MOTIF KETERLIBATAN AL-QAEDA IN THE ISLAMIC
MAGHREB (AQIM) DALAM KONFLIK MALI 2012-2013
Skripsi
Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh
ISTIQAMAH
NIM 1110113000011
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
v ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang motif keterlibatan Al-Qaeda in the Islamic Maghreb (AQIM) dalam konflik Mali 2012-2013. Penelitian ini didasarkan pada kerangka pemikiran konstruktivisme dengan konsep ide dan identitas yang digunakan. Pencarian data dilakukan dengan studi pustaka dan wawancara. Hasil penelitian skripsi melihat terdapat dua motif yang melatarbelakangi AQIM untuk terlibat dalam konflik Mali yakni mendirikan negara Islam dan menerapkan hukum Syariah disana serta membangun tempat persembunyian (sanctuary).
Motif-motif AQIM terbentuk dari ide dan identitas. Motif pertamanya untuk mendirikan negara Islam dan menerapkan hukum syariah dilihat tujuan utama dan ideologi AQIM. Tujuan utama dan ideologi AQIM sendiri banyak terpengaruh dengan tujuan utama Al-Qaeda yakni ingin mendirikan kekhilafahan dan menerapkan hukum yang hanya berdasar pada Al-Qur‟an dan Sunnah. AQIM melihat adanya peluang untuk menerapkan tujuan utamanya di daerah Utara Mali. Motif kedua yakni membangun sanctuary dilihat dari proses sejarah dan interaksi yang insentif. AQIM yang telah lama menjalin hubungan dengan penduduk Utara Mali diterima dengan baik awalnya disana sehingga AQIM memutuskan untuk membangun tempat persembunyian disana.
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil‟alamin, segala puji dan syukur terhadap Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat dan pertolongan sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang dipenuhi
untuk mendapatkan gelar Sarjana Sosial Program Studi Hubungan Internasional
pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Penulisan skripsi ini telah menjadi suatu target dan tantangan bagi penulis
beberapa bulan ini. Penulis menantang diri sendiri untuk keluar dari zona aman
dengan mengeksplorasi isu terorisme di kawasan Afrika juga menganalisa
menggunakan teori konstruktivis. Walau terasa berat pada masa-masa awal
pengerjaan, penulis merasa lega setelah akhirnya berhasil melewati berbagai
hambatan-hambatan tersebut. Itu semua tidak lepas dari bantuan serta doa-doa
dari orang-orang yang telah mendukung penulis. Oleh karena itu, penulis
menyampaikan terima kasih secara khusus kepada pihak-pihak berikut ini:
1. Penulis mempersembahkan skripsi ini kepada kedua orang tua penulis
yang senantiasa mendoakan, memberi dukungan dan tanpa lelah
mengingatkan penulis untuk berusaha menyelesaikan skripsi. Terima kasih
sebesar-besarnya kepada ayah terhebat, Harry Purnomo dan mama yang
selalu sabar, Rusminah, S.Pd SD. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada kedua adik tersayang, Atrasina Azyyati dan Fadiah Roihanah atas
vii
2. Tante penulis, Riniwati yang telah menjadi orang tua kedua penulis.
Terima kasih atas doa, dukungan, nasehat dan motivasi kepada penulis
agar tetap bermimpi menjadi yang terbaik.
3. Debbie Affianty, M.Si sebagai Ketua Jurusan Hubungan Internasional dan
Agus Nilmada Azmi, M.Si sebagai Sekretaris Jurusan Hubungan
Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Ahmad Alfajri, MA sebagai Dosen Pembimbing Skripsi. Terima kasih atas
arahan, saran, dukungan moral, sharing ilmu dan bantuan data-data yang
telah bapak berikan sehingga membantu terciptanya skripsi ini.
5. Eva Mushoffa yang telah menginspirasi penulis untuk menulis skripsi ini.
Terima kasih atas ilmu-ilmunya selama di kelas dan telah memberikan
saran yang sangat membantu penulis lebih percaya diri dengan skripsi ini.
6. Drs. Armein Daulay,M.Si yang telah meluangkan waktu untuk mengecek
penulisan skripsi dari masa pra DPS hingga draft akhir.
7. Pak Adian Firnas, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah
membantu penulis dalam hal perkuliahan. Terima kasih pula kepada para
dosen prodi HI atas ilmu dan pengalaman berharga yang telah diberikan
selama masa perkuliahan serta seluruh staf FISIP UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
8. Alex Thurston. Terima kasih telah bersedia menjadi narasumber
wawancara bagi penulis. Bantuan data-data dan jawaban anda memberikan
viii
9. Miss Guzel Sener yang berbaik hati memeriksa grammar untuk daftar
pertanyaan wawancara.
10.Teman dekat penulis, Detty Oktavina, Elhumairoh Wijaya dan Peni Intan
yang selalu bermimpi bersama dan berada di sisi penulis dalam kala
senang, susah, dan depresi. Terima kasih atas doa, dukungan, saran,
motivasi dan ilmunya. Terima kasih juga kepada Siti Maunah, Tisa
Lestari, Rosa Permata, Annisa Zakiah dan Mahyar Diani. Sukses selalu
untuk kalian! Special thanks untuk Anggi Febrianto. Berkat saran-saran,
data-data dan idenya lah penulis berhasil menyelesaikan skripsi ini dengan
teori konstruktivis. Yeah! Akhirnya aku bisa!
11. Terima kasih tak lupa juga penulis ucapkan kepada teman seperjuangan
dan sebimbingan „Partners in Crime‟ yakni Dwi Meli, Retno Ajiyastuti
dan Sabrina Rizkita. Suka duka kita lalui bersama saat masa-masa
bimbingan.
12.Terima kasih pula untuk masa-masa kuliah yang menyenangkan bersama
teman-teman HI A angkatan 2010 yang tidak bisa penulis sebutkan satu
per satu.
13.Semua pihak yang juga tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang
telah membantu penyelesaian skripsi ini dan turut berdoa untuk
keberhasilan penulis.
14.Last but not least, My Hero„KAZUO‟. Tanpa kamu, skripsi ini tidak akan
ada. Terima kasih untuk selalu ada setiap saat bersama penulis dan telah
ix
Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan
diharapkan mampu menambahkan keilmuan HI. Menyadari keterbatasan ilmu dan
pengalaman yang penulis miliki maka skripsi ini masih memiliki banyak
kekurangan. Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hati, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar skripsi ini menjadi lebih
baik. Terima kasih.
Jakarta, 5 Januari 2015
x DAFTAR ISI
JUDUL ... i
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ...x
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR DIAGRAM ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR SINGKATAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Pernyataan Masalah... 1
B. Pertanyaan Penelitain ... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6
D. Tinjauan Pustaka ... 7
E. Kerangka Pemikiran ... 11
1. Ide ... 12
2. Identitas ... 13
3. Tanggung Jawab Negara (State Responsibility) ... 14
F. Metode Penelitian ... 15
G. Sistematika Penulisan ... 16
BAB II KONFLIK MALI 2012-2013 A. Sejarah Awal Konflik Mali ... 18
1. Konflik Pertama (1963-1964) ... 20
2. Konflik Kedua (1990-1996... 21
xi
B. Konflik Mali 2012-2013... 25
C. Tindakan yang dilakukan oleh Pihak Internasional dalam Mengatasi Konflik Mali ... 31
1. Sejarah Terbentuknya AQIM ... 37
a. Kepemimpinan, Ideologi dan Tujuan AQIM ... 42
b. Kepemimpinan AQIM ... 42
c. Ideologi dan Tujuan AQIM ... 44
2. Sumber Pendapatan dan Daerah Operasi AQIM ... 45
a. Sumber Pendapatan AQIM ... 45
b. Daerah Operasi AQIM ... 47
B. Keterlibatan AQIM dalam Konflik Mali 2012-2013 ... 47
C. Tanggung Jawab Negara (State Responsibility) Mali ... 55
BAB IV. MOTIF KETERLIBATAN AQIM DALAM KONFLIK MALI 2012-2013 A. Mendirikan Negara Islam dan Menerapkan Hukum Syariah di Utara Mali ... 60
B. Membangun Tempat Persembunyian (Sanctuary) di Utara Mali... 68
1. Membangun Gudang Persenjataan dan Pusat Pelatihan Pasukan ... 70
2. Memudahkan Akses Perdagangan Gelap ... 72
BAB V KESIMPULAN ... 76
DAFTAR PUSTAKA ... xvii
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 : Kronologis Peristiwa Penting dan Evolusi AQIM...…………...40
xiii
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 2.1 : Kronologis Sejarah Awal Konflik Mali...………….17
Diagram 2.2 : Sebab Musabab Konflik antara Pemerintah Mali dan Tuareg dan
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 : Peta Penguasaan Konflik Utara Mali………...4
xv
DAFTAR SINGKATAN
ADC May 23 Democratic Alliance for Change
AFISMA African-led International Support Mission in Mali
AQIM Al-Qaeda in The Islamic Maghreb
CNDRE National Committe for the Restoration of Democracy and
Rule of Law
COREN Collectif des ressortissants du nord Mali- Collective of
Nationals from the North Mali
ECOWAS Economic Community of West African States
FIAA Front Islamique de l‟Azawad
FIS Front Islamique du Salut
FLNA Front Liberation National Azawad
GIA Groupe Islamique Arme
GSPC Groupe Salafiste Pour La Predikasi et le Combat
MCMD Mission de Cooperation Militaire et de Defense
MINUSMA United Nations Multidimensional Integrated Stabilization
Mission in Mali
MNLA Mouvement National pour la Libération de l'Azaouad
MPA Mouvement Populaire de l‟Azawad
MUJAO Mouvement pour le Tawhîd et du Jihad en Afrique de
l'Ouest
SSI Delegation du Service de la Securite Interieure
TANMC Tuareg Alliance of Northern Mali for Change
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Transkrip Wawancara dengan Alexander Thurston
Lampiran 2 : Dokumen Rencana AQIM untuk Utara Mali
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Hubungan Internasional telah mengalami banyak perkembangan. Selain
isunya yang semakin beragam, aktor-aktor yang terlibat di dalamnya juga
mengalami proses transformasi. Jika pada awalnya, Hubungan Internasional
hanya terfokus pada isu peperangan dan perdamaian dengan aktor negara.
