• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kinerja Sistem Resirkulasi Air Terkendali (Srat) Pada Pemijahan Ikan Hias Air Tawar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kinerja Sistem Resirkulasi Air Terkendali (Srat) Pada Pemijahan Ikan Hias Air Tawar"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

KINERJA SISTEM RESIRKULASI AIR TERKENDALI (SRAT) PADA PEMIJAHAN IKAN HIAS AIR TAWAR

Oleh:

TAUFIK MARTAWIGUNA

F14103006

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Taufik Martawiguna. F14103006. Kinerja Sistem Resirkulasi Air Terkendali (SRAT) Pada Pemijahan Ikan Hias Air Tawar. Di bawah bimbingan Prof.Dr. Ir. Budi Indra Setiawan M.Agr. 2007

RINGKASAN

Komoditas ikan hias air tawar sangat berprospek untuk dikembangkan. Permintaan ikan hias selalu bertambah, baik permintaan untuk konsumsi lokal ataupun ekspor. Jumlah penawaran ikan hias air tawar untuk ekspor selama ini selalu lebih kecil dari pada permintaan importir di luar negeri (Daelami, 2001).

Berdasarkan data FAO (2004), produksi serta perdagangan ikan hias dan tanaman hias hasil budidaya air tawar masih memiliki kontribusi yang besar terhadap industri ikan hias dunia. Nilai industri ikan hias dunia diestimasi bervariasi antara 1-5 milyar USD. Sementara itu nilai ekspor ikan hias dan tanaman hias dunia tahun 2003 sekitar 200 juta USD atau mengalami peningkatan 7-8% per tahun sejak tahun 1990-an. Penyuplai ikan hias dunia masih didominasi oleh Asia dengan kontribusi 65%, sedangkan selebihnya disuplai oleh Eropa dengan kontribusi 19%, dan Oceania, Afrika dan Amerika utara dengan kontribusi sebesar 16%.

Komet (Carassius auratus) merupakan salah satu jenis ikan hias yang cukup banyak diminati. Ikan komet memiliki ketahanan terhadap faktor lingkungan yang cukup baik dibandingkan dengan jenis ikan hias lainnya. Selain itu, harga ikan komet dipasaran tidak begitu tinggi sehingga terjangkau bagi semua kalangan.

Sistem resirkulasi air terkendali (SRAT) merupakan sistem budidaya hemat air. Pada sistem ini, air yang diperlukan adalah air untuk mengisi bak (pada saat mulai beroperasi) dan air untuk mengganti kebocoran dan penguapan (pada saat beroperasi).

Pembenihan ikan hias dengan menggunakan SRAT diharapkan dapat mengurangi penggunaan air dan meningkatkan produktivitas serta keuntungan budidaya ikan hias.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis kinerja sistem resirkulasi air terkendali (SRAT) pada pemijahan ikan hias air tawar dalam menjaga kualitas air yang meliputi suhu, pH, oksigen terlarut dan debit air.

Penelitian ini dilakukan di Wisma Wageningen, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan mulai bulan mei 2007 sampai bulan juli 2007.

(3)

larva ikan yang baru menetas memiliki ketahanan tubuh yang kurang baik, sehingga larva-larva tersebut tidak dapat beradaptasi terhadap lingkungannya. Pada minggu-minggu berikutnya kematian mulai menurun, hal ini diakibatkan karena larva-larva tersebut telah mampu beradaptasi dengan lingkungannya dan larva-larva tersebut memilki ketahanan tubuh yang lebih baik dibandingkan dengan larva-larva ikan yang lainnya. Pada minggu ke-2 rata-rata kematian larva ikan sebesar 30%, minggu ke-3 sebesar 20%, dan minggu ke-4 sebesar 10 %.

Persentasi telur yang menetas adalah 88% untuk substrat eceng gondok, 79% untuk substrat ijuk, dan 48% untuk substrat tali plastik.

Suhu air rata-rata pada bak pemeliharaan adalah 28.50C, dengan suhu maksimum 31.20C dan suhu minimum 26.00C. Suhu ruangan rata-rata ruang pemijahan adalah 28.80C dengan suhu maksimum 350C dan suhu minimum 23.7 0

(4)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

KINERJA SISTEM RESIRKULASI AIR TERKENDALI (SRAT) PADA PEMIJAHAN IKAN HIAS AIR TAWAR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

TAUFIK MARTAWIGUNA

F14103006

Tanggal Lulus:

Bogor, Juli 2007

Menyetujui,

Pembimbing Akademik

Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr. NIP. 131 479 559

Mengetahui,

Ketua Departemen Teknik Pertanian

(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gunungkencana, Rangkasbitung

pada tanggal 21 Maret 1985. Penulis merupakan anak kedua

dari tiga bersaudara pasangan Maman Suparman dan

Masitoh.

Pada tahun 1991, penulis memasuki pendidikan dasar

di SDN Sukanegara II dan lulus tahun 1997. Setelah

menyelesaikan pendidikan dasar, penulis kemudian melanjutkan pendidikan di

SLTP I Gunungkencana dan lulus pada tahun 2000. Penulis melanjutkan

pendidikan menengah atas di SMUN I Rangkasbitung dan lulus pada tahun 2003.

Pada tahun 2003, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor

pada Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian melalui

program USMI. Penulis menyelesaikan studi sarjananya pada tahun 2007.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam kepanitian kegiatan/acara

kelembagaan khususnya yang diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Keteknikan

Pertanian (HIMATETA).

Pada bulan Juli – Agustus 2006, penulis melaksanakan praktek lapang di

Balai Pengembangan Benih Ikan (BPBI) Ciherang, Cianjur, Jawa Barat dengan

topik “Mempelajari Aspek Keteknikan Pertanian Dalam Teknologi budidaya Ikan

Koi, Maskoki dan Komet di BPBI Ciherang, Cianjur, Jawa Barat”. Pada tahun

2007, penulis menyelesaikan tugas akhir dengan judul “Kinerja Sistem

Resirkulasi Air Terkendali (SRAT) Pada Pemijahan Ikan Hias Air Tawar”. Di

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat taufiq

dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kinerja

Sistem Resirkulasi Air Terkendali (SRAT) Pada Pemijahan Ikan Hias Air

Tawar”.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr, sebagai Dosen Pembimbing

Akademik yang telah memberikan bimbingan serta telah banyak

memberikan masukan dan saran selama pelaksanaan penelitian dan

penyusunan skripsi.

2. Rudiyanto, S.TP, M.Si, atas saran dan masukannya kepada penulis.

3. Dr. Ir. Roh Santoso B.W, MT, sebagai dosen penguji yang telah

memberikan masukan dan saran dalam penyusunan skripsi.

4. Ibu, Bapak, Kakak, Adik dan seluruh keluarga di Rangkasbitung yang

telah memberikan dorongan semangat, doa dan dukungan kepada penulis.

5. Rekan seperjuangan dalam penelitian (Afdhal dan Hanif) atas bantuan dan

kerjasamanya selama penelitian.

6. Fadhila Rienamora atas seluruh bantuan, dorongan semangat dan

kebersamaannya yang diberikan kepada penulis.

7. Ahmad Mulyatullah atas bantuannya selama penelitian.

8. Teman-teman TTA’40 (khususnya Rany, Erly, Erfan, Dias, Dewi, dll.)

atas bantuan dan dorongan semangatnya kepada penulis.

9. Seluruh teman-teman TEP’40

10. Rina Oktavianthy, Astrid Indah Lestari dan Nenih atas dukungan semangat

dan doanya.

Harapan dari penulis adalah dapat bergunanya laporan ini terhadap dunia

(7)

DAFTAR ISI

DAFTAR LAMPIRAN ... i

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. SISTEM RESIRKULASI AIR TERKENDALI (SRAT) ... 3

B. PEMBENIHAN IKAN KOMET ... 5

1. Ikan Komet ... 5

2. Pemijahan ikan ... 8

3. Penetasan Telur dan Perawatan Larva ... 9

4. Kepadatan ikan ... 10

C. KUALITAS AIR ... 10

1. Suhu ... 11

2. Oksigen Terlarut ... 12

3. Keasaman ( pH ) ... 13

D. PEMBERIAN PAKAN ... 13

E. PENYAKIT PADA IKAN HIAS ... 15

1. Sebab utama ikan sakit ... 15

2. Jenis–jenis penyakit. ... 15

3. Pencegahan Penyakit ... 17

III. METODOLOGI ... 18

A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN ... 18

B. BAHAN DAN ALAT ... 18

C. TAHAPAN PENELITIAN ... 19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

A. PEMIJAHAN ... 23

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

KESIMPULAN ... 36

SARAN ... 37

VI. DAFTAR PUSTAKA ... 38

(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Ikan Komet ... 5

Gambar 2. Ikan Komet betina ... 6

Gambar 3. Ikan Komet jantan ... 7

Gambar 4. Diagram alir penelitian ... 19

Gambar 5. Bak pemijahan ... 23

Gambar 6. Penggunaan ijuk sebagai sarana pemijahan ... 25

Gambar 7. Penggunaan eceng gondok sebagai sarana pemijahan ... 25

Gambar 8. Penggunaan tali plastik sebagai sarana pemijahan ... 26

Gambar 9. Grafik jumlah ikan yang hidup ... 26

Gambar 10. Telur ikan yang menempel pada eceng gondok ... 27

Gambar 11. Larva ikan ... 28

Gambar 12. Sebaran debit pada SRAT ... 29

Gambar 13. Posisi pipa inlet ... 29

Gambar 14. Grafik suhu air ... 30

Gambar 15. Grafik suhu ruangan ... 30

Gambar 16. Grafik suhu air dan suhu ruangan pada tanggal 8 Mei 2007 ... 31

Gambar 17. Grafik suhu air dan suhu ruangan pada tanggal 20 Juni 2007 ... 32

Gambar 18. Grafik nilai pH pada bak pemeliharaan ... 32

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Masa inkubasi telur ... 9

Tabel 2. Jumlah air berdasarkan ukuran ikan... 10

Tabel 3. Kualitas air menurut PP no.20 tahun 1990 ... 11

Tabel 4. Jumlah telur ... 24

Tabel 5. Debit pada bak pemeliharaan ... 28

Tabel 6. Kecepatan aliran air pada bak pemeliharaan ... 28

Tabel 7. Nilai suhu di ruang pemijahan ... 31

Tabel 8. Nilai pH pada bak pemeliharaan ... 33

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Gambar sistem resirkulasi air terkendali ... 40

