RESPON PERBANKAN SYARIAH TERHADAP KRISIS
KEUANGAN GLOBAL 2008 DALAM PENEMPATAN
DANA PADA SBIS DAN PUAS
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh:
Disfa Lidian Handayani
NIM : 107046102903
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
RESPON PERBANKAN SYARIAH TERHADAP KRISIS
KEUANGAN GLOBAL 2008 DALAM PENEMPATAN
DANA PADA SBIS DAN PUAS
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh:
Disfa Lidian Handayani
NIM. 107046102903
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. H. Anwar Abbas, M.Ag. Dwi Nur’aini Ihsan, S.E., M.M.
NIP. 195502151983031002
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul “Respon Perbankan Syariah Terhadap Krisis Keuangan Global 2008 Dalam Penempatan Dana Pada SBIS dan PUAS”, telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta pada tanggal 3 November 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Program Studi
Muamalat (Ekonomi Islam).
Jakarta, 3 November 2011 Dekan,
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH,MA, MM
NIP. 195505051982031012
Panitia Ujian Munaqasyah
Ketua : Dr. Euis Amalia, M.Ag. NIP. 197107011998032002
Sekretaris : Mu’min Roup, S.Ag., M.A. NIP. 150281979
Pembimbing I : Dr. H. Anwar Abbas, M.Ag.
NIP. 195502151983031002
Pembimbing II: Dwi Nur’aini Ihsan, S.E., M.M.
Penguji I : Prof. Dr. H. Hasanuddin AF, M.A. NIP. 150050917
i Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, 15 September 2011
ii
Respon Perbankan Syariah Terhadap Krisis Keuangan Global 2008 Dalam Penempatan Dana Pada SBIS Dan PUAS
Pada Tahun 2008 terjadi krisis keuangan global yang bersumber dari subprime mortgage di Amerika Serikat. Krisis ini kemudian menyebar keseluruh dunia. Krisis ini menyebabkan peningkatan jumlah penempatan dana oleh perbankan dunia pada instrumen Treasury Bills (jika di Indonesia lebih dikenal sebagai SBI). Krisis ini juga mengakibatkan perbankan lebih memilih untuk mengamankan cadangan keuangan daripada meminjamkan uang ke bank lainnya sehingga terjadi peningkatan permintaan dan penurunan penawaran pinjaman likuiditas pada Interbank Call Money Market (Pasar uang Antarbank). Kelangkaan likuiditas ini mengakibatkan kenaikan suku bunga Pasar Uang Antarbank. Prilaku penempatan dana oleh perbankan konvensional Indonesia pada SBI dan PUAB juga sama dengan perbankan dunia secara umum.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah respon perbankan syariah terhadap krisis keuangan global 2008 dalam penempatan dana pada SBIS dan PUAS.
Dalam menganalisis data, penulis menggunakan aplikasi SPSS.16. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data SBIS dan PUAS periode Januari 2007 hingga April 2010. Metode analisis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah dengan metode Analisis Deskriptif, Uji Normalitas Data dan Paired T-Test. Analisis deskriptif berfungsi untuk menggambarkan data-data yang diperoleh, berupa penggambaran mengenai nilai rata-rata, standar deviasi, range, serta nilai maximum dan minimum dari data Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dan Pasar Uang AntarBank berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS) Perbankan Syariah Indonesia. Setelah melakukan Analisis deskriptif, penulis kemudian melakukan Uji Normalitas Data yang berfungsi untuk melihat apakah data angka-angka yang digunakan mempunyai sebaran yang normal atau tidak. Setelah terbukti bahwa data-data tersebut normal maka penulis melakukan Uji Paired T-Test. Uji ini berfungsi untuk melihat apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara dua buah sampel yang diuji tersebut.
Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa uji Paired T-Test pada SBIS
memperlihatkan bahwa peluang pada statistik t ! -1.395 " 1.395 dengan nilai
signifikansi 0.179. Sedangkan hasil Uji Paired T-Test pada PUAS memperlihatkan
peluang pada statistik t ! -.743 " 743 dengan nilai signifikansi 0.466. Hal ini menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan atas penempatan dana pada SBIS maupun PUAS ketika menuju dan saat terjadinya krisis keuangan global 2008.
iii Bismillahirrahmanirrahiim
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayah, taufiq,
serta nikmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Respon Perbankan Syariah Terhadap Krisis Keuangan Global 2008 Dalam Penempatan Dana Pada SBIS Dan PUAS”. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw, kepada keluarganya, sahabat serta
umatnya hingga akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak sedikit
rintangan serta kesulitan yang penulis hadapi. Namun berkat kesungguhan hati, kerja
keras, bantuan dan doa dari berbagai pihak, sehingga membuat penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati, penulis
berterima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM., selaku Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Euis Amalia, M.Ag. dan Bapak Mu’min Roup, S.Ag., M.A. sebagai Ketua
dan Sekretaris Jurusan Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. H. Anwar Abbas, M.Ag. dan Ibu Dwi Nur’aini Ihsan, S.E., M.M.
selaku dosen pembimbing skripsi penulis, yang telah memberikan masukan dan
iv
dan semangat tiada henti kepada penulis. Terimakasih banyak Ayah, Ibu.
5. Adik-adikku tersayang, Praftiwi Umitri, Fajar Nugraha, Anita Sartika dan
Ahmad Mustafa yang selalu memberikan semangat dan doa kepada penulis.
Kalian adalah kebanggaan Woh!
6. Keluarga besarku di Bengkulu, Kaur, Jakarta, dan Jogja.
7. Teman-teman Kosan Hijau Ade Rina Suralani, Eni Suheni, Galuh Kartika
Prabandari, Rohimah, dan Seli yang merupakan teman dikala senang dan susah.
Mari lanjutkan perjuangan dan ‘mimpi-mimpi’ yang telah kita ukir, Sobat#
8. Teman-teman Perbankan Syariah Angkatan 2007 khususnya PS A, Yana Febrina,
Sisilia Anggi, Tsarwatul Jannah, Fika, Uus, Neti, Nindi,Tia dan teman-teman lain
seangkatan yang selama kuliah telah mengisi hari-hari penulis dengan keceriaan.
9. Teman-teman BEC; Miss Mila, Imah, Lia, Ola, Jumi, Anahe dan sahabat lainnya.
10. Seluruh pihak-pihak terkait yang telah membantu penulis selama proses
penyelesaian tugas akhir ini.
Akhirnya, penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang turut berperan dalam proses penyelesaian skripsi penulis. Semoga karya ini
dapat bermanfaat bagi semua kalangan masyarakat.
