• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi, Preferensi, Dan Perilaku Masyarakat Terhadap Konsep Ecodesign Lanskap Permukiman

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Persepsi, Preferensi, Dan Perilaku Masyarakat Terhadap Konsep Ecodesign Lanskap Permukiman"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI, PREFERENSI, DAN PERILAKU MASYARAKAT

TERHADAP KONSEP

ECODESIGN

LANSKAP PERMUKIMAN

PRIAMBUDI TRIE PUTRA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Persepsi, Preferensi, dan Perilaku Masyarakat terhadap Konsep Ecodesign Lanskap Permukiman” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip baik dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016

Priambudi Trie Putra

(4)

RINGKASAN

PRIAMBUDI TRIE PUTRA. Persepsi, Preferensi, dan Perilaku Masyarakat terhadap Konsep Ecodesign Lanskap Permukiman. Dibimbing oleh ANDI GUNAWAN dan ARIS MUNANDAR.

Pertumbuhan jumlah penduduk perkotaan di Indonesia meningkatkan kebutuhan akan perumahan. Kota saat ini dituntut untuk menjadi tempat yang nyaman sekaligus berkelanjutan. Konsep desain yang ekologis atau ecodesign

merupakan pendekatan dalam lanskap permukiman yang dapat meningkatkan kualitas lingkungan. Prinsip utama konsep ecodesign adalah integrasi desain alami dengan desain artifisial. Partisipasi masyarakat merupakan pertimbangan utama di dalam pengembangan desain lanskap yang ekologis. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis persepsi, preferensi, dan perilaku masyarakat perumahan terhadap konsep ecodesign serta menganalisis aspek ecodesign dan estetika perumahan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif melalui kegiatan survei lapang, wawancara, dan studi literatur dengan tahapan (1) tahap persiapan, (2) tahap pelaksanaan lapang, dan (3) tahap analisis data. Lokasi penelitian ini dilakukan di tiga perumahan di Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, yaitu Bumi Menteng Asri, Griya Melati, dan Pakuan Regency.

Terdapat dua fokus penelitian dalam konsep ecodesign lanskap permukiman ini yaitu konsep ecodesign lanskap permukiman skala rumah dan skala perumahan. Baik konsep ecodesign lanskap permukiman skala rumah maupun konsep skala perumahan dinilai menggunakan kriteria daftar periksa. Evaluasi estetika dilakukan untuk penelitian konsep ecodesign skala rumah menggunakan

Scenic Beauty Estimation (SBE). Setelah dilakukan SBE, digunakan uji U Mann-Whitney untuk mengetahui perbedaan kualitas estetika di tiga lokasi penelitian. Untuk mengetahui korelasi antara aspek persepsi, preferensi, dan perilaku masyarakat serta korelasi antara aspek ecodesign dan estetika digunakan uji Rank Spearman.

Berdasarkan hasil survei responden (n=90), terdapat 36% responden yang memahami konsep ecodesign lanskap permukiman dan sisanya (64%) tidak memahami konsep tersebut. Sebanyak 75% responden yang mengetahui konsep

ecodesign menerapkan konsep ecodesign dalam perilaku sehari-hari. Meskipun terdapat 64% responden yang tidak memahami konsep ecodesign, mereka memiliki perilaku yang sejalan dengan konsep ecodesign. Pakuan Regency memiliki tingkat ecodesign tertinggi untuk nilai ecodesign skala rumah (30%), diikuti oleh Bumi Menteng Asri (17%) dan Griya Melati (7%). Griya Melati meraih nilai tertinggi untuk nilai ecodesign skala perumahan (65%), diikuti oleh Pakuan Regency (63%) dan Bumi Menteng Asri (60%). Pakuan Regency memiliki nilai estetika tertinggi. Hasil dari uji korelasi menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi yang signifikan antara persepsi, preferensi, dengan perilaku masyarakat. Selain itu, tidak terdapat hubungan antara aspek ecodesign serta aspek estetika. Namun demikian, terdapat korelasi positif antara aspek ecodesign

dengan estetika sehingga potensi pengembangan lanskap permukiman yang bernilai ekologis dan estetis dapat dikembangkan.

(5)

SUMMARY

PRIAMBUDI TRIE PUTRA. Resident‟s Perception, Preference, and Behavior towards Ecodesign Concept of Settlement Landscape. Supervised by ANDI GUNAWAN and ARIS MUNANDAR.

Population growth in large cities in Indonesia boost demand for housing in urban areas. Cities are required to be a comfortable inhabited place and concern to environmental sustainability. Ecodesign concept or ecodesign approach planning is an alternative that could be done to improve quality of the environment. The principle of ecodesign concept is the integration design in designing environment that integrates man-made design with natural design. User participation is the main consideration in order to develop ecological landscape design. The objectives of this study are to analyse the residents‟ perception, preference, and behavior towards ecodesign concept and to analyse ecodesign and aesthetic aspects. The methods used were description methods with field survey, interviewm and literature study. preparation, field survey, and data analysis. This research was conducted in three urban housing in West Bogor District, Bogor City, which are Bumi Menteng Asri, Griya Melati, and Pakuan Regency. There are two aspects related to ecodesign concept: ecodesign concept in micro scale and ecodesign concept in macro scale.

There are two study focus in this research which are ecodesign concept of house-scale and residential-scale. Neither the ecodesign concept of house-scale and and residential-scale was assessed using checklist criteria. Scenic Beauty Estimation (SBE) was used to study the concept of ecodesign house-scale. The Mann-Whitney U test was used to determine differences in the aesthetic quality of the three study sites. To determine the correlation between the aspects of perception, preferences, and behavior of society as well as the correlation between the aesthetic aspects with ecodesign Rank Spearman test was used.

Based on the survey (n=90), only 36% of the respondents understand about the definition of ecodesign concept of settlement landscape and the rest (64%) did not understand about the concept. There are 75% respondents who understood and applied ecodesign concept into their behavior. Although there are 64% respondents who did not understand about ecodesign concept, they behave in accordance with ecodesign concept. Pakuan Regency has the highest score of

ecodesign for single house scale (30%), followed by Bumi Menteng Asri (17%) and Griya Melati (7%). Griya Melati has the highest score of ecodesign for housing scale (65%), followed by Pakuan Regency (63%) and Bumi Menteng Asri (60%). From three locations, Pakuan Regency has the highest score of aesthetics score. Correlation test shows that there were no significant correlation for (1) perception, preference, and behavior aspect; and (2) ecodesign and aesthetics aspect. However, there is a positive correlation between ecodesign aspects with aesthetic aspects so that the potential development of the settlement landscape which has ecological and aesthetic value can be formed.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Arsitektur Lanskap

PERSEPSI, PREFERENSI, DAN PERILAKU MASYARAKAT

TERHADAP KONSEP

ECODESIGN

LANSKAP PERMUKIMAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)

ii

(9)

iii Judul Tesis : Persepsi, Preferensi, dan Perilaku Masyarakat terhadap Konsep

Ecodesign Lanskap Permukiman Nama : Priambudi Trie Putra

NIM : A451120071

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Andi Gunawan, MAgrSc Ketua

Dr Ir Aris Munandar, MS Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Arsitektur Lanskap

Dr Ir Nizar Nasrullah, MAgr

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

iv

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2014 ini adalah Persepsi, Preferensi, dan Perilaku Masyarakat terhadap Konsep Ecodesign Lanskap Permukiman.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Andi Gunawan MAgrSc dan Bapak Dr Ir Aris Munandar MS yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama kegiatan penyusunan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan di Program Studi Arsitektur Lanskap 2012 dan seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga atas segala doa dan dukungan.