Lampiran 2. Gambar sistem resirkulasi air terkendali (tampak samping) ... 41

Lampiran 3. Gambar sistem resirkulasi air terkendali (tampak samping) ... 42

Lampiran 4. Data pengukuran debit tanggal 21 Juni 2007 ... 43

Lampiran 5. Data pengukuran debit tanggal 23 Juni 2007 ... 44

Lampiran 6. Data pengukuran debit tanggal 25 Juni 2007 ... 45

Lampiran 7. Data pengukuran debit tanggal 27 Juni 2007 ... 46

Lampiran 8. Data pengukuran DO ... 47

Lampiran 9. Data pengukuran suhu tanggal 20 April 2007 ... 48

Lampiran 10. Data pengukuran suhu tanggal 26 April 2007 ... 49

Lampiran 11. Data pengukuran suhu tanggal 2 Mei 2007 ... 50

Lampiran 12. Data pengukuran suhu tanggal 8 Mei 2007 ... 51

Lampiran 13. Data pengukuran suhu tanggal 14 Mei 2007 ... 52

Lampiran 14. Data pengukuran suhu tanggal 20 Mei 2007 ... 53

Lampiran 15. Data pengukuran suhu tanggal 26 Mei 2007 ... 54

Lampiran 16. Data pengukuran suhu tanggal 1 Juni 2007 ... 55

Lampiran 17. Data pengukuran suhu tanggal 7 Juni 2007 ... 56

Lampiran 18. Data pengukuran suhu tanggal 13 Juni 2007 ... 57

(11)

SKRIPSI

KINERJA SISTEM RESIRKULASI AIR TERKENDALI (SRAT) PADA PEMIJAHAN IKAN HIAS AIR TAWAR

Oleh:

TAUFIK MARTAWIGUNA

F14103006

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Taufik Martawiguna. F14103006. Kinerja Sistem Resirkulasi Air Terkendali (SRAT) Pada Pemijahan Ikan Hias Air Tawar. Di bawah bimbingan Prof.Dr. Ir. Budi Indra Setiawan M.Agr. 2007

RINGKASAN

Komoditas ikan hias air tawar sangat berprospek untuk dikembangkan. Permintaan ikan hias selalu bertambah, baik permintaan untuk konsumsi lokal ataupun ekspor. Jumlah penawaran ikan hias air tawar untuk ekspor selama ini selalu lebih kecil dari pada permintaan importir di luar negeri (Daelami, 2001).

Berdasarkan data FAO (2004), produksi serta perdagangan ikan hias dan tanaman hias hasil budidaya air tawar masih memiliki kontribusi yang besar terhadap industri ikan hias dunia. Nilai industri ikan hias dunia diestimasi bervariasi antara 1-5 milyar USD. Sementara itu nilai ekspor ikan hias dan tanaman hias dunia tahun 2003 sekitar 200 juta USD atau mengalami peningkatan 7-8% per tahun sejak tahun 1990-an. Penyuplai ikan hias dunia masih didominasi oleh Asia dengan kontribusi 65%, sedangkan selebihnya disuplai oleh Eropa dengan kontribusi 19%, dan Oceania, Afrika dan Amerika utara dengan kontribusi sebesar 16%.

Komet (Carassius auratus) merupakan salah satu jenis ikan hias yang cukup banyak diminati. Ikan komet memiliki ketahanan terhadap faktor lingkungan yang cukup baik dibandingkan dengan jenis ikan hias lainnya. Selain itu, harga ikan komet dipasaran tidak begitu tinggi sehingga terjangkau bagi semua kalangan.

Sistem resirkulasi air terkendali (SRAT) merupakan sistem budidaya hemat air. Pada sistem ini, air yang diperlukan adalah air untuk mengisi bak (pada saat mulai beroperasi) dan air untuk mengganti kebocoran dan penguapan (pada saat beroperasi).

Pembenihan ikan hias dengan menggunakan SRAT diharapkan dapat mengurangi penggunaan air dan meningkatkan produktivitas serta keuntungan budidaya ikan hias.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis kinerja sistem resirkulasi air terkendali (SRAT) pada pemijahan ikan hias air tawar dalam menjaga kualitas air yang meliputi suhu, pH, oksigen terlarut dan debit air.

Penelitian ini dilakukan di Wisma Wageningen, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan mulai bulan mei 2007 sampai bulan juli 2007.

(13)

larva ikan yang baru menetas memiliki ketahanan tubuh yang kurang baik, sehingga larva-larva tersebut tidak dapat beradaptasi terhadap lingkungannya. Pada minggu-minggu berikutnya kematian mulai menurun, hal ini diakibatkan karena larva-larva tersebut telah mampu beradaptasi dengan lingkungannya dan larva-larva tersebut memilki ketahanan tubuh yang lebih baik dibandingkan dengan larva-larva ikan yang lainnya. Pada minggu ke-2 rata-rata kematian larva ikan sebesar 30%, minggu ke-3 sebesar 20%, dan minggu ke-4 sebesar 10 %.

Persentasi telur yang menetas adalah 88% untuk substrat eceng gondok, 79% untuk substrat ijuk, dan 48% untuk substrat tali plastik.

Suhu air rata-rata pada bak pemeliharaan adalah 28.50C, dengan suhu maksimum 31.20C dan suhu minimum 26.00C. Suhu ruangan rata-rata ruang pemijahan adalah 28.80C dengan suhu maksimum 350C dan suhu minimum 23.7 0

(14)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

KINERJA SISTEM RESIRKULASI AIR TERKENDALI (SRAT) PADA PEMIJAHAN IKAN HIAS AIR TAWAR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

TAUFIK MARTAWIGUNA

F14103006

Tanggal Lulus:

Bogor, Juli 2007

Menyetujui,

Pembimbing Akademik

Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr. NIP. 131 479 559

Mengetahui,

Ketua Departemen Teknik Pertanian

(15)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gunungkencana, Rangkasbitung

pada tanggal 21 Maret 1985. Penulis merupakan anak kedua

dari tiga bersaudara pasangan Maman Suparman dan

Masitoh.

Pada tahun 1991, penulis memasuki pendidikan dasar

di SDN Sukanegara II dan lulus tahun 1997. Setelah

menyelesaikan pendidikan dasar, penulis kemudian melanjutkan pendidikan di

SLTP I Gunungkencana dan lulus pada tahun 2000. Penulis melanjutkan

pendidikan menengah atas di SMUN I Rangkasbitung dan lulus pada tahun 2003.

Pada tahun 2003, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor

pada Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian melalui

program USMI. Penulis menyelesaikan studi sarjananya pada tahun 2007.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam kepanitian kegiatan/acara

kelembagaan khususnya yang diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Keteknikan

Pertanian (HIMATETA).

Pada bulan Juli – Agustus 2006, penulis melaksanakan praktek lapang di

Balai Pengembangan Benih Ikan (BPBI) Ciherang, Cianjur, Jawa Barat dengan

topik “Mempelajari Aspek Keteknikan Pertanian Dalam Teknologi budidaya Ikan

Koi, Maskoki dan Komet di BPBI Ciherang, Cianjur, Jawa Barat”. Pada tahun

2007, penulis menyelesaikan tugas akhir dengan judul “Kinerja Sistem

Resirkulasi Air Terkendali (SRAT) Pada Pemijahan Ikan Hias Air Tawar”. Di

(16)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat taufiq

dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kinerja

Sistem Resirkulasi Air Terkendali (SRAT) Pada Pemijahan Ikan Hias Air

Tawar”.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr, sebagai Dosen Pembimbing

Akademik yang telah memberikan bimbingan serta telah banyak

memberikan masukan dan saran selama pelaksanaan penelitian dan

penyusunan skripsi.

2. Rudiyanto, S.TP, M.Si, atas saran dan masukannya kepada penulis.

3. Dr. Ir. Roh Santoso B.W, MT, sebagai dosen penguji yang telah

memberikan masukan dan saran dalam penyusunan skripsi.

4. Ibu, Bapak, Kakak, Adik dan seluruh keluarga di Rangkasbitung yang

telah memberikan dorongan semangat, doa dan dukungan kepada penulis.

5. Rekan seperjuangan dalam penelitian (Afdhal dan Hanif) atas bantuan dan

kerjasamanya selama penelitian.

6. Fadhila Rienamora atas seluruh bantuan, dorongan semangat dan

kebersamaannya yang diberikan kepada penulis.

7. Ahmad Mulyatullah atas bantuannya selama penelitian.

8. Teman-teman TTA’40 (khususnya Rany, Erly, Erfan, Dias, Dewi, dll.)

atas bantuan dan dorongan semangatnya kepada penulis.

9. Seluruh teman-teman TEP’40

10. Rina Oktavianthy, Astrid Indah Lestari dan Nenih atas dukungan semangat

dan doanya.

