• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis gen penyandi protein terikat membran, impX, yang terlibat dalam patogenisitas pada Xanthomonas axonopodis pv. glycines

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis gen penyandi protein terikat membran, impX, yang terlibat dalam patogenisitas pada Xanthomonas axonopodis pv. glycines"

Copied!
164
0
0

Teks penuh

(1)

MEMBRAN,

imp

X, YANG TERLIBAT DALAM

PATOGENISITAS PADA

Xanthomonas axonopodis

pv.

glycines

ANY FITRIANI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi

saya yang berjudul

ANALISIS GEN PENYANDI PROTEIN TERIKAT MEMBRAN , impX, YANG TERLIBAT DALAM PATOGENISITAS PADA Xanthomonas axonopodis pv. glycines

Merupakan hasil karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing, dan bukan

hasil jiplakan atau tiruan dari tulisan siapapun. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk

memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi manapun

Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat

diperiksa kebenarannya.

Bogor, Februari 2007

Any Fitriani

(3)

patogenisitas pada Xanthomonas axonopodis pv. glycines. Dibimbing oleh Antonius Suwanto, Budi Tjahjono dan Aris Tri Wahyudi.

Xanthomonas axonopodis pv glycines (Xag) adalah bakteri penyebab penyakit pustul pada tanaman kedelai. Mutan non patogenik (Xag M715) telah dikonstruksi melalui mutagenesis transposon untuk mengetahui gen yang terlibat patogenisitas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk 1) mengisolasi gen/gen-gen yang terlibat patogenisitas pada Xag YR32, (2) mengkarakterisasi gen/gen-gen yang terlibat patogenisitas pada Xag YR32, (3) mempelajari struktur dan fungsi gen yang terlibat patogenisitas pada Xag YR32, (4) menentukan posisi penyisipan transposon pada Xag

M715.

DNA sekitar penyisipan Tn5 dari Xag YR32 diisolasi melalui inverse Polymerase Chain Reaction (IPCR). Analisis BLASTN dari urutan DNA memperlihatkan similaritas pada nukleotida yang terlibat patogenisitas pada Xanthomonas axonopodis pv citri

(GenBank accession No. NC003919) dengan identity 99%. BLASTX menunjukkan bahwa urutan nukleotida menyandikan inner membrane protein (imp) dan cystein protease (cp) (identity 90% dan 99%). Analisis Open Reading Frame (ORF) finder

menunjukkan dua arah transkripsi yang berlawanan dari gen impX dan cp. Putative

promoter, ribosom binding site (RBS), kodon awal dan akhir ditemukan pada gen impX.

Putative promoter, RBS, kodon awal dan akhir ditemukan pada gen cp. Analisis ini menunjukkan bahwa transposon menyisip pada C-terminal impX. Analisis fungsi protein menunjukkan sebagai putative ABC-ATPase, suatu protein transmembran, famili ABC transporter, termasuk kelompok ABC-A1 yang mengekspor molekul. Analisis menunjukkan bahwa transposon menyisip pada ATP-ase dari ABC-ATPase. Analisis transkrip pada Xag YR32 menunjukkan bahwa gen ditranskrip tetapi hanya terdeteksi sangat tipis pada Xag M715. Analisis hibridisasi Northern memperlihatkan bahwa gen

impX bersifat monosistronik dengan ukuran sekitar 546 bp. Introduksi impX ke dalam

Xag M715 dapat mengembalikan sifat patogen pada bioesai kotiledon kedelai. Xag

M715 menjadi patogen kembali. Sepuluh hari setelah infeksi, kotiledon yang terinfeksi oleh Xag YR32 menjadi coklat, sedangkan Xag M715 (pRP06) mencoklat pada 14 hari setelah infeksi. Analisis statistik menunjukkan bahwa fenotip Xag M715 berbeda dengan

Xag M715 (pRP06) dan fenotip Xag YR32 sama dengan Xag M715 (pRP06). Analisis awal ekspresi protein menunjukkan bahwa gen impX diekspresikan pada E. coli

BL21(DE3)pLysS. Fenotip non-patogenik dari Xag M715 disebabkan oleh penyisipan transposon pada ATP-ase dari ABC-ATPase transporter.

(4)

ABSTRACT

Any Fitriani. Analysis of a gene encoding transmembrane protein, impX, involved in pathogenicity in Xanthomonas axonopodis pv. glycines. Under supervision of Antonius Suwanto, Budi Tjahjono, and Aris Tri Wahyudi.

Xanthomonas axonopodis pv glycines (Xag) is the cause of bacterial pustule disease in soybean. A non pathogenic mutant (Xag M715) has been constructed by transposon mutagenesis to identify gene involved in pathogenicity. The objective of this study are (1) to isolate gene/genes involved pathogenicity in Xag YR32, (2) to characterize gene/genes involved pathogenicity in Xag YR32, (3) to study structure and function of gene involved pathogenicity in Xag YR32, (4) to determine position of transposon insertion in Xag M715.

DNA from Xag YR32 surrounding the Tn5 insertion (1,3 kb) was isolated employing inverse Polymerase Chain Reaction (IPCR). BLASTN analysis of the DNA sequence showed similarity to a region involved in pathogenicity of Xanthomonas axonopodis pv

citri (GenBank accession No. NC 003919) 99% identity. BLASTX showed the sequence encodes inner membrane protein (imp) and cystein protease (cp) (identity 90% and 99%, respectively). Open Reading Frame (ORF) finder analysis showed two opposite transcription direction of impX and cp genes. Putative promoter, ribosome binding site (RBS), start and stop codon, and stop transcription were found in impX. However, promoter, RBS, start and stop codon were found in cp. This analysis showed that the transposon was inserted in C-terminal portion of ImpX. Analysis of protein function indicated as putative ABC-ATPase. It is a transmembrane protein ABC transporter family, include in ABC-A1 type cluster that exported molecule. This analysis revealed that transposon was inserted in ATPase of ABC-ATPase. Transcript analysis in Xag

YR32 revealed that the gene was transcribed but could only be detected as a very thin in

Xag M715. Northern hybridization analysis showed that the gene is monocistronic of about 546 bp. Introduction of impX into Xag M715 could restore pathogenicity in soybean cotyledon assay, Xag M715 recovered to pathogenic. Ten days after infection, cotyledon infected by Xag YR32 were browning, meanwhile Xag M715(pRP06) were browning in 14-days after infection. Statistical analysis revealed that phenotype of Xag

M715 was different from Xag M715(pRP06) and phenotype of Xag YR32 was the same as Xag M715(pRP06). Preliminary protein expression of impX in E. coli showed that gene of impX was expressed in E. coli BL21(DE3)pLysS. Non pathogenic phenotype of

Xag M715 was caused by transposon insertion in ATPase of ABC-ATPase transporter.

(5)

MEMBRAN,

imp

X, YANG TERLIBAT DALAM

PATOGENISITAS PADA

Xanthomonas axonopodis

pv.

glycines

ANY FITRIANI

Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

Pada Program Studi : Biologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Patogenisitas pada

Xanthomonas axonopodis pv glycines

Nama : Any Fitriani

NRP : G361020021

Program Studi : Biologi

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

Ketua

Prof. Dr. Ir. Antonius Suwanto, M.Sc.

Anggota Anggota

Dr. Ir. Budi Tjahjono, M.Agr. Dr. Drs. Aris Tri Wahyudi, M.Si.

Mengetahui,

Ketua Program Studi Biologi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA Prof. Dr. Ir. Khairil. A. Notodiputro, MS.

(7)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah Nya, penulis dapat menyelesaikan disertasi yang berjudul “Analisis Gen Penyandi Protein

Terikat Membran, impX, yang Terlibat dalam Patogenisitas pada Xanthomonas

axonopodis pv glycines”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang

setinggi-tingginya kepada Prof. Dr. Ir. Antonius Suwanto, M.Sc. atas segala bimbingan

dan dedikasinya selama penulis melakukan penelitian di Laboratorium Research Center

Microbial Diversity (RCMD) dan penulisan disertasi. Atas kebaikan dan perhatian Beliau

yang tulus, penulis dapat melakukan sebagian penelitian di Laboratorium Research and

Development Charoen Phokpand Indonesia. Diskusi-diskusi yang menarik dan sarat

dengan ilmu, selalu Beliau tumpahkan dan tidak mengenal waktu. Banyak hal dari

Beliau yang dapat dijadikan teladan sebagai ilmuwan dan pendidik yang baik. Selama

menjadi bimbingan Beliau, penulis berkesempatan menjadi asisten praktikum

matakuliah Rekayasa Genetika Tahun 2004/2005, Tahun 2005/2006, dan Tahun

2006/2007 PS Bioteknologi, SPs IPB, pengajar pada Pokok Bahasan Bioteknologi

Mikroba pada matakuliah Prinsip-prinsip Bioteknologi (BIO-400) pada Tahun 2005/2006,

Departemen Biologi, IPB, Reviewer pada Majalah Biosains Hayati, November 2006.

Selain itu, penulis diminta untuk memberi Kuliah khusus pada matakuliah Kapita Selekta

Bioteknologi Program Studi Biologi, Program Pascasarjana ITB pada 6 November 2006.

Penulis sampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya untuk Dr.

Aris Tri Wahyudi, M.Si. atas pengarahan pada metode Inverse Polymerase Chain

Reaction (IPCR) dan segala masukan dalam diskusi selama penelitian dan penulisan

disertasi ini. Beliau juga selalu memberikan dukungan semangat selama penelitian.

Terima kasih kepada Dr. Ir. Budi Tjahjono, M.Agr. atas dukungan dan doa selama

proses penelitian berlangsung. Penulis tak lupa sampaikan rasa terima kasih pada

Bapak Dr. Muhammad Machmud, M.Sc., APU dari Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian, Departemen

Pertanian atas masukan dan penyempurnaan disertasi ini. Juga kepada Bapak Dr. Ir.

