• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Dukungan Sosial Suami Dengan Kecemasan Pada Wanita Menopause

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Antara Dukungan Sosial Suami Dengan Kecemasan Pada Wanita Menopause"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL SUAMI

DENGAN KECEMASAN PADA WANITA MENOPAUSE

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan

Ujian Sarjana Psikologi

Oleh :

MIRA NURMADINA

051301102

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)

Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Kecemasan Pada Wanita Menopause

Mira Nurmadina dan Meidriani Ayu Siregar

ABSTRAK

Dukungan sosial suami diartikan sebagai bantuan yang dapat diberikan oleh suami berupa bantuan material, informasi, maupun emosional yang dapat menimbulkan adanya perasaan dihargai dan dicintai pada istri yang menerima dukungan, sedangkan kecemasan pada wanita menopause merupakan situasi yang menimbulkan perasaan yang tidak menyenangkan dimana individu tersebut merasa gelisah, bingung dan khawatir yang disebabkan adanya berbagai perubahan fisik dan psikis yang dialaminya pada masa menopause.

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial suami dengan kecemasan pada wanita menopause.

Jumlah sampel penelitian ini adalah 74 wanita. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan purposive sampling. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala model Likert yang kemudian dianalisa dengan menggunakan metode analisa korelasi. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua buah skala yaitu skala kecemasan yang disusun oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek dari Blackburn & Davidson (1994) dan skala dukungan sosial suami yang disusun oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek dari Sarafino (1998). Skala kecemasan memiliki nilai reliabilitas (rxx)=0.967

dan nilai reliabilitas skala dukungan sosial suami (rxx)=0.953.

Hasil analisa data penelitian dengan menggunakan teknik korelasi Pearson Product Moment menunjukkan koefisien korelasi (r)=-0.588 dengan p<0.01 (p=0.000) sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara dukungan sosial suami dengan kecemasan pada wanita menopause.

(3)

Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Kecemasan Pada Wanita Menopause

Mira Nurmadina dan Meidriani Ayu Siregar

ABSTRACT

The social support of husband define as a helping that can be given by husband like material support, information or the emotional that can grow up the feeling to be honoured and be to individual who accept te support. The wariness is the situation that grow up and the feeling where the individual or teh person feel uneasy, confusing and worrying that caused some exchange of physics and psyche that will be felt in the menopause period.

This research is a correlation research that aims to know the correlation between the support of a husband to word to wariness by wife in the menopause period.

The total of sample is 74 woman. The sampling technique used is purposive sampling. The instrument is use in this analysis is quetioner model scale Likert and than analysed with used correlation of method.

Measuring tool used in this research is two scales that consist of anxiety scale and social support scale. The researcher created the scales based on anxiety by Blackburn and Davidson (1994) and social support from Sarafino (1998). Anxiety scale has reliability (rxx)=0.967 and reliabilility of social support

(rxx)=0.953.

The result of data analyzed which used correlation technic Pearson Product Moment shows that the coefficient correlation (r)=-0.588 with p<0.01 (p=0.000) so that researcher conclude that there is a very significant correlation between social support of a husband and anxiety in the menopause period.

(4)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR SKEMA ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN……… ………...xi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 12

E. Sistematika Penulisan... 13

BAB II. LANDASAN TEORI ... 15

A. Kecemasan ... 15

1. Pengertian Kecemasan ... 15

2. Jenis-jenis Kecemasan ... 16

3. Aspek-aspek Kecemasan ... 17

4. Hal-hal yang menimbulkan Kecemasan ... 18

5. Reaksi-reaksi Kecemasan ... 19

(5)

7. Kecemasan pada Wanita Menopause ... 20

B. Dukungan Sosial ... 22

1. Pengertian Dukungan Sosial ... 22

2. Aspek-aspek Dukungan Sosial ... 23

3. Sumber-sumber Dukungan Sosial ... 26

4. Model kerja Dukungan Sosial ... 26

5. Dukungan Sosial Suami ... 27

C. Menopause ... 28

1. Pengertian Menopause ... 28

2. Tahap-tahap Menopause ... 29

3. Usia memasuki Menopause ... 30

4. Jenis-jenis Menopause ... 30

5. Gejala-gejala Menopause ... 32

D. Dewasa Madya ... 34

1. Pengertian Dewasa Madya ... 34

2. Karakteristik Dewasa Madya ... 34

3. Tugas Perkembangan Dewasa Madya ... 38

E. Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Kecemasan pada Wanita Menopause ... 44

D. Hipotesa Penelitian ... 46

BAB III. METODE PENELITIAN ... 47

(6)

B. Definisi Variabel Penelitian ... 47

1. Kecemasan ... 47

2. Dukungan Sosial Suami ... 48

C. Populasi, Sampel, Dan Metode Pengambilan Sampel...49

1. Populasi dan Sampel ...49

2. Metode Pengambilan Sampel ...49

3. Jumlah Sampel Penelitian ...50

D. Alat Ukur yang Digunakan ... 50

1. Skala Kecemasan ………...51

2. Skala Dukungan Sosial Suami ...52

E. Uji Coba Alat Ukur ... 53

1. Uji Validitas ... 54

2. Uji Daya Beda Aitem ... 54

3. Uji Reliabilitas ... 55

F. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 55

1. Hasil Uji Coba Skala Kecemasan ... 56

2. Hasil Uji Coba Skala Dukungan Sosial Suami ... 57

G. Prosedur Penelitian ... 59

1. Persiapan Penelitian ... 59

2. Pelaksanaan Penelitian ... 60

3. Tahap Pengolahan Data ... 60

H. Metode Analisa Data ... 60

(7)

2. Uji Linieritas ... 61

BAB IV ANALISA DAN INTERPRETASI DATA ... 62

A. Gambaran Subjek Penelitian ... 62

1. Usia Subjek Penelitian ... 62

2. Lamanya Menopause Subjek Penelitian ... 63

3. Pekerjaan Subjek Penelitian ... 64

4. Tingkat Pendidikan Subjek Penelitian ... 64

B. Hasil Penelitian ... 65

1. Hasil Uji Asumsi ... 65

2. Hasil Uji Analisa Data ... 67

3. Hasil Tambahan ... 74

C. Pembahasan ... 77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 84

A. Kesimpulan ... 84

B. Saran ... 86

1. Saran Metodologis ... 86

2. Saran Praktis ... 87

(8)

DAFTAR SKEMA

Skema 1 : Fase normal kehidupan wanita ... 29

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Blue print skala kecemasan sebelum uji coba ... 51

Tabel 2 : Blue print skala dukungan sosial sebelum uji coba... 53

Tabel 3 : Distribusi aitem skala kecemasan setelah uji coba………...56

Tabel 4 : Distribusi item skala kecemasan untuk penelitian………...57

Tabel 5 : Distribusi item skala dukungan sosial suami setelah uji coba……….57

Tabel 6 : Distribusi item skala dukungan sosial suami untuk penelitian...58

Tabel 7 : Penyebaran subjek berdasarkan usia...62

Tabel 8 : Penyebaran subjek berdasarkan lamanya menopause……….63

Tabel 9 : Penyebaran subjek berdasarkan pekerjaan...64

Tabel 10 : Penyebaran subjek berdasarkan tingkat pendidikan……..………...65

Tabel 11 : Uji Normalitas dengan One Sample Kolmogorov-Smirnov…………66

Tabel 12 : Hasil Uji Linieritas hubungan kedua variabel…………...66

Tabel 13 : Hasil Model Summary pada Analisa Pearson ………...67

Tabel 14 : Nilai empirik dan hipotetik kecemasan...68

Tabel 15 : Kategorisasi data variabel kecemasan ………...69

Tabel 16 : Nilai empirik dan hipotetik dukungan sosial suami...71

Tabel 17 : Kategorisasi data variabel dukungan sosial suami………...71

Tabel 18 : Norma kategorisasi kecemasan pada wanita menopause...73

Tabel 19 : Kategorisasi data kecemasan pada wanita menopause...73

Tabel 20 : Norma kategorisasi dukungan sosial suami...74

(10)

Tabel 22 : Hasil Model Summary pada analisa regresi………...75

Tabel 23 : Gambaran kecemasan berdasarkan lamanya menopause...76

Tabel 24 : Gambaran kecemasan berdasarkan pekerjaan…………...76

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A : Gambaran Subjek Penelitian

Lampiran B : Reliabilitas

Lampiran C : Skala Penelitian

Lampiran D : Data Hasil Penelitian

(12)

Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Kecemasan Pada Wanita Menopause

Mira Nurmadina dan Meidriani Ayu Siregar

ABSTRAK

Dukungan sosial suami diartikan sebagai bantuan yang dapat diberikan oleh suami berupa bantuan material, informasi, maupun emosional yang dapat menimbulkan adanya perasaan dihargai dan dicintai pada istri yang menerima dukungan, sedangkan kecemasan pada wanita menopause merupakan situasi yang menimbulkan perasaan yang tidak menyenangkan dimana individu tersebut merasa gelisah, bingung dan khawatir yang disebabkan adanya berbagai perubahan fisik dan psikis yang dialaminya pada masa menopause.