Harapan dari penulis adalah dapat bergunanya laporan ini terhadap dunia

(17)

DAFTAR ISI

DAFTAR LAMPIRAN ... i

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. SISTEM RESIRKULASI AIR TERKENDALI (SRAT) ... 3

B. PEMBENIHAN IKAN KOMET ... 5

1. Ikan Komet ... 5

2. Pemijahan ikan ... 8

3. Penetasan Telur dan Perawatan Larva ... 9

4. Kepadatan ikan ... 10

C. KUALITAS AIR ... 10

1. Suhu ... 11

2. Oksigen Terlarut ... 12

3. Keasaman ( pH ) ... 13

D. PEMBERIAN PAKAN ... 13

E. PENYAKIT PADA IKAN HIAS ... 15

1. Sebab utama ikan sakit ... 15

2. Jenis–jenis penyakit. ... 15

3. Pencegahan Penyakit ... 17

III. METODOLOGI ... 18

A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN ... 18

B. BAHAN DAN ALAT ... 18

C. TAHAPAN PENELITIAN ... 19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

A. PEMIJAHAN ... 23

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

KESIMPULAN ... 36

SARAN ... 37

VI. DAFTAR PUSTAKA ... 38

(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Ikan Komet ... 5

Gambar 2. Ikan Komet betina ... 6

Gambar 3. Ikan Komet jantan ... 7

Gambar 4. Diagram alir penelitian ... 19

Gambar 5. Bak pemijahan ... 23

Gambar 6. Penggunaan ijuk sebagai sarana pemijahan ... 25

Gambar 7. Penggunaan eceng gondok sebagai sarana pemijahan ... 25

Gambar 8. Penggunaan tali plastik sebagai sarana pemijahan ... 26

Gambar 9. Grafik jumlah ikan yang hidup ... 26

Gambar 10. Telur ikan yang menempel pada eceng gondok ... 27

Gambar 11. Larva ikan ... 28

Gambar 12. Sebaran debit pada SRAT ... 29

Gambar 13. Posisi pipa inlet ... 29

Gambar 14. Grafik suhu air ... 30

Gambar 15. Grafik suhu ruangan ... 30

Gambar 16. Grafik suhu air dan suhu ruangan pada tanggal 8 Mei 2007 ... 31

Gambar 17. Grafik suhu air dan suhu ruangan pada tanggal 20 Juni 2007 ... 32

Gambar 18. Grafik nilai pH pada bak pemeliharaan ... 32

(19)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Masa inkubasi telur ... 9

Tabel 2. Jumlah air berdasarkan ukuran ikan... 10

Tabel 3. Kualitas air menurut PP no.20 tahun 1990 ... 11

Tabel 4. Jumlah telur ... 24

Tabel 5. Debit pada bak pemeliharaan ... 28

Tabel 6. Kecepatan aliran air pada bak pemeliharaan ... 28

Tabel 7. Nilai suhu di ruang pemijahan ... 31

Tabel 8. Nilai pH pada bak pemeliharaan ... 33

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Gambar sistem resirkulasi air terkendali ... 40

Lampiran 2. Gambar sistem resirkulasi air terkendali (tampak samping) ... 41

Lampiran 3. Gambar sistem resirkulasi air terkendali (tampak samping) ... 42

Lampiran 4. Data pengukuran debit tanggal 21 Juni 2007 ... 43

Lampiran 5. Data pengukuran debit tanggal 23 Juni 2007 ... 44

Lampiran 6. Data pengukuran debit tanggal 25 Juni 2007 ... 45

Lampiran 7. Data pengukuran debit tanggal 27 Juni 2007 ... 46

Lampiran 8. Data pengukuran DO ... 47

Lampiran 9. Data pengukuran suhu tanggal 20 April 2007 ... 48

Lampiran 10. Data pengukuran suhu tanggal 26 April 2007 ... 49

Lampiran 11. Data pengukuran suhu tanggal 2 Mei 2007 ... 50

Lampiran 12. Data pengukuran suhu tanggal 8 Mei 2007 ... 51

Lampiran 13. Data pengukuran suhu tanggal 14 Mei 2007 ... 52

Lampiran 14. Data pengukuran suhu tanggal 20 Mei 2007 ... 53

Lampiran 15. Data pengukuran suhu tanggal 26 Mei 2007 ... 54

Lampiran 16. Data pengukuran suhu tanggal 1 Juni 2007 ... 55

Lampiran 17. Data pengukuran suhu tanggal 7 Juni 2007 ... 56

Lampiran 18. Data pengukuran suhu tanggal 13 Juni 2007 ... 57

(21)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Komoditas ikan hias air tawar sangat berprospek untuk dikembangkan.

Permintaan ikan hias selalu bertambah, baik permintaan untuk konsumsi lokal

ataupun ekspor. Jumlah penawaran ikan hias air tawar untuk ekspor selama ini

selalu lebih kecil dari pada permintaan importir di luar negeri (Daelami, 2001).

Nilai perdagangan ikan sebagai ikan hias hanya sekitar 0,4% (200 juta

USD) Sementara ikan sebagai makanan dan komoditas perdagangan

masing-masing sebesar 90,2% (48.000 juta USD) dan 9,4% (5.000 juta USD).

Berdasarkan data FAO (2004), produksi serta perdagangan ikan hias dan

tanaman hias hasil budidaya air tawar masih memiliki kontribusi yang besar

terhadap industri ikan hias dunia. Nilai industri ikan hias dunia diestimasi

bervariasi antara 1-5 milyar USD. Sementara itu nilai ekspor ikan hias dan

tanaman hias dunia tahun 2003 sekitar 200 juta USD atau mengalami peningkatan

7-8% per tahun sejak tahun 1990-an. Penyuplai ikan hias dunia masih didominasi

oleh Asia dengan kontribusi 65%, sedangkan selebihnya disuplai oleh Eropa

dengan kontribusi 19%, dan Oceania, Afrika dan Amerika utara dengan kontribusi

sebesar 16%.

Dari konteks secara global, perdagangan ikan hias dunia menunjukan

tanda-tanda stagnasi dan kejenuhan akibat menurunnya impor dunia walaupun

ekspor dunia mengalami peningkatan. Perkembangan pasar tujuan saat ini

menunjukkan bahwa AS masih menjadi pasar utama. Pada tahun 2003, AS

mengimpor ikan hias dengan nilai 41 juta USD berasal dari 60 negara eksportir

yang didominasi oleh Thailand (18,2%) dan Singapura (18,2%), serta Indenesia

(12,2%). Pada tahun 2004, Singapura dengan pangsa pasar 19,4% telah

mengungguli Thailand (19,1%), sementara Indonesia mengalamai penurunan

menjadi 12,1%.

Dengan banyaknya peminat tentang ikan hias, maka produksi ikan hias

harus ditingkatkan baik dari segi kualitas, kuantitas maupun kontinyuitas. Untuk

peningkatan produksi yang optimal diperlukan keadaan lingkungan dan

(22)

peningkatan produksi ikan hias antara lain kualitas air yang meliputi suhu,

kesadahan,oksigen terlarut, total nitrogen dan pH (Daelami, 2001). Selain itu,

penanganan harus dilakukan secara optimal misalnya dalam pemberian pakan

maupun pencegahan dan pengobatan penyakit.

Komet (Carassius auratus) merupakan salah satu jenis ikan hias yang cukup banyak diminati. Ikan komet memiliki ketahanan terhadap faktor

lingkungan yang cukup baik dibandingkan dengan jenis ikan hias lainnya. Selain

itu, harga ikan komet dipasaran tidak begitu tinggi sehingga terjangkau bagi

semua kalangan.

Sistem resirkulasi air terkendali (SRAT) merupakan sistem budidaya

hemat air. Pada sistem ini, air yang diperlukan adalah air untuk mengisi bak

(pada saat mulai beroperasi) dan air untuk mengganti kebocoran dan

penguapan (pada saat beroperasi).

Kondisi lingkungan dalam SRAT relatif mudah dikendalikan. Dengan

demikian, kondisi lingkungan dapat dikendalikan sehingga berada pada

kisaran yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan ikan. Hal

tersebut dapat menghasilkan tingkat produktifitas yang tinggi dalam waktu

budidaya yang singkat dengan tingkat kelulusan hidup ikan mencapai 100%.

Pembenihan ikan hias dengan menggunakan SRAT diharapkan dapat

mengurangi penggunaan air dan meningkatkan produktivitas serta keuntungan

budidaya ikan hias.

B. TUJUAN

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis kinerja sistem

resirkulasi air terkendali (SRAT) pada pemijahan ikan hias air tawar dalam

(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. SISTEM RESIRKULASI AIR TERKENDALI (SRAT)

Akuakultur adalah kegiatan untuk memproduksi biota akuatik (ikan

dalam artian luas) secara terkontrol (Effendi, 2004). Tujuan utama dari

akuakultur adalah memproduksi ikan dan akhirnya memperoleh keuntungan.

Sistem teknologi akuakultur bisa berupa bak, akuarium dan bak yang di

dukung oleh komponen – komponen saluran pipa. Sistem teknologi ini sering

digunakan di dalam hatchery. Hatchery adalah unit pembenihan yang berfungsi menghasilkan benih bagi kebutuhan sistem budidaya lainnya. Untuk

memproduksi benih dilakukan serangkaian kegiatan seperti pemeliharaan

induk, pemijahan induk, penetasan telur, pemeliharaan larva, pemeliharaan benih, dam kultur pakan alami.

Dalam rangka menghemat penggunaan air dan mendapatkan kestabilan

lingkungan air, bak budidaya dirangkai dalam suatu sistem resirkulasi. Air dari

bak pemeliharaan dialirkan ke dalam bak filter, selanjutnya dialirkan kembali

ke dalam bak pemeliharaan, pergerakan aliran air dilakukan dengan bantuan

pompa dan secara gravitasi (Effendi,2004).

SRAT didesain untuk meminimalisai atau mengurangi ketergantungan

terhadap penggantian air dan pembilasan pada proses budidaya perikanan.

Selain itu, SRAT juga memudahkan untuk pengontrolan kualitas air dan

pemberian nutrisi. Ada lima jenis SRAT yang umum digunakan, yaitu SRAT

pembesaran, SRAT pembenihan, SRAT pemeliharaan, SRAT penampungan

sementara, SRAT display.

