• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perancangan Film Animasi Mengenai Ayam Pelung: "Suara Emas Dari Cianjur"

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perancangan Film Animasi Mengenai Ayam Pelung: "Suara Emas Dari Cianjur""

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Pengantar Tugas Akhir

PERANCANGAN FILM ANIMASI MENGENAI AYAM PELUNG: “SUARA EMAS DARI CIANJUR”

DK 38315/Tugas Akhir Semester II 2013-2014

Oleh:

M Fajarrahman R 51910236

Program Studi Desain Komunikasi Visual

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG

(2)
(3)
(4)

55 DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : M Fajarrahman Ramdani

Agama : Islam

Alamat : Kp. Buniaga RT 04/07 Desa

Ciherang Kec. Pacet Kab. Cianjur

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat/Tanggal Lahir : Cianjur, 24 Maret 1992 Pendidikan Formal : Tahun 2010 - 2014

S1 UNIKOM

Prodi Desain Komunikasi Visual Tahun 2007 - 2010

SMAN 2 Cianjur Tahun 2004 - 2007 SMPN 1 Cipanas Tahun 1998 - 2004

SDN Panyaweuyan Kec. Pacet

No. Handphone : +628882024447

Email : m.fajarrahman.r@gmail.com

(5)

vi DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ORIGINALITAS ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah ... 1

I.2 Identifikasi Masalah ... 3

I.3 Rumusan Masalah ... 3

I.3 Batasan Masalah ... 3

I.4 Tujuan Perancangan ... 3

BAB II FILM ANIMASI TENTANG CERITA RAKYAT AYAM PELUNG II.1 Cerita Rakyat ... 4

II.1.1 Definisi Cerita Rakyat ... 4

II.1.2 Jenis-jenis Cerita Rakyat ... 5

II.2 Asal Usul Ayam Pelung ... 7

II.1.2 Sinopsis Cerita Rakyat Asal Usul Ayam Pelung ... 9

(6)

vii

II.3.1 Jenis-jenis Film ... 10

II.3.2 Sudut Pandang Film ... 11

II.6.2.1 Sudut Pandang Sematik ... 11

II.6.2.2 Sudut Pandang Objektif ... 12

II.6.2.3 Sudut Pandang Subjektif ... 12

II.6.2.4 Sudut Pandang Subjektif – Interpretatif ... 12

II.6.2.5 Sudut Pandang Subjektif Tidak Langsung ... 13

II.6.2.6 Sudut Pengambilan Gambar ... 13

II.4 Animasi ... 14

II.4.1 Definisi Animasi ... 14

II.4.2 Jenis-jenis Animasi ... 14

II.4.3 Proses Pembuatan Animasi ... 15

BAB III STATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL III.1 Studi Target Audiens ... 16

a. Demografis ... 16

b. Psikologis ... 16

c. Geografis ... 17

III.2 Strategi Perancangan ... 17

III.2.1 Pendekatan Komunikatif ... 17

III.2.1.1 Pendekatan Visual ... 17

III.2.1.2 Pendekatan Verbal ... 17

III.2.2 Strategi Kreatif ... 18

(7)

viii

III.2.4 Strategi Distribusi ... 19

III.3 Konsep Visual ... 22

III.3.1 Format Film ... 22

III.3.2 Tata Letak (Layout) ... 22

III.3.3 Tipografi ... 23

III.3.4 Ilustrasi ... 25

III.3.4.1 Studi Karakter ... 25

III.3.4.2 Studi Lokasi ... 26

III.3.4.1 Studi Property ... 27

III.3.5 Warna ... 27

III.3.6 Musik ... 28

BAB IV KESIMPULAN IV.1 Konsep ... 29

IV.1.1 Ide ... 29

IV.1.2 Tema ... 29

IV.1.3 Storyline ... 30

IV.2 Teknis Perancangan ... 30

IV.2.1 Pra Produksi ... 31

IV.2.2 Produksi ... 32

IV.2.3 Pasca Produksi ... 34

IV.2.3.1 Metode ... 34

IV.2.3.1 Teknik Editing ... 35

(8)

ix

IV.3 Media Pendukung ... 36

IV.3.1 Poster ... 36

IV.3.2 Flyer ... 38

IV.3.3 Stiker ... 38

IV.3.4 Kaos ... 39

IV.3.5 Cover CD ... 39

IV.3.6 X Banner ... 40

IV.3.7 Box Packaging ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42

(9)

42 DAFTAR PUSTAKA

Danandjaja, James. (2002). Folklor Indonesia: Ilmu gosip, dongeng, dan lain-lain. Jakarta: Grafiti.

Effendy, Heru. (2002). Mari Membuat Film: Panduan untuk menjadi produser. Yogyakarta: Konfiden Panduan

Gunarsa, Siggih D, 1985. Dasar dan teori pengembangan anak. Jakarta: Gunung mulia.

Hardjosworo, 1995. Pengkajian budidaya ayam pelung. Dalam skripsi Dwi Nursinta Fatmawati, 2007. Sifat-sifat reproduksi ayam pelung di kecamatan Gekbrong Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

HIPAPPI, 2005. Pesona Plasma Nutfah Cianjur. HIPPAPI Cianjur, Jawa Barat. HIPAPPI, 2000. Sejarah Ayam Pelung. HIPPAPI Cianjur, Jawa Barat.

Mansjoer (1985). Pengkajian sifat-sifat produksi ayam kampung. Dalam skripsi Meti Mustaqi Al-Muhibah, 2006. Karateristik morfologi ayam pelung dewasa di Kecamatan Gekbrong Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Prayitno, Joko. Sejarah Sabung Ayam Di Nusantara Bukan Sekedar

Permainan Semata. Tersedia di: http://phesolo.wordpress.com/2011 /12/02/sejarah-sabung-ayam-di-nusantara-bukan-sekedar-permainan-semata/ [05 juli 2013]

Siagian, Gayus. (2006). Menilai Film. Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta.

Setiadi. 2011. Asal-usul Hayam Pelung. Tersedia di: http://perceka.dicianjur.com [25 April 2013]

Tebe. 2012 (12 November). Ayam Nusantara. Tersedia di: http:/www.tebe-hobbies.blogspot.com/websitepecintaayam/ayamindonesia-asia.htm [15 April 2013]

Website resmi Cianjur. 2007 . Ayam Pelung. Tersedia di: http:/www.cianjurkab.go.id/ayampelung/khascianjurayampelung.ht m [ 14 Maret 2013]

(10)

iii

KATA PENGANTAR

Assalamu alaikum wr,wb.

Puji dan syukur penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT atas segala nikmat dan rahmat-Nya yang selalu dilimpahkan kepada penulis, serta atas karunia dan petunjuk-Nyalah maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir ini diajukan untuk memenuhi tugas akhir studi Desain Komunikasi Visual di Universitas Komputer Indonesia tahun 2014.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan yang dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan pengelaman penulis. Namun penulis telah berusaha semaksimal mungkin, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun akan diterima dengan senang hati. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan serta bimbingan, khususnya kepada:

1. Yully Ambarsih Ekawardhani, M.Ds., Selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir.

2. M Syahril Iskandar, M.Ds., Selaku Dosen Penguji Tugas Akhir. 3. Wira Mahardika, S.Ds., Selaku Dosen Penguji Tugas Akhir. 4. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

Sekali lagi penulis banyak mengucapkan terimakasih kepada semua pihak, atas segala bantuan dan dukungannya selama ini kepada penulis.

Akhir kata semoga Tugas Akhir penulis ini dapat bermanfaat tidak hanya sebagai karya akademik, namun sebagai karya yang bisa dinikmati dan bermanfaat bagi masyarakat umum.

