• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyelesaian Sengketa Perdata Antara Nasabah Dengan Bank Melalui Mediasi Perbankan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penyelesaian Sengketa Perdata Antara Nasabah Dengan Bank Melalui Mediasi Perbankan"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA

ANTARA NASABAH DENGAN BANK

MELALUI MEDIASI PERBANKAN

TESIS

Oleh

SYARIFAH LISA ANDRIATI

067005026/HK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ABSTRAK

Sektor perbankan memiliki posisi yang strategis sebagai lembaga intermediasi. Dalam menjalankan kegiatannya bank membutuhkan kepercayaan serta dukungan dari masyarakat. Oleh karenanya sudah seharusnya bank memberikan perlindungan hukum terhadap hak-hak masyarakat khususnya hak nasabah. Bank sebagai suatu lembaga yang menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat dapat menimbulkan suatu hubungan hukum yang berpotensi mengakibatkan terjadinya sengketa antara nasabah dan bank. Salah satu bentuk perlindungan hukum yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia adalah Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan, yang dirubah dengan PBI Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan. Mediasi perbankan merupakan alternatif penyelesaian sengketa untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi antara nasabah dengan bank. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh sejumlah pertanyaan yakni, bagaimana perlindungan hukum terhadap hak-hak nasabah dalam mediasi perbankan? apa manfaat mediasi perbankan sebagai alternatif penyelesaian sengketa dalam penyelesaian sengketa perbankan? Dan bagaimana independensi dari Lembaga Mediasi Perbankan serta bagaimana kekuatan hukum dari suatu akta kesepakatan yang dihasilkan dari proses mediasi?

Untuk meneliti hal-hal tersebut di atas digunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan yang bersifat kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan guna memperoleh bahan hukum primer dan sekunder.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pertama, mediasi perbankan merupakan regulasi yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dalam menjalankan fungsi pengawasan. Perlindungan hukum terhadap hak-hak nasabah secara hukum positif harus dilakukan melalui peraturan perundang-undangan yang terdapat dalam hierarki perundang-undangan. Oleh karena itu peraturan mengenai mediasi perbankan ini memerlukan penyempurnaan yang lebih komprehensif. Kedua, Manfaat mediasi perbankan dalam menyelesaikan sengketa antara nasabah dengan bank adalah dalam rangka meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap bank karena dengan berlarut-larutnya sengketa antara nasabah dengan bank dapat menurunkan citra bank. Sedangkan bagi nasabah mediasi perbankan merupakan salah satu aturan hukum untuk melindungi hak-hak nasabah terutama nasabah kecil dan usaha mikro dan kecil karena penyelesaian sengketa dapat ditempuh secara sederhana, murah, dan cepat.

Ketiga, sebagai suatu Lembaga Mediasi Perbankan (LMP) harus independen

(3)

dibentuk oleh asosiasi perbankan tidak hanya terdiri dari kalangan perbankan saja, tetapi ikut juga memasukkan unsur-unsur lain seperti akademisi dan praktisi. Dan sebaiknya LMP independen ini tidak hanya melayani nasabah yang dirugikan oleh bank , tetapi juga melayani bank yang kemungkinan dirugikan oleh nasabahnya sehingga dapat menciptakan harmonisasi bilateral antara keduanya.

(4)

ABSTRACT

Baking sector has a strategic position as an institute of intermediation. In carrying out its activity, a bank needs the trust and support from community. Therefore, a bank should have given a protection to the rights of community especially the rights of consumers. As an institution raising and distributing community’s funds, a bank can create a legal relationship which is potential in causing a dispute between the customers and the bank. One of the legal protections produced by Bank Indonesia is Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan, changed by PBI Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan. Banking mediation is an alternative dispute resolution to solve any dispute existing between the customers and the bank. This study was initiated by a number of questions such as how legal protection of bangking mediation to the rights of bank customers, what is the advantages of banking mediation as alternative dispute resolution in solving the banking dispute, how is the independency of banking mediation institution, and how is the legal power an act of agreement produced by mediation process has.

Based on the objectives that mention above, this research use the method of normative legal research with qualitative approach. The instrument for collecting data is library research which use primary and secondary data.

The result of study shows that, first, banking mediation is a regulation issued by Bank Indonesia in the implementation of its function of control. Legal protection toward the rights of customers in a legal positive way must be implemented based on the regulation on this banking mediation needs a more comprehensive finishing touch; second, the advantage of banking mediation as alternative dispute resolution in solving the dispute between the customers and the bank is to improving the trust of the community to degrade the bank image. To the customers, banking mediation is one of the legal regulations to protect the rights of customer especially small customers and small and micro business for the dispute solution can be done simply, cheap and accurately; third, the Banking Mediation Institution must be independent that makes it free from the influence an intervention of Bank Indonesia that, in performing its duty, this institution must be really neutral. The legal power of the act agreement produced by the banking mediation process binds the parties made it such as the customers and the bank. This act must be registered in 30 (thirty) days in the court of the first instance. Through this study, it is suggested that the Banking Mediation Institution to be established by banking association which not only consist of banking community but also the other elements such as academics and practitioners. The independent Banking Mediation Institution not only serve the customers inflicted financial loss by the bank but also the bank which might be inflicted financial loss by its customers that the institution can create a bilateral harmony between the two of them.

(5)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT., atas limpahan

rahmat dan karunia-NYA sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis

dengan judul : “Penyelesaian Sengketa Perdata Antara Nasabah Dengan Bank

Melalui Mediasi Perbankan”. Tesis ini ditulis dalam rangka memenuhi persyaratan

untuk mencapai Gelar Magister Humaniora pada Program Studi Ilmu Hukum Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Dengan selesainya tesis ini, perkenankan Penulis mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof.Dr.Chairuddin

P.Lubis,DTM&K, SpA(K).

2. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Ibu

Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B,MSc

3. Ketua Program Studi Ilmu Hukum, Prof.Dr.Bismar Nasution, SH, MH,

sekaligus selaku Ketua Komisi Pembimbing atas segala bimbingan yang

diberikan.

4. Prof.Dr.Tan Kamello, SH, MS, selaku Komisi Pembimbing yang telah banyak

membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

5. Prof.Dr.Runtung, SH, MHum, selaku Komisi Pembimbing atas bimbingan

(6)

6. Penguji Bapak Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH, MS, CN, Dr.Sunarmi, SH,

MHum, atas bimbingan dan arahan yang diberikan dalam penyusunan tesis

ini.

7. Seluruh staf Pengajar Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana

USU, yang telah membimbing dan mengajar selama penulis mengikuti

perkuliahan pada Sekolah Pascasarjana USU.

8. Seluruh pegawai administrasi Sekolah Pascasarjana USU atas bantuannya

sehingga penulis dapat menyelesaikan kuliah dengan lancar.

9. Pada kesempatan ini penulis juga mendedikasikan penulisan tesis ini kepada

kedua orang tua penulis Ayahanda Said Adnan dan Ibunda Darmiaty yang

telah mengasuh dan membesarkan penulis dengan tidak pernah lelah, penuh

kasih sayang dan selalu memberikan bantuan baik moril maupun materil

sehingga penulis dapat menyelesaikan kuliah dengan baik. Dan semoga Allah

SWT. membalas segala kebaikan mereka. Dan penulis juga berterimakasih

kepada kakak-kakak dan adik-adik penulis: Syarifah Dian Andriaty, SE,

Syarifah Nora Andriaty, Syarifah Lia Andriaty, dan Syarifah Keumala

Andriaty atas segala dukungannya.

10.Kepada Diki Syaiful Barkah atas segala dukungan dan kasih saying serta doa

yang selalu diberikan kepada penulis sehingga memotivasi penulis untuk

menjadi seseorang yang lebih baik.

11.Penulis juga berterimakasih kepada seluruh teman-teman di Sekolah

(7)

Akhirnya, penulis berharap semoga karya yang masih jauh dari sempurna ini

dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan memberikan manfaat bagi kita

semua.

Medan, Agustus 2008

Penulis,

(8)

RIWAYAT HIDUP

Nama : SYARIFAH LISA ANDRIATI

Tempat / Tanggal Lahir : Banda Aceh/ 11 September 1984

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jl.Sunggal No.141 B Medan

Pendidikan :

- Sekolah Dasar Percobaan Negeri

Medan, tahun 1990- 1996.

- Sekolah Menengah Pertama Kemala Bhayangkari Medan, tahun 1996-1999.