SRAT pembesaran digunakan untuk melakukan pembesaran

(pendederan) ikan dengan padat tebar yang tinggi. SRAT ini memerlukan

manajemen yang terpadu terutama dalam hal kualitas air dan pemberian

nutrisi.

SRAT pembenihan digunakan untuk memijahkan ikan. Parameter

(24)

terjadinya pemijahan. Selain itu, ukuran, kebiasaan dan perilaku ikan perlu

diperhitungkan pada saat memilih tipe dan ukuran bak.

SRAT pemeliharaan digunakan untuk memelihara ikan dalam jangka

waktu yang cukup lama, seperti untuk pemeliharaan dan pematangan gonad induk. Dalam SRAT ini, ikan yang dipelihara umumnya tidak dalam fase

pertumbuhan yang cepat, sehingga pemberian nutrisi tidak seefektif seperti

dalam SRAT pembesaran.

SRAT penampungan secara umum digunakan di tempat penjualan ikan.

Pemeliharaan biasanya dilakukan selama 1-21 hari. SRAT ini perlu didesain

untuk mengakomodir perubahan dan fluktuasi jenis dan jumlah ikan. Oleh

karena itu, biotilter perlu dirancang agar memiliki fleksibilitas yang tinggi dalam hal bentuk dan kapasitas.

SRAT display digunakan untuk menampilkan keindahan ikan, umumnya digunakan di akuarium ikan hias. Oleh karena itu, manajemen

kualitas air perlu ditekankan kepada pengontrolan partikulat terlarut dan

kejernihan air.

Setiawan et. al. (2004) mengembangkan SRAT untuk pendederan benih

ikan pada ruangan berpemanas kolektor surya. Komponen SRAT tersebut yaitu

akuarium budidaya, bak sedimentasi atau filtrasi, bak pengkondisi dan sistem

penyaluran air. Akuarium budidaya digunakan sebagai tempat pendederan

benih ikan patin. Dalam SRAT tersebut terdapat enam buah akuarium

budidaya. Bak pengkondisi berbentuk sama seperti akuarium budidaya. Bak

pengkondisi digunakan untuk mengkondisikan air (mengatur DO dan suhu)

dan untuk menjaga head aliran suplai air ke akuarium budidaya. Bak filtrasi digunakan untuk menjaga kualitas air. Sistem filtrasi yang digunakan adalah

filtrasi biologi (biofilter) dan filtrasi fisik (sedimentasi dan penyaringan menggunakan kerikil). Sistem penyaluran air yang digunakan terdiri dari

pompa, pipa PVC dan selang plastik. Suplay air diberikan menggunakan pipa

(25)

B. PEMBENIHAN IKAN KOMET

1. Ikan Komet

Gambar 1. Ikan Komet

Klasifikasi ikan Komet adalah sebagai berikut :

filum : Chordata

kelas : Osteichtyes

sub kelas : Actinopterigii

ordo : Ostariophysadei

sub ordo : Cyprinoidea

famili : Cyprinoidae

sub famili : Cyprininae

genus : Carassius

spesies : Carassius auratus

Ikan Komet merupakan salah satu strain dari ikan Maskoki. Ikan Komet dikembangkan di Amerika sekitar akhir abad ke-19. Nama Komet diambil dari

nama benda angkasa yaitu komet Helley. Ikan Komet memiliki ketahanan tubuh yang lebih baik dibandingkan dengan ikan Maskoki. Dengan harga yang murah,

(26)

warna tubuh dari ikan Komet yang mirip dengan ikan Koi merupakan salah satu

daya tarik dari ikan Komet. Warna ikan Komet kebanyakan berwarna merah dan

putih dengan kombinasi merah.

Tampilan fisik antara ikan Komet jantan dan betina secara kasat mata dapat

dibedakan dari ukuran perut ikan. Untuk ikan Komet betina perut ikan terlihat

lebih besar dibandingkan dengan induk jantan. Selain itu pada daerah sekitar

insang pada ikan betina apabila diraba terasa halus, sedangkan pada ikan Komet

jantan terasa kasar.

(27)

Gambar 3. Ikan Komet jantan

Fasilitas dan tata cara pembenihan ikan hias sebaiknya dilakukan

bersesuaian dengan karakteristik sifat ikan yang dipijahkan (Daelami, 2001).

Hampir setiap jenis ikan hias memiliki karakteristik sifat yang berbeda satu

sama lainnya. Beberapa spesies ikan hias tertentu memerlukan kualitas air

yang berbeda dengan kualitas air yang umum dibutuhkan untuk memijahkan

ikan hias lainnya. Beberapa jenis ikan hias memerlukan tempat yang gelap

untuk memijah, sebaliknya, ada juga beberapa jenis ikan hias lainnya yang

memerlukan pencahayaan untuk memijah. Ketidakcocokan fasilitas dan tata

cara pembenihan sering menjadi faktor utama penyebab kegagalan proses

pemijahan.

Ciri, sifat dan pola perkembangbiakan ikan hias menentukan fasilitas

dan tata cara yang diperlukan. Daelami (2001) mengelompokkan ikan hias air

tawar berdasarkan pola perkembangbiakannya ke dalam dua kelompok, yaitu

ikan hias bertelur dan ikan hias beranak. Ikan Komet merupakan salah satu

ikan hias air tawar yang berkembangbiak dengan cara bertelur.

Pada pemijahan ikan Komet perbandingan antara induk betina dan induk

jantan adalah 1 : 2 (1 betina, 2 jantan). Dalam satu waring (jala tempat

(28)

Pelepasan induk ke bak pemijahan sebaiknya dilakukan pada pagi hari (8.00–

9.00). Setelah pemijahan selesai, induk sebaiknya cepat diangkat/dipindahkan dari

bak pemijahan karena induk tersebut jika dibiarkan terlalu lama akan memakan

telur yang ada. Sementara itu, substrat tempat telur menempel tetap dibiarkan di

bak pemijahan.

2. Pemijahan ikan

Pemijahan adalah proses pengeluaran sel telur oleh induk betina dan sel

sperma oleh induk jantan yang kemudian diikuti dengan perkawinan (Sutisna dan

Ratno, 1995). Pemijahan tiap spesies ikan mempunyai kebiasaan yang berbeda

tergantung pada habitat dari pemijahan itu untuk melangsungkan prosesnya.

Dalam keadaan normal ikan melangsungkan pemijahan minimum satu kali dalam

satu siklus hidupnya.

Menurut Sutisna dan Ratno (1995), faktor-faktor yang sangat berperan

dalam pemijahan ikan dapat dikelompokan menjadi 2 kelompok, yaitu :

a. Faktor eksternal

Faktor eksternal meliputi curah hujan, suhu, sinar matahari,

tumbuh-tumbuhan, ikan, dan sebagainya. Proses pemijahan ikan sebenarnya merupakan

suatu reaksi terhadap rangsangan alami yang bersifat sangat komplek. Cahaya

matahari dan suhu merupakan suatu faktor luar yang sangat penting terhadap

pemijahan tersebut. Selain faktor tersebut, kualitas air khususnya tingkat

keasaman air (pH) dan oksigen terlarut (DO) juga sangat berperan dalam proses

pemijahan.

b. faktor internal

Faktor internal yang berperan dalam proses pemijahan adalah kematangan

gonad, ketersediaan hormon kelamin, dan hormon gonadotropin. Faktor lingkungan merupakan stimulti (rangsangan) yang dapat ditangkap oleh alat indera ikan seperti kulit dan mata. Informasi tersebut oleh alat indera akan

(29)

akan merangsang gonad untuk memproduksi hormon steroid yang merupakan mediator langsung untuk pemijahan.

3. Penetasan Telur dan Perawatan Larva

a. Penetasan telur

Proses penetasan terjadi mulai dari telur dibuahi sampai dengan menetas.

Telur dibagi dalam dua macam, yaitu adhesive dan non-adhesive. Telur adhesive adalah telur yang yang sifatnya melekat pada substrat, sehingga dalam

penetasannya membutuhkan substrat untuk melekatkan telur. Sedangkan telur

non-adhesive adalah telur yang sifatnya tidak melekat pada substrat, sehingga dalam penetasannya tidak memerlukan substrat untuk menempelkan telur.

Cepat tidaknya penetasan telur tergantung pada suhu air di sekelilingnya.

Suhu optimal untuk penetasan telur adalah 27-300C. Masa inkubasi telur dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Masa inkubasi telur

Suhu (0C) 12.5 14.0 19.0 21.0 24.0 25.0 27.0

Masa

inkubasi

(hari)

14.5 10.0 5.0 4.0 3.2 3.0 2.0

b. Perawatan larva

Pada saat menetas, larva masih membawa kuning telur di kantung perutnya sebagai pakan cadangan. Pakan cadangan digunakan larva ikan sampai mampu mencari pakan sendiri. Ketika usia larva menginjak umur 2-3 hari,

cadangan pakan kuning telurnya akan mulai menipis. Larva terlihat mulai berenang kesana-kemari dan berusaha mencari pakan. Pakan yang biasa diberikan

adalah berupa jasad renik seperti daphmia dan artemia.

Perawatan larva termasuk pekerjaan yang sangat rumit , sebab pada fase ini ikan sangat peka terhadap keadaan lingkungan. Mortalitas yang terjadi pada

(30)

4. Kepadatan ikan

Kepadatan ikan sangat berpengaruh pada penurunan kualitas air. Ada

pustaka yang menyebutkan bahwa jumlah atau kepadatan ikan dapat dihitung atau

disesuaikan dengan panjang total ikan per luasan tempat pemeliharaan. Kepadatan

optimal untuk ikan adalah setiap 1 cm ikan memerlukan luasan 25 cm2 air, tanpa memperhatikan ketinggian air. Sementara pada pustaka lain menyatakan bahwa

dalam menentukan tingkat kepadatan ikan tergantung pada besar kecilnya ikan

dalam setiap liter air. Jumlah air sesuai dengan ukuran ikan dapat dilihat pada

Tabel 2. Kepadatan yang lebih besar dari patokan akan menyebabkan ikan stress. Hal ini disebabkan karena keadaan lingkungan menjadi tidak nyaman ataupun

kualitas air cepat menurun.