Jakarta, 15 September 2011
v
LEMBAR PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
BAB I: PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6
D. Review Studi Terdahulu ... 8
E. Kerangka Konsep ... 11
F. Sistematika Penelitian ... 12
BAB II: LANDASAN TEORI ... 14
A. Krisis Keuangan Global ... 14
1. Pengertian Krisis Keuangan Global ... 14
2. Faktor Penyebab Krisis keuangan Global 2008 ... 16
vi
2. Fungsi dan Tujuan Penempatan Dana Perbankan ... 24
3. Alokasi Penempatan Dana Perbankan ... 25
4. SBI dan PUAB ... 28
C. Tinjauan Respon Perbankan Konvensional Indonesia dan Dunia terhadap Krisis Keuangan Global 2008 dalam Penempatan Dana pada Treasury Bills dan Interbank Call Money Market ... 31
1. Amerika Serikat ... 31
2. Inggris ... 35
3. Jepang ... 38
4. Indonesia ... 41
5. Kesimpulan Tinjauan Respon Perbankan terhadap Krisis Keuangan Global 2008 dalam Penempatan Dana pada Treasury Bills dan Interbank Call Money Market (Kasus: Amerika Serikat, Inggris, dan Jepang) ... 44
BAB III: SBIS DAN PUAS ... 46
A. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)... 46
1. Pengertian Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) ... 46
vii
4. Tata Cara Pelaksanaan Sertifikat Bank Indonesia Syariah
(SBIS) ... 49
B. Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS) . 55 1. Pengertian Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS) ... 55
2. Fungsi Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS) ... 55
3. Landasan Hukum Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS) ... 56
4. Tata Cara Pelaksanaan Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS) ... 58
BAB IV: METODE PENELITIAN ... 62
A. Objek penelitian ... 62
B. Jenis Penelitian ... 62
C. Sumber Data ... 64
D. Metode Pengumpulan Data ... 64
E. Metode Analisis Data ... 65
F. Hipotesis ... 66
BAB V: ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 68
viii
C. Uji Normalitas SBIS dan PUAS ... 83
D. Uji Paired T-Test SBIS dan PUAS ... 87
E. Analisis terhadap Uji Paired T-Test ... 90
BAB VI: PENUTUP ... 95
A. Kesimpulan ... 95
B. Saran ... 97
DAFTAR PUSTAKA
ix
Tabel 5.1 Volume Transaksi SBIS dan Volume Rill SBIS Perbankan Syariah Indonesia Ketika Menuju hingga Saat Krisis
Keuangan Global 2008 ... 74
Tabel 5.2 Case Processing Summary Volume Transaksi SBIS Ketika
Menuju hingga Saat Krisis Keuangan Global 2008 ... 75
Tabel 5.3 Deskriptif Volume Transaksi SBIS Ketika Menuju hingga
Saat Krisis Keuangan Global 2008 ... 76
Tabel 5.4 Volume Transaksi PUAS dan Volume Rill PUAS Perbankan Syariah Indonesia Ketika Menuju hingga Saat Krisis
Keuangan Global 2008 ... 79
Tabel 5.5 Case Processing Summary Volume PUAS Ketika Menuju
hingga Saat Krisis Keuangan Global 2008 ... 80
Tabel 5.6 Deskriptif Volume PUAS Ketika Menuju hingga Saat Krisis
Keuangan Global 2008 ... 81
Tabel 5.7 Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro-Wilk SBIS Ketika Menuju hingga Saat Krisis Keuangan Global
2008 ... 85
Tabel 5.8 Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro-Wilk PUAS Ketika Menuju hingga Saat Krisis Keuangan Global
2008 ... 86
Tabel 5.9 Paired Samples Correlations SBIS Ketika Menuju hingga
Saat Krisis Keuangan Global 2008 ... 88
Tabel 5.10 Uji Paired Samples T-Test SBIS Ketika Menuju hingga Saat
Krisis Keuangan Global 2008 ... 88
Tabel 5.11 Paired Samples Correlations PUAS Ketika Menuju hingga
Saat Krisis Keuangan Global 2008 ... 89
Tabel 5.12 Uji Paired Samples T-Test PUAS Ketika Menuju hingga Saat
x
Gambar 1.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 11
Gambar 2.1 The Pool of Fund Model for Assets Management ... 25
Gambar 2.2 Yield pada Treasury Bills Berjangka 3 Bulan dan Suku Bunga The Federal Funds Overnight Index Swap (OIS) Pada Saat
Krisis Keuangan Global ... 34
Gambar 2.3 Rata-rata Suku Bunga Pinjaman Antarbank LIBOR
berjangka 3 Bulan ... 37
Gambar 2.4 Rata-rata Suku Bunga U.K. Treasury Bills Berjangka 3 Bulan 38
Gambar 2.5 Rata-rata Suku Bunga TIBOR Berjangka Tiga Bulan ... 40
Gambar 2.6 Treasury Discount Bills ... 41
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perbankan merupakan lembaga keuangan penting dalam perekonomian suatu
negara. Perbankan berperan sebagai lembaga intermediasi yang menyalurkan dana
dari pihak yang kelebihan kepada pihak yang kekurangan dana. Bagi masyarakat
yang hidup di negara maju, bank merupakan tempat melakukan berbagai transaksi
yang berhubungan dengan keuangan seperti; tempat mengamankan uang, melakukan
investasi, pengiriman uang, melakukan pembayaran atau melakukan penagihan.
Perbankan dapat diibaratkan sebagai darahnya perekonomian suatu negara. Dengan
kata lain, kemajuan perbankan di suatu negara dapat pula dijadikan ukuran kemajuan
negara yang bersangkutan. Semakin maju suatu negara maka semakin besar peranan
perbankan dalam mengendalikan negara tersebut.1
Indonesia memiliki dua jenis sistem perbankan yang berbeda (dual banking
system) yang terdiri dari sistem perbankan konvensional dan perbankan syariah.
Perbankan syariah adalah perbankan yang menggunakan prinsip syariah dalam
pengoperasiannya. Dalam perekonomian Islam, sektor perbankan tidak mengenal
instrumen suku bunga. Sistem keuangan Islam menerapkan sistem pembagian
keuntungan dan kerugian (profit and loss sharing). Besar kecilnya pembagian
keuntungan yang diperoleh nasabah perbankan syariah ditentukan oleh besar kecilnya
1
pembagian keuntungan yang diperoleh bank dari kegiatan investasi dan pembiayaan
yang dilakukan bank disektor rill. Dalam sistem ekonomi Islam, hasil dari investasi
dan pembiayaan yang dilakukan bank disektor rill menentukan besar kecilnya
pembagian keuntungan di sektor moneter. Artinya sektor moneter memiliki
ketergantungan pada sektor rill. Jika investasi dan produksi di sektor rill berjalan
lancar, maka return pada sektor moneter akan meningkat.2
Sebagai lembaga yang berpihak pada sektor rill, perbankan syariah idealnya
memberikan pembiayaan kepada masyarakat. Pembiayaan tersebut bertujuan untuk
meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan ekonomi sesuai dengan nilai-nilai
Islam. Pembiayaan tersebut harus dapat dinikmati oleh sebanyak-banyaknya
pengusaha yang bergerak dibidang industri, pertanian dan perdagangan untuk
menunjang kesempatan kerja dan menunjang produksi dan distribusi barang-barang
dan jasa-jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor.3 Selain itu, peningkatan pembiayaan yang pesat akan mendorong peningkatan laba
operasional bank sehingga akan meningkatkan pembagian keuntungan bagi nasabah.
Namun pada keadaan tertentu dimana bank memiliki kelebihan dana (over
liquidity), Bank Indonesia sebagai otoritas pengendali moneter di Indonesia telah
membuat peraturan-peraturan mengenai berbagai instrumen moneter yang dapat
mempermudahkan bank syariah dalam melakukan pengelolaan dana. Penempatan
dana pada instrumen moneter, secara teoritis, merupakan indikasi dari tidak
2
Umer Capra, Sistem Moneter Islam (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), h.134.
3
tersalurkannya pembiayaan perbankan syariah yang optimal sehingga perbankan
syariah mencari alternatif untuk berinvestasi pada instrument moneter yang ada agar
tidak terdapatnya dana yang menganggur (idle fund).4
Salah satu instrumen yang dapat dimanfaatkan bank syariah dalam
menginvestasikan kelebihan dananya adalah dengan memanfaatkan instrumen
moneter syariah SBIS (Sertifikat Bank Indonesia Syariah). Sertifikat Bank Indonesia
Syariah merupakan surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu
pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.5 Penempatan dana pada SBIS memberikan return kepada bank syariah. Return tersebut lebih kecil
jika dibandingkan dengan return dari pembiayaan.
Di sisi lain, bank syariah dalam menjaga likuiditasnya dapat memanfaatkan
instrument PUAS (Pasar Uang AntarBank Berdasarkan Prinsip Syariah). Pasar Uang
Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah adalah kegiatan transaksi keuangan jangka
pendek antarbank berdasarkan prinsip syariah baik dalam rupiah maupun valuta
asing.6 Bank yang kalah kliring dan tidak memiliki dana yang cukup yang bisa dicairkan, dapat meminjam pada bank syariah lain dalam transaksi di PUAS. Bank
yang memiliki likuiditas yang lebih banyak dapat meminjamkan dana pada bank
syariah yang kalah kliring. Bank syariah yang meminjamkan dana tersebut akan
mendapatkan return.
4
Sri Widyastuti dan Deki Anwar, "Penggunaan Variabel Instrumen Moneter Syariah untuk Menganalisis Kinerja Perbankan Syariah" Akuntabilitas Vol.8 No.2 (Januari 2009): h.104.
5
Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/11/PBI/2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah.
