PERSEPSI NARAPIDANA TERHADAP POLA
PEMBINAAN DI RUMAH TAHANAN NEGARA
KLAS II-B SIDIKALANG
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Disusun Oleh:
EDWIN CH. SIRAIT 02 0902 016
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAAN SOSIAL
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh: HALAMAN PERSETUJUAN
NAMA : EDWIN CH. SIRAIT
NIM : 020902016
DEPARTEMEN : ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL JUDUL : PERSEPSI NARAPIDANA TERHADAP POLA PEMBINAAN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS II-B SIDIKALANG
MEDAN, SEPTEMBER 2007 PEMBIMBING
(Dra. Tuti Atika, M.SP) NIP. 131 762 436
KETUA DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
(Drs. Matias Siagian, M.Si) NIP. 132 054 339
DEKAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTEAAN SOSIAL
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Sidang Departemen Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara
Hari : Selasa
Tanggal : 06 November 2007 Pukul : 11.30 – 12.30 WIB
Tempat : Ruang Sidang FISIP USU
Tim Penguji
Abstrak Edwin CH. Sirait
02 0902 016
Persepsi Narapidana Terhadap Pola Pembinaan Di Rumah Tahanan Negara Klas II-B Sidikalang
Orang yang berkonflik dengan hukum yang akhirnya mendekam di Lembaga Pemasyarakatan ataupun Rumah Tahanan Negara tidak bias dibiarkan begitu saja. Mereka perlu mendapatkan pembinaan, agar tidak kembali melakukan hal yang membuat dirinya bermasalah dengan hukum. Pembinaan bertujuan agar warga binaan setelah selesai menjalani masa pidananya tidak akan mengulangi perbuatannya (kejahatan) dan dapat hidup bermasyarakat secara wajar dan dapat berpartisipasi di dalam pembangunan. Oleh karena itu setiap warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan ataupun Rumah Tahanan Negara dibina dan dididik agar dapat menggali potensinya dan mengembangkannya menjadi warga binaan pemasyarakatan yang baik dan taat kepada hokum, menjunjung tinggi nilai-nilai moral serta dibinan dalam hal kemandirian sebagai bekal hidup dikemudian hari apabila sudah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan ataupun Rumah tahanan Negara.
Permasalahan penelitian ini bertujuan untuk menjawab bagaimana persepsi narapidana terhadap pembinaan yang dilakukan oleh Rumah Tahanan negara klas II-B Sidikalang. Untuk menjawap permasalahan tersebut diadakan penelitian. Dilatarbelakangi hal tersebut maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul: “ Persepsi Narapidana Terhadap Pola Pembinaan Di Rumah Tahanan Negara Klas II-B Sidikalang”.
Penelitian ini beebentuk deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran situasi yang diteliti ataupun keadaan yang sebenarnya terjadi, yang dilaksanakan di Rumah Tahanan Negara Klas II-B Sidikalang. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 31 orang, yang terdiri dari 24 orang warga binaan yang berstatus Regis ter BI yaitu warga binaan dengan masa hukuman diatas 1 (satu) tahun dan 7 orang warga binaan yang berstatus register BIIa yaitu warga binaan dengan masa hukuman antara 3 (tiga) bulan sampai dengan12 (dua belas) bulan. Teknik pengambilan sample yang digunakan adalah stratified random sampling, metode Pengumpulan data menggunakan kuisioner dan wawancara guna melengkapi hasil kuisioner yang belum jelas dan untuk memperkuat hasil penelitian. Teknik analisa data menggunakan metode deskriptif, data-data yang diperoleh dituangkan dalam bentuk tabel tunggal kemudian dijelaskan secara kualitatif.
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
kasih, anugerah, berkat dan penyertaan-Nya, sehigga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi yang berjudul: Persepsi Narapidana Terhadap Pola Pembinaan
Yang Dilakukan Oleh Rumah Tahanan Negara Klas II-B Sidikalang. Penulisan
skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial di
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini terdapat sejumlah
kekurangan. Hal ini terutama dikarenakan keterbatasan pengetahuan, kemampuan,
dan pengalaman penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan demi kebaikan dimasa yang akan datang.
Penulis juga menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik berkat dukungan dariberbagai pihak. Pada kesempatan
ini, dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih, diantaranya
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA selaku Dekan fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Matias Siagian, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu
Kesejahteraan Sosial fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Sumatera
Utara.
3. Ibu Dra. Tuti Atika, M.SP selaku Dosen Pembimbing. Terima kasih atas
bimbingan, arahan, pemikiran, saran, kritik dan pandangannya yang
4. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar yang telah mengajar dan membimbing
penulis selama menempuh pendidikan di fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak M. Sianturi Bc.IP, SH selaku Kepala Rumah Tahanan Negara Klas
II-B Sidikalang.
6. Bapak M. Napitupulu, S.Sos mantan Kasubsi Yantah dan Bapak N.
Padang, BA selaku Kasubsi Pengelolaan, staf pegawai dan seluruh
narapidana warga binaan yang telah memberikan informasi selama penulis
berada di Rumah Tahanan Negara Klas II-B Sidikalang.
7. Teristimewa kepada Bapak, A. Sirait dan Mama, L. br. Capah. Yang telah
memberikan kasih sayang, perhatian, doa dan dukungan.
8. Terima kasih juga atas dukungan dan doa dari abangku Doharta P.T. Sirait
dan adikku Yanri D. Sirait, kalian sungguh hebat buatku.
9. Terima kasih tak terhingga untuk Uda dan Inang Uda serta kedua adikku
Dian P. br. Sirait dan Wira Sirait atas semua dukungan yang kalian
berikan. Dan juga kepada semua keluarga besar Sirait yang telah banyak
memberikan dukungan dan doa kepada penulis.
10.My beloved friends in kessos’02: Reni, Inggrid, Gustina, April, Hendra, Robby dan juga teman-teman stambuk 02 yang belum bisa disebutkan satu
persatu, terima kasih untuk kebersamaan dan dukungan yang kalian
11.Teman –teman yang ada di harsem: Ucok, Maja, Andix, K’Boru, Oembul
dan juga teman-teman ex-harsem: Beni, K’Ira, Kokong, M’Neko, K’Anta,
Jayant, terima kasih juga atas dukungan dan kebersamaan yang kalian
berikan.
12.Terima kasih juga untuk teman-teman sekampoeng; Wilson, Welfrind,
Nando, Andar, Agus B.Ara, Bregen dan Maria M, Thanks for all.
13.Dan juga kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis yang
tidak dapat disebutkan satu persatu.
Akhir kata atas segala bimbingan dan bantuan lainnya yang telah diberikan
dalam penyelesaian skripsi ini, penulis megucapkan terima kasih. Semoga skripsi
ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, September 2007
Penulis
DAFTAR ISI B. Perumusan Masalah... C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ... D. Sistematika penulisan ...
BAB I I TINJAUAN PUSTAKA
BAB III METODE PENELITIAN D. Teknik Pengumpulan Data ... E. Tehnik Analisa Data ...
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
A. Letak Geografis ... B. Latar Belakang Berdirinya Rumah Tahanan Negara
Klas II-B Sidikalang ... C. Struktur Organisasi Rumah Tahanan Negara
Klas II-B Sidikalang ... C.1. Deskripsi Pekerjaan Pada Rumah Tahanan Negara Klas II-B Sidikalang ... D. Pola Pembinaan Warga Binaan ... E. Fasilitas Dan Bangunan Rumah Tahanan Negara
Klas II-B Sidikalang ...
BAB V ANALISA DATA
A. Karakteristik Identitas Responden ... A.1. Pengetahuan Narapidana Menegenai Jenis-Jenis
Pembinaan ... A.2. Pemahaman Narapidana Tentang Tujuan Pembinaan ... A.3. Tanggapan Narapidana Tentang Pelaksanaan Dan Manfaat Pembinaan ...
B. Daftar Wawancara Dengan Narapidana Rumah Tahanan Negara Klas II-B Sidikalang ...
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan... B. Saran ...
Abstrak Edwin CH. Sirait
02 0902 016
Persepsi Narapidana Terhadap Pola Pembinaan Di Rumah Tahanan Negara Klas II-B Sidikalang
Orang yang berkonflik dengan hukum yang akhirnya mendekam di Lembaga Pemasyarakatan ataupun Rumah Tahanan Negara tidak bias dibiarkan begitu saja. Mereka perlu mendapatkan pembinaan, agar tidak kembali melakukan hal yang membuat dirinya bermasalah dengan hukum. Pembinaan bertujuan agar warga binaan setelah selesai menjalani masa pidananya tidak akan mengulangi perbuatannya (kejahatan) dan dapat hidup bermasyarakat secara wajar dan dapat berpartisipasi di dalam pembangunan. Oleh karena itu setiap warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan ataupun Rumah Tahanan Negara dibina dan dididik agar dapat menggali potensinya dan mengembangkannya menjadi warga binaan pemasyarakatan yang baik dan taat kepada hokum, menjunjung tinggi nilai-nilai moral serta dibinan dalam hal kemandirian sebagai bekal hidup dikemudian hari apabila sudah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan ataupun Rumah tahanan Negara.
