ANALISA KERUGIAN HEAD SISTEM DISTRIBUSI AIR UMPAN BOILER DI
PT.PERTAMINA (PERSERO)
REFINERY
UNIT IV CILACAP DENGAN
MENGGUNAKAN SOFTWARE PIPE FLOW EXPERT v6.39
SKRIPSI
Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi
Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
DEDI YUSHARDI BANUREA
100401089
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
PT. Pertamina (Persero)
Refinery
Unit IV Cilacap merupakan salah satu unit
pengolahan minyak bumi yang menggunakan Sistem Pembangkit Tenaga Uap
sebagai sumber energi listrik. Untuk mendistribusikan air umpan yang berasal dari
unit
deaerator
menuju masing-masing unit
boiler
yang bekerja digunakan pompa
yang mengalirkan air umpan melauli jaringan perpipaan. Sistem perpipaan
merupakan bagian penting untuk menyalurkan air. Didalam pengoperasiannya
sistem perpipaan dapat mengalami kerugian yang diakibatkan oleh kekasaran
pipa, panjang pipa, kapasitas, maupun komponen-komponen yang terpasang pada
sistem perpipaan tersebut. Dalam penelitian ini peneliti melakukan peritungan
kerugian
head mayor
maupun kerugian
head minor
secara teoritis dan dengan
simulasi menggunakan aplikasi
pipe flow expert
v 6.39 dimana prosedur simulasi
berupa pengumpulan data-data pendukung simulasi selanjutnya menggambar
jaringan perpipaan yang terpasang kemudian melakukan perhitungan untuk
mendapatkan hasil simulasi yang selanjutnya akan dibandingkan dengan
perhitungan teoritis. Untuk menghitung kerugian mayor maupun kerugian minor
yang tarjadi pada sistem perpiaan dapat digunakan persamaan Darcy-weisbach,
dimana kapasitas aliran masing-masing sebesar 260.82 m
3/s, 269.7 m
3/s, 280.7
m
3/s, 290.86 m
3/s, 303.89m
3/s, 310.64 m
3/s, dan 320,8 m
3/s dengan total kerugian
head
5.34 m, 5.72 m, 6.20 m, 6.64 m, 7.14 m, 7.47 m, dan 7.96 m.
ABSTRACT
PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap is one of the petroleum
processing units that use Steam Generating System as a power plant. To distribute
the feed water from deaerator unit toward each boiler unit, it is used pumps that
flow feed water through the piping systems. Piping system is an important part to
distribute the water. During the operation, piping systems can have losses due to
the roughness of the pipe, pipe length, capacity, and components that apply on the
piping systemIn this study, researchers conducted a major head loss calculation
and minor head loss theoretically and by simulation using pipe flow applications
expert v 6.39 where the simulation procedure of gathering data to support further
simulation pipeline network attached drawing then perform calculations to obtain
simulation results next will be compared with theoretical calculations.To calculate
the major losses and minor losses in the piping system, it is used Darcy-Weisbach
equation, where each flow capacity of 260.82 m
3/ s, 269.7 m
3/ s, 280.7 m
3/ s,
290.86 m
3/ s, 303.89m
3/ s, 310.64 m
3/ s, and 320.8 m
3/ s with a total head loss
5.34 m, 5.72 m, 6.20 am, 6.64 m, 7.14 m, 7.47 m, and 7.96 m.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang selama ini telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
Skripsi ini adalah salah satu syarat untuk dapat lulus menjadi Sarjana
Teknik di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera
Utara. Adapun judul skripsi ini adalah “Analisa Kerugian Head Sistem Distribusi
Air Umpan Boiler Di PT.Pertamina (Persero)
Refinery
Unit IV Cilacap
DenganMenggunakan Software Pipe Flow Expert v6.39”.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dan membimbing penulis dalam mpenulisan skripsi
ini. Untuk itu, melalui pengantar ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1.
Orang tua dan saudara-saudara tercinta yang selalu memberikan doa dan
semangat kepada penulis
2.
Bapak Dr. Ing. Ir Ikhwansyah Isranuri selaku Ketua Departemen Teknik
Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara
3.
Bapak Ir. Tekad Sitepu, M.T selaku Dosen Pembimbing penulis di
Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara
4.
Bapak Abdi Restu Daud, S.E yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk melaksanakan penelitian ini di PT. Pertamina (PERSERO)
Refinery Unit IV Cilacap
5.
Bapak Fredy Prijasetia, S.T selaku
Section Head
di
Utilities Complex
yang
telah menerikan tempat kepada penulis untuk melaksanakan penelitian ini.
6.
Mas M. Tofik Ariyadi selaku pembimbing lapangan penulis yang
membantu penulis dalam peninjauan ke lapangan.
8.
Seluruh Staff Pengajar pada Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan pengetahuan kepada
penulis hingga akhir studi dan seluruh pegawai administrasi di
Departemen Teknik Mesin.
9.
Seluruh teman-teman mahasiswa Teknik Mesin khususnya stambuk 2010
dan juga adik-adik asisten Laboratorium Teknologi Mekanik 2011 dan
2012
Penulis menyadari bahwa laporan ini belum sempurna, baik segi teknik
maupun segi materi. Oleh sebab itu, penulis juga mengharapkan kritik dan saran
membangun demi terciptanya laporan yang lebih baik di masa yang akan datang.
Akhir kata, penulis berharap laporan ini dapat memberikan manfaat bagi
pembacanya.
Medan, Mei 2015
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR NOTASI ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan Penelitian ... 2
1.4 Batasan Masalah ... 2
1.5 Manfaat Penelitian ... 3
1.6 Sistematika Penulisan ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 Sistem Pembangkit Tenaga Uap ... 5
2.2 Aliran Fluida ... 6
2.3 Sifat Dasar Fluida ... 6
2.4 Karakteristik Aliran Fluida ... 11
2.4.1 Aliran Laminar atau Turbulen ... 13
2.4.2 Bilangan Reynolds ... 14
2.4.3 Daerah Masuk dan Aliran Berkembang Penuh ... 15
2.4.4 Tekanan dan Tegangan Geser ... 16
2.5 Aliran Dalam Pipa ... 17
2.6.1 Kerugian Head Mayor .. 23
2.6.2 Kerugian Head Minor ... 27
2.7 Pipa Seri ... 30
2.8 Pipa Paralel ... 31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 32
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 32
3.1.1 Tempat Penelitian ... 32
3.1.2 Waktu Penelitian ... 32
3.2 Alat dan Bahan ... 32
3.1.1 Alat ... 32
3.2.2 Bahan ... 34
3.3 Prosedur Penelitian ... 34
3.4 Metode Analisa Dengan Menggunaka Pipe Flow Expert v.639 ... 36
3.5 Analisa Data ... 39
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41
4.1 Perhitungan Secara Manual/Teoritis ... 41
4.1.1 Perhitungan Kapasitas Aliran pada Sistem Distribusi Air Umpan ... 41
4.1.2 Perhitungan Kecepatan Alira pada Tiap-tiap Section ... 42
4.1.3 Perhitungan Kerugian Head Mayor Pada Tiap-tiap Section... 43
4.1.4 Perhitungan Kerugian Head Minor Pada Tiap-tiap Section ... 46
4.2 Perhitungan Kerugian head (Head Losses) Dengan Menggunakan Aplikasi Pipe Flow Expert v6.39 ... 49
4.2.1 Hasil Perhitungan Dengan Mengggunakan Aplikasi Pipe Flow Expert v6.39 ... 50
4.3 Pembahasan Hasil Perhitungan ... 51
4.3.2 Hubungan Antara Kapasitas dengan Kerugian head Minor Teori dan
Simulasi ... 52
4.3.3. Hubungan Antara Kapasitas dengan Kerugian head Total Teori dan Simulasi ... 53
4.3.4 Perbandingan Total Kerugian headPada Masing-Masing Percabangan Boiler ... 54
BAB V KESIMPULAM DAN SARAN ... 56
5.1 Kesimpulan ... 56
5.2 Saran... 58
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Sifat Air Kekentalan Dan (Viskositas Kinematik)
Pada Tekanan Atmosfer ... 12
Tabel 2.2 Nilai Kekerasan Dinding Untuk Berbagai Pipa Komersil ... 24
Tabel 2.3 Nilai Koefisien Kekasaran Pipa Hazen-Williams... 25
Tabel 3.1 Data Deaerator ... 35
Tabel 3.2 Data Pompa ... 36
Tabel 3.3 Data Boiler ... 36
Tabel 3.4 Data Instalasi Pipa ... 36
Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Kecepatan Tiap-tiap Section ... 42
Tabel 4.2 Hasil perhitungan Bilangan Reynold Tiap-tiap Section ... 44
