• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bantuan Hukum untuk Tersangka Penyalahgunaan Narkotika dalam Proses Penyidikan dihubungkan dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bantuan Hukum untuk Tersangka Penyalahgunaan Narkotika dalam Proses Penyidikan dihubungkan dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

ADVOKAT

LAPORAN KERJA PRAKTIK

Diajukan Untuk Memenuhi Laporan Kerja Praktik

Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia

Oleh

Nama : Rizky Adiputra Nim : 3.16.10.001 Program Kekhususan : Hukum Pidana

Di Bawah Bimbingan Hetty Hassanah, SH., MH

NIP. 4127.33.00.005

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG

(2)
(3)
(4)

Nama : Rizky Adiputra

Tempat Tanggal Lahir : Cimahi, 09 Maret 1992

Kelamin : Laki-Laki

Agama : Islam

Alamat : Jl.H.Hamim Nomor 56A Cimahi

Pendidikan Formal : - SDN Cimahi 2

(5)

iii

JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... ... 10

C. Maksud dan Tujuan ... ... 11

D. Manfaat Kegiatan ... 11

E. Jadwal Kerja Praktik ... ... 12

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TERSANGKA TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN BADAN NASIONAL NARKOTIKA A. Aspek Hukum Tentang Hak Tersangka Dalam Asas Persamaan Hukum Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana Juncto Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia ... 13

1. Asas Persamaan Kedudukan di Hadapan Hukum dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 ... 15

(6)

iv

5. Hak Tersangka ... .... 25

B. Ketentuan Hukum Tindak Pidana Mengenai Narkotika ... . 27

C. Tinjauan Hukum Terhadap Instansi Badan Narkotika Nasional ... 31

1. Sejarah BNN ... ... 31

2. Visi dan Misi ... ... 36

3. Tujuan Badan Narkotika Nasional ... ... 37

4. Sasaran Badan Narkotika Nasional ... 38

5. Tujuan Pokok dan Fungsi ... .. 38

BAB III LAPORAN KERJA PRAKTIK A. Tugas Harian ... ... 41

1. Membuat Berita Acara Perkara Tersangka ... 41

2. Membuat Surat Ijin Penggeledahan Badan dan Rumah ... 42

3. Membuat Surat Perpanjangan Penahanan ... 42

B. Tugas Lapangan ... 42

1. Melakukan Tes Urin di Pusdik Armed ... 42

2. Pemusnahan Barang Bukti Narkotika ... 43

(7)

v

PENYELIDIKAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG

NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG ACARA PIDANA JUNCTO

UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG ADVOKAT

A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat ... 48

B. Perlindungan Hukum Tersangka Penyalahgunaan Narkotika Dalam Proses Penyidikan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana ... 53

BAB V PENUTUP

A. Simpulan ... .. 58 B. Saran ... .. 60

DAFTAR PUSTAKA

(8)

i

Segala puji serta syukur Peneliti ucapkan kepada Allah S.W.T. yang telah memberikan segala rahmat dan karunian-Nya, shalawat serta salam kepada Nabi besar Muhammad S.A.W., berkat taufik dan hidayah-Nya peneliti dapat menyelesaikan tugas laporan kerja praktik dengan judul :Bantuan Hukum Untuk Tersangka Penyalahgunaan Narkotika Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa dalam menyelesaikan tugas laporan kerja praktik ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi isi maupun sistematika pembahasan. Keterbatasan kemampuan serta pengalaman dari penulis sendiri merupakan salah satu faktor penyebab sehingga masih banyak yang perlu diperbaiki. Peneliti mengharapkan kritik dan saran untuk dapat memperbaiki kekurangan dikemudian hari.

Pada proses penyusunan tugas laporan kerja praktik ini, Peneliti mendapat bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh Karena itu Peneliti mengucapkan terima kasih dengan penuh rasa hormat kepada Ibu Hetty Hassanah, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran dan kesabarannya untuk membimbing Peneliti dalam menyelesaikan tugas laporan kerja praktik ini, selain itu juga dalam kesempatan ini Peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Yth. Bapak Dr. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto, M.Sc., selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia;

2. Yth. Ibu Prof. Dr. Hj. Mien Rukmini, SH., MS., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

3. Yth. Ibu Hetty Hassanah, S.H., M.H., selaku Ketua Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

4. Yth. Ibu Arinita Sandria, S.H., M.Hum., selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

(9)

ii

7. Yth. Ibu Muntadhiroh Alchujjah S.H., LLM., selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

8. Orang Tua peneliti yang selalu memberikan dorongan moril dan materi

serta do’a kepada peneliti dalam menyelesaikan laporan kerja praktik ini; 9. Teman terdekat yang selalu memberikan motivasi agar dapat

menyelesaikan penulisan laporan kerja praktik ini;

10. Teman-teman angkatan 2010 Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia, dan adik-adik Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia yang tidak dapat disebutkan satu persatu namanya.

Akhir kata, semoga segala pengorbanan yang diberikan oleh orang-orang terkasih Peneliti, baik moril maupun materil mendapatkan imbalan yang berlipat ganda dari Allah S.W.T. Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang serta berada dalam Perlindungan-Nya. Semoga tugas penulisan laporan kerja praktik ini bermanfaat bagi para pembaca dan Peneliti sendiri.

Bandung, Februari 2014

(10)

A. SUMBER BUKU

BNN,

Pedoman Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Bagi Pemuda, BNN, Jakarta, 2004.

BNNP,

Apa Yang Bisa Anda Lakukan Dalam Upaya Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba, BNNP, Jakarta, 2013.

Dardji Darmodihardjo,

Santiaji Pancasila, Usaha Nasional, Surabaya, 1981.

J.E. Sahetapy,

Studi Khusus Mengenai Ancaman Pidana Mati Terhadap Pembunuhan Berencana, Rajawali, Jakarta, 1982.

Mien Rukmini,

Perlindungan HAM Melalui Asas Praduga Tidak Bersalah Dan Asas Persamaan Kedudukan Dalam Hukum Pada Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Alumni, Bandung, 2003.

Moh. Taufik Makarao,

(11)

Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Penyidikan dan Penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta, 2002.

Sri Soemantri,

Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, Alumni, Bandung, 1992.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

C. Sumber Lain

I Nyoman Arnita,

Perlindungan Hak-Hak Tersangka Dalam Penahanan Ditinjau Dari Aspek Hak Asasi Manusia, Vol XXI, April-Juni, 2013.

D. Sumber Internet

http://hanzputra.worldpress.com

http://esq-news.com

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30792/4/Chapter%20I.pdf

(12)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan di Indonesia saat ini telah berkembang pesat, sehingga menimbulkan persaingan yang cukup ketat khususnya ditingkat universitas. Tujuan Kerja Praktik (KP) ini adalah membentuk mahasiswa agar dapat bersaing serta menjadi lebih berkualitas khususnya bagi mahasiswa, maka untuk mempelajari ilmu pengetahuan dibidang hukum tidak hanya secara teoritis sebatas di luar kelas, tetapi untuk menerapkan teori yang didapatkan di dalam kelas, oleh karena itu praktis diperlukan Kerja Praktik (KP), sehingga setiap mahasiswa dapat membedakan secara teoritis dan praktis ilmu pengetahuan yang didapat di dalam kelas serta kenyataan yang terjadi dilapangan.

Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jawa Barat merupakakan badan non kementrian yang bertanggung jawab langsung kepada presiden, BNN berisi praktisi - praktisi hukum yang berasal dari kepolisian dan juga dari PNS, untuk bidang akademisi hukum di tempatkan pada penyidik POLISI ataupun penyidik PNS , yang keduanya memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan sesuai dengan KUHAP.

(13)

Nasional Kabupaten/Kota mengenai susunan organisasi, BNN Provinsi Jawa Barat terdiri atas :

1. Kepala;

2. Kepala Tata Usaha; 3. Bidang Pencegahan;

4. Bidang Pemberdayaan Masyarakat; dan 5. Bidang Pemberantasan.

Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jawa Barat mempunyai tugas, fungsi, dan wewenang BNN dalam wilayah Provinsi. BNNP dalam melaksanakan tugasnya mempunyai fungsi untuk menyelenggarakan :

1. Pelaksanaan kebijakan teknis P4GN di bidang pencegahan, pemberdayaan masyarakat, pemberantasan, dan rehabilitasi. 2. Pelaksanaan penyiapan bantuan hukum dan kerja sama. 3. Pelaksanaan pembinaan teknis di bidang P4GN kepada

Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota.

