KONFLIK MALI (2006-2009)
B. Konflik Mali 2012-2013
Konflik Mali pada tahun 2012 bermula dari aksi MNLA yang menyalahkan pemerintah Mali tidak menepati janji46. Sehingga, mereka melakukan aksi pemberontakan di kota Menaka, Utara Mali. MNLA menyatakan tujuan mereka adalah “mencapai perdamaian dan keadilan bagi masyarakat Azawad serta stabilitas wilayah mereka”47
. MNLA menyatakan bahwa mereka bertanggung jawab terhadap serangan kota Menaka pada tanggal 17 Januari 201248. Pertempuran selanjutnya dilaporkan terjadi di berbagai kota di wilayah Utara Mali termasuk Aguelhok, Tessalit, Lere, Anderamboukane dan Nianfunke49.
45
Ibid
46
Sebelumnya, pemerintah Mali beberapa kali pernah membuat kesepakatan damai dengan pemberontak etnis Tuareg. Kesepakatan terakhir adalah Algiers Accord yang ditandatangani pada 4 Juli 2006. Kesepakatan ini berisi tentang otonomi yang lebih luas untuk wilayah Kidal, pengakuan yang lebih besar terhadap bahasa dan budaya Tamasheq di media nasional dan bidang pendidikan, pembentukan unit khusus yang dikelola suku lokal Tuareg serta pembangunan ekonomi di wilayah Utara Mali. Akan tetapi, pemerintah Mali tidak menepati janji untuk merealisasikan kesepakatan tersebut.
47
MALI: A Timeline of Northern Conflict, http://www.irinnews.org/report/95252/mali-a-timeline-of-northern-conflict diakses pada 10 Agustus 2014
48International Crisis Group, “Mali:Avoiding Escalation,” Africa Report, N 189 (18 Juli 2012), 40 49
26
Demonstrasi terjadi di kota Kati (15 km di luar Bamako) dalam kurun tanggal 1 dan 2 Februari 2012. Demonstrasi ini ditujukan kepada Presiden Mali Amadou Toumani Toure karena para istri dan kerabat tentara dikirim ke medan perang untuk melawan pemberontak dengan alasan pemerintah tidak dapat menyediakan tentara yang cukup untuk melawan pemberontak.50
Para pemimpin politik dan aktivis masyarakat sipil memperingatkan atas aksi para ekstremis yang memanfaatkan situasi untuk memicu ketegangan antar etnis. Amnesty Internasional menyalahkan para pasukan keamanan yang tidak melakukan apa-apa untuk mencegah serangan terhadap rumah- rumah dan harta benda milik etnis Tuareg, Arab dan Mauritania. Presiden Taore tampil dalam siaran TV nasional dan menyampaikan kepada rakyat Mali agar tenang dan bersatu51.
Selanjutnya, pada tanggal 2 Februari 2012, pembicaraan terbuka digelar di Aljazair antara pemerintah Mali dan perwakilan mantan pemberontak gerakan Tuareg, ADC . Pembicaraan yang berlangsung selama dua hari berakhir dengan perdamaian. Akan tetapi, MNLA menolak hasil kesepakatan tersebut52. Pada tanggal 3 Februari 2012, pemberontak berusaha menguasai kota Kidal. Pemberontak kemudian bergerak ke kota Tessalit sehingga pada tanggal 7 Februari 2012, penduduk kota Tessalit meninggalkan kota mereka karena pemberontak telah mengepung kota mereka. Pemberontak Mali dan ADC berhasil
50
International Crisis Group,40 51
MALI: A Timeline of Northern Conflict, Loc.Cit.
52
27
menguasai kota Tinzwaten yang berada dekat dengan perbatasan Aljazair53 pada tanggal 8 Februari 2012.