Permasalahan penelitian ini bertujuan untuk menjawab bagaimana persepsi narapidana terhadap pembinaan yang dilakukan oleh Rumah Tahanan negara klas II-B Sidikalang. Untuk menjawap permasalahan tersebut diadakan penelitian. Dilatarbelakangi hal tersebut maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul: “ Persepsi Narapidana Terhadap Pola Pembinaan Di Rumah Tahanan Negara Klas II-B Sidikalang”.
Penelitian ini beebentuk deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran situasi yang diteliti ataupun keadaan yang sebenarnya terjadi, yang dilaksanakan di Rumah Tahanan Negara Klas II-B Sidikalang. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 31 orang, yang terdiri dari 24 orang warga binaan yang berstatus Regis ter BI yaitu warga binaan dengan masa hukuman diatas 1 (satu) tahun dan 7 orang warga binaan yang berstatus register BIIa yaitu warga binaan dengan masa hukuman antara 3 (tiga) bulan sampai dengan12 (dua belas) bulan. Teknik pengambilan sample yang digunakan adalah stratified random sampling, metode Pengumpulan data menggunakan kuisioner dan wawancara guna melengkapi hasil kuisioner yang belum jelas dan untuk memperkuat hasil penelitian. Teknik analisa data menggunakan metode deskriptif, data-data yang diperoleh dituangkan dalam bentuk tabel tunggal kemudian dijelaskan secara kualitatif.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai mahluk sosial (zoon politocon), selalu memerlukan
penghargaan. Gerakan humanis berpendapat “Bahwa manusia ingin dianggap
berguna dan penting serta dihargai martabatnya sebagai perseorangan.”(A.S.
Munandar, 1981:15)
Kebutuhan akan penghargaan selalu diaktualisasikannya melalui potensi
yang dimiliki. Manusia memiliki potensi yang dapat dikembangkan dan
dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang produktif, dan sebagai
konsekuensinya mulailah dilaksanakan pengembangan sumber daya manusia.
Narapidana juga merupakan sumber daya manusia yang senantiasa
membutuhkan penghargaan. Sebab, mereka juga mahluk sosial yang suatu saat
akan kembali ketengah-tengah masyarakat tempat dimana ia dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan yang bersifat material maupun spiritual.
Akan tetapi bekas narapidana sulit diterima kembali ketengah-tengah
masyarakat. Mereka dibatasi karena status yang terpatri yaitu sebagai “bekas
orang hukuman”. Walaupun sebenarnya mereka selalu berusaha menyesuaikan
diri, tetapi masyarakat cenderung memandang negatif terhadap mereka. Keadaan
ini dapat meruntuhkan mental mereka, sehingga menumbuhkan sikap apatis dan
kurang percaya diri dalam mempertahankan kehidupannya. Tidak jarang hal
tersebut membuat mereka kembali menghuni Lembaga Pemasyarakatan/ Rumah
Drs. Sanusi dalam bukunya “Dasar Penologi” mengatakan “Seseorang
pelanggar hukum apabila pertama kali menginjakkan kaki ke dalam tembok
penjara pada umumnya akan terjadi suatu moment kritis dan akan menonjol sikap
kegagalan, rasa rendah diri dan perasaan menolak.”
Narapidana yang dinyatakan bersalah, merupakan suatu kegagalan dalam
arti yuridis, biologis, ataupun sosial psikologis, dan sudah tentu mempunyai
pengaruh yang tidak kecil terhadap kondisi mental yang bersangkutan. Kondisi
mental yang lemah tersebut sangat berpengaruh terhadap semangat hidup atau
motivasi narapidana untuk mengembangkan potensi dirinya. Padahal mereka juga
merupakan sumber daya yang dapat diproduktifkan.
Melihat keadaan ini, pemerintah melalui petugas pemasyarakatan,
mencoba merangsang kembali semangat hidup para narapidana melalui berbagai
wujud pembinaan, yang kesemuanya mengarah pada upaya pengembalian
narapidana ke jalan yang benar dan mampu menjalankan fungsi sosialnya dengan
baik sesuai tujuan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan/Rumah Tahanan
Negara, yaitu membangun kembali integritas hidup, kehidupan dan penghidupan
narapidana yang selama ini dikekang, ditekan, dibatasi, sehingga sulit untuk
berkreativitas, maka narapidana merupakan bagian dari sumber daya manusia
yang dapat dioptimalkan. Bila narapidana telah kembali kemasyarakat, ia akan
memiliki kesempatan yang lebih baik untuk meningkatkan kualitas dirinya bila ia
telah dibekali dasar-dasar pengembangan diri sendiri.
Dalam menghadapi lingkungan yang penuh tantangan, salah satu
diantaranya yakni persaingan untuk mendapatkan pekerjaan yang semakin ketat
kemasyarakat, harus memiliki keyakinan diri yang besar, mampu mandiri, berdiri
di atas kaki sendiri, dan berprakarsa, bersikap mencari kesibukan, kegiatan yang
poduktif, sehingga ia tidak gentar dan bingung kalau tidak mendapat pekerjaan,
karena ia mampu dan akan berusaha terus menerus untuk menciptakan pekerjaan
sendiri.
Tujuan pemidanaan adalah pemasyarakatan dimana para narapidana bukan
lagi dibuat jera, tetapi untuk kemudian dimasyarakatkan agar nantinya setelah
kembali kemasyarakat, menyadari kesalahannya, memperbaiki diri, dan tidak
mengulangi tindak pidana. Pada hakekatnya kejahatan merupakan masalah
kemanusiaan yang tidak dapat diatasi semata-mata dengan hukum pidana. Hal ini
selaras dengan tujuan pemidanaan didalam sistem pemasyarakatan yaitu
pembinaan dan bimbingan, dengan tahap-tahap admisi/orientasi, pembinaan dan
asimilasi.
Bagi bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran
mengenai fungsi pemidanaan tidak lagi sekedar untuk penjeraan tetapi juga usaha
untuk rehabilitasi dan reintegrasi narapidana. Sistem pemasyarakatan yang
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran narapidana akan eksistensinya sebagai
manusia melahirkan “Pola Pembinaan”. Untuk mencapai keberhasilan pembinaan
ini, sangatlah dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti fasilitas, sarana dan
prasarana yang memadai serta partisipasi dari berbagai pihak.
Dengan kata lain, pola pembinaan yang diberikan kepada narapidana
diharapkan sebagai bekal mereka untuk mempertahankan hidup serta sebagai
tanggung jawabnya dalam pembangunan nasional, apabila mereka kelak selesai
Meskipun berbagai pembinaan dan bimbingan diterapkan pada mereka,
tetapi bila tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat setelah mereka keluar, akan
membuat mereka merasa tidak dibutuhkan. Kenyataan itulah yang mendorong
pemerintah melalui petugas pemasyarakatan tahap demi tahap mengembangkan
potensi diri narapidana, serta berorientasi ke masa depan narapidana.
Koentjaraningrat mengatakan, berdasarkan kerangka nilai dari Kluckhon,
bahwa “Suatu bangsa yang hendak mengintensifkan usaha untuk pembangunan,
harus berusaha agar banyak dari warganya lebih menilai tinggi orientasi kemasa
depan, menilai tinggi mentalitas, berusaha atas kemampuan sendiri, percaya
kepada diri sendiri/berdisiplin murni dan berani bertanggung jawab sendiri.”(A.S.
Munandar,1981:29)
Maka dapat ditegaskan, bahwa upaya meningkatkan kualitas sumber daya
manusia berlaku pada semua anggota masyarakat, juga para narapidana.
Narapidana yang telah dipandang gagal dalam kehidupannya dan merasa tidak
dibutuhkan, perlu mendapat pembinaan dan dioptimalkan sesuai dengan minat
dan bakat yang dimilikinya, agar kegagalan yang dialami dapat ditebus dengan
keberhasilan setelah ia bebas dan kembali ketengah-tengah masyarakat untuk
memulai hidup baru yang lebih baik demi masa depannya.
Pada kenyataanya narapidana terdiri dari orang-orang dengan latar
belakang yang berbeda. Perbedaan ini akan menimbulkan persepsi yang beraneka
ragam pula terhadap suatu objek yang dialaminya. Yaitu pada pembinaan yang
melibatkan narapidana terhadap pengetahuan, pemahaman dan tanggapan
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik memilih judul sebagai
berikut: “Persepsi Narapidana Terhadap Pola Pembinaan di Rumah Tahanan Negara Klas II-B Sidikalang.”