4. Penyususnan rencana program dan anggaran BNNP. 5. Evaluasi dan penyusunan laporan BNNP

6. Pelayanan administrasi BNNP.

(14)

Penyalahgunaan Narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (selanjutnya akan disebut narkoba) merupakan permasalahan kompleks baik dilihat dari faktor penyebab maupun akibatnya. Penyebabnya merupakan kompleksitas dari berbagai faktor, termasuk faktor fisik dan kejiwaan pelaku, serta faktor lingkungan baik mikro maupun makro. Akibatnya juga sangat kompleks dan luas tidak hanya terhadap pelakunya, tetapi juga menimbulkan beban psikologis, sosial dan ekonomis, bagi orang tua dan keluarganya, serta menimbulkan dampak yang merugikan terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan umat manusia.1

Menurut Undang - Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika disebutkan pengertian narkotika adalah :

“zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman

baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat

menimbulkan ketergantungan”.

Narkoba merupakan obat legal yang digunakan dalam dunia kedokteran, namun dewasa ini Narkoba banyak disalahgunakan, bahkan kalangan muda tidak sedikit yang menggunakan narkoba, banyak dari penyalahguna yang menggunakan Narkoba dengan alasan untuk kesenangan batin, namun sayangnya tidak banyak yang mengetahui bahaya narkoba.2

1

Penyalahgunaan Narkoba. http://hanzputra.worldpress.com. Diakses pada hari Sabtu, 02 November 2013. Pukul 21.35 WIB.

2

(15)

Dampak yang akan terjadi apabila para pengguna memakai barang narkoba adalah3 :

1. Penyalahgunaan narkoba merusak susunan saraf pusat dan mengakibatkan kerusakan sel otak yang irreversible, kerusakan hati, jantung, ginjal, paru-paru dan orgab lainnya. 2. Pecandu dengan suntikan mempunyai resiko kematian tujuh

kali lebih tinggi dan populasi umum pada kelompok umur yang sama.

3. Penggunaan jarum suntik bergantian oleh pengguna narkoba suntikan (IDU) adalah cara yang paling efektif menularkan HIV, virus penyebab AIDS.

4. Penyalahgunaan narkoba menimbulkan gangguan pada perkembangan normal seseorang, daya ingat, perasaan, persepsi dan kendali diri.

a. Penggunaan narkoba akan diikuti oleh perubahan pikiran, perasaan dan perilaku maka hal-hal yang dalam kondisi normal tidak akan dilakukan seseorang, setelah memakai narkoba tersebut tidak ada yang tidak mungkin dilakukan termasuk melukai atau membunuh orang. Orang menjadi tidak lagi dapat bertindak secara rasional.

b. Penyalahgunaan narkoba mengakibatkan meningkatnya kejahatan, kekerasan, dan kriminalitas. Kokain, khususnyabila digabungkan dengan alkohol, dapat

3

(16)

membangkitkan perilaku penuh kekerasan dalam diri seseorang yang berperilaku baik.

5. Konsumsi narkoba dalam kandungan dapat mengakibatkan bayi yang baru lahir menderita cacat dan kelainan bawaan serta merusak mental (psikis) dan jasmani (fisik).

6. Para pengguna narkoba lebih dari tiga tiga kali cenderung mengalami kecelakaan di tempat kerja.

7. Penyalahgunaan narkoba mengakibatkan kemiskinan. 8. Penyalahgunaan narkoba merusak karir seseorang.

9. Kerusakan paling parah akibat narkoba adalah di keluarga. Kehidupa keluarga yang tidak berfungsi normal berkaitan erat dengan penyalahgunaan narkoba.

Pada tahun 2012, tercatat ada sekitar 960 ribu orang dari total 49,1 juta penduduk Jawa Barat merupakan pengguna narkoba baik pria maupun wanita dari berbagai kalangan. Rincian pengguna narkoba di Provinsi Jawa Barat sekitar 2,44% dari penduduk Jawa Barat sebagai pecandu.4

Adapun barang bukti tindak pidana narkotika tersebut antara lain yaitu jenis narkotika seperti ganja, sabu-sabu, heroin hingga pil koplo, selain jenis-jenis narkotika tersebut juga ditemukan benda-benda atau alat yang ada pada tersangka seperti tas, uang, kantong plastik, timbangan, alat suntik,kendaraan dan benda-benda lain yang digunakan tersangka dalam melakukan tindak pidana narkotika.

4

(17)

Tindak pidana narkotika yang terjadi di Provinsi Jawa Barat dilakukan dengan berbagai modus operandi, dari kasus-kasus yang telah terungkap diketahui bahwa para pengedar tidak hanya mengedarkan dan menjual narkotika, akan tetapi para pengedar memiliki peran ganda sebagai pemakai dan juga penjual. Dalam beberapa kasus pengedar yang tertangkap kebanyakan hanya memberikan keterangan bahwa mereka hanyalah orang suruhan, kurir atau perantara dalam suatu transaksi jual beli narkotika.

Penggolongan Narkotika berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyebutkan :

1. Narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.

2. Narkotika golongan II adalah narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.

(18)

Kasus yang peneliti bermula saat penyalahgunaan narkotika tertangkap tangan oleh pihak BNN dan kemudian tersangka penyalahgunaan narkoba tidak didampingi oleh penasihat hukum. Banyak

orang memandang masalah narkoba sebagai “aib” keluarga sehingga

harus disembunyikan atau ditutup-tutupi, padahal sesungguhnya masalah penyalahgunaan narkoba merupakan masalah sosial yang mempengaruhi banyak orang dan mempunyai resiko yang sangat luas, dan orang-orang yang terlibat masalah narkoba adalah orang-orang yang mempunyai nilai-nilai kepribadian yang menyimpang dan mereka itu berhak untuk diperlakukan sebagai orang yang membutuhkan pertolongan dan perawatan. Masalah narkoba harus diungkapkan dan ditangani secara baik dan benar oleh orang-orang yang mempunyai pengetahuan dan keterampilan atau profesional di bidang penanganan masalah penyalahgunaan narkoba5.

Penyalahgunaan narkoba, secara ekonomis menimbulkan biaya yang sangat besar baik terhadap pelakunya, orang tua atau keluarganya, maupun terhadap perekonomian nasional. Pelakunya harus mengeluarkan sejumlah besar uang untuk membeli narkoba yang harganya sangat mahal untuk memenuhi ketagihan akan narkoba yang terus menerus dan semakin meningkat. Seandainya yang bersangkutan mengikuti program perawatan dan pemulihan, maka pelaku dan keluarganya harus mengeluarkan sejumlah uang yang sangat besar untuk biaya perawatan dan pemulihannya. Di samping sangat mahal

5

(19)

serta memerlukan waktu yang lama, tidak ada yang menjamin pelaku dapat pulih sepenuhnya.

Proses peradilan pidana bagi tersangka dalam perkara penyalahgunaan Narkoba, yang dimulai dari penyelidikan, penyidikan, penangkapan, penahanan, penuntutan, pemeriksaan di persidangan, hingga pemidanaan, merupakan kegiatan yang sangat kompleks dan dapat dikatakan tidak mudah dipahami serta kadangkala menakutkan bagi masyarakat awam.6

Persepsi tersebut yang membuat para pencari keadilan tidak ingin untuk didampingi oleh penasihat hukum selama penyelidikan dan berbagai macam kondisi yang tidak menyenangkan dari pemberitaan media massa terhadap permasalahan penyalahgunaan narkoba. Keadaan tersebut membuat para penyalahgunaan narkoba tidak ingin didampingi oleh penasihat hukum, karena ketidaktahuan mereka akan sangat bahayanya narkoba maupun tentang aturan hukum yang mengaturnya, maupun perlakuan tidak simpatik dari aparat penegak hukum.