Bandung, 12 Agustus 2014

(11)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia sebagai negara kepulauan yang besar dan memiliki banyak sekali kebudayaan, mempunyai banyak varietas ayam kampung, terdapat sekitar 21 spesies dengan beberapa subspesies dari berbagai daerah dan memiliki keunikan tersendiri. Keunikan yang muncul dapat berupa dari bentuknya, warnanya bahkan suaranya.

Diantara varietas ayam kampung tersebut, terdapat Ayam Pelung yang berkembang di Cianjur dan Sukabumi, ayam Nunukan yang berkembang di Pulau Tarakan, ayam ketawa yang berasal dari Sulawesi Selatan, dan lain sebagainya.

Keunikan ini berbeda-beda pada setiap daerah habitat ayam-ayam lokal/kampung ini. Keunikan tersebut dapat berupa bentuknya, warnanya bahkan suaranya. Ayam Pelung merupakan ayam lokal/kampung yang memiliki suara lebih panjang dan merdu dari pada jenis ayam lainnya di Indonesia.

Sebagai hewan asli daerah, keberadaan ayam kampung seringkali diiringi lahirnya legenda atau dongeng di dalamya. Legenda adalah cerita prosa rakyat yang dianggap oleh pembuat cerita sebagai sesuatu yang benar-benar terjadi dan dilakukan secara turun-temurun (Djamaris, 1980, h.38). Sosok hewan ayam yang paling terkenal dalam legenda atau cerita rakyat di daerah Jawa Barat adalah hewan ayam dalam cerita Ciung Wanara.

Selain sosok ayam yang muncul dalam cerita Ciung Wanara, ada pula sosok ayam yang menjadi sebuah ikon kota dan menjadi fauna khas yang sangat dicintai oleh masyarakatnya. Ayam tersebut adalah Ayam Pelung dari kota Cianjur. Ayam Pelung atau dengan nama latin Gallus domesticus var.pelung. Ayam Pelung merupakan ayam peliharaan asli Indonesia yang berasal dari kota Cianjur. Legenda spiritual yang muncul di masyarakat Cianjur tentang asal usul Ayam Pelung ini menjadi suatu kejadian yang cukup fenomenal dan terkesan bersifat mitos.

(12)

2 Ayam Pelung dijadikan fauna khas Kabupaten Cianjur dengan SK Bupati Cianjur Nomor 55.4/SK.133-Pe/1993 tanggal 20 Juli 1993. Penemuan Ayam Pelung di Kabupaten Cianjur terjadi secara tidak sengaja, dan ada yang menganggap keterangan masyarakat tersebut hanyalah berupa legenda spiritual.

Pada saat kemunculannya, Ayam Pelung dapat menggeser norma-norma dan kebiasaan masyarakat Indonesia dalam melakukan pertarungan ayam (sabung ayam) menjadi kontes beradu suara (kongkur). Hal itu merupakan suatu hal nyata bagaimana proses terjadinya pergeseran prilaku masyarakat terhadap sosok ayam. Selain itu, cerita asal-usul Ayam Pelung ini juga banyak memiliki makna dan pesan moral yang baik dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Sayangnya keunikan serta kekhasan ayam pelung, belum banyak diketahui masyarakat Cianjur secara umum, dikarenakan minimnya media serta usaha pemerintah untuk mensosialisasikannya. Saat ini satu-satunya upaya menghidupkan kembali kesejarahan ayam pelung di lakukan melalui penulisan dongeng yang kemudian dimuat dalam sebuah buku karya Tatang Setiadi yang berjudul “Asal-usul Hayam Pelung jeung Dongéng-dongéng Cianjur lianna” yang diterbitkan oleh PT. Kiblat Buku Utama-Bandung.

Melihat hal tersebut dirasa perlu adanya media lain yang dapat menampung cerita dan pesan asal-usul Ayam Pelung ini. Salah satu media yang baik dalam menyampaikan pesan adalah media digital yaitu film animasi. Melalui filmanimasi, pesan-pesan yang disampaikan menjadi lebih hidup dikarenakan film animasi memiliki kemampuan audio sekaligus kemampuan visual yang tidak dimiliki media lain, sehingga dapat lebih mudah menggambarkan tokoh secara nyata dan lebih meninggalkan kesan di dalam pikiran orang yang menonton. Oleh karena itu kemudian penulis berinisiatif membuat tugas akhir dengan judul “Perancangan Media Informasi Film Animasi: Suara Emas dari Cianjur”.

1.2 Identifikasi Masalah

Setelah melihat latar belakang yang dipaparkan, terdapat beberapa masalah yang muncul, antara lain;

(13)

3 2. Pengetahuan masyarakat Cianjur mengenai asal-usul kemunculan

Ayam Pelung di Kota Cianjur, masih terbatas pada legenda saja. 3. Keterbatasan pengembangan media informasi dalam

memvisualisasikan cerita asal-usul Ayam Pelung.

1.3 Rumusan Masalah

Dari identifikasi masalah diatas, kemudian disimpulkan rumusan masalah untuk tugas akhir ini, yaitu:

“Pengembangan cerita dan pesan legenda asal-usul Ayam Pelung dalam bentuk visual”

1.4 Batasan Masalah

Supaya pembahasan masalah tidak terlalu meluas maka ditentukan rumusan masalah yang ada dengan melakukan pendekatan masalah terhadap objek penelitian dan masalah terhadap subjek penelitian. Pembahasan masalah mengenai objek penelitian akan dirumuskan pada Ayam Pelung. Selain itu pendekatan subjek penelitian akan dilakukan pada masyarakat di kawasan Ayam Pelung PUSAKA di Desa Cipadang Kecamatan Gekbrong kota Cianjur.

1.5 Tujuan Perancangan

(14)

4

BAB II

FILM ANIMASI TENTANG CERITA RAKYAT AYAM PELUNG

II.1 Cerita Rakyat

II.1.1 Definisi Cerita Rakyat

Sastra tradisional di Indonesia sangat luas dan beragam. Dilihat dari jumlah bahasa yang beragam di kepulauan Nusantara ini dapat dibayangkan kekayaan sastra tradisional yang dimiliki Indonesia. Sastra lisan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sastra tertulis. Sebelum muncul sastra tertulis, sastra lisan telah berperan membentuk apresiasi sastra masyarakat. Cerita rakyat merupakan warisan leluhur bangsa yang harus dilestarikan.

Cerita rakyat banyak mengandung hikmah dan nilai-nilai moral yang perlu untuk diteladani. Cerita rakyat dapat diartikan sebagai ekspresi budaya suatu masyarakat melalui bahasa tutur yang berhubungan langsung dengan berbagai aspek budaya, seperti agama dan kebudayaan, undang-undang, kegiatan ekonomi, sistem kekeluargaan, dan susunan nilai sosial masyarakat tersebut. Dahulu, cerita rakyat diturunkan secara turun temurun dari satu generasi kepada generasi berikutnya dalam masyarakat tertentu. (Danandjaja, 2002, h.6)

Dengan membahas cerita rakyat berarti menggali kembali budaya dan adat istiadat yang berkembang di masyarakat dan mewariskan secara turun temurun. Cerita rakyat berasal dari masyarakat dan berkembang dalam masyarakat. Menurut Danandjaja (2002, h. 3-5), terdapat ciri-ciri dari cerita rakyat, yaitu:

 Penyebaran dan pewarisannya dilakukan secara lisan, yakni disebarkan melalui tutur dari satu generasi ke generasi berikutnya.  Bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam waktu paling sedikit

dua generasi.