B. Perumusan Masalah
Menurut Soehartono (2004:23) perumusan masalah merupakan langkah
yang penting karena langkah ini akan menentukan kemana suatu penelitian
diarahkan.
Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, maka penulis merumuskan
masalah yang akan dibahas dalam penelitian yaitu sebagai berikut:
“Bagaimanakah Persepsi Narapidana Terhadap Pola Pembinaan di Rumah Tahanan Negara Klas II-B Sidikalang?”
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah : untuk menggambarkan
persepsi narapidana terhadap pola pembinaan yang dilakukan di Rumah
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang akan diperoleh dengan dilakukannya penelitian ini
adalah:
a. Bagi penulis sendiri adalah dapat mempertajam kemampuan
penulis dalam penulisan karya ilmiah dan menambah pengetahuan
serta kemampuan menganalisa suatu permasalahan.
b. Bagi Ilmu Kesejahteraan Sosial sebagai tambahan referensi ilmiah
dalam perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia.
c. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap
pihak-pihak yang terkait langsung dalam hal ini narapidana dan
staf rumah Tahanan Negara Klas II-B Sidikalang.
D. Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini memuat latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini menguraikan secara teoritis tinjauan yang berkaitan
dengan penelitian yang dilakukan, kerangka pemikiran, defenisi
konsep dan defenisi operasional.
BAB III : Metode Penelitian
Berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel,
BAB IV : Deskripsi Lokasi Penelitian
Bab ini berisikan sejarah singkat serta gambaran umum lokasi
penelitian.
BAB V : Analisa Data
Dalam bab ini berisikan uraian data yang diperoleh dari hasil
penelitian dan pembahasannya.
BAB VI : Penutup
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Persepsi
Didalam kehidupan bahwa setiap manusia tidak dapat lepas dari
lingkungan baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Sejak manusia itu
dilahirkan pada hakekatnya secara langsung telah berhubungan dengan dunia
sekitarnya. Mulai saat itu pula manusia secara langsung menerima stimulus dari
luar dirinya.
Persepsi secara etimologis merupakan pandangan terhadap suatu objek
tertentu.(Purwo Darminta,1984:24)
Persepsi juga bisa diartikan sebagai proses, pemahaman terhadap suatu informasi
yang disampaikan oleh orang lain yang saling berkomunikasi, berhubungan atau
bekerja sama. Jadi setiap orang tidak terlepas dari proses persepsi.
Persepsi pada dasarnya merupakan suatu proses pemahaman terhadap apa
yang terjadi dilingkungan orang yang sedang berpersepsi dan hubungan antara
lingkungan dengan manusia dan tingkah lakunya. Adalah hubungan timbal balik,
saling terkait dan mempengaruhi seperti yang dikemukakan oleh Sarlito Wirawan:
“Bahwa persepsi merupakan hasil hubungan antara manusia dengan lingkungannya dan kemudiaan diproses dalam kesadaran (kognisi) yang mempengaruhi memori ingatan tentang pengalaman di inderakan akan mempengaruhi.”(Wirawan, 1992:37)
Persepsi merupakan hal yang penting yang dialami oleh setiap orang.
yang datang dari luar, kemudian informasi yang diterima tersebut diolah dan
diproses.
Sedangkan menurut Indra Wijaya persepsi adalah: “Bagaimana tafsiran
dan pemikiran seseorang terhadap semua rangsangan yang diproseskan itu akan
tampak pengaruhnya dalam perilaku atau dalam sikap yang berkaitan dengan
hal-hal yang dipersepsikan.”(Indra Wijaya,1989:45)
Dengan kata lain lingkungan sangat aktif berinteraksi dengan manusia
yang melalui inderanya menangkap rangsangan sampai akhirnya timbul makna
yang spontan yang akan ditampilkan dalam perilaku. Dengan demikian perilaku
individu tidak terlepas dari persepsinya.
Persepsi seseorang terhadap suatu objek akan dipengaruhi sejauh mana
pemahamannya terhadap objek. Persepsi yang belum jelas atau belum dikenal
sama sekali tidak akan mungkin memberikan makna.
“Persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap individu didalam memahami informasi tentang lingkungan, baik lewat penglihatan, pandangan penghayatan, perasaan dan penciuman. Sementara itu yang dimaksud dengan proses kognisi adalah prosses atau kegiatan mental yang sadar seperti berpikir, mengetahui, memahami dan kegiatan konsepsi mental seperti sikap, kepercayaan dan pengharapan yang kesemuanya merupakan penentu atau yang di pengaruhi perilaku.”(Toha,1983:138)
Persepsi akan muncul setelah seseorang atau sekelompok manusia terlebih
dahulu merasakan kehadiran suatu objek dan setelah dirasakan akan
menginterpretasikan obek yang dirasakan tersebut. Seperti pendapat Kimball
Young (dalam Wagito,1996:89) “Persepsi merupakan suatu yang menunjukkan
Adapun faktor-faktor yang terlibat dalam proses persepsi adalah:
1. Objek yang dipersepsikan
2. Orang yang sedang dipersepsikan
3. Kondisi saat persepsi itu berlangsung.
Persepsi seseorang tidak timbul begitu saja, tentu ada faktor yang
mempengaruhi. Faktor ini yang menyebabkan mengapa dua orang yang melihat
sesuatu yang mungkin memberi interpretasi yang berbeda tentang apa yang
dilihatnya. Secara umum dapat dikatakan bahwa terdapat 3 faktor yang
mempengaruhi persepsi seseorang yaitu:
1. Diri orang yang bersangkutan. Apabila seseorang melihat sesuatu dan
berusaha memberikan interpretasi tentang apa yang dilihatnya, ia akan
dipengaruhi oleh karakteristik individu yang turut mempengaruhi seperti
sikap, motif, kepentingan, minat, pengalaman dan harapan.
2. Sasaran persepsi tersebut. Sasaran itu mungkin berupa orang, bendaa
atau peristiwa. Sifat-sifat sasaran itu biasanya berpengaruh terhadap
persepsi orang yang melihatnya. Dengan kata lain gerakan, suara, tindak
tanduk dan ciri-ciri orang lain dari sasaran persepsi itu turut menentukan
cara pandangorang melihatnya.
3. Faktor situasi. Persepsi harus dapat dilihat secara kontekstual yang
berarti dalam situasi mana persepsi itu timbul perlu pula mendapat
perhatian. Situasi merupakan faktor yang turut berperan dalam
pertumbuhan persepsi seseorang.(Siagian,1980:101)
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan pandangan,
B. Rumah Tahanan Negara
B.1. Pengertian Rumah Tahanan Negara
Dalam penegakan hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan
martabat manusia di Indonesia, maka peranan Rumah Tahanan Negara sangatlah
penting.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia nomor:
M.02-PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan
menegaskan bahwa: “Rumah Tahanan Negara adalah Unit pelaksana teknis
tempat tersangka atau terdakwa ditahan selama proses penyidikan, penuntutan dan
pemeriksaan disidang pengadilan”.
Rumah Tahanan Negara dibentuk oleh Menteri ditiap Kabupaten dan
kotamadya yang juga berperan sebagai pelaksana azas pengayomam yang
merupakan tempat untuk mencapai tujuan pemasyarakatan melalui pendidikan,
rehabilitasi dan reintegrasi.
Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan berdasarkan
sistem, kelembagaan dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dalam tata
peradilan pidana.
Pada prinsipnya tidak ada lagi penjara karena perkembangan Rumah
Tahanan dari sistem kepenjaraan menjadi sistem Pemasyarakatan. Ketika dijatuhi
vonis dan ditetapkan melanggar hukum, maka pemulihan yang harus dilakukan
harus berada dilingkungan yang layak. Sehingga narapidana menjalaninya bukan
lagi seperti orang yang dihukum (dipenjarakan). Rumah Tahanan Negara harus
kemasyarakat akan bisa mematuhi nilai dan norma hukum serta tidak melakukan
pelanggaran kembali.
Rumah Tahanan Negara sekarang ini berkembang dari sistem kepenjaraan
menjadi sistem pemasyarakatan yang berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan
melalui program pembinaan, agar para narapidana menyadari kesalahan,
memperbaiki diri dan tidak lagi mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima
kembali oleh masyarakat dan dapat menjalankan serta mengembangkan fungsi
sosialnya dimasyarakat melalui peran aktif mereka dalam pembangunan.
Disisi lain perlu disampaikan bahwa selain wadah pelayanan dan
perawatan tahanan, banyak Rumah Tahanan Negara yang digunakan sebagai
wadah pembinaan narapidana. Hal ini dilakukan mengingat keterbatasan jumlah
unit pelaksanaan teknis pemasyarakatan.
