1
Pola Kuman Abses Leher Dalam
Novialdi, M. Rusli Pulungan
Bagian Telinga Hidung Tenggor ok Bedah Kepala Leher
Fakultas Kedokteran Univer sitas Andalas/ RSUP Dr . M. Djamil Padang
Abstr ak
Latar belakang:. Penatalaksanaan abses leher dalam memer lukan pember ian antibiotik secara empiris sebelum
didapatkan hasil kultur dan uji kepekaan. Antibiotik ini diberikan ber dasar kan pola kuman penyebab abses leher dalam.
Tujuan: Mengetahui pola kuman penyebab abses leher dalam dan kepekaannya terhadap antibiotik. Tinjauan Pustaka:
Abses leher dalam pada umumnya disebabkan oleh campuran beberapa kuman. Kuman penyebab abses leher dalam dapat ber upa kuman aer ob, anaer ob maupun fakultatif anaerob. Pemilihan antibiotik ber dasar kan hasil kultur dan uji kepekaan
antibiotik ter hadap kuman penyebab. Kesimpulan: Kuman penyebab abses leher dalam adalah campuran kuman aer ob dan
anaer ob. Kuman aer ob yang paling dominan adalah stafilokokus dan streptokokus. Kuman anaer ob paling banyak adalah kuman gram negatif anaerob. Antibiotik ceforazone, cefor azone sulbactam, moxyfloxacine, dan ceftr iaxone masih sensitif ter hadap kuman aer ob penyebab abses leher dalam. Metr onidazole dan klindamisin sensitif terhadap kuman anaerob gr am negatif.
Kata Kunci: Abses leher dalam, campuran beberapa kuman, pola kuman. Absract
Background: Management of deep neck abscess need empir ic ant ibiot ical befor e t he definit e cult ur e and sensit ivit y t est r esult is available. Ant ibiot ic is given based on micr obial pat t er n of deep neck abscess. Purpose: To pr ovide infor mat ion about bact er ial pat t er n of deep neck abscess and sensit ifit y of bact er ial t o ant ibiot ic. Review: Deep neck abscess is most common caused by polymicr obial. Aer ob, anaer ob and facult at ive anaer ob bact er ial may be caused of deep neck abscess. To administ er effect ively ant imicr obial agent t o pat ien, based on cult ur e and sensit ivit y t est. Concolusion: Deep neck abscess bact er ial ar e mixed aer ob, anaer ob and facult at if anaer ob. Aer ob bact er ial pr edominant ar e st aphylococcus and st r ept ococcus. Anaer ob bact er ial pr edominant is anaer ob gr am negat ife. Cefor azone, cefor azone sulbact am, moxyfloxacine, and ceft r iaxone ant ibiot ic
st ill sensit ive t o aer ob micr obial deep neck abscess. Met r onidazole and clindamisine ar e st ill sensit ive t o anaer obic gr am-negat if.
Key wor ds: Deep neck abscess, polymicr obial, micr obial pat t er n.
Korespondensi: dr . M. Rusli Pulungan. Email:pulunganmrusli@yahoo.co.id
Pendahuluan
Abses leher dalam adalah ter kumpulnya nanah (pus) di dalam r uang potensial di antara fasia leher dalam sebagai akibat penjalar an dar i ber bagai sumber infeksi, seper ti gigi, mulut, tenggor ok, sinus paranasal, telinga dan leher . Gejala dan tanda klinik biasanya ber upa nyeri dan pembengkakan di r uang leher dalam yang ter kena.1,2,3,4
Secar a anatomi daer ah potensial leher dalam mer upakan daer ah yang sangat komplek. Pengetahuan anatomi fasia dan ruang-r uang potensial leher secara baik, ser ta penyebab abses leher dalam mutlak diper lukan untuk dapat memper kirakan per jalanan
penyebaran infeksi dan penatalaksanaan yang
adekuat.1,2,3
Tidak ada angka estimasi yang diper oleh ter hadap kejadian abses leher dalam. Namun diper kir akan bahw a kejadian abses leher dalam menurun secara bermakna sejak era pemakaian antibiotik.5,6
Disamping itu higiene mulut yang meningkat juga ber peran dalam hal ini.6 Sebelum era antibiotik, 70%
infeksi leher dalam ber asal dari penyebaran infeksi di far ing dan tonsil ke parafar ing. Saat ini infeksi leher dalam lebih banyak berasal dari tonsil pada anak, dan infeksi gigi pada orang dewasa.4,5
Kuman penyebab abses leher dalam biasanya ter dir i dar i campuran kuman aer ob, anaer ob maupun fakultatif anaer ob.1,2,5,6 Asmar dikutip Mur ray dkk,5
mendapatkan kultur dar i abses retr ofar ing 90% mengandung kuman aer ob, dan 50% pasien ditemukan kuman anaer ob.
Disamping drainase abses yang optimal, pemberian antibiotik diper lukan untuk ter api yang adekuat. Untuk mendapatkan antibiotik yang efektif ter hadap pasien, diper lukan pemeriksaan kultur kuman dan uji kepekaan antibiotik terhadap kuman. Namun ini
memer lukan waktu yang cukup lama, sehingga
diper lukan pember ian antibiotik secara empir is. Ber bagai kepustakaan melaporkan pember ian terapi antibiotik spektr um luas secara kombinasi. Kombinasi yang diberikan pun ber variasi.6
Tinjauan Pustaka
Anatomi Leher
2
yang tipis dan meluas ke anterior leher. Otot platisma sebelah inferior ber asal dari fasia ser vikal profunda dan klavikula serta meluas ke superior untuk berinser si di bagian inferior mandibula.2,5
Gambar 1. Potongan aksial leher setinggi or ofaring2
Gambar 2. Potongan obliq leher2
Fasia super fisial ter letak dibawah dermis. Ini ter masuk sistem muskuloapenour etik, yang meluas mulai dari epikr anium sampai ke aksila dan dada, dan tidak ter masuk bagian dari daerah leher dalam. Fasia pr ofunda mengelilingi daerah leher dalam ter diri dar i 3 lapisan, yaitu2,4,7
lapisan superfisial
lapisan tengah
lapisan dalam.