6
Penempatan dana over likuiditas pada SBIS dan keuntungan yang diperoleh
bank dalam peminjaman dana pada PUAS merupakan salah satu pilihan bank dalam
menempatkan dana yang menganggur. Hal ini dikarenakan penempatan pada SBIS
maupun PUAS merupakan penempatan dana jangka pendek sehingga lebih liquid jika
dibandingkan dengan berinvestasi pada instrument lain. Namun, penempatan dana
pada SBIS dan PUAS yang berlebihan dapat memudarkan fungsi bank yaitu sebagai
lembaga intermediasi.
Krisis keuangan global yang terjadi pada tahun 2008 menyebabkan perbankan
konvensional tidak terlalu ekspansif melakukan program penyaluran kredit kepada
sektor rill dan lebih memilih menempatkan dananya pada instrumen investasi yang
aman, seperti SBI. Apakah pada saat terjadi krisis keuangan global 2008 bank syariah
juga lebih memilih menempatkan dana pada SBIS dan PUAS atau tidak? Hal tersebut
telah menarik penulis untuk melakukan penelitian pada instrumen-instrumen jangka
pendek yang telah disediakan oleh Bank Indonesia tersebut. Oleh karena itu, penulis
mengangkat judul skripsi “RESPON PERBANKAN SYARIAH TERHADAP
KRISIS KEUANGAN GLOBAL 2008 DALAM PENEMPATAN DANA PADA SBIS DAN PUAS”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Untuk menghindari kesalahpahaman terhadap masalah yang akan diteliti,
penulis akan memberikan batasan dan perumusan masalah terhadap objek yang
dikaji. Batasan masalah ini bertujuan untuk membatasi objek penelitian yang terlalu
1. Penelitian ini hanya dilakukan pada Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah di Indonesia (tidak termasuk BPRS).
2. Perbankan syariah dapat melakukan penempatan dana diberbagai instrument.
Pada penelitian ini yang dibahas hanya penempatan dana pada SBIS7 dan PUAS.
3. Lingkup penelitian dimulai dari Januari 2007 sampai April 2010 dimana data
tersebut telah mengakomodasi gambaran data kondisi ketika menuju dan saat
terjadinya krisis keuangan global 2008, dengan perincian:
a. Data SBIS dan PUAS bulan Januari 2007 sampai dengan bulan Agustus
2008 adalah data SBIS dan PUAS ketika menuju terjadinya krisis
keuangan global 2008.8
b. Data SBIS dan PUAS bulan September 2008 sampai dengan April 2010
adalah data SBIS dan PUAS saat terjadinya krisis keuangan global 2008.9 c. Jumlah data SBIS dan PUAS ketika menuju dan saat krisis keuangan
global 2008 adalah sama yaitu 20 data menuju krisis dan 20 data saat
7
Sebelum adanya Peraturan Bank Indonesia nomor : 10/ 11 /PBI/2008, instrument ini dikenal dengan istilah SWBI (Sertifikat Wadiah Bank Indonesia). Namun setelah adanya peraturan tersebut semua istilah SWBI yang selama ini digunakan, harus dibaca sebagai Sertifikat Bank Indonesia Syariah (Pasal 17 PBI nomor : 10/ 11 /PBI/2008).
8
Pengambilan data Januari 2007 sebagai data kondisi menuju krisis berdasarkan saat mulai terjadinya krisis subprime mortgage ─yang merupakan sumber terjadinya krisis keuangan global
2008─yaitu pada awal tahun 2007. (Lihat Azhari Firmansyah dan Sari H. Binhadi, “Krisis Subprime Mortgage: Sudut Pandang IMF”, Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerjasama Internasional: 2007 dan http://id.wikipedia.org/wiki/Kredit_subprima#Krisis_KPR_subprima_di_Amerika)
9
krisis keuangan global 2008. Sehingga total keseluruhan data adalah 40
data.
Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah, maka
masalah yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut antara lain:
1. Bagaimana secara teoritis respon perbankan konvensional Indonesia dan
Dunia terhadap krisis keuangan global 2008 dalam penempatan dana pada
Treasury Bills (Surat Berharga Pemerintah Jangka Pendek) dan Interbank
Call Money Market (Pasar Uang AntarBank)?
2. Apakah ada perbedaan yang signifikan rata-rata kuantitas penempatan dana
pada SBIS antara menuju hingga saat terjadinya krisis keuangan global 2008?
3. Apakah ada perbedaan yang signifikan rata-rata kuantitas penempatan dana
pada PUAS antara menuju hingga saat terjadinya krisis keuangan global
2008?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Setelah memperhatikan judul dan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui secara teoritis respon perbankan konvensional Indonesia dan Dunia
terhadap krisis keuangan global 2008 dalam penempatan dana perbankan pada
Treasury Bills (Surat Berharga Pemerintah Jangka Pendek) dan Interbank Call Money
Market (Pasar Uang AntarBank), untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang
signifikan rata-rata kuantitas penempatan dana pada SBIS antara menuju hingga saat
yang signifikan rata-rata kuantitas penempatan dana pada PUAS antara menuju
hingga saat terjadinya krisis keuangan global 2008.
Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Bagi Penulis
Dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam mengaplikasikan teori
yang telah diperoleh selama perkuliahan sehingga penulis memahami lebih
mendalam mengenai teori dan fakta yang terjadi pada Sertifikat Bank Indonesia
Syariah (SBIS) dan Pasar Uang AntarBank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS).
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan informasi
mengenai SBIS dan PUAS. Informasi dalam penelitian ini diharapkan dapat
membantu peneliti selanjutnya, yang meneliti SBIS dan PUAS, sebagai bahan
informasi pembanding dengan penelitian lainnya.
3. Bagi Perbankan Syariah
Memberikan informasi tentang respon perbankan syariah terhadap krisis
keuangan global 2008 dalam penempatan dana pada SBIS dan PUAS yang dapat
dijadikan salah satu dasar pengambilan kebijakan.
4. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi, gambaran dan pengetahuan kepada masyarakat
tentang penggunaan instrument SBIS dan PUAS bagi perbankan syariah.
Informasi ini dapat menjadi bahan pertimbangan masyarakat dalam
D. Review Studi Terdahulu
Beberapa penelitian-penelitian terdahulu yang berhubungan dengan PUAS
dan SBIS yang dilakukan perbankan syariah di Indonesia diantaranya:
No Nama penulis/ negatif. Uang beredar memberikan pengaruh
transaksi Pasar Uang
Antarbank Syariah baik terhadap volume transaksi Pasar Uang
Antarbank Syariah
“Pengaruh Sertifikat Bank
Metode analisis
Hasil dari penelitian ini diperoleh hasil
Perbedaannya
Penempatan
bahwa kedua variable terikat yaitu variable SBIS dan PUAS tidak secara bersama-sama dapat mempengaruhi
FDR perbankan
Syariah. Dan hasil uji t
menunjukan bahwa
hanya variable PUAS yang signifikan dalam
mempengaruhi FDR
perbankan syariah.
Dan hasil uji t
menunjukan bahwa
hanya variable PUAS yang signifikan dalam
kinerja
Hasil penelitian dari penelitian ini adalah instrument moneter
syariaah SWBI karena
E. Kerangka Konsep
Berikut adalah kerangka konsep skripsi yang menggambarkan permasalahan
penelitian hingga proses penarikan kesimpulan. Pengujian penelitian ini
menggunakan Uji Normalitas dan Uji Paired T-Test.
Gambar 1.1 Kerangka Konsep Penelitian
Identifikasi masalah
Pengumpulan Data
Pengelolaaan data: 1. Mengolah data SBIS 2. Mengolah data PUAS
Analisa Deskriptif SBIS dan PUAS
Uji normalitas data
Uji beda signifikan Paired T-test
Analisis Hasil Penelitian
Kesimpulan
Normal? Remove
Jika Ya
F. Sistematika Penulisan
Secara garis besar skripsi ini terdiri dari enam bab dengan beberapa sub bab.
Agar mendapat arah dan gambaran yang jelas mengenai hal yang tertulis, berikut ini
sistematika penulisannya secara lengkap:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini membahas latar belakang masalah, pembatasan
dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
studi review terdahulu, kerangka konsep dan sistematika
penelitian.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini berisi penjelasan mengenai teori yang relevan dengan
penelitian. Teori tersebut meliputi teori tentang krisis keuangan
global 2008, alokasi penempatan dana perbankan serta
instrument SBI dan PUAB. Bab ini juga membahas tentang
tinjauan instrument sejenis pada negara lain.