UNHCR memperkirakan bahwa 44.000 pengungsi Mali melarikan diri ke negara-negara tetangga Mali seperti Niger, Burkina Faso dan Mauritania. Disebabkan situasi kemanusiaan dan keamanan yang memburuk di Mali, para kepala negara dari ECOWAS bertemu di Abuja, Nigeria pada tanggal 17 Februari 2012. Mereka juga mengutuk aksi pemberontak dan memberikan dukungan tanpa syarat dalam upaya membela integritas teritorial Mali54.
MNLA menyerang Hombori (sebuah kota di jalan utama antara Mopti dan Gao) pada tanggal 18 Februari 2012. Pemberontak menyangkal tuduhan pemerintah bahwa mereka membunuh seorang kepala militer di daerah tersebut. Pada tanggal 21 Februari 2012, pemerintah melaporkan bahwa Aguelhok telah dikuasai oleh pemberontak dan menegaskan adanya pembunuhan tentara pemerintah oleh tentara AQIM yang bekerja sama dengan MNLA. Laporan ini dibantah keras oleh MNLA55.
Presiden Toure menyatakan dalam wawancaranya pada 24 Februari 2012 dengan Radio France Internationale (RFI) bahwa pemilihan ulang akan diadakan dan Mali akan memiliki presiden baru pada tanggal 10 Juni56. Collectif des ressortissants du nord Mali- Collective of Nationals from the North Mali
(COREN) bertemu di Bamako pada tanggal 26 Februari 2012 dengan agenda
53
International Crisis Group, 40 54
MALI: A Timeline of Northern Conflict, Loc.Cit.
55
Ibid
56
28
merencanakan aksi untuk mengembalikan kontrol Utara Mali pada negara dan menekankan perlunya kebutuhan primer untuk melindungi penduduk di bawah ancaman.
MNLA mengambil kendali Tessalit dari tentara Mali (dekat dengan perbatasan Aljazair) dalam rentang waktu dua hari, dimulai pada 10 Maret 2012. Empat hari berikutnya, mantan pejuang Tuareg, Iyad Ag Ghali mengirimkan video yang berisi pernyataan bahwa Ansar Al Din ( pertama kali terlihat pada Desember 2011) telah memainkan peran penting dalam konflik. Tujuan mereka adalah menerapkan hukum syariah bukan memerdekakan wilayah Azawad.
Dalam sebuah wawancara dengan harian Perancis Le Figaro yang diterbitkan pada 15 Maret 2012, Presiden Taore mengungkapkan bahwa pemberontakan merupakan dampak dari konflik Libya dan merasa bahwa AQIM telah terlibat dalam pemberontakan. Taore mengatakan pemerintah siap untuk berdialog57.
Kemudian, pada tanggal 21 Maret 2012 tentara Mali melakukan aksi pemberontakan di Gao dan Bamako, memprotes kepemimpinan yang buruk di dalam perang dan kurangnya sumber daya. Mereka berkumpul di Istana Kepresidenan dan kantor pusat stasiun ORTM-TV. Keesokan harinya, tentara Mali mengambil alih kekuasaan dari presiden Amadou Toumani Toure sebagai bentuk protes atas ketidakmampuan pemerintah melawan pemberontak58.
57
Ibid
58
David Cutter, Timeline: French,Malian Troops Advance in Northern Mali [artikel on-line] tersedia di www.reuters.com
29
Kelompok tentara tersebut menamai diri mereka National Committe for the Restoration of Democracy and Rule of Law (CNDRE) dan dipimpin oleh Kapten Amadou Sanogo.
Di hari berikutnya, pemberontak Tuareg memasuki kota utama Kidal di wilayah Utara Mali setelah para tentara meninggalkan wilayah tersebut. Kapten Sanogo meminta bantuan eksternal untuk menghadapi pemberontak59. MNLA menyatakan telah menguasai Gao pada tanggal 31 Maret 2012. MNLA melaporkan adanya pembelotan tentara pemerintah. Awal April, Timbuktu berhasil diambil alih oleh Ansar Al Din dari MNLA. Tentara MNLA diusir dari wilayah tersebut. Aksi penjarahan terjadi di Gao setelah dikuasai pemberontak dari Ansar Al Din.