Ruang potensial leher dalam
Ruang potensial leher dalam dibagi menjadi r uang yang melibatkan daer ah sepanjang leher , r uang suprahioid dan ruang infrahioid. 2,5,7
Ruang yang melibatkan sepanjang leher ter diri dari:
r uang retr ofar ing
r uang bahaya (danger space)
r uang prevertebra.
Ruang suprahioid ter dir i dar i:
r uang submandibula
r uang parafar ing
r uang par otis
r uang mastikor
r uang peritonsil
r uang temporalis.
Ruang infr ahioid:
r uang pretrakeal.
Gambar 3. Potongan Sagital Leher2
Keker apan
Ungkanot dikutip Mur ray dkk5 mendapatkan
117 anak-anak yang tatalaksana sebagai abses leher dalam pada rentang w aktu 6 tahun. Abses per itonsil 49%, abses r etr ofaring 22%, abses submandibula 14%, abses bukkal 11%, abses par afaring 2%, lainnya 2%.
Sakaguchi dkk,8 melapor kan kasus infeksi leher
dalam sebanyak 91 kasus dari tahun 1985 sampai 1994. Rentang usia dar i umur 1-81 tahun, laki-laki sebanyak 78% dan perempuan 22%. Infeksi peritonsil paling banyak ditemukan, yaitu 72 kasus, diikuti oleh parafar ing 8 kasus, submandibula, sublingual dan submaksila masing-masing 7 kasus dan r etr ofaring 1 kasus.
Huang dkk,9 dalam penelitiannya pada tahun
1997 sampai 2002, menemukan kasus infeksi leher dalam sebanyak 185 kasus. Abses submandibula (15,7%) mer upakan kasus ter banyak ke dua setelah abses parafar ing (38,4), diikuti oleh Ludwig’s angina (12,4%), par otis (7%) dan retr ofar ing (5,9%).
Yang dkk,6 pada 100 kasus abses leher dalam
yang diteliti April 2001 sampai Oktober 2006
mendapatkan perbandingan antar a laki-laki dan
perempuan 3:2. Lokasi abses lebih dar i satu r uang potensial 29%. Abses submandibula 35%, parafar ing 20%, mastikator 13%, peritonsil 9%, sublingual 7%, par otis 3%, infra hyoid 26%, r etr ofaring 13%, r uang kar otis 11%.
3
kasus, abses retr ofar ing 4 (12%) kasus, abses mastikator 3(9%) kasus, abses pretrakeal 1 (3%) kasus.
Patogenesis
Pembentukan abses merupakan hasil
perkembangan dari flora nor mal dalam tubuh. Flora nor mal dapat tumbuh dan mencapai daer ah steril dari tubuh baik secara per luasan langsung, maupun melalui laser asi atau perforasi. Ber dasar kan kekhasan flora nor mal yang ada di bagian tubuh tertentu maka kuman dari abses yang terbentuk dapat diprediksi ber dasar lokasinya. Sebagian besar abses leher dalam disebabkan oleh campuran berbagai kuman, baik kuman aer ob, anaer ob, maupun fakultatif anaer ob.6,10
Pada kebanyakan membran mukosa, kuman anaer ob lebih banyak dibanding dengan kuman aer ob dan fakultatif, dengan per bandingan mulai 10:1 sampai 10000:1. Bakteriologi dar i daerah gigi, or o-fasial, dan abses leher, kuman yang paling dominan adalah kuman anaer ob yaitu, Pr evot ella, Por phyr omonas, Fusobact er ium
spp, dan Pept ost r ept ococcus spp. Bakteri aerob dan
fakultatif adalah St r ept ococcus pyogenic dan
St apylococcus aur eus.10
Sumber infeksi paling sering pada abses leher dalam ber asal dar i infeksi tonsil dan gigi.4,7,11 Infeksi gigi
dapat mengenai pulpa dan periodontal. Penyebaran infeksi dapat meluas melalui for amen apikal gigi ke daerah sekitar nya. Apek gigi molar I yang berada di atas mylohyoid menyebabkan penjalaran infeksi akan masuk ter lebih dahulu ke daerah subli ngual, sedangkan molar II dan III apeknya berada di bawah mylohyoid sehingga infeksi akan lebih cepat ke daer ah submaksila.7
Par hischar dkk12 mendapatkan, dari 210 abses
leher dalam, 175 (83,3%) kasus dapat diidentifikasi penyebabnya (tabel 1). Penyebab terbanyak infeksi gigi 43%. Tujuh puluh enam per sen Ludw ig’s angina disebabkan infeksi gigi, abses submandibula 61% disebabkan oleh infeksi gigi.
Yang dkk5 melapor kan dari 100 or ang abses
leher dalam, 77 (77%) pasien dapat diidentifikasi sumber infeksi sebagai penyebab. Penyebab
ter banyak berasal dar i infeksi or ofaring 35%,
odontogenik 23%. Penyebab lain adalah infeksi kulit, sialolitiasis, trauma, tuber kulosis, dan kista yang ter infeksi.