 Bersifat lisan, sehingga terwujud dalam berbagai versi. Hal ini disebabkan oleh cara penyebarannya dari mulut ke mulut.

(15)

5

 Mempunyai fungsi tertentu dalam masyarakatnya, misalnya sebagai media pendidikan, pengajaran moral, hiburan, proses sosial, dan sebagainya.

 Bersifat Pralogis, yaitu mempunyai logika tersendiri yang tidak sesuai dengan logika ilmu pengetahuan.

 Pada umumnya bersifat sederhana dan seadanya, terlalu spontan dan kadang kala terlihat kasar. Namun, dalam perkembangannya, sebagian cerita rakyat telah disusun dalam bentuk bahasa yang lebih teratur dan halus.

II.1.2 Jenis-jenis Cerita Rakyat

Menurut William R. Bascom dalam (Danandjaja, 2002, h.21) mengatakan bahwa dari semua bentuk atau genre folklor, yang paling banyak diteliti para ahli folklor adalah cerita prosa rakyat. Cerita prosa rakyat dapat dibagi dalam tiga golongan besar, yaitu: legenda (legend), mite (myth), dan dongeng (folktale).

 Legenda

(16)

6

 Mite

Menurut Danandjaja (2002, h. 40), mite adalah cerita dewa-dewa. Atau cerita prosa rakyat, yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci, mempunyai latar belakang sejarah yang terjadi di dunia lain, atau di dunia yang bukan seperti kita kenal sekarang. Contoh: Cerita tentang Nyi Roro Kidul, Ramayana, Harimau Jadi-jadian, dan lain sebagainnya.

Gambar II.2 Lukisan Nyi Roro Kidul Penguasa Pantai Selatan sumber : www.thabibonline.weebly.com/uploads/3313531.jpg?293

(diakses tanggal 15 Juni 2014)

Gambar II.1 Ilustrasi Legenda Tangkuban Perahu sumber :

http://4.bp.blogspot.com/-fLt- XLGuw7E/UDMsmwgZZpI/AAAAAAAAABU/bRjNN-3abSE/s1600/legnda+gunung+tangkuban+perahu.jpg

(17)

7

 Dongeng

Dongeng merupakan cerita rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi dan dongeng tidak terikat oleh waktu maupun tempat. Dongeng merupakan sebuah kisah atau cerita yang lahir dari hasil imajinasi, rekaan atau khayalan manusia. Rekaan atau khayalan tersebut, tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari. Dalam dongeng inilah khayalan manusia memperoleh kebebasan untuk dirangkai menjadi kisahan kehidupan, meskipun mungkin tidak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, pesan yang ingin disampaikan lewat cerita-cerita seperti itu menjadi bisa dimengerti. Salah satu manfaat dari folklor yang terwujud sebagai cerita-cerita khayalan adalah aspek pendidikan. Pendidikan tentang tata kelakuan masyarakat. (Danandjaja, 2002, h. 149)

II.2 Asal Usul Ayam Pelung

Terdapat dua informasi yang berbeda mengenai kisah kemunculan ayam pelung di Cianjur. Dari informasi yang dikumpulkan oleh HIPPAPI (Himpunan Peternak dan Penggemar Ayam Pelung Indonesia) tahun 1993 mengemukakan sebuah legenda, yang tentunya dapat dipercaya atau tidak, bahwa seorang tokoh bernama Haji Bustomi (Alm.) atau dengan nama lain Guru Karta, seorang penduduk Kampung Cicariang, desa Jambudipa Kecamatan Warungkondang Kabupaten Cianjur menceritrakan bahwa ayam Pelung sudah dipelihara dan dikembangkan sejak tahun 1850 oleh seorang Kiai bernama H. Djarkasih alias Mama Acih (Alm.). Ia, penduduk desa Bunikasih Kecamatan Warungkondang, menemukan seekor anak ayam jantan besar, tinggi dan turundul (berbulu jarang). Ayam tersebut kemudian dipelihara dengan baik. Ayam tersebut tumbuh dengan pesat dan berkokok dengan suara besar, panjang dan berirama.

(18)

8

tahun 1940, seorang bernama H. Kosim bertamu kepada gurunya Mama Ajengan Gudang. Ia melihat seekor ayam betina yang sedang mengasuh anak-anak ayam dan diantaranya ada satu ekor yang bentuk badannya berbeda dengan yang lainnya, besar, tinggi dan trundul. Ia kemudian membelinya dan dikembangkannya di Warungkondang. Ayam tersebut yang jantan berkokok dengan suara besar, panjang dan merdu.

Kedua cerita tersebut secara ilmiah tentunya dapat saja terjadi mengingat banyak sekali berbagai variasi genetik ayam hutan yang ada di pulau Jawa ini dan salah satunya adalah ayam Pelung yang mempunyai ciri khas dan disukai penduduk, sehingga secara alami ayam-ayam tersebut terseleksi sampai sekarang. Kemudian untuk menilai kebenaran kedua cerita tersebut dilakukan wawancara di kawasan budidaya PUSAKA di desa Cipadang kecamatan Gekbrong kabupaten Cianjur.

Menurut pengurus PUSAKA yaitu Budi anak dari H Uwoh Abdullah (Alm) dan cucu dari H. Djarkasih alias Mama Acih (Alm.) menceritakan bahwa asal usul ayam pelung erat kaitannya dengan anak dari Pangeran Aria Wiratanudatar (pendiri kota Cianjur) pendiri kota Cianjur yaitu Eyang Suryakencana. Menurut babad Cianjur, Pangeran Aria Wiratanudatar menikah dengan perempuan dari bangsa Jin dan memiliki tiga orang anak yaitu Pangeran Surya Kencana, Ny. R. Endang Sukaesih, dan R. Andika Wirusajagad. Karena merupakan keturan dari jin maka anak Aria Wiratanudatar ini memiliki kemampuan seperti Jin.

(19)

9

bahasa Sunda, mawelung atau melung yang artinya melengkung, karena mempunyai leher panjang sehingga dalam mengakhiri suara kokoknya, leher ayam pelung tersebut akan melengkung.

II.2.2.1 Sinopsis Cerita Rakyat Asal Usul Ayam Pelung

Cerita Asal Usul Ayam Pelung menurut Tatang Setiadi (2011) dalam bukunya yang berjudul “Asal Usulna Hayam Pelung jeung Dongeng-dongeng Cianjur Lianna”.

Tatang Setiadi. 2013 (25 Desember). Asal Usulna Hayam Pelung Jeung Dongeng-Dongeng Cianjur Lianna. Tersedia di http://perceka.dicianjur.com/asal-usulna-hayam-pelung-jeung-dongeng-dongeng-cianjur-lianna.html, diceritakan bahwa hayam pelung asal muasalnya adalah bermula dari ilapat yang di terima Mama Djarkasih seorang pemuka agama Islam di Pesantren Bunikasih.

Ilapat tersebut adalah amanat untuk membesarkan seekor anak ayam, ternyata setelah anak ayam tersebut dewasa, ia memiliki lengkungan suara yang panjang, merdu dan indah. Maka dari itu ayam tersebut kemudian dinamai ayam pelung.

II.3 Film

Secara harfiah, film (sinema) adalah cinematographie yang berasal dari kata cinema (gerak), tho atau phytos (cahaya), dan graphie atau grhap (tulisan, gambar, citra). Jadi pengertiannya adalah melukis gerak dengan cahaya. Agar dapat melukis gerak dengan cahaya harus menggunakan alat khusus yang biasa disebut kamera.