Sekarang, Hubungan Internasional juga membahas tema-tema seperti ekonomi
internasional, lingkungan hidup, penegakan Hak Asasi Manusia, peran media
massa, perdagangan narkoba dan manusia serta terorisme dengan aktor yang tidak
terpusat dengan negara lagi.
Salah satu isu Hubungan Internasional yang saat ini sedang populer adalah
terorisme. Di antara kelompok teroris yang banyak mendapatkan sorotan, adalah
Al-Qaeda. Kelompok tersebut adalah jaringan teroris yang terkenal sejak
peristiwa 11 September 2001, yang saat ini mengalami perkembangan yang
sangat signifikan. Al-Qaeda sendiri didirikan oleh Osama bin Laden pada tahun
1988 dengan tujuan yang menurut perspektif Barat untuk membebaskan kaum
muslim dari pemerintah “murtad‟ dan menggantikannya dengan negara Islam
berbentuk Khilafah1. Al-Qaeda telah tumbuh menjadi gerakan multinasional
1Katherine Zimmerman, “Al
2
dengan daerah operasi sekurang-kurangnya 16 negara2. Ia berafiliasi langsung
dengan Al-Qaeda in the Arabian Penisula (AQAP), Al-Qaeda in Iraq yang
berganti nama menjadi Islamic State of Iraq and al-Sham (ISIS) pada September
2012, Al-Qaeda in the Islamic Maghreb, Al Shabaab, Jabhat al Nusra dan the
Islamic Emirate of the Caucasus3.
Salah satu kelompok afiliasi Al-Qaeda yang ada di benua Afrika adalah
Al-Qaeda in the Islamic Maghreb (AQIM). Kelompok inilah yang akan menjadi
objek penelitian dalam skripsi ini. AQIM memulai afiliasinya dengan Al-Qaeda
pada 11 September 2006. Kelompok ini sebelumnya bernama Groupe Salafiste
Pour La Predikasi et le Combat (GSPC). Beberapa anggotanya telah menerima
pendidikan dan pelatihan militer di Afghanistan. Mereka bertahan hidup dengan
melakukan kegiatan perdagangan narkoba, penyeludupan dan peculikan untuk
tebusan di kawasan Sahel-Sahara Afrika (Mali, Mauritania, Niger, Chad dan
Aljazair). Salah satu negara di kawasan Sahel-Sahara Afrika yang menjadi pusat
operasi AQIM adalah Mali. Dalam menjalankan kegiatannya di Mali, AQIM
berkoordinasi dengan dua kelompok ektremis Islam di Mali yakni Ansar Al Din
dan MUJAO.
Mali yang merdeka dari Perancis pada tahun 1960 merupakan negara
terbesar di kawasan Afrika Barat. Ia berbatasan dengan tujuh negara lainnya
seperti Aljazair di Utara dan Timur laut, Niger di Timur, Burkina Faso di
Tenggara dan Pantai Gading di Selatan. Di Barat Mali terdapat negara Senegal
2TY Mccormick, “ Al Qaeda Core : A Short History” [artikel on
-line] (Foreign Policy, 17 Maret
2014); tersedia di
http://www.foreignpolicy.com/articles/2014/03/17/al_qaeda_core_a_short_history , diakses pada 25 Agustus 2014
3Katherine Zimmerman, “Al
3
dan Mauritania. Dalam aspek ekonomi, Mali termasuk dalam jajaran 25 negara
termiskin di dunia4. Negara tersebut sangat bergantung pada pertambangan emas
dan ekspor pertanian seperti kapas. Dalam aspek politik, Mali menjadi negara
model demokrasi di benua Afrika sejak tahun 19925 sampai terjadinya konflik.
Mali merupakan negara yang rawan konflik. Paling tidak, telah terjadi
empat kali konflik internal dalam skala besar6. Konflik Mali keempat adalah
periode yang menjadi sorotan penelitian ini. Konflik keempat ini bermula dari
peristiwa penyerangan kota Menaka, Aguelhok dan Tessalit di wilayah Utara Mali
oleh pejuang dari MNLA (National Movement for the Liberation of Azawad)7
pada tanggal 17 Januari 2012. MNLA berkeinginan mendirikan negara merdeka
“Azawad”, yang terdiri dari kota-kota di wilayah Utara Mali yakni Gao, Kidal dan
Timbuktu8.
Selain adanya pemberontakan tersebut, konflik internal Mali diperparah
oleh adanya kudeta militer yang dilakukan oleh tentara Mali pada tanggal 22
Maret 2012. Kudeta tersebut dilatarbelakangi oleh kegagalan pemerintah
mengatasi serangan yang dilakukan oleh aliansi pemberontak MNLA. Pada
tanggal 6 April 2012, MNLA menyatakan kemerdekaan untuk wilayah yang
4
Berdasarkan data CIA World Factbook yang di perbaharui terakhir pada 11 Februari 2013 5
Transisi demokrasi negara Mali dianggap sebagai kisah sukses di Afrika karena Mali berhasil mengadakan pemilu multipartai pertama pada tahun 1992. Sejak saat itu, Mali secara rutin menyelenggarakan pemilihan presiden, badan legislatif dan daerah.
6
Konflik pertama terjadi pada tahun 1963-1964, konflik kedua pada tahun 1990-1996, konflik ketiga pada tahun 2006-2009 dan konflik terbaru terjadi pada tahun 2012
7
MNLA adalah salah satu kelompok pemberontak yang didirikan oleh kaum Tuareg untuk memperjuangkan hak kemerdekaan
8
4
dikuasainya yakni wilayah Utara Mali dan menyerukan masyarakat internasional
untuk menerima mereka sebagai entitas yang berdaulat9
Gambar 1.1 Peta Penguasaan Konflik Utara Mali
gambar ini diperoleh dari
http://global-security-news.com/2013/05/03/mali-needs-economic-development-to-flow-alongside-the-12600-un-peacekeeping-force/
Sementara itu, tanggal 14 Juli 2012, Ketua Komisi Uni Afrika Jean Ping
mengatakan kepada pemimpin negara-negara di Afrika bahwa konflik Mali
merupakan masalah penting dan serius yang dihadapi oleh Afrika dalam
pertemuannya di Ethiopia10. Konflik ini telah mengakibatkan ratusan orang
kehilangan tempat tinggal. Banyak penduduk yang menetap di wilayah Utara Mali
melarikan diri. Mereka harus meninggalkan Mali dikarenakan kurangnya akses
terhadap makanan, adanya pasukan bersenjata di wilayah mereka, penerapan
hukum Syariah dan kekhawatiran akan ada peningkatan konfrontasi kekerasan11.
9 “Mali Tuareg rebels declare independence in the North”,
BBC News Africa,6 April 2012, http://www.bbc.co.uk/news/world-africa-17635437
10
Angelia Sanders & Maya Moseley “A Political, Security and Humanitarian Crisis : Northern
Mali” (Civil Military Fusion Centre , Juli 2012), hal.7 11
5
Penyelesaian konflik Mali selama berbulan-bulan tidak mengalami
perkembangan yang berarti hingga akhirnya Perancis melakukan intervensi pada
tanggal 11 Januari 201312. Dengan dukungan brigade lintas udara Perancis,
selama tiga hari berturut-turut pasukan Mali dapat merebut kembali kota Gao,
Timbuktu dan Kidal dari tentara aliansi MNLA.
