu menentukan suatu

tingkat investasi yang diinginkan dengan memasukkan formulasi fungsi produksi Pendapatan Nasional (Y)

Investasi (I) I

(46)

pendapatannya dan r.c = biaya / bunga sewa modal). Maka selanjutnya diperoleh

fungsi investasi netto yang diinginkan dengan menyesuaikan nilai pajak yang

dibebankan. Fungsi yang dimaksud adalah sebagai berikut:

I =λ (γ.Y/r.c-K-1) (2.5)

Keterangan :

I = investasi netto

Y = pendapatan nasional

λ = multiplier pertambahan modal; asumsi multiplier / pelipat pertambahan

modal adalah sempurna (λ = I)

K-1 = stok modal pada periode sebelumnya / periode terakhir

r.c = biaya / bunga sewa modal

Semakin tinggi produk domestik bruto maka investasi sektor pertanian

akan semakin tinggi demikian sebaliknya (Sudono, 2006).

Pengertian Produk Domestik Regional Bruto dapat didefinisikan menurut

tiga sudut pandang yang berbeda namun mempunyai pengertian yang sama, yaitu:

a. Menurut Pendekatan Produksi adalah jumlah nilai produk netto dari

barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit produksi di dalam suatu regional

atau wilayah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun).

b. Menurut Pendekatan pendapatan adalah jumlah balas jasa yang diterima

oleh berbagai produksi yang ikut serta dalam proses produksi dalam satu

regional atau wilayah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun).

c. Menurut pendekatan pengeluaran adalah jumlah pengeluaran rumah

tangga, lembaga swata tidak mencari keuntungan dan pemerintah sebagai

(47)

perubahan stock dan ekspor netto, di suatu regional atau wilayah dalam

jangka waktu tertentu.(Boediono,2002).

2.3. Ekspor

Kegiatan ekspor adalah sistem perdagangan dengan cara mengeluarkan

barang-barang dari dalam negeri keluar wilayah pabean Indonesia dengan

memenuhi ketentuan yang berlaku. Ekspor merupakan total barang dan jasa yang

dijual oleh sebuah negara ke negara lain, termasuk diantara barang-barang,

asuransi, dan jasa-jasa pada suatu tahun tertentu (Sasandara, 2005).

Fungsi penting komponen ekspor dari perdagangan luar negeri adalah

negara memperoleh keuntungan dan pendapatan nasional naik, yang pada

gilirannya menaikkan jumlah output dan laju pertumbuhan ekonomi. Dengan

tingkat out put yang lebih tinggi lingkaran setan kemiskinan dapat dipatahkan dan

pembangunan ekonomi dapat ditingkatkan (Jhingan, 2000).

Secara teoritis ekspor suatu barang dipengaruhi oleh suatu penawaran

(supply) dan permintaan (demand). Dalam teori perdagangan internasional

disebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor dapat dilihat dari sisi

permintaan dan sisi penawaran (Krugman dan Obstfeld, 2000; Salvatore, 2000).

Dari sisi permintaan, ekspor dipengaruhi oleh harga ekspor, nilai tukar riil,

pendapatan dunia dan kebijakan devaluasi. Sedangkan dari sisi penawaran, ekspor

dipengaruhi oleh harga ekspor, harga domestik, nilai tukar riil, kapasitas produksi

yang bisa diproksi melalui investasi, impor bahan baku, dan kebijakan deregulasi.

(48)

negeri. Faktor-faktor seperti pendapatan negara yang dituju dan populasi

penduduk merupakan dasar pertimbangan dalam pengembangan ekspor (Kotler

dan Amstrong (1996), diterjemahkan oleh Sindoro (2000).

Menurut Nicholson (2005) ketika pendapatan total meningkat, dengan

asumsi tidak berubah, maka kuantitas yang dibeli untuk setiap orang juga akan

berubah, namun peningkatan tersebut tergantung dari jenis barangnya, apabila

barang dimaksud adalah barang normal maka peningkatannya akan cenderung

lambat.