Menurut Tjasmadi (Effendy, 2002) menyebutkan beberapa alasan yang mendasar tentang gunanya orang membuat film, yaitu film sebagai medium ekspresi seni peran, film sebagai tontongan yang bersifat audio visual, dengan sendirinya berhubungan dengan hiburan dan film sebagai piranti menyampaikan pesan apa saja yang bersifat dengar pandang, sehingga film berkaitan erat dengan informasi.

(20)

10

piringan video, dan atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam bentuk, jenis, ukuran, melalui proses kimiawi, proses elektronik atau proses lainnya atau tanpa suara yang dapat dipertunjukan dan atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektrik dan atau lainnya.

Jadi kesimpulan dari beberapa pandangan diatas yaitu, film merupakan sebuah media komunikasi bernilai seni dan budaya yang didalamnya dikandung dua unsur indra yaitu suara dan gambar. Penggunaan film adalah sebagai upaya komunikasi lebih terarah dan baik yang di tujukan pembuat film kepada sasarannya agar tujuan yang diinginkan dapat dicapai lebih baik.

II.3.I Jenis-Jenis Film

Sebagai sebuah media komunikasi, dalam peranannya film kemudian dikelompokan berdasarkan jenis atau maksud dari pembuatan film tersebut. Di bawah ini dipaparkan jenis-jenis film yang ada.

 Film Dokumenter (documentary film), yaitu film yang menyajikan sebuah realita melalui berbagai cara dan dibuat untuk berbagai macam tujuan. Pada dasarnya tujuan penyebaran film dokumenter ini adalah untuk informasi, pendidikan dan propaganda bagi orang atau kelompok tertentu. Film Cerita Pendek (short film), film dalam kategori ini biasanya berdurasi kurang dari 60 menit. Film ini merupakan film yang banyak diproduksi mahasiswa perfilman. Biasanya kisah yang diceritakan adalah kehidupan sehari-hari.  Film Cerita Panjang (feature length film), biasanya film ini berdurasi

90-100 menit. Film inilah yang biasa kita saksikan di bioskop. Tak jarang film jenis ini berdurasi lebih dari 120 menit. Bahkan film produksi India berdurasi hingga 180 menit. Kita mengenal beberapa contoh film ini seperti Harry Potter, Get Married, Transformer, Petualangan Sherina, dan lain sebagainya.

(21)

11

 Film Iklan Televisi (TV Commercial), film ini biasanya digunakan sebagai media propaganda maupun penyebaran informasi. Bentuknya sediri kemudian dikenal sebagai iklan. Iklan ini kemudian dikenal sebagai iklan produk dan iklan layanan masyarakat.

 Film Program Televisi (TV Programme), film ini dibuat guna konsumsi pemirsa televisi yang kemudian dibagi mejadi dua jenis. Jenis pertama yaitu cerita yang terdiri dari fiksi dan non fiksi. Kelompok fiksi memproduksi film sejenis film serial, film televisi dan film cerita pendek. Sedangkan kelompok non fiksi memproduksi berupa program pendidikan, film dokumenter, atau profil tokoh nasional. Jenis terakhir adalah non cerita sendiri menggarap variety show, TV quiz, talkshow, dan liputan/berita.

 Film Video Klip (Music Video), adalah bentuk visualisasi seni musik dari para penyanyi. Dipopulerkan pertama kali oleh saluran telvisi MTV pada tahun 1981.

II.3.2 Sudut Pandang dalam Film II.3.2.1 Sudut Pandang Sematik.

Sudut pandangan pada film selalu mengutamakan untuk menjaga kesinambungan dan keterpaduan dalam cerita film yang di bangun. Dalam mempertimbangkan sudut pandangan sinematik, seorang pembuat film harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Dari sudut mana dan melalui ”mata” seperti apa kamera melihat kejadian tersebut?

2. Apa pengaruh posisi kamera dan cara dia melihat suatu kejadian yang khusus pada pandangan kita terhadap kejadian tersebut? 3. Perubahan-perubahan apa yang terjadi dalam reaksi kita sebagai

akibat dari perubahan sudut pandangan?

(22)

12

menurut ragam tertentu, tergantung dari tuntutan situasi dramatik dan penglihatan kreatif dan gaya seorang sutradara. (siagian, 2006, h. 57)

II.3.2.2 Sudut Pandang Objektif

Kamera objektif melakukan penembakan dari garis-garis titik pandang. Penonton menyaksikan peristiwa yang dilihatnya melalui mata yang tersembunyi, seperti mata seseorang yang sedang mencuri pandang. Juru kamera dan sutradara seringkali dalam menata kamera objektifnya menggunakan titik pandang penonton. Karena peristiwa yang disajikan bukan dari sudut pandang siapapun yang berada dalam adegan. Sudut pandangan objektif di ilustrasikan oleh ”filsafat kamera” John Ford, ia menganggap kamera sebagai sebuah jendela, dengan penonton yang berada di luar jendela menonton orang-orang dan peristiwa yang terjadi di dalam.

II.3.2.3 Sudut Pandang Subjektif (kamera sebagai pemain dalam peristiwa) Kamera subjektif membuat perekaman film dari titik pandang seseorang. Penonton ikut terlibat dalam peristiwa atau kejadian yang berlangsung. Penonton berada dalam film, baik dia sebagai pelaku aktif ataupun bergantian tempat dengan seorang pemain dalam film dan menyaksikan kejadian yang berlangsung melalui matanya. Penonton juga dilibatkan dalam film manakala seorang pelaku dalam adegan memandang kamera yaitu karena terjadinya hubungan pemain-penonton melalui pandang-memandang. Jadi kesimpulannya sudut pandangan subjektif ini melibatkan penonton dalam film untukmenjadi orang pertama, orang kedua ataupun orang ketiga.

(23)

13

II.3.2.5 Sudut Pandang Subjektif tidak langsung

Sudut pandangan subjektif tidak langsung tidak diambil dari sudut pandang seorang pemain. Sudut pandang ini hanya mendekatkan kita pada suatu peristiwa agar kita merasakan kejadian lebih dalam penuh penghayatan dan emosional.

II.3.2.6 Sudut Pengambilan Gambar

Tiap pengambilan gambar memerlukan penempatan kamera pada posisi yang paling baik bagi pandangan mata penonton, bagi tata set pada suatu saat tertentu dalam perjalanan cerita. Penonton haruslah melakukan analisa yang mendalam dari cerita yang dibangun, sehingga mampu menempatkan kamera pada posisi tertentu yang diinginkan guna mendapatkan sudut pengambilan gambar yang baik sesuai dengan tuntutan cerita. Pemilihan sudut pandang kamera yang teliti akan mempertinggi kesan dramatis dalam cerita yang dibangun.

Ketika seorang juru kamera akan melakukan shot (pengambilan gambar) terhadap suatu objek, juru kamera dapat menggunakan lima cara, yakni bird eye view, high angle, low angle, eye level, dan frog eye.

Bird Eye View

Teknik pengambilan gambar yang dilakukan juru kamera dengan ketinggian kamera diatas ketinggian objek yang direkam. Hasil perekaman teknik ini memperlihatkan lingkungan yang demikian luas dengan benda–benda lain yang tampak di bawah demikian kecil.

High Angle

Artinya, sudut pengambilan dari atas objek sehingga kesan objek jadi mengecil. Selain itu teknik pengambilan gambar ini mempunyai kesan dramatis.

Low Angle

Artinya, sudut pengambilan gambar dari arah bawah objek sehingga kesan objek jadi membesar. Sama seperti high angle, low angle juga memperlihatkan kesan dramatis, yakni prominance (keagungan).