Dalam konteks politik yang kacau inilah, AQIM kemudian melibatkan diri
dalam konflik tersebut. AQIM tampaknya melakukan hal yang sama dengan
Al-Qaeda saat jaringan ini memberikan dukungan terhadap Taliban dalam konflik
internal yang terjadi di Afghanistan. AQIM yang selama ini bergerak secara
rahasia pun akhirnya menunjukkan eksistensi dirinya secara gamblang dengan
melibatkan diri dalam konflik Mali pada tahun 2012-2013.
Keterlibatannya dengan ikut merancang strategi, menyediakan pasokan
senjata serta membantu pasukan MNLA telah mengubah peta konflik Mali
sehingga pihak internasional merasa perlunya intervensi. Sudah tentu hal tersebut
menimbulkan tanda tanya.
Secara sederhana, jika AQIM melibatkan diri dalam konflik internal Mali
dengan mendukung kelompok tertentu, maka secara otomatis dia mendeklarasikan
perang dengan kelompok yang bersebrangan. AQIM akan memiliki musuh-musuh
baru dan apabila musuh tersebut menang, maka eksistensi AQIM di Mali akan
terancam. Selanjutnya, dengan melibatkan diri secara langsung dalam konflik
Mali, maka situasi ini akan mempermudah dunia internasional untuk
melumpuhkan AQIM.
12 “France Launches Airstrikes in Mali to Support Government”,
6
AQIM selama ini dikenal sebagai jaringan yang sulit dilumpuhkan karena
sulit untuk diidentifikasi dan ditemukan poros-poros utamanya. Dengan secara
terang-terangan melibatkan diri dalam konflik Mali maka AQIM secara tidak
langsung menunjukkan basis dan para personil mereka. Oleh karena itu, penulis
tertarik untuk mengetahui apa motif yang membuat AQIM melibatkan diri dalam
konflik Mali.
B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka pertanyaan penelitian pada skripsi ini
adalah Apa motif yang membuat Al-Qaeda in the Islamic Maghreb (AQIM)
melibatkan diri dalam konflik Mali tahun 2012 – 2013 ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian adalah :
1. Untuk mengetahui dan menganalisa motif keterlibatan Al-Qaeda in
the Islamic Maghreb (AQIM) dalam konflik Mali tahun 2012-2013.
2. Untuk mengetahui keterlibatan Al-Qaeda in the Islamic Maghreb
(AQIM) dalam konflik Mali tahun 2012-2013.
3. Untuk mengetahui signifikansi teori konstruktivisme dalam
menjelaskan fenomena keterlibatan Al-Qaeda in the Islamic Maghreb
7
Penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut :
1. Secara akademis, penelitian ini memberi sumbangan teoritis terhadap
ilmu-ilmu sosial, khususnya ilmu hubungan internasional, studi kajian
Afrika dan kajian strategis serta pemecahan masalah sosial
kemasyarakatan. Selain itu, penelitian ini juga dapat dijadikan acuan
bagi penelitian-penelitian sejenis untuk tahap selanjutnya.
2. Manfaat dari penelitian ini juga adalah sebagai pembuktian dari
adanya keterlibatan suatu organisasi terorisme transnasional yang
berafiliasi dengan Al-Qaeda yakni Al-Qaeda in the Islamic Maghreb
dalam konflik yang terjadi di Mali.
3. Secara praktis, penelitian ini memberi manfaat praktis bagi akademisi
untuk memahami fenomena berkembangnya organisasi terorisme
transnasional Al- Qaeda di kawasan Afrika, khususnya di Mali dan
dapat menambah wawasan tentang studi keamanan bagi masyarakat
pengamat berita internasional.
D. Tinjauan Pustaka
Penelitian sejenis dilakukan oleh Mohamed Al Moustapha Toure Major,
seorang tentara Mali dalam tesisnya yang berjudul What is the Extent of Al-Qaeda
in the Islamic Maghreb and Where does it derive its Strenght in the
Sahelian-Saharan Region : A Case Study of Northern Mali13. Tujuan penulisan tesis ini
13
8
adalah untuk membandingkan studi kasus dari FARC dan AQIM serta
menganalisis mereka melalui kerangka analisis yang digunakan pada tahun 2007.
Analisis ini akan membandingkan evolusi dari dua kelompok yang berbeda di
Kolombia dan Mali.
Mohamed Al Moustapha Toure Major menggunakan metode kualitatif
yakni comparative case studies dengan mengevaluasi fenomena AQIM di
kawasan Sahel-Sahara Afrika dan membandingkannya dengan FARC di wilayah
Kolombia Tengah dan Selatan. Perbandingan FARC dan AQIM akan menyoroti
kesamaan antara kedua kelompok walaupun mereka dipengaruhi oleh dua
ideologi yang berbeda ; FARC-Marxis Maois dan AQIM-Jihad Salafi.
Penelitian lainnya dilakukan oleh P. Munkittrick dalam tesisnya yang
berjudul The Art of Affiliation : Al-Qaeda in the Islamic Maghreb and the Politics
of Terrorist Alliances14. Pertanyaan penelitian dari tesis ini adalah, Apakah ada
hubungan antara kelompok individu dalam jaringan Al-Qaeda yang menyerupai
bentuk aliansi tradisional dan apa implikasinya bagi perilaku kelompok ? Apakah
organisasi teroris tersebut memiliki kendala dan manfaat yang sama dengan
aliansi formal negara-negara ?
Tesis ini menggunakan teori neorealisme dan konsep terorisme tradisional
serta kerangka analisis untuk aliansi antara organisasi teroris. Kerangka kerja
kemudian diuji pada studi kasus Al-Qaeda in the Islamic Maghreb (AQIM),
sebuah cabang Al-Qaeda yang saat ini masih aktif di Afrika Utara.
Case Study of Northern Mali”, (Tesis, Faculty of the US Army Command and General Staff
College, 1997) 14
P. Munkittrick, B.A. , ”The Art of Affiliation : Al-Qaeda in the Islamic Maghreb and the Politics
of Terrorist Alliances”, (tesis, Faculty of the Gradute School of Arts and Sciences, Goergetown
9
Perbedaan yang mendasar dari kedua tesis di atas dengan penelitian untuk
skripsi ini adalah tesis pertama fokus terhadap pengaruh AQIM di kawasan Utara
Mali sebelum konflik Mali tahun 2012-2013, dikarenakan tesis pertama ditulis
pada tahun 1997. Selain itu, metode penelitian yang dilakukan oleh penulis tesis
pertama adalah comparative study dengan membandingkan cara kerja FARC
dengan AQIM. Penelitian untuk skripsi ini tidak akan membandingkan pengaruh
FARC di Kolombia dengan AQIM di Mali akan tetapi dengan melihat bukti nyata
langsung keterlibatan AQIM saat konflik Mali tahun 2012 terjadi. Ini dilihat
dengan keterlibatan Ansar Al Din dan MUJAO yang merupakan afiliasi AQIM
pada konflik Mali.
Tesis kedua fokus terhadap pengembangan jaringan organisasi transnasional
Al-Qaeda dalam bentuk Al-Qaeda in the Islamic Maghreb (AQIM). Penelitian
untuk skripsi ini tidak akan banyak membahas mengenai bentuk aliansi antara
Al-Qaeda dan AQIM tetapi tetap menyinggung mengenai sejarah evolusi AQIM dari
awal termasuk keputusan GSPC (organisasi sebelum AQIM) untuk menjalin
aliansi dengan Al-Qaeda.
Menurut Nicholas Primo dalam artikelnya yang berjudul No Music in
Timbuktu : A Brief Analysis of the Conflict in Mali and Al-Qaeda’s Rebirth15,
konflik di Mali adalah contoh bagaimana fundamentalisme Islam dan terorisme
global Al-Qaeda belum hilang. Nicholas Primo menuliskan latar belakang negara
Mali (geografi, penduduknya serta sejarah singkat dari pemerintahan negara Mali
yang menjadi contoh sukses demokrasi di benua Afrika baru-baru ini), kemudian
15 Nicholas Primo, ”No Music in Timbuktu : A Brief Analysis of the
Conflict in Mali and Al
10
peristiwa menjelang runtuhnya rezim demokrasi dan naiknya kekuatan Al-Qaeda
di Utara Mali, respon pemberontakan Mali dari negara-negara tetangganya di
Afrika. Artikel Nicholas Primo telah membantu dalam penulisan penelitian untuk
skripsi ini. Hal ini disebabkan, ia membahas mengenai konflik Mali pada tahun
2012, latar belakang konflik tersebut sebelum dan saat konflik yang begitu
lengkap, sehingga mendukung penulis untuk melakukan penelitian selanjutnya
untuk skripsi ini.
