• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kawin Berulang Pada sapi, Kausa Kuman Aspesifik Dan Pengobatannya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kawin Berulang Pada sapi, Kausa Kuman Aspesifik Dan Pengobatannya"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

"Kuatkan dan teguhkanlah hatimu. langanlah kecut dan tawar hati, sebab Tuhan Allahmu

menyertai engl<au kemanapun engkau ー・イァゥセ@

(Yosua 1: 9).

Uhtuk Sapak, Ibu, Saudara-saudaraku serta Fajar

(2)

I:S

If

KAWIN BERULANG PADA SAPI. KAUSA KUMAN

ASPESIFIK DAN PENGOBATANNYA

Oleh

ENDANG PURWANTI ADIKARTI

.

'

B. 17 0488

FAKUL TAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

R.INGKASAN_

endanセ@

PURWANTI ADIKARTI.

Kawin

b・イオャ。ョセ@

Pada Sapi,

Ka-usa Kuman Aspesi fik dan Pengpbatannya _:(Di bawah

「ゥュ「ゥョセᆳ

an SDEBADI PARTODIHARDJO).

Kawin berulang pada sapi betina adalah merupakan

bantuk atau geja1a inferti1itas, dimana sapi-sapi yang

menderita kawin beru1ang tersebut mempunyai siklus

bera-hi yang normal atau hampir normal dan sudah dikawinkan

dua ka1i atau 1ebih dengan pejantan atau semen pejantan

fertil, tapi tetap belum bisa bunting.

Pemeriksaan

kli-nis terhadap sapi tersebut tidak memberikan gambaran

tertentu yang dapat menerangkan kegaga1an konsepsi yang

dialami (Roberts, 1971).

Pemi1ikan ternak sapi yang menderita kawin b_eru1ang

kurang menguntungkan bagi peternak.

Berbagai kerugian

yang ditimbulkan oleh ternak sapi yang kawin berulan9_

an tara lain keterlambatan umur beranak pertama, angka

konsepsi y.ang rendah pada per-kawinan p-ertama, jumlah

par-kawinan (Inseminasi) par konsepsi basar, interval

bera-nak yang lama dan produksi susu yang renda-h.

Kawin_

ber-ulang bisadisebabkanolah. infeksi kuman.

Kuman-kuman

tersebut ada yang betsi fat,_ spesi fik dan ada pula yang

bersifat aspesifik.

Beberapa kuman spesifik yang saring

dijumpai menyerang alat reproduksi antara lain ialah

(4)

bersifat aspesifik yaitu: Staphylococcus aureus, Strepto-coccus pyogenes, Escherichia coli, Corynebacterium ーケッァ・ョセ@

セL@ Bacillus subtilis, Neisseria sp, Proteus vulgaris, Pseudomonas aeruginosa, Campylobacter fetus dan sebagainya (Gunter, Collins, Owen, Sorensen, Scales and Alford, 19.55.; 0Ids,1969; Watson, 1970; Buxton and Fraser, 1977; Part Partodihardjo, 19BO).

Untuk menanggulangi kasus kawin berulang dapat dila-kukan beberapa cara pengobatan. Khusus untuk memanggu-langi infeksi oleh kuman, maka digunakan obat-obat anti-biotika at au anti mikroba. Prinsip dari pengobatan yang diberikan selain untuk membunuh. agen penyakit tersebut, juga untuk memperbaiki kondisi lumen saluran reproduksi khususnya uterus, yaitu dengan mengaktifkan vaskularisasi uterus dan menstimulasi uterus supaya uterus dapat berfung-si nOrmal dan mekanisme pertahanan uterus dapat kembali be-k er j8.

Variasi antibiotika yang dapat dipergunakan dalam .. ,me-nanggulangi kasus ini, yaitu: Penicillin dengan atau tan-pa Sltreptomisin, Ok si tetrasiklin, Chlortetrasiklin, Poli-miksin dan Basitrasin (Watson, 1970), selain itu ada obat anti mikroba lain yai tu Nitrofurazone (Rude, 1956; Gragg, 19134).

,

(5)

mempunyai efek dilatasi sehingga dapat untuk mengeluarkan

lendir dari dalam saluran reproduksi yang sakit tersebut.

Kontraksi uterus dan dilatasi servik juga dapat

di-timbulkan oleh pemberian preparat Estrogen

セ@

Oksitosin,

sedangkan enukleasi korpus luteum dimaksudkan untuk

(6)

KAUSA KUMAN ASPESIFIK DAN PENGOBATANNYA

Oleh

EN DANG PURWANTI ADIKARTI

B. 17.

04BB

S K RIP S I

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Dokter Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogar

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN

BOGOR

(7)

Judul sk1'ipsi

KAWIN BEHULANG PADA SAPI, KAUSA KUMAN

ASPESIFIK DAN PENGOBATANNYA

Nama mahasiswa

ENDANG PURWANTI ADIKARTI

NomoI' pokok

B. 17.

D4BB

Menyetujui

(Prof.

01'.

Soebadi Pa1'todiha1'djo)

Dosen Pembimbing

(8)

Penulis dilahirkan pada tanggal 20 Oktober 1960 di Rembang - Jawa Tengah sebagai anak ke enam dari tujuh ber-saudara.Ayah bernama Soedarmo dan Ibu bernama Soepeni.

Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SO Tebet IV Pagi Jakarta pada tahun 1973 dan menyelesaikan pendidikan sekolah menengah pertama di SMP Negeri 15 Jakar-ta pada Jakar-tahun 1976 serta menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri B Jakarta pada tahun 19BO, ke-mudian melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogar pada tahun 19BO melalui Proyek Perintis II.

Pada tahun 19B4 penulis memperoleh gelar sarjana ke-dokteran hewan di Fakultas Keke-dokteran Hewan Institut Per-tanian Bogar.

Penulis pernah menjadi asisten di bagian Bakteriologi dan bagian Entomologi pada tahun 19B3, serta menjadi asis-ten di bagian Histopatologi pada tahun 1984-1985.

(9)

KATA PENGA NTAR

Rasa syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang

Maha Esa atas selesainya penyusunan skripsi

ini.

Skripsi

ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk menempuh

uji-an akhir guna mendapatkuji-an gelar dokter hewuji-an di Fakultas

Kedokteran Hewan IPB.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima

kasih kepada semua pihak yang telah membantu, terutama

ke-pada Profesor Doktor Soebadi Partodihardjo yang bersedia

membimbing dan mengoreksi skripsi penulis.

Skripsi ini masih jauh dari sempurna sebagai bahan

informasi, oleh karena itu kritik dan saran-saran yang

membangun akan penulis terimi dengan tangan terbuka.

Harapan penulis semoga skripsi ini berguna bagi semua

pihak yang .memerluka·nnya.·

Bogar, Januari 19B6

(10)

KA TA PENGANTAR

DAFTAR 151

DAFTAR GAM BAR

1.

PENDAHULUAN

..

.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Ao

I\natomi dan Fisiologi Alat Reproduksi

Sapi Betina

1.

Dvarium

2.

Saluran Reproduksi

3.

Alat Kelamin Aagian Luar

Halaman

i

ii

i i i

1

• 3

• 3 • 3 6

10

B.

Kawin Berulang Pada Sapi dan Etiologinya.

12

c.

Kuman Penyebab Kawin BerLllang dan

Pato-genitasnya . . . • • セ@ • 16

D.

Pengobatan Yang Oiberikan

23

1 •

Pengobatan dengan Antiseptika

.

.

23

2.

Pengobatan dengan Pemberian

Antibio-ti ka .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. 24

3.

Penggunaan

pgfRセ@

pada Sapi yang

Ka-win Berulang .. .. .. .. ..

..

.. .. .. .. ..

29

4.

Pengobatan dengan Hormon

Estrogen-Oxy-tocin .. セ@ .. .. .. .. .. 30

5.

Enukleasi Korpus Luteum

30

III.

PErrtBAHASAN

.

..

• • 31

IV.

KESIMpULAN

36
(11)

D/IFTAR GAMBAR

NomoI'

TEks

1.

Irisan Dvarium Sap! Batina

2.

uterus Sapi Betina

Halaman

(12)

Usaha untuk meningkatkan produksi peternakan tidak

terlepas dari masalah reproduksi yang langsung

berpenga-ruh terhadap kenaikan dan penurunan jumlah atau populasi

hewan ternak. Populasi hewan ternak di Indonesia

khusus-nya ternak sapi sampai saat ini masih belum seimbang

de-ngan jumlah yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan ko

konsumen. Hal ini terutama disebabkan oleh tingginya

angka kematian dan pemotongan ternak yang tidak

diimbang-i dengan angka kelahdiimbang-iran yang memadadiimbang-i.

Dalam bidang reproduksi telah dilakukan beberapa

u-saha untuk meningkatkan daya reproduksi ternak,

diantara-nya melalui Inseminasi Buatan dan penanggulangan kasus

kemajiran. Kasus kemajiran pada sapi dapat disebabkan

0-leh beberapa penyakit yang secara langsung atau tidak

langsung menyerang dan mempengaruhi alat-alat reproduksi.

