• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENENTUAN KUALIFIKASI PEMAKAI ATAU PENGEDAR PADA TINDAK PIDANA NARKOTIKA BERDASARKAN UNDAN-UNDANG NARKOTIKA NOMOR 35 TAHUN 2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENENTUAN KUALIFIKASI PEMAKAI ATAU PENGEDAR PADA TINDAK PIDANA NARKOTIKA BERDASARKAN UNDAN-UNDANG NARKOTIKA NOMOR 35 TAHUN 2009"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENENTUAN KUALIFIKASI PEMAKAI ATAU PENGEDAR PADA TINDAK PIDANA NARKOTIKA

BERDASARKAN UNDAN-UNDANG NARKOTIKA NOMOR 35 TAHUN 2009

Oleh

RICKY ALEXANDER

Grafik penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan obat-obatan terlarang (Narkoba) di Indonesia menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat, bahkan sudah sampai ke tingkat yang sangat memprihatinkan dan membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Indonesia bukan saja hanya sebagai tempat transit dalam perdagangan dan peredaran gelap saja, tetapi telah menjadi tempat pemasaran dan bahkan telah menjadi tempat untuk produksi gelap narkoba hal ini dapat dilihat dari penindakan terhadap kasus penyalahgunaan Narkoba (Narkotika, Psikotropika dan Obat berbahaya) pada tahun 2008 sebanyak 29.364 kasus dengan 44.711 tersangka (44.613 WNI dan 98 WNA), tahun 2009 sebanyak 30.878 kasus dengan 38.403 tersangka (38.205 WNA dan 108 WNA) dan tahun 2010 s/d Agustus sebanyak 17.773 kasus dengan 22.268 tersangka (22.181 WNI dan 87 WNA). Tindak pidana narkotika saat ini tidak lagi dilakukan secara sembunyi-sembunyi, tetapi sudah terang-terangan dilakukan oleh para pemakai dan pengedar dalam menjalankan operasinya. Hal ini menimbulkan masalah dalam skripsi ini yaitu bagaimanakah menentukan atau mengkualifikasikan pemakai atau pengedar dalam tindak pidana Narkotika menutut Undang-Undang No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dan bagaimanakah dasar pertimbagngan hakim dalam menentukan Pemakai atau Pengedar Narkotika.

(2)

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan : Penentuan atau kualifikasi Pemakai dan Pengedar Narkotika dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 Tentang Narkotika dapat dilihat dari rumusan norma hukum atau unsur-unsur perbuatan (perbuatan, akibat dan keadaan yang bersangkutan) adalah: (a) Pemakai Narkotika : setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan, dan menggunakan Narkotika. (b) Pengedar Narkotika yaitu : setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menajadi perantara dalam jual beli dan menyerahkan Narkotika atau menggunakan Narkotika pada orang lain / memberikan Narkotika untuk digunakan orang lain. Berdasar pada unsur-unsur perbuatan tersebut maka dapat ditentukan atau dikualifikasikan tindak pidana Pemakai Narkotika dan tindak pidana Pengedar Narkotika. Selanjutnya diperoleh hasil bahwa dasar pertimbangan hakim didapat dari proses pemeriksaaan alat bukti yang sah yang dapat membuktikan kebenaran fakta pristiwa dan fakta yuridis yang terungkap di persidangan. Dimana dalam pembuktian fakta peristiwa terbukti secara sah dan meyakinkan terdakwa melakukan tindak pidana sesuai apa yang didakwakan kepadanya, begitu pula dengan pembuktian fakta yuridis, terdakwa juga terbukti secara sah dan meyakinan unsur-unsur tindak pidana yang diatur dalam perundang-undangan yang berlaku.