- Sekolah Menengah Atas Negeri 1

Medan, tahun 1999-2002.

- Fakultas Hukum USU Medan, tahun 2002-2005.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

RIWAYAT HIDUP ... vii

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR ISTILAH... xi

DAFTAR SINGKATAN... xiii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Keaslian Penulisan ... 9

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 9

G. Metode Penelitian ... 19

BAB II : TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH BANK ... 21

(10)

B. Perlindungan Dan Pemberdayaan Nasabah Bank Dalam

Arsitektur Perbankan ... 31

C. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Dalam Peraturan Bank Indonesia Tentang Mediasi Perbankan ... 39

BAB III : MEDIASI PERBANKAN SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA ... 47

A. Latar Belakang Munculnya Mediasi Perbankan ... 47

B. Pengertian Dan Batasan Mediasi ... 56

C. Karakteristik yang Terdapat Dalam Mediasi Perbankan ... 62

D. Manfaat Mediasi Dalam Menyelesaikan Sengketa Antara Nasabah Dengan Bank ... 70

BAB IV : PELAKSANAAN MEDIASI MENURUT PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG MEDIASI PERBANKAN 75 A. Proses Penyelesaian Sengketa Melalui Mediasi Perbankan.. 75

B. Pelaksanaan Mediasi Perbankan Dalam Menyelesaikan Sengketa Perbankan ... 82

C. Independensi Mediator Dalam Melaksanakan Fungsi Perbankan ... 89

D. Kekuatan Hukum Akta Kesepakatan Mediasi Perbankan.... 99

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 106

A. Kesimpulan ... 106

B. Saran ... 108

DAFTAR PUSTAKA... 110

(11)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1. Pengaduan Nasabah Perbankan... 82

(12)

DAFTAR ISTILAH

Agent of reality : agen realitas

Agreement to mediate : perjanjian mediasi

Alternative Dispute Resolution : alternatif penyelesaian sengketa

Backward looking : memandang ke belakang

Bancassurance : produk bank

Bearer of bad news : penyandang berita jelek

Billing statement : perincian tagihan

Business interest : kepentingan bisnis

Catalyst : katalisator

Cash advanced : penarikan tunai

Closed logical system : sistem yang tertutup

Conflict of interest : konflik kepentingan

Court annexed/ connected : dalam pengadilan

Debt collector : penagih utang

Decision maker : pengambil keputusan

Delegated legislation : peraturan yang didelegasikan

Educator : pendidik

Explicit deposit protection : perlindungan secara eksplisit

Fairness : kejujuran

Fee : biaya

Fiduciary financial Institution : lembaga kepercayaan masyarakat

Financial intermediary bank : bank intermediasi keuangan

Forward looking : memandang ke depan

Good governance : pemerintahan yang baik

Implicit deposit protection : perlindungan secara implisit

Law enforcement : penegakan hukum

Legal advice : pendapat hukum

Legal counsel : konsultasi hukum

Legal positivism : positivisme yuridis

Library research : penelitian kepustakaan

Living law : hukum yang hidup dalam masyarakat

Negative publicity : publikasi negatif

Non-coercive : tanpa paksaan

Out court : luar pengadilan

Out-of court settlement : di luar jalur pengadilan

Overlapping : tumpang tindih

Overloaded : terlampau padat

Power to control : kewenangan mengontrol

Power to impose sanction : kewenangan memberi sanksi

(13)

Power to regulate : kewenangan mengatur

Predictable : dapat diramalkan

Presumption of negligence : praduga lalai/bersalah

Qualified : memenuhi syarat

Scapegoat : kambing hitam

Scientific : ilmuwan

Service excellence : pelayanan yang baik

Solving the problem : penyelesaian masalah

Subordinate sources : sumber yang lebih rendah

Sumir : dangkal

Reasonable : layak

Rechtstoepassing : hukum yang diberlakukan

Resource person : narasumber

The interest : kepentingan

Translator : penerjemah

Unresponsive : kurang tanggap

Very expensive : biaya mahal

Walk-in customer : pihak yang memanfaatkan jasa bank

Waste of Time : buang waktu

Wet giving : kewenangan pembentukan

Win-Lose : menang-kalah

(14)

DAFTAR SINGKATAN

ADR : Alternative Dispute Resolution

API : Arsitektur Perbankan Indonesia

APS : Alternatif Penyelesaian Sengketa

ASBANDA : Asosiasi Bank Daerah

ASBISINDO : Asosiasi Bank Syariah Indonesia

ATM : Anjungan Tunai Mandiri

BI : Bank Indonesia

IBI : Ikatan Bankir Indonesia

LMP : Lembaga Mediasi Perbankan

LMPI : Lembaga Mediasi Perbankan Indonesia

MAPS : Mekanisme Alternatif Penyelesaian Sengketa

PBI : Peraturan Bank Indonesia

PERBANAS : Perhimpunan Bank-bank Swasta Indonesia

PIN : Personal Identification Number

PPS : Pilihan Penyelesaian Sengketa

SEBI : Surat Edaran Bank Indonesia

UUPK : Undang-Undang Perlindungan Konsumen

(15)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lembaga perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai nilai

strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga tersebut

dimaksudkan sebagai perantara pihak-pihak yang mempunyai kelebihan dana dengan

pihak-pihak yang kekurangan dana. Oleh karenanya perbankan akan bergerak dalam

kegiatan perkreditan, dan berbagai jasa yang diberikan, bank melayani kebutuhan

pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor

perekonomian.

Hukum perbankan adalah merupakan kumpulan peraturan hukum yang

mengatur kegiatan lembaga keuangan bank yang meliputi segala aspek, dilihat dari

segi esensi, dan eksistensinya, serta hubungannya dengan bidang kehidupan yang

lain. Hukum perbankan itu merupakan sistem karena membentuk suatu kesatuan yang

bersifat kompleks, yang terdiri dari bagian-bagian yang berhubungan satu sama lain,

dan bagian-bagian tersebut bekerja sama untuk mencapai tujuan pokok dari

kesatuannya.1

Perbankan2 menjadi salah satu pilar dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Tonggak kelahiran Undang-undang perbankan mulai disahkan sejak dilahirkannya

1

Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan Di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti,2003), hlm.1-3.

2

(16)

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan yang telah

diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan3 dan selanjutnya diadakan perubahan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 10

Tahun 19984 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan .

Dalam melaksanakan fungsi lembaga perbankan sebagai perantara

pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak-pihak-pihak-pihak yang kekurangan dana maka

menimbulkan adanya hubungan hukum antara bank dengan nasabah. Hubungan

hukum yang terjalin ini dapat menimbulkan suatu friksi yang apabila tidak

diselesaikan dapat berubah menjadi sengketa antara nasabah dengan bank.

Semakin agresifnya perbankan menawarkan sejumlah produknya, seperti

kartu kredit, anjungan tunai mandiri, serta berbagai bentuk kredit dan tabungan

kepada masyarakat luas menyebabkan peluang terjadinya perselisihan semakin

terbuka luas. Pengaduan masyarakat mengenai ketidakpuasan terhadap pelayanan

perbankan juga meningkat.

3

Merupakan suatu fakta historis bahwa proses pembentukan Undang-Undang Perbankan dilakukan pada masa-masa tidak normal, sehingga hal tersebut secara langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap materi undang-undang yang bersangkutan. Karena Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 dibentuk dengan bernuansa liberalisasi perbankan di bawah Paket Deregulasi Oktober 1988 (Pakto 1998), sehingga terdapat ketentuan-ketentuan yang di dalamnya cenderung liberal dan cenderung membela dan menganakemaskan bank. Hal-hal tersebut tercermin dalam ketentuan perbankan sebagai berikut : (1) Perlindungan nasabah kurang; (2) pengaturan kejahatan bank ragu-ragu; (3) Pengaturan rahasia bank overacting; (4) Pengaturan kewajiban bank kurang tegas; (5) Bank terlalu bebas; (6) Pengawasan bank kurang ketat.Lihat Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern, Buku Kesatu, (Bandung: Citra Adytia Bakti,2003), hlm.4.