Giyanto, M.Si dari Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB atas

masukan dan wawasan tentang ilmu yang dipelajari pada disertasi ini.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan pada pengelola Beasiswa Program

(8)

Pendidikan Indonesia, atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti

pendidikan di program studi Biologi Sekolah Pascasarjana IPB. Ucapan terima kasih

juga penulis sampaikan kepada Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Ketua PS Biologi

SPs IPB atas perkenaan penulis melanjutkan pendidikan S3 di IPB.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada sahabat-sahabat, Dr. Yaya

Rukayadi, atas dorongan semangat yang tak henti-henti dan bantuan literatur yang sulit

diperoleh. Dr. Irawan Tan, atas dukungan dan persahabatan yang tulus. Juga kepada

teman-teman alumni RCMD, Dr. Andi Khaeruni R., Ir. Cecilia A. Semahu, M.Si., Dra.

Nurhasanah, M.Si, Ir. Dede Abdulrakhman, dan teman satu bimbingan di RCMD, Ir. Tati

Barus , M.P. dan Artini Pangastuti, SSi, M.Si. atas persahabatan yang tulus.

Kepada Mamah dan Bapak, penulis mengucapkan banyak terima kasih atas

dorongan moril dan doa selama menempuh pendidikan ini. Terima kasih yang tak

terhingga kepada suami tercinta, Taufik Mahpudin atas doa, kasih sayang, dukungan

moril dan materil, pengertian dan pengorbanannya selama penulis mengikuti program

S3 di IPB.

Kepada semua pihak yang telah membantu dan tak tersebutkan namanya, penulis

ucapkan terima kasih atas segala bantuannya. Semoga budi baik yang diberikan

diterima Allah SWT sebagai amal shaleh. Semoga disertasi ini menjadi sumbangan ilmu

yang bermanfaat. Amien.

Bogor, April 2007

Any Fitriani

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung, pada tanggal 2 Februari 1965 sebagai anak sulung

dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Achmad Sumantri dan Ibu Emi Rustemi.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas di

Bandung.

Pada tahun 1983 penulis diterima sebagai mahasiswa Biologi Institut Teknologi

Bandung (ITB) melalui jalur Proyek Perintis II. Pada tahun 1987 sampai dengan 1989,

penulis menjadi staf peneliti di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan dan Fitokimia,

Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati, ITB. Pada tahun 1989 penulis lulus sebagai

Sarjana Biologi. Pada tahun 1989 sampai dengan 1991, penulis menjadi Kepala Bagian

Research and Development Plant Tissue Culture pada PT Purwasari Nusantara,

Yayasan Bunga Nusantara. Pada tahun 1995 penulis mendapat beasiswa Tim

Manajemen Program Doktor (TMPD) dari Departemen Pedidikan dan Kebudayaan RI,

diterima pada Program Studi Biologi, Program Pascasarjana ITB dan menamatkannya

pada tahun 1998. Pada tahun 2002 penulis mendapat beasiswa Pendidikan

Pascasarjana (BPPS) dari Departemen Pendidikan Nasional RI untuk melanjutkan

Program Doktor pada Program Studi Biologi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian

Bogor (IPB). Penulis bekerja sebagai staf pengajar Departemen Pendidikan Biologi,

Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pendidikan

Indonesia sejak tahun 1991.

Selama mengikuti Program Doktor, penulis berkesempatan menyajikan karya ilmiah

berjudul “Analysis of A Gene Involved in Pathogenicity of Xanthomonas axonopodis pv.

glycines” pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia (PIT

PERMI) 2006 di Solo, 26-27 Agustus 2006. Sebagian dari Disertasi ini akan

dipublikasikan pada Journal Microbiology Indonesia dengan judul “Evidence for a Link

Between Pathogenicity and the Role of Imp Bacterial Transport Effector Proteins in

Soybean Infection by Xanthomonas axonopodis pv glycines” (telah diterima untuk

(10)

xi

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR... xiv

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Penyebab Pustul Bakteri ... 4

2.2 Gejala dan Epidemiologi Pustul Bakteri ... 5

2.3 Patogenisitas pada Bakteri... 7

2.4 Mekanisme Patogenisitas pada Bakteri ... 8

2.5 Protein Membran Dalam (Inner Membrane Proteins)... 12

2.6 ATP Binding Cassette Transporter (ABC transporter)... 16

2.7 ATPase... 18

III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 19

3.2 Bahan dan Alat 3.2.1 Galur-galur Bakteri dan Plasmid... 19

3.2.2 Media Tumbuh ... 20

3.3 Metodologi 3.3.1 Isolasi DNA Genom Total ... 20

3.3.2 Inverse Polymerase Chain Reaction (IPCR)... 21

3.3.3 Isolasi dan Pemurnian Hasil PCR dan Fragmen DNA dari Gel Agarosa... 21

3.3.4 Kloning Gen Patogenisitas ... 22

3.3.5 Isolasi DNA Plasmid ... 23

3.3.6 Sekuensing dan Analisis Sekuen DNA ... 23

3.3.7 Analisis Urutan Asam Amino ... 23

3.3.8 Isolasi RNA dan RT-PCR ... 24

3.3.9 Analisis Hibridisasi Northern ... 24

3.3.10 Uji Komplementasi... 26

3.3.11 Konjugasi Tiga Tetua ... 26

3.3.12 Bioesai Patogenisitas pada Kotiledon Kedelai ... 27

3.3.13 Kloning dan Ekspresi Gen impX... 27

3.3.14 Isolasi Protein... 28

3.3.15 Elektroforesis Protein dengan SDS-PAGE... 28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Inverse PCR... 29

4.2 Analisis urutan DNA ... 30

4.3 Analisis Struktur Gen ... 32

4.4 Analisis Fungsi ImpX ... 39

4.5 Analisis RNA... 43

4.6 Uji Komplementasi ... 46

4.7 Bioesai Kotiledon ... 48

(11)

xii

4.9 Implikasi Hasil Penelitian dengan Penelitian Sebelumnya ... 59 4.10 Hipotesis Mekanisme Patogenisitas pada Xag... 60

V. KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan ... 62 5.2 Saran... 62

(12)

Nomor Halaman

1 Galur-galur bakteri dan plasmid yang digunakan dalam

Penelitian ……… 19

2 Hasil analisis BLASTX ………. 32

3 Hasil analisis FASTX ……….. 32

4 Hasil pengujian patogenisitas dengan bioesai kotiledon ……… 48

5 Persentase gejala nekrosis pada kotiledon kedelai ……… 49

(13)

xiv

Nomor Halaman

1 Pustul bakteri pada kedelai ... 7

2 Skema prediksi lokasi subselular faktor virulen pada bakteri

Gram negatif dan Gram positif ... 10

3 Skematik lima jalur utama sistem sekresi... 11

4 Hipotesis model mekanisme molekuler aktivitas virulen dan

avirulen dari AvrBs3 dari Xanthomonas campestris pv vesicatoria 13

5 Beberapa tipe protein terikat membran lipid bilayer ... 15

6 Jalur target dan insersi protein membran pada E. coli …………. 16

7 Struktur skematik beberapa ABC transporter ... 18

8 Hidrolisis ATP ... 19

9 Elektroforesis gel agarosa DNA produk dari hasil inverse PCR .... 29

10 Elektroforesis gel agarosa DNA hasil verifikasi pFT3551 ... 30

11 Plasmid rekombinan pFT3551 ... 30

12 Hasil analisis BLASTN... 31

13 Hasil penyejajaran urutan nukleotida ukuran 1,3 kb

dengan database... 31

14 Hasil analisis ORF untuk Imp ... 33

15 Hasil analisis ORF untuk Cp ... 34

16 Struktur gen pada fragmen 1,3 kb dari

Xanthomonas axonopodis pv. glycines YR32... 35

17 Posisi situs restriksi pada fragmen 1,3 kb Xag YR32 ... 36

18 Hasil analisis ORF sekuen imps yang telah digabungkan ... 36

19 Urutan DNA dari struktur gen impX dan asam aminonya serta

(14)

xv

Nomor Halaman

20 Peta fisik gen imp, cp dan tonB-dependent receptor... 39

21 Karakter-karakter putative ABC-ATPase transporter ImpX

pada Xag YR32 ………. 41

22 Peta fisik putative ABC-ATPase transporter ImpX pada

Xag YR32 ... 42

23 Hasil elektroforesis sampel RNA total dari berbagai

Xanthomonas... 43

24 Elektroforesis gel agarosa DNA hasil RT-PCR

dari RNA total sampel... 44

25 Elektroforesis gel agarosa terdenaturasi RNA dan analisis

hibridisasi RNA Xag YR32 dan Xag M715... 46

26 Konstruksi plasmid pRP06 ... 47

27 Hasil verifikasi pRP06... 48

28 Diagram persentase gejala nekrosis pada kotiledon kedelai setelah diinfeksi beberapa galur bakteri ... 49

29 Hasil uji komplementasi... 50

30 Konstruksi plasmid pEG01 untuk ekspresi protein heterologous .. 57

31 Verifikasi hasil PCR impX dan verifikasi plasmid pEG01

dengan NdeI dan BamHI... 58

32 Hasil SDS-PAGE protein total ... 58

33 Uji patogenisitas Xag YR32 dan Xag M715 in planta ... 59

34 Hipotesis mekanisme patogenisitas pada Xag YR32 dan

(15)

I. PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Kedelai (Glycine max L. Merr.) merupakan salah satu bahan pangan yang

termasuk kategori kacang-kacangan dan menduduki lima besar sebagai pangan

dunia. Kedelai bagi industri pengolahan pangan di Indonesia banyak digunakan

sebagai bahan baku pembuatan tahu, tempe dan kecap. Jenis industri yang

tergolong skala kecil-menengah ini berada dalam jumlah yang sangat banyak

menyebabkan tingginya tingkat kebutuhan konsumsi kedelai yang mencapai lebih

dari 2.24 juta ton setiap tahunnya.

Produksi kedelai dunia tahun 2006 didominasi oleh Amerika Serikat (82,8 juta

ton/thn), Brazil (50,2 juta ton/thn), Argentina (38,3 juta ton/thn), China (16,9 juta

ton/thn), India (6,0 juta ton/thn), Paraguay (3,5 juta ton/thn), Canada (3,0 juta ton/thn)

dan Bolivia (1,7 juta ton/thn). Produksi Indonesia pada tahun 2006 hanya 0,749 juta

ton, sementara itu keperluan Nasional adalah 2,119 juta ton. Hal ini berarti

ketergantungan akan suplai kedelai impor sekitar 1,37 juta ton. Lonjakan impor

kedelai disebabkan peningkatan konsumsi produk industri dan impor kedelai

Indonesia menghabiskan devisa sebanyak 200-300 juta dollar Amerika Serikat

pertahun (Departemen Pertanian 2006).

Kandungan gizi kedelai sangat baik untuk nutrisi manusia. Komposis i kimia biji

kedelai terdiri atas 40% protein, 20% lemak atau minyak, 35% karbohidrat, dan 5

persen serat. Kandungan protein dalam biji kedelai sebagian besar terdiri atas asam

amino leusin. Kandungan lemak didominasi oleh lemak tak jenuh seperti asam

linolenat, asam linoleat dan asam oleat. Karbohidrat terdiri atas disakarida sukrosa

(2,5-8,2%), trisakarida raffinosa (0,1-1,0%), dan tetrasakarida stachyosa (1,4-4,1%).

Kedelai juga mengandung fitoestrogen berupa isoflavon yang dapat mencegah

terjadinya osteoporosis. Serat pada kedelai merupakan polisakarida seperti selulosa,

hemiselulosa, dan pektin. Begitu besarnya kontribusi kedelai dalam hal penyediaan

bahan pangan bergizi, kedelai dijuluki sebagai Gold from The Soil. Selain itu, karena

kandungan protein yang sangat baik sebagai bahan nutrisi manusia, juga kandungan

asam amino yang beragam, maka kedelai dijuluki sebagai World’s Miracle

(Soybean-Wikipedia, the free encyclopedia.htm).

Sampai saat ini, Indonesia adalah pengimpor potensial kedelai. Hal ini

kontradiktif dengan luasnya lahan potensial untuk pertanaman kedelai, karena

Indonesia merupakan negara ketiga terbesar dari sudut luas areal tanaman kedelai,

(16)

produksi kedelai selama 10 tahun terakhir lebih banyak sebagai kontribusi perluasan

areal tanam (73%) dan sisanya 27% berasal dari peningkatan produktivitas.

Meskipun setiap tahunnya terjadi peningkatan produksi kedelai nasional, tetapi tidak

dapat menyusul laju permintaan kedelai dalam negeri. Rendahnya produktivitas

tanaman kedelai disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya pengendalian hama

dan penyakit yang belum baik. Ada lima jenis penyakit utama kedelai yaitu, busuk

akar dan batang (Rhizoctonia solani), karat (Phakopsora pachyrhizi), kerdil kedelai

(Soybean Stunt Virus), bakteri hawar daun (Pseudomonas syringae pv. glycines),

dan pustul bakteri (Xanthomonas axonopodis pv. glycines) (Departemen Pertanian

2005).

Penyakit pustul bakteri termasuk salah satu penyebab rendahnya produktivitas

kedelai yang paling menentukan. Awal mula terjadinya infeksi, Xanthomonas

axonopodis pv glycines (Xag) masuk ke dalam ruang antar sel daun melalui angin

dan air. Xag melakukan kolonisasi dan mulai menunjukkan gejala pada 20-30 hari

setelah tanam. Gejala awal ditandai dengan adanya bercak hijau pada permukaan

atas dan bawah daun. Kemudian terbentuk penonjolan di bagian tengah bercak

permukaan bawah daun. Tonjolan ini akan membesar dan jaringan sekitarnya akan

mati. Pada saat terkena angin, jaringan yang mati akan terbawa dan akhirnya

berlubang (Hartman et al. 1999).

Penanganan penyakit pustul bakteri dapat dilakukan dengan beberapa cara,

diantaranya dengan rotasi tanaman atau tanaman dengan genotip resisten terhadap

penyakit ini. Selain itu, pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan biokontrol.

Di Laboratorium kami, telah dilakukan penelitian tentang biokontrol penyakit pustul

bakteri yaitu Pseudomonas fluorescens B29 yang mampu berkompetisi dengan Xag.

Mekanisme kompetisi kedua jenis bakteri ini adalah karena kedua jenis bakteri

tersebut hidup menempati relung ekologi yang sama pada filosfer (Suwanto 1994a).

Selain itu, pengendalian penyakit dapat didekati dengan pemahaman

mekanisme patogenisitas. Penelitian yang mengarah ke mekanisme patogenisitas

pada Xag telah dilakukan, diantaranya oleh Rukayadi (1998), Akhdiya (2000), dan

Pratiwi (2004). Rukayadi (1998) telah mengkonstruksi peta genetik parsial dan

mengkarakterisasi sintasan epifitik mutan Xag M715 yang bersifat non patogenik.

Mutan Xag M715 dikonstruksi dari Xag YR32 tipe liar melalui mutagenesis dengan

transposon menggunakan pYR103. Pada pYR103 terdapat transposon komposit

miniTn5-KmR yang merupakan turunan dari Tn5 dengan penambahan gen resisten

trimetrophim (TpR). Hasil hibridisasi Southern menggunakan pelacak pYR103

berukuran 2,8 kb-EcoRI menunjukkan bahwa transposon menyisip pada potongan

(17)

melakukan pengujian in planta pada tanaman kedelai dan tomat dari isolat-isolat Xag

yaitu YR32 (tipe liar) dan M715 (mutan nonpatogenik). Hasilnya menunjukkan bahwa

YR32 bersifat patogen pada tanaman kedelai dan reaksi hipersensitif pada tomat

sedangkan M715 tidak menunjukkan sifat patogenisitas pada tanaman kedelai dan

reaksi hipersensitif pada tomat.

Akhdiya (2000) telah mengamplifikasi fragmen DNA pengapit transposon

berukuran 0,7 kb yang telah disisipkan pada pGEM-T Easy (pAA01) dengan

menggunakan primer Km-Tn903 dan M13F. Pratiwi (2004) telah mengidentifikasi

posisi penyisipan transposon pada mutan Xag M715 dengan menggunakan pAA01

sebagai pelacak. Fragmen DNA kemudian diurut nukleotidanya dan diperoleh urutan

DNA berukuran 1,8 kb. Berdasarkan analisis bioinformatikanya, terdapat tiga

kerangka, yaitu : (1) kerangka I ialah 68 nukelotida yang mirip dengan ujung

karboksil gen xcsN penyandi protein sistem sekresi tipe II pada Xanthomonas

axonopodis pv. citri str. 306, (2) kerangka II mirip dengan akhir sekuen AEO11699

atau gen penyandi protein sistem sekresi tipe II pada Xanthomonas axonopodis pv

citri str. 306., (3) kerangka III mirip dengan gen iroN penyandi TonB

dependent-receptor pada Xanthomonas axonopodis pv. citri str. 306.

Berdasarkan penelitian terakhir, belum ditemukan dengan jelas gen yang terlibat

dalam patogenisitas pada Xanthomonas axonopodis pv. glycines YR32, demikian

juga dengan posisi penyisipan transposon pada genom Xag M715. Oleh karena itu,

perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai mekanisme patogenisitas pada Xag.

1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengisolasi gen/gen-gen yang terlibat

patogenisitas pada Xag YR32, (2) mengkarakterisasi gen/gen-gen yang terlibat

patogenisitas pada Xag YR32, (3) mempelajari struktur dan fungsi gen yang terlibat

patogenisitas pada Xag YR32, (4) menentukan posisi penyisipan transposon pada

Xag M715. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut dilakukan serangkaian

eksperimen lain, yaitu : (1) mempelajari transkrip gen yang terlibat patogenisitas

pada Xag YR32 dan M715, (2) membuktikan gen yang terlibat patogenisitas melalui

uji komplementasi dan bioasai kotiledon, (3) mempelajari ekspresi heterologous gen

tersebut pada E.coli. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan

ilmiah tentang mekanisme patogenisitas pada Xag khususnya dan bakteri lain

(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mikroorganisme Penyebab Pustul Bakteri

Xanthomonas campestris pv. glycines merupakan bakteri penyebab penyakit

pustul pada tanaman kedelai (Moffet dan Croft 1983). Sinonimnya adalah Xanthomonas

campestris pv. phaseoli (Semangun 1991). Berdasarkan homologi DNA-DNA,

Xanthomonas campestris pv. glycines diusulkan namanya menjadi Xanthomonas

axonopodis pv. glycines (Vauterin 2000).

Morfologi sel Xag berbentuk batang, berukuran 0,5-0,9 x 1,4-2,4 µm, mempunyai

satu flagela polar dan bersifat Gram negatif. Pada medium Beef Infusion Agar koloninya

berwarna kuning pucat dan semakin lama akan menjadi kuning tua, berukuran kecil, dan

sirkuler dengan tepian yang halus. Bakteri ini sangat cepat menghidrolisis pati,

menghasilkan auksin, bakteriosin, dan eksopolisakarida (Sinclair dan Beckman 1989).

Sebagai anggota dari genus Xanthomonas, bakteri ini bersifat oksidatif, dan aerobik

obligat (Briyant et al. 1979). Sedangkan menurut Lelliot dan Stead (1987),

patovar-patovar X. campestris mempunyai sifat Gram negatif, katalase positif, pertumbuhan

terhambat oleh 0,02-0,1% TZC (triphenyl tetrazolium chloride), koloni berwarna kuning

madu pada medium kentang agar dekstrosa, dan melakukan respirasi aerobik.

Temperatur optimum pertumbuhan bakteri ini adalah berkisar 30-33oC, temperatur

maksimum 38oC dan temperatur minimum 10oC. Bakteri ini sangat sesuai untuk

berkembang dengan baik di daerah beriklim hangat (Kennedy dan Tachibana 1973).

Genom Xag terdiri atas kromosom dan dilaporkan beberapa spesies Xanthomonas

mengandung plasmid-plasmid kriptik (Kado 1992). Widjaya (1996) melaporkan bahwa

Xag YR32 mempunyai satu kromosom sirkuler dengan ukuran sekitar 5020 kilo pasang

basa (kb). Berdasarkan pada hasil analisis menggunakan pulse fieldgel electrophoresis

(PFGE), diketahui bahwa strain Xag YR32 memiliki plasmid indigenous yang berukuran

lebih dari 10,5 kb (Suwanto 1994b). Pada strain lain, Rosana et al. (1995) melaporkan

bahwa strain Xag 8ra mempunyai satu kromosom sirkuler dan diduga memiliki plasmid

endogenous. Sementara itu, pada strain Xag 333 dari Brazil diperoleh adanya dua

plasmid indigenous multikopi yang masing-masing berukuran sekitar 25 kb dan 1,7 kb

(Baldini 1999). Selanjutnya Sharma et al. (1994) melaporkan bahwa strain Xag yang

diisolasi dari tanaman kedelai dari Maharashtra, India, memiliki dua jenis plasmid kriptik

yang masing-masing ukuran 1,5 kb dan 25 kb. Genom X. campestris mengandung %

(19)

2.2 Gejala dan Epidemiologi Penyakit Pustul Bakteri

Penyakit pustul bakteri banyak terdapat di daerah yang beriklim lembab, hangat,

dan sering hujan, termasuk Indonesia. Di Indonesia, pustul bakteri termasuk salah satu

penyakit yang sangat merugikan petani kedelai. Serangan bakteri pustul mengakibatkan

perontokan daun lebih cepat (premature defoliation) dan penurunan ukuran dan jumlah

biji. Gejala awal penyakit ini ditandai munculnya bintik hijau pucat pada permukaan

daun, terutama permukaan bawah daun. Titik kuning akan terbentuk pada bagian

tengah bintik (Gambar 1). Pelukaan daun sering terjadi di daerah anak tulang daun

(vena) dan bintik akan bergabung dan membentuk luka den gan bentuk yang tidak

beraturan.

Berdasarkan epidemiologinya, pustul bakteri dibawa oleh angin atau hujan atau

tetesan air pantulan dari tanah. Penyakit dapat menyebar selama penanaman melalui

daun yang basah. Bakteri dapat masuk pada tanaman melalui bagian tanaman yang

terbuka seperti stomata atau luka. Iklim hangat dan seringnya hujan akan mempercepat

perkembangan penyakit.

Infeksi terjadi dan masuk ke ruang antar sel. Di dalam ruang antar sel, bakteri

memperbanyak diri dengan suplai nutrien berasal dari inang. Gejala penyakit timbul

setelah 20-30 hari setelah infeksi, hal ini ditandai dengan penonjolan kearah abaksial

dan adaksial daun. Gejala penyakit diikuti dengan penguningan daerah sekitar yang

terinfeksi. Gejala ini menunjukkan terjadinya kematian di sekitar sel daun yang terinfeksi.

Nekrosis akan semakin besar dan akhirnya terbentuk lubang.

Bakteri pustul dapat bertahan hidup selama 2,5 tahun dalam benih. Apabila benih

yang mengandung patogen tersebut ditanam, patogen akan aktif kembali, oleh karena

itu biji yang terinfeksi merupakan sumber inokulum atau sumber penularan yang sangat

penting bagi terjadinya epidemi penyakit pustul bakteri di lapangan. Satu biji terinfeksi

dalam seribu biji sehat, apabila ditanam dalam kondisi yang sesuai, sudah cukup

sebagai sumber terjadinya epidemi untuk patogen ini di lapangan (Agarwal dan Sinclair

1987).

(20)

Gambar 1. Pustul bakteri pada kedelai (Rukayadi 1998)

Keterangan : Gejala kuning pada permukaan bawah daun. Titik kuning terbentuk pada tengah bintik

Umumnya penyakit pustul bakteri sangat merugikan para petani kedelai di

Indonesia. Demikian juga di dunia, 40% hasil panen kedelai berkurang setiap tahunnya.

Pengendalian penyakit pustul bakteri dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain,

rotasi tanaman, termasuk metode yang efektif untuk menghindari inokulum yang berasal

dari tanaman kedelai sebelumnya. Di laboratorium kami, penelitian yang mengarah pada

pengendalian penyakit pustul bakteri dilakukan oleh Khaeruni (1998) yang melaporkan

bahwa aplikasi suspensi biokontrol yang disuplementasi dengan bakteri kitinolitik WS7b

dan fotosintetik anoksigenik MB7 sangat signifikan terhadap kesintasan P. fluorescent

B29, selain itu dapat menghambat populasi Xag endogen dan Xag YR32, menekan

populasi jamur filosfer, menghambat kecepatan penyakit, meningkatkan berat basah

(21)

2.3 Patogenisitas pada Bakteri

Patogenisitas merupakan kemampuan patogen untuk menimbulkan suatu penyakit

dengan melumpuhkan pertahanan inang, sedangkan virulensi adalah derajat

patogenisitas. Bakteri yang dapat menyebabkan penyakit mempunyai faktor-faktor

khusus sebagai faktor virulen. Faktor-faktor virulen berperan dalam mempertahankan

kesintasan bakteri pada lingkungan yang sangat ekstrim bagi mikrob tersebut, terutama

lingkungan endogen inang. Beberapa sinyal dapat mengontrol ekspresi faktor virulen,

misalnya kadar oksigen, temperatur, konsentrasi ion, dan pH (Pettersson et al. 1996).

Bakteri patogen melakukan beberapa strategi untuk dapat melumpuhkan inang,

diantaranya harus dapat masuk ke dalam inang, menembus pertahanan inang, dan

merusak sel inang. Bakteri patogen dapat masuk ke dalam inang melalui beberapa

portals of entry. Pada tanaman, bakteri patogen dapat masuk melalui stomata, hidatoda, atau luka. Bakteri patogen dapat menembus pertahanan inang melalui beberapa cara,

diantaranya dengan membentuk kapsul untuk mencegah fagositosis. Komponen dinding

sel berupa protein dinding sel sebagai fasilitas pencegahan fagositosis. Enzim -enzim

yang disekresikan oleh mikrob dapat membantu melumpuhkan pertahanan inang.

Bakteri patogen dapat merusak sel inang secara langsung dan tidak langsung. Sel inang

dirusak secara langsung oleh hasil metabolisme dan multiplikasi bakteri di dalam sel

inang. Selain itu, sel inang dirusak secara tidak langsung oleh toksin yang dihasilkan

bakteri, yaitu eksotoksin dan endotoksin (Wilson et al. 2002).

Toksin analogi dengan senjata biologi yang berupa molekul protein atau

nonprotein yang dihasilkan oleh bakteri untuk menghancurkan atau merusak sel inang.

Toksin nonprotein adalah lipopolisakarida (LPS) yang merupakan endotoksin pada

bakteri Gram negatif dan asam teikoat pada bakteri Gram positif. Toksin protein

umumnya adalah eksotoksin. Toksin ini adalah enzim yang dikirimkan ke sel eukariotik

dengan dua metode yang berbeda, yaitu : (1) sekresi ke dalam lingkungan sekitar atau

(2) langsung diinjeksikan ke sitoplasma sel inang melalui sistem sekresi tipe III atau

mekanisme lainnya. Eksotoksin bakteri dapat dikategorikan ke dalam tiga tipe

berdasarkan komposisi dan fungsi asam aminonya, yaitu : (1) toksin A-B, (2) toksin

proteolitik, dan (3) toksin pembentuk pori (pore forming toxin) (Wilson et al. 2002).

Beberapa spesies bakteri yang memproduksi toksin A-B diantaranya adalah

Pseudomonasaeruginosa, Escherichia coli, Vibrio cholerae. Toksin A-B mempunyai dua

(22)

bertanggung jawab atas pengikatan dan pengiriman toksin ke dalam sel inang. Toksin

proteolitik berperan dalam pemecahan protein inang menjadi gejala penyakit, contohnya

botulinum dari Clostridium botulinum. Target botulinum adalah synaptobrevin yang

mencegah pengeluaran neurotransmitter yang dapat menyebabkan paralysis. Botulinum

dapat mencerna synaptobrevin dan menyebabkan paralysis susunan saraf periferi.

Membrane-disrupting toxins ditemukan pada beberapa spesies bakteri dan membentuk

pori pada membran sel inang yang akhirnya sel menjadi lisis (Wilson et al. 2002). Toksin

pembentuk pori merupakan toksin yang mampu membentuk pori pada sel target yang

memfasilitasi masuknya toksin yang disekresikan, sebagai contoh Colicin pada E. coli

(Parker dan Feil 2004).

2.4 Mekanisme Patogenisitas pada Bakteri

Pada dasarnya gejala penyakit pada tanaman disebabkan oleh masuknya protein

tertentu atau toksin yang dihasilkan oleh patogen ke dalam sel inang. Masuknya protein

ini ke dalam sel tanaman menyebabkan dua fenomena. Pada tanaman yang rentan,

infeksi menyebabkan gejala dan dapat diikuti dengan kematian jaringan dan akhirnya

kematian tanaman (compatible interaction). Pada tanaman yang resisten atau tanaman

bukan inang akan terjadi reaksi hipersensitif yang ditandai dengan adanya nekrosis

pada area yang terinfeksi (incompatible interaction) (Wiggerich et al. 2000).

Selama kurun waktu dua dekade ini, penelitian yang mengarah ke mekanisme

patogenisitas pada bakteri terhadap tanaman ataupun hewan dan manusia sudah

banyak dilakukan. Penelitian-penelitian ini menghasilkan hipotesis-hipotesis tentang

mekanisme patogenisitas pada bakteri. Ada beberapa hipotesis yang menunjukkan jalur

sekresi protein pada bakteri Gram negatif. Hueck et al. (1998) menyatakan ada empat

tipe jalur sekresi, yaitu Type I sec -independent pathway (T1SS), Type III

sec-independent pathway (T3SS), serta Type II dan Type IV sec-dependent secretion

pathway (T2SS dan T4SS).

Gambar 2 menunjukkan bagan skematik sistem sekresi protein. Hueck et al.

(1998), Buttner & Bonas (2002) dan Noel et al. (2002) menyatakan bahwa sistem

sekresi tipe I (T1SS) serupa dengan tipe III (T3SS), yaitu tidak tergantung pada sistem

sekresi dan tidak melibatkan proses amino terminal dari protein yang disekresikan.

Beberapa T1SS ditunjukkan pada sistem sekresi alpha-hemolisin E. coli, adenilat siklase

oleh B. pertusis, leukotoksin oleh Pasteurella haemolytica, dan protease oleh P.

(23)

pada membran dalam suatu ATP-binding cassette protein (ABC protein), yang

menyediakan energi untuk sekresi protein. Protein membran luar yang mengeluarkan

protein melalui jalur sekresi. Membran fusi protein yang membantu protein

meninggalkan membran dalam dan menjangkau ruang periplasmik.

Paling sedikit piranti T3SS tersusun atas 20 protein, sebagian ada di membran

dalam dan memerlukan ATP-ase yang terikat membran. Protein yang disekresi melalui

jalur tiga tidak mengalami proses amino terminal selama sekresi. Sistem ini sebagai

mesin translokasi protein patogenisitas ke dalam sitosol sel eukariotik. Sekresi protein

diregulasi oleh kontak dengan permukaan sel target. Pada T3SS melibatkan needle

yang menghubungkan sel bakteri dengan sel tanaman.

Gambar 2. Skema prediksi lokasi subselular faktor virulen pada bakteri Gram negatif dan Gram positif (http://www.jenner.ac.uk/BacBix3/pPvir_facs.htm)

protein membran lipoprotein

(24)

Gambar 3. Skematik lima jalur utama sistem sekresi.

Keterangan : ABC eksporter E. coli Hly (T1SS), jalur Xcp P. aeruginosa (T2SS), sistem Ysc untuk sekresi protein Yop pada Yersinia (T3SS), sistem VirB dan Cag A. tumefaciens dan H. pylori (T4SS), dan sekresi IgA1-protease pada

N.gonorrhoeae (autotransport er atau T5SS). IM, membran dalam; OM, Membrane luar; N, amino terminal; C, karboksil terminal (Omori dan Idei 2003)

(25)

Jalur T2SS dan T4SS melibatkan tahap yang terpisah dari transpor melalui

membran dalam ke membran luar. Protein yang dikeluarkan pada jalur ini ditandai

adanya 30 asam amino, terutama berupa signal sekuen amino terminal yang hidrofobik.

Signal sekuen membantu protein ke luar dan dipotong oleh signal peptidase yang ada di

periplasmik ketika protein mencapai periplasmik.

Jalur T4SS termasuk kelompok autotransporter, diantaranya immunoglobulin

gonococcal dan protease lain dari Helicobacter pylori. Pada jalur T4SS, protein

dikeluarkan dari sitoplasma melalui jalur sekresi dan terjadi pemotongan signal peptida

amino terminal.

Pada bakteri Gram positif, eksotoksin dikeluarkan melalui ABC transporter.

Desvaux et al. (2006) menyatakan bahwa T3SS terdapat juga pada bakteri Gram positif.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa faktor virulen pada bakteri Gram positif

dikeluarkan melalui ABC transporter dan melalui T3SS.

Omori dan Idei (2003) mengemukakan bahwa sistem transport eksoprotein pada

bakteri Gram negatif melibatkan lima tipe. Autotransporter mempunyai kelompok

tersendiri, yaitu T5SS, seperti terlihat pada Gambar 3.

Eksotoksin di dalam sel tanaman dapat menyebabkan gejala penyakit atau hanya

reaksi hipersensitif. Hal ini sangat tergantung dari genotip tanaman. Butner dan Bonas

(2002) mengemukakan hipotesis mekanisme terjadinya penyakit atau pertahanan pada

tanaman setelah diinfeksi oleh patogen seperti terlihat pada Gambar 4. Pada Gambar 4

dapat dijelaskan bahwa protein AvrBs3 mempunyai karakteristik 34 asam amino

berulang, dua karboksil terminal fungsional sebagai sinyal lokalisasi di inti (NLSs) dan

suatu acidic activation domain (AAD). AvrBs3 masuk ke dalam sel inang melalui T3SS. Di dalam sel tanaman, NLSs berikatan dengan importin α dan bersama-sama dengan

importin β menuju inti sel. Secara langsung maupun tidak langsung (melalui protein X)

interaksi antara AvrBs3 dengan DNA tanaman memulai untuk modulasi transkriptom

inang dan muncul gejala penyakit pada tanaman yang rentan. Pada tanaman yang

resisten respons pertahanan diinduksi pengenalan AvrBs3 protein R Bs3 (Butner dan

(26)

Gambar 4. Hipotesis model mekanisme molekuler aktivitas virulen dan avirulen dari AvrBs3 pada Xanthomonas campestris pv vesicatoria

(Buttner dan Bonas 2002).

2.5 Protein Membran Dalam (Inner Membrane Proteins)

Beberapa protein membran seperti reseptor, protein pembentuk pori, pompa ion,

pengangkut nutrien dan metabolit, protein fotosintetik dan protein transport determinan

virulen, dan toksin sangat penting untuk komunikasi sel dengan lingkungannya.

Protein-protein tersebut termasuk Protein-protein membran dalam atau inner membranproteins (IMPs).

Pada dasarnya IMPs merupakan protein transmembran atau protein integral yang

tertanam pada membran dalam bakteri Gram negatif atau Gram positif. Fungsi IMPs

pada bakteri Gram negatif sangat erat kaitannya dengan transportasi molekul dari dalam

sel (sitosol) menuju ke luar sel (lingkungan) vice versa. Selain itu, IMPs juga mempunyai

fungsi yang sama pada Gram positif, yaitu sebagai sarana transportasi molekul, tetapi

(27)

Karakteristik IMPs sangat unik untuk setiap jenis atau famili, sangat tergantung

pada fungsi dari protein itu pada sel. Alberts et al. (2002) menyatakan bahwa beberapa

membran protein melalui lipid bilayer, protein transmembran ini bersifat ampifatik,

mempunyai daerah hidrofobik dan daerah hidrofilik. Daerah hidrofobik melalui membran

dan berinteraksi dengan ekor hidrofobik di dalam molekul lipid di bagian dalam bilayer.

Bagian hidrofilik terdedah air pada satu atau sisi lain dari membran. Beberapa jenis

protein transmembran berdasarkan jenis dan bentuknya dapat dilihat pada Gambar 5.

Menurut Alberts et al. (2002), protein transmembran selalu mempunyai orientasi yang

unik pada membran yang menunjukkan model asimetris yang sangat tergantung pada

mekanisme sintesis dan menyisipnya protein tersebut pada lipid bilayer membran dan

perbedaan fungsi pada domain sitoplasmik atau nonsitoplasmik. Kedua domain ini

dipisahkan oleh rentang ikatan polipeptida yang berhubungan dengan daerah hidrofobik

lipid bilayer dan sebagian besar tersusun atas residu asam amino nonpolar.

Pemahaman tentang fungsi dan struktur IMPs perlu disertai dengan pemahaman

biogenesisnya. Sebagai bakteri model, penelitian biogenesis IMPs lebih fokus pada

Escherichia coli (E. coli),. Sementara itu, penelitian-penelitian serupa pada bakteri lain

belum pernah diteliti. Pada dasarnya IMPs berfungsi sebagai alat transportasi metabolit,

ion, gula, dan protein dari sel ke lingkungannya vice versa, dan protein yang ditranspor

berupa toksin atau protein virulen determinan yang terlibat dalam petogenisitas. Pada E.

coli, integrasi protein dapat terjadi melalui mekanisme Sec-dependent atau

Sec-independent. Mayoritas IMPs dibawa ke membran oleh signal recognition particle (SRP)

dan dibantu reseptor Fts Y yang menjadi media pembawa pada Sec-translocon. SRP E.

coli mempunyai homologi dengan SRP eukariot, tetapi komposisinya lebih sederhana.

Inti Sec-translocon terdiri atas komponen membran integral SecY, SecE, dan SecG,

yang membentuk suatu heterotrimer dan SecA suatu subunit perifer. Translocon,

sebagai suatu porus translokasi untuk protein sekretori dan IMPs. SecA adalah ATPase

yang berfungsi sebagai motor molekuler dan mengendalikan translokasi protein

(28)

Gambar 5. Beberapa tipe protein terikat membran lipid bilayer.

Keterangan : Sebagian besar protein transmembran terikat melintasi lipid sebagai (1) single α heliks, (2) multipel α heliks atau (3) β-sheet (β barrel). Beberapa protein single-pass dan multipass terikat secara kovalen pada ikatan asam lemak pada lipid-monolayer sitosol (1). Membran protein lain terdedah hanya pada satu sisi membrane. (4) beberapa terikat pada permukaan sitosol suatu α helix ampifatik ke dalam monolayer lipid bilayer sitosol melalui permukaan hidrofobik heliks. (5) Lainnya, terikat pada bilayer oleh ikatan kovalen dalam monolayer sitosol atau (6) melalui suatu ikatan oligosakarida pada fosfatidilinositol dalam monolayer nonsitosolik. (7,8) beberapa protein terikat pada membran hanya oleh interaksi nonkovalen dengan protein membran lain (Alberts et al. 2002).

Untuk memahami biogenesis IMPs pada E. coli, diperlukan beberapa

pengetahuan translokasi protein. Sebagian besar komponen melibatkan protein

translokasi membran dalam (IM) E. coli, yang disebut sekresi. Protein sekretori

dipelihara dalam suatu translocation-competent state oleh chaperon SecB. Preprotein

dikirimkan pada Sec translocon dan Sec translocon menjadi perantara translokasi

protein sekretori melewati IM. Inti dari Sec translocon terdiri atas protein membran

integral SecY, SecE, dan SecG, dan subunit perifer SecA. SecA terdiri atas dimer,

bersama-sama dengan SecYEG membentuk mesin proton motive force dan ATP-driven

(29)

sekresi protein lain yaitu jalur TAT. Preprotein yang ditransport oleh jalur TAT biasanya

mengikat kofaktor dan melipat sebelum translokasi melewati IM, sedangkan Sec hanya

dapat mengakomodasi ikatan peptida yang tidak melipat (Gambar 6) (de Gier dan

Luirink 2001).

Akhir-akhir ini telah dibuktikan bahwa IMPs YidC terlibat dalam penyusunan IMPs

Sec-translocase-dependent pada membran. Bukti menunjukkan bahwa YidC merupakan

bagian dari Sec -translocase dan terlibat dalam pelepasan sebagian IMPs transmembran

dari Sec-translocase ke dalam lapisan lipid bilayer. Selain itu, YidC terlibat juga dalam

penyusunan IMPs Sec-translocase-dependent dan Sec-translocase-independent

(Froderberg et al. 2003).

Gambar 6. Jalur target dan insersi protein membran pada E. coli.

(30)

2.6 ATP Binding Cassette Transporter (ABC Transporter)

Gen ABC transporter merupakan superfamili gen yang menyandikan protein ABC

transporter dan satu dari sebagian besar famili yang ada pada prokariot sampai dengan

manusia. ABC transporter adalah protein transmembran yang berfungsi untuk

transportasi berbagai substrat termasuk produk metabolit, lemak dan sterol, antibiotik,

protein seperti toksin, virulen determinan, gula, dan ion melintasi membran dalam dan

luar. Protein diklasifikasikan sebagai ABC transporter berdasarkan ATP-binding domain,

juga diketahui sebagai nucleotide-binding folds (NBFs) (Nikaido 2002).

Gen ABC transporter pertama kali diidentifikasi 30 tahun lalu pada prokariot.

Protein ini menggunakan energi hidrolisis ATP untuk transportasi beberapa substrat

melintasi membran sel. Pada eukariot, ABC transporter terutama mentranspor molekul

ke luar membran plasma atau ke dalam pada mitokondria, dan retikulum endoplasma.

Idealnya struktur suatu ABC transporter terdiri atas dua transmembran domain (TMs), masing-masing terdiri atas α-heliks yang melintasi fosfolipid bilayer beberapa

kali. Heliks ini membentuk multipas tiga sampai lima kali, antara TMs terdapat ligand

binding domain yang menghadap sisi ekstraseluler protein sebagai importer dan pada

sisi sitoplasmik sebagai eksporter. Protein ABC juga terdiri atas satu atau dua

ATP-binding domain(s), suatu nucleotide-binding folds (NBFs) dan terdapat pada membran

sisi sitoplasmik. ATP-binding domain terbagi menjadi dua motif, yaitu Walker A dan

Walker B yang dipisahkan oleh sekitar 90-120 asam amino. Motif lainnya adalah motif C

atau motif signature (LSGGQ) yang terdapat diantara Walker Motif A dan Walker Motif

B. Motif signature terdiri atas asam amino pendek dan sangat conserved (Nikaido 2002).

Pearson et al. (2004) menyatakan bahwa suatu ABC transporter mempunyai beberapa

kriteria, yaitu N-terminal tersusun atas asam amino hidrofobik, mempunyai tiga sampai

lima putative transmembran region, mempunyai signal peptida, C-terminal mempunyai

ABC ATP-ase Walker motif, Walker motif A (GXXGKT), Walker motif B (KXHD ), X

merupakan residu asam amino nonconserved, motif signature (LSGGQ), dan motif EAA

pada sistem impor ABC.

Menurut Saurin et al. (1998), berdasarkan fungsinya, protein ABC dikelompokan

menjadi dua kelompok besar yaitu ABC-A dan ABC-B. ABC-A berfungsi sebagai protein

ABC yang mengekspor molekul dari dalam sel ke luar sel, sedangkan ABC-B berfungsi

sebagai protein ABC yang mengimpor molekul dari luar sel ke dalam sel. ABC-A terbagi

menjadi ABC-A1 dan ABC-A2. ABC-A1 diantaranya mengekspor molekul protein,

(31)

terdapat pada prokariot dan eukariot. ABC-B juga terbagi menjadi ABC-B1 dan ABC-B2.

ABC-B1 diantaranya mengimpor ion besi siderophore dan metal, ion oligosakarida,

molybdenum, asam amino polar, glycine-betaine, nitrat, dan oligopeptida. ABC-B2

mengimpor antibiotik resisten, monosakarida-C, monosakarida-N. ABC-B hanya

dijumpai pada prokariot (Saurin et al. 1998).

ABC transporter dapat diklasifikasi menjadi half transporter atau full transporter.

Fulltransporter terdiri atas dua TMs dan NBFs. Half transporter hanya terdiri atas satu

TMs dan NBFs dan harus berkombinasi dengan half transporter lain agar dapat

berfungsi. Half transporter dapat membentuk homodimer jika dua ABC transporter

identik bersatu dan heterodimer jika dua ABC transporter tidak identik bersatu

(http://en.wikipedia.org/wiki). Ilustrasi dapat dilihat pada Gambar 7.

A B C

Gambar 7. Struktur skematik beberapa ABC transporter.

Keterangan : (A) Pada bakteri, beberapa transporter tersusun atas dua subunit transmembran (persegi) dan dua subunit ATPase (bulat). Jika suatu importer, diperlukan suatu subunit ke lima, suatu periplasmik-binding protein. (B) Pada beberapa transporter bakteria, dua domain ATPase berfusi menjadi protein tunggal. (C) Sebagian besar transporter pada jamur dan hewan, semua domain berfusi menjadi polipeptida tunggal (Nikaido 2002).

(32)

2.7 ATPase

ATPase merupakan salah satu kelas enzim yang mengkatalisasi penguraian

adenosine trifosfat (ATP) menjadi adenosine difosfat (ADP) dan ion fosfat bebas. Reaksi

defosforilasi akan melepaskan energi dan energi tersebut digunakan untuk

mengendalikan reaksi kimia lainnya. Secara luas, proses ini digunakan dalam semua

bentuk kehidupan (Gambar 8).

Transmembran ATPase mengimpor beberapa metabolit penting yang terlibat

metabolisme sel dan mengekspor toksin, sampah dan ion-ion yang dapat mengganggu

proses seluler. Suatu contoh penting adalah pertukaran ion Na+ dan K+ (atau Na+/K+

ATPase), yang menjadikan keseimbangan konsentrasi ionik dan memelihara potensial

sel. Contoh lain adalah hidrogen K+ ATPase (H+/K+ ATPase atau pompa proton

lambung) yang memelihara keasaman lambung.

Transmembran ATPase membentuk energi potensial kimia ATP karena terjadi

perpindahan metabolit yang melawan gradien konsentrasi. Pada model transpor ini

terjadi perpindahan metabolit dari konsentrasi rendah menuju konsentrasi tinggi. Proses

ini dikenal dengan transpor aktif (Alberts et al. 2000).

Gambar 8. Hidrolisis ATP.

(33)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan sejak bulan Mei 2005 sampai dengan November 2006 di

Laboratorium Pusat Studi Keragaman Mikrob Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Baranangsiang Bogor, dan Research and Development Charoen

Phokphand Indonesia, Jakarta.

3.2 Bahan dan Alat

3.2.1 Galur-galur Bakteri dan Plasmid

Bakteri dan plasmid yang digunakan pada penelitian ini tercantum pada Tabel 1.

Tabel 1. Galur-galur bakteri dan plasmid yang digunakan dalam penelitian

Galur dan plasmid

Karakteristik Referensi

X.a.pv.glycines

(Xag) YR32

Tipe liar, Rif-R asal Muara-Bogor Rukayadi (1995)

Xag M715 KanR,Rif-Rpat- Rukayadi (1998)

X.c.pv campestris Tipe liar, Bogor Khaeruni (2005)

Escherichia coli

DH5 α

supE44rlacU169

(φ80lacZrM15)hsdR17recA1endA1gyrA96

thi -1relA1

Sambrook dan Russel (2001)

Escherichia coli

BL21(DE3)pLysS

F-ompThsdS(r

1-m1-)gal dcm(DE3)pLysS

(camR)

Novagen (2006)

Plasmid

pFT3551 ApR, amplikon hasil IPCR berukuran 1.3 kb (gen imps,cp) dari Xag YR32 diligasi dengan vektor pGEM-T Easy

Penelitian ini

pGOE12 ApR, amplikon hasil PCR gen imps berukuran 0,519 kb dari Xag YR32 diligasi dengan vektor pGEM-T Easy

Penelitian ini

pEG01 ApR, gen imps 0,519 kb diligasi pada situs

NdeI dan BamHI pada vektor pET15b

Penelitian ini

pRP06 TcR, gen imps,cps 1,3 kb diligasi pada situs

EcoRI pada vektor pRK415

Penelitian ini

pET15b ApR T7 cassette lacI rop Novagen (2006) pGEM-T Easy ApR, lacZ Promega (2005)

pRK415 TcR, kisaran inang luas Ditta et al. (1980) pRK2013 KmR, colE1 replikon, tra+ pada RK2, lacZ Ditta et al. (1980)

(34)

Pada penelitian ini digunakan isolat X.axonopodis pv.glycines YR32 sebagai

acuan untuk mempelajari mekanisme patogenisitas pada X. axonopodis pv glycines

YR32. Enzim yang digunakan untuk teknik molekuler antara lain EcoRV, EcoRI, NdeI,

BamHI, T4 DNA ligase (New England Biolabs (NEB) Inc., USA., Invitrogen USA), Taq

polimerase (New England Biolabs (NEB) USA, dan Finnzymes OY, Finland). Purifikasi

DNA (Wizard®SV Gel and PCR Clean-Up System, Promega, USA). Proteinase-K,

RNase dan lisozim dari Sigma Chemical Co, Australia.

Alat utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat piranti

elektroforesis mini gel (Bio-Rad Mini-Sub Cell GT, CA, USA), kamera Polaroid Hoefer’s

Photoman DS32 (Kodak), UV Transilluminator (Hoefer Scientific Instruments, San

Fransisco, USA), Microcentrifuge (SORVALL® Pico, USA), Automated DNA Sequencer

2720 Thermal Cycler (Applied Biosystems, USA), GeneAmp PCR system 2400 (Applied

Biosystems, USA), Gel Documentation (Herolab UVT, USA), seperangkat piranti

elektroforesis protein Miniprotean® (Bio-Rad Mini-Sub Cell GT, CA, USA),

Spektrofotometer U-2010 (Hitachi, Japan).

3.2.2 Media Tumbuh

Bakteri X. axonopodis pv glycines YR32 tipe liar maupun mutannya M715,

ditumbuhkan pada media Yeast Dextrose CaCO3 (YDC). Setiap liter medium YDC

mengandung ekstrak khamir 10 g, dekstrosa 5 gram, CaCO3 20 gram, agar-agar 15

gram dan air suling 1000 ml. Bakteri Xanthomonas diinkubasi pada suhu 28-30 oC

selama 24-48 jam, sedangkan Escherichia coli ditumbuhkan pada media Luria Bertani

(LB) (ekstrak khamir lima gram, triptone 10 gram, dan NaCl 10 gram, air suling 1000 ml)

pada suhu 37 oC selama 12-16 jam. Antibiotika yang ditambahkan pada media adalah

rifampisin (Rif) 100 µg/ml, ampisilin (Ap) 100 µg/ml, tetrasiklin (Tc) 15 µg/ml, kanamisin

(50 µg/ml), atau kloramfenikol (34 µg/ml).

3.3 Metodologi

3.3.1 Isolasi DNA Genom Total

Isolasi total DNA genom mengikuti metode Lazo et al. (1987). Sel Xag ditumbuhkan

selama semalam di dalam lima mililiter medium LB cair yang diinkubasi pada suhu 28oC,

dan dipanen dengan disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama empat menit.

Sentrifugasi dilakukan menggunakan Microcentrifuge (SORVALL® Pico, USA). Pelet

dicuci dengan satu mililiter buffer STE (100mM NaCl, 10mM Tris-HCl, satu mM EDTA

pH 8.0) kemudian diresuspensikan dan disentrifugasi pada kecepatan yang sama

(35)

disentrifugasi selama 12000 rpm selama empat menit. Setelah pelet diresuspensi

dengan 200 µl buffer STE dan ditambahkan 40 µl larutan SDS 10%, suspensi diinkubasi

pada suhu 65oC selama 30 menit kemudian didinginkan pada suhu ruang. Lisis sel

dilakukan dengan menambahkan empat µl 10 mg/ml Proteinase-K, lalu diinkubasi pada

suhu 37oC selama tiga jam. Setelah ditambah 200 µl buffer STE, suspensi diekstraksi

dengan larutan fenol dan kloroform sebanyak 250 µl, lalu dibolak balik secara perlahan

sampai terbentuk emulsi kemudian disentrifugasi 12000 rpm selama 10 menit. Tahap ini

dilakukan sebanyak lima kali. Supernatan ditambah kloroform sebanyak 200 µl dan

disentrifugasi 12000 rpm selama 10 menit. Tahap ini dilakukan dua kali. Supernatan

yang mengandung DNA dipindahkan ke tabung mikro steril dan dipresipitasi dengan

satu mililiter etanol 95% dingin. Benang-benang DNA dililit menggunakan ujung tip mikro

ukuran 200 µl, lalu dikeringudarakan. DNA disuspensikan dalam ddH20 yang

mengandung 10 µg/ml RNase. Setelah diinkubasi selama 10 menit pada suhu 65oC,

DNA disimpan pada suhu –20oC.

3.3.2 Inverse Polymerase Chain Reaction (IPCR)

Inverse PCR dilakukan sesuai dengan metode seperti yang diterangkan Wahyudi

et al. (2001). Primer didisain dari sekuen Pratiwi (2004) dengan urutan nukleotida P1 :

5’-ATCCTTGCCGCCATTGACCTG-3’ dan P2: 5’-CCACCGAACTTGAACTGGTC-3’.

PCR dilakukan dengan LA Taq polimerase (TaKaRa Bio Inc. Japan) dengan kondisi

prePCR pada suhu 94oC selama satu menit, denaturasi pada suhu 95oC selama dua

menit, penempelan primer pada suhu 62oC selama satu menit, sintesis pada suhu 72oC

selama satu menit, postPCR pada suhu 72oC selama 10 menit. PCR dilakukan

sebanyak 30 siklus.

3.3.3 Isolasi dan Pemurnian Hasil PCR dan Fragmen DNA dari Gel Agarosa

Fragmen DNA dengan ukuran yang sesuai diisolasi dari gel dengan metode

pemurnian DNA melalui sentrifugasi (Wizard SV Gel and PCR Clean-UP System,

Promega, USA). Gel sisipan dipotong-potong berbentuk kubus satu mm3, lalu

dimasukkan ke dalam tabung mikro steril. Kemudian pada tabung mikro tersebut

ditambahkan 10 µl Membrane Binding Solution per 10 mg gel, divortex dan diinkubasi

pada suhu 65oC sampai gel larut. SV Minicolumn dimasukkan ke dalam Collection Tube.

Campuran gel terlarut dipindahkan pada Minicolumn kemudian diinkubasi pada suhu

ruang selama satu menit. Campuran disentrifugasi pada 12000 rpm selama satu menit.

Cairan dibuang dan Minicolumn dimasukkan kembali ke Collection Tube. Untuk mencuci

(36)

disentrifugasi 12000 rpm selama satu menit. Cairan dibuang, dan Minicolumn

dimasukkan kembali ke dalam Collection Tube. Pencucian diulang kembali dengan

menambahkan 500 µl Membrane Wash Solution, lalu disentrifugasi 12000 rpm selama

lima menit. Minicolumn dipindahkan ke tabung mikro steril, kemudian ditambahkan 50 µl

ddH2O, diinkubasi pada suhu ruang selama satu menit. Hasil elusi disentrifugasi pada

12000 rpm selama satu menit, lalu disimpan pada –20 oC. Pemurnian hasil PCR

dilakukan sama dengan isolasi DNA dari gel, hanya Membrane Binding Solution

ditambahkan dengan volume yang sama dengan volume PCR.

3.3.4 Kloning Gen Patogenisitas

Hasil purifikasi DNA dari Inverse PCR diklon pada vektor pGEM-T Easy.

Campuran diligasi dan diinkubasi pada suhu 16oC selama semalam. Transformasi

dilakukan dengan terlebih dahulu menyiapkan sel kompeten. Sel E. coli DH5α

ditumbuhkan pada media LB pada suhu 37oC semalam. Lalu disubkultur dengan

memindahkan satu persen kultur E. coli pada medium LB dan diinkubasi selama tiga jam

pada 37oC. Sebanyak 1.5 mililiter kultur dimasukkan ke dalam tabung mikro steril,

kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 6000 rpm selama dua menit. Pada pelet

ditambahkan satu mililiter NaCl dingin, kemudian diresuspensi dan diinkubasi selama 20

menit di atas es. Suspensi disentrifugasi dengan kecepatan 6000 rpm selama dua menit.

Dua ratus µl CaCl2-Tris dingin ditambahkan pada pelet dan diresuspensi, lalu diinkubasi

selama 30 menit di atas es. Setelah itu sel kompeten siap digunakan untuk transformasi.

Transformasi dilakukan dengan mencampurkan hasil ligasi ke dalam 200 µl sel

kompeten. Campuran tersebut kemudian diinkubasi di atas es selama 30 menit,

kemudian diinkubasi pada suhu 42oC selama 60 detik untuk proses heat –shock. Untuk

memulihkan kondisi fisiologi sel, campuran ditambahkan 250 µl medium LB cair dan

digoyang horisontal pada suhu 37oC selama satu jam. Seluruh campuran disentrifugasi

dengan kecepatan 6000 rpm selama dua menit. Pada pelet ditambahkan 200 µl medium

LB cair dan disuspensikan. Suspensi disebar pada medium selektif LA+(X-Gal 40 µg/ml)

dan antibiotika yang sesuai.

Koloni transforman yang tumbuh dan berwarna putih diambil untuk dilakukan

verifikasi plasmid. Untuk mengetahui ukuran DNA sisipan pada plasmid transforman,

(37)

3.3.5 Isolasi DNA Plasmid

Isolasi plasmid dilakukan dengan metode lisis alkalin (Sambrook dan Russel

2001). Lima mililiter kultur sel ditumbuhkan semalam, kemudian dipanen dengan

disentrifugasi pada kecepatan 6000 selama dua menit. Pelet disuspensi dengan 200 µl

1XTE yang mengandung 50 mM glukosa, kemudian diinkubasi di suhu ruang selama

lima menit. Kemudian ditambahkan 200 µl larutan 1%SDS dalam 0.2 M NaOH, dan

suspensi dibolak balik secara perlahan sampai terjadi lisis yang ditandai dengan

berubahnya larutan menjadi bening dan kental. Sebanyak 200 µl larutan Na-asetat (pH

4,8) ditambahkan dan di vortex, lalu diinkubasi selama 10 menit. Tabung mikro

disentrifugasi pada kecepatan 10000 rpm selama 10 menit. Supernatan diekstraksi

menggunakan fenol+kloroform+isoamilalkohol (25:24:1). Fase cair dipindahkan ke

tabung mikro steril lalu diendapkan dengan 2x volum etanol absolut dingin pada –20oC

selama 30 menit. Setelah disentrifugasi pada 10000 rpm selama 10 menit, DNA dicuci

dengan 70% (V/V) etanol dingin dan dikeringudarakan. DNA disuspensi dalam ddH2O

dan mengandung 10 µg/ml RNAse (Sigma Chemical Co., Australia). Setelah diinkubasi

pada suhu 37oC selama 30 menit, DNA disimpan pada suhu –20oC.

3.3.6 Sekuensing dan Analisis Sekuen DNA

Sekuensing DNA dilakukan dengan piranti DNA sequencer ABI PRISM

3100-AVANT Genetic Analyzer. DNA sisipan disekuen menggunakan primer universal

M13-Reverse dan M13-Forward . Sekuen DNA yang diperoleh dibandingkan dengan sekuen

DNA/protein yang ada di database European Bioinformatics Institute (EBI) BLASTX 2.0

pada situs http://www.ebi.ac.uk. Untuk mengetahui fungsi protein yang disandikan oleh gen tersebut dilakukan pelacakan dengan BLAST pada situs

http://www.ncbi.nlm.nih.gov. Analisis ORF juga dilakukan dengan akses

http://www.ncbi.nlm.nih.gov. Analisis promotor dilakukan dengan piranti lunak dari

www.softberry.com. Struktur gen diketahui dengan perunutan sekuen setelah diketahui kodon awal dan kodon akhir.

3.3.7 Analisis Urutan Asam Amino

Urutan asam amino ImpX dibandingkan dengan database European

Bioinformatics Institute (EBI) SWISS-MODEL REPOSITORY. Urutan asam amino

(38)

3.3.8 Isolasi RNA dan Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)

RNA total diisolasi dari kultur cair Xag YR32 dan M715 setelah diinkubasi selama

28 jam (OD600= 0,7). RNA total diisolasi menggunakan Reagent TRIZOL ®

(Invitrogen,

USA). Kualitas RNA yang terisolasi diverifikasi dengan melarikannya pada gel

elektroforesis gel agarosa 1,5% terdenaturasi. Hasil elektroforesis diwarnai dengan 0,5

µM ethidium bromida. RNA dikuantifikasi dengan spektrofotometri pada 260 nm dan 280 nm. Sampel RNA total (5µg) dilakukan transkriptase terbalik oleh enzim reverse

transcriptase M-MuLV (ProtoScript First Strand cDNA Synthesis Kit, New England

Biolabs, Beverly, USA) dengan primer gen spesifik Reverse menggunakan metode

standard dalam volume reaksi 20 µl. cDNA diamplifikasi dengan PCR menggunakan

primer (imp-forward dan imp-reverse). Perancangan primer menggunakan Netprimer

Analysis Software dari PRIMER Biosoft International. PCR dilakukan pada kondisi

praPCR pada suhu 95oC selama tiga menit, denaturasi pada suhu 95oC selama satu

menit, penempelan primer pada suhu 62oC selama satu menit, sintesis pada suhu 72oC

selama satu menit dan postPCR pada suhu 72oC selama tujuh menit. PCR dilakukan

sebanyak 30 siklus. Amplikon dilarikan pada elektroforesis gel agarosa menggunakan

buffer TAE. 16S rDNA diamplifikasi dengan PCR menggunakan universal primer spesifik

prokaryot (63F dan 1387R). Amplifikasi 16S rDNA dilakukan pada kondisi prePCR pada

suhu 94oC selama lima menit, denaturasi pada suhu 94oC selama 30 detik, penempelan

pada suhu 55oC selama 30 detik, sintesis pada suhu 72oC selama satu menit, postPCR

pada suhu 72oC selama lima menit. PCR dilakukan sebanyak 30 siklus.

3.3.9 Analisis Hibridisasi Northern

Transfer RNA pada Membran Nilon. Gel yang berisikan RNA total dari Xag

YR32 dan Xag M715 (5 µg) dilarikan menggunakan elektroforesis pada gel agarosa 1%

terdenaturasi selama dua jam pada 65V. Gel kemudian diwarnai dengan µM ethidium

bromida 0,5 selama 15 menit dan divisualisasi menggunakan UV transilluminator. Gel

dicuci dengan DEPC-treated water, lalu direndam dalam 200 ml 0,05 N NaOH selama

10 menit. Gel dipindahkan ke dalam 200 ml 20xSSC (3,0 M NaCl ; 0,3 M Na-asetat) pH

7,0 selama 40 menit. Gel segera ditransfer pada membran nilon (Amersham

Life-Science, USA) semalam pada suhu ruang menggunakan larutan 20xSSC pH7,0 dengan

metode kapiler (Sambrook dan Russel 2001). Membran dicuci dalam 6xSSC pada suhu

ruang dengan agitasi selama 15 menit, lalu dikeringkan di atas kertas blotting

(Amersham Life-Science, USA), dilanjutkan dengan fiksasi nukleotida pada membran

(39)

Pelabelan Pelacak dan Deteksi Hibridisasi. DNA pelacak dilabel dengan menggunakan NEBlotTM PhototopeTM Kit (New England Biolab, Beverly, USA). Sebanyak

5 ng – 1 µg DNA hasil RT-PCR (375 bp) dalam 34 µl akuabides di dalam tabung mikro,

didenaturasi dalam air dengan pemanasan 100oC selama lima menit. Untuk menjaga

DNA tetap terdenaturasi, tabung mikro segera disimpan di atas es selama lima menit.

Tabung mikro disentrifugasi pada 5000 rpm selama 30 detik. Selanjutnya secara

berturut-turut ke dalam tabung ditambahkan 10 µl 5x mix labelling, lima µl mix dNTP,

dan satu µl fragmen Klenow. Tabung reaksi kemudian diinkubasi pada suhu 37oC

selama semalam. Reaksi dihentikan dengan menambahkan lima µl 0,2 M EDTA pH 8,0.

DNA dipurifikasi dengan NucTrap Probe Purification Column (Stratagen, USA). Pada

tabung mikro ditambahkan lima µl satu persen Tween 20 dan 15 µl 1 kali bufer STET

(0,1 M NaCl; 10 mMTris pH 8,0; satu mM EDTA pH 8,0; 5% Triton X-100). Kolom

dibasahi dengan 1x bufer STET sampai jenuh dan dikeluarkan dari kolom dengan

syringe. Sampel dimasukkan ke dalam kolom, lalu dikeluarkan dengan syringe. Untuk

mengeluarkan sisa-sisa DNA yang ada di dalam kolom, kolom dicuci dengan 1 kali

buffer STET dengan syringe. DNA yang diperoleh digunakan sebagai pelacak. DNA

pelacak disimpan pada suhu -20oC sebelum digunakan.

Membran diletakkan di dalam tabung hibridisasi, kemudian dimasukkan 10 ml

larutan hibridisasi yang berisi formamide lima mililiter, 50xDenhar

Gambar

Gambar 1.  Pustul bakteri pada kedelai (Rukayadi 1998)
Gambar 2.  Skema prediksi lokasi subselular faktor virulen pada bakteri Gram negatif
Gambar 3. Skematik lima jalur utama sistem sekresi.
Gambar 4. Hipotesis model mekanisme molekuler aktivitas virulen dan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai bahan perbaikan dan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya, saran yang dapat diberikan adalah untuk lebih meningkatkan akan aspek-aspek yang berhubungan

Strategi komunikasi dalam membuat program promosi ini adalah disampaikan secara persuasif untuk mengajak membangkitkan rasa kebanggaan bobotoh memakai atribut resmi

Demikianlah Surat Izin Aktif Kembali ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

 Siswa dapat menyebutkan tokoh utama yang terlibat dalam cerita pangalaman.  Siswa dapat menyimpulkan pengalaman

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian glukosa oral 40% terhadap respon nyeri pada bayi yang dilakukan imunisasi DPT

Robot harus mampu menemukan serta mengangkat baby cradle menggunakan lengan penjepit, kemudian membawa bayi ke tempat aman, pertama di primary safe zone yang terletak

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas, maka masalah utama yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah apakah pembelajaran dengan model Problem

Kesimpulan dari hasil penelitian tingkat pengetahuan calon ibu rumah tangga tentang iklan layanan masyarakat KB versi “ibu rumah tangga” di televisi adalah sebagian besar