(3)

A. Latar Belakang

Grafik penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan obat-obatan terlarang (Narkoba) di Indonesia menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat, bahkan sudah sampai ke tingkat yang sangat memprihatinkan dan membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Indonesia bukan saja hanya sebagai tempat transit dalam perdagangan dan peredaran gelap saja, tetapi telah menjadi tempat pemasaran dan bahkan telah menjadi tempat untuk produksi gelap narkoba hal ini dapat dilihat dari penindakan terhadap kasus penyalahgunaan Narkoba (Narkotika, Psikotropika dan Obat berbahaya) pada tahun 2008 sebanyak 29.364 kasus dengan 44.711 tersangka (44.613 WNI dan 98 WNA), tahun 2009 sebanyak 30.878 kasus dengan 38.403 tersangka (38.205 WNA dan 108 WNA) dan tahun 2010 s/d Agustus sebanyak 17.773 kasus dengan 22.268 tersangka (22.181 WNI dan 87 WNA). (http://humaspoldametrojaya.blogspot.com/2010/10/siaran-pers-kapolri-tentang-resensi.html: 08 Februari 2011).

(4)

memasarkan narkotika di Indonesia, sasarannya tentu para generasi muda khususnya remaja yang sangat mudah terpengaruh untuk menggunakan narkotika karena seperti yang kita tahu bahwa remaja belum memiliki kestabilan emosi, sehingga dapat mudah terjerumus dalam perilaku yang menyimpang.

Tindak pidana narkotika saat ini tidak lagi dilakukan secara sembunyi-sembunyi, tetapi sudah terang-terangan dilakukan oleh para pemakai dan pengedar dalam menjalankan operasinya. Masyarakat sudah sangat resah terutama keluarga para korban, mereka kini hanya dapat menceritakan keadaan anggota keluarganya yang menyedihkan dalam penderitaan akibat kecanduan narkotika.

Banyak kasus yang menunjukkan betapa hebat kerugian yang ditimbulkan dari masalah tersebut, baik materi maupun non materi, seperti perceraian atau kesulitan lain bahkan kematian yang disebabkan oleh ketergantungan terhadap narkotika dan obat-obat terlarang, misalnya seorang pengguna narkotika dalam keadaan sakau mengalami dorongan yang sangat kuat untuk mendapatkan narkotika yang biasa digunakannya. Dalam keadaan seperti ini pemakai tidak dapat lagi berpikir secara jernih tindakan apa yang akan dilakukannya, sebagai efek dari ketagihan dan ketergantungan yang ditimbulkan zat tersebut, maka tidak jarang ia melakukan tindakan kriminal seperti pencurian, penipuan, atau kejahatan lain demi mendapatkan uang guna memenuhi hasrat pemakai tersebut.

(5)

buruh, pengusaha, artis, bahkan tak terkecuali aparat penegak hukum dan para wakil rakyat pun telah dijangkau para pengedar. Dengan demikian, pemerintahdan segenap warga secara bersama-sama harus sungguh-sungguh berusaha menanggulangi ancaman bahaya narkotika. Korban pecandu narkotika sebagian besar adalah generasi muda bangsa ini, maka pemerintah dalam hal ini perlu segera menyampaikan penjelasan yang seluas-luasnya tentang bahaya mengkonsumsi obat-obat terlarang narkotika, karena sudah pasti dapat merusak masa depan generasi bangsa ini dan peran serta orangtua pun harus lebih aktif mengawasi perilaku anak-anaknya. Untuk pengawasan dan pengendalian pemakai narkotika dan pencegahan, serta pemberantasan peredaran narkotika dalam rangka penanggulangannya diperlukan kehadiran hukum yaitu hukum narkotika yang sarat dengan tuntutan perkembangan zaman.

Sebagai perwujudan dari Negara Hukum, dimana segala sesuatunya diatur berdasarkan hukum seperti tersurat dalam ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan “Negara

Indonesia adalah Negara Hukum “dan didalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengenai asas legalitas, mengatur dimana suatu perbuatan tidak dapat di pidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada maka dibentuklah Undang-Undang Nomor 35 Tahun2009 Tentang Narkotika sebagai dasar hukum positive di Indonesia.

(6)

yang berusaha menjaga ketertiban dan keadilan, pengamanan serta penunjang bagi pembangunan. Untuk itu, hukum narkotika haruslah merupakan hukum yang dapat ke masa depan dan senantiasa mampu mengakomodir permasalahan narkotika dari masa ke masa.

Pemerintah dalam hal ini berperan cukup aktif dalam memerangi peredaran dan penyalahgunaan narkotika, salah satunya dengan dibentuknya peraturan yang dapat mengontrol dan mengawasi peredaran serta penggunaan barang narkotika. Sejak Undang–Undang Narkotika diundangkan terdapat kecenderungan dari para hakim memberikan vonis yang relatif lebih berat bagi pengedar dibanding bagi pemakai narkotika.