Eye Level

(24)

14

pandangan mata seseorang yang mempunyai ketinggian tubuh tepat tingginya sama dengan objek.

Frog Eye

Teknik pengambilan gambar yang dilakukan juru kamera dengan ketinggian kamera sejajar dengan dasar (alas) kedudukan objek atau dengan ketinggian yang lebih rendah dari dasar (alas) kedudukan objek. Dengan teknik ini dihasilkan satu pemandangan objek yang sangat besar, mengerikan, dan penuh misteri.

II.4 Animasi

II.4.1 Definisi Animasi

Animasi berasal dari bahasa Inggris yaitu animation yang ternyata berasal dari bahasa Yunani, anima yang berarti ‘nafas’. Kata nafas sendiri sangat identik dengan kata ‘hidup’, sehingga animasi secara sederhana dapat diartikan sebagai ‘memberi kehidupan pada sesuatu yang tidak hidup sebelumnya’.

Menurut microsoft encarta encyclopedia menjabarkan definisi animasi sebagai gambar yang bergerak dan dibuat dengan cara merekam serangkaian gambar-gambar diam baik itu gambar tangan, benda atau orang dalam berbagai posisi dan apabila rangkaian gambar tersebut dijalankan maka tidak akan terlihat sebagai gambar satuan yang diam, tetapi akan bergabung dan menciptakan ilusi sebagai gambar bergerak yang utuh. Dapat disimpulkan dari definisi diatas bahwa animasi adalah menghidupkan atau menggerakkan gambar yang mati menjadi seolah-olah hidup dan bergerak.

II.4.2 Jenis-jenis Animasi

Animasi secara umum dibagi menjadi dua jenis yaitu animasi 2D dan 3D, bentuk yang terakhir adalah stop motion. Berikut adalah penjelasannya:

 Animasi dwi matra atau flat animation (2D)

Animasi bentuk inilah yang serig kali diidentikkan dengan kartun. Padahal arti kata kartun (cartoon) sendiri adalah gambar yang lucu. Animasi ini sendiri menggunakan papan yang digambar diatas permukaan, seringkali pula animasi ini disebut animasi gambar.

(25)

15

Animasi 3D adalah bentuk pengembangan dari animasi sebelumnya. Animasi dalam bentuk ini merupakan bagian dari Digital imagination dimana gambar dihasilkan melalui olah media dengan teknik digital murni, yaitu menggambar layer demi layer, menjadi frame demi frame sampai menjadi objek utuh menggunakan komputer. Penayangan jenis animasi ini di layar TV atau monitor disebut Video, sedangkan di bioskop disebut movie atau Motion Pictures.

Stop Motion

Animasi jenis ini seringkali digunakan dalam iklan dan video klip. Teknik animasi ini menggunakan boneka lilin (clay animation). Tanah liat atau clay yang digunakan merupakan jenis plastisin. Dalam jenis ini animasi dihasilkan dari pengambilan gambar berupa objek yang digerakan setahap demi setahap. Teknik ini memiliki kesulitan dan memerlukan kesabaran yang cukup tinggi.

II.4.3 Proses Pembuatan Animasi

Dalam era modern seperti ini proses pembuatan animasi kian sederhana, mulai dari perancangan model hingga pengisian suara dapat dilakukan dengan menggunakan satu personal komputer. Proses pembuatan terdiri dari:

 Pra-Produksi

a. Membuat konsep; b. Menyusun skenario; c. Pembentukan karakter; d. Membuat storyboard;

e. Mencari musik dan sound effect yang sesuai.  Produksi

a. Layout (tata letak), b. Drawing

c. Audio processing (voice over, naration, dialog, and backsound) d. Background

(26)

16

BAB III

STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL

III.1 Studi Target Audiens a. Demografis

Dalam menyampaikan film dokumenter ini, target audiens dibagi menjadi dua, yaitu target primer dan target sekunder. Target primer (target utama) yaitu ditujukan kepada remaja.

Jenis kelamin : Laki-laki dan Perempuan Usia : 17-25 tahun keatas. Pendidikan : SMA dan Mahasiswa

Sedangkan target sekunder (target tidak langsung) yaitu ditujukan kepada orang tua ataupun masyarakat Cianjur secara keseluruhan. Peran orang tua dan masyarakat Cianjur disini berfungsi sebagai mediator dalam menyampaikan informasi kepada anak.

b. Psikografis

Karakteristik berdasarkan rangkuman oleh Gunarsa (1985, h.56):

 Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan.

 Ketidakstabilan emosi.

 Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup.

 Kegelisahan karena banyak hal diinginkan tetapi remaja tidak sanggup memenuhi semuanya.

 Senang bereksperimentasi.  Senang bereksplorasi.

 Mempunyai banyak fantasi, khayalan, dan bualan.

(27)

17

c. Geografis

Media informasi film dokumenter dibalik kemunculan ayam pelung ini, ditujukan kepada seluruh pelajar dan masyarakat yang ada di Cianjur.

III. 2 Strategi Perancangan III.2.1 Pendekatan Komunikasi III.2.1.1 Pendekatan Visual

Film animasi ini menggunakan pendekatan visual gambar-gambar yang yang sesuai dengan kenampakannya di kehidupan nyata, warna-warna yang kuat, dan penggabungan karakter yang sederhana dengan karakter yang bersifat lebih rumit seperti teknik painting memberikan nilai lebih dalam penyampaian pesan cerita dalam film animasi ini. Memberikan pemahaman serta kesimpulan tentang nilai moral yang terkandung dalam cerita rakyat ayam pelung ini, menjadi point utama dari tujuan dibuatnya film animasi ini. Selain itu pemanfaatan tekstur canvas dan koas dalam animasi ini memberikan effect vintage. Effect vintage ini di munculkan untuk mendukung kesan film animasi yang modern namun tetap terasa klasik dengan effect tersebut.

III.2.1.2 Pendekatan Verbal

Pendekatan komunikasi dalam film animasi ini lebih menitik beratkan pada teks klip yang menjelaskan situasi film dengan menggunakan bahasa Indonesia, sehingga film ini akan mudah dan cepat dipahami oleh audien. Namun dalam beberapa bagian akan menggunakan pendekatan bahasa Sunda sebagai bahasa ibu untuk orang Cianjur. Selain itu, penggunaan bahasa Sunda sebagai bahasa sekunder dalam film documenter ini adalah sebagai suatu pendekatan secara emosional bagi target audien.

Dari penjelasan tentang target audien yang dibahas pada bab sebelumnya dapat disimpulkan pendekatan visual yang akan dimunculkan dalam film animasi ini adalah pendekatan expository film. Kata expository dalam bahasa Inggris

(28)

18

III.2.2.2 Strategi Kreatif

Dilihat dari berbagai jenis film animasi yang ada dan media pembelajaran saat ini, serta target audience yang akan dituju maka strategi kreatif yang akan dipakai adalah membuat sebuah film animasi cerita rakyat ayam pelung “Suara Emas dari

Cianjur” dengan menggunakan pendekatan psikologis, seperti melakukan dramatisasi dalam alur cerita dan dramatisasi dalam sudut pengambilan gambar.

Ide cerita yang diambil dari buku “Asal Usul Hayam Pelung jeung Legenda Cianjur Lianna” karya Tatang Setiadi menjadi alur utama berjalannya cerita film animasi ini. Namun, untuk memberikan kesan dan pengalaman yang menarik dan menegangkan, konflik cerita diperbaharui sehingga cerita lebih menarik dan dapat menghibur audiens.