B.2. Petugas Pemasyarakatan
Kewajiban untuk mengeluarkan narapidana dari lembaga pemasyarakatan
ataupun rumah tahanan negara untuk kembali kemasyarakat sangatlah penting.
Berhasil tidaknya tugas untuk mengeluarkan dan mengembalikan narapidana
menjadi anggota masyarakat yang baik dan taat terhadap hukum tergantung pada
petugas-petugas negara yang diserahi tugas untuk menjalankan sistem
pemasyarakatan.
Adapun petugas pemasyarakatan yang memiliki mental yang baik dan
sehat harus memiliki 5 aspek yaitu:
1. Berpikir realitas
3. Mampu membina hubungan sosial dengan orang lain
4. Mempunyai visi dan misi yang jelas
5. Mampu mengendalikan emosi
Petugas Rumah Tahanan Negara harus memiliki pengetahuan yang
mendalam tentang seluk-beluk sistem pemasyarakatan dan terus menerus
meningkatkan kemampuan, dalam menghadapi perangai narapidana.
Petugas-petugas yang dimaksud dalam uraian tersebut melakukan peranan sesuai dengan
kewenangannya yang ditunjuk oleh peraturan dan berusaha menciptakan bentuk
kerjasama yang baik untuk membantu menyelenggarakan “proses
pemasyarakatan” sedemikian rupa dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan.
C. Narapidana
C.1. Pengertian Narapidana
Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di
Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), yaitu seseorang yang dipidana berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum (UU No.12 Tahun
1995).
Narapidana yang diterima atau masuk kedalam Lembaga Pemasyarakatan
maupun Rumah Tahanan Negara wajib dilapor yang prosesnya meliputi:
b. Pencatatan yang terdiri atas:
1. Putusan pengadilan
2. Jati diri
c. Pemeriksaan kesehatan
d. Pembuatan pasphoto
e. Pengambilan sidik jari
f. Pembuatan berita acara serah terima terpidana
C.2. Hak dan Kewajiban Narapidana
Setiap narapidana mempunyai hak, yaitu:
1. Melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya
2. Mendapatkan perawatan, baik perawatan jasmani maupun rohani
3. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran
4. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak
5. Menyampaikan keluhan
6. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya
yang tidak dilarang
7. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan
8. Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum atau orang tertentu
lainnya
9. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi)
10.Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi
keluarga
11.Mendapatkan pembebasan bersyarat
12.Mendapatkan cuti menjelang bebas
13.Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan
Pelaksanaan hak yang pertama sampai dengan yang keempat dilaksanakan
dengan memperhatikan status yang bersangkutan sebagai narapidana, dengan
demikian pelaksanaannya dalam batas-batas yang diizinkan.
Kewajiban yang harus dilaksanakan oleh warga binaan yaitu bahwa setiap
narapida wajib mengikuti program pendidikan dan bimbingan agama sesuai
dengan agama dan kepercayaannya. Kewajiban warga binaan ditetapkan pada
Undang-undang tentang Pemasyarakatan Pasal 15 yaitu:
1. Narapidana wajib mengikuti secara tertib program
pembinaan dan kegiatan tertentu
2. Ketentuan mengenai program pembinaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
D. Sistem Kepenjaraan dan Sistem Pemasyarakatan D.1. Sistem Kepenjaraan
a. Zaman Kompeni Belanda
Pada zaman ini para narapidana dimasukkan kedalam bui dan diperlakukan
tidak manusiawi seperti:
1. mencap dengan besi panas
2. memukul dengan rotan
3. kerja paksa dalam pekerjaan umum sambil dirantai
b. Zaman pemerintahan Belanda
Para narapidana masih diperlakukan sama seperti zaman sebelumnya dan
c. Zaman pemerintahan Jepang
Pada zaman pemerintahan Jepang, para narapidana cenderung dijadikan
budak kerja dan hasil yang diperoleh diperuntukkan kepada Jepang.
d. Masa perang kemerdekaan
Pada masa ini penjara sudah berada pada kekuasaan pemerintahan Republik
Indonesia dan dipimpin pertama sekali oleh Prof. Noto Suranto,SH. Dan
peraturan pemerintah No.2/1945 berlaku dengan peraturan penjara Stb.708/1077
yang sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. Pada masa ini para narapidana
tidak mendapat penyiksaan lagi dan diperlakukan lebih manusiawi dan sudah
mulai beralih pada sistem pemasyarakatan.
D.2. Sistem Pemasyarakatan
Sistem pemasyarakatan yang berlaku dewasa ini secara konseptual dan
historis sangat berbeda dengan apa yang berlaku dalam sistem kepenjaraan.
Pembinaan narapidana menurut sistem kepenjaraan terkesan sebagai lembaga
pembalasan atas kejahatan yang dilakukan oleh sipelaku, sedangkan dalam sistem
pemasyarakatan asas yang dianut menempatkan narapidana sebagai subjek yang
dipandang sebagai pribadi dan warga negara serta dihadapi bukan dengan latar
belakang pembalasan melainkan dengan pembinaan yang terarah.
Dalam Undang-Undang No. 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan
ditegaskan bahwa sistem pemasyarakatan berfungsi menyiapkan warga binaan
pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga
dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung
respons masyarakat terhadap perlakuan pelanggar hukum pada hakekatnya
merupakan pola pembinaan yang berorientasi pada masyarakat, yaitu pembinaan
yang dilakukan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat.
Peran serta masyarakat harus dipandang sebagai suatu aspek integral dari kegiatan
pembinaan, sehingga dapat diperlukan dalam mencapai tujuan yang diinginkan.
Sahardjo Merupakan tokoh yang pertama kali melontarkan perlunya
perbaikan perlakuan bagi narapidana yang hidup dibalik tembok penjara, yaitu:
“orang yang telah tersesat diayomi dengan memberikan kepadanya bekal hidup sebagai warga negara, dari pengayoman itu nyata bahwa menjatuhkan pidana bukanlah tindakan balas dendam dari negara, tobat tidak akan dicapai dengan penyiksaan, melainkan dengan pembinaan, terpidana juga tidak dijatuhi pidana siksaan, melainkan terpidana kehilangan kemerdekaan, negara telah mengambil kemerdekaan dan pada waktunya akan mengembalikan orang itu kedalam masyarakat”(Harsono, 1995:1)
Dalam Konperensi Dinas Pemasyarakatan yang pertama kali di Lembang
pada tanggal 27 April 1964 pokok-pokok pikiran Sahardjo tersebut pada akhirnya
dijabarkan dan dirumuskan sebagai sistem pembinaan narapidana sebagai berikut:
1. Orang yang tersesat diayomi juga, dengan memberikan padanya bekal
hidup sebagai warga negara yang baik dan berguna pada masyarakat.Bekal
hidup tersebut tidak hanya berupa finansial dan material, tetapi yang juga
lebih adalah mental, fisik, keahlian, keterampilan, hingga orang
mempunyai kemauan dan kemampuan yang potensial dan efektif untuk
menjadi warga negara yang baik, tidak melanggar hukum dan berguna
dalam pembangunan negara.
2. Menjatuhi pidana bukan tindakan balas dendam dari negara. Terhadap
perawatan dan penempatan. Satu-satunya derita hanya dihilangkannya
kemerdekaan.
3. Tobat tidak dapat dicapai dengan penyiksaan, melainkan dengan
bimbingan. Kepada narapidana harus ditanamkan pengertian mengenai
norma-norma hidup dan kehidupan, serta diberi kesempatan untuk
merenungkan perbuatannya yang lampau. Narapidana dapat diikutsertakan
dalam kegiatan sosial untuk menumbuhkan rasa hidup kemasyarakatan.
4. Negara tidak berhak membuat seseorang lebih buruk/lebih jahat dari pada
sebelum ia masuk lembaga. Karena itu harus diadakan pemisahan antara:
a. Yang residivis dan yang bukan
b. Yang telah melakukan tindak pidana yang berat dan ringan
c. Macam tindak pidana yang dibuat
d. Dewasa, dewasa muda dan anak nakal
e. Orang terpidana dan orang tahanan.
5. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana harus
diperkenalkan pada masyarakat dan tidak boleh diasingkan daripadanya.
Menurut sistem pemasyarakatan mereka tidak boleh diasingkan dari
masyarakat dalam arti secara “kultural”. Secara bertahap mereka akan
dibimbing ditengah-tengah masyarakat yang merupakan kebutuhan dalam
proses pemasyarakatan.
6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat mengisi
waktu, atau hanya diperuntukkan kepentingan jawatan atau kepentingan
ditujukan kepada pembangunan nasional, karena harus ada integrasi
pekerjaan narapidana dengan pembangunan.