Tabel 4.3 Iterasi nilai f pada Ms.Excell ... 44
Tabel 4.4 Nilai f (faktor gesekan) tiap-tiap section ... 45
Tabel 4.5 Besar Mayor Losses pada tiap-tiap section ... 46
Tabel 4.6 Tabel Koefisien Gesekan Pada Komponen Sistem Perpipaan ... 47
Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Kerugian Minor Komponen Sistem Perpipaan ... 48
Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Dengan MenggunakanPipe Flow Expert V6.39 ... 50
Tabel 4.10 Perbandingan Perhitungan Kerugian Head Minor Hasil Teoritis Dan Simulasi ... 52
Tabel 4.11 Perbandingan Perhitungan Head Losses Minor Hasil Teoritis Dan
Simulasi ... 53
Tabel 4.12 Perbandingan Besar Kerugian Head Pada Tiap-Tiap
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Siklus Sederhana Sistem pembangkit Tenaga Uap ... 5
Gambar 2.2 Distribusi Gaya ... 9
Gambar 2.3 Penentuan Kekentalan ... 10
Gambar 2.4 Eksperimen Untuk Mengilustrasikan Jenis Aliran ... 13
Gambar 2.5 Daerah Masuk Aliran Sedang Berkembang Dan Aliran Berkembang Penuh Didalam Sebuah Pipa ... 15
Gambar 2.6 Distibusi Tekanan Sepanjang Pipa Horizontal ... 17
Gambar 2.7 Diagram Rheologi ... 18
Gambar 2.8 Tabung Aliran Membuktikan Persamaan Kontinuitas ... 20
Gambar 2.9 Tabung Aliran Fluida... 22
Gambar 2.10 Diagram Moody... 24
Gambar 2.11 Efek Bilangan Bilangan Reynolds Terhadap Koefisien Kerugian Pada Elbow 90o ... 28
Gambar 2.12 Komponen Katup Pada Sistem Perpipaan... 29
Gambar 2.13 Pipa Yang Dihubungkan Seri ... 30
Gambar 2.14 Pipa Yang Dihubungkan Paralel ... 31
Gambar 3.1 Pressure Indicator ... 32
Gambar 3.2 Termometer ... 33
Gambar 3.3 Orifice meter ... 33
Gambar 3.5 Proses Kalkulasi Data... 38
Gambar 3.6 Proses Penampilan Data ... 38
Gambar 3.7 Alur pengerjaan skripsi ... 40
Gambar 4.1 Skema Distribusi Air Umpan ... 41
Gambar 4.2 Jaringan Perpipaan pada Pipe Flow Expert v6.39 ... 49
Gambar 4.3Hasil simulasi menggunakan Pipe Flow Expert v6.39 ... 50
Gambar 4.4 Grafik Hubungan Kapasitas Dengan Kerugian Head Mayor ... 51
Gambar 4.5 Grafik Hubungan Kapasitas Dengan Kerugian Head Minor ... 53
Gambar 4.6 Grafik Hubungan Kapasitas Dengan Total Kerugian Head ... 54
DAFTAR NOTASI
Simbol Satuan
ρ Massa jenis (Kg/m3)
m Massa (Kg)
SG Specific Gravity -
μ Viskositas N.s/m2
F Gaya (N)
V Kecepatan (m/s)
τ Tegangan Geser (kg/m2)
D Diameter (m)
L Panjang (m)
f Faktor Gesekan -
Q Laju Aliran (m3/s)
R Jari – Jari (m)
g Gravitasi (m2/s)
Δh Perbedaan Head m.fluida
P Tekanan Kg/��2
ABSTRAK
PT. Pertamina (Persero)
Refinery
Unit IV Cilacap merupakan salah satu unit
pengolahan minyak bumi yang menggunakan Sistem Pembangkit Tenaga Uap
sebagai sumber energi listrik. Untuk mendistribusikan air umpan yang berasal dari
unit
deaerator
menuju masing-masing unit
boiler
yang bekerja digunakan pompa
yang mengalirkan air umpan melauli jaringan perpipaan. Sistem perpipaan
merupakan bagian penting untuk menyalurkan air. Didalam pengoperasiannya
sistem perpipaan dapat mengalami kerugian yang diakibatkan oleh kekasaran
pipa, panjang pipa, kapasitas, maupun komponen-komponen yang terpasang pada
sistem perpipaan tersebut. Dalam penelitian ini peneliti melakukan peritungan
kerugian
head mayor
maupun kerugian
head minor
secara teoritis dan dengan
simulasi menggunakan aplikasi
pipe flow expert
v 6.39 dimana prosedur simulasi
berupa pengumpulan data-data pendukung simulasi selanjutnya menggambar
jaringan perpipaan yang terpasang kemudian melakukan perhitungan untuk
mendapatkan hasil simulasi yang selanjutnya akan dibandingkan dengan
perhitungan teoritis. Untuk menghitung kerugian mayor maupun kerugian minor
yang tarjadi pada sistem perpiaan dapat digunakan persamaan Darcy-weisbach,
dimana kapasitas aliran masing-masing sebesar 260.82 m
3/s, 269.7 m
3/s, 280.7
m
3/s, 290.86 m
3/s, 303.89m
3/s, 310.64 m
3/s, dan 320,8 m
3/s dengan total kerugian
head
5.34 m, 5.72 m, 6.20 m, 6.64 m, 7.14 m, 7.47 m, dan 7.96 m.
ABSTRACT
PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap is one of the petroleum
processing units that use Steam Generating System as a power plant. To distribute
the feed water from deaerator unit toward each boiler unit, it is used pumps that
flow feed water through the piping systems. Piping system is an important part to
distribute the water. During the operation, piping systems can have losses due to
the roughness of the pipe, pipe length, capacity, and components that apply on the
piping systemIn this study, researchers conducted a major head loss calculation
and minor head loss theoretically and by simulation using pipe flow applications
expert v 6.39 where the simulation procedure of gathering data to support further
simulation pipeline network attached drawing then perform calculations to obtain
simulation results next will be compared with theoretical calculations.To calculate
the major losses and minor losses in the piping system, it is used Darcy-Weisbach
equation, where each flow capacity of 260.82 m
3/ s, 269.7 m
3/ s, 280.7 m
3/ s,
290.86 m
3/ s, 303.89m
3/ s, 310.64 m
3/ s, and 320.8 m
3/ s with a total head loss
5.34 m, 5.72 m, 6.20 am, 6.64 m, 7.14 m, 7.47 m, and 7.96 m.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sistem Pembangkit Tenaga Uap merupakan salah satu sistem
pembangkit yang umum digunakan pada Industri-industri dimana sistem
pembangkit ini memiliki keunggulan yaitu: dapat dioperasikan dengan
menggunakan berbagai jenis bahan bakar, usia atau
life time
yang cukup
lama, dan dapat digunakan dengan berbagai model pembebanan.
Adapun bagian-bagian utama sistem pembangkit tenaga uap antara
lain, boiler, turbin uap, kondensor, generator, dan pompa. Dimanapada sistem
ini air dialirakan antara tiap-tiap komponen seperti tanki,
deaerator,
pompa,
steam drum,
dan kondensor . Setiap proses distribusi air sudah terlebih dahulu
didesain sesuai kebutuhan dan kapasitas yang diinginkan terutama dalam
pendistribusian air umpan boiler dari
deaerator
menuju
steam drum
. Namun
pada kenyataannya terdapat kerugian-kerugian yang dapat terjadi pada sistem
distribusi air umpan sehingga berpengaruh terhadap kinerja sistem
pembangkit tenaga uap.
sambungan serta aksesoris lainnya akan menimbulkanpermasalahan yang
akan sering kita temukan pada sistem tersebut.
PT Pertamina (Persero) Cilacap merupakan kilang minyak unit
pengolahan (
refinery
) yang menggunakan Sistem Pembangkit Tenaga Uap
sebagai penyuplai energi yang digunakan pada pengolahan minyak.
Diharapkan dengan menganilsa kerugiaan
head
yang terjadi pada sistem
distribusi air umpan boiler diharapkan menjadi acuan untuk mengevaluasi
komponen-komponen yang terdapat pada sistem.
1.2
Perumusan Masalah
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui besar kerugian head pada
sistem distribusi air umpan di PT. Pertamina RU IV Cilacap dimana kerugian
head
tersebut dapat berpengaruh terhadap kinerja sistem pembangkit tenaga
uap dan untuk mengetahui apakah perbedaan jaringan perpipaan pada
masing-masing boiler mempengaruhi besar head yang terjadi.
Pengumpulan data dilakukan dengan memantau data-data lapangan di
Control Room ultilites Unit
ataupun dengan melihat data secara langsung
pada
Temperature Indicator, Flow Indicator,
dan
Pressure Indicator
yang
terpasang di jaringan perpipaan.
1.3
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
1.
Melakukan analisa dan perhitungan terhadapkerugian
head
mayor maupun
kerugian
head
minor pada sistem pemipaan secara teoritis dan dengan
aplikasi.
1.4
Batasan Masalah
Batasan Masalah dalam penelitian adalah sebagai berikut :
1.
Komponen yang diteliti adalah sistem perpipaan distribusi umpan unit
pembangkit di PT. Pertamina (Persero)
Refinery
Unit IV Cilacap.
