• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI PEMERINTAH KOTA METRO DALAM MEWUJUDKAN KOTA YANG BERINTEGRITAS TINGGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STRATEGI PEMERINTAH KOTA METRO DALAM MEWUJUDKAN KOTA YANG BERINTEGRITAS TINGGI"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PEMERINTAH KOTA METRO DALAM MEWUJUDKAN KOTA YANG BERINTEGRITAS TINGGI

Oleh Ristra Astriani

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA ADMINISTRASI NEGARA

Pada

Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRACT

THE STRATEGY OF METRO CITY GOVERNMENT IN MAKING A HIGH INTEGRITY CITY

By:

RISTRA ASTRIANI

The aim of this research is to analyzing Metro city government strategy in making a high integrity city. The method used was descriptive research by using qualitative approach. The data collecting technique was done by using a deep interview, documentation and observation.

The result of the research namely: (1) Metro city government strategy in making a high integrity city was analyzed by 5 aspects, they were (a) privatization and coproduction were done by devolution from government to private institution through services procurement electronically (LPSE); (b) debureaucratization was done by using making simple of service procedures to be easy and quick; (c) reorganization was done by sharpening main tasks and public organization function; (d) an effective public management was done by improving the managerial processes to be more effective in carrying out its functions; and (e) value for money was done by the prudence of government

officials in managing budget that next was done in the form of government activities; (2) problems faced; (a) lack of commitment; (b) lack of

competence; (c) ) feodal culture; (d) permissive culture; and (e) resistence.

This research recommends several things, namely: (1) there is a high integrity commitment from all governmental officers in Metro; (2) do socialization to the society about the easiness of service in Metro city and the commitment not to give gratification to the service-giving officer; (3) tighten the public service giving and give a hard punishment to panders that are still offering their service to the society; (4) there is the improvement of public service facilities in the poor places; (5) routine guidance to all public service officer; and (6) make the scale of priority against activities of Metro city government.

(3)

ABSTRAK

STRATEGI PEMERINTAH KOTA METRO DALAM MEWUJUDKAN KOTA YANG BERINTEGRITAS TINGGI

OLEH:

RISTRA ASTRIANI

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis strategi pemerintah kota Metro dalam mewujudkan kota yang berintegritas tinggi. Metode yang digunakan adalah tipe penelitian deskritif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam, dokumentasi dan observasi.

Hasil penelitian ini yaitu: (1) strategi pemerintah kota Metro dalam mewujudkan kota yang berintegritas tinggi dianalisis dengan 5 aspek, yaitu (a) privatisasi dan koproduksi dilakukan dengan penyerahan kewenangan dari pemerintah kepada pihak swasta melalui layanan pengadaan barang dan jasa secara elektronik (LPSE); (b) debirokratisasi dilakukan dengan penyederhanaan prosedur pelayanan agar menjadi mudah dan cepat; (c) reorganisasi dilakukan dengan mempertajam tugas pokok dan fungsi organisasi publik; (d) manajemen publik yang efektif dilakukan dengan memperbaiki proses manajerial agar menjadi lebih efektif dalam menjalankan fungsinya; dan (e) value for money dilakukan dengan kehati-hatian aparat pemerintah dalam mengelola anggaran yang kemudian dituangkan dalam bentuk-bentuk kegiatan pemerintahan; (2) kendala-kendala yang dihadapi: (a) minimnya komitmen (b) minimnya kompetensi sumber daya (c) budaya feodal (d) budaya permisif dan (e) resistensi birokrasi.

(4)
(5)
(6)
(7)
(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL i

DAFTAR GAMBAR ii

I. PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Rumusan Masalah 9

C. Tujuan Penelitian 9

D. Manfaat Penelitian 9

II. TINJAUAN PUSTAKA 11

A. Pemberantasan Korupsi 11

B. Perbaikan Pelayanan Publik 17

C. Reformasi Administrasi 21

D. Kendala Reformasi Administrasi 29

E. Kerangka Pikir 37

III. METODOLOGI PENELITIAN 40

A. Tipe Penelitian 40

B. Fokus Penelitian 41

C. Lokasi Penelitian 42

D. Sumber Data 43

E. Teknik Pengumpulan Data 45

F. Teknik Analisis Data 47

G. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data 49

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 53

A. Gambaran Umum Kota Metro 53

B. Penyajian Data 62

1. Nilai Indeks Integritas Nasional Kota Metro Tahun 2011 62

2. Strategi Mewujudkan Kota yang Berintegritas Tinggi 65

a. Privatisasi dan Koproduksi 66

b. Debirokratisasi 70

c. Reorganisasi 79

(9)

e. Value for Money 92 3. Nilai Indeks Integritas Nasional Kota Metro Tahun 2012 94 4. Kendala-kendala Menuju Kota yang Berintegritas Tinggi 95

a. Minimnya Komitmen 96

b. Minimnya Sumber Daya 98

c. Budaya feodal 100

d. Budaya permisif 102

e. Resistensi birokrasi 104

C. Pembahasan 106

1. Strategi Mewujudkan Kota yang Berintegritas Tinggi 106

a. Privatisasi dan Koproduksi 107

b. Debirokratisasi 110

c. Reorganisasi 119

d. Manajemen Publik yang Efektif 124

e. Value for Money 131

2. Kendala-kendala Menuju Kota yang Berintegritas Tinggi 133

a. Minimnya komitmen 133

b. Minimnya sumber daya 136

c. Budaya feodal 138

d. Budaya permisif 140

e. Resistensi birokrasi 143

V. KESIMPULAN DAN SARAN 146

A. Kesimpulan 146

B. Saran 147

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Data Pelaksanaan Wawancara Pada Informan Penelitian 46 2. Daftar Dokumen-Dokumen yang Berkaitan Dengan Penelitian 47 3. Daftar Nama-nama Anggota DPRD Kota Metro Menurut Daerah

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Alur Kerangka Pikir 39

2. Bagan/Alur Proses Perijinan di KPMPTSP 71

3. Perizinan yang memerlukan retribusi di KPMPTSP 71

4. Jenis Pelayanan dan waktu yang dibutuhkan di KPMPTSP 74

5. Loket Pembayaran khusus biaya perijinan dari Bank Lampung 74

6. Loket-loket pelayanan di Dinas Kependudukan Sipil Kota Metro 77

7. Kotak Saran di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil kota Metro 77

8. Struktur Organisasi KPMPTSP Kota Metro 81

9. Suasana Coffee Morning antara Walikota dan jajarannya dengan masyarakat pengguna layanan publik 86

10. Sidak Walikota di Disdukcapil dan Banner Himbauan Anti-korupsi 88

(12)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan dirumuskan sebagai proses perubahan yang terencana dari suatu situasi nasional yang satu ke situasi nasional yang lain yang dinilai lebih tinggi (Katz, dalam Moeljarto 1995). Pembangunan nasional merupakan serangkaian pembangunan multidimensional yang mencakup bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya dalam upaya pencapaian tujuan bangsa dan negara. Dalam rangka pencapaian tujuan bangsa dan negara yang telah ditetapkan, suatu negara berupaya menyelenggarakan berbagai kegiatan pembangunan di seluruh segi kehidupan masyarakat.

(13)

dapat mencapai sasarannya secara efektif, diatur pembentukkan komisi pemeriksa yang bertugas dan berwenang melakukan pemeriksaan harta kekayaan pejabat negara sebelum, selama dan setelah menjabat.

Korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) merupakan suatu tindakan penyimpangan kekuasaan yang dilakukan oleh pejabat publik guna memperkaya dan menguntungkan dirinya sendiri atau suatu golongan. Korupsi ibarat kanker yang mengganggu proses pembangunan. Korupsi mengakibatkan anggaran negara yang sumbernya sudah langka menjauh dari pembangunan. Korupsi menghambat investasi dengan meningkatkan berbagai resiko bagi investor yang berasal dari dalam negeri maupun mancanegara karena perilaku bisnis bekerja dan berurusan dalam lingkungan masyarakat korup dengan banyak waktu yang terbuang dan menggunakan uang dalam berurusan dengan pegawai pemerintah yang korup (Juni Sjafrien Jahja, 2012). Jelas sekali bahwa tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan atau perekonomian negara serta menghambat proses pembangunan nasional, oleh karena itu tindak pidana korupsi perlu diberantas dan dicegah penyebarannya dalam rangka mewujudkan amanah Undang-Undang Dasar 1945 yaitu masyarakat adil dan makmur.

(14)

Undang-3

Undang RI Nomor 28 Tahun 1999 yaitu: (1) asas-asas kepastian hukum; (2) asas tertib penyelenggara negara; (3) asas kepentingan umum; (4) asas keterbukaan; (5) asas proporsionalitas; (6) asas profesionalitas; dan (7) asas akuntabilitas.