Artikel The Role of Ideology in Negotiation and Conflict Resolution During
the Tuareg Rebellions yang ditulis oleh Raymond Miller16 juga membantu
penulisan penelitian untuk skripsi ini walaupun memiliki fokus penelitian yang
berbeda. Tulisan ini berfokus pada peran yang dimainkan ideologi dalam setiap
pemberontakan Tuareg sebagai faktor utama dalam resolusi konflik dan proses
negosiasi. Penemuan signifikan dalam penelitian Raymond Miller pertama,
menganalisa peran ideologi dan negosiasi serta resolusi konflik pada
pemberontakan Tuareg. Kedua, kesalahpahaman mengenai peran ECOWAS17 dan
organisasi supranasional lainnya dalam memainkan peran negosiasi pada konflik
bersenjata di wilayah tersebut. Perbedaan skripsi ini dengan artikel di atas adalah
skripsi ini melihat ideologi yang dimiliki oleh AQIM.
16Raymond Miller, ”The Role of Ideology in Negotiation and Conflict Resolution During the Tuareg Rebellions”, Small Wars Journal, 27 Februari 2013, [atikel jurnal on-line] tersedia di http://smallwarsjournal.com/jrnl/art/the-role-of-ideology-in-negotiation-and-conflict-resolution-during-the-tuareg-rebellions ;internet; diakses pada 10 Oktober 2013
17
ECOWAS (Economic Community of West African States) adalah kelompok regional yang didirikan pada tahun 1975 di kawasan Afrika Barat yang memiliki tujuan untuk meningkatkan integrasi ekonomi di wilayah tersebut. Terdiri dari lima belas negara yakni : Republik Benin,
Burkina Faso, Republik Cabo Verde, Republik Cote D‟Ivoire, Republik Gambia, Republik
11 E. Kerangka Pemikiran
1. Konstruktivisme
Untuk menganalisa pertanyaan penelitian di atas, penulis menggunakan
pendekatan sebagai dasar dalam menganalisa permasalahan yang sedang diteliti.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan konstruktivisme18
Konstruktivisme menawarkan kerangka yang ideal untuk memahami
kegiatan teroris kontemporer. Konstruktivisme adalah sebuah pendekatan dalam
hubungan internasional yang berkaitan dengan gagasan socially-constructed
(dibangun secara sosial), unobservable fact (fakta yang tidak teramati) dan peran
yang dimainkan oleh fakta sosial dalam aktivitas politik internasional19.
Konstruktivisme menolak gagasan bahwa semua kegiatan politik
internasional dapat dipertanggungjawabkan secara eksklusif oleh sekumpulan
faktor determinan yang sempit ( seperti kemampuan militer dan ekonomi) seperti
yang diasumsikan oleh pendekatan tradisional. Konstruktivisme menyatakan
bahwa setiap aspek dari politik internasional dapat dijelaskan oleh faktor-faktor
ideasional termasuk pentingnya faktor-faktor tradisional yang determinan dan
saling terikat. Faktor ideasional adalah norma-norma inter-subjektif yang terkait
satu sama lain20. Faktor-faktor ideasional dalam konstruktivisme juga menentukan
18David Schild, ”Constructivism as A Basis for Understandin
g Transnational Terrorism : The Case of Al-Qaeda”, (disertasi, Faculty of Humanities, University of Johannesburg, May 2011) 19C. Brown, ”Understanding International Relations”, ( Basingstoke, Palgrave Macmillan, 2005)
seperti yang dikutip oleh David Schild, ”Constructivism as A Basis for Understanding Transnational Terrorism : The Case of Al-Qaeda
20M.Finnemore and K.Sikkink, ”Taking Stock : The Constructivist Research Program in International Relations and Comparative Politics”, Annual Review of Political Science, Volume 4
(2001) & A.B.Philips “Constructivism”, International Relations Theory for the Twenty-First Century : An Introduction. (Abingdon, Routledge, 2007) seperti yang dikutip oleh David Schild,
12
identitas dan ketertarikan para aktor yang terlibat dalam kegiatan hubungan
internasional sehingga nantinya akan menentukan sifat dari kegiatan itu sendiri21
Terdapat dua konsep dari konstruktivisme yang akan digunakan oleh penulis
dalam menganalisa penelitian ini,yakni :
a. Ide
Konsep yang paling penting dalam pendekatan konstruktivisme
adalah adanya gagasan norma dalam setiap kegiatan sosial, termasuk
dalam hubungan internasional. Jepperson mendefinisikan ide sebagai
keyakinan tentang hal benar dan salah yang dimiliki oleh entitas
individu yang nantinya berubah menjadi pernyataan kelompok yang
tepat dan tindakan yang mungkin melalui proses kesepakatan yang
intersubjektif22 .
Ide menurut konstruktivisme adalah nilai determinan terkecil dalam
studi hubungan internasional karena mereka tidak mempengaruhi
tindakan di luar setiap individu.23. Dalam skripsi ini, konsep ide
menganalisis terhadap salah satu motif (kepentingan) yang membuat
AQIM terlibat dalam konflik Mali. Konsep ide akan dilihat dari
21D.Chandler, ”Constructing Global Civil Society”, (Basingstoke, Palgrave Macmillan, 2004) & A.Wendt “Constructing International Politics”, International Security, Vol.20 (1) (1995) seperti yang dikutip oleh David Schild, ”Constructivism as A Basis for Understanding Transnational Terrorism : The Case of Al-Qaeda
22 D.Chandler, ”Constructing Global Civil Society”, (Basingstoke, Palgrave Macmillan, 2004) hal.33 & M.Finnemore and K.Sikkink, ”Taking Stock : The Constructivist Research Program
in International Relations and Comparative Politics”, Annual Review of Political Science,
Volume 4 (2001), hal.393 seperti yang dikutip oleh David Schild, ”Constructivism as A Basis
for Understanding Transnational Terrorism : The Case of Al-Qaeda
23T.Risse and K.Sikkink, ”The Socialization of International Human Rights Norms into Domestic Practices : Introduction” , The Power of Human Rights : International Norms and Domestic Change (Cambridge, Cambridge University Press, 1999)hal.7 seperti yang dikutip oleh David
13
sudut pandang tujuan utama organisasi AQIM yang berlandaskan
tujuan dari Al-Qaeda.
b. Identitas
Gagasan identitas dan hubungannya dengan kepentingan
membangun pemahaman ide-ide dalam konstruktivisme. Hubungan
tersebut sangatlah penting karena merupakan akar dari semua
tindakan.
Identitas menurut konstruktivisme adalah dasar dari kepentingan. Ini
dikarenakan konstruktivisme menyatakan bahwa “....pertanyaan
„siapa saya ?‟ adalah pertanyaan secara logis dan ontologis sebelum
pertanyaan „apa yang saya inginkan ?„ “. Sifat khusus identitas
seorang aktor, adalah sepenuhnya tergantung pada keyakinan
agregat, ditentukan oleh norma-norma intersubjektif.
Hoph24 menunjukkan, identitas adalah gagasan yang agak lebih
kompleks daripada kemunculannya pertama – ini tidak sekedar
menetapkan – “siapa seorang aktor”, tetapi “siapa aktor lainnya”.
Konsep identitas juga akan digunakan dalam skripsi ini sebagai
media analisis terhadap motif (kepentingan) AQIM terlibat dalam
konflik Mali. Identitas akan dilihat dari ciri khas kelompok AQIM
dan menjadi salah satu faktor yang menyebabkan muncullnya motif.
24 T. Hopf, ”The Promise of Constructivism in International Relations Theory”,
14
2. Tanggung Jawab Negara (State Responsibility)
Tanggung jawab negara (state responsibility) merupakan bagian dari sistem
hukum publik internasional. Hukum state responsibility sendiri adalah
prinsip-prinsip yang mengatur kapan dan bagaimana suatu negara bertanggung jawab atas
pelanggaran kewajiban internasional. Hukum state responsibility memainkan
peran penting dalam hukum internasional25.
Fungsi hukum state responsibility sebagai hukum umum ketika suatu negara
melanggar kewajiban internasionalnya, hukum atas konsekuensi dan hukum untuk
bentuk tanggung jawab negara sebagai akibat melanggar kewajibannya.
Maksudnya adalah isu-isu yang meliputi hukum state responsibility ketika saat
pertama, bagaimana mendefinisikan keadaan dimana negara itu melanggar hukum
internasionalnya termasuk justifikasi (pembenaran) dan pembelaan negara
tersebut untuk menghindari tanggung jawab. Kedua, mencakup konsekuensi dari
pelanggaran kewajiban internasional, termasuk kewajiban tertentu dari negara
untuk memberikan reparasi penuh dan mengakhiri perbuatannya yang salah.