2.
Pembahasan penelitian ini hanya tentang kerugian head mayor dan
kerugian head minor sistem distribusi air umpan.
1.5
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat analisa sistim distribusi umpan boiler yang ada di PT.
Pertamina (Persero)
Refinery
Unit IV Cilacap sebagai berikut :
1.
Nilai
kerugian head
yang terjadi pada sistem distribusi air umpan boiler
pada PT. Pertamina (Persero)
Refinery
Unit IV Cilacap terkakulasi dan
tersaji sebagai data teknis.
2.
Mendapatkan informasi kondisi dan parameter penyebab terjadinya
penurunan tekanan.
1.6
Sistematika Penulisan
Tugas akhir ini disusun berdasarkan sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan pendahuluan tentang studi kasus dan pemecahan
masalah yang berisi antara lain : Latar belakang, batasan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian , dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi metode perancangan serta langkah yang dilakukan untuk
mengidentifikasi permasalahan, beserta variabel-variabel yang akan diukur.
BAB IV ANALISIS DATA
Adalah hasil dan pembahasan yang berisi tentang data yang diperoleh
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sistem Pembangkit Tenaga Uap
Pembangkit tenaga uap merupakan suatu sistem pembangkit tenaga yang
fluidanya diuapkan dan dikondensasikan secara berulang-ulang dalam sebuah siklus
tertutup. Siklus Rankine merupakan salah satu siklus tertutup yang banyak
digunakan pada sistem pembangkit tenaga uap, dengan siklus Rankine kita dapat
menganalisa dan meningkatkan efisiensi suatu sistem pembangkit tenaga uap
secara termodinamika.
Sistem pembangkit tenaga uap terdiri dari beberapa perangkat
daiantaranya yaitu turbin, boiler, kondensor dan pompa Pada setiap perangkat
aliran terjadi rugi-rugi aliran yang seringkali terjadi akibat dari gesekan fluida,
kerugian panas, dan kebocoran uap. Gesekan fluida mengakibatkan tekanan pada
perangkat aliran seperti boiler, kondensor dan pipa-pipa menurun, akibatnya
tekanan uap yang meninggalkan boiler menjadi lebih rendah sehingga untuk
mengatasi hal ini kerja pompa akan lebih besar air harus di pompa ke tekanan yang
lebih tinggi. Berikut gambaran siklus sederhana sistem pembangkit tenaga uap.
Gambar 2.1 Siklus Sederhana Sistem pembangkit Tenaga Uap (Cengel & Boles, 2002)
Pada sistem pembangkit tenaga uap, tekanan atau head air umpan sangat mempengaruhi kualitas uap atau steam yang dihasilkan dimana apabila tekanan tidak mencapai titik poin yang telah ditentukan maka proses penguapan pada boiler
tidak maksimal yang kemudian akan mengahasilkan tekanan uap dibawah standart
mencapai nilai yang telah ditentukan, faktor yang mempengaruhi tekanan atau
head air umpan adalah jaringan perpipaan yang terpasang pada suatu sistem pembangkit tenaga uap yang hal tersebut besar kaitannya terhadap pembahasan
tentang aliran fluida.
2.2. Aliran Fluida
Fluida adalah zat yang tidak dapat menahan perubahan bentuk
(distorsi) secara permanen. Bila kita mencoba mengubah bentuk suatu massa
fluida, maka di dalam fluida tersebut akan terbentuk lapisan-lapisan di mana
lapisan yang satu akan mengalir di atas lapisan yang lain, sehingga tercapai bentuk
baru. Selama perubahan bentuk tersebut, terdapat tegangan geser (shear stress),
yang besarnya bergantung pada viskositas fluida dan laju alir fluida relatif terhadap
arah tertentu. Bila fluida telah mendapatkan bentuk akhirnya, semua tegangan
geser tersebut akan hilang sehingga fluida berada dalam keadaan kesetimbangan.
Pada temperatur dan tekanan tertentu, setiap fluida mempunyai densitas tertentu.
Jika densitas hanya sedikit terpengaruh oleh perubahan yang suhu dan tekanan
yang relatif besar, fluida tersebut bersifat incompressible. Tetapi jika densitasnya
peka terhadap perubahan variabel temperatur dan tekanan, fluida tersebut
digolongkan compresible. Zat cair biasanya dianggap zat yang incompresible,
sedangkan gasumumnya dikenal sebagai zat yang compresible.
Perilaku zat cair yang mengalir sangat bergantung pada kenyataan apakah
fluida itu berada di bawah pengaruh bidang batas padat atau tidak. Di daerah yang
pengaruh gesekan dinding kecil, tegangan geser dapat diabaikan dan perilakunya
mendekati fluida ideal, yaitu incompresible dan mempunyai viskositas 0. Aliran
fluida ideal yang demikian disebut aliran potensial. Pada aliran potensial berlaku
prinsip - prinsip mekanika Newton dan hukum kekekalan massa. Aliran potensial
mempunyai 2 ciri pokok:
1.
Tidak terdapat sirkulasi ataupun pusaran sehingga aliran potensial itu
disebut aliran irotasional
Prinsip-prinsip dasar yang paling berguna dalam penerapan mekanika
fluida adalah persamaan-persamaan neraca massa atau persamaan kontinuitas,
persamaan- persamaan neraca momentum linear, dan neraca momentum angular
(sudut), serta neraca energi mekanik. Persaman-persamaan itu dapat dituliskan
dalam bentuk diferensial yang menunjukkan kondisi pada suatu titik di dalam
elemen volume fluida, atau dapat pula dalam bentuk integral yang berlaku untuk
contoh volume tertentu atau massa
2.3. Sifat Dasar Fluida
Cairan dan gas disebut fluida, sebab zat cair tersebut dapat mengalir. Untuk
mengerti aliran fluida maka harus mengetahui beberapa sifat dasar fluida. Adapun
sifat - sifat dasar fluida yaitu; kerapatan (density), berat jenis (specific gravity), tekanan (pressure), kekentalan (viscosity).
1.
Kerapatan
Kerapatan adalah suatu sifat karakteristik setiap bahan murni. Benda
tersusun atas bahan murni, misalnya emas murni, yang dapat memiliki berbagai
ukuran ataupun massa, tetapi kerapatannya akan sama untuk semuanya. Satuan SI
untuk kerapatan adalah kg/m3. Kadang kerapatan diberikan dalam g/cm3. Dengan
catatan bahwa jika kg/m3 = 1000 g/(1000 000 cm3), kemudian kerapatan yang
diberikan dalam g/cm3 harus dikalikan dengan 1000 untuk memberikan hasil
Kerapatan atau density dinyatakan dengan ρ (rho) yang dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara massa per satuan volume. Yang dirumuskan sebagai
berikut:
ρ
=
��
(Kg/m
3)
(2.1)dimana:
ρ = kerapatan (Kg/m3
)
m = massa (Kg)
dalam kg/m3. Dengan demikian kerapatan air adalah 1,00 g/cm3, akan sama dengan
1000 kg/m3.
2.
Berat Jenis
Berat jenis dari sebuah fluida, dilambangkan dengan huruf yunani γ (gamma) didefinisikan sebagai berat fluida per satuan volume. Berat jenis
berhubungan dengan kerapatan jenis melalui persanaan
�=�.�
(2.2)
dimana g adalah percepatan gravitasi lokal. Seperti halmua kerapatan yang
digunakan untuk mengkarakteristikan massa sebuah sistem fluida, berat jenis
digunakan untuk mengkarakteristikam berat dari sistem tersebut.
3.
Gravitasi Jenis
Garavitasi jenis sebuah fluida dilambangkan sebagai SG, didefinisikan
sebagai perbandingan kerapatan fluida dengan kerapatan air pada sebuah
temperatur tertentu. Biasanya temperatur tersebut adalah 4oC (39,2oF),dan
pada temperatur ini kerapatan air adalah 1,94 slugs/ft3 atau 1000 kg/m3 Dalam
bentuk persamaan gravitas jenis dinyatakan sebagai.
��
=
���2�@4��
(2.3)
Berat jenis (specific gravity disingkat SG) adalah besaran murni tanpa dimensi.
4.
Tekanan (
Preassure
)
Tekanan didefinisikan sebagai gaya per satuan luas, dengan gaya F
dianggap bekerja secara tegak lurus terhadap luas permukaan (A), maka:
�
=
��
(
�
/
�
Konsep tekanan sangat berguna terutama dalam berurusan dengan fluida.
Sebuah fakta eksperimental menunjukkan bahwa fluida menggunakan tekanan ke
semua arah. Hal ini sangat dikenal oleh para perenang dan juga penyelam yang
secara langsung merasakan tekanan air pada seluruh bagian tubuhnya. Pada titik
tertentu dalam fluida diam, tekanan sama untuk semua arah. Ini diilustrasikan
dalam 2.1. Bayangan fluida dalam sebuah kubus kecil sehingga kita dapat
mengabaikan gaya gravitasi yang bekerja padanya. Tekanan pada suatu sisi harus
sama dengan tekanan pada sisi yang berlawanan. Jika hal ini tidak benar, gaya
netto yang bekerja pada kubus ini tidak akan sama dengan nol, dan kubus ini
akan bergerak hingga tekanan yang bekerja menjadi sama.