Adanya penerapan asas-asas umum penyelenggara negara di atas dapat menjadikan proses penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia berjalan dengan baik. Proses penyelenggaraan pemerintahan Indonesia dilaksanakan oleh birokrasi-birokrasi pemerintah yang bertugas melayani masyarakat. Sejauh ini, birokrasi menunjuk pada empat pengertian, yaitu: pertama, menunjuk pada kelompok pranata atau lembaga tertentu. Pengertian ini menyamakan birokrasi dengan biro. Kedua, menunjuk pada metode khusus untuk pengalokasian sumber daya dalam suatu organisasi besar. Ketiga, menunjuk pada “kebiroan” atau mutu

yang membedakan antara biro-biro dengan jenis-jenis organisasi lain. Pengertian ini lebih menunjuk pada sifat-sifat statis organisasi. Keempat, sebagai kelompok orang, yakni orang-orang yang digaji yang berfungsi dalam pemerintahan (Eko dan Moh. Waspa, 2009). Birokrasi sebagai organisasi pemerintahan yang digaji untuk menjalankan tugas dan fungsi dalam pemerintahan perlu dipahami sebagai suatu mindset para birokrat untuk memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat. Birokrasi publik menjadi ujung tombak pelaksanaan program-program pemerintah yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, birokrasi berperan penting dalam keberhasilan suatu program yang dilaksanakan oleh pemerintah.

(15)

atas pelayanan publik yang berkualitas. Sebaliknya, jika sistem pemerintahan dan lingkungan birokrasi publik memburuk, maka akan menciptakan pasar bagi terjadinya transaksi korupsi. Oleh karena itu, pemberantasan korupsi pada sistem pemerintahan dan lingkungan birokrasi perlu dilakukan. Upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan reformasi administrasi untk menciptakan birokrasi yang transparan dan akuntabel. Menurut Zauhar (2007:4), reformasi administrasi adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk mengubah: (a) struktur dan prosedur birokrasi (aspek reorganisasi atau institusional atau kelembagaan), (b) sikap dan perilaku birokrat (aspek perilaku), guna meningkatkan efektivitas organisasi atau terciptanya administrasi yang sehat dan menjamin tercapainya tujuan pembangunan nasional.

(16)

5

Penilaian indeks integritas yaitu dengan variabel pengalaman integritas dan potensi integritas. Variabel pengalaman integritas memiliki indikator yaitu pengalaman korupsi dan cara pandang terhadap korupsi, serta sub indikator yang meliputi jumlah atau besaran gratifikasi, frekuensi pemberian gratifikasi, waktu pemberian gratifikasi, arti pemberian gratifikasi dan tujuan pemberian gratifikasi. Variabel potensi integritas memiliki indikator yaitu lingkungan kerja, sistem administrasi, perilaku individu dan pencegahan korupsi, serta sub indikator yang meliputi kebiasaan pemberian gratifikasi, kebutuhan pertemuan di luar prosedur, keterlibatan calo, fasilitas di sekitar lingkungan pelayanan, suasana atau kondisi di sekitar pelayanan, kepraktisan Standar Operasional Pelayanan (SOP), keterbukaan informasi, pemanfaatan teknologi informasi, keadilan dalam layanan, ekspektasi petugas terhadap gratifikasi, perilaku pengguna layanan, tingkat upaya anti korupsi dan mekanisme pengaduan masyarakat.

(17)

korupsi merupakan suatu program yang dicanangkan oleh pemerintah kota Metro agar kota Metro bersih dari korupsi. Pencanangan zona menuju bebas korupsi di Metro sejak 4 Juni 2012 lalu merupakan yang pertama di Lampung dan sebagian kecil kota-kota di Indonesia. Pencanangan dihadiri oleh wakil dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kementerian Pendayagunaan Aparatur dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB), serta Komisi Ombudsman Nasional (Harian Lampost, 4 Juni 2012).

Pemerintah provinsi Lampung mengapresiasi pencanangan zona integritas menuju wilayah bebas dari korupsi oleh pemerintah kota Metro. Metro menjadi satu-satunya daerah di Lampung yang telah mencanangkannya sehingga pemerintah provinsi Lampung berharap kabupaten dan kota lainnya untuk dapat

segera menyusul mencanangkan program tersebut

(18)

7

yang mampu melayani warganya dengan baik, dan dapat mengelola anggaran publik, serta melaksanakan pembangunan kota ini secara akuntabel dan transparan

terpercaya (Sumber/Bahan: Bappeda Kota Metro.

http://www.antaralampung.com/print/264416/metro-menuju-kota-berintegritas-tinggi diakses 19 April 2013).

Pemerintah Kota Metro yang mendapat nilai terendah indeks integritas tahun 2011 dapat menerima penilaian tersebut secara positif. Walikota Metro, Lukman Hakim mengapresiasi KPK yang telah membuka mata publik, terutama aparatur pemerintah daerah, tentang pentingnya perbaikan sektor layanan publik guna menciptakan pelayanan publik yang berkualitas dan berintegritas. Bahkan, Walikota Metro datang ke KPK mendengarkan ekspos dan berdialog tentang survei tersebut. Pemerintah kota Metro juga menindaklanjutinya dengan mengundang Direktur Penelitian dan Pengembangan (Litbang) KPK datang ke Metro untuk menjelaskan dan berdialog langsung dengan jajaran pemerintah daerah untuk memperoleh masukan lebih lanjut dalam perbaiakn penyelenggaraan pelayanan publik.

(19)

integritas yang diperoleh kota Metro pada tahun 2012 sudah mengalami kenaikan, namun nilai tersebut masih belum maksimal. Nilai indeks integritas yang seharusnya dapat dicapai oleh pemerintah kota Metro yaitu nilai 6,00 sebagai standar nilai indeks integritas nasional atau bahkan lebih dari nilai 6,00. Oleh karenanya, pemerintah kota Metro perlu meningkatkan upayanya agar tahun 2013 nilai indeks integritas nasional kota Metro dapat naik kembali.

(20)

9

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, permasalahan yang akan dikaji lebih lanjut dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pelaksanaan strategi Pemerintah Kota Metro dalam mewujudkan kota yang berintegritas tinggi?

2. Apa saja kendala-kendala yang dihadapi dalam mewujudkan kota yang berintegritas tinggi?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis pelaksanaan strategi yang dilakukan Pemerintah Kota Metro dalam mewujudkan kota yang berintegritas tinggi.

2. Untuk mengetahui apa saja kendala-kendala yang dihadapi dalam mewujudkan kota yang berintegritas tinggi.

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis

(21)

2. Secara praktis

(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pemberantasan Korupsi

Menurut definisi Jeremy Pope (2003:30), korupsi adalah menyalahgunakan kekuasaan kepercayaan untuk keuntungan pribadi. Namun, korupsi dapat pula dilihat sebagai perilaku tidak mematuhi prinsip „mempertahankan jarak”, artinya,

dalam pengambilan keputusan di bidang ekonomi, apakah ini dilakukan oleh perorangan di sektor swasta atau oleh pejabat publik, hubungan pribadi atau keluarga tidak memainkan peranan.

(23)

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), penerbitan Balai Pustaka Tahun 1997, menjelaskan istilah-istilah korupsi, kolusi dan nepotisme sebagai berikut: (a) korup berarti buruk (rusak), suka memakai barang (uang) yang dipercayakan kepadanya, dapat disogok dan memakai kekuasaannya untuk kepentingan pribadi; (b) korupsi mengandung arti penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Dapat juga berupa korupsi waktu, yakni menggunakan waktu dinas (bekerja) untuk urusan pribadi; (c) nepotisme ialah kecenderungan untuk mengutamakan (menguntungkan) sanak saudara sendiri, terutama dalam jabatan, pangkat di lingkungan pemerintah, atau tindakan memilih kerabat atau sanak saudara sendiri untuk memegang pemerintahan; dan (d) kolusi ialah kerja sama rahasia untuk maksud tidak terpuji; persekongkolan. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa korupsi merupakan suatu tindakan penyimpangan dan penyelewengan kepentingan pemerintah yang digunakan untuk keuntungan pribadi guna memperkaya diri sendiri atau kelompoknya.

(24)

13

Selain bentuk atau jenis tindak pidana korupsi yang sudah dijelaskan tersebut, masih ada tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang tertuang pada Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jenis tindak pidana lain yang berkaitan dengan pihak pidana korupsi itu adalah: (a) kerugian keuangan negara; (b) tidak memberi keterangan atau memberi keterangan rekening tersangka; (c) bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka; (d) saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi keterangan palsu; (e) orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan rekening tersangka; (f) orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau meberi keterangan palsu; dan (g) saksi yang membuka identitas pelapor.