Terakhir, berhadapan dengan cara mempertanggung jawabkan atas pelanggaran
kewajiban internasional, dapat berbentuk mengatur negara tertentu yang dianggap
harus bertanggung jawab2627.
25
Silvia Borelli. State Responsibility, Oxford Bibliographies [artikel on-line],
http://www.oxfordbibliographies.com/view/document/obo-9780199796953/obo-9780199796953-0031.xml diakses pada 2 Januari 2015
26
Ibid
27
Dapat dibaca lebih lanjut di The Work of the International Law Commission atau International
15 F. Metode Penelitian
Penelitian merupakan proses penemuan kebenaran yang dijabarkan dalam
bentuk kegiatan yang sistematis dan berencana dengan dilandasi metode ilmiah
(Sumardjono 1997). Metode penelitian dalam skripsi ini adalah kualitatif dengan
jenis penelitian deskriptif karena memberikan uraian mengenai hasil penelitian
yang dimuat dalam satu analisis yang terkait dengan hasil penelitian.
Qualitative research is an inquiry process of understanding based on distinct methodological traditions of inquiry that explore a social or human problem. The researcher builds a complex, holistic picture, analyzes words, report detailed views of information, and conducts the study in a natural setting28
Penelitian kualitatif adalah proses penyelidikan terhadap pemahaman berdasarkan tradisi metodologi untuk mengeksplorasi masalah sosial atau manusia. Peneliti membangun kompleksitas, gambaran holistik, analisis kata-kata, melaporkan informasi secara rinci dan melakukan penelitian di dalam alam(terjemahan penulis).
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini berpatokan
pada kebutuhan peneliti dalam melakukan penelitian yakni literature research
(studi kepustakaan). Teknik studi kepustakaan yaitu teknik pengumpulan data dari
kepustakaan literatur, informasi-informasi berdasarkan literatur atau referensi baik
yang bersumber artikel-artikel pada jurnal, surat kabar, internet, dan hal-hal yang
berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti penulis.
Penulis melakukan library research dengan melakukan kunjungan ke
Perpustakaan Ali Alatas BPPK Kementerian Luar Negeri Indonesia, Perpustakaan
Universitas Indonesia, Perpustakaan CSIS dan Freedom Institute. Penulis juga
28
16
melakukan wawancara dengan Alex Thurston, salah satu ahli konflik Mali dan
AQIM via email. Dengan cara mempelajari dan mengkaji literatur-literatur yang
mendukung asumsi sebagai landasan teori permasalahan yang dikaji.
Setelah mencari, mengkaji, dan menelaah berbagai data, informasi, serta
sumber pustaka yang ada, penulis melakukan analisa terhadap konsep dan hal-hal
yang terkait dengan perumusan masalah. Kemudian, melakukan analisa dan
sintesis terhadap fakta-fakta yang ada, maka penulis dapat menarik kesimpulan
yang akan menjawab perumusan masalah tersebut.
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini terdiri dari 5 bab dan pembahasan dalam tiap bab akan
dijabarkan lebih rinci ke dalam sub-sub bab. Adapun sistematika penulisan
sebagai berikut :
BAB I Merupakan pendahuluan yang meliputi pernyataan masalah,
pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian,
tinjauan pustaka, kerangka pemikiran, metode penelitian
serta sistematika penulisan.
BAB II Terdiri dari sub bab sejarah awal konflik di Mali, konflik
Mali 2012-2013 dan tindakan yang dilakukan oleh pihak
internasional dalam mengatasi konflik Mali 2012-2013. Bab
ini akan menjelaskan sekilas mengenai konflik Mali
2012-2013 dengan merunut sejarah awal konflik Mali lalu
17
memaparkan tindakan yang dilakukan oleh pihak
internasional mengatasi konflik Mali.
BAB III Terdiri dari sub bab sekilas tentang AQIM dan keterlibatan
AQIM dalam konflik Mali 2012-2013. Untuk sub bab
sekilas tentang AQIM, penulis akan menceritakan terlebih
dahulu mengenai sejarah terbentuknya AQIM lalu
menjelaskan secara singkat mengenai kepemimpinan,
ideologi dan tujuan AQIM serta sumber pendapatan dan
daerah operasi AQIM. Penulis juga akan menjelaskan
seperti apa bentuk keterlibatan AQIM dalam konflik Mali.
BAB IV Penulis akan menganalisa dan menjawab pertanyaan
penelitian dalam bab ini. Terdiri dari sub bab mendirikan
negara Islam dan menerapkan hukum Syariah di Utara Mali
serta membangun tempat persembunyian di Utara Mali.
Penulis akan menganalisa menggunakan konsep-konsep
dalam pendekatan konstruktivisme yang telah penulis
sebutkan di kerangka pemikiran.
BAB V Berisi rangkuman atau kesimpulan dari bab-bab
18
BAB II
KONFLIK MALI (2012-2013)
Bab dua ini akan menceritakan tentang konflik Mali. Dibuka dengan sejarah
awal terjadinya konflik Mali dengan konflik pertama terjadi pada tahun
1963-1964, kemudian konflik kedua berlangsung dengan durasi enam tahun dari tahun
1990 hingga 1996. Tepat pada tahun 2006, konflik ketiga kembali terjadi dan
berakhir pada tahun 2009. Setelah menceritakan sejarah awal terjadinya konflik di
Mali, skripsi ini akan merunut secara kronologis konflik Mali pada tahun
2012-2013 yang menjadi fokus utama penulis. Terakhir, penulis juga memaparkan
tindakan-tindakan yang dilakukan pihak internasional untuk mengatasi konflik
Mali.
A. Sejarah Awal Konflik di Mali
Diagram 2.1 Kronologis Sejarah Awal Konflik Mali
•Konflik dimulai pada tanggal 15 Mei 1963
•Pemberontakan dipimpin oleh Alladi Ag Alla
•Konflik terjadi karena perlakuan yang tidak adil dari pemerintah pusat Mali terhadap etnis Tuareg di Utara Mali
•Konflik berakhir dengan adanya perlawanan dari pihak pemerintah Mali pada tanggal 15 Agustus 1964
KONFLIK MALI
(1963-1964)
•Serangan pertama terjadi pada tanggal 28 Juni 1990
•Pemberontakan dipimpin oleh Iyad Ag Ghali
•Terdapat dua perjanjian perdamaian yang menjadi penyelesai konflik yakni Tamanrasset Accords dan National Pact 1992
•Konflik berakhir secara simbolis pada tanggal 27 Maret 1996 (Flame of Piece)
KONFLIK MALI
(1990-1996)
•Konflik dimulai pada tanggal 23 Mei 2006
•Pemberontakan dipimpin oleh Ibrahim Ag Bahanga
•Konflik berakhir dengan adanya perlawanan dari tentara Mali pada Januari-Februari 2009
19
Diagram 2.2 Sebab Musabab Konflik antara Pemerintah Mali dan Tuareg dan Kelompok Petani Etnis Non Tuareg dan Tuareg29
29 Ann Hershkowitz, “The Tuareg in Mali and Niger. The Role of Desertification in V iolent
Conflict”, ICE Case Studies No. 151, Agustus 2005, [artikel on-line] tersedia di http://www1.american.edu/ted/ice/tuareg.htm ;internet; diakses pada 1 September 2014
20 1. Konflik Pertama (1963-1964)
Mali pada masa awal kemerdekaan diliputi dengan kekecewaan
penduduk Utara Mali yang mayoritas merupakan etnis Tuareg30.
Pemerintah pusat tidak dapat memenuhi harapan para warga dalam
memperbaiki kondisi hidup31.
Negara Mali pasca kolonial menempatkan wilayah Selatan Mali
sebagai pusat kepemimpinan, mengubah paradigma etnis Tuareg
yang merupakan penggembala dengan memperkenalkan ekonomi
berbasis ternak dan mempromosikan budaya dan sejarah daerah
Selatan Mali di wilayah etnis Tuareg. Kebijakan pemerintah tersebut
mengakibatkan kesalahpahaman pada etnis Tuareg sehingga
menghambat majunya wilayah Utara Mali32.