Gambar 2.2Distribusi Gaya (Priyo Ari Wibowo, 2013)
5.
Kekentalan (
Viscocity
)
Kekentalan (viscosity) didefinisikan sebagai gesekan internal atau gesekan fluida terhadap wadah dimana fluida itu mengalir. Ini ada dalam cairan
atau gas, dan pada dasarnya adalah gesekan antar lapisan fluida yang
berdekatan ketika bergerak melintasi satu sama lain atau gesekan antara fluida
dengan wadah tempat ia mengalir. Dalam cairan, kekentalan disebabkan oleh
gaya kohesif antara molekul-molekulnya sedangkan gas, berasal tumbukan
Kekentalan fluida yang berbeda dapat dinyatakan secara kuantatif dengan koefisien kekentalan, μ yang didefinisikan dengan cara sebagai berikut: Fluida
diletakkan diantara dua lempengan datar. Salah satu lempengan diam dan yang lain
dibuat bergerak. Fluida yang secara langsung bersinggungan dengan masing-masing
lempengan ditarik pada permukaanya oleh gaya rekat diantara molekul-molekul
cairan dengan kedua lempengan tersebut. Dengan demikian permukaan fluida sebelah
atas bergerak dengan laju v yang seperti lempengan atas, sedangkan fluida yang
bersinggungan dengan lempengan diam bertahan diam. Kecepatan bervariasi secara
[image:30.595.199.425.297.403.2]linear dari 0 hingga v seperti ditunjukkan gambar 2.2.
Gambar 2.3 Penentuan kekentalan (W.P Graebel, 2001)
μ
=
� ����� (2.5)
dimana:
μ = kekentalan fluida (Pa.s)
F = gaya geser (N)
A = luas lempengan bergerak (m2)
V = kecepatan fluida (m/s)
Viskositas dibedakan atas dua macam yaitu:
1.
Viskositas kinematik
Viskositas kinematik adalah perbandingan antara viskositas mutlak
terhadap rapat jenis / density.
�
=
�� (2.6)
dimana :
μ = nilai viskositas mutlak (kg/m.s)
ρ = nilai kerapatan massa fluida (kg/m3)
2.
Viskositas dinamik
Viskositas dinamik atau viskositas mutlak mempunyai nilai sama
dengan hukum viskositas Newton.
�
=
���/�� (2.7)
dimana:
τ = tegangan geser pada fluida (kg/m2) du/dy = gradient kecepatan (m/s)
2.4. Karakteristik Aliran Fluida
Perpindahan fluida (cairan atau gas) di dalam saluran tertutup (biasanya
disebut sebuah pipa jika penampangnya bundar atu saluran duct jika bukan) sangat
penting didalam kehidupan sehari-hari. Pipa adalah saluran tertutup yang biasanya
berpenampang lingkaran yang digunakan untuk mengalirkan fluida dengan
tampang aliran penuh. Fluida yang di alirkan melalui pipa bisa berupa zat cair atau
gas dan tekanan bisa lebih besar atau lebih kecil dari tekanan atmosfer. Apabila zat
cair di dalam pipa tidak penuh maka aliran termasuk dalam aliran saluran terbuka
atau karena tekanan di dalam pipa sama dengan tekanan atmosfer (zat cair di
dalam pipa tidak penuh), aliran temasuk dalam pengaliran terbuka. Karena
di permukaan zat cair sepanjang saluran terbuka adalah tekanan atmosfer. Aliran
viskos adalah aliran zat cair yang mempunyai kekentalan (viskositas). Viskositas
terjadi pada temperature tertentu. Tabel 2.1. memberikaan sifat air (viskositas
kinematik) pada tekanan atmosfer dan beberapa temperature. Kekentalan adalah
sifat zat cair yang dapat menyebabkan terjadinya tegangan geser pada waktu
bergerak.
Tegangan geser ini akan mengubah sebagian energi aliran dalam bentuk
energi lain seperti panas, suara, dan sebagainya. Perubahan bentuk energi
[image:32.595.136.515.308.668.2]tersebut menyebabkan terjadinya kehilangan energi.
Tabel 2.1Sifat air kekentalan dan (viskositas kinematik) pada tekanan atmosfer
NO Suhu Kekentalan Air Viskositas Kinematik
o
C N.s/m2 NO
1 0 1,778 x 10-5 1,788 x 10
-6
2 10 1,307 x 10-5 1,307 x 10-6
3 20 1,003 x 10-5 1,005 x 10-6
4 30 0.799 x 10-5 0,802 x 10-6
5 40 0.657 x 10-5 0,662 x 10-6
6 50 0,548 x 10-5 0,555 x 10-6
7 60 0,467 x 10-5 0,475 x 10-6
8 70 0,405 x 10-5 0,414 x 10-6
9 80 0,355 x 10-5 0,365 x 10-6
10 90 0,316 x 10-5 0,327 x 10-6
11 100 0,283 x 10-5 0,295 x 10-6
Aliran viskos dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam. Apabila pengaruh
kekentalan (viskositas) cukup dominan sehingga partikel-partikel zat cair bergerak
secara teratur menurut lintasan lurus maka aliran disebut laminar. Aliran laminar
terjadi apabila kekentalan besar dan kecepatan aliran kecil. Dengan
berkurangnya pengaruh kekentalan atau bertambahnya kecepatan maka aliran
akan berubah dari laminar menjadi turbulen. Pada aliran turbulen partikel-partikel
zat cair bergerak secara tidak teratur.
2.4.1. Aliran Laminar atau Turbulen
Aliran fluida dalam sebuah pipa mungkin merupakan aliran laminar atau
turbulen. Osborne Reunolds (1842-1912), ilmuwan dan ahli matematika Inggris,
[image:33.595.154.490.338.520.2]adalah orang yang pertama kali membedakan dua aliran tersebut seperti pada
gambar
Gambar 2.4 Eksperimen untuk mengilustrasikan jenis aliran (Munson, 2003)
Jika air mengalir melalui sebuah pipa berdiameter D dengan kecekpatan
rata-rata V, sifat-sifat berikut ini dapat diamati dengan menginjeksikan zat pewarna
yang mengambang seperti yang ditunjukkan pada gambar diatas. Untuk “laju aliran
yang cukup kecil’ guratan zat pewarna akan berupa garis yang terlihat jelas selama
mengalir , dengan hanya sedikit saja menjadi kabir karena difusi molekuler dari zat
pewarna ke air diskelilingnya. Untuk suatu “laju aliran sedang” yang lebih besar
guratan zat pewarna berfluktiuasi menurut watku dan ruang, dan olakan
putus-putus dengan perilaku tak beraturan muncul disepanjang guratan. Sementara itu,
unuk “laju aliarn yang cukup besar’ guratan zat pewarna dengan sangat segera
karakteristik ini disebut sebagai aliran laminar, transisi, dan turbulen.
2.4.2. Bilangan Reynolds
Untuk aliran pipa parameter yang tidak berdimensi yang paling penting
adalah bilangan Reynolds, bilangan Reynolds merupakan perbandingan antara efek inersia dan viskos dalam aliran. Dengan demikian dapat dirusmuskan seebagai
persamaan berukut:
��
=
���� (2.8)
Dimana V adalah kecepatan rata-rata dalam pipa. Artinya, aliran di dalam
sebuah pipa adalah laminar, transisi, ataur turbulen jika bilangan Reynoldsnya “cukup kecil”, “sedang” atau “cukup besar”. Bukan hanya kecepatan fluida yang
menentukan sifat aliran namun kerapatan, viskositas dan diameter pipa sama
pentingnya. Parameter-paremeter ini berkombinasi menghasilkan bilangan
Reynolds. Perbedaan antara aliran pipa laminar dan turbulen dan ketergantungan terhadap sebuah besaran takberdimensi yang sesuao pertama kali ditunjukkan oleh
Osborne Reynolds pada tahun 1883. Kisaran bilangan Reynolds dimana akan diperoleh aliran pipa yang laminar, transisi, atau turbulen tidak dapat ditentukan
dengan tepat. Transisi yang aktual dari aliran laminar ke turbulen mungkin
berlangsung pada berbagai bilangan Reynold, tergantung pada berapa besar alirab terganggu oleh getaran pipa, kekasaran dari daerah masuk, dan hal-hal sejenis
lainnya. Untuk keperluan teknik pada umumnya, nilai berikut cukup menandai
aliran di dalam pipa bundar adalah laminar jika bilangan Reynoldsnya < 2100. Aliran didalam pipa bundar adalah turbulen kika bilangan Reynoldnya lebih besar dari kira-kira 4100. Untuk bilangan Reynolds diantara kedua batas ini, aliran mungkin berubag dari keadaan laminar menjadi turbulen dengan perilaku acak yang jelas
(transisi).