4

(17)

Lemahnya perlindungan terhadap nasabah terlihat dari semakin banyaknya

kasus yang muncul dalam kaitan dengan perkembangan perbankan. Hal ini juga

semakin jelas terlihat dari banyaknya keluhan nasabah melalui media massa yang

intinya nasabah tidak puas atas pelayanan yang diberikan oleh bank yang tidak sesuai

dengan iklan yang ditawarkan.5

Sengketa dapat terjadi karena tidak ditemukannya titik temu antara para pihak

yang bersengketa. Sengketa ini dapat terjadi diawali karena adanya perasaan tidak

puas dimana ada pihak yang merasa dirugikan dan kemudian perasaan tidak puas ini

menjadi conflict of interest yang tidak terselesaikan sehingga menimbulkan suatu

konflik.6

Penyelesaian konflik hukum tersebut dapat dilakukan melalui dua cara yaitu

melalui proses litigasi dan non litigasi7. Dalam menyelesaikan suatu sengketa hukum dapat ditempuh melalui jalur pengadilan. Konflik hukum antara bank dengan nasabah

ini diselesaikan melalui forum pengadilan untuk memenangkan hak-hak

masing-masing dengan prinsip win-lose. Dalam dunia bisnis menghendaki penyelesaian

sengketa yang efisien dan efektif dimana prosesnya tidak berbeli-belit.

Dewasa ini cara penyelesaian sengketa melalui pengadilan mendapat kritik

yang cukup tajam, baik dari praktisi maupun teoriti hukum. Peran dan fungsi

5

Ronny Sautma Hotma Bako, Hubungan Bank dan Nasabah Terhadap Produk Tabungan dan Deposito (Suatu Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Deposan Di Indonesia Dewasa Ini), ( Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995), hlm.3.

6

Suyud Margono, ADR dan Arbitrase Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2000), hlm.34.

7

(18)

peradilan dianggap mengalami beban yang terlampau padat (overloaded), lamban dan

buang waktu (waste of time), biaya mahal (very expensive) dan kurang tanggap

(unresponsive) terhadap kepentingan umum atau dianggap terlalu formalistik dan

terlampau teknis.8

Pengalaman pahit yang menimpa masyarakat yang memperlihatkan sistem

peradilan yang tidak efektif dan tidak efisien . Penyelesaian perkara memakan waktu

puluhan tahun dan proses bertele-tele, yang dililit upaya hukum yang tidak berujung.9 Banyaknya kelemahan yang terdapat pada pengadilan atau penyelesaian sengketa

melalui jalur litigasi maka banyak kalangan yang berusaha untuk mencari alternatif

lain dalam menyelesaikan sengketa di luar badan-badan pengadilan.10

Di Indonesia alternatif penyelesaian sengketa (alternative dispute

resolution11) diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase

dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 1999 disebutkan bahwa ”alternatif penyelesaian sengketa adalah

lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati

8

Garry Goodpaster, Tinjauan Terhadap Penyelesaian Sengketa: Seri Dasar-dasar Hukum Ekonomi Arbitrase di Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1995), hlm.6.

9

M.Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: Sinar Grafika, 1997 ), hlm.248.

10

Munir Fuady, Arbitrase Nasional (Alternatif Penyelesaian Sengketa), (Bandung: Citra Aditya Bakti,2000), hlm.33.

11

(19)

para pihak yakni penyelesaian sengketa di luar pengadilan dengan cara konsultasi,

negosiasi,mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli”.

Untuk menjaga hubungan hukum yang terjalin antara bank dan nasabah maka

tidaklah berlebihan bila dunia perbankan harus sedemikian rupa menjaga kepercayaan

dari masyarakat dengan memberikan perlindungan hukum terhadap kepentingan

masyarakat, terutama kepentingan dari nasabah bank yang bersangkutan. Dengan

perkataan lain, dalam rangka untuk menghindari kemungkinan terjadinya

kekurangpercayaan masyarakat terhadap dunia perbankan, yang pada saat ini tengah

gencar melakukan ekspansi untuk mencari dan menjaring nasabah, maka

perlindungan hukum bagi nasabah terhadap kemungkinan terjadinya kerugian sangat

diperlukan.12

Dalam pelaksanaan kegiatan usaha perbankan seringkali hak-hak nasabah

tidak dapat terlaksana dengan baik sehingga menimbulkan friksi13 antara nasabah dengan bank yang ditunjukkan dengan munculnya pengaduan nasabah. Pengaduan

nasabah ini apabila tidak dapat terselesaikan dengan baik oleh bank berpotensi

menjadi perselisihan atau sengketa yang pada akhirnya akan dapat merugikan

nasabah dan atau bank.

12

Pada Tahun 1998 terjadi krisis moneter sebagai akibat dilikuidasinya 16 bank pada tanggal 1 November 1997 sehingga perbankan menjadi rush . Hal ini terjadi karena kurang percaya masyarakat terhadap lembaga perbankan dimana kepentingan nasabah kurang memperoleh perhatian yang serius dari pemerintah. Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan, (Bandung: Books Terrace & Library,2005),hlm.326.

13

(20)

Dalam dunia perbankan diperlukan suatu penyelesaian sengketa yang

sederhana, cepat dan murah. Perbankan sebagai salah satu industri jasa keuangan

yang merupakan jantung atau motor penggerak roda perekonomian negara dan yang

bertumpu kepada kepercayaan masyarakat (fiduciary financial institution).

Bank Indonesia memformalisasikan 6 (enam) pilar utama sebagai sasaran

yang ingin dicapai, yaitu: (1) Struktur perbankan yang sehat dan mampu mendorong

pembangunan ekonomi nasional dan berdaya saing internasional; (2) Sistem

pengaturan yang efektif dan mampu mengantisipasi perkembangan pasar keuangan

domestik dan internasional; (3) Sistem pengawasan yang independen dan efektif; (4)

Penguatan kondisi internal industri perbankan; (5) Penciptaan dan penguatan

infrastruktur pendukung industri perbankan; dan (6) Perlindungan dan pemberdayaan

nasabah.14

Untuk melaksanakan visi dan misi tersebut dalam rangka melindungi

kepentingan nasabah Bank Indonesia telah mengeluarkan berbagai Peraturan. Salah

satu perlindungan terhadap hak-hak nasabah yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia

melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor: 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi

Perbankan. Sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor

10/1/PBI/2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor

8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan. Mediasi Perbankan merupakan salah satu

alternatif penyelesaian sengketa yang ditawarkan oleh pihak bank dalam

menyelesaikan perselisihan atau sengketa yang terjadi antara bank dengan nasabah.

14

(21)

Kehadiran mediasi perbankan pada pokoknya dapat menjembatani antara kepentingan

bank dan nasabah sehingga dapat menyelesaikan problem hukum yang terjadi dengan

baik.

Keberadaan lembaga mediasi perbankan ini merupakan suatu bentuk

perlindungan terhadap konsumen. Ini merupakan langkah kebijakan yang akan

diterapkan Bank Indonesia (BI) yang tertuang dalam Arsitektur Perbankan Indonesia.

Payung hukum terhadap mediasi perbankan ini masih dipertanyakan oleh berbagai

ahli hukum. Dan juga masih dipertanyakan independensi dari Bank Indonesia sebagai

pelaksana fungsi mediasi perbankan hingga terbentuknya lembaga mediasi perbankan

yang independen.

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap hak-hak nasabah dalam mediasi

perbankan?

2. Apa manfaat mediasi perbankan sebagai alternatif penyelesaian sengketa

dalam penyelesaian sengketa perbankan?

3. Bagaimana independensi dari Lembaga Mediasi Perbankan (LMP) serta

bagaimana kekuatan hukum dari suatu Akta Kesepakatan yang dihasilkan dari

(22)

C. Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan permasalahan yang akan dikaji, maka yang menjadi

tujuan penelitian tesis ini adalah:

1. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap hak-hak nasabah dalam

mediasi perbankan.

2. Untuk mengetahui manfaat mediasi perbankan sebagai alternatif penyelesaian

sengketa dalam penyelesaian sengketa perbankan.

3. Untuk mengetahui independensi dari Lembaga Mediasi Perbankan (LMP)

serta kekuatan hukum dari suatu Akta Kesepakatan yang dihasilkan dari

proses mediasi.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat teoretis dan praktis. Adapun kedua manfaat

tersebut adalah sebagai berikut:

1. Secara Teoretis

Manfaat penelitian yang bersifat teoretis diharapkan bahwa hasil penelitian

dapat menyumbangkan pemikiran di bidang hukum terutama hukum

perbankan dalam hal penyelesaian sengketa perdata antara bank dengan

nasabah melalui mediasi sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa

antara nasabah dengan bank.