Tabel 1. Sumber infeksi penyebab abses leher dalam.12
Penyebab Jumlah %
Gigi
Penyalahgunaan obat suntik Faringotonsilitis
Fr aktur mandibula Infeksi kulit flora normal di saluran nafas atas seperti streptokokus dan stafilokokus. Infeksi yang berasal dari gigi biasanya
lebih dominan kuman anaer ob seper ti, Pr evot ella,
Fusobact er ium spp,.10,13
Penyebaran abses leher dalam dapat melalui beberapa jalan yaitu hematogen, limfogen, dan celah antar r uang leher dalam. Ber atnya infeksi tergantung dari vir ulensi kuman, daya tahan tubuh dan lokasi anatomi.2,10,13
Infeksi dari submandibula dapat meluas ke r uang mastikor kemudian ke parafar ing. Per luasan infeksi ke parafaring juga dapat langsung dar i r uang submandibula. Selanjutnya infeksi dapat menjalar ke daerah potensial lainnya.(gambar 4).2,10
Gejala Klinis
Gejala klinis abses leher dalam secar a umum sama dengan gejala infeksi pada umumnya yaitu, demam, nyeri, pembengkakan, dan gangguan fungsi.1-3 Abshirini
H, dkk4 melaporkan gejala klinis dar i abses leher dalam
pada 147 kasus didapatkan: bengkak pada leher 87%, tr ismus 53%, disfagia 45%, dan odinofagia 29,3%. Ber dasarkan ruang yang dikenai akan menimbulkan gejala spesifik yang sesuai dengan r uang potensial yang ter libat.1-3
Abses per itonsil
Abses peritonsil merupakan abses yang paling banyak ditemukan, dan biasanya merupakan lanjutan dar i infeksi tonsil. Pada abses peritonsil didapatkan gejala demam, nyeri tenggor ok, nyeri menelan, hiper salivasi, nyer i telinga dan suara ber gumam. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan ar kus far ing tidak simetr is,
pembengkakan di daerah per itonsil, uvula ter dor ong ke sisi yang sehat, dan tr ismus. Tonsil hiperemis, dan kadang terdapat detritus. Abses ini dapat meluas ke daer ah par afaring.1,2,5,14
Untuk memastikan diagnosis dapat dilakukan pungsi aspir asi dar i tempat yang paling
ter jadi mengikuti infeksi saluran nafas atas dengan supurasi pada kelenjar getah bening yang terdapat pada daerah retr ofar ing. Kelenjar getah bening ini biasanya mengalami atr opi pada usia 3-4 tahun.3,14,15,16 Pada orang dewasa
abses retr ofar ing sering ter jadi akibat adanya tr auma tumpul pada mukosa far ing, per luasan abses dar i str uktur yang ber dekatan.4,14,16,17
Gejala klinis ber upa demam, nyeri tenggor ok,
pergerakan leher terbatas, sesak nafas,
odinofagi maupun disfagi. Pada pemeriksaan didapatkan pembengkakan dinding posterior far ing.4
Abses Parafar ing
Abses parafaring dapat ter jadi setelah infeksi far ing, tonsil, adenoid, gigi, parotis, atau kelenjar limfatik. Pada banyak kasus abses parafar ing mer upakan per luasan dar i abses leher dalam yang berdekatan seper ti; abses per itonsil, abses
submandibula, abses r etr ofaring maupun
4
pembengkakan di daerah par afaring,
pendor ongan dinding lateral far ing ke medial, dan angulus mandibula tidak teraba. Pada abses parafar ing yang mengenai daer ah prestiloid akan memberikan gejala tr ismus yang lebih jelas.4,5,14
Abses Submandibula
Pasien biasanya akan mengeluh nyeri di r ongga mulut, air liur banyak, Pada pemer iksaan fisik
didapatkan pembengkakan di daer ah
submandibula, fluktuatif, lidah ter angkat ke atas dan ter dor ong ke belakang, angulus mandibula dapat dir aba. Pada aspirasi didapatkan pus. Ludw ig’s angina merupakan sellulitis di daer ah sub mandibula, dengan tidak ada fokal abses.
Biasanya akan mengenai kedua sisi
submandibula, air liur yang banyak, tr ismus, nyeri, disfagia, massa di submandibula, sesak nafas akibat sumbatan jalan nafas oleh lidah yang ter angkat ke atas dan terdor ong ke belakang.5,14
Pemer iksaan Penunjang
1. Rontgen ser vikal later al
Dapat memberikan gambaran adanya
pembengkakan jaringan lunak pada daer ah pr ever tebr a, adanya benda asing, gambaran udar a di subkutan, air fluid levels, er osi dari kor pus ver tebr e. Penebalan jar ingan lunak pada pr ever tebr e setinggi ser vikal II (C2), lebih 7mm, dan setinggi ser vikal VI yang lebih 14mm pada anak, lebih 22mm pada dew asa dicurigai sebagai suatu abses retr ofar ing.2,3,4,5
Tabel 2. Tebal jar ingan lunak poster ior far ing ber dasar kan umur pada Rontgen ser vikal lateral18
Umur Setinggi C4 Setinggi C6
0-1 1-2 2-3 3-6 6-14 Dewasa
1,5.C 0,5.C 0,5.C 0,4.C 0,3.C Lk pr 0,3C 0,3C
2,0.C 1,5.C 1,2.C 1,2.C 1,2.C Lk pr 0,7C 0,6C C= cor pus ser vikal
2. Rontgen Panoramiks
Dilakukan pada kasus abses leher dalam yang dicurigai ber asal dari gigi.5
3. Rontgen toraks
Per lu dilakukan untuk evaluasi mediastinum, empisema subkutis, pendor ongan saluran nafas, pneumonia yang dicur igai akibat aspir asi dari abses.5
4. Tomogr afi Komputer (TK)
Tomogr afi komputer dengan kontras
mer upakan pemeriksaan baku emas pada abses leher dalam. Ber dasarkan penelitian Crespo dkk, seper ti dikutip Mur ray AD dkk,5 bahwa dengan
hanya pemeriksaan klinis tanpa tomogr afi komputer mengakibatkan estimasi ter hadap luasnya abses yang ter lalu r endah pada 70% pasien. TK memberikan gambaran abses ber upa lesi dengan hipodens (intensitas r endah), batas yang lebih jelas, kadang ada air fluid levels. Kir se
dan Robenson17, mendapatkan ada hubungan
antara ketidakteraturan dinding abses dengan adanya pus pada r ongga ter sebut. Pemeriksaan TK tor aks diper lukan jika dicurigai adanya per luasan abses ke mediastinum.5
Bakteriologi
Pemer iksaan Bakter iologi
Pemeriksaan bakter iologi pus dari lesi yang dalam atau ter tutup har us meliputi biakan metoda anaer ob. Setelah desinfeksi kulit, pus dapat diambil dengan aspirasi memakai jar um aspir asi atau dilakukan insisi. Pus yang diambil sebaiknya tidak ter kontaminasi dengan flora normal yang ada di daerah salur an nafas atas atau r ongga mulut. Aspirasi dilakukan dar i daer ah yang sehat dan dilakukan lebih dalam.19
Spesimen yang telah diambil dimasukkan ke dalam media transfor tasi yang ster il. Untuk pembiakan kuman anaer ob diper lukan media transfor tasi yang suasana anaer ob.