7. Didikan dan bimbingan harus berdasar pada Pancasila. Pendidikan dan
bimbingan harus berisikan asas-asas yang tercantum dalam Pancasila,
kepada narapidana harus diberikan kesempatan dan bimbingan untuk
melaksanakan ibadahnya, ditanamkan jiwa kegotong-royongan, jiwa
toleransi, jiwa kekeluargaan, jiwa bermusyawarah untuk bermufakat
positif.
8. Tiap orang adalah manusia dan diperlakukan sebagai manusia, meskipun
telah tersesat. Ia harus selalu merasa bahwa ia dipandang dan diperlakukan
sebagai manusia. Sehubungan dengan itu petugas pemasyarakatan tidak
boleh bersikap maupun memakai kata-kata yang dapat menyinggung
perasaannya.
9. Narapidana hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan. Perlu diusahakan
agar narapidana mendapat mata pencaharian untuk keluarga dengan jalan
menyediakan/memberikan pekerjaan upah
10.Perlu didirikan lembaga-lembaga pemasyarakatan yang baru yang sesuai
dengan kebutuhahan pelaksanaan program pembinaan dan memindahkan
lembaga-lembaga yang berada ditengah-tengah kota ketempat-tempat
yang sesuai dengan kebutuhan proses pemasyarakatan.
pemasyarakatan narapidana hanya dibatasi kemerdekaan bergeraknya saja
sedangkan hak-hak kemanusiaannya tetap dihargai.
D.3. Pola Pembinaan Dalam Sistem Pemasyarakatan
Pembinaan narapidana merupakan suatu cara perlakuan terhadap
narapidana yang dikehendaki oleh sistem pemasyarakatan dalam usaha mencapai
tujuan, yaitu agar sekembalinya narapidana dapat berperilaku sebagai anggota
masyarakat yang baik dan berguna bagi dirinya, masyarakat serta negara.
Menurut Suparlan (1983:95) dalam kamus istilah Kesejahteraan Sosial
mengartikan bahwa: “pembinaan adalah segala usaha dan kegiatan mengenai
perencanaan, pengorganisasian, pembiayaan, penyusunan program, koordinasi
pelaksanaan dan pengawasan sesuatu pekerjaan secara efektif dan efisien untuk
mencapai tujuan dengan hasil yang semaksimal mungkin”.
Sedangkan menurut Mangunhardjuna (1986:12) pembinaan adalah: “suatu
proses belajar dengan melepaskan hal-hal yang dimiliki dan mempelajari hal-hal
baru yang belum dimiliki dengan tujuan membantu orang-orang yang
menjalaninya untuk membetulkan dan mengembangkan pengetahuan dan
kecakapan yang baru untuk mencapai tujuan hidup dan kerja yang sedang dijalani
secara lebih efektif”.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pembinaan narapidana juga
mempunyai arti memperlakukan seseorang yang berstatus narapidana untuk
dibangun agar bangkit menjadi seseorang yang baik.
Maka yang perlu dibina adalah pribadi dan budi pekerti narapidana agar
sosialnya dengan rasa tanggung jawab untuk menyesuaikan diri dalam
masyarakat. Jadi pembinaan sangat memerlukan dukungan dan keikutsertaan dari
masyarakat. Bantuan tersebut dapat dilihat dari sikap positif masyarakat untuk
menerima mereka kembali di masyarakat.
Berdasarkan UU No.12 tahun 1995 pembinaan narapidana dilaksanakan
dengan sistem:
1. Pengayoman
Pengayoman adalah perlakuan terhadap narapidana dalam rangka
melindungi masyarakat dari kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh
narapidana, juga memberikan bekal hidup kepada narapidana agar menjadi
warga yang berguna dalam masyarakat.
2. Persamaan Perlakuan dan Pelayanan
Persamaan Perlakuan dan Pelayanan adalah pemberian perlakuan dan
pelayanan yang sama kepada narapidana tanpa membeda-bedakan orang.
3. Pendidikan dan Pembimbingan
Pendidikan dan Pembimbingan adalah bahwa penyelenggaraan pendidikan
dan pembimbingan dilaksanakan berdasarkan Pancasila, antara lain
penanaman jiwa kekeluargaan, ketrampilan, pendidikan kerohanian dan
kesempatan untuk menunaikan ibadah.
4. Penghormatan Harkat dan Martabat Manusia
Penghormatan Harkat dan Martabat Manusia adalah sebagai orang yang
tersesat, narapidana harus tetap diperlakukan sebagai manusia.
Kehilangan Kemerdekaan Merupakan Satu-satunya Penderitaan adalah
narapidana yang harus berada dalam Lembaga Pemasyarakatan ataupun
Rumah Tahanan untuk jangka waktu tertentu sehingga Negara mempunyai
kesempatan untuk memperbaikinya.
6. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan
orang-orang tertentu
Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan
orang-orang tertentu adalah bahwa walaupun narapidana berada dalam Lembaga
Pemasyarakatan maupun Rumah Tahanan Negara, tetapi harus tetap didekatkan
dan dikenalkan dengan masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat,
antara lain berhubungan dengan masyarakat dalam bentuk kunjungan, hiburan
kedalam Lembaga Pemasyarakatan atau Rumah Tahanan Negara dari anggota
masyarakat yang bebas dan kesempatan berkumpul bersama sahabat dan keluarga
seperti program cuti mengunjungi keluarga.
D.3.1. Wujud Pembinaan
Wujud pembinaan narapidana meliputi:
1. Pendidikan umum
2. Pendidikan keterampilan
3. Pendidikan mental, spiritual dan agama
4. Sosial budaya, kunjungan keluarga, seni musik dan lain-lain
Pembinaan yang dilakukan diluar Lembaga Pemasyarakatan atau Rumah
Tahanan Negara disebut asimilasi yaitu proses pembinaan narapidana yang telah
berlangsung selama dua pertiga dari masa pidananya dan memenuhi syarat-syarat
tertentu dengan membaurkan mereka kedalam kehidupan masyarakat.
D.3.2. Proses Pembinaan
Empat tahap proses pembinaan dalam sistem pemasyarakatan:
1. Tahap pertama : Pada tahap ini dilakukan penelitian terhadap narapidana
untuk mengetahui hal ikhwal yang bersangkutan.
2. Tahap kedua : Bilamana proses pembinaan telah berjalan
selama-lamanya sepertiga dari masa pidananya dan menurut Dewan pembina
Pemasyarakatan sudah terdapat kemajuan(insyaf, disipiln dan patuh
terhadap peraturan tata tertib), maka yang bersangkutan ditempatkan pada
lembaga pemasyarakatan dengan sistem keamanan yang medium(medium
security), dengan kebebasan yang lebi banyak.
3. Tahap ketiga : bilamana proses pembinaan terhadap narapidana telah
berlangsung selama setengah dari masa pidananya dan menurut dewan
pembina pemasyarakatan telah terdapat cukup kemajuan, baik secara fisik,
mental maupun keterampilannya, maka dapat diadakan asimilasi dengan
masyarakat luas.
4. Tahap keempat : bilamana proses pembinaannya telah berlangsung selama
dua pertiga dari masa pidananya atau sekurang-kurangnya sembilan bulan,
maka kepada yang bersangkutan dapat diberikan lepas bersyarat, atas usul
Asimilasi adalah proses pembinaan narapidana di dalam kehidupan
masyarakat. Untuk memperoleh asimilasi narapidana harus telah menjalani ½
(setengah) dari masa pidana dikurangi masa tahanan dan remisi, dihitung sejak
tanggal putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Pembebasan bersyarat
adalah proses pembinaan narapidana di luar lembaga pemasyarakatan. Untuk
memperoleh pembebasan bersyarat narapidana harus telah menjalani 2/3 (dua
pertiga) dari masa pidananya, setelah dikurangi masa tahanan dan remisi dihitung
sejak tanggal putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
Cuti menjelang bebas (CMB) adalah proses pembinaan narapidana luar
lembaga pemasyarakatan, bagi terpidanan yang tidak dapat diberikan pelepasan
bersyarat karena masa hukuman atau masa pidananya pendek, untuk dapat
diberikan CMB narapidana harus telah menjalani 2/3 (dua pertiga) dari masa
pidananya setelah dikurangi masa tahanan dan remisi dihitung sejak tanggal
putusan pengadilanberkekuatan hukum tetap dan jangka waktu cuti sama dengan
cuti terakhir paling lam aenam bulan. Remisi adalah pengurangan masa pidana
yang diberikan kepada narapidanayang telah memenuhi persyaratan yang telah
ditetapkan dan berkelakuan baik selama menjalani masa pidana.
D.3.3. Tujuan Pembinaan
Secara umum tujuan pembinaan adalah:
a. Memantapkan iman (ketahanan mental)
b. Membina mereka agar segera mampu berintegrasi secara wajar dalam
kehidupan yang lebih luas(masyarakat), setelah selesai menjalani
pidana.