Semoga penelitian ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2016

(11)

v

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Persepsi, Preferensi, dan Perilaku 3

Ecodesign 4

Lanskap Permukiman 5

3 METODE 6

Lokasi dan Waktu Penelitian 6

Metode Penelitian 7

Tahap Analisis Data 8

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 16

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 16

Analisis Persepsi, Preferensi, dan Perilaku Masyarakat 19

Analisis Ecodesign 22

Analisis Scenic Beauty Estimation (SBE) 32

Hubungan antara Ecodesign dengan Estetika Lanskap Permukiman 34 Hubungan antara Persepsi, Preferensi, dan Perilaku 35

Implikasi dan Rekomendasi 35

5 SIMPULAN DAN SARAN 37

Simpulan 37

Saran 38

DAFTAR PUSTAKA 38

(12)

vi

DAFTAR TABEL

1 Deskripsi jenis dan sumber data 6

2 Kriteria daftar periksa ecodesign rumah tinggal 10 3 Kriteria daftar perika ecodesign lanskap permukiman 12 4 Kriteria penilaian korelasi aspek persepsi, preferensi, dan perilaku 16 5 Hasil uji chi-square berdasarkan latar belakang responden di

perumahan Bumi Menteng Asri 19

6 Hasil uji chi-square berdasarkan latar belakang responden di

perumahan Griya Melati 20

7 Hasil uji chi-square berdasarkan latar belakang responden di

perumahan Pakuan Regency 21

8 Perbedaan kualitas estetika berdasarkan uji U Mann-Whitney 33 9 Kondisi ecodesign dan estetika skala rumah dan perumahan 34 10 Hubungan aspek ecodesign dengan estetika dengan uji Rank Spearman 34

11 Hubungan persepsi, preferensi, dan perilaku 35

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pikir penelitian 3

2 Peta lokasi penelitian (a) Bumi Menteng Asri, (b) Griya Melati,

dan (c) Pakuan Regency 6

3 Kondisi existing lokasi penelitian Bumi Menteng Asri (a) taman lingkungan, (b) pohon menteng, (c) jalan lingkungan, dan (d) taman

rumah 17

4 Kondisi existing lokasi penelitian Griya Melati (a) jalan lingkungan, (b) taman lingkungan, (c) rumah kompos, dan (d) taman rumah 18 5 Kondisi existing lokasi penelitian Pakuan Regency (a) jalan lingkungan,

(b) konsep vegetasi tanaman buah, (c) taman lingkungan, dan (d) taman

rumah 18

6 Kondisi existing komponen ecodesign lanskap permukiman pada

lokasi penelitian 23

7 Persentase lima komponen ecodesign skala rumah di tiga lokasi

penelitian 25

8 Taman lingkungan pada tiga lokasi penelitian 26

9 Nilai subkomponen (1)-(8) ecodesign lanskap permukiman skala

perumahan di tiga lokasi penelitian 30

10 Nilai subkomponen (9)-(16) ecodesign lanskap permukiman skala

perumahan di tiga lokasi penelitian 31

11 Foto rumah di tiga lokasi penelitian dengan nilai SBE terendah dan

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penduduk Indonesia yang bermukim di kawasan perkotaan pada tahun 2025 diperkirakan akan mencapai 68% dari total penduduk (Parasati 2012). Permukiman sebagai kebutuhan dasar manusia akan semakin dibutuhkan seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk yang bermukim di kawasan perkotaan. Tantangan bagi lanskap perkotaan saat ini tidak hanya menambah jumlah areal permukiman, tetapi juga meningkatkan kualitas (Atmodiwirjo dan Yatmo 2011). Kualitas permukiman mencakup tiga aspek utama yaitu aspek ekologi, ekonomi, dan sosial (Kusumarini et al. 2007).

Jumlah penduduk perkotaan yang terus bertambah tersebut memungkinkan potensi terganggunya kondisi ekologis lanskap perkotaan dan menimbulkan permasalahan lingkungan. Menurut Inoguchi et al. (1999), masalah yang utama terkait dengan isu lingkungan pada lanskap perkotaan adalah pengelolaan sampah, polusi, transportasi, sumber daya air dan ekosistem, serta sumber daya alam dan energi. Isu-isu tersebut sangat erat kaitannya dengan isu ekologis. Dalam konteks keilmuan arsitektur lanskap, isu ekologis yang dikaitkan dengan desain lanskap dikenal dengan ecodesign.

Konsep ecodesign merupakan proses desain yang mengintegrasikan lanskap binaan (man-made landscape) dengan lanskap alami (natural landscape) (Yeang dan Yeang 2008). Dalam mendesain secara ekologis, prinsip utamanya adalah tidak menambah kerusakan lingkungan melalui rancangan sedemikian rupa agar desain yang dibuat dapat berkelanjutan. Desain yang ekologis dibuat selaras dan mengakomodasi kekuatan-kekuatan alam. Kajian mengenai ecodesign pada unit rumah tinggal dan permukiman telah dilakukan oleh sebelumnya. Nikita (2012) melakukan studi pengaruh komposisi elemen-elemen taman dan kriteria hemat energi terhadap kualitas estetika visual pada unit rumah tinggal. Disimpulkan bahwa penerapan ecodesign mempengaruhi kualitas estetika rumah tinggal. Kurniawaty et al. (2012) menyebutkan bahwa aspek penting dalam desain taman dan rumah hemat energi adalah aspek site design (67%) dan aspek building design

(33%). Integrasi kedua aspek tersebut mampu menciptakan rumah tinggal yang hemat energi melalui komponen tanaman, air, bangunan, tapak, dan perkerasan. Pengembangan kajian ecodesign selanjutnya dilakukan oleh Pratiwi et al. (2014) pada skala permukiman perkotaan berupa perumahan. Diperoleh simpulan bahwa alternatif keputusan untuk mewujudkan konsep ecodesign pada lanskap permukiman perkotaan adalah melalui partisipasi penduduk (38.4%), desain tapak (35.9%), dan kelembagaan (25.7%). Dari data tersebut diperoleh bahwa partisipasi penduduk memiliki nilai yang cukup signifikan terkait dengan kajian konsep

ecodesign.

(14)

2

Masyarakat pengguna merupakan komponen penting dalam pengembangan konsep ecodesign sehingga turut dikaji dalam penelitian ini.

Penelitian ini penting dalam menilai konsep ecodesign lanskap permukiman yang akan menjadi formulasi dan bahan evaluasi bagi perencanaan dan desain untuk pengembangan konsep ecodesign lanskap permukiman berikutnya. Fokus penelitian konsep ecodesign dalam penelitian ini dibatasi pada lingkup hunian beserta taman rumah serta taman lingkungan kompleks perumahan. Werff et al.

(2013) menyatakan bahwa masyarakat perlu beradaptasi dengan kondisi lingkungan saat ini melalui perilaku yang ramah lingkungan. Dengan menggunakan konsep ecodesign di dalam pengembangan permukiman, diharapkan akan muncul motivasi masyarakat untuk memiliki sikap serta perilaku yang lebih bersahabat dengan lingkungan (Hirsh 2010).

Aspek estetika juga memiliki peranan penting dalam lanskap permukiman sehingga menjadi bagian dari penelitian ini. Sebagai hasil dari persepsi pengguna terhadap keadaan lingkungan, estetika memiliki peran penting di dalam menentukan kualitas lanskap permukiman secara visual. Dengan mempertimbangkan aspek estetika dalam lanskap permukiman diharapkan kualitas kehidupan bagi masyarakat perumahan, baik dari segi ekologi maupun estetika akan semakin meningkat.

Perumusan Masalah

Permasalahan yang akan dikaji di dalam penelitian ini adalah

1) seperti apa persepsi, preferensi, dan perilaku masyarakat terhadap konsep

ecodesign pada lanskap permukiman?

2) bagaimana komponen ecodesign serta kondisi estetika pada lanskap permukiman?

3) bagaimana korelasi antara aspek persepsi, preferensi, dan perilaku dengan aspek ecodesign dan aspek estetika?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk

1) menganalisis persepsi, preferensi, dan perilaku masyarakat perumahan terhadap konsep ecodesign dan

2) menganalisis aspek ecodesign dan estetika yang terdapat di perumahan perkotaan.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan bidang arsitektur lanskap dalam lingkup lanskap permukiman serta memberikan formulasi untuk penilaian ecodesign lanskap permukiman skala rumah dan perumahan.

Ruang Lingkup Penelitian

(15)

3 menyatakan bahwa komponen pembentuk ecodesign terdiri dari tanaman, air, bangunan, tapak, dan perkerasan. Kelima komponen tersebut dikembangkan menjadi topik pertanyaan yang terkait dengan persepsi, preferensi, dan perilaku masyarakat terhadap konsep ecodesign lanskap permukiman. Komponen

ecodesign yang dilakukan oleh Kurniawaty et al. (2012) selanjutnya digunakan untuk mengukur tingkat ecodesign skala rumah. Pratiwi et al. (2014) menyatakan bahwa alternatif keputusan untuk mewujudkan konsep ecodesign pada lanskap permukiman perkotaan adalah melalui partisipasi penduduk, desain tapak, dan kelembagaan. Partisipasi penduduk diterjemahkan sebagai interaksi masyarakat pengguna dengan lingkungan tempat tinggal sehingga terbentuk persepsi, preferensi, dan perilaku. Dalam penelitian ini, persepsi yang digunakan merupakan tipe persepsi lingkungan, yaitu menekankan pada skala tempat yang lebih luas sebagai suatu kesatuan tempat serta menyertakan masyarakat sebagai pelaku (Gifford 1997). Rumusan kerangka pikir penelitian disajikan dalam Gambar 1.

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

Persepsi, Preferensi, dan Perilaku

Persepsi didefinisikan sebagai proses pengamatan atau pemahaman suatu fenomena yang menimbulkan sejumlah respon atau keadaan yang memasukkan unsur kognitif dan afektif (Sheppard 2005). Menurut Saleha dan Erwiantono (2012), persepsi adalah pemaknaan hasil pengamatan seseorang terhadap suatu obyek yang timbul dari aktivitas saling mempengaruhi dari suatu kaitan peristiwa.