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial suami dengan kecemasan pada wanita menopause.

Jumlah sampel penelitian ini adalah 74 wanita. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan purposive sampling. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala model Likert yang kemudian dianalisa dengan menggunakan metode analisa korelasi. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua buah skala yaitu skala kecemasan yang disusun oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek dari Blackburn & Davidson (1994) dan skala dukungan sosial suami yang disusun oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek dari Sarafino (1998). Skala kecemasan memiliki nilai reliabilitas (rxx)=0.967

dan nilai reliabilitas skala dukungan sosial suami (rxx)=0.953.

Hasil analisa data penelitian dengan menggunakan teknik korelasi Pearson Product Moment menunjukkan koefisien korelasi (r)=-0.588 dengan p<0.01 (p=0.000) sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara dukungan sosial suami dengan kecemasan pada wanita menopause.

(13)

Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Kecemasan Pada Wanita Menopause

Mira Nurmadina dan Meidriani Ayu Siregar

ABSTRACT

The social support of husband define as a helping that can be given by husband like material support, information or the emotional that can grow up the feeling to be honoured and be to individual who accept te support. The wariness is the situation that grow up and the feeling where the individual or teh person feel uneasy, confusing and worrying that caused some exchange of physics and psyche that will be felt in the menopause period.

This research is a correlation research that aims to know the correlation between the support of a husband to word to wariness by wife in the menopause period.

The total of sample is 74 woman. The sampling technique used is purposive sampling. The instrument is use in this analysis is quetioner model scale Likert and than analysed with used correlation of method.

Measuring tool used in this research is two scales that consist of anxiety scale and social support scale. The researcher created the scales based on anxiety by Blackburn and Davidson (1994) and social support from Sarafino (1998). Anxiety scale has reliability (rxx)=0.967 and reliabilility of social support

(rxx)=0.953.

The result of data analyzed which used correlation technic Pearson Product Moment shows that the coefficient correlation (r)=-0.588 with p<0.01 (p=0.000) so that researcher conclude that there is a very significant correlation between social support of a husband and anxiety in the menopause period.

(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Dewasa madya adalah periode transisi dan jembatan antara dua generasi,

yaitu generasi muda dan generasi yang lebih tua. Usia madya merupakan masa

usia antara 40-60 tahun. Bagi kebanyakan orang, usia madya merupakan masa

dengan dua hal yang berbeda, yaitu usia madya dipandang sebagai usia yang

terbaik dalam hidup, tetapi juga merupakan masa munculnya kesadaran akan

kematian dan banyaknya waktu yang telah berlalu (Craig, 1986).

Usia madya merupakan saat untuk melihat masa lalu dan masa yang akan

datang. Masa ini menjadi saat bagi seseorang untuk mengevaluasi tujuan dan

harapan serta menentukan bagaimana cara terbaik dalam menjalani sisa waktu

dalam kehidupan mereka (Papalia, 2003). Banyak individu yang berusia 50 tahun

menganggap bahwa masa tersebut merupakan masa yang penting dalam

kehidupan mereka. Masa ini ditandai dengan adanya kemandirian, rasa aman

dalam suatu hubungan, kebebasan, penghasilan dan status sosial yang tinggi serta

kepercayaan diri (Frank dalam Dacey & Travers, 2002).

Usia madya juga merupakan saat-saat yang sibuk, dan terkadang disertai

dengan stress. Masa ini ditandai dengan beragam dan meningkatnya

tanggungjawab, bertambahnya peran yang harus dijalani, seperti menjalankan

(15)

atau memulai karir yang baru serta melakukan penyesuaian terhadap perubahan-

perubahan yang terjadi dalam kehidupan (Hurlock, 1990).

Perubahan yang dialami individu pada usia dewasa madya salah satunya

adalah perubahan seksual, yaitu andropouse yang dialami oleh pria dan

menopause pada wanita. Menopause merupakan suatu fase alamiah dimana

berakhirnya kemampuan wanita untuk bereproduksi yang ditandai dengan

berhentinya siklus menstruasi pada wanita. Secara normal wanita akan mengalami

menopause antara usia 45 tahun sampai 55 tahun, dan seorang wanita dikatakan

mengalami menopause bila siklus menstruasinya telah berhenti selama 12 bulan

(Kasdu, 2003).

Spencer & Brown (2007) mengartikan menopause sebagai suatu akhir

proses biologis dari siklus menstruasi yang terjadi karena penurunan produksi

hormon estrogen dan progesteron yang dihasilkan ovarium (indung telur). Proses

menuju menopause dimulai dengan perlambatan fungsi indung telur, lima tahun

sebelum periode menstruasi terakhir. Terdapat juga perubahan-perubahan fisik

dan emosi beberapa tahun setelah haid terakhir. Selama masa ini, terjadi

perubahan dalam keseimbangan hormon, ditandai dengan pengurangan jumlah

estrogen yang diproduksi indung telur, sehingga haid menjadi tidak teratur dan

akhirnya berhenti.

Saat seseorang memasuki masa menopause, kadar estrogennya akan turun

hingga kira-kira 80%. Selain itu saat menstruasi seseorang berhenti, tingkat

progesterone juga menurun. Perubahan hormon estrogen dan progesteron tersebut

(16)

tersebut diikuti dengan berbagai perubahan kondisi fisik maupun psikologis

wanita yang mengalaminya (Kasdu, 2003).

Data BPS (dalam Proyeksi Penduduk, 2008) menunjukkan bahwa

5.320.000 wanita Indonesia memasuki masa menopause per tahunnya, dan 68%

dari jumlah tersebut mengalami gejala-gejala menopause. Beberapa perubahan

atau gejala fisik yang dialami oleh seseorang yang memasuki masa menopause

diantaranya adalah rasa panas (hot flashes) yang timbul pada saat seseorang masih menstruasi sampai menstruasi benar-benar berhenti. Munculnya gejolak rasa

panas ini sering diawali pada daerah dada, leher, wajah dan beberapa daerah tubuh

yang lain. Mustopo (2005) mengatakan bahwa 85% wanita mengalami gejolak

rasa panas tersebut saat menopause. Selain itu kekeringan vagina yang dialami

akibat kekurangan hormon estrogen, dapat menimbulkan rasa sakit dan tidak

nyaman saat berhubungan seksual (dalam Zainuddin, 2005).

Kekurangan hormon estrogen juga menyebabkan perubahan pada kulit,

seperti munculnya kerutan dan terkadang disertai dengan jerawat, selain itu badan

juga menjadi lebih gemuk dari biasanya (Mustopo, 2005). Hal ini dapat

mengurangi kecantikan seorang wanita, sehingga wanita merasa kurang percaya

diri (dalam Retnowati, 2005).

Seseorang yang mengalami menopause juga sering berkeringat di malam

hari, sulit tidur, perubahan kesehatan mulut, kerapuhan tulang (osteoporosis), serta

penyakit-penyakit jangka panjang lainnya seperti penyakit jantung dan pembuluh

darah. Konsekuensi kesehatan yang terjadi pada menopause disebabkan oleh

(17)

tubuh seseorang. Level estrogen yang menurun selama menopause, serta

terjadinya proses penuaan alami, membuat seseorang menjadi lebih rentan

terhadap penyakit (Mustopo, 2005). Seperti yang tercatat pada tahun 2000,

dimana penyakit jantung menduduki urutan pertama penyebab kematian wanita

menopause di Amerika Serikat, dan tempat kedua diduduki oleh stroke (dalam

Kuncoro, 2004).

Perubahan fisik yang terjadi ketika menopause disertai juga dengan

beberapa gejala psikologis yang menonjol, seperti stress, frustasi dan adanya

penolakan terhadap menopause (Papalia, 2003). Namun, tidak semua orang yang

mengalami menopause merasakan hal tersebut. Beberapa wanita menganggap

menopause sebagai hal yang biasa dalam hidupnya. Mereka menganggap bahwa

setelah masa reproduksi berakhir, mereka tidak akan direpotkan lagi dengan haid

yang datang rutin setiap bulan sehingga tidak mengganggu aktivitas mereka,

terutama aktivitas yang berhubungan dengan keagamaan, misalnya ibadah shalat

bagi wanita yang beragama Islam. Ibrahim (2002) juga mengungkapkan bahwa

beberapa wanita justru menemukan kesenangan pada masa menopause, salah

satunya dengan memperkuat benteng agama. Wanita juga menunjukkan perhatian

yang lebih pada masalah agama dan kehidupan setelah kematian. Mereka

menjalankan berbagai kewajiban beribadah, mendatangi ahli agama untuk

mendapatkan bimbingan, nasihat dan penyuluhan rohani.

Penelitian yang dilakukan oleh Mathews (dalam Dacey & Travers, 2002)

juga menyatakan bahwa wanita-wanita di Israel, baik yang berasal dari budaya

(18)

menopause. Mereka memandang menopause sebagai masa perpaduan antara

integrasi, keseimbangan, kebebasan, dan kepercayaan diri.