30
Etnis Tuareg adalah orang – orang yang menguasai rute perdagangan kafilah di Sahara. Mereka adalah kaum semi nomadik, penggembala Barbar Afrika Utara. Mayoritas dari mereka adalah Muslim dan berjumlah sekitar 1 sampai 1, 5 juta. Mereka dikelompokkan ke dalam kelompok independen yang tinggal di kawasan selatan Aljazair, Barat daya Libya, Mali dan Niger. Terdapat jumlah sedikit di Burkina Faso dan Nigeria. Abad 20 melihat perubahan besar dalam kehidupan Tuareg. Berakhirnya kekuasaan kolonial Perancis dan penciptaan negara – negara baru telah mengakibatkan adanya batasan – batasan, kurangnya akses kepada mereka serta marjinalisasi politik hingga pemberontakan (http://africa.si.edu/exhibits/tuareg/who.html , di akses pada 2 Oktober 2013)
31
Kalifa Keita, Conflict and Conflict Resolution in the Sahel: The Tuareg Insurgency in Mali [laporan on-line] (Strategic Studies Institute,1 Mei 1998, diakses pada 28 April 2014); tersedia di
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&v ed=0CB4QFjAA&url=http%3A%2F%2Fwww.strategicstudiesinstitute.army.mil%2Fpdffiles% 2Fpub200.pdf&ei=6ffhU96pBMSLuATr7ICgAw&usg=AFQjCNGlaQeAjIX7lB97krMftZx00 Ztvxg&sig2=zK9UEfR-x8OpAY8T0C0hxw&bvm=bv.72197243,d.c2E
21
Pemberontakan itu dimulai saat Alladi Ag Alla33 pada tanggal 15
Mei 1963 menyerang dua polisi di daerah terpencil Utara Kidal34.
Kemudian dilanjutkan dengan menyergap pasukan Mali dan
menyerang Gourmier35. Pemerintah Mali membalas penyerangan
dengan menyuruh pasukan Mali meracuni sumur, menyembelih
hewan ternak, memaksa warga-warga sipil ke kamp-kamp kerja dan
membunuh penduduk sipil (anggota keluarga pemberontak dan
tokoh-tokoh masyarakat serta pemimpin agama etnis Tuareg)36.
Pada tanggal 15 Agustus 1964, pemerintah Mali resmi menyatakan
pemberontakan telah berakhir. Kenangan terhadap pertempuran serta
kekerasan dan penyiksaan yang dialami oleh pejuang serta warga
sipil Tuareg menjadi sejarah penting pada tahun-tahun sebelum
pemberontakan selanjutnya37.
2. Konflik Kedua (1990-1996)
Tahun 1970-1980an adalah masa-masa sulit bagi penduduk Utara
Mali karena kekeringan melanda disana. Hal ini menyebabkan
banyak penduduk Utara Mali yang mengungsi ke negara-negara
33
Alladi Ag Alla adalah putra dari pemberontak anti Perancis, Alla Ag Abachir yang dieksekusi pada tahun 1954.
34Andy Morgan, “The Causes of the Uprising in Northern Mali” , [artikel on
-line], Think Africa Press, 6 Februari 2012; tersedia di http://thinkafricapress.com/mali/causes-uprising-northern-mali-tuareg ; Internet; diakses pada 14 Maret 2014
35
Pasukan keamanan yang menggunakan unta.
36Alexander Thurston & Andrew Lebovich, ”A Handbook on Mali‟s 201
2 –2013 Crisis”, 21 37
22
tetangga Mali. Bantuan internasional gagal menolong krisis ini
dikarenakan uang bantuan yang dikorupsi oleh pejabat pemerintah38.
Rencana pemberontakan di Mali mulai tersusun setelah adanya
pertemuan di Aljazair di tahun 1974 dan melibatkan beberapa
pemimpin pemberontakan di tahun 1963. Pada tahun 1980,
ditetapkannya tujuan politik dari pemberontakan yakni mendirikan
sebuah negara merdeka di kawasan Sahara (mencakup wilayah Mali
dan Niger).
Iyad Ag Ghali memimpin serangan pertama di kota Menaka pada 28
Juni 1990 terhadap penjara dan barak militer di Menaka serta
menyita pasokan senjata. Pada akhir tahun 1990, kedua belah pihak
memutuskan untuk berdamai. Diawali dengan permohonan tokoh
Tuareg yang menentang adanya pemberontakan. Kesepakatan awal
dicapai pada 6 Januari 1991 di Selatan kota Aljazair, Tamanrasset39
antara pemberontak dengan pemerintah Mali40. Pihak pemberontak
diwakili oleh Iyad Ag Ghali di bawah bendera MPA (Mouvement
Populaire de l‟Azawad) dan FIAA (Front Islamique de l‟Azawad).
Perjanjian yang bertujuan untuk mencapai perdamaian justru
memicu perselisihan di antara para pemberontak. Konflik kembali
terjadi pada awal 1991.
38
Ibid
39
Naskah asli Tamanrasset Accords dapat dilihat di http://www.ucdp.uu.se/gpdatabase/peace/mal19910106.pdf 40
23
Di waktu bersamaan, terdapat protes dari mahasiswa terhadap
pemerintahan diktator Moussa Traore yang tersebar di beberapa
wilayah di Mali termasuk Bamako. Letnan Kolonel Amadou
Toumani Toure menggulingkan pemerintahan Traore pada tanggal
26 Maret 1991. Kebijakan pertama yang ia ambil adalah mendirikan
Konferensi Nasional yang akhirnya mengarah pada Pakta Nasional
1992. Pada 11 April 1992 di Bamako terbentuklah Pakta
Nasional4142. Konflik tersebut berakhir secara simbolis dengan
pembakaran senjata di Timbuktu pada tanggal 27 Maret 1996. 3000
senjata dikumpulkan dari tangan pemberontak dan dibakar dalam
upacara yang dihadiri oleh Presiden Konare dan Presiden Rawlings
dari Ghana. Peristiwa itu dikenal sebagai Flame of Piece ( Flamme
de la Paix). 43
3. Konflik Ketiga (2006-2009)
Pemberontakan ini dimulai pada tanggal 23 Mei 2006 ketika dua
mantan anggota MPA dan perwira militer, Letnan Kolonel Hassan
Ag Fagaga dan Ibrahim Ag Bahanga menyerang pos militer di
Menaka dan Kidal. Setelah itu, mereka bergabung dengan
tokoh-tokoh Tuareg dan mantan pemberontak (termasuk Iyad Ag Ghali dan
Ahmet Ag Bibi) di Pegunungan Tighargar. Terbentuklah kelompok
yang bernama ADC (May 23 Democratic Alliance for Change),
41
Tor A. Benjaminsen, Tuareg Rebellions in Mali : Historical Context, Loc.Cit.
42
Naskah asli The National Pact of 1992 dapat dilihat di
https://peaceaccords.nd.edu/site_media/media/accords/Mali_Peace_Accord-proof.pdf 43
24
mereka menuntut pengimplementasian janji yang disepakati
pemerintah Mali selama pemberontakan tahun 1990. Di bawah
naungan Aljazair, ADC dan pemerintah Mali menandatangani
kesepakatan Algeirs Accord pada tanggal 4 Juli 2006. Kesepakatan
ini adalah bentuk baru dari beberapa ketentuan dari Pakta Nasional.
Saat pengimplementasian kesepakatan berhenti, Ag Bahanga dan Ag
Fagaga mulai melakukan serangan di tahun 2007.
Setelah keluar dari ADC, Ag Bahanga membentuk kelompok lain
yang bernama the Niger-Mali Tuareg Alliance for Change. Akan
tetapi, Tuareg Niger menolak tawaran Ag Bahanga dan memaksanya
untuk merombak kelompok tersebut. Hal ini menyebabkan pada
September 2007, Ag Bahanga bersama Ahmad Ag Hibi, Hassan Ag
Fagaga dan Iyad Ag Ghali membentuk TANMC ( Tuareg Alliance
of Northern Mali for Change)44
Setelah gagalnya gencatan senjata (Algeirs Accord) di tahun 2008,
Ag Bahanga kembali ke persembunyiannya di Libya. Sedangkan,
anak buahnya bermukim di daerah Mopti dan Segou. Pada
Desember 2008, ia menyerang sebuah pangkalan militer di Nampala
44
25
(500 km sebelah Utara dari Bamako dan dekat dengan perbatasan
Mauritania) dan menewaskan 20 orang tentara.
Pada Januari-Februari 2009, tentara Mali berhasil menghancurkan
markas Ag Bahanga di Timur Tessalit. Fagaga kembali bersembunyi
dengan anak buahnya sedangkan Ag Bahanga melarikan diri ke
Libya dan memohon bantuan dengan pihak Libya45.
B. Konflik Mali 2012-2013
Konflik Mali pada tahun 2012 bermula dari aksi MNLA yang menyalahkan
pemerintah Mali tidak menepati janji46. Sehingga, mereka melakukan aksi
pemberontakan di kota Menaka, Utara Mali. MNLA menyatakan tujuan mereka
adalah “mencapai perdamaian dan keadilan bagi masyarakat Azawad serta
stabilitas wilayah mereka”47. MNLA menyatakan bahwa mereka bertanggung
jawab terhadap serangan kota Menaka pada tanggal 17 Januari 201248.