Konsep Ecodesign Lanskap Permukiman

Aspek Estetika

Skala Rumah Skala Perumahan

Lanskap Permukiman Ecodesign dan Estetik

Persepsi Preferensi Perilaku

(16)

4

Dalam memahami persepsi diperlukan pengetahuan mengenai komponen yang terlibat di dalam proses terjadinya interaksi tersebut. Menurut Porteous (1977) persepsi dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah (1) umur dan jenis kelamin, (2) latar belakang, (3) pendidikan, (4) pekerjaan dan pendapatan, (5) asal dan status penduduk, (6) tempat tinggal, (7) status ekonomi, (8) waktu luang, dan (9) fisik dan intelektual. Faktor eksternal yang mempengaruhi persepsi yaitu keadaan lingkungan fisik dan sosial. Secara umum persepsi dihasilkan dari variasi bentuk dari energi fisik seperti panas, gerak, kimia, suara, dan elektromagnet yang selanjutnya disebut sebagai stimulus.

Dalam penelitian ini, persepsi yang digunakan merupakan tipe persepsi lingkungan (environmental perception) yaitu menekankan pada skala tempat yang lebih luas sebagai suatu kesatuan tempat serta menyertakan masyarakat sebagai pelaku (Gifford 1997). Haryadi dan Setiawan (2010) menjelaskan bahwa persepsi lingkungan adalah interpretasi tentang suatu seting oleh individu yang didasarkan pada latar belakang budaya, nalar, dan pengalaman individu tersebut. Pemahaman individu yang baik mengenai persepsi lingkungan akan dapat membuat lingkungan yang optimal sesuai dengan persepsi lingkungan orang atau masyarakat pengguna sehingga akan meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan (Hirsh 2010).

Preferensi terbentuk dari adanya persepsi. Preferensi didefinisikan sebagai tindakan untuk memilih dari banyak faktor. Menurut Abello dan Benaldez (1986)

dalam Permata (2000), faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi seseorang adalah usia, jenis kelamin, tingkat sosial, tingkat pendidikan, dan budaya. Preferensi juga ditentukan oleh lingkungan tempat manusia biasa tinggal sehingga dapat dikatakan bahwa familiaritas menentukan preferensi. Preferensi juga merupakan aspek yang harus dikuasai oleh perencana maupun pengambil kebijakan dalam menciptakan lanskap yang menarik (Zheng et al. 2011).

Gifford (1997) menyatakan bahwa sikap terhadap lingkungan merupakan suatu bentuk kepedulian individu terhadap lingkungan fisik sebagai sesuatu yang layak untuk dilindungi dan dipahami. Sikap terhadap lingkungan dapat membantu dalam memberikan informasi terkait dengan program-program lingkungan. Komponen dari sikap terhadap lingkungan ada tiga yaitu (1) konatif, yaitu sesuatu yang individu ketahui/pikir mengenai suatu fakta atau opini; (2) afektif, yaitu aspek emosional dan sikap individu terhadap suatu objek; dan (3) konasi, yaitu niat perilaku individu untuk bertindak terhadap objek.

Perilaku (behavior) merupakan kesiapan seseorang untuk berekasi atau kecenderungan untuk bertindak terhadap objek. Sarwono (1997) menyatakan bahwa perilaku adalah perbuatan-perbuatan manusia baik yang terbuka (overt behavior) maupun yang tertutup (covert behavior). Umumnya perilaku merupakan gambaran dari sikap seseorang yang juga dipengaruhi oleh norma atau nilai tertentu yang berlaku.

Ecodesign

(17)

5 direncanakan dengan mempertimbangkan faktor lokasi, bentuk, dan material. Desain yang hendak dicapai oleh ecodesign merupakan desain yang mampu melindungi keberlanjutan lingkungan. Di dalam ecodesign, perlu adanya investigasi awal terhadap kondisi manusia, biotik, dan abiotik. Ketiga elemen tersebut memiliki keterikatan di dalam ilmu arsitektur lanskap. Setiap elemen dipetakan dan dilekatkan pada area yang sesuai untuk aktivitas manusia. Dalam mencapai tujuan berupa kondisi yang berkelanjutan, alam harus dipandang sebagai proses dan nilai.

Menurut Yeang dan Yeang (2008), ecological design atau ecodesign

merupakan penggunaan prinsip-prinsip desain yang ekologis dan strategis untuk mendesain lingkungan dan cara hidup sehingga terintegrasi secara ramah lingkungan dan berkelanjutan dengan lingkungan alam termasuk kehidupan di dalamnya (biosfer), yang memiliki semua bentukan kehidupan yang terjadi di bumi. Lebih lanjut, Yeang dan Yeang (2008) menjelaskan ecodesign merupakan cara manusia mendesain lanskap binaan agar terintegrasi dengan lingkungan alami. Dalam mendesain secara ekologis, harus dipahami untuk tidak menambah kerusakan lingkungan dan merancang sedemikian rupa agar desain yang dibuat berkelanjutan.

Lanskap Permukiman

Lanskap permukiman secara legal diatur oleh Pemerintah Republik Indonesia dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Undang-undang tersebut menjelaskan bahwa definisi permukiman secara fisik adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan. Lanskap permukiman juga disebutkan di dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 yang menjelaskan bahwa permukiman perkotaan merupakan ciri kawasan perkotaan. Perlu dilakukan penataan kawasan perkotaan sehingga dapat diwujudkan keharmonisan antara lingkungan alam (natural landscape) dengan lingkungan buatan (man-madelandscape). Salah satu lembaga nirlaba yang fokus pada permasalahan permukiman di Indonesia adalah Green Building Council Indonesia (GBCI). GBCI memiliki sejumlah perangkat penilaian dalam rangka melakukan sertifikasi bangunan, baik untuk bangunan baru maupun existing untuk mewujudkan kawasan yang berkelanjutan (Green Building Council Indonesia 2015).

(18)

6

3

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian mengambil tempat di Kota Bogor yaitu pada kawasan perumahan yang terdapat di Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Mei hingga Desember 2014. Beberapa faktor yang mendasari pemilihan kota Bogor sebagai lokasi penelitian adalah sebagai berikut

(1) terletak dekat dengan Jakarta yang berpotensi bagi pengembangan pertumbuhan ekonomi, jasa, industri, perdagangan, transportasi, serta permukiman sehingga dapat mendukung bagi lingkungan kota yang estetik dan nyaman (Gunawan 2005; Pratiwi et al. 2014) dan

(2) memiliki kondisi biofisik yang cenderung masih alami serta ruang terbuka hijau yang kondisinya mantap dalam hal bentuk dan fungsi, tetapi juga memiliki peluang degradasi kualitas lingkungan berupa pengalihan penggunaan lahan alami kota (Nurisjah 2005; Pratiwi et al.

2014).

Tiga lokasi perumahan yang diteliti dalam penelitian ini dipilih secara sengaja yaitu: (1) Bumi Menteng Asri; (2) Griya Melati; dan (3) Pakuan Regency (Gambar 2). Tiga perumahan tersebut memiliki fasilitas taman rumah sebagai bagian utuh dari hunian serta taman lingkungan sebagai ruang publik bagi warga perumahan. Ketiga perumahan tersebut secara urut terletak di Kelurahan Menteng, Kelurahan Bubulak, dan Kelurahan Margajaya, Kecamatan Bogor Barat. Wilayah Kecamatan Bogor Barat merupakan salah satu wilayah di Kota Bogor yang berbatasan langsung dengan wilayah Kabupaten Bogor bagian barat. Sebagai kawasan periphery Kota Bogor, Kecamatan Bogor Barat mulai didominasi oleh permukiman yang semakin lama semakin berkembang.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian (a) Bumi Menteng Asri, (b) Griya Melati, dan (c) Pakuan Regency

(19)

7 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif melalui survei lapang, wawancara dengan narasumber (masyarakat dan pengelola), dan studi literatur (Tabel 1).

Tabel 1 Deskripsi jenis dan sumber data

Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan penelitian, yaitu (1) tahap persiapan, (2) tahap pelaksanaan lapang, dan (3) tahap analisis data. Tahap persiapan kegiatan difokuskan untuk mempersiapkan pelaksanaan penelitian utama yaitu studi literatur, penentuan lokasi penelitian, menyiapkan lembar kuesioner, mobilisasi tenaga enumerator di lapang, penentuan sampel responden, dan sebagainya. Tahap pelaksanaan penelitian meliputi kegiatan penelitian perseptual, komponen ecodesign, dan kualitas estetika. Secara umum tahapan pelaksanaan penelitian tersebut diuraikan sebagai berikut.

