• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan majelis ta'lim gabungan kaum ibu ad Da'watul Islami dalam membina sikap keagamaan jamaah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peranan majelis ta'lim gabungan kaum ibu ad Da'watul Islami dalam membina sikap keagamaan jamaah"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Kasus di Lingkungan Rt 13/12 Kelurahan Sahabat

Kecamatan Cengkareng timur Jakarta Barat)

DisusunOleh :

Syahrul Mubarok 103011026655

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

iii

Dalam Penulisan skripsi ini penulis memilih judul “Peranan Majelis

Ta’lim Gabungan Kaum Ad-Da’watul Islami Dalam Membina Sikap Keagamaan

Jamaah” dikarenakan lembaga nonformal seperti majelis ta’lim diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa sarana pemberdayaan masyarakat untuk menanamkan dan meningkatkan pengetahuan agama yang nantinya akan membina sikap keagamaan pada pribadi mereka. Menurut pengamatan penulis, majelis ta’lim Ad-Da’watul Islami merupakan salah satu lembaga nonformal yang dapat meningkatkan pendidikan agama Islam khusunya kaum ibu. Semenjak didirikannya hingga kini telah banyak memberikan kontribusi bagi masyarakat sekitar bahkan lebih luas lagi.

Pendidikan Islam merupakan kebutuhan, karena sebagai makhluk pedagogis manusia dilahirkan dengan membawa potensi dapat didik dan mendidik sehingga mampu menjadi khalifah di bumi serta pendukung dan pemegang kebudayaan

Secara strategis keberadaan majelis ta’lim sebagai salah satu sarana dakwah dan tabligh yang Islami coraknya yang berperan sentral pada pembinaan dan peningkatan kualitas hidup umat Islam sesuai dengan tuntunan ajaran Islam. Jadi peranan secara fungsional majelis ta’lim adalah mengokokohkan landasan hidup manusia khususnya di bidang mental dan spritual keagamaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pendidikan agama Islam yang diterapkan Peranan Majelis Ta’lim Gabungan Kaum Ibu (MTGKI) Ad-Da’watul Islami Dalam Membina Sikap Keagamaan para Jamaah di Lingkungan RT 13/12 Kelurahan Sahabat Kecamatan Cengkareng Timur Jakarta Barat.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu memaparkan secara mendalam dengan apa adanya secara obyektif sesuai dengan data yang dikumpulkan. Dalam pengolahan data, penulis mengambil pola perhitungan statistik dalam bentuk prosentase, artinya setiap data dipresentasikan setelah ditabulasikan dalam bentuk frekwensi jawaban dalam setiap jawaban.

(6)

iv

nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “PERANAN MAJLIS TAKLIM GABUNGAN KAUM IBU

AD-DA’WATUL ISLAMI DALAM MEMBINA SIKAP KEAGAMAAN

JAMAAH”

Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada baginda Nabi besar

Muhammad saw yang telah membawa umatnya dari zaman kebodohan ke

zaman yang penuh dengan ilmu dan teknologi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan walaupun waktu, tenaga, dan

pikiran telah diperjuangkan dengan segala keterbatasan kemampuan penulis

miliki demi terselesaikannya skripsi ini agar bermanfaat bagi penulis

khususnya dan pembaca pada umumnya.

Terselesaikan skripsi ini tidak lepas dari partisipasi beberapa pihak

yang telah membantu, motivasi serta arahan dari berbagai pihak, sehingga

patut kiranya penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas

Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Drs,Sapiuddin Shidiq, M.Ag selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu

sabar dan teliti dalam mengoreksi dan membimbing penulis dalam

membuat skripsi ini.

4. Pimpinan dan seluruh Staff Perpustakaan Utama dan Perpustakaan

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan pada

umumnya dan Jurusan Pendidikan Agama Islam khususnya yang telah

memberikan kontribusi pemikiran melalui pengajaran dan diskusi yang

(7)

v

yang telah merawat, membesarkan, mendidik, dan mencurahkan kasih

sayang serta tak bosan-bosannya memberikan bantuan secara moril, materil, semangat dan do’a buat penulis.

8. Buat kakakku yang tercinta Siti Masropah S.Sos.I serta adik-adikku

tersayang Kaffi, Nida Kamalia, Ibnu Abbas.

9. Terkhusus buat sahabatku Ade Irma Gunawan, S.Pd.I dan Syamsul Fuad,

S.Pd.I

10.Untuk kekasihku Echa Rianti, S.Pd.I, yang selalu mendampingi dan

mengarahkanku

11.Seluruh teman-teman Mahasiswa/i Angkatan 2003 Khususnya PAI kelas

A yang selalu bercanda tawa dan telah memberi warna warni kehidupan

penulis, khususnya Mahbub, Ahmad Furqon, Ki Agus Siswandi. Dan juga

kepada teman-temanku yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu,

sekali lagi terima kasih.

Penulis berharap dan berdo’a kepada Allah SWT, agar seluruh pengorbanan yang telah diberikan kepada penulis, akan mendapatkan balasan

yang setimpal disisinya, Jazakumullah Khairan Katsira.

Jakarta, Februari 2011

Penulis,

(8)

v

iv

v

vii

1

5

5

6

6

7

8

9

10

11

15

16

17

18

25 KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ...

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... B. Identifikasi Masalah ... C. Pembatasan Masalah ... D. Perumusan Masalah ... E. Tujuan dan Kegunaan Hasil Penelitian ...

BAB II : KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR A. Peranan Majelis Ta’lim

1. Pengertian Peranan ...

2. Pengertian Majelis Ta’lim ...

3. Tujuan Majelis Ta’lim ...

4. Peranan Majelis Ta’lim ...

5. Materi dan Metode yang Diterapkan di Majelis Ta’lim ...

B. Membina Sikap Keagamaan

1. Pengertian Membina ...

2. Pengertian Sikap Keagamaan ...

3. Aspek-Aspek Sikap ...

4. Ciri-Ciri Sikap Keagamaan ...

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap Keagamaan ...

(9)

vi

32

33

34

37

39

39

40

40

42

57

60

61 D. Instrumen Penelitian ...

E. Teknik Pengumpulan Data ...

F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ...

BAB IV : HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Sejarah Berdirinya Majelis Ta’lim Ad-Da’watul Islami ...

2. Kondisi Tenaga Pengajar ...

3. Sarana dan Prasarana ...

4. Materi dan Metode ...

5. Struktur Organisasi dan Pengelolaan Majelis Ta’lim Ad-Da’watul

Islami ...

B. Deskripsi Data ...

C. Interpretasi Data ...

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ...

B. Saran ...

(10)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia diciptakan oleh Allah SWT dalam bentuk yang

sebaik-baiknya, bahkan merupakan makhluk yang paling mulia jika dibandingkan

dengan makhluk-makhluk lainnya, oleh karena ia dibekali akal pikiran.

manusia yang merasa dirinya memiliki akal, tentunya berusaha untuk melihat

hakikat dirinya serta asal kejadiannya, sehingga hal tersebut dapat

menumbuhkan keyakinan dan melahirkan dorongan untuk mengabdikan diri

sepenuhnya hanya untuk menyembah sang Kholiq, yaitu Allah SWT.

Sebagai makhluk hidup, manusia tumbuh dan secara evolusi baik

selama kandungan maupun setelah lahir hingga menjadi dewasa dan mencapai

usia lanjut. Dengan demikian manusia dalam proses kejadiannya termasuk

makhluk tanpa daya dan eksploratif. Maksudnya manusia tidak mungkin dapat

bertumbuh dan berkembang sendiri (tanpa daya) hingga memerlukan bantuan.

Islam sebagai agama yang menjadi pedoman hidup bagi manusia

mencakup seluruh kehidupan manusia. Di samping sebagai way of life (pedoman hidup), Islam menurut para pemeluknya juga sebagai ajaran yang

harus didakwahkan dan memberikan pemahaman berbagai ajaran yang

terkandung di dalamnya. Sarana yang dapat dilakukan dalam

(11)





















































Artinya

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung. (Q.S Ali Imron Ayat 104)1

Dari ayat diatas dijelaskan bahwa ada tanggung jawab yang harus

dilakukan oleh seorang muslim kepada muslim lainnya yakni mengajak kepada yang ma’ruf (segala perbuatan yang mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan mencegah kepada yang munkar (segala perbuatan yang menjauhkan

diri kepada Allah SWT).