Gejala-gejala lain yang muncul saat menopause adalah perasaan

menurunnya harga diri karena menurunnya daya tarik fisik dan seksual, mereka

merasa tidak dibutuhkan oleh suami dan anak-anak mereka, serta merasa

kehilangan femininitas karena fungsi reproduksi yang menurun (dalam Zainuddin,

2005). Dacey & Travers (2002) juga menyatakan bahwa seseorang yang

mengalami menopause sering sulit berkonsentrasi, sering lupa, kesepian, suasana

hati tidak menentu, dan sering merasa cemas.

Kecemasan adalah suatu perasaan yang tidak menyenangkan yang ditandai

dengan munculnya kegelisahan, kebingungan, ketakutan dan kekhawatiran,

dimana perasaan ini berhubungan dengan aspek-aspek subjektif dan emosi yang

hanya dapat dirasakan oleh orang yang bersangkutan, dimana akibatnya dapat

diketahui secara langsung dalam bentuk fisiologis (Calhoun dan Acocella,1995).

Budimoeljono (2004) menyatakan bahwa kecemasan biasanya diikuti dengan

meningkatnya rangsangan pada tubuh, seperti jantung berdebar-debar atau

keringat dingin.

Kecemasan yang dialami seseorang pada saat menopause erat

hubungannya dengan proses menopause itu sendiri, dimana kadar estrogen yang

mulai menurun dapat menimbulkan kecemasan (Nugroho, 2002). Mustopo (2005)

juga menyatakan bahwa kesehatan, pikiran dan ketenangan dipengaruhi oleh

hormon estrogen. Banyak wanita yang mengeluh bahwa setelah menopause

(19)

tidak hanya disebabkan oleh proses dari menopause saja, tetapi juga karena

adanya kekhawatiran dalam menghadapi situasi yang sebelumnya tidak pernah

dialami dan juga cemas akan hal-hal yang mungkin muncul menyertai

berakhirnya masa reproduksinya (Kasdu, 2003).

Seseorang yang cemas dalam menjalani menopause, pada umumnya tidak

mendapat informasi yang benar tentang menopause sehingga yang

dibayangkannya adalah efek negatif yang akan dialaminya setelah memasuki

masa menopause. Salah satunya adalah mereka cemas dengan berakhirnya

reproduksi, apalagi mereka menyadari dirinya akan menjadi tua, yang berarti

kecantikannya akan memudar. Seiring dengan itu, vitalitas dan fungsi organnya

akan menurun. Hal ini dapat menghilangkan kebanggaan dirinya sebagai wanita.

Keadaan ini dikhawatirkan dapat mempengaruhi hubungannya dengan suami

ataupun keluarga (Kasdu, 2002). Rasa takut akan hilangnya kemudaan dan

kecantikan dapat mengakibatkan adanya penolakan terhadap pasangan, pekerjaan

serta lingkungan sosial (Gunadarsa, 1991).

Banyak wanita yang takut tidak diperhatikan lagi, sehingga secara sadar

atau tidak, sebagian dari mereka yang mengalami menopause berubah menjadi

cerewet agar bisa menarik perhatian dari keluarga. Mereka menjadi lebih mudah

tersinggung dan marah terhadap sesuatu yang sebelumnya dianggap tidak

mengganggu. Perasaannya menjadi sangat sensitif terhadap sikap dan perilaku

orang-orang disekitarnya (dalam Zainuddin, 2005).

Hal senada dikemukakan oleh Kartono (1981), bahwa kecemasan adalah

(20)

dan marah, serta sering berada dalam keadaan gelisah. Papalia (2003) juga

mengemukakan bahwa gejala-gejala psikologis yang dominan muncul pada saat

menopause adalah cepat marah dan gampang tersinggung.

Seseorang yang mengalami menopause juga cemas akan keadaan atau

kondisi tubuhnya seperti pegal-pegal, cepat letih, jantung berdebar-debar, nyeri

sendi, sakit kepala, dan tidak nyaman saat buang air kecil. Selain itu kecemasan

yang dialami seseorang berhubungan dengan perubahan-perubahan fisik yang

terjadi pada dirinya. Munculnya gejala-gejala atau perubahan fisik saat

menopause dapat mengacaukan emosi, dan penurunan kadar estrogen dapat

menjadi penyebab yang mempengaruhi suasana hati dan ketenangan secara tidak

langsung (Spencer & Brown, 2007).

Gejala-gejala fisik yang terjadi selama menopause seperti perubahan

tekstur kulit, badan menjadi lebih gemuk, dan payudara yang menurun, dapat

membuat wanita kurang percaya diri sehingga takut kecantikannya akan menurun

serta khawatir suami tidak akan lagi tertarik padanya (dalam Kuncoro, 2004). Hal

ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh salah satu wanita yang telah menopause

pada tanggal 18 November 2008 berikut ini :

“ Ya cemas la pasti, apalagi saya sendiri menyadari semenjak menopause ini berat saya nambah, lebih gemukan dari sebelumnya. Takut kalau-kalau suami tidak tertarik lagi” (Fe, dalam komunikasi personal pada tanggal 18 November 2008).

Perubahan pada lapisan dinding vagina sering membuat wanita merasa

tidak bisa melakukan hubungan seks lagi, dan membuatnya cemas karena tidak

dapat memenuhi kebutuhan seksual suaminya. Reitz (1993) menyatakan bahwa

(21)

wanita merasa tidak diperdulikan oleh suaminya. Sejalan dengan hal itu mereka

sering merasakan kecemburuan yang tinggi terhadap suaminya, serta khawatir

bahwa dengan keberhasilan yang diraih, suami menginginkan seorang wanita

yang lebih muda dan menarik.

Ibrahim (2002) juga mengemukakan bahwa wanita yang mengalami

menopause juga merasa sangat minder yang disebabkan oleh

perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya selama menopause, dan rasa minder

tersebut disertai dengan berbagai kecemasan dan keresahan. Selain itu Reitz

(1993) menyatakan bahwa banyak wanita menopause menggunakan obat-obatan

penenang untuk menghilangkan kecemasan dan kekhawatiran dalam dirinya.

Akibat dari fisik yang tidak nyaman dan kecemasan yang terjadi pada

masa menopause dapat menimbulkan ketegangan dan konflik batin serta

gangguan-gangguan emosional yang menjadi alasan bagi timbulnya kesehatan

mental yang kurang baik (Kartono, 1989). Hasil penelitian yang dilakukan oleh

Rostiana (2004) menunjukkan bahwa kecemasan yang dirasakan oleh wanita

menopause mengakibatkan dirinya sulit untuk berkonsentrasi dalam mengerjakan

sesuatu, kesulitan dalam membuat keputusan, sering mnegalami sulit tidur serta

munculnya perasaan-perasaan seperti rasa gugup dan panik.

Kecemasan yang dialami seseorang selama menopause dipengaruhi oleh

sikap orang tersebut terhadap menopause, dimana menopause sering dilihat

sebagai sesuatu yang menakutkan bagi wanita (Dacey & Travers, 2002).

Kekhawatiran ini berawal dari pemikiran seseorang bahwa dirinya akan menjadi

(22)

merupakan salah satu fase yang harus dijalani seorang wanita dalam

kehidupannya, dan kecemasan yang mereka alami dapat menyebabkan mereka

sangat sulit menjalani masa ini (Kasdu, 2002).

Agar dapat menjalani menopause dengan baik, diperlukan kemauan diri

untuk memandang hidup sebagai sebuah harapan, dan dibutuhkan pikiran yang

positif dalam memandang setiap kejadian/ peristiwa yang dialami. Apabila

seseorang dapat berpikir secara positif, maka mereka dapat melalui masa

menopause dengan mudah. Namun sebaliknya, apabila orang tersebut berpikir

negatif tentang menopause, maka keluhan-keluhan yang muncul akan semakin

memberatkan hidupnya.

Oleh karena itu penting bagi seseorang untuk berpikir secara positif bahwa

menopause merupakan sesuatu yang sifatnya alami, sama halnya seperti fase

kehidupan yang lain. Sikap positif tersebut dapat muncul apabila ada bantuan dari

orang-orang disekitarnya (Kasdu, 2002). Selain itu beberapa penelitian

menyatakan bahwa perasaan-perasaan negatif yang dialami seseorang selama

menopause berhubungan dengan rendahnya dukungan yang diperoleh dalam

hidupnya (Dacey & Travers, 2002). Bantuan, perhatian, atau kenyamanan yang

dirasakan seseorang yang diterimanya dari orang lain disebut dengan dukungan

sosial (Cobb,dkk dalam Sarafino, 1998).

Dukungan sosial adalah keberadaan, kesediaan, dan kepedulian dari

orang-orang yang dapat diandalkan, menyayangi dan menghargai kita (Sarason, 1983).

Dukungan sosial merupakan berbagai macam dukungan yang diterima oleh

(23)

penghargaan atau harga diri, dukungan instrumental, dukungan informasi atau

dukungan dari kelompok. Adanya dukungan sosial merupakan hal yang sangat

penting bagi kesehatan dan kesejahteraan individu (Sarafino, 2002).