1. Penelitian persepsional

Pada tahap ini dilakukan kegiatan survei lapang berupa pengamatan kondisi existing lokasi penelitian serta pengumpulan pendapat/opini masyarakat perumahan dengan menggunakan kuesioner dan wawancara. Uji validitas instrumen dilakukan dengan menggunakan validitas konstruksi dan pengujian reliabilitas digunakan untuk menjamin konsistensi kuesioner penelitian (Rianse dan Abdi 2009).

2. Penelitian komponen ecodesign

Penelitian ecodesign dalam penelitian ini dibagi menjadi dua lingkup utama, yaitu skala rumah dan skala perumahan. Skala rumah menggunakan metode Kurniawaty et al. (2012) dan untuk skala perumahan menggunakan metode Pratiwi et al. (2014). Kedua jenis analisis ini digunakan untuk mengetahui kondisi ecodesign lanskap permukiman.

3. Penelitian evaluasi estetika

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kualitas estetika taman rumah. Metode yang digunakan adalah Scenic Beauty Estimation (SBE), yaitu metode untuk melakukan penilaian objek melalui pengamatan foto berdasarkan preferensi keindahan (Daniel dan Boster 1976). Metode ini digunakan untuk mengukur kualitas estetika untuk setiap hunian yang mencakup visual rumah dan taman rumah secara spontan oleh responden. Jumlah responden yang digunakan dalam penilaian adalah 30 orang (Daniel dan Boster 1976). Responden untuk tahapan ini berasal dari mahasiswa pascasarjana Arsitektur Lanskap, Institut Pertanian Bogor. Tiga puluh foto lanskap disusun dalam bentuk presentasi slide

menggunakan Microsoft Office PowerPoint 2007. Durasi setiap slide

No. Jenis data Sumber

1. Data persepsi, preferensi, dan perilaku masyarakat Survei lapang

2. Data kondisi existing lanskap permukiman Survei lapang, pengelola 3. Data demografi masyarakat perumahan Pengelola

(20)

8

yang ditayangkan adalah 8 detik. Penilaian SBE dikelompokkan dengan menggunakan skala 1-10.

Tahap Analisis Data

Pada tahap analisis data, semua data yang dikumpulkan dianalisis menurut karakter penelitiannya, yaitu analisis persepsional, analisis ecodesign, analisis

Scenic Beauty Estimation, dan analisis korelasi. Analisis persepsional

Pada tahap ini dilakukan kegiatan survei lapang berupa pengamatan kondisi eksisting lokasi penelitian serta pengumpulan pendapat/opini masyarakat perumahan dengan menggunakan kuesioner dan wawancara. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh warga penghuni perumahan, sementara sampel merupakan perwakilan sebagian populasi. Dengan menggunakan teknik pengambilan sampel dalam penelitian akan didapat informasi mengenai keseluruhan populasi dengan mencari informasi pada sebagian populasi (Faisal 2008).

Masing-masing lokasi akan diambil sampel sebanyak tiga puluh orang responden, sehingga total responden penelitian ini sebanyak sembilan puluh orang responden (n=90). Pertanyaan-pertanyaan dikelompokkan sesuai dengan kriteria daftar periksa yang telah dirumuskan dalam penelitian Kurniawaty et al. (2012) yaitu tanaman, air, bangunan, tapak, dan perkerasan (Tabel 1). Pertanyaan yang diajukan kepada responden ditujukan agar didapatkan informasi mengenai persepsi, preferensi, serta perilaku masyarakat terhadap konsep ecodesign lanskap permukiman. Masing-masing komponen penilaian dijadikan standar untuk menilai jawaban responden sehingga akan didapatkan skor ecodesign. Analisis statistik yang digunakan dalam tahapan ini adalah uji validitas, uji reliabilitas, dan uji chi-square. Pada tahap prasurvei, dilakukan uji validitas instrumen dengan menggunakan validitas konstruksi dan pengujian reliabilitas. Prasurvei ini dilakukan untuk menjamin konsistensi kuesioner penelitian (Rianse dan Abdi 2009). Uji validitas yang digunakan di dalam penelitian ini digunakan untuk menguji kesahihan suatu tes. Jika hasil validitas sesuai dengan kriteria, tes tersebut memiliki validitas tinggi. Uji ini digunakan untuk mengetahui butir pertanyaan yang ada di dalam kuesioner yang memenuhi syarat berdasarkan indeks validitasnya. Jumlah responden yang akan diuji sebanyak sepuluh orang responden. Rumus yang digunakan adalah rumus Pearson Product Moment

(Rianse dan Usman 2009).

ℎ� �� = � − .

�. 2− 2.. 2− 2

Keterangan:

rhitung = koefisien korelasi

∑Xi = jumlah skor item

(21)

9 Selanjutnya digunakan uji-t untuk masing-masing item dengan persamaan:

ℎ� �� = � −2

1− 2

Keterangan:

thitung = nilai thitung

r = koefisien korelasi untuk masing-masing item/butir pertanyaan

n = jumlah responden

Kaidah keputusan: (1) jika thitungttabel berarti tidak valid dan (2) jika thitung>

ttabel berarti valid.

Setelah semua data terkumpul, dilakukan uji reliabilitas. Uji reliabilitas merupakan uji kepercayaan alat pengukur yang diwujudkan dalam taraf ketetapan dan ketelitian hasil (Rianse dan Abdi 2009). Untuk uji reliabilitas dalam penelitian ini digunakan metode Kuder Richardson. Metode ini merupakan alat untuk mengukur item pertanyaan yang hanya memiliki pilihan jawaban ya dan tidak. Rumus Kuder Richardson adalah sebagai berikut.

11 =

k

k −1 . 1−

X– k −x k . S2

Keterangan:

r11 = koefisien realibilitas internal seluruh item S = deviasi standar dari tes

k = banyaknya item

X = mean (rerata total skor)

Uji chi-square digunakan untuk mengetahui terdapat atau tidaknya perbedaan yang signifikan antara frekuensi hasil observasi dibandingkan dengan frekuensi teoretis yang diharapkan (Faisal 2008). Frekuensi hasil observasi menunjuk pada dua atau lebih jumlah kategori dari variabel atau data yang dianalisis. Hipotesis nol menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara frekuensi hasil observasi dengan frekuensi teoretis yang diharapkan. Persamaan chi-square adalah sebagai berikut.

2 = − � 2

Keterangan:

O = frekuensi hasil observasi E = frekuensi yang diharapkan

(22)

10

Analisis ecodesign

Analisis ecodesign secara rumah merupakan analisis yang berfokus pada rumah secara individu. Terdapat lima komponen yang menjadi dasar penilaian konsep ecodesign lanskap permukiman berdasarkan Kurniawaty et al. (2012), yaitu komponen (1) tanaman, (2) air, (3) bangunan, (4) tapak, dan (5) perkerasan. Setiap komponen memiliki bobot penilaian yang berbeda. Komponen tanaman memiliki bobot 0.483; air 0.242; bangunan 0.109; tapak 0.107; dan perkerasan 0.058. Dengan perhitungan masing-masing komponen akan diperoleh skor

ecodesign sehingga dapat ditentukan kategori ecodesign tinggi, sedang, atau rendah untuk setiap unit rumah.

Pada tahap analisis ecodesign secara rumah dibuat klasifikasi tingkat

ecodesign. Klasifikasi tingkat ecodesign dibuat berdasarkan perhitungan nilai skor maksimum dikurangi skor minimum dibagi tiga kriteria klasifikasi ecodesign

(nilai ecodesign tinggi, sedang, dan rendah) dengan persamaan berikut:

�� ��� = nilai maksimal−nilai minimal

n tingkat klasifikasi

Nilai maksimal: jumlah nilai maksimum dari skor kriteria desain Nilai minimal: jumlah nilai minimum dari skor kriteria desain n tingkat klasifikasi: jumlah tingkat klasifikasi

Dari perhitungan skor didapatkan nilai interval kelas yaitu ecodesign tinggi (2.331-2.997), ecodesign sedang (1.665-2.331), dan ecodesign rendah (0.999-1.665).