2.4.3 Daerah Masuk dan Aliran Berkembang Penuh
Setiap fluida mengalir dalam sebuah pipa harus memasuki pipa pada suatu
lokasi. Daerah aliran didekat lokasi fluida memasuki pipa disebut sebagai daerah
Gambar 2.5 Daerah masuk aliran sedang berkembang dan aliran berkembang penuh didalam sebuah pipa (Munson, 2003)
Dari ganbar diatas ditunjukkan fluida biasanya memasuki pipa dengan profil
kecepatan yang hampur seragam pada bagian (1). Selagi fluida bergerak melewati
pipa, efek viskos menyebabkan tetap menempel pada dinding pipa (kondisi lapisan
batas tanpa-slip), hal ini berlaku baik jika fluidanya adalah udara yang relatif inviscid
ataupun minyak yang sangat viskos. Jadi, sebuha lapisan batas (boundary layer) dimana efek viskos kecepatan awal berubah menurut jarak sepanjang pipa, x,
sampai fluida mencapat ujung akhir dari panjang daerah masuk, bagian (2), dimana
setelah diluar profil itu kecepatan tidal berubah lagi menurut x.
Lapisan batas telah tumbuk ketebalannya sehingga memnuhi pipa secara
menyeluruh. Efek viskos sangat penting didalam lapisan batas, untuk fluida diluar
lapisan batas efek viskos dapat diabaikan.
Bentuk dari profil kecepatan didalam pipa tergantung pada apakah laminar
atau turbulen, sebagaiman pula panjang daerah masuk, le. Seperti pada banyak
sifat lainnya dari aliran pipa, panjang masuk takberdimensi, le/D, berkorelasi cukup
��
� = 0,06��������������������
Dan
��
� = 4,4(��)1/4�������������������
Untuk aliran-aliran dengan bilangan Reynolds sangat rendah panjang masuk
dapat sangat pendek (le = 0,6D jika Re = 10), sementara untuk aliran-aliran dengan
bilangan Reynolds besar daerah masuk tersebut dapat sepanjang berkalikali
diameter pipa sebelum ujung akhir dari daerah masuk dicapai (le = 120D untuk Re
= 2000). Untuk banyak masalah-masalah teknik praktis 104< Re < 105 sehingga 20D
< le< 30D.
2.4.4. Tekanan dan Tegangan Geser
Aliran tunak berkembang penuh didalam pipa berdiameter konstan
mungkin digerakkan oleh gaya-gaya gravitasi dan atau tekanan, untuk aliran pipa
horizontal, gravitasi tidak memberikan pengaruh kecuali terhadap variasi tekanan hidrostatik pada pipa, γ D, yang biasanya diabaikan, Beda tekanan Δp= p1-p2, antara
suatu bagian popa horizontal dengan bagian lainnya yang mendorong fluida
mengalir melewati popa. Efek viskos memberikan efek penghambat yang melewati
pipa, sehingga memungkinkan fluida mengalir melaui pipa tanpa percepatan. Jika
efek viskos tidak ada dalam aliran serupa itu, tekanan akan konstan diseluruh pipa,
kecuali untuk variasi hidrostatik.
Dalam daerah aliran yang tidak berkembang penuh, seperti pada daerah
masuj sebuah pipa, fluida mengalami percepatan atau perlambatan selagi mengalir.
Jadi, didaerah masuk terdapat keseimbangan antara gaya-gaya tekanan, viskos dan
Gambar 2.6 Distibusi tekanan sepanjang pipa horizontal (Munson, 2003)
Besarnya gradien tekanan, δp/δx, lebih besar didaerah masuk daripada
didaerah berkembang penuh, dimana gradien tersebut merupakan konstanta, δp/δx = -Δp/ l<0
2.5. Aliran Dalam Pipa
Jika fluida tidak mempunyai kekentalan, ia dapat mengalir melalui tabung
atau pipa mendatar tanpa memerlukan gaya. Oleh karena itu adanya kekentalan,
perbedaan tekanan antara kedua ujung tabung diperlukan untuk aliran mantap
setiap fluida nyata, misalnya air atau minyak didalam pipa. Laju alir dalam
tabung bulat bergantung pada kekentalan fluida, perbedaan tekanan, dan dimensi
tabung.
1.
Fluida
Newtonian
dan Fluida
non-Newtonian
Sebuah fluida Newtonian didefinisikan sebagai fluida yang tegangan
gesernya berbanding lurus secara linier dengan gradien kecepatan pada arah tegak
lurus dengan bidang geser. Definisi ini memiliki arti bahwa fluida newtonian akan
mengalir terus tanpa dipengaruhi gaya-gaya yang bekerja pada fluida. Sebagai
contoh, air adalah fluida Newtonian karena air memiliki properti fluida sekalipun
pada keadaan diaduk. Sebaliknya, bila fluida non-Newtonian diaduk, akan tersisa
suatu "lubang". Lubang ini akan terisi seiring dengan berjalannya waktu. Sifat
seperti ini dapat teramati pada material-material seperti puding. Peristiwa lain
yang terjadi saat fluida non- Newtonian diaduk adalah penurunan viskositas
banyak tipe fluida non-Newtonian yang kesemuanya memiliki properti tertentu
[image:38.595.158.491.156.381.2]yang berubah pada keadaan tertentu. Hal ini diilustrasikan dengan jelas pada
Gambar 2.6.
Gambar 2.7 Diagram Rheologi (Munson, 2003)
2.
Persamaan pada fluida Newtonian
Konstanta yang menghubungkan tegangan geser dan gradien kecepatan
secara linier dikenal dengan istilah viskositas. Persamaan yang menggambarkan
perlakuan fluida Newtonian adalah:
�
=
�
���� (2.9)
dimana :
τ = tegangan geser yang dihasilkan oleh fluida
µ = viskositas fluida-sebuah konstanta proporsionalitas
dv/dx = gradien kecepatan tegak lurus dengan arah geseran
Viskositas pada fluida Newtonian secara definisi hanya bergantung
bekerja pada fluida. Jika fluida bersifat inkompresibel maka viskositas bernilai
tetap di seluruh bagian fluida. Persamaan yang menggambarkan tegangan
geser (dalam koordinat kartesian) adalah:
�
��=
� �
������+
�������
(2.10)Dimana
τij = adalah tegangan geser oada bidang i th
dengan arah jth
vi = adalah kecepatan pada arah ith
xj = adalah koordinat berarah j th
Jika suatu fluida tidak memenuhi hubungan ini, fluida ini disebut fluida
non-Newtonian. Fluida Newtonian (istilah yang diperoleh dari nama Isaac
Newton) adalah suatu fluida yang memiliki kurva tegangan/regangan yang linier.
Contoh umum dari fluida yang memiliki karakteristik ini adalah air. Keunikan dari
fluida newtonian adalah fluida ini akan terus mengalir sekalipun terdapat gaya
yang bekerja pada fluida. Hal ini disebabkan karena viskositas dari suatu fluida
newtonian tidak berubah ketika terdapat gaya yang bekerja pada fluida
tersebut. Viskositas dari suatu fluida newtonian hanya bergantung pada
temperatur dan tekanan. Perbedaan karakteristik akan dijumpai pada fluida. Pada
fluida jenis ini, viskositas fluida akan berubah bila terdapat gaya yang bekerja pada
fluida.
3.
Persamaan Kontinuitas
Viskositas merupakan ukuran kekentalan fluida yang menyatakan besar
kecilnya gesekan di dalam fluida. Makin besar viskositas suatu fluida, maka makin
sulit suatu fluida mengalir dan makin sulit suatu benda bergerak di dalam fluida
tersebut. Di dalam zat cair, viskositas dihasilkan oleh gaya kohesi antara molekul
zat cair. Viskositas zat cair dapat ditentukan secara kuantitatif dengan besaran
yang disebut koefisien viskositas. Satuan SI untuk koefisien viskositas adalah
Gerak fluida didalam suatu tabung aliran haruslah sejajar dengan dinding
tabung. Meskipun besar kecepatan fluida dapat berbeda dari suatu titik ke titik
lain didalam tabung. Pada gambar 2.7 menunjukkan tabung aliran untuk
[image:40.595.179.468.190.314.2]membuktikan persamaan kontinuitas.