Kawin berulang adalah salah satu penyakit pada alat

reproduksi sapi betina yang sering menimbulkan kegagalan

konsepsi sehingga menurunkan kemampuan reproduksi hewan

tersebut. Tingginya jumlah kasus kawin berulang

disebab-kan karena sapi yang menderita kawin berulang tersebut

'tidak menunjukkan gejala atau kelainan yang dapat

terli-hat dari luar secara jelas. Biasanya kasus ini diketahui

setelah sapi betina dikawinkan atau diinseminasi beberapa

(13)

tersebut menimbulkan kerugian yang tidak sedikit, baik dari segi waktu maupun dari segi produksi dan reproduksi terutama pada sapi perah.

Untuk menanggulangi kasus kawin berulang

ini,

diper-lukan pengetahuan yang cukup meliputi etiologi, kausa, patogenesa, pencegahan serta pengobatannya.

Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran ten-tang kasus kawin berulang pada sapi yang disebabkanoleh infeksi kuman aspesifik beserta pengobatannya yang dihim-pun dari bahan pustaka.

(14)

A. Anatomi dan Fisiologi Alat Reproduksi Sapi Setina

Seeara anatomik, alat reproduksi sBpi betina

di-bagi menjadi tiga di-bagian besar yaitu: (1) Gonad atau

ovarium, ュ・イオセ。ォ。ョ@ bagian utama yang menghasilkan sel telur. (2) Saluran-saluran reproduksi, seperti

ovi-duct atau tuba falopii dan uterus. uterus dapat

di-bagi la9i menjadi kornua uteri, korpus uteri, serviks

dan vagina. (3) Alat kelamin bagian luar yang

terdi-ri atas klitoterdi-ris dan vulva.

Bagian-bagian dari alat reproduksi tersebut

ha-rus .ada dan merupakan hal yang mutlak perlu untuk

ke-langsungan hidup keturunannya (Partodihardjo, 1980).

1. Ovarium

Ovarium pada sa pi ada sepasang, terletak

de-kat ginjal dan terbungkus oleh bursa ovariea

yai-tu kantong yang dibenyai-tuk oleh ligamenyai-tum utero 0

-variea dan mesovarium. Ligamentum utero-ovariea

juga berfungsi sebagai alat penggantung ovarium

pada dinding ruang abdomen. Pada ligamentum ini

.

. pula terdapat saraf dan pembuluh darah yang

mem-beri hidup pada ovarium dan saluran-saluran

(15)

Ovarium sapi berbentuk oval, besarnya

kira-sebesar biji kacang tanah sampai kira-sebesar buah

pa-lao Ovarium kanan umumnya lebih besar dari pada

yang ォセイゥL@ disebabkan secara fisiologik ovarium kanan lebih aktif dari pada yang kiri (Roberts,

1971; Partodihardjo, 1980).

Pertumbuhan ovarium dan perkembangan

histo-logik ovarium selama peralihan masa reproduksi

diatur oleh hormonhormon yang berasal dari ke

-lenjar hipopisa yang terdapat di dasar otak dalam

kepala (Nalbandov, 1958).

Komponen yang penting dalam ovarium adalah

folikel dan korpus luteum (gambar 1). Kedua

kom-ponen ini memegang peranan utama dalam proses

re-produksi.

Folikel pada ovarium berasal dari epitel

be-nih yang melapisi permukaan ovarium dan men

gada-kan pembelahan diri. Tahap-tahap pertumbuhan

fo-likel ialah fofo-likel I, fofo-likel II, fofo-likel III

dan folikel de graaf yaittu bentuk folikel yang

terakhir dan terbesar pada ovarium.

Folikel de Graaf umumnya menonjol ォ・ャセ。イG、。ᆳ

ri badan ovarium. Bila folikel tersebut pecah,

maka dari dalam folikel akan keluar ovum.

Peris-tiwa ini terjadi pada puncak siklus berahi dan

(16)

Setelah ovulasi, terjadi lekukan (kawah)

pa-da permukaan ovarium yang berisi pa-darah pa-dan cairan

limfe. Seeara makroskopik tempat itu berwarna

merah, disebut juga korpus rubrum. Dalam keadaan

ini sa pi betina tidak berahi lagi dan fase ini

disebut fase luteal. Pada fase luteal ini, darah

yang membeku di dalam kawah akan diresorpsi dan

proses luteinisasi dimulai, yaitu proses

pemben-tukan korpus luteum oleh se-sel granulosa dan

,

sel-sel theea (bagian dalsm dinding folikel).

Sel-sel tersebut menghasilkan progesteron yang

berfungsi dalam mempersiapkan alat reproduksi

un-tuk implantasi, memelihara kebuntingan dan

meng-gertak kelenjar susu untuk tumbuhatau berkembanq

mempersiapkan produksi susu (Hafez, 1964).

Kor-pus luteum atau badan kuning tersebut juga ada

yang menonjol keluar dari badan ovarium. Bagian

yang menonjol tersebut permukaannya tidak rata,

berbebtuk kawah. Konsistensi korpus luteum itu

seperti organ hati, dan hasil perabaan memberikan

gambaran bariwa korpus luteum tersebut benda padat

(Robert, 1971).

Kurang lebih empat sampai lima hari sebelum

ovulasi kembali, korpus luteum tersebut mengeeil,

regresi dan akhirnya digantikan oleh tenunan ikat

(17)

Korpus aibicans ini tidak mempunyai peranan apa-apa dalam proses reproduksi. Semakin banyak kor-pus albicans, semakin kasar permukaan ovarium. Ovarium semacam itu terdapat pada sapi-sapi tua (Robert, 1971; Partodihardjo, 1980).

2. Saluran Reproduksi

Saluran reproduksi pada sapi betina terdiri dari oviduct atau tuba falopii, オセ・イオウL@ cervik dan vagina (Nalbandov, 1958; Hafez, 1964; Par-todihardjo, 1980).

6

Oviduct pada sapi·.ada sepasang, セ・イオー。ォ。ョ@

saluran yang menghubungkan ovarium dan uterus, 、ゥァ。ョエオョセ@ pada lipatan peritoneum oleh meso sal-phinx. Oviduct terbagi atas infundibulum dengan fimbriaenya, ampula dan isthmus (Toelihere, 1981). Ujung oviduct yang berada dekat dengan ovarium merupakan ujung permulaan saluran reproduksi, berbentuk corong dan dilengkapi dengan fimbriae. Fimbriae bersifat ovotaxis, yaitu selalu bergerak ke arah adanya ovum (Nalbandov, 1958).

(18)

Oviduct berfungsi menerima telur yang

diovu-lasikan oleh overium, menerima spermatozoa dari

uterus, mempertemukan ovum dan spermatozoa

(fer-tilisasi) dan menyalurkan ovum yang telah dibuahi

ke dalam uterus. Semua itu dikordinir oleh

hor-mon ovarial seperti estrogen dan progesteron

(Toelihere, 1981).

Pertemuan antara oviduct dengan

uterus.dise-but juga konstruksi Utero-Tubal-Junction (UTJ), i

merupakan tempat untuk menyeleksi sperma yang

ma-suk ke dalam tuba falopii dari uterus dan juga

untuk pendewasaan sperma (kapasitasi).

uterus peda sapi terdiri atas korpus uteri

dan dua kornua uteri. uterus 、ゥァ。ョエオョセ@ oleh li-gamentum yang bertaut pada 、ゥョ、ゥョセ@ ruang abdomen dan ruang pelvis. Ligamentum tersebut dialiri

0-Ieh saraf dan pembuluh. darah. uterus sapi

ber-bentuk bipartitus (gambar 2), yaitu suatu uterus

yang kornuanya dipisahkan oleh suatu septum yang

cukup panjang (Nalbandov, 1958; Kelly and

Edis-tein, 1969). Kornua pada sapi berkembang dengan

baik karena merupakan tempat pertumbuhan fetus

(Toelihere, 1981).

Secara histologis 、ゥョ、ゥョセ@ uterus terdiri da-ri tiga lapis yaitu membrana serosa, myometda-rium

(19)

Myometrium merupakan lapisan yang palinQ tebal, serabut urat dagingnya dapat memanjang beberapa ratus kali pada waktu bunting. Endometrium ada-lah lapisan yang merupakan dinding lumen uterus, terdiri atas epitel lapisan, kelenjar-kelenjar

u-terus dan tenunan pengikat. Pada endometrium ju-ga terdapat penonjolan-penonjolan yang disebut kotiledon, pada tonjolan inilah nantinya plasenta bertaut.

Pada waktu estrus, kelenjar-kelenjar endome-trium menghasilkan cairan uterus yang sangat

di-perlukan untuk proses pendewasaan spermatozoa yang masuk ke dalam uterus. Kontraksi uterus yang terjadi pada waktu kopulasi juga sangat

di

perlukan bagi pengangkutan spermatozoa dari ute-8

rus ke tuba falopii. Tanpa adanya kontraksi ute-. rus tersebut, spermatozoa tidak mungkin mencapai tUba falopii.

(20)

Bila proses itu terjadi , maka sapi dikatakan

bun-ting.

Servik adalah urat daging spinkter tubuler

yang sangat kuat, terletak diantara uterus dan

va-gina.

Servik adalah pintu masuk ke dalam uterus

karena dapat terbuka dan tertutup tergantung fase

siklus berahi sapi.