Tabel 2 Kriteria daftar periksa ecodesign rumah tinggal

No. Komponen Bobot Variabel Kriteria desain untuk skor

(23)

11

Tabel 2 Kriteria daftar periksa ecodesign rumah tinggal (lanjutan) No. Komponen Bobot Variabel Kriteria desain untuk skor

(1) (2) (3)

(24)

12

Tabel 2 Kriteria daftar periksa ecodesign rumah tinggal (lanjutan) No. Komponen Bobot Variabel Kriteria desain untuk skor

(1) (2) (3) 5. Perkerasan 0.058 Perkerasan Jenis

perkerasan

Sumber : Kurniawaty et al. (2012)

Untuk analisis ecodesign skala perumahan menggunakan kriteria daftar periksa yang dirumuskan oleh Pratiwi et al. (2014). Terdapat enam belas subkomponen yang mendeskripsikan kualitas dan kuantitas ecodesign dari satu lanskap permukiman menggunakan skala kurang sesuai, cukup sesuai, hingga sesuai (Tabel 3). Kriteria sesuai dengan nilai 2 menunjukkan bahwa sudah tercapai kriteria lanskap yang memenuhi konsep ecodesign. Kriteria cukup sesuai dengan nilai 1 menunjukkan bahwa konsep ecodesign terpenuhi namun dalam tidak maksimal. Kriteria kurang sesuai dengan nilai 0 menunjukkan kondisi

ecodesign yang masih rendah. Dari hasil kriteria daftar periksa ini akan dapat dilihat kondisi ecodesign skala perumahan dari tiga lokasi penelitian. Klasifikasi tingkat ecodesign skala perumahan sama halnya dengan klasifikasi tingkat

ecodesign skala rumah, yaitu dibuat berdasarkan perhitungan nilai skor maksimum dikurangi skor minimum dibagi tiga kriteria klasifikasi ecodesign

(nilai ecodesign tinggi, sedang, dan rendah). Dari perhitungan skor didapatkan nilai interval kelas yaitu ecodesign tinggi (81.33-122), ecodesign sedang (40.67-81.33), dan ecodesign rendah (0-40.67).

Tabel 3 Kriteria daftar periksa ecodesign lanskap permukiman No. Subkomponen dan

parameter

Kurang Sesuai Cukup Sesuai Sesuai

(0) (1) (2)

1. Tutupan vegetasi

Indeks penutupan lahan <30% 30-75% >75% Kesesuaian penggunaan

lahan

<40% 40 -75% >75%

(25)

13 Tabel 3 Kriteria daftar periksa ecodesign lanskap permukiman (lanjutan)

No. Subkomponen dan parameter

Kurang Sesuai Cukup Sesuai Sesuai

(0) (1) (2) Kualitas penanganan Saluran tersier Saluran sekunder Makro drainase 4. Konsumsi air

Tingkat pelayanan air bersih

Rendah Sedang Tinggi

Kebutuhan standar air

Pelayanan vs kebutuhan Efisien Surplus Defisit 6. Kesadaran dan partisipasi

Keikutsertaan Tidak pernah Pernah/jarang Sering Pemanfaatan benda/ruang

publik

Rendah Tinggi

Keikutsertaan pemeliharaan

Tidak pernah Pernah/jarang Sering

Lembaga pendamping Tidak ada Ada 7. Persepsi dan preferensi

Pengalaman terhadap lanskap

Kurang Sedang Baik

Pemahaman permukiman ekologis

Rendah Sedang Tinggi

Kebutuhan lanskap permukiman yang ekologis

Rendah Sedang Tinggi

Preferensi <25% 25-50% >50% 8. Lokasi dan orientasi

(26)

14

Tabel 3 Kriteria daftar periksa ecodesign lanskap permukiman (lanjutan) No. Subkomponen dan

parameter

Kurang Sesuai Cukup Sesuai Sesuai

(0) (1) (2)

Jumlah bangunan/ha >61 41-60 <40 12. Sistem pengolahan limbah

Tingkat penyediaan sarana

Kebocoran dan rembesan Ada 50% Tidak Komplain masyarakat Ada 50% Tidak Sistem pengolahan limbah

Pengangkutan reguler Tidak Ya Penanganan sampah

Penggunaan natural force Tidak ada Ada ≤50% Ada >50% 14. Material

Dominan soft material Eksotik Kombinasi Lokal/asli Dominan hard material Non-lokal Kombinasi Lokal/asli Kemudahan material

Keterlibatan stakeholder Tidak Beberapa Seluruhnya Pengembangan kawasan Tidak ada

kolaborasi

Dominan swasta Kolaborasi

16. Kesesuaian kebijakan-analisis

(27)

15 Evaluasi estetika

Aspek visual merupakan hal paling penting dalam suatu desain lanskap, termasuk desain lanskap perkotaan (Gunawan 2005; Kara 2013). Metode Scenic Beauty Estimation (SBE) digunakan untuk mengukur kualitas estetika untuk setiap hunian yang mencakup visual rumah dan taman rumah secara spontan oleh responden. Jumlah responden yang digunakan dalam penilaian adalah 30 orang. Responden untuk tahapan ini berasal dari mahasiswa program sarjana semester 8 dan mahasiswa pascasarjana semester 4 Arsitektur Lanskap, Institut Pertanian Bogor. Alasan dipilih responden dengan latar belakang pendidikan Arsitektur Lanskap adalah asumsi bahwa mereka telah memiliki pengetahuan yang cukup sehingga lebih peka dalam melakukan penilaian estetika lanskap. Setiap responden menilai 3 lokasi perumahan dengan jumlah sampel masing-masing 30 foto lanskap. Tiga puluh foto lanskap tersebut disusun dalam bentuk presentasi

slide menggunakan Microsoft Office PowerPoint 2007. Durasi setiap slide yang ditayangkan adalah 8 detik. Penilaian SBE dikelompokkan dengan menggunakan skala 1-10. Semakin tinggi nilai yang diberikan maka semakin tinggi nilai estetika yang dimiliki hunian tersebut. Formulasi SBE yang digunakan adalah sebagai berikut:

SBE = × 100

SBE : Nilai SBE titik ke-z ZLX : Nilai rata-rata titik ke-x

ZLS : Nilai rata-rata z yang digunakan sebagai standar

Untuk mengetahui perbedaan kualitas estetika secara signifikan berdasarkan metode SBE di tiga lokasi penelitian, digunakan uji U Mann-Whitney. Uji U Mann-Whitney merupakan uji yang digunakan untuk mengetahui perbedaan sginifikan antara dua kelompok bebas (Faisal 2008). Setelah dilakukan uji U Mann-Whitney akan diketahui lokasi penelitian yang memiliki nilai estetika paling tinggi.

U1 = �1�2+

�1 �1 + 1

2 − 1

U1 : sampel ke-1 n1, n2 : jumlah sampel n R : rangking sampel Analisis korelasi

(28)

16

ρxy = 1−

6 2

2− 1

ρxy : Koefisien korelasi Rank Spearman 6 : konstanta

N : jumlah pengamatan

�� : kuadrat selisih antar-ranking dua variabel

Tabel 4 Variabel korelasi aspek persepsi, preferensi, dan perilaku Persepsi Preferensi Perilaku Pengetahuan tentang konsep

ecodesign lanskap permukiman

Keinginan responden untuk menggunakan konsep ecodesign di lingkungan tempat tinggal mereka

1. Terdapat taman rumah 2. Kelengkapan elemen

tanaman di dalam taman rumah

3. Pemanfaatan taman lingkungan

4. Reuse limbah rumah tangga 5. Penggunaan energi (listrik)

yang berlebihan

Untuk mengetahui korelasi antara aspek ecodesign dengan aspek estetika dilakukan uji Rank Spearman. Pengujian Rank Spearman bertujuan untuk menganalisis hubungan dua variabel atau lebih dari data sampel untuk kemudian digeneralisasikan ke populasi (Suliyanto 2014).

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Kondisi umum Bumi Menteng Asri

Lokasi Bumi Menteng Asri terletak di kawasan Jalan Dr. Sumeru, Kelurahan Menteng, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Perumahan Bumi Menteng Asri merupakan perumahan yang dibangun pada era 1990-an. Sistem klaster diterapkan oleh perumahan ini. Lingkungan perumahan Bumi Menteng Asri memiliki kondisi ruang terbuka yang cukup baik (Gambar 3).

(29)

17

Kondisi umum Griya Melati

Perumahan Griya Melati terletak di Jalan Bubulak, Kelurahan Bubulak, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Perumahan ini dibangun pada tahun 1990-an d1990-an berlokasi dekat deng1990-an Terminal Bus Bubulak. Perumah1990-an ini juga terletak pada akses alternatif menuju Hutan Penelitian Darmaga serta Kampus IPB Darmaga. Setiap rumah memiliki taman rumah dan diberi kebebasan untuk menata taman rumahnya. Terdapat pula taman lingkungan dengan luasan yang relatif kecil yang tersebar di dalam lokasi penelitian. Sistem klaster diterapkan pada lokasi ini. Tidak ada konsep khusus dalam tata hijau di lokasi ini. Sejumlah vegetasi peneduh yang ditemukan di lokasi ini antara lain mangga (Mangifera indica), palem raja (Roystonea regia), pinus (Pinus merkusii), durian (Durio zibenthius), nangka (Arthocarpus heterophyllus), bintaro (Cerbera manghas), tanjung (Mimusops elengi), dan jambu (Psidium guajava). Di lokasi Griya Melati ini sudah terdapat aktivitas pengelolaan sampah rumah tangga menjadi kompos (Gambar 4).