Majelis ta’lim adalah lembaga pendidikan non formal Islam yang

memiliki kurikulum tersendiri, diselenggarakan secara berkala dan teratur, dan

diikuti oleh jama’ah yang relatif banyak, dan bertujuan untuk membina dan

mengembangkan hubungan yang santun dan serasi antara manusia dengan

Allah SWT. Antara manusia sesamanya, dan antara manusia dan

lingkungannya; dalam rangka membina masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT.”2

Majelis ta’lim adalah wadah pembentuk jiwa dan kepribadian yang agamis yang berfungsi sebagai stabilisator dalam seluruh gerak aktivitas

kehidupan umat Islam Indonesia, maka sudah selayaknya kegiatan-kegiatan

yang bernuansa Islami mendapat perhatian dan dukungan dari masyarakat,

sehingga tercipta insan-insan yang memiliki keseimbangan antara potensi

intelektual dan mental spiritual dalam upaya menghadapi perubahan zaman

yang semakin maju.

Perkembangan majelis ta’lim pertama-tama bersumber dari swakarsa

dan swapercaya masyarakat berkat motivasi agamanya kemudian berkembang

1

Departemen Agama, Al-Qur’an Dan Terjemahannya, (Surabaya: Al-Hidayah, 1998), h. 93

2

(12)

sesuai dengan tuntutan kebutuhan dan zaman. Majelis ta’lim juga telah banyak

memberikan pengetahuan di berbagai lapangan kehidupan seperti:

1. Lapangan hidup keagamaan: agar perkembangan pribadi manusia

sesuai dengan norma-norma ajaran Islam.

2. Lapangan hidup kemasyarakatan, agar terbina masyarakat yang adil

dan makmur di bawah ridha dan ampunan Allah swt.

3. Lapangan hidup ilmu pengetahuan; agar berkembang menjadi alat

untuk mencapai kesejahteraan hidup umat manusia yang dikendalikan

oleh iman.

4. Lapangan hidup berkeluarga; agar berkembang menjadi keluarga yang

sakinah.3

Majelis ta’lim merupakan salah satu wahana atau sarana dalam rangka transfer nilai-nilai agama. Oleh karena itu, sebagai salah satu wahana, semua

kegiatan majelis ta’lim hendaknya merupakan proses pendidikan yang

mengarah pada internalisasi nilai-nilai agama tersebut. Artinya, jamaah majelis ta’lim diharapkan mampu merefleksikan tatanan normatif yang mereka pelajari dalam realitas kehidupan sehari-hari.

Secara strategis majelis ta’lim menjadi sarana dakwah dan tabligh

yang Islami coraknya yang berperan sentral pada pembinaan dan peningkatan

kualitas hidup umat Islam sesuai tuntutan ajaran Islam. Disamping itu guna

menyadarkan umat Islam dalam rangka menghayati dan mengamalkan ajaran

agamanya yang kontekstual kepada lingkungan hidup sosial budaya dan alam

sekitar mereka, sehingga dapat menjadikan umat Islam sebagai Ummatan Washatan yang meneladani kelompok umat lain.

Jadi peranan secara fungsional majelis ta’lim adalah mengokohkan

landasan hidup manusia Indonesia pada khususnya di bidang mental spiritual

keagamaan Islam dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya secara

integral, lahiriah dan batiniahnya, duniawiah dan ukhrawiah secara

bersamaan, sesuai tuntutan ajaran agama Islam yaitu Iman dan Takwa yang

3

(13)

melandasi kehidupan duniawi dalam segala bidang kegiatannya, fungsi

demikian sesuai dengan pembangunan nasional kita.4

Pada umumnya pendidikan adalah tugas dan tanggung jawab bersama

yang dilaksanakan secara sadar baik dari pihak pendidik maupun pihak

terdidik. Kesadaran dalam melaksanakan pendidikan adalah dimaksudkan

untuk mencapai kedewasaan dan kematangan berfikir yang dapat diusahakan

melalui beberapa proses pendidikan, yaitu proses pendidikan formal, informal

dan nonformal.

Pendidikan agama merupakan usaha sadar dan terencana dalam

menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga

mengimani, bertakwa dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama

Islam dari sumber utamanya yakni kitab suci Al-Qur’an dan Al-Hadist, melaui

kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan serta penggunaan pengalaman,

dibarengi tuntutan untuk menghormati penganut beragama dalam masyarakat

sehingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.

Gambaran manusia yang diharapkan melalui proses pendidikan adalah

seorang muslim yang beriman kepada Allah SWT, bertakwa, berakhlak mulia

serta menguasai ilmu untuk dunia dan akhirat serta memikul tanggung jawab

dan amanat yang dibebankan kepadanya sesuai dengan kemampuan

masing-masing.

Keberhasilan seseorang dalam menyiarkan ajaran Islam sangat

tergantung kepada metode (manhaj) yang digunakan sebagai media dakwah.

Media dakwah dapat berupa pendidikan formal, non formal, informal maupun

forum-forum incidental seperti tabligh akbar, ceramah-ceramah agama

khususnya yang berkaitan dengan sosio-kultural masyarakat.

Oleh sebab itu, lembaga non formal seperti majelis ta’lim diharapkan

dapat memberikan kontribusi berupa sarana pemberdayaan masyarakat untuk

menanamkan dan meningkatkan pengetahuan agama yang nantinya dapat

membentuk sikap keagamaan pada pribadi mereka.

4

(14)

Menurut pengamatan penulis, majelis ta’lim Ad-Da’watul Islami

merupakan salah satu lembaga non formal yang dalam rangka meningkatkan

pedidikan agama Islam khususnya bagi kaum ibu. Semenjak didirikanya

hingga kini telah banyak memberikan kontribusi bagi masyarakat sekitar

bahkan lebih luas lagi.

Sesuai dengan latar belakang di atas maka penulis bermaksud untuk

mengadakan penelitian dengan judul “PERANAN MAJELIS TA’LIM

GABUNGAN KAUM IBU (MTGKI) AD-DA’WATUL ISLAMI DALAM MEMBINA SIKAP KEAGAMAAN JAMAAH ”. (Studi kasus di lingkungan RT 12/13 Kelurahan Sahabat kecamatan Cengkareng Timur Jakarta Barat).

B. Identifikasi masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka

identifikasi masalah yang dapat dirumuskan penulis antara lain :

a. Majelis ta’lim merupakan salah satu wahana atau sarana dalam rangka

transfer nilai-nilai agama

b. Peranan majelis ta’lim dalam membina sikap keagamaan jamaah

c. metode yang dikembangkan oleh para pengurus di majelis ta’lim Ad-Da’watul Islami

d. Fungsi dan Manfaat yang dirasakan oleh jamaah dan masyarakat

sekitarnya.

e. Pemahaman dan pengalaman peserta majelis ta’lim dalam memahami dan

mengamalkan nilai-nilai keagamaan tersebut.

C. Pembatasan Masalah

Agar dalam penulisan skripsi ini tidak melebar terlalu luas yang

nantinya akan sulit menemukan permasalahan yang dituju, maka masalah

penelitian ini dibatasi, yakni:

1. Majelis ta’lim yang dimaksud adalah kegiatan atau aktifitas yang

dilakukan di majelis ta’lim Gabungan Kaum Ibu (MTGKI) Ad Da’watul

(15)

2. Sikap keagamaan yang dimaksud adalah pelaksanaan nilai-nilai ibadah

serta sikap sosial yang dilakukan jama’ah dalam kehidupan sehari-hari

setelah mereka mendapatkan pendidikan agama Islam yang diperolehnya.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka permasalahan

penelitian ini dapat dirumuskan yakni:" Bagaiman peranan majelis ta’lim

Gabungan Kaum Ibu (MTGKI) Ad Da'watul Islami dalam membina sikap

keagamaan para jamaahnya di lingkungan RT 12/13 Kelurahan Sahabat

kecamatan Cengkareng Timur Jakarta Barat.

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui bagaimana peranan majelis ta’lim

Islam Ad-Da’watul Islami dalam membina sikap

keagamaan jama’ah.

Kegunaan Penelitian:

1. Berguna bagi penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah sebagai tugas

akhir perkuliahan.

2. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan masukan serta

informasi agar lebih memperhatikan lagi kualitas serta kuantitas

peranan di MTGKI Ad-Da’watul Islami.

3. Dengan data ini diharapkan akan menjadi bahan informasi pula bagi

semuanya untuk dapat meningkatkan pengajaran pendidikan agama

(16)

7 BAB II

KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Peranan dan Majelis Ta’lim 1. Peranan

Peranan berasal dari kata peran yang mempunyai arti: seperangkat

tingkat yang diharapkan dapat dimiliki oleh orang yang berkedudukan di

masyarakat. Sumber lain mengartikan kata peran sebagai karakter yang

dimainkan oleh objek.1

Setelah mendapat akhiran an kata peran memiliki arti yang berbeda

diantaranya sebagai berikut:

a. Peranan adalah bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan.

b. Peranan adalah usaha-usaha yang dilakukan oleh indifidu atau suatu

lembaga.

c. Peranan adalah tindakan yang dilakukan seseorang dalam suatu

peristiwa.2

Dari pengertia-pengertian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa

peranan adalah suatu kewajiban yang harus dilaksanakan baik oleh pribadi

1

WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1985), h. 33.

2

(17)

maupun institusi. Kewajiban yang dilaksanakan dimaksudkan untuk mencapai

maksud dan tujuan.

2. Pengertian Majelis Ta’lim

Majelis ta’lim menurut bahasa terdiri dari dua kata yaitu “majelis” dan “ta’lim”, yang keduanya berasal dari bahasa Arab. Kata majelis ta’lim adalah bentuk isim makna dari akar kata “Yang berarti “tempat duduk, tempat sidang atau dewan”.3

Tuti Alawiyah As dalam bukunya “strategi Dakwah di Lingkungan Majelis Ta’lim”, mengatakan bahwa salah satu arti dari majelis adalah “pertemuan atau perkumpulan orang banyak” sedangkan ta’lim berarti “pengajaran atau pengajian agama Islam”.4

Kini apabila kedua istilah tersebut disatukan maka yang akan muncul

kemudian gambaran sebuah suasana dimana para muslimin berkumpul untuk

melakukan kegiatan yang tidak hanya terikat pada makna pengajian belaka

melainkan kegiatan yang dapat menggali potensi dan bakat serta menambah pengetahuan dan wawasan para jama’ahnya.

Musyawarah majelis ta’lim se DKI Jakarta yang berlangsung tanggal 9-10 Juli 1980 memberikan batasan (ta’rif) majelis ta’lim.

“Yaitu lembaga pendidikan non formal Islam yang memiliki kurikulum tersendiri, diselenggarakan secara berkala dan teratur, dan diikuti oleh jama’ah yang relatif banyak, dan bertujuan untuk membina dan mengembangkan hubungan yang santun dan serasi antara manusia dengan Allah swt. Antara manusia sesamanya, dan antara mansuia dan lingkungannya; dalam rangka membina masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT.”5

3

Ahmad Waeson Munawir, Kamus Al-Munawwir, (Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1997), Cet. 14, h. 202

4

Tuti Alawiyah As, Strategi Dakwah di Lingkungan Majelis Ta’lim (Bandung: MIZAN, 1997), h.5

5

(18)

Dari beberapa definisi tersebut maka majelis ta’lim dapatlah ditarik

kesimpulan sebagai berikut:

1. Majelis ta’lim adalah tempat berlangsungnya kegiatan pengajian atau

pengajaran agama Islam. Waktunya berkala tetapi teratur tidak tiap

hari atau tidak seperti sekolah.

2. Majelis ta’lim merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang pengikutnya disebut jama’ah bukan pelajar atau murid. Hal ini didasarkan karena kehadiran di majelis ta’lim tidak merupakan suatu

kewajiban sebagaimana dengan kewajiban murid di sekolah.

Sedangkan pengertian majelis ta’lim menurut penulis dalam skripsi ini

adalah suatu wadah berkumpulnya orang muslim guna menuntut ilmu

agama Ialam, yang disertakan kegiatan yang dapat menggali potensi dan

mengembangkan bakat serta menambah pengetahuan dan wawasan para

jamaahnya.

3. Tujuan Majelis Ta’lim

Mengenai hal yang menjadi tujuan majelis ta’lim, mungkin rumusnya

bermacam-macam. Tuti Alawiyah merumuskan bahwa tujuan majelis ta’lim

dari segi fungsi, yaitu:

1. Berfungsi sebagai tempat belajar, maka tujuan majelis ta’lim adalah

menambah ilmu dan keyakinan agama yang akan mendorong

pengalaman ajaran agama.

2. Berfungsi sebagai tempat kontak sosial , maka tujuannya adalah

(19)

3. Berfungsi mewujudkan minat sosial, maka tujuannya adalah

meningkatkan kesadaran dan kesejahteraan rumah tangga dan

lingkungan jamaahnya.6

Secara sederhana tujuan majelis ta’lim dari apa yang diungkapkan di

atas adalah tempat berkumpulnya manusia yang didalamnya membahas

pengetahuan agama serta terwujudnya ikatan silaturahmi guna meningkatkan

kesadaran jamaah atau masyarakat sekitar tentang pentingnya peranan agama

dalam kehidupan sehari-hari.

Sedangkan di dalam ensiklopedia Islam, diungkapkan bahwa tujuan majelis ta’lim adalah:

a. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran beragama di kalangan

masyarakat khususnya bagi jamaah.

b. Meningkatkan amal ibadah masyarakat.

c. Mempererat silaturahmi antar jamaah.

d. Membina kader di kalangan umat Islam.7

4. Peranan Majelis Ta’lim

Majelis Ta’lim merupakan lembaga pendidikan tertua dalam Islam. Walaupun tidak disebut majelia ta’lim, namun pengajian Nabi Muhammad saw. Yang berlangsung secara sembunyi di rumah sahabat Arqam bin Abil Arqam r.a. di zaman makkah, dapat dianggap sebagai majelis ta’lim menurut pengertian sekarang. Setelah adanya perintah Allah swt. Untuk menyiarkan

Islam secara terang-terangan, pengajian seperti itu segera berkembang di

tempat-tempat lain yang diselenggarakan secara terbuka.

Majelis ta’lim adalah lembaga Islam non formal. Dengan demikian majelis ta’lim bukan lembaga pendidikan Islam formal seperti madrasah atau perguruan tinggi. Majelis ta’lim bukanlah merupakan wadah organisasi

masyarakat yang berbasis politik. Namun, majelis ta’lim mempunyai peranan

6

Tuti Alawiyah As, Strategi Dakwah..., h. 78

7

(20)

yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat. Peranan majelis ta’lim

sebagai berikut:

a. Sebagai wadah untuk membina dan mengembangkan kehidupan

beragama dalam rangka membentuk mayarakat yang bertaqwa kepada

Allah SWT.

b. Taman rekreasi rohaniah, karena penyelenggaraannya bersifat santai.

c. Wadah silatuhrahmi yang menghidup suburkan syiar Islam.

d. Media penyampaian gagasan yang bermanfaat bagi pembangunan

umat dan bangsa.8

Secara strategi majelis ta’lim menjadi sarana dakwah dan tabligh yang

Islami coraknya yang berperan sentral pada pembinaan dan peningkatkan

kualitas hidup umat Islam sesuai tuntunan ajaran Islam. Disamping itu guna

menyadarkan umat Islam dalam rangka menghayati dan mengamalkan ajaran

agamanya yang kontekstual kepada lingkungan hidup sosial budaya dan alam

sekitar mereka, sehingga dapat menjadikan umat Islam sebagai Ummatan Washatan yang meneladani kelompok umat lain. Untuk tujuan itu, maka pemimpinnya harus berperan sebagai petunjuk jalan kea rah kecerahan sikap

hidup Islami yang membawa kesehatan mental rohaniah dan kesadaran

fingsipnal selaku khalifah di buminya sendiri. Dalam kaitannya dengan hal ini,

M. Arifin mengatakan:

Jadi peranan secara fungsional majelis ta’lim adalah mengkokohkan landasan hidup manusia Indonesia pada khususnya di bidang mental spritual keagamaan Islam dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya secara integral, lahiriah dan batiniahnya, duniawi dan ukhrawiah secara bersamaan, seseuai tntutan ajaran agama Islam yaitu iman dan takwa yang melandasi kehidupan duniawi dalam segala bidang kegiatannya, fungsi sesuai dengan pembangunan nasional kita.9

5. Materi dan Metode Yang Dikaji Majelis Ta’lim 1). Materi

8

Dewan Redaksi, Majelis…, h. 120

9

(21)

Materi atau bahan ialah apa yang hendak diajarkan dalam majelis ta’lim. Dengan sendirinya materi itu adalah ajaran Islam dengan segala keluasannya. Islam memuat ajaran tentang tata hidup yang meliputi segala

aspek kehidupan, maka pengajaran Islam berarti pengajaran tentang tata hidup

yang berisi pedoman pokok yang digunakan oleh manusia dalam menjalani

kehidupannya di dunia dan untuk menyiapkan hidup yang sejahtera di akhirat

nanti. Dengan demikian materi pelajaran agama Islam luas sekali meliputi

segala aspek kehidupan.

Dewasa ini, sekedar untuk memudahkan sering dilakukan pembagian

antara ilmu agama arti khusus dan ilmu umum yang dipandang dari segi

agama dengan demikian, maka secara garis besarnya, ada dua kelompok

pelajaran dalam majelis ta’lim, yakni kelompok pengetahuan agama dan

kelompok pengetahuan umum.

a. Kelompok pengetahuan agama

Bidang pengajaran yang termasuk kelompok ini antara lain adalah

Tauhid, Fiqh, Tafsir,Hadits, Akhlaq, Tarikh, dan Bahasa Arab.

b. Kelompok pengetahuan umum

Karena banyaknya pengetahuan umum, maka tema-tema atau maudlu’

yang disampaikan hendaknya hal-hal yang langsung ada kaitannya dengan

kehidupan masyarakat. Kesemuanya itu dikaitkan dengan agama, artinya

dalam menyampaikan uraian-uraian tersebut hendaklah jangan dilupakan

dalil-dalil agama baik berupa ayat-ayat al-Qur’an atau hadits-hadits atau

contoh-contoh dari kehidupan Rasullah saw.10

Menurut Tuti Alawiyah bahwa kategori pengajian itu diklasifikasikan

menjadi 5 bagian:

a) Majelis ta’lim tidak mengajarkan secara rutin tetapi hanya sebagai

tempat berkumpul, membaca shalawat, membaca surat yasin atau

10

(22)

b) Membaca shalawat nabi dan sebulan sekali pengurus majelis ta’lim

mengundang seorang guru untuk berceramah itulah merupakan isi

taklim.

c) Majelis ta’lim mengajarkan pengetahuan dan keterampilan dasar ajaran

agama seperti belajar mengaji al-Qur’an atau penerangan fiqh.

d) Majelis ta’lim mengajarkan pengetahuan agama tentang fiqh, tauhid

atau akhlak yang diajarkan dalam-dalam pidato-pidato mubaliq yang

kadang-kadang dilengkapi tanya jawab.

e) Majelis ta’lim seperti butir ke-3 dengan mengunakan kitab sebagi

pegangan, ditambah dengan pidato atau ceramah.

f) Majelis ta’lim dengan pidato-pidato dan dengan pelajaran pokok yang

diberikan teks tertulis. Materi pelajaran disesuaikan dengan situasi

hangat berdasarkan ajaran Islam.11

Penambahan dan pengembangan materi dapat saja terjadi di majelis ta’lim, melihat semakin majunya zaman dan semakin kompleks permasalahan yang perlu penanganan yang tepat. Wujud program yang tepat dan aktual

sesuai dengan kebutuhan jama’ah itu sendiri merupakan suatu langkah yang

baik agar majelis ta’lim tidak terkesan kolot dan terbelakang. Karena majelis ta’lim merupakan salah satu struktur kegiatan dakwah yang berperan penting dalam mencerdaskan umat, maka selain pelaksanaannya harus sesuai teratur

dan periodik juga harus mampu membawa jama’ah kearah yang lebih baik.

2). Metode

Metode adalah cara, dalam hal ini caara menyajikan bahwa pengajaran

dalam majelis ta’lim untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.makin baik

motode yang dipilih makin efektif pencapaian tujuan.

Metode mengajar banyak sekali macamnya. Namun bagi majelis ta’lim

tidak semua metode itu dapat dipakai. Ada metode mengajar di kelas yang

tidak dapat dipakai dalam majelis ta’lim. Hal ini disebabkan karena perbedaan

kondisi dan situasi antara sekolah dengan majelis ta’lim.

11

(23)

Ada beberapa metode yang di gunakan di majelis ta’lim, diantaranya :

a. Majelis ta’lim yang diselenggarakan dengan metode halaqah. Dalam hal ini pengajar atau ustadzah atau kiayi memberikan

pelajaran biasanya dengan memegang suatu kitab tertentu. Peserta

mendengarkan keterangan pengajar sambil menyimak kitab yang

sama atau melihat ke papan tulis dimana menuliskan apa-apa yang

hendak diterangkan.

b. Majelis ta’lim yang diselenggarakan dengan metode mudzakarah. Metode ini dilaksanakan dengan cara tukar menukar pendapat atau

diskusi mengenai suatu masalah yang disepakati untuk dibahas.

c. Majelis ta’lim yang diselenggarakan dengan metode ceramah.

Metode ini dilksanakan dengan dua cara. Pertama, ceramah umum,

dimana pengajar atau ustadzah atau kiayi bertindak aktif dengan

memberikan pelajaran atau ceramah, sedangkan peserta pasif, yaitu

tinggal mendengar atau menerima materi yang diceramahkan.

Kedua. Ceramah terbatas, dimana biasanya terdapat kesempatan

untuk bertanya jawab. Jadi baik pengajar atau ustadzah atau kiayi

maupun peserta atau jamaah sama-sama aktif.

d. Majelis ta’lim yang diselenggarakan dengan metode campuran.

Artinya satu majelis ta’lim menyelenggarakan kegiatan pendidikan

atau pengajian tidak dengan satu maacam metode saja, melainkan

dengan berbagai metode secara berselang-seling.12

Barangkali dalam majelis ta’lim dewasa ini (Majelis ta’lim umum)

metode ceramah telah sangat membudaya, seolah-olah hanya metode ini saja

yang dapat dipakai dalam majelis ta’lim. Dalam rangka pengembangan dan

peningkatan mutu majelis ta’lim ada baiknya metode yang lain mulai dipakai.

12

(24)

B. Membina Sikap Keagamaan 1. Pengertian Membina

Menurut kamus bahasa Indonesia Membina adalah membangun,

mendirikan atau mengusahakan supaya lebih baik atau lebih maju (maju,

sempurna).13

2. Pengertian Sikap Keagamaan

Sebelum sampai pada pengertian sikap keagamaan terlebih dahulu ada

baiknya penulis akan menguraikan tentang pengertian sikap dan pengertian

agama yang merupakan kata dasar dari keagamaan.

Menurut bahasa (etimologi), sikap adalah “Perbuatan dan sebagainya yang berdasarkan pada pendirian, pendapat atau keyakinan”.14 Sikap atau dalam bahasa Inggris disebut attitude menurut Ngalim purwanto adalah “Perbuatan atau tingkah laku sebagai respon atau reaksi terhadap suatu rangsangan atau stimulus”.15

G.W.Allport (1953) mengemukakan bahwa “sikap adalah keadaan mental dan syaraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang

memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada

semua objek dan situasi yang berkaitan dengannya.16

Jadi, sikap merupakan kesiapan merespon yang sifatnya positif atau

negatif terhadap obyek atau situasi secara konsisten. Apabila individu memiliki

sikap yang positif terhadap obyek ia akan siap membantu, memperhatikan,

berbuat sesuatu yang menguntungkan obyek itu. Sebaliknya bila ia memiliki

sikap yang negatif terhadap suatu obyek, maka ia akan mengecam, mencela,

menyerang bahkan membinasakan obyek itu.

13

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Edisis III, 152.

14

Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), Cet. I, h. 499

15

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995), Cet. 10, h. 141

16

(25)

Dari uraian di atas jelaslah bahwa sikap merupakan kesediaan

bertindak atau bertingkah laku seseorang individu yang berdasarkan pendirian

dan pendapat terhadap suatu hal atau objek tertentu . tidak ada satu sikappun

yang tanpa objek. Misalnya: sikap seseorang muslim terhadap gading babi

yang dianggapnya sebagai makanan yang haram dan kotor. Dengan demikian

sikap adalah konsep yang membantu kita untuk memahami tingkah laku.

Sejumlah perbedaan perbedaan tingkah laku dapat merupakan pencerminan

atau manifestasi dari sikap yang sama.

A. Aspek-aspek sikap

Bila kita membicarkan tentang sikap keagamaan seseorang berarti kita

secara langsung membicarakan pengalaman ajaaran agamanya, karena ajaran

agaama seseorang merupakan perwujudan dari sikap keagamaannya.

Sikap merupakan predisposisi unutk bertindak senang atau tidak terhadap

objek tertentu yang mencakup komponen kognisi, afektif, dan konasi yang

merupakan evaluasi yang bersifat personal, yang membentuk kecenderungan

untuk bertindak.17

Jika keagamaan adalah suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang yang

mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatannya terhadap

agama. Merunjuk kepada rumusan di atas terlihat bahwa ada tiga aspek sikap

keagamaan, yaitu:

1. Aspek kognisi, adalah segala hal yang berhubungan dengan intelek jiwa

manusia, dimana akal pikiran merupakan potensi manusia yang dapat

dikembangkan untuk mendorong melakukan perbuatan yang baik dan

menghindarkan perbuatan yang buruk. Dengan adanya manusia berfikir

dan memahami perbuatan-perbuatan maka manusia membutuhkan

pegangan hidup yang disebut agama, sehingga dalam jiwa manusia

mengakui adanya zat yang maha kuasa tempat berlindung dan memohon

pertolongan.

17

(26)

2. Aspek afektif, adalah segala hal yang berhubungan dengan gejala perasaan

(emosional) seperti senang, tidak senang, setuju tidak setuju . bila

seseorang percaya bahwa agama itu adalah suatu yang baik dan benar

maka akan timbul perasaan suka terhadap agama sehingga menimbulkan

sikap batin yang seimbang dalam menghayati kebenaran ajaran agama.

3. Aspek konasi, adalah segala hal yang berhubungan dengan prilaku

keagamaan. Aspek ini berfungsi untuk mendorong timbulnya perasaan

doktrin suatu ajaran agama untuk mengamalkan ajaran agama dengan

penuh keikhlaasan dalam hidupnya.

Dengan demikian ketiga aspek ini saling berkaitan antara satu dengan

yang lainnya dalam pelaksanaan pengalaman ajaran agama. Aspek kognisi

berperan menentukan benar atau tidaknya ajaran berdasarkan pertimbangan

intelektual seseorang, aspek afektif berperan menimbulkan sikap batin yang

seimbang dan positif dalam menghayati kebenaran ajaran agama sedangkan aspek

konasi berperan menimbulkan amalan-amalan atau doktrin keagamaan yang

benar.

B. Ciri-Ciri Sikap Keagamaan

Membicarakan sikap keagamaan tidak terlepas dari ciri-ciri sikap

keagamaan. Hal ini dapat di lihat dari berbagai dimensi keberagamaan seseorang

menurut GLOCK & STARK, sebagaimana dikutip oleh Djamaludin Ancok di

mensi keagamaan yaitu:

1. Dimensi Keyakinan (Ideologis)

2. Dimensi Peribadatan (Praktek agama)

3. Dimensi Penghayatan (Eksperiensial)

4. Dimensi Pengetahuan

5. Dimensi Pengamalan (Konsekuensial)18

18

(27)

Pertama,dimensi keyakinan, dimensi ini berisi pengharapan-pengharapan

dimana seorang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan

mengakui kebenaran doktrin-doktrin tersebut.

Setiap agama mempertahankan seperangkat kepercayaan di mana para

penganutnya diharapkan akan taat, seperti dalam ajaran Islam dikenal dengan

enam pokok keimanan atau arkanul iman. Kepercayaan tersebut adalah : iman

kepada Allah, iman kepada malaikat, iman kepada kitab –kitab, iman kepada

Rasul, iman kepada hari akhir dan iman kepada Qodho dan Qadar.

Kedua, dimensi peribadatan atau praktek agama. Dimensi ini mencakup

perilaku pemujaan, ketaatan dan perilaku yang dilakukan orang untuk

menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya.

Dalam agama Islam, umatnya diwajibkan untuk mengamalkan

ajaran-ajaran agamanya, seperti melakukan sholat, puasa, zakat, haji dan ibadah-ibadah

lainya yang diperintahkan oleh Allah SWT.

Ketiga, dimensi penghayatan yang berisikan dan berintikan fakta bahwa

semua agama ini mengandung pengharapan-pengharapan tertentu, walaupun

tidak tepat jika dikaatakan bahwa seseorang yang beragama dengan baik pada

suatu waktu akan mencapai pengetahuan subyektif dan langsung mengenai

kenyataan terakhir, yaitu bahwa dia akan mencapai suatu keadaan kontak

dengan perantara supernatural.

Dimensi ini berkaitan dengan pengalaman keagamaan, persepsi-persepsi,

perasaan-perasaan dan dimensi-dimensi yang dialami seorang pelaku atau suatu

kelompok keagamaan yang melihat komunikasi dengan suatu esensi ketuhanan,

yaitu dengan Tuhan.

Keempat, dimensi pengetahuan agama, dimensi ini mengacu kepada

bahwa harapan bahwa orang-orang yang beragama paling tidak memiliki

minimal pengetahuan tentang agama, yaitu pengetahuan mengenai dasar-dasar

keyakinan (keimanan), ibadah-ibadah yang diwajibkan oleh agama, kitab

(28)

Antara dimensi pengetahuan dan keyakinan mempunyai kaitan satu

sama lainnya, karena pengetahuan mengenai suatu keyakinan adalah syarat bagi

penerimanya.

Kelima, dimensi konsekuensi. Dimensi konsekuensi ini mengacu kepada

identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, pengamalan ajaran-ajaran

agama, pengalaman keagamaan, dan pengetahuan agama, berarti ia mempunyai

sikap keagamaan.

Mencerminkan sikap keagamaan seorang muslim dalam hal ini dasar-dasar ajaran Islam yang meliputi aqidah, syari’ah dan akhlaq

1. Aqidah

Pada dasarnya manusia membutuhkan kepercayaan, kepercayaan itu

akan membentuk sikap dan pandangan hidup seseorang. Kepercayaan

atau keimanan merupakan pondasi utama yang akan menentukan sikap

seseorang dengan keimanan yang tertanam dalam diri seseorang. Maka

segala amal perbuatannya ditunjukan untuk memenuhi perintah Tuhan

dan menjauhi segala larangan-Nya.

Objek keimanan yang tidak akan berubah manfaatnya dan tidak

akan pernah hilang adalah keimanan yang ditentukan oleh agama. Dalam

agama Islam ada macam pokok keimanan yang disebut rukun iman,

yaitu: iman kepada Allah, iman kepada malaikat, iman kepada

kitab-kitab, iman kepada Rasul, iman kepada hari akhir dan iman kepada

Qodho dan Qadar atau takdir.

2. Syari’ah

Menurut Prof. Dr. Mahmud Syaltout dalam bukunya Al-Islam

Aqidah wa Al-Syaari’ah, yang dikutip oleh Zuhairini dkk,

mengemukakan pengertian syariah sebagai berikut:

(29)

kepadanya didalam hubbungannya dengan Tuhan-Nya dengan

kehidupannya.19

Berdasarkan pada pengertian di atas, syari’ah berpusat pada dua segi yang mendasar, yaitu segi hubungannya dengan tuhan yang

disebut ibadah, dsn segi hubungan manusia dengan sesama yang di sebut

muamalah.

Antara ibadah dan muamalah mempunyai kaitan yang sangat

erat, tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya, dalam

arti keduanya harus bernilai ibadah sebagai proses, sesuai dengan

maksud dan tujuan manusia diciptakan Tuhan. Seperti dalam firman

Allah yang berbunyi:

Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya untuk mengabdi (ibadah) kepada-Ku” (Surat Adz-Dzariyat : 56)

3. Akhlak

Pengertian akhlak dari segi bahasa berasal dari bahasa Arab yang

berarti perangai, tabiat, watak dasar kebiasaan, sopan dan santun agama.

Secara linguistik (kebahasaan) kata akhlak merupakan isim jamid atau isim ghairu mustaq, yaitu isim yang tidak mempunyai akar kata, melainkan kata tersebut memang begitu adanya. Kata akhlak adalah jama dari kata khuluqun atau khuluq yang artinya sama dengan arti akhlaq sebagaimana telah disebutkan di atas.20

Prof. Dr. Ahmad Amin mengatakan bahwa akhlak ialah kebiasaan

kehendak, contohnya bila kehendak itu dibiasakan memberi, maka kebiasaan

itu ialah akhlak dermawan.

19

Zuhairini, et. All., Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), cet. 11, h. 36.

20

(30)

Di dalam ensiklopedi pendidikan dikatakan bahwa akhlak ialah budi

pekerti, watak, kesusilaan, (kesadaran etika dan moral) yaitu kelakuan baik

yang merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar terhadap khaliknya dan

terhadap sesama manusia.

Al-Mu’jam al-wasit menyebutkan definisi akhlak sebagai berikut:

Akhlak ialah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahir

macam-macam perbuatan baik dan buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan

pertimbangan.21

Akhlak dalam konsepsi Al-Ghazali, sebagaimana yang telah dikutip

oleh Muhammad Ardani, bahwa akhlak tidak hanya terbatas pada apa yang dikenal dengan “teori menengah” dalam keutamaan seperti yang disebut oleh Aristoteles, dan pada sejumlah sifat keutamaan yang bersifat pribadi, tapi juga

menjangkau sejumlah sifat keutamaan akali dan amali, perorangan dan

masyarakat. Semua sifat ini bekerja dalam suatu kerangka umum yang

mengarah kepada suatu sasaran dan tujuan yang telah ditentukan.

Akhlak menurut Al-Ghazali, sebagaimana yang telah dikutip

Muhammad Ardani, bahwa akhlak mempunyai tiga dimensi:

a. Dimensi diri, yakni orang dengan dirinya dan tuhannnya, seperti

ibadah dan shalat.

b. Dimensi sosial, yakni masyarakat, pemerintah dan pergaulannya

dengan sesamanya.

c. Dimensi metafisis, yakni akidah dan pegangan dasarnya.22

Dalam konsep akhlak adalah suatu sikap mental (halun lin nafs) yang mendorong untuk berbuat tanpa piker dan pertimbangan. Keadaan atau sikap

jiwa ini terbagi dua: ada yang berasal dari watak (tempramen)dan ada yang berasal dari kebiasaan dan latihan. Dengan kata lain tingkah laku manusia

21

Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994), cet. Ke-11, h. 2.