Lumen servik terdiri dari

gelang-gelang, penonjolan dari mukosa servik yang

dapet mengecil dan menutup rapat sekali.

Fungsi

servik terutama untuk menutup lumen uterus

sehing-ga mencesehing-gah masuknya jasad renik (kuman) ke dalam

uterus.

Lumen hanya membuka dalam keadaan berahi

dan peda saat melahirkan (Robert, 1971;

Nalbandov,

1958;

Partodihardjo, 1980).

Pada waktu berahi, sel-sel kelenjar pada

din-ding servik menghasilkan sekresi yang cukup banyak

jumlahnya sehingga keluar dari vulva.

Cairan

ter-sebut berfungsi sebagai pemberi arah spermatozoa

serta untuk menseleksi spermatozoa yang

disemprot-kan oleh penis ke dalam vagina.

Vagina adalah organ kelamin sapi betina yang

mempunyai struktur selubung muskuler, terletak di

dalam rongga pelvis, dorsal dari vesika urinaria.

berfungsi sebagai alat kopulatoris dan sebagai

tempat berlalunya fetus pada saat lahir.

Vagina

nlempunyai kemampuan untuk berkembang sesuai

(21)

10

Dinding vagina terdiri dari mukosa,

muskula-ris dan serosa. Pada vagina tidak didapati

kelen-jar, lendir yang terdapat dalam vagina sapi yang

sedang berahi biasanya berasal dari servik. Pada

sa pi dara ada selaput tipis yang disebut hymen,

terdapat pada batas antara vagina dan vulva, hymen

tersebut akan hi lang pada waktu sa pi dewasa

(Ro-berts, 1971).

3.

Alat Kelamin Bagian Luar

Alat kelamin bagian luar terdiri atas vulva

dan vestibulum. Pada vestibulum ban yak bermuara

kelenjar-kelenjar. Selain itu terdapat klitoris

yang homolog dengan penis.

Pada .permukaan vulva terdapat kelenjar

seba-ceous (kelenjar kulit). Semua bagian-bagian dari

alat kelamin luar ini. sangat peka karena mempunyai

banyak ujung saraf perasa (Nalbandov, 1958;

(22)

i

[image:22.599.66.488.88.605.2] [image:22.599.187.301.422.652.2]

A

Gambar

1.

Irisan Ovarium Sapi Betina

Bagian-bagiannya:

1.

Epitel benih

2.

Folikel

primer

3.

Folikel sekunder

4.

Folikel

tersi-er

5.

Folikel de Graaf

6.

Korpus albikans

7.

Folikel atresia

8.

Korpus luteum

(Hafez. 1969).

(23)

B.

Kawin Berulang pada Sapi dan Etiologinya

Yang dimaksud dengan kawin berulang pada sapi

adalah sapi betina yang mempunyai siklus berahi

nor-mal atau hampir nornor-mal tetapi setelah dikawinkan dua

kali atau lebih dengan pejantan atau semen pejantan

yang fertil, tetap tidak dapat bunting. Pemeriksaan

klinis yang dilakukan tidak menemukan adanya

tanda-tanda pen yak i t kelamin atau deformitas alat-alat

re-produksi yang dapat menerangkan kegagalan konsepsi

yang dialami (Roberts, 1971; Hartigan, 1978; King

and Linares, 1983).

Menurut Casida (1961) kawin berulang pada sapi

dapatdisebabkan oleh dua faktor utama, yaitu:

1 2

(1) Kelainan anatomik saluran reproduksi yang

bersi-fat kongenital atau genetik (2) Kelainan ova,

sperma-tozoa atau embrio muda yang bersifat kongenital,

ge-netik atau dapatan (3) Proses perbarahan menular atau

traumatik yang mempengaruhi alat-alat reproduksi

(4) Gang9uan hormonal dan (5) Kesalahan manajemen

ter-masuk kekurangan makanan.

Menurut Linares (1981) kematian embrional dini

adalah kausa paling besar dari kawin berulang

diban-dingkan dengan kegagalan fertilisasi. Kematian

em-brional dini ban yak terjadi pada umur 16 hari setelah

(24)

Kematian embrio pada umur kebuntingan B-16 hari,

bia-sanya tidak merubah siklus berahi normal yaitu B-24

hari. Dleh karena itu sapi yang kawin berulang

si-klus berahinya normal atau mendekati normal.

Sedang-kan kematian embrional yang terjadi pada umur

kebun-tingan 16-25 hari menyebabkan perpanjangan siklus

be-rahi normal. Menurut Bishop (1964), sebagian besar

kematian embrional disebabkan DIsh faktor-faktor

ge-netik yang tidak dapat dielakkan dan harus dipandang

sebagai suatu jalan normal untuk menghilangkan

geno-tip yang tidak normal pada setiap generasi secara

mu-dah.

Kelainan anatomik genetik Dada saluran

reproduk-si sapi betina biasanya meliputi aplareproduk-sia segmentalis

saluran telur, uterus, servik dan vagina.

Kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kegagalan fertilisasi

dengan mencegah pertemuan spermatozoa dan ovum.

Ti-dak adanya endomettium pada uterus menyebabkan ova

yang sudah dibuahi tidak dapat tahan hidup, demikian

juga dengan servik yang tidak berkembang baik tidak

dapat melindungi uterus sehingga dapat terjadi

endo-metritis atau kematian embrional.

Abnormalitas ova juga menyebabkan terjadinya

ka-win berulang pada sapi induk maupun sapi dara

(Bear-den, Hansel and Bratton, 1956; Dlds, 1969). Ova

(25)

14

fertilisasi, polyspermia atau kematian embrional.

Hal ini dapat terjadi jika sapi dikawinkan terlambat

sesudah akhir berahi. Kesuburan yang makin menurun

pada sapi-sapi tua juga berhubungan dengan

abnorma-litas ova.

Gangguan hormonal juga dapat menyebabkan kawin

berulang. Gangguan tersebut dapat berupa kegagalan

pelepasan LH sehingga menyebabkan berahi

anovulato-rik yang mengakibatkan kegagalan fertilisasi; juga

kelambatan ovulasi mengakibatkan ovum menemui

sper-matozoa yang sudah dalam keadaan lemah hingga

terja-dilah kegagalan fertilisasi atau jika terjadi juga

fertilisasi, kematian embrio dini tidak dapat

dihin-darkan.

Kekurangan progesteron dapat menyebabkan

kemati-an embrio, karena kekurkemati-angkemati-an Progesteron membuat

sua-tu lingkungan yang tidak baik dalam uterus unsua-tuk

ni-dasi (implantasi). Progesteron yang disuntikkan

se-lama tiga sampai lima hari sesudah inseminasi dan

di-teruskan selama dua sampai tig.·minggu dapat

memper-baiki angka konsepsi pada sapi-sapi yang kawin

ber-ulang (Wiltbang, Hawk, Kidder, Black, Ulberg, Casida,

1956; Johnson, Ross, Fourt, 1958). Arthur (1975)

mengemukakan bahwa ketahanan yang dimiliki sapi

ter-hadap infeksi genital aspesifik berkaitan dengan

(26)

tersebut. Jadi pada saat estrus dan melahirkan,

di-dapatkan ketahanan paling tinggi, tetapi selama

ke-buntingan dan fase luteal (diestrus) uterus mudah te

terkena infeksi. Sedangkan Casida (1961)

mengemuka-kan bahwa memengemuka-kanisme pertahanan uterus ternyata

dite-kan oleh aktivitas Progesteron, jika Progesteron

dalam darah kadarnya meninggi, pertahanan uterus

ter-hadap infeksi rendah.

Kekurangan makanan merupakan salah satu faktor

penting penyebab kegagalan reproduksi atau penurunan

efisiensi reproduksi pada sapi. Kemajiran karena

faktor makanan umumnya ditandai dengan kegagalan

be-rahi dan pemberhentian siklus bebe-rahi; pada kondisi

tertentu ditandai oleh kegagalan konsepsi dan

kema-tian embrional (Toelihere, 1981) •.

stress dalam berbagai bentuk menghambat

aktivi-tas reproduksi. Suhu yang tinggi terus menerus

se-lama musim panas dapat menurunkan fertilitas dan

me-nyebabkan kawin berulang. Dalam kondisi iklim

tro-pis, perida barahi menjadi singkat dan intensitas

berahi menurun (Gangwar, Branton, Evans, 1965).

Untuk mengatasi hal ini, pada peternakan sapi perah

di negeri tropis dilakukan usaha untuk

mempertahan-kan kesejumempertahan-kan dengan memberi tempat teduh, ventilasi

kandang yang baik, air yang banyak, makanan yang

ber-gizi tinggi dan rendah serat kasarnya (Toelihere,

(27)

1 G

Kesalahan-kesalahan pada pelaksanaan Inseminasi

Buatan dapat meningkatkan j mlah kasus kawin berulang.

Kesalahan-kesalahan tersebut dapat meliputi perlakuan

terhadap semen, tehnik dan kecerobohan pelaksanaan

In-seminasi Buatan (Toelihere, 1981).

Proses perbarahan (peradangan) pada saluran

re-produksi juga merupakan salah satu faktor penunjang

terjadinya kawin berulang. Proses perbarahan

terse-but bisa disebabkan oleh infeksi jasad renik jahat

yang.menimbulkan berbagai gangguan pada saluran

re-produksi sehingga terjadi kegagalan.fertilisasi.