Biakan cair yang dianjur kan untuk kuman aer ob dan aner ob adalah thioglukonat. Formulasi ini ber isi substansi reduksi yang akan menciptakan lingkungan anaer ob. Suasana anaer ob terdapat di bagian baw ah tabung.19
Biakan kuman aer ob dan fakultatif dapat dilakukan dengan menggunakan agar darah, agar coklat, eosin-methilene blue (EMB). Tempat pembiakan ini diinkubasi pada suhu 370C, 5% CO2 dan dinilai 48-72 jam.
Untuk kuman anaer ob dapat diinkubasi pada agar dar ah anaer ob yang mengandung t r ypt ic soy agar, ekstr ak r agi, vitamin K3, hemin, 5% darah domba. Dinkubasi dalam suasana anaer ob dan dinilai 72-120 jam.6
Pola kuman
Pada umumnya abses leher dalam disebabkan oleh infeksi campuran beberapa kuman. Baik kuman aer ob, anaer ob maupun kuman fakultatif anaer ob. Kuman aer ob yang ser ing ditemukan adalah stafilokokus,
St r ept ococcus sp, , Haemofilus influenza, St r ept ococcus Peneumonia, Mor axt ella cat ar r halis, Klebsiell sp, Neisser ia
sp. Kuman anaer ob yang sering adalah
Pept ost r ept ococcus, Fusobact er ium dan bact er oides sp.
Pseudomanas aer uginosa mer upakan kuman yang jarang ditemukan7,17
Genus stafilokokus yang memiliki kepentingan klinis adalah St aphylococcus aur eus, St aphylococcus
epider midis, St aphylococcus sapr ophyt icus. Staphylococcus
aur eus ber sifat patogen utama pada manusia dan ber sifat koagulase-positif. Dengan sifat koagulase ini memiliki potensi menjadi patogen invasif. Beberapa strain dari S
aur eus mempunyai kapsul sehingga menyulitkan tubuh untuk melakukan fagositosis. Infeksi S aur eus dapat ber sifat hebat, ter lokalisir , nyer i membentuk supur asi dan cepat sembuh dengan dr ainase pus.19
5
lain. Supur asi dalam vena yang menimbulkan tr ombosis
mer upakan gambar an umum penyebaran ter sebut.19
Streptokokus mempunyai ber bagai gr oup sesuai dengan sifat dari kuman ter sebut dan tidak ada satu
sistem yang bisa mengklasifikasikannya secara
sempur na. Yang banyak ber per an pada abses leher dalam
adalah Streptococcus viridan, Streptococcus α
-haemolyticus, Streptococcus β-haemolyt icus, dan
St r ept ococcus pneumonia. Temuan klinis akibat infeksi str eptokokus ini sangat ber var iasi tergantung sifat biologi organisme penyebab, respon imun penjamu, dan tempat infeksi. Salah satu yang ditakutkan akibat infeksi str eptokokus gr oup A adalah ter jadinya glomer ulonefritis dan demam reumatik akibat reaksi hiper sensitivitas ter hadap kuman ter sebut.19
Ent r obact er iaceae mer upakan batang gram negatif yang besar dan heter ogen. Pembiakan pada agar MacConkey, dapat tumbuh secara aer ob maupun anaer ob ( fakultatif anaer ob). Yang termasuk dalam famili ini antara lain Klebsiella sp, Pr ot eus sp, E coli. Klebsiella
pneumonia ter dapat dalam saluran nafas pada sekitar 5% individu normal. Pr ot eus sp menimbulkan infeksi pada manusia hanya bila kuman keluar dari salur an cer na.19
Pseudomonas aer uginosa mer upakan patogen opor tunistik dalam tubuh manusia, ber sifat invasif dan patogen nasokomial yang penting. Menimbulkan penyakit jika daya tahan tubuh penjamu lemah. Abses yang dibentuk akibat pseudomas mer upakan pus yang hijau kebir uan.19
Kuman anaerob yang ser ing ditemukan pada abses leher dalam adalah kelompok batang gr am negatif, seper ti Bact er oides, Pr evot ella, maupun Fusobact er ium. Gejala klinis yang menandakan adanya infeksi anaer ob adalah: 1. Sekret yang ber bau busuk akibat pr oduk asam lemak r antai pendek dari metabolisme anaer ob. 2. Infeksi di pr oksimal permukaan mukosa. 3. Adanya gas dalam jaringan. 4. Hasil biakan aer ob negatif.19
Infeksi yang penting secar a klinis akibat kuman anaer ob ser ing ter jadi. Infeksi sering ber sifat polimikroba yaitu ber samaan dengan kuman anaer ob lainnya, fakultatif anaer ob, dan aer ob. Bakteri anaer ob ditemukan hampir disemua bagian tubuh. Infeksi ter jadi ketika bakteri anaer ob dan bakter i flor a normal lainnya mengontaminasi yang secara normal ster il.19
Bact er oides termasuk kelompok besar basilus gram negatif dan tampak seper ti batang yang tipis atau kokobasilus. Spesies bact er oides mer upakan flora normal di dalam usus dan bagian tubuh lainnya. Pada infeksi
bact r oides sering dihubungkan dengan kuman-kuman lainnya.