Hal ini disebabkan pemakai atau pengguna narkotika tersebut menggunakan barang terlarang untuk dipergunakan bagi dirinya sendiri dan pada umumnya mereka adalah korban semata yang berada dalam kondisi tertekan atau keadaan tertentu, diantaranya: tertekan pada suatu masalah, seperti: depresi, kurangnya perhatian orangtua, kondisi kekurangan uang. Selain itu ada juga disebabkan karena tuntutan pergaulan dalam profesi tertentu, seperti: artis, klub-klub eksekutif, pergaulan bebas tanpa melalui pengawasan dokter sehingga pengguna atau pemakai menjadi ketergantungan kepada narkotika.

(7)

dan merusak masyarakat luas dari kesehatan, masa depan sampai pada kematian karena over dosis. Hukuman yang dijatuhkan pun sangat beragam, mulai dari pidana penjara, denda atau kurungan bahkan tidak sedikit bagi pelaku tindak pidana narkotika tersebut yang telah dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan.

Dalam penjatuhan hukuman para hakim memiliki batas-batas yang telah ditentukan oleh undang–undang artinya ada batas minimum dan maksimum yang menjadi patokan bagi para hakim untuk dicermati, diantaranya seperti barang-barang bukti perlu diperhatikan dengan sebenar-benarnya melalui pembuktian oleh Jaksa Penuntut Umum dalam proses persidangan, seperti barang bukti tersebut memiliki relevansi atau ada persesuaian dengan alat bukti keterangan saksi dalam kasus narkotika.

Adanya saling keterkaitan barang bukti dalam jumlah tertentu yang dimiliki pengedar atau digunakan pemakai dengan alat bukti lain dari tindak pidana narkotika tersebut, seperti ditemukannya barang bukti berupa narkotika dalam jumlah cukup banyak pada pelaku saat di tempat kejadian perkara selanjutnya disebut TKP atau barang bukti lain yang ditemukan menjurus pelaku kepada pengedar atau pemakai narkotika oleh penyidik pada tahap penyidikan dengan alat-alat bukti yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum di hadapan Majelis Hakim.

(8)

Indonesia menjadikan pelaku dapat divonis berbeda pemidanaannya, di mana pengedar narkotika relatif lebih berat pemidanaannya dibandingkan pemakai narkotika, beberapa contoh kasus tindak pidana narkotika di Indonesia antara lain: 1. Ditangkapnya Ridwan warga jalan Imam Bonjol kelurahan gedong Air

kecamatan Tanjungkarang Barat (TkB) Bandarlampung, narkotika golongan 1 (18 gram ganja). Dikenakan hukuman 6 tahun, 6 bulan penjara dan denda 1 milyar subsider 3 bulan kurungan penjara karena terbukti terlibat dalam penyalagunaan peredaran narkoba jenis ganja didalam lapas rajabasa.

(Lampung news, 13 desember 2009)

2. Pengadilan Negeri Kota Kediri pada 20 April 2010, memutuskan terdakwa Wahyu Rizqi Alfian terbukti telah melakukan penyalahgunaan Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dan divonis oleh hakim untuk menjalani rehabilitasi. (Harian Jakarta, 21 april 2010)

(9)

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan

Berdasarkan uraian tersebut diatas permasalahan yang akan diselidiki adalah:

a. Bagaimanakah menentukan atau mengkualifikasikan Pemakai atau Pengedar dalam tindak pidana Narkotika menurut Undang Undang Narkotika No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika?

b. Bagaimanakah dasar pertimbangan Hakim dalam menentukan Pemakai atau Pengedar Narkotika?

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah hal hal yang berkenaan tentang pengaturan penkualifikasian pemakai atau pengedar menurut Undang-Undang Nomor

35 Tahun 2009 dan dasar pertimbaganan hakim dalam menentukan Pemakai atau

Pengedar Narkotika.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

a. Mengetahui bagaimana menentukan (mengkualifikasikan) Pemakai atau Pengedar Narkotika dalam tindak pidana narkotika menurut Undang Undang Narkotika No. 35 Tahun 2009.