(25)
(26)

15

tuduhan-tuduhan palsu yang dapat digunakan pada pejabat yang jujur sekalipun untuk diperas; dan (11) bentuk korupsi yang paling menonjol di beberapa negara, „uang pelicin” atau “uang rokok” menyebabkan keputusan ditimbang berdasarkan

uang, bukan berdasarkan kebutuhan manusia.

Upaya yang efektif untuk melawan korupsi harus mulai dari penyebab-penyebabnya yang paling dalam, kita perlu memahami insentif orang yang berpotensi memberi suap dan pihak yang dirugikan oleh korupsi yang dilakukan pihak lain. Jeremy Pope (2003:37) menyebutkan ada empat kategori penyuapan yaitu : (1) kategori 1 yaitu suap yang diberikan untuk (a) mendapat keuntungan yang langka, atau (b) menghindari biaya; (2) kategori 2 yaitu suap yang diberikan untuk mendapat keuntungan (atau menghindari biaya) yang tidak langka, tetapi memerlukan kebijakan yang harus diputuskan oleh pejabat publik; (3) kategori 3 yaitu suap yang diberikan, tidak untuk mendapatkan keuntungan tertentu dari publik, tetapi untuk mendapat layanan yang berkaitan dengan perolehan keuntungan (atau menghindari resiko), seperti mialnya, layanan yang cepat atau informasi dari orang dalam; dan (4) kategori 4 yaitu suap yang diberikan (a) untuk mencegah pihak lain mendapatlam bagian dari keuntungan, atau (b) untuk membebankan biaya pada pihak lain.

(27)

jasa-jasa peradilan dan penuntutan; (h) sektor swasta; (i) partisipasi masyarakat; dan (j) tindakan pencegahan pencucian uang seharusnya dijadikan standar acuan yang perlu diikuti langkah penjabarannya disetiap sektor kehidupan bernegara agar lebih diintensifkan.

Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam mendukung Undang-Undang Pemberantasan Korupsi di Indonesia, menurut Juni Sjafrien Jahja (2012:131), yaitu: (a) political will dari pemerintah dalam menemukan pemerintahan yang bersih dan berwibawa sangatlah penting ini dapat dimanifestasikan dengan serangkaian tindakan nyata berupa penindakan kepada pegawai yang telah terbukti melakukan perbuatan yang merugikan keuangan negara dan secara ketat menerapkan ketentuan agar para pegawai memegang teguh disiplin dalam tugas sehari-hari dan menjauhkan diri dari perbuatan tercela lainnya; (b) meningkatkan kesejahteraan bagi pegawai negeri sipil (PNS) dengan menetapkan standar gaji yang dapat menjamin kehidupan yang layak dan pantas guna memenuhi kebutuhan sehari-hari; (c) mewujudkan secara transparansi prinsip reward and punishment dalam manajemen sumber daya manusia di setiap instansi pemerintah dan (d) membenahi kesadaran hukum masyarakat untuk tidak terlarut dalam situasi yang tidak sehat dan melanggar undang-undang yang berlaku.

(28)

17

dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun 2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014: (1) Stranas PPK adalah dokumen yang memuat visi, misi, sasaran, strategi, dan fokus kegiatan prioritas pencegahan dan pemberantasan korupsi jangka panjang tahun 2012-2025 dan jangka menengah tahun 2012-2014, serta peranti anti korupsi; (2) Aksi PPK adalah kegiatan atau program yang dijabarkan dari Stranas PPK untuk dilakukan oleh Kementerian atau Lembaga dan Pemerintah Daerah; (3) Peran serta masyarakat adalah peran aktif perorangan, Organisasi Masyarakat, atau Lembaga Swadaya Masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi; (4) Hasil pelaksanaan Stranas PPK meliputi hasil pemantauan, evaluasi, dan laporan capaian Aksi PPK, serta hasil evaluasi Stranas PPK.

Masalah korupsi selama ini lebih banyak dipecahkan hanya melalui hukum dengan instrument pidana saja, padahal tindak pidana korupsi dapat timbul tidak semata-mata karena keinginan individu untuk korupsi, namun oleh karena sistem yang buruk memberikan peluang bagi terjadinya tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, korupsi dapat pula dipecahkan melalui perbaikan sistem, yaitu perbaikan pelayanan publik.

B. Perbaikan Pelayanan Publik

(29)

masyarakat. Menurut Kumorotomo dalam Eko dan Moh Waspa (2009:39) salah satu prasyarat legitimasi kekuasaan negara apabila negara, melalui aktivitas-aktivitas pemerintahan dapat mengusahakan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat. Untuk mewujudkan kesejahteraan umum negara menggunakan instrument birokrasi sebagai pelaksana kebijakan pelayanan kepada masyarakat. Sudah menjadi kewajiban negara untuk melayani masyarakat dengan sebaik-baiknya. Peran pemerintah dalam pengadaan barang dan jasa publik tidak semata-mata karena organisasi privat tidak mau menyentuh bidang tersebut (tidak menguntungkan), tetapi memang sudah menjadi kewajiban negara melalui salah satu instrumennya, birokrasi pemerintahan, melaksanakan pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu, pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat harus berkualitas untuk mewujudkan kesejahteraan umum negara. Pelayanan publik yang buruk dapat diatasi dengan reformasi administrasi dalam rangka memperbaiki pelayanan publik.

1. Karakteristik Kualitas Pelayanan Publik

(30)

19

The right man in the right place”; dan (f) penggunaan teknologi modern yang

tepat guna.

Kriteria lain tentang pelayanan publik yang baik sebagaimana dikemukakan oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN) dalam Eko dan Moh Waspa (2009:40) yakni kesederhanaan, kejelasan dan kepastian, keamanan, keterbukaan, efisiensi, ekonomis, keadilan yang merata, ketepatan waktu serta kriteria kuantitatif lainnya (jumlah warga yang meminta pelayanan dalam kurun waktu tertentu, lamanya waktu pemberian layanan sesuai permintaan, penggunaan perangkat-perangkat modern untuk mempercepat pemberian layanan dan frekuensi keluhan maupun pujian dari masyarakat penerima layanan).

2. Pelayanan Prima

Pelayanan prima menurut Sedarmayanti (2009:249) merupakan pelayanan yang diberikan kepada pelanggan (masyarakat) minimal sesuai dengan standar pelayanan (cepat, tepat, akurat, murah, ramah). SESPANAS LAN dalam Sedarmayanti (2009:249) mengemukakakan bahwa dalam sektor publik, pelayanan dikatakan prima apabila sebagai berikut: (a) pelayanan yang terbaik dari pemerintah kepada pelanggan atau pengguna jasa; (b) pelayanan prima ada bila ada standar pelayanan; (c) pelayanan prima bila melebihi standar, atau sama dengan standar. Bila belum ada standar, pelayanan yang terbaik dapat diberikan, pelayanan yang mendekati apa yang dianggap pelayanan standar, dan pelayanan yang dilakukan secara maksimal; dan (d) pelanggan adalah masyarakat dalam arti luas; masyarakat eksternal dan masyarakat internal.

(31)

ikhlas, tulus, senang membantu menyelesaikan keluhan. Kemampuan yang professional tercermin dalam pemikirannya yang brilian, perencanaan yang tepat, kerja yang berkualitas, sentuhan yang menyenangkan. Pelayanan yang professional diartikan juga lebih professional dalam menanggapi keluhan permasalahan pelanggan (responsive public service), menyelesaikan pekerjaan dengan cepat (quick service), melayani dan memuaskan kebutuhan masyarakat, seperti halnya dunia swasta melayani pelanggan. Seperti yang dikatakan J.Levy dalam Eko dan Moh Waspa (2009:45), apabila urusan di dunia swasta dapat diselesaikan dengan cepat, maka semestinya begitu juga tentang sikap dari petugas birokrasi publik, artinya birokrasi harus memiliki keluwesan (flexibility), dan peraturan-peraturan yang tidak terlalu ketat (stiff regulations) serta tidak terlalu banyak pekerjaan arsip (too much paper work).