Produk-produk yang betul-betul kompetitif, penawaran dan permintaan

domestik akan tergantung pada harga dalam mata uang domestik, sedangan

permintaan dan penawaran asing (ekspor) akan bergantung pada harga dalam

mata uang asing (Krugman dan Obstfeld (2000) yang diterjemahkan oleh Basri

(2004), dijelaskan pula bahwa perdagangan akan terjadi di suatu pasar apabila

terdapat perbedaan harga pada waktu sebelum perdagangan, jika kedua negara

menghasilkan produk yang sama. Selain sebagai faktor di atas, hubungan

perdagangan antar negara yang mempengaruhi aktivitas ekspor impor adalah nilai

tukar mata uang setiap negara.

Menurut Batiz (2000) ekspor dipengaruhi oleh harga relatif dan

pendapatan riil negara tujuan ekspor atau negara mitra dagang atau negara

pengimpor, dan dapat dirumuskan sebagai berikut :

) , (P Yb f

Xa= (2.6)

dimana :

Xa = kuantitas ekspor negara A ; P= harga relatif (ratio antara harga

(49)

negara B. Apabila diasumsikan harga suatu barang di negara B dan A adalah

sama, peningkatan harga barang di negara B akan menyebabkan konsumen di

negara B mengalihkan pembelian barangnya ke negara A dengan cara mengimpor.

Hal ini akan menyebabkan peningkatan ekspor negara A. Dengan demikian maka

terdapat hubungan terbalik antara ekspor negara A dengan harga relatif (P)

Sedangkan apabila pendapatan negara B meningkat, dan variabel lain diasumsikan

konstan (ceteris paribus), maka tambahan peningkatan pendapatannya akan

dialihkan untuk pembelian barang-barang dari negara A melalui impor. Hal ini

artinya variabel berbanding lurus dengan kuantitas ekspor negara A. =YbYb.

Ekspor merupakan faktor penting dalam merangsang pertumbuhan

ekonomi suatu negara. Ekspor impor akan memperbesar kapasitas konsumsi suatu

negara meningkatkan output dunia, serta menyajikan akses ke sumber-sumber

daya yang langka dan pasar-pasar internasional yang potensial untuk berbagai

produk ekspor yang mana tanpa produk-produk tersebut, maka negara-negara

miskin tidak akan mampu mengembangkan kegiatan dan kehidupan

perekonomian nasionalnya. Ekspor juga dapat membantu semua negara dalam

menjalankan usaha-usaha pembangunan mereka melalui promosi serta penguatan

sektor-sektor ekonomi yang mengandung keunggulan komparatif, baik itu berupa

ketersediaan faktor-faktor produksi tertentu dalam jumlah yang melimpah, atau

keunggulan efisiensi alias produktifitas tenaga kerja. Ekspor juga dapat membantu

semua negara dalam mengambil keuntungan dari skala ekonomi yang mereka

miliki. Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan pada

(50)

didasarkan pada isolasi, baik yang penuh maupun yang hanya sebagian, tetap saja

secara ekonomi akan lebih rendah nilainya daripada partisispasi ke dalam

perdagangan dunia yang benar-benar bebas tanpa batasan atau hambatan apapun

(Todaro dan Smith, 2006).

Ekspor merupakan faktor penting dalam merangsang pertumbuhan ekonomi

suatu negara. Ekspor akan memperbesar kapasitas konsumsi suatu negara

meningkatkan output dunia, serta menyajikan akses ke sumber-sumber daya yang

langka dan pasar-pasar internasional yang potensial untuk berbagai produk ekspor

yang mana tanpa produk-produk tersebut, maka negara-negara miskin tidak akan

mampu mengembangkan kegiatan dan kehidupan perekonomian nasionalnya.

Ekspor juga dapat membantu semua negara dalam menjalankan usaha-usaha

pembangunan mereka melalui promosi serta penguatan sektor-sektor ekonomi

yang mengandung keunggulan komparatif, baik itu berupa ketersediaan

faktor-faktor produksi tertentu dalam jumlah yang melimpah, atau keunggulan efisiensi

alias produktifitas tenaga kerja. Ekspor juga dapat membantu semua negara dalam

mengambil keuntungan dari skala ekonomi yang mereka miliki. Untuk

meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan pada umumnya, setiap

negara perlu merumuskan dan menerapkan kebijakan-kebijakan internasional

yang berorientasi ke luar. Dalam semua kasus, kemandirian yang didasarkan pada

isolasi, baik yang penuh maupun yang hanya sebagian, tetap saja secara ekonomi

akan lebih rendah nilainya daripada partisipasi ke dalam perdagangan dunia yang

(51)