BAB III SBIS DAN PUAS
Bab ini membahas tentang pengertian, fungsi, landasan hukum
dan tata cara pelaksanaan Sertifikat Bank Indonesia Syariah
(SBIS) maupun Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi tentang metodologi penelitian yang digunakan
dalam penelitian yang meliputi objek penelitian, jenis
penelitian, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data,
metode analisis data dan hipotesis.
BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang hasil analisis dalam penelitian dengan
menggunakan analisis deskriptif, Uji Normalitas, Uji Paired
T-Test, dan analisis terhadap hasil uji Paired T-Test terhadap
SBIS dan PUAS. Hasil perhitungan data-data tersebut menjadi
landasan dalam penjabaran pembahasan guna mendapatkan
kesimpulan.
BAB VI PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan-kesimpulan yang didapat dari hasil
penelitian dan berisi saran-saran yang sesuai dengan
14 A. Krisis Keuangan Global
1. Pengertian Krisis Keuangan Global
Dalam dinamika ekonomi, fluktuasi merupakan sesuatu hal yang biasa
terjadi, apalagi disektor finansial. Namun, fluktuasi yang terlalu besar dapat
menimbulkan gejala ketidakstabilan (instabilitas) yang apabila terjadi secara terus
menerus dalam waktu cukup lama dapat mengganggu kesinambungan
sektor-sektor ekonomi lainnya.1 Sementara itu, istilah instabilitas finansial (financial instability) didefinisikan sebagai perubahan drastis atas harga-harga aset finansial.
Pada dasarnya, aset finansial menyangkut produk-produk finansial seperti saham,
obligasi, mortgages, futures, serta berbagai bentuk surat berharga dan produk
derevatif (derevative product) lainnya. Ada dua hal yang menimbulkan
goncangan atas harga-harga aset finansial sehingga harga tidak lagi
mencerminkan kondisi pasar. Pertama, informasi menjadi faktor yang sangat
penting bagi naik turunnya harga saham. Informasi yang masih berupa rumor dan
gosippun dapat menggerakan sentimen positif atau negatif. Kedua, faktor
1
ekspektasi para individu yang pada gilirannya akan menimbulkan prilaku panik.2 Instabilitas yang terus menerus dapat menyebabkan krisis.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, „krisis’ adalah keadaan yang
berbahaya; parah sekali; genting.3 „Keuangan’ adalah perihal yang berhubungan dengan uang; keadaan dan urusan uang.4 Dan „global’ adalah secara umum dan keseluruhan; secara bulat; meliputi seluruh dunia.5
Jadi krisis keuangan global adalah suatu kondisi terjadi perubahan tajam
keadaan ekonomi dimana berbagai langkah pengendalian sudah tidak lagi mampu
menahan gejolak pada sektor keuangan, yang akan segera diikuti dengan
kontraksi ekonomi secara menyeluruh dan berdampak luas. Jika krisis masih
terisolasi pada sektor keuangan saja, maka dikatakan situasi belum sampai
menjalar pada krisis ekonomi. Tetapi manakala gejolak di sektor keuangan telah
mengganggu kinerja makro ekonomi, seperti inflasi yang parah, pertumbuhan
yang melambat, dan lain sebagainya, maka kondisi ini telah merambat pada
situasi krisis ekonomi.6
Dalam konteks globalisasi, sesuatu peristiwa penting yang terjadi di salah
satu bagian dunia akan berimbas ke bagian lain. Hal ini berlaku juga pada krisis
2
Ibid., h.18
3
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, ed ke-4, Cet ke-1, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h.741.
4
Ibid., h.1513
5
Ibid., h.455.
6
keuangan. Jika sebuah negara mengalami krisis maka akan berdampak pada
negara lain. Jika dampak yang ditimbulkan tersebut luas dan dialami oleh hampir
semua negara di dunia maka krisis ini disebut krisis keuangan global.
Salah satu contoh krisis keuangan global adalah krisis keuangan global
2008 yang bersumber dari subprime mortgage crisis di Amerika Serikat (AS)
bermutasi menjadi krisis keuangan global.7 Hal tersebut dikarenakan proporsi sumbangan perekonomian AS terhadap produksi global mencapai 25%, sehingga
ketika terjadi perlambatan perekonomian di AS maka perekonomian global pun
akan cenderung menurun.8
2. Faktor penyebab Krisis Keuangan Global 2008
Penyebab peristiwa krisis keuangan global 2008 bersumber dari masalah
subprime mortgage,9 semacam kredit kepemilikan rumah (KPR) di Indonesia. Hal tersebut diikuti dengan ambruknya lembaga-lembaga keuangan di Amerika
Serikat. Sebelum krisis, The Fed, bank sentral Amerika Serikat (AS) menerapkan
suku bunga rendah pada kisaran 1 hingga 2 persen yangmengakibatkan lembaga
keuangan pemberi kredit pemilikan rumah AS banyakmenyalurkan kredit kepada
penduduk yang sebenarnya tidak layak mendapatkan pembiayaan. Kemudahan
pemberian kredit tersebut terjadi ketika harga properti di AS sedang naik. Pasar
7
Faisal Basri dan Haris Munandar, Lanskap Ekonomi Indonesia: Kajian dan Renungan Terhadap Masalah-Masalah Struktural, Transformasi Baru dan Prospek Perekonomian Indonesia
ed.I, cet.I (Jakarta: Kencana, 2009), h.548.
8
Prasetyantoko, Bencana Financial, h. 168.
9
properti yang menjanjikan tersebut membuat spekulasi di sektor ini meningkat.
Kredit properti memberi suku bunga tetap selama tiga tahun yang membuat
banyak orang membeli rumah dan berharap bisa menjual dalam tiga tahun
sebelum suku bunga disesuaikan. Sementara untuk memberikan kredit,
lembaga-lembaga keuangan itu umumnya meminjam dana jangka pendek dari pihak lain.
Perusahaan pembiayaan kredit rumah juga menjual surat utang (mirip subprime
mortgage securities) kepada lembaga-lembaga investasi dan investor di berbagai
negara. Beberapa perusahaan pembiayaan kredit rumah, contohnya Fannie Mae &
Freddie Mac mendapatkan dana dengan menjual surat utang ke bank komersial,
bank devisa, atau perusahaan asuransi, diantaranya Lehman Brothers atau AIG.
Ketika terjadi kredit macet di sektor properti, surat utang yang ditopang oleh
jaminan debitur berkemampuan pembayaran KPR rendah itu, mengalami
penurunan harga, sehingga mempengaruhi likuiditas keuangan pasar modal dan
sistem perbankan.10
Perusahaan-perusahaan tersebut berani memberikan KPR karena memiliki
skema menyita dan menjual kembali rumah seandainya terjadi gagal bayar.
Kenyataan menunjukan bahwa banyak pemilik rumah di Amerika yang gagal
memenuhi kewajiban kredit KPR. Akibatnya, perusahaan-perusahaan pemberi
KPR menghadapi kredit macet dan tidak mampu membayar kembali utangnya. Di
10
sisi lain, banyak rumah yang disita oleh bank (foreclosed) dan saat dijual ternyata
harga pasar property sudah turun drastis. Akibatnya, bank-bank di Amerika
Serikat, Eropa, Asia (terutama Jepang), Australia, dan lembaga investasi teratas di
dunia yang memiliki subprime mortgage securities ikut terkena dampaknya.
Lembaga tersebut mengalami kerugian hingga miliaran dolar.11 Kondisi ini menyebabkan ketidakpercayaan investor pada pasar sehingga terjadi penarikan
investasi besar-besaran.
3. Dampak Krisis Keuangan Global
a. Dampak Krisis Keuangan Global 2008 terhadap Kondisi Ekonomi Dunia.
Secara umum dampak krisis keuangan AS terhadap perekonomian
global dapat dikategorikan dalam dua jenis, yaitu dampak langsung dan tak
langsung: 12
1) Dampak Langsung
a) Kerugian bagi bank berskala global, terutama di kawasan Amerika
Serikat dan Eropa. Total kerugian diperkirakan mendekati USD
1.000 miliar. Perusahaan Merril Lynch mencatat kerugian USD
52,2 miliar, CitigroupUSD 55,1 miliar, UBS AGUSD 44,2 miliar,
HSBC USD 27,4 miliar.