Spesies Pr evot ella juga termasuk kelompok basilus gram negatif dan tampak seper ti batang yang tipis atau kokobasilus. Pada infeksi kuman ini ser ing
ber samaan dengan anaerob lainnya ter utam
pept ost r ept ococcus.
Fusobact er ium merupakan bakteri batang pleomorfik gram negatif. Sebagian besar spesies menghasilkan asam butir at dan mer ubah treonin menjadi asam pr opionat. Kuman ini sering diisolasi dari mukasa yang ter infeksi. Kadang kuman ini menjadi satu-satunya kuman yang diisolasi dar i infeksi atau abses yang ada.19
Spesies pept ost r ept ococcus mer upakan spesies kokus gr am positif dengan ukur an dan bentuk yang ber variasi. Ditemukan di kulit dan mer upakan flora nor mal di mukosa.
Berbagai penelitian tentang kuman penyebab abses leher dalam telah banyak dilakukan. Botin dkk20
mendapatkan Pept ost r ept ococus, St r ept ococus vir idan,
St r ept ococus int er medius berkaitan dengan infeksi gigi sebagai sumber infeksi abses leher dalam. El-Sayed dan Al-daur osy,21 Botin dkk20 mendapatkan kuman aer ob
ter banyak adalah stafilokokus dan streptokokus. Abshirini H dkk,4 pada 40 hasil kultur dari abses
leher dalam mendapatkan; st afilokokus 77%,
Streptococcus β-haemolit ycus 12,5%, Ent r obact er 12,5%,
Streptococcus α-haemolyt icus 7,5%, Klebsiella sp 5%,
St r ept ococcus non haemolyt icus 5%, Pseudomonas
aer uginosa 2,5%. Par hiscar dkk,12 dar i 210 pasien abses
leher dalam (1981-1998), dilakukan kultur ter hadap 186 (88%) pasien, dan pada 162 (87%) pasien ditemukan pertumbuhan kuman, 24(13%) pasien tidak ter dapat pertumbuhan kuman. Kuman ter banyak St r ept ococcus
vir idan 39%, St aphylococcus epider midis 28%. Kuman anaer ob terbanyak adalah bact er oides sp 14%. ( tabel 3.)
Tabel. 3. Kuman Penyebab Abses leher dalam12
Jenis Kuman
Jumlah pasien
% kultur +
St r ept ococcus vir idans St aphylococcus epider midis
St aphylococcus aur eus Bact r oides Sp St r ept ococcus β
-haemolyt icus Klebsiella pneumonia St r ept ococcus pneumonia
Mycobact er ium t b Anaer ob gr am negat if
Neisser ia sp Pept ost r ept ococcus
Jamur Ent er obact er
Bacillus sp Pr opionibact er ium
Acinet obact er Act inimicosis isr aelii
Pr ot eus sp
Br ook10 menemukan kuman yang tumbuh pada
201 spesimen dar i abses kepala dan leher , hanya kuman aer ob sebanyak 65 spesimen, hanya kuman anaer ob 65 spesimen, dan campuran keduanya 71 spesimen. Yang dkk6 dar i 100 pasien abses leher dalam yang dilakukan
kultur kuman didapatkan 89%, ada pertumbuhan kuman. Kuman aerob dominan ialah St r ept ococcus
vir idan, Klebsiella pneumonia, St apylococcus aur eus. Kuman anaer ob dominan Pr evot ella, Pept ost r ept ococcus,
dan Bact er oides. (Tabel 4).
Tabel.4 Pola kelompok kuman pada abses leher dalam6
6
Padang, periode Apr il 2010 sampai dengan Oktober 2010 ter dapat sebanyak 22 pasien abses leher dalam dan dilakukan kultur kuman penyebab, didapatkan 16 (73%) spesimen tumbuh kuman aer ob, 6 (27%) tidak tumbuh kuman aer ob dan 2 (9%) tumbuh jamur yaitu Candida sp.Kuman aer ob yang tumbuh yaitu; Streptocccus α
haemolit icus dengan Klepsiella sp. Pada pemeriksaan ini tidak dilakukan kultur pada kuman anaer ob. (tabel 5)
infeksi leher dalam ditemukan 88 (74,6%) spesimen mengandung kuman anaer ob. Kuman anaer ob saja 19,5%, kuman aer ob dan fakultatif saja 16,9%, 4,7%, kokus gram positif 10,9%.