(23)

Manfaat penelitian yang bersifat praktis hasil penelitian ini diharapkan

bermanfaat sebagai bahan masukan bagi kalangan akademisi, praktisi dan

perbankan dalam meyelesaikan sengketa di bidang perbankan antara nasabah

dengan bank.

E. Keaslian Penulisan

Penelitian dengan judul ” Penyelesaian Sengketa Perdata antara Nasabah

dengan Bank Melalui Mediasi Perbankan” yang diketahui berdasarkan penelusuran

atas hasil-hasil penelitian, khususnya di Lingkungan Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara Program Studi Ilmu Hukum, belum pernah dilakukan

penelitian penyelesaian sengketa perdata antara bank dengan nasabah melalui mediasi

perbankan dalam pendekatan dan perumusan masalah yang sama. Jadi penelitian ini

adalah asli karena sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional, objektif dan

terbuka. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara

ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

(24)

Kerangka teori merupakan pendukung membangun atau berupa penjelasan

dan permasalahan yang dianalisis. Teori dengan demikian memberikan penjelasan

dengan cara mengorganisasikan dan mensistematisasikan masalah yang

dibicarakan.15 Menurut M.Solly Lubis, kerangka teori merupakan pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang dapat

menjadi bahan perbandingan dan pegangan teoretis. Hal ini dapat menjadi masukan

eksternal bagi penulis.16

Menurut Radbruch, tugas teori hukum adalah untuk membuat jelas nilai-nilai

hukum dan postulat-postulat hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam.17 Fungsi teori mempunyai maksud dan tujuan untuk memberikan pengarahan kepada

penelitian yang akan dilakukan.

Dalam menjawab berbagai permasalahan dalam penelitian ini maka teori yang

digunakan adalah teori positivisme yuridis (legal positivism). Legal positivism adalah

aliran yang berpandangan bahwa studi tentang wujud hukum seharusnya merupakan

studi tentang hukum yang benar-benar terdapat dalam sistem hukum, dan bukan

hukum yang seyogianya ada dalam kaidah-kaidah moral. 18

15

Satjipto Rahardjo, Mengejar Keteraturan Menemukan Ketidakteraturan (Teaching Order Finding Disorder), Pidato mengakhiri masa jabatan sebagai guru besar tetap pada Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, 15 Desember 2000, hlm.8.

16

M.Solly Lubis, Filsafat Hukum dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju,1994), hlm.80. 17

W.Friedmann, Legal Theory, (New York: Columbia University Press, 1967), hlm.3-4. 18

(25)

Aliran positivis mengatakan ”Kaidah hukum itu hanya bersumber dari

kekuasaan negara yang tertinggi, dan sumber itu hanyalah hukum positif yang

terpisah dari kaidah sosial, bebas dari pengaruh politik,ekonomi,sosial dan budaya”.19

John Austin sebagai salah seorang penganut positivisme menilai bahwa

sumber hukum yang lain adalah sumber hukum yang lebih rendah (subordinate

sources). Hukum identik dengan kekuasaan negara, dan hukum hanyalah hukum

tertulis atau hukum positif saja, dapat menimbulkan kesimpangsiuran dalam

memandang keberadaan hukum yang hidup dalam masyarakat (living law) yang

ternyata sangat diakui. 20

Khuzaifah Dimyati sebagaimana yang dikutip oleh H.R.Otje Salman S. dan

Anton F.Susanto dalam bukunya Teori Hukum menjelaskan bahwa dalam positivisme

yuridis hukum dipandang sebagai suatu gejala tersendiri yang perlu diolah secara

ilmiah. Tujuan positivisme adalah pembentukan struktur-struktur rasional

sistem-sistem yuridis yang berlaku. Sebab hukum dipandang sebagai hasil pengolahan

ilmiah belaka, akibatnya pembentukan hukum makin profesional. Dalam positivisme

yuridis ditambah bahwa hukum adalah sistem yang tertutup (closed logical system)

artinya peraturan dapat dideduksikan dari undang-undang yang berlaku tanpa perlu

meminta bimbingan norma sosial, politik dan moral.21

19

Muchsin, Ikhtisar Ilmu Hukum, (Jakarta: IBLAM, 2006), hlm.138. 20

Ibid,hlm.140. 21

(26)

Positivisme yuridis merupakan suatu ajaran ilmiah tentang hukum.

positivisme menentukan kenyataan dasar sebagai berikut: Pertama, Tata hukum

negara tidak dianggap berlaku karena hukum itu mempunyai dasarnya dalam

kehidupan sosial, bukan juga karena hukum itu bersumber dalam jiwa bangsa

(menurut Von Savigny), bukan juga karena hukum itu merupakan cermin dari suatu

alam. Dalam pandangan positivisme yuridis hukum hanya berlaku, oleh karena itu

mendapat bentuk positifnya dari suatu instansi yang berwenang. Kedua, Dalam

mempelajari hukum hanya bentuk yuridisnya dapat dipandang. Dengan kata lain:

hukum sebagai hukum hanya ada hubungan dengan bentuk formalnya. Dengan ini

bentuk yuridis hukum dipisahkan dari kaidah-kaidah hukum material. Ketiga, Isi

material hukum memang ada, tetapi tidak dipandang sebagai bahan ilmu pengetahuan

hukum, oleh sebab isi ini dianggap variabel dan bersifat sewenang-wenang. Isu

hukum tergantung dari situasi etis dan politik suatu negara, maka harus dipelajari

dalam suatu ilmu pengetahuan lain, bukan dalam ilmu pengetahuan hukum.22

Di samping teori positivisme yuridis juga dipergunakan teori konflik yang

dikemukakan oleh Schuyt, bahwa konflik merupakan situasi yang di dalamnya dua

pihak atau lebih mengejar tujuan-tujuan yang satu dengan yang lain yang tidak dapat

diselesaikan dan dimana mereka dengan daya upaya mencoba dengan sadar

menentang tujuan-tujuan pihak lain.23

22

Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, ( Yogyakarta : Kanisius, 1982), hlm.128-129.

23

(27)

Dalam situasi ini dibedakan antara bentuk-bentuk penyelesaian sengketa

secara yuridis dan non yuridis penyelesaian konflik dapat timbul ke permukaan dalam

berbagai bentuk seperti melalui musyawarah atau perundingan. Kedua belah pihak

yang berada dalam konflik dapat menyelesaikan secara internal. Jadi kedua belah

pihak memiliki kebebasan untuk menyelesaikan konflik tersebut dengan baik.

Menurut Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa :

Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam arti, ditentukan keleluasaan dalam masyarakat itu bisa disebut sebagai hak, melainkan hanya kekuasaan tertentu saja, yaitu yang diberikan oleh hukum kepadanya.24

Achmad Ali mendefinisikan:

Konflik adalah setiap situasi di mana dua atau lebih pihak yang memperjuangkan tujuan-tujuan pokok tertentu dari masing-masing pihak, saling memberikan tekanan dan satu sama lain gagal mencapai satu pendapat dan masing-masing pihak saling berusaha untuk memperjuangkan secara sadar tujuan-tujuan pokok mereka.25

Persengketaan hukum merupakan salah satu wujud dari konflik pada

umumnya. Salah satu fungsi hukum adalah untuk menyelesaikan konflik di dalam

masyarakat, sebagaimana yang dikemukakan oleh Harry C.Bredemeier:

The function of the law is the orderly resolution of conflicts. As this implies, ’the law’(the clearest model of which I shall take to be the court system) is brought into operation after there has been a conflict. Someone claims that his interests have been violated by someone else. The court’s task is to render a decision that will prevent the conflict – and all potential conflicts like it – from disrupting productive cooperation…26

24

Hermansyah, op.cit, hlm.131. 25

Achmad Ali, op.cit., hlm.64. 26

(28)

Menurut Bredemeier, fungsi hukum adalah menertibkan pemecahan

konflik-konflik. Secara tidak langsung hukum baru berfungsi setelah ada konflik-konflik. Yaitu jika

seseorang mengklaim bahwa kepentingan-kepentingannya telah diganggu oleh orang

lain. Sering dikemukakan bahwa pembicaraan tentang hukum barulah dimulai apabila

terjadi suatu konflik antara dua pihak yang kemudian diselesaikan dengan bantuan

pihak ketiga.