Presiden Toure mengundurkan diri dari posisinya dan mempersilahkan para tentara untuk mengembalikan kekuasaan kepada sipil pada tanggal 8 April 2012.60 Anggota dari Komunitas Arab Mali di Timbuktu membentuk Front Pembebasan Nasional Azawad (FLNA), kelompok bersenjata yang melawan pemberontak untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan mundur oleh tentara Mali.
MNLA yang dipimpin oleh etnis Tuareg dan kelompok Islam militan Ansar Al Din setuju untuk bergabung pada tanggal 26 Mei 2012 demi tujuan untuk menciptakan sebuah negara merdeka. Dalam kurun bulan Juni 2012,
59
Ibid
60
30
ketidakstabilan di Mali menyebabkan para pemimpin Afrika khawatir sehingga mereka menyerukan intervensi61.
Sebuah pemerintahan baru kemudian dibentuk pada bulan Agustus 2012 dibawah kepemimpinan Perdana Menteri Cheick Modibo Diarra. Tujuan pemerintahan baru untuk memenuhi tuntutan daerah bahwa adanya transisi pemerintahan sipil dari pemerintahan militer. Perdana Menteri Cheick Modibo Diarra digantikan oleh pejabat kepresidenan, Djanggo Sissoko pada Desember 2012. PBB dan Amerika Serikat mengancam akan menerapkan sanksi terhadap Mali karena Diarra berada di bawah tekanan para pemimpin militer yang menentang adanya intervensi untuk Utara Mali62.
Pasukan militer yang dikerahkan atas perintah Dewan Keamanan PBB pada 20 Desember 2012 bertujuan untuk mengalahkan AQIM dan pasukan Islam militan lainnya63. Akan tetapi di Januari 2013, kota Konna jatuh ke tangan pemberontak (AQIM dan sekutunya)64. Ansar Al Din menyatakan pada 4 Januari 2013 bahwa mereka tidak lagi sepakat dengan gencatan senjata karena merasa pemerintah Mali tidak serius dengan permintaan damai65. Hal ini menyebabkan pada 10 Januari 2013, Mali mendesak bantuan militer dari pihak Perancis. Permintaan Mali akhirnya direspon oleh Perancis sehingga Perancis melakukan intervensi terhadap konflik Mali.
61
Timeline: Mali Since Independence,
http://www.aljazeera.com/news/africa/2012/03/2012322111037483270.html diakses pada 10 Agustus 2014
62
Ibid
63
David Cutter, Timeline: French,Malian Troops Advance in Northern Mali, Loc.Cit.
64
Timeline: Mali Since Independence, Loc.Cit.
65
31
Presiden Perancis, Francois Hollande melakukan kunjungan ke Mali pada Februari 2013 dan disambut hangat. Ia menguraikan rencana untuk menarik pasukannya. Rencana ini terealisasikan pada April 2013 dan ketika pasukan Perancis mulai ditarik, pasukan regional Afrika membantu tentara Mali meningkatkan stabilitas keamanan.
Sebuah kesepakatan damai antara pemberontak Tuareg (MNLA) dan pemerintah ditandatangani pada Juni 2013. Kesepakatan ini membuka jalan damai menuju pemilu. MNLA setuju untuk mengambil alih Kidal, kota yang berhasil direbut Perancis dari pasukan Islam militan.
Pemilihan Presiden Mali berlangsung pada tanggal 28 Juli 2013. Pemilihan ini diikuti oleh mantan Perdana Menteri Mali, Ibrahim Boubacar Keita dan mantan Menteri Keuangan, Soumalia Cisse. Akan tetapi, pemilihan ini tidak mendapatkan hasil sehingga diadakan pemilihan presiden putaran kedua66. Pada 13 Agustus 2013, Keita memenangkan pemilihan presiden Mali dan Cisse mengakui hasil tersebut.
C. Tindakan yang Dilakukan oleh Pihak Internasional dalam Mengatasi