Ja-sad renik.jahat tersebut bisa berupa kuman, virus,

protozoa dan berbagai jasad renik campuran yang tidak

jelas dan tidak menentu klasifikaslnya (Partodihardjo,

19BO). Pada kasus kawin berulang ini akan dibahas

salah satu jasad renik penyebab yang cukup

menimbul-kan masalah yakni kuman.

c.

Kuman Penyebab Kawin Berulang. dan Patogenitasnya

Peradangan pada saluran reproduksi bisa

disebab-kan oleh bakteri at au kuman yang bersifat spesifik

dan kuman tidak spesifik. Kuman spesifik adalah

ku-man yang khusus ュ・ョケ・イ。ョセ@ alat-alat reproduksi dan menimbulkan infeksi primer sebagai penyakit

reproduk-si menular, misalnya Brucella abortus dan Vibrio セᆳ

(28)

secera normal memang ada di dalam tubuh yaitu pada

alat-alat reproduksi bagian 「・ャ。ォセョァ@ seperti vagina dan vulva dengan populasi yang terjaga oleh mekanisme

pertahanan dari mukus vagina yang bersifat elastik

dan memberi perlindungan (Arthur, 1975), karena itu

jumlah kuman-kuman tersebut cenderung berkurang

diba-gian depan vagina dan servik dan pemasukannya ke

ute-rus dapat dicegah (Watson, 1970). Kuman-kuman tidak

spesifik tersebut adalah Staphylococcus aureus, sエイセーᆳ

tococcus pyogenes, Escherichia coli, Corynebacterium

pyogenes, Bacillus subtilis, Neisseria sp, Proteus

vulgaris, Pseudomonas aeruginosa, Campylobacter fetus

(Gunter at aI, 1955; Olds, 1969; Watson" 1970;

Bux-ton and Fraser, 1977; Partodihardjo, 19BO).

Infeksi kuman pada saluran reproduksi khususnya

pada uterus, biasanya terjadi setelah kelahiran, pada

pertolongan kelahiran abnormal, pelayanan lnseminasi

Buatan yang tidak legeartis (Roberts, 1971).

Keberadaan kumankuman tersebut di uterus biasanya berga

-bung dengan beberapa proses penyakit yang menyerang

uterus pada saat itu (Watson, 1970).

Kuman-kuman aspesifik terse but sudah dapat

dii-solasi dari mukus vagina, eksudat uterus, hasil

biop-si jaringan dan dari embrio yang abortus.

Staphylococcws aureus, sering dijumpai pada ra-,

(29)

18

bersifat Gram positif, sering dijumpai masuk ke

da-lam uterus tapi tidak pernah naik sampai ke tuba

fa-lopii. Infeksi Staphylococcus menyebabkan

endome-tri tis atau servisi tis.

Streptococcus pyogenes juga sering dijumpai

pa-da rapa-dang superfisial, berbentuk bulat berantai pa-dan

bersifat Gram positif, menyebabkan servisitis yang

menimbulkan kenaikan .temperatur lokal dan servik

tersumbat.

Escherichia coli adalah.kuman yang terdapat

pa-da feses, berbentuk kokoid pa-dan bersifat Gram negatif.

Kuman i n i tidak biasa menyebabkan radang tetapi

ka-rena vagina sapi berada di bawah anus, maka pada

waktu pertolongan kelainan reproduksi,

E.

coli

da-pat masuk ke dalam saluran reproduksi dan menjadi

patogen (Partodihardjo, 19BO). Menurut Merchant

dan Packer (1965), infeksi.s. coli tidak pernah ter-jadi sendiri, tapi bergabung dengan infeksi kuman

yang lain.

Corynebacterium pyogenes adalah kuman ーセュ「・ョᆳ

tuk nanah, berbentuk batang bersusun berpasangan

atau membentuk pagar panjang, bersifat Gram positif,

biasa hidup pada permukaan mukosa hewan sehat

(Bux-ton and Fraser, 1977). Kuman ini paling sering di

jumpai menginfeksi saluran reproduksi sampai jauh

(30)

penghuni endometritis, salpingitis, servisitis dan

selalu terlibat jika ada pyometra (Stableforth and

Galloway, 1959; PartodihardjD, 1980).

Kuman penyakit lain yang pernah ditemukan

meng-infeksi alat reproduksi ialah Bacillus subtilis

(Watson, 1970). Kuman ini terkenal sebagai "hay

ba-cillus", ditemukan di sekitar kandang sapi atau di

tanah, berbentuk batang silindris, berspora dan 「・イセ@

sifat Gram positif (Merchant and Packer, 1965).

Proteus vulgariS, bakteri atau kuman berbentuk

batang pleomorfik, bersifat Gram negatif. s・「・エオャセ@

nya kuman ini tidak berarti sama sekali sebagai

or-ganisme yang patogen, oleh karena itu keberadaannya

pada ャオォ。Mセオォ。@ ゥョヲ・ォセゥ@ dan membranamukosa alat re-produksi yang menderita ーセョケ。ォゥエ@ biasanya bergabung dengan kuman-kumari yang lain (Merchant and Packer,

1965). Proteus vulgaris juga telah diisolasi oleh

Ryff dan Browne (1952) dari kasus abortus yang エ・イセ@

jadi pada domba ..

Pseudomonas aeruginosa atau Pseudomonas

pyocya-セL@ merupakan kuman pembentuk nanah yang berwarna hijau, berbentuk batang lurus-langsing, bersifat

Gram negatif dan ban yak terdapat di alam yaitu pada

air, tanah. Oapat menyebabkan uteritis, servisitis

vaginitis melalui semen terkontaminasi yang dipakai

(31)

20

menyebabkan abortus sporadis pada sapi

(Plastridge-nad Williams, 194B; Gunter et aI, 1955; Merchant

and Packer, 1965; Toelihere et セL@ 1975).

Campylobacter fetus adalah kuman berbentuk

ko-ma atau huruf "5", bersifat Gram negatif, hidup di

tanah, hay atau pupuk. Kuman ini menyebabkan

pera-dangan pada uterus sehingga terjadi kematian ovum , .

yang baru dibuahi dan abortus dari embrio dini

ter-sebut. Oisamping itu

f.

ヲ・エオセ@ juga menyebabkan in-fertilitas (Osebold, 1977; Buxton and Fraser, 1977).

C. fetus juga menyebabkan terhambatnya aktivitas

si-lia pada tuba falopii (Stalheim and Gallagher, 1975).

Berbagai mekanisme gangguan yang ditimbulkan

oleh kuamn yang masuk ke dalam tubuh dapat

bervaria-si. Kuman dengan daya patogenitas yang bersifat

me-kanis dan khemis dapat mengganggu fungsi normal

ute-rus dan alat イ・ーイッセオォウゥ@ yang lainnya. Oaya

patoge-nitas yang bersifat mekanis tersebut misalnya kuman

berbiak dalam jumlah besar sehingga menyumbat

sa-luran reproduksi dan membunuh secara langsung

sper-matozoa yang akan menemui ovum dan terjadilah

kega-galan fertilisasi. Mekanisme patogenitas secara

khemis diddasrkan pada kemampuan kuman menghasilkan

ensim atau toksin. b・「・イセー。@ kuman menghasilkan

en-sim yang dapat mempengaruhi fungsi-fungsi yang lain.

(32)

ensim streptokinase yang dapat melarutkan gumpalan plasma yang berkoagualsi yang melindungi kuman de-ngan jalan mengaktivkan ensim proteolitiknya. De-ngan keadaan seperti itu kuman mudah menyebar. Sta-phylococcus menghasil kan hialuronidse yang dapat menghidrolisa asam hialuronat sehingga kuman.mudah menyebar dalam jaringan. Neisseria menghasilkan pro-tease yang dapat mencegah aktivitas sel pagosit dan menghidrolisa imunoglobulin (Merchant and Packer, 1965; Bruner and Gillespie, 1971; Cruickshank, Du-guid, Marmion and Swain, 1975; Jawetz, 19B2).

Kuman kelompok Gram negatif menghasilkan endo-tOksin yang dapat menimbulkan panas, .yaitu dengan meningkatkan temperatur lokal. Keadaan terseb4t me-nyebabkan terganggunya p=oses pembelahan sigot se.hingga sigot tidak dapat tumbuh dan berkembang de -ngan baik. Komplikasi bakteremia yang ditimbulkan-nya akan menyumbat pembuluh darah pada jaringan en-dometrium sehingga terjadi nekrosa sel epitel muko-sa uterus.

(33)

22

Kuman-kuman kelompok Enterobacteriaceae seperti

Escherichia coli yang ョッイュセャョケ。L@ ada dalam saluran pencernaan, bila masuk ke dalam saluran reproduksi

akan menjadi patogen; demikian juga dengan kuman

Proteus sp yang merupakan tumbuhan normal dalam usus

akan patogen dalam uterus, menimbulkan lesio lokal

pada mukosa uterus dan bakteremia (Merchant and

Pac-ker, 1965; Jawetz セャ@ aI, 1982). Pseudomonas sp

akan menjadi patogen jika memasuki daerah yang tidak

ada pertahanannya dan biaianya di dalam uterus

ber-tindak sebagai infeksi sekunder.