(32)

21

Perbaikan pelayanan publik dilakukan dalam rangka memperbaiki sistem pelayanan agar pelayanan menjadi berkualitas dan menutup ruang gerak bagi terjadinya potensi korupsi. Upaya untuk menghentikan mesin pembentuk perilaku korupsi dapat juga dilakukan dengan melakukan reformasi administrasi. Menurut Agus Dwiyanto dalam Agus Pramusinto dan Wahyudi Kumorotomo (2009:214), birokrasi mempertemukan supply of dan demand for corruption, institusi dan mekanisme birokrasi sering menciptakan aktor-aktor pemburu rente, baik aktor di dalam ataupun di luar birokrasi yang melihat adanya peluang untuk menciptakan rente dari mekanisme dan institusi birokrasi. Lebih lanjut, Agus menyatakan birokrasi yang buruk dapat mendorong perilaku korupsi melalui terciptanya peluang bagi aktor-aktor di dalam dan di luar birokrasi untuk memburu rente dengan mempertukarkan privileges dengan uang, fasilitas dan sumber kenikmatan lainnya. Kondisi birokrasi yang buruk seperti ini menciptakan pasar bagi terjadinya transaksi korupsi, oleh karenanya diperlukan reformasi administrasi untuk menciptakan birokrasi yang transparan dan akuntabel sehingga meningkatkan kualitas pelayanan publik.

C. Reformasi Administrasi

(33)

tantangan menuju good governance, pemerintah perlu melakukan reformasi administrasi guna mewujudkan good governance.

Menurut Zauhar (2007:4), reformasi administrasi merupakan bagian yang sangat penting dalam pembangunan di negara-negara sedang berkembang, terlepas dari tingkat perkembangan atau kecepatan pertumbuhan dan arah serta tujuannya. Reformasi administrasi adalah suatu usaha sadar dan terencana untuh mengubah: (a) struktur dan prosedur birokrasi (aspek reorganisasi atau institusional atau kelembagaan), (b) sikap dan perilaku birokrat (aspek perilaku), guna meningkatkan efektivitas organisasi atau terciptanya administrasi yang sehat dan menjamin tercapainya tujuan pembangunan nasional.

Miftah Thoha seperti dikutip Pandji Santosa (2009:117) menyatakan bahwa reformasi adalah suatu proses yang tidak bisa diabaikan, reformasi secara naluri harus dilakukan karena tatanan pemerintahan yang baik pada suatu masa, dapat menjadi tidak sesuai lagi karena perkembangan zaman. Kemudian Yehekzel Dror dalam Zauhar (2007:6) mengatakan bahwa reformasi administrasi adalah perubahan yang terencana terhadap aspek utama administrasi. Caiden dalam Zauhar (2007:6) mendefinisikan reformasi administrasi sebagai “The Artificial

Indusment of Administrative Transformation Against Resistance”. Definisi tersebut mengandung beberapa implikasi, yaitu: (a) reformasi administrasi merupakan kegiatan yang dibuat oleh manusia, tidak bersifat eksidental, otomatis maupun alamiah; (b) reformasi administrasi merupakan suatu proses dan (c) resistensi beriringan dengan proses reformasi administrasi.

(34)

23

Perubahan administrasi dimaknai sebagai respons keorganisasian yang sifatnya otomatis terhadap fluktuasi atau perubahan kondisi, kemudian munculnya kebutuhan akan reformasi administrasi sebagai akibat dari adanya perubahan administrasi. Tidak berfungsinya perubahan administrasi yang alamiah ini menyebabkan diperlukannya reformasi administrasi.

Mosher seperti dikutip Falih Suaedi dan Bintoro Wardiyanto (2010:10) menyebutkan bahwa isi reformasi administrasi adalah reorganisasi administrasi, bahkan dia menyamakan antara keduanya. Reorganisasi administrasi itu hanya salah satu isi dari reformasi administrasi, yang sering disebut sebagai aspek institusional (kelembagaan) reformasi administrasi. Aspek lain dari reformasi administrasi adalah perubahan sikap, perilaku dan nilai orang-orang yang terlibat dalam proses reformasi administrasi. Aspek inilah yang disebut aspek perilaku, dengan kata lain isi reformasi administrasi meliputi aspek institusional atau kelembagaan dan aspek perilaku.

Terkait dengan perilaku, seminar tentang administrative reform and innovations yang diselenggarakan oleh Pemerintah Malaysia bekerja sama dengan Eastern Regional Organizations for Public Administration (EROPA) di Kuala Lumpur pada bulan Juni 1968 menyepakati bahwa reformasi administrasi tidak hanya diartikan sebagai perbaikan struktur organisasi, namun juga meliputi perbaikan perilaku orang yang terlibat di dalamnya. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh moderator seminar tersebut, Hahn Been Lee bahwa…there was

(35)

Kemudian Hahn Been Lee dan Samonte dalam Zauhar (2007:9), mengemukakan lima alat pengukur reformasi administrasi, yaitu: (1) penekanan baru terhadap program; (2) perubahan sikap dan perilaku masyarakat dan anggota birokrasi; (3) perubahan gaya kepemimpinan yang mengarah kepada komunikasi terbuka dan manajemen partisipatif; (4) penggunaan sumber daya yang lebih efisien dan (5) pengurangan penggunaan pendekatan legalistik.

Selanjutnya seorang peserta seminar EROPA tersebut, Cho (Zauhar 2007:10), yang berasal dari Korea juga menyatakan bahwa “administrative reform

as a conscious human efforts to introduce changes into the behavior and performance of administrators”. Abueva dalam Zauhar (2007:10) menekankan definisi reformasi administrasi pada segi kelembagaan dan perilaku, Ia memandang reformasi administrasi sebagai “essentially a deliberate attempt to

use power, authority and influence to change the goals, structure or procedures of the bureaucracy, and therefore, to after the behavior of its personnel”.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa reformasi administrasi merupakan usaha yang direncanakan untuk melakukan perubahan sistem administrasi dengan menerapkan ide-ide baru ke dalam sistem administrasi dengan tujuan menciptakan sistem administrasi yang sehat dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional.

(36)

25

administrasi, yaitu meningkatkan keteraturan, meningkatkan atau menyempurnakan metode dan meningkatkan performance (unjuk kerja). Sedangkan Abueva dalam Zauhar (2007:14) menyebutkan dua tujuan administrative reform (reformasi administrasi) yaitu: (a) Manifest or declared goal (tujuan terbuka), antara lain adalah efisiensi, ekonomis, efektivitas, peningkatan pelayanan, struktur organisasi, prosedur yang ramping dan sebagainya dan (b) Undisclosed or undeclared goal (tujuan terselubung) yakni tujuan yang bersifat politis.

Adapun menurut Mosher seperti dikutip Zauhar (2007:13), ada empat tujuan reformasi administrasi, yaitu: (a) perubahan inovatif terhadap kebijaksanaan dan program pelaksanaan; (b) peningkatkan efektivitas administrasi; (c) meningkatkan kualitas personel; (d) melakukan antisipasi terhadap kemungkinan kritik dan keluhan dari pihak luar. Pakar lain, dalam sebuah karyanya yang berjudul The Objectives of Governmental Reorganization, Marshall E.Dimock dalam Zauhar (2007:13) menyatakan tujuan utama reorganisasi adalah untuk meningkatkan efektivitas organisasi. Dengan nada hampir sama, Carlos P. Ramos dalam Zauhar (2007:14) juga menyatakan bahwa tujuan peningkatan efektivitas administrasi berkaitan erat dengan pencapaian tujuan umum pembangunan nasional, karena keberhasilan administrative reform merupakan salah satu ukuran yang dipakai oleh pemerintah negara berkembang dalam mencapai tujuan pembangunan.

(37)

yang bersifat intra-administrasi menurut Dror adalah: (a) efisiensi administrasi, dalam arti penghematan uang, yang dapat dicapai melalui penyederhanaan formulir, perubahan prosedur, penghilangan duplikasi dan kegiatan organisasi metode yang lain; (b) penghapusan kelemahan atau penyakit administrasi seperti korupsi, pilih kasih dan sistem taman dalam sistem politik dan lain-lain; dan (c) pengenalan dan penggalakan sistem merit, pemakaian PPBS, pemrosesan data melalui sistem informasi yang otomatis, peningkatan penggunaan pengetahuan ilmiah dan lain-lain. Sedangkan tujuan yang berkaitan dengan masyarakat di dalam sistem administrasi, yaitu: (a) menyesuaikan sistem administrasi terhadap meningkatnya keluhan masyarakat; (b) mengubah pembagian pekerjaan antara sistem administrasi dan sistem politik, misalnya meningkatkan otonomi professional dari sistem administrasi dan meingkatkan pengaruhnya pada suatu kebijaksanaan; dan (c) mengubah hubungan antara sistem administrasi dan penduduk, misalnya melalui relokasi pusat-pusat kekuasaan (desentralisasi).

(38)

27

sama lain, yaitu: (a) ada pembaru yang berasal dari luar, ada pula yang berasal dari dalam; (b) ada pembaruan yang dicanangkan dari bawah, ada pula yang berasal dari atas; (c) ada ideologi yang mempengaruhi reformasi administrasi, ada pula reformasi administrasi yang tidak depengaruhi oleh ideologi; dan (d) ada reformasi administrasi yang diikuti oleh resolusi, ada pula yang tidak.