Tabel 5. Hasil kultur abses leher dalam Bagian THT-KL dr. M.Djamil Padang per iode April 2010-Oktober 2010
Jenis Kuman Jumlah %
Streptocccus α haemoliticus Klepsiella sp
Ent er obact er sp St aphylococcus aur eus
St aphilococcus epider midis E. Coli
Pr ot eus vulgar is
6
Uji Kepekaan Antibiotik
Untuk mendapatkan jenis antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebab, uji kepekaan per lu dilakukan. Jenis kuman yang ber variasi menyulitkan dalam pemberian antibiotik tanpa adanya uji kepekaan ter sebut. Pada uji kepekaan yang dilakukan di RS. Dr . M. Djamil Padang periode Apr il 2010 sampai dengan Oktober 2010 dar i 16 spesimen yang ter dapat pertumbuhan kuman didapatkan hasil seper ti ter lihat pada tabel 6.
Stafilokokus memiliki kepekaan yang berbeda-beda ter hadap antibiotik. Resisitensi stafilokokus ini antara lain dipengar uhi oleh kemampuan kuman
ter sebut dalam mempr oduksi β-laktamase sehingga
r esisten terhadap berbagai jenis penicillin. Gen Mec A yang ter dapat dalam kr omosom membuat kuman r esisten ter hadap nafsilin. Strain dar i S aur eus mempunyai kemampuan untuk melakukan peningkatan sintesa dinding sel dan per ubahan dinding sel, ser ta memiliki gen Van A, sehingga str ain ini r esisten ter hadap vankomisin. Strain yang r esisten ter hadap vankomisin ini dikenal dengan st r ain vancomycin-r esistant S aur eus
(VRSA).19
Tabel 6. Hasil uji kepekaan antibiotik ter hadap kuman penyebab abses leher dalam di RS. M. Djamil Padang periode April 2010 sampai dengan Oktober 2010
Antibiotik ∑ S I R
dilakukan pada kuman anaer ob didapatkan angka
r esistensi ter hadap amoksisilin sebesar 26,7%,
7
Kejadian komplikasi abses leher dalam
menurun sejak pemakaian antibiotik yang lebih luas. Walau demikian tetap har us w aspada terhadap tanda-tanda komplikasi yang muncul, yang mungkin sangat ber bahaya. Obstr uksi jalan nafas dan asfiksia merupakan komplikasi yang potensial ter jadi pada abses leher dalam ter utama Ludw ig’s angina.7 Ruptur abses, baik spontan
atau akibat manipulasi, dapat mengakibatkan ter jadinya
pneumonia, abses paru maupun empiema.7,22
Komplikasi vaskuler seper ti tr ombosis vena jugularis dan ruptur arteri kar otis. Tr ombosis vena jugularis ditandai dengan adanya demam, menggigil,
nyeri dan bengkak sepanjang otot
ster nokleidomastoideus pada saat badan membungkuk atau r ukuk. Dapat ter jadi bakteremia maupun sepsis. Kejadian emboli par u mencapai 5% pada kasus pasien dengan tr ombosis vena jugular is. Penyebab terbanyak adalah bakteri Fusobact er ium necr ofor um, dan pada penyalahgunaan obat suntik penyebab ter banyak adalah stafilokokus.7
Ruptur ar teri kar otis mer upakan komplikasi yang jarang ter jadi. Ini biasanya ter jadi pada abses parafar ing bagian poststiloid, infeksi meluas ke bungkus kar otis. Mediastinitis dapat ter jadi akibat per luasan infeksi melalui viseral anter ior , vaskuler viser al, maupun daerah retr ofar ing dan danger space. Pasien akan mengeluhkan nyeri dada dan sukar ber nafas.7
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan abses leher dalam adalah dengan evakuasi abses baik dilakukan dengan anestesi lokal maupun dengan anestesi umum. Antibiotik dosis tinggi terhadap kuman aer ob dan anaer ob har us diberikan secara parenteral. Hal yang paling penting adalah ter jaganya saluran nafas yang adekuat dan dr ainase abses yang baik.3,11,17
Menur ut Poe dkk22 penatalaksanaan abses leher
dalam meliputi operasi untuk evakuasi dan drainase abses, identifikasi kuman penyebab dan pemberian antibiotik. Hal ini akan mengur angi komplikasi dan memper cepat perbaikan.
Beberapa hal yang per lu diper hatikan dalam pemilihan antibiotika adalah efektifitas obat ter hadap kuman tar get, risiko peningkatan r esistensi kuman minimal, toksisitas obat rendah, stabilitas tinggi dan masa ker ja yang lebih lama.10
Pember ian antibiotik ber dasarkan hasil biakan kuman dan tes kepekaan antibiotik ter hadap kuman penyebab infeksi. Biakan kuman membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pengobatan harus segera diberikan. Sebelum hasil kultur kuman dan uji sensitifitas keluar , diber ikan antibiotik
kuman aer ob dan anaer ob secara empiris. Yang SW, dkk6
melapor kan pember ian antibiotik kombinasi pada abses leher dalam, yaitu; Kombinasi penesilin G, klindamisin dan gentamisin, kombinasi ceftriaxone dan klindamisin, kombinasi ceftr iaxone dan metr onidazole, kombinasi cefur oxime dan klindamisin, kombinasi pinisilin dan
metr onidazole, masing-masing didapatkan angka
per lindungan (keber hasilan) 67,4%, 76,4%, 70,8%, 61,9%. Avest ET, dkk,23 member ikan antibiotik empir is,
kombinasi metr onidazole dengan ceftriaxone.
Penesilin G mer upakan obat terpilih untuk infeksi kuman streptokokus dan stafilokokus yang tidak
menghasilkan enzim penecilinase. Gentamisin
menunjukkan efek sinergis dengan pinisilin. Klindamisin
efektif ter hadap str eptokokus, pneumokokus dan
stafilokokus yang resisten ter hadap penisilin. Lebih khusus pemakaian klindamisin pada infeksi polimicr obial ter masuk Bact er oides sp maupun kuman anaer ob lainnya pada daer ah oral.6,19.