Kuman-kuman tersebut di atas hanya dapat

meng-infeksi saluran reproduksi .sapi betina jika terjadi

superinfeksi atau padasaat daya tahan tubuh sapi

sangat menurun, yai tu pada saat sapi sedang dalam

keadaan bunting atau sedang berada pada fase luteal

(Arthur, 1975).

Kuman-kuman tersebut di atas sebetulnya

bukan-lah penyebab infertilitas (kawin berulang) yang

ber-sifat enzootik, demikian pula pengobatannya mudah.

f.etapi satu hal yang perlu diperhatikan ialah bahwa

kuman-kuman tersebut sampai ke dalam sdluran

repro-duksi sapi betina karena tangan-tangan manusia yang

hendak memberi pengobatan atau Inseminasi Buatan

(34)

O.

Pengobatan yang Oiberikan

Terapi terhadap sapi betina yang menderita kawin berulang memerlukan analisa yang cermat dan teliti da-lam menilik setiap individu sapi (Partodihardjo, 1980). Prinsip pengobatan yang diberikan pada kasus kawin

berulang yang disebabkan oleh infeksi kuman aspesifik ini ialah merangsang vaskularisasi sehingga terjadi persembuhan yang cepat, membunuh kuman-kuman yang me-nimbulkan penyakit dan peradangan tersebut sehingga saluran reproduksi, terutama uterus menjadi aseptik dan steril kembali.

Obat-obat yang diberikan dapat berupa antiseptika ringan, berbagai variasi antibiotika yang diberikan secara intra uterin maupun intra muskuler, preparat prostaglandin HpgfRセIG@ Preparat Estrogen-Oxytocin dan Enukleasi Korpus ャオエ・オセ@ untuk menambah laju penyembuh-an (Hignett, 1940; Watson, 1970; 'Partodihardjo, 1980).

1. Pengobatan dengan Antiseptika

(35)

1940), Rivanol, larutan sabun hijau dan lain-lain

(Partodihardjo, 19BO).

24

Irigasi uterus dengan larutan Lugol Iodine

dengan perbandingan satu bagian Lugol dan_empat

ratus bagian air (Hignett, 1940), dimasukan ke

dlam uterus kurang lebih sebanyak 150 mililiter

a-tau bisa lebih banyak lagi (secukupnya). Irigasi

uterus dengan cairan-cairan antiseptika ini

diu-langi dengan interval dua atau tjga hari.

Pembe-riannya bisa dikombinasi dengan pemberian pgfRセ@ a-tau Estrogen-Oxytocin.

2. Pengobatan dengan Pemberian Antibiotika

Penggunaan gntibiotika pada kasus kawin

ber-ulang yang disebabkan oleh infeksi kuman

dimaksud-kan untuk membasmi kuman yang terdapat di dalam

u-terus sehingga uu-terus dapat berfungsi normal

seba-gai organ reproduksi.

Antibiotika adalah zat yang dihasilkan oleh

suatu mikroba dan mempunyai daya antibisid

terha-dap mikroba lainnya. Antibiotika terhadap kuman

bersifat sebagai bakteriostatik dan bakterisid.

Kuman akan memberikan respon sensitif atau

resis-ten terhadap sifat antibiotika tersebut. Jones,

Booth dan Me'Oonald (1977) menerangkan tentang

(36)

salah satu dari lima jalur berikut ini yaitu: (1) Mengganggu metabolisme sel kuman (2) Mengham-bat sintesa dinding sel kuman (3) Merusak keutuh-an membrkeutuh-ana sel kumkeutuh-an (4) Menghambat sintesa pro-tein sel kumon dan (5) Menghambat sintesa atau me-rusak asam nukleat sel kuman.

Variasi Antibiotika yang dianjurkan untuk di-pakai ialah Penisilin dikombinasi dengan sエイ・ーエッセ@

misin, Oksitetrasiklin, Chlortetrasiklin, Polimik-sin B dan b。ウゥエイセウゥョ@ (Watson, 1970); selain itu juga dapat diberikan obat anti kuman yang lain ya-itu Nitrofurazone (Rude, 1959; Gragg, 1964).

Penisilin adalah grup Antibiotikayang diiso-lasi dari Penicillium notatum atau Penicillium chrysogenum. Penisilin bisa didapatkan secara a-lam (Penisilin G) dan juga secara semi sintetik (Cloxacillin dan Ampicillin). Penisilin G didapat secara alam dari Penicillium notatum, biasa digu -nakan dalam bentuk garam dengan Sodium, Potassium, Procaine, Benethamine atau bセョコ。エィゥョ・N@ Penisilin

,

(37)

26

pyelonephritis pada sapi.

Metritis pada sa pi biasanya merupakan infeksi

gabungan dengan kuman-kuman lain, dapat diatasi

dengan pemberian Penisilin langsung ke dalam ute

rus. Biasanya penggunaan ini dikombinasikan deng-an Streptomisin dengdeng-an perbdeng-andingdeng-an Streptomisin

sebanyak 5 gram, Penisilin G sebanyak 5000 sampai

8000 International Unit dan Garam Isotonik sebagai

pelarut sebanyak 100 mililiter, dimasukan ke dalam

uterus sebanyak 20 mililiter. Streptomisin adalah

Antibiotika yang efektif untuk bakteri Gram n・ァ。セ@

tif.

Oxytetrasiklin atau nama lainnya .Ierramycin

termasuk golongan Antibiotika berspektrum luas,

efektif terhadap kuman Gram positif dan Gram

Nega-tif. Oxytetrasiklin bersifat bakteriostatik,

ber-daya kerja ュ・ョセィ。ュ「。エ@ sintesa protein sel kuman (Setiabud¥, 1981) dan sangat sensitif terhadap

streptococcus. Oosis Oxytetrasiklin yang

diberi-kan secara intra muskuler untuk pengobatan ーセ、。@

uterus sa pi yang menderita peradangan adalah satu

mililiter untuk 10 sampai 20 kilogram berat badan

atau lima miligram sampai 10 miligram per kilogram

berat badan. Lama pengobatan lima hari (Siegmund,

(38)

Chlortetrasiklin dihasilkan oleh streptomyces

aureofaciens, merupakan antibiotika dengan

spek-trum antibakterial yang luas, sangat baik

diguna-kan untuk pengobatan metritis sub klinik pada

sa-pi yang menderita kawin berulang secara intra

ute-rin sebanyak dua sampai empat bolus (bolus 500 mi-ligram) •

Polimiksin B diproduksi oleh Bacillus

poly-myxa. Polimiksin ban yak maeamnya dan

diidentifi-kasi sebagai Polimiksin A, B, C, 0, dan

E.

Poli-miksin B yang paling terkenal dan yang paling

ke-cil daya toksiknya dian tara Polimiksin yang lain.

Bentuknya ialah Polimiksin B suI fat. Mudah

dise-rap jika diberikan seeara intra muskuler, tetapi

pemberiannya harus dalam jumlah keeil atau derajat

rendah (2miligram per kilogram berat bad an 1M

per-hari), karena セッャゥュゥォウゥョ@ B dapat menyebabkan

kera-cunan pada ginjal. Pemakaian parenteral harus

di-kombinasikan dengan Neomisin dengan perbandingan,

setiap mililiter larutan steril parenteral

mengan-100.000 Unit Polimiksin B SuI fat dan 100 miligram Neomisin sulfat. polimiksin B efektif terhadap

kuman Gram negatif, terutama Pseudomonas

aerugino-sa (Setiabudy dan Wilmana, 1980).

Basitrasin dihasilkan oleh Bacillus subtilis

(39)

28

positif dan Neisseria. Organisme yang resisten

terhadap Penisilin, biasanya sensitif terhadap

Ba-sitrasin (Siegmund, 1979). Dosis yang digunakan

500 IU dalam larutan untuk intra uterin.

Nitrofurazone adalah anggota grup Nitrofuran,

yaitu grup dari komponen antimikroba sintetik.

Aktif terhadap kuman Gram negatif seperti

Aerobac-ter aeroqenes, Brucella spp, Escherichia coli,

Pasteurellae, Salmonellae, Vibriosis dan beberapa

ウエイセサセ@ dari Proteus dan Pseudomonas, juga terhadap

beberapa kuman Gram positif yaf1g patogen seperti

Clostridia, Corynebacteria, Staphylococci,

Strep-tococci dan Diplococci. Nitrofurazone lebih

ber-sifat bakterisida dari pada bakteriostatik,yaitu

dengan menghambat metabolisme karbohidrat dari sel

kuman. Toksisitas terhadap jaringan rendah tetapi

jika dipakai dalam jangka waktu lama akan

menimbul-kan efek samping, misalnya iritasi

gastrointesti-nal. Untuk pengobatan infeksi genital, dapat

di-berikan larutan Nitrofurazone dengan konsentrasi

0,2% dalam bentuk infus intra uterin sebanyak 50

sampai 150 mililiter, sedangkan untuk kontrol

ter-hadap infeksi post partus dan untuk pengobatan

sa-pi yang kawin berulang diberikan Nitrofurazone

yang dikombinasikan dengan urea dalam bentuk bolus

(40)

Siegmund, 1979).