(10)

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah :

a. Penulisan ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka memperluas pandangan bagi penulis dan pihak-pihak yang menangani masalah status hukum dalam tindak pidana narkotika menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan undang–undang No. 35 tahun 2009

b. Sebagai bahan bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya dibidang hukum pidana, dan sebagai bahan pertimbangan maupun referensi bagi aparat penegak hukum diwilayah Bandar Lampung dalam menjalankan tugas dan wewenangnya.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis

Kerangka Teoritis adalah konsep-konsep yang sebenar-benarnya merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan kesimpulan terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan untuk penelitian (Soerjono Soekanto, 1986 : 123).

L.H.C Hulsman pernah mengemukakan bahwa sistem pemidanaan adalah : “aturan perundang-undangan yang berhubungan dengan sanksi pidana dan

pemidanaan’’. Apabila pengertian pemidannan secara luas sebagai suatu proses

pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim, maka dapatlah dikatakan bahwa system pemidanaan mencakup :

(11)

2. Keseluruhan sistem untuk penjatuhan dan pelaksanaan pidana; 3. Keseluruhan sistem untuk fungsionalisasi/kongkretisasi pidana;

4. Keseluruhan sistem yang mengatur bagaimana hukum pidana itu ditegakkan atau dioperasionalisasikan secara konkret sehingga orang dijatuhi sanksi (hukum pidana).

Apabila dibatasi pada hukum pidana substantif, maka keseluruhan peraturan perundang-undangan yang ada dalam KUHP (sebagai induk aturan umum) dan Undang- Undang Khusus di luar KUHP, pada hakikatnya merupakan satu kesatuan hukum pemidanaan. Buku I KUHP memuat tentang aturan umum sedangkan Buku II dan Buku III KUHP memuat tentang aturan khusus maupun dalam Undang-Undang Khusus di luar KUHP.

Pada pasal 103 KUHP menyebutkan “ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai

dengan Bab VIII buku ini juga berlaku bagi ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain”

(12)

Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara tanpa hak atau melawan hukum yang di tetapkan sebagai tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika.

b. Butir 13 menyatakan bahwa :

Pecandu narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis.

c. Butir 14 menyatakan bahwa :

Ketergantungan Narkotika adalah kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan Narkotika secara terus-menerus dengan takaran yang meninggkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaanya dikurangi atau di hentikan secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik yang khas dan psikis yang khas.

d. Butir 15 menyatakan :

Penyalah Guna adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atas melawan hukum.

Hukum acara pidana bertujuan untuk mencari dan menemukan suatu kebenaran dalam proses pidana. Untuk menemukan kebenaran materil tersebut, diperlukan adanya suatu pembuktian oleh penyidik, penuntut umum, hakim dalam membuktikan salah tidaknya terdakwa melakukan suatu tindak pidana.

(13)

seseorang yang belum tentu bersalah sampai dapat dibuktikan bahwa ia bersalah telah melakukan tindak pidana serta untuk menjamin tegaknya keadilan, kebenaran dan kepastian hokum bagi seseorang.

Hukum pidana dan hukum acara pidana Indonesia mempunyai tujuan untuk mencari kebenaran mutlak (absolut) terhadap suatu tindak pidana yang telah terjadi. Dalam mencari kebenaraan materiil tersebut, untuk menjatuhkan hukuman hakim memerlukan dua syarat, yaitu adanya alat-alat bukti yang sah serta keyajinan hakim sendiri.

2. Konseptual

Konseptual adalah pengertian dasar suatu penulisan, yang mana didalamnya mengandung atau memuat batasan-batasan dari istilah-istilah yang digunakan dalam penulisan.

Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang akan diteliti, baik dalam penelitian hukum normatif maupun empiris. Biasanya telah dirumuskan dalam definisi-definisi tertentu atau telah menjalankan lebih lanjut dari konsep tertentu.