22

(31)

mengandung dua unsur-unsur watak naluri dan unsure usaha lewat kebiasaan

dan latihan.

Sedangkan menurut al-Farabi, sebagaimana yang telah dikutip oleh

Muhamad Ardani, ia menjelaskan bahwa akhlak itu bertujuan untuk

memperoleh kebahagian yang merupakan tujuan tertinggi yang dirindui dan

diusahakan oleh setiap orang.23

Jadi, pada hakikatnya khuluk (budi pekerti) atau akhlak ialah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian

hingga dari situ timbullah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan

mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran.24

Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa akhlak ialah sifat-sifat

yang dibawa manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya yang selalu ada

padanya, sifat itu dapat terlahir berupa perbuatan baik disebut akhlak yang

mulia atau perbuatan buruk yang disebut akhlak yang tercela sesuai dengan

pembinaannya.

Ruang lingkup akhlak mencakup hal-hal sebagai berikut:

a. Pola hubungan dengan Allah, seperti mentauhidkan Allah dan

menghindari syirik, bertaqwa kepada-Nya, memohon pertolongan

kepada-Nya dan lain-lain

b. Pola hubungan manusia dengan Rasullah, yaitu menegakkan sunah

rasul, menziarahi makamnya di madinah dan membacakan

shalawat.

c. Pola hubungan manusia dengan dirinya, seperti menjaga kesucian

diri dari sifat rakus dan mengumbar nafsu, mengembangkan

keberanian dalam menyampaikan yang hak dan membrantas

kedzaliman.

Pola hubungan dengan masyarakat, dalam konteks kepemimpinan,

seperti menegakkan keadalian, berbuat ihsan, menjungjung tinggi

23

Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf..., h. 29

24

(32)

musyawarah, memandang kesederajatan manusia dan membela orang-orang

yang lemah, mentaati pemimpin, dan berperan serta dalam kegiatan-kegiatan

kepemimpinan.25

Asal kata Agama menurut bahasa Arab, agama berasal dari kata

Ad-Din bahasa Belanda adalah religie, dalam bahasa Inggris religion, yang mempunyai arti “hubungan antara manusia dengan suatu kekuasaan luar yang lain dan lebih daripada apa yang dilami oleh manusia”.

Menurut Quraish Shihab agama adalah “sebagai hubungan antara makhluk dengan khaliqnya. Hubungan ini terwujud dalam sikap batinnya serta

tampak dalam ibadah yang dilakukannya dan tercermin pula dalam sikap

kesehariannya.26

Prof Muzayyin Arifin dalam bukunya “Pedoman pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan Agama”, mengatakan:

”Dari aspek subjektif (pribadi manusia), agama mengandung pengertian tentang tingkah laku manusia yang dijiwa oleh nilai-nilai keagamaan yang berupa getaran batin yang dapat mengatur dan mengarahkan tingakah laku tersebut kepada pola hubungan antara manusia dengan Tuhan-Nya dan pola hubungan antara manusia dengan masyarakat sserta alam sekitar”.27

Dari beberapa definisi agama yang telah dipaparkan di atas, dapat

disimpulkan bahwa secara garis besar agama adalah tuntunan Tuhan untuk

diikuti,dipatuhi dan diamalkan oleh manusia untuk memperoleh kebahagian di

dunia dan akhirat. Sedangkan kata agamis itu sendiri maksudnya adalah “sifat

-sifat yang terdapat dalam agama, dapat juga dikatakan segala sesuatu

mengenai agama.

Jadi yang dimaksud dengan membina sikap keagamaan adalah suatu

keadaan dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah laku

sesuai kadar ketaatannya terhadap agama supaya lebih baik. Sikap keagamaan

25

Muslim Nurdin dkk.., Moral Dan Kognisi Islam, (Bandung: CV ALVABETA, 1993), h. 205

26

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1994), Cet. 17, h. 210

27

(33)

tersebut terwujud oleh adanya konsistensi antara kepercayaan terhadap agama

sebagai unsur kognitif, perasaan terhadap agama sebagai unsur afektif, dan

perilaku keagamaan sebagai unsur konatif. Jadi sikap keagamaan merupakan

integrasi secara kompleks antara pengetahuan agama, perasaan agama serta

tindak keagamaan dalam diri seseorang.28

Islam sebagai suatu sistem yang menyeluruh, maka keagamaan dalam

Islam bukan hanya diwujudan dalam bentuk ibadah ritual saja, tapi juga dalam

bentuk aktifitas lainnya. Oleh karena itu Islam mendorong pemeluknya untuk

beragama secara menyeluruh pula. Firman Allah:

























Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sikap Keagamaan

Bentuk sikap keagamaan seseorang dapat dilihat seberapa jauh

keterikatan komponen kognisi, afektif, dan konasi seseorang dengan

masalah-masalah yang menyangkut agama. Hubungan tersebut jelasnya tidak

ditentukan oleh hubungan sesaat melainkan sebagai hubungan proses, sebab

pembentukan sikap melalui hasil belajar dan interaksi dan pengalaman. Dan

pembentukan sikap itu sendiri ternyata tidak semata-mata tergantung pada

satu faktor saja, tetapi antara faktor internal dan faktor eksternal keduanya

saling berkaitan. Dalam kajian psikologi agama disebutkan adanya potensi

beragama pada diri manusia. Manusia adalah homo religious (makhluk

beragama). Namun untuk menjadikan manusia yang memiliki sikap

keagamaan, maka potensi tersebut memerlukan bimbingan, pengembangan

dari lingkunganya. Dari lingkungannya pulalah seseorang mengenal nilai-nilai

dan norma-norma yang harus dipatuhi dan dilaksanakan.

Sikap keagamaan terbentuk oleh dua faktor yakni faktor intern dan

faktor ekstern.

28

(34)

i. Faktor Intern

Manusia adalah makhluk beragama (homo religius) karena manusia

sudah memiliki potensi beragama. Potensi tersebut bersumber dari faktor

intern manusia yang termuat dalam aspek kejiwaan manusia seperti naluri,

akal, perasaan maupun kehendak dan sebagainya.

Pada prinsipnya potensi-potensi manusia menurut pandangan Islam

tersimpul pada sifat-sifat Allah SWT (Asma’ul Husna) artinya–sebagai misal–

jika Allah bersifat Al-Ilmu (Maha Mengetahui) maka manusia pun memiliki sifat-sifat tersebut. Dengan sifat tersebut manusia senantiasa berupaya untuk

mengetahui sesuatu, setelah manusia mendapat pengetahuan akan sesuatu,

maka barulah ia merasa puas. Jika tidak ia akan berusaha terus sampai pada

tujuan yang diinginkannya

ii. Faktor Ekstern

Manusia terdorong untuk beragama karena pengaruh ekstern atau luar

dirinya. Seperti rasa takut, rasa ketergantungan ataupun rasa bersalah.

Manusia juga dilengkapi potensi berupa kesiapan untuk menerima pengaruh

luar sehingga dirinya dapat dibentuk menjadi manusia yang memiliki perilaku

keagamaan. Pengaruh itu bisa didapatkan dari lingkungan keluarga, institusi

dan masyarakat.

C. Kerangka Berpikir

Manusia lahir tidak mengetahui sesuatu apapun, tetapi ia dianugerahi

oleh Allah SWT berupa panca indera, fikiran dan rasa sebagai modal untuk

menerima ilmu penetahuan, memiliki keterampilan dan memiliki sikap

tertentu melalui proses belajar.

Sebagaimana yang telah penulis kemukakan pada pembahasan

sebelumnya, bahwa pengertian majelis ta’lim adalah suatu wadah

berkumpulnya orang muslim guna menuntut ilmu agama Islam, yang

disertakan kegiatan yang dapat menggali potensi dan mengembangkan bakat

(35)

melekat pada diri jamaah sikap keagamaan yang baik. Walaupun majelis ta’lim hanyalah lembaga nonformal akan tetapi peranan majelis ta’lim dalam kehidupan masyarakat sangatlah penting, terutama bagi mereka yang

semenjak kecil hingga dewasa belum mendapatkan pengetahuan keagamaan

yang baik.

Dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam di majelis ta’lim sering

kali tidak hanya terfokus kepada penyampaian materi, bahkan dapat berupa

sarana pembiasaan pengajaran agama seperti mengadakan santunan bagi kaum

dhuafa, yatim piatu, menjenguk orang sakit serta banyak hal lain. Jika jamaah

senantiasa mengikuti kegiatan-kegiatan keagaamaan tersebut maka bukan

mustahil sikap keagamaan akan melekat pada diri mereka.