Gambar 2.8 Tabung aliran membuktikan persamaan kontinuitas (Priyo Ari Wibowo,
2013)
Pada gambar 2.7, misalkan pada titik P besar kecepatan adalah V1, dan
pada titik Q adalah V2. Kemudian A1 dan A2 adalah luas penampang tabung aliran
tegak lurus pada titik Q. Didalam interval waktu Δt sebuah elemen fluida mengalir
kira-kira sejauh V.Δt. Maka massa fluida Δm1 yang menyeberangi A1 selama
interval waktu Δt adalah
Δm = ρ1 . A1 . V1. Δt (2.11)
dengan kata lain massa Δm1/Δt adalah kira-kira sama dengan ρ1 . A1 . V1. Kita harus mengambil Δt cukup kecil sehingga didalam interval waktu ini baik V
maupun A tidak berubah banyak pada jarak yang dijalani fluida, sehingga dapat
ditulis massa di titik P adalah ρ1 . A1 . V1 massa di titik Q adalah ρ2 . A2 . V2, dimana ρ1 dan ρ2 berturut-turut adalah kerapatan fluida di P dan Q.
Karena tidak ada fluida yang berkurang dan bertambah maka massa yang
menyeberangi setiap bagian tabung per satuan waktu haruslah konstan. Maka
massa P haruslah sama dengan massa di Q, sehingga dapatlah ditulis sebagai
berikut.
Persamaan (2.12) berikut menyatakan hukum kekekalan massa didalam
fluida. Jika fluida yang mengalir tidak termampatkan, dalam arti kerapatan
konstan maka persamaan (2.12) dapat ditulis menjadi:
A1 . V1 = A2 . V2 (2.13)
Persamaan diatas dikenal dengan persamaan kontinuitas.
4.
Persamaan Bernoulli
Prinsip Bernoulli adalah sebuah istilah di dalam mekanika fluida yang
menyatakan bahwa pada suatu aliran fluida, peningkatan pada kecepatan fluida
akan menimbulkan penurunan tekanan pada aliran tersebut. Prinsip ini
sebenarnya merupakan penyederhanaan dari Persamaan Bernoulli yang
menyatakan bahwa jumlah energi pada suatu titik di dalam suatu aliran tertutup
sama besarnya dengan jumlah energi di titik lain pada jalur aliran yang sama.
Asas Bernoulli menyatakan bahwa pada pipa mendatar, tekanan fluida paling
besar adalah pada bagian yang kelajuan alirannya paling kecil. Sebaliknya,
tekanan paling kecil adalah pada bagian yang kelajuan alirannya paling besar
Suatu persamaan yang banyak dipakai, yang menghubungkan
tekanan, kecepatan, dan elevasi bermula di masa Daniel Bernoulli dan Leonhrad
Euler dalam abad ke-18.
Persamaan Bernoulli merupakan persamaan dasar dari dinamika fluida di
mana berhubungan dengan tekanan (p), kecepatan aliran (v) dan ketinggian (h),
darisuatu pipa yang fluidanya bersifat tak kompresibel dan tak kental, yang
mengalir dengan aliran yang tak turbulen. Tinjau aliran fluida pada pipa dengan
ketinggian yang berbeda seperti Gambar 2.5.
Bagian sebelah kiri pipa mempunyai luas penampang A1 dan sebelah
kanan pipa mempunyai luas penampang A2. Fluida mengalir disebabkan oleh
perbedaan tekanan yang terjadi padanya. Pada bagian kiri fluida terdorong
sepanjang dl1 akibat adanya gaya F1 = A1p1 sedangkan pada bagian kanan dalam
Gambar 2.9 Tabung aliran fluida (Priyo Ari Wibowo, 2013)
Usaha yang dilakukan oleh gaya F1 adalah dW1 = A1 p1 dl1 sedang pada
bagian kanan usahanya dW2 = - A2 p2 dl2
dW1 + dW2 = A1 p1 dl1 - A2 p2 dl2
Sehingga usaha totalnya adalah:
W1 + W2 = A1 p1 l1 - A2 p2 l2
Bila massa fluida yang berpindah adalah m dan rapat massa fluida adalah ρ, maka diperoleh persamaan:
W = ( p1 - p2) m/ρ
Persamaan diatas merupakan usaha total yang dilakukan oleh fluida. Bila
fluida bersifat tak kental, maka tak ada gaya gesek sehingga kerja total tersebut
merupakan perubahan energi mekanik total pada fluida yang bermasa m.
Besarnya tambahan energi mekanik total adalah:
� =�1
2��2 2−1
2��1
2�+ (��ℎ
2− ��ℎ1) (2.14)
maka :
(�1− �2)�
� =�
1 2��2
2−1 2��1
2�+ (��ℎ
2− ��ℎ1) (2.15)
�1+ 1 2��1
2+��ℎ
1= �2+ 1 2��2
2+��ℎ
2.6. Kerugian Head (Head Losses)
Adanya kekentalan pada fluida akan menyebabkan terjadinya tegangan
geser pada waktu bergerak. Tegangan geser ini akan merubah sebagian energi
aliran menjadi bentuk energi lain seperti panas, suara dan sebagainya. Pengubahan
bentuk energi tersebut menyebabkan terjadinya kehilangan energi. Secara umum
head losses dibagi menjadi dua macam, yaitu:
2.6.1. Kerugian Head Mayor
Kehilangan longitudinal, yang disebabkan oleh gesekan sepanjang lingkaran
pipa. Ada beberapa persamaan yang dapat digunakan dalam menentukan
kehilangan longitudinal hf apabila panjang pipa L meter dan diameter d mengalirkan
kecepatan rata-rata V. Menurut White (1986), salah satu persamaan yang dapat
digunakan adalah Persamaan Darcy-Weisbach yaitu:
ℎ�
=
�
�� �2
2� (2.17)
dimana :
f = faktor gesekan (Diagram Moody)
L = panjang pipa (m)
D = diameter pipa (m)
V2/2g = head kecepatan
Dimana untuk mendapatkan nilai dari faktor kekasaran (e) dapat diperoleh dengan menggunakan diagram moody atau dengan menggunakan nilai kekasaran
Tabel 2.2 Nilai kekerasan dinding untuk berbagai pipa komersil
BAHAN
KEKASARAN
Ft m
Riveted Steel 0,003 – 0,03 0,0009 – 0,009
Concrete 0,001 – 0,01 0,0003 – 0,003
Wood Stave 0,0006 – 0,003 0,0002 – 0,009
Cast Iron 0,00085 0,00026
Galvanized Iron 0,0005 0,00015
Asphalted Cast Iron 0,0004 0,0001
Commercial Steel or Wrought Iron 0,00015 0,000046
Drawn Brass or Copper Tubing 0,000005 0,0000015
Glass and Plastic “smooth” “smooth”
(Sumber: Munson, Young & Okiishi. Mekanika Fluida, 2003, hal. 44)
Sedangkan untuk jenis material yang lain dapat diperoleh nilai
kekasarannya dengan menggunakan diagram moody.
Gambar 2.10 Diagram Moody (Munson, 2003)
Untuk menghitung kerugian head dalam pipa yang relatif sangat panjang seperti jalur pipa penyalur air minum dapat pula menggunakan persamaan Hazen –
Williams, yaitu:
ℎ�
=
10,666 �1,85
Dimana : hf = kerugian gesekan dalam pipa (m)
Q = laju aliran dalam pipa (m3/s)
L = panjang pipa (m)
C = koefisien kekasaran pipa Hazen – Williams
d = diameter dalam pipa (m)
Tabel 2.3 Nilai koefisien kekasatan pipa Hazen-Williams
Extremely smooth and straight pipes
New steel or cast iron
Wood; concrete
New riveted steel; verified
Old cast iron
Very old and corroded cast iron
140
130
120
110
100
80
(Sumber: Sularso & Tahara, Pompa & Kompressor, Bandung, 1983. hal. 30.)
Diagram Moody telah digunakan untuk menyelesaikan permasalahan aliran
fluida di dalam pipa dengan menggunakan faktor gesekan pipa (f) dari rumus Darcy – Weisbach. Untuk aliran laminar dimana bilangan Reynold kurang dari 2000, faktor
gesekan dihubungkan dengan bilangan Reynold, dinyatakan dengan rumus:
�
=
64�� (2.19)
Untuk aliran turbulen dimana bilangan Reynold lebih besar dari 4000, maka
hubungan antara bilangan Reynold, faktor gesekan dan kekasaran relatif menjadi
lebih kompleks. Faktor gesekan untuk aliran turbulen dalam pipa didapatkan dari
1.
Untuk daerah complete roughness, yaitu :
1
��
= 2,0
��� �
3,7
� �
�
�
(2.20)
Dimana:
f
= faktor gesekan
ε = kekasaran (m)2.
Untuk pipa sangat halus seperti glass dan plastik, hubungan antara
bilangan Reynold dan faktor gesekan:
a.
Blasius :
�
=
0,316��0,25
untuk, Re 3000-100000
(2.21)
b.
Von Karman :
1�
= 2,0
��� �
����2,51
�
untuk Re
≤ 3.10
6
(2.22)
3.
Untuk pipa antara kasar dan halus atau dikenal dengan daerah transisi,
yaitu:
Von Karman :
1�
= 2,0
���
��
+ 1,74
(2.26)
Dimana harga f tidak tergantung pada bilangan Reynold.
4.