Gambar 3 Kondisi existing lokasi penelitian Bumi Menteng Asri Kondisi umum Pakuan Regency

Pakuan Regency terletak di Jalan Raya Dramaga, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Pakuan Regency memiliki aksesibilitas tinggi karena berlokasi pada kawasan jalan nasional yang menghubungkan Kota Bogor, Kabupaten Bogor, serta Kabupaten Lebak (Provinsi Banten). Klaster Linggabuana merupakan klaster yang diamati sebagai bagian dari kompleks Pakuan Regency. Klaster ini merupakan klaster pertama yang dibangun sejak tahun 2000-an. Fasilitas umum yang terdapat pada klaster ini adalah taman lingkungan.

Taman lingkungan Pohon menteng

(30)

18

Gambar 4 Kondisi existing lokasi penelitian Griya Melati

Gambar 5 Kondisi existing lokasi penelitian Pakuan Regency Jalan lingkungan Taman lingkungan

Rumah kompos Taman rumah

Jalan lingkungan Konsep vegetasi tanaman buah

(31)

19 Untuk skala satu perumahan, pada lokasi Pakuan Regency terdapat fasilitas taman lingkungan, tempat ibadah (masjid), pusat olahraga, dan pertokoan. Konsep tata hijau yang digunakan oleh Pakuan Regency ini adalah tanaman buah, antara lain mangga (Mangifera indica), sukun (Arthocarpus altilis), jeruk (Citrus sp.) serta jambu (Psidium guajava) (Gambar 5). Untuk konsep tata hijau pada jalur utama di dalam kompleks perumahan ini adalah penanaman vegetasi berbunga seperti dadap merah (Erythrina cristagalli) serta semak pisang-pisangan (Heliconia sp.).

Analisis Persepsi, Preferensi, dan Perilaku Masyarakat

Dari hasil survei menunjukkan bahwa hanya sekitar 36% responden yang mampu mendefinisikan konsep ecodesign lanskap permukiman. Sebagian besar responden tidak mengetahui konsep ecodesign lanskap permukiman. Terdapat 75% responden yang memahami konsep ecodesign dan mewujudkannya dalam perilaku. Responden yang tidak mengetahui konsep ecodesign secara tepat namun memiliki perilaku yang menunjukkan ecodesign sebesar 64%. Responden di dalam penelitian ini sebagian besar mempersepsikan lingkungan tempat tinggal mereka dalam kondisi yang cukup baik. Persepsi lingkungan dipengaruhi oleh latar belakang masing-masing individu yang ada di dalamnya. Tabel 5, 6, dan 7 merupakan hasil dari uji chi-square untuk mengetahui hubungan antara latar belakang dengan jawaban responden terkait persepsi, preferensi, serta perilaku mereka terhadap konsep ecodesign lanskap permukiman pada taman rumah serta taman lingkungan.

Tabel 5 Hasil uji chi-square berdasarkan latar belakang responden di perumahan Bumi Menteng Asri

No. Pertanyaan Chi-square usia pekerjaan Jenis

kelamin 10. Preferensi pohon di

taman lingkungan

.207 .151 1 .449 .232 .936

11. Preferensi fasum di taman lingkungan

.377 .124 .038* .987 .626 .201

12. Preferensi rumput di tm lingkungan

.398 .812 .222 .111 .666 .368

(32)

20

Tabel 5 menunjukkan hasil uji chi-square untuk responden di lokasi perumahan Bumi Menteng Asri. Pada lokasi Bumi Menteng Asri didapatkan bahwa faktor usia, pekerjaan, jenis kelamin, dan lama domisili signifikan mempengaruhi jawaban responden. Seluruh responden menyatakan bahwa keberadaan pohon, semak, maupun rumput merupakan hal yang penting ada dalam taman rumah. Responden yang telah berdomisili lebih dari lima tahun cenderung untuk menambah koleksi tanaman di taman rumah. Responden yang berasal dari Bogor juga menyatakan bahwa mereka berkeinginan untuk menambah koleksi tanaman di taman rumah mereka. Sekitar 30% responden merupakan kategori usia pensiun. Penduduk dengan usia pensiun aktif menggunakan taman lingkungan untuk berolahraga maupun bersosialisasi. Faktor waktu luang yang banyak dimiliki oleh responden manula menjadi dasar mereka memanfaatkan taman lingkungan lebih lama. Responden laki-laki menyatakan bahwa keberadaan fasilitas umum merupakan hal yang penting. Responden perempuan lebih proaktif di dalam menggunakan kembali (reuse) limbah rumah tangga seperti air cucian beras untuk menyiram tanaman di taman rumah mereka daripada responden laki-laki.

Tabel 6 Hasil uji chi-square berdasarkan latar belakang responden di perumahan Griya Melati

No Pertanyaan Chi-square usia pekerjaan Jenis

kelamin 10. Preferensi pohon di

taman lingkungan

1 .369 .685 .607 .566 .513

11. Preferensi fasum di taman lingkungan

Keterangan: (*) signifikan pada taraf kesalahan 0.05

Tabel 6 menunjukkan hasil uji chi-square pada lokasi Griya Melati. Latar belakang pekerjaan, jenis kelamin, serta pendidikan signifikan mempengaruhi jawaban responden di perumahan Griya Melati terhadap pengetahuan konsep

(33)

21 keberadaan pohon di rumah merupakan hal yang penting. Responden yang berdomisili lebih dari lima tahun menyatakan bahwa keberadaan semak dan rumput merupakan hal yang penting. Responden yang berasal dari Bogor cenderung ingin menambah koleksi tanaman di taman rumah mereka. Jenis kelamin perempuan signifikan menggunakan taman lingkungan daripada jenis kelamin laki-laki. Sebagian besar responden merupakan ibu rumah tangga sehingga mereka lebih memiliki waktu luang untuk menggunakan taman lingkungan yang ada. Responden perempuan juga lebih proaktif dalam memanfaatkan limbah rumah tangga berupa air cucian beras untuk menyiram tanaman. Responden yang telah bertempat tinggal lebih dari lima tahun cenderung memakai pendingin udara serta menyatakan bahwa keberadaan fasilitas umum di taman lingkungan merupakan hal yang penting jika dibandingkan dengan keberadaan pohon maupun rumput.

Tabel 7 Hasil uji chi-square berdasarkan latar belakang responden di perumahan Pakuan Regency

No. Pertanyaan Chi-square usia pekerjaan Jenis

kelamin 10. Preferensi pohon di

taman lingkungan

1 1 1 1 1 1

11. Preferensi fasum di taman lingkungan

Keterangan: (*) signifikan pada taraf kesalahan 0.05

Tabel 7 menunjukkan hasil uji chi-square pada lokasi Pakuan Regency. Latar belakang pendidikan, lama domisili, serta asal daerah signifikan mempengaruhi jawaban responden terhadap pengetahuan konsep ecodesign

(34)

22

Sebagian besar responden masih menggunakan pendingin udara di rumah mereka. Keberadaan elemen lanskap berupa pohon dan rumput serta fasilitas umum pada taman lingkungan merupakan suatu keharusan menurut responden Pakuan Regency.

Analisis Ecodesign

Analisis ecodesign skala rumah

Gambar 6 menunjukkan kondisi eksisting komponen ecodesign lanskap permukiman pada lokasi penelitian. Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan bahwa pada lokasi Bumi Menteng Asri dari 30 hunian yang disurvei terdapat 5 hunian dengan klasifikasi ecodesign tinggi, dan 25 hunian dengan klasifikasi

ecodesign sedang. Pada lokasi Griya Melati dari 30 hunian yang disurvei terdapat 2 hunian dengan klasifikasi ecodesign tinggi dan 28 hunian dengan klasifikasi

ecodesign sedang. Pada lokasi Pakuan Regency dari 30 hunian yang disurvei terdapat 9 hunian dengan klasifikasi ecodesign tinggi dan 21 hunian dengan klasifikasi ecodesign sedang. Beberapa hal penting terkait komponen analisis

ecodesign skala rumah dijelaskan sebagai berikut: (1) Komponen tanaman

Komponen tanaman memiliki bobot penilaian sebesar 0.483. Komponen tanaman mencakup variabel (i) kerapatan tajuk, (ii) jumlah tanaman, (iii) jarak dari bangunan, (iv) tata letak bangunan, dan (v) jenis tanaman. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh bahwa Bumi Menteng Asri memiliki nilai 61.33% (sedang), Griya Melati 52.88% (sedang), dan Pakuan Regency 69.78% (tinggi).