Keberadaan perundang – undangan yang khusus memberikan perlindungan dan hak-hak mereka terlihat belum tegas. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana telah merumuskan sejumlah hak-hak yang dimiliki seorang warga masyarakat yang terlibat dalam suatu perkara pidana, tidak terkecuali seorang warga masyarakat yang terlibat perkara penyalahgunaan narkoba terutama dalam kedudukannya sebagai pelaku penyalahguna, memiliki hak-haknya sebagaimana yang telah diatur oleh

6

(20)

ketentuan perundang-undangan, namun dalam kenyataannya tidak jarang timbul permasalahan sehubungan dengan pemenuhan hak-hak tersebut.

Dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, Badan Narkotika Nasional diharapkan mampu membantu proses penyelesaian perkara terhadap seseorang atau lebih yang telah melakukan tindak pidana narkotika. Dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, Badan Narkotika Nasional diberi kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan, hal mana belum diatur dalam undang-undang yang lama. Dua kewenangan dirasa perlu untuk mengantisipasi kejahatan narkotika dengan modus operandi yang semakin kompleks dan didukung oleh jaringan organisasi. Tidak hanya penambahan kewenangan, status kelembagaan Badan Narkotika Nasional perlu ditingkatkan.7

Dengan demikian jelas bahwa hak yang dimiliki tersangka pelaku penyalahgunaan Narkotika, sepertinya harus juga disertai kewajiban bagi aparat (penyidik) untuk memenuhi hak-hak tersebut. Pelanggaran terhadap hak tersebut seharusnya pula diberikan sanksi. Pemberian sanksi dimaksudkan agar hak-hak tersangka benar-benar terjamin pelaksanaannya. Namun pelanggaran atas hal tersebut tidak disertai sanksi. Hal ini memang menjadi kendala dalam pelaksanaan bantuan hukum di Indonesia, terutama bagi tersangka pelaku penyalahgunaan Narkoba yang seolah-olah sekarang ini terabaikan dari para penasehat hukum, walaupun dengan alasan untuk membuat jera para pelaku

7

(21)

penyalahguna, selain itu juga aparat penegak hukum bisa dengan mudah mengelak dari kewajibannya tanpa ada konsekuensi apapun.

Berdasarkan kegiatan Kerja Praktek (KP) yang telah di laksanakan, maka penulis membuat laporan Kerja Praktek dengan judul : BANTUAN HUKUM UNTUK TERSANGKA PENYALAHGUNAAN

NARKOTIKA DALAM PROSES PENYIDIKAN DIHUBUNGKAN

DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

ADVOKAT.

B. Identifikasi Masalah

Agar permasalahan yang hendak diteliti tidak mengalami perluasan dan supaya penelitian yang dilaksanakan lebih mendalam maka diperlukan suatu pembatasan masalah, maka perlu disusun perumusan masalah secara teratur dan sistematis. Berdasarkan hal-hal tersebut, maka rumusan masalah dalam Kuliah Praktek (KP) sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk bantuan hukum terhadap tersangka penyalahgunaan narkotika dalam proses penyidikan dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat?

(22)

C. Maksud dan Tujuan

1. Untuk mengetahui dan memahami bentuk bantuan hukum untuk tersangka penyalahgunaan narkotika ketika dalam proses penyidikan dihubungkan dengan Undang-Undang Advokat. 2. Untuk mengetahui dan memahami perlindungan hukum untuk

tersangka penyalahgunaan narkotika berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

D. Manfaat Kegiatan

Ada empat manfaat kegiatan yang diharapkan dalam penelitian ini, yaitu :

1. Bagi mahasiswa, diharapkan berguna bagi mahasiswa lainnya yang akan membuat laporan dan sebagai referensi ataupun sebagai cakupan teori.

2. Bagi masyarakat, diharapkan masyarakat mengetahui mengenai bahaya narkotika dan cara bagaiman menanggulangi kejahatan narkotika.

3. Bagi instansi, diharapkan intansi akan lebih memahami mengenai sanksi pidana yang seharusnya di terapkan pada kasus narkotika, karena kasus narkotika berbeda dari tindak pidana lainnya.

(23)

E. Jadwal Kerja Praktik

Kerja praktik dimulai pada bulan September hingga Oktober 2013 dengan melakukan survei ke berbagai tempat yang akan dijadikan sebagai tempat kerja praktik, dalam hal ini adalah Instansi Badan Narkotika Nasional Provinsi Jawa Barat.

Setelah menemukan instansi yang dapat menerima mahasiswa yang akan melakukan kerja praktek di Instansi tersebut, dibuatlah surat pengantar yang dibuat oleh sekretaris jurusan kepada Kepala Instansi Badan Narkotika Nasional Provinsi Jawa Barat.

Setelah diterima di Instansi tersebut, peneliti melakukan kegiatannya seperti membantu pegawai BNN dalam melaksanakan tugasnya seperti menyusun BAP (Berita Acara Perkara), pergi ke lapangan dan lain-lain.

(24)

13

TINJAUAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM

TERSANGKA TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN BADAN

NARKOTIKA NASIONAL

A. Aspek Hukum Tentang Hak Tersangka Dalam Asas Persamaan

Hukum Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang

Hukum Acara Pidana Juncto Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999

Tentang Hak Asasi Manusia.

UUD 1945 Pasal 27 ayat (1) telah menjamin kedudukan setiap warga negara, di dalam hukum dan pemerintahan. Demikian halnya dalam UUD 1945 Perubahan Ke-dua, Pasal 28D ayat (1) merumuskan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Suatu negara hukum menurut Sri Soemantri, harus memenuhi beberapa unsur, yatu7 :

1. Pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus berdasar atas hukum atau peraturan perundang-undangan.

2. Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (warga negara).

3. Adanya pembagian kekuasaan dalam negara. 4. Adanya pengawasan dari badan-badan peradilan.

7

(25)

Indonesia sebagai negara berdasarkan hukum menjunjung tinggi hak asasi manusia dan menjamin semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan Pemerintahan tanpa ada kecualinya.

Konsep persamaan kedudukan dalam hukum menurut Undang-Undang Dasar 1945 adalah suatu mata rantai antara hak dan kewajiban yang harus berfungsi menurut kedudukannya masing-masing. Perlakuan yang sama di hadapan hukum berarti setiap warga negara harus diperlakukan adil oleh pemerintah, di sisi lain warga negara wajib pula mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku.8

Asas persamaan kedudukan di hadapan hukum yang lebih dikenal sebagai asas equality before the law, berlaku untuk setiap orang tanpa membedakan statusnya, walaupun sebagai orang yang sedang berhadapan dengan hukum. Dalam konteks hukum secara pidana, orang yang berhadapan dengan hukum terbagi atas dua golongan, yaitu sebagai tersangka dan terdakwa. Berdasarkan asas equality before the law, kedua golongan ini tetap dianggap sebagai manusia yang mempunyai hak asasi untuk membela kepentingannya dalam menghadapi proses hukum yang sedang dijalani.9

Ketentuan dalam hukum acara pidana adalah berfungsi untuk untuk melindungi para tersangka dan terdakwa, terhadap tindakan kesewenang-wenangan aparat penegak hukum dalam menjalankan fungsi penegakan hukum di lembaga peradilan. Peradilan seharusnya

8

Mien Rukmini, Perlindungan HAM Melalui Asas Praduga Tidak Bersalah Dan Asas

Persamaan Kedudukan Dalam Hukum Pada Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Bandung, Alumni,

2003. Hlm. 24. 9

(26)

menjadi tempat warga masyarakat untuk memperjuangkan, memperoleh dan mempertahankan hak-haknya

a. Asas Persamaan Kedudukan di Hadapan Hukum dalam

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981.