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penulisan skripsi ini penulis akan memberikan beberapa batasan mengenai konsep yang bertujuan untuk menjelaskan istilah-istilah yang digunakan dalam penulisan skripsi ini. Adapun defini konseptual atau istilah-istilah yang digunakan :

(14)

suatu peristiwa atau karangan, perbuatan, dan lain sebagainya. (Kamus Besar Bahasa Indonesia).

b. Kualifikasi adalah pembatasan, penyisihan, atau menempatkan dalam kualifikasi. (Kamus Besar Bahasa Indonesia).

c. Pecandu adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis (Pasal 1 ayat 13 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika).

d. Pemakai adalah orang yang memakai, yang menggunakan (Kamus Besar Bahasa Indonesia).

e. Pengedar adalah orang yang menjual, mengedarkan, atau menyalurkan Narkotika. (Kamus Besar Bahasa Indonesia).

f. Narkotika adalah Zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan kedalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini. (Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika).

E. Sistematika Penulisan

(15)

I. PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan mengenai ketertarikan penulis terhadap judul skripsi ini yang menguraikan tentang latar belakang, permasalahan, dan ruang lingkup, tujuan, dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual, serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Merupakan bab pengantar terhadap pembahasan yang berisikan tentang pengertian Tindak pidana, pengertian tindak pidana narkotika, macam-macam narkotika dan obat-obatan terlarang, dan pengertian tentang pembuktian dan sistem pembuktian.

III. METODE PENELITIAN

Berisi tentang pendekatan masalah, sumber dan jenis data, populasi dan sampel prosedur pengumpulan dan pengolahan data, tekhnik penyajian serta analisis data

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini dikemukakan hasil penelitian, menguraikan data-data yang diperoleh baik data lapangan maupun data kepustakaan dan melakukan analisamenggunakan teori-teori yang telah dirumuskan dalam kerangka teori.

V. PENUTUP

(16)
(17)

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan secara teoritis dengan cara studi kepustakaan yang berpedoman pada peraturan-peraturan, buku-buku atau literatur hukum serta bahan-bahan yang mempunyai hubungan dengan permasalahan dan pembahasan dalam penelitian ini. Sedangkan pendekatan yuridis empiris adalah pendekatan secara langsung terhadap objek penelitian dengan cara mendapatkan data langsung dari nara sumber.

B. Sumber dan Jenis Data

1. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian dilapangan, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan

(18)

dan sekunder. (1) Data Primer

Data primer diperoleh dari hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan narasumber yang berhubungan dengan objek permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.

(2) Data Sekunder

Data sekunder yaitu penelitian yang dilakukan dengan jalan mengumpulkan data yang terdapat dalam buku-buku, makalah-makalah, media cetak yang berkaitan dengan permasalahan yang ada. Kemudian data tersebut dipelajari dan dianalisis yang kemudian disebut sebagai bahan hukum. Bahan hukum tersebut dikelompokkan menjadi tiga bahan, yaitu:

a. Bahan Hukum Primer

1) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) 2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

3) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) 4) Undang-Undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. 5) Undang-Undang No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika.

b. Bahan Hukum Sekunder

(19)

primer dan bahan hukum sekunder seperti data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka yang menunjang penulisan antara lain buku-buku, litertur-literatur hasil penelitian, makalah-makalah hukum, kamus Bahasa Indonesia, media cetak maupun media elektronik.

C. Metode Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan dari unit atau manusia (dapat juga berbentuk gejala atau peristiwa) yang akan diduga dan mempunyai ciri-ciri yang sama (Amiruddin dan H.Zainal Asikin, 2004 : 95).

Dalam hubungannya dengan penulisan skripsi ini yang dijadikan populasi adalah semua pihak pada Pengadilan Negri Kelas 1 Tanjung Karang, pihak Kejaksaan Negri Bandar Lampung, Pihak Poltabes Bandar Lampung.

Sampel adalah sejumlah objek yang merupakan bagian dari populasi serta mempunyai persamaan sifat dengan populasi (Amirudin dan H. Zainal Asikin, 2004 : 96). Sedangkan sampel yang akan dijadikan responden dalam penelitian ini adalah :

1. Hakim Pengadilan Negri kelas 1A Tanjung Karang = 2 orang 2. Jaksa di Kejaksaan Negri Bandar Lampung = 2 orang+

(20)

yaitu suatu metode pengambilan anggota sample berdasarkan atas pertimbangan maksud dan tujuan penelitian (Irawan Soehartono, 1999 : 89).