Tabel 2. Jumlah air berdasarkan ukuran ikan

Ukuran ikan Jumlah air (liter/cm ikan)

<2 cm 1.0

2-5 cm 1.5

6-9 cm 2.0

10-13 cm 3.0

> 14 cm 4.0

Sumber : Axelrod,H.R., 1989

C. KUALITAS AIR

Sebagaimana makhluk hidup lainnya, ikan membutuhkan lingkungan yang

nyaman agar dapat hidup sehat. Lingkungan hidup ikan adalah air. Bila

lingkungan tersebut tidak memenuhi syarat dan tidak cocok, ikan dapat

mengalami stress yang akhirnya akan mengakibatkan kematian. Kriteria kualitas air menurut Peraturan Pemerintah no. 20 Tahun 1990, tentang pengendalian

(31)

Tabel 3. Kualitas air menurut PP no.20 tahun 1990

Parameter Satuan Kadar maksimum Keterangan Fisika

2. kimia organik

o BHC mg/l 0.21

o DDT mg/l 0.002

o Endrine mg/l 0.004

o Fenol mg/l 0.001

o Minyak dan lemak mg/l 1 o Organofosfat dan

carbamete

mg/l 0.1

o Senyawa aktif biru metilen

mg/l 0.2

Dalam pembudidayaan ikan hias air tawar, parameter lingkungan yang

harus terkontrol dengan baik antara lain :

1. Suhu

Air mempunyai kapasitas spesifik terhadap panas. Artinya perubahan

suhu dapat ditahan dan relatif lambat. Pada lingkungan darat fluktuasi suhu

(32)

perairan, fluktuasinya hanya 3-5oC. Perubahan yang ekstrim terjadi pada badan air yang terbuka dengan curah hujan langsung (Lesmana, 2001).

Suhu pada air mempengaruhi kecepatan reaksi kimia, baik dalam

media luar ataupun air (cairan) dalam tubuh ikan. Suhu makin naik maka

reaksi kimia makin cepat, sedangkan konsentrasi gas dalam air akan makin

turun, termasuk oksigen.

Menjaga suhu optimal untuk pertumbuhan merupakan suatu hal yang

penting. Ikan akan mengalami kerentanan terhadap penyakit pada suhu yang

kurang optimal. Fluktuasi suhu yang terlalu besar akan menyebabkan ikan

stress yang dapat mengakibatkan kematian pada ikan. Secara umum, suhu yang optimal untuk pembudidayaan ikan hias adalah 25–32oC, perubahan suhu yang mendadak sebesar 5oC dapat menyebabkan ikan stress (Daelami,2001). Pada saat ikan memijah, stadia telur, dan stadia larva atau benih, kisaran fluktuasi suhu tidak boleh lebih dari 1-20C per hari (Lesmana, 2001).

Pada suhu yang turun mendadak akan terjadi degenerasi sel darah

merah sehingga proses respirasi terganggu. Selain itu, suhu rendah dapat

menyebabkan ikan tidak aktif, bergerombol, serta tidak mau berenang dan

makan sehingga imunitasnya terhadap penyakit berkurang. Sebaliknya, pada suhu yang meningkat tinggi akan menyebabkan ikan aktif bergerak, tidak

mau berhenti makan dan metabolisme cepat meningkat sehingga

kotorannyapun menjadi lebih banyak. Kotoran yang banyak akan

menyebabkan kualitas air disekitarnya akan menurun. Sementara kebutuhan

oksigen menjadi naik. Padahal, ketersediaan oksigen pada air yang buruk

akan berkurang sehingga ikan akan kekurangan oksigen dalam darah.

Akibatnya, ikan menjadi stress, tidak ada keseimbangan dan menurun sistem syarafnya.

2. Oksigen Terlarut

(33)

dipermukaan air. Angin dan riak air cenderung menipiskan atau memecah

lapisan permukaan air sehingga memudahkan untuk difusi (Lesmana,2001).

Untuk memperoleh produksi optimal, kandungan oksigen harus

dipertahankan diatas 5 ppm. Bila kandungan oksigen tetap sebesar 3 atau 4

ppm dalam jangka waktu yang lama, ikan akan menghentikan makan dan

pertumbuhannya (Daelami,2001).

3. Keasaman ( pH )

Air merupakan kombinasi dari hidrogen (H) dan oksigen (O) dengan

perbandingan 2 atom hidrogen dan 1 atom oksigen. Atom-atom tersebut

membentuk muatan atau ion, yaitu ion H+ dan ion OH-. Nilai pH merupakan perbandingan dari ion-ion tersebut. Bila perbandingannya seimbang maka air

dikatakan netral. Bila ion H+ lebih besar dibandingakan dengan OH- maka air dikatakan asam. Sementara bila sebaliknya maka air dikatakan basa. Nilai

maksimal untuk derajat keasaman adalah 14.

Skala pH adalah logaritmik. Artinya, setiap satu unit yang terhitung merupakan sepuluh kali perubahan kosentrasi ion. Oleh karena itu, kalau

terjadi sedikit perubahan pada nilai pH maka hal itu berarti terjadi perubahan

yang sangat besar terhadap perbedaan kandungan ion.

Hubungan keasaman air dengan kehidupan ikan sangat besar.

Titik kematian ikan pada pH asam adalah 4 dan pada pH basa adalah 11. Ikan

hias kebanyakan akan hidup baik pada kisaran pH sedikit asam sampai netral,

yaitu 6,5-7,5. sementara keasaman air untuk reproduksi atau perkembangbiakan biasanya akan baik pada pH 6,4-7,0 sesuai jenis ikan

(Lesmana,2001).

Pada lingkungan yang berubah terlalu asam atau tidak tertoleransi di

bawah 5.5 atau terlalu alkali di atas 8.0 maka akan terjadi reaksi di dalam

tubuh ikan sehingga mempengaruhi perilakunya. Perubahan pH secara

mendadak akan menyebabkan ikan meloncat-loncat atau berenang sangat

cepat dan tampak seperti kekurangan oksigen hingga mati mendadak.

D. PEMBERIAN PAKAN

Salah satu syarat agar ikan hias tumbuh dengan baik adalah pemberian pakan

(34)

baik. Pakan yang biasa diberikan untuk ikan hias dibagi menjadi dua jenis, yaitu

pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami berupa jasad hidup yang diperoleh

dari alam atau hasil ternakan. Sedangkan pakan buatan diperoleh dari ramuan

berbagai bahan pakan yang komposisinya disusun berdasarkan keperluan ikan.

Pakan alami yang biasa diberikan pada ikan berupa jasad renik perairan dari

kelompok protozoa seperti infusoria, rotifera, kutu air, artemia dan cacing sutera. Pakan alami memiliki keuntungan antara lain memilki nilai gizi yang baik

(kandungan proteinnya tinggi), mudah dicerna, mudah dikulturkan, dan harganya

murah.

Pakan buatan biasanya diberikan sebagai pakan tambahan. Pakan tambahan

diperlukan agar dicapai pertumbuhan dan proses kelangsungan hidup yang sebaik

mungkin dalam pemeliharaan bulan pertama. Pakan buatan mengandung banyak

nutrien seperti energi, protein, lemak, karbohidrat, mineral maupun vitamin secara

lengkap dalam jumlah yang tepat. Pakan buatan yang biasa diberikan adalah

emulsi, lembaran (wafer), roti kukus, serta tepung dan remah. Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian pakan :

1. Untuk pakan alami yang langsung diambil dari alam, pakan harus

dibersihkan terlebih dahulu karena pakan tersebut biasanya sering

mengandung berbagai parasit yang dapat mengganggu kesehatan ikan.

2. Gizi yang terkandung pada pakan. Kebutuhan gizi pada ikan tergantung

jenis dan usianya, oleh karena itu dalam pemberian pakan harus

diperhatikan kandungan gizi yang terdapat pada pakan sehingga

pertumbuhan ikan tidak terganggu.

3. Pakan yang diberikan harus teratur dan sesuai dosis. Untuk ikan hias

komet pemberian pakan biasanya 3 kali dalam sehari dengan selang waktu

berbeda (pagi, siang, dan sore). Jumlah pakan diberikan berdasarkan berat

tubuh ikan (10–30 % dari bobot ikan). Pakan yang diberikan jangan terlalu

banyak. Pakan yang tersisa atau tidak habis akan membusuk dan dapat

(35)

E. PENYAKIT PADA IKAN HIAS

1. Sebab utama ikan sakit

Ikan merupakan makhluk hidup yang sangat rentan terhadap penyakit. Ilmu

pengetahuan telah menunjukan bahwa ikan juga dapat mengalami stress maupun sakit. Stress terjadi bila kondisi lingkungan yang dibutuhkan ada pada tingkat yang tidak menyenangkan atau kurang nyaman bagi ikan. Sedangkan sakit terjadi

bila ikan mengalami stress yang berkepanjangan atau tertular dan terkena suatu organisme penyakit.

Stress merupakan faktor yang amat vital (penting) dalam kesehatan ikan (Lesmana,2003). Efek negatif dari stress yaitu terjadinya penurunan resistensi ikan terhadap penyakit. Kondisi stress yang kronis dapat menurunkan imunitas sehingga ikan akan mudah terserang berbagai macam infeksi.

Banyak faktor yang menyebabkan ikan stress, misalnya kondisi atau kualitas air yang kurang baik, fluktuasi suhu yang tinggi, kepadatan ikan yang tinggi,

adanya beberapa ikan yang agresif, pakan yang tidak sesuai, pemindahan ikan

yang terlalu sering, handling yang tidak benar, arus terlalu kuat,sinar matahari yang terik, maupun transportasi yang buruk. Untuk itu, agar ikan tidak mengalami

stress dan berlanjut sakit faktor – faktor tersebut harus terkontrol dengan baik. Faktor yang paling berpengaruh dalam kesehatan ikan adalah faktor

lingkungan seperti kualitas air yang meliputi suhu air, pH, kesadahan, dan

lain-lain.