3. Penggunaan pgfRセ@ pada Sa pi yang Kawin Berulang

Penggunaan pgfRセ@ dalam bidang reproduksi su-dah meluas bukan saja untuk penyerentakan berahi

dan untuk menimbulkan ovulasi, tetapi juga untuk

pengobatan kasus kawin berula,ng, anestrus,

subes-trus, endometritis dan lain-lain (Nakano dan Koss,

1973; Lauderdale, Sequin, Stelflug, Chenault,

Thatcher, Vincent, Loyanco, 1974; Moller, 1977;

Coulson, 1978; Rudd dan Kopcha, 19B2).

Secara kimia Prostaglandin adalah asam lemak

hidroksi tidak jenuh yang mempunyai satu cincin

segi lima (Cyclopentana) dalam rantai yang terdiri

dari 20 atom karbon (Lauderdale et aI, 1974).

Curtis-Prior (1976) mengelompokkan Prosta-'

glandin ke dalam empat kelompok besar yaitu PGF,

PGE, PGA dan PGB. Diantara semua kelompok

Prosta-glandin, ォ・ャッセーッォ@ pgfRセ@ memegang peranan penting

dalam proses reproduksi. Pemberian pgfRセ@ dimak-sudkan untuk membantu pengobatan dengan

antibio-tika. Preparat pgfRセ@ yang biasa digunakan yaitu Cloprostenol dengan dOsis 500 mikrogram untuk

ti-ap ekor sa pi dan Diniprost dengan dosis 25 sampai

30 miligram untuk tiap ekor sa pi yang disuntikan

(41)

30

Kesembuhan yang diperoleh.karena pgfzセ@ berdaya kerja menimbulkan kontraksi uterus dan relaksasi

servik sehingga eksudat bersama kuman dapat

dike-luarkan sekaligus memperbaiki kondisi lumen uterus.

4. Pengobatan dengan Hormon Estrogen-Oxytosin

Pemberian hormon ini dimaksudkan untuk

menge-luarkan eksudat dan kuman dari uterus atau saluran

reproduksi yang lain setelah dilakukan pengobatan

dengan Antibiotika. Estrogen-Oxytosin mempunyai

daya mengkontraksikan uterus dan relaksasi servik,

dengan .demikianproses persembuhan menjadi lebih

cepat karena saluran reproduksi menjadi.bersih

kembali.

5. Enukleasi Korpus Luteum

Cara ini bertujuan untuk menimbulkan efek

seperti PGFZO( , kareml pada saat tertentu dimana

korpus luteum masih dalam tahap pertumbuhan

(be-lum berfungsi) kurang berespon terhadap pgfRセG@

Cara enukleasi korpus luteum·merupakan pilihan

terakhir yang digunakan, karena car a ini mempunyai

(42)

Keadaan sqluran reproduksi sapi betina khususnya

ute-rus sehaute-rusnya berada dalam keadaan aseptik atau steril

(Fitch dan Bishop, 1932). Keadaan tersebut menyebabkan

fungsi normal dari uterus dapat berjalan lancar.

Pada alat-alat reproduksi bagian belakang sapi betina

seperti Vulva, vagina dan servik secara normal dapat

dite-mukan beberapa macam kuman (bakteri). Arlanya mekanisme

pertahanan tUbuh. berupa mukus vaginal ケ。ョセ@ bersifat elas-tik dan memberikan perlin dungan, dapat mencegah masuknya

kuman ke dalam uterus (Arthur, 1975). Pada saluran

repro-duksi sapi kawinberulang dapat ditemukan kuman aspesifik

karena adanya superinfeksi atau keadaan-keadaan tertentu

yang menyebabkan terbukanya servik sehingga kuman tersebut

dapat masuk ke dalam uterus. Kuman-kuman aspesifik

terse-but terdiri dari kuman-kuman Gram positif dan Gram negatif.

Gangwar, Branton dan Evans (1965) serta Osebold (1977)

mengemukakan bahwa kondisi kandanq yang selalu basah dapat

menunjang terjadinya infeksi kuman Gram negatif. Hal ini

disebabkan seringnya sapi berkontak dengan air yang

merupa-kan sumber infeksi kuman Gram negatif, terutama saring

ter-jadi pada peternakan sapi perah.

Kuman Gram positif オュオセョケ。@ terdapat di tanah, pada hay (jerami) atau pada pupuk tanaman sehingga infeksi

da-pat terjadi melalui makanan (rumput) yang menqandung

(43)

32

Infeksi kuman aspesifik pada saluran reproduksi

merlukan faktor predisposisi dan infeksi ini cenderung

me-ngenai sapi-sapi secara individu sedangkan infeksi

kuman-kuman spesifik tidak memerlukan faktor predisposisi

kare-na kuman-kuman tersebut tempat predileksinya pada

alat-alat reproduksi serta dapat menyebabkan penyakit

reproduk-si menular dan penyakit-penyakit.tersebut memang sudah

a-da sejak dulu (tipe enzootik) (Arthur,

1975).

Peranan kuman-kuman pada uterus sapi dan saluran

re-produksi yang lain dalam menimbulkan gangguan rere-produksi

atau kawin berulang adalah karena kemampuannya berbiak dan

menyebar dalam jaringan uterus sehingga menimbulkan

keru-sakan epitel mukosa juga sel-sel kelenjar uterus, yang

mengakibatkan terganggunya fungsi normal uterus. uterus

berhubungan dengan dunia luar, DIsh karena itu peluang

un-tuk mendapatkan infeksi sangat besar. Pada lingkungan

yang ウセョゥエ。ウゥョケ。@ kurang baik dan banyak terdapat

kuman-kuman kontaminan akan memberikan peluang terjadinya

1nfek-s1 (Ensminger,

1971).

Tatalaksana yang jelek terutama ku-rangnya perhatian terhadap kesehatan reproduksi akan

me-nimbulkan berbagai masalah atau gangguan reproduksi.

Ketahanan sapi terhadap infeksi aspesifik pada

alat-alat reproduksinya berhubungan dengan keadaan endokrin

yang lajim terdapat pada waktu infeksi tersebut. Pada

saat estrus dan pada saat melahirkan terjadi perlindungan

(44)

mik.oo.ganisme lain yang masuk ke dalam salu.an .ep.oduksi

sapi betina, tetapi selama kebuntingan dan diest.us (fase

luteal) infeksi uterin mudah te.jadi (Watson, 1970;

A.-thu., 1975). Mekanisme pe.tahanan yang dimiliki ute.us

tersebut terjadi '!l:ar,ena endometrium. 'mempuflyai,kemampuan

aktif sebagai jaringan limphoretikuler yaitu dengan

mensu-plai da.ah, infilt.asi Net.ofil. dan penambahan p.oduksi

mak.ofag (Watson, 1970). Mekanisme te.sebut identik

de-ngan mekanisme pertahanan terhadap peradade-ngan yaitu

terja-dinya leukositosis 、・ョァ。セ@ net.ofilia (migrasi sel darah

putih dari pembuluh darah ke lumen uterus secara

diapede-sis) (Arthu., 1975).

Alat .ep.oduksi adalah alat tubuh yang peka te.hadap

infeksi. Sifat pembelaan diri terhadap serangan kuman

cu-ktJp kuat sehingga jika sembuh'dari serangan mudah

mengha-silkan perubahan bentuk susunan histologik, misalnya ゥョ、オセ@

rasi jaringan ikat sehingga lumen saluran telu. atau

sa-luran telu. atau salu.an spermatozoa エ・イセオュ「。エN@ Jika se-.angan bersifat terus menerus terjadi reaksi badan yang

menahun dan hasil pembelaan tubuh menimbulkan .eaksi

-reaksi ikutan yang terus menerus, misalnya perubahan pH

cairan saluran, kenaikan temperatur lokal, perubahan zat

nutrisi untuk konseptus menjadi racun dan lain-lain.

Reaksi ikutan tersebut mempunyai akibat bur uk terhadap

kohdisi lingkungan dalam alat reproduksi sehingga

(45)

34

implantasi terganggu. Selain hal-hal tersebut di atas,

juga terjadi serangan kuman-kuman secara langsung terhadap

spermatozoa, telur, hasil konsepsi maupun embrio sehingga

menggagalkan terjadinya mahluk baru di dalam uterus

(Par-todihardjo, 1980).

Dari kemungkinan-kemungkinan pengobatan yang diberi

kan, Antibiotika dinilai cukup mampu menanggulangi

infek-si kuman-kuman tersebut (Arthur, 1975). Untuk memilih An-tibiotika mana yang sebaiknya digunakan dapat dilakukan

u-ji sensitifitas (Zozuk, ,965) terhadap kuman-kuman yang diisolasi dari mukus alat-alat reproduksi sapi yang kawin

berulang. Antibiotika yang dipakai ウ・「セゥォィケ。@ mempunyai spektrum luas supaya efektif terhadap kuman Gram positif

maupun Gram negatif.

Penisilin dipandang ウ・「。ァセゥ@ Antibiotika yang tidak toksik sama sekali, oleh karena itu yang paling sering

di-pergunakan. Tetapi sekarang telah d"iketahui bahwa banyak

kuman yang menjadi resisten terhadap antibiotika ini

se-hingga penggunaannya harus dikombinasikan dengan

Antibio-tika lain untuk memperluas daya kerjanya.

dipakai adalah Antibiotika Streptomisin.