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Pada prosedur pengumpulan data, penulis melakukan beberapa langkah-langkah, yaitu :

a. Untuk memperoleh data primer, dilakukan tehnik wawancara atau interview secara terarah.

b. Untuk memperoleh data sekunder, dilakukan melalui serangkaian kegiatan studi kepustakaan dengan cara membaca, menelaah, dan mengutip peraturan perundang-undangan, buku-buku ilmiah, dokumen dan tulisan ilmiah maupun informasi lain yang berhubungan dengan penelitian.

2. Prosedur Pengolahan Data, pada pelaksanaan pengolahan data yang telah diperoleh penulis melakukan kegiatan sebagai berikut :

a. Editng, yaitu memeriksa kembali mengenai kelengkapan, kejelasan dan kebenaran data yang diterima serta relevansi bagi penelitian.

b. Tabulasi, yaitu melakukan pencatatan data secara sistematis dan konsisten kedalam bentuk tabel.

(21)
(22)

A. Kesimpulan

Setelah dilakukan pembahasan tentang ““Analisis Yuridis Terhadap Penentuan

Kualifikasi Pemakai atau Pengedar pada Tindak Pidana Narkotika Berdasarkan Undang-undang Narkotika No. 35 Tahun 2009”. Maka pada bab akhir ini penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Penentuan atau kualifikasi antara Pemakai atau Pengedar dalam tindak pidana Narkotika berdasar Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dapat dilihat dari rumusan norma hukum atau unsur-unsur perbuatan (perbuatan, akibat, dan keadaan yang bersangkutan) yaitu :

a. Pemakai Narkotika : setiap orang yang tanpa hak melawan hukum memilihara, memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan dan menggunakan Narkotika.

(23)

2. Dasar pertimbangan Hakim dalam menentukan Pemakai atau Pengedar Narkotika seorang hakim memperoleh keyakinan berdasar pada unsur-unsur perbuatan pidana yang dilakukan oleh terdakwa telah melakukan pidana sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No.35 tahun 2009 Tenatang Narkotika. Selain itu dasar pertimbangan hakim didapat dari didapat dari proses pemeriksaaan alat bukti yang sah yang dapat membuktikan kebenaran fakta pristiwa dan fakta yuridis yang terungkap di persidangan. Dimana dalam pembuktian fakta peristiwa terbukti secara sah dan meyakinkan terdakwa melakukan tindak pidana sesuai apa yang didakwakan kepadanya, begitu pula dengan pembuktian fakta yuridis, terdakwa juga terbukti secara sah dan meyakinan unsur-unsur tindak pidana yang diatur dalam perundang-undangan yang berlaku.

B. Saran

Bertolak dari kesimpulan di atas, maka dalam rangka mensukseskan penanggulangan tindak pidana Narkotika disarankan sebagai berikut :

1. Dalam penjatuhan pidana terhadap Pengedar Narkotika diharapkan para penegak hukum tegas dalam memberikan pidana sesuai dengan bobot kesalahan pelaku sehingga memeberikan efek jera bagi tindak pidana tersebut. 2. Dalam penjatuhan pidana terhadapa pemakai Narkotika diharapkan hakim

(24)

3. Seorang hakim hendaknya menyadari sedalam-dalamnya bahwa jabatanya mulia dan terhormat, seorang arif dan bijaksana, untuk itu dalam menjatuhkan vonis terhadap terdakwa bertindak seadil-adilnya.

(25)

NARKOTIKA NOMOR 35 TAHUN 2009

Oleh

Ricky Alexander

Skripsi

Sebagai salah satu syarat mencapai gelar

SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

(26)

NARKOTIKA NOMOR 35 TAHUN 2009

(Skripsi)

OLEH

RICKY ALEXANDER

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(27)

I. PENDAHULUAN Halaman

A. Latar Belakang ... 1

B. Masalah dan Ruang Lingkup Penelitian... 6

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian... 7

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 8

E. Sistematika Penulisan... 11

DAFTAR PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Unsur-Unsur Tindak Pidana Dan Pertanggungjawabaan Pidana... ... ... 14