2.4. Angkatan Kerja

Di Indonesia, pengertian tenaga kerja atau man power adalah mencakup

penduduk yang sudah bekerja, sedang mencari pekerjaan, dan yang sedang

melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Tiga

golongan terakhir, yakni pencari kerja, bersekolah, dan mengurus rumah tangga,

walapun sedang tidak bekerja, mereka dianggap secara fisik mampu bekerja dan

dapat sewaktu-waktu bekerja (Simanjuntak, 2001).

Pengertian tenaga kerja adalah penduduk yang berumur dalam batas usia

kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda disetiap Negara. Batas usia kerja yang

dianut oleh Indonesia adalah minimum 10 tahun tanpa batas usia maksimum, jadi

setiap orang atau penduduk yang sudah berusia 10 tahun keatas adalah tergolong

sebagai tenaga kerja. Di Negara India menggunakan rentang usia antara 14-60

tahun. Amerika Serikat menetapkan usia kerja minimum adalah 16 tahun tanpa

batas usia maksimum. Sedangkan batas usia kerja yang ditetapkan oleh bank

dunia adalah antara 15-64 tahun (Dumairy, 1996).

Indonesia tidak menganut batas usia maksimum karena Indonesia belum

mempunyai jaminan sosial nasioanal. Hanya sebagian kecil penduduk Indonesia

yang menerima tunjangan hari tua, yaitu pegawai negeri dan sebagian perusahaan

swasta.buat golongan inipun pendapatan yang mereka terima tidak mencukupi

kebutuhan sehari-hari mereka. Oleh sebab itu, mereka yang telah mencapai usia

pensiun masih tetap harus bekerja, dengan kata lain sebagian besar penduduk

Indonesia yang sudah usia pensiun masih aktif dalam kegiatan ekonomi, dan tetap

(52)

menganggur, dan mencari pekerjaan. Bukan angkatan kerja terdiri dari golongan

yang bersekolah, mengurus rumah tangga, dan golongan lain yang menerima

pendapatan. Ketiga golongan tersebut sewaktu-waktu dapat menawarkan jasanya

untuk bekerja, oleh sebab itu kelompok ini sering disebut sebagai potensial labor

force.

Angkatan kerja adalah tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja yang

mempunyai pekerjaan, dan sedang mencari pekerjaan. Sedangkan yang termasuk

bukan angkatan kerja adalah mereka yang sekolah, mengurus rumah tangga,

menerima pendapatan akan tetapi bukan dari imbalan langsung atas kerjanya.

Pandangan mainstream economy terhadap permintaan tenaga kerja adalah

sebagaimana permintaan terhadap faktor produksinya, dianggap sebagai

permintaan turunan (derived demand), yaitu penurunan dari fungsi perusahaan.

Meskipun fungsi perusahaan cukup bervariasi, meliputi memaksimumkan

keuntungan, memaksimumkan penjualan atau perilaku untuk memberikan

kepuasan kepada konsumen, namun maksimisasi keuntungan sering dijadikan

dasar analisis dalam menentukan penggunaan tenaga kerja.

Dengan pertimbangan tersebut (maksimisasi keuntungan), dan dengan

asumsi perusahaan beroperasi dalam sistem pasar persaingan, maka perusahaan

cenderung untuk mempekerjakan tenaga kerja dengan tingkat upah sama dengan

nilai produk marginal tenaga kerja (Value Marginal Product of Labor, VMPL)

VMPL menunjukkan tingkat upah maskimum yang mau dibayarkan oleh

perusahaan agar keuntungan perusahaan maksimum. Analisis tradisional terhadap

penawaran tenaga kerja sering didasarkan atas mengalokasikan waktunya, yaitu

(53)

segala kegiatan yang tidak mendatangakan pendapatan secara langsung, seperti

istrirahat, merawat anak-anak, bersekolah, dan sebagainya. Pilihan tenaga kerja

dalam mengalokasikan waktu dari dua jenis kegiatan ini yang akan menempatkan

berapa tingkat imbalan (upah) yang diharapkan oleh tenaga kerja. Preferensi

subyektif seseorang yang akan menentukan berapa besar jam kerja optimal yang

ditawarkan dan tingkat upah yang diharapkan.