11
Ibid, h.3.
12
b) Jatuhnya lima lembaga keuangan terbesar, yaitu Bear Stearns,
Lehman Brothers, Fannie Mae dan Freddie Mac, serta AIG.
c) Skala kerugian diperkirakan mencapai tiga kali lipat dari dampak
kerugian krisis finansial di Asia pada tahun 1997-1998.
2) Dampak Tidak Langsung
a) Mengeringnya likuiditas di pasar modal dan perbankan global
yang akan diiringi dengan penarikan dana, khususnya dari
emerging markets, baik dana dalam bentuk portofolio saham,
obligasi maupun pinjaman dalam valuta asing.
b) Perlambatan pertumbuhan ekonomi yang signifikan di tahun 2008.
Pertumbuhan ekonomi AS sebesar 2,0 persen di tahun 2007
diperkirakan oleh The Fed menghadapi perlambatan menjadi 1,3
persen di tahun 2008. Sementara itu, tingkat inflasi AS yang
mencapai 2,9 persen pada tahun 2007 diperkirakan meningkat
menjadi 4,0 persen di tahun 2008 dan inflasi di Eropa diperkirakan
meningkat dari 2,1 persen menjadi 3,6 persen. Dampaknya, hampir
seluruh negara di dunia akan mengalami perlambatan pertumbuhan
ekonomi. Pertumbuhan ekonomi China juga mengalami
perlambatan dari 11,9 persen di tahun 2007 menjadi 10 persen di
2008.
c) Terjadi penurunan permintaan impor akibat perlambatan
harga komoditas global, sehingga akan menekan perekonomian
negara-negara berkembang terutama yang berbasis pada ekspor
komoditas.
d) Dengan indikasi penurunan volume maupun nilai ekspor,
sementara laju impor belum dapat diredam secara signifikan, maka
terjadi defisit perdagangan yang semakin besar.
e) Selain itu, salah satu negara di kawasan Eropa yang terkena
dampak krisis finansial AS cukup parah adalah Islandia. Sebelum
krisis, Islandia berada di tingkat ke 4 negara termakmur dengan
GNP per kapita sekitar USD 60,000 (IMF, 2008). Setelah krisis,
Krona, mata uang Islandia terdepresiasi hingga 30 persen.
Sementara itu, Bank Sentral mereka tidak mampu menjamin
simpanan masyarakat karena utang luar negeri perbankan swasta
yang besarnya mencapai 11 kali lipat PDB negara itu.
f) Singapura, negara yang banyak mengekspor produknya ke
Amerika, mengalami penurunan kinerja ekonomi. Setiap kali
ekonomi Amerika anjlok sampai dengan 2 persen, maka ekonomi
Singapura ikut terseret turun 2-3 persen. Laporan kuartal IV-2007,
ekonomi Singapura yang biasanya tumbuh sekitar 9 persen, anjlok
ke 6 persen. Ini menunjukkan kemerosotan ekonomi Amerika
b. Dampak Krisis Keuangan Global 2008 terhadap Perekonomian Indonesia
Krisis keuangan Amerika Serikat yang dikhawatirkan berdampak pada
ekonomi Indonesia tidak sama dengan krisis ekonomi 1997/1998.
Ketidaksamaan tersebut ditunjukkan oleh indikator berikut :13
1) Berbagai indikator moneter, perbankan dan makro ekonomi Indonesia
menunjukkan ketahanan relatif lebih baik dibandingkan dengan negara
lain, kecuali indeks saham.
2) Bapepam juga telah melarang short selling (tindakan meminjam
saham dan membelinya saat harga jatuh) yang biasa dilakukan trader
jangka pendek seperti hedge fund asing.
3) Faktor-faktor utama penyebab krisis 1997/1998 adalah kepanikan
pasar, inkonsistensi kebijakan dan kestabilan pemerintahan, korupsi,
jatuhnya harga minyak dunia sampai USD20 dolar per barel yang
mengakibatkan turunnya tingkat permintaan, investasi publik dan
swasta serta pendapatan riil. Namun, faktor-faktor tersebut tidak
terdapat pada tahun 2008. Kondisi sosial politik relatif stabil, tidak ada
konflik yang berkepanjangan. Sementara upaya penegakan hukum
terus dilakukan dengan serius dan berkelanjutan.
13
Secara umum dampak krisis keuangan AS terhadap perekonomian
Indonesia dapat dikategorikan dalam dua jenis, yaitu dampak langsung dan
tak langsung:14
1) Dampak Langsung
Kerugian langsung dialami beberapa korporasi di Indonesia yang
berinvestasi di institusi-institusi keuangan Amerika Serikat yang
bermasalah, misalnya lembaga keuangan yang menanam dana dalam
instrumen keuangan Lehman Brothers.
2) Dampak tidak langsung
a) Pengaruh terhadap momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia
adalah pengeringan likuiditas, lonjakan suku bunga, anjloknya
harga komoditas dan melemahnya pertumbuhan sumber dana,
menurunnya tingkat kepercayaan konsumen, investor dan pasar
terhadap berbagai institusi keuangan yang ada.
b) Flight to quality, pasar modal Indonesia terjun bebas dengan
indikasi melemahnya mata uang rupiah, dan yang paling
mengkhawatirkan adalah apabila para investor yang saat itu masih
memegang aset keuangan likuid di Indonesia mulai melepas
aset-aset tersebut karena alasan flight to quality.
c) Kurangnya pasokan likuiditas di sektor keuangan karena
kebangkrutan berbagai institusi keuangan global khususnya
14
bank investasi akan berdampak pada cash flow sustainability
perusahaan-perusahaan korporasi besar di Indonesia, sehingga
pendanaan ke capital market dan perbankan global akan
mengalami kendala dari sisi pricing (suku bunga) dan avaibility
(ketersediaan dana).
d) Menurunnya tingkat permintaan dan harga komoditas-komoditas
utama ekspor Indonesia tanpa diimbangi peredaman laju impor
secara signifikan akan menyebabkan defisit perdagangan (trade
deficit) yang semakin melebar.
e) Selanjutnya defisit perdagangan tersebut akan menyulitkan
penggalangan capital inflow dalam jumlah besar untuk menutup
defisit itu sendiri seiring dengan keringnya likuiditas pasar
keuangan global.
B. Penempatan Dana Perbankan 1. Pengertian Penempatan Dana
Penempatan dana adalah proses pengelolaan dana yang dilakukan oleh
bank. Dana Bank atau Loanable Fund adalah sejumlah uang yang dimiliki atau
aktiva lancar yang dikuasai suatu bank dalam kegiatan operasionalnya.
Sumber-sumber dana bank terdiri dari:15
15 “Manajemen Dana Bank” d
a. Dana dari modal sendiri (Dana Pihak ke-I) berupa modal yang disetor,
cadangan-cadangan dan laba yang ditahan.
b. Dana pinjaman dari pihak luar (Dana Pihak Ke-II) berupa pinjaman dari
bank-bank lain, pinjaman dari Bank atau Lembaga Keuangan lain di luar
negeri, pinjaman dari Lembaga Keuangan Bukan Bank, dan pinjaman dari
Bank Sentral (BI).
c. Dana dari masyarakat (dana dari Pihak ke-III) berupa giro, deposito dan
tabungan.
Dana-dana tersebut diatas kemudian dikelola dengan cara
menempatkan dana tersebut ke pembiayaan, kredit, atau ditempatkan pada
instrument investasi.
2. Fungsi dan Tujuan Penempatan Dana Perbankan
Penempatan dana perbankan berfungsi untuk:16 a. Mencapai tingkat profitabilitas yang cukup
b. Menjaga posisi likuiditas, dan
c. Untuk mempertahankan kepercayaan masyarakat.
Tujuan penempatan dana perbankan adalah:17 a. Untuk kegiatan operasional.
b. Untuk memelihara likuiditas.
c. Untuk menghindari terjadinya over/underliquid.
16
Ibid.
17 “Akuntansi Penanaman Dana Bank” d
d. Untuk memanfaatkan kelebihan dana yang pada akhirnya menghasilkan
pendapatan.