Dramatisasi alur cerita dilakukan dengan menambahkan beberapa adegan yang dapat membuat cerita lebih menarik dan mendebarkan. Dengan melakukan dramatisasi, film animasi ini mempunyai daya tarik tersendiri yang membuat audiens tertarik untuk melihat dan meninggalkan kesan yang tidak mudah terlupakan.

Pengambilan gambar yang tidak biasa menambah daya tarik film animasi ini. Dalam film animasi ini, banyak menggunakan sudut pandang close up dan medium close up. Sudut pandang ini digunakan untuk memperlihatkan ekspresi karakter yang membangun suasa dalam film animasi ini.

Sudut pandang yang digunakan dalam film animasi ini diperkuat dengan mendramatisir cahaya serta bayangan yang ada dalam setiap adegan. Selain itu, penggunaan kamera yang medukung adegan dengan menggunakan sudut pandang subjektif memberikan emosi yang berbeda dalam setiap adegan.

(29)

19

III.2.2.3 Strategi Media

Untuk menyampaikan informasi tentang film animasi cerita rakyat asal usul ayam pelung dengan judul“Suara Emas dari Cianjur” ini menggunakan media berupa sebuah film animasi.

 Media utama

Media utama yang dipilih adalah film animasiberjudul “Suara Emas dari Cianjur”. Film ini menceritakan tentang asal usul munculnya ayam pelung di Kota Cianjur dan beberapa pesan moral mengenai kemunculan ayam pelung.

 Media Pendukung

Beberapa media pendukung yang dipilih untuk menunjang media utama adalah sebagai berikut:

 Poster  X Banner Flyer

 Membuat akun facebook.com  Membuat akun twitter.com  Diunggah ke situs youtube.com  Media Kreatif

Beberapa media kreatif yang dipilih untuk menunjang media utama adalah sebagai berikut:

(30)

20

100% dari pengisi angket tersebut memiliki media sosial dan hampir 80% dari mereka mengunjungi media sosialnya 20 kali dalam 1 hari.

Tabel di bawah ini menjelaskan mengenai tahapan-tahapan dalam pendistribusian media utama dan pendukung film animasi ini. Selain itu, penyebaran dilakukan secara bertahap sehingga hasil yang dicapai akan maksimal:

No. Media Distribusi 1 Trailer (cuplikan

film animasi)

Media ini akan diaplikasikan dalam media sosial yang ada di internet (facebook, twitter, youtube, dan jejaring sosial lainnya) dan Megatron yang ada di kota Cianjur. Selain itu, akan mulai ditampilkan ruang Museum Budaya Cianjur.

2 Poster dan Flyer Media ini akan disebar ketika melakukan promosi ke sekolah-sekolah dan universitas yang ada di Kota Cianjur. Selain itu, media flyer akan disebarkan ketika acara puncak.

3 Film Animasi Film animasi akan di putar di Museum Budaya Cianjur pada tanggal 12 Juli bertepatan dengan ulang tahun Kota Cianjur.

4 Kaos, CD, poster, dan Stiker.

Dimulai pada tanggal 12 Juli media ini akan diperjual belikan di Museum Budaya Cianjur sebagai cinderamata.

(31)

21

Animasi Museum Budaya Cianjur Baju,

Adapun pada media CD film animasi ini akan dijual dengan beberapa paket, diantaranya:

1. Paket Ciak

Harga paket Ciak sebesar Rp. 50.000,00 paket tersebut terdiri dari 1 buah CD film animasi, 2 lembar stiker, 2 lembar flyer dan 1 buah poster.

2. Paket Jago

Harga paket Jago sebesar Rp. 100.000,00 paket tersebut terdiri dari 1 buah CD film animasi, 1 buah kaos, 5 stiker, 1 buah poster dan 5 buah flyer.

3. Paket Pelung

(32)

22

III.4 Konsep Visual III.4.1 Format Film

Format film yang akan digunakan adalah format video digital dengan resolusi High Definition 1280x720 pixel berdurasi 6 menit. Studi visual pada film animasi ini menggunakan pengembangan pengambilan gambar film animasi yang berjudul

A rather lovely thing” karya Cesar Martinez.

Penggunaan referensi film tersebut dikarenakan, film animasi tersebut menggunakan gaya visual vektor yang dikombinasi dengan tekstur canvas dan menghasilkan kesan vintage mewakili karakteristik film animasi ayam pelung ini. Sudut pengambilan gambar diambil semenarik mungkin sehingga target audiens diberikan tontonan yang menarik dan sangat artistik.

III.4.2 Tata Letak (Layout)

Tata letak dalam film animasi ini menggunakan Intersection of thirds (Rule of Thirds). Komposisi Rule of third adalah petunjuk bagaimana caranya mengkomposisikan objek di satu per tiga bagian dalam foto agar lebih enak dilihat. Tujuannya adalah agar film animasi ini terlihat menarik karena komposisi objek

Gambar III.1 Screen shoot film animasi A rather lovely thing sumber : www.vimeo.com/theblackdinasty

(33)

23 1/3

1/3 1/3

1/3 1/3

1/3

tidak selalu harus ada ditengah agar kreativitas pengambilan gambar objek tidak membosankan untuk ditonton.

Untuk memberikan kesan artistik tentang lingkungan Kota Cianjur dan detail interaksi dalam film animasi ini menggunakan aspek rasio yang lebar agar semua bagian objek terekam oleh kamera. Aspek rasio yang digunakan dalam film animasi ini adalah 16:9. Saat ini aspek rasio 16:9 merupakan rasio standar untuk film-film yang ditayangkan di bisokop Indonesia.

III.4.3 Tipografi

Tipografi yang digunakan dalam film animasi ini adalah huruf dekoratif karena memperlihatkan kesan santai, tidak formal dan menunjukan kesan bermain. Dipadukan dengan font jenis sanserif untuk digunakan dalam keterangan pada media utama, media pendukung dan media kreatif.

(34)

24

Maka huruf yang digunakan dalam film ini adalah sebagai berikut:

Architects Daughter

A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Za b c d e f g h I j k l m n o p q r s t u v w x y z

1234567890 !@#$%^&*()

Berlin Sans FB

A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z

a b c d e f g h I j k l m n o p q r s t u v w x y z

1234567890 !@#$%^&*()

SF Movie Poster

A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z

a b c d e f g h I j k l m n o p q r s t u v w x y z

1234567890 !@#$%^&*()

Untuk judul film menggunakan Architects Daughter yang memiliki kesan santai dan bermain. Dan karena film animasi ini diperuntukan untuk anak-anak dan remaja.

III.4.4 Ilustrasi

Gambar III.3 Penggunaan Font Architects Daughter dalam animasi

“Suara Emas dari Cianjur”

(35)

25

III.4.4.1 Studi Karakter

Gaya ilustrasi yang akan digunakan dalam film animasi ini menggunakan ilustrasi berupa gambar kartun dengan format vektor karena dengan format vektor akan menghasilkan warna-warna yang solid, selain itu dilihat dari karakter anak-anak yang lebih suka mewarnai dengan warna-warna yang mencolok, tidak ada gradasi, sehingga diambil gaya ilustrasi berupa gggambr kartun degngan format vektor:

 Ayam pelung saat kecil

 Ayam pelung saat muda

 Ayam pelung saat dewasa

Gambar III.4 Ayam pelung saat kecil (Ciak) sumber :pribadi

Gambar III.5 Ayam pelung saat muda (jago) sumber :pribadi

(36)

26

 H.Djarkasih atau Mama Acih, fisiknya digambarkan sebagai seorang kakek yang berpenampilan seperti wali atau ulama pada masa kerajaan. Beliau memiliki sosok yang baik, ramah, tidak suka kekerasan serta sangat ta’at terhadap agama.