Biasanya yang

Pemakaian Antibiotika berspektrum luas sangat baik

karena akan banyak kuman yang suseptibel terhadap

Antibio-tika tersebut. Tetapi pemakaiannya yang luas dapat

menye-babkan superinfeksi, yaitu infeksi oleh kuman-kuman yang

(46)

menimbulkan penyakit, kemudian seeara tiba-tiba menjadi

bersifat patogen karena Antibiotika tersebut menyebabkan

terganggunya keseimbangan biologik dari komunitas kuman

tersebut di dalam tubuh (Poerwodhiredjo, 1983) dan inilah

yang memungkinkan terjadinya patogenitas kuman-kuman

aspe-sifik pada saluran reproduksi,sapi yang kawin, berulang.

Kesembuhan ケ。ョセ@ dieapai oleh pengobatan dengan iriga-si menggunakan Antiseptika, pemberian Antibiotika disertai

dengan pemberian pgfRセ@ , pemberian Estrogen-Oxytosin dan Enukleasi Korpus Luteum masih rendah tetapi hasil ini

(47)

IV. KESIMPULAN

Kawin 8erulang ialah suatu kejadian diamana sapi 「セM

tina yang mempunyai siklus berahi normal atau hampir

nor-mal setelah dikawinkan dua kali atau lebih dengan pejantan

atau semen pejantan yang fertil tetapi tetap tidak dapat

bunting.

Beberapa kuman aspesifik yang telah diketahui dapat

berperan dalam menimbulkan Kawin 8erulang pada sapi ialah:

staphylococcus aureus, streptococcus pyogenes, Escherichia

coli, Corynebacteri um pyoqenes, Bacillus .subtili s, Nei

sse-ria

sp, Proteus vulgaris, Pseudomonas aeruginosa,

Campylo-bacter fetu s.

Infeksi kuman-kuman aspesifik pada alat-alBt repro

duksi dapat· mengakibatkan Salphyngitis, Endometritis,

Me-tritis, Cervicitis dan Vaginitis ケセョァ@ bersifat ringan

se-hingga tidak menunjukan kelainan bila dilihat dari luar,

tetapi kejadian tersebut dapat menjadi kronis dan

menim-bulkan efek infertilitas pada sapi betina.

Pemberian Antibiotika, Antiseptika, Preparat Hormon,

Prostaglandin fRセ@ serta Enukleasi Korpus Luteum dapat mem-bantu menanggulangi kasus Kawin Berulang yang disebabkan

(48)

Arthur, G. H. 1975. Veterinary Reproduction and Obste-trics. 4th edition. Bailliere Tindall. London.

Bearden, H. J., W. H. Hansel and R. W. Bratton. 1956. Fertilization and Embryonic Mortality Rates of Bulls with Histories of Either Low or High Fertility in Ar-tificial Breeding. J. Dairy Sci. 29:312-31B.

Bishop, M. W. H. onic Death.

1964. Paternal Constribution to Embry-A Review. J. Rep. Fert. 7:3B4.

Bruner, D. W., J. H. Gillespie. 1971. us Diseases of Domestic Animals. nell University Press. Ithaca.

Hagan's Infectio-6th edi tion. Cor-London.

Buxton, ,A. and G. Fraser, 1977. Animal Microbiology Vo-lume 1. Blackwell Scientific Publication. Oxford, London, Edinburgh, Melbourn. p:177-179; 247-251.

Casida, L. E. 1961. der Cow Problem.

Present Status of the Repeat Bree-J. Dairy Sci. 44:2323.

Coulson, A. PGF 20<. •

1978. Treatment of Metritis in Cattle with Vet. Rec. 103(16):359.

Cruickshank, R., J. P. Duguid, B. P. Marmion and R. H. A. Swain. 1975. Medical Microbiology Volume 2. The Practise of Medical mゥ」イッ「ゥッャッァケNQセエィ@ edition. Churchill Livingstone. Edinburgh, London, New York.

Curtis-Prior, P. B. 1976. Prostaglandin an Introduction to Their 8iochemistry, Physiology and Pharmacology. North Holland Publishing Company. Amsterdam, New York, Oxford.

Ensminger, M. E. 1971. Dairy Cattle Science. The Inter-state Printers and Publisher. Danville, Illinois.

Fitch, C. P., C. Branton and D. L. Evans. 1965. Repro-ductive and Physiology Responses of Holstein Heifers to Controlled and Natural Climatic Conditiqns.

J:

Dairy Sci. 48:222-227.
(49)

Gunter, J. J., W. J. Collins, J. Owen, A. M. Sorensen, J. W. Scales and J. A. Alford. 1955. A Survey of The 8acteria in the Reproductive Tract of Dairy Ani-mals and Their Relationship to Infertility. Am. J. Vet. Res. 16: 282-285.

Hafez, E. S. E. 1969. Reproduction in Farm Animals. Lea and Febiger. Philadelphia.

Hartigan, P. J. 1978. The Role of Non Spesific Uterine Infection in the Infertility of Clinical normal Re-peat Breeder Cows. Vet. Sci. 1 :307-321.

Hawk, H. W., J.

N.

Wiltbank, H. E. Kidder and L. E. Casi-da. 1955. Embryonic Mortality Between 16 and

34 Days Post Breeding in Cows of Low Fertility. J. Dairy. Sci. 38:673-676.

Hignett, S. L. 1940. fectious Diseses by J. A. Laing. mestic Animals.

In W. A. Watson. 1970. Other In-or-The Reproductive Tract. Edited Fertlity and Infertility in The 00-Baillire Tindall. London. P;302. Jawetz, E., J. L. Melnick and E. A. Adelberg. 1982.

Re-view of Medical Microbiology. 14th" edition. Lange Medical Publication. Los Altos. California.

38

Johnson, K. R., R. H. Ross and D. L. Fourt. 1958. of Progesterone Administration on Reproductive ciency. J. Anim. Sci. 17:386-389.

Effect

Effi-Jones, S. V. 1956. In S. B"". Kodagali et a1. 1980. Cli-nical Trials Wi th."Furea 80lus" inEndometri tis and Repeat Breeder Buffaloes. Indian. Vet. J. 57:945. Jones, L. M., N. H. Booth and L. E. Mc Donald. 1977.

terinary Pharmacology and Therapeutics. The Iowa State University Press. Ames.

Ve-Kelly and Edistein. 1969. In E. S. E. Hafez. 1969. Re-production in Farm Animals. Lea and Febiger. Phila-delphia.

King," W. A. and T. Linares. 1983. A Cytogenetic Study of Repeat Breeder Heifers and Their Embryos. Can. Vet.

J.

24:112.

Lauderdale, J. Chenault, Loyanco. injection.

W., B. E. Sequin, J. N. Stelflug,

J.

W. W. Thatcher, C. K. Vincent and A. 1974. Fertility of Cattle Following

J. Anim. Sci. 36: 9 64-9

67.-R.

F.

(50)

Linares, T. 19B1. In W. A. King A Cytogenetic Study of Repeat Their Embryos. Can. Vet. J.

and T. Linares. 19B3. Breeder Heifers and 24:112.

Merchant, I . A. and R. A. Packer. 1965. Veterinary Bac-teriology and Virology. 6th edition. Iowa State University Press. Ames, Iawa.

Moller, O. 1977. Oestrus and Pregnancy in Repeat Breeder Cattle After Treatment with Prostaglandin and after Enucleation of the Corpus Luteum. Norsk. Vetenaerti-dasskrift B9 (7/B):453-457 (Astract).

Nakano, J. and M. C. Koss. 1973. Pathophysiology Roles of Prostaglandins and the Action of Aspirin like drugs. Southern Medical J. 66:709-723.

Nalbandov, A. V. 195B. Reproductive Physiology. W. H.

p: 1

B-Freeman and 22.

Company.. San Fransisco, London.

olds, D. 1969. An Objective Consideration of Dairy Herd J. A. V. M. A. 154:255.

Fertlity.

osebold, J. W. 1.977. Infectious Diseases Influencin9- Re-production. In H. H. Cole and P. T. Cupps ed. Re-production in-oomestic Animals. Academic Press.

New York, San Franc.isco, London.

Partodihardjo, S. 19Bo. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara. Jakarta.

Plastridge and Williams. 194B. In D. W. Bruner and H. Gillespie. 1971. Hagan's Infectious Diseases of Domestic Animals. 6th edition. Cornell University Press. Ithaca, London. p:11B.

Poerwodhirsdjo, B. 19B3. Penuntun Kuliah "Kemoterapi Veteriner". Departemen Fisiologi den Farmakologi. F.K.H, I.P.B. Bogpr.

Ryff and Browne. 1952. In D. W. Bruner and H. Gillespie. 1971. Hagan's InfectIous Diseses of Domestic Animals. 6th edition. Cornell University Press. Ithaca, Lon-don. p:146,

Roberts, S. J. 1971. Veterinary Obstetrics and Genital Ithaca, New York.

(51)

40 Rudd, R. and M. Kopcha. 1982. Therapeutic .. Use of

Prosta-glandin F

2oi.' JAVMA. 181 :932.