Dalam pengembangan ilmu reformasi administrasi yang lebih luas, Caiden tidak melupakan reformasi administrasi di negara berkembang, disamping pengamatannya terhadap dinamika reformasi administrasi di negara maju. Menurut Caiden, kemerdekaan di Negara-negara berkembang membuat reformasi administrasi menjadi sebuah kewajiban bagi mereka. Hal ini disebabkan karena sistem administrasi di negara berkembang yang masih baru memerlukan banyak sekali adaptasi dan perubahan untuk mengatasi masalah-masalah yang terjadi selama ini. Adapun pendekatan yang harus dipilih oleh negara berkembang tersebut sangat tergantung pada faktor-faktor meliputi sifat kultur setempat, caliber atau reputasi kepemimpinan nasional, jenis rezim politik, kekuatan dan diversitas oposisi/penentang dan ketersediaan sumber daya.

(39)

seperangkat aturan formasl untuk substansi dan evaluasinya; dan (d) negara-negara yang telah mengalami pembaruan yang diperoleh dari luar.

Reformasi administrasi merupakan usaha yang direncanakan untuk melakukan perubahan sistem administrasi dengan menerapkan ide-ide baru ke dalam sistem administrasi dengan tujuan menciptakan sistem administrasi yang sehat dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional. Oleh karena itu diperlukan suatu strategi reformasi administrasi yang akan membantu keberhasilan reformasi administrasi tersebut. Ada beberapa strategi yang dikemukakan oleh para pakar diantaranya strategi reformasi menurut Caiden dan Turner dan Hulme. Menurut Caiden (1991:75-86) ada beberapa strategi reformasi administrasi, yaitu: (a) privatisasi dan koproduksi, menyerahkan kewenangan penyediaan barang dan jasa publik kepada swasta; (b) debirokratisasi, memangkas struktur dan prosedur birokrasi yang berbelit-belit untuk efisiensi dan efektivitas kepemerintahan; (c) reorganisasi, menata ulang organisasi publik sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) agar lebih fleksibel; (d) manajemen publik yang efektif, memperbaiki proses manajerial pada organisasi publik agar lebih efektif dalam menjalankan fungsinya; dan (e) Value for money, menghapus kegiatan-kegiatan yang tidak penting, yang dapat menghabiskan anggaran.

(40)

29

akuntabilitas, memperjelas mekanisme pertanggung-jawaban aparat pemerintah. Pertanggung-jawaban di sini tidak hanya pertanggungjawaban kepada atasan saja, tetapi juga pertanggungjawaban terhadap publik; dan (e) kerja sama Pemerintah-Swasta, memberdayakan sektor privat dengan membangun kemitraan yang saling menguntungkan.

Strategi reformasi administrasi yang dikemukanan oleh Caiden di atas digunakan peneliti untuk menganalisis strategi pemerintah kota Metro dalam mewujudkan kota yang berintegritas tinggi, karena untuk mewujudkan kota yang berintegritas tinggi tersebut pemerintah kota Metro melakukan reformasi guna mewujudkan sistem pemerintahan dan lingkungan birokrasi publik yang bebas dari KKN sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik dan berintegritas tinggi.

Beberapa strategi reformasi administrasi negara yang telah diuraikan di atas, tidak bisa dilakukan sepenggal-sepenggal karena reformasi mengandung prinsip paralelitas dan gradualitas. Strategi-strategi tersebut adalah prinsip dasar dalam melakukan perubahan dalam aspek kepemerintahan sehingga harus dijalankan secara bersamaan dan konsisten. Namun, pada kenyataannya di kebanyakan negara berkembang, termasuk di Indonesia, reformasi administrasi negara tidak dilakukan secara gradual dan konsisten karena adanya berbagai kendala politik, ekonomi, sosial dan budaya.

D. Kendala Reformasi Administrasi

(41)

tidak ada yang ingin mengoreksi sistem adminitrasi yang sudah berjalan, mungkin karena mereka menganggap sistem itu merupakan kenyataan yang sulit untuk dirubah, atau masyarakat tidak menyukai orang-orang yang tidak tunduk pada sistem yang berlaku; (b) tidak adanya orang yang sanggup merumuskan rencana perubahan dengan baik dan efektif. Untuk merumuskan proposal reformasi diperlukan pengetahuan yang cukup. Informasi yang dibutuhkan mungkin tidak tersedia, tidak akurat, tidak tepat atau terdistorsi, atau tidak berguna sama sekali; (c) tidak adanya advokasi pembaharuan, tidak cukup dukungan, dan tidak ada pemimpin yang mau mengambil alih inisiatif reformasi. Akar masalahnya mungkin ekonomi dan kurangnya sumber daya. Reformasi dianggap hanya akan merugikan mereka yang mendapatkan dan menikmati keuntungan dari sistem seperti ini; dan (d) tidak adanya kepentingan untuk memperbaiki kinerja administrasi yang sudah ada karena administrasi dianggap tidak memiliki nilai, sementara di lain sisi, kinerja rendah biasanya dapat diterima dan ditolerir. Hal ini disebabkan masalah sosial atau ekonomi. Orang tidak perduli pada sistem administrasi yang bobrok selagi dirinya tidak dirugikan. Caiden juga menekankan bahwa salah satu yang mempengaruhi berjalannya reformasi administrasi adalah politik. Dalam sebuah negara demokrasi dengan sistem multi partai, administrasi biasanya berada di luar politik, dan reformasi dapat berjalan tanpa campur tangan politik.

(42)

31

keberhasilan reformasi birokrasi ini; (b) terjadinya politisasi birokrasi. Masih adanya politisasi birokrasi di Indonesia tidak hanya terjadi pada saat ini, namun telah terjadi sejak kita masih dibawah pemerintahan Hindia Belanda. Kooptasi partai politik ataupun kepentingan lain terhadap birokrasi sudah menjadi hal yang akut. Hal ini mejadikan birokrasi yang lemah dan tidak berpihak pada kepentingan publik secara keseluruhan; (c) penentangan (resistensi) dari dalam birokrasi itu sendiri. “Kenyamanan” yang dirasakan selama ini oleh jajaran birokrat (status quo) membuat mereka sulit untuk mengubah pola pikir maupun sikap mental untuk mendukung kearah perubahan yang lebih baik. Intinya terjadi penentangan oleh pihak internal (birokrat itu sendiri) terhadap usaha perubahan yang menjadi inti dari reformasi birokrasi. Ketidakinginan untuk mengubah pola pikir termasuk budaya kerja dari para birokrat yang ada tentunya menjadi kendala dalam perubahan itu sendiri. Faktor inilah yang merupakan hal krusial dan menjadi kendala dalam implementasi reformasi birokrasi di Indonesia secara menyeluruh; dan (d) minimnya kompetensi dalam pelaksanaan reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi tidak akan berhasil jika tidak ada kompetensi sumberdaya manusianya dalam implementasinya. Semakin tepat dan kompeten pelaksananya semakin tinggi tingkat keberhasilan reformasi birokrasi. Seringkali unsur pertama tentang komitmen politik sudah ada, namun unsur pelaksana tidak tepat, maka tingkat keberhasilan reformasi birokrasi menjadi mengecil.

(43)

tidak banyak kita temukan pemimpin yang memiliki konsep jelas dan kemauan keras mereformasi; (b) faktor budaya. Birokrasi yang mewarisi budaya feodal sejak zaman kerajaan hingga penjajahan dan tetap bertahan pada era Orde Baru, tidak mudah dibawa memasuki paradigma baru menuju birokrasi (administrasi publik) modern; (c) faktor kualitas pegawai. Kualifikasi dan kompetensi birokrat harus diakui masih cukup jauh dari harapan yang berdampak pada rendahnya kinerja pegawai. Moratorium penerimaan PNS semestinya menjadi titik tolak menata kepegawaian; (d) buruknya sistem. Upaya mereformasi birokrasi sering terhalang oleh sistem yang berlaku yang kurang mendukung perwujudan birokrasi ideal; dan (e) uji eksistensi. Meskipun ada seperangkat regulasi untuk menata sistem, implementasi peraturan itu masih jauh dari yang diharapkan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, peneliti membuat poin-poin kendala dalam reformasi yang diungkapkan beberapa ahli tersebut. Berdasarkan pendapat Caiden, peneliti membuat poin-poin kendala reformasi antara lain: (a) no political will; (b) lack of information; (c) no reform advocation; dan (d) permissive culture. Selanjutnya, peneliti membuat poin-poin kendala reformasi menurut Budianto, antara lain; (a) lack of commitment; (b) bureaucracy politicization; (c) resistence; dan (d) lack of resources. Kemudian, peneliti membuat poin-poin kendala reformasi menurut Didik, antara lain: (a) crisis of model; (b) feodal culture; (c) quality of civil servant; dan (d) bad system.