3. Alokasi Penempatan Dana Perbankan
Dana yang telah berhasil dihimpun oleh bank dalam bentuk Dana Pihak
Ketiga (DPK) kemudian dikelola secara maksimal agar tercapai profitabilitas
yang memadai bagi kepentingan bank dan nasabah.
Gambar 2.1
The pool of fund model for assets management18
Capital
Bagan di atas menunjukan bahwa dana yang tersedia dapat berasal dari
giro, deposito, tabungan dan modal. Semua dana yang tersedia dihimpun menjadi
satu kemudian dialokasikan pada berbagai kemungkinan pengalokasian dana
bank, yaitu untuk:19 a. Primary Reserve
Primary Reserve adalah prioritas utama yang berupa alat-alat likuid
berupa kas, giro di Bank Indonesia dan saldo pada bank lain.
b. Secondary Reserve
Secondary Reserve adalah prioritas kedua yang berupa harta yang dapat
memberikan pendapatan bagi bank dan sekaligus merupakan alat-alat
likuid. Jadi, Secondary Reserve ini mempunyai dua fungsi yaitu menjaga
likuiditas (sebagai fungsi utamanya) dan profitabilitas.
c. Pinjaman (Loans)
Pinjaman merupakan bagian dana bank yang dipergunakan untuk
menciptakan pendapatan.
d. Surat-Surat Berharga
Surat-surat berharga merupakan dana bank yang dipergunakan dalam
bentuk penyertaan dana pada suatu perusahaan (investment portofolio)
dalam jangka panjang, contohnya adalah saham.
e. Fixed Asset
19
Penggunaan dana bank setelah menyalurkan dana dalam bentuk kredit
(investasi kredit/pinjaman), terdapat sisa dana (idle fund). Di sisi lain dana
tersebut berbiaya, maka bank harus mengalokasikan sisa dana tersebut untuk
memperoleh pendapatan guna menutupi biaya dana yang terkandung dalam sisa
dana. Untuk itu sisa dana dapat dialokasikan pada:20
a. Surat berharga yang dapat diperjualbelikan untuk keperluan likuiditas
(bersifat jangka pendek) terdiri dari:
1) Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
2) Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
3) Surat Berharga Pasar Uang (SBPU)
4) Obligasi, dsb.
Karena sifat dari investasi tersebut diatas dapat memperoleh
pendapatan dan sekaligus dapat dipakai sebagai likuiditas maka disebut
Secondary Reserve, yaitu untuk mendukung kekurangan dari Primary Reserve
b. Surat berharga berjangka panjang
Investasi ini sifatnya diutamakan untuk memperoleh pendapatan
setelah jatuh tempo tertentu. Penempatan dana bank ini dapat berupa
pembelian saham.
Selain dialokasikan pada surat-surat berharga, bank juga dapat
menginvestasikan uangnya dengan memberikan pinjaman kepada bank lain
20
dengan berinvestasi pada Pasar Uang AntarBank (PUAB) atau Pasar Uang
AntarBank Syariah (PUAS).
4. SBI dan PUAB
a. Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga yang
dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu
pendek (1-3 bulan) dengan sistem diskonto/bunga. SBI merupakan salah satu
mekanisme yang digunakan Bank Indonesia untuk mengontrol kestabilan nilai
Rupiah. Dengan menjual SBI, Bank Indonesia dapat menyerap kelebihan
uang primer yang beredar.21
SBI pertama kali diterbitkan pada tahun 1970 dengan sasaran utama
untuk menciptakan suatu instrument pasar uang yang hanya diperdagangkan
antara bank-bank. Namun setelah dikeluarkannya kebijaksanaan yang
memperkenankan bank-bank menerbitkan sertifikat deposito pada tahun 1971,
dengan terlebih dahulu memperoleh izin dari BI, maka SBI tidak lagi
diterbitkan karena sertifikat deposito dianggap akan dapat menggantikan SBI.
Oleh karena itu, SBI hanya sempat beredar kurang lebih satu tahun.
Namun sejalan dengan berubahnya pendekatan kebijakan moneter
pemerintah, terutama setelah deregulasi perbankan 1 Juni 1983, maka BI
kembali menerbitkan SBI sebagai instrument kebijakan Operasi Pasar
21 “Sertiifikat Bank Indonesia” d
Terbuka (OPT), terutama untuk tujuan moneter.22 Penerbitkan kembali SBI ini dipandang sebagai salah satu langkah awal moderenisasi bidang moneter
di Indonesia sejalan dengan dilepasnya sistem pengendalian moneter secara
langsung, seperti penetapan pagu aktiva neto perbankan atau credit ceiling,
penetapan suku bunga simpanan dan kredit perbankan, dan lain-lain. Bank
Indonesia kemudian menerapkan sistem pengendalian tidak langsung dengan
memperkenalkan instrument moneter tidak langsung, seperti Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar Uang (SBPU). Kedua instrument
tersebut menjadi instrument utama bagi Bank Indonesia untuk melakukan
ekspansi dan kontrol moneter, dan sekaligus menjadi instrument pasar uang
bagi perbankan.23
Tingkat suku bunga yang berlaku pada setiap penjualan SBI
ditentukan oleh mekanisme pasar berdasarkan sistem lelang. Sejak awal Juli
2005, BI menggunakan mekanisme BI rate (suku bunga BI), yaitu BI
mengumumkan target suku bunga SBI yang diinginkan BI untuk pelelangan
pada masa periode tertentu. BI rate ini kemudian yang digunakan sebagai
acuan para pelaku pasar dalam mengikuti pelelangan.24
22
Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, ed.IV, (Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI, 2004), h.220.
23
Aulia Pohan, Kerangka Kebijakan Moneter & Implikasinya di Indonesia (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), h.96.
24 “Sertifikat Bank Indonesia” d
b. Pasar Uang AntarBank (PUAB)
Dalam rangka mencapai sasaran akhir kebijakan moneter, Bank
Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter melalui pengendalian
suku bunga (target suku bunga). Suku bunga kebijakan, yang dikenal dengan
istilah BI Rate, ditetapkan melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank
Indonesia. Dalam tataran operasional, BI Rate tercermin dari pergerakan suku
bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB) overnight (O/N).
PUAB atau Pasar Uang Antar Bank adalah kegiatan pinjam meminjam
dana antara satu bank dengan bank lainnya. Suku bunga PUAB merupakan
harga yang terbentuk dari kesepakatan pihak yang meminjam dan
meminjamkan dana. Kegiatan di PUAB dilakukan melalui mekanisme Over
The Counter (OTC) yaitu terciptanya kesepakatan antara peminjam dan
pemilik dana yang dilakukan tidak melalui lantai bursa. Transaksi PUAB
dapat berjangka waktu dari satu hari kerja (overnight) sampai dengan satu
tahun, namun pada praktiknya mayoritas transaksi PUAB berjangka waktu
kurang dari 3 bulan.
Agar pergerakan suku bunga PUAB O/N tidak terlalu melebar dari
anchor-nya (BI Rate), Bank Indonesia selalu berusaha untuk menjaga dan
memenuhi kebutuhan likuiditas perbankan secara seimbang sehingga
terbentuk suku bunga yang wajar dan stabil. Kebutuhan likuiditas perbankan
diestimasi dengan mempertimbangkan faktor-faktor autonomous seperti
mutasi dari uang kartal. Faktor-faktor tersebut dapat berdampak injeksi
(penambahan) likuiditas maupun absorpsi (pengurangan) likuiditas di pasar
uang.25
C. Tinjauan Respon Perbankan Konvensional Indonesia dan Dunia Terhadap Krisis Keuangan Global 2008 Dalam Penempatan Dana Pada Treasury Bills
dan Interbank Call Money Market
1. Amerika Serikat
Federal Reserve System (The Fed) adalah bank sentral Amerika
Serikat. The Fed adalah badan pemerintah yang bertanggungjawab bagi
pengelolaan sistem moneter dan perbankan Amerika Serikat yang dibentuk pada
tahun 1913.26
Terdapat banyak instrument moneter di Amerika. Instrument moneter di
Amerika memiliki fungsi hampir serupa dengan Pasar Uang AntarBank (PUAB)
adalah Federal Fund Rate. The Federal Funds Rate adalah tingkat bunga
pinjaman overnight antar bank. Pinjaman ini paling sering digunakan untuk
memenuhi reserve requirement (giro wajib minimum).27 The Fed telah meningkatkan perhatian pada The Federal Fund Rate (suku bunga jangka waktu
satu malam atas cadangan pinjaman dari satu bank ke bank lainnya) sebagai
25 “Penjelasan Operasi Moneter yang Dilakukan Bank Indonesia” d
iakses pada tanggal 27 Mei 2011 dari http://www.bi.go.id/web/id/moneter/operasi+moneter/penjelasan+operasi+moneter/
26
Frank J. Fabozzi, dkk, Pasar dan Lembaga Keuangan, ed.1, (Jakarta: Salemba empat, 1999), h.86.