Reitz (1993) mengemukakan bahwa salah satu cara terbaik untuk

mengatasi kecemasan saat menopause adalah dengan berbagi dan

membicarakannya dengan orang-orang disekelilingnya, karena dengan

menceritakannya akan membuat orang tersebut lebih mudah dalam menerima

menopause. Kasdu (2002) juga menyatakan bahwa seseorang yang menjalani

masa menopause juga membutuhkan dukungan dalam bentuk informasi, seperti

pemahaman dan informasi yang benar tentang menopause, karena dengan

pengetahuan dan informasi yang benar akan membantu mereka dalam memahami

dan mempersiapkan dirinya untuk menjalani menopause dengan baik. Adanya

pemahaman bagaimana menopause dapat mempengaruhi dirinya, dapat membantu

seseorang dalam mengatasi perubahan-perubahan yang mungkin akan terjadi.

Selain itu pengetahuan yang dimiliki seseorang juga dapat mempengaruhi

sikapnya terhadap menopause.

Spencer & Brown (2007) mengemukakan bahwa dengan tetap

mempertahankan kehidupan sosial yang aktif, akan membantu seseorang dalam

mengatasi kesulitan emosi dan perasaan dalam menjalani menopause. Selain itu,

hal yang dibutuhkan oleh seseorang yang mengalami menopause adalah

pengertian dan dukungan dari keluarga dan lingkungan. Kasdu (2002) juga

(24)

menjalaninya dengan bantuan dan dukungan dari orang-orang disekitarnya, seperti

teman, keluarga dan khususnya suami.

Pengertian, penerimaan dan dukungan dari suami sangat besar artinya bagi

wanita yang menjalani menopause. Suami yang perduli dan perhatian serta dapat

diajak berbagi, akan sangat membantu seseorang dalam menjalani masa

menopausenya. Perhatian yang diperoleh akan membuatnya merasa berharga dan

dicintai oleh pasangannya. Hurlock (1990) juga menyatakan bahwa pada masa ini,

terdapat perubahan hubungan dari hubungan yang berpusat pada keluarga (family centred relationship) menjadi hubungan yang berpusat pada pasangan (pair cntred relationship), dimana hal ini menunjukkan bahwa peran pasangan sangat penting artinya dalam kehidupan.

Komunikasi dan keterbukaan diantara keduanya dapat membantu

seseorang menjalani menopausenya dengan lebih baik. Hal ini dapat terjadi

apabila permasalahan yang muncul saat menopause dibicarakan secara

bersama-sama dan dicari solusinya. Retnowati (2002) mengungkapkan bahwa keberadaan,

dukungan dan perhatian dari suami dapat membuat seorang wanita menopause

merasa dicintai dan dihargai. Kasdu (2002) juga menyatakan bahwa peran positif

dari suami akan membuat seorang wanita berpikir bahwa kehadirannya masih

sangat dibutuhkan dalam menghadapi kehidupan.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui

(25)

B. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya,

peneliti merumuskan permasalahan yang ingin diketahui dari penelitian ini yaitu

bagaimana hubungan antara dukungan sosial dengan kecemasan pada wanita

menopause.

C. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

hubungan antara dukungan sosial dengan kecemasan pada wanita yang mengalami

menopause.

D. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik yang bersifat

teoritis maupun praktis.

a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan

terhadap perkembangan ilmu psikologi khususnya psikologi perkembangan

yang berkaitan dengan kecemasan dukungan sosial suami, khususnya

kecemasan menghadapi menopause.

b. Manfaat Praktis

1. Memberi informasi pada pasangan suami isteri tentang hubungan dukungan

(26)

2. Menambah wawasan masyarakat tentang hubungan dukungan sosial

dengan kecemasan pada wanita menopause dan pentingnya suatu

dukungan yang diberikan pada wanita menopause.

3. Bagi keluarga khususnya suami, diharapkan hasil penelitian ini menjadi

informasi mengenai pentingnya dukungan sosial khususnya dukungan

yang diberikan oleh pasangan dalam mengatasi kecemasan.

E. SISTEMATIKA PENELITIAN

Penelitian ini dibagi atas lima bab dengan sistematika sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II : Landasan Teori

Bab ini menguraikan kepustakaan yang menjadi landasan teori yang

mendasari masalah yang menjadi objek penelitian.

Bab III : Metodologi Penelitian

Bab ini menceritakan tentang metode kuantitatif yang digunakan dalam

penelitian yang meliputi identifikasi variabel penelitian, defenisi

operasional, populasi, dan metode pengambilan sampel, instrumen/ alat

ukur yang digunakan, prosedur penelitian, dan metode analisis data.

Bab IV Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini berisi tentang hasil penelitian yang disertai dengan interpretasi

(27)

Bab V Kesimpulan dan Saran

Bab ini menguraikan kesimpulan sebagai jawaban permasalahan yang

diungkapkan berdasarkan hasil penelitian dan saran penelitian yang

(28)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. KECEMASAN

1. Pengertian Kecemasan

Kecemasan adalah kondisi emosional yang tidak menyenangkan, yang

ditandai dengan emosi yang tidak stabil, sangat mudah tersinggung dan marah,

sering gelisah serta perasaan-perasaan subjektif seperti ketegangan, ketakutan, dan

kekhawatiran (Post, 1978). Daradjat (1990) mendefisinikan kecemasan sebagai

suatu manifestasi berbagai problem emosi yang bercampur baur, yang terjadi

ketika seseorang mengalami tekanan perasaan dan pertentangan batin (konflik).

Maramis (dalam Hermawati, 1994) mengartikan kecemasan sebagai suatu

ketegangan, rasa tidak aman, kekhawatiran yang timbul karena dirasakan akan

mengalami kejadian yang tidak menyenangkan. Kecemasan merupakan suatu

perasaan yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan adanya kegelisahan,

kebingungan, ketakutan dan kekhawatiran, dimana perasaan ini berhubungan

dengan aspek- aspek subjektif dan emosi yang hanya dapat dirasakan oleh orang

yang bersangkutan, dimana akibatnya dapat diketahui secara langsung dalam

bentuk fisiologis (Calhoun & Acocella, 1995).

Atkinson & Hilgard (1996) menyatakan kecemasan sebagi suatu emosi

yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan istilah seperti kekhawatiran serta

rasa takut dalam tingkatan yang berbeda-beda. Chess & Hassibi (dalam Elliot,

(29)

sebagai perasaan ketakutan dan mudah marah disertai oleh keresahan, kelelahan

dan beberapa simptom somatis seperti sakit kepala dan sakit perut. Khawatir atau

was-was adalah rasa takut yang tidak memiliki objek yang jelas atau tidak ada

objeknya sama sekali. Kekhawatiran menyebabkan rasa tidak tenang, gelisah,

tegang, tidak tenang dan tidak aman (Shaleh & Wahab, 2004).

Berdasarkan beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kecemasan

adalah suatu perasaan yang tidak menyenangkan yang muncul sebagai suatu

respon terhadap ancaman kegagalan, tekanan perasaan, konflik-konflik

ketegangan, dan perasaan tidak aman yang ditandai dengan adanya kekhawatiran

atau rasa takut dan hal ini dialami dalam tingkatan yang berbeda-beda oleh setiap

individu.

2. Jenis-jenis Kecemasan

Spielberg (1972) membagi kecemasan dalam dua bentuk, antara lain :

a. Kecemasan sesaat (state anxiety)

Merupakan dan reaksi emosi sementara yang timbul pada situasi tertentu yang

dirasakan sebagai suatu ancaman. Reaksi ini bersifat subjektif, dirasakan

dengan sadar, perasaan tegang, gelisah dan aktifnya sistem saraf otonom.

Penilaian terhadap stimulus (situasi) yang dianggap mengancam dipengaruhi

oleh sikap, kemampuan, pengalaman masa lalu dan kecemasan dasar.

b. Kecemasan dasar (trait anxiety)

Merupakan ciri atau sifat seseorang yang cukup stabil yang mengarahkan

(30)

anxiety sifatnya bawaan dan berbeda pada tiap individu. Seseorang yang memiliki trait anxiety yang tinggi memiliki kecenderungan yang tinggi pula dalam menanggapi suatu situasi sebagai ancaman.

Bucklew (dalam Tarigan, 2003) membedakan kecemasan dalam dua

bentuk, yaitu :

a. Tingkat Psikologis

Merupakan kecemasan yang berwujud gejala-gejala kejiwaan seperti tegang,

bingung, khawatir, sulit berkonsentrasi serta perasaan tidak menentu.

b. Tingkat Fisiologis

Merupakan kecemasan yang berwujud gejala-gejala fisik terutama pada fungsi

system syaraf, misalnya tidak dapat tidur, jantung berdebar-debar, keringat

dingin yang berlebihan serta perut mual.

