• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Pendidikan Karakter di SDIT Al-Muhajirin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi Pendidikan Karakter di SDIT Al-Muhajirin"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

AL-MUHAJIRIN

Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh:

ANIS NOVI SETIA DEWI

1111018200004

JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF

HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

i

Anis Novi Setia Dewi. NIM 1111018200004. Implementasi Pendidikan

Karakter di SDIT Al-Muhajirin. Jurusan Manajemen Pendidikan, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan tentang bagaimana pendidikan karakter diimplementasikan di SDIT Al-Muhajirin. Metode yang digunakan adalah deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif untuk mendeskripsikan situasi-situasi atau kejadian yang secara alami dan nyata terjadi di lingkungan objek penelitian.

Hasil penelitian ini mendeskripsikan bahwa implementasi pendidikan karakter di SDIT Al-Muhajirin sudah terlaksana dengan cukup baik karena aspek nilai-nilai yang dituju tercapai dan diimplemantasikan oleh siswa baik dalam kegiatan belajar maupun diluar kegiatan belajar. Pendidikan karakter di SDIT Al-Muhajirin diimplementasikan melalui kegiatan (1) Integrasi ke dalam mata pelajaran, (2) kegiatan olah hati yakni kegiatan mengelola aspek spiritual siswa sesuai dengan Al-Qu’ran dan Sunnah, (3) kegiatan olah pikir diantaranya market day, wisata ilmiah, pendalaman materi, keputraan dan keputrian, (4) kegiatan olah raga diantaranya kepramukaan, outbond dan ektrakurikuler, (5) olah karsa yakni kepedulian terhadap lingkungan serta berakhlakul karimah dalam pergaulan terhadap teman guru dan orang tua.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan terutama yang berkaitan dengan implementasi pendidikan karakter pada jenjang pendidikan dasar dan menjadi sumber informasi bagi penyedia layanan maupun pengguna layanan pendidikan.

(7)

ii

Anis Novi Setia Dewi. NIM 1111018200004. Implementation of Character

Education (Case Study: SDIT Al-Muhajirin). Education Management

Studies Program, Faculty of Science and teaching Syarif Hidayatullah State

Islamic University Jakarta.

This study aims to explain how character education is implemented in

SDIT Al-immigrants. The method used is descriptive analysis with a qualitative

approach to describe situations or events that naturally occur in the environment

and the real object of study.

The results of this study describe that implementation of character

education in SDIT Al-immigrants already performing quite well as aspects of the

target values achieved communicated and implemented by students both inside

and outside learning activities and learning activities. SDIT character education

in Al-Muhajirin implemented through activities (1) Integration into subjects, (2)

activities of the liver if the activities of managing the spiritual aspects of students

according to Al-Qu'ran and Sunnah, (3) if the activities of thought among market

day , scientific tourism, deepening of the material, sonship and keputrian, (4)

sports activities including scouting, outbound and ektrakurikuler, (5) if the

intention that concern for the environment as well as berakhlakul karimah in the

association of the friends of teachers and parents.

This research is expected to provide knowledge, especially with regard to

the implementation of character education at the basic education level and be a

source of information for service providers and users of educational services.

(8)

iii

Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang merupakan salah satu persyaratan kelulusan studi Strata 1 (S1), Jurusan Manajemen Pendidikan, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat serta salam semoga terlimpah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya, serta orang-orang yang mengikuti jejaknya hingga akhir zaman.

Dalam Penulisan dan penyusunan skripsi ini tentu tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan motivasi baik moril maupun materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Hasyim Asy’ari, M.Pd. Ketua Jurusan Manajemen Pendidikan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

3. Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA selaku dosen pembimbing, terima kasih yang tak terhingga atas saran, kritik serta masukan serta telah memberikan pengarahan dan membimbing penulisan dengan penuh kesabaran, sehingga penulisan skripsi ini terselesaikan.

4. Dr. Fauzan, MA., Dosen Penasehat Akademik yang telah memberikan arahan dan masukan kepada penulis.

5. Seluruh dosen Dosen dan Staff Manajemen Pendidikan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah memberikan bantuannya dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Sutrisno, M.Pd selaku kepala SDIT Al-Muhajirn beserta guru-guru yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian dan membantu penulis dalam memperoleh data dan informasi dalam penyusunan skripsi ini..

(9)

iv

8. Ketiga Adik-adik tersayang (Khoirul Fatah, Aziz Fatul Haq dan Insan Safitiri) yang selalu memberikan support sehingga terselesaikannya skripsi ini.

9. Sahabat-sahabat Puspa Tresna Hana Yuga, Madyana Nur Azizah, S.Pd., Ari Handiningsih, S.Pd., Dede Syukrillah, S.Pd., Bahrul Alam, S.Pd., Sastria Dewantara, S.Pd., Gilang Putra Prasetyo, S.Pd., Widya Ningsih, S.Pd., Mar’atus Sholiha, S.Pd. yang telah banyak membantu memberikan motivasi dan dukungan tiada henti berkenaan dengan skripsi ini. Kehadiran kalian membuat hidup ini jadi berwarna dengan semangat serta keceriaan.

10.Serta rekan-rekan Manajemen Pendidikan 2011 yang telah membantu dan memotivasi dalam pembuatan skripsi ini.

11.Siti Mardiyah, Ima Nirwana, Putri Marantika, Suherningsih dan Rian Arifandi kalian sebagai kakak sekaligus adik yang menambah kecerian dalam hidup ini. Kehadiran kalian sangat berarti.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan baik dari segi penyajian, pengkajian materi, bahasa maupun tata cara penulisan, karenanya penulis dengan lapang hati menerima kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sehingga dapat menjadi lebih baik lagi.

Akhirnya kepada Allah SWT. penulis berserah diri, tiada daya dan upaya melainkan dengan izin dan kekuasaan-Nya dan memohon taufik serta hidayahnya, serta berdoa semoga skripsi ini bermanfaat.

Jakarta, 24 Oktober 2016

(10)

v

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Perumusan Masalah ... 7

E. Kegunaan Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR ... 9

A. Kajian Teori ... 9

1. Pendidikan Karakter ... 9

a. Pengertian dan Tujuan Pendidikan Karakter ... 9

b. Dimensi dan Substansi Pendidikan Karakter ... 13

c. Ciri-ciri Karakter yang Baik ... 21

d. Cara Membentuk Akhlak ... 30

2. Implementasi Pendidikan Karakter pada Pendidikan Dasar ... 35

a. Nilai Karakter Utama Pada Jenjang Sekolah Dasar ... 35

b. Tahapan Implementasi Pendidikan Karakter ... 37

B. Penelitian yang relevan ... 40

C. Kerangka Berfikir ... 42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 43

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 43

B. Metode Penelitian ... 43

C. Sumber Data ... 43

(11)

vi

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 50

A. Gambaran Umum SDIT Al-Muhajirin ... 50

1. Profil SDIT Al-Muhajirin ... 50

2. Visi, Misi, Strategi, dan Tujuan SDIT Al-Muhajirin ... 49

3. Deskripsi Guru ... 52

4. Deskripsi Siswa-siswi ... 54

5. Standar Kompetensi Lulusan ... 55

6. Kegiatan Ekstrakulikuler ... 55

7. Kurikulum SDIT Al-Muhajirin ... 55

B. Analisis dan Pembahasan Hasil Penelitian ... 57

1. Bentuk Pendidikan Karakter di SDIT Al-Muhajirin ... 57

2. Usaha Sekolah dalam Implementasi Pendidikan Karakter di SDIT Al-Muhajirin... 61

3. Faktor Pendukung dan penghambat Implementasi Pendidikan Karakter di SDIT Al-Muhajirin ... 71

BAB V PENUTUP ... 74

A. Kesimpulan ... 74

B. Saran ... 75 DAFTAR PUSTAKA

(12)

vii

Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen Observasi ... 43

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Observasi Kegiatan Implementasi Pendidikan Karakter ... 43

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Wawancara ... 44

Tabel 3.4 Kisi-kisi Pedoman Studi Dokumen ... 46

Tabel 4.1 Daftar Siswa SDIT Al-Muhajirin ... 51

(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna dengan memiliki banyak sekali kelebihan dibanding dengan makhluk lainnya. Salah satu kesempurnaan itu terletak pada akal dan hati yang Allah berikan.

Dengan akal dan hati yang Allah berikan manusia dapat mengontrol kemauan, perasaan, fantasi dan lainnya sehingga dapat membentuk karakter yang kuat dalam diri sebagai kontrol perbuatannya. Karakter baik merupakan suatu modal untuk mewujudkan kehidupan yang aman dan sejahtera. Karakter adalah dasar yang paling utama untuk manusia berkualitas.

Dalam masyarakat berbangsa, karakter menjadi salah satu instrument penting yang mempengaruhi maju mundurnya suatu bangsa. Suatu bangsa dapat dikatakan maju bukan karena umur dan lamanya merdeka, bukan juga karena jumlah penduduk serta kekayaan alam, tetapi lebih disebabkan oleh karakter yang dimiliki bangsa tersebut1. Hal ini menunjukkan bahwa karakter menjadi sesuatu hal yang sangat penting bagi kehidupan individu.