Untuk pipa antara kasar dan halus atau dikenal dengan daerah transisi,
yaitu :
Corelbrook – White :
1�
=
−
2,0
��� �
���3,7
+
2,51����
�
(2.23)
2.6.2. Kerugian Head Minor
Untuk setiap sistem pipa, selain kerugian tipe moody yang dihitung
untuk seluruh panjang pipa, ada pula yang dinamakan kerugian kecil (kerugian
keluar pipa, pembesaran atau pengecilan secara tiba - tiba, belokan, sambungan,
katup dan pengecilan dan pembesaran secara berangsur-angsur.
Karena pola aliran dalam katup maupun sambungan cukup rumit,
teorinya sangat lemah. Kerugian ini biasanya diukur secara eksperimental dan
dikorelasikan dengan parameter - parameter aliran dalam pipa. Kerugian kecil
terukur biasanya diberikan sebagai nisbih kerugian hulu.
Belokan pada pipa menghasilkan kerugian head yang lebih besar dari pada jika pipa lurus. Kerugian-kerugian tersebut disebabkan daerah-daerah aliran yang
terpisah didekat sisi dalam belokan (khususnya jika belokan tajam) dan aliran
sekunder yang berpusar karena ketidak seimbangan gaya-gaya sentripetal akibat
kelengkungan sumbu pipa.
Ada dua macam belokan pipa, yaitu belokan lengkung atau belokan patah
(mitter atau multipiece bend). Untuk belokan lengkung sering dipakai rumus Fuller
(Sularso, 1983), dimana nilai dari koefisien kerugian dinyatakan sebagai:
�
��= [0,131 + 1,847
�
2���
3,5
](
�90
)
0,5 (2.24)
dimana:
kkb = koefisien kerugian belokan
D = diameter pipa (m)
R = jari - jari belokan pipa (m)
θ = sudut belokan (derajat)
Kemudian untuk mengetahui kerugian head dapat menggunakan persamaan (White, 1986):
ℎ
�=
∑ �
�2
Berikut adalah gambar kerugian belokan, dimana terjadi variasi koefisien
kerugian karena pengaruh perubahan bilangan Reynoldnya. Sebagaimana terlihat
pada gambar 2.12, perbandingan jari-jari kelokan dengan diameter (r/d)
[image:48.595.131.511.178.345.2]juga mempengaruhi besar kerugiannya.
Gambar 2.11 Efek bilangan bilangan Reynolds terhadap koefisien kerugian pada elbow 90o(Priyo Ari Wibowo, 2013)
Selain belokan atau elbow kerugian minor juga dapat disebabkan oleh
berbagai komponen yang terdapat pada sistem perpipaan dimana koefisien
kerugiannya atau nilai KL. Metode yang paling umum digunakan untuk menentukan
kerugian-kerugian head atau penurunan tekanan adalah dengan menentukan
koefisiean kerugian yang dapat didefinisikan sebagai :
K
�=
ℎL�2/2�)
=
∆�
1 2��
2 (2.26)
Sehingga
∆�
=
�
�12
��
2 (2.27)
Atau
h� = K�V2
Kerugian minor kadang-kadang dinyatakan dalam panjang ekivalen leq,
Dalam terminologi ini, kerugian head melalui sebuah komponen diberikan dalam panjang ekivalen dari sebuah pipa yang akan menghasilkan kerugian head yang sama dengan komponen tersebut. Artinya,
ℎ� =�
2
2�=�
��� �
�2
2� (2.29)
atau
��� =���� (2.30)
dimana D dan f berdasarkan pada pipa dimana komponen tersebut terpasang. Kerugian dhead dari sistem pipa sama seperti yang ditimbulkan pada sebuah pipa lurus yang panjangnya sama dengan pipa-pipa lurus dari sistem ditambah jumlah
[image:49.595.223.407.340.539.2]panjang-panjang ekivalen tambahan dari seluruh komponen sistem.
Gambar. 2.12 Komponen katup pada sistem perpipaan (Munson, 2003)
Kebanyakan analisis aliran pipa menggunakan metode kerugian daripada
ekivalen untuk menentukan kerugian-kerugian minor. Sehingga dengan
menggunakan koefisien kerugian yang sudah tersedia dapat mempermudah perhitungan minor losses pada sistem perpiaaan, berikut tabel jenis koefisien
2.7. Pipa seri
Gambar 2.13 Pipa yang dihubungkan seri
Jika dua buah pipa atau lebih dihubungkan secara seri maka semua pipa
akan dialiri oleh aliran yang sama. Total kerugian head pada seluruh sistem adalah jumlah kerugian pada setiap pipa dan perlengkapan pipa, dirumuskan sebagai[8] :
Q
0= Q
1= Q
2= Q
3(2.31)
Q
0= A
1V
1= A
2V
2= A
3V
3(2.32)
Σ hl = hl1 + hl2 + hl3 (2.33)
Persoalan aliran yang menyangkut pipa seri sering dapat diselesaikan
dengan menggunakan pipa ekuivalen, yaitu dengan menggantikan pipa seri dengan
diameter yang berbeda-beda dengan satu pipa ekuivalen tunggal. Dalam hal ini, pipa
2.8.
Pipa Paralel
Gambar 2.14
Pipa yang dihubungkan paralel
Jika dua buah pipa atau lebih dihubungkan secara paralel, total laju aliran
sama dengan jumlah laju aliran yang melalui setiap cabang dan rugi head pada sebuah cabang sama dengan pada yang lain, dirumuskan sebagai :
Q
0= Q
1+ Q
2+ Q
3(2.34)
Q
0= A
1V
1+ A
2V
2+ A
3V
3(2.35)
hl1 = hl2 = hl3 (2.36)
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa persentase aliran yang
melalui setiap cabang adalah sama tanpa memperhitungkan kerugian head pada cabang tersebut.Rugi head pada setiap cabang boleh dianggap sepenuhnya terjadi akibat gesekan atau akibat katup dan perlengkapan pipa, diekspresikan menurut
[image:51.595.144.487.88.297.2]BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
3.1.1. Tempat Penelitian
Tempat penulis melakukan penelitian adalah di Unit Pembangkit Listrik
Tenaga Uap di PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap.
3.1.2. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan mulai 17 November – 17 Desember 2014
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1.
Alat
Alat yang digunakan untuk memperoleh data di Unite Pembangkit PT.
Pertamina (PERSERO) Refinery Unit IV Cilacap yaitu sebagai berikut :
[image:52.595.231.428.509.658.2]1.
Pressure indicator,
Digunakan untuk mengukur tekanan air pada pipa
maupun pada
steam drum
dan
deaerator.
Hasil pengukuran kemudian
akan disampaikan ke
control room
2.
Temperature indicator,
Digunakan untuk mengukur suhu air pada
jaringan perpipaan air umpan .Hasil pengukuran kemudian akan
disampaikan ke
control room.
Gambar 3.2 Termometer (PT. Pertamina)
3.
Orificemeter,
Digunakan untuk mengukur jumlah aliran air umpan yang
didistribusikan ke masing masing boiler biasanya dilengkapi dengan
flow
indicator valve.
[image:53.595.248.433.498.685.2]3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan adalah data yang diperoleh dari unit Utilities complex dan unit Energy Conservation and Loss Control PT. Pertamina (PERSERO)
Refinery Unit IV Cilacap, serta data-data dari pustaka yang dibutuhkan untuk mendukung penelitian.
Data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi dua, yaitu
1.
Data primer, merupakan data yang diperoleh dari PT. Pertamina
(PERSERO)
Refinery
Unit IV Cilacap, seperti: spesifikasi lengkap
deaerator, steam drum,
gambar jaringan perpipaan dan
komponen-komponen perpipaan yang terpasang pada jaringan distribusi air umpan.
2.
Data sekunder, merupakan data yang bersumber dari pustaka-pustaka
yang mendukung penelitian, seperti tabel nilai faktor gesekan komponen
perpipaan, rumus-rumus dalam menghitung analisa kerugian
head
pada
sistem distribusi air umpan boiler.
3.3 Prosedur Penelitian
Dalam melakukan penelitian skripsi ini metode yang penulis gunakan adalah
metode survey. Dimana didalam hal ini penulis langsung melakukan survey ke Unit
Pembangkit Tenaga Uap di PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap untuk mengumpulkan data-data. Langkah-langkah yang penulis lakukan dalam penelitian ini
adalah :
1.
Studi literatur
Studi literatur yang penulis lakukan adalah mencari baha-bahan yang
berkaitan dengan sistem distribusi air umpan boiler. Disini penulis
memfokuskan mempelajari tentang kerugian
head
.
2.
Metode Pengumpulan Data
a.
Metode Observasi
Melakukan pengamatan dan pencatatan dengan meninjau langsung
kelapangan serta melhiat secara lansung objek yang diteliti, sehingga
akan diperoleh data yang sistematis dan sesuai dengan tujuan yang
diharapkan.
b.