Pengajaran yang dilakukan oleh para ustad/ustadzah senantiasa

mengarahkan jamaah kepada aspek aqidah, ibadah yang diharapkan dapat

diaplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Walau tidak dapat dipungkiri bahwa

dalam kehidupan sehari-hari berbagai fenomena kehidupan yang seringkali

dapat membuat manusia melupakan hakikat akan keberadaanya di muka bumi

yaitu sebagai hamba yang harus taat terhadap perintah dan aturan dari Allah

SWT.

Pendidikan Islam merupakan kebutuhan manusia, karena sebagai

makhluk pedagogis manusia dilahirkan dengan membawa potensi dapat

dididik dan mendidik sehingga mampu menjadi khalifah di bumi, serta pendukung dan pemegang kebudayaan

Pendidikan agama Islam diartikan sebagai suatu kegiatan yang

bertujuan membentuk manusia agamis dengan menanamkan akidah,

keimanan, amaliah dan budi pekerti atau akhlak yang terpuji untuk

menjadikan manusia yang bertakwa kepada Allah SWT dan dengan harapan

agar setiap manusia (anak didik) dapat berperilaku, berfikir dan bersikap

sehari-hari dalam kehidupan sosial yang didasari dan dijiwai oleh agama.

Sikap keagamaan adalah suatu keadaan dalam diri seseorang yang

(36)

agama. Maka sikap keagamaan tersebut akan terwujud oleh adanya

konsistensi antara kepercayaan terhadap agama sebagai unsur kognitif,

perasaan terhadap agama sebagai unsur afektif, dan perilaku keagamaan

sebagai unsur konatif. Jadi sikap keagamaan merupakan integrasi secara

kompleks antara pengetahuan agama, perasaan agama serta tindak keagamaan

dalam diri seseorang. Sehingga penanaman pendidikan agama Islam menjadi

keharusan bagi lembaga-lembaga kegamaan baik formal maupun non formal

seperti majelis ta’lim

Sikap timbul karena adanya stimulus, terbentuknya sikap banyak

dipengaruhi perangsang oleh lingkungan sosial dan kebudayaan seperti

keluarga, norma, golongan, agama dan adat istiadat. Sikap seseorang tidak

selamanya tetap, ia dapat berkembang manakala mendapat pengaruh baik dari

dalam maupun dari luar yang bersifat positif dan mengesankan.

Sikap yang dihasilkan oleh seseorang dalam menerima suatu hal dapat

berupa sikap yang positif dalam arti menerima, dan sikap negatif dalam arti ia

menolak. Jika peranan majelis ta’lim dalam membentuk sikap keagamaan

dapat dilaksankan dengan baik dan maksimal, maka akan menghasilkan suatu

sikap yang baik pula, namun sebaliknya jika peranan majelis ta’lim dalam

membentuk sikap keagamaan belum dapat berjalan dengan baik dan

maksimal, maka sikap keagamaan yang diharapkan tidak dapat tertanam

dengan baik pada diri jamaah.

Keberadaan majelis ta’lim sebagai salah satu lembaga pendidikan non formal yang merupakan salah satu alternatif untuk menangkal pengaruh negatif terhadap keagamaan. Disamping itu majelis ta’lim sebagai tempat pendidikan agama berlangsung, yang merupakan sarana efektif untuk

membina dan mengembangkan ajaran agama Islam dalam upaya membentuk

manusia yang bertakwa kepada Allah SWT

(37)

28 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksankan di Jl. Daan mogot KM 12,8 Gang Sahabat RT

12/13 Cengkateng Timur. Majelis ta’lim ini penulis pilih karena majelis ta’lim

Ad-Dawatul Islami merupakan majelis ta’lim ibu-ibu pertama yang ada di

daerah Cengkareng Timur serta pelopor berdirinya majelis ta’lim gabungan

sebanyak 30 majelis ta’lim, yang pasti memberikan kontribusi yang sangat

banyak terhadap sikap keagamaan jamaah bahkan lebih luas lagi.

Adapun waktu yang diperlukan dalam kegiatan penelitian ini dimulai

dari 13 September sampai dengan 20 Oktober 2010.

B. Metode Penelitian

Untuk memudahkan pengumpulan data, fakta, serta informasi yang

akan mengungkapkan dan menjelaskan permasalahan dalam penelitian ini,

tentang bagaimana pendidikan agama Islam yang diterapkan majelis ta’lim

gabungan kaum ibu (MTGKI) ad Da'watul Islami dalam membentukan sikap

keagamaan para jamaahnya di lingkungan RT 13/12 Kelurahan Sahabat

(38)

“Deskriptif Analisis”, melalui penelitian lapangan (field reseach) dan penelitian kepustakaan (library reaseach).1

1. Jenis penelitian lapangan dimaksud agar dapat diperoleh fakta, data, dan

informasi yang lebih obyektif dan akurat mengenai bagaimana peranan

majelis ta’lim Ad-Da’watul Islami dalam membina sikap keagamaan

jamaah di lingkungan RT 13/12 Kelurahan Sahabat kecamatan

Cengkareng Barat Jakarta Barat.

2. Penelitian kepustakaan penulis lakukan dengan mempelajari atau

menelaah dan mengkaji buku yang erat kaitannya dengan masalah yang

akan dibahas, yaitu bagaimana pendidikan agama Islam majelis ta’lim

ad-Da’watul Islami dalam membina sikap keagamaan jamaah di lingkungan

RT 13/12 Kelurahan Sahabat kecamatan Cengkareng Timur Jakarta Barat.

C. Populasi dan Sampel 1.Populasi

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian.2 Populasi dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh jamaah yang tergabung kedalam

pengajian majelis ta’lim ad-da-watul Islami yang dilaksanakan setiap satu

bulan sekali yang berjumlah 160 jamaah.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil yang diambil dari populasi.3 Karena populasinya berjumlah berjumlah 160 Jamaah, maka penulis

mengambil sample sebanyak 25 % yaitu sebanyak 40 jama’ah. Teknik yang

penulis gunakan adalah teknik random sampling.

1

Muhamad Nasir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998), h. 99

2

Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rinike Cipta, 1998), Cet. 11, h. 55

3

(39)

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat ukur yang digunakan dalam penelitian

sebagai alat pengumpulan data. Instrumen penelitian yang digunakan untuk

memperoleh data mengenai permasalahan yang dihadapi majelis ta’lim

ad-dawatul Islami dalam menanamkan sikap keagamaan pada penelitian kali ini

dibuat dalam bentuk non-test yaitu dengan menggunakan angket. Angket ini

dibuat dalam bentuk quisioner yang diperuntukan kepada orang tua.

Kemudian instrument non-test dalam bentuk wawancara diperuntukan

kepada ketua majelis ta’lim Ad-Da’watul Islami untuk mendapatkan informasi

[image:39.595.122.515.140.732.2]

mengenai keadaan jama’ah.

Tabel 1

Kisi-Kisi Instrumen Penelitian

Peranan Majelis Ta’lim Gabungan Kaum Ibu (MTGKI) Ad-dawatul Islami Dalam Membina Sikap Keagamaan Jama'ah

No Variabel Dimensi Indikator No. Soal

1 Peranan

majelis ta’lim

Ad-dawatul

Islami

 Motivasi

dalam

mengikuti

pengajian

 Frekuensi mengikuti

kegiatan

pengajian

 Dorongan

untuk

mengikuti

pengajian

majelis ta’lim

Ad-Da’watul

Islami

 Keaktifan

mengikuti

pengajian

majelis ta’lim

Ad-Da’watul

Islami

1,3,4,

(40)

2 Membina

Sikap

Keagamaan

 Akidah

 Ibadah

 Aktivitas sosial

 Mengimani

rukun iman

 Menanamkan

kewajiban

menjalankan

perintah Allah

seperti shalat,

Puasa dan

menunaikan

zakat, membaca

al-Qur’an

 Mengucapkan

salam

 Menanamkan

sikap minta

maaf

 Menanamkan

prilaku jujur

setiap

perkataan dan

perbuatan

9,10,11,12,13

,14,15,16,17

17,

18

19

20

E. Tekhnik Pengumpulan Data

Metode adalah cara yang digunakan untuk mencapai tujuan. Untuk

mencapai tujuan maka dalam penelitian ini penulis menggunakan riset

(41)

Riset kepustakaan (library research) adalah penelitian dengan

membaca, dan menelaah buku-buku, tulisan-tulisan yang ada kaitannya

dengan variabel yang diteliti, dan riset lapangan (field research) adalah

penelitian dengan mencari dan menyimpulkan informasi dan data tentang

masalah yang diteliti ke objek penelitian yaitu ke pengurus MTGKI

Ad-Da’watul Islami.

Untuk memperoleh data dari penelitian lapangan, peneliti

menggunakan tekhnik-tekhnik pengumpulan data berupa observasi,

wawancara, dokumentasi dan penyebaran angket.

1. Observasi, adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematik terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki atau yang sedang dijadikan sasaran.