Gary Goodpaster dalam ”Tinjauan terhadap penyelesaian Sengketa” dalam

buku Arbitrase di Indonesia mengatakan:

Setiap masyarakat memiliki berbagai macam cara untuk memperoleh kesepakatan dalam proses perkara atau untuk menyelesaikan sengketa dan konflik. Cara yang dipakai pada suatu sengketa tertentu jelas memiliki konsekuensi, baik bagi para pihak yang bersengketa maupun masyarakat dalam arti seluas-luasnya. Karena adanya konsekuensi itu, maka sangat diperlukan untuk menyalurkan sengketa-sengketa tertentu kepada suatu mekanisme penyelesaian sengketa yang paling tepat bagi mereka. 27

Hal ini berarti dalam penyelesaian suatu konflik terdapat berbagai cara yang

dapat ditempuh oleh seseorang ataupun masyarakat. Setiap penyelesaian sengketa

mempunyai konsekuensi yang berbeda-beda. Oleh karena itu dalam suatu proses

penyelesaian sengketa harus diperhatikan juga kebiasaan masyarakat setempat

sehingga diperoleh suatu penyelesaian sengketa yang tepat .

Alternative Dispute Resolution (ADR) merupakan suatu istilah asing yang

perlu dicarikan padanannya dalam bahasa Indonesia. Berbagai istilah dalam bahasa

Indonesia telah diperkenalkan dalam berbagai forum oleh berbagai pihak, seperti

27

(29)

Pilihan Penyelesaian Sengketa (PPS)28, Mekanisme Alternatif Penyelesaian Sengketa

(MAPS), pilihan penyelesaian sengketa di luar pengadilan, dan mekanisme

penyelesaian sengketa secara kooperatif.

ADR sering diartikan sebagai alternative to litigation dan alternative to

adjudication. Pemilihan terhadap salah satu dari dua pengertian tersebut

menimbulkan implikasi yang berbeda. Apabila pengertian pertama yang menjadi

acuan (alternative to litigation), seluruh mekanisme penyelesaian sengketa di luar

pengadilan, termasuk arbitrase, merupakan bagian dari ADR. Apabila ADR (di luar

litigasi dan arbitrase) merupakan bagian dari pengertian ADR sebagai alternative to

adjudication dapat meliputi mekanisme penyelesaian sengketa yang bersifat

konsensus atau kooperatif seperti halnya negosiasi, mediasi, dan konsiliasi. Dilihat

dari perkembangan ADR di Amerika Serikat, maka ADR yang dimaksud adalah

ADR sebagai alternative to adjudication. Hal ini disebabkan keluaran (outcome)

adjudication baik pengadilan maupun arbitrase cenderung menghasilkan ”win-lose”,

bukan ”win-win”, sehingga solusi yang dapat diterima kedua belah pihak yang

bersengketa (mutual acceptable solution) sangat kecil tercapai.29

Istilah ADR memberi kesan bahwa pengembangan mekanisme penyelesaian

sengketa secara konsensus hanya dapat dilakukan di luar pengadilan (out court),

sedangkan saat ini dibutuhkan juga dalam pengadilan (court annexed atau court

28

Lihat Undang-Undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH memperkenalkan dan memberikan sarana penyelesaian lingkungan hidup di luar pengadilan (ADR), didayagunakan/ diefektifkan sebagai pilihan penyelesaian sengketa lingkungan hidup secara alternatif.

29

(30)

connected). Beragam pengertian ADR dilandasi oleh pertimbangan psikologis untuk

mendapatkan dukungan terhadap penyelesaian melalui ADR dari pihak pengadilan.

ADR seolah-olah merupakan jawaban kegagalan pengadilan memberikan akses

keadilan bagi masyarakat sehingga pemasyarakatan istilah ini megundang rasa tidak

aman kecemburuan bagi insan pengadilan.30

Altschul yang dikutip oleh H.Priyatna Abdurrasyid dalam bukunya ”Arbitrase

dan Alternatif Penyelesaian Sengketa” mengatakan bahwa ADR ialah ”a trial of a

case before a private tribunal agreed to by the parties so as to save legal costs, avoid

publicity, and avoid lengthy trial delays”. Altschul mengatakan bahwa alternatif

penyelesaian sengketa ialah suatu pemeriksaan sengketa oleh majelis swasta yang

disepakati oleh para pihak dengan tujuan menghemat biaya perkara, meniadakan

publisitas dan meniadakan pemeriksaan yang bertele-tele, sedangkan Phillp

D.Bostwick (going private with the juficial system: 1995) mengatakan bahwa

Alternative Dispute Resolution (ADR) adalah:” Sebuah perangkat pengalaman dan

teknik hukum yang bertujuan :31

a) Menyelesaikan sengketa hukum di luar pengadilan demi keuntungan para

pihak.

b) Mengurangi biaya litigasi konvensional dan pengunduran waktu yang biasa

terjadi.

c) Mencegah terjadinya sengketa hukum yang biasanya diajukan ke pengadilan.

30 Ibid. 31

(31)

Jacqueline M.Nolan-Haley menjelaskan bahwa ADR “is umbrella term which

refers generally to alternatives to court adjudication of dispute such an negotiation,

mediation, arbitration, mini trial and summary jury trial”.32 Di sini Jacqueline

M.Nolan – Haley menekankan bahwa penyelesaian sengketa alternatif itu sebagai

istilah protektif yang merujuk secara umum kepada alternatif-alternatif ajudikasi

pengadilan atas konflik, tanpa menyinggung konsiliasi sebagai bentuk penyelesaian

sengketa alternatif.

Blacks Law Dictionary menjelaskan ADR adalah:

Terms refers to procedures setting dispute by means other than litigation; e.g. by arbitration, mediation, mini-trial. Such procedures which are usually less costly and more expeditious, are increasingly being used in commercial and labor dispute, divorcee action, in resolving motor vehicle and medical malpractice tort claims, and in other dispute that would likely otherwise involve court litigation.33

Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa, Alternatif Penyelesaian Sengketa diartikan sebagai

lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati

para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsiliasi, mediasi,

konsolidasi, atau penilaian ahli (Pasal 1 angka 10).

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa ADR atau APS adalah suatu proses

penyelesaian sengketa dimana para pihak yang bersengketa dapat membantu atau

32

Jacqueline M.Nolan-Haley, Alternative Dispute Resolution In Arbitration Nushell, (ST.Paul, Minn: West Publishing Co, 1992), hlm.1-2.

33

(32)

dilibatkan dalam menyelesaikan suatu sengketa yang terjadi atau melibatkan pihak

ketiga yang netral.

2.Kerangka Konsepsi

Untuk menghindarkan kesalahpahaman atas berbagai istilah yang

dipergunakan, maka di bawah ini akan dijelaskan maksud dari istilah-istilah berikut:

1) Sengketa adalah permasalahan yang diajukan nasabah atau perwakilan

nasabah kepada penyelenggara mediasi perbankan, setelah melalui proses

penyelesaian pengaduan oleh Bank sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank

Indonesia tentang penyelesaian tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah.34 2) Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam

bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk

kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup

rakyat banyak.35

3) Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank, termasuk pihak yang

tidak memiliki rekening namun memanfaatkan jasa bank untuk melakukan

transaksi keuangan (walk-in customer).36

4) Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa yang melibatkan mediator untuk

membantu para pihak yang bersengketa guna mencapai penyelesaian dalam

34

Pasal 1 angka 4 PBI Nomor 8/5/PBI/2006. 35

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. 36

(33)

bentuk kesepakatan sukarela terhadap sebagian ataupun seluruh permasalahan

yang disengketakan.37

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian dalam tesis ini adalah deskriptif analitis. Penelitian yang

bersifat deskriptif analitis merupakan suatu penelitian yang menggambarkan,

menelaah, menjelaskan, dan menganalisis suatu peraturan hukum.38

Penelitian ini mempergunakan metode yuridis normatif, dengan pendekatan

yang bersifat kualitatif. Metode penelitian yuridis normatif adalah metode penelitian

yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan

perundang-undangan.39 Dalam penelitian yuridis normatif yang dipergunakan adalah merujuk pada sumber bahan hukum, yakni penelitian yang mengacu pada norma-norma

hukum yang terdapat dalam berbagai perangkat hukum.

2. Sumber Data

Adapun data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library

research) bertujuan untuk mendapatkan konsep-konsep, teori-teori dan

informasi-informasi serta pemikiran konseptual dari peneliti pendahulu baik berupa peraturan

37

Pasal 1 angka 5 PBI Nomor 8/5/PBI/2006. 38

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press,1986), hlm.63 39

(34)

perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya. Data sekunder Penelitian yang

digunakan terdiri dari :40

1) Bahan hukum primer yakni bahan hukum yang terdiri dari aturan hukum yang

terdapat pada berbagai perangkat hukum atau peraturan perundang-undangan.

2) Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari buku teks,

jurnal-jurnal, pendapat sarjana, dan hasil-hasil penelitian.

3) Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau

penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti

kamus hukum, ensiklopedia,dan lain-lain.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan penelitian kepustakaan (library

research), yaitu dengan meneliti sumber bacaan yang berhubungan dengan topik

dalam tesis ini, seperti: Buku-buku hukum, majalah hukum, artikel-artikel, pendapat

para sarjana, dan bahan-bahan lainnya.

4. Analisis Data

Seluruh data yang sudah diperoleh dan dikumpulkan selanjutnya akan ditelaah

dan dianalisis secara kualitatif dengan mempelajari seluruh jawaban kemudian diolah

dengan menggunakan metode deduktif dan terakhir dilakukan pembahasan untuk

menyelesaikan permasalahan yang ada. Dengan demikian kegiatan analisis ini

diharapkan akan memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitian ini.

40

(35)

BAB II

TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH BANK

A. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Dalam Hukum Perbankan

Hukum perbankan sebagai suatu sistem41. Jika dilihat dalam perspektif sistem

sebagai entitas, maka hukum perbankan diartikan sebagai kumpulan peraturan hukum

yang merupakan satu kesatuan yang masing-masing unsurnya berkaitan satu sama

lain dan bekerja sama secara aktif untuk mencapai tujuan keseluruhan dari hukum per

bankan. Unsur sistem hukum perbankan yang dimaksudkan adalah peraturan hukum

(norma), asas-asas hukum42, dan pengertian-pengertian hukum yang terdapat di

dalamnya. Unsur hukum tersebut dibangun di atas tertib hukum, sehingga terdapat

keharmonisan di dalam atau di luarnya, dan dapat dihindarkan adanya tumpang tindih

(overlapping) di antara unsur-unsur yuridis tersebut. Kalau terjadi konflik mengenai

41

Tujuan hukum yang kompleks hanya mungkin diwujudkan secara baik dan nyata jika proses hukum berlangsung dengan baik dan stabil. Proses yang baik dan stabil ini hanya mungkin berlangsung jika setiap komponen hukum berfungsi dengan baik dan benar. Maka ketika pembahasan menyentuh kedua aspek hukum ini, aspek fungsi dan prosesnya, pembicaraan tidak lagi dapat dihindarkan dari keharusan untuk membicarakan totalitas dari keseluruhan komponen sistem hukum itu, dan satu-satunya pendekatan yang dapat memenuhi kebutuhan ini adalah pendekatan sistem atau teori sistem hukum.Lili Rasjidi, I.B.Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, (Bandung: Mandar Maju, 2003), hlm.185.

42

(36)

persoalan perbankan, maka solusinya adalah melalui asas hukum yang terdapat dalam

sistem hukum perbankan itu sendiri.43

Sebagai suatu sistem hukum, hukum perbankan didasarkan kepada asas-asas

hukum antara lain, asas demokrasi ekonomi, asas kepercayaan, asas kehati-hatian,

asas pemerataan, asas kesejahteraan, asas-asas dalam hukum kontrak, asas-asas dalam

hukum perkreditan, dan asas-asas dalam hukum jaminan. Asas-asas tersebut terletak

pada masing-masing graduasinya yakni asas idiil, asas konstitusionil, asas politis, dan

asas teknis operasional. Asas-asas ini yang berfungsi untuk menganyam sistem

hukum perbankan dan sebagai pedoman kerja untuk melaksanakan norma hukum

perbankan serta penyelesaian konflik. Tanpa adanya ikatan asas-asas tersebut, hukum

perbankan akan mengalami ketidakjelasan dalam mencapai cita-cita dan tujuannya,

dan dapat mengakibatkan terjadinya collapse bagi norma-norma hukum perbankan.44 Dalam kerangka berpikir yuridis, perlindungan hukum dapat diartikan sebagai

perlindungan hak-hak nasabah. Perlindungan ini diberikan oleh suatu peraturan

perundang-undangan yang ditujukan kepada pihak yang melanggar hak tersebut

yakni bank dan pihak ketiga. Dalam kacamata hukum positif perlindungan hukum

terhadap hak-hak nasabah seharusnya diatur dalam undang-undang. 45

43

Tan Kamello, Karakter Hukum Perdata Dalam Fungsi Perbankan Melalui Hubungan Antara Bank Dengan Nasabah, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Hukum Perdata pada Fakultas Hukum diucapkan di hadapan Rapat Terbuka Universitas Sumatera Utara, Medan, 2 September 2006, hlm.6.

44

Tan Kamello, Mediasi Perbankan, Disajikan dalam Diskusi Terbatas, Kerjasama Bank Indonesia Dan Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana USU, tanggal 21 Desember 2006, hlm.2.

45

(37)

Perlindungan hukum adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian

hukum untuk memberi perlindungan kepada setiap objek hukum. Menurut sistem

perbankan Indonesia, perlindungan terhadap nasabah penyimpan dana, dapat

dilakukan melalui dua cara, yakni Perlindungan secara implisit (implicit deposit

protection) dan perlindungan secara eksplisit (explicit deposit protection), yaitu

perlindungan diperoleh melalui pembentukan lembaga yang menjamin simpanan

masyarakat.46

Perlindungan secara implisit (implisit deposit protection), yaitu perlindungan

yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang dapat

menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank. Perlindungan ini yang diperoleh

melalui : (1) peraturan perundang-undangan di bidang perbankan, (2) perlindungan

yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan yang efektif, yang dilakukan oleh

Bank Indonesia, (3) upaya menjaga kelangsungan usaha bank sebagai sebuah

lembaga pada khususnya dan perlindungan terhadap sistem perbankan pada

umumnya, (4) memelihara tingkat kesehatan bank, (5) melakukan usaha sesuai

dengan prinsip kehati-hatian, (6) cara pemberian kredit yang tidak merugikan bank

dan kepentingan nasabah, dan (7) menyediakan informasi risiko kepada nasabah. 47 Perlindungan secara eksplisit (Explicit deposit protection), yaitu perlindungan

melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, sehingga

46

BPHN, Departemen Kehakiman-RI Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank, (Jakarta: BPHN, 1993/1994), hlm.53.

47

(38)

apabila bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut yang akan mengganti dana

masyarakat yang disimpan pada bank yang gagal tersebut. Perlindungan ini diperoleh

melalui pembentukan lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, sebagaimana

diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin

Simpanan. 48

Beberapa mekanisme yang dipergunakan dalam rangka perlindungan nasabah bank

adalah sebagai berikut:49 1) Pembuatan Peraturan Baru

Lewat pembuatan peraturan baru di bidang perbankan atau merevisi peraturan

yang sudah ada merupakan salah satu cara untuk memberikan perlindungan

kepada nasabah suatu bank. Banyak peraturan yang secara langsung maupun tidak

langsung yang bertujuan melindungi nasabah. Akan tetapi, lebih banyak lagi

diperlukan seperti itu dari apa yang terdapat dewasa ini.

2) Pelaksanaan Peraturan yang Ada

Salah satu cara lain untuk memberikan perlindungan kepada nasabah adalah

dengan melaksanakan peraturan yang ada di bidang perbankan secara lebih ketat

oleh pihak otoritas moneter, khususnya peraturan yang bertujuan melindungi

nasabah sehingga dapat dijamin law enforcement yang baik. Peraturan perbankan

tersebut harus ditegakkan secara objektif tanpa melihat siapa direktur, komisaris,

atau pemegang saham dari bank yang bersangkutan.

48 Ibid. 49

(39)

3) Perlindungan Nasabah Deposan Lewat Lembaga Asuransi Deposito

Perlindungan nasabah, khususnya nasabah deposan melalui lembaga asuransi

deposito yang adil dan predictable ternyata dapat juga membawa hasil yang

positif.

4) Memperketat Perizinan Bank

Memperketat pemberian izin untuk suatu pendirian bank baru adalah salah satu

cara agar bank tersebut agar bank tersebut kuat dan qualified sehingga dapat

memberikan keamanan bagi nasabahnya.

5) Memperketat Pengaturan di Bidang Kegiatan Bank

Ketentuan yang menyangkut kegiatan bank banyak juga yang secara langsung

atau tidak langsung bertujuan untuk melindungi pihak nasabah.