B. Pengertian Tindak Pidana Narkotika dan Peraturanya ... 18

C. Macam-macam Narkotika dan Obat terlarang ... 21

D. Pengertian Pembuktian dan Sistem Pembuktian... 26

DAFTAR PUSTAKA III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 34

B. Sumber dan Jenis Data ... 35

C. Penentuan Populasi dan Sampel... 36

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data... 36

(28)

B. Penentuan atau kualifikasi pemakai dan pengedar dalam tindak pidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

Tentang Narkotika………... 39

C. Dasar pertimbangan hakim dalam menentukan Pemakai atau Pengedar

Narkotika …...………. 49 DAFTAR PUSTAKA

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan……… 56

(29)

Buku

Arif, Barda Nawawi. 2001. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulan Kejahatan. Citra Aditya Bakti. Bandung.

Saherodji, Hari. 1980.PokokPokok Kriminologi. Raja Grafindo. Jakarta. Suparmono, Gatot. 2001.Hukum Narkotika Indonesia. Djambatan, Jakarta. Soekanto, Soerjono. 1986.Pengantar Penelitian Hukum. UI Press. Jakarta.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.

Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 1986. Ghalia Indonesia. Jakarta Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika.

(30)

Husin, Sanusi. 1991. Penuntun Praktis Penulisan Skripsi. Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Amirudin dan Asikin, Zainal. 2004.Pengantar Metodelogi Penelitian Hukum.

Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Soehartono, Irawan. 1999.Metode Penelitian Sosial. Alumni. Bandung.

(31)

Buku

Derajat, Zakiah. 1976.Kesehatan Mental.Gunung Agung, Jakarta.

Husin, Sanusi. 1997. Penuntun Praktis Pembuatan Skripsi. Fakultas Hukum Universitas Lampung, Lampung.

Prodjohamidjojo, Martiman. 1983. Sistem Pembuktian dan Alat Bukti. Ghalia Indonesia, Jakarta.

Ridha Ma’roef, Muhammad. 1976. Narkotika Masalah dan Bahayanya. CV. Mega Jaya, Jakarta.

Sudarto. 1975. Hukum Pidana jilid IA. Badan Penyidiaan Kuliah FH. UNDIP, Semarang.

Suparmono, Gatot. 2001.Hukum Narkotika Indonesia. Djambatan, Jakarta. Subekti, R. 1985.Hukum Pembuktian Cetakan ke-7. Pradnya Paramita, Jakarta.

Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 1986. Ghalia Indonesia. Jakarta Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika.

(32)

Buku

Arief, Barda Nawawi, 1996.Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Citra Aditya Bakti. Bandung.

Husin, Sanusi. 1997.Penuntun Praktis Pembuatan Skripsi.Fakultas Hukum Universitas Lampung, Lampung.

Ridha Ma’roef, Muhammad. 1976. Narkotika Masalah dan Bahayanya. CV. Mega Jaya, Jakarta.

Suparmono, Gatot. 2001.Hukum Narkotika Indonesia. Djambatan, Jakarta. Perundang-undangan

(33)

Penulis mengucapkan puji syukur kepada Tuahan Yesus Kristus karena anugrahNya, sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Bagian Pidana Universitas Lampung.

Penulis banyak mendapatkan pengetahuan dalam melaksanakan penyusunan skripsi ini dan hingga akhirnya dapat terselesaikan skripsi ini merupakan ikhtiar penulis yang tak luput dari bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Ibu Diah Gustiniati M., S.H., M.H., selaku Ketua Jurusan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.

3. Ibu Hj. Firganefi, S.H., M.H., selaku pembimbing I atas waktu, petunjuk yang telah banyak memberikan masukan, serta saran membangun sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

(34)

5. Bapak Gunawan Jatmiko S.H., M.H., dan Bapak Rinaldy selaku pembahas skripsi yang bersedia memberikan masukan, saran dan kritiknya.

6. Ibu Ratna Syamsiar, S.H., M.Hum. selaku Pembimbing Akademik atas bimbingannya selama melaksanakan pendidikan.

7. Para Responden yang telah memberikan bantuan dalam penulisan skripsi ini, Bapak Jasden Purba, S.H. dan Ibu Titik Tejaningsing, S.H, M.Hum dari Pengadilan Negri Tanjung Karang, Bapak Iwan Arto Koesomo dan Irfansyah, S.H. dari Kejaksaan Negri Tanjung Karang.