Dalam hadis Nabi yang artinya “Setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan

(membawa) fithrah (rasa ketuhanan dan kecenderungan kepada kebenaran),

maka kedua orang tuanyalah yang membentuk anak itu menjadi Yahudi, Nasrani

atau Majusi.(HR.Bukhori)2 Dalam hadis tersebut dikatakan bahwa pada dasarnya manusia terlahir dengan fitrahnya yaitu sifat yang cenderung terhadap kebenaran namun aktualisasi dari sifat itu sendiri dapat dipengaruhi oleh interaksinya dengan lingkungan. Sifat atau karakter yang benar tersebut dapat dibentuk melalui media pendidikan, karena pendidikan merupakan alat yang paling efektif untuk menyadarkan individu dalam jati diri kemanusiaannya. Dengan pendidikan akan dihasilkan kualitas manusia yang memiliki kehalusan

1Zubaedi., Desain Pendidikan Karakterkonsepsi dan Aplikasinya dalam Lemabaga Pendidikan.

(Jakarta: Kencana Prenada Media Group) 2011. h. 6

(14)

budi dan jiwa, memiliki kecemerlangan pikir, kecekatan raga dan memiliki kesadaran penciptaan dirinya.3 Pendidikan dapat membantu manusia dalam menjalankan tugasnya sebagai kholifah fil ard yang ditunjuk Allah untuk mengelola bumi berserta isinya.

Pendidikan juga merupakan media yang sangat ampuh dalam membangun kecerdasan sekaligus kepribadian manusia yang bertakwa dan beriman kepada Tuhan yang Maha Esa serta memiliki akhlak mulia. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan yang tercantum dalam Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berbunyi “ Tujuan pendidikan nasional yaitu untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”4 Untuk mencapai tujuan yang mulia tersebut pendidikan senantiasa selalu dievaluasi dan diperbaiki. Salah satu upaya perbaikan kualitas pendidikan adalah munculnya gagasan mengenai pendidikan karakter yang dicanangkan oleh pemerintah pada tanggal 02 Mei 2010 dalam peringatan Hari Pendidikan Nasional.

Dengan bertumpu pada tujuan pendidikan nasional maka dapat dikatakan pendidikan karakter bertujuan agar generasi bangsa memiliki keimanan serta ketakwaan kepada Tuhan yang Maha Esa serta berkepribadian yang mulia sehingga diharapkan generasi bangsa memiliki bekal yang cukup untuk menghadapi zaman yang terbuka dan semakin dinamis ini. Keadaan zaman yang demikian sedikit banyak telah merubah cara hidup manusia, dengan memudahnya seseorang dapat mengakses berbagai informasi dari berbagai media sehingga peluang untuk mengikuti trend sangatlah besar. Hal ini juga yang menyebabkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang konsumtif. Film, buku-buku, tempat-tempat hiburan yang menyuguhkan adegan maksiat juga banyak. Demikian pula

30pcit., h. 13

(15)

produk obat-obat terlarang, minuman keras dan pola hidup hedonistik dan materialistik semakin menggejala.5

Kemajuan zaman dengan arus globanya tentunya tidak dapat mempengaruhi kehidupan generasi bangsa jika saja dalam hati mereka telah tertanam iman yang kuat. Dengan iman inilah manusia dapat membedakan mana yang baik dan yang buruk menurut norma dan nilai yang berlaku, dengan iman pula manusia mengontrol segala sesuatu yang bertentangan dengan keinginan hatinya. Kontrol seperti ini yang nantinya akan menjadi karakter mulia yang menjadi benteng bagi pikiran dan hati sehingga tidak mudah dikendalikan oleh nafsu yang hanya mementingkan kesenangan dunia tanpa peduli lingkungan sekitar dan pertanggungjawaban di akhirat.

Pendidikan karakter merupakan pendidikan akhlak yang tujuannya untuk membentuk kepribadian yang utuh dalam diri seseorang agar ia dapat menjalankan amanahnya sebagai khalifah fil ardh. Kepribadian yang utuh mencakup tiga ranah yaitu cerdas dalam akal, cerdas dalam bersikap, serta cerdas dalam berperilaku. Oleh karena itu pendidikan karakter yang diterapkan di sekolah harus memenuhi ke tiga ranah tersebut. Tapi pada kenyataannya implementasi pendidikan karakter di sekolah hanya sampai pada tercapainya ranah kognitif (akal). Nilai-nilai kebaikan yang diajarkan kepada siswa hanya sebatas ilmu pengetahuan yang diajarkan di dalam ruang kelas itu pun dengan cara menghafal, apa itu jujur, bagaimana ciri orang jujur, dsb. Karena nilai-nilai tersebut hanya diajarkan dan diujikan sebatas pengetahuan di atas kertas hasilnya saat ujian sekolah masih banyak siswa yang mencontek, masih banyak kasus-kasus ketidakjujuran dalam kehidupan sehari-hari yang pelakunya adalah manusia-manusia terpelajar. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan yang diterapkan pada saat ini dirasa telah gagal dalam membentuk manusia berkarakter. Kasus lain yang terlihat dalam kehidupan sehari-hari adalah makin maraknya tindak kekerasan yang dilakukan oleh pelajar serta kasus-kasus amoral lainnya, seperti penggunaan narkoba dan minuman keras, pelecehan seksual, demo anarkis mahasiswa, menurunnya minat belajar siswa dikarenakan gadget (sosmed

(16)

/games), dan lain sebagainya. Kasus-kasus yang terjadi diakibatkan adanya degadrasi moral yang terjadi pada generasi penerus bangsa. Lalu siapakah yang bertanggung jawab atas degradasi moral yang terjadi serta terlaksananya pendidikan karakter?

Pendidikan karakter merupakan tanggung jawab semua pihak yang berdekatan dengan generasi penerus bangsa. Baik itu pihak pemerintah, sekolah, keluarga ataupun masyarakat. Pendidikan karakter di sekolah adalah tanggung jawab semua warga sekolah, yaitu kepala sekolah selaku manajer sekolah, seluruh guru, staff administrasi, petugas kebersihan petugas kantin serta masyarakat yang tinggal di sekitar lingkungan sekolah. Warga sekolah yang harus memberikan teladan, pembiasaan, penerapan peraturan, menciptakan iklim dan budaya sekolah serta motivasi yang tinggi bagi terbentuknya karakter siswa-siswi yang notabene

nya adalah generasi penerus bangsa.

Tujuan implementasi pendidikan karakter pada jenjang pendidikan dasar yaitu membentuk pondasi yang kokoh bagi terbentuknya karakter mulia dalam setiap diri generasi muda bangsa Indonesia. pembentukan karakter tersebut harus ditanamkan sejak usia anak memasuki masa keemasan. Pada anak usia sekolah antara 6 s/d 9 tahun adalah mulai berkembangya kepribadian yang nyata pada anak, serta mulai bertambahnya pengetahuan tentang aturan-aturan akhlak6. Apabila kepribadian serta akhlak seorang anak sudah terbentuk sejak dini, ketika dewasa tidak akan berubah meski banyak problematika yang akan dihadapinya nanti. Ia juga akan menjadi manusia yang bertanggung jawab dan bermartabat.

Dalam Islam pendidikan karakter menjadi hal yang sangat diutamakan. Allah mengutus Rasulullah SAW sebagai figur yang sempurna akhlaknya dan menjadikannya panutan adalah hal yang sangat dianjurkan. Seperti dalam firman Allah yang berbunyi:

6Abu A Ah ad Sulai a dite je ahka oleh Lu a haki ., “Metode Pendidikan Anak

(17)







Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan

(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah.”QS. Al-Ahzab : 33 ayat 21.

Oleh karenanya jika anak sejak kecil sudah dikenalkan dan dibiasakan untuk mengenal karakter mulia dengan figur Rasullah dan sunnahnya maka ketika dewasa ia akan tumbuh menjadi generasi yang tangguh, cerdas, jujur, amanah, bertanggung jawab dan berkarakter kuat.