27 “Federal Funds Rate (Fed Funds Rate)” d
indikator utama dari keberadaan kebijakan moneter.28 Tingkatan dari suku bunga ini digunakan oleh The Fed untuk mengontrol jumlah uang yang beredar dalam
perekonomian. Jika uang yang beredar terlalu banyak maka The Fed akan
meningkatkan The Federal Fund Rate untuk menarik uang di masyarakat. Hal ini
akan mengurangi pinjaman kredit dalam perekonomian. Namun jika peredaran
uang terlalu sedikit dalam perekonomian, The Fed akan menurunkan The Federal
Fund Rate. Hal ini akan membuat perkreditan menjadi lebih tersedia dalam
perekonomian. Ketika suku bunga rendah, ekonomi akan bergairah dan konsumen
akan lebih mudah mengakses jasa dan produk.
Pada akhir 2007, The Federal Funds Rate naik sehingga bank menjadi
takut memberikan pinjaman. Untuk tetap menggairahkan prospek ekonomi, The
Fed telah mengambil kebijakan untuk melakukan pemangkasan The Fed Fund
Rate beberapa kali, sejak tingkat 4,75 persen pada September 2007 menjadi 3
persen pada Januari 2008, dan 2,25% pada Maret 2008.29 Namun kondisi ini tidak juga memperbaiki kepercayaan pasar yang ditandai dengan bangkrutnya Lehman
Brother serta di bail out-nya Bear Stearn dan AIG. Pada oktober 2008, The
Federal Fund Rate menjadi 1%. Pada maret 2009, The Federal Fund Rate berada
28
Frederic S. Mishkin, Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan, jil.2, (Jakarta: Salemba Empat, 2008), h. 29.
29“Perkembangan Asumsi Dasar APBN dan Pokok
-pokok Kebijakan Fiskal Tahun Anggaran
pada kisaran 0%-0,25%.30 Penurunan The Federal Fund Rate yang dilakukan terus-menerus ini bertujuan untuk merangsang perekonomian.
Sedangkan instrumen yang memiliki fungsi hampir serupa dengan SBI
adalah U.S. Treasury Bills atau yang sering disebut T-Bills. U.S. Treasury Bills
merupakan surat utang jangka pendek Departemen Keuangan AS. Surat berharga
ini sangat likuid dan mempunyai volume perdagangan terbesar. Pasar surat
berharga ini mempunyai kapasitas untuk menyerap volume transaksi dari bank
sentral tanpa mengalami fluktuasi harga yang berlebihan yang mengganggu pasar.
Pada saat terjadi krisis keuangan global, bank lebih memilih untuk
menempatkan dananya pada surat berharga pemerintah. Bahkan pada akhir tahun
2008 dimana The Fed menetapkan yield T-Bills sebesar 0%, bank masih lebih
memilih menempatkan uang pada T-Bills walaupun tidak mendapatkan return.
Hal ini dikarena T-Bills merupakan instrument bebas resiko. Pada Desember
2008, yield Treasury Bills 1 bulan adalah nol dan menjadi negatif jika biaya
administrasi dimasukkan. Sebanyak $30 milyar US Treasury Bills (1 bulan) laku
dengan yield nol dalam pelelangan tanggal 9 Desember 2008.31 Yield 0% pada
30
Rosemary Peavler, “The Federal Reserve and Interest Rates; How the Federal Reserve
Affects the Economy by Controlling Interest Rates” diakses pada 20 juli 2011 dari
http://bizfinance.about.com/od/debtandequity/qt/fedinterestrate.htm
31
Imam Semar, “Ekonomi dan Moneter 2008-2009” diakses pada 28 Juli 2011 dari
T-Bills ini menunjukkan tingginya ketidakpercayaan pada asset beresiko seperti
saham dan obligasi.32
Pada gambar 2.2 terlihat pergerakan Yield T-Bills berjangka tiga bulan dan
bunga pada Overnight Index Swap berjangka tiga bulan pada saat terjadi krisis
global 2008. “Overnight Index Swap rate” adalah alat ukur dari The Federal
Funds Rate yang diharapkan. Yield T-bills mengalami penurunan signifikan pada
Maret 2008 dimana disaat tersebut Bear Stearns mengalami kebangkrutan.33 Penurunan yang signifikan juga terjadi pada September dan Oktober yakni pada
saat kebangkrutan Lehman Brothers.
Gambar 2.2
Yield pada Treasury Bill berjangka 3 bulan dan suku bunga The Federal Funds Overnight Index Swap (OIS) pada saat Krisis Keuangan Global34
Sumber: Bloomberg
32“Investor Buy $ 32 Billion in Treasury Bills with Zero Yield” d
iakses pada 20 Juli 2011 dari http://www.chartingstocks.net/2008/12/investors-buy-32-billion-in-treasury-bills-with-zero-yield/
33Arvind Krishnamurthy, “How Debt Markets Have Malfunctioned in the Crisis”,
Journal of Economic Perspectives, Vol.24, No.1 (2010): h.16
34
2. Inggris
Bank sentral Inggris adalah Bank of England (BOE), yang dikelola oleh
seorang Gubernur, Wakil Guberbur, dan empat direktur eksekutif. Para official ini
bertugas untuk jangka waktu 5 tahun (yang bisa diperbaharui) oleh Ratu Inggris,
atas nasehat dari Perdana Menteri dan Chancellor of the Exchequer. Ofisial-ofisial
BOE memberi laporan kepada Chancellor, yang bertanggungjawab bagi kebijakan
moneter.35
Instrument moneter di Inggris yang menyerupai PUAB adalah London
Interbank Offered Rate atau lebih dikenal juga dengan singkatan LIBOR. LIBOR
merupakan kurs referensi harian dari suku bunga yang ditawarkan dalam
pemberian pinjaman tanpa jaminan oleh suatu bank kepada bank lainnya di pasar
uang London (atau pasar uang antar bank). LIBOR juga merupakan salah satu
referensi penting bagi mata uang negara lain, seperti Franc Swiss (CHF), Yen,
dollar Kanada (CAD) and the Krone Denmark. LIBOR diterbitkan oleh British
Bankers Association (BBA) setiap hari setelah jam 11:00 waktu London yang
merupakan rata-rata suku bunga deposito antar bank dari beberapa bank terpilih,
untuk jangka waktu pinjaman atara 1 malam hingga satu tahun. Suku bunga
jangka pendek misalnya hingga 6 bulan adalah hampir mendekati cerminan
35
kondisi pasar pada saat itu. Suku bunga pinjaman antar bank ini setiap harinya
mengalami perubahan.36
Pada saat terjadi krisis keuangan global 2008, perbankan di Amerika dan
Eropa mengalami kerugian besar yang dikarenakan investasi mereka di subprime
credit mengalami penurunan drastis. Kerugian besar yang dialami perbankan
internasional kemudian merembet kepada rasa saling tidak percaya antarbank
internasional. Bank yang memiliki kelebihan likuiditas, sementara waktu,
mengurangi transaksi pinjam-minjam antarbank.37 Bank-bank lebih memilih untuk mengamankan cadangan keuangan masing-masing daripada meminjamkan
uang ke bank lainnya ataupun memberikan kredit pada konsumen.38 Kelangkaan likuiditas ini mengakibatkan kenaikan suku bunga LIBOR.