3. Aspek-aspek Kecemasan

Blackburn & Davidson (1994) mengemukakan beberapa aspek dari

kecemasan, yaitu :

a. Suasana hati

Merupakan keadaan yang menunjukkan ketidaktenangan psikis, perasaan yang

tidak menentu, mudah marah dan perasaan tegang.

b. Pikiran

Keadaan pikiran yang tidak menentu seperti membesar-besarkan ancaman,

memandang diri sebagai sangat sensitif, rasa khawatir, sulit berkonsentrasi,

(31)

c. Motivasi

Keadaan pikiran yang tidak menentu seperti menghindari situasi,

ketergantungan yang tinggi, keinginan untuk lari dari kenyataan dan

termotivasi dari biasanya.

d. Perilaku

Keadaan diri yang tidak terkendali seperti gelisah, gugup, serta kewaspadaan

yang berlebihan.

d. Gejala biologis

Merupakan reaksi-reaksi yang tidak terkendali seperti berkeringat, gemetar,

pusing, berdebar-debar, mual dan mulut kering.

4. Hal-hal yang Menimbulkan Kecemasan

Kecemasan sering berkembang dalam jangka waktu yang panjang dan

sebagian besar tergantung pada pengalaman hidup seseorang. Peristiwa-peristiwa

atau situasi-situasi khusus dapat mempercepat munculnya serangan kecemasan.

Terdapat empat faktor utama yang mempengaruhi perkembangan pola

dasar yang menunjukkan reaksi rasa cemas (Ramaiah, 2003) :

a. Lingkungan

Lingkungan mempengaruhi bagaimana seseorang berpikir tentang diri sendiri

dan orang lain. Hal ini bisa dikarenakan oleh adanya pengalaman dengan

keluarga, sahabat, rekan kerja dan lain-lain. Kecemasan juga bisa muncul bila

(32)

b. Emosi yang ditekan

Kecemasan bisa muncul apabila seseorang tidak mampu menemukan jalan

keluar dalam suatu hubungan personal, terutama jika terdapat rasa marah dan

frustasi dalam jangka waktu yang lama.

c. Sebab-sebab fisik

Pikiran dan tubuh senantiasa berinteraksi dan dapat menyebabkan

kecemasan. Hal ini biasanya terlihat dalam kondisi-kondisi tertentu seperti

kehamilan, masa remaja, dan saat pemulihan dari suatu penyakit.

Perubahan-perubahan yang muncul dalam kondisi-kondisi tersebut dapat menimbulkan

kecemasan.

5. Reaksi-reaksi Kecemasan

Menurut Atkinson & Hilgard (1996), kecemasan yang dirasakan oleh

seseorang dapat memunculkan reaksi secara fisiologis dan psikologis, yaitu :

a. Reaksi fisiologis

Seseorang yang mengalami kecemasan, maka aktivitas salah satu atau lebih

dari organ tubuhnya akan meningkat, seperti meningkatnya detak jantung,

susah tidur, dan keringat yang berlebihan.

b. Reaksi psikologis

Merupakan reaksi berupa peningkatan atau penurunan dorongan untuk

berperilaku wajar seperti susah berkonsentrasi, gelisah, tegang, cemas, takut,

(33)

6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan

Coleman (dalam Fisher, 1998) menyatakan bahwa kecemasan tergantung

pada beberapa hal seperti berikut :

a. Usia, dikarenakan usia akan mempengaruhi cara individu dalam mengevaluasi

keadaan yang menimbulkan kecemasan.

b. Pengalaman-pengalaman yang dialami individu dapat membuat individu lebih

tahan dalam menghadapi tekanan-tekanan yang dialaminya.

c. Sifat bawaan kepribadian dapat mempengaruhi penilaian terhadap situasi atau

keadaan yang mengancam ( Lazarus, 1969).

d. Perempuan lebih cemas akan ketidakmampuannya dibandingkan laki-laki.

Perempuan juga lebih cemas, kurang sabar, dan mudah mengeluarkan air

mata (Myers, 1983).

7. Kecemasan pada Wanita Menopause

Salah satu gejala psikologis yang muncul saat menopause adalah perasaan

cemas. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Robertson (dalam Retnowati,

2000) di Menopause Clinical Australia, dari 300 pasien usia menopause, terdapat

31.3 % pasien diantaranya mengalami kecemasan. Burn (1998) juga menyatakan

bahwa wanita menopause sering mengalami kecemasan, dimana kecemasan yang

muncul dapat menyebabkan seseorang sulit tidur. Kecemasan yang dialami wanita

menopause salah satunya dikarenakan adanya kekhawatiran dalam mengahadapi

situasi yang sebelumnya tidak pernah dialami dan juga cemas akan hal-hal yang

(34)

Mereka juga cemas dengan berakhirnya masa reproduksi yang dapat

menghilangkan kebanggaannya sebagai wanita, sehingga dikhawatirkan akan

mempengaruhi hubungannya dengan suami ataupun keluarganya.

Berhentinya siklus menstruasi juga sering dirasakan sebagai hilangnya

sifat inti kewanitaan, dan sebagai akibatnya timbul perasaan tidak berharga dan

tidak berarti sehingga muncul rasa khawatir bahwa orang-orang yang dicintainya

akan berpaling dan meninggalkannya (Muhammad, dalam pengertian tentang

menopause, 2003). Seseorang yang menjalani menopause juga cemas akan

kondisi tubuhnya seperti pegal-pegal, cepat letih, jantung berdebar-debar, nyeri

sendi dan sakit kepala (Spencer & Brown, 2007). Perubahan tubuh dan tekstur

kulit juga dapat membuat wanita kurang percaya diri sehingga takut

kecantikannya akan menurun serta takut suami tidak akan lagi tertarik padanya

(Kuncoro, 2004).

Supriyadi (dalam Apakah itu menopause, 2001) menyatakan bahwa

gejala-gejala psikologis pada wanita yang mengalami menopause biasanya tidak muncul

pada orang-orang di desa, melainkan pada wanita perkotaan yang mempunyai

beban pikiran yang lebih banyak. Spielberg (1972) menyatakan bahwa individu

dengan pendidikan tinggi biasanya akan memiliki kecemasan yang lebih rendah

dibandingkan dengan individu yang berpendidikan rendah. Penelitian yang

dilakukan oleh Yuliastri (2002) menunjukkan bahwa ada perbedaan kecemasan

antara wanita menopause yang bekerja dengan yang tidak bekerja, dimana wanita

yang bekerja kecemasannya lebih rendah daripada wanita yang tidak bekerja.

(35)

1. Pengertian Dukungan Sosial

Dukungan sosial (social support) didefenisikan oleh Gottlieb (1983) sebagai informasi verbal atau non-verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah

laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam

lingkungan sosialnya dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional

atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Dalam hal ini orang yang

merasa memperoleh dukungan sosial, secara emosional merasa lega karena

diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya.

Pendapat senada dikemukakan juga oleh Sarason (1983) yang mengatakan bahwa

dukungan sosial adalah keberadaan, kesediaan, kepedulian dari orang-orang yang

dapat diandalkan, menghargai dan menyayangi kita. Rice (1987) mengartikan

dukungan sosial sebagai bantuan yang diberikan oleh pasangan (suami/istri),

orang tua dan teman-teman.

Menurut DiMatteo (1991) dukungan sosial adalah dukungan atau bantuan

yang berasal dari orang lain seperti teman, keluarga, tetangga, teman sekerja dan

orang-orang lainnya. Ordford (1992) juga menyatakan bahwa dukungan sosial

adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu yang hanya dapat dinilai dengan

mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tepat kepada orang tersebut. Pendapat

lain dikemukakan oleh Johnson & Johnson (dalam Farhati & Rosyid, 1996) yang

menyatakan dukungan sosial sebagai keberadaan orang lain yang dapat

diandalkan untuk dimintai bantuan, dorongan dan penerimaan apabila individu

(36)

Pandangan yang sama juga dikemukakan oleh Cobb (dalam Sarafino,

1998) yang mendefinisikan dukungan sosial sebagai adanya kenyamanan,

perhatian, penghargaan atau menolong orang dengan sikap menerima kondisinya,

dukungan sosial tersebut diperoleh dari individu maupun kelompok. Dukungan

sosial merupakan berbagai macam dukungan yang diterima oleh seseorang dari

orang lain, dapat berupa dukungan emosional, dukungan penghargaan atau harga

diri, dukungan instrumental, dukungan informasi atau dukungan dari kelompok

(Sarafino,2002).

Dukungan sosial adalah rasa nyaman secara fisik dan emosional yang

diperoleh dari keluarga, teman-teman, rekan kerja dan lainnya. Hal yang sama

juga dikemukakan oleh Baron & Byrne (2002), bahwa dukungan sosial adalah

kenyamanan fisik dan psikologis yang diberikan oleh teman dan keluarga individu

tersebut.

Berdasarkan beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan

sosial adalah bantuan atau dukungan yang diberikan oleh orang-orang di sekitar

individu yang mampu membuat individu merasa nyaman, baik secara fisik

maupun psikologis sebagai bukti bahwa mereka diperhatikan dan dicintai.

2. Aspek-Aspek Dukungan Sosial

Aspek-aspek dukungan sosial menurut Sarafino (1998) adalah sebagai

(37)

a. Dukungan penghargaan

Dukungan ini dapat berupa penghargaan positif kepada orang lain, mendorong

dan memberikan persetujuan atas ide-ide individu atau perasaannya,

memberikan semangat, dan membandingkan orang tersebut secara positif.