Pengaturan-pengaturan tersebut misalnya ketentuan mengenai permodalan, manajemen,

aktiva produktif, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan kesehatan bank.

6) Memperketat Pengawasan Bank

Dalam rangka meminimalkan risiko yang ada dalam bisnis bank, maka pihak

otoritas, khususnya Bank Indonesia (juga dalam hal ini Menteri Keuangan) harus

melakukan tindakan pengawasan dan pembinaan terhadap bank-bank yang ada,

baik terhadap bank-bank pemerintah maupun terhadap bank swasta. Hanya saja

perlu diperhatikan di sini bahwa sebagai pengawas, Bank Indonesia tidak dapat

mencampuri secara langsung urusan intern dari bank yang diawasinya itu. Sebab,

(40)

Karena itu, harus jelas batas-batas dari ikut campur tangan Bank Indonesia

sehingga tidak mengambil porsi kewenangan dari pengurus bank tersebut.

Undang-Undang Perbankan tidak mengatur secara khusus hak-hak nasabah,

baik nasabah debitur maupun hak nasabah kreditur. Seharusnya Undang-Undang

Perbankan mengatur secara khusus tentang hak-hak nasabah, dan bukan diatur dalam

peraturan yang lebih rendah dari undang-undang. Perlindungan hukum bagi nasabah

seharusnya sudah dilakukan pada tahap pra kontrak sampai dengan pelaksanaan

kontrak. Pada tahap pra kontrak, pihak bank dalam menjalankan usahanya selalu

menawarkan, mempromosikan dan mengiklankan produk-produk bank yang cukup

menggiurkan. Tujuannya adalah untuk menarik konsumen bank agar memasuki ruang

kontrak sehingga terdapat keterikatan antara nasabah dengan banknya. Ketika

hubungan hukum antara nasabah dengan banknya mulai tercipta, maka sejak

momentum itu terbuka konflik hukum antar para pihak.50

Dalam sistem hukum perbankan Indonesia, pihak nasabah dibiarkan sendiri

terlunta-lunta tanpa suatu perlindungan yang predictable dan reasonable. Karena itu,

salah satu masalah yang sering dikeluhkan terus-menerus adalah tidak adanya atau

kurangnya perlindungan terhadap nasabah jika berhubungan dengan bank, baik

nasabah debitur, nasabah deposan, maupun nasabah nondebitur-nondeposan. Dalam

beberapa kasus spektakuler yang pernah terjadi di Indonesia, seperti kasus likuidasi

Bank Summa (1984), Kasus Pidana Bank Majapahit (1983), dan kasus likuidasi 16

(enam belas) bank bermasalah (akhir tahun 1997) menunjukkan bahwa kedudukan

50

(41)

para nasabah masing-masing bank tersebut sangat krusial dan tidak terlindungi oleh

hukum. Dalam kasus-kasus biasa lainnya sehari-hari, kedudukan nasabah bank

bahkan lebih kritis berhubung tidak banyak mendapat sorotan dari masyarakat dan

kurang mendapat tanggapan dari pihak otoritas moneter yang berwenang.51

Perlindungan hukum dalam transaksi perbankan, merupakan hal yang patut

dikedepankan agar kepentingan para pihak dapat dilindungi. Wujud perlindungan

hukum pada dasarnya merupakan upaya penegakan hukum. Penegakan hukum secara

konsepsional merupakan kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang

terjabarkan dalam kaidah-kaidah. Upaya penegakan hukum tidak terlepas dari cita

hukum yang dianut dalam masyarakat yang bersangkutan ke dalam perangkat

berbagai aturan hukum positif, lembaga hukum dan proses (prilaku birokrasi

pemerintahan dan warga masyarakat). Dalam menegakkan hukum terdapat tiga unsur

yang harus diperhatikan yaitu unsur keadilan, unsur kemanfaatan dan unsur kepastian

hukum.52

Kemajuan teknologi perbankan di Indonesia belakangan ini, membawa

konsekuensi masalah yang dialami konsumen perbankan berkisar pada penerapan

teknologi tersebut, misalnya penggunaan mesin ATM (Automated Teller Machine)

atau Anjungan Tunai Mandiri. Masalah yang dialami nasabah adalah mengenai

penarikan tunai (cash advenced) melalui ATM yang tidak dilakukan nasabah, tetapi

51

Munir Fuady, op.cit., hlm.99. 52

(42)

tercantum dalam perincian tagihan (billing statement) yang disampaikan pihak bank

kepada nasabah. Padahal hanya pihak bank dan nasabah saja yang tahu nomor PIN

(Personal Identification Number) kartu ATM nasabah yang bersangkutan. Yang

mengemuka di sini, kemajuan teknologi perbankan sepintas hanya memberikan

keamanan pada pihak bank saja, sedangkan tidak demikian halnya bagi nasabah.

Sehingga ide pelayanan terhadap konsumen khususnya nasabah melalui teknologi

perbankan hanya menjadi semacam lip service saja.53

Perselisihan yang terjadi antara nasabah dan bank sebenarnya tidak

semata-mata masalah kartu kredit. Bank Indonesia mencatat, sengketa bank dan nasabah

meliputi masalah dana, kredit, ATM, kartu kredit, ataupun electronic banking

(e-banking). Yang menjadi masalah terbesar adalah masalah kartu kredit dan ATM.

Kasus-kasus ini sering kali terjadi karena banyak hal, antara lain kurang cermatnya

nasabah dalam menggunakan dan menjaga keamanan kartu kredit dan ATM-nya.

Untuk kartu kredit masalah yang sering dihadapi nasabah mulai dari masalah surat

penagihan hingga datangnya debt collector yang dirasakan sudah mengancam

keberadaan nasabah.54

Dalam Undang-undang Perbankan tidak ada ketentuan yang secara khusus

mengatur masalah perlindungan hukum terhadap simpanan nasabah. Dalam Pasal 29

53

Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya, (Bandung : Citra Aditya Bakti,2003), hlm.43.

54

(43)

ayat (1) Undang-undang Perbankan hanya disebutkan, pembinaan dan pengawasan

bank dilakukan oleh Bank Indonesia. 55

Hal ini memberi konsekuensi bagi BI untuk lebih efektif dalam melakukan

pembinaan dan pengawasan bank. Sebagai lembaga pembina dan pengawas

perbankan di Indonesia, BI mempunyai peran yang besar dalam usaha melindungi

dan menjamin agar nasabah tidak melakukan tugas dan kewenangannya untuk

mengawasi pelaksanaan ketentuan perundang-undangan oleh seluruh bank yang

beroperasi di Indonesia. Pengawasan yang efektif dan baik merupakan langkah

preventif dalam meminimalisasi kasus-kasus kerugian nasabah karena tindakan

bank.56

Tak dilindunginya konsumen sebagai nasabah, sudah terasa sejak konsumen

pertama kali berhubungan dengan bank. Hubungan keduanya tidak seimbang.

Apalagi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sama sekali tidak

mengenal defenisi/rumusan nasabah. Ketika konsumen menjadi kreditur dalam

bentuk giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan atau bentuk lain yang

dipersamakan, tak ada agunan apapun yang diberikan bank kepada konsumen, kecuali

modal kepercayaan.57

Pada tahun 1998 melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

diintroduksilah rumusan nasabah dalam Pasal 1 angka 16 , yaitu pihak yang

55

Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, (Bandung: Mandar Maju, 2000), hlm.65. 56

Syafruddin Kalo, op.cit., hlm.10. 57

(44)

menggunakan jasa bank. Rumusan ini kemudian diperinci pada angka berikutnya,

sebagai berikut:

“Nasabah penyimpan dana adalah nasabah yang menempatkan dananya di

bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah

yang bersangkutan”. (Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998).

“Nasabah debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau

pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang dipersamakan dengan itu

berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan”. (Pasal 1

angka 18 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998).

Posisi konsumen sangatlah lemah dibandingkan dengan posisi bank.

Undang-Undang Perbankan mengatur masalah perlindungan nasabah secara sumir. Itu

tercermin dalam wewenang Bank Indonesia dalam melakukan pembinaan dan

pengawasan bank. Artinya perlindungan terhadap konsumen sebagai nasabah bank,

tidak dapat dipisahkan dari upaya menjaga kelangsungan bank dalam sistem

perbankan nasional. Perlindungannya tidak diatur secara tegas/eksplisit.58

Perlindungan nasabah ini perlu berkaitan dengan pembentukan sebuah sistem

perbankan yang mantap, dan akhirnya bermuara pada sebuah sistem perbankan yang

efisien, kuat, dan mantap guna menciptakan stabilitas sistem keuangan yang

mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itu perbankan dan nasabah

58

(45)

harus memiliki hubungan yang setara untuk mendukung sistem perbankan yang

sehat.

B. Perlindungan Dan Pemberdayaan Nasabah Bank Dalam Arsitektur Perbankan Indonesia

Sejak Januari 2004 Bank Indonesia telah memiliki sebuah blueprint mengenai

tatanan industri perbankan ke depan, yaitu Arsitektur Perbankan Indonesia. Arsitektur

Perbankan Indonesia (API) adalah sebuah istilah baru di bidang perbankan nasional,

tetapi sebelum itu telah dikenal beberapa istilah lain yang mempunyai arti dan tujuan

relatif sama, yaitu blueprint perbankan, landscape perbankan, stratifikasi perbankan,

atau pemetaan perbankan nasional. 59

Tujuan utama Arsitektur Perbankan Indonesia adalah untuk menciptakan

perbankan yang sehat, kuat, dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem

keuangan dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Mengenai

pentingnya keberadaan Arsitektur Perbankan Indonesia menurut Burhanuddin

Abdullah secara kontekstual didasarkan pada tiga alasan, yaitu pertama, bank masih

merupakan institusi penting bahkan terpenting dalam menyediakan sumber dana

untuk dunia usaha. Fungsi financial intermediary bank, yakni kemampuan untuk

mengumpulkan dana masyarakat untuk kemudian membiayai pembangunan ekonomi,

menyebabkan perbankan menjadi industri yang penting. Kedua, industri perbankan

59

(46)

memiliki potensi risiko yang dapat memicu instabilisasi perekonomian suatu negara

bahkan perekonomian global. Ketiga, Arsitektur Perbankan Indonesia juga

menggambarkan upaya Bank Indonesia selaku otoritas perbankan untuk lebih

transparan dalam kebijakan perbankannya dan merupakan salah satu bentuk dari

adanya peningkatan good governance di pihak Bank Indonesia.60

Arsitektur Perbankan Indonesia pada hakekatnya merupakan sebuah rancang

bangun perbankan nasional jangka panjang. Untuk mewujudkan rancang bangun

yang dikehendaki tersebut, Bank Indonesia mengidentifikasi adanya enam pilar yang

telah dijabarkan dan diimplementasikan secara bertahap, yaitu:61 1. Struktur perbankan yang sehat;

2. Sistem pengaturan yang efektif;

3. Sistem pengawasan yang independen dan efektif;

4. Industri perbankan yang kuat;

5. Industri pendukung yang mencukupi;

6. Perlindungan nasabah.

Jika selama ini Bank Indonesia selalu berpijak pada Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 1998 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank

Indonesia sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004

60

Ibid., hlm.180-181. 61

(47)

dalam pengaturan aspek kehati-hatian bank, maka dengan telah berlaku efektifnya

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sejak tahun

2001 aspek pengaturan perbankan pun harus diperluas dengan aspek perlindungan

dan pemberdayaan nasabah sebagai konsumen pengguna jasa perbankan. Apabila

dilihat dari masa berlaku efektifnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut UUPK) yaitu tahun 2001, maka

sepintas terlihat bahwa Bank Indonesia kurang merespons pemberlakukan

undang-undang tersebut. Namun demikian hal ini bukan berarti perlindungan dan

pemberdayaan nasabah tidak diperhatikan oleh Bank Indonesia.

Pada satu sisi, UUPK tersebut diberlakukan pada saat Bank Indonesia sedang

berupaya keras untuk melakukan perbaikan-perbaikan pada sistem perbankan,

termasuk di dalamnya rekapitalisasi perbankan dan penyempurnaan berbagai

ketentuan yang menyangkut aspek kehati-hatian. Sementara itu pada sisi lainnya

Bank Indonesia sejak awal tahun 2002 mulai menyusun cetak biru sistem perbankan

nasional yang salah satu aspek di dalamnya tercakup upaya untuk melindungi dan

memberdayakan nasabah. Upaya ini kemudian berlanjut dan dituangkan menjadi pilar

keenam dalam API yang mencakup empat aspek, yaitu mekanisme pengaduan

(48)

dan edukasi nasabah. Keempat aspek tersebut dituangkan ke dalam empat program

API, yaitu:62

a. Penyusunan standar mekanisme pengaduan nasabah

b. Pembentukan lembaga mediasi perbankan independen

c. Penyusunan standar transparansi informasi produk

d. Peningkatan edukasi nasabah

Keempat program di atas saling terkait satu sama lain dan secara

bersama-sama akan dapat meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan hak-hak nasabah.

Secara ideal, implementasi program-program di atas seharusnya dimulai dengan

memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai kegiatan usaha dan produk-produk

keuangan dan perbankan. Edukasi ini selain untuk memperluas wawasan masyarakat

mengenai industri perbankan juga ditujukan untuk mendorong peningkatan taraf

hidup masyarakat melalui pengenalan perencanaan keuangan dan perbankan.

Langkah selanjutnya setelah edukasi adalah dilaksanakannya transparansi mengenai

karakteristik produk-produk keuangan dan perbankan. Transparansi ini penting

dilakukan agar masyarakat yang berkeinginan untuk menjadi nasabah (calon nasabah)

bank mendapatkan informasi yang cukup memadai mengenai manfaat, risiko, dan

biaya-biaya yang terkait dengan suatu produk tertentu sehingga keputusan untuk

62

(49)

memanfaatkan produk tersebut sudah melalui pertimbangan yang matang dan sesuai

dengan kebutuhan calon nasabah.63

Tidak kalah pentingnya dalam upaya peningkatan dan pemberdayaan nasabah

ini adalah keberadaan infrastruktur di bank untuk menangani dan menyelesaikan

berbagai keluhan dan pengaduan nasabah. Dalam hal ini, bank harus merespon setiap

keluhan dan pengaduan yang diajukan nasabah, khususnya yang terkait dengan

transaksi keuangan yang dilakukan nasabah melalui bank tersebut. Untuk

menghindari berlarut-larutnya penanganan pengaduan nasabah, diperlukan standar

waktu yang jelas dan berlaku secara umum di setiap bank dalam menyelesaikan

setiap pengaduan nasabah. Standar waktu ini harus ditentukan sedemikian rupa

sehingga dapat dipenuhi dengan baik oleh bank dan tidak menimbulkan kesan bahwa

pengaduan tidak ditangani dengan semestinya oleh bank.64

Walaupun secara ideal program-program perlindungan dan pemberdayaan

nasabah seharusnya dimulai dengan edukasi kepada masyarakat, Bank Indonesia

merasa perlu untuk memprioritaskan program-program lainnya terlebih dahulu, yaitu

penanganan pengaduan nasabah, transparansi informasi produk perbankan, dan

pembentukan lembaga mediasi perbankan independen.

Penerbitan PBI Nomor 7/6/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang

”Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah” dan

PBI Nomor 7/7/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Penyelesaian Pengaduan

63 Ibid. 64

Gambar

Tabel 2: Kasus Mediasi Yang Ditangani Bank Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

penyedia Instalasi Biogas dengan Kuafikasi Usaha Kecil Kuafikasi Usaha Kecil Kuafikasi Usaha Kecil Kuafikasi Usaha Kecil , Sub Bidang Alat peralatan/suku Alat

Berdasarkan hasil pembahasan, maka telah dikembangkan aplikasi android perwalian dan simeru dengan pendekatan Test Driven Development yang dapat digunakan mahasiswa

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan penguasaan kemampuan matematika siswa pada materi fungsi, dan mendeskripsikan kemampuan penalaran dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa gelombang internal dibangkitkan pada daerah Kepulauan Sulu dan Sangihe-Talaud dengan nilai konversi energi lebih dari 10 -3 Wm -2

[r]

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan serta analisis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka pada bab ini penulis akan menarik kesimpulan dari hasil

Apabila posisi-posisi tersebut melebihi daerah batas penelusuran yang telah ditentukan, yaitu batas kiri, batas atas, batas kanan dan batas bawah maka nilai integer warna diisi

Klausa yang menyatakan hubungan waktu yang tepat untuk mengisi bagian rumpang dalam paragraf di atas adalah ….. sebelum pasukan Belanda sampai ke