Untuk menanggulangi krisis yang terjadi, pemerintah diberbagai negara
maju telah memberikan penjaminan untuk transaksi pinjam-meminjam antar bank
dan penerbitan surat utang bank.39 Tidak hanya itu, Tujuh bank sentral (termasuk US Federal Reserve, European Central Bank, Bank of England dan Bank of
Canada) akhirnya memangkas suku bunganya 0,5%.40 Kebijakan ini berdampak pada penurunan LIBOR. Di kuartal keempat 2008 dan kuartal pertama 2009
36 “London Interbank Offered Rate” d
iakses pada tanggal 18 Juni 2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/LIBOR
37Mirza Adityaswara, “Suku Bunga Antarbank Mulai Turun” d
iakses pada 24 Juli 2011 dari http://klik2eku.blogspot.com/2008/10/suku-bunga-antarbank-mulai-turun.html
LIBOR mengalami penurunan yang berimplikasi pada penurunan biaya dari
peminjaman untuk bank-bank. Penurunan drastis pada LIBOR rate dari 5% saat
puncak krisis finansial bulan Oktober 2008 ke level 0.1% per Oktober 2009. Ini
mengindikasikan bahwa tingkat likuiditas semakin tinggi.41
Gambar 2.3
Sumber: Bank of England (Data di olah)
Sedangkan instrumen yang memiliki fungsi hampir serupa dengan SBI di
Inggris adalah U.K. Treasury Bills. Treasury Bills menurut Bank of England
(BOE) adalah surat berharga pemerintah diterbitkan dalam denominasi minimal
sebesar £5.000 untuk jangka waktu tidak melebihi satu tahun. Meskipun Treasury
Bills biasanya diterbitkankan untuk jangka waktu 3 bulan (91 hari), namun pada
41“November 2009, Apakah Penurunan Indeks Seperti Pada Tahun 2008 Akan Berulang???”
diakses pada tanggal 28 Juli 2011 dari http://galerisaham.com/2009/11/15/galeri-saham-outlook-akhir-tahun-2009-awal-tahun-2010/?wpmp_switcher=mobile&wpmp_tp=0
beberapa kesempatan Treasury Bills juga diterbitkan untuk jangka waktu 28 hari,
63 hari dan 182 hari.42 Pada saat krisis ekonomi, yield UK Treasury bills juga mengalami penurunan. Namun berbeda denga US Treasury Bills yang begitu
likuid dan besar, UK Treasury bills tergolong sedikit. Jumlah UK Treasury bills
yang beredar hanya £ 19 milyar.43
Gambar 2.4
Sumber: Bank of England (data di olah)
3. Jepang
Berdasarkan Bank of Japan Law tahun 1947, bank sentral Jepang adalah
Bank of Japan (BOJ; 日本銀行Nihon Ginkō), yang diketuai oleh Gubernur BOJ,
yang memimpin suatu Dewan Kebijakan. Implementasi kebijakan moneter dan
42 “Explanatory Notes – Wholesale” d
iakses pada tanggal 18 Juni 2011 dari http://www.bankofengland.co.uk/mfsd/iadb/notesiadb/wholesale_tbs_3months.htm
43Julian D. A. Wiseman, “The possible stigmatisation of UK Treasury Bills” diakses pada
28 Juli 2011 dari http://www.jdawiseman.com/papers/finmkts/stigmatisation_t_bills.html
0
operasi pasar terbuka adalah tanggung jawab dari Credit and Market Management
Department.44
Instrument moneter di Jepang yang menyerupai PUAB adalah Tokyo
Interbank Offered Rate atau lebih dikenal juga dengan singkatan TIBOR. TIBOR
merupakan kurs referensi harian berbasis suku bunga yang ditawarkan dalam
pemberian pinjaman tanpa jaminan oleh suatu bank kepada bank lainnya di pasar
uang Jepang (Pasar Uang Antar Bank). TIBOR diterbitkan oleh The Japanese
Bankers Association (JBA). Ada dua jenis suku bunga TIBOR yaitu Japanese Yen
TIBOR rate (yang diperkenalkan pada November 1995 yang mencerminkan suku
bunga di pasar uang tanpa jaminan) dan Euroyen TIBOR rate (diperkenalkan pada
Maret 1998 yang mencerminkan suku bunga pada market offshore).45
Pada saat terjadi krisis keuangan global 2008, suku bunga TIBOR juga
mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan bank-bank lebih memilih untuk
mengamankan cadangan keuangan masing-masing daripada meminjamkan uang
ke bank lainnya ataupun memberikan kredit pada konsumen sehingga likuiditas
sulit diperoleh. Tingginya kebutuhan likuiditas ini menyebabkan naiknya suku
bunga TIBOR. Namun, setelah dilakukan injeksi oleh Bank sentral dan penurunan
suku bunga, TIBOR perlahan menurun.
44
Fabozzi, dkk, Pasar dan Lembaga Keuangan, h.98.
45“TIBOR” d
Gambar 2.5
Sumber: Bank of Japan (data di olah)
Instrumen yang memiliki fungsi hampir serupa dengan SBI di Jepang
adalah Treasury Discount Bills yang merupakan Japanese Government Bonds
(JGBs) jangka pendek yang terdiri dari Treasury bills untuk jangka waktu 6 bulan
dan 1 tahun. JGBs sendiri merupakan surat berharga pemerintah yang terdiri dari
berbagai jenis yaitu Short-term JGBs (6 bulan dan 1-tahun), Medium-term
(2-tahun dan 5-(2-tahun), long-term (10-tahun), super long-term (15-tahun bunga
mengambang, 20-tahun, 30-tahun and 40-tahun) dan JGBs for retail investors
(5-tahun and 10-(5-tahun).46
Pada saat krisis keuangan global 2008, seperti negara lain, para investor
lebih tertarik menempatkan dananya pada Treasury Discount Bills. Hal ini karena
46“Bond Types” d
iakses pada tanggal 20 Juni 2011 dari http://asianbondsonline.adb.org/japan/structure/instruments/bond_types.php
0,730
0,853
0,393
0,173
0,000 0,200 0,400 0,600 0,800 1,000
2007' 2008' 2009' 2010'
Treasury Discount Bills dinilai lebih aman daripada instrument lain. Yield
Treasury Discount Bills tertinggi yakni pada 9 Oktober 2008 sebesar 0,77%.
Gambar 2.6
Sumber: Bank of Japan (Data di olah)
4. Indonesia
Indonesia pernah mengalami krisis ekonomi 1997-1998. Krisis ini berawal
dari keguncangan keuangan di Thailand yang mengambangkan kursnya pada
awal Juli 1997. Hal ini mengakibatan aliran modal masuk ke Asia Tenggara
menjadi berkurang sehingga berbagai kurs matauang, termasuk Rupiah, ikut
Dolar melonjak menjadi sekitar Rp 14.000,00 Akibatnya jika sebelum krisis
pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata 7% per tahun, maka pada tahun 1998
pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi -13%.48
Respon pemerintah/Bank Indonesia dalam menghadapi gejolak kurs
Rupiah bulan Agustus dan September 1997 adalah makin mengetatkan kendali
moneter dan fiskal yaitu dengan menaikan suku bunga SBI dari 11,625%
menjadi 30% dan pemerintah menginstruksikan BUMN besar untuk membeli
SBI dengan “kelebihan” likuiditasnya, yang berarti uang itu ditarik dari peredaran
dan masuk ke Bank Indonesia.49
Kenaikan sukubunga SBI ini terus berlangsung secara bertahap hingga
mencapai puncaknya yaitu 70% pada Agustus 1998. Suku bunga simpanan
bank-bank lebih tinggi daripada sukubunga SBI.50 Akibatnya bank-bank konvensional mengalami negative spread dan kesulitan likuidasi untuk membayar bunga
deposito sedangkan pinjaman yang tersalurkan sangat sedikit karena pengusaha
tidak sanggup membayar tingginya suku bunga kredit dan kalaupun pinjaman
dapat tersalurkan maka potensi timbulnya Non Performing Loan (NPL) sangat
besar.51
Pada awal 1999 sebagian besar bank-bank (150) sudah selesai di audit.
Hasil audit membagi bank-bank tersebut kedalam tiga kelompok: Kelompok A
48
Prasetyantoko, Bencana Financial: Stabilitas Sebagai Barang Publik, h.207.
49
Boediono, Ekonomi Indonesia, Mau Kemana?: Kumpulan Esai Ekonomi, h.86.
50
Ibid., h.97
51