Lembaga pendidikan di Indonesia khususnya di Jakarta mulai memberikan respon positif terhadap tantangan dan tanggung jawab tersebut. Banyak bermunculan sistem pendidikan yang mengacu pada pendidikan karakter, seperti yang diterapkan oleh SDIT Al- Muhajirin yang terletak di Koja Jakarta Utara. Dengan mengambil model sekolah sehari penuh atau full day school sekolah ini sangat memperhatikan pembinaan karakter bagi siswa dalam seluruh kegiatan di sekolah. Kurikulum SDIT Al-Muhajirin berpedoman pada kurikulum Depag yang dipadukan dengan kurikulum pendidikan dasar dan diolah sesuai dengan visi, misi SDIT Al-Muhajirin. Berdo’a bersama dan muroja‟ah yaumiyah (sebelum) kegiatan pembelajaran dimulai menjadi salah satu kebiasaan yang ditanamkan kepada peserta didik. Shalat dhuha setiap pagi, shalat dzuhur berjama’ah, kegiatan keputraan dan keputriaan setiap minggunya, penerapan pembelajaran fiqh,

al-qur’an dan hadis merupakan rutinitas yang diterapkan oleh SDIT Al-Muhajirin sebagai upaya pembentukan karakter yang kuat bagi siswanya.7 Setiap anak mendapatkan bimbingan tahfidz di mana semua siswa dibimbing untuk menghafalkan Al-Qur’an yang ditargetkan setelah lulus mereka dapat menghafal

(18)

minimal 2 juz Al-Qur’an, terutama juz ke-30 dan juz 29. Kegiatan di luar jam pembelajaran guna pembentukan karakter siswa selalu ditingkatkan oleh SDIT Al-Muhajirin kegiatan-kegiatana itu meliputi: Pramuka, Pesantren Ramadhan, Peringatan Hari Besar Islam, Perjusami, Outbond, Outing Class (Wisata Ilmiah) yang dilakukan setiap semesternya untuk menanamkan nilai-nilai yang tidak di dapat dalam proses KBM serta lebih mengenalkan tata cara ibadah yaumiyah

kepada peserta didik.

Menurut pengamatan penulis implementasi pendidikan karakter di SDIT Al-Muhajirin sudah berjalan dengan baik namun ada beberapa kegiatan yang tidak berjalan secara maksimal yaitu pada kegiatan ektrakurikuler yang bertujuan untuk mengolah aktivitas kognisi dan afeksi siswa. Beberapa hal yang menjadi kendala diantaranya menurunnya minat siswa dalam mengikuti kegiatan ektrakurikuler, hal ini di buktikan dengan rendahnya absensi kehadiran pada kegiatan ekstrakurikuler. Selain itu kurangnya dukungan dari orang tua juga menjadi kendala dalam pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler.

Dari uraian di atas, untuk mengetahui lebih detail mengenai bagaimana implementasi pendidikan karakter bagi siswa di SDIT Al-Muhajirin dan apa saja faktor yang mempengaruhinya, maka perlu adanya penelitian yang lebih lanjut. Oleh sebab itu penulis bermaksud melaksanakan penelitian mengenai

Implementasi Pendidikan Karakter di SDIT Al-Muhajirin” menjadi judul

penelitian penulis.

B. Identifikasi Masalah

Merujuk pada pemaparan di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah, yaitu:

1. Banyaknya permasalahan karakter yang terjadi dikalangan anak bangsa 2. Lemahnya pengelolaan dalam pelaksanaan implementasi pendidikan

karakter di sekolah

3. Kurangnya efektivitas pada proses pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah

(19)

5. Kurangnya metode atau model dalam implementasi pendidikan karakter 6. Kurangnya evaluasi yang dilakukan dalam pelaksanaan pendidikan karakter

C. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan yang dipaparkan penulis dapat terfokus dan tidak meluas pada hal-hal yang seharusnya tidak dibahas, maka penulis membatasi permasalahan yang akan diteliti hanya pada pelaksanaan pendidikan karakter bagi siswa-siswi SDIT Al-Muhajirin dalam upaya internalisasisi nilai-nilai karakter mulia dalam diri peserta didik.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah ditulis di atas, maka penulis merumuskan masalah yang akan diteliti yaitu:

1. Bagaimana implementasi pendidikan karakter bagi siswa-siswi SDIT Al-Muhajirin dalam upaya internalisasi nilai-nilai karakter mulia?

2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat implementasi pendidikan karakter di SDIT Al-Muhajirin?

3. Apa saja upaya yang dilakukan sekolah dalam mengatasi hambatan yang muncul dalam implementasi pendidikan karakter di SDIT Al-Muhajirin?

E. Kegunaan Penelitian

Dari hasil penelitian ini nantinya, penulis sangat berharap hasil penelitian ini:

1. Dapat memberikan pengetahuan dan menambah wawasan penulis tentang penerapan dan pelaksaan pendidikan karakter di SDIT Al-Muhajirin dalam membentuk nilai-nilai karakter mulia pada diri peserta didik.

(20)
(21)

9

BAB II

KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR

Pada bab ini akan dikemukakan beberapa teori yang berkaitan dengan implementasi pendidikan karakter, diantaranya ialah pengertian dan tujuan pendidikan karakter, dimensi dan substansi pendidikan karakter, ciri-ciri karakter yang baik dan cara membentuk akhlak, nilai karakter utama pada jenjang pendidikan dasar, tahapan impelemntasi pendidikan karakter

A. Kajian Teori

1. Pendidikan Karakter

a. Pengertian dan Tujuan Pendidikan Karakter

Pendidikan merupakan sebuah usaha yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh sebuah ilmu yang akan dijadikan sebagai dasar dalam bersikap dan berperilaku. Dalam keseluruhan proses pendidikan yang dialami oleh manusia, terjadi proses pendidikan yang akan membentuk sikap, watak kepribadian atau karakternya. Hal ini sejalan dengan pengertian pendidikan menurut Undang-undang No 20 tahun 2003, dikatakan Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekukatan spiritual keagamaan, kepribadian, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara1.

Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan di atas

dengan tegas menggariskan “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana

agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya, untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan kepribadian dan kecerdasan, akhlak mulia…” berkembangnya potensi yang dimaksud dalam undang-undang tersebut adalah kapasitas bawaan (fitrah) manusia yang perlu diaktualisasikan melalui ranah

(22)

pendidikan. Artinya hanya dengan pendidikanlah seluruh potensi yang dimiliki manusia berkembang sehingga menjadi manusia yang seutuhnya.

Dari sinilah dapat disimpulkan bahwasanya pendidikan karakter telah lama dianut bersama secara tersirat dalam penyelenggaraan pendidikan nasional. Hal ini menujukkan betapa pentingnya pendidikan karakter harus diterapkan dalam setiap jenjang pendidikan nasional demi tercapainya tujuan pendidikan yang mulia tersebut.

Pendidikan karakter itu sendiri dimaknai dengan suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dri sendiri sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga manusia menjadi insan kamil2.

Pendidikan karakter adalah pendidikan yang menjadikan manusia menjadi

insan kamil atau manusia yang sempurna yaitu manusia yang memiliki pengembangan potensial intelektual, rohaniah, intuisi, kata hati, akal sehat, fitrah dan lainnya sehingga dengan begitu manusia dapat berhubungan dengan Allah SWT sebagai penciptanya dan dengan makhluk lainnya secara benar menurut akhlak islami3.

Pendidikan karakter juga dapat didefinisikan sebagai pendidikan yang mengembangkan karakter mulia (good character) dari peserta didik dengan mempraktikkan dan mengajarkan nilai-nilai moral dan pengambilan keputusan yang beradab dalam hubungan dengan sesama manusia maupun dengan Tuhannya4. Oleh karena itu pada dasarnya pendidikan karakter bertujuan untuk mengembangkan kemampuan perserta didik agar mereka mengetahui kebaikan, mencintai kebaikan dan dapat mengamalkan kebaikan dalam kehidupannya sehari hari secara reflek dan dengan sepenuh hati

2 Muchlas Samani dan hariyanto., Konsep dan Model Pendidikan Karakter. (Bandung:Remaja Rosdakarya, 2011) h 46.

(23)

sehingga nantinya setiap manusia dapat hidup berdampingan dengan kedamaian.

Dalam lingkup sekolah, pendidikan karakter dapat diartikan sebagai pendidikan budi pekerti plus yang merupakan program pengajaran di sekolah dengan yang bertujuan mengembangkan watak dan tabiat siswa dengan cara menghayati nilai-nilai dan keyakinan masyarakat sebagai kekuatan moral dalam hidupnya melalui kejujuran, dapat dipercaya, disiplin dan kerjasama yang menekankan ranah afektif (feeling) tanpa meninggalkan ranah pengetahuan (cognitive) dan tindakan (action).5 Tanpa ketiga aspek ini (feeling, cognitive, action) pendidikan karakter tidak akan berhasil, karena dalam pendidikan karakter tidak cukup dengan pengetahuan lalu melakukan tindakan yang sesuai dengan pengetahuannya saja. Hai ini karena pendidikan karakter terkait dengan nilai dan norma yang berlaku, oleh karena itu juga harus melibatkan perasaan.

Menurut Thomas Lickona Pendidikan Karakter adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang, yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras dan sebagainya.6

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan yang bukan hanya mengajarkan mana yang benar dan yang salah kepada siswa, lebih dari itu pendidikan karakter adalah pendidikan yang menanamkan kebaikan sebagai suatu kebiasaan sehingga siswa menjadi paham (kognitif) tentang mana yang baik dan tidak, dapat merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukan (psikomotorik) kebaikan sebagai suatu kebiasaan yang dipraktekkan secara terus menerus. Sehingga akan terbentuk manusia yang berkepribadian insan kamil yang memiliki potensi intelektual, ruhaniah, serta akhlak mulia yang siap hidup berdampingan dengan aman damai dan tentram.