Individu memiliki seseorang yang dapat diajak bicara tentang masalah

mereka. Menurut Cohen dan Wills (dalam Orford, 1992) dukungan ini

ditandai dengan pernyataan terhadap individu bahwa dia dihargai dan diterima

apa adanya.

b. Dukungan emosional

Dukungan emosional merupakan dukungan yang berhubungan dengan hal

yang bersifat emosional atau menjaga kedaan emosi, afeksi atau ekspresi.

Dukungan ini meliputi ekspresi empati, kepedulian, dan perhatian pada

individu, memberikan rasa nyaman, memiliki dan perasaan dicintai. Menurut

Tolsdorf (dalam Orford, 1992) tipe dukungan ini lebih mengacu pada

pemberian semangat, kehangatan, cinta kasih dan emosi. Selain itu dukungan

ini melibatkan perhatian, rasa percaya dan empati sehingga individu merasa

berharga. Dukungan ini sangat penting dalam menghadapi keadaan yang

dianggap tidak dapat dikontrol.

c. Dukungan istrumental

Dukungan ini merupakan pemberian sesuatu berupa bantuan nyata (tangible aid) atau dukungan alat (instrumental aid). Wills (dalam Orford, 1992) menyatakan bahwa dukungan ini meliputi banyak aktivitas seperti

(38)

meminjamkan atau mendermakan uang, menyampaikan pesan, menyediakan

transportasi, membantu menyelesaikan tugas-tugas, menyediakan benda-benda

seperti perabot, alat-alat kerja dan buku-buku Dukungan ini sangat diperlukan

dalam menghadapi keadaan yang dianggap dapat dikontrol

d. Dukungan informasi

Dukungan informasi berarti memberi solusi pada suatu masalah (House dalam

Orford, 1992). Dukungan ini diberikan dengan cara menyediakan informasi,

memberikan saran secara langsung, atau umpan balik tentang kondisi individu

dan apa yang harus ia lakukan. Dukungan ini dapat membantu individu dalam

mengenali masalah yang sebenarnya. Dukungan informasi antara lain

memberikan solusi terhadap suatu masalah, memberikan nasehat, pengarahan,

saran atau feedback mengenai apa yang telah dilakukan seseorang.

e. Dukungan jaringan

Merupakan perasaan individu sebagai bagian dari kelompok. Menurut Cohen

dan Wills (dalam Orford, 1992) dukungan ini dapat berupa menghabiskan

waktu bersama dengan orang lain dalam aktivitas rekreasional di waktu

senggang. serta Dukungan ini juga dapat diberikan dalam bentuk menemani

seseorang beristirahat atau rekreasi. Dukungan ini dapat mengurangi stress

dengan memenuhi kebutuhan afiliasi dan kontak dengan orang lain, membantu

mengalihkan perhatian seseorang dari masalah yang mengganggu serta

(39)

3. Sumber-sumber Dukungan Sosial

Kahn & Antonucci (dalam Ordford, 1992) menyatakan bahwa seorang

individu dikelilingi oleh suatu pengiring yang selalu mendukung atau menyertai

individu tersebut sepanjang masa hidupnya, dimana anggota pengiring ini dapat

datang dan pergi seiring dengan berjalannya waktu. Dan peran anggota yang pergi

tersebut dapat digantikan oleh orang lain. Kahn & Antonoucci (dalam Orford,

1992) membagi sumber-sumber dukungan sosial menjadi tiga kategori yaitu :

a. Sumber dukungan sosial yang stabil sepanjang waktu perannya, yaitu yang

selalu ada sepanjang hidupnya, yang menyertai dan mendukung individu

tersebut. Misalnya keluarga dekat, pasangan (suami/isteri) atau teman dekat.

b. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain yang sedikit berperan

dalam hidupnya dan cenderung berubah sesuai sepanjang waktu. Misalnya

teman kerja, tetangga, sanak kelaurga dan teman sepergaulan.

c. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain yang sangat jarang

memberi dukungan dan memiliki peran yang sangat cepat berubah. Sumber

dukungan ini misalnya tenaga ahli/ professional dan keluarga jauh dan

sesama pekerja.

4. Model Kerja Dukungan Sosial

Ordford (1992) mengatakan bahwa untuk menjelaskan bagaimana

dukungan sosial mempengaruhi kondisi fisik dan psikologis individu, ada dua

(40)

a. Model Buffering Hypothesis

Orford (1992) mengatakan bahwa melalui model buffering hypothesis dukungan sosial bekerja dengan tujuan untuk memperkecil pengaruh dari

tekanan-tekanan atau stress yang dialami individu. Sarafino (1994) juga

menyatakan bahwa dukungan sosial mempengaruhi kondisi fisik dan

psikologis individu dengan melindungi individu tersebut dari efek negatif, dari

tekanan-tekanan yang dialaminya.

b. Model Main Effect Hypothesis atau Direct Effect Hypothesis

Menurut Banks, Ullah dan Warr (dalam Ordford, 1992) model main effect hypothesis atau direct effect hypothesis menunjukkan bahwa dukungan sosial dapat meningkatkan kesehatan fisik dan psikologis individu dengan atau tanpa

adanya tekanan-tekanan atau stress. Orang yang menerima dukungan sosial

cenderung lebih sehat dengan atau tanpa adanya tekanan-tekanan. Sarafino

(1998) juga menyatakan bahwa melalui model main effect hypothesis atau direct effect hypothesis, dukungan sosial memberikan manfaat yang sama baik dalam keadaan yang penuh dengan tekanan maupun yang tidak ada tekanan.

4. Dukungan Sosial Suami

Perubahan fisik dan emosi yang dialami seseorang selama menopause

membutuhkan penyesuaian diri dan pengertian serta dukungan dari berbagai pihak

terutama suami, agar mereka dapat menyikapi secara positif segala perubahan

yang terjadi saat menopause. Retnowati (2002) mengungkapkan bahwa

(41)

merasa dicintai dan dihargai. Pengertian, penerimaan dan dukungan dari suami

sangat besar artinya bagi wanita yang menjalani menopause. Suami yang perduli

dan perhatian serta dapat diajak berbagi, akan sangat membantu seseorang dalam

menjalani masa menopausenya. Perhatian yang diperoleh akan membuatnya

merasa berharga dan dicintai oleh pasangannya. Komunikasi dan keterbukaan

diantara keduanya dapat membantu seseorang menjalani menopausenya dengan

lebih baik. Hal ini dapat terjadi apabila permasalahan yang muncul saat

menopause dibicarakan secara bersama-sama dan dicari solusinya. Kasdu (2002)

juga menyatakan bahwa peran positif dari suami akan membuat seorang wanita

berpikir bahwa kehadirannya masih sangat dibutuhkan dalam menghadapi

kehidupan.

C. MENOPAUSE

1. Pengertian Menopause

Spencer & Brown (2007) mengartikan menopause sebagai suatu akhir

proses biologis dari siklus menstruasi yang terjadi karena penurunan produksi

hormon estrogen dan progesteron yang dihasilkan ovarium (indung telur).

Selanjutnya dikatakan apabila seseorang tidak mengalami haid selama satu tahun

penuh, maka dapat disimpulkan bahwa menopause terjadi saat terakhir kali ia

(42)

2. Tahap-tahap Menopause

Kasdu (2002) membagi menopause dalam tiga tahap seperti berikut :

a. Premenopause

Masa yang ditandai dengan fungsi reproduksi yang mulai menurun, sampai

timbulnya keluhan atau tanda-tanda menopause. Pada masa premenopause,

hormon estrogen dan progesteron masih tinggi, tetapi semakin rendah ketika

memasuki perimenopause dan postmenopause. Keadaan ini berhubungan

dengan fungsi indung telur yang terus menurun. Selanjutnya Mustopo (2005)

menyatakan bahwa pada masa ini, menstruasi menjadi tidak teratur dan

terkadang gejala-gejala menopause mulai timbul.

b. Perimenopause

Merupakan periode dengan keluhan memuncak, dan masa menopause berada

pada fase ini, dan berlangsung selama 4-5 tahun.

c. Potmenopause

Masa setelah perimenopause sampai senilis.

Skema Fase Normal Kehidupan Wanita

Periode Klimakterium

Fertil Senilis

(43)

3. Usia Memasuki Menopause

Rahman (dalam Kasdu, 2002) menyatakan bahwa menopause terjadi pada

usia 48-50 tahun. Namun rata-rata seseorang memasuki masa menopause berbeda

pada setiap ras. Dan dalam satu ras, tiap orang dapat mengalami menopause pada

usia yang berbeda juga. Misalnya, wanita ras Asia mengalami menopause pada

usia 44 tahun, sementara wanita Eropa mengalami menopause sekitar usia 47

tahun.

Selain itu Morgan (dalam Kasdu, 2002) menyatakan bahwa

kecenderungan bawaan, penyakit, stress, dan pengobatan dapat mempengaruhi

waktu terjadinya menopause. Di Amerika Utara, usia rata- rata wanita yang

mengalami menopause adalah sekitar 51 tahun. Data statistik menunjukkan bahwa

wanita perokok cenderung mendapat menopause lebih awal dan wanita yang

kelebihan berat badan cenderung mendapat menopause lebih lambat.