III.4.4.2 Studi Lokasi

Dalam pembuatan film animasi “Suara Emas dari Cianjur” ini menggunakan gaya motion graphic. Lokasi yang diambil untuk animasi ini adalah daerah hutan, perkampungan, pasar dan kebun.

Gambar III.7 Karakter H Djarkasih/Mama Acih dalam

animasi “Suara Emas dari Cianjur”

sumber :pribadi

(37)

27

III.4.4.3 Studi Properti

Untuk mendukung film animasi “Suara Emas dari Cianjur”, maka didalamnya terdapat properti-properti yang sifatnya menguatkan kesan dari cerita rakyat ini, diantaranya, yaitu:

III.4.5 Warna

Berikut contoh warna yang digunakan pada film animasi:

R = 34 Gambar III.9 Rumah khas sunda di film animasi “Suara Emas dari Cianjur”

sumber :pribadi

(38)

28

Warna RGB digunakan untuk kepentingan digital, sedangkan warna CMYK digunakan untuk kepentingan cetak. Warna warna tersebut diambil dari esensi warna bulu ayam yang merupakan warna yang khas dari sosok ayam pelung.

III.4.6 Musik

Bambang Semedhi dalam (Siagian, 2005, h.35), Musik dalam film merupakan elemen yang tidak bisa dipisahkan, dan merupakan salah satu elemen yang memperkuat mood, nuansa, serta efek dramatisasi dalam film sebuah film. Adapun dalam film ini musik dibagi menjadi dua bagian, diantaranya adalah ilustrasi musik dan lagu. Ilustrasi musik digunakan untuk mengiringi narasi dan percakapan narasumber, sedangkan lagu digunakan untuk pengiring pembukaan film.

(39)

29 BAB IV

TEKNIS PRODUKSI MEDIA

IV.1 Konsep IV.1.1 Ide

Beragamnya hiburan dan cepatnya perubahan teknologi sering kali mengesampingkan kedudukan hiburan kedaerahan. Hiburan kedaerahan yang dimaksud diataranya dongeng ataupun permainan rakyat juga legenda dan lain sebagainya. Hal itulah yang seringkali menyebabkan rakyat Indonesia khususnya, lupa akan identitasnya sendiri. Dapat disadari atau tidak, dari dongeng, legenda dan mite, masyarakat dapat mengenal sejarah termasuk diantaranya menguak hal-hal yang dianggap simbolis dalam kehidupan.

Salah satu simbol yang cukup dicermati diantaranya penggunaan lambang-lambang tertentu termasuk mahluk hidup sebagai ciri dari suatu kota. Salah satunya adalah penggunaan ayam pelung sebagai simbol kota Cianjur.

Keberadaaan simbol-simbol tersebut terkadang membuat ketertarikan dan rasa penasaran tersendiri. Maka dari itu banyak upaya dilakukan untuk menginformasikan legenda atau cerita rakyat dibalik simbol atau ikon tersebut. Dari banyak cerita yang didapat banyak sekali hal-hal positif yang dapat diambil hikmahnya dan dijadikan contoh dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu cara menginformasikan keteladanan tersebut adalah melalui buku, namun hal itu dirasa masih kurang efektif. Karenanya diperlukan sebuah media informasi yang dapat menarik minat orang untuk belajar dari media tersebut. Media yang masih jarang digunakan yaitu media film animasi.

IV.1.2 Tema

(40)

30 kokoknya yang mengalun panjang, indah dan merdu membuat binatang peliharaan ayam, fungsi hiburannya menjadi dinikmati suaranya bukan ditarungkan (sabung).

IV.1.3 Storyline

 Mama Acih sedih dengan kondisi masyarakat Cianjur yang gemar melakukan sabung ayam

 Mama Acih bersemedi, kemudian mendapatkan ilapat

 Ilapat itu adalah suara Eyang Surya Kencana yang akan menitipkan seekor ayam

 Esok hari ketika Mama Acih sedang berkebun ia menemukan anak ayam di semak-semak, kemudian membawa anak ayam itu pulang  Anak ayam yang dibesarkan Mama Acih tumbuh besar dan gagah

dengan suara merdu nan indah yang melengkung tinggi  Ayam itu selalu berkokok di 1/3 malam

 Suatu pagi ayam Mama Acih mengikutinya ke pasar, dan tiba-tiba akan diserang ayam adu

 Seketika ayam Pelung berkokok dan membuat penyerangnya berhenti seketika

 Sejak saat itu ayam Pelung mengubah cara pandang masyarakat Cianjur sebagai ayam yang tak mau berkelahi dan memiliki suara kokok panjang dan merdu

 Masyarakat Cianjur sangat mencintai ayam ini, dan akhirnya dari waktu ke waktu ayam pelung menjadi simbol kota Cianjur.

IV.2 Teknis Perancangan

(41)

31 IV.2.1 Pra Produksi

Pada tahap inilah proses perancangan film animasi dibuat. Di dalam kegiatan pra produksi ini dilakukan pencarian data dan pengumpulan data melalui buku, artikel, internet, melalui wawancara dan angket, dan lain sebagainya. Pada pengerjaan Tugas Akhir ini, pengumpulan data dilakukan melalui wawancara terutama untuk mengetahui sinopsis cerita dan kekuatan serta perwujudan beberapa tokoh sentral dalam cerita. Setelah informasi terkumpul dalam bentuk cerita, maka isi cerita tersebut dapat ditambah dan dikurangi tanpa merusak esensinya.

Dalam tahap ini pula telah ditentukan khalayak sasaran yang dituju, dalam hal ini target audiens. Untuk mendapatkan data yang diperlukan berhubungan dengan target audiens, dalam tugas akhir ini disebarkan kuisioner (angket) kepada masyarakat umum, untuk mengetahui tingkat ketertarikan masyarakat serta media yang sesuai.

Tahapan selanjutnya adalah menyusun skenario serta isi cerita yang akan divisualisasikan ke dalam film animasi yang akan dibuat. Hal yang terpenting selanjutnya adalah pembuatan karakter serta setting juga properti-properti yang akan digunakan. Pada tahap inilah kepentingan pengumpulan data, agar keotentikan penggambaran menjadi utuh atau mendekati cerita sebenarnya, tidak serampangan dan asal-asalan.

Gambar IV.1 Sketsa Karakter ayam pelung dalam film animasi

“Suara Emas dari Cianjur”

(42)

32 Setelah pembuatan karakter, kemudian dilanjutkan pada storyboard. Pada dasarnya storyboard adalah benang merah sebuah cerita, pada tahap ini perancangan alur cerita melalui sebuah sudut pandang yang akan dimunculkan dalam animasi dibuat. Pembuatan storyboard dibuat untuk memudahkan perancang dalam proses pembuatan film animasi ini.

Proses terakhir adalah perekaman suara atau dubbing. Proses ini dilakukan menggunakan perangkat microphone yang dihubungkan dengan komputer agar suara yang dihasilkan baik dan jernih. Perlu dicatat pula pada film animasi mengenai ayam pelung ini, suara ayam pelung yang ada dalam film merupakan suara ayam pelung asli di penangkaran ayam, hal ini dimaksudkan memberikan realitas pada film animasi yang dibuat.

IV.2.2 Produksi

Memasuki tahap produksi sketsa karakter, properti yang sudah dibuat secara manual akan diberi warna menggunakan teknik digitalisasi dengan cara diwarnai melalui software grafis Adobe Illustrator dan Adobe Photoshop. Selain proses di atas, dalam tahap produksi ini dikerjakan pula penentuan layout dengan mengatur

Gambar IV.2 Penggalan story board film animasi “Suara Emas dari

Cianjur”

(43)

33 dan menata benda-benda properti yang akan di simpan pada bidang kerja mulai dari penempatan karakter juga properti serta pengaturan tempat.