Riset pustaka
Pengumpulan data-data yang diperoleh dari buku-buku referensi
diberbagai tempat dan sumber-sumber yang ada kaitanya dengan objek
yang diteliti, yang nantinya berguna untuk mengembangkan hasil
interview dan observasi.
c.
Metode Interview
Suatu metode pengumpulan data, melalui wawancara dengan pihak
instansi/perusahaan yang bersangkutan untuk memperoleh data-data
yang diperlukan.
Adapun data-data dan notasi yang didapatkan dalam melakukan penelitian
[image:55.595.44.581.494.677.2]tersebutadalah:
Tabel 3.1 Data Deaerator
Unit
Sistem Jenis data
Nilai
Notasi Satuan
I II III IV V VI VII
Deaerator Temperatur air keluar 140 140 140 140 140 140 140 ��� oC TekananPermukaan
Deaerator 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 ��� Kg/��
2
Level Tanki Deaerator 60 60 60 60 60 60 60 ��� %
Flow Keluaran
Deaerator
130,
41
134,
85
240,
35
145,
43
151,9
4
155,
32 160,4 ��� m
3
Tabel 3.2 Data Pompa
Unit Sistem Jenis data Nilai Notasi Satuan
Pompa PerbedaanHeadkeluaranPompa 869 �ℎ m.fluida
Tekanan Keluaran Pompa 89 P Kg/��2
Tabel 3.3 Data Boiler
Unit Sistem Jenis data Nilai Notasi Satuan
Tanki Boiler Tekanan Permukaan Tanki 60 Pb Kg/��2
Level Tanki Boiler 40-60 Lb %
Flow Air Masuk Boiler 40-80 Fb m
3
[image:56.595.108.519.96.159.2]/jam
Tabel 3.4 Data Instalasi Pipa
Unit Sistem Jenis data Nilai Notasi Satuan
Instalasi Pipa
Panjang Pipa terlampir � m
Diameter Pipa terlampir d inch
Jumlah Fitting Pipa terlampir fitting n
Faktor k Pipa terlampir k -
3.4
Metode Analisa Dengan Menggunakan Pipe Flow Expert V 6.39
1.Input data
Data yang diperoleh dari hasil survei kemudian dimasukan kedalam input data
pada program pipe flow expert v 6.39, data meliputi :
-
Diameter pipa
-
Kekasaran pipa
-
Panjang pipa
-
Data-data pendukung pipa : valve, fitting, tee, reducer,dll
-
Nilai elevasi masing-masing komponen
Dengan menggunakan aplikasi Pipe Flow Expert 6.39 datayang diperoleh kemudian dimasukkan sesuai dengan sistem perpipaan yang akan di analisa yang kemudian akan
[image:57.595.114.515.154.354.2]didapat output berupa hasil perhitungan seperti terlihat pada gambar 3.1
Gambar 3.4 Proses Input Data
Gambar diatas merupakan visualisasi input data, data-data seperti material
pipa, diameter pipa, ketebalan dinding pipa, kekasaran dinding pipa, dimasukkan
sesuai dengan data-data yang dijumpai di lapangan.
2. Kalkulasi data
Melakukan perhitungan terhadap sistem sehingga dapat diketahui hasil
akhirnya. Kalkulasi dapat berjalan jika data masukan lengkap dan sesuai dengan
hukum-hukum fluida. Dimana perhitungan meliputi nilai kerugian faktor gesekan akibat
Gambar 3.5 Proses Kalkulasi Data
Untuk gambar yang lebih jelas gambar jaringan perpipaan dapat dilihat pada
lampiran.
3. Hasil akhir analisa aliran fluida
Menampilkan hasil dari kalkulasi data yang merupakan tujuan akhir dari simulasi
yang dilakukan. Hasil keluaran dari software ini dalam format .pdf dan excel.
[image:58.595.113.511.472.698.2]3.5
Analisa Data
Setelah mendapatkan data-data yang diperlukan penulis kemudian melakukan
analisa dari data yang didapat sesuai dengan studi literatur yang sudah dibuat
sebelumnya. Analisa yang dilakukan adalah tentang
kerugian head
dan pada
distrubusi aliran air umpan boiler
1.
Menganalisa kondisi aliran pada siklus air umpan boiler.
2.
Menggambarkan sistem perpipaan pada
Autocad
Skema alur pengerjaan skripsi
Gambar 3.7 Alur pengerjaan skripsi Mulai
Study literatur
Survey
Pengambilan data
Analisa data
•
Menganalisa Kerugian Head Sistem
distribusi air umpan secara teori
•
Menganalisa Kerugian Head Sistem
distribusi air umpan secara simulasi
•
Membandingkan Analisa Data secara
Teori dan Simulasi
Hasil
Kesimpulan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Perhitungan Secara Manual/Teoritis
4.1.1. Perhitungan Kapasitas Aliran Pada Sistem Distribusi Air Umpan
Bambar 4.1 Skema Distribusi Air Umpan Boiler
Seperti yang terlihat pada gambar 4.1perhitungan kapasitas aliran yang keluar dari masing-masing Deaerator merupakan total kapasitas yang masuk ke masing-masing steam drum boiler 1, boiler 2, boiler 3, boiler 4 dimana untuk mengetahui kapasitas keluaran masing-masing deaerator dapat menggunakan persamaan berikut
.
Qtotal = QB1 + QB2 + QB3 + QB4
dan
���1.2 = ������
2
Dimana: QB1 = 75.48 m 3
/jam
QB2 = 71.45 m 3
/jam
QB3 = 79.15 m 3
/jam
QB4 = 77.80 m 3
/jam
QTotal = 303,88 m3/jam atau 0,0844 m3/detik
4.1.2. Perhitungan Kecepatan Aliran Pada Tiap-Tiap Section.
Rumus yang digunakan untuk menghitung kecepatan aliran di dalam pipa
adalah:
�= 4�
��2
Dimana, Q = 0,0422 m3/detik dan diameter dalam untuk pipa 350 mm
stainless steel (SCH 80) adalah 0,317 m sehingga :
�=4 � 0,0422 �
3/�����
�� (0,317 �)2 = 0,533 m/detik
Pada tabel 4.1 merupakan hasil perhitungan kecepatan pada tiap-tiap section
[image:62.595.114.509.372.678.2]secara keseluruhan
Tabel 4.1 Hasil Perhitungan KecepatanTiap-tiap Section
Section
Diameter Nominal
(mm)
Diameter Internal
(m)
Q (m3/detik)
A (m2)
V (m/detik)
A11 - A12 350 0,317 0,0422 0,079 0,533
A12 - B 450 0,409 0,0422 0,131 0,321
A21 - A22 350 0,317 0,0422 0,079 0,533
A22 - B1 450 0,409 0,0422 0,131 0,321
B1 - B2 450 0,409 0,0844 0,131 0,641
B2 - C1 350 0,317 0,0844 0,079 1,067
C1 - C2 150 0,146 0,0844 0,016 5,021
C2 - D 250 0,242 0,0844 0,046 1,823
Header A 250 0,242 0,0210 0,046 0,454
Boiler 1 150 0,146 0,0210 0,016 1,249
Header B 250 0,242 0,0408 0,046 0,881
Boiler 2 150 0,146 0,0198 0,016 1,178
Header C 250 0,242 0,0628 0,046 1,356
Boiler 3 150 0,146 0,0220 0,016 1,309
Header D 250 0,242 0,0216 0,046 0,466
4.1.3. Perhitungan Kerugian Head Mayor Pada Tiap-tiap Section
Kerugian head mayormerupakan kerugian pada aliran perpipaan dimana hal tersebut diakibatkan oleh gesekan yang terjadi antara fluida kerja dengan permukaan
pipa sehingga untuk mendapatkan besarnya kerugian head mayor pada suatu sistem perpipaan maka dapat digunakan persamaan:
��=�.�
� �2
2�
dimana:
f = friction factor
L = panjang pipa lurus
D = diameter pipa
V = kecepatan aliran
g = percepatan gravitasi
untuk mendapatkan nilai f terlebih dahulu dicari bilangan Reynold dengan mengunakan rumus :
��=v.�
� dimana nilai:
V = 0,533 m/s
D= 0,317 m
v = 2,17 x 10-7 m2/s sehingga:
��=0,533 m/s. 0,3175 m 2,17 . 10−7�2/� = 780259,977
Bilangan Reynolds merupakan sebuah kombinasi tak berdimensi dari variabel-variabel yang penting dalam kajian aliran viskos melalui suatu jaringan pipa
dimana untuk sistem perpipaan ini didapatkan hasil perhitungan seperti pada tabel
Tabel 4.2 Hasil perhitungan Bilangan Reynold Tiap-tiap Section
Section V
(m/detik)
Diameter Internal (m)
ν
(m2/detik) Re
A11 - A12 0,533 0,317 0,000000217 780259,977
A12 - B 0,321 0,409 0,000000217 604890,208
A21 - A22 0,533 0,317 0,000000217 780259,977
A22 - B1 0,321 0,409 0,000000217 604890,208
B1 - B2 0,641