Pertempuran selanjutnya dilaporkan terjadi di berbagai kota di wilayah Utara Mali
termasuk Aguelhok, Tessalit, Lere, Anderamboukane dan Nianfunke49.
45
Ibid
46
Sebelumnya, pemerintah Mali beberapa kali pernah membuat kesepakatan damai dengan pemberontak etnis Tuareg. Kesepakatan terakhir adalah Algiers Accord yang ditandatangani pada 4 Juli 2006. Kesepakatan ini berisi tentang otonomi yang lebih luas untuk wilayah Kidal, pengakuan yang lebih besar terhadap bahasa dan budaya Tamasheq di media nasional dan bidang pendidikan, pembentukan unit khusus yang dikelola suku lokal Tuareg serta pembangunan ekonomi di wilayah Utara Mali. Akan tetapi, pemerintah Mali tidak menepati janji untuk merealisasikan kesepakatan tersebut.
47
MALI: A Timeline of Northern Conflict, http://www.irinnews.org/report/95252/mali-a-timeline-of-northern-conflict diakses pada 10 Agustus 2014
48International Crisis Group, “Mali:Avoiding Escalation,” Africa Report
, N 189 (18 Juli 2012), 40 49
26
Demonstrasi terjadi di kota Kati (15 km di luar Bamako) dalam kurun
tanggal 1 dan 2 Februari 2012. Demonstrasi ini ditujukan kepada Presiden Mali
Amadou Toumani Toure karena para istri dan kerabat tentara dikirim ke medan
perang untuk melawan pemberontak dengan alasan pemerintah tidak dapat
menyediakan tentara yang cukup untuk melawan pemberontak.50
Para pemimpin politik dan aktivis masyarakat sipil memperingatkan atas
aksi para ekstremis yang memanfaatkan situasi untuk memicu ketegangan antar
etnis. Amnesty Internasional menyalahkan para pasukan keamanan yang tidak
melakukan apa-apa untuk mencegah serangan terhadap rumah- rumah dan harta
benda milik etnis Tuareg, Arab dan Mauritania. Presiden Taore tampil dalam
siaran TV nasional dan menyampaikan kepada rakyat Mali agar tenang dan
bersatu51.
Selanjutnya, pada tanggal 2 Februari 2012, pembicaraan terbuka digelar di
Aljazair antara pemerintah Mali dan perwakilan mantan pemberontak gerakan
Tuareg, ADC . Pembicaraan yang berlangsung selama dua hari berakhir dengan
perdamaian. Akan tetapi, MNLA menolak hasil kesepakatan tersebut52. Pada
tanggal 3 Februari 2012, pemberontak berusaha menguasai kota Kidal.
Pemberontak kemudian bergerak ke kota Tessalit sehingga pada tanggal 7
Februari 2012, penduduk kota Tessalit meninggalkan kota mereka karena
pemberontak telah mengepung kota mereka. Pemberontak Mali dan ADC berhasil
50
International Crisis Group,40 51
MALI: A Timeline of Northern Conflict, Loc.Cit.
52
27
menguasai kota Tinzwaten yang berada dekat dengan perbatasan Aljazair53 pada
tanggal 8 Februari 2012.
UNHCR memperkirakan bahwa 44.000 pengungsi Mali melarikan diri ke
negara-negara tetangga Mali seperti Niger, Burkina Faso dan Mauritania.
Disebabkan situasi kemanusiaan dan keamanan yang memburuk di Mali, para
kepala negara dari ECOWAS bertemu di Abuja, Nigeria pada tanggal 17 Februari
2012. Mereka juga mengutuk aksi pemberontak dan memberikan dukungan tanpa
syarat dalam upaya membela integritas teritorial Mali54.
MNLA menyerang Hombori (sebuah kota di jalan utama antara Mopti dan
Gao) pada tanggal 18 Februari 2012. Pemberontak menyangkal
tuduhan pemerintah bahwa mereka membunuh seorang kepala militer di daerah
tersebut. Pada tanggal 21 Februari 2012, pemerintah melaporkan bahwa Aguelhok
telah dikuasai oleh pemberontak dan menegaskan adanya pembunuhan tentara
pemerintah oleh tentara AQIM yang bekerja sama dengan MNLA. Laporan ini
dibantah keras oleh MNLA55.
Presiden Toure menyatakan dalam wawancaranya pada 24 Februari 2012
dengan Radio France Internationale (RFI) bahwa pemilihan ulang akan diadakan
dan Mali akan memiliki presiden baru pada tanggal 10 Juni56. Collectif des
ressortissants du nord Mali- Collective of Nationals from the North Mali
(COREN) bertemu di Bamako pada tanggal 26 Februari 2012 dengan agenda
53
International Crisis Group, 40 54
MALI: A Timeline of Northern Conflict, Loc.Cit.
55
Ibid
56
28
merencanakan aksi untuk mengembalikan kontrol Utara Mali pada negara dan
menekankan perlunya kebutuhan primer untuk melindungi penduduk di
bawah ancaman.
MNLA mengambil kendali Tessalit dari tentara Mali (dekat dengan
perbatasan Aljazair) dalam rentang waktu dua hari, dimulai pada 10 Maret 2012.
Empat hari berikutnya, mantan pejuang Tuareg, Iyad Ag Ghali mengirimkan
video yang berisi pernyataan bahwa Ansar Al Din ( pertama kali terlihat pada
Desember 2011) telah memainkan peran penting dalam konflik. Tujuan mereka
adalah menerapkan hukum syariah bukan memerdekakan wilayah Azawad.
Dalam sebuah wawancara dengan harian Perancis Le Figaro yang
diterbitkan pada 15 Maret 2012, Presiden Taore mengungkapkan bahwa
pemberontakan merupakan dampak dari konflik Libya dan merasa bahwa AQIM
telah terlibat dalam pemberontakan. Taore mengatakan pemerintah siap untuk
berdialog57.
Kemudian, pada tanggal 21 Maret 2012 tentara Mali melakukan aksi
pemberontakan di Gao dan Bamako, memprotes kepemimpinan yang buruk di
dalam perang dan kurangnya sumber daya. Mereka berkumpul di Istana
Kepresidenan dan kantor pusat stasiun ORTM-TV. Keesokan harinya, tentara
Mali mengambil alih kekuasaan dari presiden Amadou Toumani Toure sebagai
bentuk protes atas ketidakmampuan pemerintah melawan pemberontak58.
57
Ibid
58
29
Kelompok tentara tersebut menamai diri mereka National Committe for the
Restoration of Democracy and Rule of Law (CNDRE) dan dipimpin oleh Kapten
Amadou Sanogo.
Di hari berikutnya, pemberontak Tuareg memasuki kota utama Kidal di
wilayah Utara Mali setelah para tentara meninggalkan wilayah tersebut. Kapten
Sanogo meminta bantuan eksternal untuk menghadapi pemberontak59. MNLA
menyatakan telah menguasai Gao pada tanggal 31 Maret 2012. MNLA
melaporkan adanya pembelotan tentara pemerintah. Awal April, Timbuktu
berhasil diambil alih oleh Ansar Al Din dari MNLA. Tentara MNLA diusir dari
wilayah tersebut. Aksi penjarahan terjadi di Gao setelah dikuasai pemberontak
dari Ansar Al Din.
Presiden Toure mengundurkan diri dari posisinya dan mempersilahkan
para tentara untuk mengembalikan kekuasaan kepada sipil pada tanggal 8 April
2012.60 Anggota dari Komunitas Arab Mali di Timbuktu membentuk Front
Pembebasan Nasional Azawad (FLNA), kelompok bersenjata yang melawan
pemberontak untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan mundur oleh tentara
Mali.
MNLA yang dipimpin oleh etnis Tuareg dan kelompok Islam militan Ansar
Al Din setuju untuk bergabung pada tanggal 26 Mei 2012 demi tujuan untuk
menciptakan sebuah negara merdeka. Dalam kurun bulan Juni 2012,
59
Ibid
60
30
ketidakstabilan di Mali menyebabkan para pemimpin Afrika khawatir sehingga
mereka menyerukan intervensi61.
Sebuah pemerintahan baru kemudian dibentuk pada bulan Agustus 2012
dibawah kepemimpinan Perdana Menteri Cheick Modibo Diarra. Tujuan
pemerintahan baru untuk memenuhi tuntutan daerah bahwa adanya transisi
pemerintahan sipil dari pemerintahan militer. Perdana Menteri Cheick Modibo
Diarra digantikan oleh pejabat kepresidenan, Djanggo Sissoko pada Desember
2012. PBB dan Amerika Serikat mengancam akan menerapkan sanksi terhadap
Mali karena Diarra berada di bawah tekanan para pemimpin militer yang
menentang adanya intervensi untuk Utara Mali62.