5Zubaedi, Desain Pendidikan Krakter KOnsepsi dan Aplikasinya dalamLembaga Pendidikan.(Jakarta: Kencana Prenada Media Group) 2011. h. 25

(24)

Tujuan pendidikan karakter tidak akan lepas dari tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam UUD Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang dirumuskan dalam pasal III bahwa Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab7.

Menurut Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum dan Perbukuan yang tertuang dalam panduan pelaksanaan pendidikan karakter bahwa pendidikan karakter bertujuan mengembangkan nilai-nilai yang membentuk karakter bangsa, yaitu pancasila, yang meliputi; 1) mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang berhati baik, berpikiran baik dan berperilaku baik; 2) membangun bangsa yang berkarakter pancasila; 3)mengembangkan potensi warga negara agar memiliki sikap pecaya diri, bangga pada bangsa dan negaranya serta mencintai umat manusia8.

Menurut Mahmud pendidikan karakter bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan, dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan pancasila.9

Dari sini disimpulkan bahwa pendidikan karakter pada dasarnya bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai baik dalam diri siswa agar menjadi manusia yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, cerdas, mengetahui dan dapat mengamalkan hal-hal yang baik dalam diri dan kehidupannya serta dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya sehingga menjadi manusia yang seutuhnya yang berbudi luhur dan berjiwa pancasila sehingga dapat bertahan dalam kehidupannya dimasa sekarang dan yang akan datang.

7 Sekretariat Negara RI, Undang-undang No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB II Pasal 3. h. 4. (http://www.setneg.go.id)

(25)

Olah Pikir

Olah Hati

Olah Raga

Olah Karsa

Nilai-nilai luhur dan perilaku

berkarakter

Gambar 2.1

b. Dimensi dan Substansi Pendidikan Karakter

Proses pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi yang dimilikinya (kognitif, afektif, psikomotorik) yang berinteraksi dengan lingkungannya (keluarga, sekolah dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat10.

Mencermati konsep pendidikan karakter yang dikembangkan Kemendiknas sejak tahun 2010, tampaklah empat dimensi pendidikan karakter yang meliputi: olah pikir, olah hati, olah raga dan olah karsa. Keempat dimensi ini memiliki keterikatan satu sama lain yang digambarkan dalam empat lingkaran yang saling mengikat. Lihat gambar 2.1. dalam gambar tersebut keempat dimensi tidaklah saling memisah, namun saling bersinggungan dan berpotongan pada satu bidang, bidang yang berpotongan itulah yang merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur dan perilaku berkarakter yang menjadi tujuan pendidikan karakter. Hal ini bermakna karakter individu dinyatakan lengkap jika keempat dimensi ini tumbuh dan berkembang dalam diri seseorang.

Keterpaduan empat dimensi tersebut dapat dideskripsikan sebagai beriukut. Olah hati berkenaan dengan perasaan, sikap, dan keyakinan. Olah pikir berkenaan dengan proses penalaran guna mencari dan

(26)

menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif dan inovatif. Olah raga berkenaan dengan proses , kesiapan, peniruan, manipulasi dan penciptaan aktivitas baru disertai dengan soprtivitas. Olah karsa/rasa berkenaan dengan kemauan, motivasi dan kreatifitas yang tercermin dalam kepedulian, citra, dan penciptaan kebaruan.11

Muhammad Yaumin dalam bukunya memaparkan karakter yang dapat dikembangkan dari keempat dimensi pendidikan karakter di atas, yaitu:12 Olah Pikir Cerdas (cerdas kata,cerdas gambar, music, mengatur diri,

berhubungan dengan orang lain, flora dan fauna dan eksistensial), kritis (ingin tahu, reflektif, terbuka), kreatif (produktif, inovatif, dan ber-iptek)

Olah Rasa Ramah, apresiatif, suka menolong, sederhana, rendah hati, tidak sombong, bijak, pemaaf, mudah kerja sama, gotong royong, peduli, mengutamakan kepentingan umum, beradab, sopan santun, nasionalis.

Olah Hati Beragama, alim, jujur, amanah, adil, bertanggungjawab, integritas, loyal, tulus, ikhlas, empati, murah hati, berjiwa besar, teguh pendirian.

Olah Raga Disiplin, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, ceria, gigih, bekerja keras dan berdaya saing.

Tabel 2.1. Ringkasan Karakter pada Setiap Dimensi

Dalam implementasinya disekolah, karakter-karakter di atas dapat ditambahkan atau dikurangkan seseuai kebutuhan masyarakat, Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar dan bahan suatu mata pelajaran.

Pendidikan karakter bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak manusia atau waraga Negara Indonesia agar berpikiran

11 Opcit. Muchlas Samani dan hariyanto. 2011. h. 24

12Muhammad Yaumin.Pendidikan Karakter Landasan, Pilar dan Implementasi.,

(27)

baik, berhati baik, dan berperilaku baik sesuai dengan pancasila.13 Pendidikan karakter di Indonesia didasarkan pada sembilan karakter dasar. Kesembilan karakter dasar yang menjadi tujuan pendidikan karakter ialah:

1. Cinta kepada Allah dan semesta beserta isinya 2. Tanggung jawab, disiplin, dan mandiri 3. Jujur

4. Hormat dan santun

5. Kasih sayang, peduli dan kerja sama

6. Percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah 7. Keadilan dan kepemimpinan

8. Baik dan rendah hati

9. Toleransi, cinta damai dan persatuan.14

Kesembilan nilai karakter dasar di atas dikembangkan berdasarkan pada ideologi bangsa Indonesia, agama, budaya serta nilai-nilai yang dirumuskan dalam tujuan pendidikan nasional.

Dalam Pandangan Islam karakter sama halnya dengan al- Akhlak. Ibn Miskawaih berpendapat bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.15 Imam al-Ghazali mengemukakan bahwa akhlak adalah keadaan dalam jiwa yang menetap dan dari padanya muncul semua perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa perlu pemikiran dan penelitian.16 Dari dua pendapat para ulama besar islam mengenai akhlak tersebut maka dapat disimpulkan bahwasanya akhlak adalah kepribadian yang telah mendarah daging di dalam diri seseorang sehingga setiap perbuatan yang dilakukannya adalah perbuatan yang secara spontan dilakukan dan tanpa memerlukan pertimbangan terlebih dahulu. Jika seseorang berakhlak baik maka sikap dan perilaku yang timbul dalam dirinya adalah perbuatan-perbuatan baik yang dilakukannya secara sadar dan tanpa paksaan, begitu

13Desain induk pendidikan karakter Kementerian Pendidikan Nasional 2010. h. 5 14opcit. Zubaedi. Desain Pendidikan Karakter. h.72

15Opcit., Abuddin Nata., h. 3

(28)

juga berlaku sebaliknya. Sehingga akhlak ini dapat menjadi identitas seseorang saat ia menjalankan kehidupannya.

Akhlak merupakan bentuk plural dari al-khuluq. Ar-Ragib menyatakan bahwa kata al-kholqu, al-khuluq dan al-khuluqu memiliki makna yang sama. Namun al-kholqu dikhususkan untuk bentuk yang dapat dilihat dengan panca indera, sedangkan al-khuluqu untuk kekuatan dan tabiat yang dapat ditangkap oleh mata hati (bersumber dari ajaran islam).17 Ungkapan tersebut menyiratkan bahwa orang yang memiliki akhlak yang baik adalah orang yang senantiasa tunduk dan patuh pada ajaran islam yang diterapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Islam adalah agama yang paling sempurna, Islam mengatur semua kegiatan manusia dari hal-hal terkecil sampai yang terkompleks. Semua itu sudah terkandung dalam al-Qur’an sebagai petunjuk umat Muslim yang dapat mengantarkan kepada kebahagian dan kesejahteraan hidup baik di dunia maupun diakhirat. Hukum-hukum islam yang mengandung serangkaian pengetahuan tentang akidah, pokok-pokok dan perbuatan dapat dijumpai di dalam al-Qur’an18. Akhlak dalam ajaran islam mencakup beberapa aspek, yaitu akhlak terhadap Allah, akhlak terhadap terhadap Rasullah, akhlak terhadap diri sendiri, akhlak terhadap sesame makhluk hidup, berikut penjelasannya:

a. Akhlak terhadap Allah

Sebagai manusia yang beriman sudah sepatutnya kita ber-akhlak terhadap Allah SWT tiada Tuhan selain Dia yang memiliki kerajaan di langit dan di bumi, yang menciptakan manusia dengan keadaan yang paling sempurna dan segala keistimewaannya. Lalu bagaimana cara manusia agar berakhlak terhadap Allah SWT.

17Mahmud al- Mishri. Ensiklopedia Akhlak Muhammad SAW. (Jakarta: Pena Pundi Aksara) 2011. h.4

(29)

1. Beriman hanya kepadaNya. Meyakini dengan sungguh-sungguh bahwa Allah itu ada dengan segala keesaanNya.19 Qs. Al-Ikhlas [112] ayat 1.