Ekonom memandang bahwa leisure merupakan kebutuhan pokok manusia,

sementara upah juga merupakan barang normal (semakin banyak semakin

disukai). Tenaga kerja dianggap tidak suka pada jam bekerja namun suka pada

pendapatan dan leisure. Oleh karena itu penawaran tenaga kerja berhubungan

positif dengan tingkat upah, namun karena leisure juga diinginkan oleh tenaga

kerja, maka penawaran tenaga kerja bersifat backward bending (bengkok ke

belakang). Pada tingkat upahnya meningkat karena ingin mempertahankan jam

leisure-nya (untuk mengurusi keluarga dan sebagainya).

Pengembangan agribisnis dan agroindustri di pedesaan juga akan mampu

meningkatkan produktivitas, pendapatan dan kesempatan kerja penduduk

sehingga akan meningkatkan Agregat Supply. Pergeseran Agregat Supply, secara

teoritis dapat diturunkan dari fungsi produksi agregat dan keseimbangan pasar

tenaga kerja, (Yasin,2003) yang secara matematis ditulis:

Y = f ( N, T, K, SDM, INF) (2.7)

Peningkatan teknologi, sumberdaya manusia dan infra struktur produksi

akan menyebabkan fungsi produksi meningkat sehingga agregat supply juga

(54)
[image:54.595.133.506.79.515.2]

Gambar 2.2. Peningkatan Agregat Supply akibat peningkatan Kurva produksi

(Yasin,2003))

Keterangan : Y = produksi

N = tenaga kerja

K = teknologi

SDM = sumber daya manusia INF = infrastruktur

NS = Penawaran tenaga kerja

W = tingkat upah

(55)

Pasar tenaga kerja dapat digolongkan menjadi pasar tenaga kerja terdidik

dan pasar tenaga kerja tidak terdidik. Menurut Simanjuntak (2001), kedua bentuk

pasar tenaga kerja tersebut berbeda dalam beberapa hal. Pertama, tenaga terdidik

pada umumnya mempunyai produktivitas kerja lebih tinggi daripada yang tidak

terdidik. Produktivitas pekerja pada dasarnya tercermin dalam tingkat upah dan

penghasilan pekerja, yaitu berbanding lurus dengan tingkat pendidikannya.

Kedua, dari segi waktu, su

Gambar

Gambar
Gambar I.2 Perkembangan Ekspor, Tenaga Kerja, Belanja Daerah, Inflasi, Suku Bunga dan Kurs serta PMDN Tahun 1993-2007
Gambar 1.3 Perkembangan PDRB Tahun 1993-2007
Gambar 2.1 Fungsi investasi terhadap pendapatan nasional
+7

Referensi

Dokumen terkait

Nova Kusmayuda (2013) dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran SAVI Berorientasi Keterampilan Proses Sains Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD

untuk menjaga tempo yang konstan dengan mengatur metronome kita akan.. mendapatkan

[r]

Berdasarkan Tabel 5.2 dari hasil perhitungan kadar kesadahan sesudah pemanasan pada pemeriksaan analisa kesadahan pada rebusan air sumur gali di Dusun Padek Desa

Lampiran A memuat semua bentuk dokumen keluaran yang dipakai pada sistem yang berjalan dalam bentuk foto copy atau scan yang sesuai dengan Analisa Keluaran.. Lampiran

Hasil pemantauan dan verifikasi terhadap laporan atas realisasi pencapaian 4612 aksi yang ditetapkan dalam AD-PPK pada bulan April (804) Tahun 2014.. yang disampaikan

Oleh karena itu untuk mengatasi persaingan yang semakin ketat tersebut guna meningkatkan penjualan, maka penulis merancang dan membuat sebuah desain dan bentuk website

Undang-undang Hukum Perdata, yang berbunyi “Untuk sahnya suatu perjanjian di perlukan empat syarat:. Sepakat mereka