Bumi Menteng Asri dan Griya Melati tidak memiliki konsep penanaman khusus. Pemilik rumah mengisi area taman rumah mereka dengan berbagai jenis tanaman sesuai dengan preferensi masing-masing. Persepsi dan preferensi yang berbeda dalam penataan taman rumah pada kedua lokasi penelitian tersebut tampak dalam penggunaan elemen softscape. Tanaman hias berbunga, semak, dan tanaman peneduh cenderung dipilih oleh responden untuk mengisi taman rumah mereka.

Pakuan Regency memiliki nilai komponen tanaman tertinggi jika dibandingkan dengan lokasi Bumi Menteng Asri dan Griya Melati. Dari aspek konsep penanaman, lokasi Pakuan Regency memfasilitasi taman rumah dengan pohon berbuah. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola, tujuan penggunaan pohon berbuah ini adalah agar masyarakat perumahan selain mendapatkan manfaat berupa suasana yang asri juga menikmati buah yang dihasilkan. Jenis mangga (Mangifera indica), sukun (Arthocarpus altilis), jeruk (Citrus sp.) serta jambu (Psidium guajava) banyak ditanam pada taman rumah di lokasi Pakuan Regency. Luas halaman rumah yang tersedia memungkinkan ruang yang cukup untuk ditanami oleh lebih dari satu jenis vegetasi pelindung.

(2) Komponen air

(35)

23 hingga 40C. Pemanfaatan kolam ikan di teras merupakan contoh yang baik dalam upaya penurunan suhu (Misni 2013). Kolam ikan yang didesain dengan setting yang menarik berupa pemakaian jenis air terjun atau air mancur selain membantu menurunkan suhu juga dapat menjadi focal point yang menarik (Fristovana dan Munandar 2011).

(3) Komponen bangunan

Komponen bangunan memiliki bobot 0.109. Variabel yang termasuk ke dalam komponen bangunan yaitu (i) bukaan, (ii) atap, (iii) tritisan (overhang), (iv) bentuk dan konfigurasi ruang, (v) mekanikal dan elektrikal, (vi) dinding, dan (vii) lantai. Seluruh lokasi penelitian termasuk ke dalam kategori baik. Komposisi bukaan tergolong baik sehingga memungkinkan sirkulasi udara serta cahaya ke dalam bangunan rumah. Bentuk atap sebagian besar sudah tergolong baik, termasuk tritisan, bentuk, dan konfigurasi ruang.

Gambar 6 Kondisi existing komponen ecodesign lanskap permukiman pada lokasi penelitian

4,23

Komponen taman

Komponen bangunan

Komponen tapak

(36)

24

Seluruh responden memiliki dinding rumah yang bercat cerah. Prianto (2012) menyatakan bahwa pemberian lapisan cat pada dinding rumah dapat membantu mengurangi panas. Hal ini sejalan dengan Kusumarini et al. (2007) yang menjelaskan bahwa pelapisan dinding yang terkena sinar matahari langsung dapat memperlambat rambatan panas ke dalam rumah. Salah satu cara untuk meningkatkan performa bangunan agar memiliki fungsi ekologi dan estetika adalah dengan penerapan panel hijau (green panel) (Serlan et al. 2013). Pada sisi bangunan yang menghadap arah datangnya sinar matahari dapat diaplikasikan panel hijau untuk membantu mengurangi paparan sinar matahari saat sore. Keberadaan panel hijau sekaligus juga meningkatkan estetika bangunan rumah. (4) Komponen tapak

Komponen tapak memiliki bobot 0.107. Variabel yang termasuk dalam komponen tapak yaitu (i) intensitas tutupan lahan berupa perbandingan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) terhadap Koefisien Dasar Hijau (KDH), (ii) sistem utilitas, (iii) bebas gangguan geo-biologis, (iv) orientasi, (v) topografi, dan (vi) jenis tanah. Perbandingan KDB terhadap KDH pada ketiga lokasi cenderung berkisar pada nilai 50%:50%. Idealnya, perbandingan KDB dengan KDH adalah 40%:60%. Semakin besar nilai KDH diharapkan akan mampu memaksimalkan fungsi tapak khususnya untuk penyerapan air tanah. Sistem drainase pada lokasi Pakuan Regency menggunakan sistem drainase tertutup sehingga lebih rapi dan aman. Upaya pemilahan sampah sudah dilakukan oleh sebagian besar responden di tiga lokasi penelitian. Pemilahan sampah yang dilakukan oleh penghuni yaitu dengan mengelompokkan sampah organik dan sampah anorganik sebelum akhirnya diangkut oleh petugas kebersihan.

Secara umum ketiga lokasi penelitian berada pada kawasan yang relatif aman dari ancaman tanah longsor dan banjir. Tingkat kestabilan di tiga lokasi tergolong kestabilan sedang. Gangguan utama oleh hewan yang ditemukan adalah gangguan rayap. Bentuk pengobatan yang dilakukan adalah dengan melakukan penyemprotan menggunakan zat kimia. Vegetasi yang mengganggu umumnya apabila percabangan pohon atau perakaran merusak bangunan rumah. Tidak ditemukan kerusakan rumah akibat vegetasi di tiga lokasi pengamatan. Orientasi rumah pada tiga lokasi penelitian berbeda-beda tergantung pada lokasi rumah berada. Secara umum arah barat dan timur merupakan arah datangnya radiasi panas matahari sehingga mengurangi kenyamanan penghuni rumah (Kusumarini

et al. 2007). Meskipun secara umum Kota Bogor memiliki kondisi topografi bergelombang dengan kemiringan 2-15% kondisi topografi pada tiga lokasi penelitian tergolong aman dari ancaman bahaya banjir maupun longsor (Nurisjah 2005; Pratiwi et al. 2014),

(5) Komponen perkerasan

(37)

25 tanah sehingga memaksimalkan potensi tanah pada tapak rumah untuk dapat menyimpan air.

Pemakaian pagar dan dinding pembatas untuk rumah pada lokasi Pakuan Regency tidak diizinkan. Setiap hunian di dalam klaster memiliki konsep terbuka dan menyatu dengan lingkungan. Pagar dan dinding pembatas hanya digunakan untuk membatasi lingkup kawasan klaster. Penggunaan pagar serta dinding pembatas umum ditemui pada rumah di Bumi Menteng Asri dan Griya Melati dengan kondisi agak rapat berongga.

Gambar 7 menunjukkan persentase lima komponen ecodesign di tiga lokasi penelitian. Secara umum dapat disimpulkan bahwa kondisi eksisting pada tiap taman rumah sudah cukup baik. Sebagian besar desain taman yang diamati sudah mengarah kepada desain taman yang ekologis yang didapatkan dari kombinasi dari lima komponen taman hemat energi (Kurniawaty et al. 2012). Komponen

(38)

26

tanaman, air, bangunan, tapak, serta perkerasan sebaiknya dapat didesain sedemikian rupa sehingga disamping memiliki nilai ekologis tinggi juga memiliki nilai estetika yang unity (kesatuan) serta interest (menarik) (Nikita 2012).

Analisis ecodesign skala perumahan (1) Subkomponen tutupan vegetasi

Subkomponen tutupan vegetasi memiliki tujuh parameter, yaitu (i) indeks penutupan lahan, (ii) kesesuaian penggunaan lahan, (iii) taman lingkungan, (iv) taman bermain, (v) taman rumah, (vi) ruang terbuka hijau rekreasi, dan (vii) ruang terbuka hijau jalan. Ketersediaan ruang hijau yang cukup dapat menjamin kondisi iklim mikro kawasan perumahan menjadi lebih baik. Parameter ruang terbuka hijau rekreasi merupakan parameter yang memiliki nilai kurang sesuai di tiga lokasi penelitian. Parameter taman bermain anak yang berada dalam kategori sesuai hanya ada di lokasi Pakuan Regency. Meskipun pada lokasi Griya Melati terdapat fasilitas bermain untuk anak, alat permainan yang ada masih tergolong minim dan dalam kondisi yang kurang baik. Lokasi, tata letak, peralatan bermain, konstruksi, serta material merupakan aspek penting yang harus diperhatikan dalam taman bermain anak (Baskara 2011).

Untuk luasan taman lingkungan di tiga lokasi penelitian berada dalam kategori sesuai. Gambar 8 menunjukkan kondisi taman lingkungan di tiga lokasi penelitian. Kondisi taman lingkungan pada lokasi Bumi Menteng Asri secara umum sudah baik tetapi fasilitas lapangan olahraga belum memadai. Khusus pada lokasi Griya Melati memiliki bentuk taman lingkungan yang berbeda karena terpecah menjadi lima bagian taman dengan luas yang relatif kecil dan tersebar.

Bumi Menteng Asri Pakuan Regency

(39)

27 Pada lokasi Pakuan Regency memiliki taman lingkungan sekaligus taman bermain anak dalam satu lokasi taman lingkungan. Keberadaan fasilitas publik seperti taman lingkungan merupakan hal yang penting. Sebagai ruang bagi masyarakat untuk bersosialisasi, kondisi taman lingkungan yang baik juga akan mempengaruhi sense of community masyarakat terhadap lingkungan tempat tinggalnya (Francis et al. 2012).

(2) Subkomponen kesesuaian lahan permukiman

Ketiga lokasi penelitian berada pada lokasi permukiman yang sesuai dengan subkomponen ini, yaitu parameter ketinggian tempat dan kemiringan lereng. Kemiringan lahan ditemukan pada lokasi Griya Melati, yaitu pada areal tengah kawasan perumahan ke sisi timur. Namun, kemiringan lahan masih tergolong normal. Ketinggian tempat pada ketiga lokasi penelitian juga masih tergolong normal karena berada dalam rentang ketinggian 190 m-350 m dpl (Badan Pusat Statistik Kota Bogor 2014).

(3) Subkomponen pengendalian run off dan drainase

Subkomponen ini mencakup parameter (i) luas genangan, (ii) tinggi genangan, (iii) lama genangan, (iv) frekuensi banjir, dan (v) kualitas penanganan. Parameter kualitas penanganan yang paling tinggi berada pada lokasi Pakuan Regency yaitu dengan saluran tersier. Ketiga lokasi penelitian memiliki nilai pengendalian run off dan drainase yang tergolong sesuai.

(4) Subkomponen konsumsi air

Beberapa parameter yang termasuk ke dalam subkomponen ini antara lain (i) tingkat pelayanan air bersih; (ii) kebutuhan standar air bersih; dan (iii) lanskap minimalisasi areal rumput (lawn). Ketiga lokasi penelitian memiliki nilai subkomponen konsumsi air yang tergolong normal.

(5) Subkomponen efisiensi air

Pada subkomponen ini seluruh sampel tergolong dalam kategori efisien. Konservasi air merupakan isu penting terkait semakin cepatnya alih fungsi lahan yang terjadi di sekitar lokasi penelitian. Perilaku hemat air merupakan salah satu indikator suatu masyarakat yang sadar akan keberlanjutan lingkungan. Perilaku hemat air akan mampu meningkatkan efisiensi penggunaan air secara signifikan apabila masyarakat turut berpartisipasi. Kampanye, penyediaan informasi yang cukup mengenai manfaat perilaku hemat air, serta insentif dapat memotivasi masyarakat untuk berperilaku lebih ramah lingkungan (Jeong et al. 2014).

(6) Subkomponen kesadaran dan partisipasi

Subkomponen ini terdiri dari paramater (i) keikutsertaan, (ii) pemanfaatan benda/ruang publik, (iii) keikutsertaan pemeliharaan, dan (iv) lembaga pendamping. Masyarakat di tiga lokasi penelitian masih tergolong masyarakat yang memiliki tingkat partisipatif yang tinggi. Namun, belum ada lembaga pendamping yang membantu dalam hal kampanye ataupun sosialisasi terkait aktivitas yang mendukung konsep ecodesign lanskap permukiman.

(7) Subkomponen persepsi dan preferensi

Parameter yang digunakan dalam subkomponen ini yaitu (i) pengalaman terhadap lanskap, (ii) pemahaman permukiman ekologis, (iii) kebutuhan lanskap permukiman yang ekologis, dan (iv) preferensi. Tingkat partisipasi dalam subkomponen kesadaran dan partisipasi juga tergolong kategori sesuai. Kesadaran serta partisipasi masyarakat merupakan modal utama bagi pengembangan konsep

(40)

28

lokasi penelitian tergolong baik, meskipun pemahaman akan permukiman ekologis masih tergolong rendah. Preferensi responden terhadap konsep ecodesign

tergolong tinggi.

(8) Subkomponen lokasi dan orientasi

Parameter yang termasuk ke dalam subkomponen ini antara lain (i) lokasi permukiman, (ii) keselarasan komunitas sekitar, (iii) jarak ke lingkungan yang sensitif, (iv) jarak ke infrastruktur, (v) jarak kedekatan terhadap masyarakat, dan (vi) orientasi terhadap mata angin. Ketiga lokasi penelitian termasuk ke alam kawasan lokasi permukiman yang strategis dan bebas bencana. Keselarasan dengan komunitas sekitarnya juga cukup baik. Jarak ke lingkungan sensitif, ke infrastruktur, serta kedekatan terhadap masyarakat juga tergolong baik. Orientasi bangunan cenderung merata yaitu berorientasi pada poros timur-barat, serta utara-selatan.

(9) Subkomponen aksesibilitas

Parameter yang termasuk ke dalam subkomponen aksesibilitas antara lain (i) jalan lingkungan, (ii) jalan setapak, (iii) kemudahan akses, (iv) kemudahan kendaraan darurat, dan (v) kemudahan akses transportasi publik. Ketiga lokasi penelitian memiliki kondisi jalan lingkungan yang sudah baik dengan lebar jalan berkisar 6-12 meter. Bentuk rumah yang teratur dan berorientasi pada jalan memudahkan aksesibilitas warga perumahan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Martono (2012) yang menjelaskan bahwa perumahan yang terencana secara umum memiliki tingkat aksesibiltas yang lebih baik. Untuk jalan setapak atau jalur pedestrian, di ketiga lokasi penelitian masih belum tersedia. Pejalan kaki masih mengakses melalui jalur yang bersamaan dengan jalur kendaraan bermotor. Berjalan kaki merupakan salah satu ciri utama dari suatu lingkungan yang berkelanjutan. Kedekatan jarak, kondisi cuaca, keamanan, serta desain pedestrian merupakan faktor-faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan kegiatan berjalan kaki (Ariffin dan Zahari 2013).

Kemudahan akses transportasi umum di lokasi penelitian sudah cukup baik. Ketiga lokasi penelitian memiliki jarak kedekatan dengan pangkalan bus APTB serta Stasiun Bogor. Responden yang bekerja di Jakarta mayoritas menggunakan jasa layanan kereta api. Fasilitas pelayanan yang semakin baik di Stasiun Bogor serta ketersedian area parkir yang baik menjadi faktor utama preferensi responden untuk menggunakan kereta api. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Adhi (2012) yang menjelaskan bahwa transportasi kereta api semakin banyak diminati oleh warga Bogor.

(10) Subkomponen KDB dan KDH

Subkomponen Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Koefisien Dasar Hijau (KDH) memiliki parameter KDB dan KDH. Ketiga lokasi penelitian memiliki nilai yang cukup baik. KDB dan KDH pada lokasi Pakuan Regency lebih besar jika dibandingkan dengan lokai Bumi Menteng Asri dan Griya Melati. (11) Subkomponen kepadatan bangunan

Jumlah bangunan per hektar untuk ketiga lokasi penelitian tergolong kategori cukup sesuai, yaitu 40-60 bangunan rumah per hektar.

(12) Subkomponen sistem pengolahan limbah

Gambar

Gambar 1.
Gambar 2 Peta lokasi penelitian (a) Bumi Menteng Asri, (b) Griya Melati, dan (c) Pakuan Regency
Tabel 1 Deskripsi jenis dan sumber data
Tabel 2 Kriteria daftar periksa ecodesign rumah tinggal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tentukan dan Klarifikasi Tingkat Ketidakhadiran Yang Dapat Diterima Klarifikasi pada karyawan Anda batas yang diperbolehkan untuk tidak hadir dan batas di atasnya jika mereka

Pita Energi Graphene dan Silicene Murni Hasil perhitungan struktur pita energi dari graphene dan silicene murni seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1 dan Gambar 2 menunjukkan

Tujuan kajian ini adalah untuk mengenal pasti dan menganalisis peranan pengurus kreativiti dan inovasi dalam pendidikan matematik ke arah pembinaan budaya matematik di

berkepala dingin atas perselisihan yang terjadi dan saling pengertian, agar terhindar dari perilaku yang mengundang KDRT. Bersikap selektif terhadap media sosial ataupun

Lebih jauh perlindungan hukum terhadap hak atas piutang yang didahulukan dapat dilihat pada ketentuan Pasal 27 UUJF : (1) Penerima fidusia memiliki hak yang

(1) Terhadap impor Barang Operasi untuk keadaan mendesak yang berdampak pada keselamatan dan lindungan lingkungan danlatau terhentinya operasi Kegiatan Usaha Hulu,

Judul Disertasi : STUDI PEMANFAATAN BAHAN PENGEMULSI BERBASIS MINYAK KELAPA UNTUK PRODUK FILM LATEKS PEKAT KARET ALAM DENGAN AGEN VULKANISASI SULFUR DAN DIKUMIL

ABSTRAK : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Pengetahuan guru UPT Satuan Pendidikan SMPN 5 Mandai terhadap penyusunan soal HOTS (Higher Order Thinking