Sedangkan secara khusus pembinaan bertujuan untuk:
a. Berhasil memantapkan kembali harga diri dan kepercayaan dirinya
serta bersikap optimis akan masa depannya.
b. Berhasil memperoleh pengetahuan minimal keterampilan untuk bekal
hidup mandiri dan berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan
nasional.
c. Berhasil menjadi manusia yang patuh hukum dengan tidak lagi
melakukan perbuatan yang melanggar hukum.
d. Berhasil memiliki jiwa dan semangat pengabdian terhadap bangsa dan
negara.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembinaan narapidana
berusaha kearah memasyarakatkan kembali seseorang yang pernah mengalami
konflik sosial, sebagai suatu cara baru untuk menjadi seseorang, merupakan usaha
yang dilakukan untuk mencapai sistem pemasyarakatan.
D.4. Sasaran Pemasyarakatan
Sasaran pemasyarakatan:
1. Sasaran khusus
Sasaran pembinaan terhadap individu warga binaan pemasyarakatan
adalah meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan, yang
meliputi:
b. Kualitas intelektual
c. Kualitas sikap dan perilaku
d. Kualitas profesionalisme/keterampilan
e. Kualitas kesehatan jasmani dan rohani
2. Sasaran umum
Sasaran umum ini pada dasarnya juga merupakan indikator-indikator
yang secara umum digunakan untuk mengukur sampai sejauh mana
keberhasilan dari pelaksanaan sistem pemasyarakatan.
Indikator-indikator tersebut antara lain:
a. Menurunnya secara bertahap dari tahun ke tahun angka dan
gangguan keamanan
b. Isi LAPAS lebih rendah dari pada kapasitas(pemerataan isi
LAPAS)
c. Meningkatnya secara bertahap dari tahun ke tahun jumlah
narapidana yang bebas sebelum waktunya melalui prose asimilasi
dan integrasi
d. Semakin menurunnya dari tahunke tahun jumlah residivis
e. Semakin banyaknya jenis intitusi UPT pemasyarakatan sesuai
dengan kebutuhan berbagai jenis/golongan warga binaan
pemasyarakatan.
f. Secara bertahap perbandingan banyaknya napi yang bekerja di
g. Prosentase kematian dan sakit narapidana/tahanan lebih sedikit
atau sama dengan angka kematian dan sakit dari anggota
masyarakat
h. Biaya perawatan narapidana dan tahanan sama dengan kebutuhan
minimal manusia Indonesia pada umumnya
i. LAPAS dan RUTAN adalah instansi terbersihdi lingkungannya
masing-masing
j. Semakin terwujudnya lingkungan pembinaan yang
menggambarkan proyeksi nilai-nilai masyarakat ke dalam LAPAS
dan sebaliknya semakin berkurangnya nilai-nilai sub kultur penjara
dan LAPAS.
E. Kerangka Pemikiran
Kejahatan merupakan suatu kenyataan sosial yang terjadi didalam
masyarakat yang sudah ada sejak manusia itu ada, yang memang sudah menjadi
fenomena. Tindakan koreksi terhadap pelaku tindak pidana harus dilakukan
dengan memasyarakatkan kembali para pelaku tindak pidana.
Penempatan para pelaku tindak pidana di Rumah Tahanan harus bertujuan untuk
mengintegrasikan narapidana kedalam masyarakat.
Pemasyarakatan merupakan bagian paling akhir dari sistem peradilan
pidana. Sebagai sebuah tahapan terakhir sudah seharusnya terdapat harapan dan
tujuan. Harapan dan tujuan tersebut berupa pembinaan dari Rumah Tahanan. Pada
prinsipnya di Indonesia, tujuan pemberian sanksi pidana haruslah berfungsi untuk
menjadi baik, dapat diterima masyarakat, mempunyai keterampilan hidup yang
dibutuhkan, keseimbangan mental dan fisik, sebagaimana masyarakat pada
umumnya. Serta dapat menjalankan dan mengembangkan fungsi sosialnya
dimasyarakat dengan sebaik-baiknya.
Segala bentuk usaha-usaha dalam mencapai tujuan diatas yang dilakukan
Lembaga Pemasyarakatan yang meliputi pola pembinaan dan keterampilan tidak
terlepas dari keikutsertaan narapidana dalam melaksanakan dan menilai
pembinaan yang dipengaruhi oleh pengetahuan, pemahaman serta tanggapan
narapidana terhadap kegiatan tersebut. Maka persepsi narapidana sangat
memegang peranan penting dalam pencapaian tujuan.
Bagan berikut ini akan menunjukkan kerangka pemikiran secara skematis, yaitu:
Bagan 2.1. Kerangka Pemikiran
Pola
Narapidana
Persepsi
F. Defenisi Konsep dan Defenisi Opersional
F.1. Defenisi Konsep
Konsep adalah istilah atau defenisi yang digunakan untuk menggambarkan
secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau istilah yang menjadi pusat
perhatian (Singarimbun, 1998:33).
Untuk lebih mengetahui pengertian mengenai konsep-konsep yang digunakan,
maka dibatasi konsep yang akan digunakan sebagai berikut:
1. Persepsi adalah proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui
panca inderaan. Dalam penelitian ini persepsi didefenisikan
sebagai pengetahuan, pemahaman dan tanggapan narapidana
terhadap pola pembinaan di Rumah Tahanan Negara Klas II-B
Sidikalang.
2. Pola Pembinaan adalah semua usaha yang ditujukan untuk
memperbaiki pribadi, budi pekerti, membangkitkan harga diri pada
diri sendiri dan orang lain. Serta mengembangkan rasa tanggung
jawab untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan yang tenteram
dalam masyarakat dan selanjutnya berpotensi untuk menjadi
manusia yang berpribadi luhur dan bermoral tinggi.
3. Narapidana yaitu terpidana yang menjalani hilang kemerdekaan.
4. Rumah Tahanan Negara adalah unit pelaksana teknis tempat
tersangka atau terdakwa ditahan selama proses penyidikan,
F.2. Defenisi Operasional
Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan
bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Dalam penelitian ini variabel yang
digunakan adalah:
1. Pengetahuan narapidana tentang jenis-jenis pembinaan
2. Pemahaman narapidana terhadap tujuan pembinaan
3. Tanggapan narapidana terhadap pelaksanaan pembinaan
4. Tanggapan narapidana terhadap sarana dan prasarana Rumah Tahanan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu sebagai
suatu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau
melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat
dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau
sebagaimana adanya.(Nawawi, 1991;63)
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Tahanan Negara Klas II-B Sidikalang.
Yang berlokasi di Jl. Rimobunga No.40 Sidikalang. Penulis merasa tertarik
mengadakan penelitian di lokasi ini dikarenakan Rumah Tahanan Negara ini
merupakan satu-satunya lembaga pemasyarakatan yang ada di Sidikalang yang
dalam melaksanakan pembinaannya dengan menggunakan sistem
pemasyarakatan.
C. Populasi dan Sampel
C.1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian yang terdiri dari manusia,
benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai tes, atau peristiwa-peristiwa
sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu di dalam suatu penelitian
Populasi yang diambil pada penelitian ini adalah keseluruhan narapidana
Rumah Tahanan Negara klas II-B Sidikalang. Jumlah populasi ini dapat berubah
setiap saat dikarenakan bebasnya narapidana atau masuknya narapidana baru.
Sampai pada bulan Mei 2007, jumlah populasi yang didapatkan berkisar 152
orang yang berstatus narapidana, yang terdiri dari 2 stratifikasi, yaitu:
a. Register BI : Narapidana yang dijatuhi hukuman diatas 1 tahun
b. Register BIIA : Narapidana yang dijatuhi hukuman antara 3 bulan
sampai dengan 12 bulan.
C.2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti dan dianggap
dapt menggambarkan populasinya. Dalam suatu penelitian sering timbul
pertanyaan akan besarnya sampel yang harus diambil untuk mendapatkan data
yang representatif. Menurut Arikunto, jumlah populasi lebih dari 100 maka
dianjurkan untuk menentukan jumlah sampel antara 10%-15% dan 20%-25% dari
populasi dan ini dianggap representatif.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik stratified random
sampling dalam menentukan sampel, dimana pada masing-masing strata
ditentukan sampel sebanyak 20%, yaitu:
1. Register BI : 118 orang = 24 orang
2. Register BIIA : 34 orang = 7 orang
D. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan maka dalam penelitian ini
penulis menggunakan teknik sebagai berikut:
1. Studi Kepustakaan
Teknik pengumpulan data atau informasi yang menyangkut masalah yang
diteliti dengan mempelajari dan menelaah buku, majalah, atau surat kabar
dan bentuk tulisan lainnya yang ada relevansinya dengan masalah yang
diteliti.