Kitab Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana sudah selanyaknya kita sambut gembira oleh kita, karena undang-undang tersebut diharapkan akan membawa gagasan baru dengan napas humanisme dan nilai keadilan yang didambakan oleh semua pihak dalam masyarakat kita. Nilai keadilan yang sesuai dengan Pancasila sebagai falsafah bangsa Indonesia haruslah merupakan nilai yang dapat memelihara dan mempertahankan keseimbangan, keserasian dan keselarasan antara kepentingan individu di satu pihak dan kepentingan masyarakat di lain pihak. Nilai keadilan inilah yang merupakan nilai terpenting dari setiap peraturan perundang-undangan, termasuk Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ini.10

Selain itu, penegakan dan pelaksanaan hukum tidak boleh dilakukan sedemikian rupa, sehingga sama sekali menghilangkan nilai etika pada umumnya dan martabat kemanusiaan khususnya.11

Sama halnya seperti tersangka penyalahgunaan narkotika dalam menjalani persidangan tidak boleh

10

Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana Kontemporer, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010. Hlm. 67.

(27)

bedakan dengan tersangka yang lain apalagi tersangka yang tidak mampu secara ekonomi.

Penyusunan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana memiliki lima tujuan sebagai berikut12 :

1. Perlindungan atas harkat dan martabat manusia (tersangka atau terdakwa)

2. Perlindungan atas kepentingan hukum dan pemerintahan.

3. Kodifikasi dan unifikasi hukum acara pidana.

4. Mencapai kesatuan sikap dan tindakan aparat penegak hukum.

5. Mewujudkan hukum acara pidana yang sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam mewujudkan tujuan acara pidana sesuai dengan yang di atas, maka Undang-undang Hukum Acara Pidana menetapkan sepuluh asas yaitu13 :

1. Perlakuan yang sama atas diri setiap orang di muka hukum denga tidak mengadakan pembedaan perlakuan.

2. Penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan hanya dilakukan berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang dan hanya dalam hal dan dengan cara yang diatur dengan undang-undang.

12

Ibid. Hlm. 70. 13

(28)

3. Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan/atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.

4. Kepada seseorang yang ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang dan/atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang ditetapkan, wajib diberi ganti kerugian dan rehabilitasi sejak pada tingkat penyidikan, dan karena kelalaiannya menyebabkan asas hukum tersebut dilanggar, dituntut, dipidana, dan/atau dikenakan hukuman administrasi.

5. Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak harus diterapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan.

6. Setiap orang yang tersangkut perkara, wajib diberi kesempatan memperoleh bantuan hukum yang semata-mata diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya.

(29)

tahu dakwaan dan dasar hukum apa yang didakwakan kepadanya, juga wajib diberi tahu haknya termasuk hak untuk menghubungi penasihat hukum.

8. Pengadilan memeriksa perkara pidana dengan hadirnya terdakwa.

9. Sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum kecuali dalam hal yang diatur dalam undang-undang.

10. Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana dilakukan oleh ketua pengadilan yang bersangkutan.

Asas kesepuluh yang telah diuraikan di atas nampak bahwa fungsi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana lebih memfokuskan kepada perlindungan harkat dan martabat tersangka atau terdakwa.

b. Asas Persamaan Kedudukan di Hadapan Hukum

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999

Tentang Hak Asasi Manusia.

Suatu negara hukum, baik yang diperkembangkan oleh negara-negara kontinental atau negara-negara Anglo Saxon,

memiliki sebagai “basic requirement” pengakuan, jaminan

(30)

hak-hak dasar rakyat terbebas dari tindakan sewenang-wenang dari penguasa.14

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menjamin hak tersangka untuk tidak menerima perlakuan secara diskriminasi, hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa serta hak persamaan didepan hukum serta adanya pengaturan mengenai sebuah lembaga independen yang bernama Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang berfungsi melaksanakan pengajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia15

Negara-negara di seluruh dunia memandang HAM sebagai hal yang universal dan penting. HAM merupakan elemen penting karena terdapat norma-norma moral dan hukum yang bercita-cita melindungi semua umat manusia dimanapun berada.

Permasalahan HAM merupakan isu yang bersifat nasional dan internasional yang telah diperbincangkan serta memerlukan perhatian yang serius, karena menyangkut masalah hak kehidupan manusia secara menyeluruh.16

Pada tahun 1946, dalam tubuh Perserikatan Bangsa

Bangsa (PBB) dibentuk “Commission on Human Rights”, yang

bertugas meliputi hak-hak sipil dan politik maupun hak-hak

14

Mien Rukmini, Perlindungan HAM Melalui Asas Praduga Tidak Bersalah Dan Asas

Persamaan Kedudukan Dalam Hukum Pada Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Bandung, Alumni,

2003. Hlm. 24. 15

I Nyoman Arnita, Perlindungan Hak-Hak Tersangka Dalam Penahanan Ditinjau Dari

Aspek Hak Asasi Manusia, Vol XXI/No 3/April-Juni/2013.

16

(31)

ekonomi, sosial dan budaya dapat disimpulkan sebagai berikut17 :

1. Hak-hak asasi pribadi atau “the personal rights” yang

meliputi kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan memeluk agama, kebebasan bergerak, dan sebagainya.

2. Hak-hak asasi ekonomi atau “the property rights”,

yaitu hak untuk memiliki sesuatu, membeli dan menjual serta memanfatkannya.

3. Hak-hak asasi untuk mendapat perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahannya atau yang biasa

disebut “the rights of legal equality”.

4. Hak-hak politik atau “the political rights”, yaitu hak

untuk ikut serta dalam pemerintahan, hak pilih (memilih dan dipilih dalam pemilihan umum), hak mendirikan partai politik dan sebagainya.

5. Hak-hak asasi sosial dan kebudayaan atau “the social and cultural rights”, seperti hak untuk memilih

pendidikan, mengembangkan kebudayaan dan sebagainya.

6. Hak-hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata

cara peradilan dan perlindungan atau “the procedural

rights”, yaitu peraturan dalam hal penangkapan,

penggeledahan, peradilan dan sebagainya.

17

(32)

Indonesia sebagai negara hukum menjamin keberadaan HAM yang dibuktikan dengan adanya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Pasal 28A hingga Pasal 28J Undang-Undang Dasar 1945. Adanya undang-undang tersebut membuktikan bahwa Indonesia menginginkan hak asasi seseorang terjamin, tidak ada paksaan dan diskriminalisasi dalam prakteknya.

Walaupun disatu sisi lain pengaturan Hak Asasi Manusia belum sepenuhnya diatur dalam Undang-undang Dasar 1945. Menurut Rochmat Soemitro menyebutkan beberapa hak asasi yang belum diatur dalam Undang-undang Dasar 1945 sebagai berikut :

1. Hak mendapatkan bantuan hukum, dalam perkara pidana, sejak saat orang dituduh melakukan tindak pidana.

2. Hak atas kemerdakaan diri pribadi. Untuk ini diperlukan perlindungan terhadap penahan tanpa alasan, penculikan. Tidak ada seorangpun dapat ditangkap, ditahan selain atas perintah penguasa yang berhak mengeluarkan perintah tersebut, dengan disertai alasan-alasan yang tepat.

(33)

4. Tidak ada seorangpun dapat diganggu dengan sewenang-wenang dalam urusan perseorangan dan keluarganya.

5. Hak atas perlindungan kehormatannya serta nama baiknya.

6. Hak untuk hidup damai dan tidak seorangpun dapat mengganggu tempat kediaman seseorang.

7. Hak untuk mendapat istirahat bagi pegawai sipil, militer, buruh dan para pekerja lainnya. Pencabutan hak milik untuk kepentingan umum, harus tidak bertentangan dengan norma-norma keadilan dan harus mendapatkan ganti rugi yang layak.

8. Hak untuk mengajukan pengaduan kepada penguasa.

9. Hak atas rahasia surat-surat dan telepon. Sensor tidak dilakukan secara sewenang-wenang.

c. Pengertian Bantuan Hukum

Bantuan Hukum dalam Pasal 1 angka 9 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat diartikan bahwa

“Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan advokat

(34)

kuasa, mewakili / mendampingi, membela dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien.

Pengertian Bantuan hukum dalam KUHAP menurut M. Yahya Harahap menyatakan bahwa18 :

“Bantuan hukum yang dimaksud KUHAP meliputi

pemberian jasa bantuan hukum secara profesional dan formal, dalam bentuk pemberian jasa bantuan hukum setiap orang yang terlibat dalam kasus tindak pidana, baik secara cuma-cuma bagi mereka yang tidak mampu dan miskin maupun memberi bantuan kepada mereka yang mampu oleh para advokat dengan jalan menerima

imbalan jasa”.