Pasukan militer yang dikerahkan atas perintah Dewan Keamanan PBB
pada 20 Desember 2012 bertujuan untuk mengalahkan AQIM dan pasukan Islam
militan lainnya63. Akan tetapi di Januari 2013, kota Konna jatuh ke tangan
pemberontak (AQIM dan sekutunya)64. Ansar Al Din menyatakan pada 4 Januari
2013 bahwa mereka tidak lagi sepakat dengan gencatan senjata karena merasa
pemerintah Mali tidak serius dengan permintaan damai65. Hal ini menyebabkan
pada 10 Januari 2013, Mali mendesak bantuan militer dari pihak Perancis.
Permintaan Mali akhirnya direspon oleh Perancis sehingga Perancis melakukan
intervensi terhadap konflik Mali.
David Cutter, Timeline: French,Malian Troops Advance in Northern Mali, Loc.Cit.
64
Timeline: Mali Since Independence, Loc.Cit.
65
31
Presiden Perancis, Francois Hollande melakukan kunjungan ke Mali pada
Februari 2013 dan disambut hangat. Ia menguraikan rencana untuk menarik
pasukannya. Rencana ini terealisasikan pada April 2013 dan ketika pasukan
Perancis mulai ditarik, pasukan regional Afrika membantu tentara Mali
meningkatkan stabilitas keamanan.
Sebuah kesepakatan damai antara pemberontak Tuareg (MNLA) dan
pemerintah ditandatangani pada Juni 2013. Kesepakatan ini membuka jalan damai
menuju pemilu. MNLA setuju untuk mengambil alih Kidal, kota yang berhasil
direbut Perancis dari pasukan Islam militan.
Pemilihan Presiden Mali berlangsung pada tanggal 28 Juli 2013. Pemilihan
ini diikuti oleh mantan Perdana Menteri Mali, Ibrahim Boubacar Keita dan
mantan Menteri Keuangan, Soumalia Cisse. Akan tetapi, pemilihan ini tidak
mendapatkan hasil sehingga diadakan pemilihan presiden putaran kedua66. Pada
13 Agustus 2013, Keita memenangkan pemilihan presiden Mali dan Cisse
mengakui hasil tersebut.
C. Tindakan yang Dilakukan oleh Pihak Internasional dalam Mengatasi Konflik Mali 2012-2013
1. ECOWAS (Economic Community of West African States)
Didirikan pada tahun 1975, kelompok ekonomi dan politik regional ini
telah membantu membantu untuk memediasi dan menyelesaikan krisis Mali67.
ECOWAS memainkan peran utama dalam upaya mediasi setelah terjadi peristiwa
66
MALI: A Timeline of Northern Conflict, Loc.Cit.
67
32
kudeta militer di Mali. ECOWAS bersama African Union merupakan inisiator
untuk penempatan tentara militer regional Afrika di Utara Mali68.
Beberapa langkah yang dilakukan oleh ECOWAS seperti sidang
pemimpin ECOWAS pada tanggal 29 Maret 2012 di Abidjan, Pantai Gading.
Mereka mengeluarkan perintah agar CNDRE berhenti menjalankan kekuasaan
dalam waktu 72 jam atau CNDRE mendapatkan sanksi. Presiden Burkina Faso,
Blaise Compore ditunjuk sebagai mediator ECOWAS69.
Pemimpin ECOWAS juga mengancam adanya sanksi bagi junta militer
yang sempat menguasai Mali pada tanggal 2 April 2012. Keesokan harinya, para
pemimpin junta militer merespon sanksi itu dengan mengabaikan tuntutan
ECOWAS yang meminta mereka untuk meninggalkan kekuasaan70.
Selain itu, ECOWAS menyetujui intervensi militer pada November 2012
yang bertujuan untuk merebut Utara Mali. Kelompok regional Afrika Barat ini
mendapat dukungan dari Uni Afrika71.
2. African Union
Diresmikan pada tahun 2002, African Union menjadi organisasi penerus
dari Organization of African Unity. African Union berperan sebagai fasilitator
perdamaian dan transisi politik di Mali.
68Shivit Bakrania, “Conflict Drivers, International Response and the Outlook for Peace in Mali: A Literature Review”, GSDRC Issues Paper, 31 Januari 2013 [jurnal on-line]; tersedia di https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ve d=0CCEQFjAA&url=http%3A%2F%2Fwww.gsdrc.org%2Fdocs%2Fopen%2FIP14.pdf&ei=Av 3kU_fQG5He8AXr0IHwDA&usg=AFQjCNHOjjaO_wEB0nuGg23PRS9MUmwEhg&sig2=dA QJ5zdivbr8f5INtLd40Q ;internet; diakses pada 16 Maret 2014 , 14
69
International Crisis Group, 40 70
David Cutter, Timeline: French,Malian Troops Advance in Northern Mali, Loc.Cit.
71
33
3. AFISMA ( African-led International Support Mission in Mali)
AFISMA adalah bentukan dari ECOWAS dan telah disahkan oleh Dewan
Keamanan PBB pada tanggal 20 Desember 201272, juga merupakan penerapan
dari resolusi 2085 DK PBB73. AFISMA dibentuk untuk membantu pelatihan
pasukan keamanan Mali serta mendukung pelatihan dan stabilisasi Utara Mali.
AFISMA memulai untuk menyebarkan pasukan militer ke Mali pada Januari
2013. Pada awalnya, AFISMA direncanakan terdiri dari 3300 orang yang tersebar
di berbagai daerah di Utara Mali untuk membantu militer Mali hingga kemudian
meningkat menjadi 7700 orang pada Januari 2013. Tersebarnya pasukan AFISMA
dikritik karena banyaknya waktu yang terbuang untuk mempersiapkan dan
menyebarkan pasukan. Pada 1 Juli 2013, AFISMA mentransfer kewenangannya
kepada MINUSMA.
4. Perancis
Presiden Perancis, Francois Hollande mengumumkan pada 11 Januari
2013, Perancis akan melakukan intervensi untuk menghentikan langkah
pemberontak. . Serangan ini dilakukan setelah adanya pergerakan AQIM, Ansar
Al Din dan MUJAO ke Selatan Mali. Pasukan Angkatan Udara
Perancis membantu pasukan militer Mali memukul mundur pemberontak dari
kota Konna yang dilakukan oleh 2500 pasukan darat Perancis dan 3000 pasukan
72Alexander Thurston & Andrew Lebovich, “A Handbook on Mali‟s 2012
-2013 Crisis”, 36 73Better World Champaign, “Mali: The Next Front in the War on Terror The Case for Fully
Funding UN Peace Keepers in Mali”, September 2013 [jurnal on-line]; tersedia di
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ve d=0CB0QFjAA&url=http%3A%2F%2Fwww.betterworldcampaign.org%2Fassets%2Fmali-the-
34
Afrika. Pada 26 Januari 2013, pasukan gabungan ini berhasil merebut Gao74 dan
pada 27 Januari 2013, pasukan gabungan mengembalikan kontrol pemerintah
Mali atas Timbuktu. Mereka langsung bergerak ke Kidal pada akhir Januari75.
Sebelumnya, pada saat kudeta di Mali terjadi, Perancis telah mengirimkan
dukungan melalui Delegation of Human Security Service (Delegation du Service
de la Securite Interieure/ SSI) dan the Mission for Military and Defence
Cooperation (Mission de Cooperation Militaire et de Defense/MCMD). SSI
memberikan pelatihan dan bantuan logistik untuk layanan keamanan nasional
seperti polisi dan keamanan sipil serta layanan bea cukai Mali. Sedangkan,
MCMD memiliki tugas yang berbeda dengan SSI karena bertugas menyediakan
peralatan untuk Garda Nasional, dukungan teknis dan logistik, penyediaan
peralatan darat dan udara serta pelayanan terstruktur76.
5. European Union (EU)
Uni Eropa melakukan misi pelatihan untuk membantu restrukturissi,
reformasi dan membangun kapasitas pasukan keamanan Mali. The EU Training
Mission in Mali (EUTM) memiliki mandat selama 15 bulan dan akan secara
khusus melatih dan menjadi penasehat angkatan bersenjata Mali. Pelatihan ini
berkontribusi untuk memulihkan kapasitas militer dan memungkinkan angkatan
bersenjata untuk terlibat dalam operasi militer dengan tujuan memulihkan
integritas teritorial Mali.
74
Timeline: Mali Since Independence, Loc.Cit.
75
David Cutter, Timeline: French,Malian Troops Advance in Northern Mali, Loc.Cit.
76Shivit Bakrania, “Conflict Drivers, International Response and the Outlook for Peace in
Mali: A