2. Studi Lapangan
Teknik pengumpulan data yang diperoleh melalui penelitian langsung
dengan turun kelokasi penelitian untuk mencari fakta yang berkaitan
dengan masalah yang diteliti, yaitu dengan cara:
a. Observasi yaitu pengamatan langsung terhadap obyek yang akan
diteliti untuk mendapatkan gambaran yang tepat mengenai obyek
penelitian.
b. Kuisioner yaitu teknik pengumpulan data yang dilaksanakan
dengan menyebar angket berisi daftar pertanyaan yang diajukan
secara tertulis pada responden.
c. Wawancara yaitu berdialog langsung atau secara lisan dengan
responden guna melengkapi data yang diperoleh melalui kuisioner
E. Teknik Analisa Data
Teknik analisa data yang dipakai adalah teknik analisa deskriptif yaitu
dengan menjabarkan hasil penelitian sebagaimana adanya. Yang dilakukan
dengan mentabulasi data yang didapat melalui keterangan dari responden,
kemudian dicari frekuensi dan persentasenya selanjutnya disusun dalam bentuk
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
A. Letak Geografis
Rumah Tahanan Negara Klas II-B Sidikalang berlokasi di Jalan Rimo
Bunga No.40 Kabupaten Dairi. Dan memiliki luas tanah dan bangunan lebih
kurang 30.124 meter persegi. Rumah Tahanan Negara Klas II-B Sidikalang
mempunyai letak geografis sebagai berikut:
1. Sebelah Timur berbatasan dengan perumahan penduduk dan lahan
pertanian penduduk.
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan perumahan penduduk dan lahan
pertanian penduduk.
3. Sebelah Barat berbatasan dengan lembah.
4. Sebelah Utara berbatasan dengan Lahan pertanian penduduk.
B. Latar Belakang Berdirinya Rumah Tahanan Negara Klas II-B Sidikalang
Sebelum Rumah Tahanan Negara Klas II-B Sidikalang didirikan, para
tahanan ditempatkan didalam penjara, yang sekarang disebut sebagai penjara
lama. Bamgunan penjara lama merupakan bangunan yang dibuat pada masa
penjajahan Belanda tepatnya pada tahun 1918.
Karena bangunan penjara lama berada tepat dipusat kota dan bangunannya
kecil maka pada tahun 1985 didirikanlah Rumah Tahanan Negara Klas II-B
Rumah Tahanan Negara Klas II-B ini kemudian berubah sistem dari
sistem kepenjaraan menjadi sistem pemasyarakatan sejak diadakannya konferensi
Jawatan Kepenjaraan yang dilaksanakan Di Lembang Bandung Pada tahun 1964.
yang kemudian mengganti istilah kepenjaraan menjadi isilah pemasyarakatan.
Dan pada perkembangannya Rumah Tahanan Negara Klas II-B Sidikalang
sekarang ini bukan lagi hanya sebagai tempat para tahanan, tapi juga dijadikan
sebagai tempat pembinaan bagi para narapidana.
C. Struktur Organisasi Rumah Tahanan Negara Klas II-B Sidikalang
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman RI No.M.04 PR.07.03 Tahun
1985 Tanggal 20 September 1985 maka Bagan Organisasi Dan Tata Kerja Rumah
Sturktur Organisasi Rumah Tahanan
Bagan 4.1 Struktur Organisasi
Sumber Data Primer : Rutan Klas II-B Sidikalang
1. Deskripsi Pekerjaan Pada Rumah Tahanan Negara Klas II-B Sidikalang a. Kepala Rumah Tahanan Negara
Mengkordinasikan, memimpin dan mengawasi proses penerimaan,
penempatan, perawatan, keamanan. Tata tertip tahamam serta bidang fasilitas
Rutan sesuai peraturan perUndang-Undangan yang berlaku untuk kep.
Penyidikan penuntaran ) pemeriksaan di sidang pengadilan.
b. Kepala Kesatuan Pengamanan
Mengkordinasikan tugas pengamanan ( ketertiban dengan melakukan
pengaturan jadwal penjagaan, pengunaan peralatan pengamanan ) pembagian
tugas jaga agar tercipta suasana aman tertib dalam lingkungan Rutan
c. Kasubsi Yantah Rutan
Mengkordinasikan administrasi perawatan, mempersiapkan pemberian
bantuan hukum.( Penyuluhan serta pemberian bimbingan kegiatan tahanan pada
Rutan, sesuai dengan ketentuan perUndang-Undangan yang berlaku.
d. Kasubsi Pengolahan Rutan
Melaksanakan pengurusan administrasi kepegawaian, perlengkapan (
rumah tangga sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku dalam rangka
Tabel 4.1
Organisasi Pegawai Rutan Klas II-B Sidikalang
No Jabatan Tingkat pendidikan
SD SMP SMU Sarjana Total
Sumber Data Primer: Rutan Klas II-B Sidikalang
D. Pola Pembinaan Warga Binaan
Empat tahap proses pembinaan dalam sistem Pemasyarakatan:
1. Tahap pertama : Pada tahap ini dilakukan penelitian terhadap
narapidana untuk mengetahui hal ikwal yang bersangkutan.
2. Tahap kedua : Bilamana Proses pembinaan telah berjalan selama-
lamanya sepertiga dari masa pidananya dan menurut Dewan pembina
pemasyarakatan sudah terdapat kemajuan ( insyaf, disiplin, patuh terhadap
peraturan tata tertib) maka yang bersangkutan ditempatkan pada Lembaga
3. Tahap ketiga : Bila mana proses pembinaan terhadap
narapidana telah berlangsung selama setengah dari masa pidananya dan
menurut dewan pembinaan pemasyarakatan telah terhadap cukup
kemajuan, baik secara fisik, menatal maupun keterampilannya, maka
dapat diadakan asimilasi dengan masyarakat luar.
4. Tahap Keempat : Bilamana proses pembinaannya telah
berlangsung selama dua pertiga dari masa pidananya atau sekurang -
kurangnya sembilan bulan, maka kepada yang bersangkutan dapat
diberikan lepas bersyarat, atas usul dari dewan pembinaan
pemasyarakatan.
Asmilasi adalah proses pembinaan narapidana dan anak didik
pemasyarakatan di dalam kehidupan masyarakat. Untuk memproleh asmilasi
narapidana harus telah menjadi ½ ( setengah ) dari masa pidana dikurang masa
tahanan dan remisi, dihitung sejak tanggal putusan pengadilan berkekuatan
hukum tetap. Pembebasan bersyarat adalah proses pembinaan narapidana di luar
lembaga pemasyarakatan . Untuk memperoleh pembebasan bersyarat narapidana
harus telah menjalani 2/3 ( dua pertiga ) dari masa pidananya, setelah di kurang
masa tahanan dan remisi di hitung sejak tanggal putusan pengadilan
berkekuatan hukum tetap.
Cuti menjelang bebas (CMB) adalah proses pembinaan narapidana luar
lembaga pemasyarakatan, bagi terpidana yang tidak dapat diberikan pelepasan
bersyarat karena masa hukuman atau masa pidanannya pendek, untuk dapat di
berikan CMB narapidana harus telah menjalani 2/3 (dua pertiga ) dari masa
putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap dan jangka waktu cuti terakhir
paling lama enam bulan. Remisi adalah pengurangan masa pidanan yang
diberikan kepada narapidana yang diberikan kepada narapidana telah memenuhi
persyaratan yang telah ditetapkan dan berkelakuan baik selama menjalani masa
pidana.
Pola pembinaan warga binaan pemasyarakatan adalah bentuk – bentuk
pembinaan yang diberikan dalam membina warga binaan, yaitu :
1. Pendidikan Agama
a. Pendidikan Agama Islam dilaksanakan setiap hari senin sampai
dengan sabtu.
b. Pendidikan Agama Kristen Protestan, dilaksanakan setiap hari Senin
sampai dengan Minggu bekerja sama dengan Tim Pelayanan Rohani
2. Pendidikan Keterampilan.
Pendidikan keterampilan diberikan supaya apabila warga binaan telah
bebas, mempunyai keterampilan yang bisa dikembangkan di masyarakat.
Pembinaan ini berupa pertukangan kayu, pertanian, dan pertamanan.
3. Pendidikan Olahraga dan Rekreasi
a. Olah raga dilaksanakan dari hari Senin sampai dengan Sabtu pada
pagi hari.
b. Rekreasi dalam bentuk menonton televisi.
4. Perpustakaan, sarana cukup akan tetapi minat membaca warga binaan
sangat kurang.
6. Pembinaan Integrasi yaitu memberikan kesempatan pada keluarga dan
masyarakat untuk berkunjung ke Rumah Tahanan Negara dan memberikan
kesempatan berasimilasi, cuti mengunjungi keluarga, cuti menjelang
bebas, pembebasan bersyarat, dan pemberian remisi.