8. Seluruh karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung, Mbak Sri, Mbak Yani, Mbak Dian, bang yus dan yang lainnya.

9. Terkhusus rasa terima kasih yang setulusnya penulis haturkan untuk keluarga tercinta, Papa (Robin Panjaitan) dan Mama (Siti Daimah) yang telah mengajari penulis untuk selalu mempunyai hati yang ikhlas, jujur, mulia, membuat penulis mengerti akan kesetiaan, ketabahan, keprihatinan, kesabaran dan mendoakan keberhasilan penulis.

10. Keluarga besar Panjaitan, Opung, serta para Om dan Tante yang selalu menyemangati,memberi pandangan hidup dan mendoakan penulis terima kasih atas motivasinya..

(35)

Koh Robi, Dan teman-teman “05 : Adit, Enda, Rino dan intan. Sekali lagi makasih ya atas support, canda dan tawanya. Adik-adik 07 (Kemal, Boby, Rey, Fatime,dll) Thanks banget ya sudah membantu dan mensuport penulis selama ada di FH UNILA.“you are the best friend”

13. Senior-senior fakultas hukum yang selalu memberikan bimbingan dan memberi ilmu di segala bidang kepada penulis dari awal kuliah sampai menyelesaikan skripsi ini (Bang adi, wanda, amar , kanjeng ewin, abdi, destiyan, akbar, sumentri, anjas) dan senior-senior HUMANIKA (Bung adi, Bang ade, bang eko, bang ata, bang regend, bang baim, basuki dan Okta) yang banyak membantu dalam suasana perkawanan dan kekeluargaan.

Akhir kata, penulis memohon maaf kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, tetapi kalian semua tetap ada dihati. Semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amien

Bandar Lampung, Februari 2012

Penulis,

(36)

2009 Tentang Narkotika.

Nama Mahasiswa : RICKY ALEXANDER

Nomor Pokok Mahasiswa : 0412011220

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Firganefi, S.H., M.H. Tri Andrisman, S.H., M.H NIP. 196312171988032003 NIP.196112311989031023

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

(37)

1. Tim Penguji

Ketua : Firganefi, S.H., M.H. ...

Sekretaris/Anggota : Tri Andrisman, S.H., M.H. ...

Penguji Utama : Gunawan Jatmiko, S.H., M. ...

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.S. NIP. 196211091987031003

(38)

Aku senantiasa memandang kepada TUHAN; karena ia

berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah

.

(Mazmur 16: 8 )

Saya memang seorang yang melangkah dengan lambat,,

Tetapi

Saya tidak akan pernah berjalan mundur kebelakang!!

Kesuksesan adalah

Saat dimana kita bisa membuat

(39)

Semua yang telah kucapai, tak pernah terlepas dari rasa

syukurku yang dalam pada TUHAN YESUS KRISTUS

Skripsi ini kupersempahkan kepada :

Kebanggaan penuh doa, Papa dan Mamaku tercinta yang tulus

ikhlas memberikan kasih sayangnya kepadaku serta dalam

(40)

Penulis dilahirkan di Tanjung Karang 8 Mei 1985, anak pertama dari pasangan Bapak Robinson Panjaitan dan Ibu Siti Daimah.

Penulis menempuh pendidikan pada Taman Kanak-Kanak (TK) Xaverius Way Halim Permai Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 1991, kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Xaverius 5 Way Halim Permai Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 1997, kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Xaverius 5 Way Halim Permai Bandar Lampung dan diselesaikan pada tahun 2000, setelah itu penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Xaverius Bandar Lampung dan diselesaikan pada tahun 2004.

Referensi

Dokumen terkait

Dasar kebijakan formulasi sanksi pidana bagi pengedar dan pemakai narkotika menurut Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dibandingkan dengan Undang-undang

Jaksa penuntut umum dalam surat dakwaan, mendakwa terdakwa dengan tindak pidana menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual

(2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I sebagaimana

(2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I

(2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I sebagaimana

(2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud

Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud

2 Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada