DI RSUD KOTA CILEGON PERIODE JANUARI-MEI 2013
Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
OLEH :
AMALIAH HARUMI KARIM
NIM : 1110103000067
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh…
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena hanya dengan rahmat dan karunia-Nya penelitian ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam tidak lupa penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa manusia menuju jalan yang diridhoi Allah SWT.
Alhamdulillah penulis akhirnya dapat menyelesaikan laporan penelitian ini
yang berjudul “Proporsi dan Gambaran Kepatuhan Terhadap Terapi Diet pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 DI RSUD Kota Cilegon Periode Januari- Mei
β01γ“, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa selama proses penulisan laporan penelitian ini penulis banyak mendapat dukungan, bimbingan , dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Prof. Dr (hc). dr. M.K. Tadjudin Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta .
2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, SpGK selaku Kepala Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan yang telah memberi masukan untuk penelitian penulis.
v
3. drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D selaku penanggungjawab riset Program Studi Pendidikan Dokter 2010 , yang telah mem-follow-up di setiap akhir modul untuk mempercepat penyelesaian penelitian ini.
4. dr.Femmy Nurul Akbar Sp.PD(KGEH) dan dr.Erfira Hermawan Sp.M , selaku dosen penguji, yang telah menyediakan waktu dan koreksinya kepada penelitian penulis.
5. dr. H. Zainoel Arifin, M.Kes selaku Direktur RSUD Kota Cilegon yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian ini.
6. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada keluarga besar penulis, terutama orang tua penulis, yaitu dr.Syafruddin Karim Ph.D dan Ir. Siti Meiningsih M.sc yang telah memberikan motivasi serta pengertian selama penulis melakukan penelitian ini.
7. Kawan-kawan sekelompok riset seperjuangan Fuad Hariyanto, Adhya Aji Pratama, Maizan Khairun Nissa, Nida Najibah Hanum. Serta sahabat PSPD tersayang yang selalu memotivasi penulis baik dalam suka maupun duka.
Semoga dengan selesainya laporan penelitian ini dapat menambah pengetahuan kita semua terutama mengenai diabetes melitus dan terapi diet pada pasien diabetes melitus.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Ciputat, 12 September 2013
vi ABSTRAK
Amaliah Harumi Karim. Pendidikan Dokter. Proporsi dan Gambaran Kepatuhan Terhadap Terapi Diet pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Kota Cilegon Periode Januari-Mei 2013.
Diabetes melitus adalah salah satu penyakit dengan prevalensi yang terus meningkat. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi diabetes melitus tipe 2 di Banten adalah 5,3%, mendekati prevalensi diabetes melitus di tingkat nasional yaitu 5,7%. Terapi diabetes melitus terdiri dari 2 yaitu terapi nonfarmakologi dan terapi farmakologi. Pada prinsipnya, terapi farmakologi diberikan jika penerapan terapi non farmakologi tidak bisa mengendalikan kadar glukosa darah seperti yang diharapkan. Kepatuhan terhadap terapi diet penting untuk menjaga kontrol glikemik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi dan gambaran kepatuhan terhadap terapi diet pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kota Cilegon periode Januari-Mei 2013. Desain penelitian menggunakan studi potong lintang dengan subjek 32 orang pasien diabetes melitus tipe 2 yang rawat jalan ke Poli Penyakit Dalam RSUD Cilegon. Hasil penelitian menunjukkan, sebanyak 25 responden (78,1, %) mempunyai tingkat kepatuhan terhadap terapi diet kategori sedang.
Kata kunci: Diabetes Melitus; Kepatuhan terhadap terapi diet;
Amaliah Harumi Karim.Medical Study Programme. Proportion and Overview of Adherence to Diet Therapy in Type 2 Diabetes Mellitus patients in Cilegon General Hospital from January-May2013
Prevalence of diabetes melitus is increasing. An Epidemiology study has shown that prevalence of diabetes melitus in Banten is 5,3%, this result is almost reach the national prevalence of type 2 diabetes mellitus (5,7). Management of diabetes melitus consists of non pharmacology therapy and pharmacology therapy. Pharmacology therapy is given when non pharmacology therapy is inadequate. Adherence to diet therapy is important for glicemic control. The objective of this cross sectional study with 32 patients is to determine the proportion and overview of adherence to diet therapy in type 2 diabetes melitus who visits the internal medicine section in Cilegon general Hospital. The result of this study is there are 25 patients (78,1%) is having a moderate level of adherence to diet therapy.
vii DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ii
KATA PENGANTAR ... iv
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1. Definisi Penyakit Diabetes Melitus ... 4
2.2. Klasifikasi Diabetes Melitus ... 4
2.3. Diagnosis Diabetes Melitus ... 5
2.4. Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2 ... 7
2.5. Patofisiologi Diabetes Melitus ... 10
2.6. Manifestasi Klinis Diabetes melitus ... 11
2.7. Penatalaksanaan Diabetes melitus ... 14
2.8. Terapi Diet ... 15
2.9. Komposisi Makanan yang Dianjurkan ... 15
2.10. Kebutuhan Kalori ... 17
2.11. Peranan Terapi diet pada Diabetes Melitus tipe 2 ... 20
viii
2.13. Kerangka Konsep ... 26
2.14. Definisi Operasional ... 26
BAB III METODE PENELITIAN ... 28
3.1. Desain Penelitian ... 28
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 28
3.3. Populasi Penelitian ... 28
3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 29
3.5. Cara Kerja Penelitian ... 30
3.7. Manajemen Data ... 31
3.8 Instrumen Penelitian...31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33
4.1. Analisis Univariat ... 33
4.3. Keterbatasan Penelitian ... 40
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 43
5.1 Simpulan ... 41
5.2 Saran ... 41
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Langkah-langkah Diagnostik DM dan TGT ... 6
Gambar 2.2. Manifestasi Klinis Akibat Defisiensi Insulin ... 12
Gambar 2.3. Perbedaan Metabolisme Glukosa dan Fruktosa ... 20
Gambar 2.4. Resistensi Insulin dan Dislipidemia ... 21
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Klasifikasi Etiologi Diabetes Melitus (ADA 2005)... 4
Tabel 2.2. Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus ... 6
Tabel 2.3. Berbagai Jenis Adipokin dan Efeknya pada Resistensi Insulin ... 8
Tabel 2.4. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Kalori... 19
Tabel 4.1 Distribusi Pasien Berdasarkan Usia...33
Tabel 4.2 Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin...34
Tabel 4.3 Distribusi Pasien Berdasarkan Kadar Gula Darah Puasa...35
Tabel 4.4 Distribusi Pasien Berdasarkan Kadar Gula Darah Post Prandial...36
Tabel 4.5 Distribusi Sampel Berdasarkan Kepatuhan Terhadap Terapi Diet...37
Tabel 4.6 Proporsi (Kepatuhan Diet dan GDP) ... 39
Tabel 4.7 Proporsi (Kepatuhan Diet dan GDPP)... DAFTAR BAGAN Bagan 2.1 Penyebab Resistensi Insulin ... 7
Bagan 2.1 Peningkatan Asam Lemak Bebas dan Resistensi Insulin ... 8
1 1.1 Latar Belakang Masalah
Diabetes melitus adalah salah satu penyakit degeneratif, yang akan meningkat jumlahnya di masa yang akan datang. WHO memperkirakan tahun 2025 akan terjadi peningkatan penderita diabetes melitus menjadi 300 juta orang di dunia, dan peningkatan jumlah penderita diabetes melitus di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sebanyak 21,3 juta pada tahun 2030. 1 Salah satu propinsi di Indonesia dengan tingkat prevalensi diabetes melitus tipe 2 yang tinggi adalah Propinsi Banten. Prevalensi diabetes melitus tipe 2 di Banten adalah 5,3%.4 Angka ini hampir mendekati prevalensi diabetes melitus tipe 2 di Indonesia yaitu 5,7%.1 Di RSUD Kota Cilegon, Provinsi Banten, diabetes melitus menempati posisi ke 1 sebagai penyakit tidak menular yang paling sering.2
Penyakit diabetes melitus tidak dapat disembuhkan,tetapi, kadar gula darah dapat dikendalikan dengan cara pengaturan diet, olahraga, dan obat-obatan. Tata laksana diabetes melitus tipe 2 meliputi terapi non farmakologi yang mencakup perubahan gaya hidup dengan mengatur pola makan yang dikenal dengan istilah terapi diet, meningkatkan aktivitas fisik, dan edukasi berbagai permasalahan yang terkait dengan penyakit diabetes melitus yang dilakukan secara kontinu; serta terapi farmakologi, yang mencakup pemberian obat anti diabetes oral dan injeksi insulin.1
Pada prinsipnya, terapi farmakologi diberikan jika penerapan terapi non farmakologi tidak bisa mengendalikan kadar glukosa darah seperti yang diharapkan. Pemberian terapi farmakologi tetap tidak meninggalkan terapi non farmakologi yang telah diterapkan sebelumnya.5 Tujuan utama terapi diet pada diabetes melitus tipe 2 adalah menurunkan dan mengendalikan berat badan, selain tentunya mengendalikan kadar gula darah dan kolestrol. 6
Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Rusmina D tahun 2010 yang menunjukan angka ketidakpatuhan terhadap terapi diet yang melebihi 50%.7 Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian yang berjudul “Proporsi dan Gambaran Kepatuhan Terhadap Terapi Diet pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Kota Cilegon” .
1.2 Perumusan Masalah
Bagaimanakah proporsi dan gambaran kepatuhan terhadap terapi diet pada penderita diabetes melitus tipe 2 pada pasien yang berobat di RSUD Kota Cilegon pada periode Januari - Mei 2013 ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui proporsi dan gambaran kepatuhan terhadap terapi diet pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kota Cilegon pada periode Januari – Mei 2013.
1.3.1.2 Tujuan Khusus
1.) Untuk mengetahui gambaran karakteristik pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kota Cilegon pada periode Januari - Mei 2013.
2.) Untuk mengetahui gambaran kadar gula darah puasa pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD Cilegon pada periode Januari – Mei 2013. 3.) Untuk mengetahui gambaran kadar gula darah post prandial pasien
diabetes melitus tipe 2 di RSUD Cilegon pada periode Januari – Mei 2013.
4.) Untuk mengetahui gambaran proporsi kadar gula darah puasa penderita diabetes melitus tipe 2 yang mendapat terapi diet.
1.4 Manfaat Penelitian
1.6.1 Bagi RSUD Cilegon
1. Dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi RSUD Cilegon dalam menangani pasien yang menderita diabetes melitus tipe 2.
2. Dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam menyusun kebijaksanaan yang dapat mencegah ketidakpatuhan pasien terhadap terapi diet pada pasien di RSUD Cilegon.
1.6.2 Bagi Peneliti
Sebagai prasyarat untuk lulus tahap akademik di program studi pendidikan dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
1.6.3 Bagi Masyarakat
Diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi masyarakat luas, khususnya masyarakat Cilegon, agar meningkatkan pengetahuan gizi dan mengaplikasikannya sehingga bisa menjadi salah satu upaya preventif diabetes melitus tipe 2.
1.6.4Bagi Institusi
4
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Penyakit Diabetes Melitus
American Diabetes Association (ADA) tahun 2010 menyebutkan, diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.9 Sedangkan WHO menyebutkan bahwa diabetes melitus adalah kumpulan problem anatomi dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor. Akan terjadi defisiensi insulin absolut atau relatif akibat gangguan fungsi insulin.27
2.2. Klasifikasi Diabetes Melitus
Ada beberapa klasifikasi diabetes melitus yang dibuat berdasarkan manifestasi klinis, umur awitan, dan riwayat penyakit.10 Klasifikasi yang diperkenalkan oleh ADA sesuai dengan tabel di bawah ini :
Tabel 2. 1 Klasifikasi Etiologi Diabetes Mellitus (ADA 2005) 9
Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya ke defisiensi insulin absolut
Auotoimun
Idiopatik
Tipe 2 Bervariasi, dari yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defisiensi sekresi insulin disertai resistensi insulin
Tipe lain
Defek genetik fungsi sel beta
Defek genetik kerja insulin
Penyakit eksokrin pankreas
Endokrinopati
Karena obat atau zat kimia
Infeksi
Sebab imunologi yang jarang
Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
DM gestasional
2.3. Diagnosis Diabetes Melitus
Diagnosis diabetes melitus ditegakkan berdasarkan pemeriksaan kadar glukosa darah dan tidak bisa ditegakkan berdasarkan adanya glukosuria.9 Hal ini disebabkan karena munculnya glukosa di urin (saat sudah melewati ambang glukosa) terjadi sebelum transport maksimum tercapai. Ada perbedaan antara ambang glukosa dan transpor maksimum yang disebabkan karena tidak semua nefron mempunyai transport maksimum yang sama untuk glukosa, dan beberapa nefron mulai mengekskresi glukosa sebelum nefron lain mencapai transport maksimumnya. Secara umum, transport maksimum untuk ginjal adalah 375 mg/menit, dan ini akan tercapai saat semua nefron telah mencapai kapasitas maksimalnya untuk reabsorpsi glukosa. Hal inilah yang membuat glukosuria bukan kriteria penegakkan diagnosis diabetes melitus. 11
Pemeriksaan glukosa darah yang disarankan untuk penentuan diagnosis diabetes melitus adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan sampel darah plasma vena. Pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer dapat digunakan untuk tujuan pemantauan hasil terapi. Kecurigaan adanya diabetes melitus perlu dipikirkan jika terdapat keluhan klasik diabetes melitus seperti di bawah ini : 9
A. Keluhan klasik diabetes melitus : poliuria, polifagia, polidipsi, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.
Cara menegakkan diagnosis diabetes melitus tertera pada tabel di bawah ini yaitu:
Tabel 2. 2 Kriteria Diagnosis diabetes melitus 9
GejalaklasikDM+glukosaplasmasewaktu≥β00mg/dL(11,1mmol/L)
glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
Gejala klasik DM + kadar glukosa plasma puasa ≥ 1β6 mg/dL (7,0
mmol/L) puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
Kadar glukosa plasma β jam pada TTGO ≥ β00 mg/dL (11,1 mmol/L)
TTGO dilakukan dengan standard WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air
(sumber: PERKENI,2011)
Gambar 1 Langkah-langkah Diagnostik Diabetes Melitus dan Toleransi
Glukosa Terganggu9
2.4 Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2
Patogenesis diabetes melitus tipe 2 mempunyai karakteristik resistensi insulin. Resistensi insulin adalah penurunan respon sel target insulin terhadap insulin. Ada banyak penyebab resistensi insulin, diantaranya :
Bagan 1 Penyebab resistensi insulin13,15.
Berikut ini adalah penjelasan mekanisme terjadinya resistensi insulin: 1.Obesitas
Secara umum, penyebab obesity-induced insulin adalah peningkatan asam lemak bebas dan produksi yang berlebihan dari beberapa sitokin. Mekanismenya adalah : 13
A. Peningkatan asam lemak bebas
Adanya lipolisis dari pembesaran massa lemak pada obesitas menyebabkan asam lemak bebas yang bersirkulasi meningkat. Ada banyak mekanisme spesifik yang membuat peningkatan suplai asam lemak bebas ke jaringan otot dan menyebabkan resistensi insulin.
- Peningkatan asam lemak bebas - Adipokin - Inflamasi
- (PPAR γ)
Obesitas
Kelainan mitokondria
Hiperinsulinemia
Kemungkinan terbesarnya adalah adanya produksi yang berlebihan dari rantai panjang acylCoA yang selanjutnya akan dijelaskan di bagan berikut : 13
Bagan 2 Peningkatan Asam Lemak Bebas dan Kaitannya dengan Resitensi Insulin13
B. Adipokin
Adipokin adalah berbagai jenis protein yang disekresikan ke sirkulasi yang dihasilkan oleh jaringan adiposa.12 Berikut ini adalah berbagai jenis adipokin dan efeknya pada resistensi insulin. 14
Tabel 2.3 Berbagai Jenis Adipokin dan Efeknya pada Resistensi Insulin14
(Sumber: Ganong, 2010)
Adipokin (Bahan) Efek pada resistensi insulin
Leptin Menurunkan
TNF-α Meningkatkan
Adiponektin Menurunkan
Resistin meningkatkan
Peningkatan produksi dari rantai panjang acylCoA
Aktivasi protein kinase
Pada orang obesitas, kadar adinopektin menurun sehingga menyebabkan resistensi insulin. 12 Adinopektin meningkatkan aktivitas ceramidase dan menyebabkan penurunan aktivitas ceramide.15
C. Inflamasi
Jaringan adiposa juga mensekresi berbagai sitokin pro inflamasi seperti TNF , IL-6. Apabila kadar sitokin ini rendah, dapat meningkatkan sensitivitas insulin. Sitokin sitokin ini menyebabkan resistensi insulin dengan cara meningkatkan stres di tingkat sel, yang kemudian akan menyebakan kaskade proses signalling yang mempunyai efek antagonis terhadap kerja insulin di jaringan perifer. 12
D. Peroxisome proliferator-activated receptor (PPAR γ)
PPAR adalah reseptor nuklear dan faktor transkripsi yang diekspresikan di
jaringan lemak. Aktivasi PPAR menyebabkan sekresi adiponektin, yang
mempunyai efek anti hiperglikemia. Apabila terdapat mutasi gen PPAR, akan menyebabkan resistensi insulin. 12
2.Kelainan mitokondria dan resistensi insulin
Pada keadaan resistensi insulin, obesitas, dan diabetes melitus tipe 2 terjadi penurunan kapasitas oksidatif. Peningkatan suplai lemak ke otot dapat menyebabkan resitensi insulin akibat penurunan massa mitokondria, yang akhirnya menurunkan kapasitas oksidatif. 15
3.Hiperinsulinemia dan resistensi insulin
Reseptor insulin dan aktvitas protein kinase di otot menurun akibat hiperinsulinemia, bukan karena adanya suatu defek primer. Oleh karena itu, adanya defek post reseptor pada fosforilasi/defosforilasi yang digerulasi oleh insulin mempunyai peran besar pada resisitensi insulin. Sebagai contoh, adanya defek signalling PI-3-kinase bisa mengurangi translokasi GLUT 4 ke membran plasma.16
2.5 Patofisiologi
Patofisiologi diabetes melitus tipe 2 mempunyai karakteristik khas yaitu terganggunya sekresi insulin, resistensi insulin, peningkatan produksi glukosa hati
(hepatic glucose), dan metabolisme lemak yang abnormal . Berikut kelainan
metabolik yang terjadi pada diabetes melitus tipe 2 : 16 A. Gangguan sekresi insulin
Dalam keadaan normal, insulin disekresikan dalam bentuk biphasic. Sekresi fase 1 (acute insulin secretion response ) adalah sekresi insulin yang terjadi segera setelah ada rangsangan terhadap sel beta, mucul cepat dan waktu kerjanya cepat juga. Selanjutnya, segera setelah sekresi fase 1 berakhir, muncul sekresi fase 2 (sustained phase) .Sekresi insulin kembali meningkat secara perlahan dan bertahan dalam waktu relatif lebih lama. 28
Adanya decline dari sekresi insulin yang lebih lanjut menyebabkan peningkatan produksi glukosa hepatik dan terjadi peningkatan kadar gula darah puasa dan pada akhirnya terjadi kegagalan sel beta.16 Defek sel beta pada pasien diabetes melitus tipe 2 dapat ditandai oleh absennya fase pertama insulin dan respon peptida C terhadap glukosa intravena dan penurunan respon fase kedua.15
Ada beberapa alasan terjadinya decline pada kapasitas sekresi insulin di diabetes melitus tipe 2, yaitu adanya defek genetik yang diperparah dengan resistensi insulin, yang akhirnya menyebabkan kegagalan sel beta. Sel beta juga mensekresikan amilin dan membentuk deposit amiloid yang ditemukan pada individu yang telah menderita diabetes melitus tipe 2 sejak lama. Ada juga faktor metabolik yang memberikan efek negatif terhadap fungsi islet. Hiperglikemia kronik dan peningkatan asam lemak bebas akan menyebabkan gangguan fungsi islet .16
B. Peningkatan glukosa hepatik dan produksi lipid
Pada diabetes melitus tipe 2, resistensi insulin di hati menggambarkan kegagalan hiperinsulinemia untuk mensupresi glukoneogenesis, dan ini menyebabkan peningkatan kadar gula darah puasa dan penurunan penyimpanan glikogen oleh hati pada tahap post prandial. Peningkatan produksi glukosa hepatik terjadi pada awal diabetes,lebih tepatnya setelah dimulainya kelainan sekresi insulin dan resistensi insulin di otot. Terjadinya resisitensi insulin di jaringan adiposa, lipolisis dan aliran asam lemak bebas dari adiposit meningkat, menyebabkan peningkatan sintesis lipid (VLDL dan trigliserida) di hepatosit. Penumpukan lemak di hati ini bisa menyebabkan perlemakan hati non alkoholik, kelainan pada tes fungsi hati, dan dislipidemia pada diabetes melitus tipe2 ( peningkatan trigliserida, penurunan HDL ,dan peningkatan LDL).16
2.6 Manifestasi Klinis Diabetes Melitus
Berikut ini adalah penjelasan gambar sesuai dengan nomer pada gambar :18
1. Hiperglikemia, penanda utama diabetes melitus, terjadi akibat penurunan ambilan glukosa oleh sel-sel, dan diiringi juga dengan peningkatan pengeluaran glukosa dari hati.
2. Glukosuria terjadi ketika kadar glukosa darah yang meningkat melewati kapasitas sel-sel tubular untuk reabsoprsi.
3. Glukosa di urin mempunyai efek osmotik yang menarik air, dan membuat efek diuresis, sehingga terjadi poliuria.
4. Banyaknya cairan tubuh yang keluar menyebabkan dehidrasi.
5. Dehidrasi yang terjadi bisa menyebabkan kegagalan sirkulasi perifer yang bisa menyebabkan kegagalan sirkulasi perifer karena adanya penurunan volume darah.
6. Apabila kegagalan sirkulasi tidak segera dikoreksi, bisa menyebabkan kematian karena rendahnya aliran darah ke otak.
7. Kegagalan sirkulasi yang tidak dikoreksi juga bisa menyebabkan gangguan ginjal sekunder akibat filtrasi yang tidak adekuat.
8. Akibat dehidrasi, sel-sel kehilangan cairan akibat pergeseran osmotik air di dalam sel ke cairan ekstrasel .
9. Sel-sel otak sangat sensitif terhadap penyusutan akibat pergeseran osmotik air ke ekstrasel. Ini bisa menyebabkan terjadinya malfungsi dari sistem saraf.
10. Akibat dehidrasi, terjadilah kompensasi berupa polidipsia..
11.Akibat defisiensi glukosa intrasel, nafsu makan terstimulasi dan mengakibatkan polifagia.
13. Peningkatan asam lemak di darah digunakan oleh sel-sel sebagai sumber energi alternatif. Peningkatan penggunaan asam lemak oleh hati menghasilkan pelepasan besar-besaran badan keton ke dalam darah, dan menyebabkan ketosis.
14. Badan keton mengandung beberapa asam, contohnya asam asetoasetat, yang berasal dari pemecahan lemak yang tidak sempurna saat produksi energi hepatik. Ini menyebabkan ketosis menjadi asidosis metabolik. 15.Asidosis menekan kerja otak dan, dan apabila cukup parah, bisa
menyebabkan koma diabetikum dan kematian.
16. Kompensasi asidosis metabolik adalah peningkatan ventilasi.
17. Efek dari defisiensi insulin pada metabolisme protein menyebabkan peningkatan pemecahan protein dan menyebabkan wasting .
18. Dan, pada anak dengan diabetes, bisa meyebabkan gangguan pertumbuhan. Penurunan ambilan asam amino dan peningkatan degradasi protein menyebabkan tinginya asam amino di darah.
19. Asam amino yang bersirkulasi bisa digunakan untuk glukoneogenesis, yang memperparah hiperglikemia.
2.7 Penatalaksanaan
2.8 Terapi Diet
Terapi diet adalah bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total. Keberhasilannya melibatkan keterlibatan komprehensif dari seluruh anggota tim yaitu dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan keluarganya. Pada penderita diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal , jenis, dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin. 9
Tujuan diet diabetes melitus adalah tercapainya kontrol metabolik yang lebih baik dengan cara :6
1. menjaga kadar glukosa darah agar mendekati normal dengan menyeimbangkan asupan makanan dengan insulin, dengan obat penurun glukosa, dan aktivitas fisik.
2. mencapai dan mempertahankan kadar lipid serum normal.
3. memberi cukup energi untuk mempertahankan atau mencapai berat badan normal.
4. menghindari atau menangani pasien yang mengalami efek samping penggunaan insulin.
5. meningkatkan derajat kesehatan secara komprehensif melalui gizi yang optimal.
2.9 Komposisi makanan yang dianjurkan9
Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:
A. Karbohidrat
1.karbohidrat yang disarankan adalah 45 – 65 % total asupan energi. 2.tidak disarankan pembatasan karbohidrat total<130 g/hari.
3.karbohidrat yang berserat tinggi diutamakan. 4.diperbolehkan menggunakan gula dalam bumbu.
6.pemanis aternatif bisa digunakan asal tidak melebihi batas aman konsumsi harian (accepted daily intake).
7.untuk mendistribusikan karbohidrat , dianjurkan makan tiga kali sehari. Dapat juga diberikan selingan buah atau makanan lain .
B. Lemak
1.anjuran kebutuhan lemak adalah sebesar 20%-25% , dan tidak boleh melebihi 30% dari kebutuhan kalori.
2.anjuran kebutuhan lemak jenuh <7% dari kebutuhan kalori. 3. lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak
jenuh tunggal.
4.bahan makanan yang banyak mengandung lemak jenuh dan lemak trans seperti daging berlemak dan susu penuh (whole milk) perlu dibatasi. 5.anjuran konsumsi kolesterol < 200 mg/hari.
C. Protein
1.kebutuhannya adalah sebesar 10-20% total asupan energi.
2.seafood (ikan, udang, cumi, dll), daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan tempe adalah sumber protein yang baik.
3.pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/Kg BB/hari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik tinggi.
D. Natrium
1.asupan natrium yang dianjurkan untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 gram (1 sendok teh) garam dapur.
2.Pasien dengan hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg garam dapur.
E. Serat
1.sama seperti masyarakat umum penyandang diabetes disarankan mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat, dan bahan lain yang baik untuk kesehatan. 2.anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari.
F. Pemanis alternatif
1. pemanis terdiri dari pemanis berkalori dan pemanis tak berkalori. Contoh pemanis yang berkalori adalah gula alkohol dan fruktosa. 2.contoh gula alkohol adalah isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol
dan xylitol.
3.pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
4. fruktosa tidak dianjurkan pada penderita diabetes karena efek samping pada lemak darah.
5.aspartam, sakarin, acesulfame potassium, sukralose, dan neotame adalah pemanis tak berkalori yang masih dapat digunakan.
6. pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman
(Accepted Daily Intake / ADI).
2.10 Kebutuhan kalori9
1. Dengan rumus Brocca yang dimodifikasi :
Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm -100) x 1 kg.
Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm, rumus dimodifikasi menjadi :
Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm -100) x 1 kg.
Keterangan :
BB Normal : BB ideal ± 10 % Kurus : < BBI -10 % Gemuk : > BBI + 10 %
2. Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT). Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus:
IMT = BB(kg)/ TB(m2 )
Keterangan Klasifikasi IMT : - BB Kurang <18,5
-BB Normal 18,5-22,9 -BBLebih≥βγ,0
Dengan risiko 23,0-24,9 Obes I 25,0-29,9 Obes II > 30
Sumber: WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific Perspective:
Tabel 2.4 Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :9
(sumber : PERKENI,2011) No. Faktor-faktor yang
menentukan kebutuhan kalori
Keterangan
1. Jenis Kelamin -wanita : 25 kal/kgBB -pria: 30 kal/kgBB
2. Umur -40-59 tahun: kalori dikurangi 5%
-60-69tahun : kalori dikurangi 10% - >70 tahun : dikurangi 20%
3. Aktivitas Fisik/Pekerjaan -pada keadaan istirahat : Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal
-aktivitas ringan : penambahan sejumlah 20% -aktivitas sedang: penambahan sejumlah 30% -aktivitas sangat berat: penambahan sejumlah 50% 4. Berat Badan -bila kegemukan : kurangi 20-30%
-bila kurus :tambah 20-30%
2.11 Peranan Terapi Diet pada Penyakit Diabetes Melitus Tipe 2
1. Serat
Diet karbohidrat yang berhubungan dengan diabetes, yaitu serat, karbohidrat sederhana yang ada di minuman.19 Serat merupakan jenis karbohidrat yang dianjurkan pada diet diabetes.9 Beberapa tipe dari serat telah diketahui efeknya dalam pencegahan penyakit, contohnya pektin. Pektin mempunyai efek memperlambat laju absopsi dari karbohidrat sederhana dan mencegah tingginya kadar glukosa darah setelah makan. 20
2. Pemanis alternatif
Restriksi sukrosa disarankan karena mengandung total karbohidrat yang tinggi , dan juga mungkin mengandung lemak. Sukrosa terbentuk ketika glukosa dan fruktosa bergabung.21 Penggunaan fruktosa sebagai pemanis alternatif dapat meningkatkan karena efeknya terhadap kadar lipid serum . Mekanismenya adalah sebagai berikut.
Gambar 3 Perbedaan Metabolisme Glukosa dan Fruktosa
Fruktosa dan glukosa mempunyai jalur metabolisme yang sedikit berbeda. Langkah awal metabolisme fruktosa tidak membutuhkan insulin, inilah yang menjadi dasar pemikiran bahwa fruktosa adalah pemanis yang sesuai untuk pasien diabetes. Fruktosa secara spesifik dimetabolisme oleh fruktokinase (FK) dan aldolase B untuk membentuk didhydroxyacetone-3-phosphate dan
glyceraldehyde. Metabolit perantara ini bisa bergabung ke jalur glikolisis atau
bisa juga diubah menjadi gliserol-3-phospate. Fruktosa juga secara spesifik mengaktifkan enzim yang mengkatalisis sintesis asam lemak, sehingga mengaktifkan penggunakan acetyl coenzyme A (Ac CoA) untuk sintesis lipid (ditunjukan dengan panah tipis). Ketika fruktosa dikonsumsi bersama dengan makanan atau minuman yang mengandung glukosa, sekresi insulin akan terstimulasi dan mengaktifkan enzim phosphofructokinase (PFK), pyruvate kinase
(PK) dan pyruvate dehydrogenase (PDH) yang meningkatkan pemanfaatan
glukosa dan konversi menjadi asam lemak( ditunjukan oleh panah putus-putus) , dan meningkatkan sintesis trigliserida dan deposisi lemak. Pemanis berkalori rendah yang disetujui oleh FDA adalah erythritol, sorbitol, mannitol, xylitol,
isomalt, lactitol, dan hydrogenated starch hydrolysates) dan tagatose.
Pemanis ini mempunyai respon glikemik dan kalori yang lebih rendah. 21
3. Protein
4. Pengendalian kadar lipid serum
Pada penderita diabetes melitus tipe 2, terjadi kelainan metabolisme lemak . berikut adalah penjelasannya:
Gambar 4 Resistensi Insulin dan Dislipidemia
(Sumber : Kronenberg,HM ,2008)
Adanya supresi produksi lipoproteinlipase dan VLDL pada resistensi insulin, menyebabkan peningkatan aliran asam lemak bebas ke hati dan peningkatan produksi VLDL, yang menyebabkan peningkatan trigliserida di sirkulasi. Trigliserida yang bersirkulasi ini ditransfer ke LDL dan HDL, dan partikel VLDL meningkatkan kolesterol ester melalui kerja cholesterol ester
Hal ini menyebabkan peningkatan katabolisme partikel HDL oleh hati dan hilangnya apolipoprotein A, yang menyebabkan rendahnya konsentrasi HDL. Oleh karena itu, pasien diabetes tipe 2 sebaiknya menjaga kadar profil lipidnya untuk normal agar menghindari komplikasi dislipidemia dan penyakit jantung.
5. Pengendalian Kadar glukosa darah
Ada banyak faktor yang mempengaruhi patogenesis komplikasi jangka panjang diabetes, akan tetapi, hiperglikemia yang menetap merupakan mediator utamanya. Ada 3 mekanisme yang terlibat dalam patogenesis komplikasi diabetes melitus, yaitu pembentukan Advanced glycation end products (AGEs), aktivasi dari protein kinase intraseluler (PKC), dan hiperglikemia intraselular dan gangguan jalur poliol .12 Keadaan hiperglikemia ekstraselular dikompensasi oleh tubuh melalui mekanisme down-regulate trasnport glukosa ke dalam sel. Akan tetapi, beberapa sel, contohnya sel endotelial, tidak mempunyai mekanisme kompensasi ini, sehingga terjadi hiperglikemia intraselular.15 Berikut mekanisme terjadinya komplikasi diabetes melitus akibat hiperglikemia:
A. Mikroangiopati
B. Retinopati diabetik dan neuropati perifer
2.12 Kerangka Teori
Faktor risiko diabetes melitus tipe 2
Genetik Obesitas Aktivitas fisik rendah
Resistensi Insulin
Edukasi Terapi Diet Aktivitas Fisik
2.13. Kerangka Konsep
Keterangan :
Variabel yang diteliti :
Variabel yang tidak diteliti : 2.14. Definisi operasional
No
.
Variabel Definisi Alat
Ukur Kepatuhan Minum obat Edukasi Tingkat Aktivitas Fisik Pasien diabetes melitus
tipe 2
Kepatuhan terhadap terapi diet
2 Kepatuhan Diet
Kepatuhan diet
adalah sikap taat
dan patuh dalam
menjalankan
terapi diet sesuai
dengan
jenis,jumlah,jad
wal makan yang
dianjurkan.
Kuesioner Kues ioner
Tidak patuh (18-36) Patuh (37-72)
Ordinal
28
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kategorik dengan desain potong lintang (cross sectional).
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari-Mei 2013. Tempat penelitian adalah RSUD Kota Cilegon .
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien diabetes melitus tipe rawat jalan yang berada di Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon yang memenuhi kriteria inklusi pada penelitian ini.
3.3.2. Sampel Penelitian
Seluruh populasi yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
3.3.3. Cara Pengambilan Sampel
Cara pengambilan sampel yaitu dengan consecutive sampling, yaitu peneliti mengambil semua subjek yaitu pasien diabetes melitus tipe 2 yang berobat pada periode Januari-Mei 2013 yang memenuhi kriteria inklusi pada penelitian ini.24
3.3.4. Rumus Besar Sampel
Keterangan
N = jumlah sampel
Zα = deviat baku alfa (1,96) P = proporsi total
Q = 1-P d = presisi
Penghitungan besar sampel
3.4. Kriteria Inklusi dan Ekslusi
3.4.1. Kriteria Inklusi
1) Pasien diabetes melitus tipe 2 yang berobat jalan di Poli Penyakit Dalam RSUD Kota Cilegon periode Januari-Mei 2013 2) Pasien diabetes melitus tipe 2 yang bersedia menjadi responden 3) Pasien diabetes melitus tipe 2 dengan tingkat aktivitas fisik
ringan -sedang dan kepatuhan minum obat ringan-sedang. 3.4.2. Kriteria Ekslusi
1) Pasien diabetes melitus yang rawat jalan selain di Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon
3.5. Cara Kerja Penelitian
Penulisan proposal
Mengajukan permohonan izin penelitian dari rekam medis dan kuesioner ke RSUD Kota Cilegon
Pasien diabetes melitus tipe 2 di Poli Rawat Jalan Penyakit Dalam
Diseleksi berdasarkan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi (ada 32 sampel)
Pengisian Kuesioner untuk menilai kepatuhan diet
mengambil data gula darah puasa
Kepatuhan tinggi
Kepatuhan sedang
Kepatuhan rendah
Pengolahan dan analisis data
3.6. Managemen Data
3.6.1 Pengumpulan data
Data diambil dari kuesioner yang telah diisi oleh pasien diabetes melitus tipe 2 yang rawat jalan di Poli Penyakit Dalam RSUD Kota Cilegon periode Januari-Mei 2013.
3.6.2 Pengolahan data
Rencana pengolahan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan SPSS
3.6.3 Rencana analisis data
Untuk data dan latar belakang responden akan dianalisis secara deskriptif.
3.6.4 Rencana penyajian data
Hasil penelitian akan dilaporkan dalam bentuk teks, tabel, atau grafik. Data hasil penelitian akan juga akan dituangkan dalam bentuk tulisan yang akan disajikan dalam sidang ilmiah skripsi dihadapan penguji.
3.7 Instrumen Penelitian
3.7.1 Uji Reabilitas
Reabilitas instrumen merujuk pada konsistensi hasil perekaman data(pengukuran) jika instrumen itu digunakan oleh orang atau kelompok yang sama dalam waktu berlainan atau jika instrumen itu digunakan oleh orang atau kelompok yang berbeda dalam waktu yang sama atau dalam waktu yang berlainan.25
Uji reabilitas dilakukan dengan membandingkan antara nilai Cronbach’s alpha dan taraf keyakinan. Kuesioner kepatuhan diet pada penelitian ini dinyatakan reliable karena r alpha > r tabel dengan hasil 0.989 > 0.623
3.7.2 Uji Validitas
33
Hasil dan Pembahasan
4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia
Tabel 4. 1 Distribusi responden berdasarkan usia
Jumlah Persentase (%)
Berdasarkan tabel 4.1 terlihat bahwa frekuensi terbanyak terdapat pada rentang usia 45-64 tahuna (68,75%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sarah Wild,dkk tahun 2004 yang mengatakan bahwa pada negara berkembang, mayoritas penderita diabetes melitus tipe 2 berada pada kelompok usia 45-64 tahun.31
4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4. 2 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin
Jumlah Persentase (%)
Laki-Laki
Perempuan
15 17
46,9 53,1
Total 32 100
4.3 Distribusi Sampel Berdasarkan Kadar Gula Darah Puasa
Tabel 4. 3 Distribusi Sampel Berdasarkan Kadar Gula Darah Puasa
Jumlah Persentase
(%)
Normal
Tidak Normal
3 29
9,4 90,6
Total 32 100
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari total 32 sampel , 90,6 % nya memiliki kadar gula darah puasa yang tidak normal. Untuk pengendalian diabetes melitus tipe 2, PERKENI telah menetapkan bahwa salah satu penanda diabetes yang terkendali adalah kadar gula darah puasa. Target kadar gula darah puasa yang ditentukan untuk pengendalian adalah <100 mg/dl. 9
4.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Kadar Gula Darah Post Prandial
Jumlah Persentase
Normal
Tidak Normal
4 28
12,5% 87,5%
Total 32 100%
Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari total 32 sampel , 87,5 % nya memiliki kadar gula darah post prandial yang tidak normal. Untuk pengendalian diabetes melitus tipe 2, PERKENI telah menetapkan bahwa salah satu penanda diabetes yang terkendali adalah kadar gula darah post prandial. Target kadar gula darah puasa yang ditentukan untuk pengendalian adalah <140 mg/dl. 9
4.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Kepatuhan Terhadap Terapi Diet
Tabel 4. 4 Distribusi sampel berdasarkan kepatuhan terhadap terapi diet
Jumlah Persentase dibandingkan dengan laporan penelitian oleh Haryono, Eko pada tahun 2009, hasilnya berbeda yaitu kategori baik yaitu sebanyak 22 orang (62,9%), kepatuhan pasien dalam kategori sedang sebanyak 12 orang (34,3%), dan kepatuhan pasien dalam kategori kurang sebanyak 1 orang (2,9%).
4.5 Gambaran Proporsi Kadar Gula Darah Puasa Penderita Diabetes
Melitus Tipe 2 yang Mendapat Terapi Diet
Tabel 4.5 Proporsi Kadar Gula Darah Puasa Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 mempunyai kadar gula darah puasa tidak normal, terdapat 6 pasien dengan tingkat kepatuhan kurang dan 23 pasien dengan tingkat kepatuhan sedang. Sedangkan dari 3 pasien yang kadar gula darah puasanya normal , didapatkan hasil bahwa sebanyak 1 pasien dengan tingkat kepatuhan kurang dan 2 pasien dengan tingkat kepatuhan sedang.
4.5 Gambaran Proporsi Kadar Gula Darah Post Prandial Penderita Diabetes
Melitus Tipe 2 yang Mendapat Terapi Diet
4.3 Keterbatasan penelitian
1. Peneliti hanya menggunakan kuesioner untuk menilai kepatuhan diet, dan tidak menggunakan food record, yang sifatnya lebih objektif.
BAB 5
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian,dapat disimpulkan bahwa :
a) Pada penelitian ini diketahui bahwa dari total 32 data rekam medik pasien diabetes mellitus tipe 2, jumlah pasien dengan rentang usia 20-44 tahun sebanyak 6 orang (18,75%), rentang usia 45-64 tahun sebanyak 20 orang (68,7 5%), danrentangusia≥65tahun sebanyak 7 orang (37,5%).
b) Pada penelitian ini diketahui bahwa dari total 32 data rekam medik pasien diabetes melitus tipe 2, jumlah pasien dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 15 orang (46,9%), jumlah pasien dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 17 orang (53,1%).
c) Dari total 32 pasien, sebanyak 29 pasien (90,6%) yang kadar gula darah puasanya tidak normal.
d) Pada penelitian ini diketahui bahwa dari total 32 data rekam medik pasien diabetes mellitus tipe 2, jumlah pasien yang kepatuhan dietnya kurang sebanyak 7 orang (21,9%), jumlah pasien yang kepatuhan dietnya sedang sebanyak 25 orang (78,1%), dan tidak ada pasien yang tingkat kepatuhannya tinggi.
e) Proporsi data pada penelitian ini, diketahui bahwa dari 29 pasien yang mempunyai kadar gula darah puasa tidak normal, terdapat 6 pasien dengan tingkat kepatuhan kurang dan 23 pasien dengan tingkat kepatuhan sedang. Sedangkan dari 3 pasien yang kadar gula darah puasanya normal , didapatkan hasil bahwa sebanyak 1 pasien dengan tingkat kepatuhan kurang dan 2 pasien dengan tingkat kepatuhan sedang.
didapatkan hasil bahwa sebanyak 1 pasien dengan tingkat kepatuhan kurang dan 2 pasien dengan tingkat kepatuhan sedang.
g) Proporsi data pada penelitian ini, diketahui bahwa dari 28 pasien yang mempunyai kadar gula darah post prandial tidak normal, terdapat 6 pasien dengan tingkat kepatuhan kurang dan 22 pasien dengan tingkat kepatuhan sedang. Sedangkan dari 4 pasien yang kadar gula darah puasanya normal, didapatkan hasil bahwa sebanyak 1 pasien dengan tingkat kepatuhan kurang dan 3 pasien dengan tingkat kepatuhan sedang.
5.2 Saran
a) Masyarakat Umum
Untuk pencegahan dan pengendalian diabetes melitus tipe 2, disarankan kepada masyarakat agar senantiasa menjalani pola hidup yang sehat, terutama diet yang baik. Sedangkan untuk pasien, perhatikanlah terapi yang dianjurkan dan laksanakan dengan baik.
Untuk pencegahan terjadinya komplikasi, disarankan kepada pasien diabetes melitus tipe 2 untuk selalu menjaga kontrol gula darah dalam kadar baik dan juga harus rutin melakukan pemeriksaan gula darah di rumah sakit, sehingga apabila mulai ditemukan kadar gula darah yang tinggi dapat dilakukan pengobatan yang sesuai untuk mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut.
b) Rumah Sakit
c) Peneliti
1. Suyono S. Diabetes Melitus di Indonesia. Dalam: Sudoyo, Aru W,et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V.Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam;2007. Hal 1874-1876
2. Dinas Kesehatan Kota Cilegon. Profil Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon Tahun Anggaran 2010- 2011. Cilegon. 2011
3. Mihardja, Laurentia. Faktor yang Berhubungan dengan Pengendalian Gula Darah pada Pasien Diabetes Melitus di Perkotaan Indonesia. Indonesia Digital Journals.2009:Hal 418
4. Fitriyani. Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 Di Puskesmas kecamatan Citangkil Dan Puskesmas Kecamatan Pulo Merak Kota Cilegon. Universitas Indonesia.2012. Hal 3.