Berbagai kombinasi pember ian antibiotik
secara empir is sebelum didapatkan hasil kepekaan ter hadap kuman penyebab, dianjur kan berbagai ahli seper ti ter lihat pada tabel 8.
Pada kultur didapatkan kuman anaer ob, maka antibiotik metronidazole, klindamisin, car bapenem, sefoxitin, atau kombinasi penisilin dan β-lact am inhibit or
mer upakan obat ter pilih.10
Metr onidazole juga efektif sebagai amubisid. Aminoglikosida, quinolone atau cefalosfor in generasi ke III dapat ditambahkan jika ter dapat kuman enter ik gram
negatif.6,10 Cefalospor in generasi III mempunyai
efektifitas yang lebih baik ter hadap gram negatif enterik. Dibanding dengan cefalosporin generasi I, generasi III kurang efektif ter hadap kokus gr am positif, tapi sangat efektif terhadap Haemofillus infeluenza, Neisseria sp dan Pneumokokus. Ceftriaxone dan cefotaxime mempunyai efektifitas ter hadap streptokokus. Ceftriaxone sangat efektif ter hadap gram negatif dan Haemofillus sp, kebanyakan St r ept ococcus pneumonia dan Neisser iae sp yang r esisiten ter hadap penesilin.6
Tabel 8. Antibiotik yang dianjur kan beberapa penulis secara empiris.6
Penulis Antibiotik Umur
Sakaguchi
Penesilin G & Oxacillin atau Nafcilin
Penesilin, β lactamase
r esist ant dr ug
Penesilin G, Metr onidazole D
8
Di Bagian THT-KL RS. Dr. M. Djamil Padang pemberian antibiotik secar a empir is diberikan ber upa antibiotik kombinasi ceftriaxone, dan metr onidazole. Ini ber dasar kan kuman penyebab terbanyak abses leher dalam yaitu jenis str eptokokus, stafilokokus dan kuman anaer ob. Penambahan gentamisin (aminoglikosid) dapat diberikan jika dicurigai kuman penyebab ter masuk kuman entr ik seper ti Klebsiella, pr ot eus, Ent er obact er .
Setelah keluar hasil uji kepekaan antibiotik ter hadap kuman penyebab diberikan antibiotik yang sesuai. Pada pemberian kombinasi antibiotik secara empir is jika ter dapat per baikan, antibiotik dapat diteruskan, jika tidak maka antibiotik diganti sesuai uji kepekaan.2.3,4
Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anastesi lokal untuk abses yang dangkal dan ter lokalisasi atau eksplorasi dalam nar kose umum bila letak abses dalam dan luas.2,3,4
Adanya trismus menyulitkan untuk masuknya pipa endotrakea per or al. Pada kasus demikian diper lukan tindakan trakeostomi dalam anastesi lokal. Jika ter dapat fasilitas br onkoskop fleksibel, intubasi pipa endotrakea dapat dilakukan secara intr anasal.2,5
Diskusi
Abses leher dalam adalah ter kumpulnya nanah (pus) di dalam r uang potensial di antara fasia leher dalam sebagai akibat penjalaran dari ber bagai sumber , seper ti gigi, mulut, tenggor ok, sinus par anasal, telinga dan leher. Gejala dan tanda klinik biasanya ber upa nyer i dan pembengkakan di ruang leher dalam yang ter libat.
Sumber infeksi abses leher dalam saat ini paling banyak ber asal dari tonsil pada anak, dan dari gigi pada or ang dewasa. Ber dasar kan sumber infeksi dapat diper kir akan kuman penyebab pada abses leher dalam. Infeksi yang berasal dari gigi lebih banyak disebabkan kuman anaer ob dan infeksi yang berasal dar i saluran nafas atas atau tonsil lebih banyak disebabkan oleh kuman aer ob seper ti stafilokokus dan streptokokus.
Pembentukan abses merupakan hasil
perkembangan dari flora nor mal dalam tubuh. Flora nor mal di dalam r ongga mulut dapat masuk ke daer ah steril dari tubuh secara langsung ataupun kar ena adanya laser asi atau perfor asi. Sumber infeksi abses leher dalam pada umumnya berasal dari infeksi tonsil, gigi, dan far ing. Gejala klinis yang muncul secara umum memberikan gambaran radang akut, seper ti demam, nyeri, pembengkakan, ditambah dengan gejala khas dari masing-masing abses leher dalam sesuai daerah yang dikenai. Pemeriksaan penunjang diper lukan untuk diagnosis, per luasan abses maupun melihat komplikasi.
Kuman penyebab abses leher dalam dari ber bagai penelitian mer upakan campur an dari ber bagai macam kuman, baik aer ob, anaer ob, maupun fakultatif anaer ob. Kuman aer ob dominan St r ept ococcus vir idan,
Klebsiella pneumonia, St aphylococcus aur eus. Kuman anaer ob dominan Pr evot ella, Pept ost r ept ococcus, Fusobact er ium dan Bact er oides. Di Rumah Sakit Dr . Djamil Padang pola kuman yang ditemukan hampir sama dengan ber bagai penelitian diatas.
Penatalaksanaan abses leher dalam adalah dengan evakuasi abses baik dilakukan dengan anestesi lokal maupun dengan anestesi umum. Antibiotik diberikan sesuai dengan hasil kultur dan uji sensitifitas. Sebelum keluar hasil kultur per lu diberikan antibiotik
secara empir is, dengan member ikan antibiotik untuk kuman aer ob dan anaer ob.