Rude, T. A. 1959. In S. 8. Kodagali et a1. 1980. cャゥセ@ nical Trials with "Furea bolus" inEndometritis and

, I

Repeat Breeder Buffaloes. Indian Vet. J. 57:945. s・エゥ。セキ、yイ@ R. dan P. F. Wilmana. 19BO. Antimikroba Lain.

Dalam Sulistia Gan, ed. 19B1. Farmakologi dan. Te-rapi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UI. Jakarta.

Siegmund, O. H. 1979. The Merck Veterinary Manual. セ・イ」ォ@ and Co., Inc. Rahway, N.Y., USA.

Stableforth and Galloway. 1959. Disease Due to Bacteri. Volume 1. Butterworths Scientific Publications. London. p:244.

Stalheim, O. H •. V. and J. E. Gallagher. 1975. Effects of Mycoplasma spp, Trichomonas fetus and c。ューケャッ「。」セ@

ter fetus .on Ciliary Activity of Bovine Uterine Tube Organ Cultures. Am. J. Vet. Res. 36:1079.

Toelihere, M. L.j. R. K. Achjadi, S. Partodihardjo, S. ojo-' josudarmo, S. U. Pramono, T. L. YuSuf, M. Noordin, M. B. Taurin dan F. Pasaribu. 1975. Faktor-faktor penyebab Kemajiran p.ada Sapi di oaerah IB, Jateng. Media Vet. 1:15-35.

Toelihere, M. R. 19B1. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Angkasa. Bandung.

w。エセッョL@ W. A. 1970. Other Infectious Diseases of the Re-productive Tract. In J. A. Laing" ed. 1970. Fer-tility and InferFer-tility in the Domestic Animals.

Bailliere Tindall. London.

Wil tbang, J; H., H:.,'

\11.

H'awk'" H.

E.

,Ki d'i:fer, ,We G. Black,"'· L. C. Ulb§rg and L. E. Casida. 1956. Effect of Pro-gesteron Therapy on Embryo Survival in COldS of Lower-ed Fertility. J. Dairy Sci. 39:456.

Zozuk, D. 1965. In W. us Dise,a.Ges o f the Laing, ed. 1970. Domestic Animals.

A. Watson. 1970. Other Infectio-Reproductive Tract. In J. A.

(52)

langanlah kecut dan tawar hati, sebab Tuhan Allahmu

menyertai engl<au kemanapun engkau ー・イァゥセ@

(Yosua 1: 9).

Uhtuk Sapak, Ibu, Saudara-saudaraku serta Fajar

(53)

I:S

If

'-<- \-1

KAWIN BERULANG PADA SAPI. KAUSA KUMAN

ASPESIFIK DAN PENGOBATANNYA

Oleh

ENDANG PURWANTI ADIKARTI

.

'

B. 17 0488

FAKUL TAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(54)

endanセ@

PURWANTI ADIKARTI.

Kawin

b・イオャ。ョセ@

Pada Sapi,

Ka-usa Kuman Aspesi fik dan Pengpbatannya _:(Di bawah

「ゥュ「ゥョセᆳ

an SDEBADI PARTODIHARDJO).

Kawin berulang pada sapi betina adalah merupakan

bantuk atau geja1a inferti1itas, dimana sapi-sapi yang

menderita kawin beru1ang tersebut mempunyai siklus

bera-hi yang normal atau hampir normal dan sudah dikawinkan

dua ka1i atau 1ebih dengan pejantan atau semen pejantan

fertil, tapi tetap belum bisa bunting.

Pemeriksaan

kli-nis terhadap sapi tersebut tidak memberikan gambaran

tertentu yang dapat menerangkan kegaga1an konsepsi yang

dialami (Roberts, 1971).

Pemi1ikan ternak sapi yang menderita kawin b_eru1ang

kurang menguntungkan bagi peternak.

Berbagai kerugian

yang ditimbulkan oleh ternak sapi yang kawin berulan9_

an tara lain keterlambatan umur beranak pertama, angka

konsepsi y.ang rendah pada per-kawinan p-ertama, jumlah

par-kawinan (Inseminasi) par konsepsi basar, interval

bera-nak yang lama dan produksi susu yang renda-h.

Kawin_

ber-ulang bisadisebabkanolah. infeksi kuman.

Kuman-kuman

tersebut ada yang betsi fat,_ spesi fik dan ada pula yang

bersifat aspesifik.

Beberapa kuman spesifik yang saring

dijumpai menyerang alat reproduksi antara lain ialah

(55)

menyebabkan penyakit reproduksi menular. Sedangkan yang bersifat aspesifik yaitu: Staphylococcus aureus, Strepto-coccus pyogenes, Escherichia coli, Corynebacterium ーケッァ・ョセ@

セL@ Bacillus subtilis, Neisseria sp, Proteus vulgaris, Pseudomonas aeruginosa, Campylobacter fetus dan sebagainya (Gunter, Collins, Owen, Sorensen, Scales and Alford, 19.55.; 0Ids,1969; Watson, 1970; Buxton and Fraser, 1977; Part Partodihardjo, 19BO).

Untuk menanggulangi kasus kawin berulang dapat dila-kukan beberapa cara pengobatan. Khusus untuk memanggu-langi infeksi oleh kuman, maka digunakan obat-obat anti-biotika at au anti mikroba. Prinsip dari pengobatan yang diberikan selain untuk membunuh. agen penyakit tersebut, juga untuk memperbaiki kondisi lumen saluran reproduksi khususnya uterus, yaitu dengan mengaktifkan vaskularisasi uterus dan menstimulasi uterus supaya uterus dapat berfung-si nOrmal dan mekanisme pertahanan uterus dapat kembali be-k er j8.

Variasi antibiotika yang dapat dipergunakan dalam .. ,me-nanggulangi kasus ini, yaitu: Penicillin dengan atau tan-pa Sltreptomisin, Ok si tetrasiklin, Chlortetrasiklin, Poli-miksin dan Basitrasin (Watson, 1970), selain itu ada obat anti mikroba lain yai tu Nitrofurazone (Rude, 1956; Gragg, 19134).

,

(56)

lendir dari dalam saluran reproduksi yang sakit tersebut.

Kontraksi uterus dan dilatasi servik juga dapat

di-timbulkan oleh pemberian preparat Estrogen

セ@

Oksitosin,

sedangkan enukleasi korpus luteum dimaksudkan untuk

(57)

KAWIN BERULANG PADA SAPI

KAUSA KUMAN ASPESIFIK DAN PENGOBATANNYA

Oleh

EN DANG PURWANTI ADIKARTI

B. 17.

04BB

S K RIP S I

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Dokter Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogar

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN

BOGOR

(58)

ASPESIFIK DAN PENGOBATANNYA

Nama mahasiswa

ENDANG PURWANTI ADIKARTI

NomoI' pokok

B. 17.

D4BB

Menyetujui

(Prof.

01'.

Soebadi Pa1'todiha1'djo)

Dosen Pembimbing

(59)

RIWAYAT HIOUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 20 Oktober 1960 di Rembang - Jawa Tengah sebagai anak ke enam dari tujuh ber-saudara.Ayah bernama Soedarmo dan Ibu bernama Soepeni.

Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SO Tebet IV Pagi Jakarta pada tahun 1973 dan menyelesaikan pendidikan sekolah menengah pertama di SMP Negeri 15 Jakar-ta pada Jakar-tahun 1976 serta menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri B Jakarta pada tahun 19BO, ke-mudian melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogar pada tahun 19BO melalui Proyek Perintis II.

Pada tahun 19B4 penulis memperoleh gelar sarjana ke-dokteran hewan di Fakultas Keke-dokteran Hewan Institut Per-tanian Bogar.

Penulis pernah menjadi asisten di bagian Bakteriologi dan bagian Entomologi pada tahun 19B3, serta menjadi asis-ten di bagian Histopatologi p

Gambar

Gambar 1. Irisan Ovarium Sapi Betina

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan studi pada pasien sepsis yang meliputi pola sumber infeksi, pola hasil biakan kuman, pola sensitivitas kuman terhadap

Sebagian besar penggunaan antibiotika terjadi di rumah sakit, namun tidak semua mempunyai suatu program untuk pengawasan terhadap kuman yang resisten, mengontrol infeksi,

Dengan mengetahui angka kuman dan pola kuman pada dinding, lantai maupun udara di ruangan ICU kita dapat memperoleh informasi mengenai kejadian infeksi

Hasil penelitian menunjukkan, bahwa sapi perah yang mengalami kawin berulang memiliki konsentrasi kadar glukosa dan total protein plasma di bawah

Tujuan dari penelitian ini yaitu u ntuk mengetahui jumlah kasus kawin berulang dan faktor-faktor yang menyebabkan kasus kawin berulang pada Sapi Potong di

(2005) meneliti tingkat kebuntingan pada sapi perah kawin berulang dengan metode peningkatan inseminasi buatan lebih dari satu kali sampai menjelang waktu ovulasi pada

Pada K2 efek pemberian kombinasi antibiotik tidak menyebabkan sinkronisasi estrus tetapi hanya membunuh kuman penyebab infeksi, sehingga perkembangan diameter folikel

Shigellosis atau yang sering disebut dengan disentri basiler adalah suatu infeksi akut radang usus besar yang disebabkan oleh kuman dari genus