Pembinaan tersebut sebagaimana uraian di atas adalah bentuk
pembinaan secara khusus umum yang diberikan kepada seluruh warga binaan
penghuni Rumah Tahanan Negara Klas II-B Sidikalang. Sedangkan pembinaan
secara khusus yaitu dengan memberikan kesempatan berasmilasi, cuti
mengunjungi keluarga, cuti menjelang bebas, pembebasan bersyarat, dan
pemberian remisi.
Tahap Pembinaan Warga Binaan.
1. Maximum Security
Pembinaan disisni adalah masa orientasi pengenalan tentang suasana
di Rutan dan pengidentifikasian warga binaan oleh Petugas Rutan. Pada
tahap pembinaan ini dikhususkan bagi warga binaan yang menjalani
masa pidana 0-1/3 dari seluruh masa pidana yang ditetapkan. Pembinaan
ini disebut dengan pembinaan tahap awal yang dilakukan melalui
ceramah-ceramah keagamaan, peraturan baris-barisan, senam dan
melaksanakan kebersihan dalam kamar.
2. Medium Security
Pada tahap pembinan ini ditujukan kepada warga binaan yang menjalani
masa hukuman dimulai 1/3-1/2 dari seluruh masa pidana yang sudah
membantu pegawai dalam kegiatan bakti sosial (kebersihan), baik di
masjid, gereja, kantor, di lingkung Rutan, serta dilatih menjadi petugas
untuk upacara seperti pengibaran bendera, komandan upacara, dan
lain-lain.
3. Minimum Security
Pada tahap binaan ini, diperkenankan warga binaan yang telah menjalani
masa hukuman ½-2/3 dari masa pidana yang telah ditetapkan. Mereka sudah dapat
diusulkan untuk mengikuti asimilasi (membaurkan diri dengan masyarakat).
Selain itu, mereka diperkenankan untuk melanjutkan pendidikan di luar lembaga,
misalnya sekolah, khursus komputer, dan khursus keterampilan lainnya.
Pembinaan ini disebut dengan pembinaan tahap lanjutan. Setelah menjalani 2/3
dari seluruh masa pidana yang ditetapkan, mereka dapat diusulkan untuk
diberikan Pembebasan Bersyarat (PB), Cuti Menjelang Bebas (CMB), Cuti
Mengunjungi Keluarga (CMK), yang tentunya dengan memperhatikan dan
mempertimbangkan tingkah laku selama menjadi warga binaan di Rutan. Untuk
PB dan CMb harus diketahui dan disetujui oleh Karutan , Kejaksaan, dan Kepala
BAPAS. Sedangkan untuk mendapatkan CMK, cukup mendapat persetujuan dari
Tabel 4.2
Daftar Menu Makanan Rutan Sidikalang
Hari
Tabel 4.3
Daftar Pelayanan Kebaktian Rohani di Rutan Klas II-B Sidikalang
Hari Waktu Pelaksana Minggu
Senin Pagi GKPI Panji Bako Minggu II dan IV
Selasa Pagi STTOI Setiap Minggu
Rabu Pagi STTOI Setiap Minggu
Kamis Pagi Yayasan Putri Sion K.Jahe Minggu II
Sabtu Pagi YPPI Hosana Sidikalang Minggu II
Minggu Pagi PGPI Sidikalang Minggu I
Minggu Pagi HKBP Distrik VI Dairi Minggu II
Minggu Pagi YPPI Sidikalang Minggu III
Minggu Sore Gereja Iman Kristus Inji Minggu III
Minggu Sore PGPI Sidikalang Minggu IV
Minggu Sore GBI Minggu IV
E. Fasilitas Dan Bangunan Rumah Tahanan Sidikalang
1. Tempat Ibadah ( Masjid dan Gereja )
2. Ruangan untuk Kantor ( Karutan, Kasubsi Pelayanan Tahanan, Kasubsi
Pengelolaan, KPR, Kepegawaian, Keuangan, Tata Usaha, Registrasi,
Bimbingan Kerja).
3. Garu jaga, Ruang Portir, Ruang kepala Jaga, Ruang Piket, Pos Jaga.
4. Ruang ( Bimbingan Kerja, Pendidikan, Perpustakaan, Aula Pengayoman,
Kamar Mandi, Dapur umum, Poliklinik, Ruang Makan, Ruang jahit).
5. Sumur Pompa
6. Lapangan Olah Raga: Lapangan Volli, Tennis meja, dll.
7. Kamar untuk warga Binaan terdiri dari tiga blok, yaitu :
a. Blok Arabika = Wanita
b. Blok Ateng = Tahanan
BAB V ANALISA DATA
Dalam bab ini dijelaskan tentang hasil penelitian yang dilakukan oleh
penulis dan sekaligus analisa terhadap data yang dikumpulkan berdasarkan
hasil penyebaran kuesioner maupun hasil wawancara dan observasi dilapangan
yang disusun dalam bentuk tabel.
Seperti yang telah dijelaskan pada bab metodologi penelitian bahwa
yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah narapidana yang
mendapatkan pembinaan di Rumah Tahanan Klas II-B Sidikalang, yaitu dengan
menyebarkan kuesioner kepada 31 responden, yaitu 24 orang warga binaan yang
bersetatus BI yaitu warga binaan dengan masa hukuman di atas 1 tahun dan 7
orang warga binaan yang bersetatus BIIa yaitu warga binaan dengan masa
hukuman di bawah 1 tahun. Penulis juga melakukan wawancara dengan
beberapa narapidana .
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan permasalahan
penelitian yakni gambaran tentang Persepsi Narapidana Terhadap Pola
A. Karakteristik Identitas Responden Narapidana
Sebelum menganalisa data, sebaiknya perlu diketahui gambaran
responden secara umum.
Tabel 5.1
Kararteristik Responden berdasarkan Usia
No Jawaban Responden Register BI Register BIIa
F % F %
Sumber : Hasil Kuesioner, 2007
Dari tabel 5.1 dapat diketahui bahwa usia responden berkisar antara
17-48 tahun. Tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden
berusia 25-32 tahun, yaitu berjumlah 13 orang (54 %). Responden dengan usia
17-24 tahun berjumlah 3 orang (13 %), usia 33- 40 tahun berjumlah 7 orang
(29 %) dan usia 41-48 1 orang (4 %). Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa usia
narapidana bervariasidan ternyata kasus-kasus kejahata tidak hanya terjadi pada
usia 25 tahun kebawah tapi juga terjadi pada usia 25 tahun keatas.
Tabel 5.2
Karakteristik Berdasarkan Suku
No Suku Responden Registrasi BI Registrasi BIIa
F % F %
1 Batak 20 83 4 57
2 Jawa 4 17 3 43
Jumlah 24 100 7 100
Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa suku terbanyak
responden adalah suku Batak yaitu berjumlah 20 orang (83 %), kemudian
suku Jawa 4 orang (4 %). Dapat dilihat bahwa mayoritas narapidana adalah suku
Batak karena memang penduduk Sidikalang didominasi suku Batak, walaupun
demikian tidak pernah terjadi perselisihan antar suku.
Tabel 5.3
Karateristik Responden berdasarkan Asal Daerah.
No Jawaban Responden Registrasi BI Register BIIa
F % F %
1 Sidikalang 18 75 4 57
2 Aceh 5 21 1 14
3 Medan 1 4 2 29
Jumlah 24 100 7 100
Sumber : Hasil Kuesioner, 2007
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa responden berasal dari berrapa
daerah di Sumatara Utara, namun sebahagian besar responden yaitu 18 orang
(75%) responden yang berstatus register BI dan 4 orang (57%) responden
berstatus register BIIa berasal dari Sidikalang, hal ini membuktikan bahwa
Tabel 5.4
Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No Jawaban Responden Registrasi BI Register BIIa
F % F %
1 SD 8 33 - -
2 SMP 10 42 3 43
3 SMU 6 25 3 43
4 Sarjana - - 1 14
Jumlah 24 100 7 100
Sumber : Hasil Kuesioner, 2007
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan pada
responden register BI didominasi oleh tingkat pendidikan SMP yaitu
Sebanyak 10 orang (42%), kemudian diikuti tingkat pendidikan SD berjumlah 8
orang (33%), lalu ikuti tingkat pendidikan SMU 6 orang (25%). Sedangkan
responden register BIIa dengan tingkat pendidikan SMP dan SMU 3 orang
(43%), Sarjana 1 orang (14%).
Responden pada umumnya memiliki tingkat pendidikan yang relatif
masih rendah. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan responden,
rendahnya tinggkat pendidikan disebabkan keadaan ekonomi orang tua yang
tidak mampu. Rendahnya tinggkat pendidikan yang dimiliki oleh responden
mempengaruhi pola pikir responden dalam mengambil keputusan, yang pada