(44)

33

crisis of model yang diungkapkan oleh Didik, sehingga peneliti menyimpulkan bahwa kendala reformasi yang pertama yaitu minimnya komitmen. Selanjutnya, lack of resources yang diungkapkan oleh Budianto sama maknanya dengan quality of civil servant yang diungkapkan oleh Didik, sehingga peneliti menyimpulkan bahwa kendala reformasi yang kedua yaitu minimnya sumber daya. Selanjunya kendala reformasi lainnya yaitu resistensi, minimnya informasi, budaya feodal, budaya permisif, politisasi birokrasi dan sistem yang buruk.

Kendala-kendala yang dihadapi oleh pemerintah kota Metro dalam mewujudkan kota yang berintegritas tinggi antara lain minimnya komitmen, minimnya sumber daya, budaya feodal, budaya permisif dan resistensi birokrasi. a. Minimnya komitmen

(45)

penghambat bagi keberhasilan reformasi admininstrasi. Minimnya komitmen menjadi salah satu kendala yang dihadapi oleh pemerintah kota Metro dalam mewujudkan kota yang berintegritas tinggi. Komitmen dari pemimpin politik, yaitu Walikota Metro sudah cukup tinggi, namun masih ada pejabat dan pegawai yang belum berkomitmen tinggi dalam mendukung reformasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah kota Metro. Hal ini menjadi penghambat keberhasilan reformasi di kota Metro, sehingga reformasi yang dilakukan masih belum optimal.

b. Minimnya Sumber Daya

Minimnya sumber daya menjadi salah satu kendala yang dihadapi oleh pemerintah kota Metro dalam mewujudkan kota yang berintegritas tinggi. Sumber daya ini meliputi kompetensi aparat dan fasilitas pelayanan. Minimnya sumber daya dinilai dari keterbatasan fasilitas sarana dan prasarana yang memadai. Untuk menilai kompetensi sumber daya manusia, Hutapea dan Thoha (2008:28) mengungkapkan bahwa ada tiga komponen utama pembentukan kompetensi yaitu pengetahuan yang dimiliki seseorang, kemampuan, dan perilaku individu. Menurut Budianto (2010), reformasi birokrasi tidak akan berhasil jika tidak ada kompetensi sumberdaya manusianya dalam implementasinya. Semakin tepat dan kompeten pelaksananya semakin tinggi tingkat keberhasilan reformasi birokrasi.

(46)

35

memadai akan mendukung keberhasilan reformasi administrasi, oleh karena itu minimnya sumber daya di kota Metro perlu segera diatasi agar reformasi di kota Metro dapat berjalan optimal.

(47)

masyarakat. Hal tersebut dilihat dari adanya pejabat yang lalai dalam pelayanan publik.

(48)

37

e. Resistensi birokrasi

Resistensi birokrasi menjadi kendala sekaligus tantangan dalam keberhasilan pelaksanaan reformasi administrasi. Menurut Budianto (2010), “Kenyamanan” yang dirasakan selama ini oleh jajaran birokrat (status quo)

membuat mereka sulit untuk mengubah pola pikir maupun sikap mental untuk mendukung kearah perubahan yang lebih baik. Intinya terjadi penentangan oleh pihak internal (birokrat itu sendiri) terhadap usaha perubahan yang menjadi inti dari reformasi birokrasi. Ketidakinginan untuk mengubah pola pikir termasuk budaya kerja dari para birokrat yang ada tentunya menjadi kendala dalam perubahan itu sendiri. Faktor inilah yang merupakan hal krusial dan menjadi kendala dalam implementasi reformasi birokrasi di Indonesia secara menyeluruh. Mengukur adanya resistensi birokrasi melalui adanya kinerja yang buruk dari birokrasi itu sendiri yang tidak mendukung perubahan ke arah yang lebih baik. Resistensi birokrasi di lingkungan pemerintah daerah kota Metro dapat dilihat dari adanya beberapa orang pejabat yang dinon-jobkan oleh Walikota Metro karena berkinerja buruk sehingga tidak dapat mendukung keberhasilan pelaksanaan reformasi.

E. Kerangka Pikir

(49)

3,15 yang terdiri dari nilai pengalaman integritas sebesar 2,59 dan nilai potensi integritas sebesar 4,29, nilai yang diperoleh kota Metro tersebut merupakan nilai terendah dari 60 kota yang disurvei.

Berdasarkan pada penilaian indeks integritas nasional untuk layanan publik yang diperoleh kota Metro, Pemerintah Kota Metro melakukan upaya-upaya perbaikan guna mewujudkan sistem pemerintahan dan lingkungan birokrasi publik yang bebas dari KKN sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik dan berintegritas tinggi. Upaya perbaikan yang dilakukan dalam mewujudkan sistem pemerintahan dan lingkungan birokrasi publik yang bebas dari KKN sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik dan berintegritas tinggi ternyata membuahkan hasil. Peningkatan prestasi indeks integritas nasional dalam pelayanan publik tahun 2011 dengan skor 3,15 mengalami kenaikan yang signifikan urutan keempat nasional pada tahun 2012 dengan perolehan skor sebesar 5,31.

(50)
[image:50.595.80.555.115.466.2]

39

Gambar 1. Alur Kerangka Pikir

Hasil Survey Indeks Integritas Nasional untuk layanan publik di daerah yang dilaksanakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi Tahun 2011 yang menyatakan bahwa indeks integritas nasional pelayanan publik kota Metro bernilai buruk, di urutan terbawah dari 60 kota yang disurvei.

Strategi reformasi administrasi yang dikemukakan Caiden, meliputi:

a. Privatisasi dan koproduksi b. Debirokratisasi

c. Reorganisasi

d. Manajemen publik yang efektif

e. Value for money Strategi Pemerintah Kota Metro untuk

mewujudkan sistem pemerintahan yang bersih dan bebas KKN sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik dan berintegritas tinggi.

Terciptanya sistem pemerintahan kota Metro yang bersih dan bebas KKN serta berintegritas tinggi.

Kendala-kendala: a. Minimnya komitmen b. Minimnya kompetensi

(51)

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Tipe Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang menggambarkan suatu fenomena atau kejadian dengan apa adanya, dan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Tipe penelitian ini menurut Bugdon dan Taylor dalam Moleong (2005:4) berupaya menggambarkan kejadian atau fenomena sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan, di mana data yang dihasilkan berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Data yang dikumpulkan tersebut berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Dengan demikian, penelitian deskriptif melakukan representasi objektif mengenai gejala-gejala yang terdapat di dalam masalah penelitian. Representasi itu dilakukan dengan cara mendeskripsikan gejala-gejala sebagai data atau fakta sebagaimana adanya.

(52)

41

Lebih lanjut Sugiyono (2009:1) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. Penelitian ini lebih menekankan proses penelitian daripada hasil penelitian, sehingga bukan kebenaran mutlak yang dicari tetapi pemahaman mendalam tentang sesuatu. Dengan penelitian kualitatif, penelitian ini bermaksud memperoleh pemahaman menyeluruh dan mendalam mengenai strategi Pemerintah Kota Metro dalam mewujudkan kota yang berintegritas tinggi

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian bersifat penting dalam suatu penelitian kualitatif, karena hal ini berperan penting dalam memandu dan mengarahkan penelitian. Fokus penelitian dimaksudkan untuk membatasi penelitian guna memilih mana data yang relevan dan mana data yang tidak relevan (Moleong,2005). Melalui fokus penelitian, suatu informasi di lapangan dipilah-pilah sesuai dengan konteks permasalahan. Adapun yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis pelaksanaan strategi pemerintah kota Metro dalam mewujudkan kota yang berintegritas tinggi dengan teori strategi reformasi administrasi yang dikemukakan Caiden, meliputi:

(53)

c. Reorganisasi

d. Manajemen publik yang efektif e. Value for money

2. Kendala-kendala yang dihadapi oleh pemerintah kota Metro dalam mewujudkan kota yang berintegritas tinggi:

a. Minimnya komitmen

b. Minimnya kompetensi sumber daya c. Budaya feodal

d. Budaya permisif e. Resistensi birokrasi

C. Lokasi Penelitian

(54)

43

pemerintahan dan lingkungan birokrasi publik yang bebas dari KKN yang dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik dan meningkatkan nilai integritas nasional.

D. Sumber Data

Menurut Lofland dan Lofland ( Moleong, 2007:157) sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan yang didapat dari informan melalui wawancara, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Untuk mendapatkan data dan informasi maka informan dalam penelitian ini ditentukan secara purposive atau sengaja dimana informan telah ditetapkan sebelumnya.