Tekhnik ini dilakukan untuk memperoleh informasi tentang sarana dan

prasarana yang berkaitan dengan kegiatan pengajaran pendidikan agama

Islam di MTGKI Ad-Da’watul Islami.

2. Wawancara, yakni tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung. Wawancara yang dilakukan oleh peneliti adalah untuk

memperoleh data yang lebih mendalam.

3. Dokumentasi, yakni penulis memperoleh data-data yang diperlukan

dalam penelitian ini yang didapatkan dari pengurus MTGKI Ad-Da’watul

Islami.

4. Angket, yakni sejumlah pertanyaan yang disusun secara tertulis mengenai sesuatu yang berkaitan dengan penelitian. Pertanyaan yang terdapat di

dalam angket adalah mengenai sikap keagamaan

F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data. 1 Teknik Pengolahan data

Untuk mengolah data-data yang terkumpul dalam penelitian ini,

penulis melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

(42)

Dalam pengolahan data, yang pertama kali dilakukan adalah

melakukan edit data sehingga hanya data yang tepakai saja yang ada. Langkah

editing ini bermaksud merapikan data agar bersih, rapi dan langsung

melakukan langkah selanjutnya.

b. Skoring

Untuk menentukan skorsing semua pertanyaan angket akan

ditabulasikan dengan skor nilai setiap itemnya, dengan cara jawaban yang

[image:42.595.126.522.134.451.2]

berupa huruf akan dirubah menjadi nilai angka, yaitu sebagai berikut :

Tabel.2

Pengukuran Instrumen

Pilihan Jawaban A B C D

Pertanyaan + 4 3 2 1

- 1 2 3 4

c. Tabulating

Yaitu mentabulasi data jawaban yang telah diberikan kedalam bentuk

tabel, untuk kemudian diketahui hasil perhitungannya.

2. Teknik Analisis Data

Data yang berasal dari kepustakaan digunakan sebagai rumusan teori

yang dijadikan pedoman penulis untuk penelitian lapangan. Adapun data yang

berasal dari obsevasi, wawancara, angket dan skala sikap dianalisis dengan

menggunakan tekhnik deskriptif analisis. Deskriptif analisis yakni

menggambarkan apa adanya, kemudian dianalisis. Untuk mempermudah

menganalisis data, maka terlebih dahulu ditabulasikan dalam bentuk tabel

distribusi frekuensi relatif. Secara operasional teknik analisis data ini

(43)

1). Memperoleh nilai frekuensi atas jawaban responden terhadap angket

dengan menggunakan rumus:

P=F X 100% N Keterengan:

P : Angka prosentase

F : Adalah Frekwensi yang dicari prosentasenya

N= Number of cases 4

Dalam hal ini, jenis distribusi frekuensi yang digunakan adalah jenis

[image:43.595.117.523.97.616.2]

distribusi frekuensi prosentase 5

Tabel 3

Penafsiran Prosentasi

No Prosentase Penafsiran

1 2 3 4 5 6 7 8 9 100% 90-99% 60-89% 51-59% 50% 40-49% 10-39% 1-9% 0% Seluruhnya Hampir seluruhnya Sebagian besar

Lebih dari setengah

Setengahnya

Hampir setengahnya

Sebagian kecil

Sedikit sekali

Tidak sama sekali

4

Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), h. 43

5

(44)

35 BAB IV

PENYAJIAN DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Data

1. Sejarah berdirinya Majelis Ta’lim Gabungan Dan Tujuan Majlis Taklim

Ad-Da’watul Islami

Pada awalnya majelis ta’lim Ad-Da’watul Islami hanyalah sebuah

pengajian biasa yang mulai dirintis pada tahun 1982. pada saat itu pengajian

tersebut belum memiliki nama, pelaksanaannya pun masih dilakukan di ruang

belakang rumah bapak H.Muhammad Nur. beliaulah yang pertama merintis

pengajian tersebut. gagasan bapak H.Muhammad Nur untuk mendirikan majelis

ta’lim dikarenakan beliau ingin membimbing masyarakat disekitarnya dalam

pendidikan dan pengajaran di bidang agama Islam dengan cara mengajarkan

kepada mereka dan menjelaskan tentang hukum-hukum Islam.

Majelis ta’lim Ad-Da’watul Islami yang didirikan oleh H.Muhammad Nur

dalam rangka melaksanakan pendidikan agama Islam atau biasa dikenal dengan

istilah pengajian, memang dikhususkan untuk kaum bapak. Namun dalam

perkembangannya banyak sekali yang berminat dan bukan dari kaum bapak saja

tapi juga dari kalangan ibu-ibu. Akhirnya bapak H.Muhammad Nur mewariskan

kepemimpinannya kepada anaknya yaitu ibu Hj. Hasanah Nur, untuk memimpin

pengajian khususnya kaum ibu.

Menyadari akan tanggung jawab yang besar dan untuk meningkatkan

(45)

36

“Majelis Ta’lim Gabungan Kaum Ibu” pada tanggal 10 januari 2002,

disingkat (MTGKI).

Adapun maksud dan tujuan didirikannya majelis ta’lim gabungan kaum

ibu Ad-Da’watul Islami adalah untuk memajukan dan mengembangkan syiar

agama Islam baik ubudiyah maupun amaliyah, turut serta mencerdaskan

kehidupan umat Islam dalam menghadapi era globalisasi dan perdagangan bebas

baik di tingkat Asean dan tingkat dunia, memelihara dan mengembangkan

semangat jiwa persatuan dan kesatuan diantara majelis ta’lim yang ada,

mempererat tali sillaturahmi dan mempertebal semangat kekeluargaan dengan

meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT., dalam rangka

memajukan kesejahteraan majelis ta’lim, meningkatkan kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) para pengurus dan anggota majelis ta’lim untuk tampil dan

berperan dalam pembangunan bangsa negara dan agama.38

Tabel 4

Daftar Nama Majelis Ta’lim Gabungan Kaum Ibu (MTGKI) Ad-Da’watul Islami

No Nama Majlis Taklim Ketua Alamat

1 Saadatud Darwin Hj.Siti Maimunah Pegadungan

2 Baitul Ghoni Sa’diyah Pedongkelan

3 Al Mu’awanah Hj.Azizah Dharmawanita

4 Nurul Islam Hj. Nafisah Pedongkelan

5 Nurul Ibad Mahdah Jembatan

Gantung

6 Uswatun Hasanah Hj. Muzainah Basmol

7 Hidayatul Khoiriah Hj. Titin M Cengkareng

8 As-Sidiqiyah Hj. Siti Maja

9 Al- Barokah Hj. Sarmanih Pedongkelan

10 Raudhatul Jannah Hj. Nurlaelah Pedongkelan

11 Nurul Huda Hj. Fatimah Cengkareng

12 Al-Ma’mur Mudriah Kalideres

13 Al- Nursyalin Hj. Komariah Kampung Bali

14 Al-Istiqomah Hj. Neneng Pejagalan

38

(46)

37

15 Al-Fitroh Hj. Dahlia Tanjung Pura

16 At-Taqwa Aslamiah Pedongkelan

17 Khairun Nisa 1 Hasunah Pegadungan

18 Khairun Nisa 2 Hj. Maesaroh Cengkareng

19 Da’watul Islami Hj. Hasanah Nur Sahabat

20 Al-Munawaroh Siti Fatimah Maja

21 Al-Mansuriyah Nur Hidayah Kalideres

Gambar

Tabel 1 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian
Tabel.2 Pengukuran Instrumen
Tabel 3 Penafsiran Prosentasi
Tabel 6
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dilihat berdasarkan masing-masing subround, penurunan luas panen terbesar secara absolut terjadi pada bulan September-Desember 2015, yaitu turun sebesar 395 hektar atau

a) Penilaian lomba Teamwork akan menggunakan metode nilai tertinggi per sub- kategori. b) Lomba Teamwork akan berlangsung selama 6 jam dan setiap tim harus

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan bahan pakan sumber protein (bungkil kedelai dan daun lamtoro) yang disusun dalam pakan suplemen terhadap

Merumuskan program kerja dan anggaran Bidang Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Keluarga Sejahtera, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak;e. Membagi

Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dirnaksud pada huruf a perlu penetapan Keputusan Rektor tentang Penunjukan Tenaga Pengajar Pada Fakultas Hukum Universitas

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai kadar pektin maka akan tinggi nilai kuat tarik, penambahan asam sitrat juga menambah kuat tarik.. Semakin tinggi suhu maka

Berangkat dari hal yang dipaparkan di atas, penelitian ini ingin melihat bagaimana objektivitas pemberitaan tentang Kongres Luar Biasa Partai Demokrat yang diberitakan dalam dua

Cara lain untuk meningkatkan pendapatan penderes adalah dengan adanya penambahan pendapatan berupa insentif atau premi dari perusahaan perkebunan kepada para pekerja setelah