2. Rajin beribadat.20 Allah menciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepadaNya (Qs.Adz-Dzariat [51] ayat 56 maka sudah sepatutnya manusia hidup di dunia untuk beribadah kepada Allah dengan menjalankan segala perintahNya dan menjauhi laranganNya agar mendapat keridlaan Allah SWT.

3. Ikhlas dan khusyu21. Kewajiban manusia adalah untuk beribadah hanya kepada Allah dengan ikhlas dan khusyu serta tidak menyekutukanNya dengan apapun.

4. Raja‟ (berharap) dan Khauf (takut). Manusia dalam hatinya harus menanamkan sifat Raja‟ atau selalu berharap kepada Allah. Hanya

Allah lah yang dapat mengabulkan segala do’a dan permohonannya.

Namun selain berharap juga dalam hati manusia harus ada rasa Khauf atau takut akan laknat Allah dengan begitu sebagai manusia akan selalu berusaha untuk instrospeksi diri untuk menjadi hamba yang lebih baik lagi dihadapanNya.

5. Ash-Shobru (bersabar)22 dan Husnudzon (berbaik sangka)23. Allah berfirman dalam Qs. Al-Baqarah ayat 155 yang artinya “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan”. Dalam ayat tersebut menyiratkan bahwa kehidupan manusia tidak akan lepas dari cobaan. Oleh sebab itu hendaknya seseorang itu harus sabar dengan segala cobaan yang diberikan serta selalu berbaik sangka kepada Allah SWT. Manusia harus percaya bahwa hanya Allah lah yang dapat menjadi penolong, hanya Allah yang memberikan rahmat dan petunjuk bagi hambanya yang bertakwa serta tidak akan

19 Opcit. Heri Gunawan h. 8

20Moh. Ardani. Akhlak-Tasawuf “Nilai-nilaiAkhlak/Budi Pekerti dalam Ibadat dan Tasawuf” (Jakarta: Karya Mulia) 2005. h. 67

21 Opcit., Heri Gunawan. h. 8 22Ibid., h. 70

(30)

membiarkan kesengsaraan dan penderitaan yang kekal menimpa hambanya. (Qs. Al-Baqarah [2] ayat 155-157)

6. Bertawakal. Menyerahkan segala urusan kepada Allah SWT setelah berusaha semaksimal mungkin.24 Allah akan selalu memberikan pertolongan kepada hambanya yang mengalami kesulitan, namun pertolongan Allah tidak serta merta turun dari langit. Allah menginginkan hambanya untuk berusaha terlebih dahulu dengan usaha yang sungguh. Misalnya seseorang kekurangan dalam ekonomi, tanpa usaha ia tidak akan mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh sebab itu ia harus berusaha untuk memenuhi kebutuhannya dengan bekerja keras, melalui jalan tersebut Allah penuhi kebutuhannya.

7. Bersyukur dan Qana‟ah (merasa cukup dengan nikmat yang diberikan).25 Bersyukur atas segala pemberianNya serta merasa cukup dengan pemberianNya. (Qs. Ibrahim [14] ayat: 7)

b. Akhlak terhadap Rasullah

Rasullah SAW diutus oleh Allah untuk menyampaikan wahyu dan risalah yang berisi pokok-pokok akidah, ibadah dan akhlak.26 Hal ini

dipertegas oleh Rasul dalam sabdanya yang berbunyi “Aku diutus (oleh

Allah) untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. “ (HR Ahmad)27. Sebagai umatnya wajib bagi setiap muslim untuk ikhlas beriman kepada Rasullah SAW dengan sebenarnya, yaitu mengikrarkan dengan lidah tentang adanya Rasullah (membaca dua kalimat syahadat), dan hatinya membenarkan apa yang diikrarkan dengan lidah, kemudian anggota tubuhnya melaksanakan dengan perbuatan. Melaksanakan dengan perbuatan dilakukan dengan cara, menghidupkan sunnahnya, membaca shalawat kepadanya, serta taat dan cinta kepada Rasullah Saw serta para sahabat dan pewarisnya.28

(31)

c. Akhlak terhadap diri sendiri

Setiap apa yang ada di dunia adalah kepunyaan Allah SWT, termasuk juga manusia. Allah menciptakan manusia dengan bentuk yang sebaik-baiknya yaitu kelengkapan jasmaniah dan rohaniah yang kesemuanya itu harus dijaga sebaik-baiknya karena akan dimintai pertanggung jawabannya.

Berakhlak pada diri sendiri dapat diartikan dengan menghargai, menghormati, menyayangi dan menjaga diri sendiri dengan sebaik-baiknya, karena sadar bahwa dirinya adalah kepunyaan Allah yang harus dipertanggung jawabkan.29 Lalu bagiamana cara manusia untuk berakhlak kepada diri sendiri? Diantaranya yaitu dengan menjaga kesucian dan kesehatan diri baik rohani dan jasmani dengan tidak meminum-minuman keras, tidak menyakiti diri sendiri, mengobati penyakit yang diderita, tidak melupakan kebaikan untuk diri sendiri, menjaga kehormatan dengan menutup aurat serta terus belajar (menuntut ilmu).

d. Akhlak terhadap sesama manusia

Manusia adalah makhluk sosial yang keberadaan di dunia membutuhkan manusia lain untuk dapat bertahan hidup. Oleh sebab itu setiap manusia harus menjaga hubungannya dengan yang lain, yaitu dengan cara berakhlak yang baik terhadap sesama manusia. Nabi SAW berpesan dalam sabdanya yang berbunyi:

نع يبأ ةزمح سنأ نب م كل يضر ه هنع – د خ لوسر ه ى ص ه هي ع سو ل ق " ا نمؤي كدحأ ىتح حي هيخأ م حي هسفنل

Dari Abu Hamzah, Anas bin Malik, pelayanan Rasulullah Shallallahu

„alaihi wa Sallam, dari Nabi Shallallahu „alaihi wasallam, beliau bersabda: “Tidaklah sempurna iman seseorang sampai ia mencintai

saudaranya seperti apa yang ia cintai bagi dirinya. (HR. Bukhori

(32)

Muslim).30 Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menunjukkan kecintaan seseorang terhadap saudaranya diantaranya dengan memenuhi hak muslim lainnya, yaitu: 1) Jika bertemu ucapkan lah salam, 2) Jika di undang maka penuhi, 3) Jika dimintai nasihat maka berilah, 4) Jika bersin

seraya memuji Allah maka do’akanlah, 5) Jika sakit maka jenguklah dan, 6) Jika meninggal maka hantarkanlah. (HR. Bukhori)31

Pendidikan karakter sebenarnya sudah lama di implementasikan dalam dunia pendidikan oleh para founding father bangsa Indonesia. Dulu pendidikan karakter lebih dikenal dengan nama pendidikan moral pancasila, pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan agama. Mengapa dinamakan demikian? Karena semuanya itu bersumber pada empat sumber nilai, yaitu agama, pancasila, budaya dan tujuan pendidikan nasional. Berdasarkan keempat sumber nilai tersebut, teridentifikasi 18 nilai karakter hasil kajian empiric Pusat kurikulum yang harus diintegrasikan dalam setiap jenjang dan jalur pendidikan. Ke-18 nilai karakter tersebut, yaitu: Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta Tanah Air, Menghargai Prestasi, Bersahabat/Komunikatif, Cinta Damai, Gemar Membaca, Peduli Lingkungan, Peduli Sosial,dan Bertanggung Jawab.32

Implementasi ke-18 nilai karakter tersebut dapat disesuaikan dengan kebutuhan sekolah. Sekolah dapat menambahkan atau mengurangi nilai-nilai karakter tersebut sesuai dengan kebutuhan sekolah, masyarakat sekitar, standar kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD) atau bahasan dalam materi. Implementasi nilai-nilai karakter yang akan dikembangkan dapat dimulai dari nilai-nilai yang esensial, sederhana dan mudah

30 Syaikh Yahya Bin Syarifuddin An Nawawi. 40 Terjemah Hadits Arbain Nawawydalam

Judul Asli “Arba’in an-Nawawy Syaikh Yahya Bin Syarafuddin an-Nawawy Fil Ahaadiitsis Shahiihah an-Nabawiyyah” diterjemahkan oleh H.M. Mundar ( Jakarta: Wangsamerta). h. 31 31Anon e-book Shahih Al-Adab Al Mufrad

(33)

dilaksanakan, seperti: bersih, nyaman, disiplin, sopan dan santun.33 Sekolah dapat menciptakan iklim dan budaya sekolah seperti di atas dengan cara menyediakan tempat sampah disetiap sudut dan ruang kelas, menyediakan taman serta sarana dan prasarana bagi siswa, menerapkan budaya disiplin, sopan dan santun dengan memberikan teladan kepada siswa-siswinya misalnya datang tepat waktu, berpakaian rapi, menggunakan tutur kata yang baik terhadap sesama guru, atas, staff sekolah atau bahkan terhadap murid.

c. Ciri-ciri Karakter yang Baik

Perbuatan manusia yang disengaja dalam situasi yang memungkinkan adanya pilihan dapat diberi nilai baik atau buruk. Untuk menetapkan perbuatan itu termasuk perbuatan baik atau buruk ada beberapa tolak ukurnya, diantaranya dari segi tujuan, agama, serta adat istiadat yang berlaku. Menurut Abuddin Nata baik atau kebaikan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan yang luhur, bermartabat, menyenangkan dan disukai manusia.34 Dengan begitu manusia yang baik adalah manusia yang menjalani hidup dengan budi pekerti baik untuk diri sendiri dan untuk orang lain. Dengan budi pekerti baik terhadap diri sendiri maka kita memiliki kontrol atas diri sehingga dapat melakukan hal yang baik pula terhadap orang lain.

Filosof Yunani Arsitoteles mendefinisikan karakter yang baik sebagai hidup dengan tingkah laku yang benar yang berhubungan dengan diri sendiri dan orang lain.35 Karakter yang dimiliki seseorang sering dijadikan patokan untuk menilai seberapa baik orang tersebut. Dengan kata lain seseorang yang menampilkan kualitas personal yang baik dan cocok dengan yang diinginkan masyarakat dalam kesehariannya maka dapat dikatakan seseorang itu berkarakter baik.

33Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter, Pusat Kurikulum dan perbukuan, 2011. h. 8 34Opcit. Abuddin Nata., Akhlak dan Tasawufdan Karakter Mulia h. 88

(34)

Karakter yang baik berkaitan dengan mengetahui yang baik (knowing the good) mencintai yang baik (loving the good) dan melakukan yang baik (acting the good).36 Knowing the Good terwujud dalam pengetahuan moral (kognitif) Loving the Good terwujud dalam perasaan moral (afektif) sedangkan Acting the Good terwujud dalam tindakan moral (psikomotorik). Ketiga komponen di atas akan selalu saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama lainnya.

a. Moral Knowing (Pengetahuan Moral)

Berikut ini merupakan enam tahapan yang harus dilalui dalam rangka mencapai tujuan-tujuan pengetahuan moral pendidikan.

1. Moral Awarness (kesadaran moral)

Untuk membentuk kesadaran moral sangat diperlukan informasi yang cukup kuat dalam menentukan bahwa suatu tindakan itu baik atau buruk. Pendidikan karakter dapat menjadi sebuah alternatif dalam memberikan informasi tersebut dengan mengajarkan siswa cara memastikan fakta terlebih dahulu sebelum membuat pertimbangan moral.

Menurut Ahmad Charris Zubair yang dikutip oleh Abuddin Nata kesadaran moral merupakan faktor penting untuk memungkinkan tindakan manusia selalu bermoral, berperilaku susila dan perbuatannya selalu sesuai norma yang berlaku.37

2. Knowing Moral Values (pengetahuan nilai-nilai moral)

Mengetahui sebuah nilai moral berarti memahami bagaimana menerapkannya dalam berbagai situasi.38 Hal ini berarti anak mempunyai kemampuan untuk menerjemahkan nilai-nilai moral ke dalam perilaku moral yang nyata.

Dahulu bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang pantang menyerah, peduli sesama, suka bergotong royong, sopan santun dan

36Ajat Sudrajat , “Mengapa Pendidikan Karaker?”, Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun I, Nomor 1,2011, h. 48

(35)

ramah. Nilai-nilai tersebut ditujukkan oleh para pahlawan bangsa saat memperebutkan kemerdekaan bangsa. Dengan gigihnya mereka bersatu padu tanpa memandang suku, agama, ras dan perbedaan lainya demi memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Nilai-nilai inilah merupakan warisan dari generasi masa lampau untuk masa depan, maka nilai-nilai ini pula yang harus diwariskan kepada generasi masa depan.

3. Perspective-taking (Pengambilan Perspektif)

Pengambilan perspektif adalah kemampuan untuk mengambil pelajaran dari peristiwa yang menimpa atau terjadi pada orang lain, melihat situasi dan kondisi dari sudut pandang orang lain seperti seakan-akan mereka melihatnya sendiri. Seseorang tidak dapat berlaku adil jika terhadap orang lain jika tidak memahami kebutuhan orang lain. Tujuan dari pendidikan moral adalah untuk membuat siswa merasakan dunia dari sudut pandang orang lain, khususnya mereka yang berbeda.39

4. Moral Reasoning (alasan moral)

Alasan moral merupakan pemahaman mengenai apa itu perbuatan moral dan alasan mengapa harus melakukan perbuatan yang bermoral. 5. Decision making (pengambilan Keputusan)

Kemampuan seseorang untuk mengambil keputusan ketika dihadapkan dengan suatu masalah moral adalah suatu keahlian yang reflektif. Hal ini di dapat jika seseorang telah mengetahui betul alasan-alasan dari nilai-nilai moral yang telah diajarkan, dan seharusnya pengambilan keputusan moral itu harus sudah diajarkan sejak taman kanak-kanak40.

6. Self-Knowing (memahami diri sendiri)

Mengenal diri sendiri atau mengukur diri sendiri merupakan tindakan moral yang sangat sulit. Karena di antara sejumlah kelemahan yang dimiliki manusia adalah cenderung untuk melakukan apa yang diinginkan dan mencari pembenaran atas tindakannya tersebut. untuk menjadi orang

(36)

yang yang bermoral diperlukan kemampuan untuk mengulas perilaku diri sendiri (muhasabah)dan mengevaluasinya secara kritis.

Konsep pegetahuan moral bermula dari menanamkan kesadaran anak dalam melihat nilai-nilai moral yang tersembunyi secara eksplisit dalam suatu peristiwa, lalu meningkatkan kemampuan anak untuk mengetahui nilai moral dengan pengetahuan nilai moral yang diajarkan, selanjutnya mengajak anak untuk memahami perasaan sebagaimana orang lain mengalaminya, hal ini bertujuan agar anak dapat menghargai dan bertanggung jawab terhadap orang lain sehingga akan terbangun penalaran moral anak yang akan memudahkannya dalam pengambilan keputusan. Dengan melalui tahapan-tahapan tersebut akan timbul dalam diri anak sikap reflek dalam pengambilan putusan nilai lengkap dengan konsekuensi yang sudah terkaji secara baik.

b. Moral Feeling (Perasaan Moral)

Moral feeling merupakan sisi afektif dari pendidikan karakter yang dalam implementasinya kurang menjadi perhatian. Padahal sisi ini merupakan hal yang sangat penting. Karena memiliki pengetahuan tentang suatu kebenaran saja sangatlah tidak menjamin seseorang itu akan melakukan tindakan benar. Banyak orang yang dengan mudah menyebutkan mana yang baik dan mana yang tidak, mana yang benar dan mana yang salah namun sangat sedikit orang yang mengetahui kebenaran dan melaksanakan kebenaran. Kebanyakan orang mengetahui kebenaran namun justru mereka melakukan perbuatan yang salah. Berikut ini beberapa aspek moral emosional yang menjadi fokus dalam memberi pengajaran tentang karakter yang baik.

1. Hati nurani

Hati nurani ialah tempat biasa seseorang memperoleh saluran ilham dari Tuhannya yang selalu diyakini cenderung kepada kebaikan.41

(37)

Seseorang yang memiliki hati nurani sudah pasti mempunyai kesadaran yang tinggi mengenai perilaku bermoral. Hati nurani memiliki dua aspek yaitu sisi kognitif (pengetahuan tentang apa yang baik) dan sisi emosional (merasa wajib melakukan yang baik).42 Banyak orang yang mengetahui tentang hal yang benar namun merasa tidak memiliki kewajiban untuk melakukan sesuatu dengan pengetahuan kebenarannya tersebut. Misalnya saja orang mengetahui untuk selalu berbuat jujur dalam setiap keadaan namun masih saja ada orang yang melakukan penipuan.

Bagi seseorang yang berpegang pada hati nurani, mereka akan berkomitmen terhadap nilai-nilai moral dalam kehidupannya, karena nilai-nilai tersebut mengakar kuat dalam diri mereka, bahkan mereka tidak akan melakukan sesuatu yang bertentangan dengan nilai moral tersebut, mereka merasa keluar dari karakter apabila mereka melakukan hal yang bertentangan dengan nilai moral. Oleh sebab itu sangat diharapkan sekali pendidikan karakter yang diterapkan dalam sekolah dapat menyentuh hati nurani anak. Wahfiudin seorang pakar pendidikan islam berpendapat bahwa mendidik anak harus menyentuh dimensi moral yang bermuara dalam hati nurani karena pada dasarnya manusia itu digerakkan oleh hati nuraninya.43

2. Penghargaan diri

Jika seseorang mampu memandang positif dirinya ia akan cenderung memperlakukan orang lain secara positif pula. Begitu juga jika seseorang kurang menghargai dirinya maka akan sulit baginya untuk memberikan rasa hormat kepada orang lain.

Penghargaan diri yang tinggi tidak serta merta selalu memunculkan karakter yang baik. Hal ini terjadi jika penghargaan diri tidak sama

42Dhama Kesuma dkk. Pendidikan Karakter Kajian Teroi dan Praktik di Sekolah. (Bandung: Remaja Rosdakarya) 2012. h. 75

(38)

sekali berhubungan dengan karakter baik, misalnya kekayaan, kondisi fisik, popularitas atau kekuasaan44. Hal ini yang menjadi tantangan bagi pihak sekolah dalam membantu siswa untuk mengembangkan penghargaan diri yang berdasarkan karakter baik, misalnya tanggung jawab, kedisiplinan, kejujuran serta keyakinan terhadap diri mereka untuk menjadi orang baik.

3. Empati

Empati adalah memahami dan mengerti perasaan orang lain.45 Empati memungkinkan seseorang keluar dari dirinya dan masuk dalam diri orang lain seperti seakan-akan dialah yang mengalaminya. Masyarakat Indonesia saat ini sedang terjadinya penurunan rasa empati. Semakin banyak remaja yang melakukan kriminalitas yang mengarah pada tindakan-tindakan brutal. Mereka pada dasarnya memiliki rasa empati terhadap sesuatu yang mereka ketahui dan peduli, namun mereka tidak dapat menunjukkan rasa empati mereka terhadap orang yang menjadi korban dari kekerasannya. Misalnya kasus tawuran pelajar yang terjadi karena membela sekolah atau teman satu kelompok. Inilah yang menjadi tugas para pendidik untuk membangun empati yang mampu melihat sampai kebalik perbedaan dan merespon pada sesama manusia. Untuk menanamkan rasa empati pada anak bisa dilakukan dengan mengajak anak untuk saling membantu satu sama lain, misalnya meminjamkan pensil kepada teman sebangku yang tidak membawanya atau saling bekerja sama untuk membersihkan kelas. 4. Mencintai kebaikan

Bentuk karakter yang paling tinggi diperlihatkan dengan sikap tulus pada kebaikan.46 Ketika seseorang mencintai yang baik maka dengan senang hati ia akan melakukan kebaikan dengan suka rela tanpa dibuat-buat.

(39)

Setiap manusia sudah memiliki potensi mencintai kebaikan dalam dirinya sejak lahir yang harus dilakukan hanya mengembangkan potensi yang sudah ada tersebut melalui pengalaman-pengalaman yang bermakna serta lingkungan yang mendukung baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun di lingkungan masyarakat.

5. Kontrol diri

Emosi dapat mengalahkan akal. Itulah mengapa control diri merupakan pekerti moral yang penting. Seseorang memerlukan control diri untuk kebaikan moral. Kontrol diri juga diperlukan untuk mengekang keterlenaan diri terhadap sesuatu. Di dalam Islam sendiri kontrol diri atau emosi menjadi salah satu wasiat dari nabi Muhammad

SAW yang diriwayatkan oleh Bukhori “Sesungguhnya ada seorang

laki-laki berkata kepada Nabi shallallaahu alaihi wasallam: “Berilah aku

sebuah wasiat!” Maka Rasullah bersabda: “Janganlah engkau

emosi/marah-marah!” Nabi saw mengulang-ulang perkataan itu

beberapa kali (yaitu) ucapan “jangan engkau selalu marah-marah” [HR. Bukhori]47 dalam hadis lain dikatakan “Jangan marah maka bagimu

surga”. Hal ini menunjukkan bahwasanya menahan emosi memiliki

banyak sekali keuntungan dan bermuara pada kebaikan baik dunia maupun akhirat (surga).

6. Kerendahan hati

Rendah hati berarti sikap menyadari keterbatasan kemampuan dan ketidaksempurnaan diri sehingga terhindar dari sifat keangkuhan (sombong).48 Rendah hati merupakan sikap pertangahan dari sombong dan rendah diri. Jika seseorang memiliki kerendahan hati ia akan bersedia menggunakan potensi yang Allah berikan (mata, telinga, hati) untuk melihat kebenaran walaupun kebenaran itu datang dari orang yang lebih muda darinya.

47Syaikh Yahya Bin Syarifuddin An Nawawi. 40 Terjemah Hadits Arbain Nawawydalam

(40)

Kerendahan hati merupakan sisi yang efektif dari pengetahuan diri. Kerendahan hati dan pengetahuan diri merupakan sikap berterus terang bagi kebenaran dan keinginan untuk memperbaiki kelemahan diri.49

Untuk membangkitkan moral feeling anak diperlukan lebih dari sekedar tataran teoritis yang diajarkan dikelas namun lebih kepada pemberian teladan kepada anak-anak karena moral feeling merupakan penguatan aspek emosi anak untuk menjadi manusia yang berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan sendiri oleh anak agar tujuan dari penguatan sikap ini bisa tercapai secara maksimal.

c. Moral Acting (tindakan moral)

Morl Acting atau tindakan moral merupakan hasil dari dua bagian karakter lainnya, yaitu moral knowing dan moral feeling. Apabila seseorang memiliki kualitas moral knowing dan moral feeling (intelektual dan emosi) maka sangat dimungkinkan orang tersebut melakukan tindakan yang menurut pengetahuan dan perasaan mereka benar. Dalam suatu keadaan, terkadang seseorang mengetahui apa yang harus dilakukan, dan merasa harus melakukannya, namun belum bisa menerjemahkan perasaan dan pikiran tersebut dalam tindakan. Oleh sebab itu untuk memahami apa itu sebenarnya moral acting dan apa yang sebenarnya menggerakkan atau bahkan menghalangi seseorang untuk melakukan tindakan bermoral, mari kita lihat lebih jauh dalam tiga aspek karakter lainnya, yaitu kompetensi, kehendak dan kebiasaan.

1. Kompetensi

Kompetensi moral adalah kemampuan untuk mengubah pertimbangan dan perasaan moral kedalam tindakan yang efektif.50 Misalnya untuk memecahkan suatu konflik maka diperlukan keahlian-keahlian praktis, seperti mendengarkan, mengkomunikasikan

(41)

pendapat dengan tanpa menyinggung perasaan pihak lain, dan dapat mencari solusi yang terbaik bagi semua pihak.

2. Kehendak

Kehendak dibutuhkan untuk menjaga emosi agar tetap terkendali oleh akal. Kehendak yang kuat untuk melakukan perilaku bermoral dibutuhkan untuk mendahulukan kewajiban dibandingkan kesenangan semata. Kehendak yang kuat merupakan inti dari dorongan moral.

3. Kebiasaan

Dalam banyak hal sesuatu yang dilakukan secara terus menerus akan menjadi suatu kebiasaan yang mendarah daging, dan kebiasaan itu akan menjadi karakter dalam diri seseorang. Begitu juga untuk dalam menanamkan karakter yang baik akan dimulai dengan kebiasaan yang baik pula. William Bennett mengatakan bahwa orang-oarang yang memiliki karakter yang baik bertindak dengan sungguh-sungguh, loyal, berani, berbudi dan adil tanpa banyak tergoda oleh hal-hal sebaiknya.51

Untuk alasan inilah sebagai pendidik moral, anak-anak harus diberi kesempatan untuk membangun kebiasaan-kebiasaan baik, dan banyak berlatih untuk menjadi orang baik dalam kondisi apapun. Dengan begitu mereka akan terbiasa melakukannya sehingga nantiya akan menjadi suatu kebiasaan kuat yang mendarah daging dan tak akan tergoda dengan hal-hal yang buruk yang bersifat kesenangan sesaat.

Setelah moral knowing dan moral feeling terwujud maka moral acting sebagai outcome akan muncul dengan mudah dalam diri anak sebagai perwujudan dari akhlak atau karakter yang baik. Seperti yang dikatakan oleh Imam al-Gazali bahwa akhlak iadalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan berbgai macam perbuatan dengan mudah

(42)

tanpa perlu pemikiran dan pertimbangan.52 Maka ketiga tahapan moral harus disuguhkan kepada anak melalui cara-cara yang logis, rasional dan demokratis sehingga perilaku yang berkarakter benar-benar timbul dan mendarah daging dalam diri anak bukan hanya topeng (anak berperilaku baik jika diawasi).

d. Cara Membentuk Akhlak

Secara bahasa Akhlak adalah bentuk jama’ dari khulk yang artinya budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.53 Menurut Asmaran akhlak adalah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian hingga menimbulkan berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat serta tanpa memerlukan pemikiran.54 Dengan begitu akhlak merupakan seseuatu yang melekat pada kepribadian seseorang dan ditunjukkan dalam perilaku kehidupan sehari-hari. Setiap manusia dilahirkan dengan potensi akhlak yang baik, dan potensi ini akan berkembang jika mendapat sentuhan pengalaman belajar dari lingkungannya. Untuk memberikan pengalaman belajar tersebut diperlukan usaha-usaha pembinaan akhlak yang diharapkan akan membawa hasil berupa terbentuknya pribadi muslim yang berkahlak mulia, taat kepada Allah dan Rasulnya, hormat kepada ibu-bapak dan sayang terhadap sesamanya.