Spencer & Brown (2007) menyatakan bahwa usia wanita memasuki

menopause adalah 51 tahun, namun menopause juga dialami wanita pada rentang

usia 45-55 tahun. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa usia seseorang

mengalami menopause sangat bervariatif. Jika diambil rata-ratanya, seseorang

akan mengalami menopause sekita usia 45-55 tahun.

4. Jenis-jenis Menopause

Spencer & Brown (2007) membedakan menopause dalam dua jenis seperti

(44)

a. Menopause alami

Merupakan menopause atau berhentinya haid secara alamiah yang biasanya

terjadi antara usia 45 dan 50 tahun. Menopause terjadi ketika ovarium tidak

mampu memproduksi estrogen dan progesteron seperti sebelumnya serta tidak

mampu menjaga kelangsungan siklus menstruasi.

b. Menopause dini

Menopause dini biasanya didefinisikan sebagai menopause yang terjadi

sebelum usia 40 tahun. Menopause dini merupakan menopause yang datang

lebih awal atau datang sebelum waktunya. Hal ini terjadi karena adanya

gangguan tubuh tertentu sehingga seseorang harus mengalami menopause dini

(Kasdu, 2002).

Spencer & Brown menyatakan terdapat beberapa kondisi yang

mengakibatkan seseorang mengalami menopause dini. Diantaranya adalah

kelainan kromosom. Wanita dengan kelainan kromosom akan dilahirkan

dengan lebih sedikit sel telur dalam ovariumnya, dan akibatnya akan

mengalami menopause yang cepat. Selain itu menopause dini juga terjadi

ketika seseorang mengalami tindakan histeroktomi. Kasdu (2002) menyatakan bahwa histeroktomi merupakan istilah kedokteran yang digunakan untuk menyebut tindakan atau operasi pengangkatan rahim karena suatu gangguan

atau penyakit yang dapat membahayakan jiwanya. Seseorang yang melakukan

(45)

5. Gejala-gejala Menopause

Mustopo (2005) menyatakan terdapat beberapa gejala-gejala yang

berhubungan dengan menopause sebagai berikut :

a. Gejolak Rasa Panas

Merupakan rasa panas pada wajah dan bagian tubuh lainnya (seperti leher dan

dada). Gejala ini disertai dengan keringat yang berlebih dan biasanya terjadi

pada malam hari. Gejolak panas terjadi karena menurunnya kadar hormon

estrogen sehingga mempengaruhi beberapa fungsi tubuh yang dikendalikan

oleh hormon estrogen. Gejolak panas bisa terjadi beberapa detik atau menit,

tetapi ada juga yang berlangsung sampai satu jam (Kasdu, 2002).

b. Keringat Malam

Selain gejolak rasa panas, seseorang juga akan mengalami keringatan di

malam hari. Gejala ini akan mengganggu tidur yang menyebabkan seseorang

kelelahan karena kurang tidur.

c. Gejala pada Vagina

Merupakan perubahan pada organ reproduksi, dimana vagina menjadi kering

dan kurang elastis akibat penurunan kadar estrogen. Selain itu perubahan ini

dapat menimbulkan rasa sakit pada saat melakukan hubungan seksual (Kasdu,

2002).

d. Gejala pada Perkemihan

Terjadi perubahan pada saluran urethra, dimana kadar estrogen yang menurun

(46)

Selain itu hal ini juga menyebabkan seseorang tidak dapat menahan air

seninya.

e. Gejala pada Sendi dan Otot

Otot-otot menjadi mudah sakit dan kaku sehingga gerakan yang dilakukan

juga menjadi terbatas. Selain itu seseorang yang menopause rentan terkena

osteoporosis, dimana hal ini juga dihubungkan dengan usia yang semakin

bertambah. Osteoporosis adalah penyakit dimana kepadatan tulang menjadi

berkurang sehingga menyebabkan tulang menjadi lemah dan mudah patah.

Pada wanita menopause, hal ini berkaitan dengan penurunan kadar estrogen,

dimana estrogen mempunyai peran yang sangat penting dalam membatasi

jumlah resorpsi tulang (Spencer & Brown, 2007).

f. Gejala pada Kulit dan Wajah

Rendahnya kadar estrogen akan mempengaruhi jaringan kolagen pada tubuh,

yang mengakibatkan kulit menjadi kering, keriput dan kehilangan elastisitas.

g. Penambahan Berat Badan

Banyak wanita mengalami peningkatan berat badan saat menopause, terutama

di area sekita perut. Hal ini berhubungan dengan menurunnya kadar estrogen

dan gangguan pertukaran zat dasar metabolisme lemak.

h. Perubahan pada Payudara

Bentuk payudara akan mengecil, mendatar, dan mengendur. Hal ini terjadi

karena pengaruh atrofi pada kelenjar payudara. Puting payudara juga mengecil

dan pigmentasinya berkurang.

(47)

Perasaan gelisah, tegang, lesu, sedih sering dialami seseorang yang mengalami

menopause. Hal ini terjadi karena pusat pada otak yang mengendalikan

kesehatan, pikiran, penguasaan, dan rasa tenang dipengaruhi oleh hormon

estrogen.

D. DEWASA MADYA

1. Pengertian Dewasa Madya

Masa dewasa madya atau usia setengah baya adalah masa usia antara 40

sampai 60 tahun. Usia madya merupakan periode yang panjang dalam rentang

kehidupan manusia, yang dibagi ke dalam dua subbagian, yaitu : usia madya dini

(40-50 tahun) dan usia madya lanjut (50-60 tahun). Masa dewasa madya ditandai

dengan adanya perubahan-perubahan jasmani dan mental (Hurlock, 1990).

2. Karakteristik Usia Madya

Hurlock (1990) mengungkapkan terdapat sejumlah karakteristik usia

dewasa madya, yaitu :

a. Periode yang sangat ditakuti

Periode usia madya merupakan masa yang lebih menakutkan bila dilihat dari

seluruh kehidupan manusia. Beberapa alasan yang membuat orang takut

memasuki usia dewasa madya adalah banyaknya stereotipe yang tidak menyenangkan tentang usia madya, yaitu adanya kepercayaan tentang

kerusakan mental dan fisik yang diduga disertai dengan menurunnya fungsi

(48)

muda. Hal ini memberi pengaruh yang kurang menguntungkan terhadap sikap

orang dewasa pada saat memasuki usia madya dalam kehidupan mereka.

Selain itu pada masa ini kebanyakan orang dewasa menjadi rindu pada masa

muda mereka dan berharap dapat kembali ke masa itu.

b. Masa transisi

Usia madya merupakan masa transisi dimana pria dan wanita meninggalkan

ciri-ciri jasmani dan perilaku masa dewasanya dan memasuki suatu periode

dalam kehidupan yang akan diliputi oleh ciri-ciri jasmani dan perilaku yang

baru. Periode ini merupakan masa dimana pria mengalami perubahan

keperasaan dan wanita mengalami perubahan dalam kesuburan. Transisi juga

berarti penyesuaian diri terhadap minat, perilaku dan peran. Terjadi perubahan

hubungan yang awalnya berpusat pada keluarga (family centered relationship) menjadi hubungan yang berpusat pada pasangan (pair centered relationship). Pada perubahan peran, pria harus menyesuaikan diri terhadap perubahan

kondisi pekerjaan yang perlu disesuaikan dengan kondisi fisik mereka. Bagi

wanita,ia harus mneyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi,

baik dalam rumah tangga maupun dalam pekerjaan.

c. Masa stress

Penyesuaian secara radikal terhadap peran dan pola hidup yang berubah,

khususnya bila disertai dengan berbagai perubahan fisik, selalu cenderung

merusak keseimbangan fisik dan psikologis seseorang dan membawanya ke

masa stres. Misalnya kebanyakan wanita mengalami gangguan saat mereka

(49)

memaksa mereka melakukan penyesuaian dalam pola hidup mereka. Bagi

pria, umumnya pada usia 50-an mereka melakukan penyesuaian terhadap

masa pensiun.

d. Usia yang berbahaya

Usia madya dipandang sebagai usia yang berbahaya dalam rentang kehidupan.