Pember ian antibiotik kombinasi merupakan pilihan yang tepat mengingat kuman penyebab dar i abses
leher dalam adalah campur an ber bagai kuman.
Ber dasarkan uji kepekaaan terhadap ceforazone
sulbactam, moxyfloxacine, ceforazone, ceftr iaxone, angka sensitifitasnya ter hadap kuman aer ob yaitu lebih dari
70%. Metr onidazole dan klindamisin angka
sensitifitasnya masih tinggi ter utama untuk kuman anaer ob gr am negatif. Secara empiris kombinasi ceftr iaxone dengan metr onidazole masih cukup baik.
Disimpulakan bahw a kuman penyebab
ter banyak abses leher dalam adalah kuman aer ob yaitu;
St r ept ococcus vir idan, Klebsiella pneumonia, St aphylococcus aur eus, dan kuman anaer ob adalah
Pr evot ella, Pept ost r ept ococcus, Fusobact er ium dan
Bact or oides. Antibiotik seper ti ceforazone sulbactam, moxyfloxacine, ceforazone, ceftriaxone masih sensitif ter hadap kuman aer ob penyebab abses leher dalam. Metr onidazole dan klindamisin sensitif ter hadap kuman anaer ob gram negatif.
Daftar Pustaka
1. Ballenger JJ. Infection of the facial space of neck and floor of the mouth. In: Ballenger JJ editor s. Diseases of the nose, thr oat, ear, head and neck.15th ed.
Philadelphia, London: Lea and Febiger. 1991:p.234-41
2. Gadre AK, Gadre KC. Infection of the deep Space of the neck. In: Bailley BJ, Jhonson JT, editor s. Otolar yngology Head and neck sur ger y. 4th ed.
Philadelphia: JB.Lippincott Company 2006.p.666-81 3. Fachr uddin D. Abses leher dalam. Dalam: Iskandar
M, Soepar di AE editor. Buku ajar ilmu penyakit telinga hidung tenggor ok. Edisi ke 6. Jakar ta: Balai Pener bit FK-UI. 2007:p. 185-8
4. Abshirini H, Alavi SM, Rekabi H, Ghazipur A, Shabab
M. Predisposing factor s for the complications of deep neck infection. The Ir anian J of otor hinolar yngol 2010;22 (60): 139-45.
5. Murr ay A.D. MD, Mar cincuk M.C. MD. Deep neck infections. [update July 2009; cited June 16th, 2010]
Available fr om: http:/ / w w w .eMedicine
Specialties/ / Otolaringology and facial plastic sur ger y.com
6. Yang S.W, Lee M.H, See L.C, Huang S.H, Chen T.M, Chen T.A. Deep neck abscess: an analysis of micr obial etiology and effectiveness of antibiotics. Infection and Drug Resistance. 2008;1:1-8.
7. Rosen EJ. Deep neck spaces and infections. Gr and r ounds presentation, UTMB, Dept. Of Otolar yngology. 2002.
8. Sakaguchi M, Sato S, Ishiyama T, Katsuno T, Taguchi
K. characterization and management of deep neck infection. J. Oral Maxillofac Surg 1997;26:131-134
9. Huang T, chen T, Rong P, Tseng F, Yeah T, Shyang C.
Deep neck infection: analysis of 18 cases. Head and neck. Ockt 2004.860-4
10. Br ook I, Microbiology of polymicr obial abscess and implication for therapy. J antimicr ob chemother 2002;50:805-10
11. Chuang YC, Wang HW. A deep neck abscess
9
12. Par hiscar A, Har -El G. Deep neck abscess: A r etr ospective review of 210 cases. Ann otol r hinol lar yngol 2001;110:1051-4.
13. Boyanova L, et al. Anaer obic bacteria in 118 patient w ith deep space head and neck infections fr om the Univer sity of Hospital of Maxillofacial surger y, Sofia, Bulgar ia. J med micribol 2006;55:1285-89.
14. McKellop JA, Mukher ji SK. Emergency head and neck
r adiology: Neck infection. Applied radiologi
2010;Juli-Agustus: 23-9.
15. Al sahab B.MD, Salleen H.MD, Hagr A.MD, Rosen J.N. MD, Manoukian . J.J. MD, Tewfik T.L. MD, Retr ophar yngeal abscess in childr en: 10-year study. J otolar yngol 2004;33:352-5.
16. Rao SVSM, Adw ani M, Bhar ati C. Retr ophar yngeal candidal abscess in a neonate: Case report and r eview of liter ature. Kuw ait med jour nal 2007;39(2):177-80.
17. Kir se JD, Rober son DW. Sur gical management of r etr ophar yngeal space infection in childr en. Lar yngoscope 2001;111: 1413-22.
18. Meschan I. The r espirator y system. In: An atlas of nor mal radiogr aphic anatomy. WB Saunder s Co. London. 1960: 440-508.
19. Jawetz, Melnick & Adelberg. Mikrobiologi
kedokteran. Edisi 23. Alih bahasa: Hartar to H dkk. Jakar ta. Pener bit Buku Kedokteran EGC. 2007: 225-73.
20. Botin R, Mar ioni G, Rinaldi R. Deep neck infection: A pr esent-day complication. A retr ospective r eview of 83 cases (1998-2001). Eur ar ch otor hinolar yngol 2003; 260:576-9.
21. El-Sayed Y, Al-Dousar y S. Deep neck space abscess. The J of otolar yngol 1996;6(4):227-33.
22. Poe LB, Petr o GR, Matta I. Per cutaneous CT-guided aspir ation of deep neck abscesses. ANJR Am J Neur odiol 1996;17:1359-63.