Gambar IV.3 Pembuatan karakter menggunakan software adobe illustrator.

sumber : pribadi

(44)

34 IV.2.3 Pasca Produksi

Tahap ini merupakan tahap akhir dari suatu proses produksi. Beberapa tahap yang dilakukan dalam pasca produksi antara lain melakukan editing. Diawali pada proses dubbing, setiap intonasi kalimat perlu diperhatikan dengan baik melaluli proses edit agar menghasilkan karakter suara yang sesuai dengan kebutuhan. Hasil dari proses dubbing akan disatukan dengan gambar-gambar yang digerakan menggunakan software Adobe After effects dan adobe premire pro untuk menyelaraskan antara audio dan visual.

Ukuran yang dipakai untuk film animasi ini adalah 16 : 9.

Ukuran : 1280x720 pixel Besar data : 600 MB

Format : DAT Material : CD/DVD

IV.2.3.1 Metode

Dalam pembuatan film animasi ini akan menggunakan metode 2D dengan motion graphic. Software yang digunakan untuk membuat aset- aset seperti karakter, backgeoung dan properti adalah software adobe illustrator dan software adobe photoshop. Setelah semua aset telah selesai dengan kedua software tersebut kemudian masuk ketahap penggerakan aset atau pembuatan animasi. Pembuatan

Gambar IV.5 Tampilan film animasi “Suara Emas dari Cianjur” dengan aspect ratio16:9.

(45)

35 animasi ini menggunakan software adobe after effects. Dengan sofware ini animasi akan dibuat berdasarkan storyboard yang sudah ada. Setelah semuanya selesai maka akan masuk pada software adobe premiere pro. Untuk mengkombinasi antara gambar dan suara hasil dari recording agar selaras dengan animasinya. Selain itu, memasukan musik dan sound effect akan dilakukan menggunakan software adobe premiere pro juga.

IV.2.3.2 Teknik editing

Dalam pembuatan film animasi ini, teknik editing dilakukan secara digital dengan menggunakan komputer.

Software-software yang akan digunakan untuk proses editing yaitu:

 Adobe Illustrator : untuk tracing gambar yang sudah discan dan pemberian sedikit effect untuk karakter yang dibuat.

 Adobe Photoshop : untuk mewarnai objek-objek yang akan dimasukkan ke dalam film animasi.

 Adobe Audition: untuk proses dubbing yang akan dimasukkan ke dalam film animasi dan mengedit suara yang telah di dubbing.  Adobe After Effects : untuk mengedit animasi yang akan dibuat.  Adobe Premiere: untuk memberi effect -effect dan transisi.

IV.2.3.3 Tahapan editing

Ada beberapa tahapan editing yang akan dilakukan dalam pembuatan film animasi ini, diantaranya:

 Melakukan tracing karakter-karakter yang sudah dibuat untuk setiap adegan dengan menggunakan software Adobe Illustrator. Setelah itu memberi pewarnaan dan sedikit bayangan untuk panduan bayangan.

(46)

36  Melakukan dubbing untuk dimasukkan ke dalam film animasi ini

dengan menggunakan software Adobe Audition.

 Mengedit dubbing yang sudah dilakukan melalui software Adobe Audition.

 Dengan software ini, suara-suara yang sudah di dubbing, diedit agar pas untuk dimasukkan ke dalam film animasi, dengan memotong bagian yang tidak diperlukan ataupun mengedit suara agar lebih jernih.

 Setelah itu, memasukkan semua objek-objek yang akan digerakkan ke dalam software Adobe After Effects. Disini semua objek dan karakter digerakkan sesuai kebutuhan. Selain itu, warna akan diedit kembali sesuai dengan kebutuhan akan kesan yang akan dimunculkan.

 Lalu melakukan editing video dengan menggunakan software Adobe Premiere. Disini animasi yang sudah dibuat, akan diberikan sound effect dan backsound. Setelah itu memulai proses rendering dengan format yang diinginkan.

IV.3 Media Pendukung IV.3.1 Poster

(47)

37 Material : Kertas Sintetik 260 gram yang merupakan bahan kertas yang

tidak mudah sobek dan tahan terhadap air. Ukuran : 29,7 x 42,0cm (A3)

Teknis : Cetak offset separasi

Peletakan :Toko buku, Sekolah SMA di Cianjur, Universitas dan Perguruan Tinggi serta museum Cianjur.

(48)

38 IV.3.2 Flyer

Material : Kertas Sintetik 210 gram yang merupakan bahan kertas yang Tipis dan ringan.

Ukuran : 10,5 cm x 14,8 cm (A5) Teknis : Cetak offset separasi

Peletakan : Sekolah, Universitas, tempat berlangsungnya acara Car Free Day, dan museum Cianjur.

IV.3.3 Stiker

Gambar IV.7 Flyer informasi Film animasi

“Suara Emas dari Cianjur”.

(49)

39 Material : Stiker Vynil

Ukuran : 3 cm x 10 cm

Teknis : Cetak offset separasi atau sablon. Peletakan : Terdapat dalam paket animasi.

IV.3.4 Kaos

Material : Kain katun Ukuran : S, M, L dan XL. Teknis : Sablon.

Peletakan : Terdapat dalam paket animasi.

IV.3.5 Cover CD

Material : Art paper 210 gram Ukuran : 13 cm x 13 cm Teknis : Cetak offset separasi

Peletakan : Terdapat dalam paket animasi.

Gambar IV.8 Stiker karakter dan logo type“Suara Emas dari Cianjur”. sumber : pribadi

Gambar IV.9 Kaos karakter Pelung dalam film animasi

“Suara Emas dari Cianjur”.

(50)

40 IV.3.6 X Banner

Material : Kertas Luster Ukuran : 160 cm x 60 cm Teknis : cetak offset separasi

Peletakan : depan display paket CD film animasi.

Gambar IV.10 X-Banner displayfilm animasi “Suara Emas dari

Cianjur”.

(51)

41 IV.3.7 Box Packaging

Material : Karton coruggate Ukuran : 30 cm x 30 cm Teknis : cutting dan sablon.

Peletakan : pada display penjualan di toko atau museum.

Gambar

Gambar II.1 Ilustrasi Legenda Tangkuban PerahuXLGuw7E/UDMsmwgZZpI/AAAAAAAAABU/bRjNN-3abSE/s1600/legnda+gunung+tangkuban+perahu.jpg  sumber : http://4.bp.blogspot.com/-fLt-(diakses tanggal 15 Juni 2014)
Tabel III.1 Strategi distribusi
Tabel III.2 Tabel distribusi
Gambar III.1 Screen shoot film animasi A rather lovely thing sumber : www.vimeo.com/theblackdinasty (diakses tanggal 21januari 2014)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Buku Ilustrasi atau buku cerita bergambar mulai dari mite, legenda, dan dongeng merupakan buku cerita bergambar yang digemari anak-anak, namun seiring perkembangan zaman, tidak

Pada laporan ini, penulis memilih topik perancangan tokoh dikarenakan penulis merasa bahwa tokoh merupakan unsur yang menjadi kunci dari jalannya sebuah cerita,

Sebuah cerita dipandu dan dimainkan oleh karakter/tokoh.Tanpa karakter/tokoh, sorang animator tidak dapat menceritakan sebuah cerita.Pembuatan tokoh karakter harus sesuai dengan