Bantuan hukum tidak hanya diatur melalui Undang Advokat dan KUHAP, tetapi juga melalui Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 71 yang menyebutkan “Pemerintahan wajib dan bertanggungjawab menghormati, melindungi, menegakkan dan memajukan hak asasi manusia” sehingga pemerintah berkewajiban untuk menghormati, melindungi dan menegakkan hak asasi para tersangka.

Bantuan hukum diharapkan dapat mencegah perlakuan tidak adil bagi tersangka yang berasal dari golongan tidak mampu. Para tersangka diharapkan terlindungi haknya untuk melaksanakan tuntutan hukumannya.

Bantuan hukum secara cuma-cuma telah mempunyai dasar hukum yang kuat, yaitu Pasal 54 sampai dengan Pasal

18

(35)

56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang berbunyi sebagai berikut :

Pasal 54 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana :

“Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini”.

Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana :

(1) Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka. (2) Setiap penasihat hukum yang ditunjuk untuk bertindak

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), memberikan bantuannya dengan cuma-cuma.

Bantuan hukum yang diberikan oleh advokat memang lebih mengarah kepada fungsi sosial daripada sebagai profesi advokat. Maka dari itu advokad tidak boleh memungut atau memintai bayaran berapapun dan tidak boleh menolak suatu perkara dikarenakan tidak mampu untuk membayar.

d. Penyelidikan

(36)

ditemukan dapat dilakukan penyidikan atau tidak sesuai dengan yang diatur oleh KUHAP Pasal 1 butir 5.19

Penanganan dalam kasus perkara narkotika pihak kepolisian melakukan penyelidikan terlebih dahulu sebelum melakukan penangkapan. Berdasarkan Pasal 1 ayat (4) KUHAP, penyelidik adalah pejabat polisi negara republik indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan.

e. Hak Tersangka

Tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.20

Berbicara mengenai hak tersangka yang diatur BAB VI KUHAP, dapat dikelompokan sebagai berikut21 :

1. Hak tersangka untuk mendapatkan pemeriksaan. Pasal 50 KUHAP, yang memberihak yang sah menurut hukum dan undang-undang kepada tersangka :

- Berhak mendapatkan untuk diperiksa oleh penyidik.

- Berhak untuk diajukan ke sidang pengadilan. - Berhak untuk diadili dan mendapatkan putusan

pengadilan (speedy trial right)

(37)

2. Hak untuk melakukan pembelaan.

a. Berhak diberitahukan dengan jelas dan dengan bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan padanya.

b. Hak pemberitahuan yang dilakukan pada waktu pemeriksaan.

c. Berhak mendapatkan bantuan hukum.

d. Berhak secara bebas memilih penasihat hukum. 3. Hak tersangka yang berada dalam tahanan.

Hak yang berlaku pada umumnya terhadap tersangka baik dalam penahanan atau di luar penahanan.

4. Berhak menuntut ganti rugi dan rehabilitasi.

KUHAP memberi hak kepada tersangka untuk menuntut ganti rugi dan rehabilitasi apabila :

a. Penangkapan, penahanan, penggeledahan, atau penyitaan dilakukan tanpa alasan hukum yang sah.

(38)

B. Ketentuan Hukum Mengenai Tindak Pidana Narkotika.

Dalam sistem hukum, bahwa hukuman atau pidana yang dijatuhkan adalah menyangkut tentang perbuatan-perbuatan apa yang diancam pidana, haruslah terlebih dahulu telah tercantum dalam undang-undang pidana, artinya jika tidak ada undang-undang yang mengatur, maka pidana tidak dapat dijatuhkan.22

Dalam Bab I Pasal 1 Ayat (1) KUHP mempunyai asas

yang disebut “nullum delicttum nulla poena sine praevia lege

poenale”, yang menyatakan bahwa tidak ada suatu perbuatan

yang dapat dipidana kecuali sudah ada ketentuan undang-undang yang mengatur sebelumnya.

Ada beberapa definisi yang dikemukakan para ahli hukum mengenai pidana, diantaranya :

Prof. Sudarto, SH, menyatakan pidana adalah :

“Pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan

kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu”.

Simorangkir dalam bukunya Pelajaran Hukum Indonesia menyebutkan :

“Merumuskan hukum sebagai peraturan-peraturan yang

bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat, yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan –peraturan yang berakibat diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman tertentu.

22

(39)

Perbuatan tindak pidana dapat dibedakan menjadi 2 (dua) bentuk, yaitu kejahatan dan pelanggaran, sesuai

menurut buku “Kitab Undang-undang Hukum Pidana” KUHP,

yaitu yang terdapat pada buku II dan III yang memuat perincian berbagai jenis tindak pidana. Bertujuan guna melindungi kepentingan hukum yang dilanggar, kepentingan hukum pada dasarnya dapat dirinci dalam 3 (tiga) jenis23 :

1. Kepentingan hukum perorangan. 2. Kepentingan hukum masyarakat. 3. Kepentingan hukum negara.

Dalam sistematika KUHP perlu diperjelas tentang perbedaan antara kejahatan Pasal 104 sampai dengan Pasal 488 dengan pelanggaran Pasal 498 sampai dengan Pasal 569. Kejahatan menunjukan pada suatu perbuatan, yang menurut nilai-nilai kemasyarakatan dianggap sebagai perbuatan tercela, meskipun tidak diatur secara tertulis dalam ketentuan undang-undang. Sedangkan pelanggaran menunjukan pada perbuatan yang oleh masyarakat bukan sebagai perbuatan tercela.24

Kaitan dengan teoretis ilmiah bentuk-bentuk tindak pidana pada paparan di atas, maka dalam hal ini penulis ingin menyambungkan antara hal-hal tersebut dengan bentuk penyalahgunaan narkotika sebagai berikut :25

(40)

1. Narkotika apabila dipergunakan secara proposional sesuai menurut asas pemanfaatan, baik untuk kesehatan maupun untuk kepentingan penelitian ilmu pengetahuan, maka hal tersebut tidak dapat dikwalisir sebagai tindak pidana narkotika. Akan tetapi apabila dipergunakan untuk maksud-maksud yang lain dari itu, maka perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan pidana.

2. Penyalahgunaan narkotika meliputi pengertian yang lebih luas, antara lain :

a. Membuktikan kebenarian dalam melakukan tindakan-tindakan berbahaya dan mempunyai resiko. Seperti ngebut di jalan, berkelahi dan lain-lain.

b. Menentang suatu otoritas, baik terhadap guru, orang tua, hukum, maupun instansi tertentu. c. Mempermudah penyaluran perbuatan seks. d. Melepaskan diri dari kesepian dan memperoleh

pengalaman-pengalaman emosional.

e. Berusaha agar menemukan arti dari pada hidup.

f. Mengisi kekosongan-kekosongan dan perasaan bosan karena tidak ada kegiatan.

(41)

h. Mengikuti kemauan teman dan tata pergaulan lingkungan.

i. Hanya sekedar ingin tau.

3. Menurut Ketentuan Hukum Pidana para pelaku tindak pidana pada dasarnya dapat dibedakan. a. Pelaku utama.

b. Pelaku peserta. c. Pelaku pembantu.

Untuk menentukan apakah seseorang pelaku tergolong ke dalan salah satunya perlu ada proses peradilan, sebagaimana diatur oleh Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

4. Bentuk tindak pidana narkotika yang umum dikenal antara lain :

a. Penyalahgunaan / melebihi dosis ;

Hal ini disebabkan oleh banyak hal, seperti yang telah diutarakan di atas.

b. Pengedaran narkotika ;

Karena keterikatan dengan sesuatu mata rantai peredaran narkotika, baik nasional maupun internasional.

c. Jual beli narkotika ;

(42)

Dari ketiga bentuk tindak pidana narkotika merupakan suatu sebab terjadinya berbagai macam bentuk tindak pidana kejahatan dan pelanggaran, yang secara langsung menimbulkan akibat demoralisasi terhadap masyarakat, generasi muda, dan terutama bagi si pengguna zat berbahaya itu sendiri, seperti :

a. Pembunuhan. b. Pencurian. c. Penodongan. d. Penjambretan. e. Pemerasan. f. Pemerkosaan. g. Penipuan.

h. Pelecehan terhadap aparat keamanan.