2. Jenis–jenis penyakit.

Jenis–jenis penyakit yang biasa menyerang ikan hias khususnya pada ikan

komet, antara lain :

a. Borok atau Pendarahan

Penyakit ini disebabkan oleh bakteri dari kelompok Aeromonas, Pseudomonas, atau virus. Ikan yang terserang penyakit ini akan mengalami luka-luka atau borok berwarna kemerahan akibat pendarahan di pangkal sirip maupun

badan. Ikan akan akan kehilangan nafsu makan dan warna tubuh menjadi lebih

gelap, terutama di daerah infeksi. Penyakit ini biasanya menyerang ikan–ikan

(36)

Pengobatan penyakit ini dapat dilakukan dengan menggunakan antibiotik yang

diberikan melalui pakan, dicampur dengan air, atau dengan suntikan bila ikannya

cukup besar. Cara yang lain adalah dengan cara mengoleskan antiseptik, seperti obat merah atau yodium tinctuur, pada luka atau borok. Untuk mengurangi stress osmoregulasi, garam dapur dapat diberikan bersamaan pada waktu pengobatan. b. Dropsy (kembung air)

Dropsy berarti cairan yang berkumpul didalam rongga perut atau abdomen. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri septicemia, virus atau parasit tertentu (seperti hexamita). Penyakit ini akan menyebabkan ikan menjadi kembung sehingga perutya membesar seperti mengandung telur atau kebanyakan makan. Tanda lain

dari penyakit ini adalah adanya luka atau borok dibadan yang diikuti ikan tidak

ada nafsu makan dan warna tubuh menjadi gelap. Osmoregulasi ikan juga terganggu akibat penyakit ini. Kotoran ikan yang terserang penyakit ini terlihat

menjadi lebih panjang dan warnanya pucat.

Pengobatan terhadap penyakit ini agak susah, walaupun penyakit ini tidak

menular, namun cara yang paling baik dilakukan adalah mengisolasi atau

memisahkan ikan yang sakit kemudian secara intensif diberi pakan yang baik.

Untuk membantu penyembuhan pada serangan yang akut dapat diberikan

pengobatan berupa antibiotik.

c. Jamur Saprolegnia

Jamur ini biasanya menyerang segala jenis ikan dan dalam segala tingkatan

umur. Penyakit ini akan berkembang dengan cepat bila suhu turun atau cuaca

dingin. Biasanya jamur ini merupakan infeksi sekunder dari pentakit lain seperti

luka–luka, adanya serangan bakteri, dan sebagainya.

Gejala penyakit akibat jamur ini adalah adanya semacam benda nempel yang

seperti kapas yang berwarna putih, coklat, abu–abu atau kehijauan di kulit, sirip,

maupun ditempat lainnya. Awalnya hanya terdapat noda–noda kecil yang seperti

menempel, namun jika tidak segera ditangani noda tersebut akan meluas dan

banyak. Pengobatan bisa dilakukan dengan menggunakan obat anti jamur, seperti

(37)

3. Pencegahan Penyakit

Pencegahan merupakan cara yang efektif untuk menanggulangi penyakit pada

ikan. Cara yang terbaik untuk pencegahan penyakit adalah perawatan yang baik.

Perawatan ikan meliputi pemeliharaan dengan pengelolaan lingkungan atau

kualitas air, penanganan atau handling, serta penggunaan alat–alat harus dikerjakan dengan baik dan higienis. Pemeliharaan yang baik akan membuat ikan

merasa nyaman hidup di tempat itu. Bak atau akuarium sebagai tempat ikan hidup

harus disesuaikan dengan jenis atau ukuran ikan. Kepadatan ikan juga harus

disesuaikan, baik dengan jenis atau tempatnya. Penambahan perlengkapan lain

seperti aerator maupun filter akan membuat lingkungan ikan lebih baik. Selain itu,

pakan yang diberikan harus sesuai agar mudah dijangkau dan dimakan ikan.

Faktor yang sangat dominan dalam kesehatan ikan adalah faktor lingkungan

terutama kualitas air. Banyak penyakit atau sumber penyakit yang timbul karena

kualitas air yang kurang baik. Oleh karena itu, kualitas air seperti pH, suhu,

kandungan oksigen, dan lain–lain, harus terkontrol dengan baik. Cara

pengontrolan kualitas air yang dapat dilakukan antara lain pengantian air secara rutin sekitar ⅓ sampai ½ volume. Namun, perlu diperhatikan dalam penggantian air harus hati–hati supaya ikan tidak stress. Caranya yaitu dengan cara menyipon dan memasukan air secara hati–hati. Selain itu, hindari pula pemberian pakan

yang berlebihan, kepadatan yang tinggi, dan cegah polutan masuk dalam tempat

(38)

III. METODOLOGI

A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Wisma Wageningen, Departemen Teknik

Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian

dilaksanakan mulai bulan mei 2007 sampai bulan juli 2007.

B. BAHAN DAN ALAT

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Ikan Komet

2. Sistem Resirkulasi Air Terkendali, yang terdiri dari • 24 bak pemeliharaan

• 1 bak penyaringan • 1 bak penyimpanan • 1 bak penyuplay • Dudukan bak • Pompa air

3. Satu unit komputer lengkap dengan software aplikasi wordprocessing, spreadsheet dan CAD

4. Gelas ukur

5. Stopwath dan mistar

6. Hanna Instrumen (alat ukur pH)

(39)

Desain Sistem Resirkulasi Air Terkedali

Pembuatan Resirkulasi Air Terkedali

Pengujian Resirkulasi Air Terkedali

Pemijahan T

Y Mulai

Berfungsi dengan baik

Pengukuran kualitas air (Debit, DO, Suhu, pH),

Pengamatan pertumbuhan ikan

Kinerja sistem resirkulasi air terkendali (SRAT) C. TAHAPAN PENELITIAN

(40)

1. Pembuatan sistem resirkulasi

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah merancang bentuk sistem

resirkulasi, menggambar rancangan sistem resirkulasi, penyediaan bahan,

penyiapan ruang, dan pembuatan sistem resirkulasi.

a. Bak penyimpanan

Berfungsi untuk menampung air yang telah difiltrasi untuk

kemudian dialirkan ke masing-masing bak pemeliharaan. Bak ini

diletakkan di atas rak dengan ketinggian 250 cm dari lantai. Bak

terbuat dari fiber berbentuk silider.

b. Bak pemeliharaan

Berfungsi sebagai tempat pemeliharaan ikan, berjumlah 24 buah

dengan susunan empat baris di kedua sisi ruangan. Bak diletakkan

di atas rak dengan ketinggian 60 cm dari lantai.

c. Bak penyaringan atau filtrasi

Berfungsi sebagai tempat filtrasi air dari bak budidaya untuk

kemudian dialirkan ke bak penyimpanan dengan menggunakan

pompa rendam.

d. Pompa air rendam

Berfungsi untuk memompa air dari bak penyaringan ke bak

penyimpanan. Pompa yang digunakan adalah Wasser Pump

WD-80E/WD-101E/WD-101EA, AC 220 Volt, 50 Hz, 100 watt, berat

2.9 kg, debit 70 liter/menit.

e. Pipa paralon dan selang plastik

Pipa yang dipakai adalah pipa 0.5 in dan 1.5 in

2. Pengujian sistem resirkulasi

Pengujian sistem resirkulasi dilakukan dengan mengalirkan air ke dalam

sistem. Hal ini dilakukan untuk melihat kemampuan sistem dalam

mensirkulasi air.

(41)

o Suhu

Data suhu didapat melalui pengukuran langsung dengan

menggunakan logger thermo recorder yang dilakukan setiap hari. Suhu yang diukur meliputi suhu air dan suhu ruangan.

o pH

Data pH didapat melalui pengukuran langsung dengan

menggunakan pH meter (Hanna instrument)

o DO

Penggukuran oksigen terlarut dilakukan dengan mengambil air

sampel pada bak pemeliharaan bak penyimpanan. Berikut adalah

langkah-langkah pengukuran oksigen terlarut:

¾ Pindahkan air sampel ke dalam botol BOD sampai meluap (jangan

sampai terjadi gelembung udara), dan tutup kembali.

¾ Tambahkan 1 ml sulfamic Acid dengan pipet di bawah permukaan,

tutup dan aduk dengan membolak-balik botol.

¾ Tambahkan 2 ml Mangan Sulfat (MnSO4) dan 2 ml NaOH + KI

dengan memasukan pipet di bawah permukaan air dalam botol.

Tutup dan aduk dengan membolak-balik botol. Biarkan beberapa

saat hingga endapan coklat terbentuk dengan sempurna.

¾ Tambahkan 2 ml H2SO4 aduk dengan cara yang sama sampai

semua edapan terlarut. Kalau endapan belum larut semua,

tambahkan lagi 0.5 ml H2SO4 pekat.

¾ Ambil 50 ml air dari botol BOD tersebut dengan menggunakan

pipet mohr atau gelas ukur dan masukan ke dalam erlenmeyer,

usahakan jangan sampai terjadi aerasi.

¾ Titrasi dengan Na-thiosulfat hingga terjadi perubahan warna dari

kuning tua menjadi kuning muda. Tambahkan 5-8 tetes indikator

amylum hingga terbentuk warna biru. Lanjutkan titrasi dengan

Na-thiosulfat hingga tepat tidak berwarna.

(42)

DO =

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜

⎛ −

BOD botol ml

terpakai reagen

ml BOD botol ml sampel ml

1000 x 8 x thiosulfat Normalitas

x titran ml

4. Pemijahan Ikan Komet

Kegiatan ini meliputi pemilihan induk yang sudah siap pijah. Induk jantan

yang siap pijah ditandai dengan keluarnya cairan putih apabila bagian

perutnya ditekan kearah kelaminnya, induk betina yang siap pijah ditandai

dengan keluarnya telur/cairan berwarna kuning apabila bagian perutnya

ditekan kearah kelaminnya.

5. Pengamatan Pertumbuhan ikan

Pengamatan pertumbuhan ikan dilakukan setiap hari yang meliputi

penagamatan terhadap tingkat pertumbuhan ikan dan jumlah ikan yang

(43)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PEMIJAHAN

Gambar 5. Bak pemijahan

Dalam budidaya perikanan, pemijahan merupakan suatu tahap yang sangat

penting. Dengan melakukan pemijahan kelangsungan budidaya perikanan akan

terus berjalan, sehingga produksi ikan hias yang dilaksanakan tidak akan berhenti.

Proses pemijahan diawali dengan penyortiran induk jantan dan betina yang

telah matang kelamin. Sehari sebelum dilakukan penyortiran, induk yang akan

disortir tidak diberi pakan. Hal ini dilakukan supaya telur-telur yang ada dalam

induk betina tidak tertutup oleh protein yang berasal dari pakan.

Kematangan kelamin pada ikan betina ditandai dengan keluarnya telur

pada kelaminnya apabila perut ikan ditekan ke arah kelamin. Selain itu, pada

induk betina yang telah matang kelamin, perutnya apabila di raba terasa lembek.

Untuk induk jantan, kematangan ditandai dengan keluarnya cairan putih pada

kelaminnya jika di tekan perutnya. Indukan yang telah tersortir dipindahkan ke

bak pemijahan. Pelepasan induk jantan dan betina dilakukan pada jam

(44)

Telur ikan Komet merupakan tipe telur adhesive, maka dalam proses pemijahan ini diperlukan substrat sebagai tempat telur-telur menempel. Substrat

yang digunakan untuk tempat ikan menempelkan telurnya adalah tanaman air

(eceng gondok), tali plastik dan kakaban (ijuk). Dalam waktu sehari, ikan tersebut

sudah menghasilkan telur. Telur-telur yang telah dihasilkan tetap dibiarkan di bak

pemijahan, sementara indukan kembali dipindahkan ke bak pemeliharaan.

Telur-telur akan menetas dalam waktu kurang dari 48 jam. Dalam proses penetasan,

telur-telur tidak semuanya menetas secara bersamaan. Pada hari pertama telur

menetas ±20%, baru pada hari kedua telur-telur menetas, tetapi tidak semua telur

menetas. Persentasi telur yang menetas dapat dilihat pada Tabel 4.

Larva ikan merupakan fase yang paling kritis dalam pembudidayaan ikan. Karena larva ikan memilki ketahanan yang kurang baik terhadap faktor lingkungan. Oleh karena itu, pada fase inilah kematian banyak terjadi pada ikan.

Larva-larva ikan yang baru menetas masih memiliki cadangan makanan dalam tubuhnya. Cadangan makanan yang ada bertahan sampai ikan berumur 2-3

hari. Jadi selama itu ikan tidak perlu diberi pakan. Setelah berumur 3 hari, ikan

baru diberi pakan. Pakan yang diberikan untuk pertama kali adalah artemia. Setelah berumur 14 hari lebih, ikan mulai diberi pakan yang lain yaitu berupa

daphmia.

Larva-larva ikan tetap dibiarkan pada bak pemeliharaan ± 1 bulan, setelah itu ikan (burayak) baru di pindahkan ke bak pembesaran. Pada hari-hari pertama

setelah dipindahkan ke bak pembesaran, ikan memerlukan adaptasi terhadap

perubahan kondisi lingkungan, sehingga untuk ikan yang kurang cepat beradaptasi

terhadap perubahan ini akan mengalami stress yang berakibat kematian.

(45)

Gambar 6. Penggunaan ijuk sebagai sarana pemijahan

(46)

Gambar 8. Penggunaan tali plastik sebagai sarana pemijahan

0 100 200 300 400 500 600 700 800

0 1 2 3 4

Minggu

ke-Ju

m

lah

i

k

an

(

eko

r)

0

18/04/07 17/05/07 28/05/07 16/06/07 19/06/07 21/06/07

22/06/07 26/06/07

Gambar 9. Grafik jumlah ikan yang hidup

Berhasil tidaknya pemijahan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain

kualitas air dan keadaan ikan itu sendiri. Faktor kematangan pada induk ikan

sangat mempengaruhi terhadap keberhasilan dalam pemijahan. Indukan yang telah

(47)

ukuran bak yang ada pada ruang pemijahan, perbandingan antara ikan komet

jantan dan betina yang optimal untuk proses pemijahan adalah 2 : 1.

Berdasarkan Gambar 9. kematian pada larva ikan paling besar terjadi pada minggu ke-1 dengan rata-rata kematian 50%, hal ini diakibatkan karena

larva-larva ikan yang baru menetas memiliki ketahanan tubuh yang kurang baik,

sehingga larva-larva tersebut tidak dapat beradaptasi terhadap lingkungannya. Pada minggu-minggu berikutnya kematian mulai menurun, hal ini diakibatkan

karena larva-larva tersebut telah mampu beradaptasi dengan lingkungannya dan larva-larva tersebut memilki ketahanan tubuh yang lebih baik dibandingkan dengan larva-larva ikan yang lainnya. Pada minggu ke-2 rata-rata kematian larva ikan sebesar 30%, minggu ke-3 sebesar 20%, dan minggu ke-4 sebesar 10 %.

(48)

Gambar 11. Larva ikan

B. DEBIT

Keseragaman aliran (debit) dapat menunjukan bahwa suatu rancangan

sistem resirkulasi air terkendali (SRAT) baik atau tidak. Semakin seragam debit

yang ada pada bak pemeliharan, semakin baik rancangan yang telah dibuat.

Tabel 5. Debit pada bak pemeliharaan

Debit (lt/dt)

21/06/07 23/06/07 25/06/07 27/06/07 Rata-rata 0.011 0.012 0.012 0.012 Maksimum 0.015 0.016 0.017 0.017

Minimum 0.006 0.007 0.006 0.006

Tabel 6. Kecepatan aliran air pada bak pemeliharaan

Kecepatan aliran air (cm/dt)

21/06/07 23/06/07 25/06/07 27/06/07

(49)

0.000 0.002 0.004 0.006 0.008 0.010 0.012 0.014 0.016 0.018

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

Bak

ke-D

e

b

it

(

lit

e

r/d

e

tik

)

21/06/2007

23/06/2007

25/06/2007

27/06/2007

Gambar 12. Sebaran debit pada SRAT

Ketinggian air di bak pemeliharaan mempengaruhi terhadap besarnya

debit yang ada. Bak 1-12 memilki ketinggian ± 18 cm, sementara bak 13-24

memiliki ketinggian ±17 cm. Dari Gambar 11 terlihat bahwa pada bak 13-24

memiliki debit yang lebih besar dibandingkan dengan bak 1-12 hal ini

menunjukan bahwa ketinggian air mempengaruhi dalam besarnya debit yang ada

pada bak tersebut.

Gambar 13. Posisi pipa inlet

(50)

C. KUALITAS AIR

1. Suhu

26 27 28 29 30 31 32

19:12:00 0:00:00 4:48:00 9:36:00 14:24:00 19:12:00 0:00:00 4:48:00

Waktu

S

uhu (

C

)

20 April 2007 29 April 07 8 Mei 2007 17 Mei 2007

26 Mei 2007 4 Juni 2007 13 Juni 2007

Gambar 14. Grafik suhu air

20 25 30 35 40

19:12:00 0:00:00 4:48:00 9:36:00 14:24:00 19:12:00 0:00:00 4:48:00

Waktu

S

uhu (

C

)

20-Apr-07 29-Apr-07 8 Mei 2007 17 Mei 2007

26 Mei 2007 4 Juni 2007 13 Juni 2007

Gambar 15. Grafik suhu ruangan

Kisaran suhu yang ada pada sistem masih layak untuk pembudidayaan

ikan (kisaran suhu yang baik untuk budidaya ikan adalah 25-320C), selain itu fluktuasi suhu yang terjadi pada ruang pemijahan juga cukup baik untuk budidaya

ikan, yaitu sekitar 1-2 0C per hari (fluktuasi suhu lebih dari 30C per hari dapat menyebabkan ikan stress).

(51)

23-dilakukan pada pagi hari (kisaran suhu optimum untuk proses pemijahan adalah

22-250C).

Gambar 12 menunjukan grafik suhu air yang terjadi pada bak

pemeliharaan, sementara Gambar 13 menunjukan grafik suhu ruangannya. Dari

gambar 12 dan 13 tersebut, terlihat bahwa pola sebaran antara suhu air dan suhu

ruangan hampir mirip. Namun, Gambar 13 (grafik suhu ruangan) memiliki

fluktuasi suhu yang lebih cepat dan besar dibandingkan fluktuasi suhu yang

terjadi pada suhu air (Gambar 12), hal ini diakibatkan karena udara atau gas

memiliki kalor jenis yang lebih kecil dibandingkan dengan kalor jenis air (kalor

jenis udara sebesar 1000 J.Kg-1.K-1 sementara air memiliki kalor jenis sebesar 4180 J.Kg-1.K-1). Kalor jenis air yang lebih tinggi dibandingkan dengan kalor jenis udara mengakibatkan suhu air lebih lambat naik dibandingkan dengan suhu udara.

Hal tersebut disebabkan karena udara memerlukan energi per gram yang lebih

sedikit untuk kenaikan suhu tertentu dibandingkan dengan air. Dengan kata lain

udara lebih cepat dipanaskan dibandingkan air.

25 27 29 31 33 35 37

19:12:00 0:00:00 4:48:00 9:36:00 14:24:00 19:12:00 0:00:00 4:48:00

Waktu

S

uhu (

C

)

Suhu air Suhu ruangan

Gambar 16. Grafik suhu air dan suhu ruangan pada tanggal 8 Mei 2007

Tabel 7. Nilai suhu di ruang pemijahan

Suhu air (oC) Suhu ruangan (oC)

Rata-rata 28.5 28.8

Maksimum 31.2 35

(52)

6.5 6.6 6.7 6.8 6.9 7 7.1 7.2

10 juni 2007 15 juni 2007 28 juni 2007 2 juli 2007

Tanggal

p

H

Bak 1 Bak 12 Bak 5 Bak 8 Bak 14 Bak 19 25

25.5 26 26.5 27 27.5 28 28.5 29 29.5

19:12:00 0:00:00 4:48:00 9:36:00 14:24:00 19:12:00 0:00:00 4:48:00

Waktu

S

uhu

(

C

)

Suhu Air Suhu Ruangan

Gambar 17. Grafik suhu air dan suhu ruangan pada tanggal 20 Juni 2007

Gambar 14 dan Gambar 15 menunjukan hubungan antara suhu ruangan

dan suhu air yang terjadi pada sistem. Dari kedua gambar tersebut terlihat bahwa

terjadi perpotongan garis antara grafik suhu air dengan suhu ruangan. Pada siang

hari (jam 8.00–19.00) suhu ruangan lebih tinggi dibandingkan dengan suhu air,

sedangkan pada malam hari suhu air lebih tinggi dibandingkan dengan suhu

ruangan.

2. pH

(53)

Tabel 8. Nilai pH pada bak pemeliharaan

Tanggal Waktu

Pengukuran Bak ke- Populasi Ikan (Ekor) pH

10 Juni 2007 jam 9.00

1 1-30 6.9

12 1-30 6.9

5 ≥31 6.9

8 ≥31 7.0

14 0 6.9

19 0 7.1

15 Juni 2007 jam 9.00

1 1-30 6.9

12 1-30 6.8

5 ≥31 6.9

8 ≥31 7.0

14 0 6.9

19 0 7.0

28 Juni 2007 jam 9.00

1 1-30 6.8

12 1-30 6.7

5 ≥31 6.8

8 ≥31 6.9

14 0 6.9

19 0 7.0

2 Juli 2007 jam 9.00

1 1-30 6.7

12 1-30 6.7

5 ≥31 6.7

8 ≥31 6.8

14 0 6.8

19 0 6.9

Nilai pH pada bak pemeliharaan berkisar antara 6.7 – 7.1, untuk budidaya

perikanan nilai pH tersebut sangat baik, dimana ikan hias kebanyakan akan hidup

dengan baik pada pH 6.5-7.5, sementara untuk reproduksi atau perkembangbiakan

pH optimum adalah 6.4-7.0. Dengan melihat Gambar 16, terlihat bahwa pH

mengalami penurunan seiring waktu berjalan. Penurunan pH air terjadi akibat

aktivitas ikan yang memproduksi asam, dengan demikian semakin padat jumlah

ikan maka nilai pH semakin kecil. Selain itu pergantian air yang jarang dilakukan

(54)

0 2 4 6 8 10

18 juni 07 21 juni 07 25 juni 07

Tanggal

DO

(

p

p

m

)

Bak Pemeliharaan Bak penyimpanan 3. DO

Tabel 9. Nilai DO pada bak penyimpanan dan pembenihan

Tanggal Sampel DO

18 Juni 07 Bak Pembenihan 7.681

Bak Penyimpanan 7.404

21 Juni 07 Bak Pembenihan 8.694

Bak Penyimpanan 8.983

25 Juni 07 Bak Pembenihan 8.266

Bak Penyimpanan 7.759

Gambar 19. Grafik DO pada bak penyimpanan dan pembenihan

Pengukuran DO (Dissolved Oksigen) dilakukan pada bak penyimpanan dan bak pemeliharaan. Dari hasil pengukuran dan perhitungan, nilai DO pada

bak penyimpanan dan pemeliharaan sangat baik yaitu berkisar antara 7-9

(55)

air hanya diperoleh dari jatuhan debit air yang diberikan. Dengan asumsi

tersebut dan dengan besarnya debit yang tidak jauh berbeda pada bak

pemeliharaan, maka dengan pengukuran pada satu bak pemeliharaan

dianggap telah mewakili bak-bak yang lain. Semakin besar debit yang

diberikan maka semakin tinggi juga nilai DO-nya.

Berdasarkan grafik terlihat bahwa nilai DO pada bak penyimpanan

lebih kecil dibandingkan nilai DO pada bak pemeliharaan, padahal debit yang

terdapat pada bak penyimpanan lebih besar dibandingkan dengan debit pada

bak pemeliharaan. Hal tersebut dapat terjadi karena pengukuran dan

perhitungan yang dilakukan masih secara manual, sehingga

kesalahan-kesalahan dalam proses pengukuran dan perhitungan sangat mungkin terjadi.

Salah satu kesalahan yang mungkin terjadi adalah pada saat pembacaan skala

(56)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan

bahwa :

1. Suhu air rata-rata pada bak pemeliharaan adalah 28.50C, dengan suhu

maksimum 31.20C dan suhu minimum 26.00C. Suhu ruangan rata-rata ruang pemijahan adalah 28.80C dengan suhu maksimum 350C dan suhu minimum 23.7 0C. Nilai pH pada bak pemeliharaan berkisar antara 6.7 –

7.1. Nilai DO pada bak penyimpanan berkisar antara 7-9 mg/lt.

Sementara debit rata-rata yang masuk ke bak pemeliharaan adalah

0.012 liter/detik.

2. Persentasi telur yang menetas adalah 88% untuk substrat eceng

gondok, 79% untuk substrat ijuk, dan 48% untuk substrat tali plastik.

3. Kematian pada larva ikan paling besar terjadi pada minggu ke-1 dengan rata-rata kematian 50%, pada minggu ke-2 rata-rata kematian larva ikan menurun menjadi sebesar 30%, minggu 3 sebesar 20%, dan minggu

ke-4 sebesar 10 %.

4. Sistem Resirkulasi Air Terkendali (SRAT) ini cukup optimal

digunakan untuk proses pemijahan dan penetasan telur, tetapi untuk

pemeliharaan larva kurang baik ( suhu terlalu tinggi ).

5. Pergantian air secara berkala dan pemeliharaan sistem resirkulasi air

(57)

SARAN

1. Dalam pengukuran parameter kualitas air sebaiknya digunakan alat

digital/otomatis, sehingga nilai-nilai parameter kualitas air dapat terlihat

dan terkontrol setiap saat.

2. Setelah telur menetas, larva sebaiknya dipindahkan ke bak pemeliharaan lain yang memiliki suhu lebih rendah.

3. Perlu adanya penelitian lanjutan tentang besarnya nilai parameter kualitas

air yang benar-benar optimal untuk pemijahan ikan hias pada sistem

(58)

VI. DAFTAR PUSTAKA

Daelami AS, Deden. 2001. Usaha Pembenihan Ikan Hias Air Tawar. Jakarta : Penebar Swadaya

Effendi, Irzal. 2004. Pengantar Akuakultur. Jakarta : Penebar Swadaya

Lesmana, Darti Satyani. 2003. Mencegah dan Menanggulangi Penyakit Ikan Hias. Jakarta : Penebar Swadaya

Lesmana, DS dan Iwan Darmawan. 2001. Budidaya Ikan Hias Air Tawar Populer. Jakarta : Penebar Swadaya

Lesmana, Darti Satyani. 2001. Kualitas Air Untuk Ikan Hias Air Tawar. Jakarta : Penebar Swadaya

Setiawan, B.I.,L.O. Nelwan dan Sukenda. 2004. Rancang Bangun Sistem

Resirkulasi Air Terkendali Untuk Pembenihan Ikan Patin (Pangasius hypothalamus). Laporan akhir riset unggulan terpadu. Bidang Manufaktur. Kementrian Negara Riset dan Teknologi dan Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia.

(59)
(60)

Lampiran 1. Gambar sistem resirkulasi air terkendali

(61)

Gambar

Gambar 1. Ikan Komet
Gambar 2. Ikan Komet betina
Gambar 3. Ikan Komet jantan
Tabel 1. Masa inkubasi telur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Aktivitas antioksidan juga dipengaruhi oleh faktor struktur antioksidan, dapat dilihat pada pengaruh kadar tokoferol terhadap aktivitas antioksidan minyak bekatul kasar

Kecamatan tersebut berpotensi besar untuk terkena penyebaran penyakit Kusta, sehingga pada Tahun 2017 Kecamatan tersebut berada di Kuadran HL, yaitu daerah yang

Pada pengambilan keputusan atau pemecahan masalah yang dilakukan oleh Lurah Tegal Gundil dalam menjalankan aktivitas kelurahan, pegawai mempersepsikan bahwa

tempat : Ruang Pertemuan Pusat Kegiatan Mahasiswa Universitas Negeri Semarang lantai 2 Sehubungan dengan hal itu, maka kami memohon kepada Saudara untuk menjadi pembicara

Tujuan dan alat penilaian adalah dua hal yang erat berkaitan dalam kegitan guru di kelas. Tujuan lebih mengarah pada bentuk tingkah laku keluaran belajar. Untuk

penelitian hukum tentang pelaksanaan Jaminan kesehatan daerah pada rumah sakit. umum daerah Prof Dr Ma Hanafiah Batusangkar serta persoalan yang

Narasumber dalam kegiatan Sarasehan Wali Murid &#34;Dalam Upaya Meningkatkan Pengetahuan tentang Anak Usia Dini&#34;. Kelompok Bermain

Modernisasi dalam pendidikan menyebabkan perubahan pola pikir, juga diikuti oleh perkembangan mode, perkembangan desain tekstil, teknologi pembuatan busana, dan kemudian