5. Dahlan,Sopiyudin.Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 4.Jakarta:Salemba Medika;2009.Halaman 121-8.
6. Almatsier,S. Penuntun Diet. Jakarta:Penerbit Gramedia Pustaka Utama;2006.Hal 137-138
7. Rusmina,D. Hubungan Kepatuhan dalam Menjalankan Diet dengan Gula Darah Terkontrol pada Pasien Diabetes Melitus di Poliklinik Penyakit Dalam RSAL dr.Mintohardjo Jakarta Pusat.Jakarta.2010. Hal 91
8. Ernaeni.Hubungan Kepatuhan Diit dengan Pengendalian Kadar Gula Darah( Studi pada penderita Diabetes Melitus Usia Lanjut di Puskesmas Padangsari Banyumanik kecamatan banyumanik Semarang.Semarang.2005. Diunduh dari eprints.undip.ac.id/10088/1/2741B.pdf.
9. PERKENI.Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta:PERKENI;2011. Hal 3-4, 6-7, 10,14-18.
10.Price, Sylvia Andrean. Patofisiologi:Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Edisi 6.Volume 2.Jakarta: EGC; 2005:Hal 1261
11.A.C Guyton and J.E. Hall.Textbook of Medical Physiology.12th Edition.Elsevier Saunders;2011. Chapter 27
14.Ganong, W.F.. ReviewofMedicalPhysiology,Ganong’s.23rd edition. New York: The McGraw-Hill Companies Inc; 2010. Chapter 21
15.Kronenberg,HM,et al. Williams Texbook of Endocrinology.11th edition.Saunders Elsevier;2008. Chapter 30
16.Fauci,et al. Harrison’sPrinciplesofInternalMedicine.18th edition. The McGraw-Hill Companies Inc; 2012. Chapter 344
17.C.Ronald Kahn, Gordon C Weir. Joslin’sDiabetesMellitus. 14th edition. Lippinskot Williams and Wilkins; 2004.
18.Sherwood,Lauralee. Human Physiology: From Cells to Systems. 7th edition. Canada: Yolanda Cassio;2010. Hal 718-724
19.Salvado JS, Gonzales MA, Bullo M, Ros E. The Role of Diet in The Prevention of Type 2 Diabetes.Nutrition, Metabolism& Cardiovascular Disease Journal. 2011.Hal B32-B48.
20.Smith,Colleen, et al. Marks Basic Medical Biochemistry: A Clinical Approach. 2nd edition. Hal 503
21.Mahan,LK,et al. Krause’sFoodandNutritionTherapy.12nd edition.Canada: Saunders Elsevier; .2008. Hal 775-779
22.Keenoy-y-Maunuel, B; Gallardo,LP. Metabolic Impact of the Amount and Type of Dietary Carbohydrates on the Risk of Obesity and Diabetes. The Open Nutrition Journal.2012. Hal 6, 21-34
23.Uribarri J, Tuttle,KR. Advanced Glycation End Products and Nephrotoxicity of High-Protein Diets. Clin J Am Soc Nephrol1. 2006. Hal 1293–1299
26.Sunyoto D, Setiawan A. Buku Ajar Statistik Kesehatan.Yogyakarta: Nuha medika; 2013. Hal 55, 78.
27.Gustaviani, Reno. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam Sudoyo, Aru W,et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V.Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. 2007; Ha1879-1881
28.Manaf,A. Insulin : mekanisme sekresi dan aspek metabolisme. Dalam Sudoyo, Aru W,et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V.Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam;2007. Hal 1890.
29.Senuk A, Supit W, Onibala F. Hubungan Pengetahuan dan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Menjalani Diet Diabetes Melitus di Poliklinik RSUD Kota Tidore Kepulauan Provinsi Maluku Utara. ejournal keperawatan (e-Kp) Volume 1. Nomor 1. Agustus 2013. Hal 3-4
30.Rochmah W. Diabetes Melitus pada usia Lanjut. Dalam Sudoyo, Aru W,et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V.Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam;2007. Hal 1937
Frequencies
RECODE Umur (20 thru 44=1) (45 thru 64=2) (65 thru Highest=3) INTO umur1. VARIABLE LABELS umur1 'Klasifikasi umur'.
EXECUTE.
FREQUENCIES VARIABLES=umur1 Sex kat_gdp Kepatuhan /BARCHART PERCENT
/ORDER=ANALYSIS.
Frequencies
Notes
Output Created 16-Sep-2013 20:53:09
Comments
Input Data F:\RISET AMALIAH HARUMI
2\Gambaran Kepatuhan terhadap terapi diet\DATA AMY
GAMBARAN KEPATUHAN.sav Active Dataset DataSet1
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none> N of Rows in Working
Cases Used Statistics are based on all cases with valid data.
Syntax FREQUENCIES
VARIABLES=umur1 Sex kat_gdp Kepatuhan
/BARCHART PERCENT /ORDER=ANALYSIS.
Resources Processor Time 00:00:02.028
Elapsed Time 00:00:02.280
[DataSet1] F:\RISET AMALIAH HARUMI 2\Gambaran Kepatuhan terhadap terapi diet\DA TA AMY GAMBARAN KEPATUHAN.sav
Statistics
Klasifikasi
umur Sex kat_gdp Kepatuhan
N Valid 32 32 32 32
Missing 0 0 0 0
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 20-44 Tahun 6 18.8 18.8 18.8
45-64 tahun 22 68.8 68.8 87.5
lebih dari 65 4 12.5 12.5 100.0
Total 32 100.0 100.0
Sex
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Laki-Laki 15 46.9 46.9 46.9
Perempuan 17 53.1 53.1 100.0
Total 32 100.0 100.0
kat_gdp
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Kepatuhan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Ringan 7 21.9 21.9 21.9
Sedang 25 78.1 78.1 100.0
Total 32 100.0 100.0
[DataSet1] F:\RISET AMALIAH HARUMI 2\calon data amy.sav
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kepatuhan * kat_gdp 32 100.0% 0 .0% 32 100.0%
Kepatuhan * kat_gdp Crosstabulation
Count
kat_gdp
Total Normal Tidak Normal
Kepatuhan Ringan 1 6 7
Sedang 2 23 25
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
PERSONAL DATA
Nama : Amaliah Harumi Karim
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat,Tanggal Lahir : Toyama, Jepang, 30 Maret 1992
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Alamat : Jl Tole Iskandar Kompleks Griya Depok Asri blok e1/03
Nomor Telepon/HP : 087809910550
Email : amaliah.harumi@hotmail.com
RIWAYAT PENDIDIKAN
1997 – 1998 : TK Islam Al-Azhar 2 Pasar Minggu 1998 – 2004 : SD Islam Al-Azhar 2 Pasar Minggu 2004 – 2007 : SMP Islam Al-Azhar 2 Pejaten 2007 – 2010 : SMA Islam Al-Azhar 2 Pejaten 2010 – Sekarang : Program Studi Pendidikan Dokter,