C. Tinjauan Hukum Terhadap Instansi Badan Narkotika Nasional

(BNN)26

1. Sejarah BNN

Sejarah penanggulangan bahaya Narkotika dan kelembagaannya di Indonesia dimulai tahun 1971 pada saat dikeluarkannya Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 6 Tahun 1971 kepada Kepala Badan Koordinasi Intelligen Nasional (BAKIN) untuk menanggulangi 6 (enam) permasalahan nasional yang menonjol, yaitu pemberantasan uang palsu,

26

(43)

penanggulangan penyalahgunaan narkoba, penanggulangan penyelundupan, penanggulangan kenakalan remaja, penanggulangan subversi, pengawasan orang asing.

Berdasarkan Inpres tersebut Kepala BAKIN membentuk Bakolak Inpres Tahun 1971 yang salah satu tugas dan fungsinya adalah menanggulangi bahaya narkoba. Bakolak Inpres adalah sebuah badan koordinasi kecil yang beranggotakan wakil-wakil dari Departemen Kesehatan, Departemen Sosial, Departemen Luar Negeri, Kejaksaan Agung, dan lain-lain, yang berada di bawah komando dan bertanggung jawab kepada Kepala BAKIN. Badan ini tidak mempunyai wewenang operasional dan tidak mendapat alokasi anggaran sendiri dari ABPN melainkan disediakan berdasarkan kebijakan internal BAKIN.

(44)

tahun 1970 secara konsisten dan terus menerus memerangi bahaya narkoba.

Menghadapi permasalahan narkoba yang berkecenderungan terus miningkat, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) mengesahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Berdasarkan kedua Undang-undang tersebut, Pemerintah (Presiden Abdurahman Wahid) membentuk Badan Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN), dengan Keputusan Presiden Nomor 116 Tahun 1999. BKNN adalah suatu Badan Koordinasi penanggulangan narkoba yang beranggotakan 25 Instansi Pemerintah terkait.

BKNN diketuai oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) secara ex-officio. Sampai tahun 2002 BKNN tidak mempunyai personil dan alokasi anggaran sendiri. Anggaran BKNN diperoleh dan dialokasikan dari Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri), sehingga tidak dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara maksimal.

(45)

pemerintah terkait dan ditambah dengan kewenangan operasional, mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut :

1. mengoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan narkoba

2. mengoordinasikan pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan narkoba.

(46)

(BNP dan BN Kab/Kota) tidak mempunyai hubungan struktural-vertikal dengan BNN.

Merespon perkembangan permasalahan narkoba yang terus meningkat dan makin serius, maka Ketetapan MPR-RI Nomor VI/MPR/2002 melalui Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI) Tahun 2002 telah merekomendasikan kepada DPR-RI dan Presiden RI untuk melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Oleh karena itu, Pemerintah dan DPR-RI mengesahkan dan mengundangkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, sebagai perubahan atas UU Nomor 22 Tahun 1997. Berdasarkan UU Nomor 35 Tahun 2009 tersebut, BNN diberikan kewenangan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika.

(47)

2. Visi dan Misi Badan Narkotika Nasional (BNN)27

Visi

"Terwujudnya masyarakat Indonesia bebas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya (narkoba) tahun

2015”.

Misi

a.

Melaksanakan pencegahan, pemberdayaan

masyarakat, pemberantasan, rehabilitasi, hukum dan kerjasama dibidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, prekursor dan bahan adiktif lainya.

b.

Mengoordinasikan penyusunan, perumusan dan pelaksanaan kebijakan nasional di bidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, prekursor, dan bahan adiktif lainya.

c.

Mengoordinasikan pelaksanaan evaluasi dan penyusunan pelaporan pelaksanaan kebijakan nasional di bidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, prekursor dan bahan adiktif lainya.

d.

Melaksanakan pelaporan kebjakan nasional di bidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan

27

(48)

peredaran gelap narkotika, psikotropika, prekursor dan bahan adiktiflainya.

3. Tujuan Badan Narkotika Nasional

Dalam rangka memberikan kerangka untuk tingkat perencanaan yang lebih rinci, seperti : penetapan sasaran, program, kegiatan dan rencana anggaran serta rencana operasional yang bersifat teknis maka perlu ditetapkan tujuan dari BNN yang dapat memberikan hasil akhir yang ingin dicapai. Disamping itu dengan penetapan tujuan organisasi (BNN) diharapkan dapat memberikan kejelasan tentang visi, misi dan isu-isu strategis. Dengan demikian tujuan yang ditetapkan adalah :

a.

Tercapainya komitmen yang tinggi dari segenap komponen pemerintahan dan masyarakat untuk memerangi narkoba.

b.

Terwujudnya sikap dan perilaku masyarakat untuk berperan serta dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.

c.

Terwujudnya kondisi penegakan hukum di bidang narkoba sesuai dengan supremasi hukum.

d.

Tercapainya peningkatan sistem dan metode dalam pelayanan terapi dan rehabilitasi penyalahguna narkoba.

e.

Tersusunnya database yang akurat tentang penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.

(49)

g.

Berperannya Badan Narkotika Propinsi/Kabupaten/Kota dalam melaksanakan program P4GN.

h.

Terjalinnya kerjasama internasional yang efektif yang dapat memberikan bantuan solusi penanganan permasalahan narkoba di Indonesia.

4. Sasaran Badan Narkotika Nasional

Sasaran adalah merupakan refleksi dari hasil atau capaian yang diinginkan bersifat spesifik, konkrit dan terukur atas apa yang dilakukan untuk mencapai tujuan dalam kurun waktu satu tahun. Sasaran mencakup apa yang akan dicapai, kapan, dan oleh siapa. Apabila dipisahkan secara tegas, sasaran tahunan bukan merupakan bagian dari rencana strategis organisasi, namun merupakan bagian utama dari rencana operasional tahunan yang mendasarkan pada rencana strategis itu sendiri. Oleh karena itu dalam dokumen Strategi Nasional ini secara spesifik tidak diuraikan/ditetapkan, akan tetapi penetapan sasaran akan dijabarkan oleh masing-masing institusi dalam penyusunan Rencana Kinerja Tahunan.

5. Tujuan Pokok dan Fungsi

Kedudukan :

Badan Narkotika Nasional adalah Lembaga Non Struktural yang berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden.

(50)

Badan Narkotika Nasional mempunyai tugas membantu Presiden dalam : Mengkoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam penyusunan kebijakan dan pelaksanaan kebijakan operasional di bidang ketersediaan dan pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, prekursor dan bahan adiktif (P4GN) dan melaksanakan P4GN dengan membentuk satuan tugas yang terdiri atas unsur instansi pemerintah terkait sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya masing-masing.

Fungsi BNN :

a.

Pengkoordinasian instansi pemerintah terkait dalam

penyiapan dan penyusunan kebijakan di bidang ketersediaan dan P4GN.

b.

Pengkoordinasian instansi pemerintah terkait dalam pelaksanaan kebijakan di bidang ketersediaan dan P4GN serta pemecahan permasalahan dalam pelaksanaan tugas.

c.

Pengkoordinasian instansi pemerintah terkait dalam kegiatan pengadaan, pengendalian, dan pengawasan di bidang narkotika, psikotropika, prekursor dan bahan adiktif lainnya.

(51)

e.

Pemutusan jaringan peredaran gelap narkotika, psikotropika, prekursor dan bahan adiktif lainnya melalui satuan tugas.

f.

Pelaksanaan kerja sama nasional, regional dan internasional dalam rangka penanggulangan masalah narkotika, psikotropika, prekursor dan bahan adiktif lainnya.

g.

Pembangunan dan pengembangan sistem informasi, pembinaan dan pengembangan terapi dan rehabilitasi serta laboratorium narkotika, psikotropika, prekursor dan bahan adiktif lainnya.