Abuddin Nata mengatakan bahwa pembentukan akhlak merupakan usaha sungguh-sungguh dalam rangka membentuk anak, dengan menggunakan sarana pendidikan dan pembinaan yang terprogram dengan baik dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan konsisten.55 Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa akhlak seseorang dapat dibina dengan usaha yang sungguh-sungguh dari segi kemauan yang kuat dalam diri seseorang atau dengan menggunakan sarana pendidikan dan pembinaan yang terprogram.

52 Opcit. Abuddin Nata., h. 3

53Luis Ma’luf, Kamus Al-Munjid, Al-Maktabah Al-Katulikiyah. Dalam Asmaran As.

Pengantar Studi Akhlak.(Raja Grafindo Persada: Jakarta)2002. h. 1 54ibid,. h.3

(43)

Imam al-Ghazali dalam kitabnya ”Ihya ulum al-din” menyebutkan bahwa pembinaan akhlak dan kepribadian manusia dapat dilakukan dengan cara menyucikan diri atau sering disebut dengan tazkiyah al-nafs yang secara bahasa dapat bermakna penyucian pribadi.56Tazkiyah al-nafs dapat dilakukan dengan metode mujahadat (kesungguhan) dan riyadhah al-nafs (latihan kepribadian)57. Untuk mencapai keberhasilan dalam mujahadah dan riydhah al-nafs diperlukan kesungguhan untuk meninggalkan semua perbuatan jelak lau menggantinya dengan adat kebiasan yang baik. Seperti dalam firman Allah dalam Qs. Al-baqarah[2] ayat 45 yang artinya “Sesungguhnya shalat itu berat selain bagi orang-orang yang khusyu” dalam ayat tersebut tersirat bahwasanya untuk mencapai kesungguhan atau menanamkan kebiasaan shalat (ibadah) diperlukan kesungguhan dengan hati yang bersih, tunduk dan patuh pada perintah Allah SWT. Begitu juga dengan perilaku-perilaku terpuji lainnya. Pada fase awal riyadhah al-nafs merupakan beban yang berat dalam melakukan perbuatan baik, namun di fase akhir akan menjadi sebuah kebiasaan yang dapat dilaksanakan dengan mudah serta tanpa paksaan karena sudah menjadi kebiasaan.

Berikut ini beberapa metode lain yang dapat digunakan dalam pembentukan akhlak, yaitu:

1. Hiwar atau Percakapan

Metode percakapan ini dilakukan melalui Tanya jawab mengenai suatu topik, dan dengan sengaja diarahkan kepada suatu tujuan yang dikehendaki. Metode percakapn bertujuan untuk memberikan dampak yang sangat dalam kepada pendengar dengan cara membangkitkan berbagai perasaan dan kesan seseorang yang akan melahirkan dampak paedagogis sehingga meninggalkan pengaruh berupa pendidikan akhlak, sikap dalam berkomunikasi dengan orang lain, menghargai pendapat orang lain, cara mengungkapkan pendapat sendiri dan sebagainya. 2. Qishah atau Cerita

56Opcit. Heri Gunawan. h. 83

(44)

Qishah berasal dari kata al-qassu yang berarti mencari atau mengikuti jejak.58 Qishah dapat diartikan menceritakan kembali kisah-kisah yang telah lalu untuk diambil pelajaran. Dalam metode qishah

pendidik dapat memberikan potongan berita atau kisah kejadian masa lalu yang mempunyai makna mendalam serta terdapat berbagai keteladan dan edukasi. Kisah-kisah yang diceritakan bisa berupa kisah tentang para nabi, sejarah bangsa-bangsa, keadaan negeri-negeri dan peninggalan setiap ummat yang kesemuanya itu dapat bersumber dari al-Qur’an.

Mengapa kisah Qur’ani yang harus diperdengarkan? Karena di dalam al

-Qur’an terdapat kisah-kisah yang nyata dan bukan khayalan59 (fiktif) sehingga dapat mengundang pendengar untuk mengikuti peristiwanya serta merenungkan maknanya dan makna-makna itu dapat menimbulkan kesan yang mendalam. Kisah qur‟ani yang diperdengarkan oleh pendidik dapat membangun keimanan kepada Allah dengan cara membangkitkan berbagai perasaan khauf, ridlo, dan cinta.

3. Amtsal atau Perumpamaan

Amtsal adalah bentuk jamak dari masal yang artinya ialah menonjolkan seseutu makna yang abstrak dalam bentuk yang indrawi agar menjadi indah dan menarik.60Amtsal banyak ditemukan di dalam

al-Qur’an, diantaranya firman Allah mengenai orang munafik yang

diumpamakan seperti orang yang menyalakan api untuk menerangi sekelilingnya namun Allah hilangkan cahayanya sehingga mereka berada dalam keadaan gelap gulita dan tidak bisa melihat (QS. Al-Baqarah[2] ayat 17-20). Metode amtsal atau perumpaan dapat digunakan seperti metode qishah yaitu bercerita atau membacakan kisah. Membuat perumpamaan diperlukan agar dapat menggambarkan seseuatu yang tidak nyata menjadi nyata supaya mudah dipahami dan dimengerti61. Hal ini bertujuan untuk mendekatkan makna pada pemahaman,

58Manna’ Khalil al-Qattan. Mabahis fi „Ulumil Qur‟an. Diterjemahkan oleh DRs. Mudzakir AS dengan judul Studi ilmu haditsn. (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa) cet: 8 2004. h.435 59Ibid., Manna’ Khalil al-Qattan. h. 437

(45)

menumbuhkan perasaan ketuhanan, mendidik akal supaya berpikir logis dan sehat serta menghidupkan nurani yang selanjutnya dapat menggugah kehendak dan mendorong anak agar melakukan amal yang baik dan menjauhi yang mungkar.62

4. Uswah atau Keteladanan

Menurut kamus Landak keteladanan adalah making something as an example, providing, a model. Yang artinya menjadikan seseuatu sebagai contoh, meyediakan suatu model.63 Dengan model ini pendidik harus bersedia menjadi model yang akan ditiru perkataannya, perbuatannya, atau sikap dan perilakunya oleh siswa dengan begitu maka setiap pendidik berkewajiban untuk menjaga akhlaknya.

Islam mengenal Uswah atau keteladan sebagai salah satu cara membentuk akhlak yang diajarkan dan dianjurkan langsung oleh Nabi Muhammad Saw. Beliau menggunakan metode ini untuk memperbaiki kondisi akhlak umatnya. seperti yang tercantum dalam firman Allah pada surat Al-Ahzab ayat 21 yang artinya “ Sungguh pada diri Rasullah itu terdapat contoh-teladan yang baik bagi kamu sekalian… “. Pemberian

teladan sangat cocok dilakukan pada anak usia sekolah dasar dan menengah karena pada umumnya anak seusia mereka secara psikologis cenderung

Gambar

Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen Observasi  .......................................................................
Gambar 2.1 Keterpaduan empat dimensi tersebut dapat dideskripsikan sebagai
Tabel 2.1. Ringkasan Karakter pada Setiap Dimensi
Gambar 2.2  Strategi implementasi pendidikan karakter berkelanjutan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa (Anonim, 2010: 3). Dari segi etimologi kata akhlak berasal dari Arab “Akhlak”

Kegiatan pembelajaran SDIT Alam IKM Al-Muhajirin berkarakteristik pada penerapan pembelajaran kontekstual.Pembelajaran kontekstual disini berupapengkaitan konten mata

Implementasi sekolah adiwiyata dilaksankan menggunakan empat komponen yaitu: (1) Kebijakan sekolah berwawasan lingkungan: visi, misi, dan tujuan berwawasan dan

Santrock dalam (Gunawan, 2012:32) yang menjelaskan tentang fungsi pendidikan karakter yang terperinci yang mana di SDIT At-Taqwa Surabaya dalam program rompi “

Berdasarkan hasil penelitian tentang implementasi pendidikan karakter di SDIT Nurul Ilmi Kota Jambi dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu sebagai berikut: Simpulan

MTs Negeri Malang 1 memiliki visi dan misi yang dikembangkan, yaitu terwujudnya sumber daya insani yang berkualitas, unggul pada bidang Imtaq dan Iptek dengan berwawasan

VISI, MISI, & TUJUAN VISI MADRASAH TERWUJUDNYA GENERASI MUSLIM YANG UNGGUL DALAM IMTAQ, IPTEK, DAN AKHLAK MULIA.. Unggul dalam disiplin beribadah, mengamalkan ajaran agama Islam,

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Implementasi Pendidikan Karakter di SDIT Bina Anak Islam Krapyak berdasar pada visi sekolah yaitu “Menyemai Generasi Qur‟ani yang mampu mengedepankan