Sumber-sumber data dalam penelitian ini adalah: 1. Informan

Sumber data ini merupakan orang-orang terlibat atau mengalami proses pelaksanaan dan perumusan program di lokasi penelitian. Informan yang akan dimintai informasi dalam penelitian ini meliputi:

1) Bapak Drs. R. Haru Nurdi selaku Kepala Bagian Organisasi Sekretariat Pemerintah Daerah Kota Metro sekaligus Sekretaris Satuan Tugas (Satgas) Peningkatan Pelayanan Publik

2) Bapak I Made Wiryana, S.Sos. selaku Kasubbag Kepegawaian dan Pemberdayaan Aparatur Bagian Organisasi Sekretariat Daerah Kota Metro 3) Bapak Rubiyo, selaku Sekretaris Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil

Kota Metro

(55)

5) Bapak Eko Carito selaku Kasubbag Program, Pelaporan dan Evaluasi Inspektorat Kota Metro

6) Bapak Tursilo, S.T. selaku Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kota Metro

7) Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si. selaku akademisi sekaligus Pembina Komunitas Integritas Universitas Lampung (KOIN Unila)

8) Bapak Aryanto selaku Direktur Pussbik (Pusat Studi Strategi Kebijakan) 9) Bapak Kurniadi selaku Ketua Maarif Institute

10) Bapak Muhidin mewakili masyarakat yang menerima pelayanan publik di kota Metro.

11) Bapak Solihin mewakili masyarakat yang menerima pelayanan publik di kota Metro.

12) Bapak Reza mewakili masyarakat yang menerima pelayanan publik di kota Metro.

2. Dokumen-dokumen

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen berguna karena dapat memberikan latar belakang yang lebih luas mengenai pokok penelitian, dapat dijadikan bahan triangulasi untuk mengecek kesesuaian data, dan merupakan bahan utama dalam penelitian.

E. Teknik Pengumpulan Data

(56)

45

yang memenuhi standar data yang ditetapkan (Sugiyono,2009:62). Teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu:

1. Proses Memasuki Lokasi Penelitian

Sebelum memasuki lokasi penelitian untuk memperoleh berbagai data, maka pada tahap ini terlebih dahulu peneliti meminta izin dan memperkenalkan diri kepada Sekretariat Daerah Kota Metro. Dengan membawa surat izin formal penelitian dari Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Metro. Setelah itu peneliti mengutarakan maksud dan tujuan penelitian untuk menciptakan kepercayaan kepada masing-masing pihak, kemudian menentukan waktu bertemu dalam hal wawancara.

2. Ketika Berada di Lokasi Penelitian

Selanjutnya peneliti berusaha melakukan hubungan secara pribadi yang akrab dengan subjek penelitian, mencari informasi dan berbagai sumber data yang lengkap dan berusaha menangkap makna inti dari berbagai informasi yang diterima serta fenomena yang diamati.

3. Pengumpulan Data

Peneliti melakukan proses pengumpulan data yang telah ditetapkan berdasarkan fokus penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Wawancara

(57)
[image:57.595.116.507.154.528.2]

mewujudkan kota yang berintegritas tinggi. Adapun wawancara dilakukan pada:

Tabel 1 Data Pelaksanaan Wawancara Pada Informan Penelitian :

No Nama Jabatan Waktu

1 Drs. R. Haru Nurdi Kepala Bagian Organisasi Sekretariat

Pemerintah Daerah Kota Metro sekaligus Sekretaris Satuan Tugas (Satgas) Peningkatan Pelayanan Publik

22 Mei 2013 18 Juli 2013

2 Bapak I Made

Wiryana, S.Sos

Kasubbag Kepegawaian dan Pemberdayaan Aparatur Bagian Organisasi Sekretariat Daerah Kota Metro

23 Mei 2013

3 Rubiyo Sekretaris Dinas Kependudukan dan

Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Metro

22 Mei 2013

4 Ibu Juni Kuswati,

S.H.

Kepala Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

(KPMPTSP) Kota Metro

31 Mei 2013

5 Eko Carito Kasubbag Program, Pelaporan dan

Evaluasi Inspektorat Kota Metro

29 Mei 2013

6 Tursilo, S.T. Ketua Kamar Dagang dan Industri

(Kadin) Kota Metro

19 Juni 2013

7 Drs. Hi. Agus

Hadiawan, M.Si.

Akademisi Unila sekaligus Pembina Komunitas Integritas Universitas Lampung (KOIN Unila)

9 Juli 2013

8 Aryanto Direktur Pussbik (Pusat Studi Strategi

Kebijakan)

23 September 2013

9 Kurniadi Ketua Maarif Institute 23 September

2013

10 Muhidin Masyarakat penerima pelayanan 31 Mei 2013

11 Solihin Masyarakat penerima pelayanan 31 Mei 2013

12 Reza Masyarakat penerima pelayanan 22 Mei 2013

b. Dokumentasi

(58)

47

Tabel 2 Daftar Dokumen-Dokumen yang Berkaitan Dengan Penelitian

No Dokumen-Dokumen Substansi

1 Progress Report (1-6) Memberikan informasi dan keterangan

mengenai peningkatan penyelenggaraan pelayanan public di kota Metro

2 Profil Kantor Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu (KPMPTSP) Kota Metro

Gambaran umum mengenai Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (KPMPTSP) Kota Metro

c. Observasi

Pengamatan digunakan untuk mendapatkan data-data primer yang berupa deskripsi faktual, cermat dan terperinci mengenai keadaan lapangan, kegiatan manusia dan situasi sosial, serta konteks di mana kegiatan itu terjadi dan berhubungan dengan fokus penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti mengamati bagaimana kegiatan aparat pemerintah kota Metro dalam mengoptimalkan perwujudan kota yang berintegritas tinggi.

F. Teknik Analisis Data

Kegiatan berikutnya setelah terkumpulnya data adalah menganalisis data. Menurut Bogdan dan Biklen (Moleong,2005:248) adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, menyimpulkannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Dalam penelitian kualitatif, tahapan-tahapan analisis data meliputi antara lain:

1. Reduksi Data (reduction data)

(59)

yang penting untuk digunakan dan mana yang tidak perlu digunakan sesuai dengan fokus penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya yaitu strategi pemerintah kota Metro dalam mewujudkan kota yang berintegritas tinggi dan kendala-kendala yang dihadapi oleh pemerintah kota Metro dalam mewujudkan kota yang berintegritas tinggi. Selanjutnya peneliti menggolongkan data-data yang penting, membuang yang tidak perlu dan mengedit data sesuai dengan kebutuhan berdasarkan fokus penelitian yang digunakan sehingga interpretasi dapat ditarik dan menjadi informasi yang tersusun rapi yang dapat umenjawab permasalahan dalam penelitian.

2. Penyajian data (Data Display)

Penyajian dilakukan untuk memudahkan bagi peneliti untuk melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian tertentu dari penelitian. Penyajian data dibatasi sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dalam penelitian ini, penyajian data diwujudkan dalam bentuk uraian, dan foto atau gambar sejenisnya. Akan tetapi, paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian ini adalah dengan teks naratif.

3. Penarikan Kesimpulan (Concluting Drawing)

(60)

49

menerus, maka akan diperoleh kesimpulan yang bersifat “grounded”, dengan kata lain setiap kesimpulan senantiasa terus dilakukan verifikasi selama penelitian berlangsung.

G. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Keabsahan data merupakan standar validitas dari data yang diperoleh. Menurut Moleong (2005:173-174) mengemukakan bahwa untuk menentukan keabsahan data dalam penelitian kualitatif harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu dalam pemeriksaan data dan menggunakan kriteria :

1. Teknik memeriksa Kredibilitas Data (Derajat Kepercayaan) a. Triangulasi

(61)

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kota Metro, Akademisi Universitas Lamoung, Pussbik (Pusat Studi Strategi Kebijakan), Maarif Institute dan masyarakat penerima pelayanan di kota Metro. Selain itu, peneliti melakukan triangulasi dengan membandingkan data yang diproleh melalui sumber wawancara, dokumentasi dan observasi di lapangan. Salah satu contoh metode triangulasi dalam penelitian ini dapat dilihat di bawah ini untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran.

b. Pengecekan sejawat

Teknik ini dilakukan dengan cara mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi analitik dengan rekan-rekan sejawat.

c. Kecukupan referensial

Kecukupan referensial yaitu dengan memanfaatkan bahan-bahan tercatat atau terekam sebagai patokan untuk menguji sewaktu diadakan analisi dan penafsiran data. Misalnya, film atau video tape dapat dimanfaatkan untuk membandingkan hasil hasil yang diperoleh dengan kritik yang telah terkumpul.