(52)

41

LAPORAN KERJA PRAKTEK

Pelaksanaan kerja praktik di Instansi Badan Narkotika Nasional Provinsi Jawa Barat atau yang lebih dikenal sebagai BNNP Jawa Barat, berdasarkan surat pengantar kerja praktek nomor 095/KP-DEK/FH/UNIKOM/IX/2013 dimulai sejak tanggal 30 September 2013 sampai dengan 30 November 2013. Kegiatan ini dilaksanakan pada saat perkuliahan semester VII. Kerja praktik tersebut dilaksanakan selama 100 jam dalam tenggang waktu dari tanggal 30 September 2013 sampai dengan 30 November 2013. Kegiatan tersebut bertujuan untuk memenuhi persyaratan mata kuliah kerja praktik yang dibuat untuk menambah pengalaman kerja sebelum terjun langsung di masyarakat.

A. Tugas Harian

1. Membuat Berita Acara Perkara (BAP) Tersangka.

(53)

2. Membuat Surat Izin Penggeledahan Badan dan Rumah, Dalam mencari barang bukti, personil BNN melakukan kegiatan yang dinamakan penggeledahan yang dimana penggeledahan tersebut harus disertai izin dari pengadilan setempat. Setelah mendapatkan izin dari pengadilan barulah penyidik melakukan penggeledahan di rumah yang dicurigai sebagai pelaku tindak pidana narkotika.

3. Membuat Surat Perpanjangan Penahanan.

Apabila surat penahanan habis maka diperlukan surat perpanjangan penahanan guna kepentingan penyidikan terhadap tindak pidana narkotika.

B. Tugas Lapangan

1. Melakukan tes urine di Pusdik Armed.

Kegiatan kerja yang peneliti lakukan di Instansi Badan Narkotika Nasional Provinsi Jawa Barat salah satunya yaitu melakukan tes urine. Berdasarkan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 4 huruf b adalah :

“mencegah, melindungi, dan menyelamatkan

bangsa Indonesia dari penyalahgunaan Narkotika”.

(54)

prajurit tentara yang bertempat di Pusdik Armed atas permintaan dari Komando Satuan Pusdik Armed.

Badan Narkotika Nasional Provinsi Jawa Barat bekerja sama dengan Propam dan juga Polisi Militer dalam upaya menindak secara tegas anggota yang terbukti menggunakan narkotika. Apabila prajurit Pusdik Armed terbukti melakukan penyalahgunaan narkotika maka pihak BNNP berkewajiban menyerahkan pelaku penyalahgunaan narkotika kepada instansi awal yaitu Satuan Pusdik Armed.

Gambar 1.1

Pada kegiatan tersebut tidak ditemukan satu anggota yang melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika.

2. Pemusnahan Barang Bukti Narkotika.

Badan Narkotika Nasional Provinsi Jawa Barat selain melakukan tes urine yaitu melakukan pemusnahan barang bukti sesuai dengan amanat Undang-undang Narkotika Pasal 75 huruf K menyebutkan “Penyidik BNN berwenang memusnahkan narkotika dan prekursor

(55)

Pasal 91 ayat (2), (3), (4), (5) Undang-Undang 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyebutkan :

(2) Barang sitaan narkotika dan prekursor narkotika yang berada dalam penyimpanan dan pengamanan penyidik yang telah ditetapkan untuk dimusnahkan, wajib dimusnahkan dalm waktu paling lama 7 hari terhitung sejak menerima penetapan pemusnahan dari kajari setempat.

(3) Penyidik wajib membuat berita acara pemusnahan dalam waktu paling lama 1x24 jam sejak pemusnahan tersebut dilakukan dan menyerahkan berita acara tersebut kepada penyidik BNN setempat dgn tembusan berita acaranya disampaikan kepada kajari setempat, menteri kesehatan, Badan POM.

(4) Dalam keadaan tertentu batas waktu pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dpt diperpanjang 1 kali untuk jangka waktu yg sama.

(5) Pemusnahan barang sitaan sebagiamana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan berdasarkan pasal 75 huruf K.

(56)

(1) Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penyidik BNN wajib memusnahkan tanaman Narkotika yang ditemukan dalam waktu paling lama 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam sejak saat ditemukan, setelah disisihkan sebagian kecil untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, dan dapat disisihkan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta untuk kepentingan pendidikan dan pelatihan.

(2) Untuk tanaman Narkotika yang karena jumlahnya dan daerah yang sulit terjangkau karena faktor geografis atau transportasi, pemusnahan dilakukan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari.

(3) Pemusnahan dan penyisihan sebagian tanaman Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pembuatan berita acara yang sekurang-kurangnya memuat:

a.

nama, jenis, sifat, dan jumlah.

b.

keterangan mengenai tempat, jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun ditemukan dan dilakukan pemusnahan.

(57)

d.

tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana dan pejabat atau pihak terkait lainnya yang menyaksikan pemusnahan.

Gambar 1.2

Pada kegiatan tersebut pihak BNNP melakukan pemusnahan terhadap barang bukti narkotika seberat 3 kg dengan tersangka berasal dari negara India. Modus yang digunakan oleh pelaku yaitu menyembunyikan barang bukti narkotika ke dalam sendal, kemudian dalam kejadian tersebut berhasil diungkap dan ditangkap pelaku oleh pihak BNNP di Bandara Husein Sastra Negara Bandung.

3.

Sosialisasi Seminar yang dilaksanakan oleh Badan

Narkotika Nasional yang berjudul “Tingkat Pemahaman

Petugas Terhadap Peraturan Terhadap Perundang-Undangan Terkait Pelaksanaan Rehabilitasi Bagi Pecandu

dan Korban Penyalahgunaan Narkotika”.

(58)

masih memiliki kekurangan mengenai pemahaman rehabilitasi mengenai penyalahgunaan narkotika.

(59)

48

ANALISIS HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM

UNTUK TERSANGKA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

DALAM PROSES PENYIDIKAN DIHUBUNGKAN DENGAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG

HUKUM ACARA PIDANA JUNCTO UNDANG-UNDANG

NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG ADVOKAT

A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika

Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang

Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat.

Dalam kedudukannya sebagai suatu profesi yang mulia, advokat berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat,memiliki kewajiban untuk memberikan bantuan hukum kepada orang miskin dan buta huruf. Secara ideal dapat dijelaskan bahwa bantuan hukum merupakan tanggung jawab sosial dari advokat. Oleh sebab itu maka advokat dituntut agar dapat mengalokasikan waktu dan juga sumber daya yang dimilikinya untuk orang miskin yang membutuhkan bantuan hukum secara cuma-cuma.

Tujuan yang ingin dicapai dari program bantuan hukum kepada kaum miskin dan buta huruf adalah untuk terwujudnya akses keadilan (access to justice) yang merata. Salah satu bentuk dari bantuan hukum tersebut adalah adanya pembelaan atau pendampingan dari seorang advokat (access to legal counsel).

(60)

diperlukan dalam mewujudkan peradilan yang jujur, bersih dan menjungjung tinggi hak asasi manusia.

Fungsi dan kewajiban seorang advokat, dapat dilihat dalam Mukaddimah Aggaran Dasar Persatuan Advokat Indonesia (PERADIN) yang menyatakan:

“Adapun tugas dan jabatan seorang advokat adalah dengan bebas

dan berani tetapi penuh tanggung jawab memberikan bantuan hukum dan nasehat hukum, baik diluar maupun di muka pengadilan, kepada setiap orang yang memerlukannya karena terancam jiwanya, kebebasannya, hak miliknya dan nama baiknya, dengan mencurahkan segenap keahliannya yang didasarkan kepada ilmu pengetahuan, sehingga dengan demikian ia turut

membantu menegakkan hukum, keadilan dan kebenaran”.

Kebenaran Advokat baik secara perseorangan maupun organisasi dituntut agar dapat membuat peradilan di Indonesia yang bersih dan adil. Maka dari itu kedudukan advokat dapat disejajarkan dengan polisi, hakim, jaksa, dan lembaga pemasyarakatan dengan hak dan kewajibannya dalam memajukan peradilan yang bersih dan adil.

Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat menyebutkan :

“Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri

(61)

Para pelaku penyalahgunaan narkotika mempunyai hak atas bantuan hukum yang merupakan salah satu dari hak asasi yang harus dihormati dan dilindungi. Advokat tidak boleh membeda-bedakan status antara penyalahgunaan narkotika yang berada dengan yang tidak berada sesuai dengan prinsip asas persamaan dimata hukum.

Sesuai dengan Pasal 1 angka 9 Undang-Undang advokat menyebutkan :

“Bantuan hukum adalah adalah jasa hukum yang diberikan oleh

advokad secara cuma-cuma kepada klien yang tidak mampu”. Bantuan hukum secara cuma-cuma sudah menjadi kewajiban advokad dalam menjalankan tugasnya. Pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma atau yang lebih kita kenal sebagai pengacara pro bono kurang sekali melakukan perannya sebagai pengacara pro bono dikarenakan tidak mendapatkan materi yang sesuai.

Padahal dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat menyebutkan :

“Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma

kepada pencari keadilan yang tidak mampu”.

(62)

penindakan terhadap advokat termasuk kewajiban memberikan bantuan hukum cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu.

Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, hanya akan menjadi pelengkap atau tidak akan efektif apabila advokat mengabaikan kewajibannya yaitu memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada para pencari keadilan khususnya yang berasal dari golongan tidak mampu.

Dalam Pasal 22 ayat (1) tersebut memiliki kelemahan yaitu tidak adanya prosedur yang jelas dalam pelaksanaannya di samping itu juga tidak ada sanksi yang dapat dikenakan kepada advokat apabila tidak memenuhi kewajibannya untuk memberikan bantuan hukum, itulah yang menjadi hambatan terlambatnya pelaksanaan bantuan hukum bagi masyarakat yang tidak mampu.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat perlu kiranya untuk diperbaharui mengenai pengawasan, otoritas pihak yang mengawasi dan lembaga kehormatan kode etik menjatuhkan sanksi, optimalisasi fungsi organisatoris, pengaturan yang tegas dan jelas mengenai hak dan kewajiban advokat di hadapan hukum, etika dan moral dijunjung tinggi.

Advokat harus mampu bertindak sebagai pencari kebenaran dan menegakkan keadilan serta menjunjung tinggi supremasi hukum untuk menjamin terselenggaranya negara hukum dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(63)

kesadaran masyarakat di berbagai bidang, khususnya di bidang hukum. Jasa hukum melalui advokat dewasa ini berkembang menjadi kekuatan Institusional.

Dalam masalah kedudukan penasihat hukum pada pemeriksaan penyidikan terhadap tersangka penyalahgunaan Narkoba oleh sementara bersifat reaktif dan merupakan cacat hukum yang menodai kehadiran KUHAP. Dalam ketentuan Pasal 115 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana menyebutkan :

“Dalam hal penyidik sedang melakukan pemeriksaan terhadap

tersangka, penasihat hukum dapat mengikuti jalannya pemeriksaan dengan cara melihat serta mendengar

pemeriksaan”.

Pasal 115 ayat (1) merupakan pasal yang cacat dikarenakan belum memberikan dan meletakkan landasan persamaan derajat dan kedudukan antara penyidik dengan penasehat hukum. Penasehat hukum masih dianggap sebagai orang-orang yang mengganggu kelancaran pemeriksaan.

Supaya ketentuan Pasal 115 KUHAP benar-benar proporsional dengan landasan filosofis dan konstitusional yang mengakui dan mengagungkan harkat martabat manusia sebagai makhluk Tuhan yang harus diperlakukan berdasar perikemanusiaan yang adil dan beradab, yang mempersamakan manusia di hadapan hukum (equality before the law) dan atas praduga tak bersalah, Pasal 115 harus ditafsirkan sebagai

(64)

dengan penggarisan bahwa hak itu hanya boleh dibatasi penyidik dalam

hal-hal yang “sangat terbatas”.

Pelaksanaan Pasal 115 KUHP seharusnya dipergunakan sebaik-baiknya oleh penasehat hukum untuk mengikuti jalannya pemeriksaan penyidikan terhadap tersangka penyalahgunaan Narkoba. Dengan kehadiran penasihat hukum pada setiap pemeriksaan penyidikan, dapat mencegah penyidik melakukan kecurangan seperti memeriksa dengan menggunakan emosi yang berlebihan pada saat pemeriksaan. Kehadiran penasehat hukum, membuat suasana pemeriksaan menjadi lebih manusiawi, mendorong tersangka lebih berani mengemukakan pendapat yang dimilikinya.

B. Perlindungan Hukum Tersangka Penyalahgunaan Narkotika Dalam

Proses Penyidikan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1981 Tentang Hukum Acara Pidana.

Pengertian penyidikan menurut Pasal 1 angka 2 KUHAP menyebutkan bahwa :

“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan

menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan

tersangkanya”.

Penyidikan merupakan kelanjutan dari penyelidikan. Penyelidikan menurut Pasal 1 angka 5 KUHAP menyebutkan bahwa :

“Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk

(65)

Jika penyelidikan yang dicari adalah peristiwanya, sedangkan penyidikan yang dicari adalah tindak pidana yang terjadi dan menemukan siapa tersangkanya. Penyelidikan berbeda dengan penyidikan. Penyidikan tindak pidana Narkotika diatur dalam Pasal 70 sampai Pasal 103 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Penyidikan tindak pidana Psikotropika diatur dalam Pasal 55, 56, 57 dan 58 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.

Seorang tersangka tindak pidana narkotika berhak mendapatkan bantuan hukum. Bantuan Hukum ini sebenarnya merupakan salah satu perwujudan dari pada jaminan dan perlindungan hak asasi manusia khususnya bagi tersangka atau terdakwa untuk mendapatkan perlakuan secara layak dari para penegak hukum sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia.

Oleh karena itu dalam perkara pidana narkotika tersangka sejak saat dilakukan penangkapan dan atau penahanan berhak menghubungi dan minta bantuan hukum dari seorang atau lebih Penasehat Hukum untuk melakukan pembelaan terhadap perkara tersangka atau terdakwa.

(66)

1. Tersangka berhak segera mendapatkan pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan kepada penuntut umum.

2. Tersangka berhak perkaranya segera dimajukan ke pengadilan oleh penuntut umum.

3. Terdakwa berhak segera diadili oleh pengadilan.

4. Tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu pemeriksaan dimulai. 5. Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan,

tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim.

6. Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan tersangka atau terdakwa berhak untuk setiap waktu mendapat bantuan juru bahasa.

7. Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapatkan bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan.

8. Tersangka dapat memilih sendiri penasihat hukumnya.

9. Hak tersangka untuk mendapat Bantuan Hukum secara cuma-Cuma

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penyusunan “Studi Komparasi Bentuk dan Pola Kota di Kedua Bekas Kota Kerajaan (Surakarta dan Yogyakarta)” pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan

Simulasi dikatakan sukses jika nilai dari parameter RSSI dan access rate yang sudah digunakan saat mengukur proses handover setiap jaringan telah menghasilkan nilai

Adanya fenomena seperti pada gambar 3-4 hingga gambar 3-8, yaitu terdapat obyek baru yang sebelumnya tidak ada di citra yang belum di proses penajaman (Pansharpen)

Kerusakan minyak selama proses menggoreng akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi dari bahan pangan yang digoreng. Minyak yang rusak

Anak merupakan amanah dan anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang seutuhnya yang harus dijunjung

Pada kondisi awal penelitian, kemampuan motorik kasar anak didik kelompok A BA ‘Aisyiyah Bojongsana, Panusupan, Rembang, Purbalingga masih kurang berkembang, karena

Pembuatan komposit dengan menggunakan matriks dari plastik yang telah didaur ulang, selain dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan kayu, juga dapat mengurangi pembebanan

Hasil penelitian terkait manajemen penguatan pendidikan karakter di kabupataen Sidoarjo (studi multi kasus di SMAN 1 Krian dan SMAN 1 Taman) menunjukkan bahwa, perencanaan