Beberapa hal yang dianggap berbahaya diantaranya adalah mengalami

kesulitan kondisi fisik sebagai akibat terlalu banyak bekerja, rasa cemas yang

berlebihan, ataupun kurang memperhatikan kehidupan.

e. Usia canggung

Usia madya dikenal dengan istilah “usia serba canggung”, dimana seseorang

yang berusia madya tidak lagi muda tetapi juga tidak tua. Orang yang berusia

madya seolah-olah berdiri di antara generasi yang lebih muda dan generasi

yang lebih tua.

f. Masa berprestasi

Selama usia madya, orang akan menjadi lebih sukses atau sebaliknya mereka

berhenti beraktivitas dan tidak mengerjakan sesuatu apapun lagi. Apabila

orang berusia madya memiliki kemauan yang kuat untuk berhasil, mereka

akan mencapai puncaknya dan menikmati hasil dari kerja keras yang

dilakukan sebelumnya.

g. Masa evaluasi

Usia madya juga dikenal sebagai masa evaluasi diri. Karena pada umumnya

seseorang pada usia madya mencapai puncak prestasinya, maka pada masa ini

(50)

mereka dan harapan-harapan orang lain, khususnya anggota keluarga dan

teman.

h. Masa sepi

Usia madya dialami sebagai masa sepi, masa ketika anak-anak tidak lagi

tinggal bersama orangtua. Tahap masa kahampaan atau sepi dimulai dari usia

40-an, walaupun dengan perkawinan yang ditunda atau keluarga yang

mempunyai banyak anak. Selain itu setelah bertahun-tahun hidup dalam

rumah yang berpusat pada keluarga (family centered home), umumnya orang dewasa menemui kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan rumah yang

berpusat pada pasangan (pair centered home). Keadaan ini terjadi karena selama masa-masa mengasuh anak, suami dan istri mengembangkan minatnya

masing-masing. Akhirnya mereka hanya memiliki sedikit persamaan setelah

minat mereka terhadap anak-anak berkurang, dan mereka harus saling

melakukan penyesuaian diri dengan baik. Periode ini lebih bersifat traumatik

bagi wanita daripada pria. Hal ini terjadi khususnya pada wanita yang

menghabiskan waktu mereka dengan pekerjaan rumah tangga dan bagi mereka

yang kurang memiliki minat untuk mengisi waktu senggang. Kondisi yang

serupa juga dialami pria ketika mereka mengundurkan diri dari pekerjaan atau

karena pensiun.

i. Masa jenuh

Periode ini merupakan masa yang penuh dengan kejenuhan. Banyak pria dan

wanita mengalami kejenuhan pada akhir usia tigapuluhan dan empatpuluhan.

(51)

keluarga yang hanya memberikan sedikit hiburan. Sedangkan wanita banyak

menghabiskan waktu untuk memelihara rumah dan membesarkan

anak-anaknya. Kejenuhan tidak akan mendatangkan kebahagiaan atau kepuasan

pada usia manapun. Akibatnya, usia madya seringkali merupakan periode

yang tidak menyenangkan dalam hidup.

3. Tugas Perkembangan Usia Madya

Tugas- tugas perkembangan usia madya menurut Hurlock (1990), adalah :

a. Penyesuaian diri terhadap perubahan fisik

Salah satu dari sekian banyak penyesuaian yang sulit bagi orang berusia

madya adalah perubahan penampilan. Mereka harus benar-benar menyadari

bahwa fisiknya sudah tidak mampu berfungsi seperti sebelumnya saat mereka

masih kuat. Mereka juga harus menerima kenyataan bahwa kemampuan

reproduksi mereka sudah berkurang atau bahkan mereka akan kehilangan

dorongan serta daya tarik seksual. Penyesuaian-penyesuaian terhadap

perubahan fisik adalah sebagai berikut :

1). Perubahan dalam penampilan

Seperti yang telah diketahui, penampilan seseorang memegang

peranan penting terutama dalam penilaian sosial, dan kepemimpinan.

Bagi pria dan wanita selalu terdapat ketakutan bahwa penampilan

mereka pada usia madya tidak akan bisa mempertahankan pasangan

mereka ataupun malah mengurangi daya tarik mereka di depan

(52)

2). Perubahan dalam kemampuan indera

Perubahan-perubahan pada tubuh bagian luar juga terjadi bersamaan

dengan perubahan-perubahan pada organ-organ dalam. Selain itu juga

terdapat perubahan dalam kemampuan indera, seperti menurunnya

ketajaman mata, melemahnya kemampuan mendengar dan penurunan

daya cium.

3). Perubahan pada kesehatan

Usia madya ditandai dengan menurunnya kesegaran fisik secara umum

dan memburuknya kesehatan. Masalah kesehatan pada usia madya

mencakup kcenderungan mudah lelah, sakit pada otot, sakit lambung,

pusing, kehilanga selera makan serta insomnia.

4). Perubahan seksual

Penyesuain fisik yang paling sulit dilakukan oleh pria maupun wanita

pada usia madya adalah perubahan-perubahan pada kemampuan

seksual mereka, dimana wanita memasuki masa menopause dan pria

mengalami andropouse. Dalam hal ini terdapat berbagai keyakinan

yang membuat orang semakin merasa takut dalam menghadapi

perubahan-perubahan ini.

b. Penyesuaian diri terhadap minat yang berubah

Perubahan minat yang ada pada usia madya terjadi sebagai akibat dari

perubahan tugas, tanggungjawab, kesehatan dan peran dalam hidup. Beberapa

perubahan minat pada usia madya diantaranya adalah :

(53)

Minat terhadap penampilan semakin terlihat ketika perubahan fisik

terjadi dan dibarengi dengan semakin bertambahnya usia. Baik pria

maupun wanita biasanya melakukan pemilihan makanan, olahraga,

menggunakan alat kecantikan atau pakaian guna menutupi kondisi

fisiknya.

2). Minat terhadap uang

Pria tidak terlalu memikirkan jumlah pendapatannya dibandingkan saat

ia masih muda. Baginya, stabilitas kerja, kepuasan, dan prestise jauh labih penting daripada uang yang diperoleh. Sebaliknya wanita lebih

sering tertarik pada uang daripada pria, serta tertarik juga pada harta

benda seperti mobil, pakaian, rumah yang dijadikan sebagai ukuran

keberhasilan.

3). Minat terhadap simbol status

Pada usia madya seseorang akan semakin tertarik dengan simbol

status. Simbol status yang dianggap bernilai diantaranya adalah rumah,

mobil, dan pakaian. Makin banyak simbol status yang dimilikinya

maka akan semakin tinggi kemungkinan dan kesempatan untuk

memperoleh pengakuan.

4). Minat terhadap agama

Orang yang berusia madya sering tertarik pada kegiatan yang

berhubungan dengan keagamaan dibandingkan saat mereka masih

muda. Banyak dari mereka memandang agama sebagai sumber

(54)

5). Minat terhadap urusan kemasyarakatan

Orang pada usia madya lebih banyak memanfaatkan waktu mereka

untuk kegiatan kemasyarakatan dan berperan dalam organisasi

masyarakat. Alasan orang pada usia madya berpartisipasi dalam

kegiatan kemasyarakatan adalah untuk mendapatkan kesenangan dan

kepuasan dalam melayani kebutuhan masyarakat. Selain itu untuk

mengurangi perasaan sepi dan untuk meningkatkan prestise. 6). Minat terhadap rekreasi

Salah satu tugas perkembangan selama masa usia madya adalah belajar

menggunakan waktu luang. Baik pria maupun wanita pada masa ini

memiliki lebih banyak waktu luang dibandingkan masa sebelumnya,

oleh karena itu biasanya mereka melakukan kegiatan yang bersifat

rekreasional.

c. Penyesuaian sosial

Usia madya sering membawa perubahan minat dalam kehidupan sosial.

Sebagai pasangan yang tanggungjawab keluarganya berkurang, mereka dapat

lebih banyak terlibat dengan kegiatan sosial dibanding semasa mudanya.

Banyak orang yang berusia madya terutama kaum wanita, menyadari bahwa

kegiatan sosial dapat menghilangkan kesepian karena anak-anaknya sudah

dewasa dan berkeluarga. Selama masa ini, orang senang terhadap kegiatan

menjamu teman dalam bentuk acara makan malam, pesta-pesta dan kegiatan

berkumpul. Kegiatan ini mencapai puncaknya pada usia empatpuluhan dan

Gambar

Tabel 1. Distribusi Aitem-aitem Skala Kecemasan Sebelum Uji Coba
Tabel 2. Distribusi Aitem-aitem Skala Dukungan Sosial  Sebelum Uji Coba
Tabel 3. Distribusi aitem skala kecemasan setelah uji coba
Tabel 5. Distribusi item skala dukungan sosial setelah uji coba
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil yang akan dicapai pada tingkat Sekolah Menengah Atas diharapkan dapat membimbing siswa untuk memahami nilai- nilai keagamaan sesuai Buddha Dharma dan sekaligus

[r]

Memenuhi Dari hasil verifikasi data informasi yang tercantum dalam dokumen packing list sudah sesuai dengan dokumen ekspor lainnya, maka dapat disimpulkan bahwa

Dengan simulasi numerik aliran fluida, menghasilkan visualisasi perambatan gelombang tsunami yang baik untuk wilayah perairan laut Aceh dalam bentuk dua dimensi.

Daerah DKI Jakarta selama periode 2009 sampai dengan 2011 yang diperoleh dari.. Dinas Pelayanan Pajak Provinsi

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Pengaruh Leverage,

Dalam penelitian ini ( * ) hanya dilakukan perancangan sistem pada daerah yang diberi garis putus- putus pada Gambar III.1 diatas, yakni perancangan konfigurasi

(Jika komputer digunakan dalam konfigurasi tower, lepas dudukan dari komputer.) Untuk informasi lebih lanjut, lihat “Memasang dan Melepas Dudukan Tower” pada halaman 2–8..