2. Teknik memeriksa Keteralihan Data

Teknik memeriksa keteralihan data akan dilakukan dengan teknik “uraian

rinci”, yaitu dengan melaporkan hasil penelitian seteliti dan secermat

(62)

51

Derajat keteralihan dapat dicapai lewat uraian yang cermat, rinci, tebal, atau mendalam serta adanya kesamaan konteks antara pengirim dan penerima. Upaya untuk memenuhi hal tersebut, peneliti melakukanya melalui tabulasi data (terlampir) serta disajikan oleh peneliti dalam hasil dan pembahasan.

3. Teknik Memeriksa Kebergantungan

Dalam penelitian kualitatif, uji kebergantungan dilakukan dengan melakukan pemeriksaan terhadap keseluruhan proses penelitian. Sering terjadi peneliti tidak melakukan penelitian di lapangan, tetapi biasa memberikan data. Peneliti seperti ini perlu diuji dependability-nya. Dan untuk mengecek apakah hasil penelitian ini benar atau tidak, maka peneliti akan selalu mendiskusikannya dengan pembimbing. Hasil yang dikonsultasikan antara lain proses penelitian dan taraf kebenaran data serta penafsirannya. Untuk itu peneliti perlu menyediakan data mentah, hasil analisis data dan hasil sintesis data serta catatan mengenai proses yang digunakan.

4. Kepastian Data (Comfirmability)

(63)
(64)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab sebelumnya terkait strategi pemerintah kota Metro dalam mewujudkan kota yang berintegritas tinggi, maka dapat disimpulkan bahwa strategi pemerintah kota Metro untuk memperbaiki kualitas pelayanan publik dalam mewujudkan kota yang berintegritas tinggi sudah dilakukan dengan cukup baik, hal ini dapat dilihat dari berbagai upaya yang dilakukan pemerintah yang dianalisis melalui strategi reformasi administrasi yaitu: (a) privatisasi dan koproduksi, (b) debirokratisasi, (c) reorganisasi, (d) manajemen publik yang efektif dan (e) value for money. Selanjutnya, kendala-kendala yang dihadapi oleh pemerintah kota Metro dalam mewujudkan kota yang berintegritas tinggi, yaitu: (a) minimnya komitmen, (b) minimnya kompetensi sumber daya, (c) adanya budaya feodal, (d) adanya budaya permisif dan (e) resistensi birokrasi.

(65)

Walikota Metro berdiam diri. Segala bentuk perbaikan dilakukan untuk memperbaiki wajah pelayanan publik di kota Metro. Ketegasan dan keberanian Walikota Metro dalam mengambil keputusan untuk melakukan reformasi pelayanan publik patut diacungi jempol. Berbagai upaya dilakukan untuk mereformasi pelayanan publik, sehingga pelayanan publik menjadi lebih mudah dan cepat. Ketegasan dan keberanian Walikota Metro inilah yang menjadi penting dan menarik untuk dijadikan contoh agar kepala daerah lainnya juga dapat melakukan perubahan demi terwujudnya good governance.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dikemukakan saran sebagai berikut:

1. Perlunya komitmen integritas yang tinggi dari seluruh aparat pemerintah daerah kota Metro yang dapat diwujudkan melalui pengawasan yang lebih ketat terhadap kinerja aparat pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah kota Metro sehingga dapat meningkatkan komitmen aparat pemerintah untuk mewujudkan kota Metro sebagai kota yang berintegritas tinggi.

(66)

148

3. Memperketat kembali prosedur pelayanan publik dan pemberian sanksi yang tegas kepada oknum perantara yang masih menawarkan jasanya kepada masyarakat.

4. Adanya perbaikan fasilitas pelayanan publik di tempat-tempat yang masih belum memadai, seperti di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Metro yang memerlukan pembangunan aula dalam mendukung proses penyelenggaraan pelayanan publik.

5. Pembinaan yang lebih rutin lagi dari Walikota Metro dan Satgas Peningkatan Pelayanan Publik kepada seluruh petugas pelayanan publik melalui coffee morning dan rapat kordinasi agar dapat melayani masyarakat dengan baik dan mencegah adanya oknum internal di lingkungan organisasi publik.

(67)

DAFTAR PUSTAKA

Affifudin.2010.Pengantar Administrasi Pembangunan.Bandung: Alfabeta Caiden, Gerald E.1991.Administrative Reforms Comes Of Ages.New York:

Walter The Gruyter

Effendy, Marwan.2010.Reformasi Pelayanan Sektor Publik Merupakan Bagian dari Penanggulangan Korupsi secara Integral dan Sistemik. Universitas Tulang Bawang Lampung

Eko B. Sulistio dan Moh. Waspa K.B.2009.Birokrasi Publik, perspektif ilmu administrasi publik.Metro: STISIPOL Dharma Wacana Metro

Falih Suaedi dan Bintoro Wardiyanto.2010.Revitalisasi Administrasi Negara, Reformasi Birokrasi dan E-Governance.Yogyakarta: Graha Ilmu

Jahja, Juni Sjahfrien.2012.Say No To Korupsi, mengenal, mencegah, & memberantas Korupsi di Indonesia.Jakarta: Visimedia

Kansil, C.S.T.2003.Bersih dan Bebas KKN.Jakarta: PT Perca

Katharina, Riris.2013. Reformasi Administrasi Melalui Perampingan Organisasi Birokrasi.Jurnal Administrasi Negara Vol. V, No. 05/I/P3DI/Maret/2013 Moeljarto.1995.Politik Pembangunan, sebuah analisis, arah dan strategi.

Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya

Moleong, Lexy J.2005.Metode Penelitian Kualitatif.Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Pope, Jeremy.2003.Strategi Memberantas Korupsi, Elemen Sistem Integritas Nasional.Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Santosa, Pandji.2009.Administrasi Publik, Teori dan Aplikasi Good Governance.Bandung: PT Refika Aditama

(68)

Siagian, Sondang, P.1999.Administrasi Pembangunan, Konsep, Dimensi dan Strateginya.Jakarta: PT. Bumi Aksara

Sugiyono.2009.Memahami Penelitian Kualitatif.Bandung: Alfabeta

Tunner Mark dan David Hulme.1997.Governance, Administration and Development: Making the State Work. London: Macmillan Press Ltd. Wahyudi Kumorotomo dan Agus Pramusinto.2007.Governance Reform di

Indonesia: Mencari Arah kelembagaan Politik yang Demokratis dan Birokrasi yang Profesional.Yogyakarta: Penerbit Gaya Media dan MAP UGM

Wibawa, Samodra.2009. Administrasi Negara Isu-isu Kontemporer.Yogyakarta: Graha Ilmu

Zauhar, Soesilo.2007.Reformasi Administrasi, Konsep, Dimensi, dan Strategi. Jakarta: PT. Bumi Aksara

Dokumen :

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Pasal 23 Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun 2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014.

(69)

Progress Report (5) Penyelenggaraan Pelayanan Publik Kota Metro Progr

Gambar

Gambar 1. Alur Kerangka Pikir
Tabel 1 Data Pelaksanaan Wawancara Pada Informan Penelitian :

Referensi

Dokumen terkait

Demikian untuk diketahui secara luas dan para peserta yang keberatan atas pengumuman pemenang ini diberikan kesempatan untuk mengajukan sanggahan, masa sanggah yang diberikan selama

Materi Peraturan Daerah lebih baik dirumuskan dalam banyak pasal yang singkat dan jelas dari pada kedalam beberapa pasal yang panjang dan memuat dan beberapa ayat kecuali jika

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti kepada 45 responden dan responden yang diperoleh peneliti dan sesuai dengan kriteria responden pada sampel dan

Guru perlu Guru perlu memberikan memberikan contoh teladan contoh teladan yang baik dalam yang baik dalam berkata, berkata, bersikap, dan bersikap, dan bertingkah laku bertingkah

Hasil kajian ini menunjukkan dimensi kemahiran sosial memberi pengaruh yang cukup besar dan signifikan ke atas kepuasan kerja berbanding dimensi kecerdasan emosi yang

Pernyataan mengenai tidak adanya daya tarik wisata alam, adanya daya tarik buatan dari sisi budaya, keunikan budaya, sudah terdapat akomodasi berupa penginapan dan tempat makan,

Adapun penanggulangan kelelahan kerja menurut Setyawati (1997) yaitu : 1) Lingkungan kerja bebas dari zat berbahaya, penerangan memadai sesuai dengan jenis pekerjaan yang

And Jonathan Drazen was going to sit by me and look at me just like he did before I spilled gin and tonic all over him, but like I’m an equal, not some little piece of candy working